laporanfarmakologi 1

30
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI I PERCOBAAN 1 PENANGANAN HEWAN PERCOBAAN DAN KONVERSI DOSIS Kelompok 7-B Akmal Yuliandi Pratama (10060312030 ) Riri Indri Septiani (10060312033 ) M. Azril Aidineka Jaelani (10060312034 ) Taufik Nugraha Esa (10060312035 ) Chyntia Karimah (10060312037 ) Asisten: Faza Shalihah, S.farm Tanggal Praktikum: 22 September 2014

Upload: riri-indri-septiani

Post on 26-Dec-2015

39 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

laporan farkol

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORANFARMAKOLOGI 1

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI I

PERCOBAAN 1

PENANGANAN HEWAN PERCOBAAN DAN KONVERSI DOSIS

Kelompok 7-B

Akmal Yuliandi Pratama (10060312030)

Riri Indri Septiani (10060312033)

M. Azril Aidineka Jaelani (10060312034)

Taufik Nugraha Esa (10060312035)

Chyntia Karimah (10060312037)

Asisten: Faza Shalihah, S.farm

Tanggal Praktikum: 22 September 2014

Tanggal Laporan: 29 September 2014

LABORATORIUM TERPADU FARMASI UNIT D

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2014

Page 2: LAPORANFARMAKOLOGI 1

PERCOBAAN 1

PENANGANAN HEWAN PERCOBAAN DAN KONVERSI DOSIS

PERCOBAAN DAN KONVERSI DOSIS

I. TUJUAN PERCOBAAN

Mengetahui karakteristik hewan-hewan percobaan yang lazim digunakan dalam

percobaan

Memperlakukan dan menangani hewan percobaan seperti mencit, tikus, kelinci

dan marmot untuk percobaan farmakologi dengan baik

Menghitung konversi dosis antar spesies

II. TEORI

Keanekaragaman jenis hayati (hewan percobaan) yang dimiliki ataupun yang

dipakai sebagai Animal model oleh suatu laboratorium medis baik itu dibidang farmasi,

phisiologi, ekologi, mikrobiologi, virologi, radiobiologi, kanker, biologi dan sebagainya

di negara manapun merupakan suatu "modal dasar" dan "model hidup" yang mutlak

dalam berbagai kegiatan penelitian (riset). Secara definitip hewan percobaan adalah

yang digunakan sebagai alat penilai atau merupakan "model hidup"dalam suatu

kegiatan penelitian atau pemeriksaan laboratorium baik medis maupun non medis

secara in vivo.

Di dalam hal keikutsertaan dan pemanfaatannya bagi pengembangan sains dan

teknologi, kebutuhan akan sumber hayati ini (hewan percobaan) makin hari makin

meningkat terutama untuk kepentingan riset biomedis maupun pendidikan baik di

dalam maupun di luar negeri. Bahkan secara nasional negara kita adalah salah satu

negara pensuplai kebutuhan tersebut (misalnya kera). Dipihak lain belum banyak usaha

yang terpadu & programatis dalam penanganan hewan percobaan baik dalam kwalitas

maupun kwantitas, kecuali pada pihak yang benar-benar mengerti dan sadar akan

kepentingan ini. (Brown, 2005).

Page 3: LAPORANFARMAKOLOGI 1

Pengelolaan Hewan Percobaan Pada dasamya pengelolaan hewan percobaan

dititik beratkan pada (Kumar,2005):

1. Kondisi bangunan

Persyaratan ini sangat menentukan kondisi hewan percobaan, karena bentuk,

ukuran serta bahan yang dipakai merupakan elemen dalam physical environment bagi

hewan percobaan. Bangunan harus dirancang sedemikian rupa sehingga hewan dapat

hidup dengan tenang, tidak terlalu lembab, dapat menghasilkan peredaran udara yang

baik, suhu cocok, ventilasi lengkap dengan insect proof screen (kawat nyamuk)

(Kumar,2005).

2. Sanitasi

Dari bangunan tersebut diambil manfaatnya dengan dapat terselenggaranya

sistem sanitasi yang baik, sestim drainase yang baik, tersedianya fasilitas desinfektan,

misalnya dengan jalan menempatkan tempat khusus yang berisi desinfektan (lysol 35%)

atau disebut dengan Foot baths. Sanitasi kandang atau peralatan lainnya dilakukan

dengan teratur. Di samping itu bagi tenaga pengelola perlu mengenakan lab jas

(Protective clothing) atau peralatan proteksi lainnya seperti masker dan sebagainya.

Peralatan sanitasi lainnya seperti halnya autoclave pembakar bangkai, fumigator bahkan

fasilitas shower dan toilet bila perlu diusahakan ada (kumar,2005).

3. Tersedianya makanan

Tersedianya makanan hewan percobaan yang nitritiv dan dalam jumlah yang

cukup. Penyimpanannya harus baik, terhindar dari lingkungan yang lembab, diusahakan

bebas dari insekta atau hewan penggerek lainnya, karena dengan adanya ini dapat

merupakan petunjuk adanya kerusakan bahan makanan hewan dan sebagai usaha

pencegahannya adalah makanan ditempatkan dalam kantong-kantong plastik yang

waterproof, bila perlu dalam kondisi anaerob (dengan menggunakan vaccum pump) dan

tertutup rapat. Bentuk makanan bila perlu diusahakan berbentuk pellet (cetakan seperti

pil atau berbentuk silinder) dengan diameter tertentu tergantung macam hewannya.

