ltm (3) - dede muhammad taher 120405130
DESCRIPTION
proses industri kimiaTRANSCRIPT
Nama : Dede Mhd Taher Hsb
NIN : 120405130
CONTOH INDUSTRI KIMIA ORGANIK
“PABRIK AMONIA”
Rumus molekul amoniak adalah NH3 .Terlihat amoniak terbentuk dari gugus N dan H yang
masing-masing dapat diperoleh dari H2 (Hidogen)dan N2 (Nitrogen). H2 adalah salah satu
komponen gas synthesa yang diperoleh dari pemrosesan gas alam yang mengandung 80 – 95
% CH4 (Metan). Sedang N2 diperoleh dari udara yang mengandung 79% N2 dan 21% O2.
Berikut blok diagram proses pembuatan amonia secara sederhana :
Gas Alam
Desulfurisasi
Primary Reformer
Secondary Reformer
Shift Converter
CO2 Removal
Matanasi
Synthesis Loop
Refrigerasi
NH3 Cair
Udara
Reaksi-reaksi yang terlibat dalam proses pembuatan NH3 dan CO2adalah sebagai berikut :
Katalisator
Katalisator adalah suatu senyawa yang berfungsi untuk mempercepat suatu reaksi
kimia. Secara fisik katalisator tidak berubah bentuk walaupun terlibat dalam suatu reaksi
kimia. Dari bentuknya katalisator di pabrik Amoniak sebagian besar berbentuk padatan.
Hanya DEA(Dietanol Amione) yang berbentuk cairan. Katalisator yang dalam bentuk
padatan ini disuplai dari pembuatnya dalam kondisi masih teroksidasi. Untuk mengaktifkanya
katalisator harus terlebih dahulu direduksi (penurunan bilangan oksida)menggunakan
pereduksi H2 dan CO2, akan tetapi yang umum dipakai adalah H2 karena kenaikan temperatur
yang dihasilkan dari aktifasi/reduksi katalis masih dapat dikendalikan dibandingkan bila
menggunakan CO sebagai pereduksi.
Berikut adalah salah satu contoh reaksi reduksi katalis Fe3O4 dengan H2 :
3Fe2O3 + H2 — 2Fe3O4 +H2O + Panas
Katalisator yang aktif (tereduksi) bila terkena udara ( O2 ) akan bereaksi dengan cepat
dan menghasilkan panas yang besar(pyrophoric) dan sulit dikendalikan, oleh karena itu
katalisator baru selalu disuplai oleh penjual dalam bentuk teroksidasi agar pada saat dibuka
drumnya ketika akan dimasukkan ke dalam reaktor tidak bereaksi dengan udara. Untuk
menjaga katalisator tetap tinggi aktifitasnya maka beberapa beberapa racun katalis berikut
harus dipastikan tidak masuk ke dalam sistem reaksi :
Sulfur
Carbon
CL–
Phospat
Khusus untuk katalis synthesa amoniak disamping racun-racun diatas berikut racun-
racun lainnya yang dapat menurunkan aktifitas katalis :
CO
CO2
H2O
Tiga tahap dalam penyiapan gas synthesa
Desulfurisasi.
Gas alam pada umumnya mengandung sulfur dalam bentuk H2S / Sulfur Anorganik dan
Sulfur Organik seperti mercaptan yang rumus molekulnya RS. Kadar sulfur anorganiknya di
dalam gas alam yang diterima industri pupuk adalah relatif kecil yaitu berkisar 0,18 -0.3 ppm
sedang sulfur organiknya relatif tidak ada. Kadar sulfur dalam gas alam yang diijinkan untuk
memasuki Primary Reformer maksimum adalah 0,1 ppm. Untuk menyerap sulfur dari gas
yang dari gas alam digunakan ZnO sebagai adsorbent ini bukan katalis, lihat reaksi no 1.
Keberhasilan adsorbsi sulfur anorganik praktis diadsorbsi pada temperatur yang lebih
rendah (200-250oC) dibandingkan dengan sulfur organik (250-400oC).
Kondisi operasi di Desulfurisasi:
Pressure : 35-40 kg/cm2G
Temperature Inlet : 350-400oC
Temperature Outlet : 330-380oC
Primary Reformer.
