laporan+stranas+2012++strategi+pengemb.+ludruk+baru

76
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini bertolak dari fenomena seni pertunjukan ludruk di daerah Jawa Timur bagian timur yang mencakup kabupaten Jember dan Lumajang yang mengalami proses stagnasi yang cukup serius. Stagnasi tersebut ditunjukkan dengan belum adanya strategi pengembangan yang signifikan untuk eksis dan dinamisnya pertunjukan ludruk sebagai bagian seni tradisi yang merefleksikan dinamika lokalitas. Sebagai refleksi dinamika lokalitas, seni pertunjukan ludruk menjadi menarik dicermati sebagai upaya untuk memahami karakteristik dinamika lokalitas itu. Karakteristik itu pula yang menjadi kekuatan pertunjukan ludruk dalam suatu daerah, membedakan dengan pertunjukan ludruk di daerah yang lain. Pertunjukan ludruk di daerah Jember dan Lumajang mampu menunjukkan perbedaan itu dengan pertunjukkan ludruk di daerah Malang atau di daerah dalam komunitas arek yang lain mencakup Jombang, Mojokerto, dan Surabaya misalnya. Strategi pengembangan pertunjukan ludruk dalam konteks demikian, dapat dimulai dari titik tolak yang didasarkan atas karakteristik yang dimiliki tersebut. Karakteristik itu pula menjadi kekuatan untuk eksis dalam kompetisi yang begitu kuat dengan bentuk pertunjukan-pertunjukan lain, yang lebih bersifat pop, misalnya 1

Upload: bejo

Post on 17-Jan-2016

38 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

baca ajs

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penelitian ini bertolak dari fenomena seni pertunjukan ludruk di daerah Jawa

Timur bagian timur yang mencakup kabupaten Jember dan Lumajang yang

mengalami proses stagnasi yang cukup serius. Stagnasi tersebut ditunjukkan dengan

belum adanya strategi pengembangan yang signifikan untuk eksis dan dinamisnya

pertunjukan ludruk sebagai bagian seni tradisi yang merefleksikan dinamika

lokalitas.

Sebagai refleksi dinamika lokalitas, seni pertunjukan ludruk menjadi menarik

dicermati sebagai upaya untuk memahami karakteristik dinamika lokalitas itu.

Karakteristik itu pula yang menjadi kekuatan pertunjukan ludruk dalam suatu daerah,

membedakan dengan pertunjukan ludruk di daerah yang lain. Pertunjukan ludruk di

daerah Jember dan Lumajang mampu menunjukkan perbedaan itu dengan

pertunjukkan ludruk di daerah Malang atau di daerah dalam komunitas arek yang

lain mencakup Jombang, Mojokerto, dan Surabaya misalnya.

Strategi pengembangan pertunjukan ludruk dalam konteks demikian, dapat

dimulai dari titik tolak yang didasarkan atas karakteristik yang dimiliki tersebut.

Karakteristik itu pula menjadi kekuatan untuk eksis dalam kompetisi yang begitu

kuat dengan bentuk pertunjukan-pertunjukan lain, yang lebih bersifat pop, misalnya

1

Page 2: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

2

sinetron dan film misalnya. Pertunjukan ludruk di daerah Jawa Timur bagian timur

dengan demikian menjadi sesuatu yang unik dan dapat dikomodifikasikan, tanpa

mengurangi substansi dari pertunjukan ludruk itu sendiri. Sudikan (2002:6)

mengemukakan bahwa tuntutan zaman menghendaki seni pertunjukkan ludruk selalu

mengalami perubahan (transformasi) baik dalam struktur pementasan, cerita yang

dibawakan, akting, iringan musik, pencahayaan dan lain-lain. Tuntutan zaman ini

sekaligus menjadi tuntutan pasar agar seni tradisi pertunjukan ludruk tersebut dapat

dikomodifikasikan dengan baik.

Komodifikasi itu sendiri menjadi langkah yang strategis untuk menjaga

eksistensi dan kelangsungan pertunjukan ludruk tidak hanya dinikmati oleh anggota

kolektifnya. Lebih jauh, pertunjukan ludruk itu dapat dinikmati dan diminati oleh

banyak orang diluar anggota kolektifnya. Artinya, bahwa pertunjukan ludruk itu

tidak dapat menghindari pasar dan oleh karena itu harus masuk dalam hukum pasar.

Komodifikasi dalam hal ini adalah salah satu strategi untuk masuk pada wilayah

pasar itu. Penanganan komersialisasi seni tradisi dengan baik—termasuk dalam hal

ini seni tradisi ludruk--berpotensi membawa dampak positif bagi seni tradisi yang

menjadi komoditas itu sendiri maupun para pihak-pihak yang terkait

(Kembudpar,2005:1).

Salah satu bentuk komodifikasi dan komersialisasi yang dapat dilakukan

adalah membangun strategi pengembangan ludruk menjadi salah satu kekuatan

wisata budaya berbasis seni tradisi. Pertunjukan ludruk di daerah Jawa Timur bagian

Page 3: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

3

timur memiliki kekuatan itu. Pertama, pertunjukan ludruk di daerah Jawa Timur

bagian timur tergolong memiliki karakteristik sendiri dan karenanya menjadi sesuatu

yang unik. Keunikan itu dapat dilihat dari aktor/aktrisnya, bahasa yang digunakan,

berikut masyarakat pendukungnya. Kedua, Daerah Jember dan Lumajang termasuk

perlintasan wisata Yogya, Malang, Surabaya, dan Bali; sehingga dalam konteks

wisata budaya, Jember dan Lumajang dapat menjadi destinasi transit

(Poerwanto,dkk, 2009:6).

Pengembangan wisata budaya berbasis seni tradisi dalam konteks demikian

memiliki posisi tawar tersendiri dibanding dengan pilihan-pilihan wisata yang lain,

misalnya yang berbasis kewilayahan. Bahkan, lebih strategis jika pengembangan

wisata budaya berbasis seni tradisi tersebut mampu diintegrasikan dengan

pengembangan wisata yang berbasis kewilayahan. Peningkatan posisi tawar dan

daya saing menjadi sangat penting bagi eksistensi dan perkembangan seni tradisi dan

masyarakat pendukungnya. Selain untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi,

posisi tawar dan daya saing yang tinggi sangat diperlukan oleh masyarakat seni

tradisi untuk lebih leluasa menghasilkan produk yang lebih menurut mereka lebih

baik dan menangkal upaya eksploitasi oleh pihak-pihak yang kurang memiliki

kepedulian pada seni tradisi. Dengan posisi tawar yang tinggi, masyarakat seni

tradisi memiliki kekuatan untuk “mendidik” para pembeli atau para konsumennya

dalam hal apresiasi yang tepat terhadap seni tradisi (Kembudpar, 2005:4-5).

Page 4: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

4

Bertolak dari pemikiran tersebut, maka penting untuk dikembangkan sebuah

strategi wisata budaya berbasis seni tradisi. Pertunjukan ludruk sebagai bagian dari

seni tradisi dapat menjadi kekuatan (baca: tawaran) tersendiri khususnya di daerah

Jawa Timur bagian timur, khususnya Jember dan Lumajang.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini ialah sebagai berikut.

1) Bagaimanakah karakteristik pertunjukan ludruk di daerah Jawa Timur bagian

timur? Rumusan masalah ini diarahkan untuk menjelaskan: pertama, manajemen

pertunjukan; kedua, aktor dan aktris yang bermian dalam pentas pertunjukan

ludruk; ketiga, spesifikasi lakon dan bahasa yang digunakan; dan keempat,

karakteristik masyarakat pendukungnya.

2) Bagaimanakah strategi adaptasi pertunjukan ludruk di daerah Jawa Timur bagian

timur? Rumusan masalah ini diarahkan untuk menjelaskan strategi adaptasi yang

dilakukan oleh manajemen ludruk untuk menghadapi perkembangan dan

kompetisi pasar yang kompleks, yang mancakup teknologi multimedia dan

bentuk-bentuk pertunjukan yang lain, misalnya maraknya konser band, dangdut,

dan lain-lain.

3) Bagaimanakah strategi pengembangan pertunjukan ludruk di daerah Jawa Timur

bagian timur untuk wisata budaya berbasis seni tradisi? Rumusan masalah ini

diarahkan untuk menjelaskan strategi pengembangan pertunjukan ludruk sebagai

Page 5: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

5

wisata budaya berbasis seni tradisi, yang mencakup aspek kebijakan, strategi

permodalan, manajemen pengembangan, dan strategi menghadapi pasar wisata.

1.3 Urgensi Penelitian

Urgensi penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.3.1 Urgensi Umum

Urgensi umum penelitian ini ialah mampu menjadi alternatif model

pengembangan wisata budaya berbasis seni tradisi. Hal tersebut diharapkan dapat

memberikan kontribusi positif dan variatif bagi pilihan wisata budaya di nusantara.

1.3.2 Urgensi Khusus

Urgensi khusus penelitian ini ada dua tahap. Pada tahap pertama,

penelitian ini menghasilakan temuan-temuan spesifik terkait dengan karakteristik

dan strategi adaptasi pertunjukan ludruk di daerah Jawa Timur bagian timur. Pada

tahap kedua, penelitian ini menghasilkan strategi pengembangan pertunjukan

ludruk sebagai wisata budaya berbasis seni tradisi.

Page 6: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Sebelumnya yang Relevan

Seni pertunjukan ludruk di Jawa Timur termasuk seni yang khas. Sebagai

produk budaya lokal yang khas, seni tradisi ludruk menarik perhatian banyak

kalangan peneliti. Berikut ini dideskripsikan kajian ludruk yang dilakukan

sebelumnya.

Pertama, Peacock (1968) melakukan kajian seni pertunjukan ludruk di

Surabaya. Objek yang diteliti ialah grup ludruk “Enggal Tresna”, “Trisna Enggal”

dan ”Ludruk Marhen”. Penelitian ini menggunakan pendekatan antropologi yang

dilakukan dalam situasi konflik ideologis antara ideologi komunis dan nasionalis

pada zamannya. Hasil penelitian ini adalah ditemukannya kecenderungan-

kecenderungan modernisasi yang dikembangkan dalam ludruk. Kecenderungan yang

dimaksudkan antara lain; spesialisasi unit sosial, meluasnya unit sosial, meluasnya

etik universal, meluasnya pasar, sentralisasi, birokratisasi, meningkatnya idealisasi

keluarga kecil yang multilinier, dan penekanan pada rasionalitas, spesifikasi

fungsional, dan universalisme dari relasi-relasi sosial dalam tubuh organisasi ludruk.

Kedua, Supriyanto (1984) meneliti “Lakon-Lakon Ludruk di Malang”.

Orientasi penelitian termasuk penelitian sastra lisan. Penelitian ini melalui

pendekatan analisis fungsi cerita rakyat dalam kelisanan kedua (lisan dalam seni

7

Page 7: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

7

pertunjukan). Hasil penelitian ini adalah ditemukannya beberapa lakon ludruk khas

gaya Malangan.

Ketiga, Ahmadi dan kawan-kawan (1984/1985), melakukan penelitian nilai-

nilai sastra rakyat pada seni pertunjukan ludruk. Penelitian ini berjudul “Aspek

kesusastraan dalam seni Ludruk Jawa Timur”. Penelitian ini mengutamakan analisis

kesusastraan dan tembang/kidung jula-juli ludruk dan aspek sastra lisan pada

kelisanan kedua. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa tembang/kidung jula-

juli merupakan genre tersendiri dalam sastra-puisi, sehingga memerlukan kajian

yang memadai.

Keempat, Hefner (1994), melakukan penelitian seni pertunjukan ludruk di

Jawa Timur dengan fokus seni pertunjukan ludruk di wilayah Madura. Hasil

penelitiannya berjudul “Ludruk Fokl Theatre of East Java”: To wards A Theory of

Symbolic Action (A Dissertation Submitted To The Graduate Division of the

University of Hawai In Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree of

Doctor of Philosophy In Anthropology). Penelitian ini berada dalam lingkup

antropologi. Dalam penelitian ini ditemukan kekhasan simbol-simbol

perbuatan/gerak atau simbol tindakan pada komunitas sandiwara ludruk. Simbol-

simbol perbuatan/gerak atau tindakan tersebut membedakan dengan komunitas seni

tradisi yang lain.

Kelima, Kasemin (1999), melakukan penelitian ludruk dari aspek fungsi

komunikasi. Laporan berjudul “Ludruk Sebagai Teater Sosial” . Penelitian ini

Page 8: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

8

merupakan kajian kritis terhadap kehidupan peran dan fungsi ludruk sebagai media

komunikasi. Peneliti dalam hal ini menggunakan pendekatan aspek komunikasi yang

dilakukan dalam dunia seni peran dan ludruk sebagai media komunikasi sosial. Hasil

dari penelitian ini menyebutkan bahwa ludruk mampu menjadi media komunikasi

yang efektif, untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat; baik itu berupa unsur-

unsur kritik maupun unsur-unsur propaganda yang teradapat dalam ludruk.

Keenam, Maryeni (2002), meneliti tentang kebahasaan (sosiolinguistik)

ludruk “Bahasa Jawa dalam Ludruk Jawa Timur”. Penelitian ini difokuskan pada

cerita Sawunggaling serta ragam bahasa yang difungsikan di komunitas sandiwara

ludruk. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa bahasa yang digunakan oleh

berbagai kelompok ludruk di Jawa Timur menggunakan bahasa Jawa, Madura, dan

bahasa Indonesia. Juga ada beberapa di antaranya yang menggunakan bahasa Cina

dan bahasa Belanda tiruan.

Ketujuh, Andy Yunus Firmansyah (2002), yang melakukan penelitian lakon

ludruk Sawonggaling di Surabaya, dengan fokus kajian struktur pertunjukan, fungsi,

makna, tipe indeks dan motif indeks. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa lakon

ludruk Sawonggaling di Surabaya dari aspek struktur pertunjukan, fungsi, dan

makna, masih menunjukkan ketidakperbedaan dengan ciri khas yang dimiliki ludruk

Surabaya pada umumnya. Secara lebih khusus, lakon Sawonggaling dapat diletakkan

sebagai lakon yang menuturkan cerita kepahlawanan lokal. Dari aspek fungsi, lakon

ludruk sawonggaling dapat berfungsi untuk membangkitkan semangat nasionalisme.

