lo (repaired)
TRANSCRIPT
7/28/2019 LO (Repaired)
http://slidepdf.com/reader/full/lo-repaired 1/16
Skenario B (Cedera Kepala)
Dengan ditemani polisi, Bujang, 25 tahun datang ke RSUD dengan keluhan luka dan memar
di kepala sebelah kanan. 1 jam sebelum masuk RS kepala penderita dipukul oleh temannya
dengan menggunakan dayung kayu dari arah samping dan depan. Penderita pingsan kurang
lebih 5 menit kemudian sadar kembali. Dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat.
Pada saat tiba di RSUD, penderita mengeluh nyeri kepala hebat disertai muntah.
Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi Mekanisme
RR 28x/menit 16-24x/mnt Takipnue
peningkatan tekanan intracranial
penurunan perfusi ke otak
hipoksia peningkatan usaha
ventilasi oleh paru takipneu
Tekanan
Darah130/90mmHg 120/80mmHg Prehipertensi
peningkatan tekanan intracranial
penurunan tekanan perfusi keotak aktivasi autoregulasi otak
oleh rangsang tekan
vasokontriksi pembuluh darah
prekapiler otak prehipertensi
Nadi 50x/menit 60-100x/mnt Bradikardi
Peningkatan ICP kompresi
medulla oblongata ganguuan
fungsi pernapasan bradikardi
GCS E4 M6 V5 (15)
E4 M6 V5
(15) Normal
Keterangan: sadar penuh,
Cedera kepala ringan
Pupil Isokor Isokor Normal
Refleks
cahaya
pupil kanan
dan kiri reaktif Reaktif Normal
Regio
Temporal
dextra
luka 6x1 cm,
tepi tidak
rata, sudut
tumpul
dengan dasar
fraktur tulang
Tidak ada
luka dan
fraktur
Trauma kepala
Dipukul dengan dayung dari arah
sampingtraumaluka dan
fraktur regio temporal dextra
Regio nasal
tampak darahsegar
mengalir dari
kedua lubang
hidung
Tidak ada
darah yang
mengalir
Epiktasis
Dipukul dengan dayung dari arahdepan trauma pada area nasal
ruptur pembuluh darah di
nasal epiktasis
Pemeriksaan Normal Interpretasi MekanismeSuara nafas Ngorok -- Sumbatan jalan ↓ kesadaranmelemahkan
7/28/2019 LO (Repaired)
http://slidepdf.com/reader/full/lo-repaired 2/16
1. Mengetahui anatomi kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapis jaringan yang disingkat sebagai SCALP, yaitu: Skin
atau kulit, Connective tissue atau jaringan penyambung, Aponeurosis atau galea
aponeurotika, Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar, dan Perikranium.
nafas
(snoring)
refleks tegang lidah pangkal
lidah jatuh menutupi saluran
nafas ngorok
RR 24x/menit
16-
24x/mnt
Normal tetapi
mengarah ketakipneu
peningkatan tekanan
intracranial penurunan
perfusi ke otak hipoksia peningkatan usaha ventilasi
oleh paru takipneu
TD140/90mm
Hg
120/80m
mHgHipertensi
peningkatan tekanan
intracranial (menyebabkan
penurunan tekanan perfusi ke
otak) aktivasi autoregulasi
otak oleh rangsang tekan
vasokontriksi pembuluh darah
prekapiler otak hipertensi
Nadi 50 x/menit60-
100x/mntBradikardi
Peningkatan ICP kompresimedulla oblongata
ganguuan fungsi pernapasan
bradikardi
GCSE2M5V3
(10)
E4 M6 V5
(15)
Cedera kepala
sedang
(↓ kesadaran)
Trauma kepala gangguan
tekanan intrakranial
gangguan fungsi otak defisit
neurologis
↓ kesadaran
PupilRefleks cahaya
pupil
AnisokorKanan (-),
Kiri(+)
IsokorKedua
mata (+)
gangguan
m. spincther
pupillarae(miosis pupil
terhadap kadar
cahaya yang
masuk ke mata)
Trauma temporal kepala
herniasi lobus medial
temporal herniasi unkus(lobus medial – temporal)
menekan n. Oculomotorius
ipsilateral pupilarae dilatation-
-anisokor
7/28/2019 LO (Repaired)
http://slidepdf.com/reader/full/lo-repaired 3/16
Tulang tengkorak terdiri dari kalvaria dan basis kranii. Khusus di regio temporal,
kalvaria tipis tetapi dilapisi oleh otot temporalis. Lantai dasar rongga tengkorak dibagi
atas 3 fosa yaitu: fosa anterior, fosa media, dan fosa posterior.
