lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2175/3/bab ii.pdf · 5 tinggi,...
TRANSCRIPT
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP
Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Image Sensors
Wheller (2009) menjelaskan bahwa cara kerja sensor adalah cahaya yang masuk
melalui lensa dibagi menjadi elemen gambar merah, hijau dan biru. Kemudian
masing-masing elemen gambar tersebut ditempatkan pada tiap plat yang sesuai.
Merah pada plat 4, hijau pada plat 5 dan biru pada plat 6.
Beliau menambahkan image sensor bertugas untuk memecahkan gambar
optic menjadi titik-titik informasi sehingga yang dapat direkam oleh magnetic
tape. Titik-titik informasi ini kita kenal biasanya dengan nama pixel. Semakin
banyak pixel yang dimiliki maka semakin baik pula gambar yang akan dihasilkan
(hlm.87-88).
2.1.1. CCD Sensors
Dijelakan oleh Wheller (2009) pada sensor CCD (charge couple devices) muatan
listrik diakumulasikan pada setiap pixel selama satu exposure, saat proses tersebut
selesai, maka muatan dikirim melewati sensor ke satu sisi chip dimana masing-
masing muatan listrik dapat dibaca secara berurutan.
Kemudian beliau menambahkan bahwa sensor CCD diproduksi dengan
proses yang special, ini yang membuat produksi memakan biaya yang besar,
namun dibalik itu semua, sensor ini menghasilkan gambar yang sangat berkualitas
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
5
tinggi, sangat sensitif dan menghasilkan gambar yang sangat sedikit noise,
terutama pada bagian gambar yang memperlihatkan detail bayangan. Namun
sayangnya sensor ini mempunyai konsumsi listrik yang besar (hlm.91).
2.1.2. CMOS Sensors
Wheller (2009) mengatakan bahwa sensor ini lebih murah dari sensor CCD,
karena tidak terlalu sulit dalam memprodusinya. Perbedaan yang mencolok adalah
pada sensor CMOS (complementary metal-oxide semiconductor) setiap pixel
dapat langsung diterima dan direkam secara langsung. Sensor CMOS mempunyai
konsumsi listrik yang tidak terlalu besar (hlm.92).
Andersson dan Geyen (2012) menjelaskan sensor CMOS yang tidak bisa
merekam gambar secara langsung seperti sensor CCD, proses perekaman gambar
pada sensor ini terjadi dari bagian atas sensor kemudian menuju kebagian bawah
sensor, proses ini disebut rolling shutter, jadi jika gambar yang direkam
digerakkan terlalu cepat maka gambar bagian bawah akan terlambat dibaca oleh
sensor, ini menyebabkan gambar menjadi terdistorsi dan gambar terlihat bergerak
seperti jelly atau yang biasa disebut jello-effect (hlm.239).
Andersson dan Geyen (2012) menambahkan bahwa karena DSLR
menggunakan sensor CMOS, maka gambar yang dihasilkan akan rentan jittery dan
shaky. Sensor tersebut juga cenderung menghasilkan jello-effect dan distorsi
(hlm.141).
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
6
2.2. Shots
Brown (2012) menjelaskan bahwa shots adalah elemen visual yang jika beberapa
shots digabungkan maka akan menjadi sebuah adegan. Jika sinema di anggap
sebagai bahasa dalam film, maka shots merupakan kosa katanya (hlm. 17).
1. Close Up Shots
Brown menjelaskan bahwa shots ini
Mercado (2011) berkata bahwa kegunaan yang paling penting dari close
up shots adalah penonton dapat melihat emosi dan tindakan aktor
(terutama pada bagian wajah) yang tidak dapat dilihat jika menggunakan
wide shots (hlm. 35).
2. Medium Shots
Shots ini biasanya memperlihatkan subjek dari kepala sampai pinggang.
Dengan adanya ruang lebih pada frame maka shots ini akan
memperlihatkan lingkungan sekitar subjek serta gerak tubuh. Shot ini
memperlihatkan ekspresi subjek dan dynamic relationship antara subjek
satu dan yang lainnya . Shots ini biasanya diterapkan pada two shots,
group shots, dan over the shoulder shots (Mercado, 2011, hlm.47).
