loveintrique

19
PSIKOSASTRA (Aprilina Savitri) HAL 1 BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Pada hakitanya sebuah karya sastra adalah replika kehidupan nyata. Walaupun berbentuk fiksi, misalnya cerpen, novel, dan drama, persoalan yang disodorkan oleh pengarang tak terlepas dari pengalaman kehidupan nyata sehari- hari. Hanya saja dalam penyampaiannya, pengarang sering mengemasnya dengan gaya yang berbeda-beda dan syarat pesan moral bagi kehidupan manusia. Menurut Iswanto dalam Jabrohim (2003:59), “Karya sastra lahir di tengah- tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala- gejala sosial di sekitarnya.” Pendapat tersebut mengandung implikasi bahwa karya sastra (terutama cerpen, novel, dan drama) dapat menjadi potret kehidupan melalui tokoh-tokoh ceritanya. Meskipun demikian, karya sastra yang diciptakan pengarang kadang- kadang mengandung subjektivitas yang tinggi. Seperti dikemukakan oleh Siswantoro (2005:2) berikut ini. Imajinasi yang tertuang dalam karya sastra, meski dibalut dalam semangat kreativitas, tidak luput dari selera dan kecenderungan subjektif, aspirasi, dan opini personal ketika merespons objek di luar dirinya, serta muatan-muatan khas individualistik yang melekat pada diri penulisnya sehingga ekspresi karya bekerja atas dasar kekuatan intuisi dan khayal, selain kekuatan menyerap realitas kehidupan. Itulah sebabnya di dalam sebuah cerita, cerpen atau novel, seorang pengarang sering mengangkat fenomena yang terjadi di masyarakat. Dengan harapan para pembaca dapat mengambil hikmah dari fenomena tersebut. Pada dasarnya isi sebuah karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Sangat beragam perilaku manusia yang bisa dimuat dalam cerita. Kadang-kadang hal ini terjadi perulangan jika diamati secara cermat. Pola atau keterulangan inilah yang ditangkap sebagai fenomena dan seterusnya

Upload: dheluveli

Post on 17-Jul-2015

122 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

PSIKOSASTRA (Aprilina Savitri) HAL 1

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Pada hakitanya sebuah karya sastra adalah replika kehidupan nyata.

Walaupun berbentuk fiksi, misalnya cerpen, novel, dan drama, persoalan yang

disodorkan oleh pengarang tak terlepas dari pengalaman kehidupan nyata sehari-

hari. Hanya saja dalam penyampaiannya, pengarang sering mengemasnya dengan

gaya yang berbeda-beda dan syarat pesan moral bagi kehidupan manusia.

Menurut Iswanto dalam Jabrohim (2003:59), “Karya sastra lahir di tengah-

tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap

gejala-gejala sosial di sekitarnya.” Pendapat tersebut mengandung implikasi

bahwa karya sastra (terutama cerpen, novel, dan drama) dapat menjadi potret

kehidupan melalui tokoh-tokoh ceritanya.

Meskipun demikian, karya sastra yang diciptakan pengarang kadang-

kadang mengandung subjektivitas yang tinggi. Seperti dikemukakan oleh

Siswantoro (2005:2) berikut ini.

Imajinasi yang tertuang dalam karya sastra, meski dibalut dalam semangat

kreativitas, tidak luput dari selera dan kecenderungan subjektif, aspirasi, dan opini

personal ketika merespons objek di luar dirinya, serta muatan-muatan khas

individualistik yang melekat pada diri penulisnya sehingga ekspresi karya bekerja

atas dasar kekuatan intuisi dan khayal, selain kekuatan menyerap realitas

kehidupan. Itulah sebabnya di dalam sebuah cerita, cerpen atau novel, seorang

pengarang sering mengangkat fenomena yang terjadi di masyarakat. Dengan

harapan para pembaca dapat mengambil hikmah dari fenomena tersebut.

Pada dasarnya isi sebuah karya sastra memuat perilaku manusia melalui

karakter tokoh-tokoh cerita. Sangat beragam perilaku manusia yang bisa dimuat

dalam cerita. Kadang-kadang hal ini terjadi perulangan jika diamati secara cermat.

Pola atau keterulangan inilah yang ditangkap sebagai fenomena dan seterusnya

PSIKOSASTRA (Aprilina Savitri) HAL 2

diklasifikasikan ke dalam kategori tertentu seperti gejala kejiwaan, sosial, dan

masyarakat. Sebagai misal perilaku yang berhubungan gejala kejiwaan yaitu

fenomena rasa bersalah atau kebencian (hate). Pemahaman kalsifikasi emosi ini

dapat dilakukan dengan mengadakan pendekatan psikologis.