Selaput meningen, menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan, yaitu:
duramater, arakhnoid, dan pia mater. Duramater merupakan selaput yang kuat, terdiriatas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam kranium. Arteri-
arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium.
Fraktur/patah tulang kepala diatasnya dapat menyebabkan laserasi arteri-arteri itu dan
menyebabkan perdarahan epidural yang berlokasi difossa temporal. Dibawah
duramater terdapat lapisan kedua dari meningen yang tipis dan tembus pandang
disebut selaput arakhnoid. Pada cedera otak, vena-vena bridging yang berjalan dari
permukaan otak ke sinus-sinus duramater dapat saja mengalami robekan dan
menyebabkan terjadinya perdarahan subdural. Lapisan ketiga adalah pia mater yang
melekat erat pada permukaan korteks serebri.
Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak. Serebrum terdiri dari
hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri. Pada hemisfer serebri kiri
terdapat pusat bicara pada semua manusia. Lobus frontal mengontrol inisiatif, emosi,
fungsi motorik, dan pada sisi yang dominan mengandung pusat ekspresi bicara. Lobus
parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal
mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam
pengelihatan.
Batang otak terdiri dari mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Mesensefalon dan
pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan
kewaspadaan. Pusat kardiorespiratorik berada di medula oblongata. Serebelumterutama bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan
2. Epidural hematom dan lucid interval
7/28/2019 LO (Repaired)
http://slidepdf.com/reader/full/lo-repaired 4/16
Hematoma epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, beberapa keadaan
yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya benturan pada kepala pada
kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya berhubungan
dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah.
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura
meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria
meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah
bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital.
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan
antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi
menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut
dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar.
Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis
otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi
di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang
dapat dikenal oleh tim medis.Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis di
medula oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuklei saraf kranial
ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak
mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan
kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski
positif.
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong kearah yang
berlawanan, menyebabkan tekanan intrakranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut
peningkatan tekanan intrakranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital
dan fungsi pernafasan.
7/28/2019 LO (Repaired)
http://slidepdf.com/reader/full/lo-repaired 5/16
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga
makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan
sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam, penderita akan merasakan nyeri
kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua
penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid.
Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada hematoma epidural. Kalau
pada subdural hematoma cedera primernya hampir selalu berat atau hematoma epidural dengan
trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan
tidak pernah mengalami fase sadar.
Sumber perdarahan :
Artery meningea ( lucid interval : 2 – 3 jam )
Sinus duramatis
Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan vena
diploica
Hematom epidural akibat perdarahan arteri meningea media,terletak antara duramater dan
lamina interna tulang pelipis.
Os Temporale (1), Hematom Epidural (2), Duramater (3), Otak terdorong kesisi lain (4)
7/28/2019 LO (Repaired)
http://slidepdf.com/reader/full/lo-repaired 6/16
3. Klasifikasi trauma kepala
Trauma atau cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal
tiga deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan: (1) Mekanisme, (2) Berat- ringannya, (3)
Morfologi.