Keuntungannya adalah dapat disimpan lama (lebih-lebih bila anaerob), makanan bisa

habis termakan (dibandingkan bila dalam bentuk mess atau powder) serta kontrol

terhadap makanan yang dimakan lebih mudah (kumar,2005).

Page 4: LAPORANFARMAKOLOGI 1

4. Kebutuhan air

Kebutuhan air dapat diperoleh dengan mudah dan lancar dan usahakan tidak

terlalu tinggi kandungan mineralnya serta bersih (Kumar, 2005).

5. Sirkulasi udara

Adanya sistim ventilasi yang baik, sirkulasi udara dapat diatur lebih-lebih bila

dipasang exhaust fan (Kumar, 2005).

6. Penerangan

Penerangan diperlukan sekali terutama dalam pengaturan proses reproduksi

hewan Haruster, karena siklus estrus (siklus reproduksinya) sangat tergantung oleh

penerangan dan bila tidak terdapat penerangan akan menyebabkan terhambatnya proses

reproduksi (Kumar,2005)

7. Kelembaban dan temperatur ruangan

8. Keamanan

Maksud dari pada keamanan ini adalah menjaga jangan sampai terjadi infeksi

penyakit baik yang berasal dari hewan maupun manusia. Sehingga sebagai usaha

pencegahan tidak diperkenankan semua orang keluar masuk ruangan hewan (lebih-lebih

bila hewannya adalah bebas kuman atau yang disebut dengan Germ Free Animals tanpa

suatu keperluan apapun (Kumar,2005).

9. Training/kursus bagi personil

Dalam program pemeliharaan hewan percobaan diperlukan tenaga yang terlatih

dan berpengalaman yang cukup, karena ilmu yang menyangkut hewan percobaan dapat

melibatkan banyak aspek ilmu, sehingga diperlukan sekali adanya kursus baik tenaga

administrasi maupun tenaga teknis (Kumar,2005).

Cara Pemberian Obat (Rote of Drug Administration)

Cara pemberian obat adalah satu-satunya pengetahuan asli milik farmakologi.

Perbedaan cara pemberian sangat penting dalam penentuan efek yang diharapkan. Ada

obat yang hanya berkhasiat apabila disuntikkan dan tidak memberikan efek bila

diminum Karena itu cara pemberian obat ditentukan oleh jenis obat Kondisi penderita

(sadar, tidak sadar, koperatif, dan sebagainya) dan kondisi penyakit (perlu efek segera

atau tidak). Aplikasi Lokal Efek lokal diperoleh dengan membubuhkan obat pada kulit

Page 5: LAPORANFARMAKOLOGI 1

atau mukosa, dan dalam beberapa hal dengan penyuntikan di daerah atau rongga

tertentu. Obat yang larut dalam air tidak diserap oleh kulit utuh. Obat yang dilarutkan

dalam minyak dapat diserap oleh kulit, dan bila penyerapan cukup besar, akan terjadi

efek sistemik bahkan keracunan. Kulit yang tidak utuh memperbesar penyerapan dan

perlu mendapat perhatian (Setiawati,1995).

Pada umumnya, obat mudah diserap dari mukosa mata, hidung, tenggorokan,

bawah lidah, rektum, saluran pernafasan dan saluran kemih kelamin. Karena itu perlu

disadari, bahwa pemberian lokal dapat menimbulkan efek sistemik sampai keracunan

(Setiawati, 1995).

Pemberian sistemik Pemberian obat melalui mulut disebut per oral atau per os

merupakan cara pemberian yang paling banyak dilakukan. Keuntungan cara per os

adalah murah, mudah, enak dan menyenangkan serta paling aman karena lebih mudah

ditolong. Pertolongan yang diberikan ketika keracuanan akut timbul adalah dengan

merangsang muntah, bilas lambung, pemberian penawar dan pemberian pencahar untuk

mengurangi penyerapan. Pertolongan demikian dapat dilakuka, karenaa penyerapan

obat per os memerlukan waktu yang relative lama. Kerugiannya adalah tidak mungkin

diberikan jika penderita tidak sadar, muntah-muntah, sebagian obat memberikan rasa

mual dan nyeri lambung atau dirusak oleh asam lambung. Selain itu, isi lambung juga

mempengaruhi keteraturan atau kecepatan penyerapan obat. Adakalanya cara per oral

juga digunakan pada obat yang berefek lokal pada saluran cerna seperti laksan

(pencahar), digestan, antacid non-sistemik dan sebagainya. (Mulkam Y.L., Rizali H.N.,

1993)

Cara Pemberian Obat Parenteral

Cara pemberian obat prenteral adalah sebagai berikut :

1. Subkutan atau di bawah kulit (s.c.), yaitu disuntikkan ke dalam tubuh melalui

bagian yang sedikit lemaknya dan masuk ke dalam jaringan di bawah kulit; volume

yang diberikan tidak lebih dari 1 ml. Sediaan harus memenuhi krtiteria tertentu, seperti

berikut : Larutan sebaiknya isotonis dan iso hidris; Larutan yang sangat menyimpang

isotonisnya dapat menimbulkan rasa nyeri atau nekrosis dan absorpsi zat aktif tidak

optimal; Onset of action obat berupa larutan dalam air lebih cepat daripada sediaan

Page 6: LAPORANFARMAKOLOGI 1

suspensi; Determinan kecepatan absorbsi ialah total luas permukaan tempat terjadinya

penyerapan; Absorpsi obat dapat diperlambat dengan menambahkan adrenalin ( cukup

1 :100.000-200.000) yang menyebabkan konstriksi pembuluh darah lokal, sehingga

difusi obat tertahan diperlambat. Contoh injeksi Lidocaine Adrenalin untuk cabut gigi.

