leukemia kutis pada seorang anak penderita

11

Upload: others

Post on 26-Oct-2021

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LEUKEMIA KUTIS PADA SEORANG ANAK PENDERITA
Page 2: LEUKEMIA KUTIS PADA SEORANG ANAK PENDERITA
Page 3: LEUKEMIA KUTIS PADA SEORANG ANAK PENDERITA

LEUKEMIA KUTIS PADA SEORANG ANAK PENDERITA LEUKEMIA MIELOID AKUT Putu Indah Andriani1, Christiana Paramita1, IGAA Dwi Karmila1, Herman Saputra2

1Bagian / SMF lmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 2Bagian / SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah, Bali Email :[email protected] Abstrak Pendahuluan: Leukemia kutis merupakan infiltrasi sel-sel leukemia yang bersifat agresif ke dalam lapisan epidermis,dermis, maupun subkutis. Penyakit ini merupakan manifestasileukemia ekstramedular dari leukemia mieloid akut. Kasus: Seorang anak laki-laki berusia 12 tahun yang didiagnosis leukemia mieloid akut oleh bagian pediatri, dikonsulkan ke bagian kulit karena timbul benjolan pada wajah, leher, dan badan sejak 9 bulan yang lalu. Benjolan awalnya berwarna kuning kehijauan terasa nyeri kemudian pecah menjadi luka dan bernanah. Pemeriksaan fisik tampak tumor dan nodul multipel yang teraba keras dan nyeri. Beberapa tumor berwarna kuning kehijauan (kloroma), disertai ulkus dibagian tengah tumor yang ditutupi krusta berwarna merah kehitaman dan pus. Pemeriksaan histopatologi lesi tumor didapatkan infiltrasi kutaneus oleh mieloblast dan monoblast. Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang didapatkan peningkatan aktivitas pada semua stadium seri mieloid berupa mieloblast sebanyak 10% dan monoblast sebanyak 5%, sesuai dengan kesan leukemia mieloid akut.Terapi yang akan diberikan pada pasien adalah kemoterapi vinkristin dan siklofosfamid sesuai dengan protokol kemoterapi leukemia mieloid akut. Pembahasan: Penyakit leukemia kutis sebagian besar ditemukan pada leukemia mieloid akut. Molekul blast neural cell adhesion (CD56) dikatakanberimplikasi pada patogenesis terjadinya manifestasi ekstramedular sel leukemia pada kulit. Penyakit ini memiliki gambaran klinis yang bervariasi,berupa lesi kulit spesifik dan nonspesifik. Baku emas menegakkan diagnosis penyakit ini adalah pemeriksaan histopatologi dari biopsi kulit dan aspirasi sumsum tulang. Kemoterapi yang diberikan pada leukemia kutis sesuai dengan jenis leukemia yang mendasarinya. Kata kunci: Leukemia Kutis, Anak, Leukemia Mieloid Akut.

LEUKEMIA CUTIS IN CHILDREN WITH ACUTE MYELOID LEUKEMIA Putu Indah Andriani1, Christiana Paramita1, IGAA Dwi Karmila1, Herman Saputra2

1Department of Dermatology and Venerology, Sanglah Hospital 2Department of Anatomic Pathology, Sanglah Hospital Medical Faculty of Udayana University, Bali, Indonesia Email :[email protected] ABSTRACT Introduction: Leukemia cutis is the infiltration of neoplastic leukocytes into the epidermis, dermis, and subcutaneous tissues. Leukemia cutis is an extramedullary manifestation of acute myeloid leukemia. Case: A 12-years-old boy diagnosed with acute myeloid leukemia from pediatric department, was consulted to dermatologic department with chief complaint presented bumps on the face, neck, and trunk since 9 months ago. Initially appeared yellow-green color and pain bumps, some of bumps then rupture become wound with pus. Physical examination showed multiple nodule and tumor, firm and pain on palpation. Some of them showed yellow-green color tumor (chloromas). There was some ulcers in the center of tumor, covered with dark red crust and also released pus. Histophatology examination from the tumor lession showed cutaneous infiltration with myeloblast and monoblast. Bone marrow aspiration showed increase activity of all stadium myeloid differentation, 10% of myeloblast and 5% of

monoblast, according 2

Page 4: LEUKEMIA KUTIS PADA SEORANG ANAK PENDERITA

to diagnosis of acute myeloid leukemia. Patient will give vincristine and cyclophosphamide

chemotherapy, according to chemotherapy protocol for acute myeloid leukemia. Disscusion: Acute myeloid leukemia is the most common cause of leukemia cutis. Blast neural cell adhesion (CD56)molecule have implication in pathogenesis extramedullary manifestation of leukemia cell in the skin. This disease have wide rangecutaneousmanifestation, consist of specific and non-specific lession. Histopathology examination from skin biopsy and bone marrow aspiration are the gold standard to diagnose this desase. Chemotherapeutic agent for leucemia cutis depend on kind preexisting leucemia. Key words: leukemia cutis, children, acute myeloid leukemia PENDAHULUAN Leukemia kutis merupakan infiltrasi sel-sel leukemia yang bersifat agresif ke dalam lapisan epidermis, dermis, maupun subkutis.Hal ini biasanya terjadi pada akhir perjalanan penyakit leukemia dan merupakan pertanda prognosis yang buruk.1Insiden leukemia kutis dikatakan bervariasi mulai kurang dari 5% sampai 40% tergantung tipe leukemia baik akut maupun kronis.2 Leukemia kutis merupakan leukemia ekstramedular yang jarang dijumpai. Hal ini sesuai dengan data dari rekam medik di Depatemen Kulit dan Kelamin RSCM sejak januari 1991 sampai mei 2004, hanya didapatkan 3 kasus leukemia kutis pada anak.1 Bagian kulit dan kelamin RSUP Sanglah telah melaporkan 1 laporan kasus leukemia kutis pada tahun 2015 tetapi belum pernah dilaporkan kasus leukemia kutis pada anak. Kasus leukemia kutis sebagian besar terjadi pada leukemia mieloid akut dan leukemia mieloid monositik akut. Kasus ini jarang ditemukan pada leukemia tipe limfositik maupun leukemia kronis.1,3

