laporan uji serologi

Upload: rizki-haerunissa

Post on 15-Oct-2015

147 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Practice Report of Plant Virology

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM VIROLOGI TUMBUHAN

UJI SEROLOGI

ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) DAN AGPT (Agarose Gel Presipitation Test)

Rizki Haerunisa

A352130231

Dosen :

Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Agr

PROGRAM STUDI FITOPATOLOGI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

PENDAHULUANLatar belakang

Deteksi merupakan proses untuk mengetahui apakah suatu tanaman mengandung patogen (virus) tertentu, sedangkan identifikasi merupakan suatu proses untuk mengetahui identitas atau ciri patogen (virus) sasaran, sehingga dapat dimasukkan dalam suatu golongan virus tertentu. Diagnosis merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui jenis patogen (virus) yang menyebabkan kerusakan atau penyakit pada suatu tanaman tertentu.

Metode deteksi dan identifikasi patogen (virus) terbagi ke dalam 2 kategori, yaitu berdasarkan karakteristik biologi yang berkaitan dengan interaksi virus dengan inang maupun vektor (deteksi gejala dan penularan) dan berdasarkan sifat intrinsik dari virus itu sendiri (protein selubung dan asam nukleat) (Naidu dan Hughes 2001). Uji yang dilakukan untuk mendeteksi protein selubung virus menggunakan antiserum disebut uji serologi, yang terdiri dari Agarose gel precipitation test (AGPT), Dot blot immunobinding assay (DIBA), Tissue blot immunosorbent assay (TBIA), Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA), dan immunoblotting atau western blotting. Uji serologi menentukan dalam identifikasi suatu virus yang belum diketahui dan penting dalam mengetahui hubungan antara spesies virus dengan strainnya. Kelebihan dari deteksi serologi untuk mengidentifikasi virus tumbuhan berdasarkan kespesifikan reaksi antara antigen virus dengan antibodinya. Antigen merupakan molekul yang diinjeksikan ke dalam hewan mamalia mampu menginduksi respon imun yang akan menghasilkan antibodi yang spesifik yang dapat mengenali antigen asing (Lina et al 2012).

Metode deteksi ELISA dibedakan menjadi 2 jenis yaitu double antibody sandwich (DAS)-ELISA atau biasa dikenal dengan direct-ELISA dan indirect ELISA (I-ELISA). Metode DAS-ELISA diperkenalkan pertama kali oleh Clark dan Adams pada tahun 1977 untuk deteksi virus tumbuhan yang dilakukan pada plat 96 sumur berbahan polistiren. DAS-ELISA bagus digunakan untuk deteksi virus skala besar, tetapi memiliki spesifikasi yang rendah, sedangkan I-ELISA memiliki kespesifikan yang lebih tinggi dan memiliki hubungan serologi antar virus lebih stabil. Metode ini dapat digunakan untuk mendeteksi virus dengan jumlah virus yang lebih sedikit pada satu benih (individu) atau serangga vektor. Hal ini untuk membuktikan tingkat sensitivitas metode ELISA (Dijkstra and De Jager 1998).

Tujuan

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan virus dalam sampel tanaman yang diuji melalui 2 uji serologi yang berbeda, yaitu AGPT (Agarose gel precipitation test) dan I-ELISA (Indirect-Enzyme linked immunosorbent assay).BAHAN DAN METODEBahan

Uji serologi yang dilakukan terdiri dari dua kegiatan, yaitu AGPT dan Indirect-ELISA. Bahan yang digunakan dalam uji AGPT antara lain 0.1 g daun tomat terinfeksi Crinivirus, 0.1 g sampel daun kacang panjang, 0.1 g sampe daun timun, Antiserum poliklonal TICV, 0.1 g agarosa, 0.01 g natrium azid, 5 ml PBS (NaCl 8 g, Na2HPO4 1.15 g, KH2PO4 0.2 g, dan dilarutkan dalam 1 L akuades steril, pH 7.5). Alat yang digunakan dalam uji AGPT antara lain gelas objek, pelubang agar berupa tip kuning, microwave, dan plastik untuk ekstraksi sampel daun.Bahan yang digunakan dalam uji Indirect-ELISA terdiri dari 0.1 g daun tembakau terinfeksi TMV, 0.1 g daun kacang panjang terinfeksi BCMV, 0.1 g daun timun, antiserum Potyvirus : antiserum 1 (Mab-monoclonal antibody) dan antiserum kedua (RAM-AP; rabbit antimouse alkaline phosphatase), bufer coating (1.59 g Na2CO3, 2.93 g NaHCO3, 0.20 g NaN3, 0.05 M DIECA, dan dilarutkan dalam 900 ml akuades steril, pH 9.6), PBST (8 g NaCl, 1.15 g Na2HPO4, 0.2 g KH2PO4, 0.2 g KCl, 0.5 ml Tween 20, dan dilarutkan dalam 1 L akuades steril, pH 7.4), bufer konjugat [PBST+ 2% PVP-15 (Polyvinyl Pirollidone), 0.2% Egg albumin], bufer substrat (97 ml Diethanolamine, 600 ml akuades steril, 0.2 g sodium azide, pH 9.8), PNP (P-Nitrofenil Phosphat). Alat yang digunakan dalam uji Indirect-ELISA terdiri dari plastik untuk ekstraksi, microplate ELISA dengan 8 sumur, pipet mikro, inkubator 37C, dan ELISA reader. Metode

