lp dm kgd
DESCRIPTION
kgdTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN Tn.S DENGAN
DIAGNOSA MEDIS DKA (DIABETIC KETOASIDOSIS)
Oleh :
PIANIKE WIDIAWATI, S.Kep
070112b060
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NGUDI WALUYO UNGARAN
2013
BAB I
PEMBAHASAN DIABETES MELLITUS
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan
klinis termasuk heterogen degan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat (Price dan Wilson, 2005).
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya (Sudoyo dkk, 2006).
Diabetes mellitus yaitu kelainan metabolik akibat dari kegagalan pankreas
untuk mensekresi insulin (hormon yang responsibel terhadap pemanfaatan
glukosa) secara adekuat akibat yang umum adalah terjadinya hiperglikemia.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan
defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Smeltzer & Bare,
2002).
2. Menurut Smeltzer and Bare (2002), Klasifikasi penggolongan Diabetes
Mellitus dibedakan menjadi:
a. Tipe I : Diabetes Mellitus tergantung insulin (IDDM)
b. Tipe 2 : Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
c. Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya.
d. Diabetes Mellitus Gestasional atau kehamilan.
3. Etiologi
Penyebab diabetes mellitus berdasarkan klasifikasinya :
a. Diabetes Mellitus Tipe I/IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta
pankreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin pula
lingkungan (misalnya infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan
distruksi sel beta.
1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri,
tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik
kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini
ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA
(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya.
2) Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respons
outoimun. Respon ini merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-
olah sebagai jaringan asing. Otoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat
diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum
timbulnya tanda-tanda klinis diabetes tipe I.
3) Faktor lingkungan
Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan
faktor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta.
Sebagai contoh, hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa
virus atau toksin tertentu dapt memicu proses outoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
b. Diabetes Mellitus Tipe II/NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus)
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes Tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor risiko tertentu yang
berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II.
Faktor risiko :
1) Kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin
Hal ini yang terjadi pada diabetes mellitus tipe II, penyebabnya sel tidak
dapat memberikan respon yang baik terhadap insulin walaupun insulinnya
sendiri sebenarnya cukup jumlahnya. Dalam bahasa ilmiah dikatakan karena
kurangnya jumlah atau aktivitas reseptor insulin yang terdapat pada sel.
2) Genetik
Gen merupakan sel pembawa sifat yang diwariskan orangtua kepada
turunannya. Diabetes tipe II lebih banyak terkait dengan faktor riwayat
keluarga atau keturunan ketimbang diabetes tipe 1. Pada diabetes tipe 1,
kemungkinan orang terkena diabetes hanya 3-5% bila orang tua dan
saudaranya adalah pengidap diabetes.
3) Usia
Diabetes Mellitus tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin
sering terjadi setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus meningkat pada usia
lanjut. Usia lanjut yang mengalami gangguan toleransi glukosa mencapai 50-
92% (Rochman dalam Sudoyo, 2006).
4) Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan
oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes mellitus. Hal ini disebabkan
jumlah atau kadar insulin oleh sel β pankreas mempunyai kapasitas maksimum
untuk disekresikan. Oleh karena itu, mengkonsumsi makanan secara berlebihan
dan tidak diimbangi oleh sekresi insulin dalam jumlah memadai dapat
menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan menyebabkan diabetes
mellitus.
5) Berat badan
Obesitas adalah berat badan yang berlebihan minimal 20% dari BB idaman
atau indeks massa tubuh lebih dari 25 kg, obesitas menyebabkan respon sel
beta pankreas terhadap peningkatan glukosa darah berkurang, selain itu
reseptor insulin pada sel di seluruh tubuh termasuk di otot berkurang
jumlahnya dan kurang sensitif (Soegondo dalam sudoyo, 2006).
6) Aktivitas fisik
Kurangnya aktifitas merupakan salah satu faktor yang ikut berperan dalam
menyebabkan resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe II (Soegondo dalam
sudoyo, 2006). Mekanisme aktifitas fisik dapat mencegah atau menghambat
perkembangan diabetes mellitus tipe II yaitu : 1) Penurunan resistensi insulin;
2) peningkatan toleransi glukosa; 3) Penurunan lemak adipose; 4) Pengurangan
lemak sentral; perubahan jaringan. Semakin jarang kita melakukan aktivitas
fisik maka gula yang dikonsumsi juga akan semakin lama terpakai, akibatnya
prevalensi peningkatan kadar gula dalam darah juga akan semakin tinggi.
7) Stres
Respon stres menyebabkan terjadinya sekresi sistem saraf simpatis yang
diikuti oleh eksresi simpatis-medular, dan bila stres menetap maka sistem
hipotalamus-pituitari akan diaktifkan dan akan mensekresi corticotropin
releasing factor yang menstimulasi pituitari anterior memproduksi
adenocorticotropic factor (ACTH). ACTH menstimulasi produksi kortisol,
yang akan mempengaruhi peningkatan kadar glukosa darah (Guyton & Hall,
1996; Smeltzer & Bare, 2002).
8) Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Bahan kimiawi tertentu dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan
radang pankreas. Peradangan pada pankreas dapat menyebabkan pankreas
tidak berfungsi secara optimal dalam mensekresikan hormon yang diperlukan
untuk metabolisme di dalam tubuh, termasuk hormon insulin. Obat-obatan
dengan kandungan steroid yang kerjanya berlawanan dengan insulin yaitu
menaikkan gula darah (Nurrahmani, 2012).
c. Gestasional Diabetes Mellitus (GDM)
Diabetes gestasional (GDM) dikenal pertama kali selama kehamilan dan
mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya GDM
adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan
riwayat gestasional terdahulu. Karena terjadinya peningkatan sekresi
berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi
glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenik (Price &
Wilson, 2005).
4. PATOFISIOLOGI
Pada DM tipe 1 terdapat ketidakmampuan menghasikan insulin karena sel-
sel beta telah dihancurkan oleh proses autoimun. Akibat produksi glukosa tidak
terukur oleh hati, maka terjadi hiperglikemia. Jika konsentrasi glokosa dalam
darah tinggi, ginjal tidak dapat menyerap semua glukosa, akibatnya glukosa
muncul dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa berlebihan diekskresikan
dalam urine disertai pengeluaran cairan dan elektrolit (diuresis osmotik). Akibat
kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan berkemih
(poliuri) dan rasa haus (polidipsi). Defisiensi insulin juga mengganggu
metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan .
pasien juga mengalami peningkatan selera makan (polifagi) akibat penurunan
simpanan kalori, gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari
asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin
proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbanagn asam basah tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala
seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton, dan
bila tidak ditangani akan mengalami perubahan kesadarn, hingga kematian.
Pemberian insulin bersama dengan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemia serta ketoasidosis. Diet dan latihan serta pemantauan kadar
glukosa darah merupakan komponen terapi yang paling penting.
Pada DM tipe 2 terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin
yaitu resistensi insulin dan ganguan sekresi insulin. Resistensi insulin ini
disertai dengan penurunan reaksi intra sel sehingga insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Pada gangguan sekresi
insulin berlebihan, kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat normal atau
sedikit meningkat. Namun jika sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan insulin maka kadar glukosa darah meningkat. Akibat intoleransi
glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan DM tipe 2 dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Gejala yang dialami sering bersifat ringan seperti
kelelahan, iritabilitas, poliuri, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat
tinggi ). Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
dari DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat
untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya, karena itu ketoasidosis tidak terjadi pada DM tipe II, namun
demikian diabetes tipe II yang tidak terkontrol akan menyebabkan HHNK
(hiperglikemik hiperosmolaritas nonketotik sindrome) ( Smeltzer and Bare,
2002 ).
5. MANIFESTASI KLINIK
6. KOMPLIKASI
Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronik (Carpenito, 2001). Komplikasi Akut, ada 3 komplikasi akut
pada diabetes mellitus yang penting dan berhubungan dengan keseimbangan
kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga komplikasi tersebut adalah
(Smeltzer and bare, 2002 : 1258)
a. Diabetik Ketoasidosis (DKA)
Ketoasedosis diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari
suatu perjalanan penyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasidosis
disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin
yang nyata. Keadaan ini dapat mengakibatkan gamgguan pada metabolisme
karbohidrat,protein dan lemak. Ada 3 gambaran klinis yang penting pada
diabetes ketoasidosis.
1) Dehidrasi
2) Kehilangan elektrolit
3) Asidosis
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel
akan berkurang pula. Di samping itu produksi glukosa oleh hati menjadi
tidak terkendali . kedua factor ini akan menimbulkan hipoglikemia. dan
dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yng berlebihan dari dalam
tubuh, ginjal akan meekskresikan glukosa bersama air dan elektrolit dalam
kurung sperti natrium dan kalium.diuresis osmotic yang di tandai oleh
urinasi berlebiahan (poli uri)ini akan menyebabkan dehidrasi dan
kehilangan elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetic yang berat dapat
kehilangan kira-kira 400-500 nIEq natrium, kalium serta klorida selama
priode 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis)
menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol, asam lemak bebas akan di
ubah menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidodis diabetic terjadi
perkusi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin
yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut . Badan
keton bersifat asam. Dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah , badan
keton akan menimbulkan asidosis metabolic.
Manifestasi klinis. Tanda dan gejala ketoasidosis diabetic di lukiskan
secara garis besar. Hiperglikemia pada ketoasidosis diabetic akan
menimbulkan poliuria dan polidipsia . di samping itu, pasien dapat
mengalami penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala. Pasien
dengan penurunan volume intravaskuler yang nyata mungkin akan
mendirita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20
mmHg atau lebih pada saat berdiri). Penurunan volume dapat pula
menimbulkan hipotensi yang nyata di sertai denyut nadi lemah dan cepat.
Ketosis dan asidosis yang merupakan ciri khas diabetes ketoasidosis
menimbulkan gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah, dan
nyeri abdomen. Nyeri abdomen dan gejala fisik pada pemeriksaan dapat
begitu berat sehingga tampak terjadi tanda proses intraabdominal yang
memerlukan tindakan pembedahan. Nafas pasien mungkin berbau aseton
(berbau manis seperti buah) sebagai akibat dari meningkatnya kadar badan
keton. selain itu hiperventilasi (di sertai dengan nafas yang sangat dalam
tetapi tidak berat/sulit) dapat terjadi. Pernafasan kussmaul ini
menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis guna melawan
efek dari pembentukan badan keton. Perubahan status mental pada
ketoasidosis diabetic bervariasi antara psien yang satu dengan yang lain,
pasien bisa terlihat sadar , mengantuk(letargik) atau koma,hal ini biasanya
tergantung pada osmolaritas plasma (konsentrasi partikel aktif –osmotik).
Nilai laboratorium . kadar glukosa darah dapat berpariasi dari 300-
800mb/dl (16-44 mmol/L). sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar
glukosa darah yang lebih rendah.dan sebgian lainnya mungkin memiliki
kadar sampai 1000 mg/dl (55,5 mmol/L) atau lebih.
a. Harus di sadari bahwa ketoasidosis diabetek tidak selalu
berhubungan dengan glukosa darah
b. Sebagaian pasien dapat mengalami asidosis berat di sertai dengan
kadar glukosa darah yang berkisar antara 100-200 mg/dl (5,5-11,1
mmol/L). sebagian lain mungkin tidak mengalami ketoasidosis
diabetic sekalipun kadar glukosa darahnya mencpai 500 mg/dl.
