lapsus mila

13
TUGAS PRAKTIKUM ORAL MEDICINE LAPORAN KASUS RECURRENT APHTHOUS STOMATITIS PADA PENDERITA STRESS DAN KELELAHAN OLEH : Mila Aditya Zeni 111611101017 PEMBIMBING Drg. Leni R Dewi, Sp.PM Praktikum Putaran 2 (Tanggal 20 Maret s/d 23 April 2015) Semester Genap Tahun Ajaran 2014/2015

Upload: mila-aditya-zeni

Post on 24-Sep-2015

222 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

mila

TRANSCRIPT

TUGAS PRAKTIKUM ORAL MEDICINELAPORAN KASUS

RECURRENT APHTHOUS STOMATITIS PADA PENDERITA STRESS DAN KELELAHAN

OLEH :Mila Aditya Zeni111611101017

PEMBIMBINGDrg. Leni R Dewi, Sp.PM

Praktikum Putaran 2 (Tanggal 20 Maret s/d 23 April 2015)Semester Genap Tahun Ajaran 2014/2015

BAGIAN ILMU PENYAKIT MULUTFAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS JEMBER

Abstrak

Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) merupakan ulser kambuhan (rekuren) pada mukosa rongga mulut pasien tanpa tanda-tanda adanya penyakit lain. Penyebab terjadinya belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan berhubungan dengan stress / kelelahan, hormonal, trauma, gangguan imunologi, defisiensi nutrisi dan herediter. Secara klinis RAS berbentuk bulat atau oval, teratur, tengah putih, tepi kemerahan, bisa single atau multiple dengan diameter bervariasi dan sakit. Perawatan yang diberikan berupa terapi simpomatis dengan Benzokain Boraks Gliserin (BBG) dan terapi suportif yaitu multivitamin.

PendahuluanRecurrent Aphthous Stomatitis (RAS) atau lebih dikenali oleh masyarakat awam dengan sariawan merupakan salah satu penyakit pada mukosa mulut yang paling sering terjadi. RAS merupakan salah satu kasus yang sering dijumpai oleh dokter gigi diseluruh dunia sehingga dihasilkan beberapa penelitian-penelitian yang berhubungan dengan RAS.RAS merupakan lesi pada mukosa rongga mulut berupa ulser kambuhan, dapat single atau multiple dengan penyebab yang belum diketahui secara pasti. RAS lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria, pada orang dibawah 40 tahun. Menurut Smith dan Wray (1999), RAS dapat terjadi pada semua kelompok umur tetapi lebih sering ditemukan pada masa dewasa muda. RAS paling sering dimulai selama dekade kedua dari kehidupan seseorang. Pada sebagian besar keadaan, ulser akan makin jarang terjadi pada pasien yang memasuki dekade keempat dan tidak pernah terjadi pada pasien yang memasuki dekade kelima dan keenam.

Laporan kasusSeorang perempuan berusia 19 tahun datang ke RSGM Universitas Jember dengan keluhan sariawan pada bibir bawah dan bibir atas bagian dalam. Berdasarkan anamnesa yang telah dilakukan, sariawan pada bibir atas bagian dalam muncul secara tiba-tiba sejak 3 hari yang lalu, sedangkan sariawan pada bibir bawah bagian dalam muncul sejak 4 hari yang lalu karena tergigit, keadaan sekarang sakit dan hal ini tidak pernah diobati. Sebelumnya pasien sering mengalami sariawan dengan sebab yang sama atau secara tiba-tiba dengan tempat yang berpindah pindah, dan pasien tidak pernah mengobati hal tersebut hingga sembuh sendiri sekitar 14hari. Bibir pasien juga terasa kering dan kadang sakit ketika mengelupas, kondisi sekarang tidak sakit dan hal ini belum pernah diobati. Pasien mengaku dalam seminggu terakhir ini mengalami stress dan kelelahan akibat tugas yang menumpuk di kampusnya. Dari hasil dari perhitungan Body Mass Index (BMI) menunjukkan bahwa pasien normal, keadaan sosial pasien dalam kategori baik, dan pasien juga tidak mempunyai kebiasaan buruk.Pada pemeriksaan klinis ekstra oral diketahui pada bibir atas dan bawah terdapat fisure vertikal dengan kedalaman 0,5mm dan disertai deskuamasi.Pada pemeriksaan intra oral menunjukkan bahwa terdapat ulser single pada mukosa labial bawah dengan ukuran 9x4mm, bentuk oval, tidak beraturan, tengah putih, tepi kemerahan, dan sakit (Gambar 1) . Pada mukosa labial atas juga terdapat ulser single dengan ukuran 4x3mm, berbentuk bulat dan tepi teratur, tengah putih, tepi kemerahan, dan sakit (Gambar 2).Pada mukosa bukal kanan dan kiri terdapat garis putih setinggi oklusal, tidak sakit dan tidak dapat dikerok.

