lp bph

36
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar  1. Pengertian Hiperplasia Prostat Benigna (BPH) adalah kondisi patologis yang  paling umu m pada pria lansia dan penye bab kedua yang paling sering untu k inte rve nsi me dis pa da pr ia di at as us ia 60 ta hun (Brunne r & Suddarth, 1999). BP H adala h pe mb esaran pr og re sif da ri ke len jar prosta t yang menye babkan berbagai derajat obstru ksi uretral dan pembat asan aliran urinarius (Doenges, 2000). Dahulu disebut juga sebagai hipertrofi prostat jinak (  Benign Pro stat  Hipertropy = BP H) , is ti la h hi pe rt ro fi ka rena ya ng te rj ad i ad al ah hiperplasia kelenjar periuretral yang mendesak jaringan prostat yang asli ke periper dan menjadi simpai bedah (Mansjoer, Arief, 2000). 2. Anatomi dan fisiologi a. Anatomi P rostat Mer upak an kele njar yang ber ada dib awa h ves ika urinaria mel ekat  pada d inding bawah vesika urinaria disekit ar uretra b agian a tas. Kelenjar prostat kira-kira sebesar buah kenari, berat prostat pada orang dewasa norma l kira -kira 20 gram, yang letak nya retr ope ritonial, 6

Upload: burhan-husein

Post on 20-Jul-2015

599 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 1/36

 

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar  

1. Pengertian

Hiperplasia Prostat Benigna (BPH) adalah kondisi patologis yang

 paling umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering

untuk intervensi medis pada pria di atas usia 60 tahun (Brunner &

Suddarth, 1999).

BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat yang

menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran

urinarius (Doenges, 2000).

Dahulu disebut juga sebagai hipertrofi prostat jinak ( Benign Prostat 

 Hipertropy = BPH), istilah hipertrofi karena yang terjadi adalah

hiperplasia kelenjar periuretral yang mendesak jaringan prostat yang asli

ke periper dan menjadi simpai bedah (Mansjoer, Arief, 2000).

2. Anatomi dan fisiologi

a. Anatomi Prostat

Merupakan kelenjar yang berada dibawah vesika urinaria melekat

 pada dinding bawah vesika urinaria disekitar uretra bagian atas.

Kelenjar prostat kira-kira sebesar buah kenari, berat prostat pada orang

dewasa normal kira-kira 20 gram, yang letaknya retroperitonial,

6

Page 2: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 2/36

 

melingkari leher kandung kemih dan uretral dan terdiri dari kelenjar 

majemuk, saluran-saluran dan otot polos.

Kelenjar prostat, merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30 – 50

kelenjar, yang terbagi atas lima lobus, yaitu lobus posterior, medius,

anterior dan dua lobus lateral, tetapi selama perkembangan selanjutnya

ketiga lobus posterior bersatu dan disebut lobus medius saja. Pada

 penampang, lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu

kecil dan lobus-lobus lain tampak homogen berwarna keabu-abuan,

dengan kista kecil-kecil berisi cairan seperti susu. Kista-kista ini ialah

kelenjar-kelenjar postat.

 b. Fisiologi

Prostat ialah suatu alat tubuh yang bergantung pengaruh endokrin dan

dapat dianggap imbangan (counterpart ) dari pada payudara pada

wanita. Fungsi kelenjar prostat, menambah cairan alkalis pada cairan

seminalis, yang berguna melindungi spermatozoa terhadap tekanan

yang terdapat pada uretra.

3. Etiologi

Penyebab BPH belum jelas, namun terdapat faktor risiko umur dan

hormon androgen. Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada

 pria usia 30 – 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan

terjadi perubahan patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun

keatas (Mansjoer Arief, 2000).

7

Page 3: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 3/36

 

4. Patogenesis

Menurut Mansjoer Arif (2000), ialah :

a. Teori Dehidrostetosteron (DHT)

Telah disepakati bahwa aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron

menjadi dehidrotestosteron dalam sel prostat menjadi faktor terjadinya

 penetrasi DHT kedalam inti sel yang dapat menyebabkan inskripsi

 pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesis protein. Proses

reduksi ini difasilitasi oleh enzim 5-a-reduktase.

 b. Teori Hormon

Estrogen berperan pada inisiasi dan maintenance pada prostat

manusia.

c. Faktor interaksi stroma dan epitel

Hal ini banyak dipengaruhi oleh  growth factor. Basic Fibroblast 

Growth Factor (b-FGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan

dengan konsentrasi yang lebih besar pada klien dengan pembesaran

 prostat jinak. b-FGF dapat dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi,

ejakulasi atau infeksi.

d. Teori kebangkitan kembali (reawakening)

atau reinduksi dari kemampuan mesenkim sinus urogenital untuk 

 berproliferasi dan membentuk jaringan prostat.

. Patofisiologi

Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga

 perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada

8

Page 4: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 4/36

 

tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-

 buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan

merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan

destrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka

destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak 

mampu lagi untuk berkontraksi lagi sehingga terjadi retensio urine, yang

selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih

atas.

Adapun patofisiologi dari masing–masing gejala awal BPH adalah:

a. Penurunan kekuatan dan kaliber aliran yang disebabkan resistensi

uretra adalah gambaran awal dan menetap dari BPH.

 b.  Hesitancy terjadi karena destrusor membutuhkan waktu yang lama

untuk dapat melawan resistensi uretra.

c.  Intermittency terjadi karena destrusor tidak dapat mengatasi resistensi

uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum puas

sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urine yang banyak dalam

 buli-buli.

d. Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap

 pada tiap miksi sehingga interval pada tiap miksi lebih pendek.

e. Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena

hambatan normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra

 berkurang selama tidur.

