laporan situasi ham lgbti di indonesia 2012

50

Upload: nur-agustinus

Post on 01-Nov-2014

1.371 views

Category:

News & Politics


4 download

DESCRIPTION

Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012
Page 2: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

Laporan Situasi HAM LGBTI Di Indonesia Tahun 2012

Pengabaian Hak Asasi Berbasis Orientasi Seksual dan Identitas Gender : Kami Tidak Diam

Forum LGBTIQ Indonesia

Page 3: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

Laporan Situasi HAM LGBTI Di Indonesia Tahun 2012Pengabaian Hak Asasi Berbasis Orientasi Seksual dan

Identitas Gender : Kami Tidak Diam

Penulis :Tim Jaringan Pemantauan HAM LGBTI Indonesia

Koordinator : Khanis Suvianita

Perwajahan isi : Poedjiati TanPerwajahan Sampul : Poedjiati tan

Diterbitkan pertama kali olehForum LGBTIQ Indonesia

GAYa NUSANTARA

2013

Page 4: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

3

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

Daftar Isi

Kata Pengantar : Rafendi Djamin the ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR)

Dede Oetomo Founder GAYa NUSANTARA

Bab I Pendahuluan 111. Latar Belakang 112. Maksud dan Tujuan 153. Pelaksana Program 15

Bab II1. Persiapan Pemantauan dan Pendokumentasian 17a. Kondisi LGBTI di Indonesia 17b. Persiapan dan Pembelajaran HAM LGBTI 22

b.1. Pertemuan dan Materi 22b.2. Workshop dan Monitoring 24b.3. Metodologi 25 b.3.1 Format Form Dokumentasi 25 b.3.2. Dokumentasi Kasus-kasus 26

c. Fakta-Fakta Situasi dan Pelanggaran HAM LGBTI 27c.1. Tindakan, Korban, Pelaku dan Akibat 27c.2. Waktu, Tempat dan Pelaku 40c.3. Saksi, Korban dan tindakan setelah kejadian 41

Bab IIIKesimpulan dan Rekomendasi 43 1. Situasi dan Pelanggaran HAM LGBTI 432. Kesimpulan 443. Rekomendasi 46

Daftar Singkatan 46

Page 5: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

4

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

Page 6: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

5

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

Kata Pengantar

Laporan pemantauan pelanggaran HAM atas kelompok LGBTIQ yang pertama kali di Indonesia adalah buah kerja keras yang patut kita sambut dan apresiasi bersama-sama. Mengingat, kerja advokasi untuk hak-hak LGBTIQ adalah bukan perkara sederhana. Ia membutuhkan keberanian –terutama bagi korban– untuk membuka persoalan ini menjadi diskursus publik serta stamina untuk mengumpulkan data untuk diolah menjadi informasi berupa laporan yang bisa diakses publik.

Nilai dari laporan ini terletak justru pada prosesnya yang cukup panjang. Laporan ini, ibarat ujung dari sebuah jalan panjang bernama advokasi. Mengingat laporan ini tidak saja berasal dari hasil pemantauan sesaat, namun ia hadir melalui berbagai kerja-kerja advokasi; dari penyadaran publik, pembelaan dan pendampingan terhadap korban, sampai memunculkan sebuah kesadaran perlunya kerja pendokumentasian investigatif menggunakan persepektif HAM.

Dari sana, kita dapat melihat bersama potret buram bagaimana peran penyelenggara negara yang seharusnya memberi jaminan pemenuhan hak-hak dasar warganegaranya, justru masih menjadi pelaku pelanggaran HAM dalam berbagai derajatnya, khususnya kepada kelompok LGBTIQ.

Isu LGBTIQ memang sudah dikenal luas publik. Berbagai upaya kampanye anti-homophobia seperti yang baru saja kita peringati bersama setiap peringatan the International Day against Homophobia and Transphobia (IDAHO) baru-baru ini kerap dibuat. Namun bukan berarti, isu LGBTIQ sudah mendapat perhatian. Ia masih menjadi isu pinggiran.

Ikhtiar membuat laporan ini tentu untuk mengundang simpati publik, khususnya pemerintah, penegak hukum dan pemangku kepentingan lain untuk memberi perhatian lebih terhadap isu ini.

Laporan ini menjadi masukan penting bagi diskursus HAM di Indonesia dan juga di ASEAN, mengingat akhir tahun lalu, para Pemimpin ASEAN telah menyepakati adanya rezim HAM di kawasan ditandai dengan ditandatanganinya ASEAN Human Rights Declaration (AHRD) yang dengan tegas menyatakan bahwa sepuluh Negara ASEAN sepakat akan memberikan perhatian khusus kepada kelompok masyarakat marginal dan rentan. Diskursus HAM di kawasan regional Asia Tenggara

Page 7: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

6

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

tidak bisa abai dengan persoalan ini. Agenda pemajuan HAM di kawasan ini, seturut dengan akan dimulainya Komunitas ASEAN 2015 juga harus menyertakan kelompok-kelompok yang paling terpinggirkan; salah satunya adalah kelompok LGBTIQ.

Membaca laporan ini, tidak lengkap tanpa adanya upaya konkret untuk terus memperingatkan tanggungjawab pemerintah dalam memberikan pemajuan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak fundamental bagi warganegara. Laporan ini juga bisa dibaca sebagai kritik untuk sebuah upaya perbaikan. Laporan ini dilengkapi dengan poin-poin rekomendasi perbaikan.

Tentu saja, terdapat banyak pekerjaan rumah ketika ingin memperjuangkan isu LGBTIQ; mulai dari harus berhadapan dengan konstruksi patriarkhi, tantangan dari sejumlah kelompok yang mengaku berjuang menegakkan kebenaran nilai-nilai agama, hingga persoalan perspektif aparatur negara yang masih memandang kelompok ini sebagai “yang sakit dan pembawa penyakit”, “pendosa”, “menyimpang”, “aib”, dan sebagainya.

Kita, juga harus berhadapan dengan aktor kekerasan terhadap kelompok LGBTIQ yang tidak saja berasal dari negara, melainkan juga aktor-aktor non-negara. Laporan ini menunjukkan, korban dari kelompok LGBTIQ mendapat perlakuan diskriminasi yang berlapis, mulai dari keluarga, masyarakat, hingga negara. Akibatnya, kelompok LGBTIQ tersisih dari diskursus publik. Mereka harus survive ketika ruang publik tidak ramah terhadap kelompok LGBTIQ.

Dalam perspektif HAM, memiliki orientasi seksual berbeda adalah hak asasi manusia. Ia tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Konstitusi, Universal Declaration on Human Rights, UU HAM, dan berbagai instrumen internasioanal yang menjamin pemenuhan HAM telah diratifi kasi Indonesia harus digunakan penyelenggara negara untuk memberikan pemenuhan hak-hak dasar, termasuk hak-hak kelompok LGBTIQ.

Saya berharap, laporan ini akan dibuat secara berkala. Adanya respon dan tanggapan terhadap laporan ini, menjadi pemantik harapan, terutama bagi kelompok LGBTIQ yang sedang berada dalam jalan panjang perjuangan menuju publik yang lebih beradab; yang tidak memberikan pembedaan perlakuan atas dasar perbedaan orientasi seksual seseorang.

Pada hari Peringatan the International Day against Homophobia and Transphobia (IDAHO), 17 Mei 2013,

Rafendi DjaminWakil Indonesia untuk ASEAN Intergovernmental Commission

on Human Rights (AICHR)

Page 8: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

7

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

Kata Pengantar

Harga Yang Harus Dibayar Karena Berbeda: Diskriminasi dan Kekerasan Berdasarkan Orientasi Seksual Serta Identitas dan Ekspresi Gender

Adalah fakta yang diakui semua orang bahwa manusia itu berbeda-beda. Sebagai pribadi kita unik. Orang kembar saja tidak sepenuhnya sama dalam segala hal. Apalagi kalau kita renungkan perbedaan kita seturut umur, jenis kelamin, suku dan bangsa, keberimanan dan kelas sosial: kita berbeda dengan manusia lain dalam dimensi-dimensi itu dan dalam hidup bermasyarakat perlu ada pengaturan agar kita tidak berkurang atau kehilangan kesejahteraan kita karena perbedaan itu.

Pada hakikatnya untuk menjaga agar perbedaan kita tidak berakibat perlakuan yang tidak adil itulah maka para pemikir dan pemimpin yang diilhami paham humanisme merumuskan dan menyepakati berbagai deklarasi, konvensi dan kovenan yang dengan tegas menyatakan bahwa kita sebagai manusia seharusnya lahir bebas dan setara dengan manusia lain. Cita-cita luhur ini umum dikenal sebagai pendekatan hak asasi manusia (HAM).

Cita-cita kesetaraan ini dari jaman ke jaman memang berkembang: ketika para bapa bangsa Amerika menandatangani Declaration of Independence pada tahun 1776, kata-kata mereka “all men” benar-benar menyiratkan “semua laki-laki.” Kesetaraan yang mereka teriakkan tidak mencakupi kaum perempuan, dan para bapak bangsa itu tidak semua terganggu dengan fakta bahwa mereka memiliki budak Hitam. Kesetaraan berlaku untuk laki-laki Putih.

Namun memang nilai-nilai HAM sebagai cita-cita luhur ini juga dituntut untuk tanggap akan perkembangan dalam masyarakat, termasuk perkembangan nilai-nilai kesetaraan perempuan dengan laki-laki (yang sekarang pun masih ada yang meragukan atau menolaknya), yang dituntut oleh berbagai gelombang gerakan perempuan atau feminis. Sesudah Perang Dunia II tuntutan merdeka negara-negara di Afrika dan Asia juga mengubah nilai kesetaraan antara negara-negara penjajah dengan negara-negara jajahan, dengan konsekuensi tumbuhnya nilai kesetaraan antarbangsa, yang disertai juga tuntutan untuk menghentikan ketidaksetaraan (yang biasanya mengakibatkan diskriminasi) antar-ras atau antaretnik.

Page 9: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

8

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

Sejak abad ke-20, terjadi perubahan yang oleh banyak pihak diabaikan atau tidak disadari namun oleh sebagian pihak dimusuhi, yaitu mengkristalnya identitas and ekspresi gender yang bukan hanya perempuan dan laki-laki, sehingga dikenal gender seperti waria dan tomboi (priawan?) dengan semua permutasinya, dan juga orientasi seksual yang bukan hanya terhadap jenis kelamin yang beda dengan jenis kelamin kita sendiri (heteroseksualitas), melainkan juga orientasi seksual terhadap jenis kelamin yang sama dengan jenis kelamin kita sendiri (homoseksualitas) atau sekaligus juga dengan yang beda dengan jenis kelamin kita (biseksualitas), kembali dengan semua permutasinya berdasarkan perilaku (yang dapat tanpa identitas), orientasi dan identitas.

Kelindan antara perubahan sosial, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan tuntutan kesetaraan yang diilhami oleh humanisme dan gerakan kesetaraan perempuan serta ras, bangsa dan etnik, melahirkan identitas yang mengkristal macam waria, tomboi (priawan), lesbian, gay, biseksual dan yang paling mutakhir interseks (jenis kelamin biologis yang bukan baku perempuan atau laki-laki).

Tentunya ini bukan berarti bahwa sebelum abad ke-20 tidak ada ekspresi gender yang tidak menaati kebakuan gender yang dititahkan masyarakat, yang pada banyak masyarakat etnik maupun nasional kita diberi tempat yang lumayan menyejahterakan (tetapi n.b. tetap saja terbatas) atau tidak ada orang yang melakukan hubungan seks (acapkali juga dengan jalinan hubungan emosional-romantik) dengan mereka yang berjenis kelamin sama (yang kembali pada beberapa masyarakat etnik kita dilembagakan dalam kesenian dan praktik ritual, umpamanya) dan bukan berarti bahwa orang interseks (yang pernah disebut hermafrodit, istilah yang sekarang dianggap menstigma). Semua itu sudah lama ada.

Akan tetapi yang penting dicamkan adalah bahwa dalam masyarakat kita sekarang ada berbagai perilaku seksual, ekspresi gender dan identitas gender atau seksual yang tidak menaati rezim orientasi seksual dan identitas gender yang diberlakukan oleh ideologi dominan negara, agama, budaya dan sains yang hanya mengakui binerisme gender dan heteronormativitas (yang juga hampir terobsesi dengan keluargaisme). Ideologi dominan ini direproduksi di keluarga, sekolah, tempat kerja dan pranata masyarakat lainnya secara hegemonik atau kadang bahkan melalui diskriminasi dan kekerasan.