Two shot merupakan turunan dari medium shot yang
memperlihatkan dua subjek dalam satu komposisi. Disini two shot dapat
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
7
memperlihatkan dynamic relationship dari kedua subjek tersebut
(Mecardo, 2011, hlm. 89).
3. Long Shot
Long shots meliputi karakter keseluruhan dari kepala sampai kaki dan juga
area atau lingkungan sekitar karakter. Tujuan dari shots ini adalah untuk
menunjukkan adanya keterkaitan hubungan antara subjek dengan
lingkungan tempat karakter berada (Mercado, 2011, hlm. 59).
2.3. Lensa
Lensa merupakan mata dari sistem kamera. Untuk menciptakan gambar yang di
iginkan baik maka penting untuk mengetahui dasar karakteristik lensa. Pada
umunya kamera film biasanya dapat berganti-ganti lensa, ini supaya anda dapat
memilih lensa yang terbaik untuk menciptakan shots (Ascher & Pincus, 2007,
hlm. 141).
1. Lensa zoom
Lensa ini memiliki beberapa variasi focal length dalam 1 lensa. Focal
length dapat diganti-ganti pada saat pengambilan gambar. Lensa zoom
tentu saja lebih berat, lebih besar, lebih sulit dan lebih cenderung
memunculkan flare dan distorsi dibandingkan lensa yang focal
lengthnya tetap (Acher & Pincus, 2007, hlm. 159-163).
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
8
2. Lensa prime
Lensa ini memiliki satu focal length saja. Dengan karakteristik tersebut
lensa ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu ketajaman yang lebih
dibandingkan lensa zoom dan untuk penggunaan lebih cepat. Biasanya
lensa ini mempunyai depth of field yang lebar, sehingga lebih mudah
dalam mengambil gambar dengan kondisi malam hari atau kurang
cahaya (Acher & Pincus, 2007, hlm. 163-164).
Mercado (2011) menambahkan bahwa dengan hanya memiliki satu
focal length maka lensa ini menjadi pilihan utama karena gambar yang
dihasilkan menjadi lebih baik dari sisi ketajaman, kontras, warna dan
resolusi gambar. Lensa ini juga memiliki berat yang lebih ringan
daripada lensa zoom karena struktur lensa di dalamnya lebih sedikit
dibandingkan dengan lensa zoom dan juga mempunyai bukaan
aperture yang lebih besar (hlm.14).
3. Lensa Telephoto
Memiliki karakteristik 50% lebih panjang dari lensa normal,
contohnya lensa yang focal length nya diatas 35mm untuk kamera
16mm dan focal length diatas 70mm untuk kamera 35mm dianggap
sebagai lensa telephoto. Lensa ini akan menampakkan subjek terlihat
lebih besar walaupun dengan jarak yang cukup jauh dikarenakan
kompresi perspektif yang ekstrem. Biasanya lensa ini memiliki depth
of field yang sempit atau kecil, maka lensa ini biasanya digunakan
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
9
untuk membuat background yang menganggu menjadi buram (Acher
& Pincus, 2007, hlm.164).
4. Lensa Wide
Adalah lensa yang memiliki karakteristik focal length lebih pendek
dari atau kurang dari 50mm. lensa ini biasanya digunakan untuk
mengambil gambar dengan sudut pandang yang lebih lebar dari mata
manusia dan menimbulkan distorsi jarak pada sumbu z sehingga
menyebabkan timbulnya efek seperti subjek berjalan mendekat atau
menjauhi kamera lebih cepat dari kecepatan biasanya. Namun
penggunaan lensa wide harus sangat berhati-hati karena jika focal
length yang dipakai terlalu pendek maka diujung frame akan membuat
gambar menjadi terdistorsi. Karena sebab ini maka lensa wide jarang
digunakan terlalu dekat dengan subjek karena dapat membuat wajah
subjek terlihat aneh atau distorsi (Mercado, 2011, hlm.12).
5. Lensa Normal
Lensa normal adalah lensa yang menghasilkan gambar hampir sama
atau mendekati dengan prespektif bagaimana mata manusia melihat
dengan berdiri pada jarak yang sama dengan kamera. Focal length
yang biasanya dimiliki lensa ini adalah 50mm pada format sensor
35mm.lensa ini biasanya diterapkan untuk mengambil gambar manusia
seperti closeup shot karena lensa ini tidak memiliki distorsi seperti
pada lensa wide (Mercado, 2011, hlm.13).
