lapsus irvan

27
LAPORAN KASUS REGIONAL ANESTESIA PADA GANGRENE DIABETES MELLITUS TIPE 2 Co-Ass Anestesi/Bedah Nama: Spoobalan A/L Subramaniam NIM : 102013061 Nama Pembimbing :dr Ketut Sp An dr Nunung Sp An

Upload: irvan-januard-adoe

Post on 02-Feb-2016

263 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

interna

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus irvan

LAPORAN KASUS REGIONAL ANESTESIA PADA

GANGRENE DIABETES MELLITUS TIPE 2Co-Ass Anestesi/Bedah

Nama: Spoobalan A/L SubramaniamNIM : 102013061

Nama Pembimbing :dr Ketut Sp An dr Nunung Sp An

Page 2: Lapsus irvan

LAPORAN KASUS REGIONAL ANESTESI PADA

GANGREN DIABETES MELLITUS TIPE 2

IDENTITAS

Nama : Ny. Tamimah

Umur : 53 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : -

Status : Menikah

Alamat : Jl Mawar RT 3 RW 8 No 60, Srengseng,Kembangan,Jakarta Barat

Tanggal MRS : 2 April 2014 WIB 19.00

No. RM : 92.82.85

ANAMNESIS

Autoanamnesis, Tanggal 14 April 2014 jam 17.20 WIB

Keluhan Utama : Gangren Diabetes Melitus Jari II dan III Kaki Kiri

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien perempuan usia 53 tahun datang dengan keluhan demam dengan riwayat luka di

kaki kiri 2 minggu Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS). Pasien juga berasa nyeri tekan

pada bagian luka dan keluar nanah disertai darah yang berbau dari luka tersebut.Pasien

juga mengeluh tidak nafsu makan. BAK dan BAB pasien normal. Pola makan pasien

tidak teratur dan pasien mempunyai kebiasaan makan makanan manis dan nasi dengan

porsi besar.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mempunyai riwayat DM sejak 12 tahun lalu dan pernah dioperasi jari kelingking

kaki kiri sejak 2 minggu yang lalu. Luka dari operasi tersebut berubah warna hitam dan

mulai mengeluarkan nanah dan darah. Kaki kanan pasien pernah dioperasi oleh karena

kecelakaan.

Page 3: Lapsus irvan

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga tidak mempunyai riwayat DM, Hipertensi dan Asma

Riwayat Pengobatan

Pasien masih dalam pengobatan Metformin(tablet) yang diberikan sebanyak 2 kali sehari

Riwayat Alergi

Pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat-obatan maupun makanan.

Riwayat Kebiasaan

- Merokok (-), Alkohol (-)

Pemeriksaan Fisik

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : 4 5 6

Tekanan Darah : 130/80

Frekuensi Nadi : 84

Suhu : 37.0

Frekuensi Napas : 18x/menit

Tinggi Badan : -

Berat Badan : 65kg

Mobilisasi : Aktif

Airway : Jalan Napas Bebas, Gigi Palsu (-)

Breathing

Respiration Rate : 18 x/menit

Sesak : (-)

Asthma : (-)

Suara Napas Tambahan: (-)

Circulation

Tensi : 130/80

Nadi : 84 x/menit

Perfusi : Merah, Hangat, Berkeringat

Page 4: Lapsus irvan

Suhu : 37.0 o C

Makan/Minum : Terakhir makan jam 08:00 WIB

Mual/muntah : Mual (-) Muntah (-)

Status Generalis

Kepala – Leher :

o Kepala : Bentuk simetris

o Mata : Konjunctiva Anemi (-) Sclera Icterus (-)

o Leher : Pembesaran KGB (-)

Thorax :

Jantung

Inspeksi : Bentuk dada simetris, Gerakan dada simetris

Palpasi : iktus kordis (-)

Perkusi : batas atas: Intercostal 2 Parasternalis kiri

Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, reguler, murmur (-) gallop (-)

Paru

Inspeksi : Bentuk dada simetris, retraksi (-), Gerakan dada simetris

Palpasi : Fremitus vocal simetris

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler (+), wheezing (-), ronchi (-)

Abdomen

Inspeksi : Distensi (-), asites (-), jejas (-)

Palpasi : Defans muskuler (-), nyeri tekan kanan bawah (-), hepar dan lien tidak

teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Extremitas (lengan dan tungkai)

