lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/1815/5/bab iv.pdf · 38 bab iv...
TRANSCRIPT
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP
Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.
38
BAB IV
ANALISIS
Dalam bab ini penulis menjelaskan proses editing untuk membangun intensitas
dramatis dalam film pendek Dogma. Penulis membangun intensitas dramatis
dengan dua cara yaitu dengan memainkan aspek rhythm dan juga color grading.
Untuk menciptakan rhythm yang dapat membangun intensitas dramatis film
pendek Dogma penulis melakukan dengan dua cara juga yaitu dengan
menciptakan pacing dan timing. Pacing dapat dilakukan dengan cutting. Dengan
banyaknya melakukan cutting maka jumlah shot dalam suatu scene terbilang
menjadi banyak dan akan tercipta yang disebut dengan fast paced, dan akan
membangun rhythm yang dinamis. Begitu juga sebaliknya, dengan sedikit
melakukan cutting dalam suatu scene maka jumlah shot terbilang sedikit dan akan
menciptakan slow paced, dan menimbulkan long shot. Namun yang penulis
terapkan dalam membangun intensitas dramatis pada film pendek Dogma ini
adalah penggunaan teknik fast paced pada scene 11 (Scene Penjara).
Timing berhubungan dengan waktu atau durasi. Dalam editing durasi shot
dapat dipercepat dan juga diperlambat sesuai dengan kebutuhan kreatif editor.
Oleh karena itu timing dibagi menjadi dua jenis, yaitu slow motion dan juga fast
motion. Kedua jenis itu memiliki fungsi yang berbeda dan dapat menciptakan
kesan yang berbeda pula. Namun yang penulis gunakan untuk membangun
intensitas dramatis adalah penggunaan teknik slow motion pada scene pembuka
atau Opening Scene saat Roy ingin menembak Sarah di perpustakaan.
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
39
Selain rhythm, intensitas dramatis juga dapat dibangun lewat color
grading, dengan menciptakan nuansa biru keabu-abuan yang jika dilihat secara
psikologi warna, warna tersebut memiliki arti yang misterius, kesedihan yang
jelas dapat membangun intensitas dramatis. Terdapat dua subyek yang penulis
jadikan bahasan dalam laporan ini, yaitu Opening Scene dan Scene Penjara pada
film pendek Dogma.
4.1 Opening Scene
Opening Scene dalam film pendek Dogma menceritakan tokoh utama yang
bernama Roy tengah berjalan dari koridor sekolahnya menuju perpustakaan
dengan membawa buku hardcover besar dan tebal. Tidak ada yang menyadari dan
menduga bahwa buku itu berisikan senjata/ pistol. Wajahnya tampak tidak senang
pada hari itu. Roy terus berjalan menuju perpustakaan, ia masuk dan diam
sejenak berusaha mencari seseorang. Ia menemukan gurunya yang bernama Sarah
sedang berdiri dan menelepon di pojok ruang perpustakaan. Roypun menghampiri
Sarah dengan gemetar. Sarah menoleh ke arah Roy dan menghentikan percakapan
dan mematikan handphone nya. Roy mendekati Sarah dan ia mengeluarkan pistol
dari buku hardcover besar dan tebal yang ia bawa. Dengan gemetar, Roy
mengarahkan pistol itu kepada Sarah lalu ia menembaknya.
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
40
Scene pembuka ini memang sengaja dibuat untuk memancing penonton
menimbulkan pertanyaan apa yang sebenarnya terjadi, dan apa motif Roy
menembak Sarah. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu yang muncul dalam benak
penonton dan ketegangan sudah ada sejak awal film. Seperti yang dikatakan oleh
Millar dan Reisz (2010, Hlm. 7) mengungkapkan bahwa intensitas dramatis
merupakan atmosfer atau suasana ketegangan dalam cerita sebuah film. Berawal
dari konflik yang menuju kepada klimaks lalu berujung pada penyelesaian atau
resolusi sebuah cerita, tidak terlepas dari unsur tension atau ketegangan. Dalam
scene ini tension atau suasana ketegangan sudah ada dan terasa karena scene ini
merupakan konflik atau sumber masalah yang membuat pastur Samuel
mempertanyakan jati dirinya, dari situlah masalah mulai muncul.
Sutradara dan penulis skenario menginginkan Opening Scene ini menjadi
konflik dalam film pendek Dogma, sekaligus menjadi sumber masalah bagi
Samuel dan juga orang-orang sekitarnya. Sutradara juga ingin membuat scene ini
terlihat misterius, menegangkan, dan juga dramatis. Sutradarapun ingin
menunjukkan rasa benci yang dialami oleh Roy terhadap Sarah, dan ia ingin
Gambar 4.1 Opening Scene
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
41
penonton juga dapat merasakan emosi yang Roy rasakan saat itu. Selain itu
penulis sknario juga ingin membuat penonton merasa benci dan juga takut
terhadap tindakan pembunuhan yang dilakukan Roy terhadap gurunya yang
bernama Sarah. Dalam hal ini penulis selaku editor film pendek Dogma, dituntut
untuk memiliki kemampuan membangun intensitas dramatis, agar suasana tegang
atau tension menyelimuti film ini, terutama dalam Opening Scene ini. Untuk
menginterpretasikan keinginan sutradara dan juga penulis skenario, langkah yang
dilakukan penulis untuk membangun intensitas dramatis dalam film pendek
Dogma terutama pada Opening Scene adalah penerapan timing yaitu dengan
penggunaan slow motion.
4.1.1 Penerapan Slow Motion
Seperti yang dikatakan oleh Thompson dan Bowen (2009, Hlm. 192) bahwa slow
motion adalah penggunaan teknik yang digunakan untuk memperlambat waktu
atau timing suatu pergerakan dalam adegan dengan shot jauh lebih lama dibanding
waktu normal. Penulis juga melakukan hal yang sama, yaitu memperlambat
timing atau durasi pergerakan dalam adegan perjalanan Roy dari koridor sekolah
menuju perpustakaan untuk menembak Sarah. Langkah yang penulis tempuh
untuk memperlambat pergerakan Roy menuju perpustakaan sampai penembakan
terhadap Sarah dalam adegan itu sama seperti yang dikatakan oleh Pearlman
(2009, Hlm. 200), yaitu dengan menduplicating frames sehingga menjadi 40%
lebih panjang dan lama.
