alek pisang manih (analisis strukturalisme levi-strauss)

Upload: raphel-okfernando-rebirth

Post on 23-Feb-2018

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/24/2019 Alek Pisang Manih (Analisis Strukturalisme Levi-strauss)

    1/21

    Universitas Andalas,

    FISIP S1, Antropologi Sosial

    Nopember 2013

    1

    ALEK PISANG MANIHPADA MASYARAKATNAGARIPANYAKALAN,

    KECAMATAN KUBUNG, KABUPATEN SOLOK1

    Oleh: Raphel Okfernando2

    No. BP: 0810821005

    e-mail: [email protected]

    Dibimbing Oleh :

    Dr. Zainal Arifin, M.Hum

    Dra. Yunarti, M.Hum.

    Jurusan Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

    Universitas Andalas, Padang

    Abstract

    Marriage in the Minangkabau ethnic society is a traditional ceremony that had

    own traditions each implementation, as well as the marriage ceremony on the nagari

    Panyakalan who also knows the tradition alek pisang manih and considered

    mandatory to be implemented. Marriage ceremony is a sign that relations between

    addressing certain existing social relations, where these relations is a form of

    structural models in society.

    The research problem is how implementation of alek pisang manih tradition in

    nagari Panyakalan and how can the relations and structures in the tradition of

    marriage ceremony through the analysis of structuralism of Levi-Strauss. The type of

    this research is qualitative trough naturalistic approach and descriptive by using

    observation technique, documentation and literature study. The purpose of this study is

    to knew overview description of the implementation alek pisang manih tradition also

    analyse relations and social structure of society which consist in its pursuant according

    the implementation by Levi-Strauss's structuralism theory. Informants in this study

    consisted of key informants and usual informant. Theory used in this study is the

    theory of Levi-Strauss's structuralism.

    Results of research indicate that tradition of alek pisang manih have certain

    procedures that have been established by adat salingka nagari Panyakalan. Its

    Implementation is many involving the actors and social groups from traditional

    leaders, they are; urang ampek jinih from each tribe along with they acang-acang,

    datuek/niniek mamak from other tribes along with urang sumando, and janang. In thistradition also held exchange tando as a form of agreement of both parties. At execution

    of this tradition, the actors or social groups that do not act carelessly, there are certain

    rules in it like seating position according to their status and role in place execution and

    way of to converse, to strarting and also terminate something. Based on the analysis of

    structuralism used in alek pisang manih, found that actors or social groups which

    reside during the process execution of alek pisang manih shows existence the relation

    which opposition in form of triadic, where there are two elements to each other

    1 Telah diuji dalam ujian sidang skripsi oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Antropologi, Fakultas

    Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas, pada tanggal 4 Nopember 2013 di Padang.2

    Penulis adalah mahasiswa Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

    Universitas Andalas, Padang.

  • 7/24/2019 Alek Pisang Manih (Analisis Strukturalisme Levi-strauss)

    2/21

    Universitas Andalas,

    FISIP S1, Antropologi Sosial

    Nopember 2013

    2

    "opposite", but but remain to show balance because always "involves" three elements

    are considered as neutral element or mediator called liminal. As in the opposition party

    of siujuang with the opposition party of sipangka showing adversative element such assitting opposite them in the opposite direction, but by presenting panangah interpreted

    not partial to any one element because they still have relationship with each party.

    Opposition in form of triadic structure on the Minangkabau people at Panyakalan

    village, transformative for many activities and other social phenomena in the society

    system. Triadic structural forms have been made the balance system and social

    structure minangkabau society in nagari Panyakalan, which actually showed a lot of

    characteristics "conflict", but it still can be manipulated, because "conflict" was

    always trying to provide a place for absorbers or neutralizing it still can be happen the

    balance of social community itself. therefore If we looking for the condition of the

    society at present time, there is issues that indicate the etnocentrism conflict, racial,

    and many more ,who appear not seem too much budging to Minangkabau society

    either on nagari Panyakalan or other region.

    Keywords: marriage ceremony, tradition, alek pisang manih, structuralism

    A. PENDAHULUAN

    1. Latar Belakang

    Orang Minangkabau merupakan salah

    satu dari antara kelompok etnis utama

    bangsa Indonesia menempati bagian tengah

    pulau Sumatera sebagai kampung

    halamannya, yang sebagian besarnya

    sekarang merupakan propinsi Sumatera

    Barat.

    Ciri khas yang masih melekat dari

    masyarakat Minangkabau yaitu masih

    dipertahankannya adat istiadat dan sistem

    kekerabatan yang diwariskan turun temurun

    sampai sekarang. Menurut Radjab

    (1973:15), masyarakat suku bangsa

    Minangkabau yang menganut sistemkekerabatan matrilineal mempunyai

    struktur masyarakatnya yang terbentuk

    berdasarkan suku-suku. Sebagai sebuah

    suku bangsa, masyarakat Minangkabau

    dengan adat istiadatnya yang masih

    melekat kuat mempunyai berbagai macam

    upacara dalam kehidupan sosialnya, mulai

    dari upacara kelahiran, upacara kematian,

    upacara perkawinan atau pernikahan serta

    upacara pengangkatan pemimpin adat dan

    lain-lainnya

    Nagari-nagari yang ada di

    Minangkabau akan menerapkan adat

    salingka nagari yang telah disepakati

    bersama di masyarakatnya tersebut. Dalam

    konteks ini adat yang dimaksudkan adalah

    aturan-aturan dalam kehidupanbermasyarakat (umum) (Arifin et.al,

    2007:99). Aturan-aturan tersebut bisa

    terwujud pada tradisi-tradisi yang

    dijalankan masyarakat dalam bentuk

    upacara adat seperti pada dalam

    pelaksanaan upacara perkawinan menurut

    adat istadat nagari setempat di wilayah

    Minangkabau.

    Nagari Panyakalan merupakan

    salah satu nagari yang ada di wilayah

    Minangkabau. Secara administratif nagariPanyakalan ini terletak di wilayah

    Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok,

    Propinsi Sumatera Barat. Di dalam

    masyarakat nagari Panyakalan itu tentunya

    juga mempunyai beberapa macam tradisi

    dalam melaksanakan berbagai bentuk

    upacara menurut adat istiadatnya serta

    memiliki keunikan, kekhasan, dan

    perbedaan tersendiri dari adat istiadat

    masyarakat Minangkabau di nagari

    lainnya. Beberapa tradisinya tersebut

  • 7/24/2019 Alek Pisang Manih (Analisis Strukturalisme Levi-strauss)

    3/21

    Universitas Andalas,

    FISIP S1, Antropologi Sosial

    Nopember 2013

    3

    terdapat di dalam prosesi upacara

    perkawinan menurut adat istiadat atau yang

    lebih sering disebut dengan istilah baralek3

    oleh masyarakat Minangkabau padaumumnya.

    Beberapa tradisi yang dilaksanakan

    oleh masyarakat Minangkabau di nagari

    Panyakalan dalam prosesi upacara

    perkawinan menurut adat istiadatnya itu

    antara lain:

    1) Mangaku mamak atau mangaku

    induek4, apabila laki-laki yang

    berasal dari luar daerah nagari

    Panyakalan5, ingin mengawini salah

    satu perempuan dari anggotamasyarakat nagari Panyakalan,

    maka laki-laki tersebut harus

    masuk menjadi anggota salah satu

    suku dari enam suku6

    yang terdapat

    di nagari Panyakalan melalui

    pelaksanaan tradisi ini. Untuk

    pelaksanaan tradisi mangaku induek

    maka seluruh anggota keluarga inti

    dari laki-laki (ibu, bapak, saudara

    kandungnya) juga ikut masuk

    menjadi anggota salah satu sukuyang ada di nagari Panyakalan.

    3 Baralekberasal dari kata alekyang berarti jamuan atau

    pesta. Jadi baralek adalah berpesta yang dilakukan oleh

    masyarakat Minangkabau.4 Mangaku mamak artinya mengakui paman sedangkan

    mangaku induek artinya mengakui ibu. Di nagari

    Panyakalan untuk melaksanakan tradisi ini perlu dibayar

    ampang parik yaitu suatu isian untuk melaksanakan

    sebuah adat. Besaran yang perlu dibayar untuk ampang

    parikini adalah senilai harga satu emas.5 Pengecualian untuk calon pengantin laki-laki yang

    berasal dari nagari Gauang, Saok Laweh, Bukit Tandang

    dan Taruang-Taruang, tradisi mangaku mamak atau

    mangaku induek di nagari Panyakalan tidak akan

    dilaksanakan, begitu juga sebaliknya untuk calon

    pengantin laki-laki yang berasal dari nagari Panyakalan

    yang mengawini perempuan dari keempat nagari terebut

    maka tradisi mangaku mamak di sana juga tidak perlu

    dilaksanakan. Mereka dapat turun langsung dari suku asli

    mereka di nagari tersebut. Hal ini merupakan adat istiadat

    tersendiri bagi keempat nagari tersebut, karena telah

    menjadi ketentuan yang telah di tetapkan oleh nenek

    moyang/pendahulu dari keempat daerah tersebut.

    6 Suku yang ada di nagari Panyakalan adalah; Tanjuang,Supanjang, Sungai Napa, Balai Mansiang, Kutianyie, dan

    Melayu.

    2) Alek pisang manih (pesta pisang

    manis) adalah suatu tradisi yang

    hanya ada pada adat salingka

    nagari Panyakalan dan wajibdilakukan dalam pelaksanaan

    upacara perkawinan jenis pesta

    besar pada masyarakatnya. Di

    dalam tradisi ini terjadi sejenis

    musyawarah atau tanya jawab

    menggunakan bahasa petatah petitih

    Minangkabau yang dilakukan oleh

    para pemuka adat nagari

    Panyakalan serta beberapa tindakan

    simbolis selama proses

    pelaksanaanya.3) Maanta marapulai (mengantarkan

    mempelai/pengantin laki-laki) yaitu

    tradisi yang wajib dilakukan

    masyarakat Minangkabau di nagari

    Panyakalan yang akan

    melaksanakan upacara perkawinan

    dengan jenis baralek gadang (pesta

    besar), dimana pada intinya tradisi

    ini bermaksud untuk menyerahkan

    marapulai (mempelai/pengantin

    laki-laki) kepada pihak keluargaanak daro (mempelai/pengantin

    perempuan) secara sah dengan adat

    istiadat nagari Panyakalan

    Sehubungan dengan adanya

    beberapa tradisi tersebut, peneliti lebih

    tertarik memilih melakukan penelitian

    tentang pelaksanaan tradisi alek pisang

    manih dengan menggunakan analisis dari

    teori strukturalisme untuk melihat sisi

    struktural masyarakat Minangkabau di

    nagari Panyakalan.