Bukti adanya ketoasidosis di cerminkan oleh kadar bikarbonat serum
yang rendah (0-15 mEq/L)dan pH yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCo2
yang rendah (10-30 mmHg) mencerminkan konpensasi respiratorik
terhadap asidosis metabolic . akumulasi badan beton (yang mencetuskan
asidosis) di cerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.
Kadar kalium dan natrium bisa rendah, normalnya atau tinggi. Sesuai
jumlah cairan yang hilang (dehidrasi )sekalipun terdapat penekanan plasma
harus di ingat adanya deplesi total elektrolit tersebut (dan elektrolit )yang
tampak nyata dari tubuh. Elektrolit yang mengalami penurunan ini harus
diganti. Kenaikan kadar kreatinin , urea nitrogen darah (BUN). Hemoglobin
dan hematokrit juga dapat terjadi pada dehidrasi . Selain terapi rehidrasi .
setelah terapi rehidrasi di lakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN
serum yang terus berlanjut akan di jumpai pada pasien yang mengalami
insufisiensi renal.
Penyebab. Ada 3 penyebab utama diabetes ketoasidosis :
1) Insulin tidak di berikan atau di berikan dengan dosis yang di kurangi
2) Keadaan sakit atau infeksi
3) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak
terobati
Penurunan kadar insulin dapat terjadi akibat insulin yang diresepkan tidak
adekuat atau pasien tidak menyuntikan insulin denggan dosis yang cukup.
Kesalahan yang menyebabkan dosis insulin yang harus di berikan berkurang,
terjadi pada pasien-pasien yang sakit dan menganggap jika mereka berkurang
makan atau menderita muntah , maka dosis insulinya di kurangi (karana keadaan
sakit (khusunya infeksi) dapat meningkatan kadar glukosa darah, maka pasien tidak
perlu menurunkan dosis insulin untuk mengimbangi asupan makanan yang
berkurang ketika sakit dan bahkan mungkin harus meningkatkan dosis insulinnya.
Penyebab potensial lainya yang menurunkan kadar insulin mencakup
kesalahan pasien dalam mengaspirasi atau menyuntikan insulin (khususnya pada
pasien dengan gangguan penglihatan ): sengaja melewatkan pemberian insulin
(khususnya pada pasien remaja yang menghadapi kesulitan dalammengatasi
diabetes atau aspek kehidupan yang lain ), masalah peralatan (minsalnya,
penyumbatan selang pompa insulin )
Keadaan sakit dan infeksi akan menyertai resistansi insulin. Sebagai respons
terhadpa stress fisik (atau emosional )terjadi peningkatan kadar hormon stress yaitu
glucagon , efineprin norefinepren, kortisol, dan hormone pertumbuhan . hormone
ini akan meningkatkan produksi glukosa oleh hati dan menggangu penggunaan
glukosa dalam jaringan otot serta lemak dengan cara melawan kerja insulin . jika
kadar insulin tidak meningkat dalam keadaan sakit dan inffeksi , maka
hiperglikemia yang terjadi dapat berlanjut menjadi ketoasidosis diabetic.
Terapi. Terapi ketoasidosis diabetic di arahkan pada perbaikan 3
pemaslahan utama: dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Dehidrasi. Rehidarasi merupakan tindakan yang penting untuk
mempertahankan perfusi jaringan . di samping itu. Penggantian cairan akan
menggantikan sekresi glukosa yang berlebihan melalui ginjal. Pasien mungkin
memerlukan 6-10 liter air infuse untuk menggantikan kehilangan cairan yang di
sebabkan oleh poliuria, hiperventilasi, diare, muntah.
Pada mulanya larutan saline 0,9 % diberikan dengan kecepatan yang sangat
tinggi – biasanya 0.5 hingga 1 L/jam selama 2 hingga 3 jam. Larutan normal saline
hipotonik (0,45 %) dapat digunakan pada psein pasien yang menderita hipertensi
ataupun hipernatremia atau yang berisiko mengalami gagal jantung kongestif.
Setelah beberapa jam pertama, larutan normal saline 45%, merupakan cairan infus
pilihan untuk terapi rehidrasi selama tekanan darah pasien tetap stabil dan kadar
natriumnya tidak terlalu rendah. Infus dengan kecepatan sedang hingga tinggi (200
hingga 500 ml/jam) dapat dilanjutkan untuk beberapa jam berikutnya.
Pemantauan status volume cairan mencakup pemeriksaan tanda-tanda vital
yang sering (termasuk memnatua perubahan ortostatik pada tekanan darah dan
frekuensi jantung), pengkajian paru dan pemantauan asupan serta haluaran cairan.
Haluaran cairan mula-mula akan tidak seimbang dengan asupan cairan infus pada
saat dehidrasi dikoreksi. Plasma ekspander diperlukan untuk mengoreksi hipotensi
berat yang tidak berespon terhadap terapi cairan intravena. Pemantauan tanda-
tanda kelebihan muatan cairan sangat penting dan perlu dilakukan khususnya pada
pasien-pasien lansia atau pasien yang rentan terhadap gagl jantung kongestif.
Kehilangan elektrolit. Masalah elektrolit utama selama terapi diabetes
ketoasidosis adalah kalium . meskipun konsentrasi kalium plasma pada awalnya
rendah, normal atau tinggi, namun simpanan kalium tubuh dapat berkurang secara
signifikan. Selanjutnya kadar kalium akan menurun selama proses penanganan
diabetes ketoasidosis sehingga perlu di lakukan pemantuan kalium yang sering.
Beberapa factor yang berhubungan dengan terapi diabetes ketoasidosis yang
menurunkan konsentrasi kalium serup mencakup;
rehidarasi yang menyebabkan peningkatan volume plasma dan penurunan
konsentrasi kalium serum
rehidrrasi yang menyebabkan peningkatan ekskresi kalium ka dalam urine.
Pemberian insulin yang menyebabkan peningkatan perpindahan kalium dari
cairan ekstra sel dalam sel.
Penggantian kalium yang di lakukan dengan hati-hati namun tepat waktu
merupakan tindakan yang penting untuk menghindari gangguan irama jantung
berat yang dapat menjadi pada hipokalemia. Samapi 40 mEq kalium / jam ( yang
ditambahkan ke dalam cairan infus) mungkin diperlukan selama beberapa jam.
Karena kadar kalium akanmenurun selama terapi diabetes ketoasidosis,
pemberian kalium lewat infus harus tetap dilakukan meskipun konsentrasi
kalium dalam plasma tetap normal. Setelah diabetes ketoasidosis teratasi,
kecepatan pemberian kalium harus dikurangi . untuk pemberian infus kalium
yang aman, perawat harus memastikan bahwa :
Tidak ada tanda-tanda hiperkalemia, (berupa gelombang T yang tinggi,
lancip atau bertakik, pada pemeriksaan EKG
Pemeriksaan laboratorium terhadap kalium memberikan hasil yang
nornal atau rendah.
Pasien dapat berkemih (dengan kata lain , tidak mengalami gangguan
fungsi ginjal (renal shutdown)
Pembacaan hasil EKG dan pengukuran kadar kalium yang sering (pada awal 2
hingga 4 jam sekali) diperlukan selama 8 jam pertama terapi, penggantian
kalium ditunda hanya jika terdapat hiperkalemia atau pasien tidak dapat
berkemih, namun karena kadar kalium dapat turun dengan cepat akibat terapi
rehidrasi dan pemberian insulin, penggantian kalium harus segera dimulai
hingga kadarnya mencapai nilai normal.
Asidosis. Akumulasi badan keton (asam) merupakan akibat pemecahan
lemak. Asidosis yang terjadi pada diabetes ketoasidosis dapat diatasi melalui
pemberian insulin. Insulin menghambat pemecahan lemak sehingga menghentikan
pembentukan senyawa-senyawa yang bersifat asam.
Insulin biasanya diberikan via infus, dengan kecepatan lambat tetapi
kontinu ( misalnya 5 unit perjam) kadar glukosa darah tiap jam harus diukur.
Dekstrosa ditambahkan kedalam cairan img/dlnfus ( D5NS, atau D545NS bila
kadar glukosa mencapai 250 hingga 300 mg/dl (13,8 – 16,6 mmol/l), untuk
menghindarai penurunan kadar glukosa darah yang terlalu cepat turun.
Berbagai campuran preparat intravena insulin reguler dapat digunakan.
Perawat harus mengubah kecepatan infus insulin perjamn(yang sering
diperintahkan dokter dalam bentuk-bentuk unit perjam) , menjadi kecepatan tetes
infus. Hal yang perlu diingat adalah :
Ketikan mencampur larutan infus insulin, kita harus terlebih dahulu
mengalirkan larutan insulin melewati selurut set infus dan
membuang 50 ml cairan yang pertama. Molekul-molekul insulin
akan melekat pada kaca dan plastik set infus, dengan demikian
cairan pertama dapat mengandung insulin dengan konsentrasi yang
lebih rendah.
Insulin IV harus diberikan melalui infus secara berkesinambungan
sampai pemberian insulin subkutan dapat dimulai kembali.
Pemberian insulin yang terputus putus dapat menyebabkan
penumpukan kembali badan keton dan memperburuk keadaan
asidosis dan apabila kondisi kadar glukosa turun pemberian insulin
infus tidak boleh dihentikan. Namun kecepatan atau konsentrasi
infus dekstrosa harus ditingkatkan.
Pencegahan dan pendidikan. Untuk mencegah diabetes ketoasidosis yang
berhubungan dengan keadaaan sakit, pasien harus diajarkan “aturan enam hari (sick
day rules) agar ia mampu menangani diabetesnya ketika sakit (bagan 39-6).
Masalah yang paling penting adalah mengajarkan kepada pasien untuk tidak
mengurangi dosis insulin ketika terjadi mual dan muntah. Sebaliknya, pasien harus
menggunakan insulin dengan dosis yang biasa diberikan (atau dengan dosis “saat
sakit” yang diresepkan sebelumnya) dan kemudian mencoba mengkonsumsi
karbohidrat dalam jumlah sedikit tetapi sering (yang mencakup jenis-jenis makanan
yang biasanya dihindari, seperti sari buah dan minuman yang manis serta jeli).
Minum cairan setiap jam termasuk air kaldu sangat penting untuk menghindari
dehidrasi. Kadar glukosa darah dan keton urin harus disaji setiap 3 hingga 4 jam.
(Dikutip dari : Smeltzer and Bare, 2002 : 1258 )
b. Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang
didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan
tingkat kesadaran. Salah satu perbedaan utama KHHN dengan DKA adalah
tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada KHHN.
