lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, …kc.umn.ac.id/2863/3/bab ii.pdf · besar...
TRANSCRIPT
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP
Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penulis berperan sebagai sinematografer, yang memiliki peranan penting dalam
merancang sebuah elemen gambar. Sinematografer memiliki tanggung jawab
dalam membantu sutradara untuk meraih visual yang ingin ia capai. Dalam
merancang konsep visual sebuah film tentu saja harus didiskusikan terlebih
dahulu dengan sutradara, agar pesan dan kesan yang ingin disampaikan oleh
sutradara sampai kepada penonton. Terdapat beberapa aspek yang merupakan
tanggung jawab dari seorang sinematografer seperti, merancang lighting,
pemilihan lensa dan pergerakan kamera (Brown, 2008, hlm. 289-290).
Dalam penulisan laporan tugas akhir ini penulis menggunakan studi
literatur untuk menemukan teori yang dapat mendukukung penggambaran
keintiman melalui teknik lighting dan pemilihan lensa. Berikut adalah teori-
teorinya.
2.1. Shot
Menurut Thompson & Bowen (2009) shot adalah salah satu bagian dari elemen
visual sebuah film yang menampilkan sebuah adegan atau kejadian dalam satu
waktu yang direkam oleh kamera. Penjelasan secara teknisnya, shot merupakan
perekaman satu adegan di mana posisi kamera dan lensa sudah ditentukan
sebelumnya. Jika terjadi pengulangan adegan maka posisi kamera dan lensa masih
akan tetap sama. Jika posisi kamera atau lensa berubah walapun masih dalam satu
adegan maka telah terjadi pergantian shot, di mana akan memberikan hasil
Penggambaran keintiman pada..., Fariz Syukri Syuhada, FSD UMN, 2017
5
rekaman yang berbeda dibandingkan dengan posisi kamera dan lensa yang
sebelumnya. Terdapat beberapa tipe shot, dan masing-masingnya memiliki sifat
dan fungsi yang berbeda. Seorang pembuat film harus mampu
mengkomunikasikan pesannya dengan jelas dan dimengerti oleh penontonnya,
maka dari itu seorang pembuat film harus memiliki pengetahuan yang mendalam
untuk merancang dan menentukan jenis shot yang akan dipakai ke dalam filmnya,
agar informasi dan arti yang ingin disampaikan dapat dimengerti oleh
penontonnya (hlm. 1-3).
Film adalah sebuah bahasa visual, di dalamnya terdapat banyak shot yang
merangkai menjadi sebuah adegan. Dalam bahasa film, shot diibaratkan sebagai
kosa kata dan scene adalah kalimat. Jika kosa kata tersebut dirangkai dengan kosa
kata lainnya, maka terbentuklah sebuah kalimat, ini lah yang dimaksud bahasa
film (Brown, 2008, hlm. 17).
Sebagai seorang sinematografer sangatlah penting untuk
mempertimbangkan terlebih dahulu jenis shot apa yang akan dipakai ketika
shooting, agar pesan yang yang ingin disampaikan sutradara dapat dimengerti
oleh penontonnya. Berikut adalah jenis shot yang penulis pakai pada pembahasan
laporan tugas akhir ini.
2.1.1. Medium Shot
Thompson & Bowen (2009), medium shot adalah shot yang memperlihatkan
karakter dari bagian kepala hingga bagian pinggang. Shot ini lebih kepada
Penggambaran keintiman pada..., Fariz Syukri Syuhada, FSD UMN, 2017
6
memperlihatkan informasi gerakan pada tubuh subyek, dan penonton masih dapat
melihat ekspresi karakter tetapi masih belum terlalu jelas. (hlm. 8).
Gambar 2.1. Contoh Medium Shot
(Thompson & Bowen, 2009)
2.1.2. Medium Close Up
Thompson & Bowen (2009) medium close up adalah shot yang memperlihatkan
karakter dari bagian dada hingga kepala. Jika dibandingkan dengan medium shot,
shot ini lebih banyak memberikan informasi pada bagian wajah karakter, seperti
percakapan, ekspresi wajah, arah pandang mata karakter, dan kegiatan lain yang
tidak melibatkan gerakan tubuh. Shot ini hanya memfokuskan ekspresi karakter
saja, sehingga lingkungan sekitar karakter tidak akan terlihat dengan jelas (hlm.
17).