Tonus : normotonus

Massa : tidak ada

Sendi : normal, tidak ada nyeri

Gerakan : aktif

Page 5: Lapsus irvan

Edema :

_ _

_ _

Sianosis :

_ _

_ _

Status Lokalis

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Complete Blood Count (26/2/2014)

Hemoglobin 11.2 g/dL

Page 6: Lapsus irvan

Hematokrit 35.0 %

Eritrosit 4.22 juta/uL

Trombosit 783 ribu/mm3

Leukosit 6,540 /mm3

Elektrolit

Na 137

K 3.0

Cl 96

Gula Darah (14/4/2014)

Glukosa Darah Sewaktu 193 mg/dL

Gula Darah (14/04/2014)

Glukosa Darah Puasa 168 mg/dL

Assestment

DM Type II Sepsis Ulkus Pedis Post Amputasi Pedis

Planning

Debridement dan Amputasi

Physical Status : ASA II Emergency (DM)

Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan pra bedah, selanjutnya dapat dibuat

penilaian status fisis. ASA mengklasifikasikan pasien kedalam beberapa tingkatan pasien

berdasarkan kondisi pasien :

- ASA I : Pasien normal, sehat fisik dan mental

- ASA II : pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan

fungsi

- ASA III: pasien dengan penyakit sedang hingga berat dan mengalami

keterbatasan fungsi

- ASA IV : pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam nyawa.

Page 7: Lapsus irvan

- ASA V : penderita yang diperkirakan tidak akan selamat dalam 24 jam, dengan

atau tanpa operasi.

- ASA VI : penedrita mati batang otak yang organ-organya dapat digunakan untuk

donor.

- E : Bila operasi yang dilakukan darurat (emergency) maka penggolongan ASA

diikuti huruf E ( e.g I E atau II E )

RENCANA TINDAKAN ANESTESI

Pre-Operasi

Anamnesis

Pasien pernah dioperasi +

Tidak ada alergi obat-oabtan dan makanan

Ada DM, keluarga tidak ada riwayat DM

Pasien terkahir makan WIB 08.00 sebelum rencana operasi

Pemeriksaan Fisik

Airway Baik, Nafas Spontan, Ronkhi (-), Wheezing (-)

Mallampati 1

Leher bebas

Buka mulut 3 jari

Gigi goyang (-), Gigi Palsu (-)

TTV: 130/80

BB: 65 kg TB:- BMI:-

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Darah Rutin, Masa Pembekuan, Gula Darah Sewaktu

TEKNIK ANESTESI

Anestesi yang diberikan

Pada kasus ini,digunakan teknik Regional Anestesi (RA) dengan menggunakan

Anesthesia Spinal

Lama Anestesi: pk 17.40 – 18.20 (40 Menit)

Page 8: Lapsus irvan

Cara Pemberian:

1. Pasien disiapkan duduk di meja operasi.

2. Bagian yang anastesi disemprotkan alkohol spray sebagai tindakan asepsis dan

antisepsis.

3. Tindakan anestesi dilakukan pada vertebra L3-L4.

4. Obat disiapkan Bupivacain HCL 20mg yang merupakan anestesi lokal golongan

amida dan fentanyl 25 mcg sebagai adjuvant.

5. Ditusukkan introducer diantara processus spinosus L3-4 (sejajar crista iliaka).

6. Atraucan no 26G dituskkan melalui introducer hingga menembus ligamentum

flavum.

7. Mandarain jarum dicabut.

8. Pasang semprit yang berisi obat.

9. Aspirasi cairan LCS untuk memastikan jalan obat lancer.

10. LCS jernih, tidak ada darah.

11. Setelah obat dimasukkan, atraucan dicabut dan bekas tusukan diberi plaster dengan

kasa.

INTRAOPERATIF

Lama Operasi: pk 17:40 - 18:20 (40 Menit)

Monitoring Intraoperatif

1. Setelah itu pasien diberikan O2 murni sebesar 2 liter per menit melalui nasal canule.

2. Tekanan darah dan nadi senantiasa dikontrol.

3. Diperhatikan komplikasi yang muncul seperti pendarahan, alergi obat, obstruksi jalan

napas ,nyeri,hipotensi dan rasa mual.

4. Pada menit ke 20 operasi, pasien masih mengadu nyeri dan rasa mual. Pasien

diberikan analgetik intravena Ketorolac 30mg.