9

Page 5: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 5/36

 

f. Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh

ketidakstabilan destrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.

g. Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan

 berkembangnya penyakit urine keluar sedikit-sedikit secara berkala

karena setelah buli-buli mencapai compliance maksimum, tekanan

dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan sfingter.

Skema Patofisiologi (Mansjoer, Arief (2000)

Bertambahnya Usia

Reaksi enzim 5-a-reduktase Produksi testosteron Reaksi enzim

Menuurun aromatase

DHT Konversi testosteron menjadi estrogen

DHT reseptor kompleks Tidak seimbang

dalam sitoplasma sel prostat

Inti sel Testosteron menurun Estrogen meningkat

RNA

Sintesis protein

Proliferasi sel

Pembesaran prostat

Perubahan pada Traktus urinarius Rangsangan pada vesika

akibat resistensi

Uretra Tonus trigonum kekuatan kontraksi

dan leher vesika destrusor  

10

Page 6: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 6/36

 

Fase kompensasi (penebalan destrusor ) Kontraksi vesika meningkat

walaupun belum penuh

Dekompensasi otot destrusor 

Iritasi mukosa

 Nyeri akut

Kekuatan kontraksi destrusor menurun

Dekompensasi otot destrusor menurun/gagal

Dengan gejala obstruksi :

1) Hesitency

2) Intermittency

3) Terminal dribbling

4) Pancaran lemah

5) Rasa belum puas sehabis miksi

Urine sisa

Prostatektomi

Post operasi

Terpasang kateter irigasi bladder luka operasi konsumsi minum

Tekanan dan Kurang 2500 ml/24 jam 2500-3000 ml/24 jam

iritasi kateter urine sedikit banyak terbentuk urine

/ balon terbentuk aliran urine lancar  

 Nyeri akut aliran urine tidak lancar bekuan darah tidak 

 bekuan darah terbentuk terbentuk 

 

11

1) Nokturia, Urgency, Disuria

2) Frekuensi meningkat

Page 7: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 7/36

 

Retensi urine

Distensi bladder perdarahan nyeri bladder perembesan urine

6. Manifestasi klinis

Biasanya pembesaran prostat jinak, dikenal sebagai Lower Urineary

Tract Symptoms (LUTS) dibedakan menjadi gejala iritatif dan obstruktif 

(Mansjoer Arief, 2000).

a. Gejala iritatif :

1) Sering miksi (frekuensi).

2) Terbangun untuk miksi pada malam hari (nocturia).

3) Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgency).

4) Nyeri pada saat miksi (disuria).

 b. Gejala obstruktif :

1) Pancaran melemah.

2) Rasa tidak lampias sehabis miksi.

3) Kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitency).

4) Harus mengedan ( straining ).

5) Miksi terputus-putus (intermittency).

6) Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urine

dan inkontinensia urine karena overflow.

Selain gejala diatas, gejala generalisata mungkin juga tampak 

termasuk keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman

 pada epigastrik.

12

Page 8: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 8/36

 

Gejala dan tanda pada klien yang telah lanjut penyakitnya, misalnya

gagal ginjal, yang dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah,

denyut nadi, respirasi, foetor uremik, perikarditis, ujung kuku yang pucat,

tanda-tanda penurunan mental serta neuropati perifer. Bila sudah terjadi

hidronefrosis atau pionefrosis, ginjal teraba dan ada nyeri di Costo

Vertebrae Angularis (CVA). Buli-buli yang distensi dapat dideteksi

dengan palpasi dan perkusi.

Pemeriksaan penis dan uretra penting untuk mencari etiologi dan

menyingkirkan diagnosis banding seperti sriktur, karsinoma, stenosis

meatus atau fimosis.

Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa

urine setelah miksi spontan, sisa urine diukur dengan cara mengukur sisa

urine yang masih dapat dikeluarkan dengan kateterisasi. Sisa urine lebih

dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan

inter vensi pada hipertropi prostat (Mansjoer Arief, 2000 : 332).

7. Pemeriksaan penunjang

Menurut Mansjoer Arief, (2000) pemeriksaan penunjang pada penyakit

BPH, meliputi :

a. Pemeriksaan laboratorium

Analisis urine dan pemeriksaan mikroskopik urine penting untuk 

melihat adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri

harus diperhitungkan etiologi lain seperti keganasan pada saluran

kemih, batu, infeksi saluran kemih.

13

Page 9: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 9/36

 

Elektrolit, kadar ureum, dan kreatinin darah merupakan informasi

dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik.

Pemeriksaan  Prostat Spesifik Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar 

 penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan.

 b. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan yang biasanya dilakukan adalah foto polos abdomen,

 pielografi intravena, USG dan sistoskopi, tujuannya adalah untuk 

memperkirakan volume BPH.

8. Diagnosis Banding

Kelemahan otot destrusor dapat disebabkan oleh kelainan saraf 

(kandung kemih neurologik), misalnya pada lesi medula spinalis,

neuropati diabetes, bedah radikal yang mengorbankan persarafan didaerah

 pelvis, dan penggunaan obat-obatan (penenang, penghambat reseptor 

ganglion dan parasimpatik).