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jerman terhadap 381 pasien dengan leukemia mieloid akut didapatkan 40 pasien tersebut mengalami leukemia kutis dengan prevalensi 3,7%.4Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di Korea pada 75 pasien dengan leukemia kutis didapatkan 13% pasien merupakan leukemia monositik akut, 10-35% merupakan leukemia mieloid monositik akut, 1,3-3% merupakan leukemia limfositik akut, dan 6-7% merupakan leukemia limfositik kronis.5Leukemia kutis yang terjadi pada pasien leukemia mieloid akut dikatakan memiliki insiden yang lebih tinggi terjadi pada anak-anak dibandingkan dewasa. Keterlibatan kulit pada leukemia mieloid akut dilaporkan 5-15% pada pasien dewasa dan sebesar 30% pada pasien anak-anak.6

Penyakit ini pertama kali di deskripsikan oleh Biesidecki pada tahun 1876 dimana infiltrasi kutaneus oleh sel ganas hematopoetik ini dapat menyebabkan erupsi kulit baik yang bersifat spesifik maupun tidak spesifik. Sehingga penyakit leukemia kutis ini dapat memberikan gambaran klinis lesi di kulit yang sangat bervariasi. Gambaran lesi di kulit dapat berupa makula, papula, plak, nodul, maupun ulkus. Dengan distribusi lesi dapat terlokalisir ataupun tersebar dan dapat terjadi pada bagian tubuh dimana saja tanpa memiliki predileksi yang khas.5,6 Pemeriksaan histopatologi dari biopsi kulit dan pemeriksaan analisis sumsum tulang sangat penting diperlukan untuk menegakkan diagnosis leukemia kutis.6

Berikut akan dilaporkan kasus leukemia kutis pada seorang anak laki-laki berusia 12 tahun dengan leukemia mieloid akut. Kasus ini dilaporkan dengan tujuan untuk meningkatkan pemahanan dalam menegakkan diagnosis leukemia kutis karena penyakit ini jarang terjadi dan memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi. KASUS Seorang anak laki-laki, berusia 12 tahun, suku Sasak, Warna Negara Indonesia, dengan nomor rekam medis 16.00.79.20. Pasien dikonsulkan dari bagian pediatri RSUP Sanglah Denpasar pada tanggal 12 Maret 2016 dengan keluhan utama muncul benjolan pada wajah, leher, dan badan. Heretoanamnesis dari kakak kandung pasien dikatakan bahwa pasien muncul benjolan awalnya pada leher kanan sejak 9 bulan yang lalu, benjolan ini awalnya berwarna kuning kehijauan terasa nyeri kemudian pecah menjadi luka. Sejak 4 bulan yang lalu dikatakan benjolan semakin bertambah ukuran dan jumlahnya menyebar sampai ke wajah dan badan. Beberapa benjolan dikatakan pecah menjadi luka dan disertai dengan keluar nanah. Pasien juga tampak lemah, pucat, mengalami demam yang hilang timbul, penurunan nafsu makan, kadang disertai perdarahan gusi sejak bulan Mei 2015. Sejak 2 minggu yang lalu pasien mengalami demam, pucat, penurunan nafsu makan yang