Page 9: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

9

Kedelapan, Hermin Titisnowati (2004), yang melakukan penelitian terhadap

lakon Jaka Sambang ludruk Karya Budaya Mojokerto. Hermin Titisnowati

melakukan kajian struktur pementasan, struktur cerita, dan fungsi sosial bagi

masyarakatnya. Dalam penelitiannya ditemukan: pertama, di tingkat struktur

pementasan ditemukan suatu model pementasan, khususnya pada pergantian babak,

yang secara teknis tidak harus ditandai dengan tata pentas/pergantian layar; kedua,

ditemukan juga bahwa sastra lisan yang terdapat dalam ludruk mempunyai system

formulaik yang menyerupai puisi pada umumnya; ketiga, di tingkat fungsi, ludruk

mampu menjadi media sponsor, sebagai alat komunikasi, sebagai media pesan

pembangunan dan sebagai penyubur semangat nasionalisme.

Keenam, Henricus Supriyanto (2006) melakukan penelitian terhadap lakon

Sarip Tambakyasa dalam Pertunjukan Ludruk. Penelitian ini menggunakan

pendekatan analisis wacana poskolonial yang konvergensi dengan teori resepsi.

Suatu penelitian yang bersifat interdisipliner untuk mendapatkan daya analisis yang

memadai. Hasil temuan dari penelitian ini dikemukakan bahwa terdapat aspirasi

nasionalisme yang berwujud perlawanan rakyat kecil. Selain itu, dikemukakan

bahwa seniman ludruk memahami nasionalisme sebagai persatuan rakyat miskin

yang dulunya satu riwayat kemudian ingin merdeka.

Ketujuh, Akhmad Taufiq (2006) melakukan penelitian tentang

”Perlawanan Rakyat dalam ludruk lakon Sogol Pendekar Sumur Gemuling:

Interpretasi Teks dalam Tradisi Sastra Poskolonial.” Dalam kajiannya, Taufiq

Page 10: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

10

mengemukakan bahwa terdapat berbagai macam bentuk perlawanan rakyat, baik

perlawanan fisik maupun simbolik. Perlawanan fisik dimanifestasikan dalam bentuk

adegan kekerasan yang dapat menimbulkan korban atas tubuh manusia, sementara

perlawanan simbolik dimanifestasikan dalam bentuk simbol-simbol kebahasaan,

termasuk di dalamnya nilai-nilai ideologis yang dijadikan spirit untuk melakukan

perlawanan.

Kedelapan, Akhmad Taufiq (2007) melakukan kajian yang diberi

judul”Ludruk: Antara Tragedi dan Modernisasi”. Dalam kajiannya, Taufiq

mengemukakan bahwa ludruk di tengah adaptasinya terhadap zaman tidak jarang

harus melakukan modernisasi. Modernisasi itu terletak pada sistem manajemen

organisasi, keaktoran, dan strateginya menghadapi pasar. Oleh karena itu, upaya ini

perlu dilakukan dengan cukup sistematis dan hati-hati, jika tidak ingin terjadi yang

sebaliknya. Yakni, terjadinya tragedi terkait dengan eksistensi grup ludruk.

Kesembilan, Akhmad Taufiq (2008) melakukan kajian yang diberi judul ”

Ludruk Hadapi Masalah Regenerasi”. Dalam kajiannya, Taufiq mengemukakan

bahwa ludruk sebagai bagian seni tradisi, sampai saat ini masih mengalami krisis

generasi. Hal ini menunjukkan bahwa minat generasi muda di tengah mengguyurnya

budaya pop dapat menggerus dan mengurangi minat secara signifikan. Oleh karena

itu, perlu upaya untuk merevitalisasi seni tradisi ludruk melalui pewarisan tradisi

pertunjukan pada generasi muda, baik dalam grup-grup ludruk itu sendiri, maupun

upaya untuk memasukkannya dalam ekstrakurikuler di sekolah.

Page 11: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

11

Kesepuluh, Akhmad Taufiq (2011) melakukan kajian yang diberi judul

”Apresiasi Drama: Refleksi Kekuasaan dalam Teks Drama Tradisional Ludruk”.

Dalam kajiannya, Taufiq mengemukakan bahwa fenomena kekuasaan banyak

dijumpai dalam teks naratif drama tradisonal ludruk. Fenomena kekuasaan itu

idealnya mampu direfleksikan secara lebih memadai, sehingga mampu membangun

perspektif yang benar tentang kekuasaan yang seringkali dalam praktiknya banyak

disimpangkan. Ludruk sebagai media seni tradisi yang di dalamnya memuat

khasanah teks naratif tentang kekuasaan mampu dijadikan media untuk melakukan

refleksi kekuasaan tersebut.

Berdasarkan kajian sebelumnya yang relevan tersebut, penelitian ini menjadi

layak untuk dilakukan dalam rangka membuka peluang-peluang untuk

pengembangan pertunjukan ludruk sebagai seni tradisi, khususnya di daerah Jawa

Timur bagian timur.

2.2 Kajian Ludruk sebagai Seni Pertunjukan

2.2.1 Ludruk sebagai Teater

Sebagai produk budaya lokal, ludruk merupakan seni pertunjukan yang khas

bagi rakyat Jawa Timur. Sebagai produk budaya lokal, yang khas, maka ludruk

mempunyai yang tidak ditemukan dalam seni tradisional yang lain. Sedyawati

(dalam Supriyanto, 1992:23-24) menyatakan bahwa ludruk sebagai teater tradisional,

memiliki ciri khas antara lain: (1) pertunjukan ludruk dilakukan secara

Page 12: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

12

improvisatoris, tanpa persiapan naskah; (2) memiliki tradisi: (a) terdapat pemeran

wanita yang diperankan laki-laki; (b) teradapat tembang khas, yakni kidungan jula-

juli; (c) iringan musik berupa gamelan berlaras slendro, pelog, laras slendro dan

pelog; (d) pertunjukan dibuka dengan tari ngremo; (e) terdapat adegan bedayan; (f)

terdapat sajian/adegan lawak/dagelan; (g) terdapat selingan travesti; (h) lakon

diambil dari cerita rakyat; (I) terdapat ciri kidungan, baik kidungan tari ngremo,

kidungan bedayan, kidungan lawak, dan kidungan adegan.

Senada dengan pendapat tersebut, Peacock (1968), mengemukakan ciri

ludruk sebagai berikut: (1) lakon yang dipentaskan merupakan ekspresi kehidupan

rakyat sehari-hari; (2) diiringi musik gamelan dengan tembang khas jula-juli; (3) tata

busana menggambarkan kehidupan rakyat sehari-hari; (4) bahasa disesuaikan dengan

lakon yang dipentaskan, dapat berupa bahasa Jawa atau Madura; (5) kidungan terdiri

atas pantun atau syair yang bertema kehidupan sehari-hari; (6) tampilan dikemas

secara sederhana, akrab dengan penonton.

Selain ciri-ciri tersebut, ludruk mempunyai struktur pementasan yang tidak

kalah menarik untuk diamati. Kasemin (1999:19-20) menyatakan bahwa struktur

pementasan ludruk dari zaman awal kemerdekaan sampai sekarang tidak mengalami

perubahan yang signifikan. Artinya, struktur pementasan dari awal terciptanya seni

ludruk hingga saat ini masih diikuti oleh generasi-generasi penerusnya. Lebih jelas

struktur pementasan ludruk tersebut adalah sebagai berikut.

1) Pembukaan, diisi dengan atraksi tari ngrema.

Page 13: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

13

2) Atraksi bedhayan, berupa tampilan beberapa travesti dengan berjoged ringan

sambil melantunkan kidungan jula-juli.

3) Adegan lawak (dagelan), berupa tampilan seorang lawak yang menyajikan satu

kidungan disusul oleh beberapa pelawak lain. Mereka kemudian berdialog dengan

materi humor yang lucu.

4) Penyajian lakon atau cerita. Bagian ini merupakan inti dari pementasan. Biasanya

dibagi beberapa babak dan setiap babak dibagi beberapa adegan. Di sela-sela

bagian ini biasanya diisi atraksi selingan yang berupa tampilan seorang travesti

dengan menyajikan satu tembang jula-juli.

Selanjutnya maksimalisasi dan baiknya mutu pertunjukkan akan semakin

membantu ludruk sebagai teater hiburan diterima oleh masyarakat. Sembari tetap

mempertimbangkan perkembangan zaman dan fungsinya sebagai teater sosial yang

harus peka denagan tema-tema kerakyatan. Oleh karena itu, corak penggarapan pada

proases pementasan harus disesuaikan dengan selera atau kehendak dan

perkembangan masyarakat (Kasemin, 1995:5).

Dalam konteks tersebut, membicarakan masalah penggarapan membutuhkan

perhatian serius. Supriyanto (dalam Sudikan, 2002: 3) menyodorkan tiga model

penggarapan ludruk yakni: pertama, model garapan dengan memperhatikan ciri khas

ludruk; kedua, model garapan dengan pengembangan dan pembaruan, ciri khas tetap,

tetapi ada upaya pembaruan tata panggung, tata kostum, dan pemilahan garapan

lakon; ketiga, pentingnya ludruk eksperimen atau ludruk alternatif.

Page 14: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

14

Penggarapan seperti ini berguna untuk menyukseskan suatu pertunjukan.

Aspek pembaruan merupakan upaya untuk memodernisasi ludruk supaya tidak

lekang oleh zaman tanpa harus kehilangan rohnya sebagai seni rakyat dan seni

tradisional, yang tetap menyuarakan hal-hal yang bersifat kerakyatan.

Selanjutnya, kesuksesan pertunjukan ludruk juga dilihat dari tiga hal penting.

Seperti yang dikemukakan Retno Maruti (dalam Sutarto, 2002:5) yang menyatakan

bahwa pertunjukkan yang sukses dapat dilihat dari tiga hal, antara lain: pertama,

prinsip “apik kanggo awake dhewe, bagus untuk diri sendiri; kedua, prinsip apik

kanggo wong liyo, bagus untuk orang lain, dan; ketiga, prinsip apik ing apik, bagus

dari mutu pertunjukan. Pertunjukan ludruk yang tidak bagus, hanya akan menguras

stamina, waktu, dan tidak terkecuali adalah dana. Untuk itu, ketiga hal tersebut,

dapat menjadi prinsip dan pegangan bagi pelaku seni tradisional ludruk.

2.2.2 Sastra dalam Ludruk

Khasanah sastra yang terdapat dalam pertunjukan ludruk menjadi satu

dimensi yang menarik untuk dikaji. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertunjukan

ludruk tidak hanya aspek teatrikalnya saja yang dapat untuk dieksplorasi dan

dikomodifikasi. Muatan sastra yang terkandung dalam pertunjukan ludruk juga

menjadi daya tarik tersendiri untuk dieksplorasi dan dikomodifikasi. Muatan sastra

itu baik yang termasuk genre puisi maupun prosa/drama. Genre puisi misalnya

kidungan dan yang termasuk prosa/drama adalah lakon atau cerita ludruk. Kedua

Page 15: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

15

bentuk sastra tersebut menjadi daya tawar tersendiri dalam proses komodifikasi

budaya yang tetap mempertimbangkan keestetisan seni pertunjukan.

Drama termasuk juga ludruk, merupakan karya sastra yang harus

memperhatikan keestetisan tersebut. Hutomo (1991:101) mengatakan bahwa naskah

drama—termasuk di dalamnya ludruk—juga merupakan salah satu bentuk karya

sastra, di samping novel, roman, cerpen, dan puisi. Pendapat seperti ini senada

dengan yang dikemukakan oleh Brahim (1968:151) yang menyatakan bahwa

teradapat jalinan yang erat antara drama dengan sastra, terutama dari segi ceritanya.

Sehubungan dengan dengan pendapat tersebut, Supriyanto (1992:86)

menjelaskan bahwa cerita ludruk mengenal struktur umum yang terdiri atas

introduksi/eksposisi (inciting force: exposition; introduction), pemuncakan (ricing

action), klimaks (turning point; crisis or climax), penurunan klimaks (falling action

or return) dan penyelesaian (catatrophe).

Lebih lanjut, menurut Supriyanto (1992:86), bahwa pengkajian sastra dalam

cerita ludruk dibatasi pada masalah tema, plot, penokohan / karakterisasi, pemilihan

bahasa dan efek yang hendak dicapainya. Pendapat ini sekaligus dapat menjadi

pijakan pada proses penelitian ludruk yang akan dilakukan. Dengan suatu pemikiran

bahwa penafsiran terhadap ludruk sebagai drama merupakan penafsiran kedua. Sang

sutradara dan para pemain menfsirkan teks, sedangkan para penonton menafsirkan

versi yang telah ditafsirkan oleh para pemain (Luxemburg, 1989:158).

Page 16: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

16

Hal tersebut sekaligus mengingatkan bagi peneliti, bahwa yang diteliti adalah

apa yang diperankan dan disampaikan oleh para pemain dalam pementasan ludruk

tersebut. Mengingat bahwa sastra yang terdapat dalam pertunjukan atau pementasan

ludruk merupakan sastra kelisanan kedua. Penonton sebagai bagian dari anggota

kolektif penting untuk memahami eksplorasi pertunjukan dan nuansa sastra yang

terdapat di dalmnya.

2.3 Wisata Budaya Berbasis Seni Tradisi

Dunia pariwisata, seperti yang dikemukakan Suwandi (2009:1) akhir-akhir

ini mengalami paradigma baru yakni adanya pergeseran dari model pariwisata

kolektif (masal) ke model pariwisata minat khusus. Walaupun sebenarnya untuk

pariwisata kolektif masih tetap ada dan diminati, namun pariwisata model minat

khusus jauh berkembang dengan pesat. Para pelancong sudah sering memanfaatkan

objek-objek wisata khusus seperti objek wisata budaya, objek wisata alam, objek

wisata agrobisnis, objek wisata desa, objek wisata kuliner, dan masih banyak lagi

warna lainnya. Begitu pula objek-objek wisata minat khusus terus bermunculan di

berbagai penjuru di wilayah.

