akad dalam lembaga keuangan syariah

22
PEMBAHASAN A. Pengertian Akad Secara istilah akad adalah menghubungkan suatu kehendak suatu pihak dengan pihak lain dalam suatu bentuk yang menyebabkan adanya kewajiban untuk melakukan suatu hal seperti akad jual beli. Di samping itu, akad juga memiliki makna luas yaitu kemantapan hati seseorang untuk harus melakukan sesuatu baik untuk dirinya sendiri ataupun orang lain. Berdasarkan makna luas ini maka nadzar dan sumpah termasuk akad. Dalam pengertian lain, akad juga merupakan kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu atau akad adalah kontrak antara dua belah pihak yang saling bersepakat, yakni masing-masing pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-masing yang telah disepakati terebih dahulu. Dalam akad segala yang disepakati dan kondisinya sudah ditentukan secara rinci dan spesifik. Bila salah satu atau kedua belah pihak yang terikat dalam kontrak itu tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka ia atau mereka menerima sanksi seperti yang sudah disepakati dalam akad. 1 B. Asas-asas Akad 1. Ikhtiyari (sukarela) 1 Adiwarman Karim, Bank : Islam Analisi Fiqih dan Keuangan, (Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2004), h. 57

Upload: monika-putri-andriani

Post on 04-Aug-2015

291 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Akad Dalam Lembaga Keuangan Syariah

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akad

Secara istilah akad adalah menghubungkan suatu kehendak suatu

pihak dengan pihak lain dalam suatu bentuk yang menyebabkan adanya

kewajiban untuk melakukan suatu hal seperti akad jual beli. Di samping

itu, akad juga memiliki makna luas yaitu kemantapan hati seseorang

untuk harus melakukan sesuatu baik untuk dirinya sendiri ataupun

orang lain. Berdasarkan makna luas ini maka nadzar dan sumpah

termasuk akad.

Dalam pengertian lain, akad juga merupakan kesepakatan dalam suatu perjanjian

antara dua pihak atau lebih untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan hukum

tertentu atau akad adalah kontrak antara dua belah pihak yang saling bersepakat, yakni

masing-masing pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-masing yang

telah disepakati terebih dahulu. Dalam akad segala yang disepakati dan kondisinya sudah

ditentukan secara rinci dan spesifik. Bila salah satu atau kedua belah pihak yang terikat

dalam kontrak itu tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka ia atau mereka menerima

sanksi seperti yang sudah disepakati dalam akad. 1

B. Asas-asas Akad

1. Ikhtiyari (sukarela)

Setiap akad dilakukan atas kehendak para pihak, terhindar dari keterpaksaan karena

tekanan salah satu pihak atau dari pihak lain.

2. Amanah (menepati janji )

Setiap akad wajib dilaksanakan oleh para pihak sesuai dengan kesepakatan yang

ditetapkan oleh yang bersangkutan dan pada saat yang sama terhindar dari cidera janji

atau pelanggaran terhadap janji.

3. Ikhtiyati (kehati-hatian)

1 Adiwarman Karim, Bank : Islam Analisi Fiqih dan Keuangan, (Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2004), h. 57

Page 2: Akad Dalam Lembaga Keuangan Syariah

Setiap akad yang dilakukan harus dengan pertimbangan yang matang dan dilaksanakan

secara tepat dan cermat.

4. Luzum (tidak berobah)

Setiap akad dilakukan dengan tujuan yang jelas dan perhitungan yang cermat sehingga

terhindar dari praktek spekulasi dan maisir.

5. Saling menguntungkan

Setiap akad dilakukan untuk memenuhi kepentingan para pihak sehingga tercegah dari

praktek manipulasi dan merugikan salah satu pihak.

6. Taswiyah (kesetaraan)

Para pihak dalam setiap akad memiliki kedudukan yang setara atau sama dan

mempunyai hak dan kewajiban yang seimbang.

