lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/1815/5/bab iv.pdf · 38 bab iv...

37
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli. Copyright and reuse: This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.

Upload: others

Post on 26-Feb-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP 

 

 

 

 

 

Hak cipta dan penggunaan kembali:

Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.

Copyright and reuse:

This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.

38

BAB IV

ANALISIS

Dalam bab ini penulis menjelaskan proses editing untuk membangun intensitas

dramatis dalam film pendek Dogma. Penulis membangun intensitas dramatis

dengan dua cara yaitu dengan memainkan aspek rhythm dan juga color grading.

Untuk menciptakan rhythm yang dapat membangun intensitas dramatis film

pendek Dogma penulis melakukan dengan dua cara juga yaitu dengan

menciptakan pacing dan timing. Pacing dapat dilakukan dengan cutting. Dengan

banyaknya melakukan cutting maka jumlah shot dalam suatu scene terbilang

menjadi banyak dan akan tercipta yang disebut dengan fast paced, dan akan

membangun rhythm yang dinamis. Begitu juga sebaliknya, dengan sedikit

melakukan cutting dalam suatu scene maka jumlah shot terbilang sedikit dan akan

menciptakan slow paced, dan menimbulkan long shot. Namun yang penulis

terapkan dalam membangun intensitas dramatis pada film pendek Dogma ini

adalah penggunaan teknik fast paced pada scene 11 (Scene Penjara).

Timing berhubungan dengan waktu atau durasi. Dalam editing durasi shot

dapat dipercepat dan juga diperlambat sesuai dengan kebutuhan kreatif editor.

Oleh karena itu timing dibagi menjadi dua jenis, yaitu slow motion dan juga fast

motion. Kedua jenis itu memiliki fungsi yang berbeda dan dapat menciptakan

kesan yang berbeda pula. Namun yang penulis gunakan untuk membangun

intensitas dramatis adalah penggunaan teknik slow motion pada scene pembuka

atau Opening Scene saat Roy ingin menembak Sarah di perpustakaan.

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

39

Selain rhythm, intensitas dramatis juga dapat dibangun lewat color

grading, dengan menciptakan nuansa biru keabu-abuan yang jika dilihat secara

psikologi warna, warna tersebut memiliki arti yang misterius, kesedihan yang

jelas dapat membangun intensitas dramatis. Terdapat dua subyek yang penulis

jadikan bahasan dalam laporan ini, yaitu Opening Scene dan Scene Penjara pada

film pendek Dogma.

4.1 Opening Scene

Opening Scene dalam film pendek Dogma menceritakan tokoh utama yang

bernama Roy tengah berjalan dari koridor sekolahnya menuju perpustakaan

dengan membawa buku hardcover besar dan tebal. Tidak ada yang menyadari dan

menduga bahwa buku itu berisikan senjata/ pistol. Wajahnya tampak tidak senang

pada hari itu. Roy terus berjalan menuju perpustakaan, ia masuk dan diam

sejenak berusaha mencari seseorang. Ia menemukan gurunya yang bernama Sarah

sedang berdiri dan menelepon di pojok ruang perpustakaan. Roypun menghampiri

Sarah dengan gemetar. Sarah menoleh ke arah Roy dan menghentikan percakapan

dan mematikan handphone nya. Roy mendekati Sarah dan ia mengeluarkan pistol

dari buku hardcover besar dan tebal yang ia bawa. Dengan gemetar, Roy

mengarahkan pistol itu kepada Sarah lalu ia menembaknya.

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

40

Scene pembuka ini memang sengaja dibuat untuk memancing penonton

menimbulkan pertanyaan apa yang sebenarnya terjadi, dan apa motif Roy

menembak Sarah. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu yang muncul dalam benak

penonton dan ketegangan sudah ada sejak awal film. Seperti yang dikatakan oleh

Millar dan Reisz (2010, Hlm. 7) mengungkapkan bahwa intensitas dramatis

merupakan atmosfer atau suasana ketegangan dalam cerita sebuah film. Berawal

dari konflik yang menuju kepada klimaks lalu berujung pada penyelesaian atau

resolusi sebuah cerita, tidak terlepas dari unsur tension atau ketegangan. Dalam

scene ini tension atau suasana ketegangan sudah ada dan terasa karena scene ini

merupakan konflik atau sumber masalah yang membuat pastur Samuel

mempertanyakan jati dirinya, dari situlah masalah mulai muncul.

Sutradara dan penulis skenario menginginkan Opening Scene ini menjadi

konflik dalam film pendek Dogma, sekaligus menjadi sumber masalah bagi

Samuel dan juga orang-orang sekitarnya. Sutradara juga ingin membuat scene ini

terlihat misterius, menegangkan, dan juga dramatis. Sutradarapun ingin

menunjukkan rasa benci yang dialami oleh Roy terhadap Sarah, dan ia ingin

Gambar 4.1 Opening Scene

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

41

penonton juga dapat merasakan emosi yang Roy rasakan saat itu. Selain itu

penulis sknario juga ingin membuat penonton merasa benci dan juga takut

terhadap tindakan pembunuhan yang dilakukan Roy terhadap gurunya yang

bernama Sarah. Dalam hal ini penulis selaku editor film pendek Dogma, dituntut

untuk memiliki kemampuan membangun intensitas dramatis, agar suasana tegang

atau tension menyelimuti film ini, terutama dalam Opening Scene ini. Untuk

menginterpretasikan keinginan sutradara dan juga penulis skenario, langkah yang

dilakukan penulis untuk membangun intensitas dramatis dalam film pendek

Dogma terutama pada Opening Scene adalah penerapan timing yaitu dengan

penggunaan slow motion.