Penggambaran keintiman pada..., Fariz Syukri Syuhada, FSD UMN, 2017
7
Gambar 2.2. Contoh Medium Close Up
(Thompson & Bowen, 2009)
2.1.3. Close Up
Thompson & Bowen (2009) close up adalah shot yang menunjukan karakter dari
bagian kepala hingga pundak. Shot ini digunakan untuk memperlihatkan ekspresi
karakter dengan jelas kepada penonton. Shot seperti ini biasanya digunakan untuk
memberikan informasi psikologis dan emosi dari karakter (hlm.17-18).
Gambar 2.3. Contoh Close Up
(Thompson & Bowen, 2009)
Penggambaran keintiman pada..., Fariz Syukri Syuhada, FSD UMN, 2017
8
2.1.4. Big Close Up
Thompson & Bowen (2009) big close up adalah shot yang hanya menunjukan
muka subyek secara keseluruhan dari kening hingga dagu. Shot ini
memperlihatkan detail wajah subyek secara lebih dekat. Shot ini biasaya
digunakan untuk memperlihatkan perasaan subyek, seperti marah, ketakutan,
romantis, dan lain-lain (hlm. 19).
Gambar 2.4. Contoh Big Close Up
(Thompson & Bowen, 2009)
2.1.5. Profile Two Shot
Thompson & Bowen (2009) profile two shot adalah shot yang memperlihatkan
dua karakter tampak samping. Shot ini biasanya digunakan jika kedua karakter
saling bertemu dan berinteraksi. Shot ini juga dapat digunakan untuk memberikan
informasi gestur tubuh karakter ketika sedang berinteraksi. Shot ini juga dapat
dikombinasikan dengan medium shot dan close up. Semakin dekat shot nya maka
terdapat intensitas interaksi yang intim antara kedua karakter. Shot ini juga dapat
dipakai untuk adegan romantis dan intimidatif (hlm. 45).
Penggambaran keintiman pada..., Fariz Syukri Syuhada, FSD UMN, 2017
9
Gambar 2.5. Profile Two Shot Medium
(Thompson & Bowen, 2009)
Gambar 2.6. Profile Two Shot Medium Close Up
(Thompson & Bowen, 2009)
2.2. Lensa
Frost (2009) lensa adalah sebuah obyek yang menempel pada bagian depan
kamera, berfungsi untuk menangkap gambar yang ada di depan kamera dan
membalikannya menuju sensor kamera. Lensa bukan sekedar alat teknis saja,
tetapi lensa juga dapat memberikan nilai estetika dan arti dalam menyampaikan
sebuah cerita ke dalam bentuk shot. Oleh karena itu sebelum memilih jenis lensa
Penggambaran keintiman pada..., Fariz Syukri Syuhada, FSD UMN, 2017
10
yang akan dipakai perlu mempertimbangkan beberapa aspek terlebih dahulu
seperti, karena (hlm. 39).
2.3. Focal Length
Frost (2009) jarak cahaya mengenai titik pusat optik hingga dibiaskan menuju
satu titik pada sensor kamera. jarak tersebut dinamakan focal length. Focal length
adalah jarak dari bagian paling depan lensa hingga bagian ujung paling belakang
lensa. Focal length menggunakan satuan ukur milimeter (mm). Setiap ukuran
focal length sangat berpengaruh terhadap karakter gambar yang dihasilkan (hlm.
42).
2.4. Aperture
Frost (2009) sebuah diafragma yang terdapat di dalam bagian susunan lensa yang
berfungsi mengatur jumlah intensitas cahaya yang masuk menuju sensor kamera.
Semakin kecil lubang diameter aperture atau diafragma semakin sedikit jumlah
intesitas cahaya yang masuk menuju sensor sebaliknya, semakin besar lubang
diameter aperture semakin banyak jumlah cahaya yang masuk menuju lensa.
Besar kecilnya aperture disebut dengan f-stops yang biasanya ditulis f/2, f/2.8,
f/4, f/5.6, f/8, f/11, f/16, dan f/22. Semakin kecil angkanya semakin besar
diameter aperture terbuka, maka semakin banyak intensitas cahaya yang masuk
menuju sensor, dan akan terjadi sebaliknya jika angkanya semakin tinggi. Besar
kecilnya sebuah aperture dapat mempengaruhi luas dan sempitnya depth of field.
(hlm. 52-53).
