laporan tetap teknologi emulsi

22
Teknologi Emulsi I. Tujuan Percobaan Mahasiswa dapat mengetahui teknologi emulsi pada berbagai jenis produk pangan Mahasiswa dapat mempelajari mekanismme kerja emulsifier di dalam teknologi pangan II. Alat dan Bahan a. Alat Mixer Kompor Baskom Panci Pengaduk Thermometer Gelas ukur Timbangan b. Bahan Susu bubuk skim Susu kental manis Gula pasir Essence cokelat Gelatin (agar-agar) Telur

Upload: -zikrijrockstars-

Post on 09-Jul-2016

32 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Dz

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tetap Teknologi Emulsi

Teknologi Emulsi

I. Tujuan Percobaan

Mahasiswa dapat mengetahui teknologi emulsi pada berbagai jenis produk

pangan

Mahasiswa dapat mempelajari mekanismme kerja emulsifier di dalam teknologi

pangan

II. Alat dan Bahan

a. Alat

Mixer

Kompor

Baskom

Panci

Pengaduk

Thermometer

Gelas ukur

Timbangan

b. Bahan

Susu bubuk skim

Susu kental manis

Gula pasir

Essence cokelat

Gelatin (agar-agar)

Telur

CMC

Aquadest

Page 2: Laporan Tetap Teknologi Emulsi

III. Dasar Teori

Emulsi adalah suatu system yang terdiri dari dua fase cairan yang tidak saling

melarutkan, dimana salah satu cairan terdispersi dalam brntuk globula-globula di dalam

cairan lainnya. Cairan yang terpecah menjadi globula-globula dinamakan fase terdispersi,

sedangkan cairan yang mengelilingi globula tersebut dinamakan fase kontinyu atau medium

dispersi.  Berdasarkan jenis fase kontinyu dan fase terdispersinya dikenal dua tipe emulsi

yaitu emulsi tipe O/ W dan tipe

W/ O.

Di dalam proses pembuatan emulsi biasanya ditambahkan campuran dua atau lebih

bahan kimia yang tergolong ke dalam emulsifier dan stabilizer. Tujuan dari penambahan

emulsifier adalah untuk menurunkan tegangan permukaan antara kedua fase (tegangan

interfasial) sehingga memudahkan terbentuknya emulsi. Sedangkan tujuan penambahan

stabiliser adalah untuk meningkatkan viscositas fase kontinyu agar supaya emulsi yang

terbentuk menjadi lebih stabil.

Emulsifier dan stabiliser biasanya ditambahkan juga ke dalam emulsi alamiah yang

tidak stabil seperti susu dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan emulsi dan

meningkatkan kestabilannya.

Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan

yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan

larutan air merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi minyak dalam air. Sebaliknya,

jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti

minyak sebagai fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam minyak. Emulsi dapat

distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah koalesensi, yaitu

penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besardan akhirnya menjadi suatu fase tunggal yang

memisah (Anonim, 1995). Emulsi merupakan preparat farmasi yang terdiri 2 atau lebih zat

cair yang sebetulnya tdk dapat bercampur (immicible) biasanya air dengan minyak lemak.

Salah satu dari zat cair tersebut tersebar berbentuk butiran-butiran kecil kedalam zat cair yang

lain distabilkan dengan zat pengemulsi (emulgator/emulsifiying/surfactan). Sedang menurut

Farmakope Indonesia edisi ke III, emulsi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat

cair atau larutan obat terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan dengan zat pengemulsi

atau surfactan yang cocok.