Menurut Semi (1993:79) bahwa pendekatan psikologis menekankan

analisis terhadap karya sastra dari segi intrinsik, khususnya pada penokohan atau

perwatakannya. Penekanan ini dipentingkan, sebab tokoh ceritalah yang banyak

mengalami gejala kejiwaan.

Secara kategori, sastra berbeda dengan psikologi, sebab sebagaimana

sudah kita pahami sastra berhubungan dengan dunia fiksi, drama, esai yang

diklasifikasikan ke dalam seni (art) sedang psikologi merujuk kepada studi ilmiah

tentang perilaku manusia dan proses mental. Meski berbeda, keduanya memiliki

titik temu atau kesamaan, yakni keduanya berangkat dari manusia dan kehidupan

sebagai sumber kajian. Bicara tentang manusia, psikologi jelas terlibat erat,

karena psikologi mempelajari perilaku. Perilaku manusia tidak lepas dari aspek

kehidupan yang membungkusnya dan mewarnai perilakunya. Hal ini dinyatakan

oleh Teeuw (1991:62-64), “Konvensi sastra merupakan alat yang mengarahkan

kemungkinan pemberian makna yang sesuai pada sebuah karya sastra.”

Novel atau cerpen sebagai bagian bentuk sastra, merupakan jagad realita di

dalamnya terjadi peristiwa dan perilaku yang dialami dan diperbuat manusia

(tokoh). Realita sosial, realita psikologis, realita religius merupakan terma-terma

yang sering kita dengar ketika seseorang menyoal novel sebagai realita

kehidupan. Secara spesifik realita psikologis sebagai misal, adalah kehadiran

fenomena kejiwaan tertentu yang dialami oleh tokoh utama ketika merespons atau

bereaksi terhadap diri dan lingkungan. Sebagai contoh, penampakan gejala

klasifikasi emosi dapat penulis temui di dalam novel Lovintrique oleh Wetry

Febrina. Tokoh utama “Stella dan Shelly” adalah dua orang remaja, yang serupa

tapi tak sama, sama-sama cantik, pintar dan menarik.

PSIKOSASTRA (Aprilina Savitri) HAL 3

Novel Lovintrique karangan Wetry Febrina sangat menarik bila dikaji

dengan pendekatan psikologis, khususnya dalam analisis klasifikasi emosi. Novel

ini mempunyai kelebihan di antaranya ialah dua tokoh utama cerita ternyata

mampu dan tegar menghadapi berbagai fenomena hidup meskipun di dalamnya

banyak terjadi konflik. Di lain pihak, melalui tokoh cerita pengarang ingin

menyampaikan pesan moral kepada pembaca bahwa pentingnya orang tua

memberikan pendidikan yang baik kepada anak. apa yang diperbuat oleh sang

tokoh cerita semata-mata akibat dari rasa frustrasi dan kecewa yang berat dengan

kedua orang tuanya.

Lovintrique adalah novel perdana Wetry Febrina, anak sulung dari enam

bersaudara yang lahir tepat dengan hari valentine. Penggemar Dasboard

Confessional dan Red Hot Chilli Peppers ini sudah hobi menulis sejak SMP.

Walau sejumlah cerpennya sudah pernah nongol di beberapa majalah dan tabloid,

ia tetap merasa belum bisa disebut penulis sebelum novelnya terbit.

Novel ini sangat menarik untuk di baca oleh remaja-remaja masa kini.

Banyaknya intrik dalam cerita menjadi kelebihan yang dimilki oleh novel

“Lovintrique”. Dan pelajaran dalam intrik novel ini bisa menjadi pelajaraan bagi

kita. Banyak pelajaran yang kita dapat ketika membaca novel karangan Wetry

Febrina. Orangtua adalah panutan bagi kita. Orangtua juga berperan penting

dalam pertumbuhan kita. Sehingga, orangtua seharusnya bisa menciptakan

suasana harmonis dalam keluarganya guna mencapai hidup rukun dan bahagia.

PSIKOSASTRA (Aprilina Savitri) HAL 4

LANDASAN TEORI

Klasifikasi Emosi

Kegembiraan, kemarahan, ketakutan, dan kesedihan kerap kali dianggap

sebagai emosi yang paling mendasar (primary emotions). Situasi yang

membangkitkan perasaan-perasaan tersebut sangat terkait dengan tindakan yang

ditimbulkannya dan mengakibatkan meningkat ketegangan (Krech, 1974:471).

Ciri khas yang menandai perasaan benci ialah timbulnya nafsu atau keinginan

untuk menghancurkan objek yang menjadi sasaran kebencian.

1) Konsep Rasa Bersalah

Bisa disebabkan oleh adanya konflik antara ekspresi impuls dan standar

moral (impuls expression versus moral standards)

2) Rasa Bersalah yang Dipendam

Dalam kasus rasa bersalah,seseorang cenderung merasa bersalah dengan

cara memendam dalam dirinya sendiri, memeng ia biasanya bersikap baik,

tetapi ia seorang yang buruk.