semakin bertambah parah 3

Page 5: LEUKEMIA KUTIS PADA SEORANG ANAK PENDERITA

serta sesak nafas sehingga dirujuk ke Rumah Sakit Umum Mataram. Pasien kemudian dirujuk dari Rumah Sakit Umum Mataram ke RSUP Sanglah dengan suspek leukemia mieloid akut dengan diagnosis banding leukemia limfositik akut. Riwayat pengobatan yang didapatkan pasien selama 9 hari dirawat di Rumah Sakit Umum Mataram adalah ceftriaxon 1 gram setiap 12 jam intravena, paracetamol 300 mg setiap 8 jam intraoral, furosemid 25 mg setiap 12 jam intraoral, dan mendapatkan transfsui PCR. Riwayat mengoleskan pengobatan topikal maupun pengobatan tradisional pada lesi di kulit disangkal oleh kakak pasien. Riwayat penyakit sebelumnya, dikatakan bahwa pasien belum pernah menderita penyakit seperti yang dialami saat ini. Riwayat atopi serta alergi terhadap obat maupun makanan disangkal oleh kakak pasien. Pasien juga tidak memiliki riwayat penyakit lain sebelumnya seperi riwayat penyakit jantung, hati, ginjal, asma, kencing manis, darah tinggi, maupun kejang. Pasien merupakan anak ketujuh dari delapan bersaudara. Kakak pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit seperti yang dialami pasien saat ini.Pasien dikatakan lahir cukup bulan secara spontan di bidan dengan berat badan 3500 gram dan segera menangis. Pasien dikatakan telah mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama. Riwayat imunisasi pasien dikatakan lengkap. Riwayat tumbuh kembang pasien dikatakan normal. Riwayat nutrisi pasien dikatakan baik sampai akhirnya pasien mengalami penurunan berat badan karena nafsu makan menurun sejak mengalami penyakit ini. Pada pemeriksaan fisik didapatkan berat badan pasien 34 kg, tinggi badan 145 cm, dengan keadaan umum pasien tampak lemah dan kesadaran kompos mentis. Frekuensi denyut nadi 100x/menit, frekuensi nafas 34x/menit, temperatur aksila 36,80C, dengan VAS adalah 1. Pada status generalis pasien didapatkan kepala normasefali, pada pemeriksaan kedua konjungtiva mata tampak anemia tetapi tidak tampak ikterus maupun hiperemia dengan reflek pupil masih baik dan simetris. Pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorokan didapatkan kesan tenang. Pada mukosa gusi didapatkan hipertrofi gingival. Pada thoraks menunjukkan suara jantung S1, S2 tunggal reguler, dan didapatkan adanya murmur. Pada paru didapatkan suara nafas vesikuler tanpa ronkhi maupun wheezing. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan bising usus dalam batas normal, ditemukan pembesaran hepar teraba 5 cm di bawah arkus kosta dan 5 cm di bawah prosesus xipoideus, dan pembesarn lien shuffner VIII. Pada pemeriksaan ekstremitas, keempat ekstremitas teraba hangat dan ditemukan edema pada kedua ekstremitas bawah. Pada pemeriksaan kuku dan rambut tidak ditemukan adanya kelainan. Status dermatologi pada wajah, servikal, dan thorak anterior didapatkan efloresensi berupa tumor dan nodul multipel yang teraba keras dan nyeri, bentuk bulat sampai oval, ukuran bervariasi dengan diameter 1 sampai 5 cm, disribusi diskrete dan beberapa tampak berkonfluen, memiliki warna merah kecoklatan (Gambar 1 sampai 3). Beberapa tumor tampak berwarna kuning kehijauan di bagian tengahnya yang disebut sarkoma granulositik atau kloroma (Gambar 4). Tampak juga beberapa ulkus diatas tumor yang ditutupi krusta berwarna merah kehitaman. Ulkus berbentuk oval dengan ukuran ulkus bervariasi 0,5x1 cm – 1,5x2 cm, memiliki tepi yang iregular, dinding landai, dan pada bagian tengah ulkus menghasilkan pus (Gambar 5). Status dermatologi pada mukosa mulut didapatkan adanya hipertrofi ginggiva (Gambar 6).

Hasil pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 12 Maret 2016 didapatkan eritrosit 3,73 103/μL (4,5-5,9); hemoglobin 9,5 g/dL (13,5-17,5); hematokrit 29,5% (41-53); trombosit 10 K/μL (150-440); leukosit 53,52 K/μL (4,1-11); neutrofil 12,98 103/μL (2,5-7,5); limfosit 2,82 103/μL (1,0-4,0); monosit 11,31 103/μL (0,1-1,2); eosinofil 0,32 103/μL (0,0-0,5); basofil 0,08 103/μL (0,0-0,1). Pemeriksaan kimia darah tanggal 12 Maret 2016 didapatkan, fungsi hati SGOT 14,6 IU/L (11-33); SGPT 6,4 IU/L (11-50); albumin 2,96 g/dL (3,5-5,2); natrium 137 mmol/L (136-145); kalium 3,74 mmol/L (3,5-5,1); chlorida 99,7 mmol/L (94-110); asam urat 3,4 mg/dL (2,0-7,0); CRP 1,4 mg/dL (0,00-5,00). Pemeriksaan apusan darah tepi tanggal 12 Maret 2016 didapatkan anemia normokromik normosititer, granulosit imatur, leukositosis, dan trombositopenia. Pemeriksaan gram di dasar ulkus tanggal 12 Maret 2016 didapatkan leukosit > 50/lapang pandang, ditemukan adanya bakteri cocus gram positif dan tidak ditemukan adanya bakteri gram negatif. Pemeriksaan prokalsitonin pada tanggl 14 Maret 2016 didapatkan 0,08 ng/mL (0,00-0,46). Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan diagnosis banding pada pasien adalah suspek leukemia kutis dan suspek pioderma ganggrenosum. Penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien dari bagian dermatologi adalah rawat bersama, kompres terbuka dengan NaCl 0,9% selama 15 menit setiap 8 jam, krim natrium fusidat topikal setiap 12 jam. Untuk membantu menegakkan diagnosis kerja, pasien rencana akan dilakukan pemeriksaan histopatologi dari biopsi