Gambar 1. Ulser single, uk. 9x4mm, tengah putih, tepi kemerahan, sakit

Gambar 2. Ulser single, uk. 4x3mm, tengah putih, tepi kemerahan, sakit

Penatalaksanaan stomatitis diawali dengan mengeringkan lesi menggunakan tampon atau cotton roll, kemudian diolesi menggunakan BBG. Sedangkan untuk cheilitis, bibir dibersihkan dengan tampon atau cotton roll steril lalu diolesi dengan Salep OM. Pasien diberi resep BBG untuk dioleskan pada lesi 3 kali sehari, dan salep OM untuk dioleskan pada bibir 3 kali sehari dan Becomzet multivitamin untuk diminum 1 kali sehari. Pasien diinstruksikan untuk menggunakan obat sesuai anjuran, istirahat yang cukup, makan-makanan yang bergizi, menjaga kebersihan mulut, serta datang kembali untuk kontrol 1 minggu kemudian.Pasien datang kembali untuk kontrol setelah 7 hari. Dari anamnesa diketahui bahwa sariawan pada bibir atas dan bawah bagian dalam sudah tidak terasa sakit, serta bibir juga tidak terasa kering dan mengalupas. Pasien rutin memakai salep OM, meminum multivitamin, dan menghentikan penggunaan BBG setelah sariawan sudah tidak terasa sakit.Pada pemeriksaan intra oral menunjukkan bahwa terdapat makula berukuran 1x2mm pada mukosa labial bawah, berbatas tidak jelas dan tidak sakit (Gambar 3). Serta pada mukosa labial atas juga terdapat makula, berbentuk oval, ukuran 2x3mm, berbatas tidak jelas dan tidak sakit (Gambar 4).

Gambar 3. Makula, uk. 1x2mm, batas tidak jelas, tidak sakit

Gambar 3. Makula, uk. 2x3mm, batas tidak jelas, tidak sakit

Pasien diinstruksikan untuk tetap menjaga kebersihan mulut, makan bergizi dan istirahat teratur. Perawatan dinyatakan selesai.