5. Maintenance dengan O2 murni sebesar 2 liter per menit

6. Pasien diberikan anti emetik; Ondansentorn 8mg intravena untuk mencegah Post

Operative Nausea and Vomiting (PONV)

Page 9: Lapsus irvan

7. Infus RL diberikan kepada pasien sebagai rumatan, selama operasi pasien kira-kira

menghabiskan 500 cc cairan Ringerfundin.

12. Pendarahan : ±300cc

Monitoring

Page 10: Lapsus irvan
Page 11: Lapsus irvan

O2 diberhentikan dan pasien dibawa ke ruangan PACU pada pukul 16:20

Pasien mengeluh nyeri pada tempat operasi dengan skala nyeri 4-5 visual analogue scale.

Mual (-), Muntah (-), Pusing (-)

Keadaan Pasien di ruang pulih :

Keadaan umum tampak sakit sedang, GCS: 4-5-6

Kesadaran: Sadar Penuh (2)

Respirasi: Napas spontan, Ronchi (-), wheezing (-) (2)

Sirkulasi: Tekanan darah sistolik 100mmHg, Tekanan darah diastolik 80mmHg(2)

Aktivitas: 4 Anggota tubuh bergerak aktif/diperintah(2)

Warna kulit merah (2)

S1 dan S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-), Mual/muntah (-)

Nadi 100 x/menit.

Total Aldrette Score 10

Terapi Post Op

- Infus RL 1500cc/24 jam

- Analgetik: Ketorolac 30mg iv

- Anti emetik: Ondansentron 4mg iv

- Monitor Gula Darah Sewaktu

- Ganti VB pada pagi besok

- Lanjut obat

- Mulai mobilisasi besok WIB 10.00

- Terapi lain sesuai dokter bedah umum dan dokter penyakit dalam

Page 12: Lapsus irvan

TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN

Trias Anestesia terdiri daripada:

1. Analgesia

2. Hipnosis

3. Relaksasi

Stadium Anestesia :

Analgesia berlangsung antara induksi sehingga

hilangnya kesadaran dan sering ditandai

dengan refleks bulu mata (-). Rasa nyeri

belum hilang sama sekali.

Eksitasi/Delirium/Hipersekresi dimulai dengan hilangnya kesadaran

sehingga ventilasi kembali teratur.

Terjadi depresi pada ganglia basalis

sehingga terjadi refleks yang tidak

terkendali.

Pembedahan Plana 1 : ventilasi teratur,napas

torakoabdominal,gerak bola

teratur,refleks cahaya (+)

Plana 2: ventilasi teratur,napas

abdominal mulai menonjol, frekuensi

napas meningkat,pupil mulai

midriasis,refleks cahaya menurun

Plana 3 : ventilasi teratur,lakrimasi (-),

pupil midriasis berlebihan,tonus otot

Page 13: Lapsus irvan

sangat menurun

Plana 4: ventilasi tidak teratur, pupil

midriasis,refleks spinchter ani dan

kelenjar air mata (-)

Paralisis Mulai henti napas sehingga henti

jantung

Regional Anestesi : Anestesia Spinal

Indikasi anestesi spinal adalah operasi extremitas bawah dan operasi anggota bawah

termasuk rongga pelvis setinggi daerah yang dipersarafi Thoracal 4 ke bawah.

Kontraindikasinya adalah :

Sepsis dari daerah yang disuntik

Terapi antikoagulan

Septicemia

Syok hipovolemik

Teknik Anestesia/Subarachnoidal block:

Caranya adalah dengan menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarchnoidal

di daerah antara vertebra L2-L3 atau L4-L5. Posisi pasien adalah duduk atau posisi lateral

dekubitus.

ANESTESI PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

TOTAL INTRAVENOUS ANESTHESIA (TIVA)

Total intravenous anesthesia (TIVA) atau anestesi intravena total adalah suatu teknik

yang dirancang untuk menginduksi dan mempertahankan anestesi umum dengan agen

atau obat intravena saja. Induksi biasanya dilakukan dengan suntikan bolus obat, disusul

mempertahankan infus secara kontinyu. Penderita yang dilakukan anestesi dengan TIVA,

Page 14: Lapsus irvan

pernafasannya secara spontan cenderung bergerak secara tiba-tiba jika anestesinya terlalu

ringan, dan dapat terjadi henti nafas jika anestesinya terlalu dalam.