Klasifikasi Cedera Otak
Mekanisme
- Tumpul
- Tajam/Tembus
Kecepatan tinggi (kecelakan lalu lintas)
Kecepatan rendah (jatuh, dipukul)
Luka tembak
Cedera tajam/tembus lainnya
Berat-ringannya cedera
- Ringan
- Sedang
- Berat
GCS 13-15
GCS 9-12
GCS < 8
Morfologi
Trauma tumpul pada regio
temporal dan frontal
kranium
Regangan
pada poros
batang otak
Pingsan
5 menit
Vasopressor
syncopal
attack
Ruptur arteri
meningea media
hematoma
epidural
kompensasi
LCS oleh
otak
Pasien
masih sadar
Peningkatan
TIK
TIK terus
meningkat
Herniasi unkus
Tidak ada lagi
kompensasi
Penekanan
batang otak
Duramater
meregang
Nyeri kepala
hebatMuntah
Pingsan
lagi
Pupilanisokor
tekan
N. III
Ruptur kapiler
di kulit dan
area nasal
memar dan
luka
epistaksis
Hipoksia
otak
Peningkatan
TD dan RR
Fraktur regio
temporal
7/28/2019 LO (Repaired)
http://slidepdf.com/reader/full/lo-repaired 7/16
- Fraktur tulang
Kalvaria
Dasar tengkorak
Garis vs bintang
Depresi/non depresi
Terbuka/tertutup
Dengan/tanpa kebocoran LCSDengan/tanpa parese N. VII
Lesi Intrakranial
- Fokal
- Difus
Perdarahan epidural
Perdarahan subdural
Perdarahan intraserebral
Konkusi
Kontusio multipel
Hipoksik/iskemia
Pada kasus ini, secara mekanisme trauma yang terjadi adalah trauma tumpul dengankecepatan rendah, cedera kepala termasuk cedera sedang, morfologi fraktur tulangnya
tertutup dan fraktur depresi, serta terjadi lesi fokal yakni perdarahan epidural.
4. Autoregulasi otak ketika trauma, tanda peningkatan tekanan intracranial dan herniasi
batang otak
Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intrakranial, cairan
secebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang dewasa dalam
posisi terlentang sama dengan tekanan CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu 4 – 10 mmHg. Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau
memperberat iskemia. Prognosis yang buruk terjadi pada penderita dengan TIK lebih
dari 20 mmHg, terutama bila menetap.
Doktrin Monro-Kellie merupakan suatu konsep sederhana tetapi penting untuk
memahami dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial harus
selalu konstan, karena rongga kranium pada dasarnya merupakan rongga yang kaku, tidak
mungkin mekar. Darah didalam vena dan cairan serebrospinal dapat dikeluarkan/
dipindahkan dari rongga tengkorak sehingga tekanan intrakranial tetap normal. Sehingga
segera setelah cedera otak, suatu massa seperti perdarahan dapat terus bertambah dengan
TIK masih tetap normal. Namun, sewaktu batas pemindahan/ pengeluaran CSS dan darah
intravaskular tadi terlewati maka TIK secara sangat cepat akan meningkat.
7/28/2019 LO (Repaired)
http://slidepdf.com/reader/full/lo-repaired 8/16
Jika massa intrakranial membesar, kompensasi awal adalah pemindahan cairan
serebrospinal ke kanal spinal. Kemampuan otak beradaptasi terhadap meningkatnya
tekanan tanpa peningkatan TIK dinamakan compliance.
Perpindahan cairan serebrospinal keluar dari kranial adalah mekanisme kompensasi
pertama dan utama, tapi lengkung kranial dapat mengakomodasi peningkatan volume
intrakranial hanya pada satu titik. Ketika compliance otak berlebihan, TIK meningkat,
timbul gejala klinis, dan usaha kompensasi lain untuk mengurangi tekananpun dimulai.
Kompensasi kedua adalah menurunkan volume darah dalam otak. Ketika volume
darah diturunkan sampai 40% jaringan otak menjadi asidosis. Ketika 60% darah otak
hilang, gambaran EEG mulai berubah. Kompensasi ini mengubah metabolisme otak,
sering mengarah pada hipoksia jaringan otak dan iskemia.
Kompensasi tahap akhir dan paling berbahaya adalah pemindahan jaringan otak
melintasi tentorium dibawah falx serebri, atau melalui foramen magnum ke dalam kanal
spinal. Proses ini dinamakan herniasi dan sering menimbulkan kematian dari kompresi
batang otak. Otak disokong dalam berbagai kompartemen intrakranial. Kompartemen
supratentorial berisi semua jaringan otak mulai dari atas otak tengah ke bawah. Bagian ini
terbagi dua, kiri dan kanan yang dipisahkan oleh falx serebri. Supratentorial dan
infratentorial (berisi batang otak dan serebellum) oleh tentorium serebri. Otak dapat
bergerak dalam semua kompartemen itu. Tekanan yang meningkat pada satukompartemen akan mempengaruhi area sekeliling yang tekanannya lebih rendah.