Kekakuan leher buli-buli dapat disebabkan oleh proses fibrosis.

Resistensi uretra dapat disebabkan oleh pembesaran prostat (jinak atau

ganas), tumor dileher buli-buli, batu uretra dan striktur uretra.

9. Penatalaksanaan

Rencana pengobatan bergantung pada penyebab, keparahan

obstruksi, dan kondisi klien (Mansjoer Arief, 2000).

a.Observasi

14

Page 10: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 10/36

 

Dilakukan pada klien dengan keluhan ringan, nasehat yang

diberikan ialah mengurangi minum setelah makan malam untuk 

mengurangi nokturia, menghindari obat-obat dekongestan

(parasimpatolitik), dan mengurangi minum kopi dan tidak 

diperbolehkan minum alkohol.

 b.Terapi Medikamentosa

1) Penghambat adrenergik a

Obat yang biasa dipakai ialah prazosin, yang berfungsi untuk 

mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas

destrusor.

2) Penghambat 5-a-reduktase

Obat yang dipakai adalah finasteride. Golongan obat ini dapat

menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar 

akan mengecil.

3) Fitoterapi

Terapi Bedah

Waktu penanganan untuk tiap klien bervariasi tergantung berat

ringannya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi bedah,

yaitu :

1) Retensio urine berulang.

2) Hematuri.

3) Tanda penurunan fungsi ginjal.

4) Infeksi saluran kemih berulang.

15

Page 11: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 11/36

 

5) Tanda-tanda obstruksi berat, yaitu

divertikel, hidroureter, dan hidronefrosis.

6) Ada batu saluran kemih.

Engram, Barbara (1999) menyebutkan ada empat cara pembedahan

 prostatektomi, masing-masing dengan hasil yang berbeda, yaitu:

1). Transurethral Resection of the Prostate (TURP)

a). Jaringan abnormal diangkat melalui rektoskop yang

dimasukan melalui uretra.

 b). Tidak dibutuhkan balutan setelah operasi.

c). Dibutuhkan kateter foley setelah operasi.

2). Prostatektomi suprapubik 

a) Penyayatan perut bagian bawah dibuat melalui leher 

kandung kemih.

 b) Diperlukan verban luka drainase, kateter foley dan

kateter suprapubik setelah operasi.

3). Prostatektomi retropubis

a). Penyayatan dilakukan pada perut bagian bawah.

 b). Tidak ada penyayatan pada kandung kemih.

c). Diperlukan balutan luka, foley kateter, dan drainase.

4). Prostatektomi perineal

a). Penyayatan dilakukan diantara skrotum dan anus.

 b). Digunakan jika diperlukan prostatektomi radikal.

c). Vasektomi dilakukan sebagai pencegahan epididimistis.

16

Page 12: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 12/36

 

d). Persiapan buang hajat diperlukan sebelum operasi

(pembersihan perut, enema, diet rendah sisa dan antibiotik).

e). Setelah operasi balutan perineal dan pengeringan luka

(drainase) dilekatkan pada tempatnya kemudian dibutuhkan

rendam duduk.

d. Terapi Invasif Minimal

1) Transurethral Microwave

Thermotherapy (TUMT).

2) Dilatasi Balon Transurethral

(TUBD).

3) High-instensity Focused

Ultrasound.

4) Ablasi jarum Transuretra.

5) Stent Prostat.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Proses Keperawatan adalah proses yang terdiri dari lima tahap, yaitu

 pengkaji, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi

(Doenges, 2000).

1. Pengkajian

Menurut Doenges, (2000), pengkajian pada klien dengan Hiperplasia

Prostat Benigna, meliputi :

a. Sirkulasi darah

Tanda : Peninggian tekanan darah (efek pembesaran ginjal).

17

Page 13: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 13/36

 

 b. Eliminasi

Gejala : Penurunan kekuatan / dorongan aliran urine; tetesan, keragu-

raguan pada berkemih awal, ketidakmampuan untuk 

mengosongkan kandung kemih dengan lengkap; dorongan

dan frekuensi berkemih, nokturia, disuria, hematuri, duduk 

untuk berkemih, inpeksi saluran kemih berulang, riwayat batu

(stasis urinaria), konstipasi (protrusi prostat kedalam rektum).

c. Makanan / cairan

Gejala : Anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan.

d. Nyeri / kenyamanan

Gejala : Nyeri Suprapubis, panggul, atau punggung; tajam, kuat, nyeri

 punggung bawah.

e. Keamanan

Gejala : Demam.

f. Seksualitas

Gejala : Masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan

seksual, takut inkontinensia/menetes selama hubungan intim,

 penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi.

g. Penyuluhan / pembelajaran

Gejala : Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal,

 penggunaan antihipertensi atau antidepresan, antibiotik 

urinarius atau agen antibiotik, obat yang diual bebas untuk 

flu/alergi obat mengandung simpatomimetik.

18

Page 14: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 14/36

 

Pertimbangan pemulangan :

Memerlukan bantuan dengan manajemen terapi, contoh

cateter.

h. Pemeriksaan Diagnostik 

1) Urinalisa : Warna kuning, coklat gelap, atau terang (berdarah);

 penampilan keruh; pH 7 atau lebih besar (menunjukkan infeksi);

 bakteri.

2) Kultur urine : Dapat menunjukkan Staphylococcus aureus,

Proteus, Klebsiella, Pseudomonas atau Escherchia coli.

