limbah kebun sabut kelapa agi
DESCRIPTION
tes2TRANSCRIPT
RINGKASAN
Kelapa adalah satu jenis tanaman dari suku aren-arenan atau Arecaceae dan merupakan anggota tunggal dalam marga Cocos. Tanaman ini dimanfaatkan hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tanaman serba guna, khususnya bagi masyarakat pesisir. Kelapa juga adalah sebutan untuk buah yang dihasilkan tumbuhan ini.
Bagian tanaman kelapa yang paling banyak digunakan yaitu buah kelapa karena mempunyai nilai ekonomis yang paling tinggi. Hasil buah kelapa yang paling banyak diperdagangkan di pasar dunia adalah kopra, minyak kelapa, bungkil kopra, kelapa parut kering, tepung kelapa dan protein kelapa. Selain buah kelapa masih banyak bagian dari tanaman kelapa yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti batok kelapa, serabut kelapa, air kelapa, daun kelapa, dan lain-lain. Dalam hal pemanfaatan produk turunan kelapa yaitu serabut, Indonesia masih tertinggal dari negara produsen kelapa lainnya. Jika dibandingkan dengan Srilanka yang luas lahannya hanya 0,442 juta ha tetapi dalam hal ekspor serabut mampu menguasai 50,3% pasar dunia, sedangkan Indonesia hanya mampu menguasai 0,6% saja. Apabila pemanfaatan serabut kelapa bisa lebih dimaksimalkan, maka dapat menambah devisa negara dan dapat meningkatkan pendapatan petani kelapa pada khususnya.
Serabut kelapa merupakan bagian terluar buah kelapa yang membungkus tempurung kelapa. Bagian ini merupakan bagian yang terbesar dari buah kelapa, yaitu sekitar 35 persen dari bobot buah kelapa atau sebesar 0,4 kg. Ketebalan serabut kelapa berkisar 5-6 cm yang terdiri atas lapisan terluar (exocarpium) dan lapisan dalam (endocarpium). Endocarpium mengandung serat-serat halus yang dapat digunakan sebagai bahan pembuat tali, karung, pulp, karpet, sikat, keset, isolator panas dan suara, filter, bahan pengisi jok kursi/mobil dan papan hardboard. Komposisi kimia serabut kelapa terdiri atas selulosa, lignin, pyroligneous acid, gas, arang, ter, tannin, dan potasium. Pemanfaatan serabut kelapa menjadi barang industri masih sangat terbatas pada industri kecil peralatan rumah tangga seperti sapu, keset dan tali. Secara khusus pengolahan serabut kelapa menghasilkan 2 jenis produk utama yaitu cocofibre (40-45 %) dan cocodust (45–50 %) serta aul (5–15 %) sebagai hasil sampingan. Cocofibre dapat diproses menjadi serat berkaret, matras, geotextile, karpet, dan produk-produk kerajinan/ industri rumah tangga. Matras dan serat berkaret banyak digunakan dalam industri jok, kasur, dan pelapis panas.
Limbah serabut kelapa ini mempunyai dampak yang positif dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan sehingga industri pengolahan serabut kelapa lebih dapat ditingkatkan lagi.
BAB IPENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa adalah satu jenis tanaman dari suku aren-arenan atau Arecaceae
dan merupakan anggota tunggal dalam marga Cocos. Tanaman ini dimanfaatkan
hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tanaman serba
guna, khususnya bagi masyarakat pesisir. Kelapa juga adalah sebutan untuk buah
yang dihasilkan tumbuhan ini (Wikipedia, 2010).
Di Indonesia tanaman kelapa merupakan salah satu tanaman industri yang
potensial dan mudah untuk dikembangbiakan, hampir diseluruh pesisir Indonesia
banyak ditemukan tanaman kelapa yang tumbuh. Selain itu tanaman kelapa juga
mempunyai peran yang sangat penting untuk meningkatkan pendapatan negara
karena hampir seluruh bagian dari tanaman kelapa dapat digunakan dan diolah
yang kemudian dapat dijual. Menurut data dari APCC (Asia Pacific Coconut
Community) mencatat bahwa Indonesia merupakan negara dengan luas lahan
perkebunan kelapa terbesar kedua sedunia dengan luas lahan 3,776 juta ha
(Coconut Statistic Yearbook, 2006). Dari data tersebut maka tanaman kelapa
sebenarnya sangat berpotensi menjadi komoditas ekspor yang dapat
mendatangkan devisa negara, namun pemanfaatannya tidak maksimal.