7. Tranparansi

Setiap akad dilakukan dengan pertanggungjawaban para pihak secara terbuka.

8. Kemampuan

Setiap akad dilakukan sesuai dengan kemampuan para pihak, sehingga tidak menjadi

beban yang berlebihan bagi yang bersangkutan.

9. Taisir (kemudahan)

Setiap akad dilakukan dengan cara saling memberi kemudahan kepada masing-masing

pihak untuk dapat melaksanakannya sesuai dengan kesepakatan.

10. Itikad baik

Akad dilakukan dalam rangka menegakkan kemashlahatan, tidak mengandung unsur

jebakan dan perbuatan buruk lainnya.

11. Sebab yang halal

Tidak bertentangan dengan hukum, tidak dilarang oleh hukum dan tidak mengandung

unsur keharaman. 2

C. Akad-akad yang dilaksanakan dalam Lembaga Keuangan Syariah

1. Akad Pola Titipan

2 Bagirmanan, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, (Jakarta : Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2008), h. 12

Page 3: Akad Dalam Lembaga Keuangan Syariah

a. Titipan Wadi’ah yad Amanah

Secara umum Wadiah adalah titipan murni dari pihak penitip (muwaddi’) yang

mempunyai barang atau aset kepada pihak penyimpan (mustawda’) yang diberi

amanah atau kepercayaan, baik indivudu maupun badan hukum, tempat barang

yang dititipkan harus di jaga dari kerusakan, kerugian, keamanan, dan keutuhannya

dan dikembalikan kapan saja penyimpan menghendakinya.

Barang atau aset yang dititipkan adalah sesuatu yang berharga yang dapat

berupa uang, barang, dokumen, surat berharga, atau barang berharga lainnya. Pada

dasarnya pihak penyimpan sebagai penerima kepercayaan adalah yad al-amanah

“tangan amanah” yang berarti ia tidak harus bertanggung jawab jika sewaktu dalam

penitipan terjadi kehilangan atau kerusakan pada barang titipan, selama hal ini

bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara

barang titipan. Dengan prinsip ini pihak penyimpan tidak boleh menggunakan atau

memanfaatkan barang yang dititipkan, melainkan hanya menjaganya, tidak boleh

dicampuradukkan dengan barang yang lain, akan tetapi harus dipisahkan.

b. Titipan Wadi’ah yad Dhamanah

Dari prinsip yad al-amanah “tangan amanah” yang berkembang pada prinsip

yad-dhamanah “tangan penanggung” yang berarti bahwa pihak penyimpan

bertanggung jawab atas segala kerusakan atau kehilangan yang terjadi pada barang

titipan.

Hal ini berarti bahwa pihak penyimpan adalah trustee (kepercayaan) yang

sekaligus guarantor (penjamin) keamanan barang yang dititipkan. Ini juga berarti

bahwa pihak penyimpan telah mendapatkan izin dari pihak penitip untuk

mempergunakan barang dititipkan tersebut untuk aktivitas perekonomian tertentu,

dengan catatan pihak penyimpan akan mengembalikan barang yang dititipkan

secara utuh pada saat penyimpanan. Hal ini sesuai dengan ajnuran Islam agar aset

selalu diusahakan untuk untuk tujuan produktif (tidak didiamkan saja).

Page 4: Akad Dalam Lembaga Keuangan Syariah

Pada prinsip ini penyimpan boleh mencampurkan barang titipan dengan barang

titipan yang lain yang digunakan untuk tujuan produktif mencari keuntungan. Pihak

penyimpan berhak atas keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan barang titipan

dan bertanggung jawab penuh atas resiko kerugian yang mungkin timbul. Selain

itu, penyimpan juga diperbolehkan atas kehendak sendiri memberikan bonus

kepada pemilik barang tanpa adanya akad perjanjian sebelumnya. Dengan demikian

ada beberapa ketentuan Wadi’ah yad dhamanah yaitu :

1. Penyimpan memiliki hak untuk menginvestasikan aset yang dititipkan

2. Penitip memiliki hak untuk mengetahui bagaimana asetnya di investasikan.

3. Penyimpan hanya menjamin nilai pokok jika modal berkurang karena kerugian

4. Setiap keuntungan yang diperoleh penyimpan dapat dibagikan sebagai hibah

atau bonus. Hal ini berarti, bank memiliki kewajiban mengikat untuk

membagikan keuntungan yang diperoleh.

