bioetanol dari sabut kelapa.pdf

43
Vol. 3, No. 2, September 2013 ISSN: 2087-8869 INDUSTRI INOVATIF MAJALAH JURNAL TEKNIK INDUSTRI Pengembangan Model Kamar Mandi Bagi Penyandang Cacat Tunanetra (Sanny Andjar Sari, Nelly Budiharti,Dayal Gustopo,Sri Indriani) Perancangan Alat Pencuci Gelas Semi Otomatis Dengan Menggunakan Prinsip Ergonomi ( Thomas Priyasmanu, M. Hari Tiono ) Pembuatan Bioetanol Dari Limbah Sabut Kelapa Dengan Metode Hidrolisis Asam Dan Fermentasi Dengan Menggunakan Ragi Tape (Dwi Ana Anggorowati, Betaria Kusuma Dewi) Memonitor Kawasan Bencana Alam Dengan Membangun Sistem Basis Data Spasial (Silvester Sari Sai, DK. Sunaryo) Perancangan Alat Pembuatan Kotak Kardus Yang Ergonomis Berdasarkan Ukuran Antropometri (Mujiono) Accelerated Failure Time Model Cure Rate (Liduina Asih Primandari, Henny Pramoedyo, Rahma Fitriani) Mengetahui Produksi Dan Kebutuhan Oksigen Perkotaan Dengan Analisis Lahan Hijau Dan Jumlah Penduduk Dengan Memanfaatkan Sig (Dedy Kurnia Sunaryo) Students’ Comprehensionin Understanding Engineeringenglish Through Reading Instruction (AddyUtomo) INDUSTRI Inovatif Volume : 3 Nomor : 2 Halaman 1 – 37 Malang September 2013 ISSN 2087-8869

Upload: joko-anflied

Post on 18-Nov-2015

96 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

  • Vol. 3, No. 2, September 2013 ISSN: 2087-8869

    INDUSTRI INOVATIF MAJALAH JURNAL TEKNIK INDUSTRI

    Pengembangan Model Kamar Mandi Bagi Penyandang Cacat Tunanetra

    (Sanny Andjar Sari, Nelly Budiharti,Dayal Gustopo,Sri Indriani)

    Perancangan Alat Pencuci Gelas Semi Otomatis Dengan Menggunakan Prinsip Ergonomi

    ( Thomas Priyasmanu, M. Hari Tiono )

    Pembuatan Bioetanol Dari Limbah Sabut Kelapa Dengan Metode Hidrolisis Asam Dan Fermentasi Dengan Menggunakan Ragi Tape

    (Dwi Ana Anggorowati, Betaria Kusuma Dewi)

    Memonitor Kawasan Bencana Alam Dengan Membangun Sistem Basis Data Spasial

    (Silvester Sari Sai, DK. Sunaryo)

    Perancangan Alat Pembuatan Kotak Kardus Yang Ergonomis Berdasarkan

    Ukuran Antropometri (Mujiono)

    Accelerated Failure Time Model Cure Rate

    (Liduina Asih Primandari, Henny Pramoedyo, Rahma Fitriani)

    Mengetahui Produksi Dan Kebutuhan Oksigen Perkotaan Dengan Analisis Lahan Hijau Dan Jumlah Penduduk

    Dengan Memanfaatkan Sig (Dedy Kurnia Sunaryo)

    Students Comprehensionin Understanding Engineeringenglish

    Through Reading Instruction (AddyUtomo)

    INDUSTRI Inovatif

    Volume : 3 Nomor : 2

    Halaman 1 37

    Malang September

    2013

    ISSN 2087-8869

  • Ketua Iftitah Ruwana

    Sekretaris

    Emmalia Adriantantri

    Redaksi Thomas Priyasmanu Julianus Hutabarat Sanny Andjar Sari

    Dayal Goestopo Setiajit Soemanto

    Penyunting Ahli :

    Prof. DR. Ir. Abbas Bactiar (Universitas Bina Nusantara) Prof. DR. Udisubakti Ciptomulyono M Eng.Sc (Institut Teknologi Sepuluh Nopember)

    Prof. DR. Surachman, MSIE (Universitas Brawijaya) Prof. DR. Budisantoso Wirjodirdjo. MEng. (Institut Teknologi Sepuluh Nopember)

    Tata Usaha

    Widodo

    Alamat Penyunting dan Tata Usaha : Jurusan Teknik Industri S1 Jl. Raya Karanglo KM. 2 Malang Telepon (0341) 417636 ext. 541,542,543 Fax. (0341) 417634 Email : [email protected] Terbit dua kali dalam setahun pada bulan Maret dan September. Berisi gagasan, konseptual, kajian teori, aplikasi teori dan kajian buku Teknik Industri. Redaksi menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan dalam media cetak.

    Vol. 3, No. 2, September 2013 ISSN: 0852-0000

    INDUSTRI INOVATIF MAJALAH JURNAL TEKNIK INDUSTRI

  • Vol. 3, No. 2, September 2013 ISSN: 2087-8869

    Pengembangan Model Kamar Mandi Bagi Penyandang Cacat Tunanetra (Sanny Andjar Sari, Nelly Budiharti,Dayal Gustopo,Sri Indriani) ......................... 1 Perancangan Alat Pencuci Gelas Semi Otomatis Dengan Menggunakan Prinsip Ergonomi ( Thomas Priyasmanu, M. Hari Tiono ) ............................................................ 5 Pembuatan Bioetanol Dari Limbah Sabut Kelapa Dengan Metode Hidrolisis Asam Dan Fermentasi Dengan Menggunakan Ragi Tape (Dwi Ana Anggorowati, Betaria Kusuma Dewi) ................................................ 9

    Memonitor Kawasan Bencana Alam Dengan Membangun Sistem Basis Data Spasial (Silvester Sari Sai, DK. Sunaryo) ........................................................................ 14 Perancangan Alat Pembuatan Kotak Kardus Yang Ergonomis Berdasarkan Ukuran Antropometri (Mujiono) ........................................................................................................... 18 Accelerated Failure Time Model Cure Rate (Liduina Asih Primandari, Henny Pramoedyo, Rahma Fitriani) ......................... 24 Mengetahui Produksi Dan Kebutuhan Oksigen Perkotaan Dengan Analisis Lahan Hijau Dan Jumlah Penduduk Dengan Memanfaatkan Sig (Dedy Kurnia Sunaryo) ....................................................................................... 28 Students Comprehensionin Understanding Engineeringenglish Through Reading Instruction (AddyUtomo) ..................................................................................................... 32

    INDUSTRI INOVATIF MAJALAH JURNAL TEKNIK INDUSTRI

  • Kamar Mandi Penyandang Cacat Sanny | Nelly | Dayal | Sri

    1

    PENGEMBANGAN MODEL KAMAR MANDI BAGI PENYANDANG CACAT TUNANETRA

    1)Sanny Andjar Sari, 2)Nelly Budiharti, 3)Dayal Gustopo, 4)Sri Indriani

    1,3,4)Jurusan Teknik Industri D3, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Malang 2)Jurusan Teknik Industri S1, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Malang

    ABSTRAK

    Kebutuhan akan kamar mandi sangat diperlukan oleh para penyandang cacat netra untuk mempermudah

    aktifitas.Hal ini juga diperkuat dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum NOMOR : 30 / PRT / M / 2006 Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, mengenai penyediaan fasilitas dan aksesibilitas prasarana dan sarana pada bangunan gedung dan lingkungannya. Sehingga perlu adanya sebuah desain fasilitas umum yaitu kamar mandi disertai penempatan simbol berbasis huruf Braille yang khusus dibuat untuk mereka para penyandang cacat fisik kususnya penyandang cacat netra.

    Penelitian ini menggunakan prinsip ergonomi sebagai dasar dalam menentukan ukuran simbol berikut penempatan simbol dan fasilitas kamar mandi. Penggunaan kuesioner bertujuan untuk mengetahui kriteria display yang diinginkan pengguna, menentukan pembobotan kriteria dengan metode AHP, memperluas ruang solusi desain dengan peta morfologi, menentukan desain terpilih menggunakan matrik zero-one dan matrik evaluasi.

    Dari hasil penelitian didapatkan sebuah model kamar mandi dengan penggunaan simbol berbasis huruf braille timbul dan penambahan perangkat mandi berupa tiang. Dengan spesifikasi : ukuran simbol sebesar panjang 21,40 cm x lebar 16,25 cm. Tinggi peletakan simbol dan tiang dari lantai yaitu sebesar : 142,00 cm. Penelitian ini memberikan rekomendasi kepada para instansi terkait di bidang layanan publik maupun segala pihak yang berkepentingan mendapatkan kemudahan dalam menggunakan fasilitas kamar mandi umum.

    Kata kunci : Model, Kamar Mandi, Penyandang Cacat Tunanetra

    Penyediaan fasilitas sarana dan prasarana bagi para penyandang cacat seringkali diabaikan. UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Malang adalah pusat rehabilitasi penyandang cacat netra se- Jawa Timur yang berlindung di bawah Departemen Sosial Provinsi Jawa Timur. Pusat Rehabilitasi ini didirikan bertujuan untuk memberikan pelatihan kepada penyandang cacat netra dan meningkatkan kesejahteraan sosial bagi anggota masyarakat yang kurang beruntung utamanya para penyandang cacat netra yaitu dengan cara melakukan pelayanan dan penyediaan fasilitas-fasilitas yang mempermudah aktifitas, dari pelayanan yang dilakukan ternyata ada beberapa keluhan yang dirasakan khususnya oleh penyandang cacat netra tentang model kamar mandi yang tidak sesuai karena kesulitan menemukan simbol huruf Braille kamar mandi sehingga mengakibatkan aktifitas terhambat.

    Hal diatas bisa kita buktikan dengan kondisi nyata yang terjadi sekarang ini. Simbol umum kamar mandi yang belum disertai huruf Braille dan kamar mandi (toilet) umum yang disediakan hanya bagi mereka yang memiliki fisik normal.

    Kebutuhan akan kamar mandi dan simbol ( petunjuk ) umum sangat diperlukan oleh para penyandang cacat netra untuk mempermudah aktifitas. Hal ini juga diperkuat dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum NOMOR : 30 / PRT / M / 2006 Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan mengenai penyediaan fasilitas dan aksesibilitas prasarana dan sarana pada bangunan gedung dan lingkungannya. Sehingga perlu adanya sebuah desain perancangan fasilitas umum yaitu kamar mandi disertai penempatan simbol berbasis huruf Braille yang khusus dibuat untuk mereka para penyandang cacat fisik kususnya penyandang cacat netra. Adapun tujuan dari penelitian yaitu untuk pengembangan model kamar mandi berikut penempatan simbol berbasis huruf Braille yang memudahkan penyandang cacat netra menemukan fasilitas kamar mandi di tempat umum serta memudahkan aktifitas sesuai kebutuhan.

  • INDUSTRI INOVATIF Vol. 3, No. 2, September 2013: 1 - 4

    2

    METODE Sumber data pada penelitian ini diperoleh dari wawancara dan kuesioner yang disebarkan kepada 51 responden cacat netra. Langkah-langkah yang digunakan dalam analisa dan pengolahan adalah:

    1. Pengumpulan dan pengolahan data Anthropometri untuk menentukan ukuran desain.

    2. Pengujian validitas dan reliabilitas kuesioner dengan Software SPSS 14.0 for Windows.

    3. Pembobotan kriteria dengan menggunakan metode AHP.

    4. Peta Morfologi untuk mendapatkan beberapa alternatif desain sesuai kriteria dari AHP.

    5. Menentukan desain terpilih dari beberapa alternatif desain dengan Matrix Zero-One dan Matrik Evaluasi.

    HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengolahan Data Antropometri Berdasarkan perhitungan dan pengolahan data antropometri yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan perhitungan untuk menentukan ukuran perancangan simbol dan model kamar mandi. Berikut adalah data-data anthropometri yang dibutuhkan dalam perancangan ini beserta hasil perhitungannya. A. Tinggi Shoulder Heigt Standing

    Data anthropometri yang digunakan untuk tinggi bahu pada posisi berdiri tegak adalah 95 persentil, yang bertujuan untuk memberi batas atas maksimum tinggi penempatan sebuah simbol dan fasilitas kamar mandi.

    P95 = 139,5 + 3

    8

    43100

    51.95

    = 142 cm

    B. Tinggi Telapak Tangan Data anthropometri yang digunakan untuk tinggi telapak tangan adalah 95 persentil, yang bertujuan untuk memberi batas atas maksimum untuk menentukan panjang dan lebar simbol huruf Braille.