Pergeseran paradigma tersebut jelas memberikan peluang untuk tumbuhnya

wisata alternatif yang dapat menjadi pilihan. Wisata budaya berbasis seni tradisi

dalam konteks ini menjadi salah satu wisata alternatif itu uang dapat menjadi pilihan,

sekaligus untuk dikembangkan. Seni tradisi pada umunya dapat berwujud sebagai (1)

Page 17: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

17

seni tradisi ritual untuk upacara-upacara keagamaan dan adat, dan(2) seni tradisi

yang dikemas khusus untuk dinikmati masyarakat luas maupun wisatawan (arts for

mart) (Permas et.al, 2003).

Pertunjukan ludruk sebagai bagian dari seni tradisi dapat dikemas untuk

dinikmati masyarakat luas, termasuk wisatawan dalam hal ini; baik itu wisatawan

domestik, maupun wisatawan manca negara. Pertunjukan ludruk sebagai seni tradisi

yang berkembang di daerah Jawa Timur bagian timur dapat menempati posisi ini.

Artinya, wisatawan-wisatawan itu dapat memberikan pilihan pertunjukan ludruk

sebagai salah satu pilihannya. Hal tersebut tentunya perlu eksplorasi, modifikasi dan

sentuhan-sentuhan yang berbau pasar wisata. Misalnya, aspek kemudahan

infrastruktur dan penyelenggaraan event-event yang bersifat monumental.

Hal tersebut pada tingkat jangka panjang akan menjadi kekuatan

pemberdayaan budaya dan ekonomi lokal yang ada. Inilah yang disebut sebagai

pemberdayaan masyarakat berkearifan lokal melalui industri kreatif pariwisata

budaya (Susanti, 2009:6). Seni tradisi menjadi salah satu ujung tombak di dalamnya.

Pemikiran tersebut dapat berjalan jika semua pihak yang terkait dengan seni

tradisi itu mau membuka diri untuk melihat secara objektif posisi seni tradisi itu

sendiri, sehingga hal ini bersifat realis dan segera dapat dilakukan perubahan

kebijakan. Faktanya, jika dilihat dari posisi tawarnya, masyarakat seni tradisi relatif

lemah dibandingkan dengan para produser sebagai pembelinya (Kembudpar:2005).

Hal ini disebabkan beberapa faktor yakni:

Page 18: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

18

1) Jumlah produser relatif sedikit dibandingkan jumlah seniman seni tradisi, dengan

kondisi finansial yang umumnya jauh lebih baik dibandingkan seniman seni

tradisi;

2) Jumlah seniman atau organisasi seni tradisi banyak dan satu sama lain saling

bersaing secara frontal (kurang bersatu dan kurang kompak), bahkan sering

bersaing dengan cara banting harga;

3) Karya seni yang dihasilkan oleh seniman atau organisasi seni tradisi pada

umumnya relatif sama, sedikit sekali yang memiliki karya sangat unik yang sulit

sekali ditiru seniman lain;

4) Produser dengan mudah berpindah dari satu seniman ke seniman lain tanpa

mengurangi kualitas paket wisata budaya mereka;

5) Produser memiliki informasi relatif lengkap mengenai seni tradisi di suatu wilayah

maupun tentang pasar wisata budaya;

6) Seniman seni tradisi sangat kurang memiliki informasi tentang pasar dan industri

pariwisata budaya.

Dari aspek bisnis, ada beberapa pilihan strategi peningkatan posisi tawar dan

daya saing bagi masyarakat seni tradisi dalam industri pariwisata budaya antara lain:

1) Mengembangkan dan memasarkan produk yang sesuai dengan kebutuhan dan

selera setiap segmen pasar yang dilayani;

2) Secara kontinyu mengembangkan dan memasarkan produk yang unik dengan

fungsi dan manfaat yang sulit ditiru oleh produk-produk substitusi;

Page 19: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

19

3) Meningkatkan pelayanan kepada pembeli atau user, kalau diperlukan diberikan

secara customized;

4) Melakukan integrasi ke hilir, yakni menjadi produser atau event organizer;

5) Melakukan kerja sama atau koalisi untuk menghadapi kekuatan pembeli,

pemasok, atau produk substitusi.

Pengembangan pertunjukan ludruk untuk wisata budaya berbasis seni tradisi

penting juga mempertimbangkan point-point tersebut, agar ke depan pemikiran

terkait dengan wisata budaya berbasis seni tradisi tersebut betul-betul dapat berjalan

seimbang antara potensi budaya yang ada dengan potensi ekonomi yang akan

dikembangkan. Hal ini juga menjadi wacana alternatif tentang pemberdayaan

masyarakat yang berkearifan lokal dengan memperkuat basis industri wisata budaya.

2.4 Peta Penelitian /Roadmap Penelitian

Penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan terkait dengan penelitian seni

tradisi pertunjukan ludruk adalah fokus pada sejarah perkembangan ludruk di

Jember, lakon, dan pengamatan manajemen grup ludruk yang faktanya masih

bersifat tradisional. Penelitian seperti ini perlu ditindaklanjuti sehubungan dengan

adanya stagnasi bagi perkembangan ludruk di daerah Jawa Timur bagian timur.

Penelitian yang akan dilaksanakan ini akan difokuskan pada dua

permasalahan tersebut ditambah dengan karakteristik ludruk di daerah Jawa Timur

bagian timur sebagai potensi tradisi lokal yang layak untuk dikaji dan

Page 20: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

20

dikembangkan. Oleh karena itu, upaya untuk membuat strategi pengembangan

ludruk dengan fokus pengembangan untuk wisata budaya berbasis seni tradisi sangat

dimungkinkan untuk dilakukan.

Ke depan, tindak lanjut pasca penelitian ini perlu dikembangkan pada

pengembangan untuk dimensi yang lain, sesuai dengan kebutuhan stakholder dan

dinamika kebudayaan di tingkat lokal. Misalnya, masuk pada wilayah kebijakan

kebudayaan di daerah yang diharapkan mampu memberikan legitimasi politis dan

yuridis yang terkait dengan advokasi, konservasi tradisi, fasilitasi, dan strategi

pengembangan ludruk sebagai bagian seni tradisi lokal.

Peta penelitian ini dapat digambarkan seperti diagram di bawah ini

Gambar.3: Peta Penelitian

Kajian sejarah perkembangan

ludruk di Jember, lakon, dan

pengamatan manajemen grup

ludruk yang faktanya masih

bersifat tradisional

Strategi adaptasi ludruk di

daerah Jawa Timur bagian

timur yang berbasis

karakteristik tradisi lokal.

Kebijakan kebudayaan di

daerah yang terkait dengan

advokasi, konservasi tradisi,

fasilitasi, dan strategi

pengembangan ludruk sebagai

bagian seni tradisi lokal.

Strategi pengembangan

ludruk di daerah Jawa Timur

bagian timur yang berbasis

karakteristik tradisi lokal.

Page 21: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

21

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini ialah sebagai berikut.

1) Merancang rumusan strategis pengembangan pertunjukan ludruk di daerah Jawa

Timur bagian timur untuk wisata budaya berbasis seni tradisi.

2) Menyusun pokok-pokok pikiran strategis untuk kebijakan pengembangan

kebudayaan khususnya dalam bidang seni tradisi ludruk. Selanjutnya, pokok-

pokok pikiran strategis tersebut dapat menjadi pijakan bagi pemerintah untuk

ditindaklanjuti secara real dalam konteks industri kreatif berbasis seni tradisi.

3) Menyusun semacam panduan strategis bagi kelompok-kelompok seni tradisi

ludruk agar mampu melakukan strategi adaptasi demi kalangsungan dan

eksistensi grup ludruk di daerah Jawa Timur bagian timur.

3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini:

1) Bagi pelaku seni tradisi ludruk di daerah Jember dan Lumajang serta di daerah

lain di Jawa Timur bagian timur (Probolinggo, Bondowoso, Situbondo,

Banyuwangi), hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagaimana

melakukan strategi adaptasi dan strategi pengembangan grup ludruk.

Page 22: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

22

2) Bagi komunitas lokal (anggota kolektif), penelitian ini dapat memberikan

kontribusi terhadap bagaimana pengembangan ekonomi lokal berbasis seni

tradisi.

3) Bagi pengampu kebijakan, hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan bagi

perumusan kebijakan dibidang kebudayaan.

4) Bagi institusi akademik, hasil penelitian dapat menjadi bahan informasi akademik

yang terkait dengan pengembangan seni tradisi ludruk, khususnya dalam bidang

ilmu folklor dan apresiasi drama tradisional.

21

Page 23: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

23

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dirancang dalam bentuk penelitian dan pengembangan.

Borg dan Gall (2003) mengemukakan bahwa penelitian dan pengembangan

(research and development) merupakan metode untuk mengembangkan dan

mengujicobakan suatu produk. Riset pengembangan tersebut dikolaborasikan

dengan rancangan penelitian yang bersifat deskriptif-kualititaf. Penelitian kualitatif

merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Metode

pendekatan kualitatif ini dipilih karena data dalam penelitian berupa kata, tindakan,

dan deskripsi kalimat-kalimat yang sesuai dengan objek penelitian (Moleoung:

2002).

Rancangan penelitian yang bersifat kolaboratif ini dilakukan untuk

mendeskripsikan fenomena pertunjukan ludruk di daerah Jawa Timur bagian timur,

yakni di daerah Jember dan Lumajang. Hasil deskripsi ini kemudian diformulasikan

dalam konteks strategi pengembangan ludruk sebagai wisata budaya berbasis seni

tradisi.

23

Page 24: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

24

4.2 Lokasi dan Objek Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Jember dan Lumajang, dengan objek

penelitian grup-grup ludruk di Jember dan Lumajang. Dua daerah tersebut dipilih

karena di daerah Jawa Timur bagian timur, Jember dan Lumajang termasuk daerah

yang grup-grup ludruknya banyak yang masih aktif. Grup-grup ludruk ini biasanya

masih aktif melaksanakan pertunjukan, baik dalam bentuk tanggapan-tanggapan

yang dilakukan masyarakat, maupun dalam bentuk arisan seni.

4.3 Jenis Data dan Teknik Pengumpulannya

Data-data yang akan menjadi objek deskripsi penelitian terdiri atas data-data

yang terkait dengan karakteristik ludruk sebagai seni tradisi, strategi adaptasi, dan

data-data yang terkait dengan strategi pengembangan untuk wisata budaya. Pertama,

data yang terkait dengan karakteristik ludruk itu antara lain mencakup; manajemen

pertunjukannya, aktor/aktris, bahasa dan lakon, serta penonton sebagai anggota

kolektif seni tradisi itu. Kedua, data strategi adaptasi itu terkait dengan cara-cara

yang dilakukan oleh pihak manajemen ludruk itu dalam menjaga eksistensi dan

langkah-langkah adaptifnya dalam menghadapi perkembangan teknologi multimedia

yang ada. Ketiga, data yang terkait dengan strategi pengembangan pertunjukan

ludruk sebagai wisata budaya berbasis seni tradisi, mencakup; aspek kebijakan,

strategi permodalan, manajemen pengembangan, dan strategi menghadapi pasar

wisata.

Page 25: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

25

Data-data tersebut diperoleh melalui teknik wawancara mendalam dengan

dengan pihak manajemen ludruk, aktor/aktris, pengampu kabijakan, pelaku pasar

wisata, dan masyarakat (baik sebagai anggota kolektifnya maupun di luar anggota

kolektifnya). Wawancara tersebut merupakan wawancara etnografis. Menurut

Spradley (1997:76) wawancara etnografis merupakan wawancara terlibat yang

dimaksudkan agar data yang diperoleh sesuai dengan situasi dan kondisi sosial-

budaya yang ada. Data-data tersebut, selanjutnya dikumpulkan dan dibuat

kategorisasi dan kodefikasi. Proses kategorisasi dan kodefikasi tersebut selanjutnya

dimasukkan dalam tabel pemandu analisis data (tabulasi).

4.4 Analisis dan Prosedur Penelitian

Analisis penelitian ini menggunakan metode analisis etnografis, yakni proses

analisis berdasarkan kondisi dan situasi sosial budaya masyarakat yang diteliti.

Metode analisis ini dilakukan agar tidak terjadi ketimpangan data dan analisis yang

dilakukan (Spradley,1997:118)

Selanjutnya, setelah data terkumpul terdapat langkah-langkah atau prosedur

analisis yang perlu dilakukan. Langkah-langkah tersebut meliputi: (1) membaca

secara seksama teks lisan hasil wawancara yang sudah terkumpul;(2) menyeleksi dan

menandai data yang ada dengan kode tertentu, agar memudahkan analisis;(3)

mengidentifikasi dan mengklarifikasi data sesuai dengan data yang dibutuhkan; (4)

menganalisis, mendeskripsikan, dan menginterpretasi data sesuai dengan format

Page 26: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

26

rumusan masalah yang ada; (5) menyusun formulasi strategi pengembangan

pertunjukan ludruk di daerah Jawa Timur bagian timur untuk wisata budaya berbasis

seni tradisi.

4.5 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Untuk memeriksa keabsahan data, Moleong (2002) mengemukakan perlunya

dilakukan triangulasi. Triangulasi tersebut dilakukan agar proses penelitian yang

dilakukan mendapatkan derajat keterpercayaan yang tinggi, sehingga penelitian itu

benar-benar dapat diakui kesahihannya.

Dalam penelitian ini, proses triangulasi yang dilakukan mencakup triangulasi

sumber data, teori dan pendapat para ahli yang berkaitan dengan dinamika

masyarakat lokal-multikultural. Data yang telah terkumpul dan analisis yang telah

dilakukan perlu di cek lagi kebenarannya sehingga data tersebut benar-benar dapat

memenuhi derajat keterpercayaan tadi.

Page 27: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

27

BAGAN ALIR PENELITIAN

Page 28: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

28

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian terhadap fenomena ludruk Jawa Timur ini menunjukkan

sesuatu yang patut untuk dicermati secara akademis. Pertama, karakteristik

pertunjukkan ludruk di daerah Jawa Timur bagian Timur memiliki cirri khas

tersendiri yang membedakan dengan karakterisk ludruk yang berkembang di daerah

kulonan misalnya di daerah yang tercakup dalam komunitas arek (Jombang,

Surabaya, dan Mojokerto), dan ludruk daerah Malang. Karakteristik yang

membedakan itu ditunjukkan dengan pemeranan oleh aktor/aktris, bahasa, dan lakon.