3) Sitologi urine : Untuk mengesampingkan kanker kandung

kemih.

4) BUN / Kreatinin : Meningkat bila fungsi ginjal dipengaruhi.

5) Asam fosfat serum / antigen khusus prostatik : Peningkatan

karena pertumbuhan selular dan pengaruh hormonal pada kanker 

 prostat (dapat mengidentifikasikan metastase tulang).

6) Sel Darah Putih (SDP) : Mungkin lebih besar dari 11.000 mm3,

mengidentifikasikan infeksi bila klien tidak imunosupresi.

7) Penentuan kecepatan aliran Urine : Mengkaji derajat obstruksi

kandung kemih.

8) IVP dengan film pasca berkemih : Menunjukkan perlambatan

 pengosongan kandung kemih dan penebalan abnormal otot

kandung kemih.

19

Page 15: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 15/36

 

9) Sistouretrografi berkemih : Digunakan sebagai ganti IVP untuk 

memvisualisasi kandung kemih dan uretra karena ini

menggunakan bahan kontras lokal.

10) Sistogram : Mengukur tekanan dan volume dalam kandung

kemih untuk mengidentifikasi disfungsi yang tak berhubungan

dengan BPH.

11) Sistouretroskopi : Untuk menggambarkan derajat pembesaran

 prostat dan dan perubahan dinding kandung kemih (kontra

indikasi pada adanya infeksi saluran kemih (ISK) akut

sehubungan dengan risiko sepsis gram negatif).

12) Sistometri : Mengevaluasi fungsi otot destrusor dan tonusnya.

13) Ultrasound transrektal : Mengukur ukuran prostat, jumlah residu

urine; melokalisasi lessi yang tak berhubungan dengan BPH.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinik mengenai respon

individu, keluarga, dan komunitas terhadap masalah kesehatan/proses

kehidupan yang aktual dan potensial (Doenges, 2000).

Menurut Doenges (1999), diagnosa keperawatan yang muncul pada

klien dengan BPH, yaitu:

a. Diagnosa keperawatan Pra operasi

1) Retensi urine (akut/kronik) berhubungan dengan obstruksi

mekanik; pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor,

20

Page 16: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 16/36

 

ketidak mampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan

adekuat.

2) Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi

kandung kemih, kolik ginjal; infeksi urinaria; terapi radiasi.

3) Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan

 berhubungan dengan pasca obstruksi urine dari drainase cepat

kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis, Endokrin:

ketidak seimbangan elektrolit (disfungsi ginjal).

4) Ketakutan/ansietas berhubungan dengan perubahan status

kesehatan; kemungkinan prosedur bedah, malu / hilang martabat

sehubungan dengan pemajanan genital sebelum, selama dan

sesudah tindakkan; masalah tentang kemampuan seksualitas.

5) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi,

 prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang

terpajan/mengingat; salah interpretasi informasi, tidak mengenal

sumber informasi, masalah tentang area sensitive.

 b. Diagnosa keperawatan Pasca operasi

1) Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi

mekanikal : bekuan darah, edema, trauma, prosedur bedah,

tekanan dan iritasi kateter/balon.

2) Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan

dengan area bedah vascular, kesulitan mengontrol perdarahan,

 pembatasan pemasukkan praoperatif.

21

Page 17: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 17/36

 

3) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur 

invasive: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih

sering, trauma jaringan, insisi bedah (contoh perineal).

4) Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih,

refleks spasme otot sehubungan dengan prosedur bedah dan/atau

tekanan dari balon kandung kemih (traksi).

5) Risiko disfungsi seksual sehubungan dengan situasi krisis

(inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan kateter,

keterlibatan area genital).

6) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi,

 prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang

terpajan/mengingat; salah interpretasi informasi, tidak mengenal

sumber informasi.

3. Perencanaan keperawatan

Perencanaan merupakan petunjuk untuk penanganan, aktivitas dan

tindakan yang membantu pasien dalam mencapai hasil yang diharapkan

(Doenges, 2000).

Menurut Doenges, (2000), rencana tindakan keperawatan pada klien

dengan Benigna Prostat Hiperplasia, adalah :

a. Pra operasi

1) Retensi urine (akut/kronik) berhubungan dengan obstruksi

mekanik; pembesaran prostate, dekompensasi otot destrusor,

22

Page 18: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 18/36

 

ketidak mampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan

adekuat.

Hasil yang diharapkan : Tidak teraba distensi kandung kemih

(bladder ), tidak ada retensi urine, menunjukkan residu paska

 berkemih kurang dari 50 ml, dan tidak adanya tetesan/kelebihan

cairan.

Rencana Tindakan :

a) Dorong klien untuk berkemih tiap 2 – 4 jam dan bila tiba-

tiba dirasakan.

 b) Tanyakan klien tentang inkontinensia stress.

c) Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan.

d) Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih.

e) Perkusi dan palpasi daerah suprapubik.

f) Dorong pemasukan cairan sampai 3000 ml sehari, dalam

toleransi jantung bila di indikasikan.

g) Awasi tanda vital dengan ketat.

h) Berikan / dorong kateter lain dan perawatan perineal.

i) Berikan rendam duduk sesuai indikasi.

 j) Kolaborasi : berikan obat sesuai indikasi (antispasmodic).

Rasionalisasi :

a) Meminimalkan retensi urine distensi berlebihan pada kandung kemih.