    Tradisi alek pisang manih di nagari

    Panyakalan dalam proses pelaksanaannya

    banyak melibatkan beberapa aktor individu

    dan kelompok sosial yang umumnya

    berasal dari kalangan pemuka adat. Aktor

    individu dan kelompok sosial yang

    berperan sangat penting selama proses

    pelaksanaan tradisi alek pisang manih

    tersebut adalah sebagai berikut:

  • 7/24/2019 Alek Pisang Manih (Analisis Strukturalisme Levi-strauss)

    4/21

    Universitas Andalas,

    FISIP S1, Antropologi Sosial

    Nopember 2013

    4

    1. Urang ampek jinih (dalam konsep

    adat)7

    dari suku pihak

    mempelai/pengantin perempuan dan

    suku pihak mempelai/pengantinlaki-laki.

    2. Acang-acang8

    dari kedua belah

    pihak suku masing-masing

    mempelai/pengantin.

    3. Beberapa datuek/niniek mamak9

    dari suku lainnya yang ada di nagari

    Panyakalan.

    4. Beberapa urang sumando10

    dari

    pihak suku mempelai/pengantin

    perempuan, termasuk ayah/bapak

    (fa) dari mempelai/pengantinperempuan (anak daro) itu sendiri.

    7Urang ampek jinih (orang yang empat jenis) adalah

    sebutan untuk kesatuan empat orang yang memiliki tugas

    dan fungsi yang berbeda dalam adat, namun akan saling

    dukung-mendukung dalam pelaksanaan tugas dan

    fungsinya (Arifin et.al, 2007:78). Sebagai kelompok adat,

    maka yang dimaksud dengan urang ampek jinih adalah:

    penghulu, malin, manti, dan dubalang (idem, hal 79).

    Konsep kelompok urang ampek jinih juga ditemukandalam sistem pemerintah nagari. Dalam konteks

    pemerintah nagari sekarang ini, urang ampek jinih adalah

    salah satu unsur yang membentuk kepengurusan

    Kerapatan Adat Nagari (KAN), yaitu: niniak mamak,

    cadiak pandai, alim ulama, dan bundo kanduang. (idem,

    hal 83).8 Acang-acang adalah orang yang nantinya akan

    berkomunikasi atau bertanya jawab menggunakan bahasa

    petatah-petitih Minangkabau pada tradisi alek pisang

    manih. Orang yang menjadi acang-acang ini haruslah

    mempunyai gala (gelar adat), dan diambil dari salah satu

    kelompok urang ampek jinih. Biasanya diambil dari

    kalangan cadiek pandai.9 Konsep datuek/niniek mamak disini ditujukan untuk

    urang ampek jinih dari suku-suku selain dari suku

    masing-masing mempelai yang melakukan upacara

    perkawinan dan beberapa orang yang mempunyai gala

    (gelar adat) namun bukan dari golongan urang ampek

    jinih dari suku-suku yang ada di nagari Panyakalan, serta

    juga ditujukan untuk orang yang berasal dari kalangan

    niniek mamak, alim ulama, dan cadiek pandai yang ada di

    nagari Panyakalan.10 Urang sumando menurut Davis kata sumando itu

    sendiri berasal dari kata sando yang berarti berjanji.

    Jadi sumando adalah seseorang yang berjanji dengan

    keluarga isterinya. Ditengah masyarakatnya posisiseorang sumando ini dianggap sebagai orang yang

    datang atau tamu dalam keluarga isterinya, sebagai

    laki-laki marginal (marginal man) atau mengikuti istilahLevi-Strauss sebagaimana dikutip oleh Carol Davis

    sebagai seorang laki-laki pinjaman (idem, hal 93).

    5. Beberapa orangjanang11

    yang telah

    ditunjuk dan nantinya bertugas

    sebagai orang yang akan

    menghidangkan segala sajian kehadapan semua orang yang hadir

    disana, serta yang nantinya juga

    akan mengangkat dan membawakan

    carano12

    ke hadapan urang ampek

    jinih dan para datuek niniek/mamak

    yang hadir pada pelaksanaan tradisi

    alek pisang manih.

    Semua aktor individu atau kelompok

    sosial tersebut mempunyai posisi dan

    peranannya masing-masing yang salingberkaitan dalam pelaksanaan tradisi alek

    pisang manih, karena dalam adat istiadat

    semua elemen masyarakat akan saling

    mempengaruhi dalam pelaksanaan sebuah

    upacara perkawinan sebagai suatu sistem

    sosial yang berlaku di masyarakatnya.

    Sebagai sebuah sistem sosial berbagai

    bentuk posisi, peran, dan status sosial yang

    mencerminkan sebuah tatanan struktur

    masyarakat terdapat dalam pelaksanaan

    tradisi alek pisang manih pada masyarakatMinangkabau di nagari Panyakalan ini.

    Namun hal tersebut tidak hanya dapat

    dilihat dari sisi luar yang empiris pada

    pelaksanaan tradisi itu saja. Untuk dapat

    menemukan dan memahaminya juga perlu

    dilihat dari sisi dalam pada proses

    pelaksanaan tradisi alek pisang manih itu

    sediri, dimana makna yang terkandung

    didalamnya mencerminkan relasi-relasi

    dalam sebuah struktur pada masyarakat

    Minangkabau di nagari Panyakalan.

    Hal tersebut sangat menarik untuk

    diteliti lebih dalam dengan menggunakan

    analisis ilmu antropologi yang melihat dari

    11 Dalam budaya masyarakat Minangkabau di nagari

    Panyakalan, orang yang berhak menjadijanang ini adalah

    anak pisang yang laki-laki (BrSo) dari pihak yang

    mengadakan alek.12 Carano adalah tempat daun sirih beserta

    kelengkapannya (tembakau, gambir, buah pinang, dan

    sekapur sirih). Carano ini juga digunakan sebagaiperantara pertukaran keris dan ikat pinggang (tando).

  • 7/24/2019 Alek Pisang Manih (Analisis Strukturalisme Levi-strauss)

    5/21

    Universitas Andalas,

    FISIP S1, Antropologi Sosial

    Nopember 2013

    5

    sisi struktural masyarakatnya. Salah satu

    teori yang dapat digunakan untuk

    menganalisis struktur dalam sebuah

    masyarakat suku bangsa adalah teoristruktralisme dari Claude Levi-Strauss.

    Menurut Ihromi (1999:66), Levi-

    Strauss memandang kebudayaan manusia

    seperti hal itu dinyatakan dalam kesenian,

    dalam upacara-upacara, dan pola kehidupan

    sehari-hari sebagai perwakilan lahiriah

    (surface representation) dari struktur

    pikiran manusia yang mendasarinya.

    Berdasarkan asumsi tersebut, maka

    pada dasarnya struktur masyarakat dapat

    dilihat dan dikaji dengan cara yangberbeda, sehingga menemukan berbagai

    kaitannya dengan relasi-relasi sosial yang

    terkandung dalam sebuah aktifitas dan

    fenomena sosial dalam masyarakat sebagai

    sistem sosial masyarakat tersebut. Dalam

    konteks penelitian ini adalah memahami

    relasi dan struktur sosial masyarakat yang

    terdapat pada sebuah tradisi dalam upacara

    perkawinan menurut adat istiadat

    masyarakat tersebut, yaitu tradisi alek

    pisang manih pada masyarakatMinangkabau di nagari Panyakalan,

    sehingga perspektif teori strukturalisme

    Levi-Strauss ini bisa dikembangkan dengan

    objek analisis yang berbeda.

    2. Permasalahan

    Penelitian-penelitian dan karangan-

    karangan ilmiah tentang masyarakat

    Minangkabau terutama mengenai tradisi,

    khususnya tradisi yang terdapat dalam

    proses upacara perkawinan memang sudah

    banyak dilakukan dan diterbitkan, namun

    Masih relatif sedikit yang mencoba

    memahami atau menganalisis lebih jauh

    masyarakat suku bangsa Minangkabau

    dengan menggunakan analisis teori

    stukturalisme dari Levi-Strauss.

    Berangkat dari hal tersebut, peneliti

    akhirnya tertarik melakukan penelitian

    yang mengkaji dan menganalisis salah satutradisi menurut adat istiadat masyarakat

    Minangkabau di nagari Panyakalan yaitu

    tradisi alek pisang manih. Penelitian ini

    dilakukan dengan kajian struktural yang

    menggunakan teori strukturalisme dariLevi-Strauss dengan cara menemukan

    bentuk relasi dan struktur sosial yang

    terdapat dalam pelaksanaan tradisi alek

    pisang manih pada masyarakat

    Minangkabau di nagari Panyakalan

    tersebut.

    Berdasarkan latar belakang penelitian

    yang telah dijabarkan sebelumnya, maka di

    rumuskanlah beberapa permasalahan yang

    berkaitan dengan penelitian tentang Alek

    Pisang Manih pada Masyarakat NagariPanyakalan, Kecamatan Kubung,

    Kabupaten Solok dengan menggunakan

    analisis menurut teori strukturalisme Levi-

    Strauss sebagai berikut:

    1. Bagaimana bentuk pelaksanaan

    tradisi alek pisang manih yang

    terdapat pada adat istiadat

    masyarakat Minangkabau di nagari

    Panyakalan?

    2. Bagaimana bentuk relasi-relasi dan

    struktur-struktur sosial yangterdapat pada pelaksanaan tradisi

    alek pisang manih dalam upacara

    perkawinan menurut adat istiadat

    masyarakat Minangkabau di nagari

    Panyakalan sesuai dengan analisis

    teori strukturalisme dari Claude

    Levi-Strauss?

    3. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan perumusan masalah yang

    telah disebutkan diatas, maka tujuan dari

    penelitian ini adalah:

    1. Untuk menjelaskan dan

    mendeskripsikan pelaksanaan tradisi

    alek pisang manih yang terdapat

    pada adat istiadat masyarakat

    Minangkabau di nagari Panyakalan.

    2. Untuk mempelajari dan

    menganalisis relasi-relasi dan

    struktur-struktur sosial yangterdapat pada pelaksanaan tradisi

  • 7/24/2019 Alek Pisang Manih (Analisis Strukturalisme Levi-strauss)

    6/21

    Universitas Andalas,

    FISIP S1, Antropologi Sosial

    Nopember 2013

    6

    alek pisang manih dalam upacara

    perkawinan menurut adat istiadat

    masyarakat Minangkabau di nagari

    Panyakalan sesuai dengan analisisteori strukturalisme dari Levi-

    Strauss.

