lo 2 skenario3

15
2.1 Defenisi Fraktur Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2000). Fraktur merupakan setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves, Roux, Lockhart, 2001). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000). Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok (FKUI, 1995). 2.2 Etiologi Fraktur Trauma : akibat jatuh dari ketinggian, kecelakaan pekerjaan, kecelakaan lalu lintas, dsb. Trauma dibagi menjadi 2 jenis, yaitu: Trauma Langsung : benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat tersebut Trauma Tidak Langsung : bila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan serta fraktur yang diakibatkan trauma yang minimal atau tanpa trauma adalah fraktur patologis yaitu fraktur dari tulang yang patologik misalnya akibat osteoporosis Etiologi fraktur collum femur : Trauma Langsung : biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter major terbentur dengan benda keras. Trauma Tak Langsung : disebabkan gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Karena kepala femur terlihat

Upload: reni-permana

Post on 24-Dec-2015

233 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

hthsrfesr

TRANSCRIPT

Page 1: Lo 2 Skenario3

2.1 Defenisi Fraktur

Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya

(Smeltzer & Bare, 2000).

Fraktur merupakan setiap retak atau patah pada tulang yang utuh

(Reeves, Roux, Lockhart, 2001).

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa

(Mansjoer, 2000).

Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok

(FKUI, 1995).

2.2 Etiologi Fraktur

Trauma : akibat jatuh dari ketinggian, kecelakaan pekerjaan, kecelakaan lalu lintas, dsb.

Trauma dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

Trauma Langsung : benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat tersebut

Trauma Tidak Langsung : bila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan serta fraktur yang diakibatkan trauma yang minimal atau tanpa trauma adalah fraktur patologis yaitu fraktur dari tulang yang patologik misalnya akibat osteoporosis

Etiologi fraktur collum femur :

Trauma Langsung : biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter major terbentur dengan benda keras.

Trauma Tak Langsung : disebabkan gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Karena kepala femur terlihat kuat dengan ligamen di dalam acetabulum oleh ligament iliofemorale dan kapsul sendi, mengakibatkan fraktur di daerah colum femur. Pada dewasa muda apabila terjadi fraktur interkapsuler berarti traumanya cukup hebat. Kebanyakan fraktur colum femur terjadi pada wanita tua dimana tulangnya sudah mengalami osteoporotik.

2.3 Epidemiologi fraktur

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI tahun 2007 di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam/ tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang(3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam/ tumpul, yang

Page 2: Lo 2 Skenario3

mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%).Penelitian oleh Woro Riyadina terhadap kecelakaan lalu lintas yang menimpa pengendara sepeda motor di Jakarta pada Oktober 2005 terdapat 425 orang dengan 132 orang mengalami fraktur atau patah tulang.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan tahun 2007 didapatkan sekitar 2.700 orang mengalami insiden fraktur, 56% penderita mengalami kecacatan fisik, 24% mengalami kematian, 15% mengalami kesembuhan dan 5% mengalami gangguan psikologis atau depresi terhadap adanya kejadian fraktur. Pada tahun yang sama di Rumah Sakit UmumKota Prabumulih Sumatera Selatan, tercatat terdapat 676 kasus fraktur dengan rincian 86,2% fraktur jenis terbuka dan 13,8% fraktur jenis tertutup, 68,14% jenis fraktur tersebut adalah fraktur ekstremitas bawah .

Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga,pekerjaan atau kecelakaan.sedangkan usia lanjut prevalensi cenderung lebih banyak lagi terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait pada perubahan hormone.tingginya angka kecelakaan menyebabkan angka kejadian atau insiden fraktur tinggi,dan salah satu fraktur yang paling sering terjadi adalah fraktur femur yang termasuk kedalam kelompok tiga besar kasus fraktur yang disebabkan karena benturan dengan tenaga yang kuat seperti kecelakaan mobil atau sepeda motor.

2.4 Klasifikasi Fraktur

Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi atas : complete, dimana tulang patah

terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau lebih, serta incomplete (parsial). Fraktur parsial terbagi lagi

menjadi:

1. Fissure/Crack/Hairline – tulang terputus seluruhnya tetapi masih tetap di tempat, biasa terjadi

pada tulang pipih

2. Greenstick Fracture – biasa terjadi pada anak-anak dan pada os radius, ulna, clavicula, dan costae

3. Buckle Fracture – fraktur di mana korteksnya melipat ke dalam

Berdasarkan garis patah/konfigurasi tulang dibagi menjadi:

1. Transversal – garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-100o dari sumbu tulang)

2. Oblik – garis patah tulang melintang sumbu tulang (<80o atau >100o dari sumbu tulang)

3. Longitudinal – garis patah mengikuti sumbu tulang

4. Spiral – garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih

5. Comminuted – terdapat 2 atau lebih garis fraktur

Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur:

