lembaga keuangan syariah

7
Sarda Rafika, Tita Novitasari, Fathimah Azzahra, Nurfaiqoh Ridhiyah, Fikrotul Jadidah, Adam Aprilianto. Lembaga Keuangan Syariah Sebagaimana yang kita tahu, bahwa ajaran Islam memiliki aturan yang komprehensif bagi umatnya. Tidak hanya hubungan manusia dengan Tuhan, Islam juga memerhatikan hubungan manusia dengan sesamanya. Salah satunya ialah kegiatan perekonomian yakni kegiatan yang dilakukan antar manusia dalam menjalankan aktivitas produksi, distribusi, dan konsumsi. Kemudian, apakah ada semacam wadah yang dapat membantu masyarakat muslim melakukan kegiatan perekonomian tersebut sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri? Dalam tulisan ini kami akan mengulas beberapa lembaga perekonomian syariah. Lembaga-lembaga yang dibuat berdasarkan prinsip syariah atau norma-norma Islam itu didirikan berdasarkan semangat umat untuk merealisasikan ajaran Islam dalam norma ekonomi. Lembaga itu berada dibawah pengawasan Dewan Syariah Nasional dan Dewan Pengawas Syariah agar aktivitas perekonomiannya tetap berada pada jalur syar’i. Berikut lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia beserta penjelasan mengenai prinsip-prinsip operasional dan mekanisme operasionalnya: 1. Bank Syariah Kata bank berasal dari bahasa Itali “Banco” yang berarti meja. Dalam kamus bahasa Arab, bank diartikan sebagai “Mashrif” secara istilah berarti tempat berlangsungnya tukar menukar harta, baik dengan cara mengambil ataupun menyimpan, atau selainnya untuk melakukan muamalah. 1 Bank syariah yang pertama adalah Myt Ghamar. Bank ini didirikan di Mesir pada tahun 1963 dengan bantuan modal dari raja Faisal, Arab Saudi. Prinsip Operasional bank syariah di antaranya adalah prinsip bagi hasil, prinsip jual beli dengan margin keuntungan atau mark up, prinsip fee (jasa) contoh produk dari prinsip fee ini adalah bank garansi, pembukaan L/C, inkasor, jual beli valuta asing, dan jasa transfer. Prinsip-prinsip tersebut didasarkan pada syariat Islam dengan mengacu pada sumber hukum Islam. Produk-produk perbankan terbagi menjadi dua bagian yaitu produk di bagian pengerahan dana dan penyaluran dana 2 . Dalam produk pengerahan dana sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku 3 , sumber bank yang dikerahkan dari masyarakat terdiri dari simpanan giro, deposito, dan tabungan. Berikut rinciannya: 1. Tabungan (Saving Account) dan giro wadi’ah atau titipan (Curent Account) 1 M. Thanthawi, Muamalat al-Bunu wa Ahkamaha Al-Syar’iyyah (Mesir: Daar Nadaha, 1997), h. 50 2 Lampiran 6 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No 32/34/KEP/DIR Tgl 12 Mei 1999) 3 Hal ini sejalan dengan UU No 7 Tahun 1992 tentang perbankan pasal 6 poin (a) yang menyatakan bahwa usaha bank umum meliputi: menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. 1

Upload: universitas-islam-negeri-syarif-hidayatullah-jakarta

Post on 15-Apr-2017

185 views

Category:

Economy & Finance


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lembaga Keuangan Syariah

Sarda Rafika, Tita Novitasari, Fathimah Azzahra, Nurfaiqoh Ridhiyah, Fikrotul Jadidah, Adam Aprilianto.