    4. Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat

    memberikan masukan kajian secara ilmiah

    serta dapat memperkuat teori yang

    berkaitan dengan objek penelitian yaitu

    teori strukturalisme Levi-Strauss, sertamelahirkan sebuah karya tulis ilmiah yang

    diharapkan dapat digunakan sebagai

    tambahan referensi untuk penelitian-

    penelitian selanjutnya khususnya penelitian

    atau riset tetang strukturalisme Levi-Strauss

    Penelitian ini juga diharapkan dapat

    memberikan masukan informasi dan

    menjadi salah satu wancana acuan serta

    bahan pertimbangan bagi masyarakat

    bersama pemerintah dalam pelestarian serta

    inventarisasi tradisi dan budaya suku

    bangsa Minangkabau yang kaya akan

    budaya dan tradisi dalam adat istiadat

    masyarakatnya. Khususnya tradisi alek

    pisang manih pada masyarakat

    Minangkabau di nagari Panyakalan,

    sehingga keberadaanya tetap lestari dan

    dapat menjadi inventaris warisan

    kebudayaan masyarakat Indonesia

    5. Kerangka Pemikiran

    Menurut Koentjaraningrat (1992:92),

    tingkat-tingkat sepanjang hidup yang di

    dalam kitab-kitab antropologi sering

    disebut stages along the life-cycle itu

    adalah misalnya masa bayi, masa

    penyapihan, masa kanak-kanak, masa

    remaja, masa pubertet, masa sesudah nikah,

    masa hamil, masa tua dan sebagainya. Pada

    saat peralihan waktu, para individu beralih

    dari satu tingkat hidup ke tingkat lainnya

    biasanya diadakan pesta atau upacara yang

    merayakan saat peralihan itu

    Berbagai bentuk upacara tersaji dalamadat istiadat masyarakat suku bangsa di

    seluruh dunia, salah satunya dalam upacara

    perkawinan atau pernikahan. Menurut

    Suparlan (1985:98), perkawinan merupakan

    suatu hubungan yang sah antara seorang

    laki-laki dan wanita yang diakui oleh

    masyarakat bersangkutan dan berdasarkan

    atas peraturan yang berlaku.

    Proses perkawinan itu akan

    membentuk hubungan sosial antar

    perorangan, keluarga, dan masyarakat.Selain itu sebagai suatu relasi antar

    kelompok, perkawinan juga merupakan

    suatu bentuk proses komunikasi, Itulah

    sebabnya mengapa Levi-Strauss dalam Paz

    (1997:xxvii) dapat mengatakan bahwa

    komunikasi dalam masyarakat manusia

    berlangsung dengan perantara kata-kata,

    barang dan wanita. Jadi perkawinan

    bukanlah relasi antar tanda, tetapi

    komunikasi atau relasi antar kelompok

    melalui sistem tanda yang khusus13

    Tradisi alek pisang manih ini

    merupakan salah satu bentuk tradisi dalam

    upacara perkawinan menurut adat istiadat

    pada sistem sosial budaya masyarakat

    nagari Panyakalan sebagai bagian dari

    kebudayaan suku bangsa Minangkabau.

    Proses pelaksanaan tradisi alek pisang

    manih sebagai sebuah sistem budaya pada

    masyarakat Minangkabau di nagari

    Panyakalan, tentunya banyak melibatkan

    berbagai unsur-unsur dan kelompok

    masyarakat. Mereka memiliki posisi dan

    perannya masing-masing dengan tujuan

    untuk melancarkan jalannya suatu upacara

    13Levi-Strauss sendiri telah membuktikan adanya relasi

    atau komunikasi antar kelompok tersebut dalam karya

    yang berjudul Les Structures Elementaries de la Parente

    (1949) yang mengkaji pengaturan tukar-menukar wanita

    antara kelompok kerabat. Hal itu diambilnya dari contoh

    suku bangsa bangsa Indian di Amazon, suku bangsa

    pribumi Australia, suku bangsa India timur dan Birma,

    suku bangsa India Tengah dan Selatan, suku bangsa Golddan Gilyak di Asia Timur Laut, serta suku bangsa Cina

    dan Tibet (Koentjaraningrat, 1987:220).

  • 7/24/2019 Alek Pisang Manih (Analisis Strukturalisme Levi-strauss)

    7/21

    Universitas Andalas,

    FISIP S1, Antropologi Sosial

    Nopember 2013

    7

    perkawinan beserta tradisi-tradisi yang

    terdapat di dalamnya serta untuk

    memeriahkan upacara perkawinan tersebut.

    Semua itu memperlihatkan bagaimanabentuk persetujuan dari masyarakat.

    Segala aktifitas kehidupan sosial dalam

    masyarakat tersebut tidak bisa dilepaskan

    dari hubungan-hubungan sosial sebagai

    makhluk yang mempunyai kebudayaan.

    Setiap masyarakat mengenal jaringan

    sosial, baik karena turunan darah, akibat

    perkawinan, maupun karena wasiat.

    Jaringan sosial ini merupakan sebagian dari

    struktur masyarakat, baik yang sederhana

    maupun yang komplek (Budhisantoso.1988:45). Jaringan sosial dimana interaksi

    sosial berproses dan menjadi terorganisir

    serta melalui mana posisi-posisi sosial dari

    individu dan sub kelompok dapat

    dibedakan oleh Ritzer (2003:19) disebut

    sebagai struktur sosial.

    Ahli lain mengkonseptualisasikan

    struktur sosial secara berbeda. Misalnya

    Evan-Pritchard mengemukakan bahwa

    struktur sosial adalah konfigurasi

    kelompok-kelompok yang mantap; seturutTalcott Parsons, ia adalah suatu sistem

    harapan/ekspektasi normatif (normative

    expectation): Edmund R. Leach

    mengatakanya sebagai seperangkat norma

    atau aturan ideal; sedangkan Levi-Strauss

    berpendapat bahwa struktur sosial adalah

    model (Kaplan & Manners, 2002:130).

    Berangkat dari hal tersebut, dalam

    mengkaji dan menganalisis suatu relasi dan

    stuktur sosial yang terdapat pada suatu

    masyarakat menggunakan dapat dikaji dan

    dianalisis dengan menjadikan pelaksanaan

    sebuah tradisi dalam berbagai upacara adat

    seperti upacara perkawinan pada

    masyarakat tersebut sebagai objek analisis.

    Salah satu teori yang dapat digunakan

    untuk menganalisis struktur di dalam

    masyarakat tersebut adalah teori

    strukturalisme Levi-Strauss. Strukturalisme

    dari Levi-Strauss ini adalah sebuah

    pendekatan baru terhadap ilmu-ilmumanusia yang berupaya untuk menganalisis

    bidang tertentu seperti mitos, perkawinan,

    kekerabatan dan sebagainya, sebagai sistem

    yang komplek dari bagian-bagian yang

    saling terkait.Strukturalisme Levi-Strauss juga

    memiliki sejumlah asumsi dasar yang

    berbeda dengan aliran pemikiran lain dalam

    ilmu antropologi. Dasar-dasar dalam

    strukturalisme Levi-Strauss ini merupakan

    faktor utama yang sangat penting untuk

    dipahami agar dapat menerapkan teori

    tersebut dalam mengkaji sebuah fenomena

    budaya. Asumsi dasar yang terdapat dalam

    teori strukturalisme Levi-Strauss tersebut

    adalah sebagai berikut:1. Ada anggapan bahwa sebagai

    aktivitas sosial dan hasilnya, seperti:

    dongeng, upacara-upacara, sistem-

    sistem kekerabatan dan perkawinan,

    pola tempat tinggal, pakaian dan

    sebagainya, secara formal semuanya

    dapat dikatakan sebagai bahasa-

    bahasa atau lebih tepatnya

    merupakan perangkat tanda dan

    simbol yang menyampaikan pesan-

    pesan tertentu. Oleh karena ituterdapat ketertataan (order) serta

    keterulangan (regularities) pada

    berbagai fenomena tersebut.

    2. Adanya anggapan bahwa semua

    manusia dapat membuat struktur

    atau menstrukturkan gejala-gejala

    yang dihadapinya. Selanjutnya tugas

    peneliti yang menggunakan

    perspektif struktural pada awalnya

    adalah mengungkapkan struktur

    permukaan terlebih dahulu.

    Selanjutnya adalah mengungkapkan

    struktur dalam yang dianggap ada di

    balik berbagai fenomena budaya.

    3. Dalam menelah fenomena budaya

    digunakan relasi sinkronis,

    kemudian relasi diakronis. Oleh

    karena itu dalam menjelaskan suatu

    gejala, penganut strukturalisme

    tidak mengacu pada sebab-sebab

    karena hubungan sebab-akibatmerupakan relasi diakronik, tetapi

  • 7/24/2019 Alek Pisang Manih (Analisis Strukturalisme Levi-strauss)

    8/21

    Universitas Andalas,

    FISIP S1, Antropologi Sosial

    Nopember 2013

    8

    mengacu pada hukum transformasi.

    Hukum transformasi adalah

    keterulangan-keterulangan

    (regularities) yang tampak suatukonfigurasi struktural berganti

    menjadi konfigurasi struktural yang

    lain. Dari pengamatan bekali-kali

    akan menghasilkan kesimpulan

    suatu struktur tertentu selalu beralih

    rupa dengan cara tertentu. Di sini

    diperoleh bukan hukum sebab-

    akibat akan tetapi hukum-hukum

    transformasi.

    4. Relasi-relasi dari struktur dalam

    dapat diperas atau disederhanakanmenjadi oposisi berpasangan

    (binary opposition) yang paling

    tidak punya dua pengertian.

    5. Struktural ini dibedakan menjadi

    dua macam: struktur lahir atau

    struktur luar (surface structure) dan

    struktur batin atau struktur dalam

    (deep structure). Struktur luar

    adalah relasi-relasi antar unsur yang

    dapat kita buat atau bangun

    berdasarkan atas ciri-ciri empirisdari relasi-relasi tersebut, sedangkan

    struktur dalam adalah susunan

    tertentu yang kita bangun

    berdasarkan atas struktur lahir yang

    telah berhasil kita buat, namun tidak

    selalu tampak pada sisi empiris dari

    fenomena yang kita pelajari.

    Struktur dalam ini dapat disusun

    dengan menganalisis dan

    membandingkan beberapa struktur

    luar yang berhasil ditemukan atau

    dibangun. Struktur dalam inilah

    yang lebih tepat disebut sebagai

    model untuk memahami fenomena

    yang diteliti. Karena melalui

    struktur inilah penelitian kemudian

    dapat memahami berbagai

    fenomena budaya yang

    dipelajarinya (Ahimsa-Putra,

    2001:61-62).