Penggambaran keintiman pada..., Fariz Syukri Syuhada, FSD UMN, 2017
11
Gambar 2.7. Contoh Ukuran Aperture
(Mercado, 2011)
2.5. Jenis Lensa
Pada dasarnya terdapat dua jenis lensa yaitu, lensa prime dan lensa zoom. Lensa
prime adalah lensa yang tidak memiliki kemampuan untuk mengubah focal length
dan lensa zoom adalah lensa yang mampu mengubah focal length.
Frost (2009) lensa prime memiliki ukuran yang spesifik seperti contohnya
8mm prime, 27mm prime, 50mm prime, dan masih banyak lagi. Keunggulan dari
lensa prime adalah memiliki bukaan aperture yang lebih besar dibandingkan
dengan lensa zoom, menghasilkan gambar yang lebih tajam dibandingkan dengan
lensa zoom, ukuran bentuknya yang lebih kecil sehingga mudah digenggam, dan
memiliki berat yang lebih ringan dibandingkan dengan lensa zoom. Ada beberapa
faktor yang dapat menjadi pertimbangan untuk menggunakan lensa prime, yaitu
jika pada saat produksi seorang sutradara sudah sepakat dengan lensa yang dipilih
oleh sinematografer dan ternyata sutradara menginginkan subyek terlihat sedikit
lebih dekat, maka terdapat dua cara untuk mengatasinya, yaitu memindahkan satu
set kamera kemudian dekati subyeknya, atau mengganti lensanya dengan ukuran
yang disesuaikan, tentu saja hal tersebut dapat memakan waktu produksi. Tetapi
terdapat beberapa sinematografer yang lebih memilih dengan cara memindahkan
Penggambaran keintiman pada..., Fariz Syukri Syuhada, FSD UMN, 2017
12
kameranya mendekati subyek dibandingkan dengan melakukan zoom in pada
lensa, karena dengan melakukan zoom in dapat memberikan efek perspektif yang
berbeda pada backgroundnya. Lensa zoom dapat mengompresi backgroundnya
sehingga seolah-olah background terlihat lebih dekat dengan subyeknya. Dengan
menggunakan lensa prime kamera bisa lebih dekat dengan aktor sehingga
penonton akan lebih bisa merasakan keintiman dan kedekatan dengan subyeknya.
Menurut Prieto seorang sinematografer (seperti dikutip oleh Frost, 2009) ia lebih
memilih mendekati subyeknya dibandingkan melakukan zoom in pada lensa.
Menurutnya kesan keintiman yang dirasakan akan lebih terasa jika menggunakan
lensa 100mm atau 40mm mendekati subyek karena kedekatan kamera dengan
subyeknya yang dapat membuat penonton ikut merasakan masuk kedalam zona
privasi subyek. (hlm. 42)
2.5.1. Field of View
Mercado (2011) field of view adalah seberapa luas suatu scene akan diperlihatkan
oleh lensa kepada sensor kamera secara horizontal (hlm. 12)
Gambar 2.8. Contoh ilustrasi Field of View
(Mercado, 2011)
Penggambaran keintiman pada..., Fariz Syukri Syuhada, FSD UMN, 2017
13
2.5.1.1. Normal Lens
Frost (2009) jika ukuran sensor pada kamera adalah 35mm maka lensa normalnya
berada pada focal length 50mm. Sebuah lensa dikategorikan sebagai lensa normal
karena perspektif yang dihasilkan oleh lensa normal mirip dengan perspektif
pandangan pada mata manusia normal (hlm. 46). Lensa normal tidak
menghasilkan distorsi sehingga jarak obyek atau subyek yang terlihat
menggunakan lensa normal sama dengan jarak yang dilihat oleh mata manusia
2.5.1.2. Wide Lens
Frost (2009) sebuah lensa dapat dikatakan lensa wide jika ukuran focal length
lensa tersebut dibawah lensa normal. Jika menggunakan sensor kamera 35mm
maka semua ukuran focal length yang berada dibawah 50mm dapat dikatakan
lensa wide. Lensa wide dapat memberikan efek distorsi pada wajah subyek jika
kameranya terlalu dekat dengan subyek. Maka penggunaan lensa wide kurang
cocok jika ingin melakukan beauty shot. Lensa wide juga memberikan prespektif
terhadap kedalaman gambar. Jika dua subyek diletakan secara berhadapan jarak
antara kedua subyek tersebut terlihat lebih jauh dibandingkan dengan perspektif
normal (hlm. 47).