lesi 4

Page 6: LEUKEMIA KUTIS PADA SEORANG ANAK PENDERITA

kulit apabila trombosit pasien sudah mencapai 50 K/μL dan pemeriksaan faal hemostatis didapatkan dalam batas normal. Selian itu akan dilakukan juga pemeriksaan kultur dasar luka pada dasar ulkus. Bagian pediatri mendiagnosis banding pasien dengan observasi hiperleukositosis, trombositopenia berat dan organomegali et causa suspek leukemia mieloid akut dengan diagnosis banding et causa suspek leukemia mieloid kronis fase krisis blast dan hipoalbuminemia. Penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien berupa rawat inap, dengan pemberian IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit, kebutuhan cairan 1780 ml/hari, hidrasi 2500 ml/m2 atau 2925 ml/hari, transfusi TRC sampai trombosit > 20 K/μL, albumin 1mg/kg/hari atau 34 mg dalam 170 ml setiap 24 jam. Pemeriksaan darah lengkap setiap hari, rencana pemeriksaan aspirasi sumsum tulang, pemeriksaan Ro Thorax dan echo. PENGAMATAN LANJUTAN I : HARI KE-7 (23 Maret 2016) Pada anamnesis didapatkan keluhan benjolan pada wajah, leher, dan badan masih sama seperti sebelumnya. Nafsu makan pasien masih kurang, ditemukan perdarahan gusi dan tidak didapatkan demam. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien masih lemah dan kesadaran kompos mentis. Frekuensi denyut nadi 90x/menit, frekuensi nafas 30x/menit dan suhu aksila 36,50C. Status generalis masih didapatkan sama seperti sebelumnya. Status dermatologi pada wajah, leher, badan didapatkan effloresensi yang masih sama seperti sebelumnya. Pasien dilakukan biposi kulit untuk pemeriksaan histopatologi dengan mengambil lesi yang terdapat di thorax anterior (Gambar 7). Sebelum tindakan biopsi telah dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan faal hemostatis. Pemeriksaan darah lengkap yang diakukan pada tanggal 16 Maret 2016 didapatkan hasil eritrosit 3,01 103/μL (4,5-5,9); hemoglobin 7,99 g/dL (13,5-17,5); hematokrit 23,73% (41- 53); trombosit 57,93 K/μL (150-440); leukosit 61,24 K/μL (4,1-11); neutrofil 41,33 103/μL (2,5-7,5); limfosit 3,81 103/μL (1,0-4,0); monosit 14,41 103/μL (0,1-1,2); eosinofil 0,01 103/μL (0,0-0,5); basofil 1,69 103/μL (0,0-0,1). Hasil pemeriksaan faal hemostasis pada tanggal 17 maret 2016 didapatkan PPT kontrol 14,2 detik, PTT pasien 16 detik, INR 1,4, APTT kontrol 34,8 detik, APTT pasien 43 detik, Waktu perdarahan 1,00 detik, dan waktu pembekuan 7,00 detik. Hasil pemeriksaan kimia darah pada tanggal 16 maret 2016 didapatkan ALP 57 mg/dL (0-300); Bilirubin total 0,55 mg/dL (0,3-1,3); Bilirubin direk 0,2 mg/dL (0,0-0,3); Bilirubin indirek 0,35 mg/dL (0,0-0,8); SGOT 11,7 U/L (11-33); SGPT 4,4 U/L (11-50); Total protein 5,88 g/dL (6,0-8,0); Albumin 3,92 g/dL (3,5-5,2); Globulin 1,96 μg/dL (3,2-3,7); Gamma GT 16 U/L (11-49); BUN 6mg/dL (8-23); Creatinine 0,26 mg/dL (0,7-1,2). Selain dilakukan tindakan biopsi, pasien juga dilakukan pemeriksaan kultur pada dasar ulkus. Pada saat yang bersamaan juga dilakukan tindakan aspirasi sumsum tulang dari bagian patologi klinik. Hasil pemeriksaan biopsi kulit pada tanggal 23 Maret 2016 didapatkan sediaan potongan jaringan kulit mengandung infiltrasi sel-sel blast tersusun difus dengan morfologi sel berukuran besar dengan sitoplasma eosinofilik luas sebagian bergranule, inti bulat, kromatin halus, dengan anak inti prominent. Sebagian sel blast lainnya menunjukkan morfologi sel berukuran sedikit lebih besar dari limfosit matur, sitoplasma sedang sampai luas basofilik, inti bentuk bulat sampai oval, kromatin granular halus, dengan anak inti prominen beberapa tampak multipel. Tampak pula maturasi sampai neutrofil. Pada beberapa fokus tampak bentukan granuloma dengan infiltrat radang PMN neutrofil, limfosit, dan sel plasma. Gambaran morfologi mengesankan infiltrasi kutaneus oleh mieloblast dan monoblast menurut pulasan konvensional Hematoksilin Eosin (Gambar 8,9,10). Hasil pemeriksaan kultur dasar luka pada tanggal 18 maret 2016 didapatkan Staphylococcus aureus terisolasi signifikan sebagai agen penyebab infeksi dan cefalosforin generasi 1 dapat dipertimbangkan sebagai agen pilihan terapi Hasil pemeriksaan aspirasi sumsum tulang pada tanggal 21 maret 2016 didapatkan peningkatan aktivitas pada sistem mieloid dengan ditemukannya semua stadium seri mieloid berupa mieloblast sebanyak 10% dan monoblast sebanyak 5% sehingga dapat disimpulkan adanya kesan leukemia mieloid akut. Hasil pemeriksaan Ro thorax pada tanggal 20 maret 2016 didapatkan kesan cor prominent dengan suspek pneumonia (mohon korelasi klinis dan laboratorium). Hasil pemeriksaan echo pada tanggal 22 maret 2016 didapatkan regurgitas mitral dan trikuspid ringan, dan efusi perikardial ringan sehingga tidak ada penatalaksanaan khusus dan tidak ada kontraindikasi untuk pemberian kemoterapi. Bagian kulit dan kelamin mendiagnosis kerja pasien dengan leukemia kutis. Penatalaksanaan yang diberikan masih sama seperti sebelumnya berupa kompres terbuka dengan NaCl 0,9% selama 15 menit setiap 8 jam, krim natrium fusidat topikal setiap 12 jam, selain itu juga dilakukan perawatan luka

setelah biopsi dengan menggunakan salep gentamisin topikal setiap 12 jam. Penatalaksanaan 5

