losi minyakkkkk
DESCRIPTION
head losisTRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sekilas Sejarah Kelapa Sawit
Berdasarkan bukti-bukti yang ada, kelapa sawit diperkirakan berasal dari Nigeria, Afrika
Barat. Namun ada pula yang menyatakan bahwa tanaman tersebut berasal dari Amerika,
yakni dari Brazilia. Zeven menyatakan bahwa tanaman kelapa sawit berasal dari daratan
tersier, yang merupakan daratan penghubung yang terletak diantara Afrika dan Amerika.
Kedua daratan ini kemudian terpisah oleh lautan menjadi benua Afrika dan Amerika,
sehingga tempat asal komoditas kelapa sawit ini tidak lagi dipermasalahkan orang.
Kelapa sawit (Elaeis guineesis) saat ini telah berkembang pesat di Asia Tenggara,
khususnya Indonesia dan Malaysia, dan justru bukan di Afrika Barat, atau Amerika yang
dianggap sebagai daerah asalnya. Masuknya bibit kelapa sawit ke Indonesia pada tahun
1948 hanya sebanyak 4 batang yang berasal dari Bourbon (Mauritius) dan Amsterdam.
Ke-empat batang bibit kelapa sawit tersebut ditanam di Kebun Raya Bogor dan
selanjutnya disebarkan ke Deli Sumatera Utara.
Kelapa sawit merupakan tanaman komoditas perkebunan yang cukup penting di
Indonesia dan masih memiliki prospek pengembangan yang cukup cerah. Komoditas
kelapa sawit, baik berupa bahan mentah maupun hasil olahannya, menduduki peringkat
Universitas Sumatera Utara
ketiga penyumbang devisa nonmigas terbesar bagi Negara setelah karet dan kopi. ( Risza,
S, 1994 )
Buah kelapa sawit tersusun dari kulit buah yang licin dan keras (epicrap), daging
buah (mesocrap) dari susunan serabut (fibre) dan mengandung minyak, kulit biji
(endocrap) atau cangkang atau tempurung yang berwarna hitam dan keras, daging biji
(endosperm) yang berwarna putih dan mengandung minyak, serta lembaga (embryo).
Buah yang sangat muda berwarna hijau pucat. Semakin tua warnanya berubah
menjadi hijau kehitaman, kemudian menjadi kuning muda, dan setelah matang menjadi
merah kuning (oranye). Jika sudah berwarna oranye, buah mulai rontok dan berjatuhan
(buah leles).
Daerah pengembangan tanaman kelapa sawit yang sesuai berada pada 15º LU -
15º LS. Ketinggian lokasi (altitude) perkebunan kelapa sawit yang ideal berkisar antara 0
– 500 m dari permukaan laut (dpl). Kelapa sawit menghendaki curah hujan sebesar 2.000
– 2.500 mm/tahun, dengan periode bulan kering < 75 mm/ bulan tidak lebih dari 2 bulan.
Suhu optimum untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 29 – 30 ºC. Intensitas penyinaran
matahari sekitar 5 – 7 jam/hari. Kelembapan optimum yang ideal sekitar 80 –
90%.(Pahan, 2008)
2.2. Klasifikasi Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis Guinensis Jack) adalah salah satu jenis tanaman palm yang
menghasilkan salah satu kebutuhan pokok yang paling utama. Klasifikasi kelapa sawit
adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Universitas Sumatera Utara
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Palmales
Famili : Palmaceae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis
Elaeis odora (tidak ditanam di Indonesia)
Elaeis melanococcoa (Elaeis oleivera)
Varietas : Elaeis guineensis dura
Elaeis guineensis tenera
Elaeis guineensis pesifera
(Selardi, 2003)
2.2.1. Jenis-jenis Kelapa Sawit
Dikenal banyak jenis kelapa sawit di Indonesia. Jenis-jenis tersebut dapat
dibedakan berdasarkan morfologinya. Namun, di antara jenis tersebut terdapat jenis
unggul yang mempunyai beberapa keistimewaan dibandingkan dengan jenis lainnya.
Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, beberapa jenis kelapa sawit
diantaranya, Dura, Tenera, dan Pesifera.
− Tipe Dura : tempurung (cangkang) sangat tebal, kandungan minyak dalam
buah rendah
− Tipe Pisifera : tempurung sangat tipis bahkan banyak berbentuk bayangan
cincin, hampir tidak bertempurung namun kandungan minyak
dalam buah tinggi
Universitas Sumatera Utara
− Tipe Tenera : merupakan persilangan Dura sebagai pohon ibu, dengan
pisifera sebagai bahan bapak. Tenera bertumpurung tipis
kandungan minyak tinggi.
Dari hasil pengamatan dan pengujian di beberapa negara baik di Afrika, Malaysia
dan Indonesia diperoleh hasil bahwa antara tipe Dura yang dipilih berdasarkan berat dan
komposisi tandan yang baik dan Pisifera dengan jumlah dan komposisi tandan yang baik
akan menghasilkan keturunan yang baik. (Risza, 1994)
Tetapi pada umumnya, tipe buah kelapa sawit yang paling banyak digunakan dan
dikembangbiakkan dalam industri kelapa sawit adalah tipe tenera. Karena tipe ini sangat
menguntungkan bagi produsen maupun industri kelapa sawit.
Adapun rendemen minyak yang dihasilkan pada masing-masing tipe ini adalah
tipe dura menghasilkan rendemen minyak 15 – 17%, tipe tenera menghasilkan rendemen
minyak 21 – 23%, sedangkan tipe pisifera menghasilkan rendemen minyak lebih dari 23
%. Untuk tipe pisifera, walaupun menghasilkan rendemen yang tinggi, tetapi tandan
buahnya hampir selalu gugur sebelum masak, sehingga rendemen minyaknya menjadi
lebih sedikit.
Berdasarkan warna kulit buahnya, terdapat tiga varietas kelapa sawit, yaitu
sebagai berikut :
− Nigrescens
Warna kulit buah kehitaman saat masih muda dan berubah mmenjadi jingga
kemerahan jika sudah tua/masak.
Universitas Sumatera Utara
− Virescens
Warna kulit hijau saat masih muda dan berubah menjadi jingga kemerahan jika
sudah tua/masak, namun masih meninggalkan sisa-sisa warna hijau.
− Albescens
Warna kulit keputih-putihan saat masih muda dan berubah menjadi kekuning-
kuningan jika sudah tua/masak
Diantara ketiga varietas di atas, Nigrescens paling banyak dibudidayakan.
Virescens dan Albescens jarang dijumapi di lapangan, umumnya hanya digunakan
sebagai bahan penelitian oleh lembaga-lembaga penelitian.(Hadi, 2004)
2.3. Minyak Kelapa Sawit
Minyak nabati merupakan produk utama yang bisa dihasilkan dari kelapa sawit.
Potensi produksinya per hektar mencapai 6 ton per tahun, bahkan lebih. Jika
dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak lainnya (4,5 ton per tahun), tingkat
produksi ini termasuk tinggi.
Minyak nabati yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit berupa minyak
sawit mentah (CPO atau crude palm oil) yang berwarna kuning dan minyak inti sawit
(PKO atau palm kernel oil) yang tidak berwarna (jernih). CPO atau PKO banyak
digunakan sebagai bahan industri pangan (minyak goreng dan margarin), industri sabun
(bahan penghasil busa), industri baja (bahan pelumas), industri tekstik, kosmetik, dan
sebagai bahan bakar alternatif (minyak diesel).(Sastrosayono, 2006)
Universitas Sumatera Utara
Jika dibandingkan dengan minyak nabati lain, minyak kelapa sawit memiliki
keistimewaan tesendiri, yakni rendahnya kandungan kolesterol dan dapat diolah lebih
lanjut menjadi suatu produk yang tidak hanya dikonsumsi untuk kebutuhan pangan, tetapi
juga untuk memenuhi kebutuhan non-pangan.
Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati semipadat. Hal ini karena minyak
sawit mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh dengan atom karbon lebih dari
C8. Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang dikandung. Minyak sawit
berwarna kuning karena kandungan beta karoten yang merupakan bahan vitamin A.
Tabel 2.1 Komponen dalam minyak kelapa sawit
No. Komponen Kuantitas
1. Asam lemak bebas (%) 3,0 – 4,0
2. Karoten (ppm) 500 – 700
3. Fosfolipid (ppm) 500 – 1000
4. Dipalmitro stearin (%) 1,2
5. Tripalmitin (%) 5,0
6. Dipalmitolein (%) 37,2
7. Palmito stearin olein (%) 10,7
8. Palmito olein (%) 42,8
9. Triolein linole (%) 3,1
Sumber: I.Pahan, “Panduan Lengkap Kelapa Sawit”
Dan sebagian besar kelapa sawit tersusun oleh trigliserida. Adapun kandungan
asam lemak minyak kelapa sawit maupun minyak inti sawit dapat dilihat pada tabel
berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit
No. Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit (%) Minyak Inti Sawit (%)
1. Asam Kaprilat - 3 – 4
2. Asam Kaproat - 3 – 7
3. Asam Laurat - 46 -52
4. Asam Miristat 1,1 – 2,5 14 – 17
5. Asam Palmitat 40 – 46 6,5 – 9
6. Asam Stearat 3,6 – 4,7 1 – 2,5
7. Asam Oleat 39 – 45 13 – 19
8. Asam Linoleat 7 – 11 0,5 - 2
Sumber: S.Ketaren, “Minyak dan Lemak Pangan”
Sifat fisiko-kimia dari minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor atau
rasa, kelarutan dalam pelarut organic, titik asap, polymorphism, dan lain-lain Warna
minyak kelapa sawit ditentukan oleh adanya pigmen yang terdapat di dalam kelapa sawit,
karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau kuning
disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak kelapa sawit.
2.4. Panen Tandan Buah Segar (TBS)
Panen merupakan suatu kegiatan memotong tandan buah yang sudah matang
kemudian mengutip tandan dan brondolan yang tercecer di dalam dan di luar piringan.
Selanjutnya menyusun tandan buah di tempat pengumpulan hasil (TPH). Buah kelapa
sawit dikatakan matang panen, apabila perikarp buah bewarna kuning jingga serta
brondolannya telah lepas dan jatuh secara alami dari tandannya.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Turner dan Gillbanks (1974), bahwa panen harus dilakukan pada saat
kematangan buah optimum, agar diperoleh tingkat kandungan minyak dalam daging buah
yang maksimum dan dengan mutu yang baik.
Tanaman kelapa sawit baru dapat berproduksi setelah berumur sekitar 30 bulan
setelah ditanam di lapangan. Buah yang dihasilkan disebut tandan buah segar (TBS) atau
fresh fruit bunch (FFB). Produktivitas tanaman kelapa sawit meningkat mulai umur 3 –
14 tahun dan akan menurun kembali setelah umur 15 – 25 tahun. Setiap pohon sawit
dapat menghasilkan 10 -15 TBS per tahun dengan berat 3 – 40 kg per tandan, tergantung
umur tanaman. Dalam satu tandan, terdapat 1.000 – 3.000 brondolan dengan berat
brondolan berkisar 10 – 20 g.TBS diolah di pabrik kelapa sawit untuk diambil minyak
dan intinya. Minyak dan inti yang dihasilkan dari PKS merupakan produk setengah jadi.
(Pahan, 2006)
Adapun syarat-syarat untuk panen tandan, antara lain :
− Tidak dibenarkan memanen buah mentah
− Tidak meninggalkan buah matang di pohon
− Tidak meninggalkan atau memeram buah matang di ancak panen
− Tidak mengantrikan tandan kosong di TPH
− TBS harus bersih dan gagang panjang harus dipotong mepet
− TBS harus diberi nomor pemanenan dan disusun rapi di TPH
− Tebasan cabang harus mepet dengan batang dan pelepah cabang di gawangan mati
(Risza, 1994)
Universitas Sumatera Utara
Dari syarat-syarat panen yang disebutkan di atas, tidak semua perusahaan dapat
memenuhinya, yang mungkin disebabkan oleh kelalaian pemanen TBS tersebut, misalnya
pemanen tetap memanen buah yang masih mentah, padahal tidak diizinkan karena dapat
merugikan perusahaan. Untuk itu perusahaan menindaklanjutinya dengan memberikan
sanksi kepada pemanennya, seperti mengurangi komisi panen pemanen tersebut.