    P95 = 19,5 + 2

    1

    48100

    51.95

    = 21,4cm

    Berdasarkan hasil kuesioner yang disebarkan kepada 51 responden cacat netra di UPT Rehabilitasi Cacat Netra Malang, untuk menentukan kriteria apa saja yang diperlukan dalam perancangan model kamar mandi berikut penempatan simbol huruf braille kamar mandi, diperoleh hasil dan kesimpulan bahwa:

    1. Kriteria kenyamanan menjadi kriteria yang penting dalam perancangan model kamar mandi berikut simbol , diperoleh persentase sebesar 43%.

    2. Kriteria mudah dipahami menjadi kriteria yang penting dalam perancangan, diperoleh persentase sebesar 58%.

    3. Kriteria praktis menjadi kriteria yang penting dalam perancangan yang ergonomis, diperoleh persentase sebesar 42%.

    4. Kriteria fungsi menjadi kriteria yang penting dalam perancangan yang ergonomis, diperoleh persentase sebesar 49%.

    5. Kriteria keamanan menjadi kriteria yang penting dalam perancangan yang ergonomis, diperoleh persentase sebesar 76%.

    Dari data hasil penyebaran kuesioner diatas, dapat diambil kesimpulan tentang kriteria model kamar mandi berikut simbol ( petunjuk ) yang diinginkan oleh responden, antara lain:

    1. Kenyamanan 2. Mudah Dipahami 3. Praktis 4. Fungsi 5. Keamanan

    Pembobotan Kriteria dengan AHP Dari hasil pengolahan data, didapatkan kesimpulan bobot untuk masing-masing kriteria adalah sebagai berikut:

  • Kamar Mandi Penyandang Cacat Sanny | Nelly | Dayal | Sri

    3

    Tabel 1.Bobot kriteria utama Kriteria Bobot Bobot(%) Kenyamanan 0,34 34%

    Model 0,23 23%

    Estetika 0,20 20%

    Fungsi 0,12 12%

    Keamanan 0,11 11%

    Dari ketiga model alternatif dilakukan

    pemilihan model mana yang terbaik oleh pengguna , pemilihan model ini dilakukan melalui penyebaran kuesioner tahap selanjutnya kepada 51 responden. Berdasarkan hasil pengolahan kuesioner dengan menggunakan matriks Zero-One dan matriks Evaluasi, dapat diambil kesimpulan desain yang terpilih adalah:

    Gambar 1. Model Simbol yang Terpilih

    Gambar 2. Model Kamar Mandi

    Tampak Depan

    Gambar 3. Model Kamar Mandi

    Tampak Samping

    Gambar 4. Model Kamar Mandi Tampak Atas

    Spesifikasi :

    Panjang simbol : 21,4 cm Lebar simbol : 16, 25 cm Tinggi peletakan simbol dan tiang

    diukur dari lantai : 142,00 cm. Closet : closet dduduk Bak mandi : oval ( pabrikan ) Ukuran kamar mandi : 1,5m x 2m

    Data Arsitek 1

  • INDUSTRI INOVATIF Vol. 3, No. 2, September 2013: 1 - 4

    4

    KESIMPULAN Setelah mengetahui bobot kriteria dan sub kriteria dari masing-masing rancangan model kamar mandi yang telah dibuat dengan manggunakan matriks perbandingan berpasangan pada metode AHP, maka akan diperoleh kesimpulan berupa kriteria model yang kemudian diolah dengan mengunakan Matrik Zero-One dan Matrik Evaluasi sehingga diperoleh rancangan simbol huruf braille dan model kamar mandi untuk para penyandang cacat netra dan penempatan simbol berbasis huruf Braille dengan spesifikasi sebagai berikut: 1. Model simbol huruf braille kamar mandi

    berbentuk persegi dengan siku berbentuk oval. Dilengkapi dengan simbol wanita/laki-laki, huruf braille dan arah panah menuju kamar mandi dengan material dari alumunium. Ukuran simbol dengan Panjang : 21,40 cm x Lebar : 16, 25 cm.

    2. Model kamar mandi :1,5m x 2m ( Data Arsitek 1 ) yang dilengkapi dengan bak mandi berbentuk oval (pabrikan), closet duduk dan tiang sebagai fungsi tambahan berikut penempatan simbol pada dinding luar kamar mandi. Ukuran tinggi penempatan simbol dan tiang dari ujung lantai sebesar 142,00 cm.

    DAFTAR PUSTAKA

    Azwar, Saifuddin, 2001. Metode Penelitian. Yogyakarta. Pustaka Pelajar

    Arikunto, Suharsimi, 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. PT. RINEKA CIPTA.

    Cross, Nigel, 1996. Engineering Design Methods, Second edition, Strategies for Product Design. England

    Fauzy, Akhmad, 2001. Statistik Industri 1. Yogyakarta. UII Press Jogjakarta.

    Julius, Panero, Martin Zelnik, 2003. Dimensi Manusia dan Ruang Interior. Jakarta. Erlangga.

    Nurmianto, Eko, 1996. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya. Guna Widya.

    Saaty, T. L, 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Jakarta. PT. Pustaka Binaman Pressindo.

    Santoso, Singgih, 2001. Buku Latihan SPSS, Statistik Parametrik. Jakarta. PT. Elex Media Komputindo.

    Sudjana, 2002. Metoda Statistika. Bandung. PT. Tarsito.

    Tahid, Suwarno; Yunia Dwie Nurcahyanie, 2007. Konsep Teknologi Dalam Pengembangan Produk Industri. Jakarta. Kencana Prenada Media Group.

  • Pencuci Gelas Semi Otomatis Thomas| Hari

    5

    PERANCANGAN ALAT PENCUCI GELAS SEMI OTOMATIS DENGAN MENGGUNAKAN PRINSIP ERGONOMI

    1)Thomas Priyasmanu, 2)M. Hari Agus Tiono

    1Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik Industri, Institut Teknologi Nasional Malang 2Jurusan Teknik Industri S1, Fakultas Teknik Industri, Institut Teknologi Nasional Malang

    ABSTRAK

    Depot 29 adalah salah satu rumah makan yang berada di kota Malang dan sering dikunjungi oleh pendatang

    dari luar Malang, permasalahan yang terjadi adalah dalam proses pencucian gelas di dapur khususnya gelas yang berukuran agak panjang dalam proses pembersihannya cukup sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Dilihat dari segi kesehatan dalam pembersihan gelas tersebut kurang terjamin. Mengabaikan prinsip-prinsip kerja ergonomis dan tidak produktif kondisi tersebut bisa dilihat dari lamanya waktu proses pengerjaan, terutama untuk proses pekerjaannya yang masih manual. Dalam perancangan model ini yang perlu dilakukan adalah mengetahui kekurangan-kekurangan alat pencuci gelas yang telah ada saat ini. Setelah itu mengetahui criteria alat pencuci gelas yang layak dan sesuai. Kemudian mengembangkan model perancangan alat pencuci gelas berikut fasilitas-fasilitas yang memudahkan pengguna dan memilih model yang layak serta sesuai. Pendekatan yang digunakan adalah penelitian untuk mengetahui kekurangan-kekurangan alat pencuci gelas. Kemudian evaluasi dan pertimbangan ergonomis dalam perancangan alat ini ditujukan dengan diaplikasikannya data anthropometri dan pengukuran kinerja operator yang bisa dilihat dari waktu/output kerja yang lebih produktif. Kata Kunci : Alat cuci gelas semi otomatis, depot 29, ergornomi

    Depot 29 adalah merupakan salah satu rumah makan di kota Malang yang sering dikunjungi pendatang dari luar kota Malang. Permasalahan yang terjadi adalah pencucian peralatan dapur khususnya yang berukuran agak panjang (botol, dot, gelas, toples dan lain-lain). Dilihat dari segi kesehatan dalam pembersihan gelas tersebut kurang terjamin. Mengabaikan prinsip-prinsip kerja ergonomis dan tidak produktif kondisi tersebut bisa dilihat dari lamanya waktu proses pengerjaan, terutama untuk proses pekerjaannya yang masih manual.

    Dalam perancangan model ini yang perlu dilakukan adalah mengetahui kekurangan pencuci alat rumah tangga yang telah ada saat ini. Setelah itu mengetahui kriteria pencucian alat rumah tangga yang layak dan sesuai. Kemudian mengembangkan model perancangan alat pencuci peralatan rumah tangga dengan fasilitas-fasilitas yang memudahkan pengguna dan memilih model yang layak serta sesuai.

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di salah satu rumah makan yang terdapat di Kecamatan Singosari proses pembersihannya masih menggunakan alat secara manual, yaitu menggunakan alat pembersih dengan cara menggerakkan alat pembersih maju dan mundur. Desain alat itu sendiri sangatlah kurang ergonomis disebabkan pada alat yang ada sekarang memungkinkan tingkat dalam pembersihannya masih kurang dan juga proses pembersihannya cukup sulit

    dan membutuhkan waktu yang agak lama. Kondisi ini sangatlah menentukan karena dapat mempengaruhi produktifitas kerja, sebab pada alat lama saat pada proses pembersihan tidak sesuai dengan prinsip ergonomi yang mengutamakan efektifitas dan efisiensi kerja.

    Dari alat yang sudah ada saat ini masalah yang ditimbulkan adalah proses pengerjaan atau pencucian membutuhkan waktu yang cukup lama, pencucian dilakukan secara manual sehingga sering terjadi kelelahan pada operator dan kebersihan juga kurang terjamin karena proses pembersihan atau pencucian cukup sulit. Berdasarkan uraian rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah merancang alat pencuci gelas semi otomatis dengan menggunakan prinsip ergonomis dan mengukur peningkatan produktifitas alat lama (tangan) dengan alat baru (mesin).

    METODE

    Pengambilan data untuk penelitian dilakukan di Depot 29, Jalan Randuagung, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang pada bulan Oktober 2011 Februari 2012. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

    1. Buku dan alat tulis, untuk mencatat data hasil wawancara

    2. Alat ukur (meteran), untuk mengukur data antropometri dan data meja gambar konvensional yang dibutuhkan

  • INDUSTRI INOVATIF Vol. 3, No. 2, September 2013: 5 - 8

    6

    3. Kamera HP, untuk membuat contoh data yang berupa gambar.

    4. Stopwatch atau Timer, untuk mengukur waktu kerja yang dibutuhkan untuk proses pencucian gelas secara manual (tangan) yang akan diteliti selama penelitian berlangsung.

    5. Alat pencuci gelas yang digunakan saat ini, untuk digunakan sebagai bahan perbandingan perancangan alat pencuci gelas yang baru.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Aktivitas aktivitas yang dilakukan oleh pekerja dalam proses pencucian gelas alat baru yaitu:

    1. Mengambil gelas yang kotor atau mau dicuci

    2. Menyiapkan pembersih gelas 3. Menyalakan alat pembersih, gelas

    dipegang dan alat yang bekerja membersihkan gelas

    4. Merendam hasil cucian 5. Membilas sampai bersih 6. Mengeringkan gelas

    Berikut ini adalah alternatif desain alat pencuci gelas beserta kelebihan dan kekurangannya:

    a. Alternatif I Kelebihan:

    Menggunakan motor DC Ada sil pada katup atas dan katup

    bawah Warna menarik

    Kekurangan: Harga motor DC lebih mahal

    daripada motor AC

    Gambar 1. Alternatif I

    b. Alternatif II Kelebihan:

    Menggunakan motor berarus AC Model menarik

    Kekurangan: Berbahaya menggunakan motor

    berarus AC karena berhubungan dengan air

    Warna kurang menarik

    Gambar 2. Alternatif II

    c. Alternatif III Kelebihan:

    Menggunakan motor berarus DC Kekurangan:

    Bentuk melebar kelihatan kurang menarik

    Warna kurang menarik

    Gambar 3. Alternatif III

  • Pencuci Gelas Semi Otomatis Thomas| Hari

    7

    Berdasarkan analisa yang dilakukan terhadap ketiga model alternatif, disimpulkan bahwa alternatif final yang dipilih adalah alternatif I, karena dipandang dari segi ergonomis, teknis dan estetika alternatif tersebut mempunyai total kriteria yang lebih baik atau lebih banyak jika dibandingkan dengan desain yang lainnya.

    Pembahasan Pada alat pencuci gelas lama/manual

    banyak sekali kekurangan dan juga sangat tidak ergonomis, untuk mengerjakannya pekerja di sini harus menggerak-gerakkan alat yang menimbulkan proses pembersihan jadi cukup lama. Berikut adalah gambar alat pencuci gelas lama/manual.