Pada hakikatnya, insulin tidak terdapat pada DKA. Dengan
demikian terjadi penguraian simpanan glukosa, protein dan lemak
(penguraian nutrien yang disebut terakhir ini akan menghasilkan badan
keton dan selanjutnya terjadi ketoasidosis). Pada sindrom HHNK, kadar
insulin tidak rendah, meskipun tidak cukup untuk mencegah hiperglikemia
(dan selanjutnya diuresis osmotik). Namun, sejumlah kecil insulin ini cukup
untuk mencegah pemecahan lemak. Penderita sindrom HHNK tidak akan
mengalami gejala sistem gastroimestinal yang berhubungan dengan ketosis
seperti pada penderita DKA. Pasien yang mengalami sindrom HHNK
Bagan 39-6
Pedoman yang harus diikuti selama sakit (aturan enam hari)
Gunakan insulin atau obat antidiabetik oral seperti biasanya Lakukan pemeriksaan kadar glukosa darah dan tes katon urine (untuk
penderita diabetes tipe 1) setiap 3 hingga 4 jam sekali Laporkan kenaikan kadar glukosa darah (yang melebihi 300 mg/dl [16,6
mmol/L] atau jika dinyatakan lain) atau hasil keton urine yang positif kepada dokter
Pasien yang memperoleh insulin membutuhkan dosis tambahan insulin reguler setiap 3 hingga 4 jam
Jika perencanaan makan yang biasa diikuti tidak dapat dipatuhi, ganti dengan makanan lunak (misal ½ mangkuk agar/puding biasa, 1 mangkuk sup, ½ mangkuk custard atau 3 potong graham cracker) enam hingga delapan kali per hari
Jika muntah, diare atau demam menetap, minum cairan (misal ½ gelas soft drink atau jus jeruk, ½ mangkuk kaldu, 1gelas gatorade) setiap ½ hingga 1 jam sekali untuk mencegah dehidrasi dan memenuhi kebutuhan kalori
Laporkan mual, muntah diare kepada dokter karena kehilangan cairan yang berlebihan merupakan keadaan yang berbahaya
Untuk pasien diabetes tipe 1, ketidakmampuan meminum cairan secara oral menyebabkan pasien harus dirawat dirumah sakit untuk menghindari ketoasidosis dan kemungkinan koma)
biasanya dapat mentoleransi poliuria dan polidipsia selama berminggu-
minggu dan setelah terjadi perubahan neurologis atau setelah penyakit yang
mendasarinya semakin berat, barulah pasien (atau yang lebih sering lagi,
anggota keluarga atau petugas perawatan kesehatan primer) datang untuk
meminta pertolongan medis. Jadi keadaan hiperglikemia dan dehidrasi yang
lebih parah pada sindrom HHNK, terjadi akibat pernanganan yang terlambat
Gambaran klinis sindrom HHNK terdiri atas gejala hipotensi,
dehidrasi berat (membran mukosa kering, turgor kulit jelek), takikardi dan
tanda-tanda neurologis yang bervariasi (perubahan sensori, kejang-kejang,
hemiparesis). Keadaan ini makin serius dengan angka mortalitas yang
berkisar dari 5% hingga 30% dan biasanya berhubungan dengan penyakit
yang mendasarinya.
Penyebab. Keadaan ini paling sering terjadi pada individu yang
berusia 50 hingga 70 tahun dan tidak memiliki riwayat diabetes atau hanya
menderita diabetes tipe II yang ringan. Timbulnya keadaan akut tersebut
dapat diketahui dengan melacak beberapa kejadian pencetus, seperti sakit
yang akut (pneumonia, infark, miokard, stroke). Konsumsi obat-obat yang
diketahui akan menimbulkan insufisiensi insulin (preparat diuretik tiazida,
propranolol) atau prosedur terapeutik (dialisis peritoneal/hemodialisis,
nutrisi parenteral total). Pada sindrom HHNK anak terjadi gejala poliuris
selama berhari-hari hingga berminggu-minggu disertai asupan cairan yang
tidak adekuat.
Penatalaksanaan. Pendekatan penanganan sindrom HHNK srupa
dengan terapi DKA, yaitu cairan, elektrolit dan insulin. Karena peningkatan
usia yang khas pada penderita sindrom HHNK, maka pemantauan ketat
terhadap status volume dan eletrolit diperlukan untuk mencegah gagal
jantung kongestif serta disrimia jantung. Terapi cairan dimulai dengan
pemberian larutan normal saline 0,9% atau 0,45% sesuai dengan natrium
dan intensitas penurunan volume. Pemantauan tekanan vena sentral atau
tekanan arteri diperlukan untuk mengarahkan penggantian cairan. Kalium
ditambah kedalam cairan infus kalau haluaran urin memadai dan
penambahan ini dipandu dengan pemantauan EKG yang kontinu serta
pengukuran kalium yang sering.
Setelah sindrom HHNK pulih, banyak pasien dapat mengendalikan
diabetesya hanya dengan diet atau diet disertai konsumsi obat hipoglikemia
oral. Insulin mungkin tidak diperlukan lagi setelah komplikasi
hiperglikemia akut disembuhkan. (Smetzer, 2002 : 1262)
c. Hypoglikemia
Hypoglikemia (Kadar gula darah yang abnormal yang rendah)
terjadi kalau kadar glukosa dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl.
Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat
oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena
aktivitas fisik yang berat. Kejadian ini bisa dijumpai sebelum makan,
khususnya jika waktu makan tertunda atau bila pasien lupa makan cemilan.
Pendidikan pasien dan pertimbangan perwatan di rumah.
Hipoglikemia di cegah melalui pola makan, penyuntikan insulin, dan latihan
terarur. Makan cemilan antara jam makan dan pada saat akan tidur malam
mungkin di perlukan untuk melawan efek insulin yang maksimal. Secara
umum, pasien harus menghadpi saat puncak kerja insulin denagn
mengkonsumsi cemilan dan makanan tambahan pada saat melakukan
aktifitas fisik dengan intensitas yang lebih besar . pemeriksaan kadar
glukosa darah harus di lakukan sehingga perubahan kebutuhan insulin dapat
di antisipasi dan di sesuikan.
Karna hipoglikemia dapat terjadi tampa terduga, semua pasien yang
menggunakan suntikan insulin harus mengggunakan tanda pengenal yang
berupa gelang atau lebel untuk menjelaskan bahwa mereka penderita
diabetes.
Pasien dan angggota keluarga harus di beritahu tentang berbagai
gejal dan potensial terdpaat pada hipoglikemia. Hususnya anggota keluarga
harus mempunyai kesadaran bahwa setiap perubahan yang samar(tetapi
jarang di jumpai) pada prilaku pasien dpat memberikan petunjuk
hipoglikemia mereka harus di ajarkan untuk memotivasi dan bahkan
memastikan agar penderita diabetes memeriksaan kadar glukos daraahnya
jika terdapat kecurigaan akan adanya hipoglikemia. Sebagai pasien
(hipoglikemia) mungkin anggota keluarga yang berusa mengobati
hipoglikemia yang di deritanya . oleh karna itu, anggota keluarga harus di
beritahu untuk memprtahankan sikap mereka dan memahami bahwa
keadaan hipoglikemia dapat membuat seseornag berprilaku irasional dan di
luar kendali.
Gejala hipoglikemia dapat dikelompokkan menjadi dua kategori:
Gejala adrenergik dan gejala sistem saraf pusat. Pada hipoglikemia ringan,
ketika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatis akan terangsang.
Pelimpahan adrenalin kedalam daram menyebabkan gejal seperti perspirasi,
tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar. Pada hipoglikemia
sedang, penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak tidak
memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda-tandanya
mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfulsi,
penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir sekitar lidah, bicara pelo,
gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak
rasional, penglihatan ganda dan perasaan ingin pingsan.
Pada hipoglikemia berat, fungsi sistem saraf pusat mengalami
gangguan yang sangat berat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang
lain untuk mengatasi hipoglikemia yang dideritanya. Gejalanya dapat
mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang, sulit
dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran.
Factor lain yang berperan dalam menimbulkan perubahan gejala
hipoglikemia adalah penurunan respon hormonal (Adrenergik) terhadap
hipoglikemia . keadaaan ini terjadi pada sebagian pasien yang telah
menderita diabetes selama bertahun-tahun . penurunan respon adrenergic
dpat berhubungan dengan salah satu komplikasi kronis diabetes yaitu
neoropati otonom (lihat bagian mengenai ketidak sadaran hipoglikemik).
Dengan penurunan kadar glukosa darah.limpahan adrenalin yang normal
tidak terjadi. Pasien tidak merasakan gejala adrenergic yang lazim seperti
perspirasi dan perasaan lemah . keadaan hipoglikemia ini mungkin baru
terdeteksi setelah timbul gamngguan saraf pusat yang sedang atau berat.
Yang mengesankan adalah bahawa pasien ini melakuakan pemantuan
mandiri glukosa darahnya secara teratur dan sering. Khususnya sebelum
mengendari kendaraan dan melakukan pekerjaan berat lainya. (pemberian
10 gram 15gram gula yang bekeeja cepat peroral, 2-4 tablet glukosa yang
dapat di beli apotik, 4-6 ons sari buah atau teh yang manis, 6-10 butir
permen khususnya, 2-3 sendok the sirup atau madu, 2-3 sendok the sirup
atau madu kedalam sirup buah tidak perlu di tambahkan gula meskipun
pada label tertulis bahwa sari buah tersebut tidak mengandung gula’ gula
buah yang ada dalam sari buah cukup mengandung karbohidrat ringan yang
menaikan kadar gula darah . Apabila gejala bertahan 10-15 menit sesudah
terapi pendahuluan . ulangi pendahuluan tersebut setelah gejalanya
berkurang, berikan makanan yang mengandung protein dan pati (seperti
cracker dengan keju atau susu ) kecuali jika pasien berencana untuk makan
atau makan cemilandalam waktu 30-60 menit menurut jadwal makannya.
Penanganan hipoglikemia berat. Bagi pasien yang tidak sadarkan
diri tidak mampu menelan atau menolak terapi , preparat glucagon 1 mg
dapat di gunakan secara subkutan atau intramuscular.glukagon adalah
hormone yang diproduksi oleh sel-sel pangkreas yang menstimulasi hati
untuk melepaskan glukosa (melalui pemecahan glikogen yaitu simpanan
glukosa) (Smeltzer and Bare, 2002 : 1256)
Komplikasi kronik, Diabetes Melitus pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh
darah diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati Diabetik dibagi menjadi
2 yaitu (Long, 1996) :
1. Mikrovaskuler
a. Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan–perubahan mikrovaskuler adalah
perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah
meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang
menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin (Smeltzer, 2002 : 1272)
b. Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan sampai
kebutaan. Keluhan penglihatan kabur tidak selalui disebabkan retinopati
(Sjaifoellah, 1996 : 588). Katarak disebabkan karena hiperglikemia yang
berkepanjangan yang menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa
(Long, 1996 : 6)
c. Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem saraf otonom,
Medulla spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan perubahan–
perubahan metabolik lain dalam sintesa atau fungsi myelin yang dikaitkan
dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi saraf (Long,
1996 : 17)
2. Makrovaskuler
a. Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi
penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh
sehingga tekanan darah akan naik atau hipertensi. Lemak yang menumpuk
dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis),
dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke(Long, 1996 : 17)
b. Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf – saraf sensorik, keadaan ini
berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang
menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celah–celah kulit yang mengalami
hipertropi, pada sel–sel kuku yang tertanam pada bagian kaki, bagia kulit kaki
yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah–daerah yang tekena
trauma (Long, 1996 : 17)
c. Pembuluh darah otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai darah
ke otak menurun (Long, 1996 : 17)
BAB III
KETOASIDOSIS DIABETIK (DKA)
I. DEFINISI
Keto asidosis Diabetik adalah keadaan kegawatan atau akut dari DM tipe I ,
disebabkan oleh meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat
kekurangan atau defisiensi insulin, di karakteristikan dengan hiperglikemia,
asidosis, dan keton akibat kurangnya insulin (Stillwell, 1992).