5. Penitip tidak memiliki hak suara.

2. Akad Pola Pinjaman

a. Pinjaman Qardh

Qhard merupakan pinjaman kebajikan tanpa imbalan, yang biasanya untuk

pembelian barang-barang fungible (yaitu barang yang dapat diperkirakan dan

diganti sesuai dengan berat, ukuran dan jumlahnya).

Kata Qardh ini kemudian diadopsi menjadi credo (Romawi), credit (Inggris)

dan kredit (Indonesia). Objek dari pinjaman qardh ini adalah uang atau alat tukar

lainnya yang merupakan transaksi pinjaman murnni tanpa bunga ketika peminjam

mendapatkan uang tunai dari bank dan hanya wajib mengembalikan pokok hutang

pada waktu tertentu di masa yang akan datang.

Ulama-ulama tertentu membolehkan pemberi pinjaman untuk membebani

biaya jasa pengadaan pinjaman. Biaya jasa inim bukan merupakan keuntungan,

melainkan biaya aktual yang dikeluarkan oleh pemberi pinjaman, seperti biaya

gedung, gaji pegawai dan peralatan kantor. Akad ini terutama digunakan oleh IDB

Page 5: Akad Dalam Lembaga Keuangan Syariah

ketika memberikan pinjaman pada pemerintah. Biaya jasa ini pada umumnya tidak

lebih dari 2.5 persen dan selama ini berkisar antara 1-2 persen.

Dalam aplikasinya di perbankan syariah qardh biasa digunakan untuk

menyediakan dana talangan kepada nasabah prima dan untuk menyumbang sektor

usaha kecil atau membantu sektor sosial. Qardh juga diberikan pada nasabah

sebagai fasilitas pinjaman talangan pada saat nasabah mengalami overdraft.

Fasilitas ini merupakan bagian dari satu paket pembiayaan lain untuk memudahkan

nasabah dalam bertransaksi.

3. Akad Pola Bagi Hasil

Dalam bank syariah akad yang paling penting dan paling utama disepakati oleh

para ulama adalah akad pole bagi hasil dengan prinsip musyarakah (joint venture

profit sharing) dan mudharabah (trustee profit sharing) dengan prinsip bahwa tidak

ada keuntungan tanpa ambil bagian dalam resiko atau untuk setiap keuntungan

ekonomi riil harus ada biaya ekonomi riil.

Ciri utama pola bagi hasil adalah bahwa keuntungan dan kerugian ditanggung

bersama baik oleh pemilik dana maupun pengusaha. Beberapa prinsip dasar konsep

bagi hasil yang dikemukakan oleh Usmani :

1. Bagi hasil bukan berarti tidak meminjamkan uang tetapi merupakan partisipasi

dalam berusaha.

2. Investor atau pemilik dana harus ikut menanggung resiko kerugian usaha

sebatas pembiayaannya.

3. Para mitra usaha bebas menentukan dengan persetujuan bersama, rasio

keuntungan untuk masing-masing pihak yang dapat berbeda dari rasio

pembiayaan yang disertakan.

