leptospirosis blok 12 yey

29
Leptospirosis Sebagai Infeksi Pada Manusia Putu Prayoga Tantra 102013278/F6 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 [email protected] Pendahuluan Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikro organisme Leptospira interogans. Infeksi ini dapat ditularkan melalui hewan peliharaan seperti anjing, babi, sapi dan juga binatang pengerat (tikus) yang akan ditularkan kepada manusia. Penularan dapat terjadi apabila manusia melakukan kontak dengan binatang-binatang yang di dalam tubuhnya terdapat Leptospira atau berhubungan dengan air yang terkontaminasi seperti danau, sungai, maupun genangan air. Di Indonesia, penyebab terbanyak Leptospirosis adalah banjir yang terkontaminasi dengan air kemih tikus. Gejala awal pada leptospirosis adalah demam yang terus menerus hampir mirip dengan keluhan pada penderita influensa, oleh sebab itu perlu dilakukan konfirmasi diagnosa dengan uji laboratorium. 1 Pembahasan Anamnesis Anamnesis adalah wawancara yang dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis penyakit tertentu. Anamnesis memiliki 1

Upload: prayogatantra

Post on 10-Nov-2015

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

yeahhhh

TRANSCRIPT

Leptospirosis Sebagai Infeksi Pada ManusiaPutu Prayoga Tantra

102013278/F6

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

[email protected]

Pendahuluan

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikro organisme Leptospira interogans. Infeksi ini dapat ditularkan melalui hewan peliharaan seperti anjing, babi, sapi dan juga binatang pengerat (tikus) yang akan ditularkan kepada manusia. Penularan dapat terjadi apabila manusia melakukan kontak dengan binatang-binatang yang di dalam tubuhnya terdapat Leptospira atau berhubungan dengan air yang terkontaminasi seperti danau, sungai, maupun genangan air. Di Indonesia, penyebab terbanyak Leptospirosis adalah banjir yang terkontaminasi dengan air kemih tikus. Gejala awal pada leptospirosis adalah demam yang terus menerus hampir mirip dengan keluhan pada penderita influensa, oleh sebab itu perlu dilakukan konfirmasi diagnosa dengan uji laboratorium.1Pembahasan

Anamnesis

Anamnesis adalah wawancara yang dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis penyakit tertentu. Anamnesis memiliki tujuan untuk menentukan diagnosis kemungkinan sehingga membantu menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik dan penunjang. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai.Anamnesis yang baik akan terdiri dari:

1. Identitas

2. Keluhan utama

3. Riwayat penyakit sekarang

4. Riwayat penyakit dahulu

5. Riwayat penyakit dalam keluarga

6. Riwayat pribadi

Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsam dan agama. Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke dokter. Riwayat penyakit sekarang merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat. Riwayat penyakit dahulu bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang. Riwayat penyakit keluarga penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit infeksi. Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan.2

Dari hasil anamnesis pada kasus, diketahui beberapa data yaitu laki-laki berusia 40 tahun mengalami demam tinggi sampai menggigil terus menerus sejak 4 hari yang lalu. Terdapat nyeri tekan pada betis dan nyeri perut kanan atas.

Anamnesis yang dilakukan dengan baik dan lengkap oleh seorang dokter bertujuan sebagai data yang diperlukan seorang dokter dalam menduga serta memperkirakan suatu penyakit yang dialami oleh pasien yang datang, sehingga dapat diambil langkah selanjutnya dalam pemeriksaan klinis atau pemeriksaan penunjang.Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik merupakan suatu tahap pemeriksaan awal yang dilakukan oleh dokter atau petugas medis. Hal ini dilakukan dengan tujuan mengetahui keadaan fisik pasien secara umum, guna menegakan diagnosis awal penyakit yang diderita. 3Dari hasil pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang, dengan tekanan darah 120/80 mmHg, suhu 390C, frekuensi nadi 80x/menit teraba kuat, frekuensi nafas 18x/ menit, skelara tampak ikterik, injeksi subkonjungtiva positif, nyeri tekan kuadran atas abdomen, hepar teraba dua jari di bawah arcus costae, nyeri tekan betis