Lembaga Keuangan Syariah

Sebagaimana yang kita tahu, bahwa ajaran Islam memiliki aturan yang komprehensif bagi umatnya. Tidak hanya hubungan manusia dengan Tuhan, Islam juga memerhatikan hubungan manusia dengan sesamanya. Salah satunya ialah kegiatan perekonomian yakni kegiatan yang dilakukan antar manusia dalam menjalankan aktivitas produksi, distribusi, dan konsumsi. Kemudian, apakah ada semacam wadah yang dapat membantu masyarakat muslim melakukan kegiatan perekonomian tersebut sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri? Dalam tulisan ini kami akan mengulas beberapa lembaga perekonomian syariah. Lembaga-lembaga yang dibuat berdasarkan prinsip syariah atau norma-norma Islam itu didirikan berdasarkan semangat umat untuk merealisasikan ajaran Islam dalam norma ekonomi. Lembaga itu berada dibawah pengawasan Dewan Syariah Nasional dan Dewan Pengawas Syariah agar aktivitas perekonomiannya tetap berada pada jalur syar’i. Berikut lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia beserta penjelasan mengenai prinsip-prinsip operasional dan mekanisme operasionalnya:

1. Bank Syariah

Kata bank berasal dari bahasa Itali “Banco” yang berarti meja. Dalam kamus bahasa Arab, bank diartikan sebagai “Mashrif” secara istilah berarti tempat berlangsungnya tukar menukar harta, baik dengan cara mengambil ataupun menyimpan, atau selainnya untuk melakukan muamalah.1 Bank syariah yang pertama adalah Myt Ghamar. Bank ini didirikan di Mesir pada tahun 1963 dengan bantuan modal dari raja Faisal, Arab Saudi.

Prinsip Operasional bank syariah di antaranya adalah prinsip bagi hasil, prinsip jual beli dengan margin keuntungan atau mark up, prinsip fee (jasa) contoh produk dari prinsip fee ini adalah bank garansi, pembukaan L/C, inkasor, jual beli valuta asing, dan jasa transfer. Prinsip-prinsip tersebut didasarkan pada syariat Islam dengan mengacu pada sumber hukum Islam.

Produk-produk perbankan terbagi menjadi dua bagian yaitu produk di bagian pengerahan dana dan penyaluran dana2. Dalam produk pengerahan dana sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku3, sumber bank yang dikerahkan dari masyarakat terdiri dari simpanan giro, deposito, dan tabungan. Berikut rinciannya:

1. Tabungan (Saving Account) dan giro wadi’ah atau titipan (Curent Account)2. Deposito mudharabah adalah dana simpanan yang nasabah yang ada di bank. Dana tersebut kemudian

akan dikelola oleh bank dan nasabah berhak mendapatkan keuntungannya. Deposito ini hanya dapat ditarik dalam jangka waktu tertentu dan cara kerjanya berdasarkan pada prinsip bagi hasil serta profit and loss sharing.

3. Tabungan mudharabah, sama halnya dengan deposito mudharabah, yakni dana simpanan nasabah yang kemudian dikelola oleh bank dan nasabah berhak menerima keuntungannya. Namun, berbeda dengan deposito mudharabah, tabungan mudharabah dapat diambil sewaktu-waktu oleh nasabah (pemilik modal).

4. Tabungan haji mudharabah ialah simpanan dana nasabah yang akan diambil pada saat pemilik modal tersebut akan menggunakannya untuk keperluan haji.

5. Tabungan kurban ialah simpanan dana nasabah yang dapat diambil saat nasabah akan melaksanakan kurban.

Di samping produk pengerahan dana, bank syariah juga memiliki beberapa produk penyaluran dana. Bank syariah menyalurkan dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat dengan menawarkan beberapa produk sebagai berikut:

1 M. Thanthawi, Muamalat al-Bunu wa Ahkamaha Al-Syar’iyyah (Mesir: Daar Nadaha, 1997), h. 502 Lampiran 6 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No 32/34/KEP/DIR Tgl 12 Mei 1999) 3 Hal ini sejalan dengan UU No 7 Tahun 1992 tentang perbankan pasal 6 poin (a) yang menyatakan bahwa usaha bank umum meliputi: menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

1

Page 2: Lembaga Keuangan Syariah

Sarda Rafika, Tita Novitasari, Fathimah Azzahra, Nurfaiqoh Ridhiyah, Fikrotul Jadidah, Adam Aprilianto.