Bagian tanaman kelapa yang paling banyak digunakan yaitu buah kelapa
karena mempunyai nilai ekonomis yang paling tinggi. Hasil buah kelapa yang
paling banyak diperdagangkan di pasar dunia adalah kopra, minyak kelapa,
bungkil kopra, kelapa parut kering, tepung kelapa dan protein kelapa. Selain buah
kelapa masih banyak bagian dari tanaman kelapa yang mempunyai nilai ekonomi
tinggi seperti batok kelapa, serabut kelapa, air kelapa, daun kelapa, dan lain-lain.
Dari data yang dihimpun oleh Asia Pasific Coconut Community (APCC, 2001)
bahwa konsumsi kelapa segar dari sekitar 220 juta penduduk Indonesia mencapai
8,15 milyar butir (52,6%), dengan konsumsi per kapita per tahun sebanyak 37
butir. Sisanya sebanyak 7,35 milyar butir (47,4%) diolah menjadi 1,43 juta ton
kopra. Dari 1,43 juta ton kopra di atas 85-90% diolah menjadi crude coconut oil
(CCO) dan sisanya (10,15%) untuk olahan lanjutan. Dari angka-angka ini
menunjukkan bahwa kegunaan buah kelapa beragam dengan pengguna yang juga
tersebar. Hal ini menyebabkan bahan baku hasil samping kelapa tersebar,
sehingga memerlukan strategi, kelembagaan dan implikasi yang tepat untuk
membangun industri hilir tersebut.
Dalam hal pemanfaatan produk turunan kelapa yaitu serabut, Indonesia
masih tertinggal dari negara produsen kelapa lainnya. Jika dibandingkan dengan
Srilanka yang luas lahannya hanya 0,442 juta ha tetapi dalam hal ekspor serabut
mampu menguasai 50,3% pasar dunia, sedangkan Indonesia hanya mampu
menguasai 0,6% saja. Apabila pemanfaatan serabut kelapa bisa lebih
dimaksimalkan, maka dapat menambah devisa negara dan dapat meningkatkan
pendapatan petani kelapa pada khususnya (Anonim, 2007)
Pemanfaatan dari sabut kelapa dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Produk turunan dari sabut kelapa (Mahmud,2005)
Salah satu pemanfaatan serabut kelapa yaitu menjadi jok mobil atau
dengan nama lain jok sebutret. Jok sebutret yaitu jok kursi dari serabut kelapa
berkaret yang dibuat dengan menggunakan bahan dasar serat sabut kelapa. Pada
pembuatan industri ini menggunakan bahan yaitu serat serabut kelapa yang sudah
diolah dan ditambahkan karet sehingga manjadi lebih kuat, dan juga
menggunakan alat dan mesin untuk pengolahannya yaitu :
1. Peralatan pemekat lateks kebun cara pendadihan
2. Perlengkapan pendispersi bahan kimia ( ball mill )
3. Perlengkapan pencampur
4. Mesin pemisah serat
5. Perlengkapan pengeritingan serat
6. Mesin pemintal
7. Rol penggulung
8. Pembuat dan penggilas tambang
9. Kukus penguap
10. Bak pemeraman tambang
11. Cetakan
12. Perlengkapan penyemprotan
13. Oven vulkanisasi
14. Alat pemotong
Selain itu serabut kelapa dapat dijadikan Cocopeat. Cocopeat diolah dari
serabut kelapa yang digunakan sebagai media tanam. Sebelum diolah, serabut
kelapa direndam selama 6 bulan untuk menghilangkan senyawa-senyawa kimia
yang dapat merugikan tanaman seperti tanin. Senyawa itu dapat menghambat
pertumbuhan tanaman. Setelah dikeringkan, serabut kelapa dimasukkan ke dalam
mesin untuk memisahkan serat dan jaringan empulur. Residu dari pemisahan
itulah yang kemudian dicetak membentuk kotak. Media dicetak dengan tingkat
kerapatan rongga kapiler sehingga dapat menyimpan oksigen sampai 50%.