Autoregulasi juga bentuk kompensasi berupa
perubahan diameter pembuluh darah intrakranial
dalam mepertahankan aliran darah selama
perubahan tekana perfusi serebral. Autoregulasi
hilang dengan meningkatnya TIK. Peningkatan
volume otak sedikit saja dapat menyebabkan
kenaikan TIK yang drastis dan memerlukan waktu
nyang lebih lama untuk kembali ke batas normal.
7/28/2019 LO (Repaired)
http://slidepdf.com/reader/full/lo-repaired 9/16
Manifestasi klinik dari peningkatan TIK disebabkan oleh tarikan pembuluh darah
dari jaringan yang merenggang dan karena tekanan pada duramater yang sensitif dan
berbagai struktur dalam otak. Indikasi peningkatan TIK berhubungan dengan lokasi dan
penyebab naiknya tekanan dan kecepatan serta perluasannya. Manifestasi klinis dari
peningkatan TIK meliputi beberapa perubahan dalam kesadaran seperti kelelahan,iritabel, confusion, penurunan GCS, perubahan dalam berbicara, reaktifias pupil,
kemampuan sensorik/motorik dan ritme/denyut jantung. Sakit kepala, mual, muntah,
penglihatan kabur sering terjadi. Papiledema juga tanda terjadinya peningkatan TIK.
Cushingtriad yaitu peningkatan tekanan sistolik, baradikardi dan melebarnya tekanan
pulsasi adalah respon lanjutan dan menunjukkan peningkatan TIK yang berat dengan
hilangnya aoturegulasi (Black&Hawks, 2005). Perubahan pola nafas dari cheyne-stokes
ke hiperventilasi neurogenik pusat ke pernafasan apnuestik dan pernafasan ataksik
menunjukkan kenaikan TIK. Pembuktian adanya kenaikan TIK dibuktikan dengan
pemeriksaan diagnostik seperti radiografi tengkorak, CT scan, MRI. Lumbal pungsi tidak
direkomendasikan karena berisiko terjadinya herniasi batang otak ketika tekanan cairan
serebrsopinal di spinal lebih rendah daripada di kranial. Lagipula tekanan cairan
serebrospinal di lumbal tidak selalu menggambarkan keakuratan tekanan cairan
serebrospinal intracranial.
5. Pemeriksaan GCS
a. Respon membuka mata
Penilaian membuka mata meliputi evaluasi terhadap keadaan terjaga, aspek pertama dari
kesadaran. Jika mata pasien tertutup, maka keadaan terjaga pasien dinilai berdasarkan derajatstimulasi yang diperlukan agar pasien dapat membuka matanya. Membuka mata (terjaga
selalu menjadi pengukuran pertama yang dilakukan sebagai bagian dari GCS karena tanpahal
tersebut kognisi tidak dapat terjadi. Membuak mata pasien tidak dapat dilakukan jika mata
penderita membengkak. Skor penilaiannya adalah
1) Nilai 4
Membuka mata secara spontan, mata membuka tanpa harus diperintah atau disentuh
(respon optimal)
2) Nilai 3
mata membuka sebagai respon terhadap stimulus verbal (biasanya nama paien) tanpa
menyentuh pasien. Observasi mulai dari volume suara yang normal dan naikkan volume
suara jika diperlukan dengan mengatakan perintah yang jelas.
3) Nilai 2
mata membuka sebagai responterhadap nyeri sentral, misalnya penekanan trapezium,
tekanan suborbital (direkomendasikan), sternal rub (menekan dan memutar diatas
sternum. Stimulus nyeri hanya dilakukan jika pasien gagal merespon terhadap perintah
yang jelas dan keras
4) Nilai 1
mata tidak membuka walaupun dengan stimulus verbal dan nyeri sentral.
b. Respon verbal
7/28/2019 LO (Repaired)
http://slidepdf.com/reader/full/lo-repaired 10/16
Penilaian respons verbal mencakup evaluasi kewaspadaan, aspek kedua dari kesadaran. Pada
respons ini dilakukan penilaian secara komprehensif dari apa yang dilakukan oleh praktisi dan
dilakukan evaluasi terhadap area yang berfungsi pada pusat yang lebih tinggi serta
kemampuan untuk mengatakan dan mengekspresikan jawaban Disfasia atau ketidak
mampuan berbicara dapat disebabkan oleh kerusakan pada pusat bicara di otak,misalnya
setelah pembadahan intrakranial atau cedera kepala.