    Pola dari pelaksanaan tradisi alek

    pisang manih di masyarakat nagari

    Panyakalan inilah yang akan dicoba

    dianalisis berdasarkan asumsi dasar dariteori strukturalisme Levi-Strauss yang telah

    disebutkan diatas. Model (struktur) dan

    pola tindakan formal dari aktor individu

    dan kelompok sosial yang sering

    diwujudkan dalam bentuk simbolik pada

    pelaksanaan tradisi alek pisang manih

    tersebut menjadi unit analisis dari

    penelitian ini.

    Penelitian tentang tradisi alek

    pisang manih dengan menggunakan

    analisis teori strukturalisme Levi-Strausspada dasarnya berangkat dari asumsi

    prinsip dualisme dalam struktur masyarakat

    Minangkabau, yang juga teraplikasi pada

    pola pelaksanaan tradisi tersebut. Unsur-

    unsur pembentuk dualisme ini dibangun

    dari aktor individu dan kelompok sosial

    yang ada dalam pelaksanaan tradisi itu dan

    selanjutnya dicoba untuk memunculkan

    hubungan atau relasi antar unsur-unsur

    tersebut.

    Relasi-relasi yang konkrit dalamproses pelaksanaan tradisi alek pisang

    manih inilah yang disebut dengan struktur

    luar. Struktur luar atau relasi-relasi yang

    terjadi pada unsur tersebut dibangun

    dengan prinsip oposisi binari, dimana

    hubungan/relasi dari oposisi ini akan

    memunculkan daerah penyeimbang atau

    dalam strukturalisme disebut dengan

    liminal. Semua relasi-relasi unsur yang

    terjadi pada pelaksanaan tradisi alek pisang

    manih inilah yang akan menjadi pembentuk

    struktur dalam (deep structure). Struktur-

    struktur yang telah ditemukan dikaji sesuai

    analisis teori strukturalisme Levi-Strauss

    berdasarkan data dan fakta yang diperoleh

    dari pelaksanaan tradisi alek pisang manih

    tersebut, sehingga dapat menjelaskan dan

    menggambarkan fenomena, gejala dan

    Aktifitas sosial dalam masyarakat

    Minangkabau di nagari Panyakalan.

  • 7/24/2019 Alek Pisang Manih (Analisis Strukturalisme Levi-strauss)

    9/21

    Universitas Andalas,

    FISIP S1, Antropologi Sosial

    Nopember 2013

    9

    6. Metode Penelitian

    Lokasi penelitian ini berada di wilayah

    nagari Panyakalan, yang terletak di

    Kecamatan Kubung, Kabupaten Solokdengan ibu kota Kabupaten adalah Aro

    Suka, Provinsi Sumatera Barat. Alasan

    lokasi ini dipilih karena tradisi alek pisang

    manih yang menjadi objek penelitian untuk

    analisis teori strukturalisme Levi-Strauss ini

    hanya terdapat dalam upacara perkawinan

    menurut adat istiadat pada masyarakat

    Minangkabau di nagari Panyakalan saja,

    dimana Tradisi ini juga masih terus

    dilakukan sampai saat sekarang oleh

    masyarakat Minangkabau disana.Penelitian ini menggunakan pendekatan

    naturalistik yang dimaksudkan untuk

    memahami keadaan, fenomena dan gejala

    sosial pada masyarakat sebagaimana adanya

    tanpa melakukan manipulasi. Penelitian ini

    bersifat deskriptif dengan tipe kualitatif

    yang menggunakan metode etnografi,

    dimana pusat perhatian dalam penelitian ini

    adalah pelaksanaan tradisi alek pisang

    manih sebagai salah satu bentuk bagian dari

    adat istiadat dalam upacara perkawinan padamasyarakat Minangkabau di nagari

    Panyakalan.

    Dalam pengambilan informan, peneliti

    melakukan dengan teknik non probabilitas

    sampling karena tidak semua individu

    (anggota populasi) dapat dijadikan sumber

    informasi. Teknik ini dilakukan dalam dua

    bentuk yaitu teknikpurposive sampling dan

    tekniksnowball sampling.

    Peneliti selanjutnya membedakan

    informan atas informan kunci dan informan

    biasa. Adapun yang menjadi informan kunci

    dalam penelitian ini adalah tokoh-tokoh

    pemuka adat dan tokoh pemerintahan nagari

    Panyakalan yang mempunyai pengetahuan

    luas dan dalam tentang sistem dan struktur

    pemerintahan dalam nagari serta tentang

    pelaksanaan adat istiadat di nagari

    Panyakalan, terutama mengenai tradisi alek

    pisang manih. Informan-informan tersebut

    antara lain:

    1. Satu orang dari kalangan

    datuek/niniek mamak dan empat

    orang dari kalangan urang ampek

    jinih (panghulu, manti, malin dandubalang) dari beberapa suku yang

    ada di nagari Panyakalan. Informan

    ini dipilih penliti melalui teknik

    purposive dan snow ball sampling.

    2. Satu orang wali nagari dan satu

    orang stafnya. Informan ini dipilih

    peneliti dengan menggunakan

    tekniksnow ball sampling

    3. Dua orang dari unsur KAN

    (Kerapatan Adat Nagari), yaitu satu

    orang ketua KAN dan satu orangcadiek pandai. Informan ini di

    dapatkan peneliti melalui teknik

    snow ball sampling.

    Sedangkan untuk informan biasa diambil

    dari individu yang pernah ikut dan terlibat

    dalam proses pelaksanaan upacara

    perkawinan serta tradisi alek pisang manih.

    Informan ini diambil dari dua orang

    masyarakat Minangkabau di nagari

    Panyakalan, serta dianggap cukup dan

    cocok untuk diwawancarai.Teknik pengumpulan data dilakukan

    dengan wawancara mendalam, observasi

    partisipasi terbatas, Dokumentasi, dan

    penggunaan data sekunder dan studi

    kepustakaan yang masih terkait dengan

    penelitian alek pisang manih pada

    masyarakat nagari Panyakalan, Kecamatan

    Kubung, Kabupaten Solok.

    Penganalisisan data-data yang telah

    dikumpulkan, di lapangan yang menunjukan

    proses pelaksanaan tradisi alek pisang

    manih dalam upacara perkawinan menurut

    adat istiadat masyarakat Minangkabau di

    nagari Panyakalan, dideskripsikan secara

    holistic (menyeluruh) yang selanjutnya

    dianalisis menggunakan teori strukturalisme

    Levi-Strauss. Untuk menjaga kesahihan

    data, selama dan sesudah penelitian

    dilakukan pengecekan, seperti teknik

    reinterview pada setiap jawaban yang

    diberikan oleh informan.

  • 7/24/2019 Alek Pisang Manih (Analisis Strukturalisme Levi-strauss)

    10/21

    Universitas Andalas,

    FISIP S1, Antropologi Sosial

    Nopember 2013

    10

    B. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Masalah perkawinan merupakan hal

    yang sangat penting dalam ketentuan adatistiadat masyarakat di ranah Minangkabau

    termasuk di nagari Panyakalan, Kecamatan

    Kubung, Kabupaten Solok. Dalam

    pelaksanaan upacara perkawinan tersebut

    banyak melibatkan karib kerabat dan

    masyarakat sekitarnya, baik dalam hal

    aktifitas sebelum pesta perkawinan, saat

    pesta perkawinan, dan setelah perkawinan.

    Di nagari Panyakalan, upacara

    perkawinan tersebut dikenal dengan tiga

    bentuk. Bentuk pertama adalah baralekgadang (pesta besar), dimana pada jenis

    upacara perkawinan ini segala bentuk tata

    aturan pelaksanaan menurut adat istiadat di

    nagari Panyakalan, temasuk tradisi-tradisi

    yang ada akan dilaksanakan. Selain itu juga

    dilakukan penyembelihan Sapi atau

    Kambing pada jenis upacara perkawinan ini.

    Bentuk kedua adalah baralek ketek (pesta

    kecil), dimana dalam jenis upacara

    perkawinan ini ketentuan adat istiadat tetap

    dilakukan, namun ada kalanya waktupelaksanaannya dipercepat atau

    dipersingkat, selain itu pada baralek ketek

    ini hanya dilakukan penyembelihan ayam

    saja. Bentuk terakhir adalah yang paling

    sedarhana alek mandoa, dimana dalam

    upacara perkawinan jenis ini hanya

    melakukan acara makan jamuan kecil-

    kecilan dan akad nikah saja. Pelaksanaannya

    tidak melakukan aktifitas-aktifitas dan

    ketentuan-ketentuan sesuai adat istiadat di

    nagari Panyakalan. Hal ini pada dasarnyaterjadi karena faktor kekurang mampuan

    masyarakat tersebut, terutama faktor

    ekonomi yang menghambat masyarakat

    untuk melakukan acara baralek menurut

    cara dan ketentuan adat istiadat di nagari

    Panyakalan. Berikut ini merupakan tahapan-

    tahapan yang dilalui oleh masyarakat

    Minangkabau di nagari Panyakalan dalam

    menjalankan proses upacara perkawinan

    atau baralek sesuai dengan ketentuan adat

    salingka nagari yang berlaku disana:

    a) Tahapan Sebelum Upacara

    Perkawinan

    Manikek Janjang, Manapiek

    Bandue (Peminangan)

    Acara peminangan dalam adat

    istiadat di nagari Panyakalan yang

    disebut dengan Manikek Janjang,

    Manapiek Bandue adalah proses

    penyampaian kehendak untuk

    mendekatkan diri dalam perkawinan

    dari kerabat matrilinial siperempuankepada kerabat matrilinial kerabat dari

    silaki laki.

    Acara pinangan ini dilakukan oleh

    utusan dari keluarga/kerabat perempuan

    yang dipimpin langsung oleh mamak

    perempuan tersebut. Pihak perempuan

    datang langsung kerumah pihak laki-

    laki dengan tujuan untuk

    memperkenalkan diri danmenyampaikan maksud untuk

    melakukan perkawinan antara kedua

    anak kamanakan mereka tersebut, serta

    untuk menyepakati perjodohan anak

    kamanakan mereka masing-masing

    dengan segala persyaratan yang akan

    sama-sama dirundingkan dan

    disepakati.

    Baretuang (Perundingan)

    Pada tahapan baretuang inilah yang

    akan menjadi penentu apa, kapan,

    dimana, bagaimana, bentuk proses

    upacara perkawinan untuk anak

    kemenakan tersebut. Kedua

    keluarga/kerabat awalnya baretuang

    dengan keluarga besar masing-masing

    yang juga melibatkan datuek/niniek

    mamak, bundo kanduang, urang

    sumando dan induek bako serta anak

    pisang dari suku/kaum mereka masing-

  • 7/24/2019 Alek Pisang Manih (Analisis Strukturalisme Levi-strauss)

    11/21

    Universitas Andalas,

    FISIP S1, Antropologi Sosial

    Nopember 2013

    11

    masing. Kemudian setelah adanya suatu

    kata sepakat dari masing-masing pihak,

    maka akan dilakukan acara baretuang

    antara kedua belah pihak tersebutdirumah keluarga laki-laki. Dalam hal

    ini kerabat sesuku/sekaum perempuan

    kembali mendatangi rumah keluarga

    laki-laki untuk merundingkan upacara

    perkawinan anak kamanakan mereka

    yang kali ini dipimpin oleh kedua

    datuek/niniek mamak suku masing-

    masing.