Sebaliknya, absorpsi obat dapat dipercepat dengan penambahan hyluronidase, yaitu

suatu enzim yang memecah mukopolisakarida dari matriks jaringan yang menyebabkan

penyebaran dipecepat. Bila ada infeksi, maka bahaya lebih besar daripada penyuntikan

ke dalam pembuluh darah karena pada pemberian subkutan mikroba menetap di

jaringan dan membentuk abses (Sulaksono,1992).

2. intramuskular (i.m.), yaitu disuntikkan ke dalam jaringan otot, umumnya di

otot pantat atau paha. Syarat-sayarat yang harus dipenuhi sediaan adalah sebagai berikut

: Sediaan dalam bentuk larutan lebih cepat diabsorpsi daripada suspensi pembawa

minyak atau air; Larutan sebaiknya isotonis; Onset bervariasi tergantung besar kecilnya

partikel; Sediaan dapat berupa larutan, emulsi atau suspensi; Zat aktif bekerja lambat

(preparat devo) serta mudah terakumulasi, sehingga dapat menimbulkan keracunan;

Volume sediaan umumnya 2 ml sampai 20 ml dapat disuntikkan ke dalam otot dada,

sedangkan volume yang lebih kecil disuntikkan ke dalam otot-otot lain. Contohnya

adalah penicillin G 3.000.000 unit, injeksi antitetanus 10.000 atau 20.000 unit, injeksi

vitamin B kompleks (Sulaksono,1992).

3. Intravena (i.v.), yaitu disuntikkan ke dalam pembuluh darah. Syaratnya

adalah sebagai berikut : Larutan dalam volume kecil (dibawah 5 ml) sebaiknya isotonis

dan isohidris, sedangkan volume besar (infuse) harus isotonis dan isohidris; Tidak ada

fase absorpsi, Obat langsung masuk ke dalam vena; Onset of action segera; Obat

bekerja paling efisien; Bioavaibilitas 100%; Obat harus dalam larutan air, bila emulsi

lemak partikel minyak tidak boleh lebih besar dari ukuran partikel eritrosit; Sedian

suspensi tidak dianjurkan; Larutan hipertonis disuntikkan secara lambat, sehingga sel-

sel darah tidak banyak berpengaruh; Zat aktif tidak boleh merangsang pembuluh darah,

sehingga menyebabkan hemolisa seperti saponin, nitrit, dan nitrobenzol; Sediaan yang

diberikan umumnya sediaan sejati; Adanya partikel dapat menyebabkan emboli; Pada

pemberian dengan volume 10 ml atau lebih, sekali suntik harus bebas pirogen.

Page 7: LAPORANFARMAKOLOGI 1

Contohnya, injeksi ampicilin 500 mg, 1 gram, infuse Sodium chloride 0,9 % 25 ml, 50

ml, 500 ml (Sulaksono,1992).

4. Cara pemberian Parenteral lainnya :

a. Intraspinal, yaitu disntukkan ke dalam sumsum tulang belakang. Syaratnya :

larutan harus isotonis dan isohidris, bila digunakan sebagai anestesi larutan harus

hipertonis. Contoh sediaannya yaitu injeksi Xylocain heavy 0,5% 2 ml (Buvicaine

HCl).

b. Peritonial, yaitu kateter dimasukkan ke dalm rongga perut dengan operasi untuk

tempat memasukkan cairan steril CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialisis).

Syaratnya yaitu : larutan harus hipertonis; zat aktif harus diabsorpsi dengan cepat;

volume diberikan dalam jumlah besar (1 atau 2 liter); Infeksi mudah terjadi karena

pemakaian yang terus menerus dan penanganan yang tidak steril; Biasa sebagai cuci

darah dengan cara CAPD. Contohh sediaannya infuse dianeal 1,5% atau 2,5% 2 liter.

c. Intraartikular, yaitu disuntikkan ke dalam sendi. Syaratnya yaitu larutan harus

isotonis dan isohidris. Contoh sediaan injeksi Kenacort A 10 mg/ml amp 5 ml.

d. Intradermal, yaitu disuntikkan ke dalam kulit. Syarat-syarat sediaan ini yaitu :

Larutan sebaiknya isotonis dan isohidris; Volume yang disuntikkan kecil, antara 0,1

hingga 0,2 ml; Biasa sebagai diagnostik Mantoux tes atau tes alergi. Contohnya yaitu

tes alergi antibiotik 1 ml, injeksi Kenacort A 10 mg/ml amp 5 ml.

(Sulaksono,1992))

Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika dengan Proses Penyerapan Obat

Cara pemberian obat melalui oral (mulut), sublingual (bawah lidah), rektal

(dubur) dan parenteral terteral tertentu, seperti melalui intradermal, intramuskular,

subkutan dan intraperitonial, melibatkan proses penyerapan obat yang berbeda-beda.

Pemberian secara parenteral yang lain, seperti melalui intravena, intraarteri, intraspinal

dan intraserebral, tidak melibatkan proses penyerapan, obat langsung masuk ke

peredaran darah dan kemudian menuju sisi reseptor (receptor cite). Cara pemberian

yang lain adalah secara inhalasi melalui hidung dan secara setempat melalui kulit atau

mata.