Page 3: Laporan Tetap Teknologi Emulsi

Dalam batas emulsi, fase terdispers dianggap sebagai fase dalam dan medium dispersi

sebagai fase luar atau kontinu. Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air

disebut emulsi minyak-dalam-air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi “m/a”. Sebaliknya

emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air-dalam-

minyak dan dikenal sebagai emulsi ‘a/m”. Karena fase luar dari suatu emulsi bersifat kontinu,

suatu emulsi minyak dalam air diencerkan atau ditambahkan dengan air atau suatu preparat

dalam air. Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga atau bagian

dari emulsi, yakni: zat pengemulsi (emulsifying egent). Tergantung pada konstituennya,

viskositas emulsi dapat sangat bervariasi dan emulsi farmasi bisa disiapkan sebagai cairan

atau semisolid (setengah padat) (Ansel, 1989).

Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar

memperoleh emulsa yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin, sapo dan

lain-lain. Emulsa dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan

emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat

disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat seperti putih telur

(Anief, 2000).

Konsistensi emulsi sangat beragam, mulai dari cairan yang mudah dituang hingga

krim setengah padat. Umumnya krim minyak dalam airdibuat pada suhu tinggi, berbentuk

cair pada suhu ini, kemudian didinginkan pada suhu kamar, dan menjadi padat akibat

terjadinya solidifikasi fase internal. Dalam hal ini, tidak diperlukan perbandingan volume

fase internal terhadap volume fase eksternal yang tinggi untuk menghasilkan sifat setengah

padat, misalnya krim stearat atau krim pembersih adalah setengah padat dengan fase internal

hanya hanya 15%. Sifat setengah padat emulsi air dalam minyak, biasanya diakibatkan oleh

fase eksternal setengah padat (Anonim, 1995).

Polimer hidrofilik alam, semisintetik dan sintetik dapat dugunakan bersama surfakatan

pada emulsi minyak dalam air karena akan terakumulasi pada antar permukaan dan juga

meningkatkan kekentalan fase air, sehingga mengurangi kecepatan pembenrukan agregat

tetesan. Agregasi biasanya diikuti dengan pemisahan emulsi yang relatif cepat menjadi fase

yang kaya akan butiran dan yang miskin akan tetesan. Secara normal kerapatan minyak lebih

rendah daripada kerapatan air, sehingga jika tetesan minyak dan agregat tetesan meningkat,

terbentuk krim. Makin besar agregasi, makin besar ukuran tetesan dan makin besar pula

kecepatan pembentukan krim (Anonim, 1995).

Semua emulsi memerlukan bahan anti mikroba karena fase air mempermudah pertumbuhan

mikroorganisme. Adanya pengawetan sangat penting untuk emulsi minyak dalam air karena

Page 4: Laporan Tetap Teknologi Emulsi

kontaminasi fase eksternal mudah terjadi. Karena jamur dan ragi lebih sering ditemukan

daripada bakteri, lebih diperlukan yang bersifat fungistatik atau bakteriostatik. Bakteri

ternyata dapat menguraikan bahn pengemulsi ionik dan nonionik, gliserin dan sejumlah

bahan pengemulsi alam seperti tragakan dan gom (Anonim, 1995).

Komponen utama emulsi berupa fase disper (zat cair yang terbagi-bagi menjadi

butiran kecil kedalam zat cair lain (fase internal)); Fase kontinyu (zat cair yang berfungsi

sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut (fase eksternal)); dan Emulgator (zat

yang digunakan dalam kestabilan emulsi). Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi

sebagai fase internal ataupun eksternal, maka emulsi digolongkan menjadi 2 : Emulsi tipe

w/o (emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar ke dalam minyak, air berfungsi sebagai

fase internal & minyak sebagai fase eksternal) dan Emulsi tipe o/w (emulsi yang terdiri dari

butiran minyak yang tersebar ke dalam air) (Ansel, 1989).

Tujan pemakaian emulsi antara lain secara umum untuk mempersiapkan obat yang larut

dalam air maupun minyak dalam satu campuran:

a.Emulsi dalam pemakaian dalam (peroral) umumnya tipe O/W

b.Emulsi untuk pemakaian luar dapat berbentuk O/W maupun W/O

2. Teori Lapisan Adsorpsi dan Tegangan Permukaan

Tegangan permukaan mempunyai peranan yang besar sekali dalam proses

pembentukan emulsi. Apabila tegangan permukaan antara kedua fase sama maka tidak akan

terbentuk emulsi. Oleh karena itu perlu adanya penurunan tegangan permukaan pada salah

satu fase.