Adapun terkait dengan manajemen grup ludruk dan karakteristik masyarakat

pendukung masih tidak jauh berbeda dengan yang berkembang di daerah kulonan;

yakni, sama-sama masih bersifat tradisional. Kedua, sehubungan dengan adaptasi

menghadapi pasar pertunjukan, ludruk Jawa Timur di bagian timur, khususnya di

daerah Jember masih belum menunjukkan perkembangan yang signifikan bila dilihat

dari pemanfaatan teknologi multimedia. Di sisi lain, proses adaptasi terhadap pasar

itu lebih dikembangkan dengan penyesuaian selera seni yang berkembang di

masyarakat, misalnya memasukkan seni campursari, karaokean, dan kendang

kempul/banyuwangian. Ketiga, belum terdapat proses kabijakan pemerintah lokal

yang secara khusus dapat mendukung pengembangan seni tradisi ludruk; baik itu

28

Page 29: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

29

terwujud dalam pengembangan manajemen, aspek permodalan, maupun pada aspek

wisata budaya, kalau pun itu ada belum dapat dikatakan signifikan.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Karakteristik Pertunjukan Ludruk Jawa Timur Bagian Timur

Karakteristik pertunjukan ludruk Jawa Timur bagian timur mencakup;

karakteristik manajemen grup, aktor dan aktris, lakon, bahasa, dan masyarakat

pendukung sebagai pewaris pasif seni tradisi pertunjukan ludruk.

5.2.1.1 Karakteristik Manajemen Grup Ludruk

Manajemen grup ludruk di daerah Jawa Timur bagian timur (wetanan)

khususnya di didaerah Jember bila diamati secara saksama dapat disebut masih

bersifat tradisional. Hal itu dapat ditelisik mulai dari proses penentuan pimpinan

(juragan), mekanisme pengambilan keputusan, penetapan aturan-aturan, rekrutmen

pemain, penentuan honorarium, perawatan/pemeliharaan peralatan pertunjukan,

sampai dengan proses pemasaran.

Proses penentuan pimpinan (juragan) misalnya ditentukan berdasarkan proses

pewarisan yang didasarkan pada garis keturunan keluarga. Fenomena demikian itu

dapat dilihat pada grup ludruk “Setia Kawan” dan ludruk “Topeng Masa Baru”.

Kedua grup ludruk tersebut terhitung sejak proses pendiriannya, pimpinan grup

ludruknya masih dipegang oleh keluarga, yakni keturunan atau orang yang semula

Page 30: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

30

dari luar keluarga yang terikat menjadi keluarga pendiri grup ludruk itu dengan

sebab perkawinan dengan anaknya (menantu).

Proses penentuan pimpinan seperti ini memberikan setidaknya dua makna:

pertama, bahwa pimpinan ludruk itu merupakan pewaris dari seluruh tata nilai tradisi

pertunjukan yang hendak dan memiliki keharusan moral untuk diteruskan pada

generasi berikutnya. Kedua, pimpinan ludruk itu sekaligus sebagai orang atau pihak

yang berwenang dan bertanggung jawab atas asset pertunjukan, yang biasanya hak

kepemilikannya oleh keluarga karena proses pengadaannya juga karena usaha dari

keluarga. Oleh karena itu, dapat dipahami kalau pimpinan ludruk dalam konteks ini

disebut sebagai juragan.

Juragan-lah pemegang otoritas penuh atas proses pengaturan/sirkulasi

pertunjukan. Oleh karena itu, tidak jarang mereka menyebut para pemainnya sebagai

“anak-anak” sebagai pengganti dari sebutan anak buah. Otoritas demikian ini dapat

diterima oleh seluruh anggota grup ludruk. Semua urusan pertunjukan diserahkan

sepenuhnya kepada juragan; meskipun, tidak jarang juragan itu melakukan

pendelegasian wewenang kepada wakilnya. Wakil juragan tersebut diangkat dari

keluarga terdekatnya juga, akan tetapi untuk urusan-urusan yang dipandang penting,

misalnya penetapan dan pemberian honorarium, penetapan aturan-aturan, sampai

Page 31: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

31

pada pengadaan dan perawatan peralatan pertunjukan masih dipegang penuh oleh

juragan.1

5.2.1.2 Karakteristik Aktor dan Aktris

Karakteristik aktor dan aktris dalam pertunjukan ludruk di daerah Jember

menunjukkan ciri khas yang mencolok. Hal itu ditunjukkan dengan pemeranan tokoh

perempuan oleh aktor perempuan (aktris) dan pemeranan tokoh laki-laki oleh aktor

laki-laki. Fenomena tersebut tampak dalam pertunjukan ludruk “Setia Kawan”,

“Topeng Masa Baru”, “Sumber Lancar” dan ludruk “Sumber Mawar”.

Pemeranan tokoh perempuan oleh aktor perempuan dan tokoh laki-laki oleh

aktor laki-laki, menurut mereka, merupakan suatu keharusan yang perlu dilakukan

oleh setiap grup ludruk. Terdapat alasan yang melandasi, yakni kadar kepatutan

moral yang mestinya dianut oleh grup ludruk. Kadar kepatutan moral tersebut

memiliki daya kesesuaian dengan kadar kepatutan moral yang berlaku di masyarakat.

Menurut Mak Lilik, bila ada tokoh perempuan dimainkan oleh laki-laki disebut ora

pantes.2 Terdapat nilai yang ditabukan dan tidak boleh dilanggar oleh grup ludruk

yang akan dan sedang melaksanakan pertunjukan.

Di sisi lain, seperti penuturan Pak Edi, seorang wakil juragan ludruk “Topeng

Masa Baru” kalau ada tokoh perempuan diperankan oleh tokoh laki-laki (banci),

1 Sebagai catatan belum ditemukan grup ludruk yang sudah memiliki AD/ART sehingga mereka

sangat repot ketika suatu saat kantor Pariwisata dan Budaya Jember meminta grup ludruk itu

menunjukkan AD/ART sebagai persyaratan penerimaan bantuan yang akan diberikan. 2 Wawancara dengan Mak Lilik pada tanggal 11 September 2012

Page 32: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

32

selain tabu juga tidak efisien secara ekonomi. Biasanya kalau yang diundang satu

orang temannya (gemblak) yang turut serta dalam proses pertunjukan itu bias sampai

lima orang. Hal itu jelas tidak efektif secara ekonomi dan mengurangi pendapatan

grup ludruk itu sendiri. Pembengkakan dari sisi ekonomi pasti terjadi, rokok dan

uang makan biasanya membengkak.3

Fenomena pemeranan tokoh ludruk demikian itu patut diapresiasi secara

kultural, setidaknya terdapat proses nilai kultural yang berjalan dan ditaati oleh insan

ludruk. Hal itu sekaligus pada proses lebih lanjut, mampu mengonstruksi identitas

ludruk di tingkat lokal Jember; meskipun, masih di jumpai pada sebagian grup

ludruk di Jember, khususnya di daerah selatan, misalnya ludruk “Merdeka” tidak

jarang masih menggunakan pemain laki-laki (banci) untuk memerankan tokoh

perempuan.4 Fenomena demikian hanyalah sebagian, secara umum pemeranan tokoh

dalam pertunjukan ludruk, bahwatokoh perempuan diperankan oleh perempuan dan

tokoh laki-laki diperankan oleh laki-laki.

5.2.1.3 Karakteristik Lakon

Lakon yang dimainkan dalam pertunjukan ludruk di daerah Jawa Timur

bagian timur (wetanan), khususnya di daerah Jember tidak banyak persamaan

dengan tradisi lakon yang dimainkan dalam pertunjukan ludruk di Jawa Timur pada

umumnya. Misalnya tradisi lakon di daerah Malangan, Jombang, Surabaya, dan

3 Wawancara dengan Bapak Edi tanggal 25 Oktober 2012

4 Wawancara dengan Pak Sukamat, pemain ludruk “Merdeka” Kencong Jember.

Page 33: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

33

Madura. Lakon-lakon tersebut antara lain; Sawunggaling, Sakerah, Jaka Sambang,

Rangga Janur-Rangga Seta, Sarip Tambak Oso.

Lakon-lakon tersebut sering juga dimainkan dalam pertunjukan ludruk di

Jember. Meskipun demikian, fenomena ludruk di Jember mampu menampilkan

lakon yang menunjukkan perbedaan dengan pertunjukan ludruk di daerah kulonan.

Di Jember, lakon Sogol dan Babad Jember merupakan lakon yang dianggap milik

masyarakat Jember dan oleh karena itu, lakon tersebut dianggap asli milik wong

Jember.

Lakon Sogol dalam pertunjukan ludruk di Jember misalnya berbeda sangat

tajam dengan lakon Sogol yang terjadi dalam pertunjukan ludruk di daerah kulonan.

Di daerah Jember fenomena peristiwa dalam cerita itu terjadi pascakemederkaan.

Otomatis dalam pertunjukan tersebut tidak dijumpai figur kompeni. Hal itu berbeda

dengan lakon Sogol yang ditampilkan di daerah kulonan, dalam pertunjukan ludruk

itu akan dijumpai figur kompeni karena setting waktu cerita yang ditampilkan itu

terjadi pada masa penjajahan Belanda. Di sisi lain, fenomena Sogol tersebut dapat

ditelusuri secara empirik-historis, sebuah jejak-jejak sejarah yang betul-betul nyata

bagi rakyat Jember.5

Lebih lanjut, sehubungan dengan lakon Babad Jember, meskipun cerita ini

setting melibatkan kerajaan akan tetapi cerita itu ditarik sebagai fenomena cerita

rakyat, sehingga dipandang dapat ditampilkan dalam cerita ludruk. Fokus cerita itu

yakni pada masalah percintaan yang berakhir tragis bagi kedua tokoh utama cerita. 5 Wawancara dengan Pak Tarun dan Mak Lilik pada tanggal 11 September 2012

Page 34: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

34

Fenomena tragisnya hubungan percintaan pada dasarnya merupakan fenomena yang

umum; akan tetapi, karena cerita itu terkait dengan sejarah tanah Jember maka cerita

ini menjadi menarik dan menjadi ciri khas bagai rakyat Jember.6

5.2.1.4 Karakteristik Bahasa

Terdapat sesuatu yang unik dalam pertunjukan ludruk di daerah Jember bila

dilihat dari sisi bahasa pengantar yang dipakai. Sebagai masyarakat Pandalungan

(Sutarto, 2004:1) pemakaian bahasa juga menjadi sisi yang menarik dan perlu

dicermati. Bahasa yang digunakan dalam pertunjukan ludruk di daerah Jember

banyak menyesuaikan dangan masyarakat pendukung dan penanggapnya. Terdapat

dua bahasa yang menonjol digunakan dalam pertunjukan, yakni bahasa Madura dan

Jawa, dan tidak jarang terdapat pemakaian bahasa Indonesia yang digunakan disela-

sela cerita.

Juragan grup ludruk dan seluruh anggota/pemain ludruk akan mengikuti

permintaan dari penanggap. Grup ludruk tidak berani keluar dari permintaan

penanggap karena hal itu terkait dengan kepuasan pelanggan dan kelangsungan

tanggapan itu sendiri. Meskipun demikian, terdapat juga proses penyesuaian bahasa

dengan lakon yang akan ditampilkan. Lakon Sogol dapat dipastikan dengan bahasa

Jawa, sedangkan lakon Sakerah misalnya dengan bahasa Madura.

6 Wawancara dengan Pak Tarun dan Mak Lilik pada tanggal 11 September 2012

Page 35: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

35

Fenomena demikian ini menunjukkan ada kesadaran bahasa sebagai

koneksitas kultural yang menghubungkan antara grup ludruk, pertunjukan, dan

masyarakat. Bahasa dengan demikian menduduki posisi penting secara kultural tidak

hanya menyangkut koneksitas kultural itu sendiri, akan tetapi juga menyangkut

kelangsungan ekonomi anggota grup ludruk tersebut.

Dengan demikian, juragan juga dituntut untuk memilih para pemain yang

mengusai kedua bahasa itu. Di sisi lain, sebenarnya para pemain ludruk di Jember

idealnya dituntut menguasai kedua bahasa itu, yaitu bahasa Madura dan Jawa. Hal

ini jelas berbeda tuntutannya bila dilihat dari kapasitas penguasaan bahasa

dibandingkan dengan para pemain ludruk di daerah kulonan yang sekompleks seperti

yang terjadi di daerah Jawa Timur bagian timur.

5.2.1.5 Karakteristik Masyarakat Pendukung

Masyarakat pendukung pertunjukan ludruk di daerah Jember sebenarnya

tidak jauh berbeda dengan masyarakat yang berada di daerah kulonan. Kebanyakan

para pencinta dan penikmat ludruk yaitu rakyat kecil (wong cilik), sehingga hal itu

berkonskuensi pada tuntutan terhadap tema-tema yang mengangkat persoalan-

persoalan hidup rakyat kecil. Persoalan kemiskinan, persaingan ala rakyat kecil,

kesaktian, dan percintaan. Tema-tema ini merupakan tema yang disukai rakyat kecil

meskipun juga ada sisi universalitasnya.

Page 36: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

36

Oleh karena itu, tema-tema itu mampu berfungsi representasi maasalah hidup

rakyat dan pada saat yang sama berfungsi sebagai pelepasan tegangan hidup yang

sedang menghimpit mereka. Hal ini paralel dengan fungsi pertunjukan itu sendiri

yang mampu menjadi media ekspresi sosial dan sekaligus kultural bagi rakyat kecil;

bahkan, dengan pertunjukan itu juga sebagai media untuk menjaga kelangsungan

hidup secara ekonomi bagi masyarakat kecil.

