budidaya suweg editing

33
MAKALAH BAHASA INDONESIA Budidaya Suweg (Amorphophallus campanulatus) dengan Naungan Markisa Ungu (Passiflora edulis) dan Penambahan Gibberellin(GA 3 ) untuk Memaksimalkan Ukuran dan Hasil Produksi sebagai Komoditas Diversifikasi Pangan Unggulan Indonesia Di Susun Oleh Kelas L Agroekoteknologi 2012

Upload: qurnia-wulan-cucur

Post on 22-Dec-2015

31 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

suweg

TRANSCRIPT

Page 1: Budidaya Suweg Editing

MAKALAH BAHASA INDONESIA

Budidaya Suweg (Amorphophallus campanulatus) dengan Naungan

Markisa Ungu (Passiflora edulis) dan Penambahan Gibberellin(GA3)

untuk Memaksimalkan Ukuran dan Hasil Produksi sebagai Komoditas

Diversifikasi Pangan Unggulan Indonesia

Di Susun Oleh

Kelas L Agroekoteknologi 2012

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013

Page 2: Budidaya Suweg Editing

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

yang senantiasa mencurahkan rahmat dan taufik-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan makalah Bahasa Indonesia yang berjudul “Budidaya

Suweg (Amorphophallus campanulatus) dengan Naungan Markisa Ungu

(Passiflora edulis) untuk Memaksimalkan Hasil Produksi sebagai Komoditas

Diversifikasi Pangan Unggulan Indonesia” dengan baik, tidak lupa sholawat

dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, beserta

keluarga, sahabat dan orang-orang yang berjuang di jalan Allah hingga akhir

zaman.

Selesainnya penulisan makalah ini berkat dukungan dan bantuan semua

pihak yang terkait didalamnya. Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih

yang sebanyak-banyaknya kepada :

1. Orang tua di rumah yang senantiasa memberikan do’a dan

dukungannya.

2. M. Hambali, SS,M.Pd selaku dosen pengampu matakuliah Bahasa

Indonesia.

3. Rika Wulandari dan Dewa Ayu Kadek Dwi A. asisten yang

membantu dalam pengerjaan dan penyelesaian makalah ini.

4. Segenap pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian

penulisan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu

Penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari sempurna, kritik dan

saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan kedepannya.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Malang, 30 Mei 2013

Penulis

ii

Page 3: Budidaya Suweg Editing

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR...............................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................iii

DAFTAR GAMABAR..............................................................................................v

I. PENDAHULUAN..................................................................................................1

1.1 Latar Belakang....................................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................3

1.4 Manfaat Penulisan...............................................................................................3

II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................4

2.1 Pengertian Suweg................................................................................................4

2.2 Syarat Hidup Suweg............................................................................................5

2.3 Pembudidayaan Suweg Di Indonesia..................................................................5

2.4 Jenis dan Manfaat Suweg....................................................................................6

2.5 Peran Markisa Ungu (Passiflora edulis) Sebagai Naungan..............................7

2.6 Pengaruh Berbagai Jenis Naungan Terhadap Pertumbuha Suweg.......................8

2.7 Fungsi Hormon Gibberellin (GA3) pada Tanaman..............................................8

2.8 Diversifikasi Pangan Indonesia...........................................................................9

III. PEMBAHASAN................................................................................................10

3.1 Potensi Pembudidayaan Suweg dengan Naungan Markisa Ungu untuk Memperoleh Produktivitas Maksimal....................................................................10

3.2 Teknik Budidaya Suweg dengan Naungan Markisa Ungu dan Penyemprotan Hormon Gibberellin (GA3)......................................................................................11

3.3 Prediksi Keberhasilan Inovasi Terbaru Pembudidayaan Suweg dengan Naungan markisa ungu dan Penyemprotan Hormon Giberellin GA3.......................12

3.4 Suweg sebagai Komoditas Diversifikasi Pangan Unggulan Indonesia.............13

V. PENUTUP..........................................................................................................14

5.1 Kesimpulan......................................................................................................14

5.2 Saran................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................15

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Kesimpulan

iii

Page 4: Budidaya Suweg Editing

5.1 Saran

DAFTAR PUSTAKA

iv

Page 5: Budidaya Suweg Editing

DAFTAR GAMABAR

Gambar 1. Tanaman Suweg dan Umbinya........................................................6