Maka lesbian, gay, biseksual, transgender dan interseks atau mereka yang diduga demikian atau berekspresi gender dan/atau berperilaku seksual yang dikaitkan dengan identitas-identitas itu, mengalami berbagai diskriminasi dan kekerasan di hadapan negara dan aparatnya.

Page 10: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

9

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

Laporan ini, yang pertama disusun berdasarkan pemantauan dan dokumentasi dari Nanggoe Aceh Darussalam hingga Sulawesi Utara selama tahun 2012, adalah upaya pertama yang paling komprehensif untuk berteriak kepada Negara bahwa ada warganya yang dilanggar hak-hak asasinya karena berbeda atau diduga berbeda dalam identitas dan ekspresi gender maupun perilaku, orientasi dan identitas seksual.

Hal ini menjadi signifi kan karena Republik Indonesia telah meratifi kasi instrumen-instrumen HAM internasional dan yang lebih penting lagi memasukkan prinsip-prinsip HAM itu dalam Undang-undang Dasar kita dan UU HAM No. 39/1999. Dengan perkataan lain, laporan ini menunjukkan bahwa ada warga negara ini yang mengalami diskriminasi dan kekerasan karena berbeda dalam dimensi yang memang cenderung diabaikan oleh Negara, dan dengan menunjukkan pelanggaran HAM itu menuntut negara agar (1) tidak lagi mengabaikan dimensi orientasi seksual, identitas dan ekspresi gender, dan (2) menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak asasi warga yang berbeda dalam dimensi itu.

Laporan ini diharapkan akan disusul oleh laporan tahunan berikutnya yang dengan berkembangnya kemampuan berbagai organisasi komunitas LGBTIQ dapat diharapkan makin lengkap dan baik.

Penerbitan laporan ini merupakan bagian dari respons komunitas LGBTIQ Indonesia, dalam hal ini Forum LGBTIQ Indonesia, yang dilaksanakan oleh sebuah tim pada GAYa NUSANTARA dengan kerja sama dukungan berbagai organisasi LGBTIQ maupun organisasi pejuang HAM arus utama dari berbagai daerah. Kegiatan ini bersumber pada pesan konstitusional untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa” dengan tujuan luhur membangun masyarakat yang adil dan makmur, termasuk dalam dimensi identitas dan ekspresi gender serta orientasi seksual.

Demikianlah kami hantarkan laporan ini, disertai ajakan untuk ikut meneriakkan tuntutan para L, G, B, T dan I Indonesia bersama dengan kawan-kawan seperjuangan di seluruh dunia. Mari…

Surabaya, 21 Mei 2013(15 Tahun Reformasi)

Dede Oetomo Founder GAYa NUSANTARA

Page 11: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

10

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

Page 12: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

11

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

BAB IPENDAHULUAN

1. Latar Belakang

“As men and women of conscience, we reject discrimination in general, and in particular discrimination based on sexual orientation or gender identity.”

(Ban Ki-moon, UN Secretary-General, on Human Rights Day, 2011)1

Diseluruh dunia, orang-orang non-heteroseksual masih menjadi sasaran penyiksaan, diskriminasi, kekerasan dan stigma bahkan tidak sedikit yang mati dibunuh. Indonesia tidak terkecuali. Kisah kekerasan, dikriminasi dan stigma berbasis orientasi seksual dan identitas gender ini sangat mudah ditemukan dalam masyarakat. Namun kisah-kisah ini memang sebagian besar hanya menjadi kisah diantara sesama dan teman, dibalik meja-meja konseling dan kisah-kisah yang tersembunyi dibalik pintu-pintu rumah yang masih dipenuhi dengan homofobia dan transfobia.

Pengakuan adanya hak asasi manusia yang secara universal sudah disepakati dan tertuang dalam Universal Declaation of Human Rights, pasal 1 menyebutkan: “semua manusia dilahirkan bebas dan sama dalam hak, dan martabat. Mereka dikaruniai akal budi dan hati nurani dan harus bersikap terhadap satu sama lain dalam semangat persaudaraan.” Pasal ini memberikan makna bahwa hak untuk kebebasan dan persamaan merupakan hak asasi yang dimiliki sejak lahir untuk setiap orang tanpa kecuali. Demikian seseorang tidak bisa didiskriminasi dan diperlakukan berbeda karena semua setara adanya. Sayangnya, pengakuan universal bahwa setiap orang sama dan bebas tidak berlaku pada kelompok-kelompok minoritas termasuk orang-orang Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender dan Interseks (LGBT) yang ingin menampilkan jati diri mereka.

Kemudian pada 2007, Yogyakarta Principles yang menjadi standart hukum internasional yang berkaitan dengan orientasi seksual dan

1 UN issues fi rst report on human rights of gay and lesbian people (http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=40743#.UXom9rX-Gb9)

Page 13: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

12

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

identitas gender dipublikasikan sebagai global charter untuk LGBT rights. Selanjutnya pada 17 Juni 2011, dewan HAM PBB untuk pertama kalinya mensahkan resolusi pertama yang secara spesifi k mengangkat isu pelanggaran HAM berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender. Resolusi persamaan hak yang menyatakan bahwa setiap manusia dilahirkan bebas dan sederajat dan setiap orang berhak untuk memperoleh hak dan kebebesannya tanpa diskriminasi apapun.2 Selain itu, suara-suara pembelaan hak asasi LGBTI sudah banyak disuarakan baik di tingkat internasional, regional dan nasional. Namun begitu perjuangan hak asasi berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender ini masih harus terus diperjuangkan karena masih banyak negara-negara yang kriminalisasikan orang-orang homoseksual dan tidak ada perlindungan yang serius bagi orang-orang LGBTI.

Di Indonesia, sekarang menjadi Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender dan Interseks (LGBTI) bukan perkara mudah karena harus berhadapan dengan berbagai macam stigma, diskriminasi, penolakan, kekerasan dan penyiksaan dari keluarga, masyarakat, agama dan negara. Padahal dalam banyak sejarah kebudayaan Indonesia LGBTI dikenal dengan baik dan bahkan dihormati karena posisinya dalam masyarakat. Memang, namanya saja yang berbeda, sebut saja ada bissu, calalai dan calabai di Sulawesi, lalu ada warok dan gemblak di Ponorogo, kemudian tentunya ada istilah-istilah lokal dalam banyak budaya di Indonesia yang digunakan dalam menjelaskan identitas LGBTI tersebut. Namun, keragaman gender dan seksualitas ini sekarang seolah “terlarang” dan distigma bukan bagian dari budaya Indonesia. Perilaku dan identitas LGBTI dianggap sebagai “kebarat-baratan” dan memalukan bangsa. Oleh karena itu pelarangan dan kriminalisasi terhadap kelompok LGBTI semakin menguat 10 tahun terakhir ini. Seperti Perda Kota Palembang yang dengan jelas mengkriminalkan perbuatan homoseksual yaitu gay dan lesbian dan bahkan mengkategorikan perbuatan ini sebagai pelacuran. Di samping itu, Perda-Perda Syariah yang mulai diterapkan di berbagai tempat juga membuat orang-orang LGBTI tidak bisa mengekspresikan dirinya. Walaupun negara Indonesia melalui UUD 1945 Pasal 28 dan UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia telah menjamin kebebasan berekspresi dan Hak asasi seseorang. Dan pada tahun 2005 Indonesia telah meratifi kasi Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik atau International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR). Hasil ratifi kasi ini tertuang dalam Undang-Undang 2 Resolusi PBB tentang Persamaan Hak Gay, Lesbian dan Transgender (http://lgbtindonesia.org/main/?p=166)

Page 14: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

13

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Sipil dan Politik) yang dengan jelas menyebutkan dalam bagian penjelasan ayat 2 bahwa ..... “bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian masyarakat dunia patut menghormati hak asasi manusia yang termaktub dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa serta instrumen internasional lainnya mengenai hak asasi manusia” (huruf c). Selanjutnya, Ketetapan MPR tersebut menyatakan bahwa Bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mempunyai tanggung jawab untuk menghormati Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) dan berbagai instrumen internasional lainnya mengenai hak asasi manusia”

Namun demikian berbagai tindakan pelanggaran HAM yang terjadi pada LGBTI di Indonesia terus ada di berbagai tempat. Mulai dari pemaksaan merubah penampilan -gender expression-, diusir dari tempat tinggal, dipaksa menikah, dipukul, disiksa, terpaksa dan atau dipaksa berhenti dari sekolah, dikeluarkan dari tempat kerja dan berbagai bentuk diskriminasi, pelecehan seksual dan kekerasan lainnya. Oleh karena itu banyak orang LGBTI yang tertutup dengan status orientasi seksualnya karena takut dengan berbagai isu kekerasan yang akan dihadapi belum lagi bila kehilangan pekerjaan. Bila pun mengalami kekerasan mereka tidak akan melaporkan kasus-kasusnya karena merasa percuma dan kuatir akan mengalami kekerasan yang lain. Bahkan pada Maret 2010 ketika berlangsung kongres ILGA (International Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender and Intersex Association) yang dilakukan di Surabaya dan mendapatkan penyerangan dari kelompok yang mengatasnamakan agama dan pemerintah tidak memberikan perlindungan dan jaminan keamanan pada orang-orang LGBTI dalam hal ini kepolisian pada waktu itu dan kegiatan tersebut pun dengan terpaksa tidak bisa dilaksanakan. Tempat berlangsungnya acara diserbu dan peserta mendapatkan kekerasan dan ancaman yang memberikan trauma pada sebagian orang.

Kecenderungan yang terjadi sekarang adalah adanya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh orang-orang homofobia dan transfobia, pelanggaran terhadap hak berekspresi, hak berkumpul dan berserikat serta diskriminasi yang terus menerus terjadi pada orang-orang LGBTI. Tindakan pelanggaran HAM ini dilakukan oleh kelompok masyarakat dan keluarga namun, aparat pemerintah tampaknya cenderung mengabaikan kewajibannya (by omission) untuk melindungi HAM setiap orang. Jadi seolah-olah HAM tidak bisa ditegakkan pada orang-orang LGBTI dengan berbagai alasan seperti norma, adat istiadat, agama, dan “bukan budaya Indonesia”

Page 15: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

14

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

Menyadari berbagai keadaan tersebut di atas dan di berbagai tempat di Indonesia banyak orang-orang distigma, didiskriminasi dan mengalami berbagai macam bentuk kekerasan bahkan pembunuhan yang berbasis orientasi seksual dan identitas gender. Orang-orang LGBTI tidak bisa menikmati hak asasi mereka dan tidak mendapatkan perlindungan yang berarti dari negara. Selain itu, pada tahun 2009, diketahui di Indonesia jumlah Laki laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL) diperkirakan ada 800 ribu orang.3 Karena penting sekali melakukan program pemantauan dan pendokumentasian HAM LGBTI di Indonesia. Selama ini ada banyak sekali kasus yang tidak terdokumentasikan karena kebiasaan yang manganggap kekerasan, diskriminasi dan stigma pada LGBT karena memang “seharusnya” – homoseksual sebagai abnormal, dosa dan melanggar norma-, tidak ada kebiasaan untuk mendokumentasikan kejadian-kejadian yang penting, tidak tahu bagaimana mendokumentasikan kasus-kasus dan HAM LGBTI masih belum dibiasakan menjadi aktivisme dalam program-program kegiatan.

Perubahan sosial dan perkembangan demokrasi di Indonesia, juga memberikan ruang bagi orang-orang dan organisasi LGBTI untuk mulai membicarakan dan menyuarakan hak-hak mereka. Beberapa organisasi seperti Arus Pelangi, GAYa NUSANTARA, Ardhanary Institute, Our Voice, Kipas, Perwakos dan lainnya sudah mulai membicarakan hak-hak LGBTI dan mulai melakukan advokasi ke berbagai pihak yang terkait langsung dengan persoalan yang mereka alami dan hadapi.