Kemampuan itu lebih tinggi bila dibandingkan dengan kemampuan menyimpan
oksigen pada tanah yang hanya 2-3%. Ketersediaan oksigen pada media tanam
dibutuhkan untuk pertumbuhan akar.
Hasil penelitian Dr Geoff Creswell, dari Creswell Horticultural Service,
Australia, media tanam cocopeat sanggup menahan air hingga 73%. Dari 41 ml
air yang dialirkan melewati lapisan cocopeat, yang terbuang hanya 11 ml. Jumlah
itu jauh lebih tinggi daripada sphagnum moss yang hanya 41%. Secara umum,
derajat keasaman media cocopeat 5,8-6, pada kondisi itu tanaman optimal
menyerap unsur hara. Derajat keasaman ideal yang diperlukan tanaman 5,5-6,5.
Pada beberapa jenis tanaman, media terlalu lembap dapat menyebabkan
busuk akar. Oleh sebab itu, kita dapat mencampur cocopeat dengan bahan lain
yang daya ikat airnya tidak begitu tinggi seperti pasir atau arang sekam. Menurut
Kevin Handreck dalam bukunya Growing Media, kandungan klor pada cocopeat
cenderung tinggi. Bila klor bereaksi dengan air, ia akan membentuk asam klorida.
Akibatnya, kondisi media menjadi asam. Sedangkan tanaman umumnya
menghendaki kondisi netral. Sydney Environmental and Soil Laboratory,
Australia, mensyaratkan kadar klor pada cocopeat tidak boleh lebih dari 200 mg/l.
Oleh sebab itu, pencucian bahan baku cocopeat sangat penting. Sekadar berjaga-
jaga, setiap kali membeli cocopeat, rendamlah hingga tiga hari. Air rendaman
diganti setiap hari. Dikhawatirkan masih mengandung tanin atau zat-zat racun
lainnya. Membeli cocopeat hasil pabrikan lebih terjamin. Produsen biasanya
mencantumkan spesifikasi produk seperti porositas, kelembapan, water hold
capacity (WHC), derajat keasaman (pH), electric conductivity (EC), indeks kadar
racun, kandungan mineral, dan cara penggunaannya pada kemasan atau brosur
(Widodo, 2009).
BAB IISTUDI PUSTAKA
Serabut kelapa merupakan bagian terluar buah kelapa yang membungkus
tempurung kelapa. Bagian ini merupakan bagian yang terbesar dari buah kelapa,
yaitu sekitar 35 persen dari bobot buah kelapa atau sebesar 0,4 kg. Ketebalan
serabut kelapa berkisar 5-6 cm yang terdiri atas lapisan terluar (exocarpium) dan
lapisan dalam (endocarpium). Endocarpium mengandung serat-serat halus yang
dapat digunakan sebagai bahan pembuat tali, karung, pulp, karpet, sikat, keset,
isolator panas dan suara, filter, bahan pengisi jok kursi/mobil dan papan
hardboard. Komposisi kimia serabut kelapa terdiri atas selulosa, lignin,
pyroligneous acid, gas, arang, ter, tannin, dan potasium (Rindengan et al., 1995).
Pemanfaatan serabut kelapa menjadi barang industri masih sangat terbatas
pada industri kecil peralatan rumah tangga seperti sapu, keset dan tali. Secara
khusus pengolahan serabut kelapa menghasilkan 2 jenis produk utama yaitu
cocofibre (40-45 %) dan cocodust (45–50 %) serta aul (5–15 %) sebagai hasil
sampingan. Cocofibre dapat diproses menjadi serat berkaret, matras, geotextile,
karpet, dan produk-produk kerajinan/ industri rumah tangga. Matras dan serat
berkaret banyak digunakan dalam industri jok, kasur, dan pelapis panas. Selain itu
serat serabut kelapa yang dihasilkan dari pengolahan serabut kelapa dapat
digunakan untuk :
a. bahan peredam dan penahan panas pada industri pesawat terbang
b. bahan pengisi jok atau bantalan kursi pada industri mobil mewah di eropa
c. bahan geotekstil untuk perbaikan tanah pada bendungan, saluran air, dll
d. bahan cocosheet sebagai pengganti busa pada industri spring bed
e. bahan untuk membuat tali, sapu, sikat, keset dan alat rumah tangga lain.
