lp syok sepsis.docx
TRANSCRIPT
Judul : Laporan Pendahuluan
Nama Kasus : Syok Sepsis
A. Pengertian
Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh
dan menyebabkan respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering
menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai
dengan hipotensi maka dinamakan Syok sepsis. ( Linda D.U, 2006)
Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributif yang disebabkan
oleh infeksi yang menyebar luas. Meski telah terjadi peningkatan kecanggihan
dari terapi antibiotik, insiden syok septik ini terus meningkat selama 50 tahun
terakhir, dengan angka kematian berkisar antara 40% sampai 90% (Rice,1991a
dalam Brunner & Suddarth vol. 1 edisi 8, 2002). Syok Septik adalah penyebab
kematian utama dalam unit perawatan intensif (Bone, dkk., 1992 dalam
Brunner & Suddarth vol. 1 edisi 8, 2002)
1
Syok septik adalah syok yang disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas
yang merupakan bentuk paling umum syok distributif. Pada kasus trauma, syok
septik dapat terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit.
Syok septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen
dan kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus.
B. Tanda dan Gejala / Manifestasi Klinis
Tanda klinis septik syok sangat bervariasi diantara pasien. Pasien yang
diketahui infeksinya dan pasien yang sangat disupresi kekebalannya sehingga
berada pada risiko terhadap syok harus dipantau tanda vitalnya secara rutin dan
diawasi. Pada keadaan tertentu, perawat harus menyadari tanda-tanda :
1. Demam
2. Takikardia (>90 denyut/menit)
3. Takipnea (>20 kali/menit)
4. Adanya kekurangan perfusi organ atau disfungsi dalam bentuk
a. Perubahan status mental
b. Hipoksemia bila diukur dengan gas darah arteri
c. Peningkatan kadar laktat
d. Haluaran urine (<30ml/jam)
5. PaCO2 < 32 mmHg
6. WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3
Meskipun proses syok septik mungkin sangat cepat, khususnya bila
dikaitkan dengan organisme gram-negatif, pemberian antibiotik intravena yang
dini, penggantian cairan, vasopresor, dan oksigen adalah komponen esensial
dalam penatalaksanaan pasien ini.
Pada pasien lansia, septik syok mungkin dimanifestasikan sebagai tanpa
ketidaknormalan atau tanda klinik yang membingungkan. Septik syok dapat
diperkirakan pada lansia yang menunjukkan konfusi yang tidak dapat
dijelaskan, takipnea atau hipotensi (Brunner & Suddarth vol. 3 edisi 8, 2002).
2
Gejala syok septik yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan
dengan syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin <
0.5 cc/kg/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi).
Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal,
mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan
tekanan nadi yang melebar.
C. Penyebab
Invasi aliran darah oleh beberapa organisme mempunyai potensi untuk
menyebabkan reaksi pejamu umum toksin ini. Hasilnya adalah keadaan
ketidakadekuatan perfusi jaringan yang mengancam kehidupan yang disebut
syok septik. Beberapa organisme dapat mendatangkan respons yang lebih kuat
daripada yang lain. Pada pasien rawat inap, organisme gram negatif (mis.
Escherichia coli, Klebsiella, Enterobacter, dan spesies Serratia, Pseudomonas
aeruginosa, spesies Proteus, Neisseria meningitidis, Bacteroides fragilis)
sering dikaitkan dengan syok septik dari pada organisme gram positif (misa. S.
Aureus, Streptococcus pneumoniae).
Organisme yang menyerang aliran darah selain endotoksin
(komponendinding sel dari organisme gram negatif) atau eksotoksin (toksin
yang dihasilkan oleh S. Aureus dan organisme lain). Reaksi sistem immun
terhadap toksin yang dikenali ini adalah kompleks dan bervariasi di antara
organisme yang berbeda (Brunner & Suddarth vol. 3 edisi 8, 2002).
Sepsis bisa disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat bervariasi,
meliputi bakteri aerobik, anareobik, gram positif, gram negatif, jamur, dan
virus (Linda D.U, 2006)
3
D. Patofisiologi
Mikroorganisme penyebab yang paling umum dari syok septik adalah
bakteri gram-negatif. Namun demikian, agen infeksius lain seperti bakteri gram
positif dan virus juga dapat menyebabkan syok septik. Ketika mikroorganisme
menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan respon imun. Respons
imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi yang mempunyai
berbagai efek yang mengarah pada syok. Peningkatan permeabilitas kapiler,
yang mengarah pada perembesan cairan dari kapiler, dan vasodilatasi adalah
dua efek tersebut.