2.5.1.3. Tele Lens
Frost (2009) semua lensa yang memiliki ukuran focal length diatas lensa normal
dapat dikatan tele lens. Lensa ini mampu mengambil gambar yang jauh terlihat
lebih dekat tetapi perspektif yang dihasilkan terhadap subyek dengan background
Penggambaran keintiman pada..., Fariz Syukri Syuhada, FSD UMN, 2017
14
akan terlihat terkompresi dimana background terlihat lebih dekat dengan
subyeknya (hlm. 48).
2.6. Depth of Field
Menurut Frost (2009) bagian daerah yang masuk kedalam area fokus dinamakan
depth of field. Untuk mengatur depth of field sangat berhubungan dengan focal
length lensa, besarnya sensor kamera, diameter aperture, dan jarak lensa dengan
subyeknya. Semakin besar sensor kamera semakin sempit depth of field, semakin
besar diameter aperture semakin sempit depth of field, jika menggunakan lensa
tele maka akan menampilkan depth of field yang sempit, namun jika
menggunakan lensa wide, depth of field yang dihasilkan akan semakin luas. (hlm.
52).
2.6.1 Shallow Depth of Field
Brown (2012) shallow depth of field atau depth of field yang sempit dapat
menekankan fokus pada subyek tertentu karena karakteristiknya hanya dapat
memfokuskan pada satu titik. Biasanya shallow depth of field digunakan jika ingin
memperlihatkan background yang blur tetapi fokusnya hanya berada di
subyeknya. (hlm. 61).
Penggambaran keintiman pada..., Fariz Syukri Syuhada, FSD UMN, 2017
15
Gambar 2.9. Contoh Shallow Depth of Field
(Brown, 2012)
2.6.2. Deep Depth of Field
Brown (2012) deep depth of field berfungsi untuk menyampaikan detail yang
divisualisasikan dalam suatu shot, Karakteristik dari deep depth of field yaitu
foreground, midground, dan background fokus sehingga dapat digunakan untuk
menampilkan dua action sekaligus dalam satu scene (hlm. 56).
Gambar 2.10. Contoh Deep Depth of Field
(Brown, 2012)
Penggambaran keintiman pada..., Fariz Syukri Syuhada, FSD UMN, 2017
16
2.7. Shuttter Speed
Brindle (2013) setiap kamera memiliki mekanisme rotating shutter yang berada di
depan bagian sensor. Rotating shutter akan berputar 180 derajat untuk membuka
sensor sehingga cahaya dapat masuk mengenai sensor dan kembali tertutup 180
derajat. Jika merekam sebuah film, rotating shutter akan berputar secara konstan,
misalkan merekam dengan 24 frame per detik maka dalam setiap frame
membutuhkan waktu 1/24 detik untuk membiarkan cahaya masuk menuju sensor
dan 1/24 detik untuk menutup sensor, maka dalam satu frame membutuhkan
waktu 1/48 detik, jika ingin merekam dengan 24 frame per detik dibutuhkan
shutter speed 1/48 detik (hlm. 50).
2.8. Lighting
Seperti yang dikatakan Brown (2008) lighting adalah salah satu bagian dari film
yang dapat mempengaruhi penyampaian sebuah cerita. Film itu sendiri adalah
penyampaian sebuah cerita yang menampilkan elemen gambar. Lighting dapat
berasal dari alam seperti matahari dan api, namun seiring berkembangnya
teknologi lighting sudah dapat diciptakan oleh manusia. Orang yang pertama kali
menciptakan lighting atau lampu adalah Thomas Alva Edison, Hingga saat ini
karyanya telah dikembangkan oleh banyak orang sehingga terciptalah berbagai
macam variasi lighting. Hingga saat ini terdapat banyak jenis lighting yang dapat
diterapkan ke dalam film, setiap jenis lighting memiliki karakternya masing-
masing baik itu dari segi warna dan sifat pencahayaanya (hlm.1).
Penggambaran keintiman pada..., Fariz Syukri Syuhada, FSD UMN, 2017
17
2.9. Lighting Fundamentals
Menurut Brown (2008) sebagai seorang sinematografer atau director of
photography akan selalu bekerja dengan lighting, di mana lighting itu sendiri
memiliki kualitas dan karakter yang sangat beragam sehingga untuk mempelajari
hal tersebut tidak akan pernah ada habisnya. Namun sebagai seorang
sinematografer sangat perlu mengetahui elemen dasar dalam merancang sebuah
lighting, di mana elemen tersebut akan dapat digunakan untuk menentukan mood
sebuah scene (hlm. 35-36).