Oleh karena itu, sejak awal program Pemantauan dan Pendokumentasian HAM LGBTI disadari tidak bisa dilakukan hanya satu pihak saja. Sehingga dibutuhkan berbagai macam pihak untuk keberhasilan program ini. Mulai dari kelompok LGBT sendiri, aktifi s yang perduli pada isu HAM untuk semua dan ini mulai dilakukan sejak tahun 2010 yang dikoordinatori oleh GAYa NUSANTARA. Kemudian untuk menentukan organisasi LGBT lain yang terlibat dalam program ini selanjutnya diawali dengan melakuan rapid assessment pada 30 organisasi-organisasi LGBT yang tersebar di berbagai kota di Indonesia yang dinilai sudah terbiasa dengan isu-isu HAM dan bisa mengerjakan proses pemantauan dan pendokumentasian pelanggaran HAM LGBTI. Memang dari jumlah tersebut sebagian besar organisasi LGBT masih berada di pulau Jawa sementara di pulau lainnya masih berupa kelompok-kelompok LGBT. Dari jumlah tersebut terpilih 15 organisasi 3 Diperkirakan 3 Juta Pria Lakukan Seks Sejenis (http://health.kompas.com/read/2011/03/18/11182825/Diperkirakan.3.Juta.Pria.Lakukan.Seks.Sejenis)

Page 16: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

15

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

yang dinilai bisa bekerjasama dalam program ini. Selanjutnya dengan perkembangan waktu dan usulan dari berbagai aktivis LGBT yang memahami program ini mengusulkan organisasi lainnya dan akhirnya ditentukan ada 21 organisasi LGBT yang terlibat dan tersebar di berbagai kota di Indonesia mulai dari pulau Jawa, Sulawesi dan Sumatra.

Selain organisasi LGBT, organisasi hak asasi manusia dan aktifi s demokrasi dan HAM di berbagai tempat di Indonesia. juga banyak membantu berhasilnya program ini. Mulai dari menjadi pendamping dalam proses pemantauan dan terutama dalam proses pendokumentasian. HRWG (Human Rights Working Group) salah satu organisasi yang terlibat mulai awal dalam proses pendokumentasian ini.

Selanjutnya program ini juga mengajak LGBTI untuk mulai membiasakan diri dengan isu-isu HAM dan memahami posisinya dalam perjuangan HAM bersama. Dan untuk itu berbagai organisasi LGBTI dan HAM di Indonesia diajak untuk sama-sama terlibat dalam program ini.

2. Maksud dan Tujuan a. Melakukan pemantauan dan pendokumentasian pelanggaran dan

situasi HAM LGBTI di Indonesiaa. Membuat laporan tahunan Pelanggaran HAM LGBTI di Indonesia

dan membuat laporan dan rekomendasi pemantauan dan pendokumentasian HAM LGBTI di Indonesia ke pada Perserikatan Bangsa-Bangsa

a. Mempublikasikan laporan pelanggaran HAM LGBTI di Indonesia kepada publik dan kepada komunitas LGBTI

3. Pelaksana Program Program pemantauan dan pendokumentasian pelanggaran HAM LGBTI

ini dikerjakan oleh Forum LGBTIQ Indonesia, dengan koordinator program adalah GAYa NUSANTARA dan bekerja sama dengan 20 organisasi LGBT yang tersebar di 11 kota di Indonesia, yaitu:

1. GAYa NUSANTARA (Surabaya)2. Perwakos (Surabaya)3. Igama (Malang)4. Galeri Sehati (Kediri)5. Yayasan Kebaya (Yogyakarta)6. PLU (Yogyakarta)7. Eff ort (Semarang)

Page 17: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

16

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

8. Semarang Gaya Community (Semarang) 9. Srikandi Pamungkas (Bandung)10. Ardhanary Institute (Jakarta)11. Arus Pelangi (Jakarta) 12. Yayasan Inter Medika (Jakarta)13. Swara (Jakarta)14. Gaya Dewata (Denpasar)15. Gay Lam (Bandar Lampung)16. Gaya Celebes (Makasar)17. Kipas (Makasar)18. Kelompok Sehati Makasar (Makasar)19. GWL Kawanua (Menado)20. Violet Grey (Banda Aceh)21. Putroe Seujati (Banda Aceh)

Selain dengan Organisasi-organisasi LGBT, program ini juga bekerjasama dengan berbagai organisasi dan aktifi s HAM “mainstream” yang secara terbuka mau mendampingi aktifi s LGBT untuk mulai membiasakan diri dengan isu-isu HAM dan pemantauan dan pendokumentasian HAM LGBTI.

Page 18: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

17

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

BAB IIPEMANTAUAN DAN PELAKSANAAN

HAM LGBTI DI INDONESIA

1. Persiapan Pemantauan dan Pendokumentasian

a. Kondisi LGBTI di IndonesiaOrang-orang LGBT di Indonesia sudah cukup lama berorganisasi.

Semua berawal dari tahun 1960-an. Waria adalah kelompok pertama yang membentuk organisasi, yaitu Himpunan Wadam Djakarta (HIWAD) yang berdiri pada tahun 1968 di Jakarta yang difasilitasi oleh Ali Sadikin, Gubernur Jakarta masa itu, kemudian diikuti oleh organisasi gay melalui Lambda Indonesia pada tahun 1980-an dan selanjutnya kelompok lesbian dimulai dengan organisasi PERSELIN pada masa kurun waktu yang bersamaan. Sayangnya organisasi lesbian sempat vakum beberapa lama sama pada Kongres Perempuan Indonesia (KPI) pertama setelah rejim Orde Baru tahun 1999, untuk pertama kalinya kelompok perempuan secara terbuka memperhatikan persoalan-persoalan lesbian dan pada saat itu juga KPI menunjukkan perhatiannya secara serius dengan membentuk sektor 15 yang secara khusus memberikan perhatian pada persoalan-persoalan yang dihadapi oleh LBT (Lesbian, Bisexual and Transgender). Dan selanjutnya pada tahun 2000 organisasi-organisasi lesbian bermunculan di berbagai tempat seperti di Jakarta ada Ardhanary Institute, Kipas di Makasar, Gendhis di Lampung dan di daerah lainnya.

Pada saat itu HAM tidak secara spesifi k dibicarakan oleh kelompok LGBT. Setelah tahun 2000 isu-isu HAM mulai pelan-pelan dibicarakan di kalangan LGBT, khususnya kelompok gay dan lesbian (biasa mengaitkannya dengan hak perempuan). Serangan yang terjadi pada kelompok LGBT yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agama dan pengatur moral publik, hal ini mendorong kesadaran tentang hak-hak LGBTI yang sudah dilanggar. Kebebasan berekspresi dilarang, organisasi LGBT tidak bisa menggunakan nama, visi dan misi sesuai dengan mandat organisasi karena bila itu dilakukan maka mereka tidak akan bisa mendapat akte pendirian organisasi.

Page 19: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

18

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

Pembicaraan mengenai HAM secara khusus di kalangan LGBTI Indonesia masih termasuk baru. Pada tahun 2000 awal ada banyak organisasi gay yang bermunculan dan mulai mengerjakan program-program HIV dan AIDS begitu juga dengan kelompok waria. Stigma yang kuat menganggap gay sebagai pembawa virus HIV tidak lepas dari “traumatic event” penemuan kasus HIV pertama di Indonesia pada tahun 1987 di Bali pada seorang turis asing gay. Oleh karena itu, gay menjadi target awal dalam program HIV dan AIDS selanjutnya waria dan kelompok lainnya. Program HIV dan AIDS mempertemukan kelompok gay dan waria untuk bersama-sama menghambat laju pertumbuhan HIV dan AIDS di kalangan gay, waria dan LSL dengan membentuk organisasi GWL-INA pada tahun 2007. GWL-INA juga menjadi semacam payung besar network untuk gay dan waria secara nasional dengan banyak network diseluruh dan yang merespon persoalan HIV secara nasional dan banyak bekerja dengan institusi pemerintah di tingkat nasional, lokal dan internasional dan banyak bekerja dengan KPAN (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional) juga.1

Sementara kelompok lesbian banyak berbicara tentang hak perempuan dan banyak bersentuhan dengan isu-isu kekerasan terhadap perempuan. Komunitas dan atau aktifi s LGBT walaupun saling mengenal satu sama lain tapi tidak benar-benar terlibat secara bersama-sama dalam menyuarakan isu-isu HAM LGBT. Masing-masing kelompok masih berjuang sendiri-sendiri dan belum ada program-program kegiatan yang mempersatukan kelompok ini.

Namun seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan demokrasi di Indonesia kelompok LGBT mulai tampil dan tidak lagi tertutup pada publik. Para aktifi s LGBT mulai terlibat dalam gerakan demokrasi dan pluralisme. Sayangnya keterbukaan LGBT kepada publik ini dinilai oleh kelompok-kelompok anti-pluralism, kelompok fundamentalis agama dan orang-orang yang homofobia dan transfobia sebagai kelompok “pendosa”, kelompok yang merusak “citra Indonesia” karena tidak menunjukkan budaya Indonesia – homoseksual dianggap sebagai budaya barat dan anggapan homoseksual sebagai pengaruh barat yang mendorong kebebasan seks- dan penyerangan terhadap LGBTI pun semakin terbuka dan terjadi di berbagai tempat. Keselamatan hidup orang-orang LGBT semakin terancam namun tidak ada perlindungan dari negara, seolah mereka bukan warga negara saja. Pelanggaran hak-hak orang-orang LGBTI yang didasari oleh kekerasan, diskriminasi dan stigma ini terjadi dalam semua aspek hak asasi manusia, mulai dari hak sipil, politik, ekonomi dan budaya tapi tidak banyak 1 The GWL-INA : The Story of A Network, The History and Developments of The Network of Gay, Transgender and Men Who Have Sex With Men in Indonesia.

Page 20: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

19

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

orang berteriak untuk membela hak-hak LGBTI. Ada semacam “ketakutan tersembunyi” dan bahkan terang-terang yang ditunjukkan berbagai kalangan terhadap orang-orang LGBTI. Publik masih menstigma dan mendiskriminasi orang-orang LGBTI dengan berbagai macam cara untuk membuat mereka tidak visible.

Lihat saja kasus-kasus sepanjang tahun 2000 ini, sebagaimana telah didokumentasikan oleh Kontras, Arus Pelangi, Yayasan Srikandi Sejati dan Forum Komunikasi Waria dalam siaran pressnya pada tahun 20062 menjelaskan bahwa telah terjadi “hate crime” kelompok terhadap LGBT di kota Solo, Surakarta, Yogyakarta, Semarang dan Jakarta dari tahun 2000-2006. Adapun kasus-kasus itu seperti pembunuhan tiga orang waria oleh aparat kepolisian pada tahun 2003 yang kasusnya tidak pernah diselesaikan dan pembunuhan waria di Purwokerto pada tahun 2005 oleh seorang pemuda tapi sampai sekarang tidak ada tersangka yang ditetapkan. Kemudian intimisasi oleh aparat kepolisian terhadap komunitas waria di Aceh setidaknya di sepanjang Maret 2006, ada beberapa waria di Langsa, Aceh Timur, yang mengalami pemukulan dan intimidasi dari oknum aparat kepolisian setempat. Lalu, penyerangan pada komunitas waria dan gay yang sedang nongkrong oleh orang-orang yang homofobia dan penyerangan kegiatan pemilihan ratu waria oleh Front Pembela Islam (FPI) dan acara “Kerlap-Kerlip Warna Kedaton”yang diserang oleh kelompok agama seperti Gerakan Pemuda Ka’bah (GPK), dan ancaman oleh kelompok Hisbullah terhadap Lembaga Gessang Solo.

Selanjutnya pada tahun 2010 beragam kasus kekerasan LGBTI terus ada3, seperti kasus razia waria oleh Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) di Batam yang berujung pada pelecehan seksual dan pemerasan.