2.4.1. Fraksi TBS dan Mutu Panen
Selain kondisi proses pabrik, tingkat efektivitas dan efisiensi pengolahan kelapa
sawit juga dipengaruhi oleh derajat kematangan buah yang dapat diketahui melalui sortir
buah sebelum diolah. Kematangan buah atau yang biasa disebut dengan fraksi TBS, dapat
dijelaskan pada tabel berikut.
Tabel 2.3 Standar kematangan buah (Fraksi TBS)
No. Fraksi Buah Persyaratan Sifat Fraksi Jumlah Brondolan
1. Fraksi 00 (F-00) 0,00% Sangat Mentah Tidak ada
2. Fraksi 0 (F-0) < 5,00% Mentah 1 – 12,5% buah luar
3. Fraksi 1 (F-1) 0,00% Kurang mentah 12,5 – 25% buah
luar
4. Fraksi 2 (F-2) > 90,00% Matang 25 – 50% buah luar
5. Fraksi 3 (F-3) 0,00% Matang 50 – 75% buah luar
6. Fraksi 4 (F-4) < 3,00% Lewat matang 75 – 100% buah
luar
7. Fraksi 5 (F-5) < 2,00% Terlalu matang Buah dalam ikut
membrondol
8. Brondolan (F-6) 9,50%
Universitas Sumatera Utara
9. Tandan kosong (F-7) 0,00%
Sumber:I.Pahan, “Panduan Lengkap Kelapa Sawit”
Dari ke-7 fraksi tersebut, TBS yang diharapkan matang panen adalah fraksi 2
sampai dengan fraksi 4. Apabila yang dipanen, fraksi 00 – 1, maka rendemen minyak
kelapa sawit yang diinginkan sangat sedikit sekali. Untuk itu, penanggulan fraksi 00 -1
dengan cara pengeraman atau biasa disebut dengan finalti, yaitu dengan membiarkan TBS
tersebut selama beberapa hari sampai diperoleh kematangan yang cukup. Perlu diketahui,
pada proses finalti ini, tidak akan terjadi perubahan fraksi. Dan jika yang dipanen adalah
fraksi 5 dan 6, sebenarnya cukup baik, karena seperti yang diketahui kandungan
minyaknya cukup tinggi, tetapi karena kematangan yang cukup tinggi sehingga brondolan
itu pun terlepas dan dapat menyebabkan kehilangan yang tinggi pula. Sedangkan untuk
fraksi 7, TBS telah berubah menjadi tandan kosong, dengan kata lain, brondolan sudah
sebagian besar terlepas dari tandan yang dapat menyebabkan kandungan minyak yang
dihasilkan sangat rendah.
Maka dengan kata lain, keuntungan industri kelapa sawit juga ditentukan dengan
mutu panen, yang artinya setiap panenan harus disesuaikan dengan fraksi-fraksi yang
layak panen.
2.4.2. Standar mutu minyak kelapa sawit
Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu, yaitu : kandungan air dan kotoran
dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, waran, bilangan peroksida, bilangan
penyabunan, serta kandungan logam berat.
Universitas Sumatera Utara
Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1 persen
dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas serendah
mungkin (kurang lebih 2 persen atau kurang), bilanagn peroksida di bawah 2, bebas dari
warna merah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih, dan
kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam.