4.1.1 Penerapan Slow Motion

Seperti yang dikatakan oleh Thompson dan Bowen (2009, Hlm. 192) bahwa slow

motion adalah penggunaan teknik yang digunakan untuk memperlambat waktu

atau timing suatu pergerakan dalam adegan dengan shot jauh lebih lama dibanding

waktu normal. Penulis juga melakukan hal yang sama, yaitu memperlambat

timing atau durasi pergerakan dalam adegan perjalanan Roy dari koridor sekolah

menuju perpustakaan untuk menembak Sarah. Langkah yang penulis tempuh

untuk memperlambat pergerakan Roy menuju perpustakaan sampai penembakan

terhadap Sarah dalam adegan itu sama seperti yang dikatakan oleh Pearlman

(2009, Hlm. 200), yaitu dengan menduplicating frames sehingga menjadi 40%

lebih panjang dan lama.

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

42

4.1.1.1 Analisis Konsep

Penulis memiliki maksud dan tujuan dalam penggunaan slow motion untuk

membangun intensitas dramatis pada Opening Scene. Seperti yang

dikatakan oleh Pearlman (2009, Hlm. 200) bahwa efek yang ditimbulkan

dari fungsi slow motion adalah dapat membuat suatu adegan menjadi lebih

mengerikan, misterius, dramatis dan dapat meningkatkan emosi penonton

pada saat moment tertentu. Begitu juga dengan maksud dan tujuan penulis

menggunakan slow motion. Penulis ingin membuat suasana tegang dan

misterius itu sudah dirasakan dari awal, saat Roy berjalan di koridor

sekolah menuju perpustakaan menjadi sebuah teka-teki yang menimbulkan

pertanyaan apa yang sedang dilakukan oleh Roy dan apa yang akan ia

lakukan.

Sebenarnya konsep awal yang ingin oleh sutradara dan penulis

adalah menerapkan slow motion pada shot long take perjalanan Roy dari

koridor sekolah menuju perpustakaan tanpa ada cutting, untuk Opening

Scene. Namun hal itu dianggap gagal oleh sutradara karena adegan

menjadi terlalu lama, terlihat bertele-tele dan membosankan. Akhirnya

penulis selaku editor bersama sutradara melakukan upaya penyelamatan

untuk Opening Scene ini yaitu dengan melakukan jump cut. Tujuan penulis

dan sutradara melakukan jump cut pada adegan perjalanan Roy menuju

perpustakaan adalah agar perjalanan yang panjang tersebut menjadi lebih

singkat dan tidak terlihat membosankan dan lama, namun intensitas

dramatis tetap terbangun. Jadi selain melakukan penerapan slow motion,

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

43

penulis dan sutradara melakukan jump cut pada adegan panjang long take

perjalanan Roy menuju perpustakaan. Sutradara dan penulis dapat

mengambil kesimpulan bahwa dengan melakukan jump cut itu dapat

mewakili perjalanan yang panjang dengan shot yang singkat.

Selain ingin menciptakan suasana dramatis dalam adegan itu,

penulis ingin menggambarkan perjalanan Roy menghampiri Sarah itu

merupakan suatu tanda. Penulis ingin memberi tanda atau peringatan

kepada penonton bahwa ada sesuatu yang janggal dan sesuatu yang buruk

akan terjadi, tentunya lewat adegan slow motion itu. Penulis ingin

penonton mewaspadai hal itu, bersiap untuk menerima suatu kejanggalan

yang akan penonton terima, yaitu ternyata Roy menembak gurunya sendiri

yang bernama Sarah. Suasana itu yang ingin dibangun oleh penulis lewat

penggunakan slow motion pada Opening Scene ini.

Roy, seorang putra altar di gereja dekat sekolahnya begitu berani

membawa senjata ke sekolah lalu menembak gurunya sendiri, pasti ada

sesuatu yang benar-benar menggangu jiwanya sampai ia berani berbuat

seperti itu. Ternyata Sarah adalah wanita selingkuhan ayahnya. Sudah

lama Roy mengetahui hal itu tapi ia hanya bisa memendamnya. Tapi perlu

diingat sesuatu yang terus menerus dipendam, suatu saat akan meledak,

situasi itu dialami oleh Roy. Ia begitu membenci gurunya sampai ia

membunuh Sarah. Rasa emosi yang Roy alami, jiwa dan pikiran yang

kacau itu penulis gambarkan lewat penerapan slow motion dalam adegan

tersebut, karena menurut penulis hal itu bisa membuat emosi penonton ikut

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

44

terbangun. Tujuan lain penulis dari penggunaan slow motion ini adalah,

dengan durasi 40% lebih lama dari durasi normal itu dapat memberikan

waktu yang lebih lama kepada penonton untuk menganalisis dari adegan

dalam Opening Scene tersebut. Penulis ingin mengajak penonton

menikmati film pendek Dogma ini terutama untuk Opening Scene ini

dengan ikut ambil bagian dalam menganalisis suatu adegan, apa yang

sedang terjadi atau apa yang sedang dialami oleh Roy dan penulis

membiarkan penonton untuk menebak apa yang akan terjadi nantinya.

Tentu saja penulis sudah memberi tanda agar penonton waspada dengan

apa yang akan terjadi nantinya. Pada akhirnya Roy menembak Sarah,

ketika penonton menebak dengan benar, maka ia akan merasa lebih tahu

ceritanya dan merasa pintar dalam menganalisis sebuah cerita, tapi ketika

penonton salah dalam menganalisis suatu adegan dalam scene, itu akan

menjadi sebuah teka-teki untuk penonton melanjutkan keadegan

berikutnya. Itu konsep yang digunakan oleh penulis, sehingga intensitas

dramatis dalam Opening Scene itu tetap terbangun. Menurut penulis

dengan penerapan slow motion ini telah berhasil membangun intensitas

dramatis dan penggunaan jump cut dapat mewakili perjalanan yang

panjang dengan singkat dalam Opening Scene. Penerapan jump cut

merupakan salah satu upaya penyelamatan yang dilakukan oleh penulis

selaku editor untuk tetap bisa mewujudkan apa yang diingikan oleh

sutradara, terutama untuk Opening Scene pada film pendek Dogma.