Pada proses pembentukan emulsi dibutuhkan emulsifier dan energy untuk memecah

fase terdispersi menjadi butiran-butiran yang halus. Emulsifier tersebut akan diadsorpsi oleh

medium disperse lebih besar dari pada zat yang terdispersi. Adsorpsi emulsifier ini akan

menurunkan tegangan permukaan dari medium disperse lebih besar dari zat yang terdispersi,

sehingga mengurangi kecenderungan medium disperse membentuk suatu lapisan yang

terpisah, akibatnya akan terbentuk emulsi.

Sistem kerja emulsifier berhubungan erat dengan tegangan permukaan antara kedua

fase (tegangan interfasial). Selama emulsifikasi, emulsifier berfungsi menurunkan tegangan

interfasial sehingga mempermudah pembentukan permukaan interfasial yang sangat luas

(gambar 1). Bila tegangan interfasial turun sampai dibawah 10 dyne/cm maka emulsi dapt

Page 5: Laporan Tetap Teknologi Emulsi

dibentuk, sedangkan bila tegangan interfasial mendekati nilai nol maka emulsi akan terbentuk

dengan spontan.

Gambar 1. Skema terjadinya emulsi minyak dalam air

Pada suatu emulsifikasi, energy yang dibutuhkan untuk membentuk batas permukaan

dua fase (interfasial) yang baru akan berkurang bila tegangan interfasialnya swemakin rendah.

Hal ini telah dibuktikan oleh Powrie dan Tung (1976) dengan percobaan sebagai berikut.

Untuk mendispersikan satu milliliter air dibutuhkan engergi kira-kira sebesar 247.800 erg.

Tetapi bila ke dalam system emulsi minyak olive-air tersebut ditambahkan sejenis emulsifier

untuk menurunkan tegangan interfasialnya dari 22.9 menjadi 3.0 dyne/cm (pada 20 oC) maka

energy yang dibutuhkan untuk membentuk interfase yang baru hanya berjumlah 36.00 erg.

3. Teori Polar dan Non Polar

Pada dasarnya emulsifier merupakan “surfactant” yang mempunyai dua gugus yaitu

gugus hidrofilik dan gugus lipofilik. Gugus hidrofilik bersifat polar dan mudah bersenyawa

dengan air sedangkan gugus lipofilik bersifat non polar dan mudah besenyawa dengan mi

nyak. Di dalam molekul emulsifier, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila

gugus polarnya lebih dominan maka molekul-molekul emulsifier terseburt akan diadsorpsi

lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air

dibandingkan dengan minyak, tegangan permukaan air lebih rendah sehingga mudah

menyebar dan menjadi fase kontinyu. Demikian juga sebaliknya, bila gugus non polarnya

yang lebih dominan maka molekul-molekul emulsifier tersebut akan diadsorpsi lebih kuat

oleh minyak dibandingkan dengan oleh air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi

Page 6: Laporan Tetap Teknologi Emulsi

lebh rendah sehingga mudah menyebar menjadi fase kontinyu. Pada gambar 2 dapat dilihat

diagram yang menunjukkan orientasi suatu emulsifier di dalam suatu emulsi minyak dalam

air.

Selain factor-faktor diatas perbandingan antara volume minyak dengan air

menentukan tipe emulsi yang terjadi. Bila suatu sitem emulsi emngandung lebih dari 31-45 %

air maka tipe emulsi yang terbentuk umumnya minyak dalam air. Sedangkan bial system

tersebut mengandung air kurang dari 10-25 % air maka tipe emulsi yang terbentuk umumnya

air dalam minyak. Bila diasumsikan bahwa butiran-butiran yang terdispersi dari suatu emulsi

berbentuk bola berukuran seragam dana tidak ada yang pecah maka 74 % dari volume total

dari suatu emulsi dapat menjadi fase terdispersi.