3) Menghukum diri sendiri

Perasaan bersalah yang paling menggangu adalah sebagaimana terdapat

dalam sikap menghukum diri sendiri, si individu terlihat sebagai sumber

dari sikap bersalah.

4) Rasa Malu

Timbulnya rasa malu tanpa terkait rasa bersalah

5) Kesedihan (Dukacita)

Berhubungan dengan kehilangan sesuatu yang penting atau bernilai.

6) Kebencian

Berhubungan erat dengan perasaan marah, cemburu dan iri hati.

7) Cinta

Perasaan cinta bervariasi dalam beberapa bentuk; intensitas pengalaman

pun memiliki rentang dari yang terlembut sampai kepada yang amat

PSIKOSASTRA (Aprilina Savitri) HAL 5

mendalam; derajat sayang yang paling tenang sampai pada gelora nafsu

yang kasar dan agitatif.

TUJUAN

1. Inggin mengetahui psikologi sastra yang terdapat dalam sebuah karya

sastra berbentuk novel, ditinjau dari metode, teori dan contoh kasus.

2. Mendeskripsikan secara lengkap bentuk klasifikasi emosi ditinjau dari

novel Lovintrique.

3. Menggambarkan kehidupan dalam novel ini melalui analisis klasifikasi

emosi.

MANFAAT

1. Manfaat keilmuan dalam kasus ini bersifat confirmatory (membenarkan)

bahwa ada hubungan antara psikologi dan sastra sebagai teori yang

dilontarkan oleh pakar-pakar sastra.

2. Memperoleh deskripsi bentuk klasifikasi emosi ditinjau dari segi novel

3. Menambah wawasan penulis mengenai psikologi dan sastra yang tepat

dalam sebuah proses berbahasa pada novel

4. Meningkatkan minat dan apresiasi bagi para pembelajar bahasa Indonesia

5. Menjadi referensi bagi penulis selanjutnya yang akan melakukan

penelitian pada novel

PSIKOSASTRA (Aprilina Savitri) HAL 6

BAB II

PEMBAHASAN

SINOPSIS

BAHAGIA DALAM KEDAMAIAN HIDUP

Ø Judul Novel : Lovintrique

Ø Nama Pengarang : Wetry Febriana

Ø Kota Terbit : Jl. Haji Montong No. 57 Ciganjur Jagakarsa

Jakarta Selatan 12630

Tlep. ( Hunting ) : (0271) 788 83030; Ext.: 213, 214, 216

Faks. (0271) 727 0996

E-mail : [email protected]

Situs web : www.mediakita.com

PSIKOSASTRA (Aprilina Savitri) HAL 7

Ø Jumlah Halaman : viii+150 halaman

Kebahagiaan, manusia yang hidup di dunia ini pasti ingin hidupnya

bahagia. Tidak ada seorangpun di dunia ini menginginkan hidup sengsara selama

hidupnya. Oleh karena itu demi mencapai hidup bahagia, kita harus berusaha dan

terus berusaha untuk menjalani hidup ini dengan sebaik mungkin. Dengan berusa

semaksimal kita pasti kita dapat merasakan bahagianya hidup ini.

Seperti yang dikisahkan dalam novel karangan Wetry Febrina ini, dua

anak manusia yang bernama Stella dan Shally. Mereka teman sebangku tapi

hubungan mereka mirip kucing dan tikus. Mereka memiliki sifat yang berbeda

jauh . Sama-sama cantik, sama-sama pintar. Dan sama-sama ingin menjalani

hidup yang bahagia. Stella, seorang selebritis yang sedang naik daun, selalu sibuk

dengan pekerjaannya yang sebenarnya menjadi selebritis bukan keinginannya. Dia

kehilangan masa remajanya, karena kesibukannya. Stella yang lahir dari

perselingkuhan mamanya. Papa Stella meninggal, Stella di jadikan ladang emas

oleh mamanya, Untuk menghidupi keluarganya. Stella merasa tersiksa dengan ini

semua.

Sedangkan Shally, orang yang cerdas tapi jutek abis, dan tidak suka

bersosialisasi, ternyata memendam alasan khusus untuk selalu menjadi juara

kelas. Ambisi Shally untuk menjadi juara kelas bukan tanpa alasan. Shally depresi

berat karena kedua orang tuanya mau bercerai, mama Shally seorang pecandu

narkoba, papa Shally seorang selebritis. Setelah perselingkuhan papa Shally

dengan seorang selebritis pendatang baru mencuat ke permukaan, keluarga Shally

semakin kacau. Itu lah penyebabnya kenapa Shally begitu membenci Stella karena

bagi Shally, artis tak lebih dari wanita murahan.