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

45

4.1.1.2 Teknis

Awalnya, untuk membuat slow motion pada adegan ini penulis mencoba

dengan menggunakan cara manual yang ada dalam software Adobe

Premiere CS5 dengan cara mengklik kanan kursor mouse pada video

dalam timeline, lalu pilih Speed/Duration, lalu mengubah presentase Speed

dari 100% menjadi 60%, dan terakhir klik OK.

Gambar 4.2 Langkah Pertama

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

46

Gambar 4.3 Langkah Kedua

Namun hasil dari mengubah presentase dari 100% menjadi 60%,

adalah gambar menjadi patah-patah, dan tidak halus. Akhirnya penulis

menggunakan plug-ins yang bernama Twixtor untuk membuat slow motion

dengan halus, tanpa membuat gambar patah. Cara yang penulis tempuh

dalam menciptakan slow motion dengan menggunakan Twixtor adalah,

pertama penulis membuat sequence baru dengan cara pilih File New

Sequence.

Gambar 4.4 Langkah Twixtor Pertama

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

47

Lalu tahap selanjutnya adalah mengatur Sequence Preset terlebih

dahulu sesuai dengan Setting Sequence Project. Lalu setelah itu memberi

nama sequence sesuai yang diinginkan, agar memudahkan editor

membedakan sequence yang menggunakan plug-ins Twixtor dengan

sequence induk atau utama. Setelah memilih Sequence Preset dan

memberi nama sequence, lalu pilih OK.

Gambar 4.5 Rename Sequence

Setelah sequence sudah terbentuk, langkah selanjutnya yang penulis

lakukan adalah menggandakan shot yang akan diterapkan slow motion.

Copy Paste shot yang sama sebanyak empat kali. Lalu setelah itu

kembali ke sequence induk.

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

48

Masuk ke kolom Effect yang pada umumnya berada di sebelah kiri

timeline. Lalu buka Video Effect, dan cari RE:Vision Plug-ins, lalu pilih

Twixtor Pro dan drag ke shot yang sudah digandakan sebanyak empat

kali atau drag kevideo hasil penggabungan shot sebanyak empat kali

berupa sequence dalam timeline. Setelah itu, masuk ke Effect Control, lalu

pilih Display dengan menu Twixtored Output, dan setting di Output

Control, setelah itu pilih opsi Speed pada menu Time Remap Code. Lalu

pada opsi Speed, penulis memasukkan angka 40.000, dan sesederhana itu

cara yang digunakan untuk membuat slow motion menggunakan Twixtor.

Gambar 4.6 Duplicating Shot

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

49

Gambar 4.7 Langkah Twixtor

4.1.2 Penerapan Color Grading Berwarna Biru Keabu-abuan pada Opening

Scene

Untuk membangun intensitas dramatis pada Opening Scene, penulis tidak berhenti

sampai penerapan slow motion saja, tetapi berlanjut pada proses penerapan color

grading berwarna biru keabu-abuan. Penulis berusaha untuk menciptakan dan

menemukan warna yang cocok dan mendukung suasana misterius dan tegang

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

50

pada adegan perjalanan Roy menuju perpustakaan sampai pada akhirnya ia

menembak Sarah di pojokan ruang perpustakaan.

4.1.2.1 Analisis Konsep

Untuk mendukung dalam membangun intensitas dramatis pada Opening

Scene penulis membuat color grading berwarna biru keabu-abuan. Nuansa

biru menyelimuti Opening Scene ini. Penulis setuju dengan apa yang

diungkapkan oleh Edwards (2004, Hlm. 180-181) yang mengatakan bahwa

biru adalah warna yang mencerminkan ambiguitas, misterius dan moralitas

umat Kristiani. Warna biru merupakan konotasi dari kesedihan. Konsep itu

yang diterapkan oleh penulis dalam membangun intensitas dramatis.

Penulis berusaha menciptakan suasana sedih, misterius, dan menunjukkan

moralitas umat Kristiani lewat warna biru. Penulis ingin menggambarkan

tindakan Roy yang membunuh gurunya sendiri yang bernama Sarah bukan

malah menyelesaikan masalah agar ayahnya tidak selingkuh lagi,

melainkan menambah masalah dan berbalik menjadi malapetaka, sampai

hidupnya berakhir di penjara. Akibat dari tindakan Roy itu, menjadi

mempengaruhi lingkungan sekitar seperti Rita dan juga pastur Samuel.

Rita yang ketakutan karena melihat kejadian penembakan itu secara

langsung membuat ia trauma dan ketakutan. Begitu juga pastur Samuel

yang goyah imannya dan malah mempertanyakan jati dirinya sebagai

seorang pastur. Sikap itu merupakan sikap ambiguitas yang terjadi dalam

diri pastur akibat dari kejadian penembakan yang dilakukan oleh putra

altarnya sendiri yang bernama Roy. Hal tersebut diwakili dengan warna

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

51

biru, dan abu-abu yang menggambarkan kelabu, ketidakjelasan suatu

indentitas. Ketidakjelasan identitas yang dialami oleh Roy seorang putra

altar yang berani membunuh gurunya sendiri yang sudah jelas itu

melanggar dan menentang moralitas umat Kristiani.

Hal itu yang mengakibatkan ketidakjelasan suatu identitas yang

dimiliki oleh pastur Samuel, yang mempertanyakan jadi diri dan tujuan

dari pekerjaannya menjadi seorang pastur karena ia merasa gagal telah

mendidik putra altarnya menjadi seorang pembunuh. Tindakan Roy yang

menentang ajaran gereja, menentang moralitas umat Kristiani, penulis

gambarkan lewat color grading berwarna biru. Penulis memilih warna biru

menyelimuti Opening Scene ini juga karena warna ini mewakili banyak

aspek, sosok misterius dan dingin yang dimiliki oleh Roy sangat jelas

terlihat.

Edwards (2004, Hlm. 180-181) mengungkapkan bahwa biru juga

merupakan warna yang dengan mudah dapat pindah dari realita menjadi

suatu mimpi, dari saat kini menjadi masa lalu, dari dogma menjadi ambisi.