23

Page 19: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 19/36

 

 b) Tekanan uretral tinggi menghambat pengosongan kandung kemih atau dapat

menghambat berkemih sampai tekanan abdominal meningkat cukup untuk 

mengeluarkan urine secara tidak sadar.

c) Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi.

d) Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas, yang dapat

mempengaruhi fungsi ginjal.

e) Distensi kandung kemih dapat dirasakan didaerah suprapubik.

f) Peningkatan aliran cairan, mempertahankan perfusi ginjal

dan membersihkan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.

g) Kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eliminasi cairan dan akumulasi

sisa toksik.

h) Menurunkan risiko infeksi asenden.

i) Meningkatkan relaksasi otot, penurunan edema, dan dapat

meningkatkan upaya berkemih.

 j) Menghilangkan spasme kandung kemih sehubungan dengan

iritasi oleh kateter.

2) Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung

kemih, kolik ginjal; infeksi urinaria; terapi radiasi.

Hasil yang diharapkan : Klien tampak rileks, mampu untuk 

istirahat / tidur dengan tepat, klien mengatakan sakitnya berkurang

atau hilang.

Rencana Tindakan :

24

Page 20: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 20/36

 

a) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 – 10)

lamanya.

 b) Plester selang drainase pada paha dan kateter pada abdomen

(bila traksi tidak diperlukan).

c) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.

d) Berikan tindakan kenyamanan, contoh: pijatan punggung,

membantu klien melakukan posisi yang nyaman dan dorong penggunaan relaksasi /

latihan napas dalam.

e) Dorong menggunakan rendam duduk dengan menggunakan

air hangat.

Kolaborasi :

f) Masukkan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase.

g) Berikan obat sesuai indikasi: antispasmodic dan sedative

kandung kemih, serta narkotik sesuai indikasi.

Rasionalisasi :

a) Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan

 pilihan / keefektifan intervensi.

 b) Mencegah penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan

 penis-skrotal.

c) Tirah baring mungkin diperlukan pada awal fase retensi

akut. Namun ambulasi dini dapat memperbaiki pola berkemih normal dan

menghilangkan nyeri kolik.

25

Page 21: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 21/36

 

d) Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian,

dan dapat meningkatkan kemampuan koping.

e) Meningkatkan relaksasi otot.

f) Pengaliran kandung kemih menurunkan tegangan dan

kepekaan kelenjar.

g) Menghilangkan kepekaan kandung kemih, diberikan untuk  

menghilangkan nyeri berat, memberikan relaksasi mental dan fisik.

3) Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan

dengan pasca obstruksi diuresis dari drainase cepat kandung kemih

yang terlalu distensi secara kronis, Endokrin : ketidak seimbangan

elektrolit (disfungsi ginjal).

Hasil yang diharapkan : Mempertahankan hidrasi adekuat

dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian

kapiler baik, dan membrane mukosa lembab.

Rencana Keperawatan :

a) Awasi keluaran dengan hati-hati, tiap jam bila diindikasikan.

Perhatikan keluaran urine 100-200 ml/jam.

 b) Dorong peningkatan pemasukan oral berdasarkan kebutuhan

individu.

c) Awasi tekanan darah, nadi dengan sering serta evaluasi

 pengisisan kapiler dan membrane mukosa.

d) Kolaborasi tentang pemberian cairan infus sesuai kebutuhan.

26

Page 22: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 22/36

 

4) Ketakutan/ansietas berhubungan dengan perubahan status

kesehatan; kemungkinan prosedur bedah, malu / hilang martabat

sehubungan dengan pemajanan genital sebelum, selama dan

sesudah tindakkan; masalah tentang kemampuan seksualitas.

Hasil yang diharapkan : Menyatakan pengetahuan yang akurat

tentang situasi, menunjukkan rentang tepat perasaan dan

 penurunan cemas.

Rencana Tindakan :

a) Selalu ada untuk klien

 b) Buat hubungan saling percaya dengan klien / orang terdekat.

c) Berikan informasi tentang prosedur dan tes khusus dan apa

yang terjadi, contoh; kateter, urine berdarah, iritasi kandung kemih, ketahui

sebelum banyak informasi yang diinginkan klien.

d) Pertahankan prilaku nyata dalam melakukan prosedur /

menerima klien, lindungi privacy klien.

e) Dorong klien / orang terdekat untuk menyatakan masalah /

 perasaan.

f) Beri penguatan informasi klien yang telah diberikan

sebelumnya.

Rasionalisasi :

a) Menunjukkan perhatian dan keinginan untuk membantu.

 b) Membantu dalam diskusi tentang subyek sensitive.

27

Page 23: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 23/36

 

c) Membantu klien memahami tujuan dari apa yang dilakukan

dan mengurangi masalah karena ketidaktahuan.

d) Menyatakan penerimaan dan menghilangkan rasa malu

klien.

e) Mendefinisikan masalah, memberikan kesempatan untuk  

menjawab pertanyaan, memperjelas kesalahan konsep dan solusi pemecahan

masalah.

f) Memungkinkan klien untuk menerima kenyataan dan

menguatkan kepercayaan kepada pemberi perawatan dan pemberi informasi.

5) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi,

 prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang

terpajan/mengingat; salah interpretasi informasi, tidak mengenal

sumber informasi, masalah tentang area sensitive.

Hasil yang diharapkan : menyatakan pemahaman proses penyakit,

mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala proses penyakit,

 berpartisifasi dalam program pengobatan.