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
42
4.1.1.1 Analisis Konsep
Penulis memiliki maksud dan tujuan dalam penggunaan slow motion untuk
membangun intensitas dramatis pada Opening Scene. Seperti yang
dikatakan oleh Pearlman (2009, Hlm. 200) bahwa efek yang ditimbulkan
dari fungsi slow motion adalah dapat membuat suatu adegan menjadi lebih
mengerikan, misterius, dramatis dan dapat meningkatkan emosi penonton
pada saat moment tertentu. Begitu juga dengan maksud dan tujuan penulis
menggunakan slow motion. Penulis ingin membuat suasana tegang dan
misterius itu sudah dirasakan dari awal, saat Roy berjalan di koridor
sekolah menuju perpustakaan menjadi sebuah teka-teki yang menimbulkan
pertanyaan apa yang sedang dilakukan oleh Roy dan apa yang akan ia
lakukan.
Sebenarnya konsep awal yang ingin oleh sutradara dan penulis
adalah menerapkan slow motion pada shot long take perjalanan Roy dari
koridor sekolah menuju perpustakaan tanpa ada cutting, untuk Opening
Scene. Namun hal itu dianggap gagal oleh sutradara karena adegan
menjadi terlalu lama, terlihat bertele-tele dan membosankan. Akhirnya
penulis selaku editor bersama sutradara melakukan upaya penyelamatan
untuk Opening Scene ini yaitu dengan melakukan jump cut. Tujuan penulis
dan sutradara melakukan jump cut pada adegan perjalanan Roy menuju
perpustakaan adalah agar perjalanan yang panjang tersebut menjadi lebih
singkat dan tidak terlihat membosankan dan lama, namun intensitas
dramatis tetap terbangun. Jadi selain melakukan penerapan slow motion,
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
43
penulis dan sutradara melakukan jump cut pada adegan panjang long take
perjalanan Roy menuju perpustakaan. Sutradara dan penulis dapat
mengambil kesimpulan bahwa dengan melakukan jump cut itu dapat
mewakili perjalanan yang panjang dengan shot yang singkat.
Selain ingin menciptakan suasana dramatis dalam adegan itu,
penulis ingin menggambarkan perjalanan Roy menghampiri Sarah itu
merupakan suatu tanda. Penulis ingin memberi tanda atau peringatan
kepada penonton bahwa ada sesuatu yang janggal dan sesuatu yang buruk
akan terjadi, tentunya lewat adegan slow motion itu. Penulis ingin
penonton mewaspadai hal itu, bersiap untuk menerima suatu kejanggalan
yang akan penonton terima, yaitu ternyata Roy menembak gurunya sendiri
yang bernama Sarah. Suasana itu yang ingin dibangun oleh penulis lewat
penggunakan slow motion pada Opening Scene ini.
Roy, seorang putra altar di gereja dekat sekolahnya begitu berani
membawa senjata ke sekolah lalu menembak gurunya sendiri, pasti ada
sesuatu yang benar-benar menggangu jiwanya sampai ia berani berbuat
seperti itu. Ternyata Sarah adalah wanita selingkuhan ayahnya. Sudah
lama Roy mengetahui hal itu tapi ia hanya bisa memendamnya. Tapi perlu
diingat sesuatu yang terus menerus dipendam, suatu saat akan meledak,
situasi itu dialami oleh Roy. Ia begitu membenci gurunya sampai ia
membunuh Sarah. Rasa emosi yang Roy alami, jiwa dan pikiran yang
kacau itu penulis gambarkan lewat penerapan slow motion dalam adegan
tersebut, karena menurut penulis hal itu bisa membuat emosi penonton ikut
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
44
terbangun. Tujuan lain penulis dari penggunaan slow motion ini adalah,
dengan durasi 40% lebih lama dari durasi normal itu dapat memberikan
waktu yang lebih lama kepada penonton untuk menganalisis dari adegan
dalam Opening Scene tersebut. Penulis ingin mengajak penonton
menikmati film pendek Dogma ini terutama untuk Opening Scene ini
dengan ikut ambil bagian dalam menganalisis suatu adegan, apa yang
sedang terjadi atau apa yang sedang dialami oleh Roy dan penulis
membiarkan penonton untuk menebak apa yang akan terjadi nantinya.
Tentu saja penulis sudah memberi tanda agar penonton waspada dengan
apa yang akan terjadi nantinya. Pada akhirnya Roy menembak Sarah,
ketika penonton menebak dengan benar, maka ia akan merasa lebih tahu
ceritanya dan merasa pintar dalam menganalisis sebuah cerita, tapi ketika
penonton salah dalam menganalisis suatu adegan dalam scene, itu akan
menjadi sebuah teka-teki untuk penonton melanjutkan keadegan
berikutnya. Itu konsep yang digunakan oleh penulis, sehingga intensitas
dramatis dalam Opening Scene itu tetap terbangun. Menurut penulis
dengan penerapan slow motion ini telah berhasil membangun intensitas
dramatis dan penggunaan jump cut dapat mewakili perjalanan yang
panjang dengan singkat dalam Opening Scene. Penerapan jump cut
merupakan salah satu upaya penyelamatan yang dilakukan oleh penulis
selaku editor untuk tetap bisa mewujudkan apa yang diingikan oleh
sutradara, terutama untuk Opening Scene pada film pendek Dogma.
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
45
4.1.1.2 Teknis
Awalnya, untuk membuat slow motion pada adegan ini penulis mencoba
dengan menggunakan cara manual yang ada dalam software Adobe
Premiere CS5 dengan cara mengklik kanan kursor mouse pada video
dalam timeline, lalu pilih Speed/Duration, lalu mengubah presentase Speed
dari 100% menjadi 60%, dan terakhir klik OK.