Keto Asidosis Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan
metabolic yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis terutama
disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relative. KAD dan hipoglikemia
merupakan komplikasi akut diabetes mellitus (DM) yang serius dan membutuhkan
pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresia osmotik, KAD biasanya mengalami
dehidrasi berat dan dapat sampai menyebabkan syok.
Ketoasidosis diabetik adalah komplikasi yang potensial yang dapat
mengancam nyawa pada pasien yang menderita diabetes mellitus.ini terjadi
terutama pada mereka dengan DM tipe 1, tetapi bisa juga mereka yang menderita
DM tipe dalam keadaan tertentu. Kejadian KAD (Ketoasidosis Diabetik) ini sering
terjadi pada usia dewasa dan lansia dengan DM tipe 1. KAD ini di sebabkan karena
kekurangan insulin, dimana yang dapat mengancam kehidupan metabolism.
Dikarenakan sel beta dalam pancreas tidak mampu menghasilkan insulin, selain itu
hiperglikemi yang disebabkan karena hiperosmolaritas.
Gangguan metabolism glukosa mempunyai tanda-tanda:
Hiperglikemia (KGD sewaktu > 300 mg/dL),
Hiperketonemia/ ketonuria dan asidosis metabolik (pH darah < 7,3 dan
bikarbonat darah < 15 mEq/ L)
Hasil dari hiperosmolaritas adalah perpindahan cairan dari dalam sel ke serum, hal
ini menyebabkan hilangnya cairan dalam urin sehingga terjadi perubahan elektrolit dan
dehidrasi total pada tubuh. Gangguan metabolic lainnya terjadi karena insulin tidak
memungkin glukosa untuk masuk kedalam sel sehingga sel memecah lemak dan protein
yang digunakan sebagai bahan bakar. Proses ini menyebabkan pembentukan keton. Keton
menurunkan pH darah dan konsentrasi bikarbonat dikarenakan ketoasidosis.
Berat ringannya KAD dibagi berdasarkan tingkat asidosisnya:
RINGAN : pH darah < 7,3 , bikarbonat plasma < 15 mEq/L
SEDANG: pH darah < 7,2 , bikarbonat plasma < 10 mEq/L
BERAT : pH darah < 7,1 , bikarbonat plasma < 5 mEq/L
II. PATOGENESIS DIABETIK KETOASIDOSIS
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan Diabetic Ketoacidosis
(DKA) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua
gangguan gangguan metabolik yang ditemukan pada DKA (diabetic ketoacidosis) adalah
tergolong konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.
Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan menimbulkan
hyperglycaemia yang meningkatkan glycosuria. Meningkatnya lipolysis akan
menyebabkan over-produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi
(dirubah) menjadi ketone, menimbulkan ketonnaemia, asidosis metabolik dan ketonuria.
Glycosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan
elektrolite-seperti sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrasi,
bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan
shock hypofolemik. Asidosis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh
peningkatan derajat ventilasi (peranfasan Kussmaul). Muntah-muntah juga biasanya sering
terjadi dan akan mempercepat kehilangan air dan elektrolite. Sehingga, perkembangan
DKA adalah merupakan rangkaian dari iklus interlocking vicious yang seluruhnya harus
diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid normal.
III. MANIFESTASI KLINIS KAD
a) Dehydration dehidrasi
b) Rapid, deep, sighing (Kussmaul respiration) nafas cepat dan dalam
(pernapasan kussmaul)
c) Nausea, vomiting, and abdominal pain mimicking mual, muntah, nyeri
abdomen
d) Progressive obtundation and loss of consciousness penurunan kesadaran
e) Increased leukocyte count with left shift perubahan peningkatan leukosit
f) Non-specific elevation of serum amylase tidak spesifik tingginya serum
amylase
g) Fever only when infection is present demam ketika infeksi terjadi
IV. ETIOLOGI DKA
a) Pasien baru DM tipe 1
b) Menurunnya atau menghilangnya dosis insulin
c) Stress
d) Penyakit atau keadaan yang meningkatkan kenaikan metabolism sehingga
kebutuhan insulin meningkat (infeksi, trauma)
e) Kehamilan
f) Peningkatan kadar hormone anti insulin (glucagon, epinefrin, kortisol)
Obat-obatan yang menggangu sekresi insulin:
a) Glukokortikoid (hydrocortisone, prednisone, dexamethasone)
b) Penitoin (dilantin)
c) Thiazide diuretic (hydroclorothiazide)
d) Sympathomimetics (albuterol, dobutamine, dopamine, epinephrine,
norephinephrine, phenylephrine).
Nilai-nilai laboratorium ketoasidosis diabetic:
a) Serum glukosa (250 mg/dl)
b) Tingginya nilai BUN
c) Glukosuria
d) Meningkatnya serum osmolaritas ( > 300 mOsm/L )
e) Arterial pH < 7,35
f) Hiperkalemia (sering pada awal): > 5,4 mEq/L
g) Anion gap : > 20 mEq/L
V. INTERVENSI KEGAWAT DARURATAN DKA
a) Memonitor peningkatan serum glukosa setiap 2 jam. Peningkatan serum
glukosa harus di monitor setiap 1 atau 2 jam ketika pasien menerima infuse
insulin secara terus-menerus
b) Mengganti apabila kekeurangan cairan dan elektrolit yang dapat mengancam
jiwa. Cairan yang digunakan biasanya normal salin 0,9%. Yang baik
digunakan untuk mengganti kekurangan voleme cairan ekstraselular.
Menggunakan normal saline biasanya diguyur, tetapi ketika tekanan darah
pasien sudah normal maka hypotonic saline (0,45% NS) dapat digunakan.
c) Memonitor asidosis dengan menilai ABC. Memeriksa ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit akan memungkinkan ginjal untuk mempermudah
bikarbonat dalam mengembalikan keseimbangan acied – base. Penderita
asidosis biasanya diberikan bikarbonat ketika pH serumnya 7,10 atau lebih.
Dalam pengaturan bikarbonat dapat ditambahkan hipotonik NS dan diganti
secara perlahan.
d) Mengatur insulin secara cepat dan tanggap. Pengaturan insulin intravena
harus rutin pada tingkat 0,1 sampai 0,2 u/kg/jam disarankan melalui infuse
terus-menerus untuk mencapai penurunan bertahap dalam serum glukosa.
e) Memonitor jantung, paru-paru dan status neuro
f) Memonitor keseimbangan elektrolit. IV sebagai pengganti kalium, fosfat,
klorida, dan magnesium mungkin diperlukan. Dieresis osmotic dapat
mengakibatkan deficit kalium. Jika tidak ada kontrindikasi seperti adanya
penyakit ginjal amaka penggantian kalium dimulai dengan terapi cairan yang
berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium serum dan urin.
g) Memeriksa timbulnya gejala biasanya terjadi infeksi
h) Memeberi dukungan dan pendidikan kepada pasien dan juga keluarganya.
Pendidikan ini sangat penting dalam pencegahan terjadinya kembali krisis
penderita diabetic. Lebih diperhatikan pemantauan glukosa dan peraturan
jadwal makan, diet, olahraga, dan istirahat.
i) Menghindari komplikasi terapi.
VI. PENATALAKSANAAN
Prinsip-prinsip pengelolaan KAD adalah:
a) Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi)
b) Penggantian cairan dan garam yang hilang
c) Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan
pemberian insulin.
d) Mengatasi stress sebagai pencetus KAD
e) Mencegah komplikasi dan mengembalikan keadaan fisiologis normal serta
menyadari pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan.
Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :
1) Penilaian Klinik Awal
a. Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda
asidosis (hiperventilasi), derajat kesadaran (GCS), dan derajat
dehidrasi.
b. Konfirmasi biokimia: darah lengkap (sering dijumpai gambaran
lekositosis), kadar glukosa darah, glukosuria, ketonuria, dan analisa
gas darah.
2) Resusitasi
c. Pertahankan jalan napas.
d. Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.
e. Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20 cc/KgBB
bolus.
f. Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan naso-gatrik
tube untuk menghindari aspirasi lambung.
3) Observasi Klinik
Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas :
a. Frekwensi nadi, frekwensi napas, dan tekanan darah setiap jam.
b. Suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.
c. Pengukuran balans cairan setiap jam.
d. Kadar glukosa darah kapiler setiap jam.
e. Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri :
f. EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda
hipo/hiperkalemia.
g. Keton urine sampai negatif, atau keton darah (bila terdapat fasilitas).
4) Rehidrasi
Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat
meningkatkan resiko terjadinya edema serebri.
Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
a. Tentukan derajat dehidrasi penderita.
b. Gunakan cairan normal salin 0,9%.
c. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected
Na) rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
d. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.
e. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.
5) Penggantian Natrium
a. Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.
b. Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.
c. Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia yang
terjadi.
d. Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6 mmol/L setiap
peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100 mg/dL.
e. Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.
f. Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi dengan
NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi.
g. Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan risiko edema
serebri.
6) Penggantian Kalium
Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun
konsentrasi di dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya Kalium
intraseluler ke ekstraseluler. Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan
pemberian insulin dan asidosis teratasi.
a. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi,
dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40
mmol/L cairan.
b. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda, pemberian
kalium segera dimulai setelah jumlah urine cukup adekuat.
7) Penggantian Bikarbonat
a. Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.Pemberian bikarbonat
hanya dianjurkan pada KAD yang berat.
b. Adapun alasan keberatan pemberian bikarbonat adalah:
Menurunkan pH intraselular akibat difusi CO2 yang dilepas bikarbonat.
Efek negatif pada dissosiasi oksigen di jaringan
Hipertonis dan kelebihan natrium
Meningkatkan insidens hipokalemia
Gangguan fungsi serebral
Terjadi hiperkalemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keton.
c. Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7,1 dengan
bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok
yang persistent. walaupun demikian komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia
yang mengancam tetap merupakan indikasi pemberian bikarbonat.
c. Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam waktu
1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan ¼ dari
kebutuhan.
8) Pemberian Insulin
a. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.
b. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).
c. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah
walaupun insulin belum diberikan.
d. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada
anak < 2 tahun.
e. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1 unit/ml
atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50 unit dalam
500 mL NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.
f. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100 mg/dL/jam.
g. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 ½ Salin.
h. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).
i. Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan D10
½ Salin.
j. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.
k. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.
l. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk
menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.
m. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang kondisi
penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan respon
pemberian insulin.
n. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau
subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.
9) Tatalaksana edema serebri
Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema serebri dibuat,
meliputi:
a. Kurangi kecepatan infus.
b. Mannitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit (keterlambatan
pemberian akan kurang efektif).
c. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon.
d. Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.
e. Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil.
10) Fase Pemulihan
Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk: 1) Memulai
diet per-oral. 2) Peralihan insulin drip menjadi subkutan.
a. Memulai diet per-oral.
1. Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD < 250
mg/dL, pH > 7,3, bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah.
2. Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 30
menit sesudah snack berakhir.
3. Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.
4. Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai
60 menit sesudah makan utama berakhir.
b. Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan.
1. Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme stabil,
dan anak dapat menghabiskan makanan utama.
2. Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan insulin
iv diteruskan sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan diberikan.
3. Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual
tergantung kadar gula darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1
unit/kg BB/hari atau disesuaikan dosis basal sebelumnya.
c. Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum makan
siang, 2/7 sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang tidur.