4. Kerugian yang ditanggung oleh masing-masing pihak harus sama dengan

proporsi investasi mereka.

a. Musyarakah

Page 6: Akad Dalam Lembaga Keuangan Syariah

Musyarakah merupakan akad bagi hasil ketika ada dua atau lebih pengusaha

pemilik dana tau modal bekerja sama sebagai mitra usaha, membiayai investasi

usaha baru atau yang sudah berjalan. Mitra usaha pemilik modal berhak ikut serta

dalam manajemen peusahaan, tetapi itu tidak merupakan keharusan. Para pihak

dapat membagi pekerjaan mengelola usaha sesuai kesepakatan dan mereka juga

dapat meminta gaji atau upah untuk tenaga dan keahlian yang mereka curahkan

untuk usaha tersebut.

Beberapa syarat pokok musyarakah menurut Usmani antara lain :

1. Syarat akad

Karena musyarakah merupakan hubungan yang dibentuk oleh para mitra

melalui akad yang disepakati bersama, maka otomatis empat syarat akad yaitu

syarat berlakunya akad, syarat sahnya akad, syarat terealisasikannya akad, dan

syarat lazimnya juga harus dipenuhi, seperti para mitra usaha harus memenuhi

syarat pelaku akad, akad harus dilaksanakan atas persetujuan para pihak tanpa

adanya tekanan, penipuan atau penggambaran yang keliru.

2. Pembagian proporsi keuntungan

a. Proporsi keuntungan yang dibagikan kepada para mitra usaha harus

disepakati di awal akad. Jika proporsi belum ditetapkan, akad tidak syah

menurut syariah.

b. Rasio/nisbah keuntungan untuk masing-masing mitra usaha harus

ditetapkan sesuai dengan keuntungan nyata diperoleh dari usaha, dan tidak

ditetapkan berdasarkan modal yang disertakan. Tidak diperbolehkan untuk

menetapkan tingkat keuntungan tertentu yang dikaitkan dengan modal

investasinya.

3. Penentuan proporsi keuntungan

a. Imam Malik dan Imam Syafi’I berpendapat bahwa proporsi keuntungan

dibagi di antara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan sebelumnya

dalam akad sesuai dengan proporsi modal yang disertakan.

b. Imam Ahmad berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat pula berbeda

dari proporsi modal yang mereka sertakan.

Page 7: Akad Dalam Lembaga Keuangan Syariah

c. Imam Abu Hanifah yang dapat dikatakan sebagi pendapat tengah-tengah,

berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat berbeda dari proporsi modal

pad kondisi normal. Namun demikian, mitra yang memutuskan menjadi

Sleeping Partner, proporsi keuntungannya tidak boleh melebihi proporsi

modalnya.

4. Pembagian kerugian

Para ahli hukum Islam sepakat bahwa setiap mitra menanggung kerugian

sesuai dengan porsi investasinya. Menurut Imam Syafi’i, porsi keuntungan atau

kerugian dari masing-masing mitra harus sesuai dengan porsi penyertaan

modalnya.

5. Sifat modal

Sebagian besar ahli hukum Islam berpendapat bahwa modal yang

diinvestasikan oleh setiap mitra harus dalam bentuk modal likuid. Hal ini

berarti bahwa akad musyarakah hanya dapat dengan uang dan tidak dapat

dengan komoditas.

6. Manajemen musyarakah

Prinsip normal dari musyarakah bahwa setiap mitra mempunyai hak untuk ikut

serta dalam manajemen dan bekerja untuk usaha patungan ini. Namun

demikian, para mitra dapat pula sepakat bahwa manajemen perusahaan akan

dilakukan oleh salah satu dari mereka dan mitra lain tidak akan menjadi bagian

manajemen dari musyarakah.

7. Penghentian musyarakah

a. Setiap mitra memiliki hak untuk mengakhiri musyarakah kapan saja setela

menyampaikan pemberitahuan kepada mitra lain mengenai hal ini

b. Jika salah seorang mitra meninggal pada saat musyarakah masih berjalan,

kontrak dengan almarhum tetap berakhir atau dihentikan. Ahli warisnya

memiliki pilihan untuk menarik bagian modalnya atau meneruskan kontrak

musyarakahnya.

c. Jika salah seorang mitra menjadi hilang ingatan atau menjadi tidak mampu

melakukan transaksi komersial, maka kontrak musyarakah berakhir.