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
10
2.4. Pergerakan Kamera
Pergerakan kamera merupakan hal yang sangat penting dimana pergerakan
kamera yang terencana dengan baik akan mampu memunculkan emosi-emosi
tertentu.
Pergerakan kamera merupakan pergerakan yang terjadi berdasarkan
motivasi dan bukan hanya sembarangan bergerak. Dua macam motivasi dalam
pergerakan kamera yang baik adalah sebuah tindakan yang memicu terjadinya
pergerakan kamera dan pergerakan kamera tersebut terjadi karena ada tujuannya
(Brown, 2011, hlm. 210)
Thompson dan Bowen (2009) mengatakan bahwa pergerakan kamera
dapat membawa penonton seperti masuk dan merasakan apa yang terjadi di dalam
film. Namun penata kamera harus paham jenis-jenis pergerakan kamera yang
sesuai untuk digunakan pada sebuah adegan. Sebaiknya pergerakan kamera yang
digunakan terencana dengan baik dan sesuai dengan visi yang ingin dibangun,
karena jika berlebihan dan tidak sesuai maka dapat membingungkan penonton
(hlm. 115).
1. Handheld Shot
Brown (2012) menjelaskan handheld shot merupakan pergerakan kamera
yang dibuat dengan cara mengangkat sendiri kamera dengan
menggunakan tangan dan anggota tubuh lainnya sebagai tumpuan.
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
11
Handheld dapat memunculkan energi yang tidak bisa didapat dari
pergerakan kamera lainnya (hlm. 216). Didukung juga oleh Donati (2009)
mengatakan shot ini tercipta dengan cara mengangkat kamera dengan
menggunakan tubuh untuk mengontrol pergerakan kamera. Shot ini akan
memperlihatkan gambar yang tidak stabil dan membuat penonton merasa
gelisah atau terganggu (hlm. 83). Riley (2009) juga berpendapat bahwa
handheld shots dapat membangun perasaan bimbang antar subjek yang
berada di dalam adegan dan teknik ini juga dapat memunculkan ilusi
seakan penonton melihat melalui mata dari subjek memlalui point of view
(hlm. 41). Ditambahkan pula oleh Thompson dan Bowen (2009) yang
mengatakan bahwa pergerakan kamera handheld shot adalah pergerakan
kamera yang sangat dasar namun tidak mudah untuk diterapkan.
Pergerakan kamera ini haruslah dibuat dengan tujuan yang jelas, tidak
diperbolehkan menggunakan teknik ini hanya karena kekurangan
peralatan karena harus dimengerti bahwa teknik ini digunakan karena
shots yang tercipta dari teknik handheld yang terencana dengan baik akan
memunculkan perasaan atau mood tertentu di dalam film (hlm. 116).
Thompson dan Bowen (2009) juga menjelaskan bahwa kegunaan
dari handheld shots itu sendiri adalah kemudahan dalam pengaturan
framing ketika gambar diambil. Dengan menggunakan teknik ini penata
kamera dapat dengan leluasa menggerakan framming kamera dan bebas
bergerak di set, sehingga gambar yang diambil terlihat lebih berenergi.
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
12
Namun dalam penerapannya teknik ini memiliki beberapa kekurangan
seperti gambar yang dihasilkan mudah kehilangan kestabilan dan
kehilangan garis horizon, sulit dalam mengatur fokus dan jika subjek
keluar dari jarak fokus lensa maka gambar subjek akan buram, dan
transisi ke shots yang statis akan lebih sulit. Untuk mengatasi hal tersebut
maka biasanya teknik ini didukung dengan menggunakan lensa yang
focal length nya lebar (hlm. 116).
2. Steadycam
Pergerakan kamera ini membuat kamera bergerak dengan sangat lembut
dimana dolly sulit untuk dilakukan, contohnya seperti di tangga, tanah
yang tidak beraturan, lereng dan pasir. Seorang operator yang baik dapat
menghasilkan shot yang menarik yang dapat diterapkan pada sebuah
scene.
3. Subtle Dolly
Merupakan pergerakan maju atau mundur kamera dengan sangat perlahan.