Tabel 2.4 Standar Mutu SPB dan Ordinary
No. Kandungan SPB Ordinary
1. Asam lemak bebas (%) 1 - 2 3 – 5
2. Kadar air (%) 0,1 0,1
3. Kotoran (%) 0,002 0,01
4. Besi (ppm) 10 10
5. Tembaga (ppm) 0,5 0,5
6. Bilangan Iod 53 ± 1,5 45 – 56
7. Karotene (ppm) 500 500 – 700
8. Tokoferol (ppm) 800 400 – 600
Sumber : S.Ketaren, “Minyak dan Lemak Pangan”
Universitas Sumatera Utara
2.5. Pengolahan Kelapa Sawit
Proses pengolahan tandan buah segar kelapa sawit untuk dijadikan minyak sawit
dan inti sawit merupakan masalah yang cukup rumit, sehingga perlu mendapat
penanganan khusus oleh tenaga-tenaga yang memilki keahlian dan keterampilan tinggi.
Selain itu, perlu instalasi yang baik dan memadai untuk memperoleh minyak sawit dan
inti sawit yang bermutu baik.Secara umum, pengolahan kelapa sawit dibagi menjadi dua
jenis hasil akhir, yaitu pengolahan minyak kelapa sawit dan pengolahan inti sawit.
Pengolahan minyak kelapa sawit dimaksudkan untuk memperoleh minyak sawit
yang berasal dari daging buah (pericarp). Adapun proses-proses pengolahan minyak
kelapa sawit pada umumnya, yaitu :
2.5.1. Penimbangan
Pengangkatan tandan buah segar (TBS) dari kebun ke pabrik biasanya dilakukan
menggunakan truk dan trailer yang ditarik dengan wheel tractor. Setiap truk dan trailer
yang sampai di pabrik harus ditimbang di timbangan pada saat berisi (bruto) dan sesudah
dibongkar (tarra). Selisih timbangan berisi dan kosong merupakan berat TBS yang akan
diolah.
2.5.2. Sortasi Buah
Untuk perhitungan rendemen dan penilaian mutu perlu diketahui keadaan TBS
yang masuk ke dalam pabrik. Karena itu, perlu dilakukan sortasi. Sortasi dilakukan pada
setiap kebun dengan menentukan truk yang dianggap mewakili seluruh kebun asal, baik
Universitas Sumatera Utara
dari kebun sendiri maupun dari kebun pihak ketiga. Sortasi juga dilakukan dengan
mempeehatikan fraksi-fraksi TBS yang telah disebutkan sebelumnya.
2.5.3. Penimbunan Buah (Loading Ramp)
Tandan buah segar yang sudah ditimbang langsung dimasukkan ke dalam loading
and storage ramp. Setiap bays dari loading ramp dapat menampung TBS sebanyak 8 ton.
Dan dibersihkan dari pasir dan kotoran lainnya, untuk kemudian dimasukkan kedalam
kori-lori rebusan berkapasitas 2,5 ton TBS.
2.5.4. Perebusan (Sterilizer)
Lori-lori berisi TBS dimasukkan ke dalam ketel rebusan dengan bantuan loco.
Setiap ketel dapat diisi dengan 10 lori. Setelah lori-lori masuk, pintu ketel ditutup rapat.
Tandan buah segar (TBS) tadi dipanaskan menggunakan uap air dengan tekanan 2,6
kg/cm2. Proses ini berlangsung selama 1 jam.
Proses perebusan memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Mematikan enzim-enzim yang merupakan katalisator dalam reaksi penguraian
minyak menjadi asam lemak bebas dan gliserin
2. Mengkoagulasikan zat putih telur yang terdapat dalam daging buah agar tidak ikut
serta dengan minyak kasar dari hasil pengempaan karena dapat menyebabkan
emulsi
3. Menguraikan zat lendir dengan cara hidrolisis. Lendir akan menyulitkan
pemisahan air dengan minyak dalam klasifikasi
Universitas Sumatera Utara
4. Melunakkan daging buah untuk mempermudah pengadukan di ketel pengadukan
5. Memudahkan buah lepas dari tandan pada penebahan
6. Merenggangkan buah inti dengan cangkang untuk memudahkan pemecahan biji
pada mesin pemecah (cracker)
7. Menurunkan kadar air daging buah
8. Memperbaiki proses penjernihan minyak
2.5.5. Penebahan (Threshing)
Lori-lori tandan buah yang sudah direbus, ditarik keluar, lalu diangkat
menggunakan hoisting crane yang digerakkan dengan motor dan dapat bergerak di atas
lintasan rel. Hoisting crane digunakan untuk mengangkat lori yang berisi tandan-tandan
buah, melintangkan lori, serta membalikkannya ke atas mesin penebah (thresher) dengan
tujuan melepaskan buah dari tandannya. Pembantingan tandan ini didasarkan pada gaya
berat tandan itu sendiri. Buah yang telah lepas tadi masuk ke digester feed conveyer
melalui conveyer dan elevator.