Sama seperti lukisan Pablo Picasso - the Old Guitarist, warna biru yang

mencerminkan kesedihan. Begitu juga dengan kejadian penembakan Roy

terhadap Sarah yang merupakan sebuah transformasi dari masa kini Roy

menjadi putra altar yang kembali kemasa lalu yang melihat ayahnya

tengah berselingkuh dengan Sarah. Berangkat dari kejadian itu aturan-

aturan gerejapun, ditentang oleh Roy, dari dogma menjadi ambisi.

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

52

4.1.2.2 Teknis

Untuk menciptakan warna biru keabu-abuan sesuai dengan yang

diinginkan oleh sutradara untuk Opening Scene, penulis melakukan

beberapa cara seperti membuat setting Exposure, Contrast, Saturation,

Lift-Gamma-Gain, Curves dan Vignette. Semua fitur yang penulis gunakan

ini berasal dari plug-ins Magic Bullet Looks, karena menurut penulis plug-

ins ini memiliki fitur yang lebih lengkap dibanding fitur yang terdapat

dalam Adobe Premiere CS 5. Seperti yang dikatakan oleh Hullfish dan

Fowler (2009, Hlm. 271) plug-ins ini sangat membantu editor dalam tahap

post-production, khususnya dalam koreksi warna. Plug-ins ini kompatibel

dengan software Adobe Premiere Pro CS 5.

1. Exposure

Untuk menciptakan warna biru keabu-abuan sesuai dengan

keinginan sutradara, itu harus melewati beberapa proses, yaitu

pertama dengan mengatur exposure Opening Scene. Hal itu

dilakukan karena kondisi shot pada saat pengambilan gambar

ternyata gelap, dan penulis harus menaikkan tingkat keterangan

dengan menaikkan exposure. Penulis tidak menaikkan tingkat

keterangan secara signifikan, karena jika itu dilakukan maka

akan muncul banyak noise pada gambar shot tersebut. Fitur

yang penulis gunakan adalah spot exposure, karena sutradara

menginginkan terang tapi di area tertentu saja. Area tertentu

yang dimaksud adalah pada bagian tangan Roy yang

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

53

memegang senjata. Hal itu bertujuan agar perhatian penonton

tertuju pada senjata yang dipegang oleh Roy.

Gambar 4.8 Exposure Opening Scene

2. Lift-Gamma-Gain

Fitur ini berfungsi untuk membuat warna dalam Opening Scene

ini menjadi biru keabu-abuan. Fitur ini sangat membantu editor

dalam menciptakan suasana misterius, tegang, dan dingin yang

diwakilkan dengan warna biru. Berikut langkah-langkah untuk

menciptakan warna biru melalui fitur ini.

Gambar 4.9 Lift-Gamma-Gain Opening Scene

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

54

Seperti yang dikatakan oleh Jones (2003, Hlm. 67-68) yang

mengatakan bahwa lift adalah alat yang digunakan untuk

menyesuaikan tingkat kehitaman pada sebuah gambar. Dalam

setiap gambar pasti memiliki unsur kehitaman, lift adalah alat

yang dapat menyesuaikan tingkat kepekatan sebuah hitam

dalam gambar. Oleh karena itu langkah pertama adalah

mengatur lift terlebih dahulu. Penulis mengurangi kadar

kepekatan hitam yang mengandung unsur warna merah dan

juga hijau, serta menaikkan warna biru. Semakin besar kadar

hitam dinaikkan, maka akan semakin pekat pula warna yang

diciptakan.

Setelah itu penulis mengatur tingkat gamma, yaitu

berfungsi untuk mengatur tingkat warna yang terdapat dalam

bayangan setiap gambar. Penulis mengatur gamma dengan

intensitas warna biru lebih besar dibanding warna merah dan

juga hijau, dengan begitu akan berpengaruh terhadap warna

bayangan dalam gambar.

Setelah itu penulis mengatur lift, ketiga fitur ini merupakan

satu kesatuan yang saling mendukung untuk menciptakan

warna yang inginkan dari segi warna yang berasal dari tingkat

kehitaman setiap gambar. Penulis membuat pengaturan warna

biru tetap lebih besar dibanding yang lainnya agar tercipta

warna biru namun kelabu, karena setiap gambar tidak terlepas

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

55

dari unsur kehitaman yang dapat kita atur, menggunakan fitur

ini.

3. Contrast

Setelah tercipta warna biru kelabu, penulis masih merasa

kurang puas dengan warna yang dihasilkan, penulispun

menaikkan tingkat ketajaman yaitu contrast. Dengan

menaikkan tingkat contrast maka gambar akan semakin jelas,

dan tajam. Hal ini bertujuan agar karakter Roy terlihat jelas dan

warna akan terlihat menjadi lebih matang, membuat suasana

menjadi lebih keras. Penulis menaikkan tingkat ketajaman dan

kejelasan gambar menjadi +0.390.

Gambar 4.10 Contrast Opening Scene

4. Saturation

Penulis ingin membuat warna dalam adegan dalam Opening

Scene ini terlihat lebih misterius dan juga suram, oleh karena

itu penulis mengatur tingkat kecerahan dari warna dalam

adegan tersebut dengan mengatur saturation. Tujuannya adalah

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

56

agar warna biru yang tercipta lebih kelabu menambah kesan

dramatis, kelabu, suram dan juga misterius. Dengan mengatur

tingkat kecerahan warna, sangat mendukung untuk

menimbulkan kesan dramatis dalam adegan ini. Seperti yang

dikatakan oleh Edwards (2004, Hlm. 194), saturation adalah

istilah untuk menandakan kecerahan atau kusamnya suatu

warna. Tidak ada ilmu dan ukuran yang pasti untuk

menciptakan warna dalam scene ini. Penulis menggunakan

intuisi editor dan mengeksplorasi warna untuk menciptakan

warna yang diinginkan oleh sutradara. Intuisi didapatkan dari

perasaan, pengalaman, dan jam terbang yang sudah dilalui oleh

editor. Semakin banyak jam terbang editor, maka semakin

tajam pula intuisi editor yang penulis miliki.