Hubungan Stella dan Shally semakin meruncing karena Jason, anak indo-

aussie yang membuat mereka jatuh hati. Jason lebih menyukai Stella daripada

Shally, tetapi Stella menolak Jason karena iba kepada Shally. Dia ingin Shally

yang mendapatkan Jason, terlebih lagi mama Shally koma karena mencoba

membunuh diri karena tidak tahan dengan kelakuan suaminya. Stella lebih

PSIKOSASTRA (Aprilina Savitri) HAL 8

memilih Robby lawan mainnya dalam sebuah sinetron, dengan tujuan Jason

berpaling dari Stella. Stella bertekat untuk memperbaiki hubungannya dengan

Shally, dengan mendonorkan darahnya untuk mama Shally. Karena pengorbanan

Stella, Shally pun luluh. Dan pada akhirnya mereka bersahabat. Orangtua Shally

rujuk, dan sekarang Stella tidak dituntut untuk berkarya di dunia hiburan. Mama

Stella lah yang kini menjadi selebritis. Dan kebahagiaan menjadi milik mereka.

UNSUR INTRINSIK

TEMA

Percintaan, Perjuangan hidup untuk mengapai kebahagiaan.

TOKOH DAN PENOKOHAN

Penokohan pada novel ini digambarkan oleh pengarang denagn

sangat jelas. Melalui cirri-ciri fisik maupun penggambaran sifat. Sifat

tokoh yang digunakan adalah Protagonis dan Tritagonis.

Stella Diatmojo : seorang gadis yang baik hati, pintar, berani

Shally Budianta : seorang gadis cerdas, galak, jutek, tidak

suka bersosialisasi

Mama Stella (Diana) : seorang ibu yang ambisisus, menjadikan

anaknya ladang uang baginya

Jason Jennings : kakak tiri dari Stella, pendendam

Robby : seorang pria baik, setia, tulus, rela

berkorban, sangat mencintai Stella

Marco Budianta : Ayah dari Shally, seorang aktor yang

terlibat perselingkuhan, namun akhirnya ia bertanggung jawab atas

perbuatannya.

ALUR :

Maju mundur (flash back) kaerena menceritakan kejadian

sekarang kemudian menceritakan kejadian masa yang telah

terlewati, kemudian menceritakan kembali kejadian sekarang.

LATAR

PSIKOSASTRA (Aprilina Savitri) HAL 9

TEMPAT : Rumah, Kompleks Perunahan, Sekolah, Perkotaan,

Rumah sakit, tempat Syuting, Restoran Padang Sederhana Baru,

Ruang Guru, Ruang Sidang, Mall

WAKTU : pagi, malam, 4.30am, 5.18 am, 6.45 pm, 10.45 am,

12.20 pm, 6.00 pm, 1.00 pm, 2.45 pm, 10.15 pm, 11.10 pm

SUASANA : bahagia, sedih, marah, cemburu, panik, hujan,

mendung, murung,

SUDUT PANDANG

Novel ini menggunakan Sudut pandang Stella dan Shally,

yaitu sudut pandang orang pertama, sudut pandang ini biasanya

menggunakan kata ganti aku atau saya. Dalam hal ini pengarang

seakan-akan terlibat dalam cerita dan bertindak sebagai tokoh

cerita.

GAYA BAHASA

Bahasa yang digunakan tidak terlalu berbelit-belit

mengikuti perkembangan zaman sekarang(modern) dan sesuai

dengan kondisi remaj sekarang, sehingga, memudahkan kita untuk

memahami isi novel ini.

Kata Ganti Orang

Kata-kata ganti orang yang digunakan dalam Lovintrique adalah

gue, loe, saya, aku, kamu, ia, dia, kita.

o Gue-lo digunakan antara tokoh-tokoh remaja yang saling

mengenal.

o Saya digunakan dalam dialog antara tokoh-tokoh remaja dalam

situasi formal dan dialog antara tokoh remaja dengan tokoh

dewasa selain orang tua dalam situasi apa pun. Remaja

menggunakan nama sendiri sebagai kata ganti orang pertama

tunggal bila berbicara dengan orang tuanya.

o Aku digunakan oleh tokoh utama bila sedang merenung atau

berbicara dalam hati pada dirinya sendiri.

PSIKOSASTRA (Aprilina Savitri) HAL 10

o Kamu digunakan oleh orang tua terhadap anaknya.

o Tidak ada konsistensi dalam penggunaan dia dan ia, baik dalam

dialog maupun narasi.

o Kita digunakan sebagai kata ganti orang pertama jamak dan

kata ganti orang pertama sekaligus kedua jamak.