Gambar 2. Denah Budidaya Suweg pada naungan Markisa...........................13

v

Page 6: Budidaya Suweg Editing

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejalan dengan krisis ekonomi global tiga tahun terakhir maka

pemerintah Indonesia mendorong industri dalam negeri menggunakan

bahan baku lokal dan mengurangi ketergantungan pada bahan impor

(Arisoesilaningsih, 2009). Suweg adalah tanaman umbi tradisional yang

telah dimanfaatkan sejak lama di Indonesia. Di Jawa, umbi direbus dan

dikonsumsi sebagai pengganti nasi terutama selama musim kering, selain

itu suweg telah diketahui banyak manfaatnya sehingga mempunyai nilai

ekonomi tinggi (Prihatyanto, 2007). Umbi suweg mengandung

glukomanan yang banyak manfaatnya sebagai bahan baku konniyaku

makanan khas Jepang, perekat, industri tekstil, industri film, industri

listrik, industri senjata perang dan gelatin mannan sebagai pengganti media

tumbuh (Lingga et al.,1989). Umbi suweg mengandung pati dalam jumlah

besar sehingga sering dikonsumsi langsung sebagai bahan pangan (Jansen

et al., 1996).

Budidaya suweg di Indonesia belum maksimal, umbi suweg yang

diekspor selama ini berasal dari tanaman yang tumbuh liar di bawah

tegakan hutan produksi Perum Perhutani di Jawa Timur, Jawa Tengah dan

Jawa Barat. Secara alami suweg tumbuh di hutan tropika dataran rendah

hingga 100-1000 meter di atas permukaan laut. Produksi umbi suweg di

bawah tegakan hutan Jawa Timur minimal 4 ton per ha dan bila

dibudidaya lebih intensif dapat mencapai 8-9 ton per ha (Arisoesilaningsih,

2009). Pada tahun 2009 total ekspor umbi suweg di Indonesia mencapai

235 ton , peluang industri suweg dalam dan luar negeri sangat tinggi dan

produksi saat ini belum memenuhi kebutuhan lebih dari 3000 ton per

tahun, maka masyarakat lebih memilih berburu di hutan-hutan termasuk

memperoleh bibit juga mengandalkan pasokan alam daripada

1

Page 7: Budidaya Suweg Editing

membudidayakannya di lahan. Akibatnya, populasi suweg di alam

terancam kelestariannya.

Berdasar permasalahan tersebut, perlu adanya pengembangan

budidaya suweg secara intensif pada lahan budidaya. Agar suweg dapat

dibudidayakan pada lingkungan yang bukan habitat aslinya, maka harus

dilakukan modifikasi lingkungan tempat tumbunnya dengan penanaman

tanaman naungan. Masa panen suweg antara 5-6 bulan, sehingga dalam

waktu enam bulan tersebut tentunys lahan tidak dapat berproduksi, untuk

mengatasinya tanaman naungan yang digunakan pada budidaya suweg

haruslah tanaman yang dapat berproduksi kurang dari enam bulan namun

berpotensi untuk menunjang produktivitas suweg. Selain itu, untuk

memaksimalkan fase vegetatif disemprotkan hormon giberelin agar umbi

dapat berkembang maksimal sebelum ditanam pada lahan.

Tanaman naungan yang akan digunakan adalah markisa ungu,

markisa ungu memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai

tanaman naungan suweg baik dari segi ekonomi maupun ekologinya.

Tanaman markisa ungu dan suweg , sama-sama tumbuh baik pada dataran

tinggi, selain itu markisa ungu dapat berproduksi sepanjang tahun dan

dapat berproduksi setelah tiga bulan tanam (Pusat Penelitian dan

Pengembangan Hortikultura, 2010). Penanaman suweg dan markisa ungu

di tanam pada satu lahan yang sama, markisa ungu ditanaman pada jarak

4x5 m, dan di pasang penyanga yang membentuk naungan dengan tinggi

2,5 m. Dalam naungan tersebut di tanam suweg dengan jarak 2x1,5 m.

Dengan demikian lahan dapat termanfaatkan dengan maksimal dan suweg

dapat dibudayakan pada lahan budidaya dan tidak harus menjarah hutan

untuk memenuhi permintaan konsumen, selain itu tentunya dengan

budidaya intensif maka produksi yang dihasilkan kan lebih optimal dan

dapat berkelanjutan sehingga suweg dapat menjadi salah satu komoditas

unggulan Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

2

Page 8: Budidaya Suweg Editing

1. Bagaimana potensi pembudidayaan suweg (Amorphophallus

campanulatus) menggunakan naungan markisa ungu (Passiflora

edulis) dan penyemprotan hormone giberelin untuk mendapatkan hasil

produksi suweg maksimal?