Menurut Thompson dan Bowen (2009) dengan adanya pergerakan yang
sangat kecil dan bahkan hampir tidak disadari penonton, subtle dolly dapat
membangun kegelisahan dan kecemasan.
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
13
2.5. Angle
Brown (2012) mengatakan bahwa adanya variasi angle dapat menjadikan shot
menjadi lebih efektif dalam menyampaikan suatu pesan. Angle dihasilkan melalui
ketinggian lensa atau kamera dalam melakukan pengambilan gambar. Ada
beberapa macam angle yang biasa digunakan, yaitu eye-level, low angle, dan high
angle (hlm. 64).
1. Eye-level
Eye-level adalah ketinggian lensa sejajar dengan garis pandang subjek
(Mercardo, 2011, hlm. 9). Brown (2012) mengatakan bahwa biasanya eye-
level digunakan pada saat shot dialog atau shot reaksi subjek dan
memberikan kesen kepada penonton bahwa semuanya berjalan normal
(hlm. 64).
2. High-angle
High-angle adalah saat dimana kamera lebih tinggi dari eye-level atau
lebih tinggi dari garis pandang subjek. Angle ini akan membuat penonton
merasa mendominasi subjek dan membuat subjek merasa tidak penting
(Brown, 2012, hlm. 64). Didukung juga oleh Mercardo (2011) yang
mengatakan bahwa high-angle digunakan untuk menggambarkan subjek
yang lemah, pasif dan tidak mempunyai kekuatan (hlm. 9).
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
14
3. Low-angle
Low-angle adalah saat dimana kamera lebih rendah dari eye-level lebih
renda dari sudut pandang subjek. Low-angle akan membuat penonton
merasa subjek penuh dengan misteri dan seakan membuat ketakutan
penonton akan sosok dari subjek (Brown, 2012, hlm. 65). Didukung pula
oleh Mercado (2011) yang menyebutkan angle ini digunakan untuk
menggambarkan subjek yang lebih berkuasa, percaya diri dan mengontrol
kondisi dan situasi di sekitar subjek (hlm. 9).
4. Eye-level
Eye-level adalah ketinggian lensa sejajar dengan garis pandang subjek
(Mercardo, 2011, hlm. 9). Brown (2012) mengatakan bahwa biasanya eye-
level digunakan pada saat shot dialog atau shot reaksi subjek dan
memberikan kesen kepada penonton bahwa semuanya berjalan normal
(hlm. 64).
5. High-angle
High-angle adalah saat dimana kamera lebih tinggi dari eye-level atau
lebih tinggi dari garis pandang subjek. Angle ini akan membuat penonton
merasa mendominasi subjek dan membuat subjek merasa tidak penting
(Brown, 2012, hlm. 64). Didukung juga oleh Mercardo (2011) yang
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
15
mengatakan bahwa high-angle digunakan untuk menggambarkan subjek
yang lemah, pasif dan tidak mempunyai kekuatan (hlm. 9).
6. Low-angle
Low-angle adalah saat dimana kamera lebih rendah dari eye-level lebih
renda dari sudut pandang subjek. Low-angle akan membuat penonton
merasa subjek penuh dengan misteri dan seakan membuat ketakutan
penonton akan sosok dari subjek (Brown, 2012, hlm. 65). Didukung pula
oleh Mercado (2011) yang menyebutkan angle ini digunakan untuk
menggambarkan subjek yang lebih berkuasa, percaya diri dan mengontrol
kondisi dan situasi di sekitar subjek (hlm. 9).
2.6. Komposisi
Thompson dan Bowen (2009) menjelaskan bahwa komposisi merupakan
peletakan elemen-elemen visual pada sebuah frame kamera. Peletakan elemen-
elemen visual tersebut tidak hanya diletakkan begitu saja, namun dapat memberi
kesan atau maksud-maksud tertentu yang dapat di mengerti penonton. Ini adalah
kekuatan dari komposisi gambar yang mampu memberikan pesen atau maksud
tertentu dari shot-shot yang dibangun dengan baik. Ada beberapa komposisi yang
biasanya digunakan yaitu: rule of third, hitchcock’s rule, focal point dan
unbalanced composition (hlm, 23).