Page 7: LEUKEMIA KUTIS PADA SEORANG ANAK PENDERITA

selanjutnya untuk leukemia kutis adalah pemberian kemoterapi sesuai dengan leukemia yang mendasarinya. Pemberian kemoterapi menyesuaikan dengan bagian peditari. Bagian pediatri menegakkan diagnosis kerja pasien dengan leukemia mieloid akut, hipoalbuminemia (membaik), regurgitasi mitral dan trikuspid ringan dengan efusi perikardial ringan dan gizi kurang. Penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien berupa pemberian IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit, kebutuhan cairan 1780 ml/hari, hidrasi 2500 ml/m2 atau 3000 ml/hari, kebutuhan kalori 2590 kkal/hari dan kebutuhan protein 34 gram/hari, pasien rencana akan diberikan terapi kemoterapi sesuai protokol leukemia mieloid akut berupa vinkristin dan siklofosfamid. Pasien rencana akan dilakukan pemeriksaan immunophenotyping dan bone survey. PEMBAHASAN Leukemia kutis merupakan infiltrasi sel-sel leukemia yang bersifat agresif ke dalam epidermis, dermis, maupun subkutan.Mayoritas penyakit ini ditemukan pada leukemia mieloid akut yaitu pada leukemia mieloid akut M4-M5 sekitar 10-50% sedangkan pada LMA M0,M1,M2,M3 sampai 10% atau pada fase akselerasi dari leukemia mieloid kronis.1,2 Hubungan antara awitan terjadinya leukemia kutis dengan terjadinya leukemia sangat bervariasi. Tiga puluh delapan persen pasien didiagnosis mengalami leukemia kutis pada saat yang bersamaan dengan diagnosis leukemia sedangkan sebanyak 7% pasien mengalami leukemia kutis sebelum terjadi infiltrasi sel-sel leukemia ke dalam sumsum tulang.1 Keadaan terjadinya leukemia kutis sebelum terjadinya infiltrasi sel-sel leukemia ke dalam sumsum tulang merupakan manifestasi leukemia ekstramedular primer yang disebut sebagai aleukemik leukemia kutis atau kloroma, mieloid sarkoma, atau granulositik sarkoma. Mieloid sarkoma merupakan bentuk manifestasi ektramedular tumor dari sel mieloid imatur yang jarang dijumpai. Manifestasi ektramedular berikutnya adanya leukemia kutis yang disertai dengan adanya infiltrasi sel-sel leukemia ke dalam sumsum tulang.1,7 Selain manifestasi ektramedular pada kulit bisa ditemukan juga manifestasi ekstramedular berupa infiltrasi pada meningeal, gingiva, dan hepatosplenomegali, terutama sering ditemukan pada leukemia mieloid akut M4-M5.7

Patogenesis terjadinya manifestasi ektramedular dari leukemia pada kulit masih belum diketahui dengan pasti. Molekul blast neural cell adhesion (CD56) dikatakan berimplikasi pada patogenesis terjadinya manifestasi ekstramedular ini. Terdapatnya blast neural cell adhesion (CD56) pada kulit dapat memediasi interaksi antara Lymphocyte Function-Associated antigen-1 (LFA-1), Intacellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1), Cutaneus Leucocyte Antigen (CLA) dan E-selectin. Suatu studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa leukemia mieloid akut dengan CD56 positif memiliki manifestasi kulit yang lebih sering daripada leukemia mieloid akut dengan CD56 negatif.Cho-Vega, dkk menyatakan hipotesis bahwa adanya reseptor kemokin dan molekul adesi yang mirip pada sel leukemia dengan sel T memori normal yang terdapat pada kulit dapat menjelaskan jenis leukemia tertentu dapat menjadi leukemia kutis. Untuk mendukung hipotesis ini diperlukananalisa immunophenotyping yang menunjukkan bahwa ekspresi blast sebagai antigen sel T berhubungan dengan insiden leukemia kutis yang lebih tinggi. Interaksi antara Cutaneus Lymphocyte Antigen dengan E-selectin yang terdapat pada sel endotel di dermis dapat menjelaskan terjadi leukemia kutis. Endothelial intercellular adhesion molecule-1 yang berinteraksi dengan lymphocyte function associated antigen-1 pada sel blast juga memiliki peran penting dalam terbentuknya lesi di kulit.8,9

Faktor genetik dikatakan juga dapat berperan dalam patogenesis terjadinya penyakit ini. Pasien dengan sindrom down, sindrom bloom, sindrom klinefelter, dan kelainan kromosom lainnya dikatakan memiliki insiden terjadinya penyakit ini lebih tinggi. Studi sitogenetik menunjukkan bahwa 50% pasien dengan leukemia kutis M4-M5 akan berkembang menjadi leukemia kutis. Studi kariotipik menunjukkan terdapat translokasi pada pada kromosom 8 dan 21 pada leukemia mieloid akut.9,10