“November 2010 Suatu malam, terjadi razia kepada para waria yang mangkal di Simpang Base camp Batu Aji Batam Centre yang dilakukan oleh satpol PP Batam Centre. Dalam razia itu tertangkap 7 orang waria. Mereka dinaikkan ke mobil Satpol PP. Dalam perjalanan ke kantor Satpol PP Batam Centre semua waria dimintai uang Rp 50.000. Karena tidak

2 Siaran Press yang dilakukan oleh kontras pada tahun 2006 : Memperingati Hari Waria (Trans-gender/Transexual) Internasional, “Akankah Kekerasan Terhadao Waria Menjadi Agenda Untuk Menyelesaikannya”. Pernyataan ini ditanda tangani oleh koodinator Kontras saat itu Usman Hamid, Rido Triawan dari Ketua Arus Pelangi saat itu, Lenny Sugiarto Direktur Yayasan Srikandi Sejati dan Nancy Iskandar ketua Forum Komunikasi Waria. (http://www.kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=435)3 Lihat “Mereka Yang Terabaikan” sebuah laporan Rapid Assesment HAM yang didokumenta-sikan oleh GAYa NUSANTARA dan Organisasi LGBTIQ lainnya pada tahun 2011

Page 21: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

20

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

ada uang, petugas Satpol PP menyita HP sampai terjadi pemukulan. Sesampainya di kantor Satpol PP, semua waria disuruh menyapu dan mengepel lantai. Setelah itu disuruh telanjang. Karena menolak maka mereka dipukul dan ditelanjangi paksa oleh Satpol PP tersebut. Mereka juga dipaksa berhubungan seksual dengan Satpol PP tersebut. Mereka juga dimasukkan ke ban mobil. Seorang waria yang berusaha membebaskan mereka dimintai uang tembusan”. 4

Kemudian Pembubaran pertemuan GWL-INA di Bandung oleh FPI, Pembubaran Peringatan Hari AIDS Sedunia di Makassar oleh FPI dan penganiayaan terhadap seorang priawan (transman – perempuan ke laki-laki) oleh masyarakat dan aparat kepolisian.5 Kemudian pelatihan untuk komunitas waria yang diselenggarakan oleh Komnas HAM pada April 2010 dan seminar HIV/AIDS di Bandung pada Mei 2010 mendapatkan ancaman sehingga tempat penyelenggaraan harus dipindahkan ke tempat lain.6

Sejauh ini kasus-kasus ini belum ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum dan membiarkan pelanggaran HAM terus belangsung terhadap kelompok LGBTI. Ini adalah sebagian kasus-kasus LGBTI yang sempat terekam oleh organisasi LGBTI sementara itu kami memahami hal ini sebagai sebuah fenomena gunung es di mana kasus-kasus yang terlaporkan hanyalah permukaan dari dari gunung es itu. Masih ada banyak sekali kasus-kasus yang terpendam baik yang dilakukan oleh non-state actor maupun oleh state actor. Kekerasan yang didasari prasangka buruk dan kebencian pada LGBTI tidak pernah berhenti dan terus terjadi sampai sekarang.

Indonesia yang masih bekerja keras membangun sistem demokrasi ini memberikan keleluasaan kepada daerah untuk membuat peraturan daerah dan memunculkan peluang peraturan yang berbasis agama, tentu saja membuat kelompok LGBTI semakin terpojokkan. Artinya tidak ada perlindungan kepada kelompok LGBTI untuk hidup, bekerja dan menjadi dirinya sendiri. Akibatnya pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh LGBTI dianggap nista, tidak pantas. Lihat saja waria, dalam banyak kasus mereka paling banyak mengalami kekerasan, mulai dari dikeluarkan dari sekolah karena berdandan atau menjadi tidak mau ke sekolah karena selalu dilecehkan dan dihina baik oleh guru maupun sesama teman

4 ibid5 ibid6 Minoritas di tengah Demokrasi dan Pluralitas (1), Demos Indonesia (http://www.demosin-donesia.org/laporan-utama/3710-minoritas-di-tengah-demokrasi-dan-pluralitas-i-mempertan-yakan-perlindungan-ham-untuk-kelompok-lgbt.html)

Page 22: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

21

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

sekolah, lari dari rumah karena selalu dikucilkan dan pelecehan (seksual) yang dilakukan oleh masyarakat maupun aparat negara. Oleh karena itu, banyak waria yang hidup dan bekerja di jalanan baik menjadi pekerja seks dan atau pengamen. Dan pekerjaan mereka pun terbatas pada lingkup kecantikan, fashion dan dunia hiburan, tidak jarang mereka juga ditampilkan menjadi sasaran lelucuan semata.

Kongres ILGA Asia tahun 2010 di Surabaya yang digagalkan oleh Forum Umat Islam (FUI),7 ormas dan perwakilan mahasiswa mendatang hotel Oval tempat berlangsungnya kegiatan kongres8 dan mengusir para peserta yang datang dari berbagai belahan dunia. Dan kantor GAYa NUSANTARA pun disegel oleh FUI.9 Peristiwa penyerangan terhadap kongres ILGA Asia ini menyadarkan dan mempertemukan semua kelompok LGBTI tentang posisi mereka dalam masyarakat yang selalu rentan pada kekerasan dan tidak pernah aman ketika melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat publik. Ancaman serangan dan pengusiran biasanya mengikuti berbagai macam kegiatan yang dilakukan oleh kelompok LGBTI di berbagai tempat di Indonesia. Selain itu banyaknya kasus-kasus kekerasan, diskriminasi dan stigmatisasi yang dialami oleh orang-orang LGBTI, keadaan ini mendorong kesadaran kelompok LGBTI untuk sama-sama menyuarakan hak-hak LGBTI yang telah dilanggar dan mendorong mereka untuk membentuk wadah bersama yaitu Forum LGBTIQ Indonesia.

Walaupun sudah ada instrumen HAM yang bisa digunakan untuk melindungi kelompok LGBTI tetapi negara selama ini telah abai melindungi warga negaranya. Kelompok LGBTI yang berkegiatan di publik tidak mendapatkan perlindungan. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan UUD 1945 yang menjadi landasan dasar hukum dan hak yang seharusnya dipenuhi oleh setiap orang siapapun mereka tanpa kecuali sepertinya tidak berlaku untuk orang-orang LGBTI. Keamanan dan perlindungan orang LGBTI bukan menjadi bagian yang diperhatikan oleh negara.

Usaha-usaha memperjuangkan HAM LGBTI ini sudah mulai dilakukan mulai dari tingkat lokal sampai dengan international. Ambil

7 ROHMAN TAUFI, Takut Kena Kutukan, Peserta Konferensi Gay-Lesbian Diusir, tempo inter-aktif, dalam http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2010/03/26/brk,20100326-235911,id.html8 Benny Christia, Peserta Kongres Gay Dipaksa Keluar Hotel 27/03/2010 05:38 Liputan6.com, Surabaya, dalam http://nahimunkar.com/takut-kena-kutukan-massa-usir-peserta-kongres-gay-lesbian-dan-menutup-kantor-gay-di-surabaya/9 Detik.com, Warga Berencana Usir Penghuni Sekretariat GAYa Nusantara, 23 Maret 2010, http://id.news.yahoo.com/dtik/20100326/tid-warga-berencana-usir-penghuni-sekret-b1ae096.html, dan Afrizal Akbar, Tolak Kaum Gay, FUI Segel Kantor GAYa Nusantara, dalam http://regional.kompas.com/read/2010/03/26/1435451/Tolak.Kaum.Gay.FUI.Segel.Kantor.GAYa.Nusantara

Page 23: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

22

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

saja kasus audiensi yang dilakukan oleh kelompok Waria dan Gay dengan Dinas kesehatan dan Satpol PP di Surabaya pada tahun 2012 dan membuat UPR dan ICCPR shadow report yang langsung dikirimkan ke PBB pada tahun 2012 dan juga melakukan lobi-lobi untuk perbaikan kondisi HAM LGBTI di Indonesia. Perjuangan HAM LGBTI di tingkat internasional ini sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2008 lewat shadow report UPR yang pada saat itu juga didukung oleh ILGHRC (International Lesbian & Gay Human Rights Commission).

Dengan demikian program pemantauan dan pendokumentasian HAM LGBTI menjadi penting untuk dilakukan. Hasil pendokumentasian ini menjadi bukti adanya fakta-fakta kekerasan dan penyiksaan yang terjadi pada orang-orang LGBTI di berbagai tempat di Indonesia. Memang, saat ini program ini tidak mencakup seluruh wilayah Indonesia, terbatas pada pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi, tetapi hal ini bisa menjadi gambaran umum bagaimana kondisi HAM LGBTI di Indonesia. Dan diharapkan hasil dari dokumentasi pelanggaran dan situasi HAM LGBTI di Indonesia ini bisa menjadi dokumentasi berharga untuk menjelaskan keadaan real orang-orang LGBTI di Indonesia. Di samping itu hal ini juga menjadi suara bahwa orang-orang LGBTI mempunyai hak untuk hidup aman, dilindungi dan dapat mengekspresikan dirinya tanpa dipenuhi oleh rasa takut. Kebencian dan prasangka buruk terhadap LGBTI tidak sepantasnya terjadi ketika kita menghormati dan mangakui setiap hak asasi individu

b. Persiapan dan Pembelajaran HAM LGBTIb.1. Pertemuan dan Materi Tujuan dari program pemantauan dan pendokumentasian HAM LGBTI

ini juga memberi dampak agar aktifi s LGBT terbiasa dengan pemantauan dan pendokumentasian HAM LGBTI yang terjadi di sekitarnya, tidak hanya menunggu laporan datang tetapi juga mencoba melakukan investigasi dan mendokumentasikan beragam kasus yang terjadi di tengah masyarakat. Oleh karena itu, tim pelaksana dalam hal ini GAYa NUSANTARA mengundang organisasi LGBT seperti Arus Pelangi, Ardhanary Institute, Yayasan Inter Medika, Swara dan HRWG selain itu juga ada aktifi s HAM yang memberikan perhatian pada isu-isu HAM LGBTI.

Pertemuan ini merumuskan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam workshop, seperti materi workshop HAM LGBTI untuk peserta yang akan terlibat dalam pemantauan dan pendokumentasian HAM LGBTI, metode yang digunakan selama workshop berlangsung adalah ceramah, diskusi, sharing, role play, latihan kasus dan presentasi serta jumlah hari yang

Page 24: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

23

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

dibutuhkan untuk workshop. Di samping itu, pertemuan juga memutuskan peserta yang akan dilibatkan dalam workshop HAM LGBTI ini. Diputuskan juga bahwa organisasi LGBT yang diundang mereka diminta untuk mengajak pendamping dari NGO HAM “mainstream’ atau aktifi s HAM yang sudah terbiasa dengan kasus-kasus HAM dan pendokumentasian. Pendamping ini diharuskan dari daerah setempat sehingga memudahkan berkomunikasi dan berkonsultasi.

Pada workshop pertama materi tersebut mulai dari pengetahuan tentang Sexual orientation and Gender Identity (SOGI), HAM mulai dari sejarah singkat HAM dan instrumen HAM seperti kovenan internasional yang berhubungan dengan LGBTI, UUD 1945, UU HAM No. 39 Tahun 1999 dan standar hukum internasional yaitu Yogyakarta Principles. Lalu menganalisis contoh kasus-kasus pelanggaran HAM LGBTI dikaitkan dengan hukum internasional dan hukum nasional yang berlaku. Kemudian secara kritis membedakan persoal-persoal HAM dan yang bukan. Kemudian materi pendokumentasian dan semua yang terkait dengan proses pendokumentasian seperti wawancara dan memperkenalkan pada form pendokumentasian yang akan digunakan secara standart. Pada workshop ke dua materi yang diajarkan adalah menulis, memahami mekanisme pelaporan HAM mulai dari tingkat lokal sampai internasional.

Masing-masing angkatan mendapatkan 2 kali workshop yaitu, (1) Workshop Pemantauan dan Pendokumentasian HAM LGBTI di Indonesia, (2) Workshop Lesson Learned. Workshop ke 2 ini berlangsung setelah partisipan kembali ke tempat masing-masing selama tiga bulan dan sudah mulai memantau dan mendokumentasikan kasus-kasus yang ditemui kemudian mengirimkan kasus-kasus tersebut kepada koordinator program dan kasus-kasus di-feedback dan selanjutnya dikembalikan lagi untuk dikumpulkan.

Dalam workshop ke dua ini partisipan banyak membagikan pengalaman-pengalaman di lapangan dan kesulitan-kesulitan untuk mendapatkan kasus-kasus. Bilapun diketahui ada banyak kasus yang sudah didengar sayangnya tidak semua korban dan saksi mata mau bercerita terutama kasus-kasus yang dialami oleh gay dan lesbian. Walaupun sudah diyakinkan bahwa identitas akan dirahasiakan korban masih merasa takut, percuma karena ada stigma dalam diri sendiri sebagai orang yang sudah pantas mendapatkan kekerasan karena memang “salah, berdosa, sakit, tidak ada hasilnya nanti dan takut kalau keluarga akan diketahui”. Kasus-kasus yang banyak dikumpulkan adalah kasus-kasus waria karena waria akan tampak jelas sebagai

Page 25: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

24

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

kelompok yang dianggap menyimpang, abnormal dan sakit. Sementara gay dan lesbian tidak tampak sehingga orang-orang yang kuatir akan keselamatannya tidak akan mau menampilkan identitasnya. Dari sini kelihatan bahwa diantara kelompok LGBT waria paling rentan untuk mendapatkan kekerasan, diskriminasi dan stigma.