Gambar 4.11 Saturation Opening Scene

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

57

Penulis menurunkan midtones nya menjadi 85% agar warna

sedikit lebih kusam, dan abu-abu. Lalu penulis mengatur

component balance agar warna biru lebih menonjol dibanding

warna lain. Penulis menaikkan warna birunya menjadi 0.704,

dan mengurangi tingkat kecerahan warna merah dan juga hijau,

sehingga terciptalah warna biru yang kusam.

5. Vignette

Sutradara menginginkan perhatian penonton tertuju pada Roy,

dan ia ingin adegan pada scene tersebut terlihat misterius dan

menegangkan. Untuk menginterpretasikan konsep sutradara,

penulis menerapkan vignette dalam scene tersebut, agar

perhatian penonton tertuju pada Roy dan adegan itu terlihat

lebih misterius dan juga menegangkan. Penulis meletakan

vignette itu di area wajah Roy dan juga tangan yang memegang

pistol, dengan area di sekitarnya lebih gelap.

Gambar 4.12 Vignette Opening Scene

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

58

4.2 Scene Penjara

Scene Penjara ini merupakan scene 11 dari film pendek Dogma yang

menceritakan tentang pastur Samuel yang mendatangi Roy yang ada di dalam

penjara. Samuel berusaha menyadarkan Roy bahwa apa yang dilakukan oleh Roy

itu merupakan perbuatan yang salah dimata Tuhan, menentang ajaran agama.

Samuel juga berusaha mengingatkan identitas Roy bahwa ia adalah seorang putra

altar mengapa bisa sampai berani membunuh Sarah, yang jelas-jelas melanggar

ajaran umat Kristiani. Samuel terus berupaya agar Roy kembali kejalan yang

benar. Ia mengatakan bahwa kejahatan bukan dibalas dengan kejahatan dan

membunuh bukanlah jalan keluar agar ayah Roy tidak berselingkuh. Tapi tidak

menanggapi apa yang dikatakan oleh Samuel, ia malah melawan dan

menggertakan semua apa yang dikatakan oleh Samuel, sehingga Samuel tidak

melihat jati diri seorang Roy. Ia mengatakan bahwa seharusnya kejahatan dibalas

dengan kejahatan, seperti yang Tuhan katakan bahwa mata ganti mata, gigi ganti

gigi, itu yang diungkapkan oleh Roy. Ia juga merasa bahwa membunuh itu

merupakan jalan keluar agar ia tidak melihat ayahnya tidak berselingkuh lagi. Roy

juga mengatakan agar Samuel tidak usah membuang tenaga untuk mengurus dan

memperdulikan Roy, ia meminta Samuel untuk lebih baik ia menjaga dan

mencegah orang lain diluar sana menjadi pembunuh seperti Roy. Mendengar hal

itu, Samuel terdiam sampai habis untuk berkata-kata.

Sutradara menginginkan percakapan ini menjadi sebuah klimaks yang

intens, penuh dengan ketegangan, memanas, emosi dapat terbangun, apa yang

dirasakan oleh Roy yang emosinya meledak, dan Samuel yang awalnya tenang,

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

59

lalu emosi, sampai tak bisa berkata-kata itu dapat dirasakan juga oleh penonton.

Namun sayangnya, sutradara dan penulis menyadari akan kendala yang dihadapi,

yaitu footage yang sutradara miliki ternyata kurang akan variasi shot, dan hanya

memiliki shot close up Roy dan juga Samuel berbicara di penjara. Oleh karena itu

sutradara mengajak penulis untuk berdiskusi mencari jalan keluar agar tetap bisa

mewujudkan keinginan sutradara dengan footage yang terbatas. Sutradara dan

penulis melakukan diskusi sampai akhirnya menemukan jalan keluar. Penerapan

cutting dengan menggunakan teknik fast paced menjadi jalan keluar bagi

sutradara dan penulis. Dengan footage yang terbatas, dan dengan shot yang terdiri

hanya close up Roy dan Samuel saja, penulis tetap dapat mewujudkan apa yang

menjadi keinginan sutradara untuk Scene Penjara ini.

Percapakan Roy dan Samuel menjadi cukup intens jika editor dapat benar

menemukan cara untuk membangun intensitas itu. Percakapan yang cukup

panjang, jika pada saat melakukan cutting menggunakan teknik slow paced, maka

percakapan ini akan menjadi tidak intens, tidak memanas, terlihat panjang,

membosankan dan bertele-tele. Sutradara ingin penonton dapat merasakan emosi

yang terkandung dari percakapan Roy dan Samuel yang cukup intens.

Oleh karena itu langkah yang ditempuh oleh penulis agar intensitas

dramatis dalam percakapan antara Roy dan Samuel pada Scene Penjara menjadi

terbangun adalah dengan menggunakan teknik fast paced, yaitu teknik

pemotongan yang menghasilkan rhythm yang cepat, sehingga percapakan menjadi

seru dan intens. Penulis pun tetap dapat menginterpretasikan keinginan sutradara

lewat face paced.

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

60

4.2.1 Penerapan Fast Paced

Seperti yang dikatakan oleh Dancyger (2007, Hlm. 216) tentang fast paced, yaitu

teknik cutting atau pemotongan shot yang cepat, sehingga membangun rhythm

dan tempo menjadi lebih cepat yang bertujuan untuk menimbulkan kesan dinamis

dan pergerakan yang cepat.

4.2.1.1 Analisis Konsep

Sesungguhnya untuk Scene Penjara ini, sutradara dan penulis mengalami

kekurangan footage. Sutradara dan editor baru menyadari hal itu saat

proses editing dilakukan. Berbagai upaya dilakukan untuk menyelamatkan

Scene Penjara agar suasana tegang, emosi dan intensitas dramatis tetap

terbangun, yaitu penulis melakukan cutting yang lambat yang disebut

dengan slow paced. Namun sayangnya itu tidak membuat scene ini

menjadi baik, justru terlihat sangat membosankan, bertele-tele, emosi

setiap karakter tidak terbangun dan suasana tegang yang tidak dapat

dirasakan. Akhirnya sutradara dan penulis memutuskan untuk melakukan

cutting yang cepat, yang disebut dengan fast paced. Penulis berhasil

membangun emosi setiap karakter dan suasana menjadi terasa lebih

menegangkan.