Serat serabut kelapa memiliki keunggulan dibandingkan dengan produk
substitusinya, terutama serat sintetis, yaitu :
a. memiliki daya serap air yang sangat tinggi
b. memiliki sifat material yang ramah lingkungan (natural recycle)
c. memiliki daya serap panas yang sangat tinggi
d. proses pengolahannya tidak mencemari lingkungan
e. menggunakan mesin pengolah yang relatif sederhana
f. memiliki pangsa pasar yang sangat besar baik domestik maupun eksport
Hasil samping pengolahan serat serabut kelapa berupa butiran-butiran
gabus serabut kelapa, dikenal dengan nama cocopeat. Sifat fisika-kimianya yang
dapat menahan kandungan air dan unsur kimia pupuk, serta dapat menetralkan
keasaman tanah menjadikan hasil samping ini mempunyai nilai ekonomi.
Cocopeat digunakan sebagai media pertumbuhan tanaman hortikultur dan media
tanaman rumah kaca dan juga dapat digunakan sebagai substitusi gambut alam
untuk industri bunga dan pelapis lapangan golf (Nur et al., 2003).
Serat serabut kelapa bagi negara-negara tetangga penghasil kelapa sudah
merupakan komoditi ekspor yang memasok kebutuhan dunia yang berkisar 75,7
ribu ton pada tahun 1990. Indonesia walaupun merupakan negara penghasil kelapa
terbesar di dunia, pangsa pasar serat serabut kelapa masih sangat kecil.
Kecenderungan kebutuhan dunia terhadap serat kelapa yang meningkat dan
perkembangan jumlah serta keragaman industri di Indonesia yang berpotensi
dalam menggunakan serat serabut kelapa sebagai bahan baku/bahan pembantu,
merupakan potensi yang besar bagi pengembangan industri pengolahan serat
serabut kelapa.
Selain itu permintaan cocopeat diperkirakan akan meningkat tajam karena
di samping tekanan isu lingkungan yang berkait dengan penggunaan gambut alam
juga karena mutu produk yang ternyata lebih baik daripada gambut alam. Ekspor
serat sabut Indonesia pernah mencapai 866 ton, sedangkan 2 tahun terakhir hanya
mencapai 191 ton/tahun. Sedangkan cocopeat datanya belum tersedia, namun
sebagai gambaran, setiap memproduksi serat serabut sebanyak 1 ton bersamaan
dengan itu dihasilkan 1,8 cocopeat. Harga cocopeat Rp. 400,-/kg (Mahmud,
2005).
India dan Sri Lanka adalah produsen terbesar produk-produk dari serabut
dengan volume ekspor tahun 2000 masing-masing 55.352 ton dan 127.296 ton
dan masing-masing terdiri atas 6 dan 7 macam produk yaitu benang (coir yarn),
tikar (coir mattings), keset (coir mats), karpet (rugs and carpets), coco sheet atau
ruberized coir, tambang (coir rope), pintalan (coir twine), twist fibre, bristle dan
mattress fibre. Pada saat yang sama, Indonesia hanya mengekspor satu jenis
produk (berupa serat mentah) dengan volume 102 ton. Angka ini menurun tajam
dibandingkan ekspor tertinggi pada tahun 1996 yang mencapai 866 ton
(Ditjenbun, 2002).
Apabila secara rata-rata produksi buah kelapa per tahun adalah sebesar 5,6
juta ton, maka berarti terdapat sekitar 1,7 juta ton serabut kelapa yang dihasilkan.
Potensi produksi serabut kelapa yang sedemikian besar belum dimanfaatkan
sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang dapat meningkatkan nilai tambahnya
(Info Pasar Agro, 2010).