Setelah ke dua workshop tersebut partisipan yang LGBT diundang kembali ke workshop Pemantapan Program Pemantauan dan Pendokumentasian HAM LGBTI. Workshop ini juga menjadi pertemuan angkatan 1 dan ke 2 yang sebelumnya tidak pernah bertemu. Workshop ini memang dikhususkan untuk LGBT saja karena untuk penguatan aktifi s LGBTI untuk terus berjuang bersama-sama dalam isu HAM LGBTI. Dalam workshop ini partisipan dibekali pengetahuan tentang memahami dan membangun rasa aman dan percaya diri untuk bisa meyakinkan korban-korban pelanggaran HAM LGBTI menjadi berani untuk menceritakan kasus-kasus yang mereka alami dan juga mensupport orang-orang LGBTI yang telah menjadi korban. Partisipan mulai dengan pemahaman diri sebagai LGBT, kemudian peserta juga mendengar kisah-kisah sukses perjalanan melakukan advokasi mulai dari kisah kelompok LGBTI sendiri, perempuan dan anak dan bagaimana memulai advokasi serta resiko-resiko yang akan dihadapi.

b.2. Workshop dan MonitoringMengingat kawasan Indonesia yang begitu luas dan orang-orang

LGBTI tersebar di berbagai tempat, tim kemudian memutuskan untuk membuat 2 angkatan peserta workshop. Masing-masing angkatan terdiri dari 10 aktifi s LGBT dan 10 orang pendamping, aktifi s HAM dan keduanya mendapatkan materi yang sama. Pada workshop ke dua aktifi s LGBT yang terlibat ada 12 organisasi dan 10 orang pendamping. Jadi peserta terlatih dari LGBT ada 22 orang dan 20 orang pendamping jadi total yang sudah dilatih adalah 42 orang. Namum dalam perjalanannya setelah workshop yang pertama ada satu organisasi LGBT yang tidak bisa mengikuti kesepakatan sehingga tidak bisa dilibatkan dalam proses selanjutnya. Tim pelaksana meminta agar peserta workshop adalah orang yang sama sehingga bisa mengikuti rangkaian lengkap workshop namun ada persoalan orang-orang yang dikirim oleh organisasi ke workshop orang yang berbeda-beda, ini karena persoalan tidak mudahnya mencari aktifi s LGBT yang bisa terus aktif di dalam organisasi.

Perbedaan yang cukup mencolok selama workshop berlangsung antara aktifi s LGBTI dan aktifi s HAM adalah para aktifi s LGBT sudah cukup familiar dengan isu-isu SOGI sementara para aktifi s HAM masih baru begitu juga

Page 26: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

25

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

sebaliknya, isu-isu HAM masih baru di kalangan aktifi s LGBTI. Program ini juga menjadi sebuah kesempatan bagaimana HAM LGBTI bisa menjadi hal yang mainstream pula dan juga me-mainstream kan HAM ke dalam kelompok LGBTI.

Dalam workshop yang dilakukan sebanyak 5 kali ada banyak kisah-kisah yang dilontarkan mulai dari persoalan yang terkait dengan coming out dalam keluarga dan di tempat kerja juga yang kemudian “ketahuan” sebagai gay atau lesbian atau waria sampai pada soal-soal kekerasan yang dialami. Juga kisah-kisah diskriminasi yang dialami dibanyak tempat mulai dari dilakukan oleh orang terdekat sampai orang yang tidak begitu dikenal. Menjadi LGBTI di Indonesia adalah kisah yang tidak mudah, kisah yang dipenuhi dengan kebisuan, kesedihan, ketakutan, kekuatiran, keberanian, perjuangan dan keyakinan. Menjadi orang yang terbuka sebagai LGBTI di Indonesia dipenuhi dengan berbagai tantangan mulai dari keluarga, lingkungan sampai di tempat kerja dengan beragam resiko yang harus diambil.

Monitoring dilakukan dengan model mengunjungi lembaga-lembaga yang terlibat dalam program ini dan sekaligus berdikusi, konsultasi dan memahami situasi yang terjadi di lapangan. Juga bila memungkin bertemu dengan korban secara langsung dan memberikan dukungan kepada lembaga-lembaga yang terlibat untuk membiasakan dengan proses pemantauan dan pendokumentasian.

Monitoring dilakukan sebanyak dua kali dalam sepanjang proses program ini dan yang melakukan monitoring adalah koordinator pelaksana program.

b.3. Metodologi

b.3.1 Format Form DokumentasiForm dokumentasi HAM LGBTI ini diadaptasi dari Huridocs Event

Standard Formats. Form ini juga kami sesuaikan lagi dengan kebutuhan pendokumentasian HAM LGBTI di Indonesia. Ada dua form yang di gunakan, yaitu :

1. Form berbasis kejadianAdapun kategori fakta kekerasan yang didokumentasikan

terhadap LGBTI adalah sebagai berikut :a. Tindakan b. Korbanc. Waktu kejadiand. Tempat kejadiane. Pelaku

Page 27: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

26

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

f. Intensitasg. Saksih. Persepsi korbani. Akibatj. Tindakan setelah kejadiank. Hak yang dilanggar l. Sumber informasi m. Validasi data

Validasi data diukur oleh investigator dan pendokumentasi kasus untuk mengukur validitas fakta kekerasan yang dialami oleh korban. Banyak dari kasus yang dijumpai dilanjutkan dengan melakukan proses wawancara langsung kepada korban atau ini adalah testimoni korban. Selain korban saksi yang bisa ditemui untuk menjadi salah satu sumber informasi tentang fakta kekerasan yang dialami oleh korban. Saksi yang biasanya mau dimintai keterangannya adalah komunitas LGBTI dan untuk kasus yang terkait langsung dengan orang tua biasanya pihak keluarga yang menjadi saksi sangat sulit didapatkan informasinya

2. Form narasi kejadianForm narasi adalah uraian kejadian yang dituliskan secara jelas

dan sistematis tentang bagaimana peristiwa kejadian yang dialami oleh korban. Uraian kejadian ini juga menjelaskan kronologi kejadian dan siapa saja yang terlibat. Narasi yang lengkap memudahkan dokumentator untuk memasukkan peristiwa tersebut ke dalam matrik kejadian untuk memudahkan melihat pola kejahatan yang terjadi pada orang-orang LGBTI.

b.3.2. Dokumentasi Kasus-kasus Kasus-kasus yang terdokumentasi dalam laporan tahunan ini

berdasarkan laporan dan investigasi yang diterima oleh berbagai lembaga LGBT yang bekerjasama dalam proses pemantauan dan pendokumentasian HAM LGBTI di Indonesia. Ada banyak kasus yang dilaporkan ke organisasi namun karena tidak bisa diverifi kasi akhirnya kasus-kasus tersebut tidak dapat dimasukkan ke dalam laporan ini.

Banyak kendala yang ditemui dalam melakukan pendokumentasian fakta-fakta pelanggaran dan situasi HAM LGBTI ini. Pertama, orang-orang yang mengalami kekerasan sudah terbiasa untuk diam dan menganggap kasus-kasus yang alaminya sebagai kesalahan yang pantas diterima. Kedua, korban takut menceritakan kasusnya terutama yang berkaitan dengan keluarga dan aparat pemerintah karena takut

Page 28: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

27

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

mendapatkan kekerasan yang lain. Ketiga, korban merasa ada banyak kasus-kasus kekerasan, diskriminasi yang terjadi pada LGBTI tetapi tidak pernah ada penyelesaian sehingga merasa sia-sia saja melaporkan dan menganggapnya sebagai masalah privat semata. Keempat, kasus-kasus yang banyak terdokumentasikan adalah kasus-kasus yang menimpa waria, sementara gay dan lesbian masih belum banyak karena masih cukup tertutup dan kurang mau kasus yang dialaminya terpublikasi. Kelima, pendokumentasian masih belum terbiasa dilakukan dan belum menjadi bagian dari keseharian aktivisme perlawanan terhadap ketidakadilan dan pelanggaran HAM.

Laporan ini adalah laporan HAM LGBTI pertama yang dikerjakan dengan melibatkan 21 lembaga LGBT di 11 kota di Indonesia. Kasus-kasus yang dilaporkan ini terjadi antara tahun 2009 – 2012. Kasus-kasus ini masuk menjadi laporan ini adalah kasus-kasus yang dinilai sebagai pelanggaran HAM LGBTI dan situasi HAM LGBTI di Indonesia, yang mana fakta-fakta kejadian ini menjelaskan juga kekinian ragam kekerasan yang menimpa orang-orang LGBTI.

c. Fakta-Fakta Situasi dan Pelanggaran HAM LGBTI

c.1. Tindakan, Korban, Pelaku dan Akibat Kekerasan adalah tindakan yang menonjol karena terjadi di

seluruh daerah asal laporan, terjadi berkali-kali dan menimpa baik lesbian, gay, maupun waria.

Kekerasan yang terjadi pada LGBTI ini berbagai rupa mulai dari kekerasan fi sik, psikologis, seksual, ekonomi dan sosial. Dalam banyak kasus, LGBTI yang mengalaminya tidak mampu melawan sehingga kekerasan ini terjadi terus menerus. Terkait kekerasan yang terjadi di rumah, tidak sedikit akhirnya orang-orang LGBTI yang lari dari rumah karena tidak tahan dengan kekerasan yang dialaminya.

Meskipun demikian, terdapat perbedaan mengenai kekerasan yang spesifi k di antara kelompok LGBTI. Apa yang menimpa lesbian, waria, gay berbeda-beda polanya meskipun sama-sama berupa kekerasan seperti yang akan dipaparkan berikut ini.

Kekerasan fi sik menjadi tindakan yang paling banyak terjadi baik dilakukan oleh state actor seperti Satpol PP, polisi dan non state actor seperti orang tua, saudara, keluarga, suami, tetangga, preman dan massa. Selain tindakan fi sik biasanya selalu diikuti dengan umpatan, hinaan dan teriakan. Tindakan pemaksaan juga biasa dilakukan, mulai dari dipaksa menikah sampai dipaksa “berobat” ke dukun, pendeta

Page 29: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

28

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

atau kiai untuk disembuhkan dari sakit “homoseksual”. Juga korban biasa diancam bila tidak “bertobat” atau “sembuh” maka ia bukan lagi bagian dari anggota keluarga dan ia akan dihapus dari daftar penerima warisan. Tindakan pemaksaan yang seperti ini biasa dilakukan oleh orang tua terutama kepada anaknya yang lesbian, atau saudaranya yang lesbian.

Berikut ini cuplikan dari kasus Mirna (bukan nama sebenarnya), seorang lesbian yang berasal dari Lampung. Ia diketahui sebagai seorang lesbian ketika namanya diberitakan di salah satu media lokal ketika ia menjadi panitia pemuturan fi lm Sanubari Jakarta dan aktif diorganisasi LGBT di kotanya.

Setelah berita dikoran tersebut terbit, hari sabtu tanggal 30 Juni 2012, lalu keluarga besarnya membaca berita tersebut, keluarga besarnya akhirnya tahu kalau dia seorang lesbian dan mempunyai organisasi lesbian. maka pada saat itu pula keluarga besarnya mengatakan tidak menerima kalau ia ber organisasi lesbian di Lampung dan melarangnya terlibat dalam organisasi, setelah itu ia dilarang keluar rumah karena akan membuat malu keluarga besarnya serta dianggap mengidap penyakit yang menyimpang dalam dirinya.

Pada hari berikutnya, Minggu, 1 Juli 2012 sekitar pukul 10.00 wib, ia disidang oleh keluarga besarnya, mereka mengancam akan mencoret ia dari daftar keluarga besar dan mengambil semua fasilitas dan warisan yang telah diberikan Alm.ayahnya serta menghentikan untuk memberikan biaya bulanan. pada hari minggu tersebut sekitar pukul 14.00 wib, ia dibawa paksa oleh om dan tantenya untuk di Ruqiyah (dibawa ke kyai) di jln.Soekarno Hatt a bypass Rajabasa dan sekitar pukul 16.30 wib ia dibawa ke rumah seorang laki-laki tua yang disebut sebagai dukun, untuk disembuhkan dari penyakit lesbiannya. (Mirna, Lesbian-Buthci, Lampung, 32 tahun).10

Selain Mirna, shinta (bukan nama sebenarnya) tinggal di Makasar juga dipaksa menemui pendeta agar bisa disembuhkan dari penyakit “orentasi seksualnya” dan dipaksa berpisah dari pacarnya oleh orang tuanya.