Gambar 4.2 Langkah Pertama
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
46
Gambar 4.3 Langkah Kedua
Namun hasil dari mengubah presentase dari 100% menjadi 60%,
adalah gambar menjadi patah-patah, dan tidak halus. Akhirnya penulis
menggunakan plug-ins yang bernama Twixtor untuk membuat slow motion
dengan halus, tanpa membuat gambar patah. Cara yang penulis tempuh
dalam menciptakan slow motion dengan menggunakan Twixtor adalah,
pertama penulis membuat sequence baru dengan cara pilih File New
Sequence.
Gambar 4.4 Langkah Twixtor Pertama
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
47
Lalu tahap selanjutnya adalah mengatur Sequence Preset terlebih
dahulu sesuai dengan Setting Sequence Project. Lalu setelah itu memberi
nama sequence sesuai yang diinginkan, agar memudahkan editor
membedakan sequence yang menggunakan plug-ins Twixtor dengan
sequence induk atau utama. Setelah memilih Sequence Preset dan
memberi nama sequence, lalu pilih OK.
Gambar 4.5 Rename Sequence
Setelah sequence sudah terbentuk, langkah selanjutnya yang penulis
lakukan adalah menggandakan shot yang akan diterapkan slow motion.
Copy Paste shot yang sama sebanyak empat kali. Lalu setelah itu
kembali ke sequence induk.
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
48
Masuk ke kolom Effect yang pada umumnya berada di sebelah kiri
timeline. Lalu buka Video Effect, dan cari RE:Vision Plug-ins, lalu pilih
Twixtor Pro dan drag ke shot yang sudah digandakan sebanyak empat
kali atau drag kevideo hasil penggabungan shot sebanyak empat kali
berupa sequence dalam timeline. Setelah itu, masuk ke Effect Control, lalu
pilih Display dengan menu Twixtored Output, dan setting di Output
Control, setelah itu pilih opsi Speed pada menu Time Remap Code. Lalu
pada opsi Speed, penulis memasukkan angka 40.000, dan sesederhana itu
cara yang digunakan untuk membuat slow motion menggunakan Twixtor.
Gambar 4.6 Duplicating Shot
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
49
Gambar 4.7 Langkah Twixtor
4.1.2 Penerapan Color Grading Berwarna Biru Keabu-abuan pada Opening
Scene
Untuk membangun intensitas dramatis pada Opening Scene, penulis tidak berhenti
sampai penerapan slow motion saja, tetapi berlanjut pada proses penerapan color
grading berwarna biru keabu-abuan. Penulis berusaha untuk menciptakan dan
menemukan warna yang cocok dan mendukung suasana misterius dan tegang
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
50
pada adegan perjalanan Roy menuju perpustakaan sampai pada akhirnya ia
menembak Sarah di pojokan ruang perpustakaan.
4.1.2.1 Analisis Konsep
Untuk mendukung dalam membangun intensitas dramatis pada Opening
Scene penulis membuat color grading berwarna biru keabu-abuan. Nuansa
biru menyelimuti Opening Scene ini. Penulis setuju dengan apa yang
diungkapkan oleh Edwards (2004, Hlm. 180-181) yang mengatakan bahwa
biru adalah warna yang mencerminkan ambiguitas, misterius dan moralitas
umat Kristiani. Warna biru merupakan konotasi dari kesedihan. Konsep itu
yang diterapkan oleh penulis dalam membangun intensitas dramatis.
Penulis berusaha menciptakan suasana sedih, misterius, dan menunjukkan
moralitas umat Kristiani lewat warna biru. Penulis ingin menggambarkan
tindakan Roy yang membunuh gurunya sendiri yang bernama Sarah bukan
malah menyelesaikan masalah agar ayahnya tidak selingkuh lagi,
melainkan menambah masalah dan berbalik menjadi malapetaka, sampai
hidupnya berakhir di penjara. Akibat dari tindakan Roy itu, menjadi
mempengaruhi lingkungan sekitar seperti Rita dan juga pastur Samuel.
Rita yang ketakutan karena melihat kejadian penembakan itu secara
langsung membuat ia trauma dan ketakutan. Begitu juga pastur Samuel
yang goyah imannya dan malah mempertanyakan jati dirinya sebagai
seorang pastur. Sikap itu merupakan sikap ambiguitas yang terjadi dalam
diri pastur akibat dari kejadian penembakan yang dilakukan oleh putra
altarnya sendiri yang bernama Roy. Hal tersebut diwakili dengan warna
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
51
biru, dan abu-abu yang menggambarkan kelabu, ketidakjelasan suatu
indentitas. Ketidakjelasan identitas yang dialami oleh Roy seorang putra
altar yang berani membunuh gurunya sendiri yang sudah jelas itu
melanggar dan menentang moralitas umat Kristiani.
Hal itu yang mengakibatkan ketidakjelasan suatu identitas yang
dimiliki oleh pastur Samuel, yang mempertanyakan jadi diri dan tujuan
dari pekerjaannya menjadi seorang pastur karena ia merasa gagal telah
mendidik putra altarnya menjadi seorang pembunuh. Tindakan Roy yang
menentang ajaran gereja, menentang moralitas umat Kristiani, penulis
gambarkan lewat color grading berwarna biru. Penulis memilih warna biru
menyelimuti Opening Scene ini juga karena warna ini mewakili banyak
aspek, sosok misterius dan dingin yang dimiliki oleh Roy sangat jelas
terlihat.
Edwards (2004, Hlm. 180-181) mengungkapkan bahwa biru juga
merupakan warna yang dengan mudah dapat pindah dari realita menjadi
suatu mimpi, dari saat kini menjadi masa lalu, dari dogma menjadi ambisi.