Page 3: Lo 2 Skenario3

a. Undisplace – fragmen tulang fraktur masih terdapat pada tempat anatomisnya

b. Displace – fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi atas:

- Shifted Sideways – menggeser ke samping tapi dekat

- Angulated – membentuk sudut tertentu

- Rotated – memutar

- Distracted – saling menjauh karena ada interposisi

- Overriding – garis fraktur tumpang tindih

- Impacted – satu fragmen masuk ke fragmen yang lain

Gambar 1. Tipe Fraktur menurut garis frakturnya

Secara umum, berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang fraktur dengan dunia luar,

fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Disebut fraktur tertutup

apabila kulit di atas tulang yang fraktur masih utuh. Sedangkan apabila kulit di atasnya tertembus dan

terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan dunia luar maka disebut fraktur terbuka,

Page 4: Lo 2 Skenario3

yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah sehingga

cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi.

Klasifikasi Fraktur Colum femorisa. Berdasarkan hubungan terhadap fraktur:

1. Ekstrakapsuler2. Intrakapsuler

b. Berdasarkan lokasi anatomi :1. Sub-kapital2. Transservikal3. Basal

c. Berdasarkan keadaan fraktur femur :1. Fraktur leher2. Fraktur trokanterik3. Fraktur diafisis4. Fraktur suprakondiler5. Fraktur kondiler

d. Berdasarkan Garden :1. Fraktur tidak lengkap atau tipe abduksi/impaksi2. Fraktur lengkap, tanpa pergeseran3. Fraktur lengkap, disertai sebagian pergeseran4. Fraktur tidak lengkap, disertai pergeseran penuh

e. Berdasarkan Pauwel (berdasarkan sudut inklinasi leher femur) :1. Tipe 1 : garis fraktur 30˚2. Tipe 2 : garis fraktur 50˚3. Tipe 3 : garis fraktur 70˚

2.5 PatofisiologiTulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan

(Apley, A. Graham, 1993).

Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang

(Carpnito, Lynda Juall, 1995).

Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang ang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. ini merupakan dasar penyembuhan tulang

(Black, J.M, et al, 1993).2.6 Manifestasi

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan eksremitas. Deformitas

dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat

Page 5: Lo 2 Skenario3

berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.

Deformitas ada 4 yaitu :• Penonjolan yang abnormal• Angulasi• Rotasi• Pemendekan

3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm.

4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.

5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.

6. Spasme otot involunter dekat fraktur7. Kehilangan sensasi karena putusnya saraf atau terjadi pendarahan.8. Syok hipovolemik.

2.8 Diagnosis

a. Anamnesis : ada trauma atau tidak. Bila tidak ada trauma berarti fraktur patologis. Trauma juga harus diperinci jenisnya, besar ringannya trauma, arah trauma dan posisi penderita atau ekstremitas yang bersangkutan

b. Pemeriksaan Umum : dicari kemungkinan ada komplikasi khusus , misalnya: shock pada fraktur multipel, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka terinfeksi

c. Pemeriksaan fisik : Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi,

rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka.

Fungsio laesa: hilangnya fungsi contohnya pada fraktur cruris tidak dapat berjalan dan pada antebrachii tidak dapat menggunakan lengan

Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan

Movement :1. Krepitasi. Terasa krepitasi saat fraktur digerakan, tetapi ini bukan cara yang baik dan

kurang halus. Krepitasi timbul oleh pergeseran atau beradunya ujung-ujung tulang kortikal pada tulang spongiosa atau tulang rawan

2. Nyeri bila digerakan baik pada gerakan aktif maupun pasif3. Memeriksa seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak

mampu dilakukan, range of motion dan kekuatan4. Gerakan yang tidak normal: gerakan yang terjadi tidak pada sendi . contohnya

pertengahan femur dapat digerakan, ini adalah bukti penting adanya fraktur yang membuktikan adanya “putus kontinuitas tulang” sesuai definisi fraktur

d. Pemeriksaan penunjang :

1. Foto Rontgen

Page 6: Lo 2 Skenario3

Pada proyeksi AP kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur pada kasus yang impacted, untuk ini diperlukan pemerikasaan tambahan proyeksi axial. Pergeseran dinilai melalui bentuk bayangan tulang yang abnormal dan tingkat ketidakcocokan garis trabekular pada kaput femoris dan ujung leher femur. Penilaian ini penting karena fraktur yang terimpaksi atau tidak bergeser (stadium I dan II Garden ) dapat membaik setelah fiksasi internal, sementara fraktur yang bergeser sering mengalami non union dan nekrosis avaskular.4,5

Radiografi foto polos secara tradisional telah digunakan sebagai langkah pertama dalam pemeriksaan pada fraktur tulang pinggul. Tujuan utama dari film x-ray untuk menyingkirkan setiap patah tulang yang jelas dan untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur. Adanya pembentukan tulang periosteal, sclerosis, kalus, atau garis fraktur dapat menunjukkan tegangan fraktur. Radiografi mungkin menunjukkan garis fraktur pada bagian leher femur, yang merupakan lokasi untuk jenis fraktur. Fraktur harus dibedakan dari patah tulang kompresi, yang menurut Devas dan Fullerton dan Snowdy, biasanya terletak pada bagian inferior leher femoralis. Jika tidak terlihat di film x-ray standar, bone scan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) harus dilakukan.