Berdasarkan manifestasi klinisnya leukemia kutis dapat diklasifikasikan menjadi leukemia kutis dengan lesi spesifik serta leukemia kutis dengan lesi yang tidak spesifik (leukemids).1Lesi spesifik disebabkan karena penyebaran sel leukemia secara agresif ke kulit. Lesi spesifik ini dapat disertai juga dengan penyebaran sel leukemia pada sumsum tulang ataupun tanpa penyebaran sel leukemuia pada sumsum tulang.Berikut adalah contoh gambaran lesi leukemia kutis disertai dengan infiltrasi sel leukemia pada sumsum tulang, gambaran lesi tersering tampak sebagai papula, nodul, tumor dengan ukuran diameter bervariasi dengan batas yang tegas dapat teraba seperti masa padat yang kenyal atau keras. Lesi tumor pada leukemia kutis yang teraba keras dapat disertai dengan ulkus atau tanpa ulkus dan ditutupi dengan krusta. Lesi nodular memiliki warna yang bervariasi dari coklat, kuning,

merah, 6

Page 8: LEUKEMIA KUTIS PADA SEORANG ANAK PENDERITA

ungu.4Pada kasus leukemia akut dikatakan lesi tersebut berkembang dengan cepat sedangkan pada leukemia kronis berkembang lebih lama.4Selain gambaran klinis yang disebutkan diatas, pada leukemia mieloid akut M4-M5 juga dapat ditemukan adanya plakat leukemik yang menyebabkan penebalan pada kulit kepala, alis dan pipi sehingga tampak sebagai facies leonina.1Bentuk khusus leukemia kutis kongenital yang terjadi pada neonatus berupa gambaran lesi papular atau nodular dengan tekstur yang kenyal dan mudah digerakkan dengan diameter beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter berwarna coklat kemerahan, biru keabuan, atau ungu (blue-berry muffin lession). Leukemia kutis ini tampak pada 50% kasus sebagai menifestasi awal.1,11,12Gambaran lesi spesifik leukemia kutis tanpa disertai infiltasi sel leukemia pada sumsum tulang disebut sarkoma granulositik atau kloroma. Lesi ini berupa tumor berwarna hijau karena pigmentasi kehijauan dari enzim mieloperoksidase di dalam sel mieloid, ukuran bervariasi dengan diameter 1-3 cm. Selain pada kulit, tumor juga dapat ditemukan pada tulang periosteum atau tulang kranial, kelenjar lakrimalis, jaringan retroorbital, kelenjar getah bening, dan panyudara.1,11Lesi kulit non spesifik pada leukemia kutis juga bervariasi, lesi ini timbul pada pasien leukemia tetapi tidak terdapat infiltrasi sel leukemia pada kulit. Lesi non spesifik terjadi pada 30-40% pasien leukemia sebagai purpura, petekie, dan ekimosis karena terjadi trombositopenia.1,4Beberapa penelitian melaporkan urutan tersering gambaran lesi kulit pada leukemia mieloid akut yaitu berupa nodul (50%), ekimosis (26%), plakat (22%), purpura (17%), dan makula (13%).1

Baku emas untuk menegakkan kasus leukemia kutis adalah pemeriksaan histopatologi dari biopsi kulit untuk menentukan adanya infiltrasi sel leukemia pada kulit.1,4Pemeriksaan histopatologi ini dapat didukung dengan pewarnaan imunohistokimia untuk melihat asal sel leukemia tersebut dan konfirmasi diagnosis leukemia mieloid akut.4,13Profil immunophenotyping pada leukemia mieloid tersebut dapat dilihat dari pewarnaan imunohistokimia.7,13,14 Pemeriksaan sitogenetik juga dapat dilakukan untuk mengetahui abnormalitas kromosom pada kasus leukemia.13,14Selain itu diperlukan juga pemeriksaan aspirasi sumsum tulang dan pemeriksaan biopsi sumsum tulang untuk melihat adanya infiltrasi sel leukemia pada sumsum tulang.7

Diagnosis leukemia kutis pada kasus dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anemnesis didapatkan gejala klinis leukemia pada pasien berupa demam, badan terasa lemah dan tampak pucat, serta mengalami gusi berdarah sejak mei 2015. Selain itu didapatkan juga keluhan berupa benjolan pada kulit sejak mei 2015 yang semakin bertambah banyak sejak desember 2015. Semua keluhan ini dikatakan bertambah parah dan disertai dengan sesak nafas sejak maret 2016. Keluhan penyakit ini baru pertama kali dirasakan oleh pasien. Sesuai dengan pustaka pada leukemia akut proses insufisiensi pada sumsum tulang terjadi lebih cepat sehingga memiliki gambaran klinis penyakit yang lebih serius seperti yang terjadi pada kasus. Sedangkan pada leukemia kronis lebih sering diagnosa ditemukan secara insidental karena didapatkan adanya splenomegali atau abnormalitas pada hasil pemeriksaan darah.4,15

Dari pemeriksaan fiisk pada pasien yang mendukung diagnosis leukemia adalah ditemukan adanya tanda anemia pada kedua konjungtiva mata, hipertrofi gingival pada mukosa gusi, pembesaran hepar teraba 5 cm di bawah arkus kosta dan 5 cm di bawah prosesus xipoideus dan pembesarn lien shuffner VIII. Pada pemeriksaan dermatologi didapatkan adanya efloresensi berupa tumor dan nodul multipel yang teraba keras dan nyeri, bentuk bulat sampai oval, ukuran bervariasi dengan diameter 0,5 sampai 5 cm, disribusi diskrete dan beberapa tampak berkonfluen, memiliki warna merah kocaklatan serta adanya gambaran tumor berwarna kuning kehijauan di bagian tengahnya yang disebut sarkoma granulositik atau kloroma. Sesuai dengan pustaka adanya infiltrasi sel leukemia ke sumsum tulang pada kasus leukemia dapat menyebabkan gejala berupa anemia. Pada kasus ini sel leukemia ini sudah mengalami infiltrasi ke organ lain seperti pada gusi sehingga menyebabkan terjadi nya hipertropi gingiva. Pada pustaka dikatakan bahwa hipertrofi gingiva lebih sering ditemukan pada kasus leukemia mieloid akut.4 Selain itu sel leukemia pada kasus ini juga sudah mengalami infiltrasi ke hati dan limpa sehingga terdapat hepatosplenomegali. Infiltasi sel leukemia pada kulit dan subkutan juga ditemukan pada kasus ini berupa gambaran lesi leukemia kutis dan adanya kloroma. Gambaran leukemia kutis pada kasus mirip dengan gambaran lesi leukemia kutis spesifik seperti yang disebutkan pada pustaka. Gambaran lesi kloroma pada kasus juga mirip dengan gambaran yang terdapat pada pustaka. Lesi kloroma dikatakan merupakan bentuk spesifik dari leukemia mieloid akut yang bisa terjadi sebelum adanya infiltasi sel leukemia ke sumsum tulang. Sedangkan lesi leukemia kutis berupa nodul dan tumor yang ditemukan pada kasus dapat terjadi kemudian setelah