2.9.1. Key Light
Brow (2008) key light adalah cahaya utama yang berfungsi untuk memperlihatkan
wujud dan bentuk subyek. Key light tidak selalu harus menjadi sumber cahaya
yang paling terang. Key light biasanya paling banyak memberikan bayangan pada
subyek atau obyek. Key light bisa berada di mana saja sesuai kebutuh
penyampaian cerita. (hlm. 44-45).
Gambar 2.11. Contoh Key Light (Brown, 2008)
Penggambaran keintiman pada..., Fariz Syukri Syuhada, FSD UMN, 2017
18
2.9.2. Fill Light
Penggunaan key light akan memberikan kontras bayangan pada subyeknya.
Terkadang penggunaan bayangan yang terlalu kontras dapat terlihat bagus dan
juga dapat terlihat tidak sesuai dengan shot yang diinginkan. Agar bayangan tidak
terlalu kontras maka perlu cahaya yang menyeimbanginya, cahaya tersebut
dinamakan fill light. Fill light bisa berupa lampu tambahan atau reflector, fill light
bisanya di letakan di samping kamera atau bersebrangan dengan key light (Brown,
2008, hlm. 45).
Gambar 2.12. Contoh Key Light, Back Light, Kicker dan Fill Light (Brown, 2008)
2.9.3. Back Light
Menurut Brown (2008) backlight adalah segala lampu yang berada di belakang
subyek. Penggunaa back light biasanya digunakan hanya untuk pilihan selera.
Karena penggunaan back light terlihat artificial biasanya jarang digunakan pada
Penggambaran keintiman pada..., Fariz Syukri Syuhada, FSD UMN, 2017
19
set motivated light, kecuali terjadi secara alami. Hal tersebut juga bisa disebut
sebagai hair light ( hlm. 45).
Gambar 2.13. Contoh Back Light (Brown, 2008)
2.10. Mood and Tone
Menurut Brown (2008) seorang cameraman dan lighting person yang baik adalah
mereka yang mampu memperlihatkan kesan suatu adegan, seperti menakutkan,
indah, atau apa pun yang menyesesuaikan dengan cerita (hlm. 36).
2.11. Lighting as Storytelling
Menurut Brown (2012) lighting dan warna dapat mempengaruhi emosi penonton.
Di saat penonton sedang fokus pada cerita di dalam film, lighting dapat
dimanfaatkan untuk menambah kesan pada mood dan memberikan makna yang
tersirat di dalam bawah sadar penonton (hlm. 69)
Penggambaran keintiman pada..., Fariz Syukri Syuhada, FSD UMN, 2017
20
Brown juga berpendapat (2012) lighting dapat memberikan sebuah metafora
pada elemen visual. Lighting dapat berfungsi secara naratif di mana dapat
memberikan arti tersirat pada visualnya (hlm.69-70)
2.12. LED Lights
Brown (2012) LED lights adalah salah satu perangkat lampu dengan bentuk yang
tidak besar sehingga dalam menata LED lights sangat praktis, mudah untuk
dibawa, dan tidak memakan banyak tempat dalam set. LED lights juga sangat
efisien dalam pemakaian energi listrik dibandingkan lampu lainnya. LED lights
juga ada yang menggunakan baterai sehingga tidak memerlukan listrik dan kabel
untuk menghidupkannya, maka sangat berguna jika ingin melakukan handheld,
mounting pada kamera atau kondisi lainnya yang tidak memerlukan kabel
(hlm.136).
2.13. Exposure
Menurut Brown (2008) exposure adalah kuantitas cahaya yang ada dalam sebuah
shot, kuantitas cahaya tersebut dapat mempengaruhi shutter speed, aperture, dan
frame rate pada kamera. Exposure lebih kepada terang dan gelapnya sebuah scene
secara keseluruhan yang dapat dilihat oleh kamera. Dalam menentukan exposure
tidak ada yang benar dan salah, namun dalam menyampaikan sebuah cerita perlu
pertimbangan dalam menyesuaikan exposure agar suasana atau mood yang ingin
disampaikan sesuai dengan fungsi naratifnya. (hlm. 39).