Teknik anestesi dengan TIVA mulai populer pada sekitar tahun 1970-an, dengan

ditemukannya obat-obat induksi non-barbiturat dan pengunaannya semakin meluas

dengan ditemukannya propofol. Teknik ini dapat digunakan untuk anestesia umum atau

sedasi pada anestesi regional, dan dapat pula dikombinasikan dengan obat-obat anestesia

inhalasi.

Obat-Obatan yang Dipakai

1. Ondancetron 4 mg

Antagonis 5-HT3 yang sangat selektif yang dapat menekan mual dan muntah

karena sitostatika misalnya ciplastin dan radiasi. Mekanisme kerjanya diduga

langsung mengantagonisasikan reseptor 5-HT yang terdapat pada chemoreceptor

trigger zone di area postrema otak dan mungkin juga averen vagal saluran cerna.

Kadar maksimum tercapai setelah 1-1,5 jam.

Dosisnya 0,1-0,2 mg/kgBB IV.

Efek sampingnya konstipasi, sakit kepala, flushingm mengantuk, gangguan

saluran cerna.

Kontra indikasinya hipersensitivitas. Peringatan pada ibu menyusui, penyakit hati

dan insufisiensi ginjal.

2. Bupivacaine HCl 20 mg (Marcaine)

Bupivakain merupakan obat anestesi lokal dengan rumus bangun sebagai berikut :

1-butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide hydrochloride. Bupivakain

adalah derivat butil dari mepivakain yang kurang lebih tiga kali lebih kuat

daripada asalnya. Onsetnya lebih lambat dari Lidocain dan Mepivacaine,tetapi

lama kerjanya 2-3 x lebih lama.Secara komersial bupivakain tersedia dalam 5

mg/ml solutions. Dosis rata-ratanya 3 – 4 mg / kgBB.

3. Fentanyl (Sublimaze)

Fentanil (dan opioid lain) meningkatkan aksi anestetik local pada blok saraf tepi.

Keadaan sebagian disebabkan oleh sifat anestetik local yang lemah (dosis yang

Page 15: Lapsus irvan

tinggi menekan hantaran saraf), dan efeknya terhadap reseptor opiate pada

terminal saraf tepi. Fentanil dikombinasi dengan droperidol untuk menimbulkan

neuroleptanalgesia.Awitan aksi IV berlangsung dalam 30 detik, efek puncaknya

dicapai dalam 5 – 15 menit, dan lama aksinya berlangsung 30 – 60 menit. Mudah

melewati sawar darah otak. Efek samping pada sistem KVS berupa hipotensi,

perlambatan EKG dan bradikardia. Analgesia: diberikan secara IV 25 – 100 µg

(0,7 – 2 µg/kg BB)

Anestesia tunggal: Pada penggunaan sebagai anestesi tunggal maka diberikan

secara IV dengan dosis 50 – 150 µg/Kg BB (dosis tunggal) ataupun dapat

diberikan lewat Infus dengan dosis 0,25 – 0,5 µg/kg BB/menit

4. Ketorolac : Suatu analgetik opiod. Dosis per mil adalah 30mg. Mengurangi rasa

nyeri intraoperatif.

Diabetes Melitus Tipe 2

Bentuk paling umum dari diabetes adalah diabetes tipe 2. Sekitar 90 – 95% orang dengan

diabetes tipe 2. Bentuk diabetes yang paling sering dikaitkan dengan usia yang lanjut,

kegemukan, riwayat keluarga diabetes, riwayat diabetes gestational, kurang aktivitas

fisik, dan etnis tertentu. Sekitar 80% orang dengan diabetes tipe 2 kelebihan berat badan.2-

3

Diabetes tipe 2 memiliki hubungan genetik yang kuat,  yang berarti bahwa diabetes tipe 2

cenderung untuk terjadi dalam keluarga. Beberapa gen telah diidentifikasi, dan lebih

berada di bawah studi yang mungkin berhubungan dengan penyebab diabetes tipe 2.2,3,6