    Baretuang kali ini dimaksudkan

    untuk membentuk kata sepakat dalam

    menentukan waktu upacara perkawinandan pernikahan yang akan

    dilangsungkan dan seperti apa alek

    (pesta) yang akan dilaksanakan.

    Mamanggie (Mengundang)

    Mamanggie merupakan tradisi atau

    kebiasaan masyarakat Minangkabau di

    nagari Panyakalan, untuk cara

    menyampaikan undangan atau

    memberikan pemberitahuan tentangadanya suatu pesta adat istiadat pada

    masyarakat, yang dilakukan dengan cara

    memberitahu langsung secara lisan

    dengan memberikan sirih dan rokok

    kretek.

    Managak Pondok (Mendirikan

    Pondok)

    Managak pondok (mendirikan

    pondok) merupakan kebiasaan

    masyarakat Minangkabau di nagari

    Panyakalan sebelum melaksanakan

    baralek. Managak pondok ini hanya

    dilakukan oleh para keluarga/kerabat,

    dari pihak yang akan melaksanakan

    baralekdi rumahnya

    b) Tahapan Saat Upacara Perkawinan

    Mangaku Mamak atau Mangaku

    Induek (Mengakui Paman atau

    Mengakui ibu)

    Menurut upacara perkawinan dalam

    adat salingka nagari Panyakalan,

    khusus bagi calon suami untuk

    perempuan yang berasal dari luar nagari

    Panyakalan kecuali yang berasal dari

    nagari Gauang, nagari Saok Laweh,

    nagari Bukit Tandang dan nagari

    Taruang-Taruang, maka perlu

    dilaksanakan tradisi mangaku mamak

    untuk calon marapulai atau bisa

    melakukan tradisi mangaku induekapabila anggota keluarga inti calon

    marapulai akan menetap dan menjadi

    warga nagari Panyakalan juga. Tetapi

    apabila perkawinan tersebut antara

    sesama warga nagari Panyakalan, maka

    tradisi mangaku mamak atau mangaku

    induek tidak akan terjadi. Mereka

    langsung menjalankan acara yang wajib

    di nagari Panyakalan yaitu alek pisang

    manih.

    Alek Pisang Manih (Pesta Pisang

    Manis)

    Tahapan selanjutnya yang wajib

    dilakukan dalam acara baralekmenurut

    adat istiadat di nagari Panyakalan,

    adalah acara alek pisang manih. Tradisi

    ini telah menjadi suatu hal yang

    dilaksanakan secara turun temurun bagi

    masyarakat Minangkabau di nagari

    Panyakalan.

    Tradisi ini merupakan salah satu

    bentuk alek untuk para datuek/niniek

    mamak di nagari Panyakalan. Selama

    alek berlangsung selain acara makan

    berbagai macam buah pisang dan

    kudapan manis lainnya yang di

    hidangkan oleh pihak sipangka, juga

    dilakukan berbalas petatah petitih

    menggunakan bahasa adat Minangkabau

    oleh para datuek/niniek mamak yanghadir didalam acara tersebut, terutama

  • 7/24/2019 Alek Pisang Manih (Analisis Strukturalisme Levi-strauss)

    12/21

    Universitas Andalas,

    FISIP S1, Antropologi Sosial

    Nopember 2013

    12

    untuk kalangan urang ampek jinih dari

    suku kedua mempelai melalui perantara

    acang-acang. Selain itu acara timbang

    tando (pertukaran tanda) atau batukakarih jo cawek(menukar keris dan ikat

    pinggang) juga dilaksanakan dalam

    tradisi ini. Setelah proses

    pelaksanaannya selesai terselenggara,

    maka kedua mempelai dapat

    melaksanakan acara akad nikah menurut

    syariat agama islam, yang biasanya

    dilakukan di mesjid atau mushalla.

    Berdasarkan adat istiadat di nagari

    Panyakalan, acara akad nikah ini harus

    dilakukan setelah selesai acara alekpisang manih. Namun dalam beberapa

    kasus apabila wali hakim nikah (KUA)

    kebetulan telah datang bersamaan

    dengan acara alek pisang manih, karena

    mempunyai jadwal yang padat, maka

    akad nikah dapat dilakukan bersamaan

    dengan acara alek pisang manih.

    Basandiang (Duduk Bersanding di

    Pelaminan)

    Basandiang adalah duduknya kedua

    pengantin dengan mengenakan pakaian

    adat baralekMinangkabau di pelaminan

    untuk disaksikan tamu-tamu yang hadir

    pada pesta perjamuan. Acara ini

    dipusatkan di rumah anak daro, jadi

    segala keperluan dan persiapan

    dilakukan oleh pihak perempuan.

    Bararak (Arak-arakkan)

    Acara arak-arakan maksudnya

    mengumumkan pada masyarakat bahwa

    kedua mempelai sudah resmi menjadi

    suami istri. Pelaksanaan bararak ini

    hanya ada dalam apabila alek tersebut

    merupakan alek gadang (pesta besar).

    Acara bararak ini ditandai dengan

    sejumlah orang yang ikut dalam arak-

    arakan yang terdiri dari: 1). anak daro

    dan marapulai, berpakaian lengkapberjalan berdampingan, 2). Satu orang

    saudara/kerabat anak daro yang

    mempayungi kedua mempelai, (3) satu

    orang kakak dan satu orang adik anak

    daro dengan pakaian adat bewarnahitam dengan sarung bewarna merah

    minimal kemerah-merahan, 4) satu

    orang tuo rarak14

    yang membawa

    carano jo sirih langkok dengan

    dijujuang (diletakkan diatas kepala)

    yang berpakaian hitam-hitam dan

    berjalan di depan, 5) sembilan orang

    Ande (ibu-ibu atau pasumandan) yang

    mengikuti anak daro dan marapulai di

    belakang yang berpakaian hitam-hitam,

    yang dua orang membawa nasisipuluik

    15, dan satu orang membawa kue

    pengantin, serta enam orang lainnya

    membawa makanan serta sambal.

    Semuanya di bawa dengan baki dan di

    jujung di atas kepala, semua ande

    tersebut juga berpakaian adat bewarna

    hitam-hitam.

    Rombongan bararakini diiringi juga

    oleh bunyi-bunyian talempong dan

    gendang yang dimainkan oleh beberapa

    orang anak-anak nagari yang berusiaremaja, hingga sampai kerumah orang

    tua marapulai. Setelah sampai dirumah

    maka rombongan arak-arakan ini

    diterima oleh bundo kanduang dari

    pihakmarapulai disana.

    Maanta Marapulai (Mengantarkan

    Pengantin Perempuan)

    Apabila dalam pelaksanaan baralek

    di nagari Panyakalan merupakan jenis

    alek gadang yang melakukan

    penyembelihan sapi atau kambing, maka

    diharuskan melakukan tradisi maanta

    14Tuo rarak ini adalah seorang kalangan bundo

    kanduang dari kaum pihak pengantin perempuan

    fungsi tuo rarak ini adalah sebagai pemimpin

    rombongan bararak.15

    Nasi sipuluiknasi adalah nasi yang kedua terbuat

    dari beras ketan. Pada acara bararak ini jenis nasi

    sipuluikyang dibawakan adalah nasi sipuluikbiasa(yang bewarna putih) dan nasi sipuluik kuniang

    (nasi sipuluikyang bewarna kuning).

  • 7/24/2019 Alek Pisang Manih (Analisis Strukturalisme Levi-strauss)

    13/21

    Universitas Andalas,

    FISIP S1, Antropologi Sosial

    Nopember 2013

    13

    marapulai (mengantarkan pengantin

    laki-laki) yang juga sekaligus acara

    bakaue (syukuran).

    1. Prosesi Alek Pisang Manih pada

    Upacara Perkawinan Menurut Adat

    Istiadat Masyarakat Minangkabau di

    Nagari Panyakalan

    Tradisi alek pisang manih ini adalah

    sebuah tradisi yang resmi dan telah

    berlangsung secara turun temurun oleh

    masyarakat Minangkabau di nagari

    Panyakalan, sehingganya tradisi ini

    merupakan suatu kewajiban yang harusdilaksanakan bagi masyarakat yang

    mengadakan pesta perkawinan secara adat

    istiadat nagari Panyakalan. Tempat

    pelaksanaan tradisi ini adalah di rumah anak

    daro (pihak mempelai perempuan). Prosesi

    pelaksanaan tradisi alek pisang manih ini

    harus dilaksanakan pada waktu sebelum

    memulai acara akad nikah.

    Aktor pelaksana dalam tradisi alek

    pisang manih ini adalah: datuek/niniek

    mamak dari kedua pihak mempelai, paradatuek/niniek mamakdari suku lainnya yang

    dipanggie (diundang), urang sumando dari

    pihak perempuan, dan anak pisang dari

    pihak perempuan yang nantinya akan

    menjadijanang. Untukmarapulai atau anak

    daro sendiri tidak dihadirkan atau dilibatkan

    selama pelaksanaan tradisi ini.

    Pelaksanaan tradisi alek pisang manih

    itu sendiri juga identik dengan basa basi

    dalam adat istiadat Minangkabau yang

    menggunakan petatah petitih dalam bahasa

    Minangkabau. Di nagari Panyakalan hal itu

    disebut dengan kuak padang yaitu suatu

    cara dalam berbalas tanya dan jawab atau

    panitahan atau pasambahan (pidato

    persembahan) dalam adat.