Dari aspek teknologi, pengolahan serat serabut kelapa relatif sederhana
yang dapat dilaksanakan oleh usaha-usaha kecil. Adapun kendala dan masalah
dalam pengembangan usaha kecil/menengah industri pengolahan serat serabut
kelapa adalah keterbatasan modal, akses terhadap informasi pasar dan pasar yang
terbatas, serta kualitas serat yang masih belum memenuhi persyaratan.
Dalam rangka menunjang pengembangan industri serat serabut kelapa
yang potensial ini, diperlukan acuan yang dapat dimanfaatkan pihak perbankan,
investor serta pengusaha kecil dan menengah sehingga memudahkan semua pihak
dalam mengimplementasikan pengembangan usaha pengolahan serat serabut
kelapa ini.
Bisnis pengolahan serabut kelapa menjadi produk komersial sangat
potensial mengingat tidak kurang dari 1,1 juta ton serabut setiap tahun belum
dimanfaatkan, bahkan di beberapa daerah masih dianggap sebagai limbah. Serat
serabut kelapa sangat ulet dan tahan air sehingga banyak dimanfaatkan sebagai
bahan keset dan tambang. Serat serabut kelapa juga tahan patah dan cukup lentur
jika terkena tekanan dan tekukan berulang, sehingga banyak digunakan untuk
pelapis bagian atas per pada kasur pegas dan jok mobil (Lembaga Riset
Perkebunan Indonesia, 2007)
BAB IIIANALISIS DAMPAK
A. Dampak Lingkungan
Dampak pada lingkungan yang dapat terjadi apabila limbah dari serabut
kelapa ini tidak digunakan yaitu akan menjadi sampah yang sulit terurai oleh air
maupun mikroorganisme, sehingga apabila serabut kelapa ini hanya di buang saja
akan menjadi sarang penyakit. Selain itu, limbah ini dapat mengeluarkan bau yang
tidak sedap apabila didiamkan selama berhari-hari, dan juga dapat mengurangi
keindahan di lingkungan sekitar.
Namun apabila limbah ini dimanfaatkan, salah satunya yaitu menjadi jok
mobil maka akan mengurangi timbunan sampah dan juga akan memperindah
lingkungan sekitar. Pemanfaatan limbah ini juga akan mengurangi penyebaran
penyakit demam berdarah di lingkungan tersebut.
B. Dampak Sosial
Dampak sosial yang akan ditimbulkan dari limbah ini yaitu akan
mengganggu orang lain secara langsung maupun tidak langsung. Dampak
langsungnya yaitu seseorang akan mencium bau yang tidak sedap apabila
melewati daerah yang menjadi pembuangan dari limbah ini, selain itu dampak
tidak langsung yang akan ditimbulkan dari limbah ini yaitu akan menjadi sarang
nyamuk demam berdarah, yang mana nyamuk tersebut akan beterbangan menuju
pemukiman setempat.
Bila limbah dari serabut kelapa ini dimanfaatkan akan mengurangi dampak
sosial yang ditimbulkan, salah satunya yaitu masyarakat sekitar tidak akan
terganggu dengan adanya bau yang ditimbulkan dari limbah tersebut dan juga
dapat memperindah lingkungan sekitar.
C. Dampak Ekonomi
Dampak ekonomi dari limbah ini yaitu tidak akan menguntungkan
siapapun, namun akan merugikan lingkungan sekitar karena dapat menjadi sarang
penyakit. Di daerah yang menjadi sentra gula kelapa, limbah ini hanya dijadikan
sebagai bahan bakar untuk membuat gula tersebut, sehingga nilai jual dari limbah
ini tidak menguntungkan.
Apabila limbah serabut kelapa ini dimanfaatkan menjad jok mobil maka
akan menambah penghasilan bagi lingkungan sekitar karena dengan membuat jok
mobil dengan ukuran standar, dijual dengan harga sekitar Rp. 35.000.- . Dengan
memanfaatkan limbah ini akan menambah pemasukan negara dan juga dapat
mengurangi pengangguran di daerah tersebut.