Ke dalam Primary Reformer dimasukan Steam bersama gas alam yang keluar dari
Desulfurisasi. Sebelum bertemu katalis yang berada dalam tube yang dipanasi secara radiasi
oleh burner-burner (seperti burner pada kompor gas), campuran steam dan gas terlebih
dahulu dipanasi hingga temperatur reaksi 530-650oC. Hal ini sesuai dengan jenis reaksinya
yang endotermis. Disamping reaksi reforming, reaksi shift juga terjadi di Primary Reformer
seperti pada reaksi no. 2 dan no. 3. Untuk menjamin bahwa reaksi berjalan sesempurna
mungkin rasio steam terhadap carbon yang ada dalam gas alam (S/C) dijaga sekitar 3,1-
4 (mol/mol)
Kondisi operasi Primary Reformer :
Pressure : 35 – 40 kg/cm2G
Temperature Inlet : 530 – 650oC
Temperature Outlet : 770 – 811oC
Kadar CH4 Outle : 9 – 16 % berat
Kadar CO Outlet : 8 – 9 % berat
Kadar H2 Outlet : 65 – 70 % berat.
Scondary Reformer.
Pada dasarnya Scondary Reformer berfunggsi untuk menyempurnakan reaksi reforming
yang telah terjadi di Primery Reforming. Kalau Primery Reformer sumber panas untuk reaksi
reforming yang endotermis disuplay oleh burner-burner yang memberikan panasnya secara
radiasi, maka sumber panas di Scondary Reformer disuplay oleh udara yang dimasukkan ke
Scondary Reformer menggunakan kompresor udara.
Reaksi pembakaran O2 dari udara dengan H2 hasil reaksi reforming di Primary Reformer :
O2 + H2 à H2O + Panas ( exothermic)
Akan menghasilkan panas yang akan dipakai oleh reaksi reforming Scondary Reformer.
Campuran hasil reaksi di Scondery Reformer ini akan menyisakan N2 yang praktis
tidak/belum bereaksi dengan H2dan campuran gas lainnya. N2 akan bereaksi dengan
H2 nantinya di Converter Amoniak setelah menjalani berbagai proses pemurnian berikutnya.
Kondisi operasi di Scondary Reformer :
Pressure : 35-40 kg/cm2G
Temperature Inlet : 520-560oC
Temperature Outlet : 950-1050oC
CH4 Outlet : 0,2-1,0 % berat
CO Outlet : 10-13 % berat
H2 Outlet : 54-56 % berat
Tiga tahap proses pemurnian gas synthesa
CO Shift dibagi dalam dua tahap yaitu :
1. CO Shift Temperatur Tinggi / High Temperature Shift (HTS)
2. CO Shift Temperatur Rendah / Low Temperature Shift (LTS)
Tujuan Reaksi shift adalah untuk menyempurnakan pembentukan H2seperti telah dilakukan
pada reaksi reforming dengan mereakasikan CO dengan H2O menjadi H2 dan CO2 seperti
telah dituliskan pada reaksi no. 3 di atas dan untuk mengurangi CO yang terbentuk di
Reformer yang merupakan racun bagi katalisator amoniak.
Pada tahap HTS dimana reaksi masih jauh dari kesetimbangan kimia maka reaksi
dilaksanakan pada temperature tinggi (360oC). Sedang pada LTS dimana reaksi sudah berada
pada kesetimbangan, penurunan temperature reaksi (210oC) akan menggeser kesetimbangan
ke kanan atau kearah terbentuknya H2. Dengan demikian LTS akan menyempurnakan reaksi
yang eksotermis ini ke arah produk.
Kondisi operasi HTS :
Pressure : 35-40 kg/cm2G
Temperature Inlat : 340-380 oC
Temperature Outlet : 420 – 440 oC
CO Inlet : 12-14,5 % berat
CO Outlet : 2,5-4,5 % berat.
Kondisi operasi LTS :
Pressure : 35-40 kg/cm2G
Temperature Inlet : 190-210 oC
Temperature Outlet : 220-240 oC
CO Inlet : 2,5-4,5 % berat
CO Outlet : 0,2-0,4 % berat
CO2 Outlet : 16-18 % berat
CO2 Removal
Setelah CO diturunkan sampai kadar terendah, selanjutnya CO2diturunkan hingga 0,1
% berat (1000 ppm). Penurunan CO2 dilakukan dengan cara absorbsi oleh larutan
K2CO3 (karbonat) yang konsentraasinya 25-30 % berat di dalam sebuah menara
Absprber.Gas Synthesa yang mengandung 16%-18% berat CO2 dipertemukan dengan larutan
karbonat yang mengalir dari atas ke bawah sedang gas mengalir dari bawah ke atas.