    Segala perkataan yang menggunakan

    bahasa petatah petitih Minangkabau akan

    dijawab sesuai dengan maksudnya

    walaupun sekilas kata-kata yang dikeluarkan

    oleh para datuek/niniek mamak terdengartidak sesuai jawaban dan pertanyaannya

    namun arti dan maksud dari bahasa petatah

    petitih tersebut selalu sesuai antara jawaban

    dan pertanyaannya. Hal itulah yang menjadi

    keunikan dari penggunaan bahasa petatahpetitih adat Minangkabau yang juga

    teraplikasi selama pelaksanaan tradisi alek

    pisang manih. Untuk mengetahui lebih

    lengkap proses pelaksanaan tradisi alek

    pisang manih di nagari Panyakalan, maka

    berdasarkan pengamatan yang telibat

    langsung dan wawancara langsung dengan

    beberapa informan, peneliti menjabarkan

    beberapa tahapan dalam prosesi tradisi alek

    pisang manih sebagai berikut:

    a) Tahapan Sebelum Pelaksanaan

    TradisiAlek Pisang Manih

    Penyelengaraan tradisi alek pisang

    manih ini sebelumnya telah diberi kabar

    atau diberitahu oleh beberapa orang dari

    kerabat sipangka atau suku kerabat anak

    daro yang telah ditunjuk untuk mamangie

    para datuek/niniek mamak yang ada di

    nagari Panyakalan. Pihak suku marapulai

    datang ke rumah perempuan dimana tempatpelaksanaan tradisi ini akan dilaksanakan

    tidaklah dengan tangan kosong, merekajuga harus membawakan syarat-syarat

    dari tradisi alek pisang manih ini. Syarat-

    syarat tersebut antara lain:

    Bermacam-macam buah pisang

    Nasi Sipuluik16

    Buah Kubang17

    Sepasang Tunas Kelapa

    Syarat-syarat tersebut diserahkan ke

    ibu-ibu (pasumandan) dari pihakanak daro

    di dapur. Selain bahan makanan untuk

    16 Nasi Sipuluik merupakan sejenis beras ketan yang

    berwarna agak keabu-abuan dan rasanya lebih manis dari

    pada nasi putih biasa.17 Makanan ini bukanlah sejenis buah-buahan, namun

    nama dari suatau jenis makanan kudapan tradisional di

    nagari Panyakalan yang terbuat dari parutan kelapa yang

    telah dicampur dengan gula aren, sehingga parutan kelapa

    tersebut terasa manis dan berwarna kecoklatan dan dibalut

    dengan tepung yang dibuat sebesar kelereng kemudian digoreng.

  • 7/24/2019 Alek Pisang Manih (Analisis Strukturalisme Levi-strauss)

    14/21

    Universitas Andalas,

    FISIP S1, Antropologi Sosial

    Nopember 2013

    14

    pesta dalam tradisi alek pisang manih,

    kelompok dari pihak suku mempelai laki-

    laki juga membawakan sebuah karih (keris)

    yang dibawakan oleh panghulu suku pihakmempelai laki-laki.

    Pada saat kelompok dari pihak suku

    marapulai telah datang dan masuk ke

    rumah anak daro, mereka dapat duduk di

    posisi mereka yang berlawanan arah

    dengan kelompok urang ampek jinih dari

    kelompok suku pihak anak daro yaitu di

    bagian ujung rumah. Setelah semua orang

    duduk di tempat masing-masing, maka

    prosesi tradisi alek pisang manih dalam

    adat salingka nagari Panyakalan dapatsegera dimulai.

    b) Tahapan Saat Pelaksanaan Tradisi

    Alek Pisang Manih

    Tahapan pertama yang dilakukan pada

    saat pelaksanaan tradisi alek pisang manih

    adalah memulai pidato persembahan atau

    penyambutan kedatangan para

    datuek/niniek mamak dari pihak suku

    marapulai. Kelompok suku pihak anak

    daro disebut dengan pangka sedangkan

    kelompok suku pihak mempelai marapulai

    disebut dengan ujuang. Individu yang

    melakukan pidato persembahan

    menggunankan bahasa petatah-petitih

    Minangkabau ataupanitahan adalah acang-

    acang dari kedua pihak.

    Panitahan yang pertama mereka

    lakukan adalah panitahan untuk

    menghidangkan pisang manih

    (menghidangkan bermacam makanan buah

    pisang yang telah dibawa oleh kelompok

    suku pihak mempelai marapulai

    sebelumnya).

    Para individu disana belum boleh

    langsung memakan pisang manih yang

    telah dihidangkanjanang tersebut, sebelum

    kedua acang-acang mengeluarkan

    panitahan yang bermaksud untuk memulai

    makan. Setelah makan pisang manih

    selesai, semua orang belum bolehmembasuh dulu tangannya, sebelum keluar

    panitahan untuk menyudahi makan pisang

    manih dan membasuh tangan dari acang-

    acang. Setelah itu saling berbalas pidato

    adat (kuak padang) mulai silih bergantiantara kedua acang-acang masing-masing

    pihak tersebut dan kembali mengeluarkan

    panitahan yang menyiaratkanjanang untuk

    menghidangkan nasi beserta sambal ke

    hadapan semua orang di dalam rumah.

    Setelah selesai janang membersihkannya

    segala hidangan, maka panitahan kembali

    silih berganti antara kedua acang-acang, isi

    dari panitahan kali ini adalah bermaksud

    membicarakan segala hal yang

    berhubungan dengan alek tersebutsekaligus melaksanakan timbang tando atau

    di dalam adat istiadat di nagari Panyakalan

    batuka karih jo cawek (Saling bertukat

    keris dengan Ikat Pinggang).

    Benda yang menjadi perantara timbang

    tando dalam alek pisang manih di nagari

    Panyakalan adalah keris (karih) dan ikat

    pinggang (cawek). Pertukaran tando ini

    dilangsungkan dengan perantara carano

    yang berisi sirieh langkokyang dibawakan

    oleh salah satu janang. Tando yangpertama diberikan adalah tando dari

    sipangka (pihak anak daro) yaitu cawek

    untuk segera diberikan kepada siujuang

    (pihak marapulai). Setelah diterima dan

    cawek diambil sementara oleh siujuang,

    maka giliran karih yang dimiliki oleh

    siujuang yang diletakan di atas carano

    yang dibawakan oleh janang untuk

    diberikan sementara kepada sipangka,

    pertukaran tando ini tentunya melalui

    panitahan dalam petatah petitih

    Minangkabau yang sama-sama diucapkan

    oleh kedua acang-acang dari kedua belah

    pihak.

    Sementara masing-masing tando dari

    masing-masing pihak telah sepakat

    ditukarkan dan masing-masing telah

    memegang tando tersebut, maka dapatlah

    kedua mempelai pergi untuk

    melangsungkan akad nikah dan alek pisang

    manih secara simbolis dinyatakan telahselesai dilaksanakan.

  • 7/24/2019 Alek Pisang Manih (Analisis Strukturalisme Levi-strauss)

    15/21

    Universitas Andalas,

    FISIP S1, Antropologi Sosial

    Nopember 2013

    15

    Tando ini nantinya akan dikembalikan

    kepada masing-masing pihak setelah akad

    nikah kedua mempelai telah selesai

    dilaksanakan. Namun hal ini kembalitergantung pada jenis alekdan perundingan

    sebelumnya. Apabila jenis alekadalah alek

    abih sahari (pesta habis sehari) maka tando

    tersebut langsung di kembalikan saat itu

    juga, tetapi apabila alek tersebut adalah

    jenis alek gadang (pesta besar) maka tando

    tersebut akan di kembalikan pada acara

    pulang karih jo cawek (mengembalikan

    keris dan ikat pinggang) saat pelaksanaan

    tradisi maanta marapulai setelah acara

    jamuan undangan atau basandiang.Atribut dalam Pelaksanaan Alek Pisang

    Manih

    Sepasang Tunas Kelapa

    Baju Adat yang Dipakai Urang

    Ampek Jinih danAcang-acang

    Carano

    Karih (Keris) dan Cawek(Ikat

    Pinggang)

    Bermacam-macam Buah Pisang

    2. Analisis Teori Strukturalisme Levi-

    Strauss pada Tradisi Alek Pisang

    Manih

    a) Dasar-dasar Kajian Teori

    Strukturalisme Levi-Strauss pada

    TradisiAlek Pisang Manih

    Dasar penerapan teori strukturalisme

    levi-strauss sebagai alat analisis untuk

    tradisi alek pisang manih pada masyarakat

    Minangkabau di nagari Panyakalan ini

    adalah menggunakan prinsip asumsi dari

    dualisme tersebut, karena bentuk prinsip

    dualisme itu juga dapat terlihat dari pola

    pelaksananan tradisi alek pisang manih

    dalam upacara perkawinan berdasarkan

    adat salingka nagari di Panyakalan.

    Pembentuk prinsip dualisme pada

    pelaksanaan tradisi alek pisang manih di

    nagari Panyakalan dibangun dari beberapa

    aktor atau kelompok sosial yang ada selamapelaksanaan tradisi alek pisang manih.

    Untuk dapat menemukan relasi antar

    struktur sekaligus strukturalnya dengan

    cara pandang teori strukturalisme Levi-

    Strauss, maka aktor atau kelompok sosialyang menjadi unsur-unsur dari pelaksanaan

    alek pisang manih tersebut disusun

    berdasarkan pembagian tertentu.

    Hubungan atau dalam strukturalisme

    Levi-Strauss disebut dengan relasi yang

    terjadi di antara unsur-unsur alek pisang

    manih ini kemudian dibangun sendiri oleh

    peneliti berdasarkan fakta-fakta dan data

    yang terlihat pada tradisi alek pisang

    manih. Relasi-relasi yang terjadi dalam

    proses pelaksanaan tradisi alek pisangmanih inilah yang disebut dengan struktur

    luar menurut prinsip dasar teori

    strukturalisme Levi-Strauss.

    Struktur luar atau relasi-relasi tersebut

    dibangun dengan prinsip oposisi binari.

    Menurut pandangan strukturalisme Levi-

    Strauss, oposisi binari inilah yang memiliki

    posisi penting untuk menjelaskan struktur

    dari fenomena atau aktifitas sosial yang

    diamati. Semua bentuk struktur beroposisi

    yang terjadi pada pelaksanaan tradisi alek

    pisang manih inilah yang akan menjadi

    pembentukdeep structure (struktur dalam).

    Selanjutnya struktur-struktur yang telah

    ditemukan dikaji sesuai analisis teori

    strukturalisme Levi-Strauss dalam

    pemahaman peneliti berdasarkan data dan

    fakta yang diperoleh, sehingga dapat

    menjelaskan dan mengambarkan fenomena,

    gejala, atau aktifitas sosial dalam

    masyarakat Minangkabau di nagari

    Panyakalan yang teraplikasi pada pola

    pelaksanaan tradisi alek pisang manih

    dalam upacara perkawinan menurut adat

    salingka nagari Panyakalan.

    b) Unsur-Unsur dalam TradisiAlek

    Pisang Manih

    Urang Ampek Jinih

    Urang Ampek Jinih (orang yang

    empat jenis) adalah sebutan untukkesatuan empat orang yang memiliki

  • 7/24/2019 Alek Pisang Manih (Analisis Strukturalisme Levi-strauss)

    16/21

    Universitas Andalas,

    FISIP S1, Antropologi Sosial

    Nopember 2013

    16

    tugas dan fungsi yang berbeda dalam

    adat, namun akan saling dukung-

    mendukung dalam pelaksanaan tugas

    dan fungsinya (Arifin, 2007:78). Sesuaidengan aturan adat salingka nagari di

    Panyakalan, maka yang disebut sebagai

    kelompok urang ampek jinih pada

    sistem dan struktur adat istiadat

    masyarakat nagari Panyakalan adalah:

    panghulu, manti, dubalang, dan malin.