Bakteri gram negatif menyebabkan infeksi sistemik yang
mengakibatkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil gram negatif ini
menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena
perifer. Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan
kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya
hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler
menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke intertisial yang terlihat
sebagai udem. Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan
oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk
menggunakan oksigen karena toksin kuman.
Syok septik terjadi dalam dua fase yang berbeda. Fase pertama, disebut
sebagai fase “hangat” atau hiperdinamik, ditandai oleh tingginya curah jantung
dan vasodilatasi. Pasien menjadi sangat panas atau hipertermik dengan kulit
hangat kemerahan. Frekuensi jantung dan pernafasan meningkat. Haluaran
urine dapat meningkat atau tetap dalam kadar normal. Status gastrointestinal
mungkin terganggu seperti yang dibuktikan oleh mual, muntah, atau diare.
Fase lanjut, disebut sebagai fase “dingin”atau hipodinamik, yang
ditandai oleh curah jantung yang rendah dengan vasokonstriksi yang
mencerminkan upaya tubuh untuk mengkompensasi hipovolemia yang
disebabkan oleh kehilangan volume intravaskular melalui kapiler. Pada fase ini
4
tekanan darah pasien turun, dan kulit dingin serta pucat. Suhu tubuh mungkin
normal atau dibawah normal. Frekuensi jantung dan pernapasan tetap cepat.
Pasien tidak lagi membentuk urin dan dapat terjadi kegagalan organ multipel
(Brunner & Suddarth vol. 1 edisi 8, 2002).
E. Pemeriksaan Penunjang
Pengumpulan spesimen urin, darah, sputum. Pantau kadar darah (kadar
antibiotik, BUN (Blood Urea Nitrogen), kreatinin, jumlah sel darah putih,
Rontgen.
Gambaran Hasil laboratorium :
WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature
Hiperglikemia > 120 mg/dl
Peningkatan Plasma C-reaktif protein
Peningkatan plasma procalcitonin.
Serum laktat > 1 mMol/L
Creatinin > 0,5 mg/dl
INR > 1,5
APTT > 60
Trombosit < 100.000/mm3
Total bilirubin > 4 mg/dl
Biakan darah, urine, sputum hasil positif.
5
F. Pathway
6
Infeksi masif oleh mikroorganisme : bakteri gram negatif/ bakteri gram positif/ virus
Pelepasan Endotoksin
Dilatasi arteriol/venula
Tekanan darah
Venous return
Stoke volume
Curah jantung
Suplai oksigen seluler
Perfusi jaringan
Kerusakan metabolisme sel
Permeabilitas kapiler
Perpindahan eksudat plasma ke intertisial
Oedema Ruang kapiler Alveoli
Vasodilatasi kapiler
Hipertermik
Panas, Kulit hangat kemerahan
Kehilangan volume intravaskular melalui kapiler
Tidak lagi membentuk urin
Sistem Gastrointestinal : mual, muntah, diare
Penurunan Difusi O2
Sistem Urinaria
Sesak napas
Gangguan Pertukaran Gas
Penurunan Saturasi O2
Hipoksia jaringanKetidakefektifan Perfusi
Jaringan Perifer
Risiko Hipovolemia
Kegagalan organ multipel
Modifikasi dari : Sole, et al (2006). Introduction to Critical Care Nursing.4th Ed. St.Louis :Elsevier dan Brunner & Suddarth vol. 1 edisi 8, 2002
Risiko Infeksi
Port de’entri kuman
Pertahanan primer/sekunder tidak adekuat
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan
resusitasi yang perlu dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara
intensif dalam 6 jam pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat.
Tindakan mencakup airway: a) breathing; b) circulation; c) oksigenasi, terapi
cairan, vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Pemantauan dengan
kateter vena sentral sebaiknya dilakukan untuk mencapai tekanan vena sentral
(CVP) 8-12 mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi
urin >0,5 ml/kgBB/jam.
1. Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat
disfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi
maupun perfusi. Transpor oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat
keadaan hipovolemik dan disfungsi miokard menyebabkan penurunan
curah jantung. Kadar hemoglobin yang rendah akibat perdarahan
menyebabkan daya angkut oleh eritrosit menurun. Transpor oksigen ke
jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi akibat disfungsi vaskuler,
mikrotrombus dan gangguan penggunaan oksigen oleh jaringan yang
mengalami iskemia.
Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya
meningkatkan saturasi oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen
dan memperbaiki utilisasi oksigen di jaringan.
2. Terapi cairan
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian
cairan baik kristaloid maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu
dimonitor kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis
respon terhadap pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan tekanan
darah, penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan
ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu
7
diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan vena
jugular, ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen.
Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai
tekanan hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin
perlu diberikan. Transfusi eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan
perdarahan aktif, atau bila kadar Hb rendah pada keadaan tertentu
misalnya iskemia miokardial dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan
dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl.
3. Vasopresor dan inotropik
Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik
teratasi dengan pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih
mengalami hipotensi. Terapi vasopresor diberikan mulai dosis rendah
secara titrasi untuk mencapai MAP 60 mmHg, atau tekanan sistolik 90
mmHg. Untuk vasopresor dapat digunakan dopamin dengan dosis >8
mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8
mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat
digunakan adalah dobutamin dosis 2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8
mc/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase
(amrinon dan milrinon).
4. Bikarbonat
Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau
serum bikarbonat <9 meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki
keadaan hemodinamik.
5. Disfungsi renal
Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan
hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu (continuous hemofiltration).
Pada hemodialisis digunakan gradien tekanan osmotik dalam filtrasi
substansi plasma, sedangkan pada hemofiltrasi digunakan gradien tekanan
hidrostatik. Hemofiltrasi dilakukan kontinu selama perawatan, sedangkan
bila kondisi telah stabil dapat dilakukan hemodialisis.
8
6. Nutrisi
Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak,
cairan, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan
pemberian secara enteral dan bila tidak memungkinkan beru diberikan
secara parenteral.
7. Kortikosteroid
Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi
insufisiensi adrenal, dan diberikan secara empirik bila terdapat dugaan
keadaan tersebut. Hidrokortison dengan dosis 50mg bolus intravena 4 kali
selama 7 hari pada pasien renjatan septik menunjukkan penurunan
mortalitas dibanding kontrol.
(Chen dan Pohan, 2007).
H. Komplikasi
1. Kegagalan multi organ akibat penurunan aliran darah dan hipoksia jaringan
yang berkepanjangan
2. Sindrom distres pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus
kapiler karena hipoksia
3. Acute Renal Failure (Chronic Kidney Disease)
4. Perdarahan usus
5. Gagal hati
6. Gagal jantung
7. Kematian
I. Pengkajian
1. Data Fokus Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas Klien
Meliputi nama, No. RM, usia, status perkawinan, pekerjaan,
agama, pendidikan, suku, alamat rumah, sumber biaya, tanggal
masuk RS, diagnosa medis.
9
2) Identitas penanggungjawab
Meliputi nama, umur, hubungan dengan pasien, pendidikan, dan
alamat.
b. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik
difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami
dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri
pasien.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang ( PQRST )
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di
anamnesa meliputi palliative, provocative, quality, quantity,
region, radiaton, severity scale dan time.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya riwayat pada masa sebelumnya. Pengkajian riwayat
ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang
dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya. Biasanya sebelumnya
mempunyai penyakit infeksi seperti pneumonia, dan lain-lain.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Genogram atau penyakit yang pernah diderita oleh anggota
keluarga yang mejadi faktor resiko, 3 generasi.
e) Riwayat psikososial dan spiritual
(1) Support sistem terdiri dari dukungan keluarga, lingkungan,
fasilitas kesehatan terhadap penyakitnya, mengkaji dampak
penyakit pasien pada keluarga dalam hal perawatan di
rumah, perubahan hubungan, masalah keuangan,
keterbatasan waktu dan masalah-masalah dalam keluarga.
(2) Komunikasi terdiri dari pola interaksi sosial sebelum dan
saat sakit.
10
(3) Sistem nilai kepercayaan sebelum dan saat sakit.
f) Lingkungan
Kaji lingkungan rumah dan pekerjaan dari kebersihan, polusi
dan bahaya.
g) Pola kebiasaan sehari-hari sebelum dan saat sakit
Riwayat gizi dikaji untuk mengkaji asupan diet dan intoleransi
terhadap makanan serta makanan yang disukai. Kaji pola cairan,
pola eliminasi, insensible water loss, pola personal hygiene, pola
istirahat tidur, pola aktivitas dan latihan, pola kebiasaan yang
mempengaruhi kesehatan.