Sama seperti lukisan Pablo Picasso - the Old Guitarist, warna biru yang
mencerminkan kesedihan. Begitu juga dengan kejadian penembakan Roy
terhadap Sarah yang merupakan sebuah transformasi dari masa kini Roy
menjadi putra altar yang kembali kemasa lalu yang melihat ayahnya
tengah berselingkuh dengan Sarah. Berangkat dari kejadian itu aturan-
aturan gerejapun, ditentang oleh Roy, dari dogma menjadi ambisi.
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
52
4.1.2.2 Teknis
Untuk menciptakan warna biru keabu-abuan sesuai dengan yang
diinginkan oleh sutradara untuk Opening Scene, penulis melakukan
beberapa cara seperti membuat setting Exposure, Contrast, Saturation,
Lift-Gamma-Gain, Curves dan Vignette. Semua fitur yang penulis gunakan
ini berasal dari plug-ins Magic Bullet Looks, karena menurut penulis plug-
ins ini memiliki fitur yang lebih lengkap dibanding fitur yang terdapat
dalam Adobe Premiere CS 5. Seperti yang dikatakan oleh Hullfish dan
Fowler (2009, Hlm. 271) plug-ins ini sangat membantu editor dalam tahap
post-production, khususnya dalam koreksi warna. Plug-ins ini kompatibel
dengan software Adobe Premiere Pro CS 5.
1. Exposure
Untuk menciptakan warna biru keabu-abuan sesuai dengan
keinginan sutradara, itu harus melewati beberapa proses, yaitu
pertama dengan mengatur exposure Opening Scene. Hal itu
dilakukan karena kondisi shot pada saat pengambilan gambar
ternyata gelap, dan penulis harus menaikkan tingkat keterangan
dengan menaikkan exposure. Penulis tidak menaikkan tingkat
keterangan secara signifikan, karena jika itu dilakukan maka
akan muncul banyak noise pada gambar shot tersebut. Fitur
yang penulis gunakan adalah spot exposure, karena sutradara
menginginkan terang tapi di area tertentu saja. Area tertentu
yang dimaksud adalah pada bagian tangan Roy yang
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
53
memegang senjata. Hal itu bertujuan agar perhatian penonton
tertuju pada senjata yang dipegang oleh Roy.
Gambar 4.8 Exposure Opening Scene
2. Lift-Gamma-Gain
Fitur ini berfungsi untuk membuat warna dalam Opening Scene
ini menjadi biru keabu-abuan. Fitur ini sangat membantu editor
dalam menciptakan suasana misterius, tegang, dan dingin yang
diwakilkan dengan warna biru. Berikut langkah-langkah untuk
menciptakan warna biru melalui fitur ini.
Gambar 4.9 Lift-Gamma-Gain Opening Scene
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
54
Seperti yang dikatakan oleh Jones (2003, Hlm. 67-68) yang
mengatakan bahwa lift adalah alat yang digunakan untuk
menyesuaikan tingkat kehitaman pada sebuah gambar. Dalam
setiap gambar pasti memiliki unsur kehitaman, lift adalah alat
yang dapat menyesuaikan tingkat kepekatan sebuah hitam
dalam gambar. Oleh karena itu langkah pertama adalah
mengatur lift terlebih dahulu. Penulis mengurangi kadar
kepekatan hitam yang mengandung unsur warna merah dan
juga hijau, serta menaikkan warna biru. Semakin besar kadar
hitam dinaikkan, maka akan semakin pekat pula warna yang
diciptakan.
Setelah itu penulis mengatur tingkat gamma, yaitu
berfungsi untuk mengatur tingkat warna yang terdapat dalam
bayangan setiap gambar. Penulis mengatur gamma dengan
intensitas warna biru lebih besar dibanding warna merah dan
juga hijau, dengan begitu akan berpengaruh terhadap warna
bayangan dalam gambar.
Setelah itu penulis mengatur lift, ketiga fitur ini merupakan
satu kesatuan yang saling mendukung untuk menciptakan
warna yang inginkan dari segi warna yang berasal dari tingkat
kehitaman setiap gambar. Penulis membuat pengaturan warna
biru tetap lebih besar dibanding yang lainnya agar tercipta
warna biru namun kelabu, karena setiap gambar tidak terlepas
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
55
dari unsur kehitaman yang dapat kita atur, menggunakan fitur
ini.
3. Contrast
Setelah tercipta warna biru kelabu, penulis masih merasa
kurang puas dengan warna yang dihasilkan, penulispun
menaikkan tingkat ketajaman yaitu contrast. Dengan
menaikkan tingkat contrast maka gambar akan semakin jelas,
dan tajam. Hal ini bertujuan agar karakter Roy terlihat jelas dan
warna akan terlihat menjadi lebih matang, membuat suasana
menjadi lebih keras. Penulis menaikkan tingkat ketajaman dan
kejelasan gambar menjadi +0.390.
Gambar 4.10 Contrast Opening Scene
4. Saturation
Penulis ingin membuat warna dalam adegan dalam Opening
Scene ini terlihat lebih misterius dan juga suram, oleh karena
itu penulis mengatur tingkat kecerahan dari warna dalam
adegan tersebut dengan mengatur saturation. Tujuannya adalah
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
56
agar warna biru yang tercipta lebih kelabu menambah kesan
dramatis, kelabu, suram dan juga misterius. Dengan mengatur
tingkat kecerahan warna, sangat mendukung untuk
menimbulkan kesan dramatis dalam adegan ini. Seperti yang
dikatakan oleh Edwards (2004, Hlm. 194), saturation adalah
istilah untuk menandakan kecerahan atau kusamnya suatu
warna. Tidak ada ilmu dan ukuran yang pasti untuk
menciptakan warna dalam scene ini. Penulis menggunakan
intuisi editor dan mengeksplorasi warna untuk menciptakan
warna yang diinginkan oleh sutradara. Intuisi didapatkan dari
perasaan, pengalaman, dan jam terbang yang sudah dilalui oleh
editor. Semakin banyak jam terbang editor, maka semakin
tajam pula intuisi editor yang penulis miliki.