8. Penghentian musyarakah tanpa menutup usaha

Page 8: Akad Dalam Lembaga Keuangan Syariah

Jika salah seorang mitra ingin mengakhiri musyarakah sedangkan mitra lain

tetap ingin meneruskan usaha, maka hal ini dapat dilakukan dengan

kesepakatan bersama. Mitra yang ingin tetap menjalankan usaha dapat

membeli saham dari mitra yang ingin berhenti, karena berhentinya seorang

mitra dari musyarakah tidak berarti bahwa mitra lain juga berhenti. Akan

tetapi, dalam hal ini harga saham mitra yang akan keluar harus ditetapkan

dengan kesepakatan bersama.

Bentuk-bentuk musyarakah antara lain :

1. Musyarakah Tetap

Bentuk akad musyarakah yang paling sederhana adalah musyarakah tetap

ketika jumlah dan porsi modal yang disertakan oleh masing-masing mitra

tetap selama periode kontrak.

2. Musyarakah Menurun

Pada kerjasama ini, dua pihak bermitra untuk kepemilikan bersama suatu

aset dalam bentuk properti, peralatan, perusahaan atau lainnya. Keuntungan

yang dihasilkan pad tiap-tiap periode dibagi sesuai porsi kepemilikkan aset

masing-masing pihak saat itu.

3. Musyarakah Mutanaqishah

Merupakan suatu penyertaan modal secara terbatas dari mitra usaha kepada

perusahaan lain untuk jangka waktu tertentu, yang dalam dunia modern

disebut Modal Ventura, tanpa unsur-unsur yang dilarang syariat Islam yaitu

riba, maysir dan gharar.

b. Mudharabah

Mudharabah atau penanaman modal adalah penyerahan modal uang kepada orang

yang berniaga sehingga ia mendapatkan keuntungan. Mudharabah merupakan akad

bagi hasil ketika pemilik modal menyediakan modal (100 persen) kepada

pengusaha sebagai pengelola untuk melakukan aktivitas produktif dengan syarat

bahwa keuntungan yang dihasilkan akan dibagi antara mereka menurut

kesepakatan yang ditentukan sebelumnya dalam akad.

Page 9: Akad Dalam Lembaga Keuangan Syariah

Bentuk-bentuk akad mudharabah antara lain :

1. Mudharabah Bilateral (Sederhana)

Merupakan bentuk mudharabah antar satu pihak sebagai pemodal dan pihak

lain sebagai pengelola usaha.

2. Mudharabah Multilateral

Merupakan bentuk mudharabah antara beberapa pihak sebagai pemodal dan

satu pihak lain sebagai pengelola usaha.

3. Mudharabah Bertingkat (Re-mudharabah)

Merupakan bentuk mudharabah antara tiga pihak. Pihak pertama sebagai

pemodal, pihak kedua sebagai pengelola antara pihak ketiga sebagai pengelola

akhir.

4. Kombinasi Musyarakah dan Mudharabah

Dalam perjanjian mudharabah pada umumnya diasumsikan bahwa pengelola

tidak ikut menanamkan modalnya, tetapi hanya bertanggung jawab dalam

menjalankan usaha, sedangkan modal seluruhnya berasal dari pemodal. Namun

demikian, ada kemungkinan bahwa pengelola juga ingin menginvestasikan

dananya dalam usaha mudharabah ini. Pada kondisi ini musyarakah dan

mudharabah digabung dalam satu akad.

4. Akad Pola Jual Beli

a. Murabahah

Murabahah merupakan istilah dalam fikih Islam yang berarti suatu bentuk jual beli

tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang, meliputi harga barang

dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk memperoleh banrang tersebut dan

tingkat keuntungan yang diinginkan.