Selanjutnya dalam pertemuan keduanya, CO2 diserap oleh larutan karbonat sesuai reaksi
no.5. Untuk meningkatkan efektifitas penyerapan oleh K2CO3 diberikan juga Dietanol
Amine (DEA) dengan konsentrasi 2,5-3 % berat.
Di Absorber penyerapan dilakukan dalam dua tahap. Absorbsi di bagian bawah
absorber dilakukan dengan larutan karbonat yang bertemperature 65-117 oC, sedang absorbsi
berikutnya dilakukan di bagian atas Absorber dengan larutan Karbonat bertemperature 65-
70oC. Tujuan tahapan absorbsi ini adalah untuk meningkatkan penyerapan CO2.
Penyerapan CO2 di menara Absorber berlangsung dengan kondisi :
Pressure : 27-35 kg/cm2G
Temperatur Gas Inlet : 100-130 oC
Temperatur Gas Outlet : 65-70 oC
Ke Top menara : 65-70 oC
Ke Middle Menara : 115-117 oC
CO2 Inlet : 16-18 % berat
CO2 Outlet : 0,04-0,1 % berat.
Sebagian besar K2CO3 dalam larutan Karbonat yang telah banyak menyerap CO2 (Rich
Solution) berubah menjadi KHCO3 seperti terlihat pada reaksi no. 5. Selanjutnya KHCO3 ini
harus kembali diubah menjadi K2CO3 agar bisa disirkulasikan ke Absorber untuk menyerap
CO2. Hal ini dilakukan di Menara Regenerator dan reaksi yang tejadi adalah reaksi pada no 6.
Dari Absorber yang bertekanan 27-35 kg/cm2G larutan Karbonat (Rich Solution) dikirim ke
regenarator yang tekanan operasinya 0,4-0,8 kg/cm2G. Penurunan pressure yang cukup
besar ini akan menggeser kesetimbangan reaksi no. 6 ke kanan atau ke arah pelepasan
CO2 dan pembentuan K2CO3.
Di samping dengan penurunan tekanan, pelepasan CO2 dari larutan karbonat (Rich
Solution) juga dibantu dengan pemberian panas yang disuplay dari steam yang masuk dan
dibangkitkan di Reboiler-reboiler yang terletak di bagian bawah Regenator.
Kondisi operasi Regenarator :
Pressure : 0,4-0,8 kg/cm2G
Temberature Bottom : 120-130 oC
Larutan Karbonat yang telah bebas CO2 ( Lean Solution) ini kemudian dikirim kembali ke
Absorber, sedangkan CO2 yang keluar dari Regenarator dikirim ke Pabrik Urea.
Metanasi
Setelah keluar dari CO2 Removal gas synthesa masih mengandung 0,3 % CO dan 0,1 %
CO2 yang harus dikurangi lagi kadarnya hingga total CO+CO2 maksimum 10 ppm. Pada
dasarnya reaksi metanasi yang terjadi adalah kebalikan dari reaksi reforming, seperti reaksi
no.4.
Kondisi operasi Metanasi :
Pressure : 25-30 kg/cm2G
Temperature Inleet : 280-310 oC
Temperature Outlet : 320-340 oC
Synthesis Loop dan Refrigerasi.
Di dalam Synthesis loop ini terdapat converter amoniak yang berfungsi mereaksikan
N2 dengan H2 untuk membentuk Amoniak /NH3. Gas synthesa dengan kadar
CO+CO2 maksimum 10 ppm sebelum dimasukkan ke Synthesis loop dinaikkan tekanannya
terlebih dahulu ke 130-210 kg/cm2G menggunakan kompressor Synthesis Gas. Yang perlu
diperhatikan adalah rasio H2/N2 dijaga 3 atau sedikit dibawah dari 3. Hal ini penting
dipertahankan agar reaksi pembentukan amoniak berjalan maksimal. Pangaturan Ratio ini
dilakukan dengan mengatur laju udara yang dimasukkan ke Scondary Reformer.
