li tutor 1

11
1. PATOFISIOLOGI Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan aselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan deselerasi adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak. Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera

Upload: tarsiah-ningsih

Post on 08-Dec-2015

215 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

LALALAAA

TRANSCRIPT

Page 1: LI TUTOR 1

1. PATOFISIOLOGI

Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi

patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan aselerasi terjadi jika benda yang sedang

bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena

kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan deselerasi adalah bila kepala membentur

objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini

mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung,

seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa

dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan

dan robekan pada substansi alba dan batang otak.

Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu cedera otak

primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi saat atau

bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya

menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi

stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak,

laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan

trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam

tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan

sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik

sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi

atau tak ada pada area cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma

ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa

perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus- menerus

dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan

permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi

intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK)

Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi

perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan

Page 2: LI TUTOR 1

kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik

yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas.

2. GEJALA KLINIS

Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak.

1. Cedera kepala ringan

a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.

b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.

c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku

Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih lama

setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.

Page 3: LI TUTOR 1

2. Cedera kepala sedang

a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan atau hahkan

koma.

b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik,

perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot,

sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.

3. Cedera kepala berat,

a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya

penurunan kesehatan.

b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka, fraktur

tengkorak dan penurunan neurologik.

c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.

d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut.

3. PENEGAKAN DIAGNOSIS

Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada gangguan system persyarafan

berhubungan dengan trauma kepala adalah sebagai berikut:

a. Identitas pasien

b. Riwayat kesehatan

Pada umumnya pasien cedera kepala datang ke rumah sakit dengan penurunan

kesadaran, bingung, muntah, sakit kepala, luka di kepala, akumulasi sputum, liguor

dari hidung dan telinga.

c. Pemeriksaan fisik

- Aspek neurologis : tingkat kesadaran, disorientasi orang / tempat, perubahan

TTV, kejang, gangguan nervus.

- Aspek kardiovaskuler, tekanan darah menurun, apabila terjadi peningkatan

TIK, maka tekanan darh meningkat, nadi bradikardi, kemudian takikardi,

irama tidak teratur.

- Aspek sistem pernafasan, perubahan pola nafas, irama dan kedalaman, adanya

sekret pada trakheobronkhiolus.

Page 4: LI TUTOR 1

- Aspek sistem eliminasi : retensi/inkontinensia, ketidakseimbangan cairan dan

elektrolit.

- Aspek sistem gastrointestinal : kaji tanda-tanda penurunan fungsi pencernaan,

mual dan muntah.

d. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dalam menegakkan diagnosa cedera kepala

antara lain dengan X-Ray, CT Scan, Angiografi.

e. Pemeriksaan laboratorium

4. KOMPLIKASI

1. Edema pulmonal

Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin berasal dari

gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan dewasa. Edema paru

terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan tekanan

perfusi dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan darah

sistematik meningkat untuk memcoba mempertahankan aliran darah keotak, bila

keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi

respirasi berkurang, tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk

keadan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang

membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala. Peningkatan

vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke

paru, perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses

berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida

dari darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.

2. Peningkatan TIK

Tekana intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15 mmHg, dan herniasi

dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah yang mengalir dalam otak

disebut sebagai tekan perfusi rerebral. yang merupakan komplikasi serius dengan

akibat herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal jantung serta kematian.

Page 5: LI TUTOR 1

3. Kejang

Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut. Salah satunya

tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan

obat yang paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan secara intavena. Hati-

hati terhadap efek pada system pernafasan, pantau selama pemberian diazepam, frekuensi

dan irama pernafasan.

4. Kebocoran cairan serebrospinalis

Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak

basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek meninges, sehingga CSS

akan keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi

bantalan steril di bawah hidung atau telinga.

5.Infeksi

5. TATALAKSANA

Penatalaksanaan Awal

Primary Survey

Airway, dengan Kontrol Servikal (Cervical Spine Control)

Breathing dan Ventilasi

Circulation dengan Kontrol Perdarahan

Disability (Neurologic Evaluation)

Exposure

Resusitasi

Airway

Breathing / ventilasi / oksigenasi

Circulation (dengan kontrol perdarahan)

* Tambahan : monitoring EKG, kateter gaster dan uretra, monitoring lain seperti laju

pernpasan, análisis gas darah, pulse oxymetry, tekanan darah, pemeriksaan X-Ray dan

pemeriksaan tambahan lain.

Secondary Survey

Anamnesis : Riwayat "AMPLE"

head to toe examination

Page 6: LI TUTOR 1

Terapi Medikamentosa :

Cairan intravena

Hiperventilasi

Antikonvulsan

Manitol

Barbiturat

6. PROGNOSIS

Prognosis pada cedera kepala mengacu pada tingkat keparahan yang dialami.Nilai GCS

saat pasien pertama kali datang ke rumah sakit memiliki nilai prognosis yang besar. Nilai

GCS antara 3-4 memiliki tingkat mortalitas hingga 85%, sedangkan nilai GCS diatas 12

memiliki nilai mortalitas 5-10%. Gejala-gejala yang muncul pasca trauma juga perlu

diperhatikan seperti mudah letih, sakit kepala berat, tidak mampu berkonsentrasi dan

irritable.

7. SEKUELE

Sekuele Dini Intra Kranial : Perubahan dinamis karena adanya hematom

Sekuele Dini Sistemik :Kerusakan otakPerubahan strukturPerubahan dinamisPerubahan metabolismHilangnya fungsi

Sekuele Intra Kranial Lanjut Berupa komplikasi :

Hipertensi intra kranial Spasme pemb. darah Deregulasi serebro vaskuler Infeksi intra kranial Epilepsi

Sekuele Sistemik Lanjut

Page 7: LI TUTOR 1

* Perubahan tek.darah* Perobahan keseimbangan cairan* Perdarahan GIT

8. DERAJAT PENYAKIT

Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan

neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala

a. Cedera Kepala Ringan (CKR)

GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit atau

mengalami amnesia retrograde.

b. Cedera Kepala Sedang (CKS)

GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi

kurang dari 24 jam.

c. Cedera Kepala Berat (CKB)

GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia

lebih dari 24 jam.

Daftar referensi :

1. Brain Injury Association of America. Types of Brain Injury. Http://www.biausa.org

[diakses 19 Juni 2008]

2. Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan. Cedera Kepala. Jakarta : Deltacitra

Grafindo, 2005

3. Arief Mansjoer, at al. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculpius. Jakarta : 2000