Pilihan Kata

Kata-kata dalam dialog-dialog Lovintrique juga banyak

yang menggunakan kata-kata baku, termasuk dalam dialog antara

tokoh-tokoh remaja dalam situasi nonformal.

Kata-kata tidak baku juga banayak dalam narasi ataupun dialog

Lovintrique.

Terdapat banyak ungkapan fatis, baik dalam dialog maupun narasi

Lovintrique seperti deh, tuh, nih, dong, lho, kan, dan sih.

Pengunaan Bahasa Asing

Novel ini juga menggunakan kata-kata dalam bahasa

Inggris (hampir semuanya dicetak miring). Banyak istilah-istilah

lain yang menggunakan kata-kata dalam bahasa Inggris.

Simile

Simile merupakan perbandingan yang bersifat eksplisit,

maksudnya ialah bahwa ia lansung mengatakan sesuatu sama

dengan hal lain. Dalam hal ini bahasa yang membandingkan

mengunakan kata-kata perbandingan, terlihat dalam ketipan

berikut:

Seorang bintang tanpa penggemar itu ibarat malam tanpa

bintang. Kegelapan dan kesepian tanpa cahaya (hlm 4 pargraf dua)

PSIKOSASTRA (Aprilina Savitri) HAL 11

Mataku menerawang, percayalah, meski di luar aku

kelihatan tegar, sebenarnya hatiku sangat gamang, seperti

seseorang yang sedang meniti tali di awang-awang. (hlm 111

paragraf lima)

Hiperbola

Adalah gaya bahasa yang mangandung ungkapan yang berlebihan,

dengan membesar-besarkan sesuatu hal Contohnya:

Seseorang yang untuk pertama kalinya, bisa membuat jantungku

berdetak ribut, hanya karena melihat punggungnya dikelas. (hlm 33

prgraf pertama).

Pelipisku berdenyut, Sialan! Cowok berkacamata itu membuatku

hilang ingatan. Dan, mendadak, soal-soal ulangan fisika di papan

tulis jadi sangat sulit dipecahkan. (hlm 34 prgraf satu).

AMANAT

Jangan pernah dendam kepada seseorang. karena hal itu,

selain dapat merugikan diri sendiri, juga dapat merugikan

orang lain.

Kekuatan cinta, dapat mengubah segalanya. Seperti

mengubah sesuatu hal yang paling buruk menjadi sesuatu

yang dapat dimengerti dan disukai banyak orang.

Dalam menghadapi masalah, tidak boleh putus asa, apalagi

melakukan sesuatu yang dapat merugikan diri sendiri, atau

orang lain

Setiap ada kemauan, pasti ada jalan.

Pilihan itu ada, namun tergantung siap atau tidak kita

menanggung resiko dari pilihan yang kita itu.

PSIKOSASTRA (Aprilina Savitri) HAL 12

ANALISIS

Konsep Rasa Bersalah

Sekarang aku sedikit menyesal telah menanyakan hal itu, karena

wajah Jason mendadak meberubah mendung dan murung.

Sepertinya aku sudah membuatnya menginggat sesuatu yang pahit.

(Hlm 45 paragraf lima)

Saat Itu Stella sedang bercakap-cakap dengan Jason. Stella

bertanya tentang sesuatu yang bersifat pribadi, dan Jasonpun tidak

berkeberatan menjawabnya. Namun karena pertanyaan Stella

tersebut, Jason menceritakan kisah sedih yang dialami dirinya dan

mamanya, hingga membuat Jason kembali mengingat masa lalunya

yang suram, hal itu tergambar jelas di raut wajahnya. Disana Stella

merasa sangat bersalah karena sudah bertanya hal yang membuat

Jason bersedih, seharusnya ia tidak bertanya yang aneh-aneh.

Akhirnya Stella memutuskan untuk tidak bertanya lagi dan

mengalihkan pada hal yang lain.

Stella menangkap situasi rasa bersalah yang ia alami, ia sadar apa

yang harus dilakukannya dan ia sungguh memahami bahwa ia telah

melanggar suatu keharusan

Rasa Bersalah yang dipendam

“Stella, sejujurnya, bukan loe yang gue benci, tapi orang-orang

yang berfrofesi seperti lo...,”desis Shally pelan. (hlm 104 paragraf

tiga)

Setelah Shally mengamati lebih seksama tentang Stella dari

kejadian di Rumah Sakit. Maka, Shally memiliki perasaan bersalah

yang dipendam. Ternyata tidak semua artis itu kotor dan munafik.

Meskipun sebagian benar tapi Stella tidak seperti itu. Namun disini

Shally belum sepenuhnya bersikap baik, karena setelah bercerita

tentang masa kanak-kanaknya, Shally kembali bersikap buruk

kepada Stella, sehingga rasa bersalahnya terus dipendam.