Fenomena demikian ini tampak misalnya, pada setiap pertunjukan ludruk

pasti diikuti dengan proses pergulatan sosial-ekonomi bagi masyarakat yang berada

disekitarnya. PKL tumbuh seperti jamur yang semarak ikut meramaikan

pertunjukan; meskipun, dari sisi jumlah penonton mengalami penyusutan,

masyarakat sekitar ikut menyambutnya dengan cukup apresiatif. Seperti yang

dilakukan Bu Seniti, Bu Seniti selalu datang untuk menyaksikan pertunjukan ludruk

di manapun berada, selama yang bersangkutan mendapatkan informasi tentang

pertunjukan itu.7 Oleh karena itu, masyarakat pendukung pertunjukan ludruk

menduduki segmen tersendiri dari sisi peminat seni tradisi, bahkan pertunjukan seni

secara umum.

Terdapat sesuatu yang menarik untuk dicermati, yakni munculnya fenomena

arisan ludruk yang dilakukan oleh grup ludruk “Sumber Lancar” Pakusari Jember.

Grup ludruk tersebut dalam rangka menjaga masyarakat pendukungnya mengadakan

arisan ludruk yang terdiri atas 35 orang anggota aktif. Arisan itu sendiri sebagai

7 Wawancara dengan Bu Seniti pada saat pentas pertunjukan ludruk “Sumber Mawar” Kreongan

Jember yang dilaksanakan di RRI Jember.

Page 37: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

37

upaya untuk tetap menjaga keakraban dan kerukunan antaranggota, sekaligus untuk

nguri-nguri tradisi ludruk yang sudah jarang diminati anak muda.8 Arisan ludruk itu

sendiri dikemas dengan kejungan. Uniknya, pengejung diundang (disewa) dari grup

ludruk lain, yaitu grup ludruk “Setia Kawan” Jubung Jember. Hal itu sekaligus

sebagai bukti adanya kerjasama antargrup ludruk yang tetap terjalin dengan baik.

Tidak jarang, arisan itu juga mengadakan pentas pertunjukan ludruk. Hal itu

disesuaikan dengan permintaan tuan rumah yang kebetulan ditempati arisan. Sebagai

catatan, fenomena arisan ludruk demikian ini juga efektif dalam memerkuat seni

tradisi melalui proses pemasyarakatan seni tradisi ludruk secara lebih konsisten dan

kontinu.

5.2.2 Strategi Adaptasi Pertunjukan Ludruk

Pembahasan strategi adaptasi pertunjukan ludruk di bawah ini mencakup;

pertama, strategi pasar multimedia; dan kedua strategi adaptasi terhadap kompetisi

pasar pertunjukan seni lain.

5.2.2.1 Strategi Pasar Multimedia

Munculnya pandangan yang menyatakan bahwa seni tradisi ludruk

mengalami keterancaman dapatlah dibenarkan. Hal itu setidaknya di tandai dengan

semakin maraknya perkembangan seni multimedia yang terjadi saat ini. Hampir

semua bentuk dan khasanah seni mengalami proses digitalisasi; bahkan, tidak jarang

8 Wawancara dengan Bapak Abu Hasan (Pelindung) dan Bapak Agus (pimpinan) grup ludruk

“Sumber Lancar” Pakusari Jember pada tanggal 14 September 2012.

Page 38: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

38

melakukan penetrasi pada pasar multimedia melalui situs-situs khusus melalui media

internet. Posisi seni tradisi ludruk dalam hal ini menjadi terengah-engah dan perlu

diakui secara jujur, mengalami kesulitan untuk mengadaptasi diri.

Di tengah pertunjukan melalui gedung-gedung (tobong) saat ini sudah tidak

tampak lagi, idealnya ruang multimedia dipandang sebagai peluang sebagai dimensi

pasar baru yang mampu menyajikan harapan baru. Harapan baru bagi proses

pemasaran pertunjukan ludruk yang saat ini dapat dikatakan mengalami

kemandegan. Kemandegan itu banyak disebabkan oleh adanya keterbatasan sumber

daya manusia yang terdapat dalam grup ludruk; belum lagi, berhadapan dengan

masalah modal, maka masalah pasar multimedia sampai saat ini dipandang sebagai

ancaman yang masih memberikan desakan pada grup-grup ludruk untuk semakin

terpinggirkan.

Idealnya memang dipandang sebagai peluang baru dan grup-grup ludruk

perlu secepatnya beradaptasi dengan ruang multimedia itu kalau tidak ingin semakin

terpinggirkan atau bahkan mengalami kematian (gulung tikar). Faktanya, proses

adaptasi itu banyak menemui hambatan. Grup-grup ludruk di daerah Jember sampai

saat ini belum mampu masuk pada wilayah ruang multimedia secara meyakinkan.

Kalau misalnya mereka terlibat sampai pada di CD-kan itu hanya sepintas lalu saja,

belum dirancang sedemikian rupa untuk mendatang efek keuntungan bagi

kontinuitas grup ludruk dan pertunjukannya sekaligus.

Page 39: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

39

Fenomena demikian ini dapat dijumpai pada grup ludruk “Setia Kawan” dan

“Topeng Masa Baru”. Kedua grup yang sudah tua dari sisi usia sejak pendiriannya

belum melakukan penetrasi terhadap pasar multimedia. Kalaupun hal itu ada, lebih

dikarenakan ada pihak lain yang melakukan proses perekaman untu di-CD-kan dan

tanpa kontrak yang jelas. Hal tersebut betul-betul merugikan bagi grup ludruk

tersebut karena mereka tidak memertimbangkan atau menghitung keuntungan dan

sustainabelitas grup ludruk itu sendiri.9 Satu kasus yang patut direnungkan, seperti

yang terjadi pada grup ludruk “Topeng Masa Baru” pernah rekaman untuk di CD-

kan, sebanyak 12 lakon dengan 12 kali rekaman hanya diberi imbalan Rp

600.000,00. Hal itu jelas sangat memrihatinkan bagi pelaku seni tradisi ludruk.10

5.2.2.2 Strategi Adaptasi terhadap Kompetisi Pasar Pertunjukan Seni Lain

Pentingnya strategi adaptasi terhadap kompetisi pasar pertunjukan ludruk

patutlah diakui kebenarannya. Fenomena semakin merosotnya penonton pada

pertunjukan ludruk cukup memberikan bukti bahwa pertunjukan ludruk sudah

semakin kurang diminati disbanding dengan seni yang lain; misalnya campursari di

panggung, tampilan orkes dangdut, dan band-band yang sangat akrab dan gaul bagi

anak muda sekarang. Dalam kondisi demikian ini nasib pertunjukan ludruk benar-

benar terseok-seok dan terancam eksistensinya. Penonton sebagai ruang imajinasi

9 Wawancara dengan Pak Tarun dan Mak Lilik pada tanggal 11 September 2012 dan juga diperkuat

oleh pernyataan Pak Edi dan Bu Sunariah pada tanggal 25 Oktober 2012. 10

Menurut pengakuan Pak Edi dan Bu Sunariah ludruk “Topeng Masa Baru” pernah rekaman di

Banyuwangi, Malang, dan Surabaya.

Page 40: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

40

tentang kehadiran minat atas pasar pertunjukan jelas tidak dapat disepelekan.

Keberadaannya merupakan bagian yang integral dengan grup ludruk itu sendiri.

Pernyataan Bu Seniti layak untuk diapresiasi manakala dinyatakan bahwa

penonton pertunjukan ludruk masih kalah dengan penonton orkes dangdut. Menurut

Bu Seniti, dalam setiap pertunjukan ludruk penonton yang hadir sekitar 50-an

orang.11

Hal itu mengindikasikan bahwa pertunjukan ludruk sudah mengalami

kondisi yang kritis bila aspek penonton dijadikan indikator utama dalam menentukan

keberlangsungan suatu grup ludruk.

Terdapat strategi adaptasi untuk mengahadapi semakin menurunnya penonton

atau peminat pertunjukan ludruk. Seperti yang dilakukan ludruk “Setia Kawan”,

untuk menyiasati semakin menurun atau merosotnya penonton, grup ludruk tersebut

memasukkan unsur seni lain sebagai daya tarik baru, yakni dengan memasukkan

campursarian, karaokean, dan adegan roman-romanan. Menurut Mak Lilik, hal itu

dilakukan selain untuk membuat pertunjukan diminati penonton, juga berfungsi

untuk mengolor-olor waktu pertunjukan sebelum cerita inti dimulai.12

Fenomena

yang hamper sama juga dilakukan oleh grup ludruk yang lain, misalnya oleh grup

ludruk “Topeng Masa Baru”; bahkan, sehubungan dengan strategi adaptasi dengan

11

Wawancara dengan Bu Seniti pada tanggal 11 September 2012 pada saat pertunjukan ludruk

“Sumber Mawar” yang dipentaskan di RRI Jember. Sebagai catatan, Bu Seniti adalah warga

Glantangan Jember , menurut penuturannya, Bu Seniti selalu menonton pertunjukan ludruk selama

mendapatkan informasi tentang pertunjukan itu. 12

Wawancara dengan Mak Lilik pada tanggal 11 September 2012

Page 41: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

41

seni yang lain, grup ludruk tersebut juga sudah memasukkan seni tradisi

Banyuwangian (kendang kempul).13

Dapat disebut, sampai saat ini pola strategi adaptasi untuk menghadapi

persaingan dengan pertunjukan seni yang lain masih dipandang efektif. Artinya,

grup-grup ludruk tersebut masih cukup berdaya untuk menjaga eksistensinya di

tengah terpaan kompetisi pasar pertunjukan yang luar biasa. Ada kecenderungan,

proses adaptasi terhadap pasar pertunjukan tersebut akan semakin variatif.

5.2.3 Strategi Pengembangan Ludruk

Pembahasan strategi pengembangan ludruk di bawah ini mencakup

pengembangan aspek kebijakan, pengembangan manajemen, permodalan, dan

pengembangan untuk wisata budaya.

5.2.3.1 Pengembangan pada Aspek Kebijakan

Pengembangan pada aspek kebijakan pemerintah daerah, khususnya terkait

dengan seni tradisi ludruk perlu mendapat perhatian yang serius. Hal itu bertolak

dari pandangan bahwa seni tradisi ludruk sebagai bagian budaya yang berkembang di

tingkat lokal tidak dapat dinafikan begitu saja keberadaannya. Posisinya dipandang

penting dan strategis dalam rangka menopang dan mendorong pembangunan di

tingkat lokal agar dapat berjalan dengan lebih baik dan seimbang.

Upaya untuk menopang dan mendorong pembangunan secara lebih baik dan

seimbang itu tidak mungkin dilakukan dengan cara mengabaikan aspek kekuatan dan 13

Wawancara dengan Bapak Edi pada tanggal 25 Oktober 2012.

Page 42: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

42

potensi budaya. Seni tradisi ludruk sebagai salah satu kekuatan dan potensi yang

berkembang di tingkat lokal memegang peranan strategis dalam rangka menjaga

keseimbangan itu; sekaligus berupaya memberikan kontribusi sosial-ekonomis pada

proses selanjutnya di tingkat lokal tersebut.

Disebut demikian karena diakui atau tidak setiap diselenggarakannya

pertunjukan ludruk dapat dipastikan melibatkan komunitas masyarakat. Pertunjukan

ludruk bukanlah pertunjukan yang menciptakan dunianya sendiri; sebaliknya,

pertunjukan ludruk itu dibangun atas dasar kesadaran komunitas. Oleh karena itu,

ludruk dan pertunjukan yang diselenggerakannya merupakan bagian integral dari

komunitas. Ia tidak dapat dipisahkan begitu saja dengan komunitas masyarakat yang

melingkupinya. Memisahkan ludruk dari lingkungan komunitas yang melingkupinya

sama artinya membunuh eksistensi ludruk itu sendiri.

Kesadaran komunitas demikian ini pada proses berikutnya mendorong grup

ludruk dan pertunjukan yang diselenggarakannya berusaha untuk peduli sepenuhnya

dengan komunitas itu. Manifestasi kepedulian itu ditunjukkan dengan beberapa hal.

Pertama, melakukan pembangunan kesadaran kepada komunitas masyarakat melalui

propaganda-propaganda yang mencakup bidang yang luas, yakni pendidikan, politik,

ekonomi, sosial, dan budaya. Kedua, kesadaran komunitas itu ditunjukkan dengan

kemampuannya dalam membuka akses sosial-ekonomi dan budaya dari setiap

pertunjukan yang diselenggarakan. Hal itu artinya, ada ruang sosial-ekonomi dan

Page 43: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

43

budaya yang diciptakan dan komunitas masyarakat dapat menikmati dan ambil

bagian di dalamnya.

Bertolak dari paparan demikian itu, pemerintah daerah sudah semestinya

memberikan perhatian yang khusus terhadap eksistensi grup ludruk dan ruang

budaya yang diinginkannya. Pemerintah daerah sudah semestinya mendorong adanya

kebijakan untuk terwujudnya hal tersebut. Faktanya, pemerintah daerah melalui

dinas pariwisata Jember masih belum melaksanakannya secara khusus. Wujud

perhatiannya masih bersifat umum sekali.

Seperti yang dikemukakan Pak Arief Tjahjono bahwa pemerintah daerah

melalui dinas pariwisata Jember sangat melestarikan seni tradisi, tidak hanya

bertumpu pada salah satu seni saja yang dikembangkan, tetapi dinas pariwisata juga

mengembangkan berbagai seni tradisi diantaranya : jaranan campursari, ludruk,

wayang kulit, reog, kuda lumping, janger, gandrung dan lain-lain. Hal ini dapat

dilihat dari berbagai macam sanggar seni tradisi yang sering digunakan untuk

mengapresiasikan jiwa seni mereka dalam sebuah pagelaran ludruk atau wayang

kulit. Strategi yang dilakukan yakni meningkatkan kualitas, kuantitas, dan kreatifitas

seni budaya dan daya tarik wisata menjadi objek yang laku dan layak dijual, dan

dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian daerah dan

kesejahteraan masyarakat.14

14

Wawancara dengan Pak Arief Tjahjono Kepala kantor Pariwisata Jember pada tanggal 3 September

2012.