Proses penyerapan merupakan dasar penting dalam menentukan aktivitas farmakologis

Page 8: LAPORANFARMAKOLOGI 1

obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses penyerapan akan mempengaruhi

aktivitas obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan. Penyerapan Obat Melalui

Saluran Cerna, Pada pemberian secara oral, sebelum obat masuk ke peredaran darah

dan didistribusikan ke seluruh tubuh, terlebih dahulu mengalami proses penyerapan

pada saluran cerna (Brown,2005).

Absorosi, Distribusi dan Ekskresi Obat

Kebanyakan obat diberikan secara oral, sehingga obat harus lewat melalui

dinding usus untuk dapat memasuki aliran darah. Proses absorpsi ini dipengaruhi oleh

banyak faktor, tetapi biasanya sebanding dengan kelarutan obat di dalam lemak.

Sehingga, absorpsi obat yang tak terionkan adalah disangga karena obat adalah jauh

lebih mudah larut dalam lipid daripada yang terionkan (BH+) dan dikelilingi oleh kulit

molekul air. Obat yang diabsorpsi sebagian besar pada usus halus karena permukaannya

luas. Ini terjadi untuk obat yang bersifat asam lemah (misalnya aspirin), yang tidak

terionkan dalam HCl pada lambung. Obat diabsorpsi dari saluran pencernaan memasuki

gerbang sirkulasi dan secara ekstensif ada yang dimetabolisme karena melewati hati

(melewati metabolisme pertama).

Obat-obat yang cukup larut di dalam lemak siap diabsorpsi secara oral dan

dengan cepat didistribusikan seluruhnya oleh air kompartmen badan. Banyak obat yang

bebas berikatan dengan albumin plasma, dan bentuk kesetimbangan diantara ikatan

protein dan obat bebas dalam plasma. Obat yang berikatan dengan protein plasma yang

terkurung dalam system vaskular dan tidak dapat menimbulkan efek farmakologi.

Distribusi didalam tubuh terjadi ketika jangkauan obat di dalam tubuh. Kemudian

menembus jaringan untuk memberkan aksi.Waktu paruh (t1/2), adalah waktu yang

dibutuhkan obat untuk mencapai konsentrasi separuh dari konsentrasi awalnya.

Ekskresi renal akhirnya bertanggung jawab untuk eliminasi obat paling banyak. Obat

ada yang terdapat dalam filtrate glumerulus, namun obat yang larut dalm lipid akan

dibsorpsi kembali pada tubulus renal secara difusi pasif (Michael J. Neal, 2002).

Obat merupakan kumpulan zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup

setiap manusia yang mengkonsumsinya dan akan melewati mekanisme kerja dari mulai

Page 9: LAPORANFARMAKOLOGI 1

bagaimana obat itu diabsorpsi, didistribusikan, mengalami biotransformasi dan akhirnya

harus ada yang diekskresikan.

Absorpsi Obat Dalam Tubuh, Absorpsi merupakan proses penyerapan obat dari

tempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses. Pada klinik

pemberian obat yang terpenting harus mencapai bioavaibilitas yang menggambarkan

kecepatan dan kelengkapan absorpsi sekaligus metabolisme obat sebelum mencapai

sirkulasi sistemik.Hal ini penting, karena terdapat beberapa jenis obat tidak semua yang

diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik, namun akan

dimetabolisme oleh enzim didinding usus pada pemberian oral atau dihati pada lintasan

pertamanya melalui organ- organ tersebut.

Adapun faktor- faktor yang dapat mempengaruhi bioavaibilitas obat pada

pemberian oral, antara lain (Katzung,2004):

Faktor Obat Sifat- sifat fisikokimia seperti stabilitas pH lambung, stabilitas

terhadap enzim pencernaan serta stabilitas terhadap flora usus, dan bagaimana

formulasi obat seperti keadaan fisik obat baik ukuran partikel maupun bentuk kristsl/

bubuk dll.

Faktor Penderita Bagaimana pH saluran cerna, fungsi empedu, kecepatan pengosongan

lambung dari mulai motilitas usus, adanya sisa makanan, bentuk tubuh, aktivitas fisik

sampai dengan stress yang dialami pasien. Interaksi dalam absorpsi di saluran cerna

Adanya makanan, perubahan pH saluran cerna, perubahan motilitas saluran cerna,

perubahan perfusi saluran cerna atau adanya gangguan pada fungsi normal mukosa

usus. Keanekaragaman jenis hayati (hewan percobaan) yang dimiliki ataupun yang

dipakai sebagai Animal model oleh suatu laboratorium medis baik itu dibidang farmasi,

phisiologi, ekologi, mikrobiologi, virologi, radiobiologi, kanker, biologi dan sebagainya

di negara manapun merupakan suatu "modal dasar" dan "model hidup" yang mutlak

dalam berbagai kegiatan penelitian (riset). Secara definitip hewan percobaan adalah

yang digunakan sebagai alat penilai atau merupakan "model hidup"dalam suatu

kegiatan penelitian atau pemeriksaan laboratorium baik medis maupun non medis

secara in vivo.