1. AGPT (Agarose Gel Precipitation Test)Media gel dibuat dengan melarutkan 0.1 g agarosa, 0.01 g natrium azid dalam 5 ml PBS (phosphate buffer saline) pH 7.2 dan 5 ml akuabides yang dipanaskan dalam microwave selama 1 menit. Agar cair tersebut kemudian dituangkan di atas gelas obyek setebal 2 mm dan didiamkan hingga agar memadat. Agar padat tersebut dilubangi dengan ujung bawah tip kuning berdiameter 4 mm dengan jarak 4 mm. Lubang bagian tengah diisi dengan antiserum TICV, dan lubang yang lain diisi oleh 10 l antigen (cairan perasan sampel tomat, timun, dan kacang panjang). Cairan perasan dibuat dengan menggerus 0.1 g daun tomat, timun, dan kacang panjang dalam 1 ml PBS (1: 100 b/v). Antiserum TICV yang digunakan merupakan hasil penelitian sebelumnya yaitu hasil immunisasi kelinci dengan protein produk ekspresi gen protein selubung (CP) pada Escherichia coli (Kurniawati 2012). Reaksi antigen-antibodi dibiarkan terjadi pada suhu ruang dan diamati sampai terbentuk garis presipitasi. 2. Indirect-ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)

Sebanyak 0.1 g daun sampel digerus dalam 1 ml bufer coating (1:10 b/v). Sap tersebut dimasukan ke dalam sumuran ELISA sebanyak 100 l dan diinkubasi (2 jam; 37C) dalam inkubator. Sap tanaman dibuang dan sumuran ELISA dicuci dengan 1X PBST sebanyak 8 kali, plat mikrotiter dikeringkan dengan cara mengetukkan keatas tisu. Antiserum pertama (Mab-monoclonal antibody) dimasukkan ke dalam sumuran ELISA sebanyak 100 l dan diinkubasi (2 jam; 37C) dalam inkubator. Antiserum dibuang, dicuci dengan 1X PBST sebanyak 8 kali, dan plat mikrotiter dikeringkan. Antiserum kedua (RAM-AP; rabbit antimouse alkaline phosphatase) dimasukan ke dalam sumuran ELISA sebanyak 100 l dan diinkubasi (2 jam; 37C) dalam inkubator. Antiserum dibuang, sumuran ELISA dicuci dengan 1X PBST sebanyak 8 kali, dan plat mikrotiter dikeringkan. Sebanyak 100 l substrat PNP dimasukkan ke dalam sumuran, inkubasi selama 15-30 menit pada suhu ruang dan gelap, kemudian diamati perubahan warna menjadi kuning pada plat ELISA yang berisi kontrol positif, dan sampel yang positif terhadap virus target. Titer virus diukur secara kuantitatif dalam ELISA reader pada panjang gelombang 405 nm setiap 15 menit masa inkubasi. Uji dinyatakan positif jika nilai absorbansi ELISA (NAE) sampel nilainya 2 kali lipat NAE kontrol negatif (sehat).HASIL DAN PEMBAHASAN1. AGPT (Agarose Gel Precipitation Test)

Antibodi dan antigen (virus yang sudah dimurnikan atau cairan perasan terinfeksi virus) berdifusi melewati matriks gel. Jika antibodi dan antigen bereaksi secara spesifik akan terbentuk kompleks antigen-antibodi yang mengendap dan terbentuk garis putih pada gel yang disebut garis presipitasi (Agrios 2005). Uji presipitasi menggunakan empat sampel, yaitu 2 sampel tomat (tomat 1 dan tomat 2), kacang panjang, dan timun.

Gambar 1 Hasil uji serologi AGPT, reaksi antiserum TICV terhadap antigen (sap tanaman tomat) yang ditandai dengan terbentuknya garis presipitasi pada media gel agarosa.