2. Bagaiman cara budidaya suweg (Amorphophallus campanulatus)

dengan menggunakan tanaman naungan markisa ungu (Passiflora

edulis) dan penyuemprotan hormon giberelin??

3. Bagaimana prediksi keberhasilan inovasi terbaru dalam pembudidayaan

suweg (Amorphophallus campanulatus) dengan naungan markisa

ungu (Passiflora edulis) dan penyemprotan hormon giberalin?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui potensi pembudidayaan suweg (Amorphophallus

campanulatus) menggunakan naungan markisa ungu (Passiflora

edulis) dan penyemprotan hormon giberelin.

2. Mengetahui cara pembudidayaan tanaman suweg (Amorphophallus

campanulatus) pada lahan budidaya dengan tanaman naungan

markissa ungu (Passiflora edulis) dan penyemprotan hormon giberelin?

3. Terwujudnya pola pembudidayaan suweg (Amorphophallus

campanulatus) yang optimal pada lahan budidaya sebagai komoditas

unggulan Indonesia untuk mencapai swasembada suweg

1.4 Manfaat Penulisan

1. Sebagai solusi atas pembudidayaan suweg Amorphophallus

campanulatus) yang belum optimal

2. Sebagai referensi pola pembudidayaan baru suweg Amorphophallus

campanulatus) dan markisa ungu

3. Sebagai inovasi untuk mendukung pembudidayaan suweg

Amorphophallus campanulatus) secara masal dan berkelanjutan

sebagai diversifikasi pangan potensial

3

Page 9: Budidaya Suweg Editing

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Suweg

Suweg merupakan tanaman berumbi telanjang, berbentuk globose

(Jansen et all.,1996) dan memiliki batang semu dengan satu daun tunggal

yang terpecah-pecah dan tangkai daun tegak yang keluar dari umbinya

(Kay,1973). Tangkainya berwarna hijau dan memiliki belang putih yang

menyebar rata diseluruh permukaan batang. Batang juga dipenuhi dengan

bintil- bintil, halus yang menyebar rata, panjang batang berkisar antara 50-

150 cm dan helaian daun berdiameter 75-200 cm(Jansen et all.,1996).

Dengan lebar daun demikian, mengakibatkan indeks luas daun rendah

sehingga populasi tanaman per hektar menurut Soemono et al. (1986) dapat

mencapai 40000- 50000 tanaman. Suweg dipelihara untuk dimakan

umbinya dan secara tradisional parutan umbi yang segar dapat dipakai untuk

obat luka. Umbi suweg mengandung kristal kalsium oksalat yang membuat

rasa gatal, senyawa tersebut dapat dihilangkan dengan perebusan.

Sedangkan bunganya termasuk bunga mejemuk dan uniseksual

(bunga jantan dan betina ada dalam dua bunga yang terpisah). Bunga jantan

dan betina dapat terlihat hanya saat bunga mekar, tongkol bunga terdiri dari

bunga betina dibagian bawah, bunga jantan di tengah dan bagian tangkai

teratas bunga mandul. Semuanya tersusun dalam tangkai yang menjulang di

tengah bunga, maka yang disebut bunga, sebenarnya hanyalah seludang,

sehingga dapat disebut bunga semu (Sufiani,1993). Umbi suweg, berbentuk

bundar agak pipih dan berkulit kasar, dengan serabut menyerupai akar yang

tumbuh jarang di permukaan kulitnya.. Seluruh permukaan kulit umbi

suweg dipenuhi dengan bintil-bintil dan tonjolan, sebagai anak umbi dan

tunas yang dapat dugunakan untuk perbanyakan atau perkembangbiakan

secara vegetative dengan menanam tunas atau umbi anaknya. Sementara di

4

Page 10: Budidaya Suweg Editing

bagian atas tepat di tengah-tengah lingkaran umbi, terletak tunas utamanya

(Sufiani.1995).

Gambar 1: Tanaman suweg dam umbinya.

(Sumber gambar: Sumarwoto.2004)

2.2 Syarat Hidup Suweg

Suweg merupakan tanaman yang mudah beradaptasi terhadap

lingkungan hidupnya, tanaman suweg dapat tumbuh baik pada vegetasi

sekunder yaitu tempat lembab yang terlindungi, serta pada dataran rendah

hingga 800m dpl. Suhu optimum yang diperlukan untuk pertumbuhannya

adalah 25-350 C dan curah hujan 1000-1500 mm/tahun. Meskipun tanaman

suweg dapat ditemui pada hamper semua jenis tanah, kecuali rawa, namun

partumbuhan umbi terbaik mencapai pertumbuhan maksimumnya pada jenis

tanah lempung berpasir dengan pH 6 - 7.5(Jansen et all.,1996).