    Acang-acang

    Acang-acang adalah orang atau

    individu yang nantinya akan

    berkomunikasi atau bertanya jawab danmelakukan pidato persembahan

    (panitahan) menggunakan bahasa

    petatah-petitih Minangkabau (kuak

    padang) pada setiap alek termasuk saat

    pelaksanaan tradisi alek pisang manih.

    Individu yang berposisi sebagai

    acang-acang biasanya diambil dari

    kalangan cadiek pandai yang tentunya

    mempunyai gelar (gala) dari suku

    tersebut. Dalam prosesi alek, apabila

    urang ampek jinih dari masing-masingpihak ingin berbicara, memberi saran,

    atau kritikan haruslah melalui acang-

    acang (dengan berbisik-bisik), karena

    hanya mereka berdualah yang boleh

    berkomunikasi serta bertanya jawab

    atau panitahan selama pelaksanaan

    tradisi.

    Urang Sumando

    Urang sumando dalam adat

    salingka nagari Panyakalan merupakan

    seorang laki-laki pendatang yang tidak

    boleh mengganggu persoalan di rumah

    gadang istrinya tetapi juga dianggap

    istimewa karena tidak menjadi orang

    yang selalu disuruh-suruh melakukan

    segala hal yang berhubungan dengan

    kerabat istrinya dalam lingkungan adat

    istiadat matrilineal. Dalam pelaksanaan

    pesta (baralek) di nagari Panyakalan,

    peran urang sumando dalam artianformal tidak banyak digunakan

    perannya dalam penyelenggaraan

    sebuah pesta di lingkungan kerabat

    istrinya tersebut, namun tetap harus

    dilibatkan pada setiap acara

    Datuek/Niniek Mamak dari Suku

    lainnya

    Setiap pelaksanaan alek (pesta)

    kehadiran semua kalangan masyarakat

    terutama kalangan pemuka adat atau

    niniek mamak sangat diharapkan. Hal

    ini menandakan bahwa alekmerupakan

    sebuah pesta bagi semua orang dan

    kalangan dalam nagari. Pada

    pelaksanaan baralek di nagariPanyakalan, sangat pentingnya

    mengundang kalangan pemuka adat

    termasuk dalam acara alek pisang

    manih. Kehadiran mereka memberikan

    kesan bahwa alek tersebut dapat

    diterima oleh semua masyarakat di

    dalam nagari

    Janang

    Menurut budaya masyarakat

    Minangkabau di nagari Panyakalanjanang merupakan individu yang

    bertugas menghidangkan,

    mengantarkan, dan mengambil

    makanan pada setiap jenis alek atau

    upacara menurut adat istiadat. Menurut

    aturan adat istiadat masyarakat

    Minangkabau di nagari Panyakalan,

    individu yang berhak menjadi seorang

    janang pada berbagai alek (pesta)

    terutama pada upacara perkawinan

    adalah anak pisang (BrSo) dari pihak

    yang mengadakan alektersebut.

    c) Relasi dan Struktur dalamAlek

    Pisang Manih

    Aktivitas sosial seperti sistem

    kekerabatan, upacara perkawinan dan lain-

    lain secara formal menurut dasar dari teori

    strukturalisme Levi-Strauss dapat dikatakan

    sebagai sebuah bahasa-bahasa atau lebihtepatnya merupakan sebuah relasi dari

  • 7/24/2019 Alek Pisang Manih (Analisis Strukturalisme Levi-strauss)

    17/21

    Universitas Andalas,

    FISIP S1, Antropologi Sosial

    Nopember 2013

    17

    seperangkat tanda dan simbol untuk

    menyampaikan pesan-pesan tertentu. Oleh

    karena itu dalam upacara perkawinan

    khususnya tradisi alek pisang manih padamasyarakat Minangkabau di nagari

    Panyakalan yang menjadi objek analisis

    strukturalisme pada penelitian ini,

    diasumsikan juga terdapat sebuah

    ketertataan (order), serta keterulangan

    (regularities) dari relasi-relasi tersebut.

    Pada tradisi alek pisang manih yang

    dianggap sebagai pestanya untuk para

    niniek mamakdi nagari Panyakalan banyak

    memperlihatkan struktur-struktur tertentu

    dari para aktor individu atau kelompoksosial yang melaksanakananya. Contohnya

    pada posisi duduk masing-masing

    kelompok atau individu di dalam rumah

    saat menjalankan alek pisang manih yang

    secara kasat mata seperti telah tertanam

    pada setiap kelompok atau individu,

    sebagai apa dan dimana posisi mereka

    duduk dirumah yang menjalankan alek

    secara otomatis telah dipahami oleh semua

    aktor yang terlibat di dalamnya.

    Urang ampek jinih dari pihak sukuanak daro, dalam alek pisang manih

    berperan sebagai sipangka duduk dimana

    posisi sipangka harus duduk yang

    berlawanan dengan posisi duduk urang

    ampek jinih dari pihak suku marapulai

    yang berperan sebagai siujuang. Sedangkan

    yang nantinya akan menempati bagian

    tengah tepi kiri dan kanan rumah yang

    berposisi sebagai panangah adalah para

    urang sumando dan datuek/niniek mamak

    suku lainnya. Dengan adanya keteraturan

    posisi duduk dalam rumah tersebut maka

    dalam pelaksanaan alek pisang manih, para

    aktor yang berada di dalamnya

    menunujukan bentuk yang beroposisi.

    Oposisi tersebut dapat dibentuk dengan

    bentuk struktur triadik.

    Struktur triadik dari pelaksanaan alek

    pisang manih tersebut, mempelihatkan

    kepada kita bahwa terjadi oposisi antara

    urang ampek jinih dari suku anak darodengan urang ampek jinih dari suku

    marapulai. Sebagai perwakilan dua

    keluarga atau kerabat yang berbeda, maka

    mereka juga menunjukan oposisi binari.

    Ciri-ciri oposisi dari mereka dapat jugaterlihat dari arah duduk di dalam rumah.

    Arah duduk urang ampek jinih dari suku

    anak daro adalah menghadap ke sisi dalam

    rumah, sedangkan siujuang menghadap ke

    arah luar rumah. Sedangkan posisi

    panangah, yang di dalam alek pisang

    manih diwakili oleh urang sumando dan

    datuek/niniek mamak suku lainnya yang

    dianggap bersifat independen.

    Posisi mereka dalam pelaksanaan alek

    pisang manih cendrung lebih sebagai wakilkerabat suku dari kedua belah pihak (suku

    marapulai dan suku anak daro yang

    diwakili oleh urang ampek jinihnya). Di

    dalam unsur urang sumando ini berisikan

    para suami (SiHu) dari saudari sesuku

    sianak daro (sipangka) dan unsur

    datuek/niniek mamak dari suku lain bisa

    jadi juga berisikan urang sumando dari

    simarapulai. Selain itu juga tidak tertutup

    kemungkinan unsur urang sumando disini

    juga mempunyai suku yang sama denganpara datuek/niniek mamaksuku lainnya ini.

    Karena dalam alek pisang manih ini yang

    beroposisi adalah urang ampek jinih dari

    suku anak daro (sipangka) dengan urang

    ampek jinih simarapulai (siujuang) maka

    kehadiran datuek/niniek mamak dan urang

    sumando di dalam alek pisang manih dapat

    menjadi penyeimbang dan penetralisir

    (liminal) apabila nantinya dalam oposisi

    tersebut terjadi ketidak harmonisan.

    Oposisi binari dalam bentuk struktur

    triadik ini sebenarnya juga bertransformasi

    diantara masing-masing kelompok urang

    ampek jinih yang menjalankan alek pisang

    manih ini. Dimana posisi urutan duduk

    pada masing-masing kelompok urang

    ampek jinih tersebut juga membentuk

    oposisi triadik. Pembentuk oposisi tersebut

    adalah panghulu sebagi pemangku adat

    dengan malin sebagai pemangku agama.

    Sedangkan dengan manti dan dubalangmerupakan pendukung diantara oposisi

  • 7/24/2019 Alek Pisang Manih (Analisis Strukturalisme Levi-strauss)

    18/21

    Universitas Andalas,

    FISIP S1, Antropologi Sosial

    Nopember 2013

    18

    tersebut. Adanya oposisi elemen urang

    ampek jinih tersebut kemungkinan konflik

    juga dapat timbul, namun hal itu terkesan

    dihindarkan dengan menghadirkan pihakpenetral yaitu acang-acang yang dianggap

    sebagai liminal dari oposisi panghulu dan

    malin.

    Acang-acang tersebut bukanlah dari

    kalangan urang ampek jinih (dalam konsep

    adat), melainkan dari salah satu kalangan

    tungku tigo sajarangan, yaitu cadiek

    pandai. Dimana dalam adat istiadat

    Minangkabau, cadiek pandai ini

    merupakan kalangan yang dianggap dan

    diinterpretasikan memiliki ilmupengetahuan luas, serta mengacu kepada

    seseorang yang memiliki pendidikan tinggi.

    Adanya unsur acang-acang yang

    diambil dari kalangan tungku tigo

    sajarangan dapat dinterpretasikan

    mempunyai aspek pendidikan luas,

    berperan sebagai penegah antara oposisi

    kelompokpanghulu (panghulu dan malin)

    yang dinterpretasikan mempunyai aspek

    adat dengan kelompok malin (malin dan

    dubalang) yang dinterpretasikanmempunyai aspek agama, membuat

    terciptanya keseimbangan oposisi dari

    relasi-relasi tersebut.

    Relasi yang kembali timbul pada acara

    timbang tando ini dapat di lihat dari pola

    hubungan acang-acang melakukan

    penyerahaan tando masing-masing. Tando

    tidak serta merta langsung diserahkan atau

    ditukar begitu, namun harus melewati

    beberapa panitahan antara kedua acang-

    acang atas perintah dari urang ampek jinih

    masing-masing.

    Posisi acang-acang yang tepat berada

    ditengah-tengah antara panghulu, manti,

    dengan malin, dubalang membuat

    kesepakatan di antara mereka dilakukan

    sengan cara berbisik-bisik. Setelah diminta

    pendapat oleh masing-masing acang-acang

    mereka, tando diberikan masing-masing

    urang ampek jinih kepada acang-acang

    untuk kemudian ditukarkan melaluiperantarajanang.