Antiserum yang digunakan yaitu antiserum TICV yang mampu mendeteksi sap tanaman yang terinfeksi virus Tomato Infectious Chlorosis Virus (TICV) (Crinivirus: Closteroviridae) dengan perbandingan 1:100. Hasil uji presipitasi menunjukan bahwa tomat 1 dan tomat 2 terdeteksi positif mengandung TICV. Hal ini ditunjukan terbentuknya garis presipitasi berwarna putih diantara sumur gel antiserum dengan sumur sap tomat 1 dan tomat 2 (ditunjukan oleh anak panah). Garis presipitasi muncul setelah 48 jam setelah perlakuan. Reaksi Antibodi-Antigen terjadi sedikit demi sedikit dan terakumulasi dalam jumlah yang memadai sampai dapat terlihat dengan mata telanjang. Timun bereaksi negatif terhadap TICV yang ditandai dengan tidak terbentuknya garis presipitasi. Kontrol tanaman sehat yang digunakan yaitu kacang panjang juga bereaksi negatif terhadap TICV. Hal ini menandakan bahwa antibodi hanya dapat mengenali epitope protein selubung TICV dan tidak mengenali protein lain seperti protein komponen tanaman yang terkandung dalam sap tanaman dan membuktikan bahwa antiserum bereaksi secara spesifik terhadap partikel TICV.Dari ketiga ulangan yang dilakukan, hanya 1 yang berhasil menunjukkan adanya garis presipitasi. Kedua media gel gagal menunjukan reaksi presipitasi, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain gel agarosa yang terlalu tipis dan jarak antara sumur gel terlalu jauh. Kelemahan dari uji ini yaitu memiliki sensitivitas yang rendah jika digunakan untuk mendeteksi virus yang memiliki konsentrasi rendah, khususnya bagi virus yang memiliki partikel berbentuk benang lentur dan batang kaku yang cukup sulit untuk berdifusi menembus matriks gel, dibutuhkan antibodi dalam jumlah yang banyak. Selain itu, metode ini memiliki kelebihan dalam mendeteksi virus yang memiliki konsentrasi yang cukup di dalam tanaman dan mampu membedakan isolat virus yang berbeda tipe serologi atau strainnya. Uji ini secara sederhana dapat dilakukan dengan memeras sap tanaman dan mengujinya dengan antiserum yang tepat. Teknik ini dapat dilakukan dengan fasilitas yang sederhana dan tidak membutuhkan keterampilan yang tinggi dibandingkan dengan deteksi serologi lainnya seperti ELISA (Naidu dan Hughes 2001).

2. Indirect- ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)ELISA merupakan teknik serologi yang sangat spesifik dan sensitif dan mulai dikenal serta dipelajari untuk mendeteksi virus tumbuhan sejak tahun 1970-an oleh Peter Perlmann dan Eva Engvall. Teknik ini mampu mendeteksi partikel virus dengan konsentrasi yang rendah di dalam tanaman dan dapat digunakan dengan virus yang memiliki morfologi partikel virus yang berbeda. Selain itu teknik ini memiliki kelebihan seperti kesesuaian dan sensitivitas yang cukup tinggi, ekonomis dalam penggunaan alat dan bahan, mampu mendeteksi sampel dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat, serta hasil deteksi ELISA dapat diukur secara kuantitatif. Ciri utama ELISA adalah digunakannya enzim (alkalin fosfatase atau peroksidase) untuk reaksi imunologi. ELISA dibedakan menjadi 2 jenis yaitu double antibody sandwich (DAS)-ELISA dan indirect ELISA (I-ELISA). 123

BuferBuferBufer

BuferBuferBufer

Kontrol (-)Kontrol (-)Kontrol (-)

Kontrol (-)Kontrol (-)Kontrol (-)

Kontrol (+)Kontrol (+)Kontrol (+)

Kontrol (+)Kontrol (+)Kontrol (+)

Sampel tembakauSampel Kc. PanjangSampel Timun

Sampel tembakauSampel Kc. PanjangSampel Timun

Gambar 2 Peta microplate Indirect-ELISAUji serologi I-ELISA menggunakan antiserum Potyvirus dengan perbandingan 1: 1000 (DSMZ). Sampel yang digunakan yaitu daun tembakau terinfeksi TMV, daun kacang panjang terinfeksi BCMV, dan daun timun yang belum diketahui jenis virus yang menginfeksinya. Prinsip kerja I-ELISA yaitu antigen (virus) yang terkandung dalam sap tanaman dimasukan ke dalam mikrotiter, antiserum pertama yang mengandung antibodi spesifik terhadap antigen ditambahkan sehingga dapat berikatan dengan antigen, kemudian ditambahkan bufer yang dikonjugasikan dengan enzim alkalin fosfatase atau peroksidase.