Gambar 4.11 Saturation Opening Scene
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
57
Penulis menurunkan midtones nya menjadi 85% agar warna
sedikit lebih kusam, dan abu-abu. Lalu penulis mengatur
component balance agar warna biru lebih menonjol dibanding
warna lain. Penulis menaikkan warna birunya menjadi 0.704,
dan mengurangi tingkat kecerahan warna merah dan juga hijau,
sehingga terciptalah warna biru yang kusam.
5. Vignette
Sutradara menginginkan perhatian penonton tertuju pada Roy,
dan ia ingin adegan pada scene tersebut terlihat misterius dan
menegangkan. Untuk menginterpretasikan konsep sutradara,
penulis menerapkan vignette dalam scene tersebut, agar
perhatian penonton tertuju pada Roy dan adegan itu terlihat
lebih misterius dan juga menegangkan. Penulis meletakan
vignette itu di area wajah Roy dan juga tangan yang memegang
pistol, dengan area di sekitarnya lebih gelap.
Gambar 4.12 Vignette Opening Scene
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
58
4.2 Scene Penjara
Scene Penjara ini merupakan scene 11 dari film pendek Dogma yang
menceritakan tentang pastur Samuel yang mendatangi Roy yang ada di dalam
penjara. Samuel berusaha menyadarkan Roy bahwa apa yang dilakukan oleh Roy
itu merupakan perbuatan yang salah dimata Tuhan, menentang ajaran agama.
Samuel juga berusaha mengingatkan identitas Roy bahwa ia adalah seorang putra
altar mengapa bisa sampai berani membunuh Sarah, yang jelas-jelas melanggar
ajaran umat Kristiani. Samuel terus berupaya agar Roy kembali kejalan yang
benar. Ia mengatakan bahwa kejahatan bukan dibalas dengan kejahatan dan
membunuh bukanlah jalan keluar agar ayah Roy tidak berselingkuh. Tapi tidak
menanggapi apa yang dikatakan oleh Samuel, ia malah melawan dan
menggertakan semua apa yang dikatakan oleh Samuel, sehingga Samuel tidak
melihat jati diri seorang Roy. Ia mengatakan bahwa seharusnya kejahatan dibalas
dengan kejahatan, seperti yang Tuhan katakan bahwa mata ganti mata, gigi ganti
gigi, itu yang diungkapkan oleh Roy. Ia juga merasa bahwa membunuh itu
merupakan jalan keluar agar ia tidak melihat ayahnya tidak berselingkuh lagi. Roy
juga mengatakan agar Samuel tidak usah membuang tenaga untuk mengurus dan
memperdulikan Roy, ia meminta Samuel untuk lebih baik ia menjaga dan
mencegah orang lain diluar sana menjadi pembunuh seperti Roy. Mendengar hal
itu, Samuel terdiam sampai habis untuk berkata-kata.
Sutradara menginginkan percakapan ini menjadi sebuah klimaks yang
intens, penuh dengan ketegangan, memanas, emosi dapat terbangun, apa yang
dirasakan oleh Roy yang emosinya meledak, dan Samuel yang awalnya tenang,
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
59
lalu emosi, sampai tak bisa berkata-kata itu dapat dirasakan juga oleh penonton.
Namun sayangnya, sutradara dan penulis menyadari akan kendala yang dihadapi,
yaitu footage yang sutradara miliki ternyata kurang akan variasi shot, dan hanya
memiliki shot close up Roy dan juga Samuel berbicara di penjara. Oleh karena itu
sutradara mengajak penulis untuk berdiskusi mencari jalan keluar agar tetap bisa
mewujudkan keinginan sutradara dengan footage yang terbatas. Sutradara dan
penulis melakukan diskusi sampai akhirnya menemukan jalan keluar. Penerapan
cutting dengan menggunakan teknik fast paced menjadi jalan keluar bagi
sutradara dan penulis. Dengan footage yang terbatas, dan dengan shot yang terdiri
hanya close up Roy dan Samuel saja, penulis tetap dapat mewujudkan apa yang
menjadi keinginan sutradara untuk Scene Penjara ini.
Percapakan Roy dan Samuel menjadi cukup intens jika editor dapat benar
menemukan cara untuk membangun intensitas itu. Percakapan yang cukup
panjang, jika pada saat melakukan cutting menggunakan teknik slow paced, maka
percakapan ini akan menjadi tidak intens, tidak memanas, terlihat panjang,
membosankan dan bertele-tele. Sutradara ingin penonton dapat merasakan emosi
yang terkandung dari percakapan Roy dan Samuel yang cukup intens.
Oleh karena itu langkah yang ditempuh oleh penulis agar intensitas
dramatis dalam percakapan antara Roy dan Samuel pada Scene Penjara menjadi
terbangun adalah dengan menggunakan teknik fast paced, yaitu teknik
pemotongan yang menghasilkan rhythm yang cepat, sehingga percapakan menjadi
seru dan intens. Penulis pun tetap dapat menginterpretasikan keinginan sutradara
lewat face paced.
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
60
4.2.1 Penerapan Fast Paced
Seperti yang dikatakan oleh Dancyger (2007, Hlm. 216) tentang fast paced, yaitu
teknik cutting atau pemotongan shot yang cepat, sehingga membangun rhythm
dan tempo menjadi lebih cepat yang bertujuan untuk menimbulkan kesan dinamis
dan pergerakan yang cepat.
4.2.1.1 Analisis Konsep
Sesungguhnya untuk Scene Penjara ini, sutradara dan penulis mengalami
kekurangan footage. Sutradara dan editor baru menyadari hal itu saat
proses editing dilakukan. Berbagai upaya dilakukan untuk menyelamatkan
Scene Penjara agar suasana tegang, emosi dan intensitas dramatis tetap
terbangun, yaitu penulis melakukan cutting yang lambat yang disebut
dengan slow paced. Namun sayangnya itu tidak membuat scene ini
menjadi baik, justru terlihat sangat membosankan, bertele-tele, emosi
setiap karakter tidak terbangun dan suasana tegang yang tidak dapat
dirasakan. Akhirnya sutradara dan penulis memutuskan untuk melakukan
cutting yang cepat, yang disebut dengan fast paced. Penulis berhasil
membangun emosi setiap karakter dan suasana menjadi terasa lebih
menegangkan.