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium untuk leptospirosis sebagai berikut :

a. Pemeriksaan laboratorium umum

Pemeriksaan darah

Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai leukositosis atau peningkatan jumlah leukosit. Selain terjadi leukositosis, terdapat juga peningkatan jumlah netrofil. Leukositosis dapat mencapai 26.000 per mm3 pada keadaan anikterik. Morfologi darah tepi terlihat mielosit yang menandakan gambaran pergeseran ke kiri. Faktor pembekuan darah normal. Masa perdarahan dan masapembekuan umumnya normal, begitu juga fragilitas osmotik eritrosit keadaannya normal. Masa protrombin memanjang pada sebagian pasien namun dapat dikoreksi dengan vitamin K. Trombositopenia ringan 80.000 permm sampai 150.000 per mm3 terjadi pada 50 % pasien dan berhubungan dengan gagal ginjal. Jika jumlah trombosit dalam darah sangat rendah yaitu 5000 per mm, penyakit ini dapat dikatakan berat. Laju endapan darah meningi, dan pada kasus berat ditemui anemia hipokromia mikrositik akibat perdarahan yang biasa terjadipada stidium lanjut perjalanan penyakit.

Pemeriksaan fungsi ginjal

Pada pemeriksaan urin terdapat albuminuria dan peningkatan silinder (hialin, granuler ataupun selular) pada fase dini kemudian menghilang dengan cepat. Pada keadaan berat terdapat pula bilirubinuria, yang dapat mencapai 1 g/hari dengan disertai piuria dan hematuria. Gagal ginjal kemungkinan besar akan dialami semua pasien ikterik. Ureum darah dapat dipakai sebagai salah satu faktor prognostik. Semakin tinggi kadarnya maka semakin buruk prognosanya. Peningkatan ureum sampai di atas 400 mg/dL. Proses kegagalan ginjal berlangsungprogresif dan dalam waktu 3 hari kemudian akan terjadi anuri total. Ganguan ginjalpada pasien penyakit Weil ditemukan proteinuria serta azotemia, dan dapat terjadi juga nekrosis tubulus akut. Pemeriksaan fungsi hati

Pada umumnya fungsi hati normal jika pasien tidak ada gejala ikterik. Ikterikdisebabkan karena bilirubin direk meningkat. Gangguan fungsi hati ditunjukkan dengan meningkatnya serum transaminase (serum glutamicoxalloacetic transaminase = SGOT dan serum glutamic pyruvate transaminase= SGPT). Peningkatannya tidak pasti, dapat tetap normal ataupun meningkat 2 3 kali nilai normal, berbeda dengan hepatitis virus yang selalu menunjukkan peningkatan yang signifikan pada SGPT dan SGOT. Kerusakan jaringan otot menyebabkan kreatinin fosfokinase juga meningkat. Peningkatan terjadipada fase-fase awal perjalanan penyakit, rata-rata mencapai 5 kali nilai normal. Pada infeksi hepatitis virus tidak dijumpai peningkatan kadar enzim kreatinin fosfokinase.b. Pemeriksaan laboratorium khusus

Pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksi keberadaan kuman Leptospira dapat secara langsung dengan mencari kuman Leptospira atau antigennya dalam darah dan secara tidak langusng melalui pemeriksaan antibodi terhadap kuman Leptospira dengan uji serologis.