1. Pembiayaan Mudharabah, berbeda dengan produk pengerahan dana di atas, produk pembiayaan mudharabah dana ini ialah pembiayaan bank syariah terhadap sebuah proyek yang telah disiapkan secara lengkap termasuk manejemennnya dan bank sebagai pemodal dari proyek/usaha tersebut. Keuntungan yang diperoleh perusahaan/proyek akan dibagi dua dengan pihak pemodal/bank sesuai dengan kesepakatan yang dibuat di awal. Ketika jatuh tempo untuk mengembalikan modal, maka perusahaan harus membayar modal tersebut baik secara dengan melunasinya langsung maupun dengan dicicil. Produk ini di bedakan lagi kedalam dua jenis mudharabah, mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyad. Mudharabah muthlaqah memberikan kebebasan terhadap pihak perusahaan. Perusahaan tidak terikat dengan syarat-syarat yang diberikan oleh pihak bank. Sedangkan mudharabah muqayyad, perusahaan wajib memenuhi persyaratan yang diberikan oleh pihak bank, contoh pihak bank menentukan jenis usahanya.

2. Pembiayaan Musyarrakah, pembiayaan ini ialah pembiayaan sebagian modal untuk keperluan pembiayaan sebuah usaha/proyek dan bank dapat terlibat dalam manajemennya. Modal yang dibiayai oleh pihak bank dapat berupa uang, barang perdagangan (trading asset), property, equipment, dan/atau intangible (hak paten dan googwill). Dalam pelaksanaan usahanya, pemilik modal yang terdiri dari bank dan pemilik modal lainnya dapat menyerahkan pengelolaannya kepada pihak ketiga. Pembagian keuntungan antara bank (pemilik modal) dan pengelola (penerima modal) dapat dibagi dua sesuai dengan proporsinya masing-masing dan telah disepakati dalam perjanjian di awal. Perjanjian tersebut dilakukan dala dua bentuk (1) musyarakah antar pemilik modal (2) perjanjian mudharabah/murabahah antara pemilik modal dengan pengelola perusahaan (penerima modal).

3. Pembiayaan Murabahah adalah pembiayaan untuk membeli barang nasional maupun internasional. Bank sebagai pihak yang membiayai pembelian barang tersebut, namun barang yang dibeli dari supplier diatasnamakan penerima kredit. Sedangkan surat tanda pemilikan tetap dipegang oleh bank selama penerima kredit atau pembeli belum melunasi pembelian.

4. Pembiayaan Salam, Pembiayaan ini diaplikasikan untuk membiayai pembelian hasil produksi agribisnis atau indutri yang lain namun pembiayaan dilakukan sebelum produk agribisnis tersebut dipanen. Oleh karenanya, harus ada kepastian dari pihak penjual mengenai produk yang akan dihasilkannya. Jenis, macam, mutu, dan jumlah produk yang akan dihasilkan harus sudah jelas dan harga akad tidak dapat diganggu gugat setelah disepakati. Jika barang yang dihasilkannya cacat, maka penjual harus bertanggung jawab dengan mengembalikan separuh modal atau menggantinya dengan barang yang ketentuannya telah disepakati diawal perjanjian.

Selain yang telah kami tuliskan di atas, juga masih ada beberapa produk penyaluran dana lainnya. Produk-produk itu di antaranya produk pembiayaan al-bai’ al-mal, pembiayaan sewa beli, rahn, wakalah, hiwalah, kafalah, al-qardh’ul hasan, pembiayaan istishna’, sharf (jual beli valuta asing), dan ijarah.

Semua produk-produk syariah ini dijalankan berdasarkan ajaran Islam. Produk penyaluran dana misalnya, dana yang disalurkan tentu harus disalurkan untuk usaha/proyek yang halal saja, yang tidak menimbulkan kemadharatan seperti perjudian, indutri senjata illegal untuk keperluan pembunuhan massal, dll. Barang yang disewa dan dibeli juga harus jelas soal halal dan haramnya.

2. Sukuk

Sukuk berasal dari bahasa Arab yaitu sak (tunggal) dan sukuk (jamak) yang memiliki arti mirip dengan sertifikat atau note. Dalam pemahaman praktisnya, sukuk merupakan bukti (claim) kepemilikan.