Page 44: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

44

Karakteristik ludruk Jember yang menarik dan unik, mestinya dapat menjadi

pintu masuk bagi pemerintah daerah untuk merumuskan kebijakan kebudayaan

khususnya terkait dengan seni tradisi ludruk. Hal tersebut dapat menjadi salah satu

ikon dan dapat dimungkinkan menjadi unggulan budaya lokal yang dapat

dikembangkan secara strategis dan berkelanjutan.15

5.2.3.2 Pengembangan Manajemen

Sebagai salah satu genre seni tradisi, ludruk di Jember belum mampu

menunjukkan proses pengembangan manajemen. Semua proses tata kelola grup

ludruk dilaksanakan secara tradisional. Hal itu dapat diamati dari proses penentuan

pimpinan, dasar aturan, deskripsi tugas, penetapan honorarium, perawatan, dan

pemasaran. Semua masih berjalan secara tradisional, yakni diserahkan sepenuhnya

kepada juragan. Juragan merupakan pihak yang memiliki otoritas yang tinggi sebagai

bentuk pewarisan otoritas dari juragan yang sebelumnya; dan biasanya masih ada

ikatan keluarga.

Juragan merupakan pihak penentu seluruh proses dari sebelum, proses, dan

pascapertunjukan, termasuk misalnya dalam mengendalikan aturan dalam grup

ludruk itu karena biasanya belum ada aturan tertulis, yang ada yakni kode etik yang

dipegang teguh dalam grup ludruk itu. Juragan adalah pihak penegak, penjaga, dan

pelaksana kode etik grup ludruk. Adanya kode etik itu tentunya untuk menjaga

15

Sebagai catatan bentuk kebijakan pemerintah daerah terhadap seni tradisi, baru pada tataran Untuk

melestarikan budaya dengan cara sering mengikuti festival kesenian di berbagai daerah dan tak jarang

menggondol juara.

Page 45: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

45

kelanggengan grup itu sendiri, baik menyangkut hubungan ke dalam maupun keluar

grup ludruk. Kode etik itu biasanya diwariskan bersama dengan proses pewarisan

tampuk pimpinan (juragan) sebuah grup ludruk.

Hal yang tampak sama juga menyangkut deskripsi tugas, juragan tidak

memberikan deskripsi tugas secara ketat; akan tetapi, bukan berarti deskripsi tugas

itu tidak ada. Deskripsi tugas itu terwujud dalam bentuk langsung, yang biasanya

disampaikan secara lisan, dan tidak langsung karena sudah berjalan secara turun-

temurun masing-masing anggota grup ludruk itu. Deskripsi tugas yang tampak

mencolok adalah pada saat pembagian tugas pada pemeranan tokoh dalam lakon

ludruk. Juragan biasanya menentukan dan menunjuk dengan cukup hati-hati karena

hal tersebut terkait dengan kesesuaian figur dengan tokoh cerita yang diperankan;

berikut honorarium yang akan diterima. Juraganlah yang menilai dan mengukur

berapa pantasnya honorarium yang diterima. Patut diingat, dalam tradisi ludruk

belum ada kontrak yang jelas antara aktor/aktris dengan pihak juragan. Semua

berjalan secara alamiah dengan cukup menjaga hormonitas grup ludruk.

Hal tersebut dikecualikan dengan pihak penanggap. Juragan biasanya tetap

melakukan tawar-menawar harga tanggapan; meskipun tidak dalam bentuk kontrak

perjanjian secara tertulis. Juragan sebagai pemegang otoritas atas proses pemasaran

melakukan sepenuhnya bentuk tawar-menawar itu dengan pihak calan penanggap.

Juragan dalam konteks ini sudah menginstitusi (melembaga). Juragan merupakan

bentuk representasi grup ludruk itu sendiri. Hal itu termasuk juga sampai dengan

Page 46: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

46

pascatanggapan, yakni proses perawatan seluruh peralatan pertunjukan ludruk, dari

dekorasi, gamelan, lampu, dan penyediaan ruang penyimpanan, yang tidak jarang

dapat disebut kurang layak.

Berangkat dari fenomena demikian, pengembangan manajemen diperlukan

dalam rangka melakukan perbaikan-perbaikan secara gradual; mulai dari

peningkatan kapasitas kepemimpinan sampai dengan perbaikan kontrak perjanjian

tanggapan untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Proses

demikian tidak bias tidak menuntut lebih lanjut adanya peningkatan kapasitas

kelembagaan secara menyeluruh. Tentunya, hal ini merupakan pekerjaan berat yang

tidak mungkin mampu dilakukan sendiri oleh grup itu secara internal. Perlu

keterlibatan pihak luar, apakah itu pemerintah daerah ataukan NGO yang memiliki

perhatian khusus terhadap program peningkatan kapasitas kelembagaan ludruk. Ke

depan, hal demikian ini tidak bisa harus diupayakan untuk dilakukan kalau tidak

ingin grup-grup ludruk itu semakin terseok-seok menghadai tantangan zaman.

5.2.3.3 Pengembangan Permodalan

Persoalan permodalan bagi grup ludruk sampai saat ini menjadi persoalan

yang serius dan sepertinya tidak pernah usai untuk terus dipikirkan. Dapat

dikemukakan bahwa selain persoalan harmonitas antaranggota grup ludruk menjadi

persoalan pokok; tidak dapat dipungkiri bahwa persoalan modal bagi keberlanjutan

grup ludruk itu sendiri tidak kalah pentingnya. Proses pengadaan dan perawatan

Page 47: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

47

peralatan ludruk tidak dapat luput dari ketersediaan modal finansial. Juragan dapat

dipastikan, perlu menyisihkan pemikiran tersendiri untuk hal tersebut.

Sitem pencarian sumber-sumber permodalan dan pengelolaannya yang diakui

secara jujur masih bersifat tradisional menjadi permasalahan tersendiri yang tidak

kalah rumit untuk dipecahkan. Dalam hal itu, juragan perlu banyak belajar untuk

“memodernisasi” sistem pengelolaan permodalan yang dimilikinya. Zaman sudah

mengalami perkembangan; untuk itu, sistem tata kelola permodalan juga dituntut

untuk mampu mengikutinya.16

Tuntutan bagi grup ludruk, selain berhubungan dengan pihak penanggap,

juga dituntut agar mampu bersentuhan dengan pihak sponsor, dan kelompok strategis

baik dengan pemerintah daerah maupun dengan NGO yang memiliki perhatian

dengan grup ludruk. Pihak-pihak tersebut dapat dioptimalkan perannya dalam rangka

menjalin kerjasama sebagai “mitra-budaya” untuk penguatan seni tradisi ludruk di

tingkat lokal.

Sampai saat ini, pihak-pihak tersebut belum banyak terlibat dari proses

penguatan sumber-sumber permodalan. Hal itu kalau misalnya mampu dilakukan

belum bersifat terpadu. Sebagai contoh apa yang dilakukan ludruk “Setia Kawan”

Jubung Jember. Grup ludruk tersebut belum pernah bersentuhan dengan pihak

sponsorship sehingga otomatis tidak pernah menerima bantuan dari pihak sponsor.

Di sisi lain, grup ludruk “Setia Kawan” tersebut sudah mampu menjalin kerjasama

16

Sebagai catatan, sepanjang pengamatan peneliti belum dijumpai adanya grup ludruk / juragan atas

nama grup ludruk yang memiliki/membuka rekening bank untuk proses sirkulasi modal finansialnya.

Page 48: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

48

dengan pihak NGO lokal dan pemerintah daerah dalam upaya penguatan modal;

msekipun perlu diakui belum maksimal.17

Seperti yang dikemukakan Mak Lilik,

ludruk “Setia Kawan” Jubung Jember terakhir mendapat bantuan dari pemerintah

daerah Jember sekitar tahun 1999 sejumlah Rp. 700.000,00. Setelah itu, sampai

sekarang belum pernah menerima bantuan lagi. Selebihnya, ikhtiar penguatan modal

diambil dari saving tanggapan yang disimpan di kas grup ludruk.18

Hal yang sedikit berbeda yaitu yang dialami oleh grup ludruk “Topeng Masa

Baru” Sumbersari Jember. Grup ludruk tersebut, menurut pengakuan Pak Edi belum

pernah sama sekali menerima bantuan dari pemerintah daerah Jember. Satu-satunya

bantuan yang sering diterima oleh grup ludruk ini ialah dari Pemerintah Provinsi

Jawa Timur; akan tetapi, bantuan tersebut bukan untuk penguatan modal grup

ludruk, melainkan sebagai THR bagi pelaku seni tradisi ludruk. Setiap tahunnya

diterima sekitar Rp 1.000.000,00. Selain itu, grup ludruk tersebut sebaliknya mampu

melakukan kerjasama dengan pihak sponsorship, misalnya perusahaan rokok.

Menutur pengakuan Pak Edi, tidak jarang grup ludruk tersebut menerima bantuan

uang dan rokok dari perusahaan tersebut, meskipun jumlahnya tidak begitu besar,

tetapi lumayan mampu mengurangi beban finansial juragan.19

Fenomena demikian itu, selanjutnya perlu menjadi pertimbangan bagi grup

ludruk di Jember agar mampu mencari sumber-sumber strategis untuk

17

Misalnya bentuk kerjasama dengan kelompok Studi “Rumah Kata” Jember dan Kelompok Studi

“Arongan” Jember, meskipun belum sampai pada tataran bantuan finansial. Kerjasama itu dalam

bentuk pemikiran-pemikian pengembangan ludruk. 18

Wawancara dengan Mak Lilik tanggal 11 September 2012. 19

Wawancara dengan Pak Edi tanggal 25 Oktober 2012.

Page 49: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

49

pengembangan modal grup ludruk secara institusional. Pengembangan permodalan

itu juga sekaligus sebagai bukti nyata menjaga kontinuitas eksistensi ludruk di

tingkat lokal.

5.2.3.4 Pengembangan untuk Wisata Budaya

Pengembangan pertunjukan ludruk untuk wisata budaya berbasis seni tradisi

menjadi peluang yang besar bagi daerah Jawa Timur bagian timur, khususnya daerah

Jember. Peluang itu tidak hanya menyangkut sisi strategis keberlangsungan grup

ludruk itu sendiri; akan tetapi, juga menyangkut peluang strategis di tingkat sosial-

ekonomi. Pemerintah daerah dapat membuat kebijakan itu secara aplikatif di tingkat

lapangan.

Peluang strategis di tingkat sosial-ekonomi itu tidak hanya menguntungkan

bagi grup ludruk itu sendiri. Lebih jauh, peluang startegis di tingkat sosial-ekonomi

itu juga fungsional bagi pemerintah itu sendiri dan masyarakat lokal. Bila dapat

dioptimalkan bukan tidak mungkin kontribusi sosial akan memberikan keuntungan

bagi dinamika dan interaksi sosial yang integratif bagi komunitas lokal. Hal tersebut

jelas dibutuh oleh pemerintah daerah dalam rangka proses gencarnya pembangunan

yang telah diberlangsungkan. Dilihat dari sisi ekonomi, pengembangan ludruk

sebagai wisata budaya memberikan peluang besar terhadap konstribusi ekonomi

bagi pemerintah. Bukan tidak mungkin akan terjadi peningkatan PAD (pendapatan

Asli Daerah) bertolak dari terbuka peluang wisata budaya berbasis seni tradisi ludruk

Page 50: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

50

tersebut, belum lagi pertumbuhan ekonomi pada masyarakat lokal, menyangkut

hotel-hotel dan PKL-PKL bagi masyarakat kecil.

Apalagi misalnya, diakui Bapak Arief Tjahjono bahwa Jember bukan

merupakan kota tujuan utama pariwisata, hal ini tidak membuat kami untuk tidak

mengembangkan pariwisata, karena pariwisata terbukti sebagai sektor yang paling

tahan terhadap krisis di dunia. Hal itu yang menjadikan alasan untuk kita mengolah

Jember sebagai kota yang patut dilirik dan patut dikunjungi baik itu wisatawan

domestik ataupun mancanegara. Jember sebagai kota perlintasan wisatawan melalui

jalan darat, wisatawan dari arah Jogja yang mau menuju Bali melewati Surabaya,

kemudian Bromo, dari Bromo lalu kita arahkan ke Jember.20

Di sisi lain, BBJ (Bulan Berkunjung ke Jember) misalnya dipandang sebagai

upaya mengenalkan Jember untuk dikenal dan menarik para wisatawan domestik

maupun asing belum mampu secara optimal memerkenalkan seluruh potensi budaya

yang dimiliki. Di akui atau tidak, eksistensi BBJ masih bergantung pada JFC

(Jember Fashion Carnival), yang hal itu bila ditilik lebih dalam tidak mengangkat

tema-tema lokal. Fenomena itulah dapat disebut keterpelantingan budaya. Seperti

yang dikemukakan Pak Arief Tjahjono di bawah ini.

Kebetulan kurang lebih sekitar 5 tahun yang lalu ada seseorang

bernama faris ingin memperkenalkan jember dengan JFC, maka kita

membuat BBJ (bulan berkunjung jember) agar orang tau jember.

Terbukti sebelum ada BBJ jumlah pengunjung 250.000; per tahun,

sedangkan setelah diadakan JFC pada tahun 2007 jumlah pengunjung

sekitar 600.000; per tahun.21

20

Wawancara dengan Bapak Arief Tjahjono pada tanggal 3 September 2012. 21

Wawancara dengan Bapak Arief Tjahjono pada tanggal 3 Septrember 2012.

Page 51: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

51

BBJ idealnya menjadi pintu masuk dan wahana potensi ekspresi budaya

lokal dalam pengertiannya yang lebih luas. Faktanya, belum ada kelompok seni

tradisi khususnya seni tradisi ludruk. Pelaku seni tradisi ludruk “Setia Kawan”,

ludruk “Merdeka” Kencong, ludruk “Topeng Masa Baru”, dan “Sumber Lancar”

Pakusari Jember, tidak ada yang dilibatkan dalam agenda tahunan pemerintah daerah

tersebut.22

Hal itu merupakan sesuatu yang ironis karena membuktikan tidak ada

pola dan sinergitas kebijakan yang dicanangkan dengan potensi budaya lokal sebagai

penopang utama kebudayaan lokal itu sendiri.23

22

Hal tersebut dikemukakan Mak Lilik, Pak Agus, Pak Edi, dan Pak Sukamat. Mereka turut

menyesalkan mengapa itu terjadi; bahkan Pak Edi dengan nada sinis memertanyakan, apa itu BBJ?