    Gambar 4. Proses Pencuci Gelas

    dengan Alat Lama Dari gambar di atas menunjukkan bahwa

    alat tersebut tidak ergonomis dan sangat tidak nyaman untuk digunakan dengan cara menggerakkan tangan maju dan mundur. Hal tersebutlah yang membuat peneliti membuat alat baru/mesin.

    Re-design alat pencuci gelas baru/mesin di sini dibuat sesuai dengan prinsip ergonomi agar dapar digunakan senyaman mungkin dan dapat meningkatkan hasil produktifitas.

    Gambar 5. Alat Pencuci Gelas Baru/Mesin

    Kelebihan rancangan ini adalah sebagai berikut:

    1. Sedapat mungkin memenuhi kriteria ergonomis

    2. Desain alat sesuai dengan kebutuhan pengguna

    3. Saat menggunakan alat ini pekerja tidak perlu lagi menggerakkan tangannya maju dan mundur untuk membersihkannya, hanya dengan menginjak otomatis dan memegang gelas saja, pembersih akan bergerak dengan sendirinya

    4. Mesin yang digunakan hemat daya 5. Lebih efisien 6. Dapat meningkatkan hasil produktifitas 7. Tidak membahayakan penggunanya 8. Hasil cucian sangat bersih sesuai dengan

    yang diinginkan

  • INDUSTRI INOVATIF Vol. 3, No. 2, September 2013: 5 - 8

    8

    KESIMPULAN Dari hasil pengamatan atau penelitian,

    pengukuran dan perancangan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Data anthropometri menunjukkan untuk

    tinggi alat menggunakan, untuk lebar alat menggunakan P5 : 30, untuk tinggi alat juga menggunakan P5 : 51. Perhitungan beban torsi menunjukkan bahwa pengoperasian alat baru lebih ringan daripada alat lama.

    2. Perbandingan Wn, Wb, di alat lama dan baru

    Tabel 1. Perbandingan Waktu Normal dan Waktu Baku dari Alat Lama dan Alat Baru

    Perbandingan Alat Lama Alat Baru Waktu Normal Waktu Baku

    4.1 menit / gelas 4.5 menit / gelas

    1.15 menit / gelas 0.9 menit / gelas

    Dari tabel di atas bisa diambil kesimpulan menggunakan alat baru lebih cepat daripada menggunakan alat lama.

    SARAN Saran yang dapat diberikan adalah, diharapkan setelah membaca laporan ini, nantinya akan ada penelitian dan perancangan alat yang lebih besar kapasitasnya dan lebih efektif untuk Industri Kecil Menengah (IKM).

    DAFTAR PUSTAKA Nurmianto, Eko. 1998. Ergonomi: Konsep

    Dasar dan Aplikasinya. Surabaya: Guna Widya.

    Panero, Julius. 2000. Human Factor Dimension and Interior Space.

    Sudjana. 1989. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

    Wignjosoebroto, Sritomo. 1995. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu. Surabaya: Guna Widya.

  • Bioetanol dari Sabut Kelapa Dwi| Betaria

    9

    PEMBUATAN BIOETANOL DARI LIMBAH SABUT KELAPA DENGAN METODE HIDROLISIS ASAM DAN FERMENTASI DENGAN

    MENGGUNAKAN RAGI TAPE

    1)Dwi Ana Anggorowati, 2)Betaria Kusuma Dewi 1,2)Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Nasional

    ABSTRAK

    Abstrak, dewasa ini, kebutuhan energi dunia semakin meningkat sementara persediaan energi dari bahan

    bakar fosil yang selama ini diandalkan jumlahnya terbatas. Oleh karena itu, diperlukan sumber energi alternatif yang mampu mengatasi krisis energi tersebut. Salah satu sumber energi alternatif yang sedang dikembangkan adalah bioetanol. Bioetanol dapat diproduksi dengan cara fermentasi glukosa menggunakan ragi Saccharomyces cerevisiae. Produksi etanol dalam penelitian ini menggunakan bahan dasar sabut kelapa yang memiliki kadar selulosa 43,44%. Sebelum proses fermentasi, terlebih dahulu dilakukan beberapa proses pendahuluan antara lain pemurnian selulosa dan hidrolisis selulosa hingga didapat larutan yang mengandung gula (glukosa). Larutan hasil hidrolisis yang mengandung glukosa kemudian difermentasi selama selang waktu tertentu menggunakan ragi Saccharomyces cerevisiae dengan penambahan nutrisi berupa (NH4)2HPO4. Kata kunci: Sabut kelapa, ragi tape, ligninselulosa. Etanol

    Bahan baku untuk produksi bioethanol

    cukup melimpah di Indonesia. Produksi bioetanol di berbagai negara telah dilakukan dengan menggunakan bahan baku yang berasal dari hasil pertanian dan perkebunan (Sarjoko, 1991).Oleh karena itu dilakukan upaya mencari bahan baku alternatif lain dari sektor non pangan untuk pembuatan etanol. Bahan selulosa memiliki potensi sebagai bahan baku alternatif pembuatan etanol.

    Salah satu contohnya adalah limbah sabut kelapa. Ketersediaan limbah sabut kelapa cukup besar, menurut Dinas Perkebunan Jawa Timur pada kurun waktu 2007 2011 produksi kelapa rata rata adalah 1.400 kg/Ha dengan rata rata area 293.274 Ha/tahun.

    Gambar 1. Sabut Kelapa

    Bobot sabut mencapai sepertiga dari berat sebutir kelapa. Apabila rata-rata produksi kelapa mencapai 1.400 kg/Ha, maka ada sekitar 466,7 kg/Ha sabut kelapa yang dihasikan.

    Selama ini pemanfaatan sabut kelapa hanya sebatas untuk kerajinan, seperti tali, keset, sapu, matras, bahan isian jok mobil, dan lain-lain. Sabut buah kelapa termasuk serat selusosa yang diperoleh dari buah kelapa. Komponen utama dalam bahan lignoselulosa adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Berikut adalah komposisi kimia dari sabut kelapa :

    Tabel 1. Komposisi Kimia Sabut Kelapa

    (Sukadarti, dkk, 2010) Senyawa Persentase (%) Selulosa 43,44

    Hemiselusosa 0,25 Lignin 45,84

    Air 5,25 Abu 2,22

    Jika kita mampu mengkonversi selulosa

    menjadi glukosa berarti akan meningkatkan konversi sabut kelapa menjadi etanol.

    Bagian terpenting dan yang terbanyak dalam lignocellulosic material adalah selulosa yang terbungkus oleh lignin dengan ikatan yang cukup kuat (Samsuri, 2007) Pembuatan etanol dari limbah sabut kelapa terdiri atas 3 tahap, yaitu : 1. Tahap Pemurnian Selulosa

    Sabut Kelapa Selulosa

    NaOH

  • INDUSTRI INOVATIF Vol. 3, No. 2, September 2013: 9 - 13

    10

    2. Tahap Hidrolisis Selulosa

    (C6H10O5)n + n H2O n(C6H12O6)

    3. Tahap Fermentasi

    (C6H12O6) 2C2H5OH + 2CO2

    (Jeoh, 1998 )

    Pada penelitian terdahulu (Wahyudi,

    2002) untuk pemurnian selulosa dilakukan pretreatment basa menggunakan NaOH dengan perbandingan larutan pemasak dengan bahan 1 : 4 dan dipanaskan selama 2 jam dengan suhu 100oC dan menurut Suharty lignin lebih larut dalam NaOH dibanding dengan Alk-benzen, air panas dan air dingin. NaOH 1% dapat melarutkan sekitar 34,78% lignin sabut kelapa. Dan pembuatan bioetanol dari sabut buah siwalan diperoleh waktu fermentasi terbaik adalah 240 jam dengan penambahan nutrisi (NH4)2HPO4 9 gram dan ragi tape 1 gram. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah memanfaatkan limbah sabut kelapa sebagai bahan baku pembuatan bioetanol.

    METODE

    Pada penelitian pembuatan pembuatan bioetanol dari limbah sabut kelapa dengan metode hidrolisis asam dan fermentasi dengan menggunakan ragi tape, menggunakan bahan dan alat sebagai berikut : Pada penelitian ini menggunakan variable tetap antara lain: Berat sabut kelapa : 100 gram Volume air tambahan : 1000 mL Konsentrasi NaOH : 1% Waktu hidrolisis : 4 jam Suhu hidrolisis : 100oC pH hidrolisis : 2,3 Berat ragi : 1 gram Suhu Fermentasi : 30oC pH fermentasi : 5 Berat (NH4)2HPO4 : 9 gram Sedangkan variable berubahnya yaitu: Konsentrasi HCl : 10, 20, dan 30% Waktu fermentasi : 7, 8, 9, 10, 11 hari

    Bahan Dan Alat Berikut alat-alat yang digunakan: Alat yang digunakan yaitu, autoclaf, beakerglass, botol sampel, erlenmeyer, gas LPG, gelas arloji, gelas pengaduk, incubator,

    kompor, labu leher tiga, labu ukur, magnetic stirer, erlenmeyer, panci, baskom, pipet tetes, termometer, dan timbangan digital. Bahan yang digunakan yaitu, aquadest, HCl, NaOH, ragi tape, sabut kelapa, dan (NH4)2HPO4 PROSEDUR PENELITIAN

    Gambar 2. Blok Diagram Alir Pembuatan Bioetanol dari Sabut Kelapa

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Pengaruh Pretreatment Fisik dan Kimia Terhadap Kandungan Selulosa dan Lignin pada Sabut Kelapa

    Keterangan : S : Selulosa L : Lignin

    Gambar 3. Grafik Kandungan Selulosa dan Lignin sebelum dan setelah Pretreatment Fisik dan Kimia

    Proses pretreatment perlu dilakukan

    untuk mengkondisikan bahan-bahan lignoselulosa baik dari segi struktur maupun ukurannya. Rusaknya struktur kristal selulosa akan mempermudah terurainya selulosa menjadi glukosa. Pada Gambar 3. dapat

    HCl

    S. cerevisiae

  • Bioetanol dari Sabut Kelapa Dwi| Betaria

    11

    dilihat kadar selulosa semakin bertambah dan kadar lignin yang semakin berkurang seiring dengan treatment - treatment yang diberikan. Kadar selulosa dan lignin sabut kelapa awal adalah 20,3% dan 3,4%, kadar selulosa meningkat menjadi 35% setelah sabut kelapa di beri perlakuan fisik dengan pemanasan sedangkan untuk kadar lignin mengalami penurunan yaitu 2,03%, karena lignin mempunyai sifat tidak larut dalam air dan tidak dapat mencair, tetapi akan melunak dan kemudian menjadi hangus bila dipanaskan.

    Begitu pula dengan perlakuan lanjutan yaitu perlakuan kimia dengan penambahan NaOH 1%, didapatkan kadar selulosa semakin bertambah menjadi 40% sedangkan kadar ligninnya juga semakin berkurang yaitu 1,38%. Hal ini membuktikan bahwa perlakuan penambahan NaOH 1% dapat mendegradasi selulosa dan melepaskan ikatan lignin yang terdapat dalam sabut kelapa.

    Gambar 4. Reaksi lignin dengan gugus hidroksil dari NaOH pada proses delignifikasi

    Penambahan basa akan menyebabkan

    tingginya konsentrasi ion hidroksil dalam larutan pemasak sehingga mempercepat pemutusan pada ikatan intra molekul lignin saat pretreatment dan mempercepat delignifikasi. Selama berlangsungnya proses pemasakan dengan larutan NaOH, polimer lignin akan terdegradasi dan kemudian larut dalam larutan pemasak. Larutnya lignin ini disebabkan oleh terjadinya transfer ion hidrogen dari gugus hidroksil pada lignin ke ion hidroksil (Heradewi, 2007).

    Pada dasarnya kadar selulosa pada suatu sampel adalah tetap, tetapi pada penelitian yang saya lakukan terjadi kenaikan kadar selulosa hal ini disebabkan pada saat dilakukan analisa kadar selulosa awal, larutan yang digunakan untuk menganalisa tidak menembus lapisan lignin secara maksimal. Kemudian setelah dilakukan pretreatment lapisan lignin agak melunak atau larut sehingga pada saat dilakukan analisa kadar selulosa lagi larutan yang digunakan dapat menembus lapisan lignin.

    Pengaruh Konsentrasi HCl pada proses Hidrolisis terhadap Kadar Glukosa

    Gambar 5. Grafik Pengaruh Konsentrasi HCl terhadap Kadar Glukosa Hasil Proses Hidrolisis

    Dari hasil penelitian yang di lakukan,

    didapatkan kadar glukosa hasil hidrolisis dengan HCl didapatkan hasil 17,4 ; 14,27 dan 11,5%. Hasil terbaik dari proses hidrolisis adalah HCl pada konsentrasi 10% dengan kadar glukosa sebesar 17,4% dan hasil terbaik ini yang akan digunakan pada proses fermentasi.