Page 10: LAPORANFARMAKOLOGI 1

Di dalam hal keikutsertaan dan pemanfaatannya bagi pengembangan sains dan

teknologi, kebutuhan akan sumber hayati ini (hewan percobaan) makin hari makin

meningkat terutama untuk kepentingan riset biomedis maupun pendidikan baik di

dalam maupun di luar negeri. Bahkan secara nasional negara kita adalah salah satu

negara pensuplai kebutuhan tersebut (misalnya kera). Dipihak lain belum banyak usaha

yang terpadu & programatis dalam penanganan hewan percobaan baik dalam kwalitas

maupun kwantitas, kecuali pada pihak yang benar-benar mengerti dan sadar akan

kepentingan ini.

Cara Pemberian Obat (Rote of Drug Administration)

Cara pemberian obat adalah satu-satunya pengetahuan asli milik farmakologi.

Perbedaan cara pemberian sangat penting dalam penentuan efek yang diharapkan. Ada

obat yang hanya berkhasiat apabila disuntikkan dan tidak memberikan efek bila

diminum. Karena itu cara pemberian obat ditentukan oleh (Setiawati,1995):

a. Jenis obat

Kondisi penderita (sadar, tidak sadar, koperatif, dan sebagainya) kondisi

penyakit (perlu efek segera atau tidak).

b. Aplikasi Lokal

Efek lokal diperoleh dengan membubuhkan obat pada kulit atau mukosa, dan

dalam beberapa hal dengan penyuntikan di daerah atau rongga tertentu. Obat

yang larut dalam air tidak diserap oleh kulit utuh. Obat yang dilarutkan dalam

minyak dapat diserap oleh kulit, dan bila penyerapan cukup besar, akan

terjadi efek sistemik bahkan keracunan. Kulit yang tidak utuh memperbesar

penyerapan dan perlu mendapat perhatian. pada umumnya, obat mudah

diserap dari mukosa mata, hidung, tenggorokan, bawah lidah, rektum, saluran

pernafasan dan saluran kemih kelamin. Karena itu perlu disadari, bahwa

pemberian lokal dapat menimbulkan efek sistemik sampai keracunan.

c. Pemberian sistemik

Pemberian obat melalui mulut disebut per oral atau per os merupakan cara

pemberian yang paling banyak dilakukan. Keuntungan cara per os adalah

murah, mudah, enak dan menyenangkan serta paling aman karena lebih

Page 11: LAPORANFARMAKOLOGI 1

mudah ditolong. Pertolongan yang diberikan ketika keracuanan akut timbul

adalah dengan merangsang muntah, bilas lambung, pemberian penawar dan

pemberian pencahar untuk mengurangi penyerapan. Pertolongan demikian

dapat dilakuka, karenaa penyerapan obat per os memerlukan waktu yang

relative lama. Kerugiannya adalah tidak mungkin diberikan jika penderita

tidak sadar, muntah-muntah, sebagian obat memberikan rasa mual dan nyeri

lambung atau dirusak oleh asam lambung. Selain itu, isi lambung juga

mempengaruhi keteraturan atau kecepatan penyerapan obat. Adakalanya cara

per oral juga digunakan pada obat yang berefek lokal pada saluran cerna

seperti laksan (pencahar), digestan, antacid non-sistemik dan sebagainya.

(Mulkam Y.L., Rizali H.N., 1993)

III. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah Kandang hewan restriksi, alat

suntik dan Sonde oral.Bahan yang digunakan adalah sampel obat A dan B, NaCl

fisiologis, aquadest. Dan hewan yang digunakan adalah tikus dan mencit.

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

a. Menghitung konversi dosis pada hewan.

Dosis pertama mencit dan tikus yang telah dipilih terlebih dahulu di

timbang, hasil timbangan tersebut dilakukan perhitungan konversi dosis untuk

mencit dan tikus tersebut dengan dosis obat A peroral pada manusia dewasa

sebesar 500 mg, lalu hitung volume yang akan diberikan kepada menci dan tikus

dengan konsentrasi yang ada di labolatorium 5 mg/ml. Pada dosis kedua mencit

dan tikus yang telah dipilih terlebih dahulu di timbang, hasil timbangan tersebut

dilakukan perhitungan konversi dosis untuk mencit dan tikus tersebut dengan

dosis obat A peroral pada manusia dewasa sebesar 50 mg, lalu hitung volume

yang akan diberikan kepada menci dan tikus dengan konsentrasi yang ada di

labolatorium 0,5 mg/ml.

b. Cara memegang hewan percobaan sehingga siap untuk diberi sediaan uji

Page 12: LAPORANFARMAKOLOGI 1

Tahap pertama pada mencit yaitu ekor mencit dipegang dengan kanan di

atas permukaan yang kasar, tengkuk menccit di pegang dengan ibu jari dan jari

telunjuk sekuat dan senyaman mungkin dan ekor dililitkan pada jari kelingking

hingga mencit tidak dapat bergerak bebas, mencit dibalikan dengan permukaan

perut menghadap kemuka.

Pada tikus dilakukan hal yg sama seperti tikus dengan ekor tikus dipegang

dengan kanan di atas permukaan yang kasar, tengkuk tikus di pegang dengan ibu

jari dan jari telunjuk sekuat dan senyaman mungkin dan ekor dililitkan pada jari

kelingking hingga tikus tidak dapat bergerak bebas, tikus dibalikan dengan

permukaan perut menghadap kemuka.

c. Cara memberikan obat pada hewan percobaan

Mencit diperlakukan dengan berbagai cara pemberian obatnya. Untuk oral,

Sonde dipegang di tangan kanan dengan tangan kiri memegang tikus dengan kuat

dan nyaman, sonde diarahkan ke langit-langit mulut atas lalu masukan perlahan.