11) TERAPI KAD
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan
ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada.Pengawasan
ketat, KU jelek masuk HCU/ICU
Fase I/Gawat :
1. REHIDRASI
NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam pertama, lalu 80 tpm selama 4 jam, lalu
30-50 tpm selama 18 jam (4-6L/24jam)
2. INSULIN
4-8 U/jam sampai GDR 250 mg/dl atau reduksi minimal
3. Infus K (TIDAK BOLEH BOLUS)
o Bila K+ < 3mEq/L, beri 75mEq/L
o Bila K+ 3-3.5mEq/L, beri 50 mEq/L
o Bila K+ 3.5 -4mEq/L, beri 25mEq/L
o Masukkan dalam NaCl 500cc/24 jam
4. Infus Bicarbonat
o Bila pH<7,0 atau bicarbonat < 12mEq/L
o Berikan 44-132 mEq dalam 500cc NaCl 0.9%, 30-80 tpm
Pemberian Bicnat = [ 25 - HCO3 TERUKUR ] x BB x 0.4
5. Antibiotik dosis tinggi
Batas fase I dan fase II s ekitar GDR 250 mg/dl atau reduksi
Fase II/maintenance:
1. Cairan maintenance
o Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% bergantian
o Sebelum maltose, berikan insulin reguler 4U
2. Kalium
o Perenteral bila K+ <4mEq
o Peroral (air tomat/kaldu 1-2 gelas, 12 jam
3. Insulin reguler 4-6U/4-6jam sc
4. Makanan lunak karbohidrat komlek perasü
Penanganan diabetic ketoacidosis secara rinci diperlihatkan pada dibawah ini, yakni
0.9% akan pulih kembali selama defisit cairan dan elektrolite pasien semakin baik. Insulin
intravena diberikan melalui infusi kontinu dengan menggunakan pompa otomatis, dan
suplement potasium ditambahkan kedalam regimen cairan. Bentuk penanganan yang baik
atas seorang pasien penderita DKA (diabetic ketoacidosis) adalah melalui monitoring
klinis dan biokimia yang cermat.
Kepentingan skema cairan yang baik, seperti halnya dalam gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit yang serius, tidak boleh terlalu diandalkan.
Input saline fisiologis awal yang tinggi yakni 0.9% akan pulih kembali selama
defisit cairan dan elektrolite pasien semakin baik. Insulin intravena diberikan
melalui infusi kontinu dengan menggunakan pompa otomatis, dan supplement
potasium ditambahkan kedalam regimen cairan. Bentuk penanganan yang baik atas
seorang pasien penderita DKA (diabetic ketoacidosis) adalah melalui monitoring
klinis dan biokimia yang cermat.
Perbedaan antara KAD dan HHNK
KAD HHNK
Gejala Bingung , lesu
Anoreksia , mual
Nyeri pada
abdomen
Takikardi
Nafas berbau
aseton
Pernapasan cepat
dan dalam
Merasa haus
Bingung,
lesu
Lemah
Terlihat
kemerah-
merahan
pada kulit
Takikardi
Nafas cepat
Napas berbau
aseton
Merasa haus
Nilai
laboratorium
Glukosa darah Tinggi Tinggi > 1000 mg/dl
Serum sodium Tinggi Tetap
Serum
pottasium
Tetap Tetap
Serum
osmolarity
Tinggi (tetapi < 330 mOsm/L) Tinggi sampai > 350
mOsm/L
AGD Asidosis metabolic penurunan
pH dengan kompensasi alkalosis
pernafasan
Normal asidosis
ringan
Keton urin Positive Negative
Intervensi Insulin, cairan dan penggantian
elektrolit
Insulin, cairan dan
penggantian elektrolit
BAB V
KESIMPULAN
Ketoasidosis diabetik adalah komplikasi yang potensial yang dapat mengancam
nyawa pada pasien yang menderita diabetes mellitus.ini terjadi terutama pada
mereka dengan DM tipe 1, tetapi bisa juga mereka yang menderita DM tipe dalam
keadaan tertentu
Penyebab ketoasidosis diabetic: Pasien baru DM tipe 1, Menurunnya atau
menghilangnya dosis insulin, Stress, Penyakit atau keadaan yang meningkatkan
kenaikan metabolism sehingg kebutuhan insulin meningkat (infeksi, trauma),
Kehamilan, Peningkatan kadar hormone anti insulin (glucagon, epinefrin, kortisol)
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan
ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada
Fase Gawat :
Rehidrasi : NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam pertama, lalu 80
tpm selama 4 jam, lalu 30-50 tpm selama 18 jam (4-6L/24jam)
Insulin: 4-8 U/jam sampai GDR 250 mg/dl atau reduksi minimal
Infus K (TIDAK BOLEH BOLUS): Bila K+ < 3mEq/L(beri 75mEq/L),
Bila K+ 3-3.5mEq/L(beri 50 mEq/L), Bila K+ 3.5 -4mEq/L(beri 25mEq/L),
Masukkan dalam NaCl 500cc/24 jam
Infus Bicarbonat. Bila pH<7,0 atau bicarbonat < 12mEq/L, Berikan
44-132 q dalam 500cc NaCl 0.9%, 30-80 tpm, Pemberian Bicnat = [ 25 -
HCO3 TERUKUR ] x BB x 0.4
Antibiotik dosis tinggi
1. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin timbul pada pasien DM:
a. Kekurangan volume cairan b/d Diuresis osmotik (dari hiperglikemi),
Kehilangan gastrik berlebihan : diare, muntah
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan
insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan
mengakibatkan peningkatan metabolisme protein/ lemak)
c. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) b/d kadar glukosa tinggi, penurunan
fungsi leukosit, perubahan pd sirkulasi. Infeksi pernapasan yg ada sebelumnya
atau ISK
d. Perubahan sensori-perseptual: (uraikan ), risiko tinggi terhadap berhubungan
dengan perubahan kimia endogen : ketidakseimbangan glukosa/insulin dan
elektrolit
e. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik
f. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang atau progresif
yang tidak dapat diobati
g. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyakit, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan b/d kurang pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi
informasi.
(Doengoes dkk,2000)
2. Rencana keperawatan
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
1 Kekurangan
volume cairan
b/d
Diuresis
osmotik (dari
hiperglikemi),
Kehilangan
gastrik
berlebihan :
diare, muntah.
Masukan
dibatasi :
mual, kacau
mental.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama ....X 24
jam diharapkan
kekurangan
vol.cairan teratasi
dgn KH :
a. TTV stabil
b. Nadi perifer
teraba
c. Turgor kulit
dan pengisian
kapiler baik
Mandiri
Dapatkan riwayat pasien/orang
terdekat sehubungan dengan
lamanya/intensitas dari gejala seperti
muntah, pengeluaran urine yang
sangat berlebihan.
Pantau tanda-tanda vital, catat adanya
perubahan TD ortostatik
Membantu dalam memperkirakan
kekurangan volume total, tanda dan gejala
mungkin sudah ada pada beberapa waktu
sebelumnya (beberapa jam sampai
beberapa hari). Adanya proses infeksi
mengakibatkan demam dan keadaan
hipermetabolik yang meningkatkan
kehilangan air tidak kasatmata.
Hipovolemia dapat dimanifestasikan oelh
hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat
ringannya hipovolumia dapat dibuat ketika
tekanan darah sistolik pasien turun lebih
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
d. Haluaran urin
tepat scr
individu
e. Kadar
elektrolit dlm
batas normal
Pola napas seperti adanya pernapasan
Kussmaul atau pernapasan yang
berbau keton.
dari 10 mm Hg dari posisi berbaring ke
posisi duduk/berdiri. Catatan : Neupati
jantung dapat memutuskan refleks-refleks
yang secara normal meningkatkan denyut
jantung.
Paru-paru mengeluarkan asam karbonat
melalui pernapasan yang menghasilkan
kompensasi alkalosis respiratoris terhadap
keadaan ketoasidosis. Pernapasan yang
berbau aseton berhubungan pemecahan
asam aseto-asetat dan harus berkurang bia
ketosis harus terkoreksi.
Koreksi hiperglikemia dan asidosis akan
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Frekuensi dan kualitas pernapasan,
penggunaan otot bantu napas dan
adanya periode apnea dan munculnya
sianosis.
Suhu, warna kulit, atau
kelembabannya.
menyebabkan pola dan frekuensi
pernapasan mendekati normal. Tetapi
peningkatan kerja pernapasan: pernapasan
dangkal, pernapasan cepat : dan
munculnya sianosis mungkin merupakan
indikasi dari kelelahan pernapasan
dan/atau mungkin pasien itu kehilangan
kemampuannya untuk melakukan
kompensasi pada asidosis.
Meskipun demam, menggigil dan
diaforesis merupakan hal umum terjadi
pada proses infeksi, demam dengan kulit
yang kemerahan, kering mungkin sebagai
cerminan dari dehidrasi.
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler,
turgor kulit, dan membran mukosa.
Pantau masukan dan pengeluaran,
catat berat jens urine
Ukur berat badan setiap hari.
Merupakan indikator dari tingkat
dehidrasi, atau volume fungsi ginjal, dan
keefektifan dari terapi yang diberikan.
Memberikan perkiraan kebutuhan akan
cairan pengganti fungsi ginjal, dan
keefektifan dari terapi yang diberikan
Memberikan hasil pengkajian yang terbaik
dari status cairan yang sedang berlansung
dan selanjutnya dalam memberikan cairan
pengganti.
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Pertahankan untuk memberikan cairan
paling sedikit 2500 ml/hari dalam
batas yang dapat ditoleransi jantung
jika pemasukan cairan melalui oral
sudah dapat diberikan.
Tingkatkan lingkungan yang dapat
menimbulkan rasa nyaman. Selimuti
pasien dengan selimut tipis
Kaji adanya perubahan mental/sensori
Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi.
Menghindari pemanasan yang berlebih
terhadap pasien lebih lanjut akan dapat
menimbulkan kehilangan cairan.
Perubahan mental dapat berhubungan
dengan glukosa yang tinggi atau yang
rendah (hiperglikemia atau hipoglikemia),
elektrolit yang abnormal, asidosis,
penurunan perfusi serebral, dan
berkembangnya hipoksia. Penyebab yang
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
catat hal-hal yang dilaporkan seperti
mual, nyeri abdomen, muntah dan
distensi lambung
Observasi adanya perasaan kelelahan
tidak tertangani, gangguan kesadaran dapat
menjadi predisposisi (pencetus) aspirasi
pada pasien
Kekurangan cairan dan elektrolit
mengubah motilitas lambung, yang
seringkali akan menimbulkan muntah dan
secara potensial akan menimbulkan
kekurangan cairan atau elektrolit.
Pemberian cairan untuk perbaikan yang
cepat mungkin sangat berpotensi
menimbulkan kelebihan beban cairan dan
GJK.
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
yang meningkat, edema, peningkatan
berat badan, nadi tidak teratur, dan
adanya distensi pada vaskuler.
Kolaborasi
Berikan terapi cairan sesuai dengan
indikasi :
Normal salin atau setengah normal
salin dengan atau tanpa dektrosa
Albumin, plasma, atau dekstran
Tipe dan jumlah dari cairan tergantung
pada derajat kekurangan cairan dan
respons pasien secara individual
Plasma ekspander (pengganti) kadang
dibutuhkan jika kekurangan tersebut
mengancam kehidupan atau tekanan darah
sudah tidak dapat kembali normal dengan
usaha-usaha rehidrasi yang telah
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Pasang/pertahankan kateter urine tetap
terpasang
Pantau pemeriksaan laboratorium
dilakukan.