Penerapan fast paced merupakan bentuk upaya penyelamatan yang
dilakukan oleh penulis selaku editor terhadap Scene Penjara. Hal itu
dilakukan karena memang harus diakui bahwa penulis tidak turut serta
pada tahap pre-production. Hal itu menyebabkan film pendek Dogma
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
61
mengalami kekurangan footage khususnya pada Scene Penjara. Penulis
hanya terfokus pada terhadap tahap post-production saja, penulis tidak
membuat perencanaan dari awal. Penulis beranggapan bahwa seorang
editor tidak terlalu mempunyai peran penting dalam tahap pre-production,
ternyata seharusnya editor sudah mempunyai tugas penting mulai pada
tahap pre-production. Pada saat itu pula, tidak dimungkinkan untuk
melakukan syuting ulang karena situasi dan kondisi.
Penulis akhirnya tetap dapat menciptakan suasana yang intens dan
menimbulkan suasana tegang dari percapakan antara Roy dan Samuel
lewat cutting yang cepat atau fast paced, sehingga menimbulkan rhythm
yang naik turun. Penulis juga memiliki tujuan agar emosi, keseruan, dan
ketegangan dari percakapan Roy dan Samuel, dapat dirasakan oleh
penonton. Selain itu penulis ingin penonton ikut terhanyut dalam cerita itu
karena percapakan ini merupakan inti dan klimaks cerita Dogma. Dari
awal film yang memperlihatkan adegan penembakkan yang dilakukan Roy
terhadap Sarah, yang merupakan konflik yang akan memicu adanya
banyak masalah. Sekarang berada pada tahap klimaks yaitu keadaaan
pastur Samuel yang mempertanyakan jati diri dan tujuan dari
pekerjaannya.
Penulis selaku editor tetap berhasil menginterpretasikan apa yang
menjadi konsep dan keinginan penulis skenario dan juga sutradara dalam
scene ini dengan melakukan upaya penyelamatan lewat penerapan fast
paced. Penulis skenario menginginkan scene ini menjadi jurang bagi
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
62
Samuel karena ia tidak bisa membuat Roy menyadari atas apa yang telah
dilakukan terhadap Sarah. Samuel tidak tahu lagi apa yang harus ia
lakukan agar Roy mau bertobat, Roy selalu membantah. Penulis skenario
juga ingin penonton dapat berempati kepada Samuel. Penulis juga
mengajak penonton untuk membayangkan dan merasakan jika berada pada
posisi seperti Samuel, seorang pastur mengetahui bahwa putra altarnya
sendiri yang melakukan tindakan pembunuhan terhadap Sarah. Hal ini
menyebabkan Samuel justru malah mempertanyakan jati dirinya sebagai
seorang pastur. Scene ini menjadi plot utama dalam film pendek Dogma.
Semua perjalanan dari awal cerita sampai pada akhir cerita film
pendek Dogma ini tidak terlepas dari unsur tension atau ketegangan, ini
yang disebut dengan intensitas dramatis. Ini juga merupakan landasan bagi
keberhasilan sebuah film, saat penonton dapat merasakan sebuah
ketegangan dalam suatu adegan dalam cerita maka itu dapat dikatakan
berhasil dalam membangun suatu drama yang intens. Itu juga yang
dikatakan oleh Millar dan Reisz (2010, Hlm. 7).
Tujuan penulis melakukan cutting yang cepat juga guna
menimbulkan kesan seakan tidak ada jeda dalam percakapan itu, terlihat
Samuel tidak diberi kesempatan oleh Roy untuk berbicara tentang
kebenaran. Saat Samuel baru menyelesaikan percakapan untuk Roy, ia
langsung menjawab dan menanggapi pembicaraan Samuel, sehingga
menimbulkan kesan bahwa Roy adalah pembantah, dan sudah tidak mau
mendengar kebenaran dan ajaran gereja yang disampaikan oleh Samuel.
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
63
Suasana ini yang membuat percakapan ini menjadi lebih intens,
seru, dan terlihat menegangkan. Itulah konsep yang penulis interpretasikan
dalam Scene Penjara ini dan sekaligus menjadi solusi untuk mengatasi
kendala kurangnya footage atau variasi shot saat pengambilan gambar.
Walaupun memang sebenarnya suasana emosi setiap karakter dalam
percapakan antara Roy dan juga Samuel lebih dapat dibangun lewat
penerapan overlapping, namun penulis tidak melakukan hal itu.
4.2.1.2 Teknis
Cara yang ditempuh oleh penulis untuk membangun intensitas dramatis
dalam film pendek Dogma dengan menerapkan fast paced adalah penulis
mempercepat rhythm dengan cutting yang cepat. Semakin banyak penulis
melakukan cutting maka semakin cepat pula rhythm yang tercipta. Itulah
yang disebut dengan fast paced. Begitu juga sebaliknya, semakin sedikit
penulis melakukan cutting dalan suatu scene, maka semakin lama pula
tempo atau rhythm yang akan tercipta, dan cenderung long shot. Itulah
yang disebut dengan slow paced. Pada awalnya, dalam Scene Penjara ini,
penulis menerapkan slow paced, namun suasana yang tercipta tidak sesuai
dengan apa yang diinginkan oleh penulis skenario. Keterbatasan footage
dan kurangnya variasi shot yang menjadi kendala dan hambatan sutradara
dan penulis selaku editor dalam menginterpretasikan keinginan penulis
skenario. Fast paced menjadi jalan keluar sutradara dan penulis dalam
menginterpretasikan konsep penulis skenario.