J. Pemeriksaan fisik
Kaji keadaan umum dan kesadaran, tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu,
TB/BB sebelum masuk RS dan saat di rawat di RS.
Airway
1. Yakinkan kepatenan jalan napas
2. Berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
3. Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan
4. Bawa segera mungkin ke ICU
Breathing
1. Kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan
2. Kaji saturasi oksigen
3. Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan
asidosis
4. Berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
5. Auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
6. Periksa foto thorak
11
Circulation
1. Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
2. Monitoring tekanan darah, tekanan darah
3. Periksa waktu pengisian kapiler
4. Pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
5. Berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
6. Pasang kateter
7. Lakukan pemeriksaan darah lengkap
8. Siapkan untuk pemeriksaan kultur
9. Catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang
dari 36oc
10. Siapkan pemeriksaan urin dan sputum
11. Berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal
sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan
menggunakan AVPU.
Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat
suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
Tanda ancaman terhadap kehidupan
Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis yang menyebabkan kegagalan
fungsi organ. Jika sudah menyembabkan ancaman terhadap kehidupan maka
pasien harus dibawa ke ICU, adapun indikasinya sebagai berikut:
Penurunan fungsi ginjal
Penurunan fungsi jantung
12
Hyposia
Asidosis
Gangguan pembekuan
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) – tanda cardinal oedema
pulmonal.
Pemeriksaan fisik :
1) Sistem penglihatan : kaji posisi mata, kelopak mata, pergerakan bola mata,
konjungtiva, kornea, sklera, pupil, adanya penurunan lapang pandang,
penglihatan kabur, tanda-tanda radang, pemakaian alat bantu lihat dan
keluhan lain.
2) Sistem pendengaran : kaji kesimetrisan, serumen, tanda radang, cairan
telinga, fungsi pendengaran, pemakaian alat bantu, hasil test garpu tala.
3) Sistem wicara : kaji kesulitan atau gangguan bicara.
4) Sistem pernafasan : kaji jalan nafas, RR biasanya meningkat, irama,
kedalaman, suara nafas, batuk, penggunaan otot dan alat bantu nafas.
5) Sistem kardiovaskuler : kaji sirkulasi perifer (nadi (biasanya takikardia),
distensi vena jugularis, temperatur kulit biasanya dingin atau hipertemik,
warna kulit biasanya pucat, CRT, flebitis, varises, edema), sirkulasi jantung
(bunyi jantung, kelainan jantung, palpitasi, gemetaran, kesemutan, nyeri
dada, ictus cordis, kardiomegali, hipertensi).
6) Sistem neurologi : kaji GCS, gangguan neurologis nervus I sampai XII,
pemeriksaan reflek, kekuatan otot, spasme otot dan kebas/kesemutan.
7) Sistem pencernaan : kaji keadaan mulut, kesulitan menelan, muntah, nyeri
daerah perut, bising usus, massa pada abdomen, ukur lingkar perut, asites,
palpasi dan perkusi hepar, gaster; nyeri tekan, nyeri lepas, pemasangan
colostomi, pemasangan NGT.
8) Sistem imunologi : kaji adanya pembesaran kelenjar getah bening.
9) Sistem endokrin : kaji nafas bebau keton, luka, exopthalmus, tremor,
pembesaran kelenjar thyroid, tanda peningkatan gula darah.
13
10) Sistem urogenital : kaji distensi kandung kemih, nyeri tekan, nyeri perkusi,
urine, penggunaan kateter dan keadaan genital. (jika sudah terjadi
kegagalan organ multipel yang menyerang ginjal biasanya nyeri pada
ginjal pada saat di palpasi dan perkusi)
11) Sistem integumen : kaji keadaan rambut, kuku, kulit.
12) Sistem muskuloskeletal : kaji keadaan ekstremitas, keterbatasan rentang
gerak dan adanya kontraktur, kaji bagaimana pasien berfungsi, bergerak
dan berjalan; beradaptasi terhadap kelemahan atau palisis, tonus
otot/kekuatan otot.