Memberikan pengukuran yang tepat/akurat
terhadap pengukuran haluaran urine
terutama jika neuropati otonom
menimbulkan gangguan kantung kemih
(retensi urine/inkontinensia). Dapat dilepas
jika pasien berada dalam keadaan stabil
untuk menurunkan risiko terjadinya
infeksi.
Mengkaji tingkat hidrasi dan seringkali
meningkat akibat hemokonsentrasi yang
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
seperti :
Hematokrit (Ht)
BUN/Kreatinin
Osmolalitas darah
Natrium
terjadi setelah diuresis osmotik.
Peningkatan nilai dapat mencerminkan
kerusakan set karena dehidrasi atau tanda
awitan kegagalan ginjal.
Meningkat sehubungan dengan adanya
hiperglikemia dan dehidrasi.
Mungkin menurun yang dapat
mencerminkan perpindahan cairan dari
intrasel (diuresis osmotik). Kadar natrium
yang tinggi mencerminkan kehilangan
cairan/dehidrasi berat atau reabsorpsi
natrium dalam berespons terhadap sekresi
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Kalium
Berikan kalium atau elektrolit yang
lain melalui IV dan/atau melalui oral
sesuai indikasi
aldosteron.
Awalnya akan terjadi hiperkalemia dalam
berespons pads asidosis, namun
selanjutnya kalium ini akan hilang melalui
urine, kadar kalium absolut dalam tubuh
berkurang. Bila insulin diganti dan acidosis
teratasi, kekurangan kalium serum justru
akan terlihat
Kalium harus ditambahkan pada IV
(segera aliran urine adekuat) untuk
mencegah hipokalemia. Catalan: Kalium
fosfat dapat diberikan jika cairan IV
mengandung natrium klorida untuk
mencegah kelebihan beban klorida.
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Berikan bikarbonat jika pH kurang
dari 7,0.
Pasang selang NG dan lakukan
penghisapan sesuai dengan indikasi
Diberikan dengan hati-hati untuk
membantu memperbaiki asidosis pada
adanya hipotensi atau syok.
Mendekompresi lambung dan dapat
menghilangkan muntah.
2 Nutrisi kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
ketidakcukupa
n insulin
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama ...X 24
jam diharapkan
kebutuhan nutrisi
tercukupi dgn
Mandiri
Timbang berat badan setiap hari atau
sesuai dengan indikasi.
Tentukan program diet dan pola
makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan
pasien.
Mengkaji permasukan makanan yang
adekuat (termasuk absorpsi dan
utilisasinya).
Mengidentifikasi kekurangan dan
penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
(penurunan
ambilan dan
penggunaan
glukosa oleh
jaringan
mengakibatka
n peningkatan
metabolisme
protein/
lemak)
KH :
a. Nilai
laboratorium
normal
b. BB stabil
Auskultasi bising, catat adanya nyeri
abdomen/perut kembung, mual,
muntahan makanan yang belum
sempat dicerna, pertahankan keadaan
puasa sesuai dengan indikasi
Berikan makanan cair yang
mengandung zat makanan (nutrien)
dan elektrolit dengan segera jika
pasien sudah dapat mentoleransinya
melalui pemberian cairan melalui oral.
Dan selajutnya terus mengupayakan
pemberian makanan yang lebih padat
sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
Hiperglikemia dan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit dapat
menurunkan motilitas/fungsi lambung
(distensi atau ieus paralitik) yang akan
mempengaruhi pilihan intervensi. Catatan :
Kesulitan jangka panjang dengan
penurunan pengosongan lambung dan
motilitas usus yang rendah mengisyaratkan
adanya neuropati ototnom yang
mempengaruhi saluran pencernaan dan
memerlukan pengobatan secara
simptomatik.
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Identifikasi makanan yang
disukai/dikehendaki termasuk
kebutuhan etnik/kultural
Libatkan keluarga pasien pada
perencanaan makan ini sesuai dengan
indikasi.
Pemberian makanan melalui oral lebih
baik jika pasien sadar dan fungsi
gastrointestinal baik.
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Observasi tanda-tanda hipoglikemia.
Seperti perubahan tinkat kesadaran.
Kulit lembab/dingin, denyut nadi
cepat, lapar, peka rangsang, cemas,
sakit kepala, pusing, sempoyongan.
Jika makanan yang disukai pasien dapat
dimasukkan dalam perencanaan makan,
kerja sama ini dapat diupayakan setelah
pulang.
Meningkatkan rasa keterlibatannya :
memberikan informasi pada keluarga
untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
Catatan : Berbagai metode bermanfaat
untuk perencanaan diet meliputi pergantian
daftar menu, sistem perhitungan kalori,
indeks glikemik atau seleksi awal menu.
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Kolaborasi
Lakukan pemeriksaan gula darah
dengan menggunakan “finger stick”.
Karena metabolisme karbohidrat mulai
terjadi (gula darah akan berkurang, dan
sementara tetap diberikan insulin maka
hipoglikemi dapat terjadi. Jika pasien
dalam keadaan koma, hipoglikemia
mungkin terjadi tanpa memperlihatkan
perubahan tingkat kesadaran. Ini secara
potensial dapat mengancam kehidupan
yang harus dikaji dan ditangani secara
cepat melalui tindakan protokol yang
direncanakan. Catatan: DM tips I yang
telah berlangsung lama mungkin tidak
akan menunjukkan tanda-tanda
hipoglikemia seperti biasanya karena
respons normal terhadap gula darah yang
rendah mungkin dikurangi.
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Pantau pemeriksaan laboratorium,
seperti glukosa darah, aseton, pH, dan
HCO3
Analisa di tempat tidur terhadap gula darah
lebih akurat (menunjukkan keadaan saat
dilakukan pemeriksaan) daripada
memantau gula dalam urine (reduksi urine)
yang tidak cukup akurat untuk mendeteksi
fluktuasi kadar gula darah dan dapat
dipengaruhi oleh ambang ginjal pasien
secara individual atau adanya retensi
urine/gagal ginjal. Catatan: Beberapa
penelitian telah menemukan bahwa
glukosa urine 20% berhubungan dengan
gula darah antara 140-360 mg/dl.
Gula darah akan menurun perlahan dengan
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Berikan pengobatan insulin secara
teratur dengan metode IV secara
intermiten atau secara kontinu. Seperti
bolus IV diikuti dengan tetesan yang
kontinu melalui alat pompa kira-kira
5-10 UI/jam sampai glukosa darah
mencapai 250 mg/dl.
penggantian cairan dan terapi insulin
terkontrol. Dengan pemberian insulin dosis
optimal, glukosa kemudian dapat masuk
kedalam sel dan digunakan untuk sumber
kalori. Ketika hal ini terjadi, kadar aseton
akan menurun dan asidosis dapat
dikoreksi.
Insulin reguler memiliki awitan cepat dan
karenanya dengan cepat pula dapat
membantu memindahkan glukosa ke dalam
sel. Pemberian melalui IV merupakan rute
pilihan utama karena absorpsi dari jaringan
subkutan mungkin tidak menentu/sangat
lambat. Banyak orang percaya/berpendapat
bahwa metode kontinu ini merupakan cara,
yang optimal untuk mempermudah transisi
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Berikan larutan glukosa, misalnya
dekstrosa dan setengah salin normal
pada metabolisme karbohidrat dan
menurunkan insiden hipoglikemia.
Larutan glukosa ditambahkan setelah
insulin dan cairan membawa gula darah
kira-kira 250 mg/dl. Dengan metabolisme
karbohidrat mendekati normal, perawatan
harus diberikan untuk menghindari
terjadinya hipoglikemia.
Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan
penyesuaian diet untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi pasien; menjawab per-
tanyaan dan dapat pula membantu pasien
atau orang terdekat dalam
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Lakukan konsultasi dengan ahli diet
Berikan diet kira-kira 60%
karbohidrat, 20% protein dan 20%
lemak dalam penataan
makan/pemberian makanan tambahan
mengembangkan perencanaan makan.
Kompleks karbohidrat (seperti jagung,
wortel, brokoli, buncis, gandum, dll)
menurunkan kadar glukosa/kebutuhan
insulin, menurunkan kadar kolesterol darah
dan meningkatkan rasa kenyang.
Pemasukan makanan akan dijadwalkan
sesuai karakteristik insulin yang spesifik
(mis. Efek puncaknya) dan respons pasien
secara individual. Catatan : Makanan
tambahan dari kompleks karbohidrat
terutama sangat penting (jika insulin
diberikan dalam dosis terbagi) untuk
mencegah hipoglikemia selama tidur dan
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Berikan obat metaklopramid (reglan) ;
potensial respons Somogyi.
Dapat bermanfaat dalam mengatasi gejala
yang berhubungan dengan neuropat
otonom yang mempengaruhi saluran cerna,
yang selanjutnya meningkatkan
pemasukan melalui oral dan absorbsi zat
makanan (nutrien)
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
tetrasiklin.
3 Resiko tinggi
terhadap
infeksi
(sepsis) b/d
kadar glukosa
tinggi,
penurunan
fungsi
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatab
selama ....X 24
jam diharapkan
tidak terjadi
Mandiri
Observasi tanda-tanda infeksi dan
peradangan, seperti demam,
kemerahan, adanya pus pada luka,
sputum purulen, urine warna keruh
atau berkabut
Pasien mungkin masuk dengan infeksi
yang biasanya telah mencetuskan keadaan
ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi
nosokomial
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
leukosit,
perubahan pd
sirkulasi.
Infeksi
pernapasan yg
ada
sebelumnya
atau ISK
infeksi dgn KH :
a. Mengidentifik
asi intervensi
untuk
mencegah/me
nurunkan
resiko infeksi
b. Mendemonstra
sikan teknik,
perubahan
gaya hidup
untuk
mencegah
infeksi
Tingkat upaya pencegahan dengan
melakukan cuci tangan yang baik pada
semua orang yang berhubungan
dengan pasien termasuk pasiennya
sendiri
Pertahankan teknik aseptik pada
prosedur invasif (seperti pemasangan
infus, kateter folley dan sebagainya),
pemberian obat intravena dan
memberikan perawatan pemeliharaan.
Lakukan pengobatan melalui IV sesuai
indikasi.
Mencegah timbulnya infeksi silang (infeksi
nosokomial)
Kadar glukosa yang tinggi dalam darah
akan menjadi media terbaik bagi
pertumbuhan kuman
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Pasang kateter/lakukan perawatan
perineal dengan baik. Ajarkan pasien
wanita untuk membersihkan daerah
perinealnya dari depan kearah
belakang setelah eliminasi
Berikan perawatan kulit dengan teratur
dan sungguh-sungguh masase daerah
tulang yang tertekan, jaga kulit tetap
kering, linen kering dan tetap kencang
Mengurangi risiko terjadinya infeksi
saluran kemih. Pasien koma mungkin
memiliki risiko yang khusus jika terjadi
rentensi urine pada saat awal dirawat.
Catatan : pasien DM wanita lansia
merupakan kelompok utama yang paling
berisiko terjadi infeksi saluran
kemih/vagina
Sirkulasi perifer bisa terganggu yang
menempatkan pasien pada peningkatan
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
(tidak berkerut) .
Auskultasi bunyi napas
Posisikan pasien pada posisi semi-
fowler
risiko terjadinya kerusakan pada
kulit/iritasi kulit dan infeksi.