Dalam proses ini kadang-kadang masih ada buah yang melekat dalam tandan
kosong (katte koppen). Keadaan katte koppen dapat disebabkan beberapa faktor sebagai
berikut.
1. Adanya buah sakit (abnormal) dari kebun
2. Waktu perebusan terlalu singkat
3. Proses bantingan tidak tepat
4. Adanya buah mentah dari kebun
Universitas Sumatera Utara
2.5.6. Pengadukan (Digester)
Buah yang lepas dari mesin bantingan langsung dimasukkan ke dalam ketel
adukan (digester). Ketel ini memilki dinding rangkap dan as putar yang dilengkapi
dengan pisau-pisau pengaduk. Dalam ketel adukan, buah dihancurkan dengan pisau-pisau
pengaduk yang berputar pada as, sehingga daging buah (pericarp) pecah dan terlepas dari
bijinya (nut).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengadukan sebagai berikut.
1. Pelumatan buah harus berjalan baik, berarti daging buah lepas dari bijinya secara
sempurna
2. Hasil adukan tidak boleh terlalu lumat seperti bubur
3. Serat-serat buah harus masih jelas kelihatan
4. Minyak yang terbentuk pada ketel adukan harus dikeluarkan
5. Temperatur massa buah diupayakan lebih rendah dari 90ºC dan tidak boleh
sampai mendidih
6. Ketel adukan harus selalu penuh atau sedikitnya berisi ¾ adukan
7. Waktu pelumatan dalam digester diupayakan selama 20 – 25 menit
2.5.7. Pengempaan (Pressing)
Pengempaan dilakukan untuk mengambil minyak dari massa adukan buah di
dalam mesin pengempaan secara bertahap dengan bantuan pisau-pisau pelempar dari
Universitas Sumatera Utara
ketel adukan. Minyak yang keluar ditampung di sebuah talang dan dialirkan ke crude oil
tank melalui vibrating screen melalui saringan getar.
2.5.8. Klasifikasi
Minyak yang keluar dari crude oil tank segera diklasifikasi di instalasi-instalasi
penjernihan yang tahapannya sebagai berikut.
1. Continuous Settling Tank
Minyak dalam tank ini masih bercampur dengan sludge (lumpur, air, dan kotoran
lainnya). Di sini, minyak dipisahkan dari sludge berdasarkan perbedaan berat jenis
(minyak berada di bagian atas). Minyak bersih dari continuous tank dialirkan ke
top oil tank, sedangkan sludge dialirkan ke sludge tank.
2. Top Oil Tank
Top oil tank berfungsi untuk mengendapkann kotoran dan sebagai bak
penampungan sebelum minyak masuk ke oil purifier. Temperatur pada tank ini
mencapai 90 - 95ºC sehingga air menguap. Karena minyak masih mengandung air
dan kotoran, maka perlu diolah lagi sampai kadar air dan kotorannya sekecil
mungkin.
3. Oil Purifier
Proses ini merupakan pembersihan lanjutan berdasarkan perbedaan berat jenis dan
gaya-gaya sentrifugal. Dengan gerakan 7.500 putaran per menit, kotoran dan air
yang berat jenisnya lebih berat daripada minyak akan berada di bagian luar.
Minyak yang ada di bagian tengah dapat ke luar menuju ke vaccum drier.