    Dari hasil tersebut dapat dilihat kecenderungan kadar glukosa yang didapatkan dari hasil proses hidrolisis HCl mengalami penurunan seiring dengan kenaikan konsentrasi HCl. Hal ini dapat dilihat dari gambar 5. dimana pada penambahan katalis asam HCl pada konsentrasi 10% - 30% jumlah kadar glukosa terus mengalami penurunan.

    Kadar glukosa yang dihasilkan dari proses hidrolisis dipengaruhi oleh konsentrasi asam dan lama waktu hidrolisis.Peningkatan konsentrasi asam yang digunakan akan menurunkan glukosa yang dihasilkan karena glukosa yang terbentuk akan terdegradasi lebih lanjut. Hidrolisis dengan menggunakan asam pada konsentrasi tinggi, gula yang dihasilkan akan diubah menjadi senyawa-senyawa furfural yang akan menghambat proses fermentasi.

    Pada dasarnya jika konsentrasi HCl di variasi dan pH hidrolisis dibatasi maka tidak akan berpengaruh pada hasil hidrolisis. Tetapi pada penelitian ini terdapat perbedaan hsil hidrolisis jika konsentrasi HCl di variasi dan pH hidrolisis dibatasi.

  • INDUSTRI INOVATIF Vol. 3, No. 2, September 2013: 9 - 13

    12

    Pengaruh Waktu Fermentasi terhadap Kadar Etanol yang dihasilkan

    Gambar 6. Grafik Hubungan antara Waktu Fermentasi dengan Kadar Etanol Hasil Proses

    Fermentasi

    Berdasarkan teori apabila jumlah mikroba yang ditambahkan dalam proses fermentasi tidak melebihi dari jumlah substrat yang ada maka hasil fermentasi akan terus meningkat hingga pada suatu titik maksimum/optimum (jumlah mikroba sama dengan substrat) dimana kemudian terjadi fase kematian atau hasil fermentasi berhenti (statis).

    Berdasarkan gambar 6. dapat dilihat bahwa hasil fermentasi dimulai pada hari ke-7 secara berturut turut adalah 0,01289; 0,00281; 0,00272; 0,00304, 0,00321%. Hasil terbaik pada hari ke-7 diperoleh etanol sebesar 0,01289%, maka dapat disimpulkan bahwa hasil fermentasi dari penelitian yang dilakukan kurang sesuai dengan teori dimana terjadi penyimpangan pada hari ke-7 kadar etanol sebesar 0,01289% tetapi pada hari ke-8 terjadi penurunan kadar etanol yang drastis yaitu 0,00281%, kemudian di hari berikutnya terjadi peningkatan kadar etanol sedikit demi sedikit sampai hari ke-11. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya O2 yang terikut masuk pada saat pengambilan sampel pertama yang menyebabkan drastisnya penurunan kadar etanol pada sampel ke-2. Setelah itu O2 berangsur angsur berkurang, hal ini ditandai dengan adanya kenaikan kadar etanol pada sampel ke-3 sampai ke-5. Fermentasi etanol seharusnya dalam kondisi anaerob, jika terdapat O2 yang terikut dalam proses fermentasi akan menyebabkan kadar etanol menurun

    KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan yang telah dilakukan selama penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan antaralain sebagai berikut:

    1. Penggunaan konsentrasi HCl 10% lebih optimal dibanding konsentrasi 20% dan 30%.

    2. Semakin tinggi konsentrasi HCl, maka semakin rendah kadar glukosa hasil proses hidrolisis. Hasil terbaik dari proses hidrolisis adalah 17,4% dengan konsentrasi HCl 10%. Jika konsentrasi HCl di variasi dan pH hidrolisis dibatasi maka tidak akan berpengaruh pada hasil hidrolisis. Tetapi pada penelitian ini terdapat perbedaan hasil hidrolisis jika konsentrasi HCl di variasi dan pH hidrolisis dibatasi.

    3. Hasil terbaik dari proses fermentasi diperoleh pada hari ke-7 dengan kadar etanol 0,01289%.

    SARAN 1. Untuk penelitian selanjutnya perlu

    dilakukan penentuan ukuran sampel sabut kelapa, pengovenan sampai berat konstan untuk sampel awal dan melakukan analisa kadar hemiselulosa.

    2. Perlu diadadakan peninjauan ulang tentang hubungan konsentrasi HCl dengan pH hidrolisis.

    3. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk lama waktu fermentasi guna mendapatkan hasil yang lebih optimal.

    4. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan modifikasi alat yang digunakan pada proses fermentasi sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih optimal.

    DAFTAR PUSTAKA Anonymous. Budidaya Kelapa. (Online),

    (http://Ic.bppt.go.id./itpek/index.php?, diakses tanggal 7 Mei 2012)

    Anonymus. Komoditi Kelapa. (Online), (http://disbunjatim.go.id/komoditi_kelapa.php diakses tanggal 10 Oktober 2012)

    Ansory, Rahman. 1992. Teknologi Fermentasi. Jakarta: Arcan

    Gumbira, Said E. 1987. Bioindustri Penerapan. Teknologi Fermentasi. Ed 1. Mediatama Sarana Perkasa.

    Hermiati E, Mangunwidjaja D, Sunarti CT, Suparno O, Prasetya B. 2010. Pemanfaatan Biomassa Lignoselulosa Ampas Tebu Untuk Produksi Bioetanol. Jurnal Litbang Pertanian.

  • Bioetanol dari Sabut Kelapa Dwi| Betaria

    13

    Indartono Y. 2005. Bioethanol, Alternatif Energi Terbarukan:Kajian Prestasi Mesin danImplementasi di lapangan. Fisika, LIPI.

    Joeh, Tina. 1998, Steam Exploson of Cotton Gin Waste for Fuel Ethanol Production, Jurnal Kimia.

    Kusnadi, Syulasmi A. 2009. Pemanfaatan Sampah Organik Sebagai Bahan Baku Produksi Bioetanol Sebagai Energi Alternatif. Laporan Penelitian. Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia.

    Murni R. Suparjo, Akmal, Ginting BL. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan. Laboraturium Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Jambi

    Nurfiana F, Mukaromah U, Jeannisa CV, Putra S. 2009. Pembuatan Bioethanol dari Biji Durian Sebagai Sumber Energi Alternatif. Seminar Nasional V. Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir BATAN.

    Sakius R, Ahyar A, Nursiah LN. . Pembuatan Bioetanol dari Batang Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schumach)dengan Sistem Fermentasi Simultan menggunakan Bakteri Clostridium acetobutylicum. Jurnal Kimia dan Teknologi

    Sarjdoko. 1991.Bioteknologi Latar Belakang danBeberapa Penerapannya. Jakarta:Gramedia Pustaka Umum.

    Siswati DN, Yatim M, Hidayanto R. Bioetanol Dari Limbah Kulit Kopi dengan Proses Fermentasi. Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri, Universitas Pembangunan Nasional.

    Sudarmaji, S. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

    Suharty SN dan Wirjosentono B. 2005. Impregnasi Reaktif Kayu Kelapa Dengan Limbah Plastik Polistirena Serta Penyediaan Komposit Polistirena Menggunakan Penguat Serbuk Kayu Kelapa. Jurnal Alchemy. Vol 4, No. 2. ISSN 1412-4092.

    Sukadarti S, Kholisoh DS, Prasetyo H, Santoso PW, Mursini T. 2010. Produksi Gula dari Sabut Kelapa Menggunakan Jamur Trichoroderma reesei. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia. Yogyakarta. UPN Veteran. ISSN1693-4393.

    Sun Y, Cheng J. 2002. Hydrolysis of lignincellulosic material for ethanol production: A review. Bioresour. Thecnol.

    Tjokroadikoesoemo, Soebiyanto. 1986. WFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Jakarta: PT. Gramedia.

    Wahyudi Bambang. 2002. Pembuatan Bioetanol Dari Sabut Buah Siwalan Dengan Proses Hidrolisis Fermentasi. Jurnal Kimia dan Teknologi. ISSN 0216-163X

  • INDUSTRI INOVATIF Vol. 3, No. 2, September 2013: 14 - 17

    14

    MEMONITOR KAWASAN BENCANA ALAM DENGAN MEMBANGUN SISTEM BASIS DATA SPASIAL

    1)Silvester Sari Sai, 2)DK. Sunaryo

    1,2)Jurusan Teknik Geodesi, Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan, Institut Teknologi Nasional Malang

    ABSTRAK

    Perkembangan teknologi untuk membangun Sistem Basis Data yang semakin cepat memberikan solusi tersendiri dalam pemecahan masalah khususnya yang berhubungan dengan data spasial. Internet adalah salah satu media untuk memenuhi kebutuhan informasi dan aplikasinya yang dapat diakses secara cepat dalam jangkauan yang luas. Akses yang cepat dan mudah memberikan kemudahan tersendiri bagi penggunaan informasi untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. Untuk itu dikembangkan suatu aplikasi Sistem Basis data berbasis Web yang merupakan suatu sistem yang memberikan informasi berupa data spasial yang menampilakan daerah- daerah yang memiliki potensi bencana alam. Aplikasi sistem basis data ini sangat bermanfaat baik untuk pemerintahan maupun masyarakat. Pemerintah dapat memanfaatkan aplikasi sistem basis data untuk memonitor kawasan bencana alam. Bagi masyarakat luas dengan mengakses aplikasi ini maka mereka akan memperoleh banyak informasi mengenai kawasan-kawasan yang memiliki potensi bencana yang mungkin akan terjadi disekitarnya. Dengan demikian pemerintah maupun masyarakat dapat meminimalisir kerugian bencana alam baik dari segi materi maupun non materi termasuk korban jiwa. Hasil Akhir berupa Sistem Basis data untuk membantu memonitor adanya kawasan rawan bencana alam.

    Kata kunci: Sistem Bisis Data, Potensi Bencana.

    Perkembangan teknologi untuk

    mengembangkan sistem basis data semakin cepat yang akan memberikan solusi tersendiri dalam pemecahan masalah khususnya data spasial yang akan memberikan informasi mengenai wilayah-wilayah yang rawan terhadap bencana alam. Internet adalah salah satu media untuk memenuhi kebutuhan informasi dan aplikasinya yang dapat diakses secara cepat dalam jangkauan yang luas. Akses yang cepat akan mudah memberikan informasi yang dibutuhkan. Untuk itu dalam mengembangkan aplikasi sistem basis data berbasis web akan dapat memberikan informasi data spasial yang menginformasikan kawasan-kawasan rawan bencana alam. Karena keberadaan suatu kawasan tidak bisa terlepas dari adanya potensi rawan bencana alam, sehingga pemerintah dan masyarakat harus selalu siap untuk menghadapai segala kemungkinan yang akan timbul terutama terhadap rawan bencana alam.

    Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana membangun suatu sistem basis data spasial untuk membantu memonitor kawasan-kawasan yang rawan terhadap bencana alam.

    Tujuan dari penelitian ini adalah membangun sistem basis data untuk membantu pemerintah dan masyarakat untuk memonitor kawasan-kawasan rawan bencana alam, dengan menampilkan data spasial dan informasi atributnya.

    Dari hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dan masyarakat untuk memberikan kemudahan bagi pemerintah maupun masyarakat untuk memperoleh akses informasi mengenai lokasi atau kawasan-kawasan rawan bencana, sehingga mempermudah monitoring dan koordinasi dalam penanggulangan bencana di wilayah rawan bencana serta memudahkan dalam pengambilan keputusan.

    METODE

    Membangun Program Basis data WEB Membangun program untuk basis data

    yang berbasis web di fokuskan diri pada sisi server. Untuk mengetahui alir program dapat dilihat pada Gambar 1.

  • Monitor Kawasan Bencana Alam Silvester | DK

    15

    Gambar 1. Diagram Alir Program

    Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa proses

    dan query data dilakukan berdasarkan request disisi server. Secara umum, program ini terdiri atas 3 bagian yaitu: Back End, Bagian ini merupakan tempat penyimpanan database dalam MySQL. Data-data yang tersimpan pada bagian ini, akan dihubungkan dengan data spasial pada peta. Pemrosesan database ini terdapat pada sisi server. Middle End, Pada bagian ini, merupakan bagian yang mendefinisikan data-data spasial dalam Mapfile. Data hasil pemrosesan kemudian dikirimkan ke klien dalam format standar (misalnya GIF, PNG atau JPG). Front End, Pada bagian ini, merupakan bagian program yang dapat diakses oleh user. Bagian ini ditampilkan Menu Home sebagai pembuka, Menu Peta yang menampilkan peta yang memuat layer-layer seperti kawasan rawan banjir, kawasan rawan letusan gunung api, kawasan rawan longsor, administrasi desa, tutupan lahan, dan terdapat link ke menu Queri untuk menmpilkan informasi tentang kawasan rawan bencana dan galeri.