Ronki mengindikasikan adanya akumulasi
sekret yang mungkin berhubungan dengan
pneumonia/bronkitis (mungkin sebagai
pencetus dari DKA). Edema paru (bunyi
krekels) mungkin sebagai akibat dari
pemberian cairan yang terlalu
cepat/berlebihan atau GJK.
Memberikan kemudahan bagi paru untuk
berkembang; menurunkan risiko terjadinya
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Lakukan perubahan posisi dan
anjurkan pasien untuk batuk
efektif/napas dalam jika pasien sadar
dan kooperatif. Lakukan penghisapan
lendir pada jalan napas dengan
menggunakan teknik steril sesuai
keperluannya.
aspirasi.
Membantu dalam memventilasikan semua
daerah paru dan memobilisasi sekret.
Mencegah agar sekret tidak statis de ngan
terjadinya peningkatan terhadap risiko
infeksi.
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Berikan tisu dan tempat sputum pada
tempat yang mudah dijangkau untuk
penampungan sputum atau sekret yang
lainnya.
Bantu pasien untuk melakukan higiene
oral
Anjurkan untuk makan dan minum
adekuat (pemasukan makanan dan
cairan yang adekuat) (kira-kira 3000
ml/hr jika tidak ada kontraindikasi)
Mengurangi penyebaran infeksi.
Menurunkan risiko terjadinya penyakit
mulut/gusi.
Menurunkan kemungkinan terjadinya
infeksi. Meningkatkan aliran urine untuk
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Kolaborasi
Lakukan pemeriksaan kultur dan
sensitivitas sesuai dengan indikasi
Berikan obat antibiotik yang seksual
mencegah urine yang statis dan membantu
dalam mempertahankan pH/keasaman
urine, yang menurunkan pertumbuhan
bakteri dan pengeluarkan organisme dari
sistem organ tersebut.
Untuk mengidentifikasi organisme
sehingga dapat memilih/memberikan terapi
antibiotik yang terbaik.
Penanganan awal dapat membantu
mencegah timbulnya sepsis.
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
4 Perubahan
sensori-
perseptual:
(uraikan ),
risiko tinggi
terhadap
berhubungan
denganperuba
han kimia
endogen :
ketidaskseimb
angan
glukosa/insuli
n dan
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama ...X 24
jam diharapkan
perubahan
sensori-
perseptual dapat
teratasi dg KH :
a. Mempertahan
kan tingkart
mental
biasanya
Mandiri
Pantau tanda-tanda vital dan status
mental
Panggil pasien dengan nama,
orientasikan kembali sesuai dengan
kebutuhannya, misalnya terhadap
tempat, orang dan waktu. Berikan
penjelasan yang singkat dengan bicara
perlahan dan jelas.
Sebagai dasar untuk membandingkan
temuan abnormal, seperti suhu yang
meningkat dapat mempengaruhi fungsi
mental
Menurunkan kebingungan dan membantu
untuk mempertahankan kontak dengan
realitas
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
elektrolit b. Mengenali dan
mengkompens
asi adanya
kerusakan
sensori
Jadwalkan intervensi keperawatan
agar tidak mengganggu waktu istirahat
pasien
Pelihara aktivitas rutin pasien
sekonsisten mungkin, dorong untuk
melakukan kegiatan sehari-hari sesui
kemampuannya
Meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih
dan dapat memperbaiki daya pikir
Membantu memelihara pasien tetap
berhubungan dengan realitas dan
mempertahannya orientasi pada
lingkungannya
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Lindungi pasien dari cera (gunakan
pengikat) ketika tingkat kesadaran
pasien terganggu. Berikan bantalan
lunak pada pagar tempat tidur dan
berikan jalan napas buatan yang lunak
jika pasien kemungkinan mengalami
kejang
evaluasi lapang pandang penglihatan
sesuai dengan indikasi
Pasien mengalami disorientasi merupakan
awal kemungkinan timbulnya cedera,
terutama malam hari dan perlu pencegahan
sesuai indikasi. Munculnya kejang perlu
diantisipasi untuk mencegah trauma fisik,
aspirasi dsb
Edema/lepasnya retina, hemoragis, katarak
atau paralisis otot ekstraokuler sementara
mengganggu penglihatan yang memelukan
terapi korektif dan/atau perawatan
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
selidiki adanya keluhan parestesia,
nyeri atau kehilangan sensori pada
paha/kaki. Lihat adanya ulkus, daerah
kemerahan, tempat-tempat tertekan,
kehilangan denyut nadi perifer
penyokong
Neuropati perifer dapat mengakibatkan
rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan
sensai sentuhan/distorsi yang mempunyai
risiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan
gangguan keseimbangan. Catatan :
mononeuropati mempengaruhi saraf
tunggal (paling sering pada daerah
femoralis dan otak) yang menyebabkan
nyeri tiba-tiba dan kehilangan fungsi
motorik/sensorik sepanjang jaras saraf
yang terkena tersebut
Meningkatkan rasa nyaman dan
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Berikan tempat tidur yang lembut.
Pelihara kehangatan kaki/tangan,
hindari terpajan terhadap air panas
atau dingin atau penggunaan
bantalan/pemanas
bantu pasien dalam ambulansi atau
perubahan posisi
menurunkan kemungkinan kerusakan kulit
karena panas. Catatan : munculnya dingin
yang tiba-tiba pada tangan/kaki dapat
mencerminkan pemeriksaan terhadap kadar
gula darah.
Meningkatkan keamanan pasien terutama
ketika rasa keseimbangan dipengaruhi
Gangguan dalam proses pikir/potensial
terhadap aktivitas kejang biasanya hilang
bila keadaan hiperosmolaritas teratasi
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Kolaborasi
Berikan pengobatan sesuai dengan
obat yang ditentukan untuk mengatasi
DKA sesuai indikasi
Pantau nilai laboratorium, seperti
glukosa darah, osmolalitas darah,
Hb/Ht, ureum kreatinin
Ketidakseimbangan nilai laboratorium ini
dapat menurunkan fungsi mental. Catatan :
jika cairan diganti dengan cepat, kelebihan
cairan dapat masuk ke sel otak dan
menyebabkan gangguan pada tingkat
kesadaran (intoksikasi air)
Dapat memberikan rasa nyaman yang
berhubungan dengan neuropati
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Bantu dengan memblok saraf
setempat, mempertahankan unit TENS
5 Kelelahan
berhubungan
dengan
penurunan
produksi
energi
metabolik.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama ...X 24
jam diharapkan
kelelahan teratasi
dgn KH :
a. Mengungkapk
an
peningkatan
tingkat energi
b. Menunjukan
Mandiri
Diskusikan dengan pasien kebutuhan
akan aktivitas. Buat jadwal
perencanaan dengan pasien dan
indentifikasi aktivitas yang
menimbulkan kelelahan
Berikan aktivitas alternatif dengan
periode istirahat yang cukup/tanpa
diganggu
Pantau nadi, frekuensi pernapasan dan
Pendidikan dapat memberikan motivasi
untuk meningkatkan tingkat aktivitas
meskipun pasien mungkin sangat lemah
Mencegah kelelahan yang berlebihan
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
perbaikan
kemampuan
untuk
berpartisipasi
dlm aktivitas
yg diinginkan
tekanan darah sebelum/sesudah
melakukan aktivitas
Diskusikan cara mengheat kalori
selama mandi, berpindahan tempat dan
sebagainya
Tingkatkan partisipasi pasien dalam
melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
dengan yang dapat ditoleransi
Mengindikasikan tingkat aktivitas yang
dapat ditoleransi secara fisiologis
Pasien akan dapat melakukan lebih banyak
kegiatan dengan penurunan kebutuhan
akan energi pada setiap kegiatan
Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri
yang positif sesuai tingkat aktivitas yang
dapat ditoleransi pasien
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
6 Ketidakberda
yaan
berhubungan
dengan
penyakit
jangka
panjang atau
progresif yang
tidak dapat
Setelah
dsilakukan
tindakan
keperawatan
selama ....X 24
jam diharapkan
ketidakberdayaan
teratasi dgn KH :
a. Mengakui
Mandiri
Anjurkan pasien/keluarga untuk
mengekspresikan perasaannya tentang
perawatan di rumah sakit dan
penyakitnya secara keseluruhan
Akui normalitas dari perasaan
Mengidentifikasi area perhatiannya dan
memudahkan cara pemecahan masalah
Pengenalan bahwa reaksi normal dapat
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
diobati perasaan putus
asa
b. Mengidentifik
asi cara2 sehat
untuk
menghadapi
perasaan
c. Membantu
dlm
merencanakan
perawatannya
sendiri dan scr
mandiri
mengambil tgg
jwb untuk
aktivitas
Kaji bagaimana pasien telah
menangani masalahnya dimasa lalu.
membantu pasien untuk memecahkan
masalah dan mencari bantuan sesuai
kebutuhan. Kontrol terhadap DM
merupakan pekerjaan yang terus-menerus
yang bertindak sebagai pengikat konstan
terhadap munculnya penyakit serta
ancaman terhadap kehidupan/kesehatan
pasien
Pengetahuan gaya individu membantu
untuk menentukan kebutuhan terhadap
tujuan penanganan. Pasien yang
mempunyai lokus pusat kontrol internal
biasanya memperlihat cara untuk
meningkatkan kontrol terhadap program
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
perawatan diri Identifikasi lokus kontrol
Berikan kesempatan pada keluarga
untuk mengekspresikan perhatiannya
pengobatan sendiri. Pasien yang bertindak
dengan lokus eksternal ingin dirawat oleh
orang lain atau mungkin akan
mengendalikan faktor-faktor eksternal
yang mempengaruhinya
Meningkatkan perasaan terlibat dan
memberikan kesempatan keluarga untuk
memecahkan masalah untuk membantu
mencegah terulangnya (kambuhnya)
penyakit pada pasien tersebut
Harapan yang tidak realistis atau adanya
terkanan dari orang lain atau diri sendiri
dapat mengakibatkan perasaan
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
dan diskusikan cara mereka dapat
membantu sepenuhnya terhadap
pasien
Tentukan tujuan/harapan dari pasien
atau keluarga
Tentukan apakah ada perubahan yang
berhubungan dengan orang terdekat
frustasi/kehilangan kontrol diri dan
mungkin menganggu kemampuan koping
Tenaga dan pikiran yang konstan
diperlukan untuk mengendalikan diabetik
yang sering kali memindahkan fokus
hubungan. Perkembangan
psikologis/neuropati viseral mempengaruhi
konsep diri (terutama fungsi peran seksual)
mungkin menambah keadaan stres
Mengkomunikasikan pada pasien bahwa
beberapa pengendalian dapat dilatih pada
saat perawatan dilakukan
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Anjurkan pasien untuk membuat
keputusan sehubungan dengan
perawatannya, seperti ambulansi,
waktu beraktivitas dan seterusnya
Berikan dukungan pada pasien untuk
ikut berperan serta dalam perawatan
diri sendiri dan berikan umpan balik
Meningkatkan perasaan kontrol terhadap
situasi
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
positif sesuai dengan usaha yang
dilakukannya
7 Kurang
pengetahuan
(kebutuhan
belajar)
mengenai
penyakit,
prognosis, dan
kebutuhan
pengobatan
b/d kurang
pemajanan/
mengingat,
kesalahan
interpretasi
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama ...X 24
jam diharapakan
kurang
pengetahuan
mengenai
penyakit,
prognosis dan
kebutuhan
pengobatan dapat
Mandiri
Ciptakan lingkungan saling percaya
dengan mendengarkan penuh
perhatian dan selalu ada untuk pasien
Bekerja dengan pasien dalam menata
tujuan belajar yang diharapkan
Pilih berbagai strategi belajar, seperti
Menanggapi dan memperhatikan perlu
diciptakan sebelum pasien bersedia
mengambil bagian dalam proses belajar
Partisipasi dalam perencanaan
meningkatkan antusias dan kerja sama
pasien dengan prinsip-prinsip yang
dipelajari
Penggunaan cara yang berbeda tentang
mengakses informasi meningkatkan
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
informasi. teratasi dgn KH :
a. Mengingkapka
n pemahaman
ttg penyakit
b. Mengidentifik
asi hubungan
tanda/gejala
dgn proses
penyakit dan
menghubungk
an gejala dgn
faktor
penyebab
c. Dgn benar
melakukan
prosedur yg
teknik demonstrasi yang memerlukan
keterampilan dan biarkan pasien
mendemonstrasikan ulang, gabungkan
keterampilan baru ini kedalam
rutinitas rumah sakit sehari-hari
Diskusikan topik-topik utama seperti :
Apakah kadar glukosa normal itu
dan bagaimana hal tersebut
dibandingkan dengan kadar gula
darah pasien tipe DM yang
dialami pasien, hubungan antara
kekurangan insulin dengan kadar
gula darag yang tinggi
pencerapan pada individu yang belajar
Memberikan pengetahuan dasar dimana
pasien dapat membuat pertimbangan
memilih gaya hidup
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
perlu dan
menjelaskan
rasional
tindakan
d. Melakukan
perubahan
gaya hidup
dan
berpartisipasi
dlm program
pengobatan
Rasional terjadinya serangan
ketoasidosis
Komplikasi penyakit akut dan
kronis meliputi gangguan
penglihatan (retinopati),
perubahan dalam neurosensori dan
kardiovaskuler, perubahan fungsi
ginjal/hipertensi
Demonstrasikan cara pemeriksaan
gula darah dengan menggunakan
Pengetahuan tentang faktor pencetus dapat
membantu untuk menghindari kambuhnya
serangan tersebut.