BAB IVPEMBAHASAN MASALAH
Tanaman kelapa disebut juga tanaman serbaguna, karena dari akar sampai
ke daun kelapa bermanfaat, demikian juga dengan buahnya. Buah adalah bagian
utama dari tanaman kelapa yang berperan sebagai bahan baku industri. Buah
kelapa terdiri dari beberapa komponen yaitu serabut kelapa, tempurung kelapa,
daging buah kelapa dan air kelapa. Daging buah adalah komponen utama yang
dapat diolah menjadi berbagai produk bernilai ekonomi tinggi. Sedangkan air,
tempurung, dan serabut sebagai hasil samping dari buah kelapa juga dapat diolah
menjadi berbagai produk yang nilai ekonominya tidak kalah dengan daging buah,
namun pemanfaatannya masih sangat sedikit.
Selama ini rendahnya pendapatan petani kelapa disebabkan karena produk
yang dihasilkan hanya merupakan produk utama seperti kopra dan kelapa butir.
Sementara sebagian besar kopra digunakan untuk kebutuhan bahan baku
pengolahan minyak kelapa (CCO) dalam negeri yang perkembangannya tidak
pesat, dan kelapa butir untuk memenuhi permintaan konsumsi rumah tangga dan
industri lain yang peningkatannya juga tidak terlalu besar. Produksi minyak
kelapa sebagian besar di ekspor, tetapi peningkatan permintaan dunia tidak terlalu
tinggi, berdasarkan data yang diperoleh sepuluh tahun terakhir stok minyak
kelapa dunia mencapai 13,0% - 15,90% atau 386.100–508.100 ton/tahun. Hal ini
merupakan salah satu alasan betapa sulitnya industri kelapa untuk berkembang,
apabila hanya mengandalkan kopra dan minyak kelapa saja.
Philippina, Srilanka, dan India adalah negara-negara yang sudah mengolah
lebih hilir produk kelapa, baik produk utamanya (kopra, minyak kelapa, dan
kelapa parut kering) maupun hasil samping (sabut tempurung dan air). Indonesia
juga sudah mengolahnya, namun sebatas produk hasil samping yang masih berupa
produk seperti serat, arang dan nata de coco. Untuk mengembangkan usaha hasil
samping buah kelapa di Indonesia, diperlukan strategi, kelembagaan dan
implementasi berbagai faktor penunjangnya.
Di dalam pengolahan serat serabut, pengembangan industri ini haruslah
ditunjang dengan kelayakan teknis terutama ketersediaan pasokan bahan baku
serabut kelapa. Setiap satu alat pengolah serabut sederhana ini haruslah ditunjang
oleh minimal 54,5 ha tanaman kelapa yang setara dengan 5.450 pohon kelapa.
Untuk mendapatkan areal kelapa seluas tersebut di atas dalam satu
hamparan sangat sulit, sehingga bahan baku harus dikumpulkan dari areal yang
terpencar-pencar dan memerlukan biaya dalam pengumpulannya. Keadaan ini
semakin sulit dengan beragamnya produk yang dihasilkan petani. Petani yang
menghasilkan kopra sebagai produk utamanya tidak akan menyisakan serabut dan
tempurung karena digunakan untuk pengasapan kelapa atau sebagai bahan bakar,
sehingga yang tersisa hanya air kelapa. Selain itu infrastruktur yang belum baik di
setiap lokasi juga merupakan faktor kesulitan dalam pengembangan usaha hasil
samping.
Bahan baku serabut kelapa diharapkan pada petani yang menjadikan
butiran kelapa sebagai produk utamanya, karena kelapa dijual dalam bentuk
kelapa tanpa serabut, di mana serabutnya tinggal di areal. Keterangan ini memberi
indikasi bahwa luas areal kelapa yang diperlukan untuk memenuhi bahan baku
satu unit alat pengolah sabut dari 5.450 pohon kelapa dapat tersebar pada luas
wilayah 300 ha.
Faktor lain yang sangat penting dalam pengembangan industri serabut
yaitu jaminan pemasaran produk sabut yang dihasilkan mengingat pada umumnya
tidak ada pasar lokal atau konsumen sabut kelapa yang dekat dengan lokasi
industri ini.