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
16
1. Rule of third
Komposisi rule of third membagi frame menjadi 3 panjang dan 3 lebar
sehingga terbentuknya garis-garis pembagi atau 9 persegi panjang pada
frame kamera. Pada pertemuan garis panjang dan lebar diberi titik yang
jika dijumlahkan akan ada 4 titik pada frame bagian tengah kamera.
Titik-titik tersebut lah yang digunakan untuk meletakkan subjek
sehingga tercipta komposisi yang baik dan sesuai dengan pesan yang
dimaksud. Peletakan subjek di titik tertentu juga mengartikan ruang
pandang subjek luas atau sempit yang dapat memberikan pesan-pesan
tersembunyi (Mercado, 2011, hlm.7).
Gambar 2.1 Rule of Thirds
(Mercado, 2011, hlm. 7)
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
17
2. Hitchcock’s rule
Mercado (2011) menjelaskan ketika subjek yang akan diletakkan pada
sebuah frame diukur dengan kepentingannya didalam cerita. Jika subjek
mempunyai kepentingan yang tidak terlalu berarti dan tidak berdaya
maka ukuran subjek tersebut pada frame jangan terlalu besar melebihi
subjek lain yang memiliki kepentingan lebih besar. Komposisi ini
digunakan saat dalam satu frame lebih dari satu elemen-elemen visual
yang diletakkan dan dapat juga digunakan untuk memberi kesan tertentu
(hlm. 7).
(Mercado, 2011, hlm. 7)
3. Focal point
Focal point adalah komposisi yang mengatur dimana kita harus berfokus
agar penonton mengerti apa yang ingin disampaikan pada sebuah frame
.Focal point dapat diartikan pusat perhatian yang ingin ditunjukan ke
Gambar 2.2 Hitchcock’s Rule
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
18
penonton, untuk mencapai hal itu maka penata kamera menentukan
dalam sebuah frame elemen visual mana yang akan masuk, mana yang
harus fokus dan mana yang harus blur dan mana yang harus diberikan
cahaya yang lebih mana yang tidak (Mecardo, 2011, hlm.11).
Gambar 2.3 Focal Point
(Mercado, 2011, hlm. 11)
2.7. Depth of Field
Wheller (2005) mengatakan depth of field adalah jarak antara subjek yang terdekat
dan terjauh dari lensa yang akan terlihat tajam atau jelas. Subjek yang terlihat
jelas harus lah yang terpenting, karena pada teknisnya gambar yang berada di
jarak fokus lensa akan terlihat jelas dan fokus pada layar film (hlm. 135).
Dikatakan oleh Ascer dan Pincus (2007) bahwa hampir semua lensa memiliki
ketentuan dalam mengatur fokus gambar. Sebagian besar lensa mengharuskan kita
memutar lensa untuk memfokuskan gambar. Pada dasarnya subjek hanya akan ada
satu tempat atau subjek yang fokus, segala sesuatu yang ada di depan atau
belakangnya akan terlihat buram. Salah satu contohnya adalah saat mengambil
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
19
gambar seorang portrait pria dan kita memfokuskan pada mata pria ini maka
hidung atau telinganya akan tidak fokus. Jadi pada intinya depth of field dapat
diartikan sebagai zona, yang mengukur jarak terdekat dan jarak terjauh dari
kamera dimana gambar terlihat fokus (Acher dan Pincus, 2007, hlm. 151).
2.8. Pencahayaan
Pencahayaan merupakan salah satu elemen yang dapat digunakan dalam
mengungkapkan cerita dari bahasa visual. Sebelum melakukan teknis
pencahayaan, tentu saja sebaiknya penata kamera melakukan perancangan konsep
tata cahaya seperti apa yang diinginkan. Konsep penataan cahaya ini tentu saja
harus saja harus sesuai dengan mood yang akan di bangun di film tersebut (Ball et
al., 2010, hlm.68).
Berikut merupakan beberapa teknik-teknik lighting yang biasanya digunakan:
1. Side lighting
Donati (2009) mengatakan bahwa teknik pencahayaan ini
dihasilkan dari sumber cahaya yang diletakkan disamping subjek.
Teknik pencahayaan ini akan menghasilkan gambar yang lebih
dramatis kepada penonton (hlm.151).