Bentuk-bentuk murabahah antara lain :

1. Murabahah Sederhana

Page 10: Akad Dalam Lembaga Keuangan Syariah

Merupakan bentuk akad murabahah ketika penjual memasarkan barangnya

kepada pembeli dengan harga sesuai harga perolehan ditambah keuntungan

yang diinginkan.

2. Murabahah kepada Pemesan

Bentuk murabahah ini melibatkan tiga pihak yaitu pemesan, pembeli dan

penjual. Bentuk murabahah ini juga melibatkan pembeli sebagai perantara

karena keahliannya atau karena kebutuhan pemesan akan pembiayaan. Bentuk

murabahah inilah yang diterapkan perbankan syariah dalam pembiayaan.

b. Salam

Salam merupakan bentuk jual beli dengan pembayaran di muka dan penyerahan

barang di kemudian hari dengan harga, spesifikasi, jumlah, kualitas, tanggal dan

tempat penyerahan yang jelas, serta disepakati sebelumnya dalam perjanjian.

Salam diperbolehkan oleh Nabi Muhamad SAW dengan beberapa syarat yang

harus dipenuhi. Tujuan utama dari jual beli salam adalah untuk memenuhi

kebutuhan para petani kecil yang memerlukan modal untuk memulai masa tanam

dan untuk menghidupi keluarganya sampai waktu panen tiba.

Salam bermanfaat bagi penjual karena mereka mnerima pembayaran di muka.

Salam juga bermanfaat bagi pembeli karena pada umumnya harga dengan akad

salam lebih murah daripada harga dengan akad tunai.

c. Istishna

Istishna adalah memesan kepada perusahaan untuk memproduksi barang atau

komoditas tertentu untuk pembeli. Istishna merupakan salah satu bentuk jual beli

forward kedua yang dibolehkan oleh syariah.

Agar akad Istishna sah, harga harus ditetapkan di awal sesuai dengan kesepakatan

dan barang harus memiliki spesifikasi yang jelas yang telah disepakati bersama.

Sebagi bentuk jual beli forward, istishna mirip dengan salam, akan tetapi ada

beberapa perbedaan di antara keduanya yaitu :

Page 11: Akad Dalam Lembaga Keuangan Syariah

1. Objek Istishna selalu barang yang harus diproduksi, sedangkan objek salam bisa

untuk barang apa saja, baik harus diproduksi terlebih dahulu, maupun tidak.

2. Harga akad dalam salam harus dibayar penuh di muka, sedangkan harga akad

dalam istishna tidak harus dibayar di muka, bisa dicicil ataupn dibayar di

belakang.

3. Akad salam tidak bisa diputuskan secara sepihak, sementara dalam istishna

akad dapat diputuskan sebelum perusahaan mulai memproduksi.

4. Waktu penyerahan tertentu merupakan bagian penting dari akad salam,

sedangkan dalam akad istihna tidak merupakan keharusan.

5. Akad Pola Sewa

Transaksi non bagi hasil selain yang berpola jual beli adalah transaksi berpola

sewa atau ijarah. Ijarah juga disebut sewa, jasa, atau imbalan adalah akad yang

dilakukan atas dasar suatu manfaat dengan imbalan jasa.

Dalam Fikih Islam ijarah adalah memberikan sesuatu untuk disewakan, sedangkan

menurut Sayyid Sabiq, ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan

jalan penggantian. Jadi pada hakikatnya, ijarah adalah penjualan manfaat.

Bentuk-bentuk ijarah ada 2 macam yaitu :

a. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa , yaitu mempekerjakan jasa seseorang

dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewakan. Pihak yang mempekerjakan

disebut Musta’jir, pihak pekerja disebut Ajir dan upah yang dibayarkan disebut

Ujrah.

b. Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset, yaitu memindahkan hak untuk memakai

dari aset tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa.