Fenomena tersebut segera perlu dilakukan perubahan kalau tidak ingin terjadi disparitas antara

kebijakan pemerintah daerah dengan potensi budaya lokal yang ada. 23

Dalam catatan peneliti, grup-grup ludruk di Jember belum dilibatkan dalam konteks pengembangan

wisata budaya di tingkat lokal; kecuali, ludruk “Topeng Masa Baru” yang menurut Pak Edi pernah

diundang tanggapan dalam rangka pembukaan wisata Bedadung Jember .

Page 52: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

52

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Bertolak dari permasalahan penelitian, beberapa persoalan pokok strategi

pengembangan ludruk di daerah Jawa Timur bagian timur, yang mencakup

karakteristik ludruk, strategi adaptasi, dan strategi pengembangan menunjukkan sisi

penting untuk mengungkap fenomena keunikan ludruk di daerah Jawa Timur bagian

timur (wetanan). Fenomena keunikan yang dimiliki ludruk wetanan tersebut

mencakup tiga hal. Pertama, karakteristik pertunjukan ludruk wetanan yang

ditunjukkan dengan kekhasan aktor/aktris, di mana seorang aktor/aktris harus sesuai

dengan tokoh yang diperankan sesuai dengan jenis kelamin. Di daerah wetanan tidak

dikenal pemain laki-laki (waria) memerankan tokoh perempuan. Karakteristik yang

lain yaitu bahasa, bahasa yang digunakan yakni bahasa Madura dan Jawa, sesuai

dengan penanggap (lingkungan masyarakat) dan lakon yang ditampilkan.

Karateristik berikutnya, yaitu masyarakat pendukung yang terdiri atas etnik Madura

dan Jawa. Kedua, adanya strategi adaptasi yang dilakukan grup ludruk wetanan

dengan cara memberikan layanan tambahan berupa campursarian, Banyuwangian

(kendang kempul), karaoken, dan adegan roman-romanan. Ketiga, stretegi

pengembangan pertunjukan ludruk untuk wisata budaya berbasis seni tradisi

dipandang membuka peluang untuk memberikan kontribusi sosial-ekonomi pada

Page 53: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

53

pemerintah dan masyarakat lokal. Oleh karena itu, pengembangan kebijakan ke arah

hal tersebut perlu didorong secara maksimal.

6.2 Saran

Sebagai saran penelitian, perlu diperhatikan:

(1) bagi pelaku seni tradisi ludruk di daerah Jember dan Lumajang serta di

daerah lain di Jawa Timur bagian timur (Probolinggo, Bondowoso,

Situbondo, Banyuwangi), disarankan agar hasil penelitian ini dapat

dimanfaatkan untuk mengembangkan strategi adaptasi dan strategi

pengembangan grup ludruk.

(2) bagi komunitas lokal (anggota kolektif), disarankan agar banguanan

sinergitas budaya antara grup ludruk dengan masyarakat lokal dapat terjalin

dengan baik sehingga dapat memberikan manfaat positif bagi kedua belah

pihak;

(3) Bagi pengampu kebijakan, disarankan agar hasil penelitian ini dapat

dijadikan landasan bagi perumusan kebijakan dibidang kebudayaan,

khususnya dalam menyusun kebijakan pengembangan wisata budaya berbasis

seni tradisi. Ludruk merupakan salah satu genre seni tradisi yang dapat

diangkat karena memiliki keunggulan karakteristik.

21

Page 54: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

54

(4) bagi institusi akademik, disarankan agar hasil penelitian dapat menjadi titik tolak

dalam meneruskan penelitian lebih lanjut, khususnya yang focus pada kajian

ludruk sebagai kekuatan potensi lokal.

Page 55: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

55

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Muhsin dkk,.1984.Penelitian Aspek Kesusastraan Dalam Seni Ludruk Jawa

Timur.Surabaya:Depdikbud Jatim

Kembudpar.2005. Pemberdayaan Masyarakat Seni Tradisi dalam Industri

Pariwisata Budaya. http://www.budpar.go.id. Diakses 15 Maret 2011

Gall, M.D., Gall, J.P. dan Borg, W.R. 2003. Educational research. Boston: Pearson

Educational, Inc.

Hutomo, Suripan Hadi.1991. Mutiara Yang Terlupakan: Pengantar Studi sastra

Lisan. Surabaya: Hiski Komisariat Jatim

Kasemin, Kasiyanto. 1999. Ludruk Sebagai Teater Sosial: Kajian Kritis terhadap

Kehidupan, peran, dan Fungsi Ludruk sebagai Media Komunikasi. Surabaya:

Airlangga University Press

Luxemburg,J.V.,dkk.1989. Pengantar Ilmu sastra. Jakarta: Gramedia

Maryeni.2002.Bahasa Jawa Dalam Ludruk jawa Timur. Yogyakarta: UGM

(disertasi)

Peacock.1968. Rites of Modernization, Symbolic and Social Aspects of Indonesian

Proletarian Drama”. Chicago: The University of Chicago Press

Permas, A., C. Hasibuan-Sedyono, L.H. Pranoto, dan T. Saputro.2003. Manajemen

Organisasi Seni Pertunjukan. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta

Poerwanto,Mastika I Ketut, Sirajudin.2009.Model Pengembangan Pariwisata

Kawasan Jember Selatan sebagai Basis Pemberdayaan sosial Ekonomi

Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Jember. Jember: LEMLIT Universitas

Jember

Purwantini.2002. Inovasi Seni Tradisi Ludruk Jawa Timur (makalah). Surabaya:

Fak. Sastra Universitas Airlangga

Spradley, James P.1997. Metode Etnografi. Yogya: Tiara wacana

Sudikan, Setya Yuwana. 2001. Metode Penelitian sastra Lisan. Surabaya: Citra

Wacana

_____________________. 2002. Seni Pertunjukan Ludruk: Antara konvensi, Inovasi

dan Transformasi (memahami Seni Pertunjukan Tradisional Sebagai sebuah

Industri Kesenian) (Makalah). Surabaya: Fak. Sastra Universitas Airlangga

_____________________. 2004. Strategi Kebudayaan Jawa Timur ke depan.

Surabaya: Pemprov Jatim

Page 56: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

56

Supriyanto, Henri . 1984. Lakon-lakon Ludruk Di Malang. Belum diterbitkan

_______________. 1992. Lakon Ludruk Jawa Timur. Jakarta: Gramedia Widia

Sarana Indonesia

________________. 1994. Sandiwara Ludruk di Jawa Timur (Yang Tersingkir dan

Tersungkur. Jakarta: MSPI & Grasindo

_______________. 2001. Ludruk Jawa Timur: Pemaparan Sejarah , Tonel Direksi,

Manajemen, Himpunan Lakon. Surabaya: PT. Bina Ilmu

_______________. 2003. Membedah Tantangan dan Peluang Revitalisasi dan

Renovasi Sandiwara Ludruk Millenium XXI (Makalah sarasehan dan

Kepelatihan sandiwara Ludruk Se-Jawa Timur). Surabaya: Depdikbud-Jawa

Timur

________________Ed.2004.Kidungan Ludruk. Malang: Widya Wacana Indonesia

__________________.2006. Lakon Sarip Tambakyasa dalam Pertunjukan Ludruk:

Analisis Wacana Poskolonial. Disertasi PPS UNUD (tidak diterbitkan)

Susanti, Nana Riskhi.2009. ”Wanurejo, The Sense of Java: Sebuah Model

Pengembangan Desa Wisata di Indonesia. http://www.wanurejo.com diakses

17 Maret 2009

Sutarto, Ayu. 2002. Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi (Makalah).

Surabaya: Univ. Airlangga

___________.2004.”Pendekatan Kebudayaan: Wacana Tandingan untuk Mendukung

Pembangunan Provinsi Jawa Timur.” Dalam Sutarto, Ayu dan Sudikan, Setya

Yuwana.2004. Pendekatan Kebudayaan dalam Pembangunan Provinsi Jawa

Timur. Jember: Kompyawisda kerjasama dengan Pemerintah Provinsi Jawa

Timur

Suwandi.2009. “Diskusi Yogya Semesta Seri 18:Pariwisata Berbasis Budaya

Yogyakarta”. http://www.yogya.go.id. Diakses 15 Maret 2009

Taufiq, Akhmad.2006. Perlawanan Rakyat terhadap Kekuasaan Lokal dalam Lakon

Sogol Pnedekar Sumur Gemuling Ludruk Setia Kawan: Interpretasi Teks

dalam Tradisi Sastra Poskolonial. Surabaya: UNESA

_______________.2007. ”Ludruk: Antara Tragedi dan Modernisasi.” Jurnal Lepas

Paragraf edisi Peb. 2007.

Page 57: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

57

_______________.2008.” Ludruk Hadapi Masalah Regenerasi.” Dalam Antara,

tanggal 16 September 2008

______________.2011. Apresiasi Drama: Refleksi Kekuasaan dalam Teks Drama

Tradisional Ludruk. Yogyakarta: Gress Publishing

Titisnowati,Hermin.2004. Lakon Joko Sambang Pendekar Gunung Gangsir:Ludruk

Karya Budaya Mojokerto. Surabaya:UNESA (tesis)

Yunus, Firmansyah Andy.2002.Lakon Ludruk Sawunggaling Surabaya.

Surabaya:UNESA (tesis)

Wellek, Rene & Wellek, Austin. 1993. Teori Kesusastraan. Jakarta : Gramedia.

Page 58: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

58

LAMPIRAN 1

Jadwal Kegiatan

Penelitian ini dilaksanakan selama 10 (sepuluh) bulan, jadwal pelaksanaan

dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.

No. Kegiatan B u l a n

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1. Persiapan penelitian

a. Observasi awal

b. Buat instrumen penelitian

c. Susun skenario riset

2. Pelaksanaan penelitian

a. Pengumpulan data

b. Kategorisasi dan tabulasi data

c. Analisis data dan triangulasi

d.Penyusunan bahan acuan

strategi pengembangan

pertunjukan ludruk untuk

wisata budaya berbasis seni

tradisi

3. Penyusunan laporan

a. Pengetikan laporan

b. Penggandaan laporan

c. Bendel laporan

d. Pengiriman laporan

4. Pengiriman artikel pada jurnal

Nasional (terakreditasi)

5. Penyusunan Rencana Tindak

Page 59: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

59

Lanjut sampai diterbitkannya

buku panduan strategi

pengembangan pertunjukan

ludruk untuk wisata budaya

berbasis seni tradisi

Page 60: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

60

LAMPIRAN PHOTO PENELITIAN

Mak Lilik Juragan Ludruk ”Setia Kawan” Jubung Jember

Tempat penyimpanan peralatan pertunjukan Ludruk ”Setia Kawan” Jubung Jember

Page 61: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

61

Panggung pertunjukan Ludruk ”Sumber Mawar” Kreongan Jember

pada waktu pentas di RRI Jember tanggal 11 September 2012

Salah satu adegan lawakan Ludruk ”Sumber Mawar” Kreongan Jember pada waktu pentas di

RRI Jember Pada tanggal 11 September 2012

Page 62: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

62

Gambar lain adegan lawakan Ludruk ”Sumber Mawar” Kreongan Jember pada waktu pentas

di RRI Jember Pada tanggal 11 September 2012

Bapak Arief Tjahjono Kepala Kantor Pariwisata Jember

Page 63: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

63

Bu Sunariah (Juragan ludruk “Topeng Masa Baru” Sumbersari Jember

Bapak Edi (Wakil Juragan ludruk “Topeng Masa Baru” Sumbersari Jember

Page 64: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

64

II. IDENTITAS DIRI KETUA PENELITI

1.1 Nama Lengkap (dengan gelar) Akhmad Taufiq, S.S., M.Pd (L)

1.2 Jabatan Fungsional Lektor

1.3 NIP 197404192005011001

1.4 Tempat dan Tanggal Lahir Lamongan, 19 April 1974

1.5 Alamat Rumah Jalan Kaliurang, Griya Permata Kampus

Blok D-1 Jember Kode Pos: 68121

1.6 Nomor Telepon/HP 08123593169

1.7 Alamat Kantor Jalan Kalimantan 37, Kampus Tegal Boto

PBSI FKIP Universitas Jember

1.8 Nomor Telepon 0331-334988

1.9 Alamat E-mail [email protected].

1.10 Matakuliah yang diampu 1. Teori Sastra

2. Sejarah Sastra

3. Sosiologi Sastra

4. Psikologi Sastra

5. Apresiasi Drama

II RIWAYAT PENDIDIKAN

2.1 Program S-1 S-2 S-3

2.2 Nama PT Universitas Jember Universitas

Negeri Surabaya

-

2.3 Bidang Ilmu Bahasa dan Sastra

Indonesia

Pendidikan

Bahasa dan

-

Page 65: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

65

Sastra

2.4 Tahun Masuk 1992 2003 -

2.5 Tahun Lulus 1997 2006 -

2.6 Judul

Skripsi/Tesis/Disertasi

Fenomenologis

Novel Maut dan

Cinta karya Mochtar

Lubis dalam

Perspektif Sosiologi

Politik

Perlawanan

Rakyat terhadap

Kekuasaan Lokal

lakon Sogol

Pendekar Sumur

Gemuling Ludruk

“Setia Kawan”

Jember:

Interpretasi Teks

dalam Tradisi

Sastra

Poskolonial

-

2.7 Pembimbing/promotor 1. Drs.H. Marwoto

2. Drs. Christanto

P. Raharjo,

M.Hum

1. Prof. Dr. Haris

Supratno

2. Prof. Dr. Setya

Yuwana

Sudikan, M.A.

III PENGALAMAN PENELITIAN

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber Jml (Juta

Rp)

1 2004 Analisis Struktural

Cerita Rakyat Jawa

Hibah Pasca

Sarjana

90

Page 66: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

66

Timur DP2M DIKTI

2 2008 Revitalisasi Teks Sastra

Jawa Modern di Era

Reformasi

DIPA Univ.