Reaksi pembentukan amoniak ini berlangsung pada temperature inlet Converter 270 oC
dan temperature 530 oC. Dengan temperature setinggi ini, maka amoniak yang terbentuk
mustahil diperoleh dalam keadan cair. Untuk itu gas keluar Converter harus terlebih dahulu
menjalani pendinginan hingga temperature 6 –(-5)oC. Pendinginan ke temperature ini
dilakukan dengan cara,melakukan pertukaran panas antara gas masuk dengan Converter
dengan gas keluar Converter, pembangkitan steam dan pemanasan air umpan boiler
(BFW),pendinginan dengan menggunakan air pendingin ( cooling water )serta yang utama
adalah pendinginan menggunakan refrigerasi.
Gas yang telah didinginkan,karena masih mengandung H2 dan N2yang tidak bereaksi,
gas dicampur dengan gas dari metanasi dikembalikan ke Converter amoniak. Sistem ini
akhirnya merupakan sebuah Loop atau siklue Amoniak. Di dalam Loop ini juga ada gas-gas
yang benar-benar tidak bereaksi yang disebut inert, yaitu CH4 yang berasal dari Metanasi dan
Argon(Ar) yang berasal dari udara yang dimasukkan ke Scondary Reformer. Inert ini
konsentrasinya harus dijaga sekitar 7-11 % berat agar reaksi pembentukan amoniak
berlangsung maksimal.
Adapun gas dari metanasi yang mengandung CO, CO2 dan H2O sebelum masuk ke
dalam synthesis Loop dipertemukan terlebih dahulu dengan gas keluar Converter yang sudah
didinginkan dan mengandung amoniak cair. Tujuannya adalah agar CO, CO2 dan H2O yang
ada dalam gas dari Metanasi (make up gas) dapat larut dalam amoniak cair dan terbawa ke
refrigerasi, tidak ke inlet Converter amoniak.
Kondisi Operasi Converter :
Pressure : 230-210 kg/cm2G
Temperature Inlet : 250-270 oC
Temperature Outlet : 480-530 oC
NH3 Inlet : 1,5-5 % berat
NH3 Outlet : 13-20 % berat.
Refrigerasi
Produk amoniak cair dengan temperature 6 oC – (-5) oC ini selanjutnya dikirim ke
Refrigerasi untuk dimurnikan dari H2, N2, CO, CO2, H2O dan inert yang terlarut dalam
amoniak cair dan didinginkan hingga temperature -31 oC. Pemurnian dilakukan dengan jalan
menurunkan tekanannya dari 130-210 kg/cm2G menjadi 17 kg/cm2G. Dengan jalan ini
kelarutan gas-gas tersebut diatas akan turun dan gas-gas akan lepas dari amoniak cair.
Refrigerasi ini seperti layaknya sebuah lemari es dilengkapi dengan kompresor
refrigerant. Kompressor ini berfungsi untuk menaikkan pressure uap amoniak agar mudah
dicairkan menggunakan air pendingin. Amoniak cair ini selanjutnya dikirim ke penukar panas
yang ada di synthesa loop yang dipakai untuk mendinginkan gas keluar Converter amoniak
dan mencairkan amoniak yang terdapat dalam gas keluar Converter. Pendinginan ini mampu
membuat amoniak cair keluar loop bertemperature 6-(-5oC).
Uap penukar panas yang keluar dari penukar panas diatas yang merukajan hasil dari
peristiwa pertukaaran panasdikirim ke Kompresor refrigeransi. Begitu pula dengan amoniak
cair dari hasil pemurnian. Selanjutnya amoniak cair yang panas (25oC) yang merupakan hasil
kondensasi uap amoniak keluar kompressor/discharge dikirim ke pabrik Urea. Sedangkan
amoniak cair yang dingin (-31 oC)dari bagian suction komperssor dikirim ke Storage
Amoniak.
CONTOH INDUSTRI KIMIA ANORGANIK
“PABRIK SEMEN”
PROSES PEMBUATAN SEMEN
Semen merupakan bahan bangunan yang digunakan untuk merekat, melapis, membuat beton,
dll. Semen yang terbaik saat ini adalah semen Portland yang ditemukan tahun 1824 oleh
Joseph Aspdin.
