li tutor 1
DESCRIPTION
LALALAAATRANSCRIPT
1. PATOFISIOLOGI
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi
patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan aselerasi terjadi jika benda yang sedang
bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena
kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan deselerasi adalah bila kepala membentur
objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini
mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung,
seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa
dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan
dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu cedera otak
primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi saat atau
bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya
menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi
stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak,
laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan
trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam
tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan
sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik
sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi
atau tak ada pada area cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma
ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa
perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus- menerus
dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan
permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi
intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi
perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan
kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik
yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas.
2. GEJALA KLINIS
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak.
1. Cedera kepala ringan
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih lama
setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.
2. Cedera kepala sedang
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan atau hahkan
koma.
b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik,
perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot,
sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.
3. Cedera kepala berat,
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya
penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka, fraktur
tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut.
3. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada gangguan system persyarafan
berhubungan dengan trauma kepala adalah sebagai berikut:
a. Identitas pasien
b. Riwayat kesehatan
Pada umumnya pasien cedera kepala datang ke rumah sakit dengan penurunan
kesadaran, bingung, muntah, sakit kepala, luka di kepala, akumulasi sputum, liguor
dari hidung dan telinga.
c. Pemeriksaan fisik
- Aspek neurologis : tingkat kesadaran, disorientasi orang / tempat, perubahan
TTV, kejang, gangguan nervus.
- Aspek kardiovaskuler, tekanan darah menurun, apabila terjadi peningkatan
TIK, maka tekanan darh meningkat, nadi bradikardi, kemudian takikardi,
irama tidak teratur.
- Aspek sistem pernafasan, perubahan pola nafas, irama dan kedalaman, adanya
sekret pada trakheobronkhiolus.
- Aspek sistem eliminasi : retensi/inkontinensia, ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.
- Aspek sistem gastrointestinal : kaji tanda-tanda penurunan fungsi pencernaan,
mual dan muntah.
d. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dalam menegakkan diagnosa cedera kepala
antara lain dengan X-Ray, CT Scan, Angiografi.
e. Pemeriksaan laboratorium
4. KOMPLIKASI
1. Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin berasal dari
gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan dewasa. Edema paru
terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan tekanan
perfusi dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan darah
sistematik meningkat untuk memcoba mempertahankan aliran darah keotak, bila
keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi
respirasi berkurang, tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk
keadan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang
membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala. Peningkatan
vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke
paru, perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses
berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida
dari darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.
2. Peningkatan TIK
Tekana intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15 mmHg, dan herniasi
dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah yang mengalir dalam otak
disebut sebagai tekan perfusi rerebral. yang merupakan komplikasi serius dengan
akibat herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal jantung serta kematian.
3. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut. Salah satunya
tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan
obat yang paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan secara intavena. Hati-
hati terhadap efek pada system pernafasan, pantau selama pemberian diazepam, frekuensi
dan irama pernafasan.
4. Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak
basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek meninges, sehingga CSS
akan keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi
bantalan steril di bawah hidung atau telinga.
5.Infeksi
5. TATALAKSANA
Penatalaksanaan Awal
Primary Survey
Airway, dengan Kontrol Servikal (Cervical Spine Control)
Breathing dan Ventilasi
Circulation dengan Kontrol Perdarahan
Disability (Neurologic Evaluation)
Exposure
Resusitasi
Airway
Breathing / ventilasi / oksigenasi
Circulation (dengan kontrol perdarahan)
* Tambahan : monitoring EKG, kateter gaster dan uretra, monitoring lain seperti laju
pernpasan, análisis gas darah, pulse oxymetry, tekanan darah, pemeriksaan X-Ray dan
pemeriksaan tambahan lain.
Secondary Survey
Anamnesis : Riwayat "AMPLE"
head to toe examination
Terapi Medikamentosa :
Cairan intravena
Hiperventilasi
Antikonvulsan
Manitol
Barbiturat
6. PROGNOSIS
Prognosis pada cedera kepala mengacu pada tingkat keparahan yang dialami.Nilai GCS
saat pasien pertama kali datang ke rumah sakit memiliki nilai prognosis yang besar. Nilai
GCS antara 3-4 memiliki tingkat mortalitas hingga 85%, sedangkan nilai GCS diatas 12
memiliki nilai mortalitas 5-10%. Gejala-gejala yang muncul pasca trauma juga perlu
diperhatikan seperti mudah letih, sakit kepala berat, tidak mampu berkonsentrasi dan
irritable.
7. SEKUELE
Sekuele Dini Intra Kranial : Perubahan dinamis karena adanya hematom
Sekuele Dini Sistemik :Kerusakan otakPerubahan strukturPerubahan dinamisPerubahan metabolismHilangnya fungsi
Sekuele Intra Kranial Lanjut Berupa komplikasi :
Hipertensi intra kranial Spasme pemb. darah Deregulasi serebro vaskuler Infeksi intra kranial Epilepsi
Sekuele Sistemik Lanjut
* Perubahan tek.darah* Perobahan keseimbangan cairan* Perdarahan GIT
8. DERAJAT PENYAKIT
Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan
neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala
a. Cedera Kepala Ringan (CKR)
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit atau
mengalami amnesia retrograde.
b. Cedera Kepala Sedang (CKS)
GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam.
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia
lebih dari 24 jam.
Daftar referensi :
1. Brain Injury Association of America. Types of Brain Injury. Http://www.biausa.org
[diakses 19 Juni 2008]
2. Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan. Cedera Kepala. Jakarta : Deltacitra
Grafindo, 2005
3. Arief Mansjoer, at al. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculpius. Jakarta : 2000