Lalu, Bella (bukan nama sebenarnya) yang menolak dinikahkan oleh keluarganya setelah ketahuan kalau ia seorang lesbian juga mendapatkan kekerasan fi sik dan psikis dari keluarga dan suaminya setelah mengetahui dirinya. Ia dipaksa berhubungan seksual oleh suaminya dan ia merasa sangat tersiksa sekali dengan keadaan ini dan akhirnya melarikan diri dari keluarga dan meninggalkan suaminya. 10 Dokumentasi Gay Lam

Page 30: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

29

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

Bella menolak memberikan pasfoto, KTP, dan akte lahir untuk mengurus pernikahannya ke Kantor Urusan Agama. Ayahnya memaksa dia untuk menikah dengan laki-laki yang telah dipilih oleh ayahnya. Namun, karena ia menolak memberikan dokumen-dokumen untuk pengurusan surat-surat pernikahaannya ayahnya memukulnya dua kali di bagian mata kanan dan kiri, hingga mengeluarkan gumpalan darah. Selain itu ayah juga memukul pipinya sebanyak dua kali, satu kali di bibir, dan tiga kali di kepala... (Bella, 28 Maret 2012, Lesbian-fame, Kebumen, 22 tahun).11

Berbeda dengan kisah lesbian yang mendapatkan kekerasan dari keluarganya, Maryan (43 tahun, buruh bangunan di Makasar) justru mendapatnya dari keluarga pacarnya, Hasnah. Keluarga pacarnya tidak terima kalau anaknya berpacaran dengan perempuan dan menuduh Maryan telah merusak anaknya dan menyebarkan penyakit lesbian serta pendosa. Hasnah selalu disindir dan dingatkan oleh saudara-saudaranya ketika hubungan asmaranya dengan Maryan diketahui oleh tetangga dan keluarga. Hasnah selalu diingatkan dengan kalimat yang selalu menyakitkan hatinya seperti, “hubungan lesbian itu dosa dan membawa sial dalam keluarga” karena tidak tahan dengan kekerasan psikis yang dialaminya ia akhirnya pergi ke rumah pacarnya.

Karena itu akhirnya Maryan, dituduh membawa lari pacarnya, Hasnah dan ibu pacarnya yang berusia 60 tahun dari kelurahan Biring baling Sungguminasa, kabupaten Gowa menghinanya dengan kalimat “perempuan sial, anjing, perempuan hina, sukanya sama perempuan, kenapa ada perempuan yang berpenampilan seperti laki-laki ? orang akan sial apabila berhubungan dengan perempuan seperti kamu, apa saja yang kau lakukan di tempat tidur sampai-sampai Hasni kurus seperti itu ? mungkin tidak tidur kalau malam”. Dan tante Hasnah, usia 42 tahun juga menghinanya pada Mei 2012 dengan kata-kata “anjing, perempuan sial, perempuan hina, tidak tau diri, tidak punya malu” dan menuduhnya membawa lari Hasnah.

Dan akhirnya ibu ini bersama suaminya berusia sekitar 64 tahun bekerja sebagai tukang becak melaporkan Basoka ke kantor polisi polsekta Batangkaluku pada Maret 2012. Dan pada Juni 2012 ia pulang ke kampungnya, keluarga Hasnah membawa aparat kepolisian (polisi laki-laki) sebanyak 3 orang yang tidak ada yang diketahui identitasnya menanyakan kepada Maryam tentang keberadaan Hasnah, lalu kakak

11 Dokumentasi Ardhanary Institute

Page 31: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

30

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

laki-laki Hasnah mengancam akan memukulnya. Kemudian mengatakan “kamu tidak usah bertemu dengan adik saya, pergi saja dari sini dan tinggalkan kampung ini, dan jangan pernah lagi berhubungan dengan adik saya kalau tidak maka kami akan membunuh kamu”.

Akhirnya Maryam dan Hasnah ditahan selama 4 hari di Polsekta Batangkaluku, dan pada saat mereka berdua berada dalam tahanan Maryam sering mendapatkan pertanyaan-pertanyaan yang melecehkan dari aparat-aparat kepolisian Polsekta Batangkaluku seperti ; “kamu apakan anak orang ? kenapa kamu suka sama perempuan ? apa sih enaknya perempuan pacaran sama perempuan ? Dan mereka kemudian dibebaskan dari tahanan polsekta Batangkaluku pada tanggal 22 Juni 2012 jam 10.00. Mereka disuruh menandatangani surat perjanjian damai berisi “bahwa Basoka dan Hasni tidak boleh bertemu dan menjalin hubungan dalam bentuk apapun, apabila mereka masih tetap bertemu dan menjalin hubungan maka mereka berdua di ancam akan di tahan lagi, dan surat itu ditandatangani oleh mereka di hadapan ayah Hasnah dan Polisi yang menangan kasus tersebut. (Maryam, 43 tahun, Lesbian-Butchi, dan Hasnah, 22 tahun, Lesbian-Fame, Makasar).12

Tindakan kekerasan terhadap lesbian biasanya dilakukan oleh keluarga baik orang tua maupun saudara dan keluarga. Dari kasus-kasus yang terdokumentasi, kasus lesbian memang tidak sebanyak kasus lainnya karena mereka rasa takut, malu untuk memaparkan ceritanya apalagi bila keluarga diketahui sebagai pelaku dan umumnya mereka juga menyembunyikan identitas seksualnya dari keluarga. Tidak mudah untuk terbuka dan bisa diterima dalam keluarga. Menjadi lesbian seolah menjadi “pendosa” dan mencemarkan nama keluarga.

Dipublik kasus kekerasan yang terjadi ketika terjadi pengusiran pada orang-orang lesbian di tempatnya pada Desember akhir tahun 2011, beberapa orang lesbian diusir dari tempat sewa kontark rumah mereka (rumah bersama dan dapur yang di share). Kasus kekerasan yang dialami oleh lesbian biasanya hanya menjadi cerita diantara sesama kawan lesbian dan cerita yang disampaikan kepada para konselor LBT dan yang menangani konseling untuk kasus-kasus yang dialami oleh lesbian.

Sementara itu agak berbeda dengan lesbian, dan waria kasus gay yang terdokumentasi sangat sedikit. Gay biasanya sangat jarang terbuka soal statusnya di publik karena kuatir akan kehilangan pekerjaan, dilecehkan dan tidak dianggap. Tindakan kekerasan yang dialami oleh gay di Indonesia, mulai sejak kongres ILGA Asia, sama dengan lesbian kekerasan fi sik terus berlangsung baik dari keluarga maupun dari luar. 12 Dokumentasi Kipas

Page 32: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

31

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

Pelaku tindakan kekerasan kepada gay selain orang, keluarga kepada gay mulai dari kekerasan, pemaksaan oleh orang tua pacar atau orang lain yang terlibat.

................

Waria adalak kelompok yang paling rentan dari kategori LGBTI yang ada. Menjadi waria berarti berhadapan langsung dengan berbagai penolakan baik dari keluarga maupun publik dan negara. Waria mengalami berbagai tindakan kekerasan yang langsung baik kekerasan fi sik, psikis, ekonomi,sosial dan seksual. Bukan hanya dipukuli bahkan pengusiran pada waria dari tempat tinggalnya dilakukan oleh massa bukan hanya terjadi di Aceh saja tetapi juga di Jakarta.

Di Banda Aceh pada tahun Juni 2012 awalnya terjadi pengusiran pada 9 orang waria di daerah jalan Patimurah Blower pada wilayah RT 1 dan RT 4, mereka adalah (semua bukan nama sebenarnya) Kiki, Anisa, Raras tinggal di RT 1 dan Mona dan Inge tinggal di lorong 4A lalu Lila, cindy, Anita dan Berlian tinggal di RT 4. Pengusiran terjadi pada malam hari dan kepala desa serta ketua RT meneriaki “ Hei Banci tiap malam kalian di sini berjinah. Kalian buat maksiat dan mesum. Kalian anjing. Kalian colok-colok pantat”. Pengusiran ini sebagian dilakukan ketika mereka tidur dan pintu kamarnya didobrak. Kiki yang masih tidur kaget dan menjerit memanggil pemilik kost tapi ia dipukul dan ditendang. Mereka langsung dinaikkan ke dalam 2 becak berikut barang-barangnya, tapi banyak barang-barang yang dibuang begitu saja oleh ketua RT dan mereka pergi ada yang tidak berpakaian hanya menggunakan celana pendek saja. Lalu semalaman mereka tidur di emper jalan. Karena lapar akhirnya keesokan harinya mereka (kiki, Anisa, Lila dan Alin) hendak membeli makan didaerah Stuih, tiba-tiba Kiki dikejar oleh massa sekitar 20 orang dengan membawa balok besar dan batu-batu dan berterik-terik “bencong laknat” dan mereka berlarian, tapi Kiki tidak berhasil melarikan diri ia dipukuli dengan balok pada bagian punggung belakang, ditelanjangi, bajunya disobek-sobek, kepala diinjak-injak dan kepala dipukul dengan balok kayu besar hingga berdarah. Akhirnya ada Satpol PP yang melihat kejadi Kiki dan membawanya ke kantor selama 3 jam tapi ia tidak diobati hanya dibiarkan saja karena tidak tahan ia menjerit minta pulang dengan pakaian yang sudah sobek-sobek. Akibatnya punggung Kiki retak dan ia tidak bisa bergerak selama 2 minggu. (Interview Santi dan Mona, waria,

Page 33: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

32

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

28 dan 24 tahun, Banda Aceh).13

Kasus di Jakarta, pun terjadi pengusiran pada waria tanpa mau menunggu ketika mereka sedang melakukan pengajian bersama. Kasus ini memperlihatkan bagaimana toleransi tidak menjadi perhatian masyarakat dan ketika stigma “pendosa” dibuat maka seolah tiada ampun bagi mereka walaupun mereka sedang menjalan acara keagamaan. Waria seolah menjadi “sumber malapetaka” bagi daerah dimana mereka tinggal.

Pada 14 februari 2013 komunitas waria di area Jakarta Barat mengadakan pengajian mingguan yang diadakan rutin setiap malam jumat. Namun naasnya pada malam itu sekitar pukul 19.00 lewat kegiatan pengajian dihentikan dan digrebek oleh warga yang dikoordinasi oleh Bapak Surat (bukan nama sebenarnya) warga rt 10/rw 05 duri selatan berperawakan sedang, rambut sedikit uban, tinggi sekitar 168cm dan Bapak Santoso, warga rt 10/rw 05 duri selatan berperawakan gemuk,tinggi sekitar 170 cm . alasan penggerebekan itu karena warga merasa keberadaan waria di RT 10/ RW 05 sebagai pembawa sial. Warga menuduh kebakaran yang menimpa daerah tersebut pada tanggal 07 februari 2013 akibat ulah waria yang juga tinggal di daerah tersebut. Mereka berfi kir karena waria yang tinggal di RT tersebut selalu berpakaian seksi, berbicara kotor serta berperilaku homosexual adalah dosa sehingga menimbulkan sial yaitu peristiwa kebakaran serta kegiatan pengajian hanyalah kedok dan pura-pura.

Saat itu ada sekitar puluhan warga yang menggrebek kegiatan pengajian sambil berteriak “Allahuakbar Allahuakbar, usir waria!! usir waria! bakar! bakar!”. Pada saat itu para waria yang mengikuti pengajian hanya diam dan ketakutan akan menjadi sasaran amukan masa. Melihat kejadian itu semakin memanas suasanaya waria Yenni dan Inah (keduanya bukan nama sebenarnya) yang merupakan pimpinan pengajian langsung keluar dan melakukan negosiasi dan menenagkan masa, namun masa terus berteriak mencaci maki komunitas waria dan menyuruh waria yang berada di daerah tersebut untuk pindah dalam waktu 3 hari. Jika masih ada waria yang tinggal di daerah tersebut maka mereka tidak segan-segan akan melakukan tindakan kekerasan. Di pos RT 10 ditempel surat peringatan dan pengusiran waria dengan tembusan RT/TW, kelurahan dan Polsek Tambora. Satu persatu waria yang tinggal di kost ibu Erna ( bukan nama sebenarnya) mengungsi dan pindah kost karena takut terhadap ancaman warga.