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
20
Gambar 2.4 Side Lighting
(http://fstoplounge.com/wp-content/uploads/2012/08/light-diagram-softbox-side-
lighting.jpg, 2012)
2. Contrast
Dikatakan oleh Donati (2009) bahwa teknik pencahayaan contrast
dihasilkan dengan cara sumber cahaya satu arah pada scene
sehingga membuat subjek yang disoroti cahaya menjadi terang dan
bagian lain yang diberi pencahayaan menjadi sangat gelap
sehingga menimbulkan dua perbedaan transisi.
3. Three Point Lighting
Teknik pencahayaan ini dihasilkan dengan menggunakan tiga
sumber cahaya. Tiga sumber cahaya yang digunakan adalah key
light, fill light, dan backlight (Ball et al., 2010, hlm.73).
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
21
(Brown, 2008, hlm.46)
4. High Key
High key lighting adalah pencahayaan yang keliatan sangat terang
dan sangat sedikit ancaman dari shot yang under-exposure dengan
teknik ini. Teknik ini membuat bayangan akan sangat jarang
ditemukan. Untuk membuat teknik pencahayaan ini sangat lah
muda, yaitu dengan cara membuat lighting menjadi soft, dan
menggunakan diffused light (hlm.167). Dikatakan juga oleh Brown
(2008) bahwa scene yang hampir semuanya terang dikategorikan
sebagai high key. Memiliki karakteristik tidak banyak bayangan
yang dihasilkan dan hampir semuanya high level.Biasanya
digunakan pada film historical, komedi, produk komersil dan cerita
rumah tangga (hlm.53).
Gambar 2.5 Diagram Three Point Lighting
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
22
5. Low Key
Teknik pencahayaan ini lebih memunculkan mood daripada high
key dan memanfaatkan shadows sebagai manfaat membangun
mood. Teknik ini didominasi oleh shadows dan area yang gelap.
Teknik ini bukan berarti underexposed shot, tetapi shot yang low-
key. Low key diciptakan dengan cara menggunakan sangat sedikit
fill lighting atau tidak menggunakan fill lighting sama sekali
(hlm.167).
Diungkapkan oleh Brown (2008) bahwa teknik low key
memiliki karakteristik gelap, berbayang dan sedikit atau tidak sama
sekali fill lighting. Biasanya teknik pencahayaan ini digunakan
untuk film misteri, percintaan, dan komersil kelas atas (hlm.53).
2.8.1. Flicker
Dijelaskan oleh Andersson dan Geyen (2012) bahwa jika terjadi gambar flicker,
berarti terjadi kesalahan dalam pengaturan shutter speed. Beberapa cahaya akan
mengalami flicker jika digunakan pada kecepatan tinggi. Hal ini juga tergantung
dinegara mana syuting dilakukan, perbedaan setiap elektrik tiap negara
mempengaruhi munculnya flicker. Cara menghilangkan flicker cukup dengan
malakukan pengaturan shutter speed yang tepat (hlm.249).
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015
23
2.9. Penerapan teknik handheld shot
Dalam penerapan teknik handheld shot diterapkan pula teori tentang shots.
Dimana dalam menggunakan teknik handheld shots akan digunakan two shot
untuk memperlihatkan subjek yang lebih dari satu dalam satu komposisi.
Kemudian two shots disini diterapkan agar dapat memperlihatkan dynamic
relationship dari kedua subjek tersebut (mercado, 2011, hlm. 89).
Handheld shots yang pergerakannya dinamis dapat membuat subjek keluar
dari ruang atau zona fokus. Jadi dalam penerapannya harus memperhatikan
depth of field karena subjek yang terlihat jelas haruslah yang terpenting
(Wheller, 2005, hlm. 135).
Teknik handheld shots memang tidak mudah diterapkan karena beresiko
menyebabkan penata kamera kehilangan keseimbangan dan kehilangan garis
horizon, maka pemilihan lensa prime akan sangat membantu, dimana lensa prime
yang hanya memiliki 1 focal length sehingga lebih ringan dari pada lensa dengan
focal length yang bervariasi. Keuntunggan dalam menggunakan lensa ini juga
adalah gambar menjadi lebih tajam, warna, kontras dan resolusi gambar yang
lebih baik (Mercado, 2011, hlm.14).
Penataan Kamera..., Jovian Pangestu, FSD UMN, 2015