2. Bone ScanningBone scanning dapat membantu menentukan adanya fraktur, tumor, atau infeksi. Bone scan

adalah indikator yang paling sensitif dari trauma tulang, tetapi mereka memiliki kekhususan yang sedikit. Shin dkk melaporkan bahwa bone scanning memiliki prediksi nilai positif 68%. Bone scanning dibatasi oleh resolusi spasial relatif dari anatomi pinggul.Di masa lalu, bone scanning dianggap dapat diandalkan sebelum 48-72 jam setelah patah tulang, tetapi sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hold dkk menemukan sensitivitas 93%, terlepas dari saat cedera.

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)MRI telah terbukti akurat dalam penilaian fraktur dan andal dilakukan dalam waktu 24 jam dari

cedera, namun pemeriksaan ini mahal. Dengan MRI, fraktur biasanya muncul sebagai garis fraktur di korteks dikelilingi oleh zona edema intens dalam rongga meduler. Dalam sebuah studi oleh Quinn dan McCarthy, temuan pada MRI 100% sensitif pada pasien dengan hasil foto rontgen yang kurang terlihat. MRI dapat menunjukkan hasil yang 100% sensitif, spesifik dan akurat dalam mengidentifikasi fraktur collum femur.

Page 7: Lo 2 Skenario3

Gambar Pemeriksaan Rontgent Fraktur Collum Femur

4. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.

5. CCT kalau banyak kerusakan otot.

Diagnosis Banding

Fraktur collum femur di diagnosis banding dengan kelainan berikut :

a.Osteitis Pubis

b.Slipped Capital Femoral Epiphysis

c.Snapping Hip Syndrome

2.10 Penatalaksanaan

a) Recognition: mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinik dan

radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan: lokasi, bentuk fraktur, menentukan teknnik

yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.

b) Reduction: reduksi fraktur apabila perlu, restorasi fragment fraktur sehingga didapat posisi yang

dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin

mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta

perubahan osteoartritis dikemudian hari. Posisi yang baik adalah: alignment yang sempurna dan

aposisi yang sempurna. Fraktur yang tidak memerlukan reduksi seperti fraktur klavikula, iga,

fraktur impaksi dari humerus, angulasi

Page 8: Lo 2 Skenario3

c) Retention, immobilisasi fraktur: mempertahankan posisi reduksi dan memfasilitasi union

sehingga terjadi penyatuan, immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna meliputi

pembalut gips, bidai, traksi, dan fiksasi interna meliputi inplan logam seperti screw.

d) Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.

Terapi non farmakologi, terdiri dari :

a. Proteksi, untuk fraktur dengan kedudukan baik. Mobilisasi saja tanpa

reposisi, misalnya pemasangan gips pada fraktur inkomplet dan fraktur

tanpa kedudukan baik.

b. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips. Reposisi dapat dalam

anestesi umum atau lokal.

c. Traksi, untuk reposisi secara berlebihan

Penatalaksanaan pembedahan.

a.Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire(kawat kirschner),

misalnya pada fraktur jari. 

b.Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal Fixation).Merupakan tindakan

pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur,kemudian melakukan implant pins, screw,

wires, rods, plates dan protesa padatulang yang patah

Page 9: Lo 2 Skenario3

Proses Penyembuhan tulang

a. Fase hematoma: Proses terjadinya hematoma dalam 24 jam. Apabila terjadi fraktur pada tulang

panunjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam sistem haversian

mengalami robekan pada daerah luka dan akan membentuk hematoma diantar kedua sisi

fraktur.

b. Fase proliferasi/ fibrosa: terjadi dalam waktu sekitar 5 hari. Pada saat ini terjadi reaksi jaringan

lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan, karena adanya sel-sel osteogenik

yang berpoliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksternal serta pada daerah

endosteum membentuk kalus internal sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis.

c. Fase Pembentukkan Kalus: Waktu pembentukan kalus 3-4 minggu. Setelah pembentukan

jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan

kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan.

d. Fase Osifikasi: Pembentukan halus mulai mengalami perulangan dalam 2-3 minggu, patah

tulang melalui proses penulangan endokondrol, mineral terus-menerus ditimbun sampai

tulang benar-benar telah bersatu dengan keras.

e. Fase Remodeling: Waktu pembentukan 4-6 bulan. Pada fase ini perlahan-lahan terjadi

reabsorbsi secara eosteoklastik dan tetap terjadi prosesosteoblastik pada tulang dan kalus

eksternal secara perlahan-lahan menghilang (Rasjad, 1998 : 400 ).