Sukuk berarti suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo 4

Karakteristik sukuk: Merupakan bukti kepemilikan suatu asset berwujud atau hak manfaat (benefical tittle) Pendapatan berupa imbalan (kupon), margin dan bagi hasil, sesuai jenis akad yang digunakan Terbebas dari riba, gharar dan maysir

4 Fatwa Majelis Ulama Indoesia no. 31/DSN-MUI/IX/20022

Page 3: Lembaga Keuangan Syariah

Sarda Rafika, Tita Novitasari, Fathimah Azzahra, Nurfaiqoh Ridhiyah, Fikrotul Jadidah, Adam Aprilianto.

Penerbitannya melalui Special Purpose Vechicle (SPV) Memerlukan underlying asset Penggunaan procceds harus sesuai prinsip syariah

Jenis-jenis sukuk:

1. Sukuk ijarah, sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad ijarah, dimana satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menyewakan hak manfaat atas suatu asset kepada pihak lain. Berdasarkan harga dan periode yang disepakati, tanpa diikuti perpindahan kepemilikan asset itu sendiri

2. Sukuk mudharabah, sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanian atau akad mudharabah dimana satu pihak menyediakan modal (Ram Al-Maal/Shahibul Maal) dan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian (Mudharib), keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan proporsi perbandingan (nisbah) yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyedia modal, sepanjang kerugian tersebut tidak ada unsur modal hazard (niat tidak baik dari Mudharib)

3. Sukuk musyarakah, sukuk yag diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad musyarakah, dimana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang sudah ada, atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul di tanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi moal masing-masing oihak

4. Sukuk istishna, dimana yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad istishna, dimana para pihak menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek atau barang. Adapun harga, waktu penyerahan dan spesifikasi proyek/barang ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.

3. Baitul Mal wat Tamwil (BMT)

Baitul Mal wat-Tamwil adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal wa al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya.

BMT adalah lembaga ekonomi non perbankan yang sifatnya informal, karena lembaga ini didirikan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang berbeda dengan lembaga keuangan perbankan dan lembaga keuangan formal lainnya.

Pola pengembangan institusi keuangan ini diadopsi dari bayt al-mal yang pernah dan sempat tumbuh dan berkembang pada masa nabi SAW dan khukafa al-rasyidin. Oleh karena itu keberadaan BMT selain dianggap sebagai media penyalur pendayagunaan harta juga bisa dianggap sebagai institusi yang bergerak di bidang investasi yang bersifat produktif seperti layaknya bank.

Lembaga keuangan non bank ini harus dirumuskan secara sederhana agar dapat ditangani dan dimengerti oleh para nasabah yang sebagian besar berpendidikan rendah. Aturan-aturan dan mekanisme nasabah untuk memnfaatkan fasilitasnya.

4. Asuransi Syariah

Asuransi ialah suatu perjanjian dimana penanggung mengikatkan diri kepada seoang tertanggung untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya karena suatu peristiwa tertentu.5 Sedangkan dalam Islam, asuransi berarti takaful (bahasa Arab) berasal dari dasar kata takafala-yatakafalu-takaful artinya saling menanggung atau menanggung bebrsama.

Berbeda dengan asuransi konvensional, asuransi syariah atau takaful ini memiliki prinsip yang tidak dimiliki oleh asuransi konvensional. Prinsip-prinsip tersebut di antaranya (1) akad yang dilakukan adalah akad at-Takafuli; (2) selain tabungan peserta, dibuat pula tabungan derma (tabarru’); (3) merealisir prinsip bagi hasil. Prinsip itu dirancang sesuai dengan karakteristik ajaran Islam.

5 Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang3

Page 4: Lembaga Keuangan Syariah

Sarda Rafika, Tita Novitasari, Fathimah Azzahra, Nurfaiqoh Ridhiyah, Fikrotul Jadidah, Adam Aprilianto.