Hasil kajian mengenai industri pengolahan produk samping kelapa
menunjukkan bahwa industri serabut, arang, dan nata de coco yang telah
dilakukan oleh petani dengan penerapan teknologi sederhana, layak secara
finansial, dengan B/C ratio 1,11 – 3,58 dan IRR 23 – 76%. Hasil analisis
sensitivitas industri serabut menunjukkan kapasitas berjalan minimal 1.090
butir/hari, yang berarti untuk menjalankan satu unit pengolahan serabut
diperlukan bahan baku sebanyak 1.090 butir/hari. Oleh karena itu penempatan
industri pengolahan serabut perlu mempertimbangkan ketersediaan kebun kelapa
yang mampu menyediakan bahan baku tersebut secara kontinu. Kontinuitas
ketersediaan bahan baku tersebut juga berpengaruh terhadap harga bahan baku.
Harga maksimal untuk dapat menjalankan industri serabut secara kontinu adalah
Rp 75,-/kg. Pada tingkat harga di atas harga tersebut, industri pengolahan sabut
tidak layak dilaksanakan. Dari sisi harga produk, tingkat harga minimal yang
masih layak untuk industri serabut adalah Rp 750,-/kg. Rendahnya akses pasar
yang menyebabkan biaya transportasi relatif tinggi sering menyebabkan tingkat
harga yang diterima petani jauh di bawah harga pasar, merupakan disinsentif bagi
pelaku industri ini (Mahmud, 2005).
Aspek teknis alat pengolah sangat menentukan kualitas hasil olahan. Yang
banyak terjadi, kualitas serat serabut yang dihasilkan oleh industri rakyat tidak
sesuai dengan standar kualitas yang diminta oleh konsumen, dan hal ini dijadikan
alasan oleh calon pembeli untuk menentukan harga dan bahkan menolak membeli
produk yang sudah dihasilkan petani. Oleh karena itu pembinaan dan pengawasan
terhadap produsen alat pengolah juga mutlak perlu mendapat perhatian dinas
perindustrian setempat.
Untuk pengolahan serabut kelapa ini pengembangannya diarahkan kepada
petani yang memproduksi kelapa butiran sebagai hasil utamanya, dengan luasan
wilayah tidak kurang dari 300 ha, dengan infrastruktur yang baik untuk
menunjang kelancaran transportasi bahan baku. Di dalam pengolahan serabut,
kegiatan ini harus dipadukan dengan pengolahan debu sabut menjadi kompos
yang teknologinya sederhana, sehingga diperoleh pendapatan tambahan. Sebagai
gambaran satu ton serat sabut yang dihasilkan, terdapat lebih kurang 1,8 ton debu
sabut. Harga debu sabut Rp. 400,-.
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan oleh Balai Penelitian
Teknologi Karet Bogor (2008) yaitu dengan asumsi umur investasi 15 tahun,
diperlukan biaya sebesar Rp. 93.100.000,-. Biaya produksi yang harus dikeluarkan
adalah Rp. 103.220.000,- untuk tahun 1-5, dan Rp. 67.842.000,- untuk tahun 6-15.
Dengan harga jual jok sebesar Rp. 35.000,- per buah, atau Rp. 51.500,- per kg,
atau 1.545.000 per m3 dengan ukuran 45 cm x 40 cm x 13 cm dan berat 680 g,
diperoleh angka NPV Rp. 92.377.373,- , BCR 1,168,dan IRR 32, 98%.
Contoh lainnya menurut Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (2007),
untuk memproduksi sebutret bentuk jok, kapasitasnya mencapai 12 jok berukuran
56 cm x 56 cm x 13 cm per hari (8 jam kerja efektif) atau 3.600 jok/tahun (1
tahun=300 hari kerja). Biaya produksi diperkirakan sekitar Rp.
103.000.000/tahun. Dengan harga jual jok Rp. 53.000/buah, pemasukan mencapai
Rp. 190.000.000,-. Pemasukan tersebut dapat ditingkatkan dengan menambah jam
kerja atau kapasitas produksinya. Walaupun harga jok dari serabut kelapa masih
relatif mahal bila dibandingkan dengan jok busa sintetis, yang mana harga jok
serabut kelapa adalah Rp. 1.545.000/m3, sedangkan harga busa sintetis Rp.