Gambar 3 Hasil uji serologi I-ELISA setelah dilakukan pewarnaan PNP (P-Nitrofenil Phosphat) dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu 37C.

Kemudian ditambahkan substrat yang akan bereaksi dengan enzim sehingga menghasilkan sinyal positif apabila terjadi perubahan warna menjadi kuning, dan dapat diukur secara kuantitatif dengan pembaca intensitas perubahan warna menjadi kuning yaitu nilai absorbansi ELISA (NAE) dengan panjang gelombang 405 nm pada ELISA reader. Sampel dikatakan positif apabila NAE mencapai 2 kali lipat NAE kontrol negatif (Dijkstra and De Jager 1998).Tabel 1 Nilai absorbansi I-ELISA dengan menggunakan antiserum PotyvirusKomponenNilai Absorbansi ELISA (NAE)a

TembakauKacang PanjangTimun

Bufer0.1670.1970.201

Kontrol (-)0.1670.1800.214

Kontrol (+)1.9082.3812.314

Sampel uji0.1733.015b0.187

a Nilai absorbansi I-ELISA merupakan nilai rata-rata dupleks ELISA yang diperoleh dari hasil pembacaan ELISA reader dengan panjang gelombang 405 nm.b Sampel dinyatakan positif apabila memiliki NAE 2 kali lipat dari kontrol negatif.Hasil uji I-ELISA menunjukan bahwa sampel tembakau dan timun bereaksi negatif terhadap antiserum Potyvirus yang dibuktikan dengan NAE yang tidak jauh berbeda dengan NAE kontrol negatif maupun bufer. Sampel kacang panjang memiliki NAE sebesar 3.015 menunjukan bahwa antigen bereaksi positif terhadap antiserum Potyvirus yang ditandai dengan NAE sebesar 3 kali lipat dari NAE kontrol negatif. Kontrol positif yaitu daun yang terinfeksi BCMV memiliki NAE 2 kali lipat dari NAE kontrol negatif. Kontrol positif digunakan untuk mengindikasikan antiserum yang digunakan masih bagus, sedangkan bufer digunakan untuk melihat apakah bufer yang digunakan dalam uji ini masih bagus, yang ditunjukan dengan tidak terjadinya perubahan warna setelah pemberian substrat. I-ELISA memiliki tingkat sensitivitas yang lebih tinggi (1:1000) dibandingkan metode AGPT dengan penggunaan antiserum yang lebih sedikit (1:100) namun sudah mampu mendeteksi antigen dengan baik. Namun AGPT mampu membedakan isolat virus yang berbeda tipe serologinya.KESIMPULANDari kedua uji serologi yang digunakan, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Hasil AGPT menunjukan bahwa sampel tomat 1 dan 2 bereaksi positif terhadap TICV yang ditandai adanya garis presipitasi media agar dan tidak terjadi pada sampel tanaman sehat. Hasil I-ELISA menunjukan bahwa sampel kacang panjang bereaksi positif yang ditunjukan perubahan warna menjad kuning setelah penambahan substrat dan memiliki NAE lebih tinggi 3 kali lipat daripada NAE kontrol negatif. I-ELISA memiliki tingkat sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan metode AGPT dengan penggunaan antiserum yang lebih sedikit, tapi mampu mendeteksi antigen dengan baik dan dalam konsentrasi virus yang rendah. Sedangkan AGPT mampu membedakan isolat virus yang berbeda tipe serologinya.DAFTAR PUSTAKAAgrios GN. 2005. Plant Pathology. Ed. ke-5. New York (US): Academic Press.

Dijkstra J, de Jager CP. 1998. Practical Plant Virology. Protocol and Exercises. New York (US): Springer-Verlag Berlin Heidelberg.

Lima JAA, Nascimento AKQ, Radaelli P, Purcifull DE. 2012. Serology Applied to

Plant Virology, Serological Diagnosis of Certain Human, Animal and Plant Diseases, Dr. Moslih Al-Moslih (Editor). ISBN: 978-953-51-0370-7, InTech. Naidu RA, Hughes JdA. 2001. Methods for the detection of plant virus diseases, In:Plant virology in sub-Saharan Africa, J.dA. Hughes & B. O. Odu, (Eds.) : 233260. Proceedings of a Conference Organized by IITA, International Institute of Tropical Agriculture, ISBN 9781312149, Nigeria.Tomat 1

Tomat 2

Kacang panjang

Timun