Ada 4 karakteristik penyebab DM tipe 2, yaitu resistensi insulin, berkurangnya sekresi

insulin, dan meningkatnya produksi glukosa hati, dan metabolisme lemak yang

abnormal.2-4

Faktor risiko untuk DM, yaitu :

kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )

kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)}

tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg)

riwayat keluarga DM

Page 16: Lapsus irvan

riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram

riwayat DM pada kehamilan

dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl

pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau  GDPT (Glukosa Darah Puasa

Terganggu)

Diabetes tipe 2 semakin didiagnosa pada anak-anak dan remaja, khususnya di

kalangan Afrika Amerika, Meksiko Amerika, dan Remaja Kepulauan Pasifif.2-3

Kelelahan yang luar biasa merupakan gejala yang paling awal dirasakan oleh

penderita diabetes melitus tipe 2. Pasien akan merasakan tubuhnya lemas walaupun tidak

melakukan aktifitas yang tidak terlalu berat. Jadi, bila anda selalu merasa lelah dan

mengantuk meskipun sebelumnya anda tidak begadang, ada baiknya anda segera

menemui dokter. 2-6

Penurunan berat badan secara drastis. Jika anda memakan makanan yang berlebihan

maka tubuh anda akan semakin gemuk. Kelebihan lemak dalam tubuh akan menyebabkan

resistensi tubuh terhadap insulin meningkat. Pada orang yang telah menderita diabetes,

walaupun ia makan makanan secara berlebihan tubuhnya tidak menjadi gemuk dan malah

mengurus hal ini disebabkan karena otot tidak mendapatkan cukup energi untuk tumbuh. 2-6

Gangguan penglihatan. Kadar gula yang tinggi dalam darah akan menarik cairan

dalam sel keluar, hal ini akan menyebabkan sel menjadi keriput. Keadaan ini juga terjadi

pada lensa mata, sehingga lensa menjadi rusak dan penderita akan mengalami gangguan

penglihatan. Gangguan penglihatan ini akan membaik bila diabetes melitus berhasil

ditangani dengan baik. Bila tidak tertangani, gangguan penglihatan ini akan dapat

memburuk dan menyebabkan kebutaan. 2-6

Sering terinfeksi dan bila luka sulit sekali sembuh. Keadaan ini bisa terjadi karena

kuman tumbuh subur akibat dari tingginya kadar gula dalam darah. Selain itu, jamur juga

sangat menikmati tumbuh pada darah yang tinggi kadar glukosanya. 2-6

Demikianlah beberapa gejala tambahan yang bisa anda perhatikan pada penyakit

diabetes melitus tipe 2.2-6

Komplikasi

Page 17: Lapsus irvan

1. Komplikasi Mikrovaskeler

a. Retinopati Diabetik

Disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada

retina mata, bagian ini mengandung banyak sekali pembuluh darah dari

berbagai jenis pembuluh darah arteri serta vena yang kecil, arteriol, venula

dan kapiler. 2,3

b. Nefropati Diabetik

Bila kadar gluoksa darah meninggi maka mekanisme filtrasi ginjal ajkan

mengalami stress yang mengakibatkan kebocoran protein darah ke dalam

urin. Sebagai akibatnya tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat.

Kenaikan tekanan tersebut diperkirakan berperan sebagai stimulus untuk

terjadinya nefropati. 2,3

2. Diabetes Ketoasidosis

Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukup

jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan metabolisme

karbohidrat, protein dan lemak.2,3 Ada tiga gambaran klinik yang penting pada

diabetes ketoasidosis:

Dehidrasi

Kehilangan elektrolit

Asidosis

Apabila jumlah insulin berkurang, maka jumlah glukosa yang memasuki sel akan

berkurang pula. Selain itu prroduksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali,

kedua faktor tersebut akan mengakibatkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk

menghilangkan glukosa dalam tubuh, ginjal akan mensekresikan glukosa

bersama-sama air dan elektrolit (natriun dan kalium). Diuresis osmotik yang

ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuria) ini akan menyebabkan dehidrasi

dan kehilangan elektrolit. 2,3

3. Syndrom Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik (SHHNK)

Page 18: Lapsus irvan

Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hipergklikemia

yang disertai perubahan tingkat kesadaran (Sense of Awareness). Keadaan

hiperglikemia persisten menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi

kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotik,

cairan akan berpindah dari intrasel keruang ekstrasel. Dengan adanya glukosuria

dan dehidrasi, maka akan dijumpai keadaan hipernatremia dan peningkatan

osmolaritas.