Penggambaran keintiman pada..., Fariz Syukri Syuhada, FSD UMN, 2017
21
2.14. Kontras
Menurut Brown (2012) kata kontras dapat memiliki arti yang berbeda-beda,
tergantung apa yang sedang lagi dibahas, apakah kontras terhadap subyek yang
sedang difoto atau negatif yang dipakai untuk diprint. Secara umum kontras itu
sendiri adalah perbedaan area gelap dan terang pada subyek atau negatif.
Kontras dalam negatif lebih ditujukan kepada area tranparan dan area yang tidak
tembus cahaya. Negatif dapat didefinisikan sebagai kerapatan. Kerapatan ini dapat
diukur dengan sebuah alat yang dinamakan densitometer, alat tersebut dapat
mengukur seberapa banyak cahaya yang menembus negatif dan cahaya yang
tertahan oleh negatif.
Kemudian kontras pada subyek fotografi memiliki perbedaan variasi dari satu foto
dengan foto yang lainya. Ketika cuaca sedang cerah sebuah pemandangan dapat
memiliki kontras yang baik, namun ketika cuaca sedang berawan kontrasnya akan
sangat rendah. Dari kedua kejadian tersebut dapat dilihat kontrasnya tergantung
dari seberapa gelap dan terang obyek pada gambar jika bandingkan dengan obyek-
obyek lainnya, dan berapa banyak cahaya yang jatuh mengenai obyeknya
(hlm.194).
2.15. Zone System
Menurut Brown (2012) Zone System adalah sebuah teknik untuk mengkoreksi
kualitas eksposure yang diinginkan. Pada awalnya zone system ditemukan oleh
seorang photographer bernama Ansel Adams ia menciptkan metode zone system
Penggambaran keintiman pada..., Fariz Syukri Syuhada, FSD UMN, 2017
22
agar pemilihan exposure bisa lebih presisi, dan terhitung. Zone system diukur
dengan menggunakan gradasi warna grayscale dari hitam pekat (zone 0) hingga
putih total (zone X). Teknik zone system lebih sering digunakan untuk
photography hitam putih. Zone system digunakan untuk membantu sinematografer
atau fotografer dalam menentukan kontras antara gelap dan terangnya cahaya
yang masuk ke dalam frame. Zone system dibagi menjadi 11 bagian zona, dimulai
dari zona 0 hingga zona X, zona 0 adalah zona gelap di mana zona tersebut tidak
memiliki cahaya sama sekali. Zona V adalah zona seimbang di mana intensitas
cahaya yang dihasilkan tidak terlalu gelap dan juga terang. Zona X adalah zona
yang paling terang di mana zona tersebut tidak memiliki bayangan sama sekali
(hlm. 200-201).
Gambar 2.14. Contoh Acuan Zone System
(Brown, 2012)
Penggambaran keintiman pada..., Fariz Syukri Syuhada, FSD UMN, 2017
23
Gambar 2.15. Presentase Skala Reflektifitas Cahaya Pada Setiap Zona
(Brown, 2012)
Gambar 2.16. Contoh Pengaplikasian Zone System
(Brown, 2012)
Penggambaran keintiman pada..., Fariz Syukri Syuhada, FSD UMN, 2017
24
2.16. Low Key
Menurut Gloman & LeTourneau (2005) low Key lighting digunakan untuk
mendramatisasi adegan di mana key light dan fill light pada subyek memiliki
perbedaan rasio yang tinggi sehingga bayangan terlihat lebih gelap dan membuat
tampilan wajah subyek menjadi lebih bertekstur. (hlm.123).
Low key lighting biasanya digunakan untuk film yang mengandung unsur
mysteries, romance dan stylish upscale commercials (Brown, 2008, hlm. 53).
2.17. Self and Intimacy in Couple Relationship
Menurut Mashek dan Aron (2004) konseptualisasi keintiman dibangun dengan
dua fenomena umum yang saling berhubungan, yaitu interaksi yang intim
(intimate interaction) dan hubungan yang intim (intimate relationship). Kedua
fenomena tersebut akan dispesifikasikan lagi untuk membedakan interaksi yang
tidak intim (nonintimate interactionaI) dan hubungan yang tidak intim
(nonintimate relationship). Kemudian istilah keintiman interaksional
(interactional intimacy) dan keintiman relasional (intimate relation) akan dipakai
untuk menentukan tingkat dan kuaitas interaksi yang intim, dan hubungan yang
intim (hlm.44).