13 Dokumentasi Putro Seujati Aceh dan GAYa NUSANTARA

Page 34: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

33

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

Namun naas bagi Alisa dan Marni (bukan nama sebenarnya anggota komunitas waria Jakrta barat), karena belum mendapatkan kost baru akhirnya warga mendobrak pintu kamarnya dan membuang barang-barang di dalam kamarnya. Belum puas dengan aksi itu ketika ada waria yang hendak berangkat ngamen dan lewat rel, maka warga yang berada didaerah tersebut melempari waria yang lewat jalan RT 10 dengan batu, hal ini dialami oleh Yayan dan Shinta (bukan nama sebenarnya, komunitas waria JAKBAR). Sampai saat ini waria yang rata-rata berprofesi sebagai pengamen harus mencari jalan lain yang jaraknya sangat jauh untuk menuju Stasiun Duri. Karena rata-rata teman-teman waria menggunakan transportasi kereta ekonomi sebagai sarana menuju tempat ngamen. Teman-teman waria tidak berani melewati pinggir rel ataupun lewat daerah RT 10 RW 05 karena takut menjadi sasaran amukan warga setempat. (laporan Anin, waria, 25 tahun, Jakarta; kasus sudah dilaporkan ke Komnas HAM).14

Pengusiran waria biasanya dilakukan oleh massa dari berbagai macam kelompok, baik itu kelompok agama yang menolak keberadaan waria, seperti yang terjadi di Makasar, waria yang sedang nongkrong di Jalan Jendral Sudirman, Makasar tiba-tiba diserbu oleh massa dengan menggunakan atribut kelompok kelompok tertentu. Bukan hanya mendatangi kelompok waria yang sedang nongkrong tetapi juga meneriaki kata-kata hinaan dan memukul serta melempari waria dengan Batu, seperti yang terjadi di Kuburan Kristen Panaikang, jalan Urip Sumoharjo, Makasar

Waktu itu 2 Juni 2012, pukul 23.30 Wita, tiga orang waria (Anjeli, Meta dan Sisil) sedang ada di jalan tiba-tiba datang Gerombolan laki-laki bersorban dengan jumlah sekitar 100-an orang dengan menggunakan att ribut FPI seperti bendera, baju bertuliskan FPI, sorban. Mereka meneriakkan “Allahu Akbar”, pelaku menggunakan sepeda motor. Yang melakukan penyerangan dan pemukulan sekitar 10-20 orang. (Laporan Cintia, Lesbian, 28 tahun, Makasar). 15

Kejadian ini terjadi tanggal 6 Oktober 2012 sekitar pukul 23.30 Wita. Rombongan ini berhenti di seberang jalan, di depan kompleks pekuburan Islam, waria-waria ini baru menyadari kalau rombongan ini adalah kelompok orang-orang yang akan mengganggu mereka. Rombongan diperkirakan tidak kurang dari 20 (dua puluh) orang memarkir motor dan mobilnya dan berlari

14 Dokumentasi Swara15 Dokumentasi Kelompok Sehati Makasar

Page 35: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

34

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

ke arah teman-teman waria sambil berteriak “Allahu Akbar..... Allahu Akbar.... Allahu Akbar”. Robongan ini sebahagian besar menggunakan baju muslim panjang dan sebagian menggunakan sorban. Menyadari keselamatan mereka terancam, waria-waria ini dengan ketakutan lari menyelamatkan diri masing-masing ke dalam area kompleks pekuburan kristen panaikang. Rombongan ini membawa balok kayu dan pipa-pipa besi. Mereka memburu waria-waria sampai di depan makam dan tetap berteriak-teriak “ waria penghuni neraka, waria laknatullah” dan lain-lain. Selain berteriak-teriak, rombongan ini juga melemparkan batu ke dalam kompleks pekuburan yang mengenai atap seng makam. Lemparan batu ini, menimbulkan suara ribut di kompleks tersebut. (Laporan Alan, Gay, Makasar).16 Selain itu waria biasa di stigma sebagai kelompok mesum yang hanya

memikirkan dan melakukan transaksi seks saja. Terutama bila ada tamu yang dibawa ke kamar kost, pandangan negatif masyarakat pada mereka selalu terjadi. Dan kelompok-kelompok yang menggunakan moralitas sebagai ukuran merasa berhak mengatur perilaku orang lain atas nama “moral bangsa, moral publik” tanpa diperhatikan oleh negara. Kejadian pada waria seperti ini juga terjadi di berbagai tempat lain di Indonesia.

Kemudian, umumnya masyarakat menilai bahwa pekerjaan terbaik waria terbaik hanya di salon-salon kecantikan dan untuk itu mereka akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan tersebut. Sayangnya, anggapan ini tidak selalu benar. Waria tidak dengan mudah bekerja di salon di mall-mall dengan tetap mngekpresikan dirinya sebagai waria. fakta ini terjadi di salah satu shoping mall yang ada di Jakarta, dimana ia ingin bekerja di salon tersebut tetapi ketika ia mencoba melamar pekerjaan yang ditawarkan ia diminta mengubah penampilannya dan harus kembali menjadi “laki-laki” bila ingin diterima bekerja. Karena kebutuhan ekonomi ia akhirnya mengubah penampilann dirinya dengan memotong rambutnya yang panjang agar bisa menjadi seperti “laki-laki” dan bekerja.

Saat itu Dita (bukan nama sebenarnya) berprofesi sebagai waria pengamen. Karena ia adalah tulang punggung keluarga, maka dia memutuskan untuk mencari pekerjaan yang tetap dan lebih layak karena dari hasil ngamen tidak cukup untuk kebutuhan ekonominya. Pada akhir Agustus 2011, Dita bersama temanya Prabowo (gay, sekitar 20 tahun) berangkat ke salah satu salon yang ada di salah satu shopping center di Jakarta. Dita diterima Zuinaidi (laki –laki, kira-kira 35 tahun, bukan nama sebenarnya) selaku staff HRD salon tersebut. Saat melihat CV Dita pak Zunaidi kaget dan berkata, “ kok jenis kelamin kamu laki-

16 Dokumentasi Gaya Celebes

Page 36: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

35

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

laki bukan perempuan!”. Dita pun menjawab , “saya waria pak”. “kalau kamu laki-laki kenapa berpenampilan perempuan”, kata Zunaidi. “Saya memang laki-laki tetapi lebih nyaman menjadi perempuan”, sahut Daniela. Zunaidi langsung berkata bahwa pihak salonnya hanya menerima laki-laki dan perempuan saja. “Kalau kamu mau bekerja di sini kamu harus menjadi laki-laki tetapi tidak boleh berpenampilan perempuan”. (Dita, 26 tahun, waria, Jakarta).17

Kekerasan seksual adalah bagian yang sering sekali dialami oleh waria baik dari preman di jalanan (tempat mereka biasa bekerja) dan aparat pemerintah. Mereka biasa dipaksa untuk melakukan oral seks dan juga disertai ancaman yang membuat mereka terpaksa melakukannya. Selain itu mereka biasa diperas dan barang-barang berharga mereka juga dirampas. Selain iti dibeberapa kota seperti di Surabaya, Yogyakarta, Batam dan kota lainnya waria sering kali dirazia dan kemudian dimasukkan ke dalam Liponsos (Lingkungan Pondok Sosial) yaitu dimiliki oleh Dinas Sosial kota. Liponsos yang ada di kota Surabaya, jalan Keputih Tegal No 32, ini juga menjadi tempat menampung, membina dan memberdayakan, gepeng, pekerja seks, orang sakit jiwa, jompo dan lainnya yang mereka temukan dan atau dirazia di jalanan.18 Di yogyakartapun mereka mengalami hal yang sama Ketika dirazia dan ditangkap kemudian dibawa oleh Satpol PP biasanya mereka tidak selalu diperlakukan dengan manusiawi.

Pada hari Jum’at tanggal 5 Maret 2010 sekitar jam 16.30-19.00 WIB ketika Sirly (difable, bisu, wari) mengamen di lampu merah pertigaan Tali Jiwo sebelah selatan pagar kampus Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Yogyakarta, tiba-tiba datang satu regu Sat Pol PP yang berjumlah kira-kira sepuluh orang melakukan razia kepada para pengamen diantaranya Sirly dan 2 remaja jalanan, ketika itu terjadi kejar-kejaran oleh SatPol PP terhadap korban-korban dan akhirnya mereka tertangkap dan dipaksa dinaikan ke dalam mobil patroli dan langsung dibawa ke Balai Kota Yogyakarta

Sirly diinterogasi oleh salah seorang anggota Satpol PP Kota Yogyakarta yang juga menangkapnya pada saat razia sore itu di sebuah ruangan luas yang berada di Kantor Satpol PP Kota Yogyakarta. Kemudian satpol PP mengintrogasi Sirly dengan berbagai macam

17 Dokumentasi Swara18 Menengok Liponsos Di Surabaya, Ada Apa Di Dalamnya, Zaenal Abidin dalam http://regional.kompasiana.com/2012/08/27/menengok-liponsos-surabaya-ada-apa-di-dalam-nya-488524.html

Page 37: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

36

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

pertanyaan. Antara lain pertanyaan yang disampaikan dalah : “Mengapa kamu masih mengamen disitu, padahal waria sudah dilarang mengamen disitu.” Sirly menjawab dengan bahasa isyarat, tetapi Satpol PP tersebut tidak bisa memahaminya. Karena tidak dapat menjawab pertanyaan dari Satpol PP tersebut pipi kirinya ditampar dan diseret ke kamar mandi. Di dalam kamar mandi, Pelaku menyiram kepala Sirly dengan air satu gayung dan Pelaku menjambak rambut Sirly. Sirly berusaha menarik rambutnya dari tangan Pelaku, tetapi malah Pelaku menarik kepala Sirly dan memaksanya untuk berjongkok di depan penisnya. Kemudian pelaku membuka ruisleiting celananya dan memasukkan penisnya kedalam mulut sirly. Ia memaksa Sirly melakukan oral seks. bahkan sampai Pelaku mengeluarkan sperma. Sperma tersebut ditumpahkan dan di lapkan ke wajah Sirly. Setelah selesai pelaku mengancam Sirly dengan mengatakan “Awas ya, kalau kamu menceritakan kepada orang lain, tak penggal leher kamu!” seraya memperagakan tangannya memotong leher . (Shirly, waria, difable-bisa, 29 tahun, Yogyakarta).19

Sekitar pukul 00.30 wib, pada hari Kamis , tanggal 29 Maret 2012, Juwita sedang nongkrong santai bersama temannya di warung PK 5 yang berada di Jalan Diponegoro. Malam itu suasana ramai dan banyak orang yang lagi nongkrong di warung itu. Tiba-tiba datang 13 orang satpol PP yang melakukan razia, Juwita melarikan diri tapi kemudian ketangkap dengan alasan ia tidak ada KTP dan akan dilakukan pembinaan. Ketika lari dan ketangkap petugas mengatakan “mengapa malam-malam di sini, juga lari dasar bencong” (Juwita, waria, Surabaya).20

Pelaku Tindakan kekerasan yang dialami waria ini juga dilakukan oleh keluarga. Biasanya keluarga merasa malu mempunyai anak waria, sehingga tidak sedikit waria yang lari dari rumah atau memilih tinggal diluar kota dan bila kembali ke rumah mereka berdandan seperti laki-laki. Selain malu, ibu biasanya juga merasa gagal mendidik anaknya dan ini sangat dirasakan oleh ibu Marince (bukan nama sebenarnya) yang sangat terpukul ketika mengetahui anaknya adalah seorang waria dari kakak angkatnya dan media yang memberitakan tentang razia di kotanya. Karena sangat malu dan terpukul ibu inipun sampai depressi dan diinapkan di rumah sakit jiwa di kotanya. Ibu yang anggota pengajian itu merasa malu kepada tetangganya dengan anaknya sebagai waria dan bahkan tidak mau menemui tetangganya lagi. Marince anak 19 Dokumentasi Kebaya20 Dokumentasi Perwakos

Page 38: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

37

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

laki-laki yang selama ini dibanggakan seolah “tiba-tiba” menjadi waria. bahkan ia tidak diijinkan keluar rumah dan beraktifi tas sebagaimana biasanya. Rasa bersalahpun muncul ketika melihat keadaan ibunya, namun dari pengakuannya ia sadar bahwa ia merasa lebih nyaman menjadi seorang waria, berdandan adalah kesukaannya dan perasaan itu sudah ada padanya sejak ia masih kecil.

Ketika itu bulan puasa tahun 2012, minggu ke dua. Tiba-tiba ibu Marisa bertanya “ apakah kamu seorang waria atau bukan?” kepada Marisa yang saat itu lagi menonton TV di rumahnya. Dari kakak angkatnya diinformasikan kepada ibunya bahwa sang kakak angkat melihat Marisa ketangkap polisi karena razia waria yang terjadi Pasar Tengah depan Ramayana Depertemen Store, Lampung. Marince menjawab ibunya “ yah tidak mungkin aku begitu”. Sejak kejadian itu semingguan sang ibu tidak mau makan dan ia juga merasa malu kalau-kalau tetangga bertanya.

Setelah lebaran, ketika keluarga besar dari pihak ibu berkumpul, Marissa disidang oleh keluarganya. dalam sidang itu ia dipaksa untuk jujur tentang identitas gendernya oleh ayah. Pada sidang ini Marince bingung, takut kalau jujur akan membuat ibu lebih parah. Kalau jujur ia merasa takut mengecewakan keluarga karena ia anak laki satu-satunya dalam keluarga.