    Membangun Basis data

    Untuk membangun basis data, dimana data spasial yang digunakan pada awalnya diolah dengan menggunakan software Arc Gis dimana visualisasinya seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.

    Gambar 2. Visualisasi software Data Spasial Gambaran tentang pengolahan data spasial yang menginformasikan tentang kawasan rawan bahaya letusan gunung berapi, kawasan rawan longsor, dan kawasan rawan banjir dapat dilihat pada Gambar 3.

    Gambar 3. Gambaran Data Rawan Pembuatan Database MySQL Database yang digunakan adalah MySQL yang merupakan spasial database yang ditambahkan pada Mapserver database relasiaonal. Dimana hasil proses pembuatan Database dengan menggunakan MySQL, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.

    Program WebGIS dengan Pendekatan Thin

    Client

    Back End Middle End Front End

    MySQL

    MapServer Bentuk Map File (*.map)

    dan File PHP (*.php)

    Home Peta Panduan

    Query

    Kawasan Rawan Bencana

    Galeri

  • INDUSTRI INOVATIF Vol. 3, No. 2, September 2013: 14 - 17

    16

    Gambar 4. Database dengan MySQL

    Tampilan Sistem Basis Data Hasil tampilan program Sistem Basis Data secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 5.

    Gambar 5. Tampilan Program SBD

    Tampilan Sistem Basis data berbasis WEB Untuk mengetahui gambaran tentang visualisasi Sistem Basis Data berbasis WEB secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 6.

    Gambar 6. Tampilan Basis data web

    Tampilan Menu Info Daerah Bencana Pada menu ini menjelaskan mengenai informasi dari setiap daerah rawan bencana alam. Tampilan Menu Info Daerah Rawan Bencana ini dapat dilihat pada gambar 7.

    Gambar 7. Tampilan menu Info Daerah Bencana

    Tampilan Menu Galeri Pada menu ini menyajikan foto kawasan rawan bencana, dimana tampilan Menu Galeri dapat dilihat pada gambar 8.

    Gambar 8. Tampilan menu Galeri

  • Monitor Kawasan Bencana Alam Silvester | DK

    17

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Dari hasil penelitian maka dapat diketahui bahwa setiap kawasan dapat diketahui kerawananya.

    Untuk mengetahui gambaran hasil daerah rawan bencana letusan gunung api di suatu wilayah atau kawasan, maka dilakukan query dimana hasil tampilan query tersebut akan menginformasikan kawasan rawan bencana seperti yang diperlihatkan pada Gambar 9.

    Gambar 9. Tampilan rawan gunung api

    KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari proses penelitian ini adalah sebagai berikut :

    Hasil penelitian berupa sistem basis data untuk penyajian informasi kawasan rawan bencana alam yang berbasis web. Sistem informasi kawasan rawan bencana berbasis web ini memberikan kemudahan bagi pengguna atau masyarakat umumnya untuk mengetahui informasi baik spasial maupun atribut dengan konsep sistem Basis data, yang

    dapat di akses lewat jaringan global, yaitu internet.

    Kemampuan dari program dengan menggunakan MapServer mempunyai fungsi sebagai fungsionalitas dalam membangun Webbased dan MySQL untuk penyimpanan data, dalam pengembangan Sistem Basis Data. Dengan menggunakan aplikasi open source diharapkan tidak membutuhkan biaya dalam pengembangan source kode program, namun tetap membutuhkan pengetahuan yang cukup dalam pengembangannya.

    Dalam pengembangan sistem basis data ini dapat mengetahui informasi tata letak dan keterangan tentang kawasan yang rawan akan bencana lebih cepat dan relavan. DAFTAR PUSTAKA Elmasri, R. and Navathe, S., 1994,

    Fundamental Of Databases System, 2nd edition, Redwood City, The Benjamin Cummings Publishing, Co., Inc.

    Kadir, Abdul, 2003, Dasar Pemograman Web Dinamis Menggunakan PHP, Andi Offset, Yogyakarta.

    Prahasta, Eddy,2009, Sistem Informasi Geografis : Konsep - Konsep Dasar, Informatika, Bandung.

    Subaryono, Ir., MA. Ph.D, 2008, Pengantar Sistem Informasi Geografis, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

    Nuryadin Ruslan. 2005. Panduan Menggunakan MapServer. Informatika, Bandung.

    Tri Agus Prayitno. Membangun Situs Web Mapping.

    Yuliadji, .RW.,G. F . Suryono dan A. Ruben.1994. Aplikasi SIG untuk pemetaan Informasi Pembangunan. Di dalam Agus W, R Djamaludding, G Hendarto, Editor. Remote Sensing & Geographic information Sistems.

  • INDUSTRI INOVATIF Vol. 3, No. 2, September 2013: 18 - 23

    18

    PERANCANGAN ALAT PEMBUATAN KOTAK KARDUS YANG ERGONOMIS BERDASARKAN UKURAN

    ANTROPOMETRI

    1)Mujiono 1)Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Malang

    ABSTRAK

    Pembuatan kotak kardus dengan bahan kardus merupakan yang bisa dijadikan usaha rumahan yang

    berprospek cerah namun pada umumnya saat ini cara potongannya masih banyak yang menggunakan cara manual yaitu memakai pisau cutter dan mal kotak kardus, dimana alat ini mempunyai banyak kekurangan, antara lain hasil potongan dan kapasitasnya sedikit, sehingga untuk memenuhi kebutuhan konsumen memerlukan banyak waktu dan tenaga (19,5 menit untuk pembuatan kotak kardus 42 pcs )

    Metode yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan adalah melakukan pengamatan dan penelitian sekaligus wawancara untuk mengetahui apa yang dibutuhkan operator terhadap alat kerja pembuatan kotak kardus. Data yang dibutuhkan oleh penelitian ini meliputi data antropometri yang digunakan dalam penelitian yaitu, tinggi siku berdiri yang digunakan untuk menentukan tinggi kerangka alat pembuat kotak kardus dengan persentil 5 % , jangkauan tangan kedepan yang digunakan untuk menentukan lebar dari kerangka alat pembuat kotak kardus dengan persentil 5 % , jangkauan tangan kesamping digunakan untuk menentukan panjang kerangka alat pembuat kotak kardus dengan persentil 5 %. Selain itu juga dilakukan analisa aktifitas, analisa ergonomi, analisa estetika, dan analisa teknis.

    Dari hasil penelitian didapatkan perbedaan waktu proses pembuatan kotak kardus dari 27,17 menit menjadi 12,11 menit sehingga prosentase pengerjaan yang lebih cepat daripada dengan cara lama 124,4 % dengan output standart cara kerja lama 2,2 ikat/menit menjadi 4,92 ikat/menit Sehingga prosentase kenaikan output standart 123,6 % Kata kunci : Anropometri,Perancangan,Ergonomis

    Di era globalisasi ini banyak bermunculan produk- produk baru yang mempunyai bentuk dan desain yang selama ini belum pernah ada ( inovasi ) itu semua diakibatkan karena ketatnya persaingan antar industri kecil atau industri rumahan dan diantara salah satu banyak produk tersebut tentu memerlukan wadah atau pembungkus yang pada umumnya menggunakan kotak kardus.

    Dari sekian banyak produk dari industri kecil rumahan bergantung pada wadah atau pembungkus kotak kardus, namun pada saat ini industri kecil pembuatan kotak kardus masih menggunakan cara manual dalam penggunaan alat. Pada dasarnya untuk pembuatan kotak kardus menggunakan cutter, pisau potong tekan atau pisau silet, mal kotak kardus dan mal kotak kardus dibedakan jadi dua sisi, sisi kanan dan sisi kiri kemudian kedua sisi tersebut dilem pakai lem kayu dan pembuatan kotak kardus ini dengan posisi berdiri dan agak membungkuk, sehingga untuk memenuhi kebutuhan konsumen memerlukan banyak waktu dan tenaga, selain itu ukuranya tidak seragam, bagian kotak kardus tersebut ada yang terpotong dan tidak terpotong, sehingga terjadi keterlambatan kebutuhan konsumen untuk

    kotak kardus sehingga dikatakan kurang ergonomis.

    Berdasarkan kekurangan- kekurangan diatas maka di butuhkan sebuah alat kerja pembuatan kotak kardus yang menggunakan kaidah ergonomi sehingga dapat memperlambat proses kelelahan pada tubuh, mempersingkat waktu kerja, dan pada akhirnya akan dapat meningkatkan output standart saat ini , yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktifitas.

    Perancangan fasilitas kerja pada perusahaan yang dapat saat memenuhi syarat saat dioperasikan harus memiliki penampilan yang baik, memenuhi standart performance yang ditetapkan, tingkat keandalan yang cukup tinggi, sedang optimal penggunaanya tergantung pada aktifitas tenaga kerja untuk memanfaatkan rancangan fasilitas kerja tersebut.

    Dua prinsip konsep Human Integrated Design yang digunakan dalam merancang fasilitas kerja yaitu: 1. Seorang perancang fasilitas kerja harus

    menyadari benar bahwa faktor manusia akan menjadi kunci kesuksesan dalam penggunaan perancangan fasilitas kerja.

  • Alat Pembuat Kotak Kardus Mujiono

    19

    2. Perlu juga menyadari bahwa setiap produk akan memerlukan informasi-informasi yang mendetail dari semua faktor yang terkait dalam setiap proses perancangan.(Wignjosoebroto, Sritomo. 1997 ) menyatakan bahwa : esensi dasar dari pendekatan ergonomi dalam proses perancangan fasilitas kerja adalah memikirkan kepentingan manusia pada saat-saat awal tahapan perancangan fokus perhatian dari kajian ergonomi akan mengarah kepada Fitting The Task to The Man yang berarti bahwa perancangan yang dibuat akan dipergunakan atau dioperasikan oleh manusia. Human Engineering sendiri atau disebut juga dengan ergonomi didefinisikan sebagai sistem manusia mesin yang terpadu. Disiplin akan mencoba membawa kearah proses perancangan mesin yang tidak saja memiliki kemampuan produksi yang lebih canggih lagi, melainkan juga memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan kemampuan dan keterbatasan manusia yang mengoperasikan mesin tersebut. Perancangan fasilitas kerja dapat dipengaruhi beberapa aspek yang berasal dari berbagai disiplin ilmu (spesialisasi) keahlian yang ada. Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari kata ergos yang berarti bekerja dan nomos yang berarti hukum alam. Pada dasarnya ergonomi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang sistimatis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem tersebut dengan baik yaitu untuk mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, efisien, aman dan nyaman.

    Dalam melakukan desain atau perancangan sistem kerja yang ergonomis, ada lima prinsip perancangan yang perlu dipertimbangkan yaitu : 1. Membuat agar mesin disesuaikan

    dengan manusia 2. Meminimalisasikan prosentase yang

    berada diluar rancangan 3. Rancangan kerja agar semakin

    bersifat seimbang, serta semakin berkurangnya penggunaan fisik dan hal-hal yang kurang prosedural.

    4. Menekankan pentingnya komunikasi. Menggunakan mesin dalam memperbesar kemampuan manusia

    5. Menggunakan mesin dalam memperbesar kemampuan manusia

    Kesimpulan yang dapat diambil adalah data antropometri akan menentukan bentuk, ukuran dimensi yang tepet berkaitan dengan produk tersebut dari populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil rancangan. Secara umum 90 % - 95 % dari populasi target dalam kelompok pemakaian suatu produk harus dapat digunakan secara layak.

    Gambar 1. Ukuran Macam-macam

    Antropometri (Sumber: Julius Panero dan Martin Zelnik, Human Factor Dimension & Interior Space)

    Data antropologi yang digunakan dalam perancangan alat kerja pembuat kotak kardus adalah sebagai berikut : 1. Elbow to Height (Tinggi Siku) Definisi : Jarak yang diukur secara

    vertikal dari permukaan lantai hingga bagian terendah dari siku yang merupakan titik pertemuan antara lengan atas dan lengan bawah.

    Aplikasi : digunakan untuk menentukan ketinggian yang nyaman untuk meja pembuatan kotak kardus.

  • INDUSTRI INOVATIF Vol. 3, No. 2, September 2013: 18 - 23

    20

    Gambar 2. Elbow to Height (Tinggi Siku)

    2. Side Arm Reach (Jangkauan

    Samping) Definisi : Jarak dari garis

    tengah tubuh hingga permukaan luar sebuah palang yang digenggam dengan tangan kanan, sementara subyek berada dalam posisi berdiri tegak dengan lengan terentang horisontal tanpa menimbulkan ketidak nyamanan ataupun nyeri. Aplikasi : digunakan untuk menentukan panjang dari alat kerja pembuat kotak kardus yang akan dibuat.

    Gambar 3. Side Arm Reach

    (Jangkauan Samping)

    3. Thumb Tip Reach (Jangkauan depan ) Definisi : Jarak dari dinding hingga

    ujung ibu jari yang diukur dengan posisi bahu menempel pada dinding, lengan terentang kedepan dan jari telunjuk subyek meyentuh ujung ibu jarinya.

    Aplikasi : Digunakan untuk menentukan lebar meja kerja pembuat kotak kardus

    Gambar 4. Thumb Tip Reach (Jangkauan Depan)

    METODE Pengambilan data-data yang diperlukan untuk penelitian perancangan alat ini adalah : 1. Obsevasi

    Pengamatan secara langsung pada saat pekerja atau operator melakukan kegiatan kerja sehari-hari.

    2. Wawancara Penelitihan yang dilakukan dengan cara pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab secara langsung mengenai hal-hal yang berhubungan dengan obyek yang diteliti.

    HASIL DAN PEMBAHASAN A.Kondisi awal

    Beban torsi operator pada saat membuat kotak kardus menggunakan alat lama

    Perhitungan Data Antropometri Untuk kepentingan perancangan dibutuhkan data antropometri antara lain, Tinggi siku berdiri, jangkauan tangan kesamping, dan jangkauan tangan kedepan yang diambil sampel sebanyak 30 orang, untuk memastikan bahwa ukuran alat yang ditetapkan dapat mengkondisikan seluruh tinggi orang Indonesia.

  • Alat Pembuat Kotak Kardus Mujiono

    21

    Tabel1. Data antropometri hasil uji keseragaman data

    Jenis data

    N

    x BKA~B

    KB Kesimpul

    an

    Tinggi siku 30

    107,1

    3,2

    113,5~100,7

    Data Seragam

    Jangkauan samping

    30 86,3 3,2 92,6~78,

    9 Data Seragam

    Jangkauan depan

    30 72,6 3,3 84,2~71,3

    Data Seragam

    Tabel 2. Data antropometri hasil

    uji kecukupan data Jenis data N 'N Kesimpulan

    Tinggi siku 30 1,5 Data cukup

    Jangkauan samping 30 2,2 Data cukup

    Jangkauan depan 30 2,8 Data cukup

    Tabel 3. Data antropometri hasil

    perhitungan persentil Jenis data %5 %50 %95

    Tinggi siku 102,25 cm 106,64 cm 112,5 cm

    Jangkauan samping 80,5 cm

    85,75 cm 91,1 cm

    Jangkauan depan 72,1 cm

    77,89 cm 82,9 cm

    Perhitungan Waktu Normal

    Waktu normal untuk proses pembuatan kotak kardus dihitung berdasarkan factor penyesuaian yang telah ditetapkan, yaitu : Wn = W observasi rata rata x P

    = 20,39 x 1,12 = 22,83 menit

    Jadi diketahui waktu normal proses pembuatan kotak kardus adalah 22,83 menit untuk 42 pcs kotak kardus

    Perhitungan Waktu Baku atau Waktu Standar

    Ws = Wnx

    allowance%%100%100

    = 22,83 x %16%100

    %100

    = 27,17 menit

    Perhitungan Output Standart

    Os = sW

    1

    = 17,27

    1

    = 0,03 Jadi untuk menghitung output standart yang dilakukan selama 1 jam ( 60 menit) sebagai berikut : Qs ( selama 1 jam ) = Qs x lama jam kerja = 0,03 x 60 menit = 2,2 ikat / menit untuk 42 pcs kotak B. Hasil Rancangan

    Tabel 4. Beban Torsi Operator Pada Saat Menggunakan alat kerja Pembuat Kotak

    Kardus Baru

  • INDUSTRI INOVATIF Vol. 3, No. 2, September 2013: 18 - 23

    22

    Perhitungan Waktu Kerja Dengan Menggunakan Alat Baru Perhitungan Waktu Normal

    Waktu normal untuk proses pembuatan kotak kardus dihitung berdasarkan faktor penyesuaian yang telah ditetapkan, yaitu :

    Wn = Wobservasi rat-rata x P = 9,26 x 1,12 = 10,3 menit Perhitungan Waktu Baku atauWaktu standart

    Ws = Wn x (%)%100

    %100Allowance

    = 10,3 x %15%100

    %100

    = 12,11 menit saja Perhitungan Output Standart

    Os = Ws1

    = 11,12

    1

    = 0,082 ikat / menit = 4,92 ikat /menit Presentase Kenaikan Waktu Standart dan output Standart Waktu standart Alat lama : 27,17 menit

    Alat baru : 12,11 menit Presentase kenaikan

    %100)(

    )()(baruWs

    baruWslamaWsWs

    = %10011,12

    11,1217,27 = 124,4 %

    kesimpulan : jadi pembuatan kotak kardus lebih cepat dengan menggunakan alat kerja baru Out put Standart

    Alat lama : 2,2 ikat /menit Alat baru : 4,92 ikat /menit

    Presentase Kenaikan

    Os = %100)(

    )()(lamaOs

    lamaOsbaruOs

    = %1002,2

    2,292,4

    = 123,6 %

    Kesimpulan : Dengan adanya alat kerja baru Roll Pres kotak kardus maka produktifitas kerja dalam proses pembuatan kotak kardus meningkat 123,6 %

    KESIMPULAN Dari hasil pembahasan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Menurut kaidah Ergonomi

    - Dengan adanya alat pembuatan kotak kardus baru posisi kerja jadi lebih nyaman daripada posisi kerja dengan menggunakan alat yang lama

    - Pembuatan dengan alat kerja baru beban kerja jadi lebih ringan dikarenakan fisik pada tubuh tidak mudah lelah.

    2. Menurut pengolahan data sesuai dengan kaidah Antropometri : - menentukan ukuran tinggi siku yang

    digunakan untuk menentukan tinggi kerangka alat pembuat kotak kardus dengan persentil 5 % dan menghasilkan tinggi alat kerja sesuai dengan perhitungan yaitu 102,25 cm.

    - menentukan ukuran jangkuan tangan kesamping yang digunakan untuk menentukan panjang kerangka alat pembuat kotak kardus dengan persentil 5 % dan menghasilkan panjang alat kerja sesuai dengan perhitungan yaitu 80,5 cm.

    - menentukan ukuran jangkauan tangan kedepan yang digunakan untuk menentukan lebar kerangka alat pembuat kotak kardus dengan persentil 5 % dan menghasilkan lebar alat kerja sesuai dengan perhitungan yaitu 72,1 cm

    3. Waktu Baku cara kerja lama = 27,17 menit - Waktu Baku cara kerja baru = 12,11

    menit - Selisih waktu Baku = 15,06 menit, =

    124,4 % lebih singkat cara kerja alat baru 4. Dengan alat kerja baru maka produktifitas

    meningkat yaitu : - Output standart cara kerja lama = 2,2

    ikat/menit - Output standart alat kerja baru = 4,92

    ikat/menit - Kenaikan prosentase output standart =

    123,6 % - Peningkatan produktifitas dikarenakan

    adanya perubahan pada cara kerja.

  • Alat Pembuat Kotak Kardus Mujiono

    23

    SARAN 1. Dalam pengerjaan pembuatan kotak

    kardus harus diperhatikan pada waktu penempatan kardus ke pisau malnya agar tidak terjadi kecacatan pada hasil proses produksi.

    2. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk penempatan pisau mal yang sudah digunakan misalkan laci atau rak, atau diberi motor penggerak.

    DAFTAR PUSTAKA Darmaprawira W.A, Sulasmi. 2002. Warna,

    Teori Dan Kreatifitas Penggunanya, Edisi Kedua.Bandung : ITB.

    Iftikar, Z Sutalaksana, DKK.1979 Teknik Tata Cara Kerja Bandung : Departemen Teknik Industri ITB.

    Julius dan Martin. 1979. Dimensi manusia Dan Ruang Interior. Jakarta : Erlangga

    Nurmianto, Eko. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu, 1996 ITS Guna Widya Surabaya

    Sularso Kiyokatsu Suga. 1997. Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin. Jakarta : Pradnya Paramitha.

    Wigjosoebroto, Sritomo. 2000. Ergonomi, Studi Gerak Dan Waktu, Edisi Kedua. Surabaya : Guna Widya

  • INDUSTRI INOVATIF Vol. 3, No. 2, September 2013: 24 - 27

    24

    ACCELERATED FAILURE TIME MODEL CURE RATE

    1)Liduina Asih Primandari, Henny Pramoedyo, 2)Rahma Fitriani 1)Mahasiswa S2 Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya Malang

    2)Dosen Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya Malang

    ABSTRAK Accelerated Failure Time (AFT) adalah metode yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar peubah yang mempengaruhi waktu survival. Metode ini diperluas dengan menggunakan model cure rate. Model cure rate digunakan apabila data survival terbagi menjadi dua kelompok pasien yaitu susceptible dan immune. Pasien dikatakan susceptible apabila pasien mengalami kejadian yang diamati (kematian) dan dikatakan immune apabila pasien tersebut masih hidup pada akhir penelitian. Model AFT dengan penambahan model cure rate diterapkan dalam 3 sebaran yakni sebaran Eksponensial, Weibull dan Log Logistik kemudian diaplikasikan untuk mengetahui hubungan antara usia pasien (Y1) dan waktu menunggu hingga memperoleh donor (Y2) terhadap waktu survival pasien penerima sumsum tulang belakang (X). Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa model AFT parametrik dapat digabungkan dengan model cure rate dengan terlebih dahulu membentuk fungsi survival dari model AFT parametrik. Model AFT parametrik dengan penambahan model cure rate hanya dapat digunakan apabila waktu survival terbagi menjadi dua kelompok pasien, yakni susceptible dan immune. Penambahan model cure rate memberikan tambahan informasi, yakni dapat diketahui pula proporsi individu yang masih hidup (tersensor) dalam kasus ini. Informasi ini dapat berguna untuk mengetahui keefektifan dari pengobatan yang telah dilakukan. Kata kunci: Accelerated Failure Time, model cure rate, eksponensial, Weibull, Log - Logistik

    Analisis survival adalah suatu metode yang berhubungan dengan waktu, mulai dari time origin atau start point sampai dengan terjadinya suatu kejadian khusus atau end point. Dengan kata lain, analisis survival memerlukan data yang merupakan waktu survival individu. Dalam bidang kesehatan, data ini diperoleh dari suatu pengamatan terhadap sekelompok atau beberapa kelompok pasien yang menderita suatu penyakit tertentu untuk diamati dan dicatat waktu terjadinya kegagalan hidup setiap individu (Collet, 2003). Kegagalan yang dimaksud adalah kematian pasien karena penyakit, keadaan sakit yang terulang kembali setelah pengobatan, atau munculnya penyakit baru. Karakteristik yang membedakan analisis survival dengan analisis statistika lain yakni adanya penyensoran yang terjadi karena keterbatasan peneliti dalam melakukan penelitian. Penyensoran adalah pengamatan yang tidak lengkap.

    Lee (2003) menyatakan, analisis survival dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode nonparametrik dan parametrik. Beberapa metode analisis survival nonparametrik yang sering digunakan adalah metode life table atau Kaplan Meier. Metode nonparametrik ini digunakan apabila populasi yang diamati bersifat homogen dan tidak dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antar peubah yang berkaitan dengan waktu survival.

    Oleh karena itu perlu digunakan analisis regresi. Akan tetapi, apabila analisis regresi diterapkan pada data survival, akan timbul beberapa masalah. Pertama, waktu survival tidak menyebar normal. Kedua, data tersensor akan menjadi data hilang pada peubah penjelas. Metode alternatif untuk menggantikan analisis regresi pada data survival adalah Cox Proporsional Hazard (PH).

    Karena tidak memerlukan asumsi sebaran tertentu, model Cox Proporsional Hazard sering digunakan. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, ditemukan alternatif model PH, yakni model Accelerated Failure Time (AFT). Qi (2009) membandingkan model PH parametrik dengan model AFT parametrik dan menyimpulkan bahwa model AFT lebih baik dibandingkan model PH, karena dapat memberikan informasi lebih baik.