Jember

5

3 2008 Peningkatan Pemahaman

Nilai Kabangsaan

Melalui Sastra

Multikultural

PDM DP2M

DIKTI

9,8

4 2009 Pengembangan

Pembelajaran Sastra

Poskolonial

Hibah

Bersaing

DP2M DIKTI

39,5

5 2010 Peningkatan

Kemampuan Menulis

Kalimat Baku pada

Proposal Skripsi

Mahasiswa PBSI melalui

Peer Correction

Dia Bermutu

DITNAGA

DIKTI

30

IV PENGALAMAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

No. Tahun Judul Pengabdian Pendanaan

Sumber Jml (Juta

Rp)

1 2007 Fenomena Ludruk di Jember Mandiri 2

2 2008 Eksistensi Seni Tradisi Mandiri 2

3 2009 Sastra Lisan Pesantren dan

Perkembangannya

Mandiri 2

Page 67: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

67

4 2011 Kontestasi Perempuan dalam Seni

Tradisi

Mandiri 2

5 2011 Tubuh Estetik dalam Fenomena

Sastra dan Budaya

Mandiri 2

V PENGALAMAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH DALAM JURNAL

No. Tahun Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor Nama Jurnal

1 2007 Ludruk: Antara Tragedi dan

Modernisasi

Edisi Pebruari Lepas Paragraf

2 2008 Sastra Poskolonial:

Resistensi Teks terhadap

Praktik Kolonisasi

Edisi Januari Jurnal IPS

FKIP Univ.

Jember

(terakreditasi)

3 2008 Dinamika Teks Sastra

Multikultural: Revitalisasi

Nilai dalam Dimensi

Kebangsaan.

Edisi 2 bulan

September

Jurnal Kultur,

Puslit Budaya

LEMLIT Univ.

Jember

4 2010 Konstruksi Politik Tubuh

dalam Teks Sastra

Poskolonial

Edisi bulan Juni Jurnal

Atavisme-Balai

Bahasa

Surabaya

(terakreditasi

nasional)

VI PENGALAMAN PENULISAN BUKU

No. Tahun Judul Buku Jumlah

Halaman

Penerbit

Page 68: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

68

1 2011 Apresiasi Drama: Refleksi

Kekuasaan dalam Teks

Drama Tradisional Ludruk

152+ xi

ISBN 978-602-

96828-3-0

Gress

Publishing,

Yogyakarta

2 2010 Sastra Poskolonial: Teori,

Analisis Teks, dan

Pembelajaran

175+ xii

ISBN 979-

8176-93-6

Jember

University

Press

3 2010 Kupeluk Kau di Ujung Ufuk 80 + ix

ISBN 978-602-

96829-1-5

Gress

Publishing,

Yogyakarta

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam data ini adalah benar dan

dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari dijumpai

ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.

Demikian biaodata ini dibuat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu

persyaratan dalam pengajuan Hibah Penelitian Strategis Nasional.

Jember, 10 Desember 2012

Peneliti,

(Akhmad Taufiq, S.S., M.Pd.)

Page 69: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

69

II IDENTITAS DIRI ANGGOTA PENELITI

1.1 Nama Lengkap (dengan gelar) Dr. Sukatman, M.Pd (L)

1.2 Jabatan Fungsional Lektor Kepala /Iva

1.3 NIP 19641231995121001

1.4 Tempat dan Tanggal Lahir Blitar, 23 Januari 1964

1.5 Alamat Rumah Jalan Mundu Raya 10 Patrang-Jember

1.6 Nomor Telepon/HP 081336405975

1.7 Alamat Kantor Jalan Kalimantan 37, Kampus Tegal Boto

PBSI FKIP Universitas Jember

1.8 Nomor Telepon 0331-334988

1.9 Alamat E-mail [email protected]

1.10 Matakuliah yang diampu 1. Teori Sastra

2. Sejarah Sastra

3. Pragmatik

4. Folklor

II RIWAYAT PENDIDIKAN

2.1 Program S-1 S-2 S-3

2.2 Nama PT Universitas Negeri

Malang

Universitas Negeri

Malang

Universitas

Negeri Malang

2.3 Bidang Ilmu Pend. Bahasa dan

Sastra Indonesia

Pend. Bahasa dan

Sastra Indonesia

Pend. Bahasa dan

Sastra Indonesia

2.4 Tahun Masuk 1985 1990 2003

2.5 Tahun Lulus 1989 1992 2006

2.6 Judul Korelasi antara Nilai Kultural Teka-teki Jawa

Page 70: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

70

Skripsi/Tesis/Disertasi Pengetahuan Prosa

Fiksi dengan

Kemampuan Apresiasi

Cerpen Siswa SMA

Muhammadiyah

Malang

Edukatif dalam

Peribahasa

Indonesia: Kajian

Folklor Lisan

dalam Tradisi

Lisan Jawa

Timur: Kajian

Etnografi

2.7 Pembimbing/promotor Dr. Soedjiono

Prof. Dr. Rumbilin

Soepadi

Prof. Dr. Imam

Syafi’ie

III PENGALAMAN PENELITIAN

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber Jml (Juta

Rp)

1 2000 Sufisme Jawa dalam

Naskah ”Serat Dayat

Jati” dari Desa

Gunungsari-Puger-

Jember

LITDAS

Universitas

Jember

20

2 2000 Nilai-nilai Kepribadian

dalam Peribahasa

Indonesia

DIPA Univ.

Jember

5

3 1999 Upaya Meningkatkan

Kualitas Pembelajaran

Dibiayai

Dana PTK

15

Page 71: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

71

Menyimak dan Menulis

dengan Memanfaatkan

Gambar Berseri di

Sekolah Menengah

Pertama.

Dirjendikti

4 1999 Tindak Tutur

Persembahan dalam

Bahasa Indonesia:

Telaah Bentuk dan

Fungsinya..

DIPA

Universitas

Jember

5

IV PENGALAMAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

No. Tahun Judul Pengabdian Pendanaan

Sumber Jml (Juta

Rp)

1 2011 Pengembangan Pembelajaran Sastra

di Sekolah

Mandiri 3

2 2010 Folklor dan Eksistensi Budayai Mandiri 2

3 2009 Teki-teki Jawa dan Pengembangan

Kecerdasan Anak

Mandiri 1

4 2008 Mantra Maling sebagai Fenomena

Budaya

Mandiri 2

Page 72: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

72

V PENGALAMAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH DALAM JURNAL

No. Tahun Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor Nama Jurnal

1 2005 Menguji Hipotesis Sapir-

Whorf dengan Media Teka-

teki Jawa

Edisi Juni Lingua Franca

PBSI FKIP

Universitas

Jember

2 2005 Sketsa Peristiwa Sosial-

Politik Indonesia Menurut

Ramalan Ahli Nujum

dalam Tradisi Lisan Jawa

Edisi September

2005.

Jurnal Ilmu

Pengetahuan

Sosial FKIP

Univ. Jember

3 2007 Aspek Sosiologis Teka-teki

Jawa dalam Tradisi Lisan

Jawa Timur

Edisi Januari Jurnal Ilmu

Pengetahuan

Sosial

Terakreditasi

4 2008 Mantra Maling dalam

Tradisi Lisan Masyarakat

Jawa Timur

Edisi Oktober Jurnal IPS

FKIP Univ.

Jember

(terakreditasi)

VI PENGALAMAN PENULISAN BUKU

No. Tahun Judul Buku Jumlah

Halaman

Penerbit

1 2009 Butir-butir Tradisi Lisan

Indonesia: Pengantar Teori

342

ISBN 979-26-

Laksbang,

Yogyakarta

Page 73: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

73

dan Pembelajarannya 8514-6

2 2010 Teka-teki Jawa sebagai

Warga Tradisi Lisan Dunia

377

ISBN 979-26-

8515-4

Laksbang,

Yogyakarta

3 2011 Mitos dalam Tradisi Lisan

Nusantara

238

ISBN 978-602-

8035-65-1

CSS Jember

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam data ini adalah benar dan

dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari dijumpai

ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.

Demikian biodata ini dibuat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu

persyaratan dalam pengajuan Hibah Penelitian Strategis Nasional.

Jember, 10 Desember 2012

Peneliti,

(Dr. Sukatman, M.Pd.)

Page 74: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

74

ABSTRAK

Judul : Strategi Pengembangan Pertunjukan Ludruk di Daerah Jawa Timur

Bagian Timur untuk Wisata Budaya Berbasis Seni Tradisi

Peneliti : Akhmad Taufiq, S.S., M.Pd. dan Dr. Sukatman, M.Pd

Penelitian ini bertolak dari fenomena pertunjukan ludruk di daerah Jawa

Timur bagian timur yang akhir-akhir mengalami stagnasi. Stagnasi itu ditunjukkan

dengan belum adanya kemajuan yang cukup positif terkait dengan eksistensi

pertunjukan ludruk sebagai bagian dari seni tradisi. Bahkan, dapat dikatakan

mengalami kemunduran dari para peminatnya, meskipun tidak dapat disebut mati.

Padahal, bila dilihat secara saksama ludruk di daerah Jawa Timur bagian timur,

yakni di daerah Jember dan Lumajang memiliki karakteristik tersendiri yang

membedakan dengan ludruk kulonan. Karakteristik itu merupakan potensi lokal yang

penting untuk diperhatikan dan dikembangkan secara lebih memadai. Salah satu

upaya pengembangan itu adalah menjadikannya sebagai kekuatan wisata budaya

berbasis seni tradisi. Pertunjukan ludruk di daerah Jawa Timur bagian timur (Jember

dan Lumajang) memenuhi kategori ini. Oleh karena itu, dalam penelitian ini disusun

rumusan masalah yang dapat menjawab fenomena pertunjukan ludruk sebagai seni

tradisi, yang mencakup karakteristik pertunjukan ludruk, strategi adaptasi, dan

strategi pengembangannya sebagai wisata budaya berbasis seni tradisi.

Selanjutnya terkait dengan metode penelitian, penelitian ini merupakan

penelitian pengembangan (research and development), yang dirancang untuk

menghasilkan formulasi strategi pengembangan yang terkait dengan wisata budaya

berbasis seni tradisi. Rancangan penelitian pengembangan tersebut selanjutnya

dikolaborasikan dengan metode penelitian deskriptif kualitatif untuk

mendeskripsikan fenomena pertunjukan ludruk sebagai seni tradisi. Rancangan

penelitian yang bersifat kolaboratif ini dipilih dengan alasan agar peneliti dapat

mencapai target maksimal, baik dalam penggalian data, deskripsi data, dan proses

formulasi pengembangannya. Secara khusus terkait dengan teknik pengumpulan

data. Data itu diperoleh dengan teknik wawancara etnografis yang menuntut peneliti

untuk terlibat dalam aktivitas informan.

Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa (1) ditemukan karakteristik ludruk

daerah Jawa Timur bagian timur, yang mencakup karakteristik aktor/aktris, lakon,

bahasa yang dipakai dalam pertunjukan, dan karakteristik masyarakat pendukung;

(2) ditemukan strategi adaptasi grup ludruk dalam rangka menjaga kelangsungan

eksistensinya dengan cara menyelipkan beberapa menu tampilan lain di sela-sela

pertunjukan, misalnya campursari, kendang kempul, karaokean, dan adegan-adegan

roman-romanan; (3) bahwa strategi pengembangan pertunjukan ludruk untuk wisata

budaya berbasis seni tradisi mampu membuka peluang dan memberikan kontribusi

sosial-ekonomi bagi pemerintah dan masyarakat di tingkat lokal.

Page 75: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

75

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENELITIAN STRATEGI NASIONAL 2012

1. Judul Penelitian : Strategi Pengembangan Pertunjukan Ludruk di Daerah

Jawa Timur Bagian Timur untuk Wisata Budaya

Berbasis Seni Tradisi

2. Bidang Penelitian : Seni Budaya/ Industri Kreatif

3. Ketua Peneliti :

a. Nama Lengkap : Akhmad Taufiq, S.S., M.Pd.

b. Jenis Kelamin : L

c. NIP : 197404192005011001

d. Jabatan Struktural : Sekretaris Puslit Budaya dan Pariwisata Lemlit

Univ.Jember

e. Jabatan fungsional : Lektor

f. Fakultas/Jurusan : FKIP/ Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

g. Pusat Penelitian : Seni Pertunjukan/ Sastra

h. Alamat : Jl. Kalimantan No. 37 Kampus Tegal Boto

Universitas Jember

i. Telpon/Faks : 0331-334988

j. Alamat Rumah : Jl. Kaliurang, Griya Permata Kampus Blok D No. 1

Jember

k. Telepon/Faks : 08123593169

l. E-mail : [email protected].

4. Jumlah Anggota : 1 (satu) orang

a. Nama Anggota I : Dr. Sukatman, M.Pd.

5. Lokasi Penelitian : Jember dan Lumajang

6. Jangka Waktu Penelitian : 2 (dua) tahun

7. Jumlah Biaya Tahun I : Rp. 75.000.000,00

Jember, 18 Desember 2012

Mengetahui,

Dekan, Ketua Peneliti

Prof. Dr. Sunardi, M.Pd. Akhmad Taufiq, S.S., M.Pd.

NIP.195405011983031005 NIP 197404192005011001

Menyetujui,

Ketua Lembaga Penelitian

Prof. Ir.Achmad Subagio, M.Agr., Ph.D.

NIP 196905171992011001

Page 76: LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb.+Ludruk+baru

76

LAPORAN PENELITIAN HIBAH STRATEGIS NASIONAL 2012

TEMA:

Seni dan Budaya/ Industri Kreatif

JUDUL PENELITIAN

STRATEGI PENGEMBANGAN PERTUNJUKAN LUDRUK DI DAERAH JAWA TIMUR BAGIAN TIMUR UNTUK

WISATA BUDAYA BERBASIS SENI TRADISI

Peneliti 1. Akhmad Taufiq, S.S., M.Pd. (ketua)

2. Dr. Sukatman, M.Pd. (anggota)

Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan skim Penelitian Stranas dengan sumber dana DIPA DP2M Dirjend Dikti Kemendikbud Nomor: 0541/023-04.1.01/00/2012 tanggal 09 Desember 2011

UNIVERSITAS JEMBER

LEMBAGA PENELITIAN DESEMBER 2012

Seni dan Budaya/

Industri Kreatif