Untuk Sub kutan Jarum suntik dimasukan di sekitar bagian bawah tengkuk mencit

dengan sebelumnya diolesi alcohol. Dengan cara Intra vena, Mencit diperlakukan

berbeda, mencit dimasukan kedalam kandang restriksi dan dipegang ekornya yang

menjulur keluar, olesi ekor tikus denan etanol, dan arahkan jarum suntik pada

pembuluh vena dan dimasukan perlahan. Jika melalui Intramuscular maka Mencit

diperlakukan seperti sebelumnya, bagian paha posterior diolesi alcohol, arahkan

jarum suntik dipaha posterior dan keluarkan perlahan. Dan jika melalui

Intraperitonial maka mencit diperlakukan seperti sebelumnya, oleskan alcohol di

sekitar abdomen, lalu arahkan jarum suntik tepat dibawah kantung kemih dan

keluarkan secara perlahan.

Pada tikus dilakukan cara pemberian obat sesuai jenisnya juga. Untuk

sediaan oral, Sonde dipegang di tangan kanan dengan tangan kiri memegang tikus

dengan kuat dan nyaman, sonde diarahkan ke langit-langit mulut atas lalu

masukan perlahan. Jika melalui Sub kutan maka Jarum suntik dimasukan di

sekitar bagian bawah tengkuk atau dibawah kulit abdomen mencit dengan

sebelumnya diolesi alcohol. Jika melalui Intra vena lebih mudah bila dlakukan

Page 13: LAPORANFARMAKOLOGI 1

dibagian penis tikus dengan cara yang sama. Untuk cara memasukan dari

Intramuscular Mencit diperlakukan seperti sebelumnya, bagian paha posterior

diolesi alkohol, arahkan jarum suntik dipaha posterior dan keluarkan perlahan.

V. DATA PENGAMATAN

Berat mencit = 23 gram

Konsentrasi yg tersedia 2.6mgml

Maka :

23 gram berat mencit20 gram berat standar

x 2.6=2.99

2.6 gram1 ml

x2.99 gram

x ml=1.15 ml∗karena melebihi dosis makaditurunkan menjadi0.5 ml

Perhitungan memberian pada mencit

Intra vena dan subkutan

0.3 ml20 gram

= x ml23 gram

→ x=0.345 ml

Untuk intraperitonial diberlakukan dosis 0.5 ml

Untuk intra maskular

23 gram20 gral

x 0.5 ml=0.575 ml

Berat tikus = 199 gram

Maka :

199 gram200 gram

x2.6x ml

→ x=2.587

2.6 gram1 ml

x2.587 gram

x ml→ x=0.995 ml=1 ml

Untuk pemberian intramaskular

0.1 ml200 gram

xX ml

199 gram→ x=0.09 ml

Page 14: LAPORANFARMAKOLOGI 1

Untuk parenteral

3 ml200 gram

xX ml

199 gram→ x=2.9 ml

VI. PEMBAHASAN

Pada pecobaan penanganan hewan percobaan dan konversi dosis, uji

farmakologi merupakan salah satu persyaratan uji untuk calon obat. Dari uji ini

diperoleh informasi tentang efikasi (efek farmakologi) dan profil farmakokinetik

(meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi obat) calon obat. Hewan

yang baku digunakan mencit, tikus, kelinci, marmot, hamster, anjing, hewan-hewan

ini sangat berjasa bagi pengembangan obat. Uji praklinik juga merupakan suatu

senyawa yang baru ditemukan (hasil isolasi maupun sintesis) terlebih dahulu diuji

dengan serangkaian uji farmakologi pada hewan. Sebelum calon obat baru ini dapat

dicobakan pada manusia, dibutuhkan waktu beberapa tahun untuk meneliti sifat

farmakodinamik, farmakokinetik, farmasetika, dan efek toksiknya pada hewan uji.

Dalam percobaan ini dilihat dahulu karakteristik berbagai hewan percobaan

seperti tikus, mencit, kelinci dan marmot. Pada mencit memiliki karakteristik yang

berperilaku penakut dan fotofobik, cenderung sembunyi dan berkumpul dengan

sesama, mudah ditangani, lebih aktif pada malam hari, aktivitasnya terganggu dengan

adanya manusia, suhu normal badannya 37,4oC, dan laju respirasinya sekitar

163/menit. Pada tikus mempunyai karakteristik sangat cerdas, mudah ditangani, tidak

begitu bersifat fotofobik, lebih resistensi terhadap infeksi, kecenderungan berkumpul

dengan sesame sangat kurang, jika makanan kurang atau diperlakukan sangat kasar

akan menjadi liar, suhu normal badannya sekitar 37,5oC dan laju respirasinya

210/menit. Pada kelinci memiliki karakteristik jarang bersuara kecuali bila merasa

nyeri, jika merasa tak aman akan berontak, suhu rectal jika mengalami gangguan

lingkungan dan laju respirasinya sekitar 38-65/menit. Pada marmot memiliki

karakteristik yang jinak, mudah ditangani, jarang menggigit, kulit halus dan berkilat,

bulu tebal dan kuat tapi tidak kasar, laju denyut jantungnya 150-160/menit, laju

respirasinya 110-150/menit dan suhu rektalnya 39-40oC (Subarnas,dkk,2008). Tetapi

Page 15: LAPORANFARMAKOLOGI 1

dalam percobaan yang digunakan hanya mencit dan tikus. Tetapi dalam percobaan

yang dipakai hanya mencit dan tikus.