Rencana Tindakan :

a) Kaji ulang proses penyakit, pengalaman klien.

 b) Dorong menyatakan rasa takut/perasaan dan perhatian.

c) Berikan informasi bahwa kondisi tidak ditularkan secara

seksual.

d) Anjurkan untuk menghindari makanan berbumbu, kopi,

alkohol, mengemudi mobil lama, pemasukan cairan cepat (terutama alkohol).

28

Page 24: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 24/36

 

e) Bicarakan masalah seksual, contoh bahwa selama episode

akut, koitus dihindari tetapi mungkin membantu dalam pengobatan kondisi kronis.

f) Berikan informasi tentang anatomi dasar seksual, dorong

 pertanyaan dan tingkatkan dialog tentang masalah.

g) Kaji ulang tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik,

contoh urine keruh, berbau; penurunan haluaran urine, ketidakmampuan untuk 

 berkemih; adanya demam/menggiggil.

h) Diskusikan perlunya pemberitahuan pada perawat kesehatan

lain tentang diagnosa.

i) Beri penguatan pentingnya evaluasi medik untuk sedikitnya

6 bulan sampai 1 tahun, termasuk pemeriksaan rectal, urinalisa.

Rasionalisasi :

a) Memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat

membuat pilihan informasi terapi.

 b) Membantu klien mengalami perasaan dapat merupakan

rehabilitasi vital.

c) Mungkin merupakan ketakutan yang tidak dibicarakan.

d) Dapat menyebabkan iritasi prostate dengan masalah

kongesti. Peningkatan tiba-tiba pada aliran urine dapat menyebabkan distensi

kandung kemih dan hilang tonus kandung kemih, mengakibatkan episode retensi

urinaria akut.

29

Page 25: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 25/36

 

e) Aktivitas seksual dapat meningkatkan nyeri selama episode

akut tetapi dapat memberikan suatu masase pada adanya penyakit kronis.

f) Memiliki informasi tentang anatomi membantu klien

memahami implikasi tindakan lanjut, sesuai dengan afek penampilan seksual.

g) Intervensi cepat dapat mencegah komplikasi lebih serius.

h) Menurunkan resiko terapi tidak tepat, contoh : penggunaan

dekongestan, antikolinergik, dan antidepresan meningkatkan retensi urine dan dapat

mencetuskan episode akut.

i) Hipertropi kadang berulang dan/atau infeksi (disebabkan

oleh organisme yang sama atau berbeda) tidak umum dan akan memerlukan

 perubahan terapi untuk mencegah komplikasi serius.

 b. Pasca Operasi

1) Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi

mekanikal: bekuan darah, edema, trauma, prosedur bedah, tekanan

dan iritasi kateter/balon.

Hasil yang diharapkan : Klien menunjukkan prilaku yang

meningkatkan kontrol kandung kemih / urinaria, tidak ada retensi

urine, menunjukan residu paska berkemih kurang dari 50 ml, dapat

 berkemih dengan posisi normal.

Rencana Tindakan :

a) Kaji keluaran urine dan sistem kateter / drainase, khususnya selama irigasi kandung

kemih.

30

Page 26: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 26/36

 

 b) Bantu klien memilih posisi normal untuk berkemih, contoh; berdiri, berjalan

kekamar mandi dengan frekuensi sering setelah kateter dilepas.

c) Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan aliran-aliran setelah kateter dilepas.

Perhatikan keluhan rasa penuh kandung kemih, ketidakmampuan berkemih,

urgency.

d) Anjurkan klien untuk berkemih bila terasa dorongan tetapi tidak lebih dari 2 – 4 jam

/ protocol.

e) Ukur volume residu bila ada kateter suprapubik.

f) Upayakan pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi.

g) Anjurkan klien untuk latihan perineal, contoh : mengencangkan bokong,

menghentikan dan memulai aliran urine.

h) Beri informasi pada klien bahwa penetesan setelah kateter dilepas masih ada dan

akan teratasi sesuai indikasi.

Kolaborasi :

i) Pertahankan irigasi kandung kemih continue (continuous bladder irrigation) sesuai

indikasi periode paska operasi dini.

Rasionalisasi :

a) Retensi dapat terjadi karena edema area bekuan darah, dan spasme kandung kemih.

 b) Mendorong pasase urine dan meningkatkan rasa normalitas.

c) Kateter biasanya dilepas 2 – 5 hari setelah bedah, tetapi berkemih dapat berlanjut

menjadi masalah untuk beberapa waktu karena edema uretral dan kehilangan tonus.

d) Berkemih dengan dorongan mencegah retensi urine.

31

Page 27: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 27/36

 

e) Mengawasi keefektifan pengosongan kandung kemih. Residu lebih dari 50 ml

menunjukkan perlunya kontinuitas kateter sampai tonus kandung kemih membaik.

f) Mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urine.

g) Membantu meningkatkan kontrol kandung kemih spingter, meminimalkan

inkontinensia.

h) Informasi membantu klien untuk menerima masalah. Fungsi normal dapat kembali

dalam waktu 2 – 3 minggu tetapi memerlukan sampai 8 bulan setelah pendekatan

 perineal.

i) Mencuci kandung kemih dari bekuan darah dan debris untuk mempertahankan

 patensi kateter / aliran urine.

2) Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan

dengan area bedah vascular, kesulitan mengontrol perdarahan,

 pembatasan pemasukkan praoperatif.