Aku membeku. Seolah-olah seseorang baru saja menyiram

kepalaku dengan seember es, mendadak tubuhku mati rasa.

“Maksud mama apa, sih?”

AKU TAK MEMPERCAYAI TELINGAKU. “Dia apa? Masak

sih?” tanyaku lemah. Mendadak, aku digeleyuti berton-ton

perasaan bersalah. (hal 131 paragraf lima dan tujuh)

Ketika mendengar dari mamanya bahwa Stellalah yang telah

mendonorkan darah untuk mamanya. Shally merasa sangat

PSIKOSASTRA (Aprilina Savitri) HAL 13

bersalah, rasa bersalahnya yang dahulu di pendam kini semakin

menjadi. Rasa bersalah yang dipendam membuatnya ingin

menghukum diri sendiri.

“Lalu kenapa Pa?” tanyaku terisak. “Kenapa Papa nggak pernah

cerita?” Aku menutup wajah dengan telapak tangan. Stella..., ya,

Tuhan. (hlm 132 pargraf pertama dan ketiga)

Shally sangat menyesal dengan segala hal yang telah ia perbuat

kepada Stella, selama ini Shally selalu berbuat Jahat kepada Stella

hanya karena profesi Stella sama dengan wanita simpanan

papanya. Akhirnya, demi menebus rasa bersalah yang

dipendamnya selama ini Shally akan berbicara di persidangan

untuk membantu Stella.

Menghukum diri sendiri

“Gue frustasi,” keluh Robby seraya kembali mengisap lintingan

ganjanya. “Orangtua gue cerai. Bokap gue balik ke Belanda.

Nyokap gue dirawat di Rumah Sakit Jiwa. Sekolah gue ancur

karena gue bodoh, disleksia pula. (hlm 76 paragraf tiga)

Perasaan bersalah yang dimiliki Robby atas kehidupannya,

membuat Robby menghukum diri sendiri dengan terjun kedalam

hal-hal negatif. Ia merasa tidak berguna dan tidak memiliki cahaya

dalam hidupnya.

Kalau lo mau nerima gue, gue janji akan berubah. Gue akan

berhenti dugem, berhenti ngeganja, berhenti melakukan apapun

yang elo nggak suka!" Katanya lagi.

Jika Stella menerima cinta Robby maka Robby akan menghukum

dirinya sendiri dengan tidak melakukan segala hal yang Stella tidak

suka. Robby rela tidak melakukan hal yang biasanya ia lakukan

demi cintanya kepada Stella.

Rasa Malu

“Kamu memeng benar-benar memalukan Stella,” Mama berdecak

kesal. “Mama benar-benar kehilangan muka di depan Marco! ( hlm

99 pargraf tiga)

Saat itu Mama Stella sangat malu di depan Marco, mamanya

merasa Stella sudah keterlaluan. Stella hanya sekedar kolega di

dunia seni peran tidak pantas berkata hal yang menyinggung

perasaan terhadap orang yang memiliki pengaruh besar dalam

dunia seni peran, begitu pikir mamanya

PSIKOSASTRA (Aprilina Savitri) HAL 14

“Ya ampun, Stella. Mama malu...! Mama malu, nak!: teriak

mamaku histeris. “Mau ditaruh dimana mukaku ini, Mas hendar?

Aduh, Stella....Mama bilang juga apa?jauhi Robby! Eh malah

kamu pake pacaran segala sama dia. Lihat sendiri, kan,

akibatnya?!” (hlm 125 paragraf dua dan empat)

Sebagai Ibu sekaligus manager Stella, Diana sangat tidak tenang.

Anaknya yang merupakan artis terkenal diduga terlibat kasus

narkoba. Berita dimana-mana membuat mama Stella panik, ia

merasa malu luar biasa, karena itu merupakan ancaman sosial

baginya, ia tidak mau pamor Stella menurun. Mama Stella

memandang bahwa apa yang telah terjadi pada anaknya akibat

pengaruh pergaulan dengan anak yang kelas sosialnya sama.

Kesedihan

“KITA BERCERAI SAJA!” samar-samar kudengar papaku

berteriak. Membuatku mendadak menggigil pilu. Segera saja aku

berlari menerjang kamar tidur orangtuaku, mengamuk!

Mengapa? AKU TAK KEBERATAN KALIAN BERTENGKAR

TIAP HARI, ASAL JANGAN BERCERAI! Tolong, Pa, Ma. Aku

ngak mau jadi anak yatim piatu!” teriakku setengah meratap,

dengan pandangan kabur oleh air mata. (hal 39, paragraf satu dua

tiga)

Pada saat itu kedua orang tua Shally sedang bertengkar, sebagai

seorang anak tunggal Shally merasa sangat sedih, iaa tidak mau

kehilangan salah satu dari kedua orang tuanya. Shally memohon

kepada orang tuanya agar tidak bercerai, setiap hari bertengkar saja

sudah membuatnya sangat sedih, apalagi bercerai, itu akan

menghancurkannya.