Pada saat memegang hewan percobaan ditentukan dahulu sifat hewan,

keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya. Apabila ada kesalahan dalam

memegang hewan percobaan akan dapat menyebabkan kecelakaan atau rasa sakit

untuk hewan tersebut juga akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau

pengambilan darah dan juga bagi orang yang memegangnya.

Cara memegang mencit dapat dilakukan dengan cara dipegang dahulu ujung

ekornya dengan tangan kanan. Lalu tangan kiri dengan ibu jari dan telunjuk menjepit

kulit tengkuknya setegang mungkin. Ekornya dipindahkan dari tangan kanan dan

dijepit diantara jari kelingking dan jari manis tangan kiri. Apabila dalam

memengangnya tidak benar, mencit biasanya mencit akan buang air besar maupun

buang kecil. Ini terjadi akibat mencit merasa ketakutan, stress dan bertujuan untuk

melindungi dirinya dengan cara mengeluarkan fesesnya. Sebelumnya mencit

ditimbang dahulu sekitar 23gram untuk dapat menghitung konversi dosis pada mencit

tersebut. Adapun cara memberikan obat pada mencit seperti :

• Pemberian secara oral yang dilakukan dengan alat suntik yang dilengkapi sonde

oral/berujung tumpul. Bertujuan untuk meminimalisir terjadi luka atau cedera ketika

hewan akan diuji. Pertama sonde oral yang sudah diberikan cairan obat yang sudah

sesuai hasil konversi dosisnya sekitar 0,5 ml dimasukan ke dalam mulut dengan hati-

hati dan perlahan-lahan melalui langit-langit kearah belakang sampai esofagus dan

cairan obat dimasukan. Karena esofagus mencit kecil maka harus dilakukan hati-hati

agar tidak membuat mencit kesakitan, mengalami gangguan penapasan maupun

kematian ketika diberikan cairan obat.

• Pemberian secara subkutan dilakukan dengan cara kulit pada daerah tengkuk

dicubit. Sebelumnya sudah dibersihkan dahulu area kulitnya dengan kapas yang sudah

dibasahi dengan alcohol 70%. Setelah itu dimasukan jarum suntik yang sudah

diberikan cairan obat yang sudah sesuai hasil konversi dosisnya sekitar 0,345 ml

secara paralel dari arah depan menembus kulit. Pada saat percobaan saat

menyuntiknya terlalu terburu-buru dan membuat kulit mencit menjadi bengkak, maka

Page 16: LAPORANFARMAKOLOGI 1

harus dilakukan hati-hati agar menghindari pendarahan karena akibat dari pergerakan

kepala dari mencit.

• Pemberian secara intravena dilakukan dengan cara penyuntikan pada vena ekor.

Sebelumnya mencit dimasukan kedalam kandang restriksi mencit dengan ekor yang

menjulur keluar. Ekornya dicelupkan air hangat bertujuan agar vena ekor mengalami

dilatasi. Ketika melakukan injeksi dalam alat suntik tidak boleh ada udara, karena

akan menyebabkan vena mengalami kerusakan. Maka perlu dilakukan pemberian obat

yang sudah diberikan cairan obat yang sudah sesuai hasil konversi dosisnya sekitar

0,345 ml dengan posisi yang benar dan akan terlihat pada vena warnanya akan pucat.

• Pemberian secara intramuscular obat yang sudah diberikan cairan obat yang sudah

sesuai hasil konversi dosisnya sekitar 0,05 ml disuntikkan pada paha posterior dengan

jarum suntik no 24. Pada percobaan terlihat bengkak karena cara yang kurang tepat

menyebabkan kerusakan pembuluh.

• Pemberian secara peritoneal, pertama mencit dipegang pada kulit punggungnya

sehingga kulit abdomennya tegang, kemudian jarum disuntukkan yang sudah

diberikan cairan obat yang sudah sesuai hasil konversi dosisnya sekitar 0,05 ml

dengan membentuk sudut 10o dengan abdomen yang tidak terlalu kearah kepala

bertujuan menghindari terkenanya kandung kemih dan hati.

Cara memegang pada tikus tidak jauh berbeda seperti mencit. Caranya tikus

diperlakukan sama seperti mencit, namun bagian ekornya dipegang pada bagian

pangkal ekor dan pegangannya pada bagian tengkuk bukan memegang kulitnya. Pada

percobaan tikus sebelumnya ditimbang sekitar 199 gram. Dalam cara memberikan

obat pada tikus juga hampir sama dengan mencit, tetapi yang dilakukan dalam

percobaan hanya secara oral dan intramuscular, disebabkan tikus mudah stress

sehingga sewaktu pemberian obat lebih aktif. Pemberian secara oral yang dilakukan

dengan alat suntik yang dilengkapi sonde oral/berujung tumpul. Bertujuan untuk

meminimalisir terjadi luka atau cedera ketika hewan akan diuji. Pertama sonde oral

yang sudah diberikan cairan obat yang sudah sesuai hasil konversi dosisnya sekitar

0,995 ml dimasukan ke dalam mulut dengan hati-hati dan perlahan-lahan melalui

langit-langit kearah belakang sampai esofagus dan cairan obat dimasukan. Pemberian

Page 17: LAPORANFARMAKOLOGI 1

pada tikus harus dilakukan hati-hati agar tidak membuat mencit kesakitan, mengalami

gangguan penapasan maupun kematian ketika diberikan cairan obat. Sedangkan

pemberian secara intramuscular obat yang sudah diberikan cairan obat yang sudah

sesuai hasil konversi dosisnya sekitar 0,0995 ml disuntikkan pada paha posterior

dengan jarum suntik no 24. Pada percobaan terlihat bengkak karena cara yang kurang

tepat menyebabkan kerusakan pembuluh.