Pemeriksaan langsung

1. Pemeriksaan mikroskopik dan immunostaining.

Pemeriksaan langsung dapat mendeteksi kuman leptospira dalam darah, cairan peritoneal, dan eksudat pleura dalam minggu pertama sakit, khususnya antara hari ketiga sampai ketujuh. Pemeriksaan urin pada minggu kedua untuk diagnosis definitif leptospirosis. Spesimen urin diambil dengan kateter, punksi supra pubik dan urin aliran tengah, diberi pengawet formalin 10 % dengan perbandingan 1:4. Bila jumlah spesimen banyak ,dilakukan dua kali sentrifugasi untuk memperbesar peluang menemukan kuman leptospira. Sentrifugasi pertama dilakukan pada kecepatan rendah, misalnya 1000 g selama 10 menit untuk membuang sel, dilanjutkan dengan sentrifugasi pada kecepatan tinggi antara 3000 4000 g selama 20 30 menit agar kuman Leptospira terkonsentrasi, kemudian satu tetes sedimen (10 -20 mL) diletakkan di atas kaca obyek bersih dan diberi kaca penutup agar tersebar rata. Selain itu dapat dipakai pewarnaan Romanowsky jenis Giemsa danpewarnaan perak yang hasilnya lebih baik dibanding Gram dan Giemsa (kuman Leptospira lebih jelas terlihat). Pewarnaan imunofluoresein lebih disukai dari pada pewarnaan perak karena kuman Leptospira lebih mudah terlihat dan dapat ditentukan jenis serovarnya. Kelebihan pewarnaan imunofluoresein dapat dicapai tanpa mikroskopfluoresein dengan memakai antibodi yang telah dilabel enzim, seperti fosfotasedan peroksidase atau logam seperti emas.

2. Pemeriksaan molekuler

Pemeriksaan molekuler dengan reaksi polimerase berantai untuk deteksi DNA kuman Leptospira spesifik dapat dilakukan dengan memakai primer khusus untuk memperkuat semua strain patogen. Spesimen dari 2 ml serum, 5 mL darah tanpa antikoagulan dan 10 mL urin.

Spesimen tersebut dikirim pada suhu 70C, dry ice, atau suhu 4C dalam waktu singkat. Urin dikirim pada suhu 4C.3. Biakan

Spesimen diambil sebelum pemberian antibiotik. Hasil optimal bila darah, cairan serebrospinal, urin dan jaringan postmortem segera ditanam ke media,kemudian dikirim ke laboratorium pada suhu kamar.4

Pemeriksaan tidak langsung

1. Microscopic Agglutination Test (MAT)

Walaupun sudah dikembangkan berbagai teknik pemeriksaan untuk diagnosispenyakit leptospirosis, namun tes serologis yang menjadi pilihan utama dalam mendiagnosis penyakit leptospirosis. Dulu tes ini disebut agglutination-lysis test karena dalam tes ini terjadi lisis bola-bola atau lisis globuler kotoran-kotoran yang berasal dari sel bakteri bila dicampur dengan anti-serum yang mempunyai titer tinggi. Tes ini pertama kali diciptakan oleh Martin dan Pettitpada tahun 1918, selanjutnya dikembangkan oleh para ahli yang lain. Prinsip tes ini adalah serum penderita direaksikan dengan suspensi antigen serovar Leptospira hidup. Setelah diinkubasi, campuran antigen-serum diamati dengan mikroskop untuk melihat adanya aglutinasi, kemudian titerantibodi ditentukan berdasarkan pengenceran terakhir yang masih menunjukkan adanya aglutinasi.5

2. Enzyme - linked Immunosorbent Assay (ELISA)

Tes ELISA sangat popular dan bahan yang diperlukan untuk pemeriksaan sudah tersedia secara komersial dengan antigen yang diproduksi sendiri (in house). Untukmendeteksi IgM umumnya digunakan antigen spesifik genus yang bereaksi secara luas. Teknik ini kadang-kadang juga digunakan untuk mendeteksi antibodi IgG. Adanya antibodi IgM merupakan pertanda adanya infeksi baruLeptospir atau infeksi yang terjadi beberapa minggu terakhir. Test ELISA cukup sensitif untukmendeteksiLeptospira dengan cepat pada fase akut, dan lebih sensitif dibandingkan dengan MAT. Tes ini dapat mendeteksi antibodi IgM yang muncul pada minggupertama sakit, sehingga cukup efektif untuk mendiagnosis penyakit. ELISA dapatjuga digunakan untuk mendeteksi antibodi IgM dalam cairan serebrospinal, saliva, dan urine. Harus diingat juga bahwa antibodi klas IgM kadang-kadang masih dapat dideteksi sampai bertahun-tahun, sehingga titer positif (cut-off point) harus ditentukan dengan dasar pertimbangan yang sama seperti MAT. Tes ELISA spesifik genus cenderung memberikan reaksi positif lebih dini dibandingkan dengan MAT. ELISA biasanya hanya mendeteksi antibodi yang bereaksi dengan antigen spesifik genus yang sangat luas, sehingga tidak dapat menentukan serovar atau serogrup penyebab.5

3. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Polymerase chain reaction (PCR) adalah metode amplifikasi segmen DNALeptospira yang terdapat di dalam sampel klinik. Jadi, adanyaLeptospira dipastikan dengan menemukan segmen DNALeptospira yang spesifik. Metode ini sangatberguna untuk mendiagnosis leptospirosis terutama pada fase permulaan penyakit. Alat ini dapat mendeteksiLeptospirabeberapa hari setelah munculnya gejalapenyakit. Akan tetapi, alat ini belum tersedia secara luas terutama di negara yang sedang berkembang. Untuk mendeteksi DNALeptospira, teknologi PCRmembutuhkan sepasangprimerdengan sasaran gen spesifik, seperti gen rRNA 16S dan 23S atau elemen pengulangan. Di samping itu, ada juga yang disusun daripustaka genom. Umumnya teknologi ini sangat jarang dipakai untuk memeriksa spesimen klinik.5

Etiologi.Leptospirosis disebabkan oleh spiroketa genus leptospira. Leptospira bentuknya bergelung, tipis, dan fleksibel. Ujung sel kuman seringkali bengkok yang membentuk seperti pancingan. Kuman ini bergerak sangat aktif, yang paling baik dilihat dengan menggunakan mikroskop lapangan gelap. Mikrograf elektron menunjukkan filamen alsial yang tipis dan membran yang lembut. Spiroketa bentuknya juga halus sehingga pada pandangan lapangan gelap tampak hanya sebagai rantai kokus kecil. Leptospira tidak dapat diwarnai dengan mudah tetapi dapat diwarnai dengan impregnasi perak. Leptospira tumbuh baik di lingkungan aerob pada suhu 28-30oC dalam medium semisolid yang berisi serum (medium Fletch, Stuart, dan lain-lain).6Sistem klasifikasi tradisional leptospira dibuat berdasarkan pada spesifitas biokimia dan serologi untuk membedakan antara spesies yang patogen (Leptospira interrogans) dan spesies tidak patogen yang hidup bebas (Leptospira biflexa). Spesies ini kemudian dibagi lagi menjadi lebih dari 200 servoar Leptospira interrogans dan lebih dari 60 servoar Leptospira biflexa. Servoar tersebut kemudian disusun ke dalam serogrup Leptospira interrogans dan serogrup Leptospira biflexa yang didasarkan pada antigenisitas yang dibagi dan terutama untuk penggunaan laboratorium.6Menurut beberapa peneliti, yang tersering menginfeksi manusia ialah Leptospira icteroha emorrhagica dengan reservoir tikus, Leptospira canicola dengan reservoar anjing, dan Leptospira pomona dengan reservoar sapi dan babi.7Epidemiologi