Universitas Sumatera Utara
4. Vaccum Drier
Di vaccum drier, minyak diuapkan dengan sistem pengabutan minyak. Minyak
yang sudah bebas air dipompakan ke tangki penimbunan melalui flow meter.
5. Sludge Tank
Sludge yang keluar dari continuous tank masih mengandung minyak dan diolah
lagi untuk diambil minyaknya dengan cara memanaskan hingga mencapai
temperatur 80 - 90ºC. Proses ini berlangsung di dalam sludge tank.
6. Fat Pit
Sludge yang keluar dari sludge centrifuge masih mengandung minyak. Sludge ini
bersama air pencuci mesin centrigufe dikumpulkan dalam fat pit untuk diambil
minyaknya.
2.6. Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan
yang diduga mengandung minyak atau lemak. Adapun cara ekstraksi ini bermacam-
macam, yaitu rendering (dry rendering dan wet rendering), mechanical expression dan
solvent extraction.
2.6.1. Rendering
Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang
diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada semua cara
Universitas Sumatera Utara
rendering, penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifik, yang bertujuan untuk
menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel
tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung di dalamnya.
Menurut pengerjaannya rendering dibagi dalam dua cara, yaitu : wet rendering dan dry
rendering.
1. Wet Rendering
Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama
berlangsungnya proses tersebut. Cara ini dikerjakan pada ketel yang terbuka atau tertutup
dengan menggunakan temperatur yang tinggi serta tekanan 40 sampai 60 pound tekanan
uap (40 – 60 psi). Penggunaan temperatur rendah dalam proses wet rendering dilakukan
jika diinginkan flavor netral dari minyak atau lemak. Bahan yang akan diekstraksi
ditempatkan pada ketel yang dilengkapi dengan alat pengaduk, kemudian air ditambahkan
dan campuran tersebut dipanaskan perlahan-lahan sampai suhu 50ºC sambil diaduk.
Minyak yang terekstraksi akan naik ke atas dan kemudian dipisahkan. Proses wet
rendering dengan menggunakan temperatur rendah kurang begitu populer, sedangkan
proses wet rendering dengan menggunakan temperatur yang tinggi disertai tekanan uap
air, dipergunakan untuk menghasilkan minyak atau lemak dalam jumlah yang besar.
Peralatan yang dipergunakan adalah autoclave atau digester. Air dan bahan yang akan
diekstraksi dimasukkan ke dalam digester dengan tekanan uap air sekitar 40 sampai 60
pound selama 4 – 6 jam.
Universitas Sumatera Utara
2. Dry Rendering
Dry rendering adalah cara rendering tanpa penambahan air selama proses
berlangsung. Dry rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan dilengkapi dengan
steam jacket serta alat pengaduk (agigator). Bahan yang diperkirakan mengandung
minyak atau lemak dimasukkan ke dalam ketel tanpa penambahan air. Bahan tadi
dipanasi sambil diaduk. Pemanasan dilakukan pada suhu 220ºF sampai 230ºF (105ºC –
110ºC). Ampas bahan yang telah diambil minyaknya akan diendapkan pada dasar ketel.
Minyak atau lemak yang dihasilkan dipisahkan dari ampas yang telah mengendap dan
pengambilan minyak dilakukan dari bagian atas ketel.
2.6.2. Pengepresan Mekanik (Mechanical Expression)
Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak,
terutama untuk bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan
minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30 – 70 persen). Pada pengepresan
mekanis ini diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisahkan
dari bijinya. Perlakuan pendahuluan tersebut mencakup pembuatan serpih, perajangan
dan penggilingan serta tempering atau pemasakan.
Dua cara yang umum dalam pengepresan mekanis, yaitu :
1. Pengepresan hidraulik (hydraulic pressing)
2. Pengepresan berulir (expeller pressing)
Universitas Sumatera Utara
2.6.3. Ekstraksi Dengan Pelarut (Solvent Extraction)
Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut
minyak dan lemak. Pada cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak yang rendah
yaitu sekitar 1 persen atau lebih rendah, dan mutu minyak kasar yang dihasilkan
cenderung menyerupai hasil dengan cara expller pressing, karena sebagian fraksi bukan
minyak akan ikut terekstraksi. Pelarut minyak atau lemak yang biasa dipergunakan dalam
proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah petroleum eter, gasoline karbon
disulfida, karbon tetraklorida, benzene dan n-heksan. Perlu diperhatikan bahwa jumlah
pelarut menguap atau hilang tidak boleh lebih dari 5 persen. Bila lebih, seluruh sistem
solvent extraction perlu diteliti lagi.