    Tando yang di pertukarkan oleh para

    aktor dalam alek pisang manih tersebut

    juga telah menunujukan ciri-ciri

    oposisinya. Dari sisi fisiknya dapat kitalihat bentuk dasar yang berbeda antara

    karih (keris) dengan cawek(ikat pinggang),

    yang dapat diinterpretasikan sebagai sebuah

    perlambangan dari dua hal yang saling

    berlawanan (oposisi). Namun dalam oposisi

    tando tersebut, tetap kembali memunculkan

    unsur penegah (liminal) yang saling

    berhubungan diantara kedua benda

    tersebut. Benda yang menjadi liminal

    antara oposisi karih dan cawek ini adalah

    carano, yang menjadi perantara pertukarankeduanya. Walaupun fungsi benda-benda

    tersebut lebih diinterpretasikan kepada hal

    yang berbentuk simbolik, namun juga

    memperlihatkan ciri-ciri oposisinya sendiri.

    Ciri-ciri oposisi yang terbentuk dari

    tando tersebut dapat kita lihat dari bentuk

    dasar masing-masing benda. Dimana

    bentuk karih (keris) yang lurus dan

    mempunyai batas gangang yang melintang,

    dengan bentuk gangang yang berbelok,

    sangat berlawanan dengan bentuk bendayang menjadi lawan pertukarannya yaitu

    cawek (ikat pinggang). Bentuk dasar fisik

    dari cawek ini lebih terlihat seperti bulat

    atau melingkar. Hal itu dapat

    diinterpretasikan menjadi dua hal yang

    saling berlawanan antara lurus dengan

    melingkar yang menjadi masing-masing

    ciri tando tersebut. Namun oposisi ini

    mempelihatkan keseimbangannya dengan

    menghadirkan unsur netral yang masih

    mempunyai relasi dari kedua oposisi.

    Benda yang dijadikan penyeimbang dari

    oposisi tersebut adalah carano. Jika dilihat

    dari bentuk dasar dari carano sendiri

    menunjukan ada keterkaitanya dengan

    bentuk dasar dari antara kedua benda yang

    beroposisi (keris dan ikat pinggang).

    Dimana bentuk dasar carano ini

    diinterpretasi sebagai gabungan bentuk

    lurus melingkar, yang akhirnya menjadi

    bagian bentuk keris yang lurus sekaligus

  • 7/24/2019 Alek Pisang Manih (Analisis Strukturalisme Levi-strauss)

    19/21

    Universitas Andalas,

    FISIP S1, Antropologi Sosial

    Nopember 2013

    19

    menjadi bagian dari ikat pinggang yang

    melingkar.

    Bagan Bentuk Oposisi dari Bentuk Dasar

    Tando

    Pola dari keseluruhan urutan

    pelaksanaan tradisi alek pisang manih

    dalam rangkaian upacara perkawinan

    menurut adat istiadat masyarakat

    Minangkabau di nagari Panyakalan, telah

    tergambarkan sebelumnya. Bentuk relasi-

    relasi antar unsur yang dianggap sebagaistruktur luar dari pelaksanaan tradisi alek

    pisang manih, itu. Pengambaran struktur

    luar tersebut disusun atas relasi-relasi dari

    struktur yang beroposisi seperti pada

    penempatan posisi duduk para aktor atau

    kelompok sosial di dalam rumah pada saat

    menjalankan alek dan struktur dari relasi

    yang terjadi pada saat acara timbang tando

    (tuka karih jo cawek) dalam tradisi alek

    pisang manih.

    Melihat pada kasus pola pelaksanaan

    alek pisang manih pada masyarakat

    Minangkabau di nagari Panyakalan,

    struktur-struktur yang telah dibangun pada

    inti dapat diinterpretasikan sebagai bentuk

    transformasi dari dua pihak oposisi yang

    mempelihatkan sifat dualisme dari adat

    istiadat masyarakat Minangkabau di nagari

    Panyakalan, yang selalu dapat

    menghadirkan pihak ketiga sebagai

    penengah di antara dua oposisi yangberseberangan tersebut. Keberadaan pihak

    ketiga ini diasumsikan menjadi perekat

    oposisi kedua pihak kelompok tersebut

    sehingga seandainya terjadi suatu konflik

    atau ketidakharmonisan diantara keduanya,pada akhirnya fungsi atau peran pihak

    ketiga yang dimunculkan dapat meredam

    konflik atau mengharmoniskan hubungan

    atau relasi sosial masyarakat Minangkabau

    di nagari Panyakalan.

    C. KESIMPULAN

    Struktur pada masyarakat Minangkabau

    di nagari Panyakalan yang ditemukan

    dalam pola pelaksanaan tradisi alek pisang

    manih, memperlihatkan bentuk ciri-ciri

    masyarakat yang dualisme dimana terdapat

    2 aktor atau kelompok sosial yang saling

    bertentangan dalam sistem dan struktur

    sosial masyarakatnya. Hal itu dapat

    dibuktikan dalam bentuk relasi-relasi

    oposisi pada berbagai aktifitas atau

    kebiasaan dalam penyelenggaraan alek

    pisang manih pada masyarakat nagari

    Panyakalan. Walaupun bentuk oposisitersebut terdapat pada struktur masyarakat

    Minangkabau di nagari Panyakalan, namun

    potensi konflik yang ditimbulkan tidaklah

    mencuat atau muncul ke permukaan

    masyarakatnya. Hal ini terjadi karena setiap

    oposisi yang ada selalu melibatkan orang

    ketiga yang dianggap sebagai penegah

    dari oposisi ini dimana mereka nantinya

    dapat meredam konflik atau ketidak

    harmonisan yang bisa saja terjadi. Dengan

    adanya dua elemen sosial (aktor dankelompok sosial) yang saling

    berseberangan dan elemen penegah dalam

    struktur masyarakat Minangkabau di nagari

    Panyakalan, dapat membuktikan pada kita

    bahwa dualisme (genap) yang terdapat

    dalam sistem dan struktur masyarakat

    Minangkabau berbentuk triadik yang

    menurut Levi-Strauss berjumlah ganjil.

    Pada kasus di masyarakat Minangkabau,

    dimana dapat disimpulkan bahwa dengan

    ciri-ciri sistem dan struktur sosial yangdianutnya (seperti sifat dualisme dalam

  • 7/24/2019 Alek Pisang Manih (Analisis Strukturalisme Levi-strauss)

    20/21

    Universitas Andalas,

    FISIP S1, Antropologi Sosial

    Nopember 2013

    20

    bentuk struktur triadik), telah berhasil

    mengatasi atau meminimalisir berbagai

    bentuk masalah antar kelompok sosial

    seperti Konflik Etnosentrisme, SARA, danlain-lain. Kasus-kasus seperti itu agaknya

    relatif tidak terlalu begeming pada

    masyarakat Minangkabau, padahal ciri-ciri

    yang akan dapat menimbulkan sumber-

    sumber konfik dari dalam masyarakat

    Minangkabau banyak telihat dari dalam

    sistem dan struktur masyarakatnya, namun

    sebaliknya konflik yang dirasa akanmuncul selalu bisa diredam dengan baik

    oleh bentuk struktur masyarakatnya

    tersebut.

    DAFTAR PUSTAKA

    Buku

    Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2001. Strukturalisme Levi-Strauss: Mitos dan Karya Sastra.Yogyakarta: Galang Printika.

    -----------------------------------. 1997. Claude Levi-Strauss: Butir-Butir Pemikiran Antropologi,

    dalam Levi Strauss Empu Antropologi Struktural. Yogyakarta: LKiS.

    Arifin, Zainal et.al. 2007. Permusuhan dalam Persahabatan (Budaya Politik Masyarakat

    Minangkabau). Padang: Lembaga Kajian Sosial Budaya.

    Budhisantoso. 1988. Sistem Kekerabatan dan Pola Pewarisan. Jakarta: Pustaka Grafika Kita.

    Esten, Mursal. 1999. Kajian Transformasi Budaya. Bandung: Angkasa Raya.

    Goode, W. J. 1991. Sosiologi Keluarga (terj.). Jakarta: Bumi Aksara.

    Ihromi, T. O. 1999. Pokok-Pokok Antropologi Budaya (terj.). Jakarta: Yayasan Obor

    Indonesia.

    Kaplan, David dan Robert A. Manners. 2002. Teori Budaya (terj.). Yogyakarta: Pustaka

    Pelajar.

    Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Antropologi 1. Jakarta: Universitas Indonesia.

    ---------------------. 1992.Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat.

    ---------------------. 2009. Pengantar Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

    Navis, A. A. 1984. Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau.

    Jakarta: Grafiti Press.

    Radjab, Muhammad. 1973. Sistem Kekerabatan di Minangkabau. Padang: Center for

    Minangkabau Studies Press.

    Ritzer, George. 2003. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Beparadigma Ganda (terj.). Jakarta: Raja

    Grafindo Persada.

  • 7/24/2019 Alek Pisang Manih (Analisis Strukturalisme Levi-strauss)

    21/21

    Universitas Andalas,

    FISIP S1, Antropologi Sosial

    Nopember 2013

    21

    Jurnal dan Makalah Ilmiah

    Arifin, Zainal. 2005. Dualisme Minangkabau (Dalam Kajian Strukturalisme Levi-Strauss)

    dalam Jurnal Antropologi Tahun VI, No.9, hal. 81-94.Sasongko, Ibnu. 2003. Pengembangan Konsep Strukturalisme, dari Struktur Bahasa ke

    Struktur Ruang Permukiman: Kasus Pemukiman Sasak di Desa Puyung dalam Jurnal

    Bahasa dan Seni Tahun 31, No. 2, hal. 153-172.

    Suharjanto, Gatot. 2011. Membandingkan Istilah Arsitektur Tradisional Versus Arsitektur

    Vernakular: Studi Kasus Bangunan Minangkabau dan Bangunan Bali dalam Jurnal

    ComTech, Vol. 2, No. 2, hal. 592-602.

    Internet

    http://journal.unnes.ac.id/ Mistaram. Upacara Tebus Kembar Mayang dalam Perkawinan

    Masyarakat Pesisiran: Suatu Interpretasi Simbolik. (Akses tanggal 5 Februari 2013).

    http://mozaikminang.files.wordpress.com/Alam Minangkabau. (Akses tanggal 10 Juni 2013).

    http://www.bappedakabsolok.com/index.php/download/category/4-buku-bunga-rampai-satu-

    abad-kabupaten-solok. Bunga Rampai Satu Abad Kabupaten Solok. (Akses tanggal 10

    Juni 2013).

    http://www.kunci.or.id/teks/04biner.html. Nuraini Juliastuti. Oposisi Biner. (Akses tanggal 6

    Februari 2013).