Leptospirosis tersebar di seluruh dunia, di semua benua kecuali benua Antartika namun terbanyak didapati di daerah tropis. Leptospira bisa terdapat pada binatang peliharaan seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut, atau binatang-binatang pengerat lainnya seperti tupai, musang, kelalawar, dan lain sebagainya. Di dalam tubuh binatang tersebut, leptospira hidup di dalam ginjal / air kemihnya. Tikus yang merupakan vektor utama dari Leptospira icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel tubulus ginjal tikus dan secara terus menerus ikut mengalir dalam filtrat urine. Penyakit ini bersifat musiman, di daerah beriklim sedang masa puncak insidens dijumpai pada musim panas dan musim gugur karena temperatur adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup leptospira, sedangkan di daerah tropis insiden tertinggi terjadi selama musim hujan.Leptospirosis mengenai paling kurang 160 spesies mamalia. Ada berbagai jenis pejamu dari leptospira, mulai dari mamalia berukuran kecil dimana manusia dapat kontak dengannya, misalnya landak, kelinci, tikus sawah, tikus rumah, tupai, musang, sampai dengan reptil (berbagai jenis katak dan ular), babi, sapi, kucing, dan anjing. Binatang pengerat terutama tikus merupakan reservoir paling banyak. Leptospira membentuk hubungan simbiosis dengan penjamunya dan dapat menetap dalam tubulus renalis selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai negara dengan insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga di dunia untuk mortalitas. Di Indonesia, leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Pada kejadian banjir besar di Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih dari seratus kasus leptospirosis dengan 20 kematian.Penularan

Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air, atau tanah, lumpur yang telah terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terjadi luka/erosi pada kulit maupun selaput lendir. Air tergenang atau mengalir lambat yang terkontaminasi urine binatang infeksius memainkan peranan dalam penularan penyakit ini, bahkan air yang deraspun dapat berperan. Kadang-kadang penyakit ini terjadi akibat gigitan binatang yang sebelumnya terinfeksi leptospira, atau kontak dengan kultur leptospira di laboratorium. Ekspos yang lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang utuh juga dapat menularkan leptospira. Orang-orang yang mempunyai risiko tinggi mendapatkan penyakit ini adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja tambang, pekerja di rumah potong hewan, orang-orang yang mengadakan perkemahan di hutan, dokter hewan.Patofisiologi

Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki aliran darah dan berkembang, lalu menyebarkan secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi respon imunologi baik secara selular maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibodi spesifik. Walaupun demikian, beberapa organisme ini masih bertahan pada daerah yang terisolasi secara imunologi seperti di dalam ginjal dimana sebagian mikroorganisme akan mencapai convoluted tubules, bertahan disana dan dilepaskan melalui urin. Leptospira banyak dijumpai dalam air kemih sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari darah setelah terbentuknya aglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiuria berlangsung 1-4 minggu.Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenesis leptospirosis: invasi bakteri langsung, faktor inflamasi nonspesifiik, dan reaksi imunologi.Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ. Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada lapiran endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbedaan antara derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis lesi histologik yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada struktur organ. Lesi inflamasi menunjukkan edema dan infiltrasi sel monosit, limfosit, dan sel plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan kapiler dengan perdarahan yang luas dan disfungsi hepatoseluler dengan retensi bilier. Selain di ginjal leptospirs juga dapat bertahan pada otak dan mata. Leptospira dapat masuk ke cairan serebrospinalis pada fase leptospiremua. Hal ini akan menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi sebagai komplilasi leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot, dan pembuluh darah. Berikut kelainan spesifik pada organ:1. Ginjal: Interstisial nefritis dengan infiltrasi sel mononuklear merupakan bentuk lesi pada leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi akibat tubular nekrosis akut. Adanya pernan nefrotoksin, reaksi imunologis, iskemia ginjal, hemolisis, dan invasi langsung mikroorganisme juga berperan menimbulkan kerusakan ginjal.

2. Hati: Menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosir fokal dan proliferasi sel Kupfer dengan kolestatis. Pada kasus-kasus yang diotopsi, sebagian ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel parenkim.

3. Jantung: epikardium, endokardium, dan miokardium dapat terlibat. Kelainan miokardium dapat fokal atau difus berupa interstisial edema dengan infiltrasi sel mononuklear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi pendarahan fokal pada miokardium dan endokarditis.

4. Otot rangka: Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa lokal nekrotis, vakuolisasi, dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira disebabkan invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira pada otot.