Memastikan ketajaman pendengaran pasien dan pemahaman bahasa sebelum menilai respons
ini merupakan hal yang penting.Ketidakmampuan berbicara mungkin tidak selalu
menunjukan pnurunan tingkat kesadaran.Selain itu,beberapa pasien mungkin membutuhkan
stimulasi yang banyak untuk mempertahankan konsentrasi mereka ketika menjawab
pertanyaan.Banyaknya stimulasi yang diperlukan harus dicatat sebagai bagian dari penilaian
dasar.Skor penilaiannya adalah sebagai berikut:
1) Nilai 5.
Orientasi baik,pasien dapat mengatakan kapeda praktisi siapa mereka,diaman
mereka,dan hari,tahun,serta bulan saat ini(hindari menggunakan hari keberapa dari
hari minggu ini atau tanggal)2) Nilai 4
Konfusi(bingung),pasien dapat melakukan percakapan dengan praktisi,namun tidak
dapat menjawab secara akurat terhadap pertanyaan yang diberikan.
3) Nilai 3
Kata-kata yang tidak tepat,pasien cenderung menggunakan kata-kata tunggal dari
pada suatu kalimat dan tidak terdapat percakapan dua arah.
4) Nilai 2
Suara yang tidak dimengerti,respons pasien diperoleh dalam bentuk suara-suara yang
tidak jelas seperti ruangan atau gumaman tanpa kata-kata yang dapat
dimengerti.Stimulus verbal dan juga stimulus nyeri mungkin diperlukan untuk mendapatkan respons dari pasien.Jenis pasien ini tidak waspada terhadap lingkungan
sekitarnya.
5) Nilai 1
Tidak ada respons,tidak didapatkan respons dari pasien walaupun dengan stimulus
verbal maupun fisik.
c. Respon membuka mata (E) :
Respon motorik dirancang untuk memastikan kemampuan pasien untuk mematuhi perintah
dan untuk melokalisasi,menarik,atau merasakan posisi tubuh yang abnormal sebagai respon
terhadap stimulus nyeri.jika pasien tidak merespon dengan mematuhi perintah,maka respon
terhadap stimulus nyeri harus dinilai.Respon melokalisasi yang benar adalah pasien
mengangkat lenganya setinggi dagu,misalnya menarik masker oksigen.Untuk membangkitkan
respon ini direkomendasikan untuk melakukan cubitan trapezium,tekanan rijisupraorbital,atau
tekanan pada tepi rahang.Untuk menghindari cidera jaringan lunak,maka setimulus diberikan
tidak lebih dari sepuluh detik kemudian dilepaskan.Selain itu ketika memberikan
setimulus,paling baik dimulai dengan tekanan yang ringan kemudian ditingkatkan sampai
respon terlihat,yang penilaianya sebagai berikut :
1) Nilai 6
Pasien mematuhi perintah,minta pasien untuk menjulurkan lidah,jangan minta pasien
untuk hanya meremas tangan anda karena hal ini dapat menampilkan respon genggam
primitif,pastikan perawat meminta mereka untuk melepasnya.Hal ini penting untuk
7/28/2019 LO (Repaired)
http://slidepdf.com/reader/full/lo-repaired 11/16
memastikan bahwa respon yang didapat bukan hanya suatu gerakan reflek,sangat penting
untuk meminta pasien melakukan dua perintah yang berbeda.
2) Nilai 5
Melokalisasi pusat nyeri,jika pasien tidak merespon terhadap stimulus verbal,pasien
dengan sengaja menggerakan lengan untuk menghilangkan penyebab nyeri.Tekana
rigisupra orbital dianggap merupakan tehnik yang paling dapat dipercaya karena paling
kecil kemungkinannya untuk terjadi kesalah interpretasi.
3) Nilai 4
Menarik diri dari nyeri : pasien melakukan fleksi atau melipat lengan menuju sumber
nyeri namun gagal melokalisasi sumber nyeri (waterhouse 2005). Tidak ada rotasi
pergelangan tangan.