Hasil yang diharapkan : Mempertahankan hidrasi adekuat

dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian

kapiler baik, membrane mukosa lembab, dan keluaran urine tepat,

serta menunjukkan tak ada perdarahan aktif.

Rencana Tindakan :

a) Hindari manipulasi kateter berlebihan.

 b) Awasi pemasukkan dan pengeluaran.

c) Evaluasi warna dan konsistensi urine.

32

Page 28: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 28/36

 

d) Awasi tanda vital, perhatikan peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan tekanan

darah, diaforesis, pucat, perlambatan pengisian kapiler, dan membrane mukosa

kering.

e) Selidiki kegelisahan, kacau mental, perubahan perilaku.

f) Dorong pemasukkan cairan 3000 ml/hari kecuali kontraindikasi.

g) Hindari pengukuran suhu rectal dan menggunakan selang rectal / enema.

Kolaborasi :

h) Awasi pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, contoh Hb / Ht, jumlah sel darah

merah.

i) Pertahankan traksi kateter menetap; plester kateter di bagian dalam paha.

 j) Kendorkan traksi dalam 4 – 5 jam.

k) Berikan pelunak feses, laksatif sesuai indikasi.

Rasionalisasi :

a) Gerakan/penarikan kateter dapat menyebabkan perdarahan.

 b) Indicator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian.

c) Dapat mengidentifikasikan diskrasia darah atau masalah pembekuan darah.

d) Dehidrasi / hipovolemik memerlukan intervensi cepat untuk mencegah berlanjut ke

syock.

e) Dapat menunjukkan penurunan perfusi cerebral atau indikasi edema cerebral

karena kelebihan cairan selama prosedur TURP.

f) Membilas ginjal/kandung kemih dari bakteri dan debris tetapi dapat menyebabkan

intoksikasi cairan / kelebihan cairan bila tidak diawasi dengan ketat.

33

Page 29: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 29/36

 

g) Dapat mengakibatkan penyebaran iritasi terhadap dasar prostate dan peningkatan

tekanan kapsul prostat dengan resiko perdarahan.

h) Berguna dalam evaluasi kehilangan darah/kebutuhan penggantian.

i) Traksi terisi balon 30 ml diposisikan pada fosa uretral prostate akan membuat

tekanan pada aliran darah pada kapsul prostat untuk membantu

mencegah/mengontrol perdarahan.

 j) Traksi lama dapat menyebabkan trauma/masalah permanen dalam mengontrol

urine.

k) Pencegahan konstipasi/mengejan untuk defekasi menurunkan resiko perdarahan

rectal-perineal.

3) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur 

invasif : alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih

sering, trauma jaringan, insisi bedah (contoh perineal).

Hasil yang diharapkan : Mencapai waktu penyembuhan, dan tidak 

mengalami tanda infeksi.

Rencana Tindakan :

a) Pertahankan sistem kateter steril; berikan perawatan kateter regular dengan sabun

dan air, berikan salep antibiotik disekitar sisi kateter.

 b) Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggiggil, nadi dan pernapasan

cepat, gelisah, peka dan disorientasi.

c) Observasi drainase dari luka, sekitar kateter suprapubik.

d) Ganti balutan dengan sering (insisi supra/retropubik dan perineal), pembersihan dan

 pengeringan kulit sepanjang waktu.

34

Page 30: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 30/36

 

Kolaborasi :

e) Berikan antibiotik sesuai indikasi.

Rasionalisasi :

a) Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi/sepsis lanjut.

 b) Klien yang mengalami sistoskopi dan / atau TURP prostat berisiko untuk syock 

 bedah/septik sehubungan dengan manipulasi/instrumentasi.

c) Adanya drainase, insisi suprapubik meningkatkan risiko untuk infeksi, yang

diindikasikan dengan eritema, drainase purulen.

d) Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media pertumbuhan

 bakteri, peningkatan risiko infeksi luka.

e) Mungkin diberikan secara profilaktik sehubungan dengan peningkatan risiko infeksi

 pada Prostatektomy.

4) Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa kandung

kemih, refleks spasme otot sehubungan dengan prosedur bedah

dan/atau tekanan dari balon kandung kemih (traksi).

Hasil yang diharapkan : Melaporkan nyeri hilang / terkontrol,

menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas

terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu dan klien tampak 

rileks, tidur / istirahat dengan tepat.

Rencana Tindakan :

a) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 – 10).

 b) Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Pertahankan selang bebas dari

lekukan dan bekuan.

35

Page 31: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 31/36

 

c) Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi.

d) Berikan informasi akurat tentang kateter, drainase dan spasme kandung kemih.

e) Berikan tindakan kenyamanan (pengubahan posisi, pijatan punggung) dan aktivitas

aktivitas terapeutik. Dorong penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan napas

dalam, visualisasi, pedoman imajinasi.

f) Berikan rendam duduk atau lampu penghangat bila diindikasikan.

Kolaborasi :

g) Berikan antispasmodik.

Rasionalisasi :

a) Nyeri tajam, intermiten dengan dorongan berkemih / pasase urine sekitar kateter 

menunjukan spasme kandung kemih.

 b) Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, merurunkan risiko distensi /

spasme kandung kemih.

c) Menurunkan iritasi dengan mempertahankan aliran cairan konstan ke mukosa

kandung kemih.

d) Menghilangkan ansietas dan meningkatkan kerja sama dengan prosedur tertentu.

e) Menurunkan ketegangan otot, memfokuskan kembali perhatian, dan dapat

meningkatkan kemampuan kooping.

f) Merilekskan otot polos, untuk memberikan penurunan

spasme dan nyeri.