Prinsip-prinsip di atas telah terealisir dalam sistem operasional asuransi syariah dan produk-produk yang dihasilkannya. Asuransi syariah menggunakan akad takafuli yakni akad tolong monolong atau sumbangsih antar nasabah sedangkan asuransi konvensional menggunakan akad tadabuli atau jual beli antara pihak asuransi dengan nasabah. Dana yang terkumpul dari para nasabah itu diamanahkan untuk dikelola atau diinvestasikan kepada hal-hal yang produktif sedangkan dalam asuransi konvensional dana sepenuhnya milik perusahaan dan perusahaan berhak menggunakannya untuk apa saja. Ketika ada yang terkena musibah maka bantuan diambil dari dana sosial yang terkumpul (tabarru’), dan ketika didapat keuntungan dari hasil pengelolaan dana asuransi maka nasabah juga mendapat bagiannya menurut sistem bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional dana diambil dari pihak perusahaan dan keuntungan yang didapat sepenuhnya milik perusahaan.

5. Lembaga Pengelola (Amil) Zakat

Pengertian secara umum, lembaga amil zakat adalah institusi pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak dibidang dakwah, pendidikan, sosial dan kemaslahatan umat islam. Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disingkat LAZ adalah lembaga yang berkhidmat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendayagunaan secara produkif dana zakat, infaq, dan shadaqah serta dana kedermawanan lainnya, baik dari perseorangan, lembaga, perusahaan maupun instansi lain. Penyaluran zakat boleh dikeluarkan secara langsung oleh muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) kepada mereka yang berhak menerimanya namun, sejatinya zakat adalah ibadah yang secara eksplisit dinyatakan ada petugas yang mengelolanya, sebagaimana firman Allah dalam Q.S At-Taubah: 60, yang artinya:

Dalam pengelolaan zakat terdapat beberapa prinsip-prinsip yang harus diikuti dan ditaati agar pengelolaan dapat berhasil sesuai yang diharapkan, diantaranya : prinsip keterbukaan, prinsip sukarela, prinsip keterpaduan, prinsip profesionalisme, prinsip kemandiriian.

Sistem pengadministrasian dalam lembaga zakat ini pun harus didasarkan pada prinsip-prinsip manajemen yang sehat, Supaya organisasi lembaga zakat berkembang dengan baik, terdapat beberapa prinsip pengorganisasian yang mesti dilakukan, diantaranya: penanggung jawab tertinggi sejatinya pemerintah atau pejabat tinggi dalam strata pemerintahan setempat dengan mengikutsertakan tokoh-tokoh masyarakat islam, pelaksananya adalah lembaga tetap dengan pegawai yang bekerja penuh secara professional, kebijakan harus dirumuskan secara jelas dan dipergunakan sebagai dasar perencanaan, pengumpulan dan pendayagunaan dana zakat, program pendayagunaan zakat harus terperinci supaya lebih efektif dan produktif, mekanisme pengawasan dilakukan melalui peraturan-peraturan, administrasi, ketatausahaan dan pembukuan, penyuluhan untuk menciptakan kondisi yang kondusif dalam menarik partisipasi masyarakat untuk menunaikan ibadah zakat secara teratur.

Keberadaan lembaga zakat merupakan aspek instrumental dari nilai-nilai keislaman, khususnya yang terkait dengan perintah Allah tentang kepemilikan manusia tidaklah bersifat mutlak, karena zakat merupakan sarana komunikasi utama antara manusia dengan manusia lain dalam masyarakat, yang tujuannya menciptakan kehidupan yang humanis dan harmonis. Dalam Bab II pasal 5 UU No. 38 tahun 1999 tersebut menjelaskan bahwa pengelolaan zakat bertujuan untuk: Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama, meningkatkan fungsi dan peranan pratana keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial, meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat. Lembaga pengelola zakat haruslah bersifat: Independen, Netral, Tidak berpolitik (praktis), tidak bersifat diskriminatif. Adapun persyaratan sebagai ‘amil (pengelola) zakat adalah: Beragama islam, Mukallaf, Memiliki sifat amanah dan jujur, Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat yang menyebabkan ia mampu mensosialisasikan segala sesuatu yang berkaitan dengan zakat kepada masyarakat, Memiliki kemampuan untuk melakukan tugas dengan baik, dan pengelolaan zakat harus dilakukan tidak asal-asalan dan tidak sambilan.

4