4) Nilai 3
Fleksi terhadap nyeri : pasien memfleksikan atau melipat lengan. Ini ditandai oleh rotasi
internal dan aduksi bahu dan fleksi pada siku dan jauh lebih lambat dari pada fleksi
normal (fairley 2005)
5) Nilai 2Ekstensi terhadap nyeri pasien mengekstensiakn lengan dengan meluruskan siku,kadang
kadang disertai dengan rotasi internal bahu dan pergelangan tangan,kadang kadang
disebut sebagai postur deserebrasi (waterhouse 2005)
6) Nilai 1
Tidak ada respons,tidak ada respons terhadap stimulus nyeri yang internal.
Glasgow coma scale berguna/bermanfaat untuk evaluasi dan penatalaksanaan pasien dengan
gangguan kesadaran pasca trauma,juga untuk menentukan prognosis perawatan suatu penyakit
(udekwu,2004). Penilaian GCS pada penderita dengan cedera kepala disamping untuk melakukan
observasi juga untuk mengetahui faktor-faktor penyebab gangguan kesadaran.
Berdasarkan berat ringannya trauma kepala terbagi menjadi 3 yaitu:
1. Cedera kepala ringan
Jika GCS (Skala Koma Glasgow) antara 15-13, dapat terjadi kehilangan kesadaran kurang dari 30
menit, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau hematoma.
a) Tidak kehilangan kesadaran
b) Satu kali atau tidak ada muntah
c) Stabil dan sadar
d) Dapat mengalami luka lecet atau laserasi di kulit kepala
e) Pemeriksaan lainnya normal
2. Cedera kepala sedang
Jika nilai GCS antara 9-12, hilang kesadaran antara 30 menit sampai 24 jam, dapat disertai fraktur
tengkorak, disorientasi ringan.
a) Kehilangan kesadaran singkat saat kejadian
b) Saat ini sadar atau berespon terhadap suara. Mungkin mengantuk
c) Dua atau lebih episode muntah
d) Sakit kepala persisten
e) Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah trauma
f) Mungkin mengalami luka lecet, hematoma, atau laserasi di kulit kepalag) Pemeriksaan lainnya normal
7/28/2019 LO (Repaired)
http://slidepdf.com/reader/full/lo-repaired 12/16
3. Cedera kepala berat
Jika GCS antara 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, biasanya disertai kontusio, laserasi atau
adanya hematoma dan edema serebral.
a) Kehilangan kesadaran dalam waktu lama
b) Status kesadaran menurun – responsif hanya terhadap nyeri atau tidak responsif
c) Terdapat kebocoran LCS dari hidung atau telinga
d)Tanda-tanda neurologis lokal (pupil yang tidak sana, kelemahan sesisi)
e) Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial:
e.1. Herniasi unkus: dilatasi pupil ipsilateral akibat kompresi nervus okulomotor
e.2. Herniasi sentral: kompresi batang otak menyebabkan bradikardi dan hipertensi
f) Trauma kepala yang berpenetrasi
g) Kejang (selain Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah trauma)
Pada kasus, ketika datang Bujang mengalami cedera kepala ringan dengan GCS 15 dan setelah itu
GCS menurun hingga 10 menandakan cedera kepala sedang.
6. Tatalaksana Trauma
1. Primary survey:
a. Airway: pasien dalam keadaan ngorok sehingga dipasang orofaringeal airway.
b. Breathing: diberikan oksigen, hiperventilasi dalam keadaan singkat.
c. Circulation :
Diberikan Resusitasi:
Ringer laktat dengan 2 iv line. Pada saat awal diberikan dengan tetesan cepat
sebagai bolus, dosis awal adalah 1-2 liter pada dewasa Jika tidak menunjukkan perbaikan, dilakukan pemberian tranfusi darah (packed
red cell)
Kateter urin sebagai monitoring output
Setelah ABC stabil, cari sumber perdarahan di hidung, bersihkan, pasang tampon
adrenalin dan lidokaine.
d. Disability: Terjadi penurunan kesadaran dengan GCS : 10 (cedera kepala sedang)
e. Exposure: Buka pakaian pasien dan cegah hiportermi
Elevasi kepala 30
0
dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera spinal ataugunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan intracranial dan
meningkakan drainase vena.