Kesadaran tentang apa yang terjadi
membantu pasien untuk lebih konsisten
terhadap perawatannya dan men-
cegah/mengurangi awitan komplikasi
tersebut.
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
“finger stick” dan beri kesempatan
pasien untuk mendemonstrasikan
kembali. Instruksikan pasien untuk
pemeriksaan keton urinenya jika
glukosa darah lebih tinggi dari 250
mg/dL
Diskusikan tentang rencana diet,
penggunaan makanan tinggi serat dan
cara untuk melakukan diluar rumah
Melakukan pemeriksaan gula darah oleh
diri sendiri 4 kali atau lebih dalam setiap
harinya memungkinkan fleksibilitas dalam
perawatan diri, meningkatkan kontrol
kadar gula darah dengan lebih ketat (mis.,
60-150 mg/dL) dan dapat
mencegah/mengurangi perkembangan
komplikasi jangka panjang.
Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet
akan membantu pasien dalam
merencanakan makan/mentaati program.
Serat dapat memperlambat absorpsi
glukosa yang akan menurunkan fluktuasi
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Tinjau ulang program pengobatan
meliputi awitan, puncak dan lamanya
dosis insulin yang diresepkan, bila
disesuaikan dengan pasien atau
keluarga
kadar gula dalam darah, tetapi dapat
menyebabkan ketidaknyamanan pada
saluran cerna, flatus meningkat dan
mempengaruhi absorpsi vitamin/mineral.
Pemahaman tentang semua aspek yang
digunakan obat meningkatkan penggunaan
yang tepat. Algoritme dosis dibuat yang
masuk dalam perhitungan dosis obat yang
dibuat selama evaluasi rawat inap : jumlah
dan jadwal aktivitas fisik biasanya,
perencanaan makan. Dengan melibatkan
rang terdekat/sumber untuk pasien
Mengindentifikasikan pemahaman dan
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Tinjau kembali pemberian insulin oleh
pasien sendiri dan perawatan terhadap
peralatan yang digunakan. Berikan
kesempatan pada pasien untuk
mendemonstrasikan prosedur tersebut
(mis., menentukan daerah penyuntikan
dan cara menyuntik atau penggunaan
alat suntik pompa kontinu)
Tekankan pentingnya
kebenaran dari prosedur atau masalah yang
potensial dapat terjadi (seperti penglihatan,
daya ingat dan sebagainya) sehingga solusi
alternatif dapat ditentukan untuk
pemberian insulin tersebut
Membantu dalam menciptakan gambaran
nyata dari keadaan pasien untuk
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
mempertahankan pemeriksaan gula
darah setiap hari, waktu dan dosis
obat, diet, aktivitas, perasaan/sensasi
dan peristiwa dalam hidup
Diskusikan faktor-faktor yang
memegang peranan dalam kontrol DM
tersebut, seperti latihan (aerobuk
versus isometrik), stres, pembedahan
dan penyakit tertentu. Lihat kembali
aturan “Sick Day”
melakukan kontrol penyakitnya dengan
lebih baik dan meningkatkan perawatan
diri/kemandiriannya
Informasi ini akan meningkatkan
pengendalian terhadap DM dan dapat
sangat menurunkan berulangnya kejadian
ketoasidosis. Catatan : latihan aerobik
(seperti berjalan, berenang) meningkatkan
keefektifan penggunaa insulin yang
menurunkan kadar gula darah dan
memperkuat sistem kardiovaskuler.
Perencanaan penanganan “Sick Day”
membantu mempertahankan keseimbangan
selama sakit, bedah minor, stres emosi
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Tinjau ulang pengaruh rokok pada
penggunaan insulin. Anjurkan pasien
untuk menghentikan merokok
yang berat atau beberapa keadaan yang
mungkin meningkatkan gula darah.
Nikotin mengkonstriksi pembuluh darah
kecil dan absorpsi insulin
diperlambat selama pembuluh darah ini
yang mengalami konstriksi. Catatan :
absorpsi insulin dapat diturunkan sampai
30% dibawah normal dalam 30 menit
pertama setelah merokok
Waktu latihan tidak boleh bersamaan
waktunya dengan kerja puncak insulin.
Makanan kudapan harus diberikan sebelum
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Buat jadwal latihan/aktivitas yang
teratur dan identifikasi hubungan
dengan penggunaan insulin yang perlu
menjadi perhatian
atau selama latihan sesuai kebutuhan dan
rotasi injeksi harus menghindari kelompok
otot yang akan digunakan unutk aktivitas
(mis. Daerah abdomen lebihdipilih
daripada paha atau lengan sebelum
melakukan jogging atau berenang) untuk
mencegah percepatan ambilan insulin.
Dapat meningkat deteksi dan pengobatan
lebih awal dan mencegah/mengurangi
kejadiannya. Cacatan : Hiperglikemia saat
bangun tidur dapat mencerminkan
fenomena fajar (indikasi perlunya insulin
tambahan) atau respons balik pada
hipoglikemia selama tidur (efek Somogyi)
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Identifikasi gejala hipoglikemia (mis.,
lemah, pusing, letargi, lapar, peka
rangsang, diaforesis, pucat, takikardia,
tremor, sakit kepala dan perubahan
mental) dan jelaskan penyebabnya
yang memerlukan penurunan dosis insulin
atau perubahan (mis. Pemberian makanan
kudapan pada malam hari). Pemeriksaan
kadar gula darah pada jam 3 pagi
membantu dalam mengidentifikasi
masalah yang spesifik.
Mencegah atau mengurangi komplikasi yg
berhubungan dgn neuropati perifer dan
/atau gangguan sirkulasi terutama selulitis,
gangren dan amputasi.
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Intruksikan pemeriksaan secara rutin
pd kaki dan perawatan kaki tsb.
Demonstrasikan cara pemeriksaan
kaki tsb ; inspekksi sepatu yg ketat dan
perawatan kuku, jaringan kalus dan
jaringan tanduk. Anjurkan penggunaan
stoking dgn bahan serat alamiah.
Tekankan pentingnya pemeriksaan
mata scr teratur terutama pd pasien yg
telah mengalami DM tipe I selama 5
Perubahan dlm penglihatan dpt terjadi scr
perlahan dan lebih sering pd pasien yg
jarang mengontrol DM. Masalah yg
mungkin terjadi termasuk perubahan dlm
ketajaman penglihatan dan mungkin
berkembang kearah retinopati dan
kebutaan.
Alat bantu adaptif telah dikembangkan 5
thn terakhir untuk membantu individu dgn
gangguan penglihatan DM nya sendiri dgn
lebih efektif.
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
tahun atau lebih
,,
Susun alat bantu penglihatan ketika
diperluakan, misal memperbesar garis
kala pd jarum insulin, instruksi dgn
cetakan besar, pengukur glukosa darah
sekali sentuh.
Diskusikan mengenai fungsi seksual
dan jawab semua pertanyaan pasien
Sering kali terjadi impoten (mungkin
gejala pertama dari DM). Catatan :
konseling dan /atau pegunaan penis
prostese mungkin bermanfaat.
Dapat mempercepat masuk kedalam pusat2
sistem kesehatan dan perawatan yg sesuai
dgn akibat komplikasi yg lebih kecil kpd
keadaan darurat.
Produktivitas mungkin menggunakan gula
atau beribtersaksi dgn obat2 yg diresepkan
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
atau orang terdekat.
Tekankan pentingnya penggunaan
gelang bertanda khusus
Rekomendasikan untuk tdk
mennggunakan obat2 yg dijual bebas
tanpa konsultasi dgn tenaga kesehatan
atau tidak boleh menggunakan obat
tanpa resep.
Membantu untuk mengontrol proses
penyakit dgn lebih ketat dan mencegah
eksaserbasi DM, menurunkan
perkembangan komplikasi sistemik.
Intervensi segera dapat mencegah
perkembangan komplikasi yg lebih serius
atau komplilkasi yg mengancam kehidupan
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Diskusikan pentingnya melakukan
evaluasi secara teratur dan jawab
pertanyaan pasien orang orang
terdekat
Lihat kembali tanda aatu gejala yg
memerlukan evaluasi scr medik, spti
demam, pilek atau gejala flu, urin
keruh ataau berwarna pekat, nyeri
saluran kemih, penyembuhan penyakit
lama, perubahan sensori (nyeri atau
kesemutan) pada ekstremitas bawah,
perubahan pd kadar gula darah dan
munculnya keton pd urin
Meningkatkan relaksasi dan pengendalian
thd respon stres yg dpt membantu untuk
membatasi peristiwa ketidakseimbangan
glukosa atauy insulin
Dukungan kontinyu biasanya penting
untuk menopang perubahan gaya hidup
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Demonstrasikan teknik penanganan
stres, seperti latiahn napas dalam,
bimbinbgan imaginasi, mengalihkan
perhatian
Identikasi sumber2 yg ada
dimasyarakat, bila ada
dan meningkatkan penerimaan diri sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Chernecky, Schumacher . 2005. Critical care & emergency nursing. USA.
Elsevier Science
Boswick, John A. 1998. Kep. Gawat Darurat (Emergency Care). Jakarta:
EGC
DR. Paul Belchetic & DR. Peter J Hammond. 2005. Diabetes and
Endokrinology. Mosby
Prof. DR. H. Tabrani. 2008. Agenda Gawat Darurat (critical care).
Bandung. PT Alumni