2.3 Pembudidayaan Suweg Di Indonesia

Di seluruh dunia terdapat sekitar 90 jenis Amorphophallus

spp.,yang diperkirakan lebih dari 20 jenis berasal dari Indonnesia, dengan 8

jenis ditemukan di Jawa. Namun di Indonesia Amorphophallus spp,

termasuk dalam kelompok “minor tuber crop” dengan ciri-ciri minimnya

5

Page 11: Budidaya Suweg Editing

perhatian pemerintah, peneliti dan lembaga pembudidaya konservari

pangan lainnya, justru cenderung diabaikan dalam setiap pembahasan

sumber pangan utama. Kecenderungan memarginalisasi, terjadi secara tidak

langsung dari aspek kebijakan pemerintah pada masa dahulu yang

mengutamakan peningkatan produksi beras (Yuzammi, 2002).

Sebenarnya, komoditas ini pernah menjadi komoditas ekspor

Indonesia sejak sekitar tahun 1920-an. Tahun 1987 ekspor tercatat 86 ton

dan pada tahun 1991 tercatat 225 ton dengan keseluruhan produksi berasal

dari eksploitasi di hutan (Sufiani,1995). Secara tradisonal para petani di

Blitar, Kuningan dan Banjarmasin adalah daerah-daerah yang

menggunakan spesies liar sebagai pakan ternak. Jenis yang tidak gatal

digunakan untuk makanan setelah dikupas, dirajang, dicuci, dikukus

bersama kelapa dan gula merah (Santosa et all., 2002). Sebenarnya jika

dilihat dari kondisi lahan Indonesia yang subur, tanaman tropika seperti

suweg ini sangat mudah dibudidayakan, terlebih tanaman ini dpat

ditumpang sarikan dengan tanaman tahunan sebagi naungannya, sehingga

budidaya suweg ini dapat berjalan dan maju dengan pesat dengan

pengolahan produksi yang tepat. Sayangnya di Indonesia masih sebatas

pembudidayaan untuk pangan keluarga saja, dan itu pun hanya masyarakat

desa yang mengenalnya, selain itu belum dikenalnya suweg secara luas

dan umur tanaman suweg yang relatif lebih panjang dari pada tanaman

palawija lainya, serta faktor keberhasilan yang kurang pasti membuat

pembudidayaan suweg belum berkembang (Santosa et all., 2003).

2.4 Jenis dan Manfaat Suweg

Suweg sering disebut suweg, acung, ileus, atau bunga bangkai

termasuk famili Araceae (talas-talasan). Dari 90 jenis suweg di dunia,20

diantaranya ada di Indonesia dan banyak dijumpai, diantaranya: A.

campanulatus, A. oncophyllus, A. variabilis, A. spectabilis, A.konjac, A.

decumsilvae,A. paeoniifolius, A. mullerri, dan yang sangat terkenal adalah

A. titanium (bunga bangkai) A. decuss-silvae, dan A.gigaskarena bunganya

sangat besar dan indah. Sedangkan untuk bahan makanan dan industri

6

Page 12: Budidaya Suweg Editing

kebanyakan yang digunakan adalahadalah A. campanulatus, A.

oncophylus,dan A. variabilis (Sufiani, 1993).

Umbi suweg memiliki beberapa manfaat sebagai berikut:

1) Umbi suweg mwmiliki nilai indeks Glikemik (IG) rendah yaitu

42, dan bermanfaat untuk menekan kadar gula darah sehingga

baik untuk penderita Diabetes. Selain itu, dapat mengganti sel-sel

dalam tubuh, membersihkan dan mempercepat peredaran darah,

tidak mengandung lemak sehingga membatasi kegemukan,

menghilangkan kolesterol sehingga baik bagi penderita darah

tinggi dan Diabetes, obat luka kena gigitan ular berbisa atau lipan

serta sebagai obat luka luar lainnya.