5) Risiko disfungsi seksual sehubungan dengan situasi krisis

(inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan kateter,

36

Page 32: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 32/36

 

keterlibatan area genital), ancaman konsep diri/perubahan status

kesehatan.

Hasil yang diharapkan : Klien tampak rileks dan melaporkan

ansietas menurun sampai tingkat dapat diatasi, menyatakan

 pemahaman situasi individual, menunjukan keterampilan

 pemecahan masalah.

Rencana Tindakan :

a) Berikan keterbukaan pada klien / orang terdekat untuk 

membicarakan tentang masalah inkontinensia dan fungsi

seksual.

 b) Berikan informasi akurat tentang harapan kembalinya fungsi seksual.

c) Diskusikan dasar anatomi. Jujur dalam menjawab pertanyaan klien.

d) Diskusikan ejakulasi retrograd bila pendekatan Transuretral/suprapubik digunakan.

e) Intruksikan latihan perineal dan interupsi/kontinue aliran urine.

Kolaborasi :

f) Rujuk ke penasehat seksual sesuai indikasi.

Rasionalisasi :

a) Dapat mengalami ansietas tentang efek bedah dan dapat menyembunyikan

 pertanyaan yang diperlukan. Ansietas dapat mempengaruhi kemampuan untuk 

menerima informasi yang diberikan sebelumnya.

 b) Impotensi fisiologis terjadi bila sarap perineal dipotong selama prosedur radikal;

 pada pendekatan lain, aktivitas seksual dapat dilakukan seperti biasa dalam 6 – 8

minggu.

37

Page 33: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 33/36

 

c) Sarap pleksus mengontrol aliran secara posterior ke prostat melalui kapsul. Pada

 prosedur yang tidak melibatkan kapsul prostat, impoten dan sterilitas biasanya tidak 

menjadi konsekuensi. Prosedur bedah mungkin tidak memberikan pengobatan

 permanen, dan hipertropi dapat berulang.

d) Cairan seminal mengalir kedalam kandung kemih dan disekresikan melalui urine.

Ini tidak mempengaruhi fungsi seksual tetapi akan menurunkan kesuburan dan

menyebabkan urine keruh.

e) Meningkatkan peningkatan pengontrolan otot kontinensia

urinaria dan fungsi seksual.

f) Masalah menetap/tidak teratasi memerlukan intervensi

 profesional.

6) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi,

 prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang

terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi, tidak mengenal

sumber informasi.

Hasil yang diharapkan : Menyatakan pemahaman prosedur bedah

dan pengobatan.

Rencana Tindakan :

a) Kaji implikasi prosedur dan harapan masa depan.

 b) Tekankan perlunya nutrisi yang baik; dorong konsumsi buah,

meningkatkan diet tinggi serat.

38

Page 34: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 34/36

 

c) Diskusikan pembatasan aktivitas awal, contoh; menghindari

mengangkat berat latihan keras, duduk / mengendarai kendaraan terlalu lama,

memanjat lebih dari dua dari tingkat tangga sekaligus.

d) Dorong kesinambungan latihan perineal.

e) Instruksikan perawatan kateter urine bila ada. Identifikasi

sumber alat/dukungan.

f) Kaji ulang tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik,

contoh; eritema, drainase purulen dari luka, perubahan dari karakter / jumlah urine,

adanya dorongan / frekuensi; perdarahan berat, demam / menggiggil.

Rasionalisasi :

a) Memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat

membuat pilihan informasi.

 b) Meningkatkan penyembuhan dan mencegah komplikasi,

menurunkan risiko perdarahan pascaoperasi.

c) Peningkatan tekanan abdominal / meregangkan yang

menempatkan stress pada kandung kemih dan prostat, menimbulkan risiko

 perdarahan.

d) Membantu kontrol urinaria dan menghilangkan

inkontinensia.

e) Meningkatkan kemandirian dan kompetensi dalam

 perawatan diri.

f) Intervensi cepat dapat mencegah komplikasi serius.

4. Pelaksanaan

39

Page 35: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 35/36

 

Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien post operasi prostat

mengacu pada rencana keperawatan yang sesuai dengan teori Doenges,

M.E. (2000), meliputi: mempertahankan homeostasis/stabilitas

hemodinamik, meningkatkan kenyamanan, mencegah komplikasi dan

memberikan informasi tentang prosedur bedah/prognosis, pengobatan dan

kebutuhan rehabilitasi.

Pada tahap pelaksanaan yang dilakukan adalah melaksanakan

tindakan-tindakan keperawatan yang telah direncanakan dan melakukan

 pendokumentasian semua tindakan yang telah dilakukan.

5. Evaluasi

Evaluasi asuhan keperawatan merupakan tahap akhir dari proses

keperawatan dalam rangkah mengevaluasi respon klien terhadap

 perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan

telah tercapai (Doenges, 2000).

Hasil akhir yang diharapkan dari perawatan klien post operasi

 prostat, adalah aliran urine baik/meningkat, nyeri hilang / terkontrol,

komplikasi tercegah / minimal, prosedur / prognosis, program terapi, dan

kebutuhan rehabilitasi dipahami (Doenges, 2000).

40

Page 36: Lp BPH

5/17/2018 Lp BPH - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/lp-bph-55b07dac84e60 36/36

 

41