K. Analisa Data
No. Symptom Etiologi Problem1. DS :
Dispnea
Sakit kepala pada saat
bangun tidur
Gangguan penglihatan
DO :
GDA tidak normal
PH arteri tidak normal
Ketidaknormalan
frekuensi, irama, dan
kedalaman pernapasan
Warna kulit tidak
normal
Gelisah
Takikardia
Napas cuping hidung
Infeksi masif oleh mikroorganisme : bakteri gram negatif/ bakteri gram positif/
virus
Pelepasan Endotoksin
Dilatasi arteriol/venula
Vasodilatasi kapiler
Permeabilitas kapiler meningkat
Perpindahan eksudat plasma ke intertisial
Oedema Ruang kapiler Alveoli
Penurunan Difusi O2
Gangguan Pertukaran Gas
Gangguan Pertukaran Gas
14
2. DS: perubahan sensasi
DO:
- Daerah perifer pucat /
sianosis,
- Pengisian kapiler > 3
detik,
- Daerah perifer dingin
- Perubahan tekanan
darah pada ekstremitas
- Nadi arteri lemah
- Edema
- Perubahan suhu kulit
- Nadi lemah atau tidak
teraba
Infeksi masif oleh mikroorganisme : bakteri gram negatif/ bakteri gram positif/
virus
Pelepasan Endotoksin
Dilatasi arteriol/venula
Vasodilatasi kapiler
Permeabilitas kapiler meningkat
Perpindahan eksudat plasma ke intertisial
Oedema Ruang kapiler Alveoli
Penurunan Difusi O2
Gangguan Pertukaran Gas
Penurunan Saturasi O2
Hipoksia jaringan
Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer
Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer
3. DS : -
DO :
- Pengisian kapiler
lambat
- pucat pada bagian
yang terkena.
- Penurunan/tak ada
nadi pada bagian
distal yang cedera.
Infeksi masif oleh mikroorganisme : bakteri gram negatif/ bakteri gram positif/
virus
Pelepasan Endotoksin
Dilatasi arteriol/venula
Tekanan darah turun
Venous return turun
Risiko Hipovolemia
15
- Akral dinginStoke volume turun
Penurunan curah jantung
Kehilangan volume intravaskular melalui kapiler
Risiko hipovolemia
4. DS :-
DO :
Gangguan frekuensi
dan irama jantung
Gangguan preload :
edema, keletihan,
kenaikan BB.
Gangguan afterload :
kulit dingin dan
berkeringat, denyut
perifer menurun,
perubahan warna kulit.
Gangguan
kontraktilitas : batuk,
bunyi crackle
Perilaku/emosi :
ansietas, gelisah
Infeksi masif oleh mikroorganisme : bakteri gram negatif/ bakteri gram positif/
virus
Pelepasan Endotoksin
Dilatasi arteriol/venula
Tekanan darah turun
Venous return turun
Stoke volume turun
Risiko penurunan curah jantung
Risiko Penurunan Curah Jantung
5. Faktor Risiko :- Penyakit kronis - Penekanan sistem imun- Ketidakadekuatan
imunitas dapatan
Infeksi masif oleh mikroorganisme
Port de’entri kuman
Risiko Infeksi
16
- Pertahan primer tidak adekuat (kerusakan kulit, trauma jaringan, gangguan peristaltik)
- Pertahanan lapis kedua tidak memadai (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi)
- Peningkatan paparan lingkungan patogen
- Pengetahuan yang kurang untuk menghindari pajanan patogen
- Prosedur Invasif- Malnutrisi - Imonusupresi - Kerusakan jaringan - Trauma
Pertahanan primer/sekunder tidak adekuat
Risiko Infeksi
L. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolar; ketidakseimbangan perfusi-ventilasi.
2. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan peurunan
konsentrasi hemoglobin dalam darah; hipovolemia; gangguan pertukaran;
perubahan kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen.
3. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan volume cairan.
4. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan
cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler
sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak
seimbangan elektrolit).
5. Risiko Infeksi berhubungan dengan pertahanan primer atau sekunder tidak
adekuat, kulit yang rusak.