Gambar 2. Orientasi suatu emulsifier di dalam suatu emulsi minyak dalam air

Pada proses pembuatan emulsi dibutuhkan jenis emulsifier yang cocok dengan tujuan

memperoleh tipe emulsi yang diinginkan secara tepat dan ekonpmis. Mengingat saat ini

terdapat banyak sekali jenis emulsifier maka diperlukan cara yang sistematis untuk

menentukan emulsifier mana yang paling cocok untuk suatu jenis emulsi. Untuk menjawab

masalah ini, Griffin mengembangkan suatu konsep yang diberi nama “ Hydrophilic-

Lipophilic Balance”. Konsep ini ternyata telah digunakan dengan sukses dalam berbagain

proses pembuatan emulsi.

Hydrophilic-Lipophilic Balance yang disingkat dengan HLB menggambarkan rasio

berat gugus hidrofilik dan lipofilik di dalam molekul emulsifier. Nilai HLB suatu emulsifier

dapat ditentukan dengan salah satu diantara metode-metode berikut, yaitu:

Metode titrasi

Membandingkan stuktur kimia molekul

Mencari korelasi dengan nilai tegangan permukaan dan tegangan interfasial

Koefisien pengolesan

Daya larut zat warna

Page 7: Laporan Tetap Teknologi Emulsi

Konstanta dielektrika

Dengan teknik kromatograafi gas-cairan

Penentuan nilai HLB secara kasar dapat dilakukan dengan melihat dispersibilitasnya di

dalam air dan membandingkannya dengan nilai-nilai pada table 1. Khusus untuk emulsifier

non ioni, nilai HLBnya dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

1. HLB =E5

Dimana:

E : persentase berat gugus hidrofilik molekul

Contoh :

Kandungan oksietilen di dalam polioksietilen stearat adalah 85 persen maka HLB =

855

=17

2. HLB = 20(1− SA )

Dimana:

S : bilangan yang saponifikasi ester dari emulsifier yaitu bilangan yang menunjukkan

jumlah alkali yang dibutuhkan (mg KOH) untuk mengsabunkan satu gram lemak

A : bilangan asam dari emulsifier yang ditentukan dengan prosedur sebagai berikut: mula-

mula asam lemak dipisahkan dari emulsifier dengan proses penyabunan yang

menggunakan alkali berlebiha kemudian diasamkan dengan asam anorganik dan

diekstraksi dengan heksan. Hasilnya dipisahkan dari heksan sehingga diperoleh asam

lemak murni. Nilai bilangan asam emulsifier dapat dihitung dari jumlah alkali yang

dibutuhkan untuk menetralkan satu gram lemak.

Contoh:

Bilangan saponifikasi dari gliserol monostearat tipe komersil (mono dan digliserol)

adalah 175 dan bilangan asamnya adalah 200, maka nilai HLB= 20(1−175200 )=2.5

Page 8: Laporan Tetap Teknologi Emulsi

Tabel 1. Dispersibilitas emulsifier di dalam air pada berbagai nilai HLB

Dispersibilitas Kisaran nilai HLB

Tidak terdispersi

Sedikit terdispersi

Terdispersi seperti susu dengan

pengadukan

Terdispersi seperti susu dengan kondisi

yang stabil

Terdispersi menjadi larutan yang tembus

cahaya hingga jernih

Terdispersi menjadi larutan jernih

1-4

3-6

6-8

8-10

10-13

13+

Sumber: becher (1965) di dalam Pwrie dan Tung 1976

Pada emulsifier yang mempunyai nilai HLB antara 3-6 akan membentuk tipe emulsi

air dalam minyak, sedangkan emulsiofier yang mempunyai nilai HLB 8-18 akan membentuk

tipe minyak dalam air. Namun untuk memperoleh suatu emulsi yang stabil biasanya

dibutuhkan campuran dari dua atau lebih ewmulsifier yang merupakan kombinasi dari

persenyawaan hidrofilik dan lipofilik.