4. Hipoglikemia

Hipoglikemia (kadar gula darah yang abnormal rendah) terjadi apabila kadar

glukosa darah turun dibawah 50 mg/ dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat

pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang

terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. 2,3 Hipoglikemia dapat terjadi

setiap saat pada siang atau malam hari. Kejadian ini dapat terjadi sebeum makan,

khususnya jika makan yang tertunda atau bila pasien lupa makan camilan.2,3

Pada pasien ini status fisiknya adalah ASA III, artinya pasien ini mempunyai kelainan

sistemik sedang hingga berat yang menyebabkan keterbatasan fungsi. Penyulitnya adalah

DM dan Nefropati DM. Penyulit pada pasien DM lanjut, organ lain bisa terkena

imbasnya maka diperlukan. Pasien DM ada kemungkinan dapat terjadi komplikasi

hipoglikemia atau hiperglikemia karena regulasi tubuh sudah mengalami kekacauan.

Maka dari itu pentingnya sebelum operasi dilakukan pengendalian metabolik maupun

monitor keadaan kardiovaskular, neurologi maupun fungsi ginjal.

Jenis operasi yang dilakukan yakni debridement, dimana jenis anestesi yang digunakan

adalah anestesi spinal untuk memberikan efek yang cepat serta dalam dan keseimbangan

blockade motorik maupun sensorik dalam prosesnya. Tindakan bedah akut diperlukan

pada ulkus dengan infeksi berat yang disertai selulitis luas, limfangitis, nekrosis jaringan

dan nanah. Debridemen dan drainase darah yang terinfeksi sebaiknya dilakukan di kamar

operasi dan secepat mungkin. Debridemen harus tetap dilaksanakan biarpun keadaan

vascular masih belum optimal.

Page 19: Lapsus irvan

Jenis anastesi juga mempunyai pengaruh metabolik pada penderita diabetes. Anastesi

ekstradural dan spinal mempunyai pengaruh yang lebih ringan dibandingkan general.

Secara teori hampir semua obat anestesi meningkatkan glukosa darah terutama untuk

anestesi inhalasi dan umum.

KESIMPULAN

Pada Lapsus ini, jenis operasi yang dilakukan yakni debridement dan amputasi, dimana

jenis anestesi yang digunakan adalah anestesi spinal. Jenis anastesi juga mempunyai

pengaruh metabolik pada penderita diabetes. Anastesi ekstradural dan spinal mempunyai

pengaruh yang lebih ringan dibandingkan general. Anestesi lokal dan dan regional

merupakan alternatif bagi pasien dengan diabetes. Penggunaan anestesi lokal baik yang

dilakukan dengan teknik epidural atau subarakhnoid tak berefek pada metabolisme

karbohidrat. Epidural anestesia lebih efektif dibandingkan dengan anestesia umum dalam

mempertahankan perubahan kadar gula, growth hormon dan kortisol yang disebabkan

tindakan operasi.

Daftar Pustaka

Page 20: Lapsus irvan

1 McAnulty GR, Robertshaw HJ, Hall GM. Anaesthetic Management of Patients

with Diabetes Mellitus in British Journal of Anaesthesia, London, 2000: 80-90.

2 Morgan JR. Clinical Anesthesiology, 2nded, Lange Medical Book, 1996: 636-655.

3 Haznam MW. Pankreas Endokrin dalam Endokrinologi, Percetakan Angkasa

Offset, Bandung, 1991: 36-106.

4 Stephen J.M, Gary D.H. pathophysiology of disease : an inroduction to clinical

medicine. 6th ed. Connecticut : McGraw-Hill Medical, 2010. 375-92.

5 Romesh K. Type 2 diabetes mellitus. Medscape reference. Nov 14, 2011.

Diunduh dari emedicine.medscape.com, Nov 21, 2011.

6 Ruchi M. Diabetes mellitus. Medicine.Net. 2011. Diunduh dari medicinenet.com,

Nov 21, 2011.

7 Robert F. Diabetes mellitus. Emedicine health. 2011. Diunduh dari

emedicinehealth.com, Nov 21, 2011

8 Jonathan G. History and Examination at a glance. Blackwell Science Ltd; 26

Agustus 2005.

9 David G.G, Dorales S. Basic and clinical endocrinology. 7th ed. Connecticut :

Lange Medical Books/McGraw-Hill, 2004. 580-630