Tetesan-tetesan hangat menetes di bahuku saat tubuh mama

berguncang menahan isak. (hlm 107 paragraf enam)

Shally dan mamanya berpelukan dengan kesedihan yang sama

mereka sangat berharap papanya bisa seperti dahulu. Tapi

kenyataan tidak bisa dibohongi dia sangat sedih karena tidak bisa

berkumpul seperti dahulu. Dia berharap papanya akan kembali.

Andai dia seperti Stella pasti bisa bertemu dengan papanya setiap

hari. Karena sangat sedih mama Shelly melampiaskannya pada

ganja. Mereka berdua berharap bisa bahagia bersama papanya

sampai akhirnya mamanya menangis.

PSIKOSASTRA (Aprilina Savitri) HAL 15

Mataku menerawang, percayalah, meski di luar aku kelihatan

tegar, sebenarnya hatiku sangat gamang, seperti seseorang yang

sedang meniti tali di awang-awang. (hlm 111 paragraf lima)

Saat itu Shally sedang bersedih karena kondisi mamanya

memburuk namun ia tetap berusaha tegar dihadapan papanya.

Ia juga tak mau melihat papanya bertambah sedih jika melihatnya

juga tengah bersedih.

“Ibu saya sedang koma di rumah sakit.” Beliau kekurangan

darah, “ucap Shally terbata. “Rumah sakit tak punya lagi

persediaan golongan darah AB resus positif. Kalau tidak

secepatnya ditransfusi, mama saya... mama saya...” (hlm 112

paragraf tiga)

Shally sangat berharap bisa mendapatkan donor darah yang sama

dengan mamanya. Maka dari itu dia menyiarkan permohonan

tersebut malalui media TV. Tapi kalimatnya terputus karena

Shally terisak di depan kamer, ia tidak dapat membendung rasa

sedihnya sehingga sampai menangis dan tidak melanjutkan kata-

katanya.

Aku menopang kepalaku. Terlalu sedih untuk menangis. Aku leleh

menangis. Aku lelah diinterogasi. Aku lelah menghadapi semua

ini. (hlm 124 pararaf tiga)

Stella sedang berada di kantor polisi. Intensitas rasa sedih yang

sangat mendalam membuat Stella tidak mampu untu menangis

lagi. Ia berat menerima kenyataan itu, karena ia harus bertanggung

jawab atas sesuatu yang tidak ia lakukan.

Kebencian

“AKU BENCI PAPA! PAPA YANG MEMBUNUH MAMA, KAN?”

(hlm 84 paragraf kedua)

Pada saat itu Shally sangat marah ketika melihat mamanya nya tak

berdaya, sementara papanya persis berada di depan sang mama

dengan berlumuran darah. Seketika Shally sangat benci papanya ia

berteriak-teriak pada papanya sebagai sasaran kebenciannya.

Kalau mama mati, aku akan bunuh diri. Shit! aku benci papa! Aku

dendam pada papa! Gelap di sekelilingku. Tubuhku mendadak

dingin dan beku. (hlm 85 paragraf pertama)

PSIKOSASTRA (Aprilina Savitri) HAL 16

Shally berada diatas kebencian yang membara, papanya menampar

pipi Shally untuk pertama kalinya.

Aku mendengus jijik. “Kenapa sih, Papa selalu membela Stella?

Seolah olah, di mata Papa, Stella itu seperti malaikat saja. (hlm 129

prgraf lima)

Rasa benci Shally terhadap Stella sangat jelas tergambar dalam

ucapannya. Apalagi orang yang dia sukai Jason juga menyukai

Stella dan papanya pun membela Stella. Ia semakin cemburu

kepada Stella sehingga menjadi sangat benci kepada Stella

“Dia adik tiri saya. Anak wanita yang telah merampas ayah saya.

Anak wanita yang menyebabkan ibu saya menderita, kembali ke

kampung halamannya di Australia, lalu mati karena penyakit

peneumonia. (hal 138 paragraf dua)

Jason sangat membenci Stella, karena Stella adalah anak dari

wanita yang telah merebut papanya. Maka dari itu Jason sangat

ingin mencelakai Stella, membuat hidup Stella menderita dan

hancur seperti apa yang pernah ia rasakan. Membalas dendam agar

dia merasa puas

Watch Out, Stella! Nerakamu belum berakhir! Selama aku hidup,

nerakamu tak akan pernah berakhir! (hal 147 paragraf dua)

Kebencian Jason tak kunjung hilang walaupun ia sudah menerima

hukuman atas perbuatannya pada Stella. Ia tidak akan pernah

merasa puas sebelum menghancurkannya.