Penerapan fast paced merupakan bentuk upaya penyelamatan yang

dilakukan oleh penulis selaku editor terhadap Scene Penjara. Hal itu

dilakukan karena memang harus diakui bahwa penulis tidak turut serta

pada tahap pre-production. Hal itu menyebabkan film pendek Dogma

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

61

mengalami kekurangan footage khususnya pada Scene Penjara. Penulis

hanya terfokus pada terhadap tahap post-production saja, penulis tidak

membuat perencanaan dari awal. Penulis beranggapan bahwa seorang

editor tidak terlalu mempunyai peran penting dalam tahap pre-production,

ternyata seharusnya editor sudah mempunyai tugas penting mulai pada

tahap pre-production. Pada saat itu pula, tidak dimungkinkan untuk

melakukan syuting ulang karena situasi dan kondisi.

Penulis akhirnya tetap dapat menciptakan suasana yang intens dan

menimbulkan suasana tegang dari percapakan antara Roy dan Samuel

lewat cutting yang cepat atau fast paced, sehingga menimbulkan rhythm

yang naik turun. Penulis juga memiliki tujuan agar emosi, keseruan, dan

ketegangan dari percakapan Roy dan Samuel, dapat dirasakan oleh

penonton. Selain itu penulis ingin penonton ikut terhanyut dalam cerita itu

karena percapakan ini merupakan inti dan klimaks cerita Dogma. Dari

awal film yang memperlihatkan adegan penembakkan yang dilakukan Roy

terhadap Sarah, yang merupakan konflik yang akan memicu adanya

banyak masalah. Sekarang berada pada tahap klimaks yaitu keadaaan

pastur Samuel yang mempertanyakan jati diri dan tujuan dari

pekerjaannya.

Penulis selaku editor tetap berhasil menginterpretasikan apa yang

menjadi konsep dan keinginan penulis skenario dan juga sutradara dalam

scene ini dengan melakukan upaya penyelamatan lewat penerapan fast

paced. Penulis skenario menginginkan scene ini menjadi jurang bagi

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

62

Samuel karena ia tidak bisa membuat Roy menyadari atas apa yang telah

dilakukan terhadap Sarah. Samuel tidak tahu lagi apa yang harus ia

lakukan agar Roy mau bertobat, Roy selalu membantah. Penulis skenario

juga ingin penonton dapat berempati kepada Samuel. Penulis juga

mengajak penonton untuk membayangkan dan merasakan jika berada pada

posisi seperti Samuel, seorang pastur mengetahui bahwa putra altarnya

sendiri yang melakukan tindakan pembunuhan terhadap Sarah. Hal ini

menyebabkan Samuel justru malah mempertanyakan jati dirinya sebagai

seorang pastur. Scene ini menjadi plot utama dalam film pendek Dogma.

Semua perjalanan dari awal cerita sampai pada akhir cerita film

pendek Dogma ini tidak terlepas dari unsur tension atau ketegangan, ini

yang disebut dengan intensitas dramatis. Ini juga merupakan landasan bagi

keberhasilan sebuah film, saat penonton dapat merasakan sebuah

ketegangan dalam suatu adegan dalam cerita maka itu dapat dikatakan

berhasil dalam membangun suatu drama yang intens. Itu juga yang

dikatakan oleh Millar dan Reisz (2010, Hlm. 7).

Tujuan penulis melakukan cutting yang cepat juga guna

menimbulkan kesan seakan tidak ada jeda dalam percakapan itu, terlihat

Samuel tidak diberi kesempatan oleh Roy untuk berbicara tentang

kebenaran. Saat Samuel baru menyelesaikan percakapan untuk Roy, ia

langsung menjawab dan menanggapi pembicaraan Samuel, sehingga

menimbulkan kesan bahwa Roy adalah pembantah, dan sudah tidak mau

mendengar kebenaran dan ajaran gereja yang disampaikan oleh Samuel.

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

63

Suasana ini yang membuat percakapan ini menjadi lebih intens,

seru, dan terlihat menegangkan. Itulah konsep yang penulis interpretasikan

dalam Scene Penjara ini dan sekaligus menjadi solusi untuk mengatasi

kendala kurangnya footage atau variasi shot saat pengambilan gambar.

Walaupun memang sebenarnya suasana emosi setiap karakter dalam

percapakan antara Roy dan juga Samuel lebih dapat dibangun lewat

penerapan overlapping, namun penulis tidak melakukan hal itu.

4.2.1.2 Teknis

Cara yang ditempuh oleh penulis untuk membangun intensitas dramatis

dalam film pendek Dogma dengan menerapkan fast paced adalah penulis

mempercepat rhythm dengan cutting yang cepat. Semakin banyak penulis

melakukan cutting maka semakin cepat pula rhythm yang tercipta. Itulah

yang disebut dengan fast paced. Begitu juga sebaliknya, semakin sedikit

penulis melakukan cutting dalan suatu scene, maka semakin lama pula

tempo atau rhythm yang akan tercipta, dan cenderung long shot. Itulah

yang disebut dengan slow paced. Pada awalnya, dalam Scene Penjara ini,

penulis menerapkan slow paced, namun suasana yang tercipta tidak sesuai

dengan apa yang diinginkan oleh penulis skenario. Keterbatasan footage

dan kurangnya variasi shot yang menjadi kendala dan hambatan sutradara

dan penulis selaku editor dalam menginterpretasikan keinginan penulis

skenario. Fast paced menjadi jalan keluar sutradara dan penulis dalam

menginterpretasikan konsep penulis skenario.