Bila kita menginginkan suatu campuran emulsifier , misalnya campuran A dan B

dengan nilai HLB tertentu maka persentase berat tiap persenyawaan yang dibutuhkan untuk

membentuk campuran tersebut dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

% A=100 ( X−HLB B )HLB A−HLB B

Page 9: Laporan Tetap Teknologi Emulsi

Contoh:

Jumlah polioksietilen sorbitan oleat (HLB=15.0) dan sorbitan oleat (HLB=4.3) yang

dibutuhkan untuk memperoleh suatu vcampuran yang mempunyai nilai HLB=12 ssebagai

berikut:

% Polioksietilen sorbitan oleat =100 (12.0−4.3 )

15.0−4.3=72

% Sorbitan oleat = 100 – 72 = 28

4. Jenis-jenis Emulsi

4.1. Jenis-jenis Emulsi berdasarkan medium pendispersinya

Berdasarkan medium pendispersinya, emulsi dapat dibagi menjadi 4 jenis yaitu sebagai

berikut:

1. Emulsi Gas

Emulsi gas dapat disebut juga aerosol cair yang adalah emulsi dalam medium

pendispersi gas. Pada aerosol cair, seperti; hairspray dan obat nyamuk dalam kemasan

kaleng, untuk dapat membentuk system koloid atau menghasilkan semprot aerosol yang

diperlukan, dibutuhkan bantuan bahan pendorong/ propelan aerosol, anatar lain; CFC

(klorofuorokarbon atau Freon). Aerosol cair juga memiliki sifat-sifat seperti sol liofob;

efek Tyndall, gerak Brown, dan kestabilan dengan muatan partikel.

Contoh: dalam hutan yang lebat, cahaya matahari akan disebarkan oleh partikel-partikel

koloid dari sistem koloid kabut adalah merupakan contoh efek Tyndall pada aerosol cair.

2. Emulsi Cair

Emulsi cair melibatkan dua zat cair yang tercampur, tetapi tidak dapat saling

melarutkan, dapt juga disebut zat cair polar &zat cair non-polar. Biasanya salah satu zat

cair ini adalah air (zat cair polar) dan zat lainnya; minyak (zat cair non-polar). Emulsi cair

itu sendiri dapat digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu; emulsi minyak dalam air (contoh:

susu yang terdiri dari lemak yang terdispersi dalam air,jadi butiran minyak di dalam air),

atau emulsi air dalam minyak (contoh: margarine yang terdiri dari air yang terdispersi

dalam minyak, jadi butiran air dalam minyak).

Page 10: Laporan Tetap Teknologi Emulsi

3. Emulsi Padat atau gel

Gel adalah emulsi dalam medium pendispersi zat padat, dapat juga dianggap sebagai

hasil bentukkan dari penggumpalan sebagian sol cair. Partikel-partikel sol akan

bergabung untuk membentuk suatu rantai panjang pada proses penggumpalan ini. Rantai

tersebut akan saling bertaut sehingga membentuk suatu struktur padatan di mana medium

pendispersi cair terperangkap dalam lubang-lubang struktur tersebut. Sehingga,

terbentuklah suatu massa berpori yang semi-padat dengan struktur gel. Ada dua jenis gel,

yaitu:

(i) Gel elastic

Karena ikatan partikel pada rantai adalah adalah gaya tarik-menarik yang relatif tidak

kuat, sehingga gel ini bersifat elastis. Maksudnya adalah gel ini dapat berubah bentuk jika

diberi gaya dan dapat kembali ke bentuk awal bila gaya tersebut ditiadakan. Gel elastis

dapat dibuat dengan mendinginkan sol iofil yang cukup pekat. Contoh gel elastis adalah

gelatin dan sabun.