17
M. Rencana Asuhan Keperawatan/ Nursing Care Plan (NCP)
NoDIAGNOSIS
KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN
(NOC)
INTERVENSI
(NIC)RASIONAL
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolar; ketidakseimbangan perfusi-ventilasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam status pernapasan : pertukaran gas tidak akan tergangguKriteria hasil :- TTV dalam batas
normal- GDA dalam batas
normal (PaO2. PaCO2, PH arteri, dan saturasi O2)
- Menunjukkan ventilasi yang adekuat
- Oksigenasi adekuat
- Tidak gelisah, sianosis,
Mandiri1. Kaji suara paru; frekuensi napas,
kedalaman, dan usaha napas; dan penggunaan otot bantu nafas
2. Pantau saturasi O2 dengan oksimeter nadi
3. Pantau hasil gas darah (misalnya, kadar PaO2 yang rendah, dan PaCO2 yang tinggi menunjukkan pernapasan)
4. Pantau kadar elektrolit
1. Memantau dan mengatasi masalah potensial. Pengkajian fungsi pernafasan dengan interval yang teratur adalah penting karena pernafasan yang tidak efektif dan adanya kegagalan dapat berkembang dengan cepat dan sebagai indikator keefektifan penggunaan alat penunjang
2. Untuk mengukur hemoglobin yang tersaturasi oleh oksigen
3. Untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas
4. Untuk mengetahui elektrolit sebagai indikator keadaan status cairan
18
somnolen- Frekuensi, irama,
bunyi pernapasan normal.
5. Pantau status mental (misalnya, tingkat kesadaran, gelisah, dan konfusi)
6. Manajemen jalan napas (NIC)- Identifikasi kebutuhan pasien
terhadap pemasangan jalan napas aktual atau potensial
- Auskultasi suara nafas, tandai area penurunan atau hilangnya ventilasi dan adanya bunyi tambahan
- Pantau status pernapasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan
7. Pengaturan hemodinamik (NIC)- Auskultasi bunyi jantung
- Pantau dan dokumentasikan frekuensi, irama, dan denyut jantung
- Pantau adanya edema perifer, distensi vena jungularis, dan bunyi jantung S3 dan S4
5. Hipoksemia sistemik dapat ditunjukkan pertama kali oleh gelisah dan peka rangsang kemudian oleeh penurunan mental progesif
6. Mempertahankan pernafasan yang adekuat
7. pemantauan terus menerus terhadap status hemodinamik, respirasi, dan tanda-tanda vital lain akan menjamin early detection bisa dilaksanakan dengan baik sehingga dapat mecegah pasien jatuh kepada kondisi lebih parah.
19
- Pantau fungsi alat pacu jantung, jika sesuai
8. Ajarkan pada klien teknik bernapas dan relaksasi
9. Jelaskan pada klien alasan pemberian oksigen dan tindakan lainnya
Kolaboratif10. Konsultasikan dengan dokter
tentang pentingnya pemeriksaan gas darah arteri (GDA) dan penggunaan alat bantu yang dianjurkan sesuai dengan adanya perubahan kondisi pasien
11. Laporkan perubahan pada data pengkajian terkait (misalnya sensorium pasien, suara napas, pola napas, analisis gas darah arteri, sputum, dan efek obat)
8. Untuk meningkatkan ekspansi dada maksimal sehingga mudah bernafas, yang meningkatkan kenyamanan fisiologi/psikoologi
9. Pemberian oksigen bisa mengurangi distres respirasi dan sianosis
10. Sebagai bahan evaluasi setelah melakukan intervensi
11. Sebagai bahan evaluasi setelah melakukan intervensi
20
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan peurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah; hipovolemia; gangguan pertukaran; perubahan kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .....x24 jam perfusi jaringan adekuat.Kriteria Hasil: Membran mukosa
merah muda Conjunctiva tidak
anemis Akral hangat TTV dalam batas
normal. Tidak ada edema
1. Observasi adanya pucat, sianosis, kuli dingin/lembab, catat kekuatan nadi perifer.
2. Observasi TTV
3. Pertahankan tirah baring
4. Amati warna kilit, kelmbaban, suhu dan CRT
5. Kolaborasi pemberian obat vasodilator
1. Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
2. Untuk memonitoring keadaan pasien
3. Membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi
4. Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan CRT lambat mungkin berkaitan dengan vasokontriksi pembuluh darah.