5. Mata: Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata selama fase leptospiremia dan bertahan beberapa bulan walaupun antibodi yang terbentuk cukup tinggi. Hal ini akan menyebabkan uveitis.

6. Pembuluh darah: terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya vakulitis yang akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan pada mukosa, permukaan serosa, dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit.

7. Susunan saraf pusat: Leptospira mudah masuk ke dalam cairan serebrospinal (CSS) dan dikaitkan dengan terjadinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon antibodi, tidak pada saat memasuki CSS. Diduga bahwa terjadinya meningitis diperantarai oleh mekanisme imunologis. Terjadi penebalan meninges dengan sedikit peningkatan sel mononuklear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptik, biasanya paling sering disebabkan oleh Leptospira canicola.

8. Weil Disease: Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus, biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran, dan demam tipe kontinua. Penyakit weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis. Penyebab weil disease adalah serotipe icterohaemorragica pernah juga dilaporkan oleh serotipe copenhageni dan bataviae. Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal, hepatik, atau disfungsi vaskular.

Working DiagnosisPada anamnesis didapatkan berbagai ciri-ciri klinik penyakit. Gejala atau keluhan didapati demam tinggi sampai mengigil,. Pada pemerikaan fisik dijumpai demam, brakikardia , nyeri tekan otot, hepatomegali, dan lain-lain. Ciri-ciri tersebut lalu dibandingkan satu sama lain dan kemudian dicocokan dengan kasus yang ada pada skenario. Sehingga dapat disimpulkan bahwa diagnosis pada kasus dalam skenario ialah Leptospirosis.

Kasus leptospirosis ini kemudian ditegakan dengan pemeriksaan laboratorium sel darah putih bisa dijumpai lekositosis, normal atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah yang meninggi. Pada urin dijumpai proteinuria, leukosituria dan torak (cast). Bila organ hati terlibat, bilirubin direk meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, ureum, dan kreatinin juga bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada ginjal. Trombositopenia terdapat pada 50% kasus. Diagnosis pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologi.Differential Diagnosis

Berikut ini merupakan diagnosis banding dari leptospirosis:

1. Demam Berdarah Dengue

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang termasuk genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan deatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan adekuat.Pada tes laboratorium penderita DBD, akan ditemukan beberapa hal. Leukosit pada penderita dapat normal ataupun menurun, mulai hari ketiga dapat ditemui limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LBP) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat. Trombosit pada umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke-3 sampai 8. Terjadi kebocoran plasma dibuktikan dengan peningkatan hematokrit > 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam. Pada albumin, dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. Ureum dan kreatinin bisa juga terdeteksi bila terjadi kerusakan fungsi ginjal.7

2. Malaria

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia, dan splenomegali.2

Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa keluhan kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan, dan kadang-kadang dingin.2

Gejala yang klasik yaitu terjadinya Trias Malaria secara berurutan. Periode dingin (15-60 menit): mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan selimut dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, diikuti dengan meningkatnya temperatur. Selanjutnya periode panas: penderita muka merah, nadi cepat, dan panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan berkeringat. Dilanjutkan dengan periode berkeringat: penderita berkeringat banyak dan temperatur turun, dan penderita merasa sehat.2

3. Hepatitis A

Hepatitis virus merupakan penyakit sistemik yang terutama mengenai hati. Salah satu tipe hepatitis virus akut pada anak dan orang dewasa disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV) yang merupakan penyebab hepatitis virus tipe A (hepatitis infeksius).6Masa inkubasi dari hepatitis A adalah 2-6 minggu. Semakin singkat masa inkubasi mungkin disebabkan oleh banyaknya jumlah virus. Gejala-gejala di awal penyakit masih belum jelas dan butuh penelitian lebih lanjut karena tidak setiap pasien mengalami demam, hepatomegali, dan jaundice. Dalam fase prodromal, pasien mengalami flu ringan gejala dari anoreksia, mual dan muntah, kelelahan, malaise, demam yang tidak tinggi (biasanya