Karena menurut Ian Tanu cara pemberian yang lebih cepat adalah secara

intraperitoneal bila dibandingkan dengan secara oral. Hal ini dikarenakan bahwa

pemberian obat secara intraperitoneal yakni pemberian injeksi pada bagian abdomen.

Dimana pada bagian ini, terdapat banyak pembuluh darah sehingga obat lebih mudah

diserap ke dalam sistem peredaran darah. Sedangkan pemberian obat secara oral, obat

harus melalui tahap absorpsi yakni di lambung dan di usus. (Tanu, 2005)

Selanjutnya melakukan cara menganestesi hewan percobaan, Dalam

melakukan anestesi harus diperhatikan beberapa faktor yaitu kondisi hewan, lokasi

pembedahan, lama pembedahan, ukuran tubuh/jenis hewan, kepekaan hewan terhadap

obat anestetik dan penyakit-penyakit yang diderita hewan. Sebelum anestesi sangat

perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan hewan, karena kadang-kadang anestesi umum

mempunyai resiko yang jauh lebih besar dibandingkan pembedahan yang dijalankan.

Istilah anestesia dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes berasal dari bahasa

Yunani anaisthēsia (dari an‘tanpa’ + aisthēsis ‘sensasi’) yang berarti tidak ada rasa

sakit. Anestesi dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anesthesia lokal, yakni hilangnya

rasa sakit tanpa disertai kehilangan kesadaran, sedangkan anesthesia umum adalah

tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran

dan dapat pulih kembali (reversible). Cara melakukan anestesi pada mencit umumnya

sama seperti tikus, senyawa yang dapat digunakan untuk anestesi biasanya eter,

uretan, halotan, pentobarbital natrium dan heksobarbital natrium. Senyawa eter

digunakan untuk anestesi singkat, caranya dengan meletakkan obat dalam satu wadah

lalau hewan dimasukan dan wadah ditutup. Apabila hewan sudah hilang kesadaran,

hewan siap dikeluarkan dan dibedah. Penambahan selanjutnya dapat diberikan kapas

yang dibasahi obat tersebut. Senyawa halotan untuk anestesi yang lebih lama. Dosis

Page 18: LAPORANFARMAKOLOGI 1

pentobarbital natrium adalah 45-60 mg/kg untuk pemberian intra peritonial dan 35

mg/kg untuk pemberian intravena. Dosis heksobarbital natrium sekitar 75 mg/kg

untuk intra peritoneal dan 47 mg/kg untuk pemberian intra vena. Sedangkan dosis

uretan diberikan sekitar 1000-1250 mg/kg secara intra peritoneal dalam bentuk

larutan 25% dalam air.

Pada cara mengorbankan hewan percobaan bertujuan agar hewan mengalami

penderitaan seminimal mungkin. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pemberian

suatu anestetik dengan dosis berlebih secara intravena untuk kelinci, secara

intraperitonial untuk mencit, marmot dan tikus atau dengan menggunakan kloroform,

CO2, N2 inhalasi. Pengorbanan hewan juga dapat dilakukan secara fisik atau

disembelih.

VII. KESIMPULAN

Dalam percobaan penangganan hewan percobaan dan konversi dosis dapat

disimpulkan yaitu :

Dalam ilmu pada bidang kedokteran/biomedis sangat penting untuk penelitian.

Pemberian cairan obat pada hewan percobaan tidak boleh melebihi batas

maksimal sehingga bisa membuat kematian pada hewan.

Cara memegang hewan dari masing-masing hewan berbeda-beda (secara oral,

subkutan, intravena, intramuscular, intaperitonial dan intradermal).

Dilakukan anestesi untuk kelancaran percobaan uji efek farmakologis suatu

obat yang dilakukan pada hewan percobaan.

Dilakukan cara mengorbankan hewan percobaan bertujuan agar hewan

mengalami penderitaan seminimal mungkin.

VIII.DAFTAR PUSTAKA

Brown, Michael, dkk,2005.(Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach),

Sixth Edition, McGraw-Hill Companies: United States of America, hal : 1.713

(e- book version of the text).

Page 19: LAPORANFARMAKOLOGI 1

Katzung, Bertram G.2004. Basic & clinical pharmacology, 9th Edition, Lange

Medical Books/Mcgraw-Hill: New York, Hal : 6, 152 (e-book version of the

text). 

Kumar, Vinay, dkk.2005. Robbins and Cotran Pathologic Basis Of Disease,

Seventh Edition, Elsevier Inc: USA, hal 1486 (e-book version of the text).

Setiawati, A. dan F.D. Suyatna. 1995. Pengantar Farmakologi Dalam

“Farmakologi dan Terapi” Edisi IV. Editor: Sulistia G.G. Jakarta: Gaya Baru.

Hal. 3-5.

Sulaksono, M.E., 1992. Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan

Karakteristik Hewan Percobaan dan Hasil Suatu Percobaan Biomedis. Jakarta:

Gramedia

Tanu.2005.Farmakologi dan Toksikologi Ediasi 1. Jogjakarta:UGM