(ii) Gel non-elastis

Karena ikatan pada rantai berupa ikatan kovalen yang cukup kuat, maka gel ini dapat

bersifat non-elastis. Maksudnya adalah gel ini tidak memiliki sifat elastis, gel ini tidak

akan berubah jika diberi suatu gaya. Salah satu contoh gel ini adalah gel silica yang dapat

dibuat dengan reaksi kia; menambahkan HCl pekat ke dalam larutan natrium silikat,

sehingga molekul-molekul asam silikat yang terbentuk akan terpolimerisasi dan

membentuk gel silika.

4.2. Jenis-jenis Emulsi Berdasarkan Kestabilannya

1. Emulsi temporer

Emulsi yang memerlukan pengocokan kuat sebelum digunakan dan biasanya memiliki

viscositas rendah. Contoh: frech dressing yang terbuat dari minyak, cuka dan bumbu

kering.

2. Emulsi semipermanen

Emulsi yang mempunyai viscositas kental seperti krim. Contoh: salad dressing yang

mengandung sirup, madu, dan condensed soup atau stabiliser komersil seperti gum dan

pectin.

3. Emulsi permanen

Page 11: Laporan Tetap Teknologi Emulsi

Emulsi yang mempunyai viscositas tinggi yang akan memperlambat penggumpalan

fase terdispersi.

IV. Prosedur Percobaan

1. Mencampurkan 150 gram gula pasir, 115 gr susu krim ( 1 kaleng susu kental manis ), 2

gram agar-agar bubuk dan 1 gram karagenan, aduk hingga merata ingredient kering ini.

2. Menghangatkan 635 ml air, bila suhu sudah 30oC tambahkan ingredient kering sedikit

demi sedikit

3. Memanaskan formulasi dengan cepat dan diaduk terus hingga mencapai suhu 69oC,

pertahankan pada suhu ini sekurangnya selama 15 menit kemudian masukkan susu skim

(Dapat divariasikan dengan susu kental manis cokelat) dan bubuk cokelat ke dalam gelas

yang berisi air sambil diaduk , kemudian campurkan dengan formulasi yang dipanaskan

tadi

4. Menghomogenisasikan adonan selama 5 menit dengan ultra thorax

5. Segera turunkan suhu adonan hingga 4oC gunakan campuran es batu + garam untuk

keperluan ini

6. Bagi adonan menjadi 2 bagian, satu bagian langsung dibekukan dalam votator dan bagian

yang lain diaging satu malam dalam kulkan dengan suhu 4oC

7. Menyimpan es krim yang telah beku dalam freezer -28oC (hardening) selama semalam.

Lakukan hal yang sama pada bagian yang diaging

8. Mengukur % over-run dan bandingkan kelembutan tekstur dari keduanya, makin lembut

tekstur maka semakin sempurna emulsinya.

% over-run = Berat 100ml formulasi – Berat 100ml es krim x 100%

Berat 100ml es krim

Page 12: Laporan Tetap Teknologi Emulsi

V. Data Pengamatan

No Perlakukan Pengamatan

1Mixer 2 butir kuning telur + 100 gr gula

pasir

Mengembang, padat berwarna kuning

gading

2

Panaskan susu cokelat dalam air

1500ml hingga suhu 80oC sambil

diaduk

Berwarna cokelat , tekstur encer dan

berbusa

3

Memasukkan adonan mixer ke dalam

campuran susu cokelat ( lakukan

pengadukan )

Menanaskan pada suhu 80oC semakin

lama adonan semakin berat dan kental,

busa menghilang

4Masukkan agar-agar sebagai pengganti

gelatinKental dan busa menghilang

5Pendinginan dalam wadah batu es +

garam

Suhu adonan turun dari 80oC menjadi

35oC

6 Tuangkan ke dalam cup es krim Berat satu cup es krim = 60 gram

7 Dinginkan dalam freezerEs krim mengeras dan tekstur kurang

lembut (sedikit keras)