2) Tepung umbi suweg dapat pula digunnakan untuk kosmetik dan

lem. Pengolahan umbi suweg ke dalam bentuk tepung dapat

dimanfaatkan sebagai bahan dasar berbagai makanan seperti Roti,

Biskuit, Mie, Agar-agar, dan tahu.Selain diolah ke dalam bentuk

tepung, umbi suweg juga bisa dikonsumsi secara langsung dengan

cara dikukus, dikolak, dan diolah menjadi Bubur. Sehingga dapat

digunakan sebagai pengganti bahan makanan pokok, bahan baku

snack, manisan, dan makanan pengudap (seperti mie) (Rosman,

R. & S. Rusli, 1991).

2.5 Peran Markisa Ungu (Passiflora edulis) Sebagai Naungan

Secara umum markisa memiliki pertumbuhan sulur dan batang

yang menyebar luas, kemudian sulur yang meyebar tersebut dapat

menutupi tanaman di bawahnya dengan baik jika dirambatkan dengan

penyangga yang tinggi. Sehingga tanaman markisa sangat bagus untuk

naungan tanaman- tanaman yang memerlukan naungan, markisa

merupakan tanaman merambat, sehingga dengan satu tanaman mampu

menghasilakan kanopi dan naungan cukup besar, sehingga tidak

mengakibatkan perebutan unsur hara dengan tanaman budidaya yang

dinaunginya, tingkat kerapatannya juga tinggi dan usia yang cukup

7

Page 13: Budidaya Suweg Editing

panjang membuat naungan dari tanaman markisa ini tidak perlu sering

diganti(Sumarwoto.2004).

Tanaman markisa ungu tumbuh baik pada dataran tinggi, selain

itu markisa ungu dapat berproduksi sepanjang tahun dan dapat

berproduksi setelah tiga bulan tanam (Pusat Penelitian dan Pengembangan

Hortikultura, 2010). Markisa ungu memiliki daun yang lebih tipis dan

ukurannya lebih kecil dibanding jenis markisa lain, sehingga akan cocok

untuk dijadikan naungan karena kanopi daun tidak akan terlslu rimbun,

sehingga sinar matahari dapat masuk dan diserap tanaman yang

dinaunginya.

2.6 Pengaruh Berbagai Jenis Naungan Terhadap Pertumbuha Suweg

Budidaya suweg memerlukan tanaman keras sebagai tegakan

yang melindunginya dari sinar matahari langsung. Sebenarnya, kerapatan

pohon atau keteduhan daun lahan yang akan ditanami tidak harus terlalu

rapat dan keteduhan yang diberikanpun hanya minimal sekali, yang

penting, pada saat matahari terik bersinar di tengah hari, daun suweg bisa

terlindung dari sinarnya. Daun akan layu dan tanaman tidak akan tumbuh

optimal bila terkena sinar berlebih dan akan mati. Naungan yang ideal

untuk tanaman suweg adalah jenis tanaman hhutan seperti jati, mahoni

sono, dan tanaman kayu lain. Tingkat kerapatan naungan minimal 40%

sehingga semakin rapat semakin baik (Sufiani.1995). Namun, pada hasil

produksi tanaman suweg sendiri, terlihat sangat baik pada lingkungan

hutan atau agroforestry yang di dalamnya tumbuh tanaman berkayu

tahunan, misalnys pada hutan jati produksi suweg mencapai sekitar 80 ton

dalam sekali panen(Santosa et all,. 2003).

2.7 Fungsi Hormon Gibberellin (GA3) pada Tanaman

Hormon dalam tubuh tanaman memiliki fungsi masing-masing

salah satunya adalah hormon pertumbuhan atau fitohormon, yang terdiri

dari auksin, gibberellin, sitokinin dan fenolik. Gibberellin adalah salah satu

8

Page 14: Budidaya Suweg Editing

zat ZPT yang banyak dijumpai pada bakteri, fungi, Paku-pakuan,

gymnospermae dan angiospermae. Wattimena (1987), mengungkapkan

bahwa gibberellin dihasilkan oleh filtrat kultur cendawan Gibberella

fujikuroi. Terdapat sekitar 55 jenis Gibberellin yang telah didapati pada

tanaman sebagai fitohormon, dan jenis yang paling mudah dijumpai adalah

GA3 (C19H22O16) (Krishnamoorthy,1981)

2.8 Diversifikasi Pangan Indonesia

Potensi ketersediaan pangan lokal Indonesia sangat melimpah.

Indonesia memiliki setidaknya 77 bahan makanan lokal yang mengandung

karbohidrat yang hampir sama dengan nasi sehingga bisa dijadikan

substitusi (Kompas, 2010 dalam Yuliatmoko, 2010 ). Produk pangan lokal

seperti beras cianjur, jeruk medan, markisa makasar, asinan bogor, kopi

lampung, talas bogor, jenangan kudus, bubur manado,apel malang, talas

bogor, dan lain-lain menyimpan potensi indigenus yang merupakan

kekuatan yang luar biasa (Hariyadi, 2007).