Cinta

Aku jatuh cinta? Terlalu dini untuk mengatakannya, karenacowok

berkacamata minus dan berambut ikal cokelat keemasan itu baru

kemarin masuk kesekolah ini. (hal 11 paragraf dua)

Pada saat itu Stella sedang mengamati murid baru di sekolahnya

dan ia merasa tertarik kepada cowok tersebut, namun dalam tahap

ini cinta Stella pada murid baru itu baru sebatas suka

Aku jatuh cinta?

Terlalu dini untuk mengatakannya, karena cowok berwajah bule

dan berkacamata minus itu baru kemarin masuk ke sekolah ini.

PSIKOSASTRA (Aprilina Savitri) HAL 17

Sesekali aku mencuri pandang ke arah bangku ketiga dari depan

itu. Gelenyer-gelenyer aneh mulai berdenyut di dadaku setiap kali

dia balas memendang (hal 33 paragraf lima dan enam)

Pada saat itu Shally sedang mengamati murid baru di sekolahnya

dan ia merasa tertarik kepada cowok tersebut, namun dalam tahap

ini cinta Shally pada murid baru itu baru sebatas suka

“Ngak masalah, lo cinta ama gue atau ngak. Gue Cuma mau, lo ada

di sisi gue, itu saja! Save my life, Stella. Cuma lo yang bisa,

Please....” (hlm 83 pargraf lima)

Saat itu Robby sedang memohon kepada Stella untuk menerima

cintanya. Robby tidak peduli Stella akan balas mencintainya atau

tidak, yang paling penting Stella selalu ada mendampinggi Robby.

Robby berjongkok di sebelahku, menggenggam tanganku. “Stella,

gue nggak mungkin bikin lo celaka,” katanya lembut. “Lo tau kan

gue cinta banget sama lo!?”

Robby berusaha meyakinkan Stella akan cinta tulus yang dia

miliki, dia tidak mungkin mencelakai gadis yang sangat di

cintainya itu. Dia berusaha membuat Stella merasa aman berada di

sampingnya. Robby pun tidak marah ketika Stella bertanya tentang

hal yang tidak mungkin ia lakukan.

PSIKOSASTRA (Aprilina Savitri) HAL 18

BAB III

PENUTUP

SIMPULAN

Dari hasil analisis sederhana yang telah diuraikan di atas, dapat di

ambil kesimpulan, Novel Lovinrique cukup berhasil menggambarkan

kejiwaan anak-anak remaja saat ini. Dengan sifat-sifat khasnya yang

mencoba mencari pemahaman terhadap dunia. Tokoh Stella dan Shally

digambarkan memiliki karakter yang gigih. Berjuang sekuat tenaga

dengan berbagai cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Usaha

Stella dan Shally tidak mendapat jalan yang mudah. Banyak mendapat

kendala. Juga banyak konflik yang ikut menyertainya. Antara lain konflik

dengan dirinya sendiri dan konflik dengan tokoh lain. Tapi keduanya tidak

putus asa dan terus melakukan perjuangannya.

Pembaca yang pas untuk novel ini adalah anak-anak remaja SMA

dan ABG . Hal ini karena logika-logika dan pengetahuan yang tergambar

di dalam novel cukup sulit untuk dipahami oleh anak-anak di bawah usia

lima belas tahun, dan dikhawatirkan akan meniru.

Keberadaan klasifikasi emosi yang ditulis berdasarkan hasil

pengamatan analisis yang terdapat dalam novel sastra “Lovintrique” ialah

(1) Konsep Rasa Bersalah (2) Rasa Bersalah yang Dipendam (3) Rasa

Malu (4) Kesedihan (5) Kebencian (6) Cinta . Klasifikasi Emosi terdapat,

pada dialog dan pernyataan antara Stella, Shally dan tokoh lainnya.

SARAN

Melalui analisis Novel sastra “Lovintrique”. Saya berharap akan

ada analisis-analisis psikosastra lainnya yang jauh lebih baik dari saya,

sehingga sayapun dapat belajar lebih banyak lagi. Dengan menganalisis,

PSIKOSASTRA (Aprilina Savitri) HAL 19

menambah wawasan saya tentang psikologi dan sastra dalam satu

buku. Demikian yang dapat saya paparkan mengenai analisis psikosastra,

tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya

pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya

dengan judul novel ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang

budiman sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada

penulis demi sempurnanya analisis ini dan penulisan di kesempatan -

kesempatan berikutnya. Semoga analisis ini berguna bagi penulis pada

khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Febrina Wetry 2007. Lovintrique. Jakarta: Media Kita

Ahmadi, H.Abu. 2003. Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta