levi satrauss dalam si kabayan

Upload: taufik-yuliawan

Post on 06-Jul-2015

170 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dongeng Si Kabayan merupakan cerita khas yang hidup di masyarakat Sunda. Kekhasannya bahkan terkenal bukan saja di masyarakat asalnya, tapi telah menyebar di masyarakat yang lebih luas (Indonesia). Misalnya, Si Kabayan telah dilirik produser film dan dijadikan produksi film nasional (Si Kabayan Saba Kota) yang penyebarannya mencakup wilayah Indonesia. Meski dalam hal ini cerita Si Kabayan telah mengalami ransformasi yang disesuaikan dengan keadaan zaman, tetapi tetap mempunyai hakikat yang sama dengan cerita lisan yang biasa dituturkan di masyarakat. Cerita Si Kabayan adalah folklor orang Sunda yang bersifat humor yang kadang dipakai untuk menyentil masyarakatnya sendiri dalam menyikapi realitas kehidupan dengan cara humor, dan tentu saja dalam hal ini perkembangan cerita disesuaikan dengan situasi dan keadaan zaman. Si Kabayan sering disebut sebagai gambaran manusia Sunda. Untuk hal ini, mungkin betul dan mungkin salah, sebab dalam kenyataannya manusia Sunda itu sangat beragam. Penelitian lebih lanjut yang mendalam sangat diperlukan untuk penetapan lebih lanjut bahwa Si kabayan adalah prototipe orang Sunda. Dalam perkembangan yang lebih kini, Si Kabayan telah mengalami berbagai macam proses kreatif, baik berupa pertunjukan sandiwara/teater, sinetron, film, dan juga terbit dalam bentuk tulisan. Misalnya, ada yang menulis dengan judul Si Kabayan Jadi Wartawan, Si Kabayan Jadi Lebe, dan masih banyak versi-versi lain. Si Kabayan sebagai tokoh utama dalam cerita Si Kabayan adalah manusia yang selalu dilecehkan orang. Hal ini terjadi karena berhubungan dengan sifat-sifat Si Kabayan yang pemalas dan terkesan bodoh. Namun demikian Si Kabayan seringkali membuat kejutan dengan hal-hal yang tidak terpikirkan sebelumnya oleh orang lain. Si Kabayan menjadi cerdik namun masih tetap tampak dalam keluguan dan mungkin kebodohannya. Si Kabayan juga menjadi bahan omelan mertuanya karena kemalasannya, namun demikian Si Kabayan tetap disayang mertua. Dia selalu mengalami nasib yang bagus meski dalam keadaan yang terdesak sekalipun.

1

Sebenarnya, Si Kabayan mempunyai sejarah yang tidak jelas, misalnya siapa orangtuanya atau saudara lainnya, karena dalam bentuk lisan Si Kabayan seperti datang dari dunia yang tiba-tiba. Ketika saya kecil Si Kabayan sudah ada, bahkan ketika ayah saya masih kecil Si Kabayan pun sudah ada. Dan sekarang Si Kabayan itu masih ada dan hidup di pikiran masyarakat Sunda. Si Kabayan memang seperti sebuah ketibatibaan, tiba-tiba dia sudah berada atau berkekeluarga dengan Nyi Iteung, bahkan diceritakan tak pernah mempunyai anak. Kisah Si Kabayan bukanlah sejarah rigid (Muhtar Ibnu T., 2005:8), ia adalah sebuah ide atau konsep yang elastis, yang mengalir mengikuti arus zaman. Ia akan tetap hidup dan aktual jika sosoknya dihidupkan sesuai dengan situasi dan semangat zaman. Karena itu sosoknya mengalami trasnformasi yang terus menerus. Karakter Si Kabayan ditentukan bukan saja oleh semangat zaman, tapi juga oleh pemahaman si penulis atau cara pandang dan misi penulis. Si Kabayan bisa menjadi manusia yang malasnya minta ampun, atau dia juga bisa menjadi Si Kabayan yang sangat cerdik, yang berargumen meyakinkan, atau dia bisa menjadi Si Kabayan yang rajin bekerja dengan kesadaran tinggi. Dongeng Si Kabayan yang akan saya teliti adalah cerita yang sudah dibentuk dalam tulisan dan berupa kumpulan cerita pendek, berupa episode-episode tokoh Si Kabayan dalam menghadapi berbagai persoalan hidup di lingkungannya. Pada kumpulan cerita ini latar sudah mengalami pergeseran, misalnya kita akan menemukan Si Kabayan naik mobil. Kita tahu, bahwa sebuah dongeng merupakan gambaran kejadian pada zaman dahulu. Biasanya disampaikan dalam bentuk lisan. Kemudian pada perkembangan berikutnya cerita-cerita itu ditulis dan dipublikasikan. Dongeng mungkin cerita khayalan, tetapi dari situ kita bisa melihat bahwa khayalan dalam dongeng bukan khayalan yang tanpa pijakan. Dongeng tetap mempunyai sumber dari mana dirinya datang. Dalam hal inilah Levi Strauss mengatakan bahwa dongeng merupakan hasil dari nirsadar seseorang atau kelompok masyarakat. Karena itu untuk memahami struktur mitos dapat dijelaskan dengan menunjuk pada fungsinya, yakni sebagai media untuk mengembangkan suatu argumen logis dalam bentuk proposisi-proposisi. Melalui cara ini mitos dianggap dapat membantu memecahkan atau menjelaskan berbagai kontradiksi yang ada dalam berbagai kepercayaan yang dianut oleh suatu masyarakat (Ahimsa, 2001). Melalui

2

pemikiran tersebut, sebagai asumsi dasar, saya akan mencoba menganalisis Si Kabayan dengan menggunakan pendekatan Strukturalisme Levi Strauss. 1.2 Permasalahan Si Kabayan,

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. Permasalahan pertama yaitu bagaimana sebagai anggota masyarakat Sunda, dalam menghadapi persolan pribadi dan kemasyarakatannya. Kedua, pikiran-pikiran apa saja yang ada dibalik kisah Si kabayan. 1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian terhadap cerita Si Kabayan ini diharapkan dapat memenuhi dua tujuan pokok, yaitu tujuan teoritis dan praktis. Secara teoritis, penelitian ini bertujuan untuk menerapkan teori Strukturalisme Levi Strauss dalam cerita Si Kabayan. Secara praktik, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah apresiasi pembacaan yang mendalam terhadap cerita rakyat, khususnya, Si Kabayan. Pembacaan yang mendalam ini harus memberi gambaran yang komprehensif tentang pikiran-pikiran sebuah masyarakat dalam menghadapi persoalan hidup. 1.4 Metode Penelitian

Berkaitan dengan sifat penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode yang sesuai dengan sifat-sifat penelitian ini. Metode dalam studi sastra memiliki ukuran keilmiahan tersendiri yang ditentukan oleh karakteristiknya sebagai suatu sistem (Chamamah-Soeratno, 1991:16). Dengan demikian, metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan Strukturalisme Levi Strauss, yaitu melihat mitos sebagai human mind yang dalam dirinya terdapat nilai-nilai kemasyarakatan.

3

BAB II KAJIAN TEORI Seperti disebutkan sebelumnya, penelitian ini menggunakan pendekatan

Strukturalisme Levi Strauss. Alasan pemilihan teori ini berdasar pada pendapat, bahwa teori Levi Strauss mengkaji cara bekerja nalar manusia (human mind), yang antara lain melalui mitos. Levi Strauss memilih mitos karena di dalam mitos pikiran manusia terekspresikan dengan bebas, dan dibalik pikiran manusia yang bebas itu, mengandung struktur-struktur. Dengan kata lain teori ini tidak hanya mengarahkan hasil penelitian pada upaya mengungkapkan makna referensinya, tetapi juga untuk mengungkapkan tata bahasanya atau hukum-hukum (struktur) yang berada di balik mitos atau yang mengatur proses perwujudan fenomena yang bersifat tidak disadari (Ahimsa, 2001:71). Levi Strauss adalah seorang ahli antropologi berkebangsaan Prancis. Dia seorang Yahudi yang lahir di Brussles, Belgia pada 28 November 1908. Sejak kecil dia mempunyai minat yang kuat terhadap seni dan di kemudian hari minatnya itu menguatkan arah hidupnya terutama dalam hubungannya dengan dunia akademik. Buku-bukunya tentang mitos serta analisinya tentang motif-motif hias tatto, topeng, serta model musik yang digunakannya, cukup jelas memperlihatkan minatnya yang dalam terhadap seni serta pengaruh seni itu sendiri terhadap cara dia memandang fenomena budaya. Karier Levi Strauss dimulai dari dering telpon ketika Celestin Bougle, yang pernah membimbingnya menyusun tesis master filsafat. Bougle menyarankan agar levi Strauss melamar sebagai pengajar dalam bidang sosiologi di Universitas Sao Paulo, Brazil. Dan kemudian Levi Strauss berangkat ke Brazil pada 1935. Ketika itulah dirinya sangat anti terhadap pemikiran Durkheim dan Comte, sementara dia diharapkan untuk mengajar sosiologi yang berdasarkan pada pandangan kedua tokoh itu. Selama di Brazil Levi Strauss memperoleh kesempatan untuk mengadakan ekspedisi ke daerah-daerah pedalaman. Dari pengalaman batinnya ini dia berhasil menulis semacam laporan perjalanan plus otobiografi yang mengesankan, yang membuat namanya melejit di negerinya, Prancis. Tulisannya berjudul Tristes Trofique, menjadi semacam etnographic baptism bagi Levi Strauss. Melalui buku ini Levi Strauss seakan-akan telah menginisiasi dirinya sendiri masuk ke dalam sebuah disiplin yang pendidikan formalnya tidak pernah dia peroleh selama dia belajar di tingkat universitas (Henaff,1998:247 via Ahimsa), yakni antropologi.

4

Tahun 1939 Levi Strauss kembali ke Prancis dan tahun 1940 dia berhasil menjadi guru besar filsafat di Montpellier. Tetapi karena keyahudiaanya dan pada saat itu berlaku undang-undang rasial maka dirnya dipecat. Pada tahun inilah dia membaca buku etnologi yang kemudian juga menentukan perjalanan kariernya sebagai ahli antropologi di kemudian hari, yaitu buku tentang sistem kekerabatan di Cina yang ditulis oleh Marcel Granet. Setelah dipecat dari jabatananya dia pindah ke New York, Amerika atas undangan New School for Social Research. Di sinilah dia bersahabat dengan Max Ernst, dan berkenalan dengan tokoh-tokoh Antropologi dari Universitas Columbia seperti Frans Boas, Ruth Benedict, A.L. Kroeber, dan Ralp Linton. Di New York inilah kecenderungan struktural yang sudah lama ada dalam dirinya kian berkembang dan matang, berkat pertemuannya dengan ahli bahasa ternama Roman Jacobson. Tahun 1947 Levi Strauss kembali ke Prancis, dia sempat menjadi sahabat dekat Jack Lacan dan banyak berdiskusi tentang psikoanalisis ataupun filsafat. Selanjutnya karier Levi Strauss semakin memuncak1, dan tahun-tahun berikutnya paradigma struktural yang dirintis oleh Levi Strauss terasa semakin mantap, sebagaimana tercermin dalam bukunya Totemisme dan Savage Mind. Berbagai karyanya yang monumental adalah berupa tetralogi mengenai mitos-mitos orang Indian di benua Amerika yang dianalisis secara struktural, yakni: The Raw and The Cooked, From Honey to Asbes, The Origin of Table Manners, dan The Naked Man. Sedangkan beberapa bukunya yang terbit setelah tetralogi dan masih kuat memperlihatkan jejak strukturalnya adalah: The Wayof the Mask, Myth and Meaning, The View From Afar, Antropologi and Myth, The Jealous Potter, dan The Story of Lynx. 2.1 Analisis Struktural Mitos : Metode dan Prosedur Analisis struktural Levi Strauss atas mitos sebenarnya juga diilhami oleh teori informasi (Leach via Ahimsa, 2001) atau lebih tepat mungkin teori komunikasi. Mitos dalam persfektif ini dipahami bukan saja sebagai dongeng belaka, tapi merupakan tempat dimuatnya berbagai pesan. Di sini terdapat si penerima dan si pemberi pesan, dan dalam hal mitos si pemberi pesan ini tidak jelas siapa dan dari mana, yang jelas bahwa si pemberi pesan adalah nenek moyang, sedang si penerima adalah generasi sekarang. Artinya, ada komunikasi antara dua generasi yang berbeda yang bersifat searah.1

Lihat Ahimsa dalam Strukturalisme Levi Strauss. Mitos dan karya Sastra. 2001

5

Levi Strauss membuat landasan

analisis terhadap mitos sebagai berikut.

Pertama, Mitos dimaknai tidak sebagai yang berdiri sendiri tetapi maknanya merupakan kombinasi antara satu dengan yang lainnya. Kedua, meski mitos masuk dalam kategori bahasa, namun mitos bukanlah sekedar bahasa. Artinya, hanya ciri-ciri tertentu saja dari mitos yang bertemu dengan ciri-ciri bahasa. Ketiga, ciri-ciri ini dapat ditemukan bukan pada tingkat bahasa itu sendiri tapi di atasnya. Ketiga hal inilah, terutama yang ketiga, menyiratkan bahwa Levi Strauss sebenarnya berusaha mendapatkan tata bahasa dari bahasa mitos. Mitos sebagai bahasa memiliki tatabahasanya sendiri, dan Levi Strauss tampaknya berupaya untuk mengungkapkan tata bahasa ini dengan menganalisis unsur terkecil dari bahasa mitos, yakni myteme atau ceriteme. a. Mencari Miteme Myteme menurut Levi Strauss adalah unsur-unsur dalam konstruksi wacana mitis (mythical discourse), yang juga merupakan satuan-satuan yang bersifat kosokbali (oppositional), relatif, dan negatif. Dalam hal ini dia mengikuti pandangan Jakobson dan menyebut myte sebagai purely differential and contentless sign. Oleh karena itu dalam menganalisis mitos atau ceritera, makna dari kata yang ada dalam cerita harus dipisahkan dengan makna myteme atau ceriteme, yang juga berupa rangkaian kata-kata dalam ceritera tersebut. Misalnya saja, makna dari ceriteme matahari atau relasi sosial tertentu, seperti menikah, membunuh, mencari, menolong, dan sebagainya dalam sebuah mitos, perlu dibedakan dengan tema ceriteme-ceriteme tersebut dalam dongengdongeng yang lain, yang terkait satu sama lain membentuk sebuah rangkaian. Makna ceriteme matahari misalnya, hanya dapat lahir dari relasi kosokbali dan korelatifnya dengan ceriteme-ceriteme lain dalam suatu ceritera. Makna ini sebaiknya juga tidak dicari hanya dari satu ceritera saja, tetapi dari kombinasi-kombinasi ceritera yang ada. Jadi walaupun unit-unit dasar dari sebuah mitos adalah kalimat-kalimat atau kata, namun unit-unit ini sebaiknya diperlakukan seperti fonem, sehingga suatu ceriteme akan dapat menjadi meaningless units that are opposed within a system, where they create meanings precisely because of this opposition (1985:145). Menurut Levi-Strauss, suatu ceritera tidak pernah memberikan makna tertentu yang sudah pasti dan mapan pada pendengarnya. Sebuah dongeng sebenarnya hanya memberikan pada pendengarnya sebuah grid (kisi). Kisi ini hanya dapat ditentukan dengan melihat pada aturan-aturan yang mendasari konstruksinya. Bagi warga

6

masyarakat

pendukung

mitos

ini,

kata

Levi-Strauss,

tidak

memberikan

atau

menunjukkan makna mitos itu sendiri, tetapi menunjukan sesuatu yang lain lagi, yaitu pandangan-pandangan mengenai dunia, masyarakat dan sejarahnya, yang sedikit banyak diketahui oleh warga pemilik mitos tersebut. b. Menyusun Miteme: Sintagmatis dan Paradigmatis Mitos sering dimaknai sebagai sebuah cerita lampau yang biasanya mempunyai hubungan kuat dengan suatu peristiwa tertentu dalam sebuah masyarakat. Mitos seolah-olah sesuatu yang hanya ada dalam kurun waktu yang sangat lampau bahkan penuh rahasia dan tidak setiap orang bisa bebas mengetahuinya. Hal itu memang tidak sepenuhnya salah atau sepenuhnya benar. Dalam hal ini Ahimsa Putra (2001) mengatakan, karena sifatnya ini mitos sering kali dipandang sebagai sesutau yang suci, wingit, atau bertuah, dan tidak semua orang dapat atu boleh mengetahuinya. Mitos ini kemudian dijadikan alat pembenaran atau sumber kebenaran dari suatu peristiwa atau kejadian tertentu, dan menjadi alat legitimasi kekuasaan pihakpihak tertentu. Adapun tujuan spesifik strukturalisme adalah membangun struktur yang ada pada fenomena budaya. Dengan kata lain untuk membuktikan bahwa ada semacam logika dalam kualitas yang dapat disentuh, dan untuk menggambarkan kerja logika tersebut dan menunjukkan aturan-aturannya (Saifudin lewat Abdulah,2004). Sturkturalisme berniat merekonstruksi struktur yang tidak kelihatan itu dengan cara mencoba menemukan hubungan ekuivalensi formal, isomorfisme, dan aturan-aturan transformasi yang terjadi diantara tingkat kode yang berbeda. Tujuan akhir dari Levi Strauss adalah merekonstruksi sejenis kode universal dan invarian atas segala struktur invarian yang merangkum dan menghasilkan semua struktur lain (Cremers & de Santo, 1997:24). Struktur sifatnya universal yang menentukan adalah keteraturan dan yang menjadi soal ialah mengenali keteraturannya itu, yang disebut orang struktur (van Ball, 1988:118). Karena menurut Levi Strauss, bahwa otonomi, kebebasan, dan orisinalitas unik manusia tidak ada. Sebaliknya semua itu harus direduisasi menjadi mahluk hidup yang terintegrasi di dalam alam dan yang akhirnya ditentukan oleh proses alam. Cara memahami fenomena budaya melalui Levi Strauss yang paling penting adalah mengenal konsep transformasi. Sebagaimana tujuan kajian struktural ialah menjelaskan dunia pengalaman dan memahami rasionalitas dasar yang menyangga

7

dunia fenomenal ini. Hal tersebut dicapai dengan penyingkapan amanat yang sering bersifat singkat padat (kriptik) dan terkodekan, yang muncul sebagai hasil transformasi (Kaplan, 1990:245). Transformasi berbeda pengetiannya dengan perubahan, menurut Ahimsa (2001:62) transformasi menunjuk pada berubahnya sesuatu tetapi seolah-olah tanpa melalui sebuah proses, atau proses tersebut tidak dipandang penting. Dalam konteks ini transformasi diterjemahkan alih rupa atau malih, yang artinya dalam suatu transformasi yang berlangsung adalah sebuah perubahan pada tataran permukaan, sedang pada tataran yang dalam lagi perubahan tersebut tidak terjadi. Untuk lebih lanjut kita bisa membuat contoh dalam kalimat. Misalnya beberapa kalimat yang menggunakan sekian bahasa dengan arti yang sama (Saya menatap laut lepas). Atau seperti Leach (1974) (via Ahimsa, 2001:6465) yang menggunakan contoh musik. Dia menerangkan seorang musikus yang bekerja mulai dari membaca not balok terus memainkannya dengan alat musik, terus musik tersebut direkam, di cd player akan tampak guratan-guratan yang berpola, kemudian menjadi musik yang keluar dari cd player, itulah yang dikatakan rangkaian transformasi, suatu alih kode. Dari hal di atas kita bisa membuat atau menyusun rangkaian-rangkaian fenomena yang sedang diteliti. Setelah memperolah tabel transformasi fenomena tersebut, kita dapat membangun sebuah model yang dapat menjelaskan atau membantu kita memahami fenomena-fenomena tersebut sebagai suatu kesatuan. Menurut Ahimsa (2001:65) dari sini kita akan melihat bahwa fenomena yang sedang diteliti memperlihatkan adanya sebuah struktur tertentu yang bersifat tetap. Struktur inilah yang dapat kita katakan sebagai deep structure atau struktur dalam, dari berbagai simbol dan proses simbolisasi fenomena sosial budaya yang kita pelajari. Deep structure ini merupakan model yang dibuat oleh si ahli antropologi untuk memahami kebudayaan yang dipelajarinya. Dengan hadirnya model yang dibuat oleh peneliti, maka analisis struktural juga telah membuka kemungkinan untuk dikemukakannya prakiraan mengenai trasnformasitransformasi budaya yang pernah terjadi dalam berbagai masyarakat di masa lampau, maupun yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Untuk itu mitos ditempatkan dalam bagian-bagiannya secara linear, dipotong-potong dalam beberapa episode yang masing-masing berisi satu deskripsi mengenai suatu hal atau memiliki sesuatu tema tertentu. Makna masing-masing episode tergantung kepada keseluruhan teks dengan memperhatikan posisi episode itu sendiri dalam keseluruhan cerita. Tokoh, tempat, dan

8

peristiwa diidentifikasi dengan cermat untuk mendapatkan persamaan dan perbedaan yang bukan pola. Selanjutnya dicari unit-unit ceritemenya dalam susunan sintagmatik dan paradigmatik agar pesan dapat disusun dan ditangkap dengan mudah. Ceriteme di sini adalah kata-kata, frase, kalimat, bagian dari alinea, atau alinea yang dapat kita tempatkan dalam relasi tertentu dengan ceriteme yang lain sehingga dia kemudian menampakkan makna-makna tertentu. Ceriteme bisa mendeskripsikan suatu pengalaman, sifat-sifat, latar belakang kehidupan, interaksi atau hubungan sosial, status sosial ataupun hal-hal lain, dari tokoh-tokoh cerita yang penting bagi suatu analisis. 2.2 Tahap-tahap Analisis Sebagaimana fenomena bahasa dalam linguistik yang telah mempengaruhi Levi-Strauss, maka ketika Levi-Strauss menganalisis mitos, mitos ditempatkan ke dalam bagian-bagian secara linier. Mitos di mata Levi Strauss adalah suatu gejala kebahasaan yang berbeda dengan gejala kebahasaan yang dipelajari oleh ahli linguistik. Mitos sebagai bahasa, dengan demikian memiliki tatabahasanya sendiri, dan LeviStrauss tampaknya berupaya untuk mengungkapkan tata bahasa ini dengan mengungkapkan bahasa terkecil dari bahasa mitos, yakni mytheme atau ceriteme (Ahimsa-Putra, 2001: 94). Ceriteme ini dapat ditemukan pada kata-kata, frase, kalimat, bagian dari alinea yang menunjukan makna tertentu, yang dapat kita posisikan dalam relasi tertentu dengan ceritheme yang lain. Setelah kita dapat menemukan berbagai myteme berupa kalimat-kalimat yang menunjukkan relasi-relasi tertentu yang ada dalam sebuah atau beberapa mitos dan oleh karena mitos juga mempunyai karakter tertentu, yaitu, memiliki waktu mitologis (mythological time) yang bisa berbalik dan tidak, yang reversible dan nonreversible, yang sinkronis dan diakronis sekaligus atau sindriakonis, maka mytme-myteme yang ditemukan juga harus disusun secara sinkronis dan diakronis, paradigmatic dan sintagmatis pula. Unit-unit yang kemudian harus dianalisis libih lanjut adalah kumpulan relasi-relasi (bundles of relation) ini (Ahimsa-Putra, 2001: 96). Ceritheme ini bisa berupa suatu pengalaman, sifat-sifat, latar belakang kehidupan, interaksi atau hubungan sosial, status sosial ataupun hal-hal lain, dari tokoh-tokoh cerita yang penting artinya bagi analisis kita. Setelah melalui sistematika metode analisis seperti tersebut di atas cerita Si Kabayan dapat dikelompokkan dalam beberapa episode. Masing-masing episode

9

akan dipaparkan peristiwa dan tokoh ceritanya untuk menemukan hubungan ceritemeceritemenya pada keseluruhan cerita.

10

BAB III CERITA SI KABAYAN DALAM KAJIAN STRUKTURALISME LEVI STRAUSS Sebenarnya dalam cerita Si Kabayan yang dibukukan oleh Yuliadi Sukardi dan U. Syahbudin (2005) ini terdapat 10 cerita, tetapi dalam kesempatan ini, karena keterbatasan ruang dan kemampuan saya, penelitian hanya mengambil tiga cerita saja. Pemilihan ini pun tidak didasarkan atas alasan yang cerdas, tetapi hanya berdasarkan tingkat kekompleksan cerita. Maksud kekompleksan di sini adalah banyaknya jumlah pelibatan-pelibatan tokoh dalam cerita atau juga tingkat kerumitan masalah yang dihadapi tokoh. Selebihnya pemilihan ini berdasarkan pada selera saja. Untuk lebih jauhnya, mudah-mudahan di masa yang akan datang saya bisa mengadakan penelitian secara lebih mendetil, setidaknya setelah mendapat koreksi dan masukan dari berbagai pihak. Cerita yang akan saya teliti adalah Si Kabayan Menangkap Maling, Ember Orang Kaya, dan Si Kabayan Ganti Kulit. 3.1 Si Kabayan Menangkap Maling a. Episode Latar Belakang Si Kabayan menyusul keluarganya, Nyi Iteung, Abah, dan Ambu, yang sedang berkunjung ke tempat saudaranya di desa lain. Dia tidak pergi bersama-sama karena masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Dalam perjalanan, ketika sedang beristirahat dan solat dia dikejutkan oleh perampok yang mengenakan kain hitam di wajahnya. Tetapi karena Si Kabayan tidak mempunyai barang berharga, tidak terjadi perampokan dan penganiayaan atas diri Si kabayan. Si Kabayan menegur perampok itu, tapi yang ditegur balik mengancam supaya tidak menceritakan kejadian itu. Si Kabayan istirahat di sebuah warung nasi. Di situ dia ditanya oleh seseorang yang bernama Darma tentang perjalanannya dan tentang keamanan perjalanan. Si Kabayan menjawab, bahwa perjalanan aman. Dia menanyakan rumah Pak Markasan, tapi ternyata saudaranya itu telah pindah ke desa lain yang jauh. Si Kabayan terpaksa harus menginap. Dalam penginapan itu Si Kabayan sekamar dengan pedagang buah bernama Sidik. Dari percakapan mereka, ternyata Sidik pernah dirampok oleh yang bertopeng

11

hitam, seperti yang pernah ditemui Si Kabayan tadi siang. Kemudian Si kabayan mengajak Sidik untuk mengungkap rahasia perampok, dan Sidik setuju. Dari deskripsi di atas dapat ditarik skema ceriteme sebagai berikut: Si Kabayan : laki-laki asing yang sedang dalam perjalanan akan dirampok yang bertopeng hitam, tetapi tidak terjadi karena Si Kabayan tidak punya barang berharga. Si Kabayan merencanakan untuk menangkap penjahat. Sidik : laki-laki asing dalam perjalanan, dia seorang pedagang buah pernah dirampok oleh yang bertopeng hitam. Sidik setuju kepada ide Si Kabayan untuk menangkap perampok. Darma : laki-laki penduduk setempat yang menanyakan tentang keamanan dalam perjalanan. Dari ceriteme itu terdapat beberapa persamaan dan perbedaan. Si Kabayan, Sidik, Mang Darma sama-sama lelaki yang mempuyai persoalan dengan perampok. Tapi ketiganya mempunyai perbedaan, Si Kabayan lelaki yang dalam perjalanan mencari keluarga dan hendak dirampok, Sidik lelaki dalam perjalanan dagang, pernah dirampok, Mang Darma, lelaki penduduk setempat yang menanyakan dan mengingatkan perampokan. Si Kabayan mempunyai kecenderungan kuat untuk tidak menceritakan perihal perampokan itu, tetapi Sidik dengan leluasa menceritakan bahwa dirinya pernah dirampok. Si Kabayan yang awalnya kuat menutup rahasia, ternyata punya rencana untuk menangkap perampok itu. Dalam hal ini Si Kabayan merasa tertantang untuk melenyapkan kejahatan dari muka bumi. Dia seorang yang berani dan mau menegakkan kebenaran, dia juga seorang yang taat beribadah. Berbeda dengan Sidik yang masih ragu-ragu, tetapi dia mendukung rencana Si Kabayan. b. Episode Pertentangan Pada episode ini Si Kabayan dan Sidik didatangi perampok. Karena ketakutan Sidik keluar hendak minta bantuan, Si Kabayan yang juga ketakutan berusaha untuk ikut keluar. Malang baginya ketika hendak lari sarungnya melorot dan tentu saja dia jatuh, tapi hal ini menjadi kebetulan yang menguntungkan. Perampok yang menubruk dirinya masuk dalam sarung Si Kabayan sehingga lehernya terjerat dan terus diseret dalam ketakutan oleh Si Kabayan hingga pingsan. Di luar Sidik berhasil mengumpulkan massa, sedangkan para perampok kabur kecuali yang terjerat dalam sarung Si Kabayan. Masyarakat memuji Si kabayan yang berhasil menangkap penjahat, sedang Si Kabayan bingung sebab dirinya tidak merasa menangkap penjahat. Kemudian Si

12

Kabayan dan Sidik diminta oleh pak Parta untuk tidak melanjutkan perjalan dulu karena besoknya penjahat itu akan dibawa ke desa untuk diproses. Dari deskripsi cerita itu dapat ditarik skema ceriteme sebagai berikut: Si Kabayan Sidik : laki-laki asing yang ketakutan berhasil menangkap penjahat dengan tidak disengaja. : laki-laki asing yang ketakutan berhasil keluar dan mengumpulkan massa. Sidik, memuji dan meminta keduanya untuk hadir dalam pemeriksaan terhadap penjahat di desa besok pagi. Dari ceriteme di atas dapat ditarik persamaan dan perbedaan, yaitu ketiganya sama-sama mendukung untuk melenyapkan kejahatan di kampung itu. Si Kabayan dan Sidik mempunyai kesamaan dalam menghadapi penjahat, yaitu rasa takutnya sehingga membuat keduanya keluar dari penginapan ketika perampok muncul. Ceriteme itu juga mengungkapkan perbedaan, yakni jika Sidik memberi tahu penduduk dalam ketakutannya sehingga dengan terkumpulnya massa penjahat itu melarikan diri, sedangkan Si Kabayan secara tidak disengaja berhasil menjerat leher penjahat dengan sarungnya sehingga penjahat itu pingsan dan tertangkap. Antara Si Kabayan dengan Sidik mempunyai hubungan yang kuat, yakni menyebabkan para penjahat itu menggagalkan niatnya. Sidik berhasil mengumpulkan massa, sehingga dengan demikian Si Kabayan terselamatkan dari tindakan penjahat lainnya yang takut ditangkap penduduk. Si Kabayan memberi bukti bahwa Sidik mengumpulkan massa dengan alasan yang kuat dan itu dibuktikan dengan adanya penjahat yang tertangkap. Sedangkan Parta karena gembira menjamu Si Kabayan dan Sidik. c. Episode Puncak Pertentangan Dalam episode ini diceritakan pemeriksaan terhadap penjahat. Si penjahat tidak mau mengakui siapa-siapa saja anggota dan kepala perampok itu. Pak Parta mendapat petunjuk ketika pegawainya menyerahkan gelang bahar yang ditemukannya di bawah jendela yang semalam dirusak penjahat. Dia membisikkan hal tersebut kepada Sidik dan Si Kabayan. Penjahat digiring ke desa, tapi kepala keamanan belum juga muncul. Ketika Amar, kepala keamanan muncul, segeralah dimulai perbincangan antara Parta, Amar, Sidik, dan Si kabayan. Amar mencurigai Sidik dan Si Kabayan sebagai Pak Parta : laki-laki penduduk setempat pemilik penginapan menjamu Si Kabayan dan

13

komplotan penjahat yang berpura-pura. Hal ini membuat ketiga orang itu heran. Parta meminta Amar untuk membuka jaket karena merasa heran di siang yang terik Amar memakai jaket. Ketika jaket dibuka, kecurigaan Parta mulai terbukti. Amar tidak mengenakan gelang yang biasanya dipakai tiap hari. Merasa dirinya dicurigai dan didesak oleh tiga orang itu, Amar marah dan menuduh ketiga orang itu memfitnah dirinya. Parta segera mengacungkan gelang bahar milik Amar, bersamaan dengan itu muncul Pak Lurah yang mempertajam dugaan bahwa Amar memang pelaku kejahatan. Hal ini berdasarkan pengakuan perampok yang tertangkap semalam. Ketika hendak kabur, Amar menubruk Si Kabayan yang sedang berdiri, lantas keduanya jatuh. Ketika Si Kabayan bangun dia jatuh lagi dan menimpa Amar yang hendak kabur, seolah-olah sebuah pergumulan perkelahian. Akhirnya atas perintah Pak Lurah, Amar ditangkap para hansip. Cerita di atas jika disusun skema ceritemenya sebagai berikut: Si Kabayan : laki-laki asing yang dituduh bersepongkol dengan penjahat oleh Amar, dia berhasil mendesak Amar untuk mengakui kejahatannya, dia secara tidak sengaja menangkap Amar yang hendak kabur. Sidik Parta Amar : laki-laki asing yang dituduh bersepongkol dengan penjahat, dia menyaksikan : laki-laki penduduk asli yang mendesak Amar untuk mengakui kejahatannya : laki-laki kepala keamanan yang menuduh bersepongkol kepada Sidik dan Si : laki-laki kepala desa penduduk asli yang memerintahkan untuk perdebatan antara Amar dengan Parta dan Si Kabayan.

kabayan, dia berhasil didesak dan ditangkap atas kejahatannya. Pak Lurah menangkap Amar. Dari ceriteme-ceriteme di atas dapat ditarik persamaan dalam perbedaan, Si Kabayan, Sidik, Parta adalah laki-laki yang mendesak Amar agar mengakui kejahatannya. Ada perbedaan antara Parta dengan Si kabayan dan Sidik, Parta penduduk asli yang merasa bertanggung jawab atas keamanan kampungnya, sedangkan Si Kabayan dan Sidik adalah penduduk asing yang menangkap penjahat dan mendesak Amar, tapi mereka dicurigai oleh Amar, bahwa mereka bersepongkol dengan penjahat. Si Kabayan dan Sidik mempunyai perbedaan, Si Kabayan ketika bertemu Amar sangat aktif mendesak Amar untuk mengakui kejahatannya, sementara Sidik diam saja. Seperti pada cerita sebelumnya, Si Kabayan secara kebetulan berhasil menangkap Amar yang hendak kabur. Amar adalah laki-laki penduduk asli yang tidak

14

bertanggung jawab atas keamanan kampungnya, padahal dirinya adalah kepala keamanan kampung. Dia melindungi kejahatannya dengan mencurigai dan memfitnah Si kabayan dan Sidik telah bersepongkol dengan penjahat. Pak Lurah adalah penduduk asli yang bertanggung jawab atas keamanan wilayahnya, dia mencari keterangan dari perampok yang ditangkap dan mendapat keterangan bahwa yang memimpin perampok adalah Amar, dialah yang menyuruh para hansip dan penduduk lain untuk menangkap Amar. Tokoh-tokoh di atas beroposisi, Amar kepala keamanan yang tidak bertanggung jawab terhadap tugasnya dan menjadi kepala perampok beroposisi dengan keempat laki-laki itu yang bertanggung jawab atas keamanan kampung. Amar beroposisi dengan Parta dan Pak Lurah, karena sebagai penduduk asli Amar bukannya melindungi rakyat dan bertanggung jawab atas keamanan kampung, dirinya malah menajdi penjahat yang meresahkan penduduk. Sedangkan Parta dan Pak Lurah bertanggung jawab atas keamanan wilayahnya. Di sini berarti kejahatan beroposisi dengan kebaikan, yang dimenangkan oleh kebaikan. d. Episode Akhir atau Penyelesaian Pada episode ini Si kabayan dan Sidik mendapat ucapan terima kasih dari Pak Lurah. Ketika hendak diberi penghargaan Si kabayan dan Sidik telah pergi, dan tak ada seorang pun yang mengetahuinya. Kedua orang ini bersama-sama melanjutkan perjalanan ke desa Sukatani, ketika sampai ke desa itu mereka berpisah, Sidik ke pasar hendak menagih utang, sedangkan Si Kabayan menemui keluarganya di rumah Pak Markasan. Cerita di atas jika disusun skema ceritemenya sebagai berikut: Si Kabayan Sidik : lelaki yang tidak mau menerima penghargaan dan melanjutkan perjalanan mencari keluarganya. : lelaki yang tidak mau menerima penghargaan dan melanjutkan perjalanan : lelaki penduduk asli yang hendak memberikan penghargaan kepada menagih utang. Pak Lurah Si Kabayan dan Sidik. Dari ceriteme di atas dapat ditarik persamaan dalam perbedaan. Si Kabayan dan Sidik sama-sama tidak mau menerima penghargaan atas keberhasilannya menangkap maling. Keduanya bersikap rendah hati atas apa yang dilakukannya. Keduanya sama-sama melanjutkan perjalanannya ke tempat tujuan yang sama yaitu

15

Desa Sukatani. Kaduanya sama-sama sampai dengan selamat ke tempat tujuan masing-masing. Perbedaan yang dapat ditarik adalah, Si Kabayan nafkah. Pak Lurah sebagai kepala daerah yang bertanggung jawab atas keamanan wilayahnya merasa berterima kasih atas bantuan Si Kabayan dan Sidik yang telah berhasil menangkap penjahat. Dalam hal ini Pak Lurah sebagai pemimpin bersikap bijaksanana dalam mengayomi masyarakatnya. Kisah Si Kabayan Menangkap Maling dapat dipaparkan sebagai berikut. Si Kabayan adalah orang asing yang sedang dalam perjalanan menyusul keluarganya hendak dirampok oleh orang yang bertopeng. Karena keluarga yang hendak dituju pindah dia menginap dan sekamar dengan Sidik, seorang pedagang buah dari Majalaya yang bercerita pernah dirampok oleh orang yang bertopeng. Si Kabayan merencanakan hendak menangkap maling, hal ini didukung oleh Sidik. Malam hari kamarnya diketuk perampok. Sidik lari ke luar karena ketakutan, dia hendak meminta bantuan kepada penduduk. Si Kabayan yang juga ketakutan menyusul ke luar, tapi dia jatuh karena sarungnya melorot. Perampok berusaha menubruk Si Kabayan, namun dirinya masuk dan terjerat dalam sarung Si Kabayan terus diseret Si Kabayan hingga pingsan. Adapun Sidik telah mengumpulkan massa sehingga para perampok lain lari ketakutan. Si Kabayan mendapat penghormatan karena berhasil menangkap maling. Besoknya Si Kabayan, Parta, dan Sidik berdebat dengan Amar kepala keamanan kampung. Dua orang asing itu dituduh bersepongkol dengan perampok. Hal ini dilakukan oleh Amar sebagai bentuk perlindungan terhadap dirinya yang sebenarnya kepala perampok. Dalam hal ini Si Kabayan aktif mendesak dengan kata-kata yang membuat Amar marah. Akhirnya terbukalah kedok Amar sebagai perampok ketika Pak Lurah datang membawa bukti. Amar hendak lari tapi bertubrukan dengan Si Kabayan dan seolah-olah berkelahi, sampai akhirnya ditangkap oleh hansip. Si Kabayan dan Sidik mendapat penghargaan dari Pak Lurah dan penduduk, namun kedua orang itu diam-diam telah pergi menuju ke Desa Sukatani. Untuk dapat memahami cerita ini kita perlu tahu istilah handap asor yang artinya rendah hati. Dalam kehidupan orang Sunda handap asor merupakan hal yang baik dan harus dilakukan dalam rangka membangun rasa damai dan nyaman. Jika, yang dilakukan adalah sebaliknya, yakni adigung gede hulu atau sombong maka akan melanjutkan perjalanan dalam rangka menemui keluarganya, sedangkan Sidik dalam rangka mencari

16

terjadi ketidaknyamanan dalam pergaulan dan tidak disukai orang-orang, bahkan orangorang akan membicarakan kejelekan orang yang sombong. Apa yang dilakukan Si Kabayan ketika menangkap maling sebenarnya hal itu merupakan wujud dari handap asor. Dirinya pura-pura bodoh atau lugu dan tidak merasa menangkap maling adalah kepura-puraan agar orang-orang tidak mempahlawankan dirinya, sehingga khawatir akan menimbulkan kesombongan dalam dirinya. Pada penangkapan yang pertama, Si Kabayan berhasil menangkap tidak dengan sengaja, yaitu karena sarungnya yang melorot menyebabkan perampok yang menubruknya terkait di sarung itu. Secara logika hal yang dilakukan Si Kabayan tidaklah mudah, atau memerlukan keahlian tertentu, misalnya ilmu bela diri dan ketenangan. Dengan demikian hal yang dilakukan Si Kabayan adalah kesengajaan dalam menangkap maling itu. Hanya karena sikap rendah hatilah, hal itu tidak diakuinya di depan masyarakat. Dalam pemeriksaan dan berdebat dengan Amar, Si Kabayan mencoba memancing kemarahan Amar dengan kata-kata. Ini menunjukkan bahwa Si Kabayan sangat menguasai medan perdebatan dan emosionalnya. Ketika Amar terdesak dan terbukti bersalah, Amar hendak melarikan diri. Di sini lagi-lagi secara tidak disengaja menangkap perampok itu. Amar lari dan bertubrukan dengan Si Kabayan sampai jatuh, lantas ketika bangun Si Kabayan jatuh lagi dan menimpa tubuh Amar yang sedang bangun hendak melarikan diri. Si Kabayan dengan Amar bertumpang tindih dan memudahkan penangkapan. Hal ini menunjukkan kerendahanhatian Si Kabayan, yakni menangkap Amar dengan tidak disengaja. Dan kerendahhatian ini semakin kelihatan ketika Pak Lurah hendak menyampaikan penghargaan kepada Si Kabayan, sementara Si Kabayan bersama Sidik telah pergi diam-diam melanjutkan perjalanannya. Dari peristiwa di atas, bahwa mitos adalah ungkapan masyarakat yang tanpa disadari bisa disimpulkan, untuk menghadapi perampok yang dikepalai oleh tokoh masyarakat sendiri sulit dilakukan oleh masyarakat setempat karena mungkin kecanggungannya atau karena mungkin ketokohannya itu tidak menimbulkan kecurigaan masyarakat, karena itu diperlukan campur tangan orang asing untuk mengatasinya. Dan orang asing ini pun tidak sembarangan, tapi harus orang asing yang rendah hati agar masyarakat setempat tidak merasa digurui. Hal ini misalnya dengan turut melibatkan masyarakat dan tokoh masyarakat setempat. Jadi, tidak mempahlawankan atau membuat sosok hero yang bertindak sendiri dengan kepandaiannya, sehingga orang-orang tetap mempunyai posisi dan kedudukan yang

17

sama dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, sebagai orang asing yang melakukan kegiatan memberantas kejahatan memerlukan dukungan yang kuat dari masyarakat setempat. Si Kabayan telah sanggup membeli hati masyarakat dengan sikapnya yang rendah hati, sehingga dirinya lolos dari jebakan fitnah tokoh jahat yang berasal dari masyarakat setempat. Ini menunjukkan perlunya kerjasama antara orang asing dengan masyarakat setempat untuk mewujudkan kenyamanan di masyarakat. 3.2 Ember Orang Kaya a. Episode Latar Belakang Si Kabayan mempunyai tetangga namanya Juragan Sobar, dia orang kaya baru yang memproduksi tahu di tempat itu. Ketika Si Kabayan tengah bersiap-siap untuk menyusul abah ke sawah, Iteung mengomel bahwa Juragan Sobar sangat pelit bahkan pada tetangganya sendiri tak mau mengutangkan tahunya. Si Kabayan sambil berpikir untuk memberi pelajaran kepada Juragan Sobar mengatakan kepada Iteung bahwa orang kaya sudah biasa seperti itu. Dari episode di atas dapat buat skema ceritemenya sebagai berikut: Si Kabayan Iteung : lelaki, suami Iteung, yang hendak bekerja, berniat untuk memberi pelajaran kepada Juragan Sobar yang pelit. : perempuan, istri Si Kabayan, yang mengomel karena tidak diberi mengutang : lelaki kaya baru, pengusaha tahu, yang pelit terhadap tetangganya. tahu oleh Juragan Sobar untuk bekal suaminya. Juragan Sobar

Dari ceriteme itu dapat ditarik persamaan dalam perbedaan. Iteung dan Si Kabayan sama-sama bersikap bahwa pelit itu perbuatan yang jelek, Iteung dengan caranya tersendiri yaitu dengan mengomel sedangkan Si Kabayan dengan memikirkan cara memberinya pelajaran buat kepelitan Juragan Sobar. Dalam hal ini laki-laki dan perempuan berbeda dalam menyikapi persoalan, Iteung lebih cenderung emosional tanpa memikirkan cara terbaik untuk memecahkan masalah, sedangkan laki-laki tidak terlalu emosional, dalam dirinya terkandung ketenangan sehingga masih bisa memikirkan jalan terbaik untuk memecahkan persoalan itu. Si Kabayan dan Iteung beroposisi dengan Juragan Sobar yang pelit. Bagi Iteung, tidak boleh pelit apalagi kepada tetangga dekat, karena tetangga hampir sama dengan keluarga.

18

b. Episode Pertentangan Si Kabayan merealisasikan rencananya, dia datang ke rumah Juragan Sobar. Tetapi ternyata Juragan Sobar yang sedang minum kopi tidak mau diganggu oleh Si Kabayan. Inem mempersilakan Si Kabayan untuk menunggu juragan, tapi Si Kabayan menolaknya. Dia hanya berniat meminjam ember untuk menguras kolamnya di belakang rumah. Inem mengambil ember dan meminjamkannya kepada Si Kabayan. Karena khawatir nanti Inem dimarahi juragannya, sebelum pergi Si Kabayan berpesan agar diberitahukan bahwa dirinya telah meminjam ember kepunyaan Juragan Sobar. Dua bulan kemudian ember dikembalikan lagi dengan tambahan satu ember yang mirip dengan sebelumnya dengan alasan ember itu ketemu jodohnya. Juragan Sobar datang, dan menerima keterangan dari Si Kabayan tentang jodoh ember. Juragan Sobar tertarik lantas meminjamkan ember yang bagus dan besar dengan harapan ketemu jodohnya. Sebulan kemudian, Si Kabayan mengembalikan ember itu dengan beberapa ember kecil lainnya. Dikatakan kepada Juragan Sobar bahwa ember itu hamil dan ember yang kecil itu adalah anak-anaknya. Juragan Sobar lantas meminjamkan ember keramik cinanya yang mahal dengan harapan ember mahal itu bertambah banyak jumlahnya. Episode di atas dapat disusun skema ceritemenya sebagai berikut: Si Kabayan semula. Juragan Sobar : lelaki kaya yang pelit akan diberi pelajaran oleh Si Kabayan, dia dipinjami ember oleh Si Kabayan, dia senang dengan bertambahnya ember pengembalian dari Si Kabayan. Inem : perempuan pelayan Juragan Sobar yang memberi pinjaman ember kepada Si Kabayan ketika juragannya tidak mau ditemui Si Kabayan. Dari ceriteme di atas terdapat oposisi. Si Kabayan yang akan memberi pelajaran beroposisi dengan Juragan Sobar yang akan diberi pelajaran. Oposisi lain adalah kelas sosial Si Kabayan yang miskin dengan Juragan Sobar yang kaya, Si Kabayan meminjam dan Juragan Sobar yang dipinjami. Si kabayan adalah seorang yang jujur dan tidak suka kepada sifat pelit, karena itu dia berniat/sedang memberi pelajaran kepada Juragan Sobar dengan memainkan logika juragan, yaitu tentang : lelaki yang akan memberi pelajaran kepada Juragan Sobar, dia meminjam ember dan mengembalikan ember itu dengan jumlah yang lebih banyak dari

19

ember yang bisa berjodoh dan beranak. Si Kabayan juga bisa dilihat sebagai orang yang iseng namun cerdik meski tampak lugu dan seolah-olah dapat dipermainkan oleh Juragan Sobar. Terdapat persamaan dama perbedaan, untuk memberi pelajaran, Si Kabayan didukung oleh Iteung, hal ini juga diperlancar oleh Inem yang berani meminjamkan ember Juragan Sobar ketika juragannya itu tidak bertemu Si Kabayan. Juragan Sobar yang kaya itu tidak sadar jika dirinya sedang diberi pelajaran oleh Si Kabayan. Dia lupa diri ketika melihat embernya bisa bertambah banyak, dia bahkan menganggap Si Kabayan itu orang yang dungu karena bisa dipermainkan oleh dirinya. Dia termasuk orang yang tamak dan logikanya tidak berfungsi ketika diberi sejumlah ember, sebagai anak-anak ember atau jodoh ember, yang dipinjam oleh Si Kabayan. Baginya yang penting hartanya terus bertambah. Inem seorang pelayan yang baik hati, meski juragannya tidak ada tapi bersedia meminjamkan ember yang dalam anggapannya tidak berharga bagi juragan. Meski demikian dia pelayan yang bertanggung jawab, dia memberi tahukan perihal ember itu kepada juragan. . Episode Puncak Pertentangan Si Kabayan membawa ember keramik cina ke rumahnya. Iteung tidak mengerti maksud suaminya dan Si Kabayan cukup berujar bahwa hal ini urusan laki-laki. Seminggu kemudian Si Kabayan datang lagi kerumah Juragan Sobar dengan membawa sesuatu yang dibungkus karung. Juragan berseri-seri sambil membayangkan keramiknya yang terus bertambah, dia menganggap Si Kabayan bodoh karena telah memberinya ember-ember gratis. Ternyata ember keramik itu tidak berjodoh dan tidak beranak, ember itu sakit dan pecah berkeping-keping. Melihat kenyataan ini Juragan Sobar marah dan minta ganti kepada Si Kabayan. Tentu saja hal ini ditolak Si Kabayan, menurutnya ember itu hancur sendiri karena sakit. Juragan yang geram secara tidak sadar mundur dan tercebur masuk kolam yang ada di dekat ruang tamunya. Para pembantunya sibuk mereka meminta tangan juragannya untuk meraih tangannya, tapi hal itu ditolak juragan. Si Kabayan mengerti, lantas dia berteriak ambilah tanganku juragan. Dan juragan itu mengambil tangan Si Kabayan, lantas Si Kabayan menariknya ke darat. Juragan pingsan. Sambil menungu juragan sadar seorang pelayan bertanya tentang juragannya yang tidak mau ditolong oleh pelayannya, tapi ketika oleh Si Kabayan langsung mau. Si Kabayan memberi penjelasan kepada pelayan itu, bahwa orang kaya itu penyakitnya pelit. Dia hanya mau menerima dan tidak mau memberi.

20

Setelah itu Si Kabayan memberi petunjuk kepada pelayan tentang merawat Juragan Sobar yang masih pingsan. Dari cerita diatas dapat dibuat skema ceritemenya sebagai berikut: Si Kabayan : lelaki miskin yang memberi pelajaran kepada Juragan Sobar, dia mengembalikan ember keramik cina yang telah hancur kepada juragan, dia memberi penerangan kepada pelayan tentang kebiasaan orang kaya. Juragan Sobar pingsan. Pelayan : lelaki yang pertolongannya ditolak Juragan Sobar, dia diberi penerangan tentang kebiasaan orang kaya oleh Si kabayan. Dari ceriteme-ceriteme itu dapat ditarik persamaan dalam perbedaannya. Persamaannya adalah pada Si Kabayan dan pelayan. Mereka sama-sama menolong juragan yang tenggelam. Tetapi dari persamaan itu terdapat perbedaan, yakni jika pelayan ditolak oleh juragan sedangkan Si Kabayan diterima oleh Juragan. Si Kabayan beroposisi dengan Juragan Sobar. Pertentangan ini menunjukkan bahwa Si Kabayan adalah seorang yang berani dalam menentukan atau memutuskan persoalan. Dia dengan cerdik membuat keputusan, yaitu mengembalikan keramik cina juragan yang telah hancur dengan alasan keramik itu sakit dan mati sendiri. Jika dilihat dari episode sebelumnya ketika Si Kabayan meminjam dan mengembalikan ember dengan jumlah berlipat, tak lain untuk sebuah alasan yang lebih penting, yakni untuk mengembalikan barang yang lebih berharga dan sangat disayang juragan. Hal ini terbukti dengan dikembalikannya keramik yang hancur dengan alasan yang tidak logis, yaitu karena sakit, namun mempunyai dasar yang kuat sebagai alasan. Inilah kecerdikan Si Kabayan sekaligus menyebalkan bagi yang berurusan dengannya. Dalam kasus ini Si Kabayan memang sedang bermain-main dan mempermainkan Juragan Sobar yang pelit. Dia dengan caranya sendiri memberi pelajaran. Juragan Sobar yang diberi pelajaran oleh Si Kabayan adalah seorang yang tamak dan gila harta. Ketika sesuatu yang tidak logis tapi menguntungkan datang kepada dirinya, juragan tidak marah. Tapi ketika sesuatu yang tidak logis itu merugikan dirinya, juragan marah dan tidak mau menerima kenyataan. Sifat seperti ini merugikan dirinya, sehingga ia tercebur ke kolam sampai pingsan. Juragan Sobar tidak mau : lelaki kaya yang pelit, yang diberi pelajaran oleh Si Kabayan. Dia marah menerima ember keramik cinanya yang hancur, dia tercebur ke kolam, dan

21

menerima pertolongan pelayannya tapi dia mau menerima pertolongan Si Kabayan. Hal ini ternyata ada kuncinya. Kunci mengapa Juragan Sobar tidak mau menerima pertolongan pelayannya dan hanya mau menerima pertolongan Si Kabayan terletak pada kata kunci tertentu. Kata kunci ini diterangkan oleh Si Kabayan kepada pelayan juragan. Dalam hal ini tampak kecerdikan dan kedewasaan Si Kabayan meski juga tetap tersimpan kelucuan. Menurut Si Kabayan, juragan tidak mau menerima pertolongan karena para pelayan itu berkata berikan tanganmu juragan. Hal ini kemudian diterangkan oleh Si Kabayan, bahwa kebiasaan juragan yang kaya adalah pantang diminta tapi mau menerima. Karena itu menurut Si Kabayan, ketika dirinya menawarkan pertolongan dengan perkataan ambilah tanganku, diterima oleh juragan. Kemudian Si Kabayan menerangkan bahwa orang kaya itu lebih mementingkan nafsu daripada hati nuraninya, bahkan ketika dalam keadaan darurat pun. Di sini Si Kabayan yang sering dilecehkan itu tampak dewasa dan bijak dalam menghadapi persolan, meski persoalan itu dihadapinya dengan cara main-main tetapi hasilnya cukup efektif. d. Episode Penyelesaian atau Akhir Pada episode ini Juragan Sobar sadar dan datang meminta maaf kepada Si Kabayan. Hal ini membuat Abah dan Si Kabayan terharu. Abah memberi penjelasan mengenai manusia dan dosa, menurutnya manusia itu tak luput dari dosa dan kesalahan. Abah juga memberi penjelasan tentang posisi harta kekayaan dalam kehidupan. Juragan Sobar berjanji akan hidup lebih berkualitas, saling menolong dengan sesama mahluk. Dia pamit dan memberikan oleh-oleh kepada Abah dan Si Kabayan. Sedangkan Si Kabayan segera berangkat ke sawah untuk mengatur pengairannya. Dari cerita di atas dapat dibuat skema ceritemenya sebagai berikut: Si Kabayan Abah kehidupan. Juragan Sobar : lelaki kaya yang sadar dan disadarkan oleh Si Kabayan. Ceriteme di atas menampakkan persamaan dalam perbedaan. Oposisi antar tokoh tidak ditemukan lagi. Persamaannya pada Abah dan Si Kabayan yaitu sebagai : lelaki miskin yang membuat sadar Juragan Sobar. : lelaki miskin mertua Si Kabayan yang memberi petuah kebijakan tentang

hidup dan menerangkan tentang posisi harta benda dan amal kebaikan dalam

22

lelaki miskin yang selalu berniat berbuat kebaikan dan berusaha menghindari perbuatan dosa. Keduanya sama-sama suka memberi petuah, bedanya Si Kabayan tidak berani memberi petuah jika di depan Abah karena perasaan canggungnya terhadap mertua, sedangkan Abah bersikap biasa saja dan tidak ada rasa canggung sedikitpun. Siapapun yang memerlukan nasihat pasti diberinya oleh Abah, termasuk Juragan Sobar. Inti nasihat Abah tentang harta kekayaan adalah, bahwa harta itu merupakan godaan jika kita tak mampu menggunakannya dan sesungguhnya bekal yang paling berharga untuk kehidupan adalah amal baik. Juragan Sobar yang disadarkan oleh polah Si Kabayan merasa berhutang budi pada Si Kabayan, dia berjanji akan berbuat baik kepada sesama. Dia sadar dan merasakan kenikmatan ketika hidup saling menolong. Sedangkan Si Kabayan dalam episode ini tidak banyak berulah karena merasa segan atau canggung pada mertuanya, atau menghargai mertuanya yang lebih tua dan lebih banyak ilmu pengetahuannya. Cerita di atas dapat dipaparkan sebagai berikut. Si Kabayan mempunyai tetangga orang kaya baru, namanya Juragan Sobar. Juragan itu pelit bahkan pada tetangganya sendiri. Melihat kenyataan ini Si Kabayan ingin memberi pelajaran kepada juragan itu agar sifat pelitnya itu bisa berubah. Si Kabayan membuat rencana yang matang. Dia meminjam ember dari juragan itu dan dikembalikan dalam jumlah yang berlipat. Mula-mula dikatakan bahwa ember juragan itu mendapat jodoh. Tentu saja juragan merasa senang dan meminjamkan lagi ember-embernya yang lebih bagus agar hasilnya lebih banyak dan lebih bagus lagi. Dan seperti biasa Si Kabayan mengembalikannya dengan jumlah yang berlipat. Terakhir kali Juragan Sobar meminjamkan ember keramik cinanya yang mahal, dengan harapan akan bertambah pula. Akal Si Kabayan mulai beraksi, ember keramik mahal itu dikembalikan dalam keadaan remuk dengan alasan ember itu sakit dan mati. Tentu saja juragan pelit itu tidak menerima kenyataan itu dan meminta ganti rugi. Si Kabayan tidak mau. Hal ini membuat juragan marah, sampai akhirnya ketika dalam kemarahannya dia mundur dan tercebur ke kolam yang dalam. Juragan timbul tenggelam di kolam, para pelayan berusaha membantunya tapi tak diperhatikan oleh juragan. Barulah ketika Si Kabayan mengulurkan tangannya, juragan itu menerimanya. Juragan ditarik ke darat sesampainya di atas juragan langsung pingsan. Para pelayan tidak mengerti mengapa juragan hanya mau ditolong Si

23

Kabayan. Kemudian sambil menunggu juragan sadar Si Kabayan memberi keterangan kepada para pelayan itu. Akhirnya juragan sadar dari sifat pelitnya setelah mendapat pelajaran dari Si Kabayan. Juragan datang ke rumah Abah untuk meminta maaf dan mengirim oleh-oleh kepada Si Kabayan. Untuk dapat memahami episode di atas kita perlu mengetahui kebiasaankebiasaan orang Sunda dalam bergaul dan mengingatkan orang lain ketika orang itu melakukan kesalahan. Dalam kehidupan sehari-hari orang Sunda, saling mengingatkan sesama teman atau saudara sudah biasa dilakukan. Ada yang langsung dikatakan atau ada juga yang dikatakan melalui sindiran. Hal ini bergantung kepada situasi dan kondisi yang dihadapinya. Yang sering menjadi persoalan jika yang berbuat salah itu orang yang lebih tinggi status sosialnya juga lebih tua usianya, biasanya untuk orang semacam ini ada cara-cara tertentu dalam mengingatkannya. Dalam kasus ini Si Kabayan berhadapan dengan Juragan Sobar yang kaya dan usianya di atas dirinya. Si Kabayan menjadikan dirinya lugu dan bodoh. Dia meminjam ember juragan dan mengembalikannya dalam jumlah berlipat dengan alasan ember juragan mendapat jodoh atau beranak. Alasan yang tidak logis ini menurut juragan adalah sebuah kebodohan, tapi karena hal itu menguntungkan dirinya, maka kebodohan Si Kabayan itu pun dimanfaatkannya. Di sini Si Kabayan melakukan pengorbanan untuk merealisasikan rencananya. Di sini juga tampak kecerdikan Si Kabayan, yaitu mengakali dan meninabobokan juragan dengan kenikmatan dunia, yakni dengan mengembalikan embernya yang berlipat. Si Kabayan dalam hal ini telah mengetahui kelemahan juragan dan kelemahan itu dipakainya untuk menyerang atau melumpuhkan. Pengorbanan Si Kabayan dengan mengganti ember juragan dengan jumlah berlipat tak lain untuk sebuah alasan kuat di kemudian hari, yaitu ketika ember keramik cinanya juragan dikembalikan dalam keadaan rusak. Selain kecerdikan, kita juga melihat unsur humor dalam diri Si Kabayan. Juragan ikut terpancing dengan permainan atau rencana Si Kabayan. Harta telah membuat diri juragan terbuai dan memasabodohkan logikanya sendiri. Saat dia marah karena ember keramik cinanya hancur, dia menganggap Si Kabayan mempermainkan dirinya hingga saking gelap mata itu dirinya tercebur ke kolam yang dalam. Peristiwa terceburnya juragan, mendapat apresiasi yang kuat dari pelayan juragan. Saat itu juragan tidak mau ditolong pelayan tapi mau ditolong oleh Si Kabayan. Ternyata kata kuncinya berada pada sifat orang kaya yang tidak mau memberi tapi lebih suka menerima, bahkan ketika dalam situasi nyawa yang terancam

24

sekalipun. Pada saat itu pelayan meminta tangan juragan untuk memegang tangannya, dilain pihak Si Kabayan mengulurkan tangannya sambil berkata ambilah tanganku. Dari cerita ini bisa disimpulkan, bahwa dalam masyarakat Sunda untuk menegur seseorang yang statusnya tinggi dan usianya tua harus dilakukan dengan cara tidak langsung. Mula-mula kita harus tahu kelemahan orang yang bersangkutan lalu disusun strategi untuk memberi teguran yang tidak langsung. Di sini Si Kabayan cukup cerdik, dia menonjolkan kedunguan dan kebodohannya di depan juragan hingga juragan tak mempunyai kecurigaan apa-apa, lalu dia memanja juragan dengan hal duniawi lantas memberinya pelajaran setelah juragan itu mabuk harta dan betul-betul lengah. Hal lain dari cerita ini, bahwa sifat pelit sangat tidak disukai oleh masyarakat Sunda. 3.3 Si Kabayan Ganti Kulit a. Episode Latar Belakang Desa Sukamaju diliputi kegemparan, hal ini karena ulah Si Kabayan yang aneh. Dia menyepi di tempat penyimpanan padi. Kerjanya berzikir dan berdoa. Sudah sekitar tiga hari dia tak keluar-keluar. Iteung, istri Si kabayan, juga bingung atas ulah suaminya, tapi dia tetap setia menyediakan makan dan minum buatnya. Ambu, ibunya Iteung, mencurigai Si Kabayan ngipri karena melihat penyakit Si Kabayan yang kulitnya mengelupas seperti ular hendak ganti kulit. Tentu saja Iteung tidak terima suaminya dituduh ngipri oleh ibunya. Selanjutnya, dia dan ibunya, juga abah menengok Si Kabayan. Katika ditengok itulah Si kabayan bilang bahwa dirinya sakit, tapi katanya dua hari lagi pasti sembuh. Setelah melihat kenyataan seperti ini keluarga itu menjadi tenang. Si Kabayan melanjutkan nyepinya dan Iteung tetap setia menyediakan perlengkapan sehari-hari bagi suaminya. Cerita diatas bisa dibuat skema ceritemenya sebagai berikut. Si Kabayan : Lelaki sakit, kerjanya zikir dan berdoa di tempat sepi, kulitnya terkelupas seperti ular ganti kulit, dicurigai ngipri oleh mertua perempuannya, dikhawatirkan oleh mertua lelakinya, dilayani oleh istrinya. Iteung Ambu : Istri setia yang melayani kebutuhan suaminya ketika sakit, marah ketika : Perempuan mertua Si Kabayan yang khawatir tapi juga mencurigai Si ibunya mencurigai Si Kabayan ngipri. Kabayan ngipri.

25

Abah

: Laki-laki mertua Si Kabayan yang menghkhawatirkan keadaan sakit Si

Kabayan. Dari ceriteme di atas dapat diambil persamaan dalam perbedaannya. Abah, Ambu, dan Iteung sama-sama khawatir pada kesehatan Si kabayan yang terus memburuk. Perbedaannya, jika Iteung khawatir dan terus menyediakan makanan dan minuman bagi Si Kabayan karena bagaimanapun Si Kabayan adalah suaminya, sedangkan Ambu dalam kekhawatirannya itu disertai kecurigaan bahwa Si Kabayan sedang ngipri. Abah dalam hal ini khawatir tapi tidak bereaksi apa-apa. Ketika Ambu mencurigai Si Kabayan ngipri, Iteung marah kepada Ambu. Dalam hal ini Iteung lebih memihak pada suaminya, karena dirinya tahu dan yakin bahwa Si Kabayan takan berbuat seperti itu. b. Episode Pertentangan Pada episode ini diceritakan orang-orang hendak menengok Si Kabayan, tapi hal ini dicegah oleh Abah dengan alasan bahwa Si kabayan sedang berganti kulit seperti ular dan sedang menunggu sembuh. Orang-orang kecewa karena mereka hendak menolong Si Kabayan dengan membawanya ke dokter, sedangkan bagi orang-orang yang tidak suka terhadap Si Kabayan menyebarluaskannya bahwa Si Kabayan ngipri, nyegik atau ngetik. Hanya Iteung yang terus khusyu menjagai Si Kabayan dengan menyediakan makan dan minum, tapi Si Kabayan hanya makan sedikit dan minum air putih saja. Dari cerita di atas dapat dibuat skema ceritemenya sebagai berikut: Si Kabayan Abah Iteung Orang-orang : Lelaki sakit hendak ditengok teman-temannya. : Lelaki mertua Si Kabayan yang melarang teman-teman Si Kabayan untuk : Perempuan yang setia melayani Si Kabayan : Penasaran ingin menengok dan menolong Si Kabayan, kecewa

menengok, dia dengan jujur memberi tahu sakit Si Kabayan.

ketika tidak boleh menengok. Dari ceriteme di atas terdapat persamaan dalam perbedaan, yaitu Abah dan Iteung sama-sama setia kepada Si Kabayan. Hanya jika Abah tidak melakukan apa-apa secara langsung terhadap Si Kabayan dia berusaha menuruti saran menantunya, sedangkan Iteung secara langsung terus melayani keperluan-keperluan Si Kabayan.

26

Terdapat oposisi pada ceriteme-ceriteme di atas. Abah mertua Si Kabayan melarang orang-orang untuk menengok Si Kabayan, dan orang-orang kecewa karena tidak boleh menengok dan menolong Si Kabayan. Abah dalam hal ini mengikuti saran dari Si Kabayan supaya dirinya tidak ditengok, sedangkan orang-orang merasa wajib menengok Si Kabayan karena merupakan tetangga dan kawan. c. Episode Puncak Pertentangan Pada episode ini Si Kabayan sembuh. Orang-orang berkerumun menengoknya, termasuk Pak Lurah dan Sekdesnya. Dia diminta untuk menerangkan keberadaan sakitnya selama ini, terutama tentang penyakitnya yang seperti ular. Iteung, Abah, Ambu gembira dan bersyukur kepada Allah atas kesembuhan Si Kabayan. Pak Lurah membuka diskusi dengan masyarakat dan nara sumbernya adalah Si Kabayan. Orang-orang bertanya dan Si Kabayan menjawab dengan sejujurnya. Dia mengatakan bahwa dirinya memang berganti kulit seperti ular, hal ini menurut Si Kabayan sangat sakit rasanya. Dia memberi alasan mungkin dirinya terlalu banyak dosa, sehingga dia sadar bahwa dengan berganti kulit akan ada perubahan ke arah yang wajar. Dia juga menerangkan tentang pilihannya menyendiri, menurutnya kesendirian maknanya tanpa mengganggu dan diganggu. Kesendirian itu sudah dari awalnya, yaitu ketika lahir, belajar hidup, mati, dan perhitungan di akhirat merupakan tanggung jawab sendiri. Ketika ditanya apa saja yang dilakukan ketika sendiri. Si Kabayan menjawab, bahwa dirinya sedang menghitung tentang dosa dan pahala, tentang salah dan benar yang ada pada diri. Selanjutnya dia menutup kata-katanya dan menyerahkan kepada Pak Lurah, karena dirinya merasa belum cukup untuk berbicara mengenai ilmu-ilmu batiniah. Dari cerita itu bisa ditarik skema ceritemenya sebagai berikut. Si Kabayan Pak Lurah Iteung : Lelaki baru sembuh dari sakit, bersyukur dan bahagia, menceritakan : Lelaki pemimpin masyarakat yang bahagia dengan kesembuhan Si sakit dan kesendiriannya kepada masyarakat. Kabayan, menengok warganya dan memimpin diskusi bersama masyarakat. : Perempuan istri Si Kabayan yang bersyukur dan berbahagia atas : Bahagia dengan kesembuhan Si Kabayan, tapi meminta keterangan kesembuhan suaminya. Masyarakat kepada Si kabayan

27

Dari ceriteme tersebut dapat diambil persaman dalam perbedaannya. Si Kabayan, Iteung, Pak Lurah sama-sama bahagia dan bersyukur atas kesembuhan dari penyakit. Dari persamaan ini terdapat perbedaan, yaitu jika Si Kabayan menerangkan tentang sakitnya maka Pak Lurah menanyakan tentang sakit dan hal-hal yang dilakukan Si Kabayan selama sakit. d. Episode Penyelesaian atau Akhir Episode ini menceritakan Si Kabayan telah sembuh. Setelah memberi keterangan kepada penduduk, besoknya Si Kabayan diminta tolong oleh Abah untuk memperbaiki pagar rumah yang runtuh bekas masyarakat yang berjejal menengok Si Kabayan. Iteung yang melihat Si Kabayan agak males langsung mendampratnya. Si Kabayan minta kopi dulu dan segera dibuatkan oleh Iteung, tapi sebelum kopi itu diminum Abah keburu memanggilnya dan lagi pula kopi itu panas. Akhirnya dengan enggan Si Kabayan turun dari rumah sembari menggerutu tentang tidak enaknya serumah dengan mertua. Dari cerita di atas dapat disusun ceritemenya sebagai berikut. Si Kabayan Iteung pagar. Abah : Lelaki mertua Kabayan yang meminta membantu memperbaiki pagar. Dari ceriteme tersebut dapat diambil persamaan dalam perbedaan. Abah dan Iteung sama-sama meminta Si Kabayan untuk membantu memperbaiki pagar. Keduanya mempunyai perbedaan, jika Iteung diam di rumah dan menyediakan makanan dan minuman sedangkan Abah berada di luar dan sedang memperbaiki pagar. Abah dalam ceriteme ini beroposisi dengan Si Kabayan, Abah sebagai pihak yang meminta bantuan untuk memperbaiki pagar sedangkan Si Kabayan pihak yang diminta bantuan oleh Abah untuk memperbaiki pagar. Dari cerita ini dapat dipaparkan sebagai berikut. Si Kabayan sakit. Sakitnya sakit yang aneh, kulitnya mengelupas seperti ular yang akan berganti kulit. Hal ini membuat masyarakat gempar dan membuat isu yang macam-macam. Misalnya, Si Kabayan disangka sedang ngipri, nyegik, ngetik. Bahkan ibu mertuanya sendiri mencurigai hal seperti ini. Hanya Iteung yang terus setia menemani Si Kabayan. Ketika : Lelaki baru sembuh yang disuruh memperbaiki pagar. : Perempuan istri Kabayanyang mengingatkan untuk membantu memperbaiki