2. Secondary Survey
a. Anamnesis (riwayat kejadian)
b. Pemeriksaan fisik
GCS
Ukuran dan refkles pupil
Fungsi motoric
Letak dan bentuk fraktur maupun luka dan memar
c. Pemeriksaan khusus
7/28/2019 LO (Repaired)
http://slidepdf.com/reader/full/lo-repaired 13/16
CT scan untuk melihat letak lesi dan dilakukan apabila kondisi pasien
sudah stabil
Pemeriksaan laboratorium darah lengkap dan analisa gas darah
d. Tentukan jenis cedera kepala (diagnosis)
3. Rujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas dan dokter bedah saraf
Obat-obatan dibawah ini yang dapat diberikan tetapi dengan konsultasi dengan bedah
saraf:
- Manitol untuk menurunkan tekanan intrakranial yang meningkat
- Hiperventilasi sedang (PCO2 < 35 mmHg)
- Antikonvulsan, biasanya diberikan fenitoin pada fase akut untuk mencegah
timbulnya focus epileptogenic dan untuk penggunaan jangka panjang dapat
dilanjutkan dengan karbamazepin.
Indikasi operasi jika:
Volume hematoma > 30 ml
Keadaan pasien memburuk
Terdorongnya mediastinum > 3 mm
Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional
saving . Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi
emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak ruang.
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :
> 25 cc desak ruang supra tentorial
> 10 cc desak ruang infratentorial
> 5 cc desak ruang thalamus
Sedangakan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :
Penurunan klinis
Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan
klinis yang progresif.
7/28/2019 LO (Repaired)
http://slidepdf.com/reader/full/lo-repaired 14/16
7. Tatalaksana epitaksis
8. Pembuatan visum
Definisi
Visum Et Repertum adalah keterangan (laporan) tertulis yang dibuat oleh seorang dokter
yang telah disumpah atas permintaan penyidik tentang apa yang dilihat dan ditemukan
terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh
manusia berdasarkan keilmuannya untuk kepentingan peradilan.Pembagian visum
dibagi atas 2 bagian yaitu
1. Visum orang hidup
1. Visum seketika
2. Visum sementara
3. Visum lanjutan
4. Visum kejahatan seksual
5. Visum psikiatrik
2.
Visum orang mati.Struktur dan Isi VeR
7/28/2019 LO (Repaired)
http://slidepdf.com/reader/full/lo-repaired 15/16
Setiap visum et repertum harus dibuat memenuhi ketentuan umum sebagai berikut:
a. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa
b. Bernomor dan bertanggal
c. Mencantumkan kata ”Pro Justitia” di bagian atas kiri (kiri atau tengah)
d.
Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar e. Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan temuan
pemeriksaan
f. Tidak menggunakan istilah asing
g. Ditandatangani dan diberi nama jelas
h. Berstempel instansi pemeriksa tersebut
i. Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan
j. Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum.Apabila ada lebih
dari satu instansi peminta, misalnya penyidik POLRI dan penyidik POM, dan
keduanya berwenang untuk itu, maka kedua instansi tersebut dapat diberi visum et
repertum masing-masing asli
k. Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan
disimpan sebaiknya hingga 20 tahun
9. Pemeriksaan penunjang
CT Scan untuk mengetahui ada tidaknya fraktur, pendarahan, hematoma, udem
dan kelainan otak lainnya & dapat ditentukan seberapa luas lesi, pendarahan dan
perubahan jaringan di otak.
X-Ray mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan / edema), fragmen tulang.
Analisa Gas Darah medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
o Menilai kadar PCO2 dan PO2 yang penting dalam patofisiologi perdarahan otak
o PCO2 yang tinggi menyebabkan vasodilatasi vaskular otak yang memperparah
perdarahan.
Elektrolit untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intrakranial.
Rinoskopi atau nasoendoskopi (bila tersedia )Pemeriksaan trauma hidung dan
sumber perdarahan
Ophthalmoscopymenilai adanya perdarahan intraocular, edema, foreign body,
retinal detachment, edema papil nervus II atau tidak.
Factor pembekuan, clotting time, bleeding time
Bujang, 25 tahun, mengalami trauma tumpul pada kepala yang menyebabkan terjadinya
cedera kepala derajat sedang, lucid interval, fraktur temporal dekstra, dan epidural
hematom.