Namun demikian, hingga kini produk pangan lokal Indonesia

belum mampu untuk mematahkan dominasi pangan dari beras atau tepung

terigu. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya inovasi teknologi

terhadap produk pangan lokal tersebut. Di sisi lain, di era global ini,

tuntutan konsumen terhadap pangan terus berkembang, selera konsumen

menjadi faktor yang sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap

produsen. Oleh karena itu, inovasi teknologi terhadap produk pangan lokal

mutlak harus dilakukan, juga inovasi teknologi terhadap pangan lokal

bukan saja terhadap aspek mutu, gizi, dan keamanan yang selama ini

didengungkan oleh berbagai pihak.Inovasi teknologi juga harus menyentuh

aspek preferensi konsumen, yaitu kesesuaian, baik kesesuaian terhadap

selera, kebiasaan, kesukaan; kebudayaan, atau terlebih-lebih terhadap

kepercayaan/agama.Karena pada akhirnya, konsumenlah yang menentukan

pilihan terhadap suatu produk pangan tersebut dikonsumsi atau tidak,

meskipun produk tersebut dinyatakan bermutu, bergizi, dan aman untuk

dikonsumsi.

9

Page 15: Budidaya Suweg Editing

III. PEMBAHASAN

3.1 Potensi Pembudidayaan Suweg dengan Naungan Markisa Ungu untuk Memperoleh Produktivitas Maksimal

Berdasarkan data penelitian (Arisoesilaningsih, dkk.,2009)

optimalisasi diameter dan volume umbi suweg di lahan agroforestri

direkomendasikan budidaya suweg dengan mengendalikan kondisi

lingkungan tanam umbi suweg yaitu ketinggian lebih dari 400 mdpl, suhu

bulanan selama periode vegetatif tidak terlalu rendah, kadar Ca rendah,

KTK (Kapasitas Tukar Kation) optimal dan mempertahankan vegetasi

penutup tanah. Pengaplikasian suweg dan markisa ungu pada lahan

budidaya yang sama diharapkan dapat menunjang produktivitas tanaman

suweg, selain itu lahan tetap dapat berproduksi saat suweg belum

mencapai perkembangan vegetatif maksimalnya.

Di Indonesia secara komersil markisa ungu dibudidayakan pada

dataran tinggi pada daerah Sumatra serta Sulawesi. Hal tersebut menjadi

salah satu persamaan syarat tumbunya dengan suweg. Secara umum

markisa tumbuh memanjang dengan sulur, daun markisa ungu berbentuk

menjari dengan panjang daun 9-12 cm , ruas antar batang pada markisa

ungu berkisar antara 5-7 cm (Pusat Penelitian dan Pengembangan

Hortikultura, 2010). hal ini memungkinkan markisa untuk dijadikan

tanaman naungan pada budidaya suweg.

Produktivitas umbi suweg dapat maksimal pada lahan yang

ternaungi. Menurut Hartanto (1994), suweg yang ditanam dengan

tanaman jagung dapat menghasilkan umbi sebesar 40 ton/ha, sedangkan

pada sawah atau tegalan sebesar 11-20 ton/ha. Diharapkan dengan

penggunaan naungan markisa produktivitasnya dapat lebih tinggi lagi.

10

Page 16: Budidaya Suweg Editing

3.2 Teknik Budidaya Suweg dengan Naungan Markisa Ungu dan Penyemprotan Hormon Gibberellin (GA3)

Pemberian GA3 menginduksi pembungaan pada tanaman suweg

Peningkatan konsentarasi GA3 akan menghambat pembungaan pada awal

pertumbuhan, hal ini diduga karena hormone GA3 merupakan hormon

pertumbuhan yang meningkatkan laju pertumbuhan pada fase vegetatif.

Sehingga tanaman terus tumbuh besar, namun bunganya terhambat.

Dengan pertumbuhan vegetatif yang pesat akan meningkatkan aktivitas

fotosintesis tanaman, sehingga secara tidak langsung juga menyebabkan

pembentukan umbi lebih besar (Respatie, 2004). Penyemprotan hormon

GA3 dilakukan menggunakan sprayer pada bibit suweg. Bibit suweg yang

digunakan berasal dari perkembang biakan vegetatif melalui umbi katak,

yaitu umbi kecil yang muncul di ketiak daun, dapat dikumpulkan

kemudian disimpan sehingga bila memasuki musim hujan dapat langsung

ditanam pada lahan yang telah disiapkan.umbi katak yang digunakan

sebagai bibit disemprot dan diamkan selama semalam, baru kemudian

ditanam pada lahan.