28

sembuh Si Kabayan diminta untuk menerangkan sakit dan hal lain yang dilakukannya selama sakit oleh Pak Lurah dan masyarakat banyak. Si Kabayan menerangkan semuanya, bahwa dalam sakitnya dia sedang merenungkan diri, tentang segala perbuatannya yang tidak wajar dan dosa-dosa yang dilakukannya. Dengan kata lain dalam sakitnya dia sedang introspeksi diri, menegok ke dalam dirinya sendiri. Cerita ini mempunyai makna bahwa dalam sakit kita bisa melihat diri, menghitung segala sesuatu yang telah dilakukan selama ini. Hasil renungan Si Kabayan bahwa kita itu sesungguhnya sendiri. Meskipun kita berkeluarga, pergi beramai-ramai, solat berjamaah, belajar bersama, dll. pada hakikatnya kita tetap sendiri karena asal kita dari kesendirian. Kita sendiri dalam kandungan, kita sendiri dalam kuburan, kita sendiri yang akan mempertanggungjawabkan kelakuan kita di hadapan Allah. Hal lain, bahwa kita tak perlu suuzon atau berpikir negatif tentang orang lain selama kita tidak tahu betul apa yang sebenarnya terjadi. Ini adalah falsafah hidup orang Sunda yang bercampur dengan falsafah Islam. Orang Sunda telah mengambil sisi positif dari keberadaan Islam, sinkretisasi yang positif. 3.2 Transformasi Tokoh Setelah dianalisis cerita ini menampakkan adanya saling bertransformasi. Melalui ceritemenya masing-masing tokoh satu sama lainnya memperlihatkan kesamaan sekaligus perbedaan. Persamaan dan perbedaannya dapat dilihat dari uraian sintagmatis dan paradigmatis. Secara sintagmatis bisa dilihat dari episode-episode mulai dari episode latar belakang tokoh sampai ke episode penyelesaian atau akhir. Sedangkan secara paradigmatis, bisa dilihat bagaimana cerita-cerita tersusun dalam ceriteme, seperti apa tokoh itu dalam ceritemenya. Dalam cerita Si Kabayan ini yang diamati adalah tokoh Si Kabayan. Pada Si Kabayan Menangkap Maling didapat tokoh Si Kabayan yang mempunyai sikap dan pandangan sebagai berikut: a. rajin beribadah, dia tidak pernah meninggalkan kewajibannya sebagai muslim. Di manapun berada jika sudah waktunya solat dia melakukan solat, misalnya dia solat di tengah perjalanan di peinggir sungai. b. ingin menegakkan kebenaran (menangkap maling), dia membenci perbuatan mencuri karena baginya mencuri itu merugikan orang lain, karena itu dia berniat untuk menangkap si penrampok

29

c. penakut tapi juga pemberani, dalam dirinya berkecamuk antara berani dan takut dalam menghadapi perampok. Dia berniat untuk menangkap perampok, tapi ketika berhadapan dia ketakutan karena perampok itu tidak sendiri dan bersenjata lengkap d. rendah hati, ketika Si Kabayan hendak diberi penghargaan atas jasanya menangkap maling, dia segera berlalu dengan diam-diam dari tempat itu, karena dia tidak merasa menangkap perampok. e. argumentasinya didukung oleh bukti yang kuat, f. keluguannya dan sikap bermain-main (humor) dapat menyelamatkan dirinya dan menjadikan dirinya dipahlawankan. Dalam cerita Ember Orang Kaya didapat tokoh Si Kabayan yang bersikap dan berpandangan sebagai berikut. a. tidak menyukai sifat pelit, ketika mendengar Juragan Sobar yang kaya itu pelit Si Kabayan berniat untuk memberi pelajaran. b. kecerdikannya tersimpan dalam keluguan, dalam menghadapi atau memberi pelajaran kepada Juragan Sobar dia bersikap lugu dan bodoh c. bersikap seperti main-main dan lucu dalam menghadapi persoalan serius, d. argumentasinya meyakinkan karena didukung bukti yang kuat, e. bersikap bijak, ketika pelayan meminta keterangan tentang sebuah persoalan Si Kabayan menerangkannya dengan sangat bijak dan penuh kedewasaan f. pemaaf, agak malas g. rajin beribadah. Pada Si Kabayan Ganti Kulit didapat tokoh Si Kabayan yang bersikap dan berpandangan sebagai berikut. a. cerdik, lucu tapi lugu, ketika dia hendak menyampaikan sesuatu kepada masyarakat dia mengambil alasan dari sakitnya b. rajin beribadah, selama sakit itu dia tak pernah berhenti beribadah c. agak malas, jika bekerja harus disuruh-suruh atau dimotivasi dulu d. pandai mengungkapkan pikirannya secara langsung kepada masyarakat. Kiranya dari tiga cerita itu dapat diambil beberapa kesamaan yang merupakan sikap dan pandangan Si Kabayan dalam menghadapi persoalan hidup bermasyarakat.

30

Pertama Si Kabayan mempunyai pandangan bahwa hidup ini untuk ibadah, karena itu sikap kesehariannya tidak meninggalkan atau melupakan ibadah. Dia misalnya benci terhadap perampokan, juga terhadap orang yang pelit, dia juga tidak terlalu menggebugebu dalam mencari kekayaan, hidupnya santai karena tahu apa yang akan dan telah dilakukannya. Ibadah di sini tampak lebih berorientasi pada bentuk sosial atau dalam istilah Islam habluminanas. Kedua, Si Kabayan seorang yang cerdik dan banyak akal meski kecerdikannya itu tersembunyi dalam keluguannya. Dia menyikapi hidup seperti dengan main-main, inilah yang dalam masyarakat Sunda dinamakan hirupmah ngan saukur heuheuy jeung deudeuh, artinya bahwa hidup itu hanya tertawa dan penuh kasih sayang. Karena itu sikapnya selalu memancing orang untuk tertawa. Dalam berargumentasi dia selalu sangat betul, karena itu bisa menjengkelkan lawan bicaranya, sekaligus lucu bagi yang menyaksikannya. Untuk hal yang dilakukannya, meski itu bertentangan dengan kebiasaan masyarakat, Si Kabayan punya argumentasi yang cukup meyakinkan dan kadang bisa membuka wawasan berpikir masyarakatnya. Ketiga, agak malas. Sifat inilah yang jelek dan melekat pada Si Kabayan, untuk soal pekerjaan dia harus disuruh-suruh atau diberi motivasi. Hal ini bertentangan dengan sikap pertama, yakni tentang hidup itu ibadah. Barangkali dia tidak terlalu bernafsu untuk mencari keduniawian, karena itu hidupnya seadanya dan tidak mengada-ada. Keempat, adalah sikap rendah hati yang dalam orang Sunda disebut handap asor. Dalam menghadapi atau bergaul dengan orang-orang Si Kabayan bersikap rendah hati dan cenderung pemalu tapi ramah. Dia, misalnya, tidak mau dipahlawankan ketika telah berbuat kebaikan bagi masyrakat. Kelima, bahwa orang Sunda memaknai hidup ini sebagai sesuatu yang harus penuh kasih, karena itu hidup tidak perlu larut dalam kesedihan tapi hidup harus penuh kegembiraan atau tertawa. Pada orang Sunda biasa disebut hirup mah ukur heuheuy jeung deudeuh. Dalam hal ini orang Sunda sering kali menertawakan dirinya sendiri, menertawakan keobodohannya, kebahagiaannya, menertawakan menertawakan kesedihannya. kesialannya, Semua menertawakan sebagai ditertawakan

konsekuensi hidup yang dianggapnya tidak terlalu untuk diseriusi, sebab hidup hanya sementara, hirup mah ngan ukur ngumbara. Tapi, tentu saja bukan berarti hidup harus seenaknya, hidup harus membawa bekal bagi hirup nu langgeng, hidup yang abadi, yaitu dengan cara nyieun kahadean atau berbuat baik.

31

BAB IV SIMPULAN Pasangan yang beroposisi, yaitu dua gejala yang saling bertentangan: baikjahat, pintar-bodoh, rendah hati-sombong, dll. adalah hal yang akan terus ada dan tidak bisa dihindari. Ia senantiasa hidup dan menciptakan berbagai konflik dalam kehidupan manusia. Dari zaman Nabi Adam sampai sekarang manusia tak pernah lepas dari konplik itu. Konflik yang mempermasalahkan perbedaan-perbedaan, konflik yang diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan. disiasati dan dialihkan ke dalam mitos. Apabila diperhatkan konflik yang timbul dalam cerita Si Kabayan adalah konflik mempersoalkan keselamatan manusia, konflik yang mempersoalkan sifat baik dan buruk manusia. Dalam hal ini diperlukan kecerdikan dan keberanian dalam menghadapinya. Misalnya, pada Si Kabayan Menangkap Maling memerlukan kecerdikan dan keberanian juga keluguan karena yang memimpin kejahatan itu kepala keamanan desa sendiri. Oleh karena itu untuk menyelesaikan persoalan yang pelik diperlukan sikap seperti Si Kabayan yang lucu, lugu, berani juga cerdik sehingga dalam menyelesaikan konflik itu tidak perlu terjadi peristiwa yang menimbulkan korban jiwa atau korban lainnya yang lebih banyak dan mengerikan. Itulah kira-kira pandangan lain yang terkandung dalam cerita Si Kabayan yang merupakan pandangan masyarakat, ketika dirinya dihadapkan dengan persoalan tentang hidup. DAFTAR PUSTAKA Ahimsa-Putra, Sri Hedi. 2001. Strukturalisme Levi Strauss Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta: Galang Press Chamamah-Soeratno, Siti. 1991. Tinjauan Tentang Teori dan Metode Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Hanindita Ekadjati, Edi.1995. Kebudayaan Sunda Suatu Pendekatan Sejarah. Jakarta: Pustaka Jaya Kaplan, David. 2000. Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Soekardi, Yuliadi. 2004. Si Kabayan Menangkap Maling. Bandung: Pustaka Saifudin, Achmad F. 2005. Antropologi Kontemporer Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma. Jakarta: Prenada Media Thalab, Muhtar Ibnu. 2005. Si Kabayan Jadi Wartawan. Bandung: Pustaka Latifah dari suatu Konflik yang tiada henti ini salah satunya

32

33