1.100.000/m3. Akan tetapi harga jok serabut kelapa diperkirakan masih dapat
diturunkan dengan mengurangi biaya produksi, terutama dengan meningkatkan
kapasitas produksi dan mencari bahan baku produksi yang lebih murah.
Dengan demikian pemanfaatan limbah serabut kelapa menjadi jok mobil
dapat meningkatkan pendapatan negara dan juga mengurangi pengangguran yang
menjadi masalah pemerintah setiap tahunnya.
BAB VPENUTUP
A. Simpulan
1. Limbah serabut kelapa dapat dijadikan berbagai macam produk yaitu bahan
peredam dan penahan panas pada industri pesawat terbang, bahan pengisi jok
atau bantalan kursi pada industri mobil mewah di Eropa, bahan geotekstil
untuk perbaikan tanah pada bendungan, saluran air, bahan cocosheet sebagai
pengganti busa pada industri spring bed, bahan untuk membuat tali, sapu, sikat,
keset dan alat rumah tangga lain.
2. Limbah serabut kelapa ini mempunyai dampak yang positif dari segi ekonomi,
sosial, dan lingkungan sehingga industri pengolahan serabut kelapa lebih dapat
ditingkatkan lagi.
B. Saran
Mencari pemanfaatan lain yang lebih bermanfaat dari limbah serabut
kelapa selain dijadikan jok mobil dan juga memperhatikan segi ekonomi, sosial,
dan lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Sabut Kelapa. Tugas Akhir. Fakultas Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh November, Solo.
APCC. 2001. Coconut Statistical Yearbook 2000. Asia Pacific Coconut Community.
_____. 2007. Coconut Statistical Yearbook 2006. Asia Pacific Coconut Community.
Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor. 2008. Jok Sebutret, Produk Alternatif yang Prospektif. (Online) http://www.pustakadeptan.go.id/publikasi/ wr243028.pdf diakses tanggal 7 April 2010.
Ditjenbun. 2002. Statistik Perkebunan Indonesia 2000 – 2002/Kelapa. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Jakarta.
Info Pasar Agro. 2010. Serabut Kelapa (Cocofiber). (Online). http://www.infopasaragro.com/index.php?option=com_content&view=article&id=55&Itemid=60 diakses tanggal 7 April 2010.
Lembaga Riset Perkebunan Indonesia. 2007. Mengenal Lebih Jauh Teknologi Pembuatan Barang Jadi Karet. (Online). http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/wr271053.pdf diakses tanggal 7 April 2010.
Mahmud, Z dan Ferry, Y. 2005. Prospek Pengolahan Hasil Samping Buah Kelapa. (Online). http://perkebunan.litbang.deptan.go.id/upload.files/ File/publikasi/perspektif/perspektif_Vol_4_No_2_3_Zainal.pdf diakses tanggal 6 April 2010.
Nur, I.I, Kardiyono, Umar, dan A. Aris. 2003. Pemanfaatan Limbah Debu Sabut Kelapa Dalam Usahatani Padi Pasang Surut. Kelembagaan Perkelapaan di Era Otanomi Daerah. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa V. Tembilahan 22 – 24 Oktoner 2002. Pp.160– 165.
Rindengan, B., A. Lay., H. Novarianto., H. Kembuan dan Z. Mahmud. 1995. Karakterisasi Daging Buah Kelapa Hibrida Untuk Bahan Baku Industri
Makanan. Laporan Hasil Penelitian. Kerjasama Proyek Pembinaan Kembagaan Penelitian Pertanian Nasional. Badan Litbang 49p.
Sutrisno, A. 2010. Pengolahan Sabut Kelapa. (Online). http://antonsutrisno. orgfree.com/sabut_kelapa.html diakses tanggal 7 April 2010.
Widodo, W.A. 2009. Lebih Lengkap Tentang Cocopeat. (Online). coco.peat.tripod.com diakses tanggal 31 Maret 2010.
Wikipedia. 2010. Kelapa. (Online). http://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa diakses tanggal 7 April 2010.