2.17.1. Interaksi yang intim
Menurut Mashek dan Aron (2004) terdapat tiga kriteria interaksi yang intim
(intimate interaction), yaitu sikap keterbukaan diri (self revealing behavior),
melibatkan hal-hal yang positif dengan orang lain (positive involvement with the
other), dan saling memahami (shared understanding) (hlm.45).
Penggambaran keintiman pada..., Fariz Syukri Syuhada, FSD UMN, 2017
25
2.17.1.1. Sikap Keterbukaan Diri
Menururt Mashek dan Aron (2004) karakteristik yang pertama dari interaksi yang
intim (intimate interaction) yaitu, self revealing behavior. Self revealing behavior
adalah sikap keterbukaan seseorang yang memperlihatkan segala aspek pribadi
dari dirinya untuk orang lain, atau mengajak orang lain untuk masuk ke dalam
zona privasinya. Sikap verbal dan non verbal (bersentuhan secara fisik, kontak
seksual) juga dapat menjadi sikap keterbukaan diri. Untuk membuka diri berarti ia
telah melepaskan sikap defensifnya dan mengajak orang lain untuk melihat aspek-
aspek pribadi dari dirinya. Syarat agar interaksi menjadi intim, adalah beberapa
aspek pribadi dari dalam diri harus rela diungkapkan atau diperlihatkan kepada
orang lain. Untuk menuju sikap keterbukaan diri yang lebih dalam biasanya
melibatkan ekspresi dari emosi, dan sering melibatkan emosi yang rentan seperti,
perasaan bersalah, tersakiti atau sedih. Dengan begitu berarti ia telah membuka
dirinya yang paling dalam (hlm.45).
2.17.1.2. Melibatkan Hal-Hal yang Positif Antara Satu Sama Lain
Menurut Mehrabian (dikutip oleh Mashek & Aron, 2004) karakteristik kedua dari
interaksi yang intim, yaitu positive involvement with the other. Positive
involvement with the other adalah melibatkan hal-hal yang positif dengan orang
lain. Yang dimaksud “melibatkan” adalah mengacu pada fokusnya perhatian
pasangan pada interaksi yang sedang berlangsung, di mana pasangan atau partner
yang sedang terlibat memberikan perhatiannya penuh pada saat bertemu.
Kemudian “positif” yang dimaksud adalah hal-hal yang tidak melibatkan konflik
Penggambaran keintiman pada..., Fariz Syukri Syuhada, FSD UMN, 2017
26
satu sama lain baik itu secara verbal atau non-verbal, contohnya seperti tidak
saling meyerang, tidak saling defensif, tidak saling menjauhi, dan tidak saling
mengasingkan. Akan tetapi perasaan-perasaan yang positif bukan satu-satunya
elemen yang paling penting untuk melibatkan keintiman. Perasaan negatif, seperti
merasa menyesal dan sedih juga dapat menciptakan interaksi yang intim. Positive
involvement dalam berinteraksi dapat diamati melalui sikap verbal dan non-verbal.
Sikap yang dapat menunjukan positive involvement dalam berinteraksi disebut
immediacy. Menurut Mehrabian (dikutip oleh Mashek & Aron, 2004) immediacy
adalah kelangsungan dan intensitas interaksi antara dua pihak. Contoh isyarat
prilaku yang menandakan adanya immediacy adalah isyarat non-verbal, seperti
kedekatan jarak pasangan secara fisik, memandang pasangan secara intens,
bersentuhan, memberikan orientasi melaui gerakan tubuh, tubuh lebih condong ke
arah pasangan, wajah lebih ekspresif saat berkomunikasi, durasi percakapan yang
lebih lama, memberikan postur-postur keterbukaan terhadap pasangan, sering
bertemu satu sama lain, sering menganggukan kepala, dan sering memberikan
isyarat paralinguistik. Kemudian contoh isyarat prilaku verbalnya, seperti
pasangan akan ikut serta dalam membicarakan topic yang sama dan terus
berlanjut, dan isyarat linguistik seperti membahas hal-hal yang sedang terjadi saat
itu, membahas kejadian masa lalu dan sekarang. Semua isyarat tersebut termasuk
dalam sikap immediacy (hlm.45).