Page 13: Laporan Tetap Teknologi Emulsi

Perhitungan

Nama Bahan Jumlah Harga

Susu Kental Manis (cokelat) 1 kaleng Rp. 9.000,-

Agar-agar powder 2 gram Rp. 500,-

Telur 2 butir Rp. 3.000,-

Gula Pasir 100 gram Rp. 1.500,-

Cup es krim 30 buah Rp. 7.500,-

Total Rp. 21.500,-

Jumlah es krim yang diperoleh 30 buah

Harga jual 1 buah es krim Rp. 1.500,-

Harga jual seluruh es krim = Rp. 1.500,- x 30 buah

= Rp. 45.000,-

Modal 1 buah es krim = Rp. 21.500,- / 30 buah

= Rp. 71,- = Rp. 100,-

Keuntungan yang diperoleh = harga jual – modal awal

= Rp. 45.000,- – Rp. 21.500,-

= Rp. 23.500,-

Menghitung % over-run

% over-run = Berat 100ml formulasi – Berat 100ml es krim x 100%

Berat 100ml es krim

= 60 gram – 57 gram x 100%

57 gram

= 5,3 %

Page 14: Laporan Tetap Teknologi Emulsi

VI. Analisa Percobaan

Setelah melakukan praktikum tentang teknologi emulsi ini dapat dianalisa bahwa emulsi

dapat terbentuk dalam penggabungan dua fase yaitu fase terdispersi dan fase kontinyu. Agar

fase terdispersi dan fase kontinyu dapat bercampur sempurna dibutuhkan komponen ketiga

yaitu emulsifier, komponen ini berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan antara

kedua fase tersebut (interfacial tension) sehingga keduanya mudah membentuk emulsi. Cairan

yang terpecah menjadi globula-globula dinamakan fase terdispersi , sedangkan cairan yang

mengelilingi globula tersebut dinamakan fase kontinyu atau medium disperse.

Untuk memperoleh suatu emulsi yang stabil, biasanya dibutuhkan campuran dua buah

atau lebih emulsifier yang merupakan kombinasi dari persenyawaan hidrofilik dan lipofilik.

Pada percobaan ini, kami mencoba mengemulsikan susu sebagai fase terdispersi dan air

sebagai fase kontinyu dan emulsifier yang digunakan adalah telur. Emulsi jenis ini merupakan

suatu emulsi yang memiliki nilai kestabilan emulsi temporer, yang membutuhkan pengocokan

kuat sebelum digunakan.

Dalam praktikum teknologi emulsi untuk pembuatan es krim ini, emulsifier yang

digunakan adalah kuning telur. Di dalam kuning telur terdapat senyawa organic yang

mempunyai gugus hidrofilik dan hidrofobik yang lebih banyak daripada bagian putih telur.

Bagian hidrofobik akan berinteraksi dengan susu sedangkan bagian hidrofilik dengan air

sehingga terbentuklah emulsi yang bisa menyatukan air dan susu pada bahan pembuatan es

krim kali ini.

Page 15: Laporan Tetap Teknologi Emulsi

VII. Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

Emulsi merupakan suatu system yang terdiri dari dua fase cairan yang tidak saling

melarutkan, dimana satu cairan terdispersi dengan cairan lainnya (fase kontinyu)

Emulsi jenis ini merupakan jenis emulsi temporer yang membutuhkan pengocokan

kuat sebelum digunakan

Emulsifier yang digunakan adalah kuning telur karena memiliki gugus hidrofilik dan

hidrofobik yang masing-masing gugus akan berinteraksi dengan susu dan air sehingga

membentuk emulsi yang stabil dalam pembuatan es krim

% over-run yang diperoleh adalah sebesar 5,3 %