ditemukan adanya infiltrasi sel leukemia pada sumsum tulang. 7

Page 9: LEUKEMIA KUTIS PADA SEORANG ANAK PENDERITA

Berdasarkan pustaka dikatakan lesi leukemia kutis berupa nodul dan tumor merupakan gambaran lesi spesifik yang paling sering ditemukan.2,4

Penyakit leukemia kutis memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi sehingga banyak memiliki diagnosa banding sesuai dengan gambaran klinis lesi kulit yang ditemukan.4,11 Pada kasus ini pasien didiagnosis banding dengan pioderma ganggrenosum karena memiliki gambaran klinis berupa nodul dan tumor yang beberapa sudah pecah sehingga membentuk ulkus pada lesi tersebut.4 Berdasarkan pustaka dikatakan bahwa pioderma ganggrenosum merupakan penyakit inflamasi pada kulit yang belum diketahui etiologinya ditandai dengan adanya infiltrasi sel neutrofil steril pada kulit. Pioderma ganggrenosum juga memiliki gambaran klinis yang bervariasi berupa ulkus, bula, pustular, dan bentuk vegetatif. Untuk menegakkan diagnosis pioderma ganggrenosum harus dieklusi kemungkinan terjadinya infeksi (bakteri, virus, dan jamur), penyakit vaskular (statis, oklusi, dan vaskulitis) serta kemungkinan adanya keganasan sehingga perlu dilakukan pemeriksaan biopsi dan kultur.16 Pada kasus ini telah dilakukan pemeriksaan penunjang berupa biopsi kulit dan kultur dasar luka untuk menyingkirkan diagnosis dari pioderma ganggrenosum. Hasil pemeriksaan histopatologi pada kasus didapatkan adanya infiltrasi kutaneus oleh mieloblast dan monoblast, dengan sebagian sel blast lainnya menunjukkan morfologi sel berukuran sedikit lebih besar dari limfosit matur, sitoplasma basofilik berukuran sedang sampai luas. Selain itu didapatkan juga pada beberapa fokus tampak bentukan granuloma dengan infiltrat radang PMN neutrofil, limfosit, dan sel plasma. Berdasarkan pustaka gambaran histopatalogi leukemia mieloid akut tersebut menunjukkan berbagai tingkatan deferensiasi monosit dan mieloid, memiliki sel mononuklear berbentuk oval sampai bulat yang berukuran lebih besar dengan sitoplasma yang berukuran lebih besar. Beberapa kasus leukemia kutis pada leukemia mieloid akut juga dapat ditemukan gambaran seperti granuloma anulare.4Gambaran histopatologi pada kasus ini didukung dengan gambaran apusan dari aspirasi sumsum tulang yang menunjukkan peningkatan aktivitas pada sistem mieloid dengan ditemukannya semua stadium seri mieloid berupa mieloblast sebanyak 10% dan monoblast sebanyak 5% sesuai dengan kesan leukemia mieloid akut.Jadi dapat disimpulkan bahwa pada kasus ini terdapat infiltrasi sel leukemia berupa mieloblast dan monoblast baik pada kulit maupun sumsum tulang.Gambaran histopatologi yang ditemukan pada pioderma ganggrenosum berupa infiltrasi neutrofil pada dermis tanpa diserta infiltrasi sel mieloblast dan monoblast sehingga diagnosis banding pioderma ganggrenosum dapat disingkirkan.Pada kasus juga telah dilakukan pemeriksaan kultur pada dasar ulkus didapatkan adanya Staphylococcus aureus terisolasi signifikan sebagai agen penyebab infeksi. Infeksi bakteri pada kulit ini bisa disebabkan karena infeksi sekunder akibat kondisi imunokompromis yang dialami pasien leukemia akibat infiltrasi sel leukemia pada sumsum tulang.15

Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien leukemia kutis adalah kemoterapi sistemik sesuai dengan jenis leukemia yang mendasarinya. Pada pustaka dikatakan bahwa pasien dengan leukemia mieloid akut dapat diobati dengan kematerapi saja, tetapi apabila ada lesi kulit yang resisten atau relaps dapat diobati dengan whole body electron beam radiation diikuti dengan kemoterapi. Kemoterapi sistemik yang adekuat dikatakan hanya mampu mengontrol dan mempertahakankan remisi pada sumsum tulang tetapi tidak dapat mengontrol lesi leukemia kutis. Sebaliknya terapi radiasi saja hanya dapat mengontrol lesi leukemia kutis tetapi tidak dapat mencegah relaps pada sumsum tulang karena blast dari kulit dapat menyebar kembali ke sumsum tulang. Terapi kemoterapi yang disarankan pada pustaka adalah kombinasi vinkristin, siklofosfamid, dan metrotreksat.1,4 Pada kasus rencana akan diberikan terapi kemoterapi leukemia mieloid akut sesuai protokol di RSUP Sanglah berupa kombinasi vinkristin dan siklofosfamid. Pasien dengan leukemia kutis menunjukkan prognosis penyakit yang buruk. Menurut penelitian oleh Baer,dkk melaporkan pasien leukemia kutis pada leukemia mieloid akut, sebanyak 40% memiliki leukemia meningeal dan sebanyak 90% juga disertai keterlibatan ekstramedular lainnya.1 Pada penelitian lainnya dinyatakan bahwa angka harapan hidup pasien leukemia kutis adalah rata-rata 1,3 bulan sampai 3,6 bulan dari sejak diagnosis leukemia kutis ini ditegakkan.4 Pada kasus dapat disimpulkan prognosis nya adalah dubius ad malam. SIMPULAN Telah dilaporkan sebuah kasus leukemia kutis pada seorang anak laki-laki berusia 12 tahun penderita leukemia mieloid akut. Diagnosis pada kasus ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis terdapatkan gejala leukemia berupa demam,

badan 8

Page 10: LEUKEMIA KUTIS PADA SEORANG ANAK PENDERITA

tampak lemah, pucat, adanya gusi berdarah disertai dengan munculnya benjolan pada kulit. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya gambaran spesifik infiltrasi sel leumia pada kulit berupa nodul dan tumor multipel serta gambaran lesi kloroma seperi pada pustaka. Selian itu pada pemeriksaan fisik juga ditemukan adanya gambaran infiltrasi sel leukemia pada sumsum tulang berupa anemia, infiltrasi sel leukemia pada hati dan limpa berupa hepato dan splenomegali serta infiltasi sel leukemia pada mukosa gusi berupa hiperplasia ginggiva. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan adalah gambaran histologi sesuai dengan gambaran leukemia kutis pada pustaka berupa infiltrasi kutaneus oleh mieloblast dan monoblast. Pada pemeriksaan apusan dari aspirasi sumsum tulang didapatkan peningkatan aktivitas pada sistem mieloid dengan ditemukannya semua stadium seri mieloid berupa mieloblast sebanyak 10% dan monoblast sebanyak 5% sesuai dengan kesan leukemia mieloid akut. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada kasus ini terdapat infiltrasi sel leukemia berupa mieloblast dan monoblast baik pada kulit maupun sumsum tulang. Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien leukemia kutis adalah kemoterapi sistemik sesuai subtipe leukemia yang mendasarinya. Pada kasus rencana akan diberikan kemoterapi vinkristin dan siklofosfamid sesui dengan protokol kemoterapi leukemia mieloid akut dari bagian pediatri RSUP Sanglah. Prognosis pada kasus adalah dubius ad malam. DAFTAR PUSTAKA 1. Gandi M, Windiastuti E, Gatot D. Leukemia Kutis. Sari Pediatri. 2005; 6 (4): 188-196. 2. Piette W. Hematologic Diseases. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 2012; 8th Edition; 144: 1743-1744 3. Mallya V, et all. Leukemia Cutis. Clinical Cancer Investigation Journal.2015; 4(3): 384-386 4. Wagner G, et all. Leukemia Cutis, Epidemiology, Clinical Presentation, and Differential Diagnosis. Journal of German Society of Dermatology. 2012; 10: 27-36 5. Kang SY, et all. Clinical Characteristic of 75 Patients with Leukemia Cutis. Journal Korean Medical Sciences. 2013; 28: 614-619 6. Abdou GA, et all. Leukemia Cutis from CD56 Positive, Myeloperoxidase Negative Acute Myeloid Leukemia. Acta Dermatovenerologica Croatica. 2013;21(3):189-192 7. Bakst RL, et all. How I Treat Extramedullary Acute Myeloid Leukemia. Blood Journal. 2011; 118 (14):3785-3793 8. Kobayashi R, et all. Extramedullary Infiltration at Diagnosis and Prognosis in Childern With Acute Myelogenous Leukemia. Pediatric Blood Cancer. 2007; 48: 393-398 9. Colovic N, et all. Acute Myelomonocytic Leukemia Presenting As CD4+/CD56+ Blastic Plasmacytoid Dendritic Cell Neoplasm. Academic Journal. 2013; 4(2): 9-13 10. Joseph DL, et all. Leukemia Cutis with PML-RAR-α Translocation. Indian Journal of Clinical Practice.2014; 24(10):938-940 11. Sambasivan A, et all. Leukemia Cutis: An Unsual Rash in Child. Canidian Medical Association Journal.2010;182(2): 171-173 12. Bargotra R, Suri J, Gupta Y. Congenital Leukemia. JK Science Journal. 2010;12(4):201-202 13. Cibull TL, et all. Myeloid Leukemia Cutis: A Histologic and Immunohistochemical Review. Journal of Cutaneus Pathology.2008;35:180-185. 14. Yagar Y, et all. Acute Myeloid Leukemia: Significance of The Skin Test. American Journal of Medical Case Report. 2014;2(3):55-56 15. Rubnitz EJ, Gibson B, Smith OF. Acute Myeloid Leukemia. Hematol Oncol Clin N Am. 2010;24:35-63 16. Powell FC, Hackett BC, Wallach D. Pyoderma Gangrenosum.Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 2012; 8th Edition; 33: 371-377

Page 11: LEUKEMIA KUTIS PADA SEORANG ANAK PENDERITA