Untuk pengaplikasiaan naungannya, sulur markisa diatur

merambat pada pada tempat penjalaran yang telah diatur denngan panjang

rangka penjalaran 4 m dengan lebar 5 meter dan tinggi 2,5 m. Suweg

ditanam dengan jarak 2x1,5 m di dalam naungan markisa, dalam lubang

galian suweg diberi pupuk dan sekam, penggunaan sekam dimaksudkan

agar saat panen umbi suweg mudah untuk diambil. Pada satu rangkaian

naungan markisa maksimal dapat ditanam lima bibit suweg. Berikut

merupakan pola lahan budidaya suweg dengan naungan markisa ungu:

11

Page 17: Budidaya Suweg Editing

Keterangan:

Bibit Markisa

Bibit Suweg

Gambar 2. Denah Budidaya Suweg pada Naungan Markisa

Sumber : Penulis (2013)

Bibit suweg ditanam dalam naungan markisa setelah markisa

berumur tiga bulan hal ini dimaksudkan agar sulur markisa sudah hampir

memenuhi tempat rambatan. Sedangkan pembudidayaan suweg pada

lahan terbuka tanpa naungan pengolahan tanah dilakukan awal musim

hujan, kemudian dibuat lubang tanam sedalam 10-15cm, dengan jarak

45cm x 120cm atau 90cm x 120cm. Untuk mendapat hasil yang baik,

diberi pupuk dengan dosis 40 kg N, 40 kg P2O5 dan 80 kg K per hektar

(Sufiani, 1993). Menurut Hartanto (1994), suweg yang ditanam dengan

tanaman jagung dapat menghasilkan umbi sebesar 40 ton/ha, sedangkan

pada sawah atau tegalan sebesar 11-20 ton/ha.

3.3 Prediksi Keberhasilan Inovasi Terbaru Pembudidayaan Suweg dengan Naungan markisa ungu dan Penyemprotan Hormon Giberellin GA3

Pembudidayaan suweg dengan naungan markisa ungu

diharapkan dapat meningkatkan produktivitas umbi suweg, karena suweg

dapat tumbuh optimal seperti pada habitatnya dihutan tropika dengan

naungan sampai 50%. Markisa ungu memiliki masa panen tiga bulan

sehingga saat umbi suweg belum dapat berproduksi, petani masih dapat

berpenghasilan dari panen markisa ungu, tentunya hal ini akan menjadi

12

Page 18: Budidaya Suweg Editing

daya tarik utama untuk petani dalam membudidayakan suweg. Sedangkan

penggunaan hormon GA3 sendiri dimaksudkan agar umbi dapat tumbuh

optimal dan berukuran besar.

Suweg memiliki nilai ekonomi tingi sehigga suweg dapat menjadi

simpanan untuk masa panen berikutnya. Suweg yang dibudidayakan

dengan lebih intensif dapat menyuplai permintaan umbi suweg secara

continue sehingga membuka peluang pasar untuk permintaan industri skala

besar.

3.4 Suweg sebagai Komoditas Diversifikasi Pangan Unggulan Indonesia

Suweg dapat menjadi bahan pnagan alternatif diversifikasi. Umbi

suweg mengandung pati dalam jumlah besar sehingga sering dikonsumsi

langsung sebagai bahan pangan (Jansen et al., 1996). Namun, saat ini

suweg tidak hanya dikonsumsi langsung (direbus) tetapi juga dijadikan

tepung (Kasno et al., 2007). Berbagai kajian yang telah dilakukan oleh

para peneliti menyatakan bahwa tepung suweg sangat potensial sebagai

sumber bahan pangan baru. Jepang telah mengembangkan konnyaku dan

shirataki dari tepung suweg. Tepung suweg dapat diolah menajadi

berbagai macam penganan seperti kue basan, brownies dan mi.

Selain itu, suweg memiliki potensi besar untuk dikembangkan

sebagai komoditas ekspor. Peluang ekspor terbuka lebar untuk tujuan ke

Korea, Jepang dan Taiwan (Lingga et al., 1989). Penggunaan suweg

sebagai bahan baku industri baik dalam maupun luar negeri sangat tinggi

dan produksi saat ini belum memenuhi kebutuhan lebih dari 3000 ton per

tahun.

Dengan pembudidayaan yang optimal pada lahan budidaya

diharapkan produksi suweg dapat optimal dan berkelanjutan. Indonesia

dapat berswasembada suweg dan menjadikan suweg sebagai komoditas

unggulan yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan dapat meningkatkan

pendapatan petani.