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

64

Jadi langkah yang ditempuh oleh penulis adalah memotong shots

menjadi lebih pendek dan menjadi banyak, penulis menyusun kembali

dengan memperhatikan kontinitas. Yang awalnya Scene Penjara ini terdiri

dari hanya 18 shot, sekarang scene ini terdiri dari 49 shot. Saat Samuel

sudah menyelesaikan percakapan untuk Roy, penulis langsung

menyiapkan shot Roy yang berkata kepada Samuel, seakan tidak ada jeda

dalam percakapan itu. Ketika Samuel baru menyelesaikan percakapannya,

Roy langsung menjawab dan menanggapi percakapan Samuel dengan

pergantian shot, terus dilakukan seperti itu. Seakan tidak ada kesempatan

untuk Samuel untuk berkata lebih banyak.

Gambar 4.13 Slow Paced

Gambar 4.14 Fast Paced

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

65

Tujuan penulis melakukan pemotongan atau cutting yang cepat

adalah akan sosok Roy yang sudah tidak mau mendengar Samuel lagi

menjadi terlihat, dengan sikap Roy yang selalu membantah dan langsung

menjawab setiap pernyataan yang dilontarkan oleh Samuel.

4.2.2 Penerapan Color Grading Berwarna Biru Keabu-abuan pada Scene

Penjara

Selain penerapan fast paced, untuk mendukung proses pembangunan intensitas

dramatis dalam film pendek Dogma, penulis menerapkan juga color grading yang

berwarna biru keabu-abuan pada Scene Penjara. Sutradara dan penulis skenario

ingin Scene Penjara ini menjadi plot utama film pendek Dogma. Penulis

menginterpretasi apa yang menjadi keinginan sutradara dan juga penulis skenario

dengan penerapan color grading yang berwarna biru keabu-abuan.

4.2.2.1 Analisis Konsep

Scene Penjara menceritakan kedatangan Samuel ke penjara untuk

menemui Roy, untuk menyadarkan apa yang telah dilakukan terhadap

Sarah itu merupakan perbuatan yang melanggar ajaran Tuhan. Samuel

mencoba menasehati Roy untuk bertobat, dan tidak membalas kejahatan

dengan kejahatan, dan berdoa kepada Tuhan supaya ayah Roy sadar dan

tidak beselingkuh lagi. Samuel juga mengingatkan Roy agar percaya dan

takut akan Tuhan. Selain itu Samuel juga menasehati Roy agar sadar kalo

manusia tidak punya hak untuk menghakimi orang lain.

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

66

Namun tanggapan Roy terhadap Samuel justru negatif. Roy tidak

menerima nasehat yang diberikan oleh Samuel tentang pertobatan, ajaran

Tuhan, dan menghakimi orang lain. Roy menganggap apa yang ia lakukan

terhadap Sarah merupakan hal yang setimpal dengan perbuatan yang

dilakukan oleh Sarah yang berselingkuh dengan ayahnya. Roypun

menganggap bahwa doa bukanlah jalan keluar, dengan doa masalah tidak

akan selesai. Justru pembunuhanlah jalan keluar agar Roy tidak melihat

ayahnya berselingkuh lagi dengan Sarah. “Mata ganti mata, gigi ganti

gigi”, itulah kalimat dari Alkitab yang Roy imanni. Maka perselingkuhan

Sarah dibalas dengan pembunuhan. Pada akhirnya Roy menyuruh Samuel

untuk tidak memikirkan dan mempedulikan ia lagi, lebih baik Samuel

mencegah orang lain diluar sana menjadi pembunuh seperti dirinya.

Mendengar hal itu Samuel sudah tidak bisa berkata-kata lagi, menemukan

jalan buntu, dan justru keadaannya menjadi berbalik ke Samuel. Samuel

menjadi merasa tidak berguna menjadi seorang pastur karena tidak bisa

menolong putra altarnya sendiri. Ajaran-ajaran Tuhan sudah tidak lagi bisa

membawa Roy kedalam pertobatan. Ajaran-ajaran Tuhan justru ditentang

oleh Roy. Hal ini membuat Samuel jadi mempertanyakan jati dirinya

sebagai seorang pastur, karena merasa tidak berguna dan tidak bisa

menolong Roy. Samuel menjadi ragu akan integritasnya sebagai seorang

pastur, ragu tidak bisa menyelamatkan orang lain.

Penulis setuju dengan Edwards (2004, Hlm. 180-181) yang

mengatakan bahwa warna biru merupakan konotasi dari kesedihan dan

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

67

misterius. Ia juga mengatakan warna biru dapat mewakili sosok yang

dingin dan juga angkuh. Penulispun menerapkan konsep itu pada sosok

Roy yang misterius, dingin, angkuh, dan melawan yang digambarkan

lewat warna biru. Keadaan Roy di penjara, terkurung itu merupakan

keterpurukan, kesedihan, kelam dan juga suram digambarkan lewat nuansa

kelabu. Penulis mencampurkan warna abu-abu kedalam warna biru agar

sosok misterius, dingin, angkuh, bercampur dengan keadaaan terpuruk,

kesedihan dan juga suram atau kelam. Itulah konsep yang diterapkan

dalam Scene Penjara yang membuat suasana tegang semakin terasa oleh

penonton.

Begitu juga dengan Samuel, dari awal pertama datang ke penjara

menemui Roy dengan membawa nasehat dan ajaran-ajaran Tuhan,

berkomunikasi dengannya, namun ditentang sampai pada akhirnya Samuel

putusasa dan justru keadaannya menjadi berbalik. Samuel menjadi merasa

tidak berguna dan malah mempertanyakan jati dirinya sebagai seorang

pastur. Perasaan putusasa yang dialami oleh Samuel dalam scene ini

penulis gambarkan dengan warna biru keabu-abuan juga. Samuel merasa

tidak berguna dan justru malah mempertanyakan jati dirinya itu

mencerminkan sikap ketidakjelasan identitas seseorang. Krisis jati diri

membuat seseorang kehilangan integritas dan jati dirinya, dan itu sama

dengan ambiguitas. Seperti yang dikatakan oleh Penulis setuju dengan

Edwards (2004, Hlm. 180-181) yang mengatakan bahwa warna biru juga

mencerminkan ambiguitas dan ketidakjelasan identitas seseorang, oleh

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

68

karena itu penulispun setuju dengan konsep seperti itu dan menerapkannya

dalam Scene Penjara.