PembahasanRecurrent Aphthous Stomatitis (RAS) merupakan suatu ulser yang terjadi berulang dan terbatas pada mukosa rongga mulut pasien tanpa adanya tanda dari penyakit lain. Secara klinis RAS dibagi menjadi tiga tipe yaitu ulser minor, ulser mayor dan herpetik form. Ulser minor memiliki diameter kurang dari1cm, jarang disertai sakit pada kelenjar atau gejala prodormal dan biasanya tunggal. Ulser mayor memiliki diameter lebih dari 1cm, dapat disertai sakit pada kelenjar limfe regional, pada beberapa pasien disertai gejala prodormal seperti rasa terbakar 2-28 jam sebelum lesi muncul. Sedangkan tipe herpetik form merupakan ulser yang kecil-kecil dan berkelompok dan berjumlah 20-100 dengan ukuran rata-rata 1-2mm.Etiologi dari RAS belum diketahui secara pasti, namun demikian dapat disebutkan faktor-faktor yang menjadi pencetusnya antara lain adalah infeksi, trauma, pengaruh hormon, stress atau kelelahan, gangguan imunologi, defisiensi nutrisi dan herediter. Umumnya ulser terjadi karena tergigit saat bicara atau mengunyah, kebiasaan buruk (bruksism), atau penggunaan kawat gigi.Gambaran klinis RAS penting untuk diketahui karena tidak ada metode diagnosa laboratoriam spesifik yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa. Ulser ini sakit, berbatas jelas, dangkal, bulat atau oval, tertutup selaput pseudomembran kuning keabu-abuan, dan dikelilingi pinggiran yang eritematus dan dapat bertahan untuk beberapa hari atau bulan.Dari anamnesa diketahui pasien mengeluhkan keadaan tersebut terjadi ketika pasien mengalami kelelahan dan stress akibat tugas yang menumpuk selama satu minggu terakhir, mengingat pasien merupakan mahasiswa Faperta yang sedang menjalankan beban kuliah dengan jadwal yang padat dan tugas-tugas yang mengharuskan pasien menulis dan bekerja terus-menerus. Pengaruh adanya stress dan kelelahan akan merangsang hipofisis yang dapat meningkatkan produksi ACTH, peningkatan produksi ACTH akan mempengaruhi korteks adrenal yang dapat meningkatkan glukokortikoid (mengakibatkan sistem imun turun). Sistem imun yang mengalami penurunan ini juga dapat mempengaruhi penurunan kolagen, sehingga mukosa menjadi tipis dan rentan.Teori yang mendukung bahwa RAS dapat terjadi karena stress dan kelelahan adalah teori Sindrome Adaptasi Umum (GAS). Teori ini menyebutka bahwa ketika tubuh bertemu stressor maka mekanisme penyesuaian akan terjadi, hal ini adalah usaha yang dilakukan tubuh untuk mencapai atau tetap dalam keseimbangan (haemostatik). Tahap pertama dari GAS adalah reaksi alarm, yaitu segala bentuk fisik atau mentalakan memicu beberapa reaksi diri yang akan melawan stress. Karena sistem imun pada tahap awal sudah tertekan, maka pertahanan tubuh akan menurun, hal ini menyebabkan tubuh lebih mudah terserang infeksi dan penyakit. Jika stress yang terjadi tidak menetap atau menahun maka tubuh akan mampu mentoleransi dan kembali ke keadaan normal. Tetapi jika stress tersebut tetap ada maka GAS akan berlanjut ke tahap kedua yang disebut adaptasi dari pertahanan tubuh. Pada tahap ini tubuh melakukan adaptasi terhadap stress, jika tubuh mampu beradaptasi maka tubuh akan lebih tahan terhadap infeksi dan penyakit, tetapi jika tidak maka sistem pertahanan tubuh akan bekerja lebih keras lagi. Tahap ketiga dari GAS tersebut adalah kelelahan, pada tahap ini tubuh akan kehilangan cadangan energi dan imunitas, tubuh akan kehabisan adrenalin. Kandungan gula dalam darah menurun seiring dengan habisnya adrenalin yang memiliki sifat imunosupresive dan mengakibatkan aktifitas sel menurun. Oleh karena itu diperlukan instruksi yang adekuat terhadap pasien untuk istirahat yang cukup. Informasi mengenai pentingny amengonsumsi makanan bergizi diberikan sebagai dukungan untuk perbaikan sel dan mukosa.Terapi yang diberikan adalah Benzokain Boraks Gliserin (BBG) yang merupakan jenis anastesi topical yang mempunyai peran menurunkan permeabilitas membrane sel terhadap ion Na+ (berperan dalam potensial aksi saraf) yang selanjutnya akan terjadi penurunan aksi saraf dan secara bersamaan meningkatkan ambang rasangsang sehingga dapat meurunkan ambang rasa sakit. Boraks merupakan antimikroba yang mempunyai kelebihan yaitu dapat menghambat metabolisme kerja sel, menghambat sintesis dinding mikroba sel, mengganggu keutuhan membrane sel, menghambat sintesis protein sel mikroba, dan menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba. Gliserin berfungsi sebagai pelarut.

KesimpulanBerdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami RAS yang dipicu karena stress dan kelelahan yang dapat menurunkan sistem imun tubuh. Terapi yang diberikan yaitu pemberian BBG untuk terapi simptomatis serta multivitamin sebagai terapi suportif.

Daftar PustakaGayford, J, J. Haskell, R. 1990. Penyakit Mulut (Clinical Oral Medicine). Jakarta:EGCScully C, et al. The diagnosis and management of reccurent aphtous stomatitis. J Am Dent Assoc 2003; 134 (2)Roeslan BO. 2002. Respon Imun di dalam Rongga Mulut. M I Kedokteran Gigi