13

Page 19: Budidaya Suweg Editing

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan Dari data yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa:

a. Suweg adalah tanaman penghasil umbi yang habitat aslinya ada di

hutan tropis

b. Suweg berpotensi tinggi untuk dikembangkan sebagai komoditas

diversifikasi pangan.

c. Penggunaan naungan markisaa ungu sebagai naungan dan

penyemprotan hormon gibberellin GA3 puntuk pembudidayaan suweg

berpotensi untuk meningkatkan produktivitas tanaman suweg.

d. Dengan pembudidayaan yang intensif suweg mampu berproduktivias

secara berkelanjutan sehinga mampu memenuhi kebutuhan pasar

dalam sekala dalam dan luar negeri

5.2 Saran

Diharapkan ada penelitian lebih lanjut mengenai pembudidayaan

suweg dengan naungan tanaman markisa dan petani mau mengembangkan

inovasi pembudidayaan tersebut sehinga produksi suweg lebih optimal dan

dapat memenuhi peluang pasar dalam dan luar negeri serta mampu

menjadi komoditas unggulan Indonesia.

14

Page 20: Budidaya Suweg Editing

DAFTAR PUSTAKA

Hariyadi, P. 2010. Mewujudkan Keamanan Pangan Produk-Produk Unggulan

Daerah. Prosiding Seminar Nasional 2010."Peran Keamanan Pangan

Produk Unggulan Daerah dalam Menunjang Ketahanan Pangan dan

Menekan Laju Inflasi"Purwokerto 8-9 Oktober 2010.

Hariyadi, P. 2007. Penguatan Industri Penghasil Nilai Tambah Berbasis

Potensi Lokal (Peranan Teknologi Pangan untuk Kemandirian

Pangan). Jurnal PANGAN, Vol. 19 No. 4 Desember 2010: 295-301.

Jansen, P.C.M., C. van der Wilk, and W.L.A. Hetterscheid.1996.

Amorphophallus Blume ex Decaisne.In: Flach M dan F. Rumawas

(eds.). Plant Resources of South-East Asia 9: Plants yielding non-seed

carbohydrates.Prosea Foundation. Bogor.

Kay, D. E. 1973. Root Crops.Tropical Product Institute. Foreign and

Commonwealth Office.

Krishnamoorthy, H, N.1981. Plant Growth Substances Including Applivations

in Agriculture. Tata Mc Graw Hill. Publ. Co. Ltd. New York, 214 p.

Kriswidarti, T. 1980. Suweg (Amorphophallus campanulatus Bl. J.) kerabat

bunga bangkai yang berpotensi sebagai sumber karbohidrat. Buletin

Kebun Raya vol. 4(5): 171 – 174.

Respatie, Dyah Weny.2004. Dari Jurnal Resipitory IPB. Pengaruh

Gibberellin(GA3) Dan Umbi Terhadap Pembungaan Tanaman Suweg.

IPB. Bogor.

Rosman, R. & S. Rusli, 1991. Tanaman Suweg. Edisi khusus LITTRO vol. VII

No.2.BalaiPenelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO). Bogor.

Soemono, S. , J. S. Baharsyah, J. Wiroatmodjo dan S.Tjokrosoedirdjo. 1986.

Pengaruh bobot bibi t terhadappertumbuhan, hasil dan kualitas umbi

suweg (A.campanulatusBl. J.) pada berbagai umur. Bul. Agro. XVII

(2) 17 – 23.

15

Page 21: Budidaya Suweg Editing

Sufiani, S., 1993.Suweg (Amorphophallus) jenis, syarat tumbuh, budidaya dan

standar mutu ekspornya.Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

(BALITTRO). Bogor.

Sufiani, S. 1995. Suweg (Amorphophallus); jenis, syarat tumbuh, budidaya

dan standar mutu ekspornya. Media Komunikasi Penelitian

danPengembangan Tanaman Industri 12: 11-16.

Sumarwoto. 2004. Pengaruh pemberian pupuk dan ukuran bulbil terhadap

pertumbuhan Suweg (Amorphophallus muelleri Blume) pada tanah ber-

Al tinggi. Ilmu Pertanian 11 (2) : 45-53.

Wattimena, G. A. 1982. ZPT Tanaman. Laboratorium Kultur Jaringan

Tanaman, Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB.Bogor.247 hal.

Yuliatmoko, W. dan Artama, T. 2010. Peran fmipa universitas terbuka dalam

difusi inovasi teknologi untuk mendukung ketahanan pangan. Prosiding

Seminar Nasional FMIPA Universitas Terbuka., 2010. “Perspektif STS

(Science, Technology, and Society) dalam Aktualitasi Pembangunan

Berkelanjutan.

Yuzzami.2002.A Toxonomis of the Teresterial and Aquatic Aroids(araceae) in

Java. School of Botanical Science, Faculty of Life Science, University

of New South Wales Australia.358 p.

16