Faktor yang mempercepat penyembuhan tulang

a) Immobilisasi fragmen tulang

b) Kontak fragmen tulang maksimal

c) Asupan darah yang memadai

d) Nutrisi yang baik

e) Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang

f) Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D,

g) Potensial listrik pada patahan tulang

Page 10: Lo 2 Skenario3

Faktor yang menghambat penyembuhan tulang

a) Trauma berulang

b) Kehilangan massa tulang

c) Immobilisasi yang tak memadai

d) Rongga atau jaringan diantar fragmen tulang

e) Infeksi

f) Radiasi tulang (nekrosis tulang)

g) Usia

h) Kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan)

2.11 Prognosis fraktur patologis

Kebanyakan fraktur patologis dapat menyatu, karena laju deposisi pada penyembuhan fraktur

lebih cepat daripada laju resorbsi penyakit yang mendasari fraktur tersebut. Fraktur patologis pada

osteomielitis tidak akan menyatu sampai infeksi bisa terkontrol. Pada neoplasma ganas seperti

osteosarkoma, laju deposisi dan resorpsi tulang bisa sama cepat, sehingga bisa terjadi delayed union dan

merupakan suatu indikasi amputasi. Fraktur patologis akibat metastasis neoplasma pada ekstrimitas

biasanya memerlukan fiksasi internal dikombinasi dengan terapi radiasi dan hormonal.

2.12 KOMPLIKASI

1. Komplikasi awal

Shock Hipovolemik/traumatikFraktur (ekstrimitas, vertebra, pelvis, femur) → perdarahan & kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak → shock hipovolemi.

Emboli lemak Trombo emboli vena

Berhubungan dengan penurunan aktivitas/kontraksi otot/bedrest Infeksi

Fraktur terbuka: kontaminasi infeksi sehingga perlu monitor tanda infeksi dan terapi antibiotik

2. Komplikasi lambat Delayed union

Proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari yang diharapkan biasanya lebih dari 4 bulan. Proses ini berhubungan dengan proses infeksi. Distraksi/tarikan bagian fragmen tulang

Page 11: Lo 2 Skenario3

Non unionProses penyembuhan gagal meskipun sudah diberi pengobatan. Hal ini disebabkan oleh fobrous union atau pseudoarthrosis

Mal unionProses penyembuhan terjadi tetapi tidak memuaskan (ada perubahan bentuk)

Nekrosis avaskuler di tulangKarena suplai darah menurun sehingga menurunkan fungsi tulang .

2.13 Pencegahan Fraktur

Pencegahan fraktur dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya. Pada umumnya fraktur disebabkan oleh peristiwa trauma benturan atau terjatuh baik ringan maupun berat. Pada dasarnya upaya pengendalian kecelakaan dan trauma adalah suatu tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang menyebabkan fraktur.

Pencegahan Primer Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya trauma benturan, terjatuh

atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan aktifitas yang berat atau mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati – hati, memperhatikan pedoman keselamatan dengan memakai alat pelindung diri.

Pencegahan SekunderPencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat – akibat yang lebih serius dari terjadinya

fraktur dengan memberikan pertolongan pertama yang tepat dan terampil pada penderita. Mengangkat penderita dengan posisi yang benar agar tidak memperparah bagian tubuh yang terkena fraktur untuk selanjutnya dilakukan pengobatan. Pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat bentuk dan keparahan tulang yang patah. Pemeriksaan dengan foto radiologis sangat membantu untuk mengetahui bagian tulang yang patah yang tidak terlihat dari luar. Pengobatan yang dilakukan dapat berupa traksi, pembidaian dengan gips atau dengan fiksasi internal maupun eksternal.

Pencegahan TersierPencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi

yang lebih berat dan memberikan tindakan pemulihan yang tepat untuk menghindariatau mengurangi kecacatan. Pengobatan yang dilakukan disesuaikan dengan jenis dan beratnya fraktur dengan tindakan operatif dan rehabilitasi. Rehabilitasi medis diupayakan untuk mengembalikan fungsi tubuh untuk dapat kembali melakukan mobilisasi seperti biasanya. Penderita fraktur yang telah mendapat pengobatan atau tindakan operatif, memerlukan latihan fungsional perlahan untuk mengembalikan fungsi gerakan dari tulang yang patah. Upaya rehabilitasi dengan mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi antara lain meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktivitas ringan secara bertahap.