Bahan Baku Pembuatan Semen:
1. Batu kapur
Batu kapur merupakan Komponen yang banyak mengandung CaCO3 dengan
sedikit tanah lia, Magnesium Karbonat, Alumina Silikat dan senyawa oksida lainnya.
Senyawa besi dan organik menyebabkan batu kapur berwarna abu-abu hingga kuning.
2. Tanah Liat
Komponen utama pembentuk tanah liat adalah senyawa Alumina Silikat Hidrat
Klasifikasi Senyawa alumina silikat berdasarkan kelompok mineral yang
dikandungnya : Kelompok Montmorilonite Meliputi : Monmorilosite, beidelite,
saponite, dan nitronite Kelompok Kaolin Meliputi : kaolinite, dicnite, nacrite, dan
halaysite Kelompok tanah liat beralkali Meliputi : tanah liat mika (ilite).
3. Pasir Besi dan Pasir Silikat
Bahan ini merupakan Bahan koreksi pada campuran tepung baku (Raw Mix)
Digunakan sebagai pelengkap komponen kimia esensial yang diperlukan untuk
pembuatan semen Pasir Silika digunakan untuk meneikkan kandungan SiO2 Pasir
Besi digunakan untuk menaikkan kandungan Fe2O3 dalam Raw Mix.
4. Gypsum ( CaSO4. 2H2O )
Berfungsi sebagai retarder atau memperlambat proses pengerasan dari semen
Hilangnya kristal air pada gipsum menyebabkan hilangnya atau berkurangnya sifat
gipsum sebagai retarder
PROSES PEMBUATAN SEMEN
Semen dapat dibuat dengan 2 cara Proses Basah Proses Kering Perbedaannya hanya terletak
pada proses penggilingan dan homogenisasi.
a) Quarry :
Bahan tambang berupa batu kapur, batu silika,tanah liat, dan material-material
lain yang mengandung kalsium, silikon,alumunium,dan besi oksida yang diekstarksi
menggunakan drilling dan blasting.
- Penambangan Batu Kapur:
Membuang lapisan atas tanah Pengeboran Membuat lubang dengan bor untuk
tempat Peledakan Blasting ( peledakan ) Dengan teknik electrical detonation
- Penambangan Batu Silika:
Penambangan silika tidak membutuhkan peledakan karena batuan silika
merupakan butiran yang saling lepas dan tidak terikat satu sama lain.
Penambangan dilakukan dengan pendorongan batu silika menggunakan dozer ke
tepi tebing dan jatuh di loading area.
- Penambangan Tanah Liat:
Penambangan Tanah Liat Dilakukan dengan pengerukan pada lapisan permukaan
tanah dengan excavator yang diawali dengan pembuatan jalan dengan sistem
selokan selang seling.
b) Crushing:
Pemecahan material material hasil penambangan menjadi ukuran yang lebih
kecil dengan menggunakan crusher. Batu kapur dari ukuran < 1 m → < 50 m Batu
silika dari ukuran < 40 cm→ < 200 mm
c) Conveying:
Bahan mentah ditransportasikan dari area penambangan ke lokasi pabrik untuk
diproses lebih lanjut dengan menggunakan belt conveyor.
d) Raw mill (penggilingan bahan baku)
Proses Basah Penggilingan dilakukan dalam raw mill dengan menambahkan
sejumlah air kemudian dihasilkan slurry dengan kadar air 34-38 %.Material-material
ditambah air diumpankan ke dalam raw mill. Karena adanya putaran, material akan
bergerak dari satu kamar ke kamar berikutnya.Pada kamar 1 terjadi proses pemecahan
dan kamar 2/3 terjadi gesekan sehingga campuran bahan mentah menjadi slurry.