Sepanjang percakapan dalam scene ini, yang menjadi topik

perbincangan adalah tentang ajaran-ajaran Tuhan. Samuel

memperjuangkan ajaran-ajaran Tuhan, namun Roy malah membantahnya.

Ajaran-ajaran Tuhan dan juga kitab suci itu mencerminkan moralitas umat

Kristiani. Seperti yang dikatakan oleh Penulis setuju dengan Edwards

(2004, Hlm. 180-181) yang mengatakan bahwa warna biru mencerminkan

moralitas umat Kristiani. Itu yang penulis ingin sampaikan kepada

penonton lewat warna biru keabu-abuan, bahwa masalah yang Roy dan

Samuel alami adalah tentang moralitas umat Kristiani.

Rasa tegang, misterius, dingin, rasa putus asa, moralitas umat

Kristiani, ketidakjelasan identitas, ambiguitas, keraguan, dan krisis jati

diri, semua digambarkan lewat warna biru keabu-abuan. Itulah yang

penulis terapkan dan lakukan untuk menginterpretasikan apa yang menjadi

keinginan sutradara dan juga penulis skenario dengan membangun

intensitas dramatis lewat color grading biru keabu-abuan.

4.2.2.2 Teknis

Untuk menciptakan warna biru keabu-abuan pada Scene Penjara, penulis

melakukan beberapa cara yaitu dengan membuat pengaturan pada fitur

Exposure, Curves, Saturation, Lift-Gamma-Gain, dan juga Vignette.

Berikut adalah penjabarannya.

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

69

1. Exposure

Langkah awal yang dilakukan penulis untuk membuat warna biru

keabu-abuan pada Scene Penjara adalah menaikkan tingkat

exposure. Hal itu dilakukan karena gambar terlihat gelap, maka

dari itu penulis menaikkan tingkat keterangan sampai diangka

+0.20. Namun perlu diingat, ada konsekuensi yang menjadi

pertimbangan dalam fitur ini, semakin tinggi tingkat exposure,

maka gambar akan semakin terang namun menyebabkan noise.

Gambar 4.15 Exposure Scene Penjara

2. Curves

Seperti yang dikatakan oleh Hullfish (2008, Hlm. 106) curves

adalah alat berbentuk kurva yang digunakan untuk mengatur

warna dari sebuah gambar dengan cara cepat dan juga intuitive.

Penulis gunakan fitur ini untuk meningkatkan kecerahan dari

setiap warna, dan penulis dapat lakukan itu dengan cepat dan

menggunakan intuisi. Tidak ada ukuran pasti untuk

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

70

menciptakan warna yang sutradara inginkan. Dalam hal ini,

intuisi seorang editor harus berperan.

Curves terdiri dari kurva merah yang dapat mengatur warna

merah dari sebuah gambar, lalu kurva hijau yang dapat

mengatur warna hijau dari sebuah gambar, kurva biru yang

dapat mengatur tingkat warna biru dari sebuah gambar, dan

terakhir adalah kurva master yang dapat mengatur ketiga

warna itu secara bersamaan. Penulis melakukan pembentukkan

warna seperti berikut.

Gambar 4.16 Curves Scene Penjara

3. Saturation

Selain itu penulis mengatur saturation agar warna biru yang

diinginkan menjadi terbentuk. Penulis menurunkan kadar

warna merah dalam gambar dan menaikkan kadar warna biru

sampai angka 0.609. Hal ini dilakukan oleh penulis agar warna

biru terbentuk dan setting warna ini penulis temukan

berdasarkan intuisi seorang editor. Tidak ada ukuran pasti yang

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

71

dapat membentuk warna, karena itu harus disesuaikan dengan

kondisi footage.

Gambar 4.17 Saturation Scene Penjara

4. Lift-Gamma-Gain

Fitur ini sangat membantu editor dalam menciptakan suasana

misterius, tegang, dan dingin yang diwakili warna biru. Penulis

meningkatkan kadar biru di fitur lift agar nuansa biru jelas

terlihat dan dirasakan. Berikut setting warna yang penulis

bentuk mencakup lift, gamma dan juga gain.

Gambar 4.18 Lift-Gamma-Gain Scene Penjara

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

72

5. Vignette

Sutradara ingin dalam Scene Penjara ini penonton fokus pada

percakapan Roy dan juga Samuel. Penulis menginterpretasikan

itu dengan penggunaan vignette. Hal ini bertujuan agar

perhatian penonton terpusat pada Roy dan juga Samuel.

Vignette juga memberikan kesan misterius dan dramatis dalam

setiap gambar.

Besarnya lingkaran atau diameter area vignette itu

disesuaikan dengan wajah Roy dan juga Samuel. Vignette yang

diletakkan pada area wajah Roy itu membuat perhatian

penonton berpusat pada Roy, dan hal itu pun memberikan

kesan dramatis. Penulis terapkan kepekatan hitam hanya 32%,

hal itu bertujuan agar masking hitam terlihat menyatu dengan

efek blur. Jika kepekatan atau kekuatan diubah menjadi 100%,

maka efek yang dihasilkan adalah seperti ada lingkaran hitam

yang menempel pada gambar.

Gambar 4.19 Vignette Scene Penjara

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013

73

Demikianlah komposisi itu dibuat oleh penulis guna

menciptakan warna yang dapat membangun suasana misterius,

menambah suasana ketegangan dan mewakili karakter setiap

tokoh dalam cerita. Itulah cara yang ditempuh oleh penulis

untuk membangun intensitas dramatis dalam film pendek

Dogma lewat color grading berwarna biru keabu-abuan.

Penerapan Editing..., Aprianto Tirta Raharja, FSD UMN, 2013