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
64
Jadi langkah yang ditempuh oleh penulis adalah memotong shots
menjadi lebih pendek dan menjadi banyak, penulis menyusun kembali
dengan memperhatikan kontinitas. Yang awalnya Scene Penjara ini terdiri
dari hanya 18 shot, sekarang scene ini terdiri dari 49 shot. Saat Samuel
sudah menyelesaikan percakapan untuk Roy, penulis langsung
menyiapkan shot Roy yang berkata kepada Samuel, seakan tidak ada jeda
dalam percakapan itu. Ketika Samuel baru menyelesaikan percakapannya,
Roy langsung menjawab dan menanggapi percakapan Samuel dengan
pergantian shot, terus dilakukan seperti itu. Seakan tidak ada kesempatan
untuk Samuel untuk berkata lebih banyak.
Gambar 4.13 Slow Paced
Gambar 4.14 Fast Paced
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
65
Tujuan penulis melakukan pemotongan atau cutting yang cepat
adalah akan sosok Roy yang sudah tidak mau mendengar Samuel lagi
menjadi terlihat, dengan sikap Roy yang selalu membantah dan langsung
menjawab setiap pernyataan yang dilontarkan oleh Samuel.
4.2.2 Penerapan Color Grading Berwarna Biru Keabu-abuan pada Scene
Penjara
Selain penerapan fast paced, untuk mendukung proses pembangunan intensitas
dramatis dalam film pendek Dogma, penulis menerapkan juga color grading yang
berwarna biru keabu-abuan pada Scene Penjara. Sutradara dan penulis skenario
ingin Scene Penjara ini menjadi plot utama film pendek Dogma. Penulis
menginterpretasi apa yang menjadi keinginan sutradara dan juga penulis skenario
dengan penerapan color grading yang berwarna biru keabu-abuan.
4.2.2.1 Analisis Konsep
Scene Penjara menceritakan kedatangan Samuel ke penjara untuk
menemui Roy, untuk menyadarkan apa yang telah dilakukan terhadap
Sarah itu merupakan perbuatan yang melanggar ajaran Tuhan. Samuel
mencoba menasehati Roy untuk bertobat, dan tidak membalas kejahatan
dengan kejahatan, dan berdoa kepada Tuhan supaya ayah Roy sadar dan
tidak beselingkuh lagi. Samuel juga mengingatkan Roy agar percaya dan
takut akan Tuhan. Selain itu Samuel juga menasehati Roy agar sadar kalo
manusia tidak punya hak untuk menghakimi orang lain.
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
66
Namun tanggapan Roy terhadap Samuel justru negatif. Roy tidak
menerima nasehat yang diberikan oleh Samuel tentang pertobatan, ajaran
Tuhan, dan menghakimi orang lain. Roy menganggap apa yang ia lakukan
terhadap Sarah merupakan hal yang setimpal dengan perbuatan yang
dilakukan oleh Sarah yang berselingkuh dengan ayahnya. Roypun
menganggap bahwa doa bukanlah jalan keluar, dengan doa masalah tidak
akan selesai. Justru pembunuhanlah jalan keluar agar Roy tidak melihat
ayahnya berselingkuh lagi dengan Sarah. “Mata ganti mata, gigi ganti
gigi”, itulah kalimat dari Alkitab yang Roy imanni. Maka perselingkuhan
Sarah dibalas dengan pembunuhan. Pada akhirnya Roy menyuruh Samuel
untuk tidak memikirkan dan mempedulikan ia lagi, lebih baik Samuel
mencegah orang lain diluar sana menjadi pembunuh seperti dirinya.
Mendengar hal itu Samuel sudah tidak bisa berkata-kata lagi, menemukan
jalan buntu, dan justru keadaannya menjadi berbalik ke Samuel. Samuel
menjadi merasa tidak berguna menjadi seorang pastur karena tidak bisa
menolong putra altarnya sendiri. Ajaran-ajaran Tuhan sudah tidak lagi bisa
membawa Roy kedalam pertobatan. Ajaran-ajaran Tuhan justru ditentang
oleh Roy. Hal ini membuat Samuel jadi mempertanyakan jati dirinya
sebagai seorang pastur, karena merasa tidak berguna dan tidak bisa
menolong Roy. Samuel menjadi ragu akan integritasnya sebagai seorang
pastur, ragu tidak bisa menyelamatkan orang lain.
Penulis setuju dengan Edwards (2004, Hlm. 180-181) yang
mengatakan bahwa warna biru merupakan konotasi dari kesedihan dan
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
67
misterius. Ia juga mengatakan warna biru dapat mewakili sosok yang
dingin dan juga angkuh. Penulispun menerapkan konsep itu pada sosok
Roy yang misterius, dingin, angkuh, dan melawan yang digambarkan
lewat warna biru. Keadaan Roy di penjara, terkurung itu merupakan
keterpurukan, kesedihan, kelam dan juga suram digambarkan lewat nuansa
kelabu. Penulis mencampurkan warna abu-abu kedalam warna biru agar
sosok misterius, dingin, angkuh, bercampur dengan keadaaan terpuruk,
kesedihan dan juga suram atau kelam. Itulah konsep yang diterapkan
dalam Scene Penjara yang membuat suasana tegang semakin terasa oleh
penonton.
Begitu juga dengan Samuel, dari awal pertama datang ke penjara
menemui Roy dengan membawa nasehat dan ajaran-ajaran Tuhan,
berkomunikasi dengannya, namun ditentang sampai pada akhirnya Samuel
putusasa dan justru keadaannya menjadi berbalik. Samuel menjadi merasa
tidak berguna dan malah mempertanyakan jati dirinya sebagai seorang
pastur. Perasaan putusasa yang dialami oleh Samuel dalam scene ini
penulis gambarkan dengan warna biru keabu-abuan juga. Samuel merasa
tidak berguna dan justru malah mempertanyakan jati dirinya itu
mencerminkan sikap ketidakjelasan identitas seseorang. Krisis jati diri
membuat seseorang kehilangan integritas dan jati dirinya, dan itu sama
dengan ambiguitas. Seperti yang dikatakan oleh Penulis setuju dengan
Edwards (2004, Hlm. 180-181) yang mengatakan bahwa warna biru juga
mencerminkan ambiguitas dan ketidakjelasan identitas seseorang, oleh
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
68
karena itu penulispun setuju dengan konsep seperti itu dan menerapkannya
dalam Scene Penjara.