Proses Kering Terjadi di Duodan Mill yang terdiri dari Drying Chamber,
Compt 1, dan Compt 2. Material-material dimasukkan bersamaan dengan
dialirkannnya gas panas yang berasal dari suspension preheater dan menara
pendingin. Pada ruangan pengering terdapat filter yang berfungsi untuk mengangkut
dan menaburkan material sehingga gas panas dan material berkontaminasi secara
merata sehingga efisiensi dapat tercapai. Terjadi pemisahan material kasar dan halus
dalam separator.
e) Homogenisasi:
Proses Basah Slurry dicampur di mixing basin,kemudian slurry dialirkan ke
tabung koreksi; proses pengoreksian. Proses Kering Terjadi di blending silo dengan
sistem aliran corong.
f) Pembakaran/ Pembentukan Clinker:
Pembakaran/ Pembentukan Clinker terjadi di dalam kiln. Kiln adalah alat
berbentuk tabung yang di dalamnya terdapat semburan api. Kiln di design untuk
memaksimalkan efisiensi dari perpindahan panas yang berasal dari pembakaran bahan
bakar.
PEMBENTUKAN CLINKER:
Proses yang terjadi di dalam kiln: Pengeringan Slurry, Pemanasan Awal, Kalsinasi,
Pemijaran, Pendinginan dan Penyimpanan Klinker
PENGERINGAN SLURRY:
Pengeringan slurry terjadi pada daerah 1/3 panjang kiln dari inlet pada temperatur 100-500 °C
sehingga terjadi pelepasan air bebasdan air terikat untuk mendapatkan padatan tanah kering.
PEMANASAN AWAL:
Pemanasan Awal terjadi pada daerah 1/3 setelah panjang kiln dari inlet. Selama pemanasan
tidak terjadi perubahan berat dari material tetapi hanya peningkatan suhu yaitu sekitar 600°C
dengan menggunakan preheater.
KALSINASI:
Kalsinasi Penguraian kalsium karbonat menjadi senyawa-senyawa penyusunnya pada suhu 600 °
C.
reaksinya:
CaCO3 → CaO + CO2 MgCO3 → MgO + CO2
PEMIJARAN:
Reaksi antara oksida-oksida yang terdapat dalam material yang membentuk senyawa
hidrolisis yaitu C4AF, C3A, C2S pada suhu 1450° C membentuk Clinker.
PENDINGINAN:
terjadi pendinginan Clinker secara mendadak dengan aliran udara sehingga Clinker berukuran
1150-1250 gr/liter. Clinker yang keluar dari Cooler bersuhu 150-250° C.
TRANSPORTASI & PENYIMPANAN CLINKER :
Klinker kasar akan jatuh kedalam penggilingan untuk dihaluskan. Kemudian dengan drag
chain, klinker yang telah dihaluskan diangkut menuju silo klinker atau langsung ke proses
cement mill untuk diproses lebih lanjut menjadi semen.
CEMENT MILL:
Merupakan proses penggilingan akhir dimana terjadi pebghalusan clinker-clinker bersama 5
% gipsum alami atau sintetik. Secara umum, dibagi menjadi 3 proses: Penggilingan clinker
Pencampuran Pendinginan.
Keuntungan dan Kerugian Proses Basah
Kadar alkalisis, klorida,dan sulfat tidak menimbulkan gangguan penyempitan dalam saluran
material masuk kiln. Deposit yang tidak homogen tidak berpengaruh karena mudah untuk
mencampur dan mengoreksinya. Pencampuran dan koreksi slurry lebih mudah karena berupa
larutan. Fluktuasi kadar air tidak berpengaruh pada proses. Kerugian: Proses basah baik
digunakan hanya bila kadar air bahan bakunya cukup tinggi Pada waktu pembakaran
memerlukan banyak panas, sehingga konsumsi bahan bakar lebih banyak Kiln yang dipakai
lebih panjang karena proses pengeringan yang terjadi dalam kiln menggunakan 22 % panjang
kiln.
Keuntungan dan Kerugian Proses Kering
Keuntungan: Kiln yang digunakan relatif pendek Kebutuhan panas lebih rendah.
Kerugian: Rata-rata kapasitas kiln lebih besar Fluktuasi kadar air menganggu operasi, karena
materail lengket di inlet kiln Terjadipenebalan/penyempitan pada saluran pipa kiln.
Hasil Akhir:
Semen PPC: semen campuran yang menggunakan pozzolan sebagai bahan tambahan pada
campuran terak dan gips dalam proses penggilingan akhir. Sesuai untuk pengecoran beton
massa, dam, irigasi, bangunan tepi laut atau rawa, yang memerlukan ketahanan sulfat dan
panas hidrasi sedang.