    Venkatesan (2012) membahas model AFT yang diperluas dengan model frailty. Beberapa penelitian dalam bidang kesehatan seringkali mengasumsikan populasi yang diamati bersifat homogen. Homogenitas yang dimaksudkan adalah pasien dianggap memiliki kondisi fisik yang sama untuk setiap tingkatan usia. Hal ini tidak dapat dibenarkan, karena pasien berusia muda akan memiliki kondisi fisik lebih baik daripada pasien berusia tua, sehingga pengaruh pengobatan yang diberikan kepada mereka juga akan berbeda. Beberapa

  • Accelerated Failure Time Model Liduina | Henny | Rahma

    25

    penelitian tidak dapat menggunakan asumsi bahwa pengobatan memberikan pengaruh sama terhadap pasien karena terdapat heterogenitas dalam populasi. Misal, dalam suatu penelitian, pasien dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan usia atau tingkat stadium penyakit. Hal ini akan memperkecil keheterogenan dalam populasi.

    Selain model frailty dikenal juga model cure rate. Model cure rate digunakan apabila populasi terdiri dari dua tipe pasien, yakni susceptible dan immune. Model AFT tidak hanya dapat diperluas dengan penambahan model frailty, tetapi juga dapat diperluas dengan penambahan model cure rate. Oleh karena itu, pada penelitian ini penulis ingin mengembangkan model AFT parametrik dengan penambahan perluasan model cure rate. Model AFT parametrik yang akan diteliti menggunakan sebaran Eksponensial, Weibull dan Log-logistik.

    Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana mendapatkan model AFT eksponensial, Weibull dan Log logistik yang diperluas dengan model cure rate serta menerapkannya pada waktu survival pasien penerima transplantasi sumsum tulang.

    Untuk membatasi ruang lingkup penelitian, model AFT parametrik yang dibahas adalah AFT eksponensial, AFT Weibull dan AFT Log logistik yang kemudian dikembangkan dengan penambahan model model cure rate. Data dalam penelitian ini adalah waktu survival, usia dan waktu menunggu hingga memperoleh donor dari pasien penerima transplantasi sumsum tulang.

    Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan model AFT eksponensial, Weibull dan Log logistik yang diperluas dengan model cure rate serta menerapkannya pada waktu survival pasien penerima transplantasi sumsum tulang.

    Sumber Data

    Dalam penelitian ini akan digunakan data sekunder, yakni waktu survival 38 pasien yang memperoleh transplantasi sumsum tulang (Klein, 1950). Variabel yang terdapat dalam data tersebut antara lain:

    a. Waktu hingga terjadi kematian (hari), dilambangkan dengan X

    b. Indikasi kematian (meninggal atau hidup) 1 meninggal 0 hidup

    c. Usia pasien (tahun), dilambangkan dengan Y1

    d. Waktu menunggu hingga memperoleh donor (hari), dilambangkan dengan Y2

    METODE Analisa data menggunakan software

    Minitab. Langkah langkah dalam memperoleh model AFT parametrik dengan penambahan model cure rate adalah sebagai berikut:

    1. Membentuk fungsi survival untuk individu ke-i.

    2. Membentuk fungsi survival untuk populasi.

    3. Membentuk model umum AFT dengan penambahan model cure rate.

    4. Asumsikan waktu survival mengikuti sebaran eksponensial:

    a. Pendugaan parameter sebaran eksponensial

    b. Menghitung banyaknya pasien yang masih hidup

    c. Menghitung banyaknya pasien yang meninggal

    d. Menghitung nilai p e. Membentuk model AFT eksponensial

    dengan penambahan model cure rate 5. Asumsikan waktu survival mengikuti

    sebaran Weibull a.Pendugaan parameter sebaran Weibull b. Menghitung banyaknya pasien yang

    masih hidup c.Menghitung banyaknya pasien yang

    meninggal d. Menghitung nilai p e.Membentuk model AFT Weibull

    dengan penambahan model cure rate 6. Asumsikan waktu survival mengikuti

    sebaran Log Logistik a.Pendugaan parameter sebaran Log -

    Logistik b. Menghitung banyaknya pasien yang

    masih hidup c.Menghitung banyaknya pasien yang

    meninggal d. Menghitung nilai p e.Membentuk model AFT log logistik

    dengan penambahan model cure rate

    HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menghasilkan suatu

    persamaan baru yaitu model AFT parametrik dengan penambahan model cure rate.

  • INDUSTRI INOVATIF Vol. 3, No. 2, September 2013: 24 - 27

    26

    Tabel 1 Model AFT Parametrik dengan Penambahan Model Cure Rate

    ebaran Model AFT dengan penambahan model cure rate

    Eksponensial

    Weibull

    Log Logistik

    Waktu survival untuk pasien penerima transplantasi sumsum tulang belakang, Xi, dianggap mengikuti sebaran eksponensial. Model log linier untuk peubah acak Xi, adalah

    di mana , dan adalah parameter yang tidak diketahui sedangkan y1 adalah nilai peubah acak Y1, yaitu usia pasien (tahun) dan y2 adalah nilai peubah acak Y2, yaitu waktu menunggu hingga memperoleh donor (hari).

    Tabel 2 Model AFT Parametrik dengan Penambahan Model Cure Rate setelah Dilakukan Pendugaan Parameter pada Kasus Transplantasi Sumsum Tulang

    Waktu survival dianggap mengikuti sebaran:

    Eksponensial

    Weibull

    Log logistik

    Pembahasan Pada kasus ini, jumlah pasien meninggal

    lebih banyak daripada jumlah pasien yang masih hidup dengan nilai . Sehingga apabila terdapat 100 pasien yang menerima transplantasi sumsum tulang, hanya 39 pasien yang akan mengalami kesembuhan. Oleh karena itu perlu dikembangkan metode penyembuhan yang lainnya untuk meningkatkan jumlah pasien yang hidup setelah pengobatan dilakukan.

    Nilai bernilai negatif artinya, bertambahnya usia pasien akan membuat waktu survival pasien semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh semakin menurunnya stamina dan ketahanan hidup pasien pada usia lanjut. Sementara itu nilai bernilai positif, artinya waktu survival pasien dipengaruhi oleh waktu

    menunggu hingga memperoleh donor, meskipun pengaruhnya sangat kecil. KESIMPULAN

    Model AFT parametrik dapat digabungkan dengan model cure rate. Hal ini dilakukan dengan terlebih dahulu membentuk fungsi survival dari model AFT parametrik. Fungsi survival tersebut kemudian menjadi fungsi survival awal pada model cure rate. Model AFT parametrik dengan penambahan model cure rate hanya dapat digunakan apabila waktu survival terbagi menjadi dua kelompok pasien, yakni susceptible dan immune. Model AFT parametrik dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh peubah penjelas (dalam kasus ini adalah usia pasien dan waktu menunggu hingga memperoleh donor) terhadap waktu survival pasien penerima transplantasi

  • Accelerated Failure Time Model Liduina | Henny | Rahma

    27

    sumsum. Penambahan model cure rate memberikan tambahan informasi, yakni dapat diketahui pula proporsi individu yang masih hidup (tersensor) dalam kasus ini. Informasi ini dapat berguna untuk mengetahui keefektifan dari pengobatan yang telah dilakukan.

    Pada penelitian kasus pasien yang memperoleh transplantasi sumsum tulang, diperoleh bahwa waktu survival pasien penerima transplantasi sumsum akan semakin menurun dengan bertambahnya usia pasien. Hal ini disebabkan oleh semakin menurunnya stamina dan ketahanan hidup pasien pada usia lanjut. Sementara itu, waktu menunggu hingga memperoleh donor memberikan pengaruh yang sangat kecil tehadap peningkatan waktu survival pasien. Selain itu, jumlah pasien yang meninggal lebih besar daripada jumlah pasien yang masih hidup, sehingga dapat disimpulkan bahwa perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengobatan yang lebih baik.

    SARAN

    Pada penelitian ini masih belum dapat diketahui model AFT yang lebih baik, apakah dengan penambahan model cure rate atau tanpa penambahan model cure rate. Oleh karena itu disarankan untuk peneliti selanjutnya untuk meneliti metode untuk pemilihan model yang lebih baik.

    DAFTAR PUSTAKA Collet, D. 2003. Modelling Survival Data In

    Medical Research. Chapman & Hill. London.

    Iachine, I. 2007. Basic Survival Analysis. Biostatistik-Basale Begreber.

    http://www.biostat.sdu.dk/courses/e02/basalebegreber/bbsure01sm.pdf

    Tanggal akses: 11 November 2012. Jenkins, S.P. 2005. Survival Analysis.

    http://www.chestnut.org/li/downloads/training_memos/survivalanalysis.pdf Tanggal akses: 10 November 2012.

    Kannan, N., Debasi, K., Nair,P. dan Tripatih, R.C. 2010. The Generalized Exponential Cure Rate Model with Covariates. Journal of Applied Statistics 37 (2): 1625 1636.

    Klein, J. P. 1995.Survival Analysis: Techniques for Censored and Truncated Data. Springer-Verlag. New York.

    Kleinbaum, D.G. dan Klein, M. 2005. Survival Analysis: A Self-Learning Text. Springer-Verlag. New York.

    Lee, E.T. dan Wang, J.W. 2003. Statistical Methods for Survival Data Analysis. John Wiley and Sons, Inc. New Jersey.

    Qi, J. 2009. Comparison of Proportional Hazards and Accelerated Failure Time Models. Thesis. Department of Mathematics and Statistics University of Saskatchewan.

    Venkatesan, P. dan Ramon T.T. 2012. Accelerated Failure Time Frailty Model in Survival Analysis. International Journal of Science and Technology 2 (2).

  • INDUSTRI INOVATIF Vol. 3, No. 2, September 2013: 28 - 31

    28

    MENGETAHUI PRODUKSI DAN KEBUTUHAN OKSIGEN PERKOTAAN DENGAN ANALISIS LAHAN HIJAU DAN JUMLAH

    PENDUDUK DENGAN MEMANFAATKAN SIG

    Dedy Kurnia Sunaryo 1) 1)Jurusan Teknik Geodesi, Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan, Institut Teknologi Nasional Malang

    ABSTRAK

    Ruang terbuka hijau memberi banyak manfaat, selain sebagai penyerap air hujan, dan penahan angin,

    ruang terbuka hijau juga dapat berfungsi sebagai produsen atau penghasil oksigen, yang mana oksigen merupakan kebutuhan dasar bagi manusia. Perkembangan Kota Malang yang mementingkan pembangunan akan menyebabkan semakin berkurangnya ketersediaan ruang terbuka hijau sebagai penghasil oksigen yang berakibat pada meningkatnya suhu di perkotaan dan berkurangnya produksi oksigen untuk proses pernapasan makhluk hidup khususnya manusia . Dengan adanya Sistem Informasi Geografis dapat di lakukan sebuah analisa untuk mengetahui kesesuaian kebutuhan konsumsi oksigen di perkotaan dengan cara melakukan analisa terhadap luas ruang terbuka hijau yang ada di masing-masing kecamatan yang berada di Kota sehingga bisa diketahui berapa produksi oksigen yang di hasilkan dan akan dibandingkan dengan kebutuhan konsumsi oksigen 1 orang penduduk di suatu Kota perharinya, Dari hasil analisis diperoleh informasi tentang kebutuhan konsumsi oksigen di Kota Malang yaitu bahwa dari 5 kecamatan yang ada di kota Malang 1 di antaranya memiliki konsumsi oksigen yang kurang sesuai yaitu kecamatan Klojen. Sedangkan 4 kecamatan lainnya yaitu kecamatan Kedungkandang, kecamatan Lowokwaru, kecamatan Sukun dan kecamatan Blimbing memenuhi kebutuhan konsumsi oksigen, sehingga masuk kebutuhan konsumsi oksigen ideal yaitu 0,864 kg/hari per orang. Kata kunci: Sistem Informasi Geografis (SIG), Oksigen, Lahan Hijau dan jumlah Penduduk.

    Ruang terbuka hijau memberi banyak

    manfaat, selain sebagai penyerap air hujan, dan penahan angin, ruang terbuka hijau juga dapat berfungsi sebagai produsen atau penghasil oksigen, yang mana oksigen merupakan kebutuhan dasar bagi manusia. selain sebagai penjaga suhu udara agar tetap sejuk, oksigen juga berperan penting bagi makhluk hidup khususnya manusia dalam melakukan proses pernapasan atau respirasi. Perkembangan pembangunan di perkotaan menyebabkan semakin berkurangnya ketersediaan ruang terbuka hijau sebagai penghasil oksigen yang berakibat meningkatnya suhu di kota dan berkurangnya produksi oksigen untuk proses pernapasan makhluk hidup khususnya manusia .