2.6.4. Penentuan Kadar Lemak Dengan Ekstraksi Sokletasi
Ekstraksi sokletasi merupakan cara pemisahan minyak atau lemak dengan
menggunakan alat soklet. Dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Sejumlah sampel ditimbang dengan teliti, dimasukkan ke dalam thimble yang dapat
dibuat dari kertas saring atau alundum (Al2O3) yang poreus. Ukuran thimble dipilih sesuai
dengan besarnya soklet yang digunakan. Besarnya ukuran sampel adalah lolos saringan
40 mesh. Sampel yang belum kering harus dikeringkan terlebih dahulu dan bila dicampur
dengan pasir murni bebas lemak untuk memperbesar luas permukaan kontak dengan
pelarut. Di atas sampel dalam thimble ditutup dengan kapas bebas lemak supaya partikel
bahan/sampel tidak ikut terbawa aliran pelarut. Selanjutnya labu godok dipasang berikut
kondensornya. Pelarut yang digunakan sebanyak 1,5 – 2 kali isi tabung ekstraksi.
Universitas Sumatera Utara
Pemanasan sebaiknya menggunakan penangas air untuk menghindari bahaya kebakaran
atau bila terpaksa menggunakan kompor listrik harus dilengkapi pembungkus labu dari
asbes. Lipida akan terekstraksi dan melalui sifon terkumpul ke dalam labu godok. Pada
akhir ekstraksi yaitu kira-kira 4 – 6 jam, labu godok diambil dan ekstrak dituang ke dalam
botol timbang atau cawan porselen yang telah diketahui beratnya, kemudian pelarut
diuapkan di atas penangas air sampai pekat. Selanjutnya dikeringkan dalam oven sampai
diperoleh berat konstan pada suhu 100ºC. Berat residu dalam botol ditimbang dinyatakan
sebagai berat lemak atau minyak. Agar diperoleh lemak dan minyak bebas air dengan
cepat maka pengeringan dapat menggunakan oven vakum.
2.7. Air Kondensat
Air kondensat adalah air yang terbentuk akibat proses kondensasi uap di dalam
bejana sterilizer. Air kondensat yang berada di dasar bejana sterilizer ini harus terus
menerus dibuang, karena dapat menghambat proses perebusan. Hal ini disebabkan karena
air yang terdapat di dalam rebusan akan mengabsorpsi panas yang diberikan oleh uap dai
bagian atas bejana sterilize, sehingga jumlah air buah kelapa sawit akan semakin
bertambah. Pertambahan air yang tidak diimbangi dengan pengeluaran air kondensat akan
memperlambat usaha pencapaian tekanan puncak.
2.8. Penyebab Kehilangan Minyak dan Cara Penanggulangannya
Angka kehilangan produksi yang lepas (losses) dapat terjadi karena :
− Buah masih mentah sudah dipanen
− Buah matang tidak dipanen
Universitas Sumatera Utara
− Brondolan tidak terkutip bersih
− Pencurian brondolan dan TBS
− Buah restan di TPH, membusuk tidak terangkat
− TBS dan brondolan jatuh dan tercecer di jalan
− Angka kehilangan (losses) di pabrik
Masalah hilangnya produksi tersebut diatas, sebenarnya menyangkut masalah
disiplin, keterampilan, sikap dan system manajemen yang diterapkan. Oleh karena itu,
keberhasilan mencegah hilangnya sebagian produksi tersebut tergantung dari kemampuan
pengusaha dalam mengelola atau melaksanakan manajemen, disamping factor-faktor
pendukung lainnya.(Risza, 1994)
Universitas Sumatera Utara