Ijarah bentuuk pertama banyak diterapkan dalam pelayanan jasa perbankan

syariah. Sementara itu, ijarah bentuk kedua biasa dipakai sebagai bentuk investasi atau

pembiayaan diperbankan syariah.

Page 12: Akad Dalam Lembaga Keuangan Syariah

1. Ijarah

Sewa atau ijarah dapat dipakai sebagai bentuk pembiayaan, pada mulanya bukan

merupakan bentuk pembiayaan, tetapi merupakan aktivitas usaha seperti jual beli.

Individu yang membutuhkan pembiayaan untuk membeli aset dapat mendatangi

pemilik dana (bank) untuk membiayai aset pembelian produktif. Pemilik dana

kemudian membeli barang dimaksud dan kemudian menyewakannya kepada yang

membutuhkan aset tersebut.

2. Ijarah Muntahiya Bittamlik

Merupakan transaksi sewa dengan perjanjian untuk menjual atau menghibahkan

objek sewa di akhir periode sehingga transaksi ini di akhiri dengan alih kepemilikkan

objek sewa. Berbagai bentuk alih kepemilkkan IMBT yaitu :

a. Hibah di akhir periode

Pada akhir periode sewa aset dihibahkan kepada penyewa.

b. Harga yang berlaku pada akhir periode

Pada akhir periode sewa aset dibeli oleh penyewa dengan harga yang berlaku

pada saat itu.

c. Harga ekuivalen dalam periode sewa

Ketika penyewa membeli aset dalam periode sewa sebelum kontrak sewa

berakhir dengan harga ekuivalen.

d. Bertahap selama periode sewa

Ketika alih kepemilikkan dilakukan bertahap dengan pembayaran cicilan selama

periode sewa. 3

3 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 42-103

Page 13: Akad Dalam Lembaga Keuangan Syariah

PENUTUP

KESIMPULAN

Pada dasarnya Perbankan Syariah merupakan bank yang melakukan transaski secara

syariah atau sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Dalam melakukan transaksi Islam sangat

jauh berbeda dengan bank konvensional seperti dalam bank konvensional menggunkan

sisitem laba atau bunga, mencari keuntungan sebanyak-banykanya, untung rugi ditanggung

masing-masing. Lain halnya dengan pebankan syariah, dalam bertransaksi menggunakan

beberapa sisitem akad atau perjanjian seperti akad bagi hasil (syirkah), akad mudharabah ,

akad murabahah, akad ijarah, dan lain-lainnya dalam rangka mencapai kemashlahatan

bersama dan tujuan bersama, yang paling penting adalah antara pemodal dengan pemilik

modal memiliki kedudukan yang sama serta untung dan rugi ditanggung oleh kedua belah

pihak.

Page 14: Akad Dalam Lembaga Keuangan Syariah

DAFTAR PUSTAKA

Ascarya. 2008. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Bagirmanan. 2008. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Mahkamah Agung Republik

Indonesia.

Adiwarman Karim. 2004. Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta. PT. Grafindo

Persada.

Page 15: Akad Dalam Lembaga Keuangan Syariah

PENDAHULUAN

Akad adalah kontrak atau perjanjian antara dua belah pihak. Akad mengikat kedua

belah pihak yang saling bersepakat yaitu masing-masing pihak terikat untuk melaksanakan

kewajiban mereka masing-masing yang telah disepakati terlebih dahulu. Dalam akad, produk

dan kondisinya sudah ditetapkan secara rinci dan spesifik. Bila salah satu atau kedua pihak

terikat dalam akad itu tidak memenuhi kewajibannya, maka mereka menerima sanksi seperti

yang sudah disepakati dalam akad.

Dalam permasalahan ini, pemakalah akan mencoba menjelaskan mengenai akad, asas-

asas akad, dan akad-akad yang digunakan dalam Lembaga Keuangan Syariah, serta hal-hal

yang berkaitan dengan akad tersebut di dalam makalah ini.