2.17.1.3. Mengerti dan Memahami Satu Sama Lain
Menurut Mashek dan Aron (2004) karakteristik yang ketiga atau terakhir dari
interaksi yang intim (intimate interaction), yaitu shared understanding. Shared
Penggambaran keintiman pada..., Fariz Syukri Syuhada, FSD UMN, 2017
27
understanding adalah sebuah pasangan harus memiliki keinginan untuk saling
mengerti dan memahami beberapa aspek pengalaman pribadi antara satu sama
lain, seperti pemikiran pribadi, kepercayaan, pola karakteristik, kebiasaan atau
rutinitas, hingga membicarakan hayalan yang berbau seksual (hlm.45-46).
Ketika ketiga karakteristik dalam interaksi yang intim (self revealing,
positive involvement, shared understanding) muncul, maka setidaknya terdapat
tingkat keintiman interaksional (interactional intimacy) saat berinteraksi.
Walaupun tingkat dan kualitas dari keintiman yang diberikan untuk berinteraksi
sangat luas, tetapi fungsinya tetap untuk memperdalam keterbukaan diri (the
depth of self revealing), intensitas dalam melibatkan hal-hal positif (the intensity
of positive involvement), dan tingkat pemahaman pribadi (extent of the personal
understandings).
Maka interaksi yang intim adalah di mana sebuah pasangan saling
mengajak satu sama lain untuk memperlihatkan aspek-aspek pribadi dari dirinya
yang tidak ditutup-tutupi, baik itu secara verbal atau non-verbal, dengan demikian
akan tercipta rasa keintiman dan saling memahami lebih dalam. Pasangan yang
sudah lebih intim dapat dilihat ketika pasangan saling mempertahankan
tatapannya satu sama lain, dan orientasi tubuh yang lebih condong ke depan
sambil mengungkapkan perasaan yang tidak pasti tentang satu sama lain sebagai
pasangan yang saling mencintai (hlm.45-46).
Penggambaran keintiman pada..., Fariz Syukri Syuhada, FSD UMN, 2017
28
2.17.2. Hubungan yang Intim
Menurut Mashek dan Aron (2004) interaksi yang intim (intimate interaction)
merupakan salah satu bagian yang membangun hubungan yang intim (intimate
relationship). Dalam menentukan karakteristik dari interaksi yang intim akan
menghasilkan elemen-elemen dasar untuk mencaritahu hubungan yang intim.
Setiap individu yang akan menjalani hubungan yang intim mereka sudah harus
mengalami beberapa interaksi seperti, di mana mereka sudah saling membuka diri
pribadi, sudah melibatkan hal-hal yang positif antara satu sama lain, dan sudah
saling memahami satu sama lain.
Seiring berjalannya proses interaksi yang intim, hubungan yang intim akan
mulai terlihat dan sudah dapat dibedakan dengan interaksi yang tidak intim
(nonintimate interaction), yaitu dengan saling memahami satu sama lain. Dalam
hubungan yang intim pasangan harus saling mengerti dan memahami satu sama
lain. Hubungan yang intim memiliki tiga karakterisitik yaitu, saling bersama
(mutual), terakumulasi (accumulated), dan saling berbagi pemahaman (shared
personal knowledge). Untuk menentukan hubungan yang intim terdapat keintiman
relasional (relational intimacy) yang terdiri dari tiga karakteristik hubungan yang
intim (mutual, accumulated, shared personal knowledge). Keintiman relasional
dapat menspesifikasikan tingkat dan kualitas keintiman dalam berhubungan.
Keintiman relasional memiliki fungsi terhadap dua faktor yaitu, memperluas
interaksi yang intim dan keakuratan dalam mengakumulasi pemahaman antara
satu sama lain.
Penggambaran keintiman pada..., Fariz Syukri Syuhada, FSD UMN, 2017
29
Dengan demikian tingkat keintiman relasional yang tinggi dapat dicirikan
dengan seringnya melakukan keterbukaan diri secara lebih dalam, melibatkan hal-
hal yang positif secara intensif, dan memperluas pemahaman antara satu sama
lain. Dengan mengerti dan memahami satu sama lain dapat mensignifikasi
hubungan pasangan, karena proses mengerti dan memahami satu sama lain sudah
diraih pada saat interaksi yang intim, dan sudah terakumulasi. Kemudian
pemahaman tersebut disimpan dalam struktur kognitif dan dijadikan bahan
panduan untuk sikap-sikap interaktif yang akan datang (hlm.46-47).
Gambar 2.17. Mind Maping Keintiman
(Dokumentasi Penulis, 2017)
Penggambaran keintiman pada..., Fariz Syukri Syuhada, FSD UMN, 2017