Sepanjang percakapan dalam scene ini, yang menjadi topik
perbincangan adalah tentang ajaran-ajaran Tuhan. Samuel
memperjuangkan ajaran-ajaran Tuhan, namun Roy malah membantahnya.
Ajaran-ajaran Tuhan dan juga kitab suci itu mencerminkan moralitas umat
Kristiani. Seperti yang dikatakan oleh Penulis setuju dengan Edwards
(2004, Hlm. 180-181) yang mengatakan bahwa warna biru mencerminkan
moralitas umat Kristiani. Itu yang penulis ingin sampaikan kepada
penonton lewat warna biru keabu-abuan, bahwa masalah yang Roy dan
Samuel alami adalah tentang moralitas umat Kristiani.
Rasa tegang, misterius, dingin, rasa putus asa, moralitas umat
Kristiani, ketidakjelasan identitas, ambiguitas, keraguan, dan krisis jati
diri, semua digambarkan lewat warna biru keabu-abuan. Itulah yang
penulis terapkan dan lakukan untuk menginterpretasikan apa yang menjadi
keinginan sutradara dan juga penulis skenario dengan membangun
intensitas dramatis lewat color grading biru keabu-abuan.
4.2.2.2 Teknis
Untuk menciptakan warna biru keabu-abuan pada Scene Penjara, penulis
melakukan beberapa cara yaitu dengan membuat pengaturan pada fitur
Exposure, Curves, Saturation, Lift-Gamma-Gain, dan juga Vignette.
Berikut adalah penjabarannya.
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
69
1. Exposure
Langkah awal yang dilakukan penulis untuk membuat warna biru
keabu-abuan pada Scene Penjara adalah menaikkan tingkat
exposure. Hal itu dilakukan karena gambar terlihat gelap, maka
dari itu penulis menaikkan tingkat keterangan sampai diangka
+0.20. Namun perlu diingat, ada konsekuensi yang menjadi
pertimbangan dalam fitur ini, semakin tinggi tingkat exposure,
maka gambar akan semakin terang namun menyebabkan noise.
Gambar 4.15 Exposure Scene Penjara
2. Curves
Seperti yang dikatakan oleh Hullfish (2008, Hlm. 106) curves
adalah alat berbentuk kurva yang digunakan untuk mengatur
warna dari sebuah gambar dengan cara cepat dan juga intuitive.
Penulis gunakan fitur ini untuk meningkatkan kecerahan dari
setiap warna, dan penulis dapat lakukan itu dengan cepat dan
menggunakan intuisi. Tidak ada ukuran pasti untuk
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
70
menciptakan warna yang sutradara inginkan. Dalam hal ini,
intuisi seorang editor harus berperan.
Curves terdiri dari kurva merah yang dapat mengatur warna
merah dari sebuah gambar, lalu kurva hijau yang dapat
mengatur warna hijau dari sebuah gambar, kurva biru yang
dapat mengatur tingkat warna biru dari sebuah gambar, dan
terakhir adalah kurva master yang dapat mengatur ketiga
warna itu secara bersamaan. Penulis melakukan pembentukkan
warna seperti berikut.
Gambar 4.16 Curves Scene Penjara
3. Saturation
Selain itu penulis mengatur saturation agar warna biru yang
diinginkan menjadi terbentuk. Penulis menurunkan kadar
warna merah dalam gambar dan menaikkan kadar warna biru
sampai angka 0.609. Hal ini dilakukan oleh penulis agar warna
biru terbentuk dan setting warna ini penulis temukan
berdasarkan intuisi seorang editor. Tidak ada ukuran pasti yang
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
71
dapat membentuk warna, karena itu harus disesuaikan dengan
kondisi footage.
Gambar 4.17 Saturation Scene Penjara
4. Lift-Gamma-Gain
Fitur ini sangat membantu editor dalam menciptakan suasana
misterius, tegang, dan dingin yang diwakili warna biru. Penulis
meningkatkan kadar biru di fitur lift agar nuansa biru jelas
terlihat dan dirasakan. Berikut setting warna yang penulis
bentuk mencakup lift, gamma dan juga gain.
Gambar 4.18 Lift-Gamma-Gain Scene Penjara
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
72
5. Vignette
Sutradara ingin dalam Scene Penjara ini penonton fokus pada
percakapan Roy dan juga Samuel. Penulis menginterpretasikan
itu dengan penggunaan vignette. Hal ini bertujuan agar
perhatian penonton terpusat pada Roy dan juga Samuel.
Vignette juga memberikan kesan misterius dan dramatis dalam
setiap gambar.
Besarnya lingkaran atau diameter area vignette itu
disesuaikan dengan wajah Roy dan juga Samuel. Vignette yang
diletakkan pada area wajah Roy itu membuat perhatian
penonton berpusat pada Roy, dan hal itu pun memberikan
kesan dramatis. Penulis terapkan kepekatan hitam hanya 32%,
hal itu bertujuan agar masking hitam terlihat menyatu dengan
efek blur. Jika kepekatan atau kekuatan diubah menjadi 100%,
maka efek yang dihasilkan adalah seperti ada lingkaran hitam
yang menempel pada gambar.
Gambar 4.19 Vignette Scene Penjara
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013
73
Demikianlah komposisi itu dibuat oleh penulis guna
menciptakan warna yang dapat membangun suasana misterius,
menambah suasana ketegangan dan mewakili karakter setiap
tokoh dalam cerita. Itulah cara yang ditempuh oleh penulis
untuk membangun intensitas dramatis dalam film pendek
Dogma lewat color grading berwarna biru keabu-abuan.
Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013