5. Merileksasikan otot-otot polos vaskuler.
3. Risiko hipovolemia berhubungan dengan kehilangan volume cairan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam Tidak terjadi syok hipovolemikKriteria hasil: Klien tampak tenang
1. Pantau dan catat kehilangan darah pada pasien (jumlah,warna)
2. Pantau adanya peningkatan denyut nadi dan penurunan tekanan darah
3. Pantau jumlah urin.
4. Pantau terjadinya gelisah, penurunan kesadaran dan haus
1. Memantau jumlah kehilangan cairan.
2. Ini merupakan tanda awal syok.
3. Jika urin kurang dari 30 cc/ jam, itu
21
5. Pantau pemeriksaan laboratorium, terutama penutunan HB dan HT. Segera lapor ke ahli bedah ortopedi untuk penanganan selanjutnya.
merupakan tanda syok4. Rasa haus merupakan tanda awal
syok.
5. Mengetahui terjadinya hemokosentrasi dan terjadinya syok hipovolemik
4. Risiko Penurunan curah jantung b.d ketidakseimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan elektrolit).
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan klien mau berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD/beban kerja jantung dengan KH :- Tanda Vital dalam
rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)
- Irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal
- Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada
1. Pantau TTV
2. Catat keberadaan,kualitas denyutan sentraldan perifer
3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas
1. Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah vascular.
2. Denyutan karotis,jugularis,radialis dan femolarismungkin teramati/terpalpasi.Denyut pada tungkai mungkin menurun,mencerminkan efek dari vasokontriksi(peningkatan SVR) dan kongesti vena.
3. S4 umumnya terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipermetrofi atrium(peningkatan
22
kelelahan- Tidak ada edema
paru, perifer, dan tidak ada asites
- Tidak ada penurunan kesadaran
- AGD dalam batas normal
- Tidak ada distensi vena leher
- Warna kulit normal
4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu,dan masa pengisian kapiler
5. Catat edema umum/tertentu
6. Berikan lingkungan tenang dan nyaman,kurangi aktivitas/keributan lingkungan .
7. batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.
volume/tekananatrium)Perkembangan S3 menunjukkan hipertrofi ventrikel dan kerusakan fungsi,adanya krakles,mengi dapat mengindikasikan kongesti paru skunder terhadap terjadinya atau gagal ginjal kronik.
4. adanya pucat,dingin,kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat mungkin berkaitan dengan vasokontriksi atau mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung
5. Dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau vascular.
6. Membantu untuk menurunkan rangsang simpatis;meningkatkan relaksasi
7. Menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan darah
23
8. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi;jadwal periode istirahat tanpa gangguan;bantu pasien melakukan perawatan diri sesuai kebutuhan.
9. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
dan perjalanan penyakit hipertensi.
8. Respon terhadap terapi obat “stepeed”(yang terdiri atas diuretic.inhibitorsimpatis dan vasodilator)tergantung pada individu dan efek sinergis obat.karena efek samping tersebut,maka penting untuk menggunakan obat dalam jumlah paling sedikit dan dosis paling rendah.
5. Risiko Infeksi berhubungan dengan pertahanan primer atau sekunder tidak adekuat, kulit yang rusak.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…… pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:
Factor resiko infeksi akan hilang, dibuktikan oleh penyembuhan luka.
a. Pantau tanda dan gejala infeksib. Pantau hasil laboratorium
c. Pengendalian infeksi :Ajarkan pasien teknik mencuci tangan yang benarAjarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan keluar ruang pasien.
a. Tanda perkiraan infeksi
b. Anemia dapat terjadi osteomielitis, leukositosis biasanya ada dengan proses infeksi
c. Mencegah dan pengendalian infeksi
d. Dapat mencegah kontaminasi
24
d. Pertahankan teknik aseptif
e. Berikan terapi antibiotik:...........................
f. Pertahankan teknik isolasi
silang dan kemungkinan infeksie. Antibiotik spektrum luas dapat
digunakan secara profilaksis atau dapat ditujukan pada mikroorganisme khusus.
f. Adanya drainase purulen akan memerlukan kewaspadaan luka/linen untuk mencegah kontaminasi silang.
25
DAFTAR PUSTAKA
Chen K dan Pohan H.T. 2007. Penatalaksanaan Syok Septik dalam Sudoyo, Aru
W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati,
Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pp: 187-9
Sole, et al (2006). Introduction to critical care nursing. 4th Ed. St. Louis:
Elsevier.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner &
Suddarth Vol.1 dan 3. Ed.8. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2014. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC. Ed.9. Jakarta : EGC.
26