    Dengan teknologi sistem informasi geografis dapat di lakukan analisa untuk mengetahui kesesuaian kebutuhan konsumsi oksigen di suatu Kota dengan cara melakukan analisa terlebih dahulu terhadap luas ruang terbuka hijau yang ada di masing-masing kecamatan di suatu Kota untuk mengetahui berapa produksi oksigen yang di hasilkan dan akan dibandingkan dengan kebutuhan konsumsi oksigen 1 orang penduduk di suatu Kota perharinya, setelah itu dapat di lakukan analisa spasial dan memperoleh informasi tentang

    kebutuhan konsumsi oksigen manusia di suatu Kota.

    Dengan berlatar belakang perkembangan kota yang cenderung mengalih fungsikan lahan yang berakibat sulitnya memprediksi kebutuhan oksigen, maka rumusan masalahnya adalah bagaimana melakukan analisis spasial dengan memanfaatkan teknologi sistem informasi geografis untuk mengetahui tingkat kebutuhan dan produksi oksigen di perkotaan berdasarkan produksi oksigen dari luasan tutupan lahan pepohonan dan jumlah penduduk. Setelah perumusan masalah ditetapkan, maka dilakukan analisis spasial untuk mengetahui produksi dan tingkat kebutuhan oksigen diperkotaan.

    Tujuan penelitian ini adaah memperoleh informasi tentang produksi oksigen dan tingkat kebutuhan oksigen di perkotaan yang di analisis berdasarkan jumlah penduduk dan produksi oksigen dari luasan lahan hijau di perkotaan dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini

    adalah :

    a) Batasan masalah dalam penulisan ini di batasi pada lokasi penelitian Kota Malang.

  • Kebutuhan Oksigen dengan Analisis Lahan Hijau Dedy

    29

    b) Produksi Oksigen di analisa berdasarkan luasan ruang terbuka hijau per m.

    c) Jumlah oksigen menggunakan satuan kilogram (Kg).

    Lokasi penelitian Lokasi penelitian berada di Kota Malang, Propinsi Jawa Timur yang terdiri dari 5 kecamatan dengan koordinat 112,34'09" - 11,41'34" BT 7,54'52", 22 - 8,03'05", 11 LS, Gambaran lokasi penelitian secara garis besar dapat di lihat pada gambar 3.1.

    Gambar 1 Peta Lokasi kota Malang

    METODE

    Dalam pelaksanaan penelitian Analisis kesesuaian kebutuhan konsumsi oksigen dimana untuk mengetahui gambaran penelitian dapat di lihat pada gambar 2.

    Gambar 2 Diagram Alir penelitian

    HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil analisis ruang terbuka hijau dan jumlah penduduk untuk mengetahui produksi oksigen dan kebutuhan oksigen di Kota Malang dengan memanfaatkan Sistem Informasi geografis, secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 3.

    Gambar 3. Penyajian hasil Untuk mengetahui gambaran produksi dan kebutuhan oksigen per kecamatan di Kota Malang dapat dilihat pada Gambar 4.

    Persiapan:

    - Pengumpulan Data - Klasifikasi Data

    Data Spasial:

    - Peta Administrasi - Peta Tata guna lahan

    Data Atribut:

    - Data tata guna lahan - Data Administrasi - Data Jumlah Penduduk

    Editing data spasial Pemilihan dan pengelompokan data

    atribut

    Cek kesalahan

    (Editing OK)

    Editing data atribut

    Penyimpanan Data Spasial

    Cek Kesalahan

    (editing OK)

    Penyimpanan data atribut

    A

    Topologi

    (OK)

    Editing data spasial

    Membangun topologi

    A

    Penggabungan antara data spatial dan atribut

    Analisa Luas RTH,produksi dan kebutuhan konsumsi

    Oksigen

    Analisa untuk mengetahui kesesuaian kebutuhan

    konsumsi oksigen

    Peta Kesesuaian Kebutuhan Konsumsi Oksigen

    kesesuain kebutuhan konsumsi Oksigen di ukur dengan kriteria:

    - Jumlah oksigen yang di produksi

    - Jumlah konsumsi Oksigen

    - Jumlah penduduk

  • INDUSTRI INOVATIF Vol. 3, No. 2, September 2013: 28 - 31

    30

    Gambar 4. Penyajian hasil per kecamatan

    Proses analisis yang dilakukan dengan menggunakan spasial ruang terbuka hijau dan jumlah penduduk yang di proses per kecamatan dengan memanfaatkan teknologi sistem informasi geografis, ntuk mengetahui kesesuaian konsumsi kebutuhan oksigen di Kota malang, dimana hasilnya dapat diperlihatkan dalam bentuk grafik, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 5.

    Gambar 5. Grafik hasil kesesuaian kebutuhan

    konsumsi oksigen Pembahasan Pembahasan hasil analisa kesesuaian kebutuhan konsumsi oksigen berdasarkan luasan rth, produksi oksigen, konsumsi oksigen ideal, dan jumlah penduduk, penjelasan hasil untuk analisa kesesuaian kebutuhan konsumsi oksigen pada tiap masing-masing kecamatan adalah sebagai berikut. 1. Kecamatan Kedungkandang

    Kecamatan Kedungkandang memiliki luas RTH 25.773.802 m dari luas keseluruhan seluas 40.013.514 m, dan memiliki penduduk sebanyak 193.779 jiwa. Mampu memproduksi oksigen sebanyak 1.546.428

    kg/hari untuk mencukupi kebutuhan konsumsi oksigen penduduk berjumlah 193.779 jiwa untuk perharinya, yang mana 1 orang penduduk membutuhkan oksigen untuk di konsumsi sebanyak 0,864 kg/hari atau dengan total keseluruhan sebesar 167.425 kg/hari, sehingga dapat di simpulkan bahwa kebutuhan konsumsi oksigen di kecamatan kedungkandang di nyatakan sesuai.

    2. Kecamatan Sukun

    Kecamatan sukun memiliki luas RTH 7.667.238 m dari luas keseluruhan seluas 21.192.688 m, dan memiliki jumlah penduduk sebanyak 191.255 jiwa. Mampu memproduksi oksigen sebanyak 460.034 kg/hari untuk mencukupi kebutuhan konsumsi oksigen penduduk berjumlah 191.255 jiwa untuk perharinya, yang mana 1 orang penduduk membutuhkan oksigen untuk di konsumsi sebanyak 0,864 kg/hari (Herliani 2007,dalam niti sesanti, Eddy Basuki dan Mustika Anggraini 2011) atau dengan total keseluruhan sebesar 165.244 kg/hari, sehingga dapat di simpulkan bahwa kebutuhan konsumsi oksigen di kecamatan Sukun di nyatakan sesuai.

    3. Kecamatan Klojen

    Kecamatan klojen memiliki luas RTH 394.977 m dari luas area keseluruhan Kecamatan Klojen yaitu 8.893.291 m, dan memiliki jumlah penduduk sebanyak 110.700 jiwa. Mampu memproduksi oksigen sebanyak 23.698 kg/hari untuk mencukupi kebutuhan konsumsi oksigen penduduk berjumlah 110.700 jiwa, yang mana 1 orang penduduk membutuhkan oksigen untuk di konsumsi sebanyak 0,864 kg/hari atau dengan total keseluruhan sebesar 95.644 kg/hari, sehingga dapat di simpulkan bahwa kebutuhan konsumsi oksigen di kecamatan Klojen di nyatakan kurang sesuai.

    4. Kecamatan Lowokwaru

    Kecamatan Lowokwaru memiliki luas RTH 7.677.810 m dari luas keseluruhan 23.201.038 m, dan memiliki jumlah penduduk sebanyak 161.204 jiwa. Mampu memproduksi oksigen sebanyak 460.668 kg/hari untuk mencukupi kebutuhan konsumsi oksigen penduduk berjumlah 161.204 jiwa, yang mana 1 orang penduduk membutuhkan oksigen untuk di konsumsi

  • Kebutuhan Oksigen dengan Analisis Lahan Hijau Dedy

    31

    sebanyak 0,864 kg/hari atau dengan total keseluruhan sebesar 139.280 kg/hari, sehingga dapat di simpulkan bahwa kebutuhan konsumsi oksigen di kecamatan Lowokwaru di nyatakan sesuai.

    5. Kecamatan Blimbing

    Kecamatan Blimbing memiliki luas RTH 3.253.833 m dari luas keseluruhan 17.670.381 m, dan memiliki jumlah penduduk sebanyak 188.314 jiwa. Mampu memproduksi oksigen sebanyak 195.230 kg/hari untuk mencukupi kebutuhan konsumsi oksigen penduduk berjumlah 188.314 jiwa, yang mana 1 orang penduduk membutuhkan oksigen untuk di konsumsi sebanyak 0,864 kg/hari atau dengan total keseluruhan sebesar 162.700 kg/hari, sehingga dapat di simpulkan bahwa kebutuhan konsumsi oksigen di kecamatan Blimbing di nyatakan sesuai.

    KESIMPULAN

    Dari hasil analisa produksi dan konsumsi oksigen di Kota Malang dapat di simpulkan bahwa dari 5 kecamatan yang ada di kota Malang 1 di antaranya memiliki konsumsi oksigen yang kurang sesuai yaitu kecamatan Klojen yang memiliki jumlah penduduk 110.700 jiwa, dengan kebutuhan konsumsi oksigen 0,214 kg/hari atau kurang dari 0,864 kg yang merupakan nilai ideal kebutuhan konsumsi oksigen. Sedangkan 4 kecamatan lainnya yaitu kecamatan Kedungkandang yang memiliki jumlah penduduk 193.779 jiwa, dengan kebutuhan konsumsi oksigen 7,980 kg/hari atau lebih dari nilai ideal 0,864 kg. Untuk kecamatan Lowokwaru memiliki penduduk 161.204 jiwa dengan kebutuhan konsumsi oksigen 2,857 kg/hari atau lebih dari nilai kebutuhan konsumsi idealnya. Kecamatan Sukun memiliki penduduk berjumlah 191.255 jiwa dengan kebutuhan konsumsi oksigen 2,405

    kg/hari atau lebih dari nilai kebutuhan konsumsi oksigen idealnya yaitu 0,864 kg/hari. Untuk kecamatan Blimbing memiliki penduduk berjumlah 188.314 jiwa dengan kebutuhan konsumsi oksigen sebesar 1,036 kg/hari, dimana produksi oksigennya berjumlah 195.230 kg, sehingga masuk kebutuhan konsumsi oksigen ideal yaitu 864 kg dan berlebih 162.703 kg . DAFTAR PUSTAKA Artikel,Wikipedia.SIG.http://id.wikipedia.org

    /wiki/Sistem_informasi_geografis (diakses tanggal 27 januari 2013)

    Sesanti, Niti, Basuki eddy dan Anggraeni, Mustika, 2011 Optimasi Hutan Sebagai Penghasil Oksigen Kota Malang Malang: Jurusan wilayah dan kota fakultas teknik Universitas Brawijaya.

    Muis A.B. 2005. Analisis kebutuhan Ruang terbuka hijau berdasarkan kebutuhan oksigen dan Air di kota Depok Jawa Barat (tesis). Bogor: depatemen arsitektur landskap Fakultas pertanian, Instititut Pertanian Bogor.

    Eddy Prahasta , Maret 2011, ArcGis Desktop Untuk Bidang Geodesi Bandung.

    Menteri Pekerjaan umum. 2008. Peraturan Pekerjaan menteri pekerjaan umum No.5 Tahun 2008 Tentang: Pedoman penyediaan dan pemanfaatan Ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan.

    Presiden Republik Indonesia. 1992. Undang-undang No.24 tahun1992 tentang penataan ruang.

    Menteri Dalam Negeri. 2007. Peraturan Menteri Dalam Negeri NO.1 Tahun 2007 Tentang: Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan.

    Artikel Wikipedia. Kota Malang http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Malang (diakses 10 juni 2013)

  • INDUSTRI INOVATIF Vol. 3, No. 2, September 2013: 32 - 34

    32

    STUDENTS COMPREHENSIONIN UNDERSTANDING ENGINEERING ENGLISH THROUGH READING INSTRUCTION

    1)Addy Utomo

    1)English Lecturer of ITN Malang

    ABSTRAK

    Englishis an important language to communicate for any levels of students. Unfortunetely, although the students get this language from early, they still cannot master it well. They are not good in passing many skills of English, just like the speakingskill, writingskill, readingskill, and also listening skill. As a matter of the fact above, it makes the teachers have an additional duty to give a better method in teaching them in order that they can accept the lesson well and get a better result at the end. That is why the researcher is interested in conducting a method, reading instruction, to be implemented in EngineeringDepartment of ITN Malang in the first semester.Here, the researcher faces a prob