Setelah sidang keluarga, setelah bubar. Marice berbicara berdua dengan mamanya dan ia mengungkapkan identitas gender dan identitas seksualnya kepada ibu. Ia mengakui kalau ia adalah seorang waria. Sejak pengakuannya kepada ibu ini, kakaknya mulai memarahi dan menyumpainya dengan berkata “ gue kasihan sama lue, takut tuanya nanti. Tuanya lue mau jadi apa? Apa mau begini terus?” (Marince, Waria, 24 tahun, Lampung).21

Pembunuhan waria menjadi fatka kekerasan yang tidak pernah diperhatikan dengan serius. Ada beberapa laporan yang sudah dilaporakan ke polisi sayangnya kasus-kasus ini tidak pernah diselesaikan dengan tuntas.

Peristiwa penembakan ini terjadi pada tanggal 10 Maret 2011, sekitar pukul 03.00 dinihari di Jl.Purworejo, Menteng, Jakarta Pusat. Awal mulanya, Sdra. AY alias VEN seorang waria sedang berkencan dengan salah seorang tamu AGS yang mengendarai sepeda motor Kharisma berwarna hitam bernomor polisi B 6616 EJP . Tiba-tiba didekati seseorang pria tak dikenal Sdra. XX mengendarai motor Yamaha Mio nomor polisi belum di ketahui. Sdra. FH alias SKR dan Sdra. TN alias AST mendekati Sdra. XX

21 Dokumentasi Gay Lam dan GAYa NUSANTARA

Page 39: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

38

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

sambil mengatakan “bagi rokok donk bang”. Namun di jawab oleh Sdra. XX “diem kamu” dengan nada marah, Sdra. TN alias AST dan Sdra. XX sempat bertengkar hingga Sdra. XX langsung menembakkan pistol sebanyak 3 kali tertera pada surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan dengan No. Pol : B/543/IV/2011/Sektro Mt pada tanggal 7 April 2011, yang menerangkan terdapat 3 proyektil peluru dan dilakukan pemeriksaan 7 Saksi, yakni : Sdra. AR alias DV, Sdra. STO alias NL, Sdra. MM ali as MLA, Sdra. IRN alias CC, Sdra. AGS, Sdra. TN alias AST, Sdra. AY alias VEN. Pemeriksaan 7 saksi tersebut di lakukan pada tanggal 10 November 2011.

Dari peristiwa penembakan tersebut terdapat 3 korban luka tembak yakni : Sdra. TN alias AST dengan luka di bagian tangan dan dada sebelah kiri, ditembak dengan pistol pada jarak 1 meter (berdasar hasil Resume Medis RSCM Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo). Tidak hanya itu, Sdra. XX juga menembak Sdra. FH alias SKR berdasarkan surat dari Kapolsek Metro Menteng dengan nomor : B/595/III/2012/Sektro Mt pada tanggal 10 Maret 2011 dikeluarkan 1 butir proyektil dari tubuh korban oleh dr. NURUL AIDA F, dan berdasarkan surat dari Kapolsek Metro Menteng dengan nomor : B/595/III/2012/Sektro Mt Sdra. AY alias VEN.

Kemudian setelah melakukan penembakan tersebut SKR tewas tidak jauh dari tempat, sedangkan VEN langsung dilarikan ke RSCM. Pihak Kepolisian Polsek Metro Menteng tiba di lokasi sekitar pukul 03.45 untuk melakukan olah TKP, dan yang melakukan olah TKP adalah tim gabungan dari Polres Jakarta Pusat dan Polsek Metro Menteng Jakarta Pusat. Namun sampai sekarang penembaknya tidak pernah diketahui.(Laporan Den, Gay, Jakarta).22

Berbagai fakta kejadian yang dialami oleh lesbian, gay, dan waria yang kami paparkan di atas adalah sebagian dari cuplikan kasus-kasus situasi dan pelanggaran HAM LGBTI yang sudah didokumentasikan. Kasus-kasus ini sebagian besar belum dilaporkan ke kepolisian oleh korban dengan berbagai macam pertimbangan, diantaranya:

1. Sudah melihat contoh pelaporan yang dilakukan oleh kawan-kawannya tetapi merasa tidak ada hasil dan tidak ada tindak lanjut

2. Ditolak 3. Malu bila dilaporkan karena seperti membuka aib sendiri

dan keluarga4. Takut menjadi terbuka, orientasi seksual dan identitas

gendernya menjadi ketahuan5. Tidak tahu bagaimana cara melaporkan kasus-kasus ini dan

22 Dokumentasi Arus Pelangi

Page 40: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

39

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

kemana melapornya.

Dari hal ini memang terlihat sekali bahwa pelaku kekerasan, diskriminasi dan stigma terhadap LGBTI dimulai dari orang-orang terdekatnya yang lalu diikuti dengan kekerasan psikis, fi sik, ekonomi dan seksual. Sementara, kekerasan dan penyiksaan yang dilakukan oleh orang-orang dari luar lingkaran terdekat korban selalu diikuti dengan pembelaan terdapat “moral publik” dan pelaku seolah-olah menjadi merasa berhak melalukan tindakan kekerasan dan penyiksaan kepada orang-orang LGBTI. Kekerasan yang terjadi pada orang-orang LGBTI ini membuat self-stigma mereka pun menjadi menguat dengan menjadi “anak manis” yang penurut dan tidak melawan karena ketakutan yang berlapis-lapis baik terhadap diri sendiri, keluarga, teman-teman dekat, tetangga, masyarakat dan “bangsa”, padahal mereka mengetahui dengan tegas bahwa tindakan-tindakan kekersan tersebut membuat kehidupan mereka menjadi berbahaya dan menyengsarakan. Keengganan korban untuk melaporkan kasus-kasus kekerasan yang dialami oleh LGBTI juga membuat seolah-olah pelaku “dibenarkan” atas tindakannya.

Kasus-kasus ini hanyalah sebagian kecil yang terdoku-mentasikan dari banyaknya kasus-kasus yang tersembunyi dan bahkan terjadi dalam keseharian kita. Namun demikian, pemerintah Indonesia masih takut menyuarakan hak asasi LGBTI dan perlindungan serta perhatian kepada mereka masih bersifat abu-abu. Kesempatan untuk setara terkadang tidak dihambat seperti lembaga KOMNAS HAM yang membuka kesempatan kepada siapapun untuk menjadi komisioner Komnas HAM. Tahun 2012 panitia seleksi calon Komisioner Komnas HAM meloloskan ketua Forum Komunikasi Waria, Yulianus Rett oblaut dan aktivis gay dari GAYa NUSANTARA, Dede Oetomo.23 Walaupun Dede Oetomo berhasil sampai pada seleksi 30 besar,24 dan tentangan keras terhadap pencaloan Dede dan meminta agar tidak diloloskan datang dari berbagai kelompok-kelompok yang tidak menerima keberadaan LGBTI yaitu Forum Umat Islam (FUI) dengan tegas meminta komisi III DPR RI agar tidak menjadikan Dede sebagai anggota Komnas HAM25 dan ternyata DPR RI masih tidak berani menjadikannya sebagai anggota Komnas HAM. 23 Munawwaroh, Tokoh Waria dan Gay Lolos Seleksi Komnas HAM, dalam http://www.tem-po.co/read/news/2012/02/14/063383917/Tokoh-Waria-dan-Gay-Lolos-Seleksi-Komnas-HAM24 Syailendra, Inilah 30 Calon Komisioner Pilihan Komnas HAM, dalam http://www.tempo.co/read/news/2012/06/05/06340846725 Syaiful Falah, Seleksi Komnas HAM: Jangan Memanggil Azab dengan Mengangkat Kaum Homo, dalam http://www.suara-islam.com/read/index/5320/Seleksi-Komnas-HAM--Jangan-Memanggil-Azab-dengan-Mengangkat-Kaum-Homo-

Page 41: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

40

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

Pelaku kekerasan terhadap LGBTI seolah-olah tidak menyadari dampak dari tindakan yang mereka lakukan. Dampak ini baik fi sik yang sakit, luka, memar, patah tulang dan psikologis yang mereka rasakan adalah perasaan terhina, tidak berdaya, dan merasa sebagai “pendosa” karena selalu disudutkan dan disalahkan atas orientasi seksual dan identitas gender mereka.

State Actor yang menjadi pelaku kekerasan biasanya terkait dengan tugas pekerjaannya, seperti Polisi dan Satpol PP, ruang lingkup pekerjaannya memungkinkannya untuk melakukan kekerasan, perampasan, penyiksaan dan baik dengan masyarakat umum ataupun dengan sesama petugas lainnya. Polisi biasanya menerima laporan keluarga dan tidak memperhatikan HAM LGBTI sehingga sangat mudah tergelincir menjadi pelaku pelanggaran HAM. Sementara Satpol PP yang biasa melakukan razia sering kali lupa pada hak-hak orang lain yang dilanggar. Terutama ketika ada razia yustisi biasanya banyak waria yang kemudian menjadi korban. Mempunyai KTP adalah suatu masalah tersendiri yang dialami oleh waria karena tidak mudah bagi mereka untuk memiliki KTP. Belum lagi bila mereka terusir dari rumah maka surat-surat yang melengkapi persyaratan memiliki KTP tidak ada maka akan semakin sulit.

Non-state actor biasanya dilakukan oleh orang tua, keluarga, preman dan masyarakat umum. Dalam hal ini bila negara membiarkan kejahatan, penyiksaan ini terus menerus terjadi maka negara telah melakukan pelanggaran HAM LGBTI. Hal ini sudah tampak dari kasus-kasus yang ada. Jumlah kerabat dekat korban yang melakukan kekerasan bukan hal yang baru tetapi sudah sangat umum dilakukan.

Jadi secara umum tindakan kepada korban yang dilakukan oleh pelaku adalah sebagai berikut :

1. Hinaan, cacian, teriakan yang mengutuk, menghujat, melecehkan LGBTI dengan berbagai macam kalimat yang merendahkan komunitas LGBTI

2. Intimidasi3. Pemukulan, diseret, dicekik, diinjak-injak 4. Penembakan, Pembunuhan 5. Pemerasan 6. Perampasan barang-barang milik korban7. Pemaksaan hubungan seksual8. Razia

a. Yang diikuti dengan penangkapan a. Penggeledahan barang-barang milik korbana. Ditelanjangi

Page 42: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

41

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

c.2. Waktu, Tempat dan PelakuBila memperhatikan kasus-kasus yang telah didokumentasikan, maka

tempat kejadian berpengaruh pada waktu kejadian. Lesbian yang biasa mengalami kekerasan di rumahnya sendiri dan dilakukan oleh orang tua, saudara atau keluarga lainnya biasa terjadi pada siang hari. Lihat saja kasus-kasus di atas yang dilakukan oleh keluarga semua menyebutkan pada siang hari. Rumah yang seharusnya menjadi tempat aman bagi anak hal ini tidak terbukti pada anak-anak LGBTI, rumah menjadi salah satu tempat yang tidak aman baginya untuk membuka diri, menyatakan dirinya. Begitu juga dengan gay dan waria rumah bisa menjadi tempat dimana ia merasa sangat tidak nyaman dengan dirinya dan tidak mampu menjadi diri sendiri. Stigma tentang LGBTI juga banyak didengarnya dari keluarga. Beberapa kasus lesbian dan gay yang dilaporkan ke polisi dan aparat pemerintah adalah keluarga.

Dari kasus-kasus ini terlihat bahwa keluarga tidak memahami persoalan orientasi seksual dan indentitas gender dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang itu sehingga keluarga sangat rentan menjadi pelaku kekerasan. Keluarga seharusnya menjadi tempat yang ideal di mana anak bisa mengekspresikan dirinya tapi itu sangat sulit sekali dialami oleh anak-anak LGBTI. Keluarga tidak menjadi tempat yang aman dan menyenangkan untuk anak-anak LGBTI.

Berbeda dengan tindakan kekerasan yang dialami oleh waria, waktunya sangat bervariasi, bila terjadi razia oleh Satpol PP, biasanya dilakukan pada malam hari setelah jam 10 malam, begitu juga dengan penyerangan oleh massa selain dilakukan siang hari juga dilakukan pada malam hari. Preman biasanya juga melakukan pemaksaan pada malam hari kepada waria di tempat biasa mereka bekerja atau tempat nongkrong waria untuk memeras uang mereka juga memaksa melakukan hubungan seksual.

c.3. Saksi, Korban dan tindakan setelah kejadianDari laporan yang sudah didokumentasikan, ada beberapa macam

saksi yang melihat dan atau mengetahui fakta kejadian yang menimpa korban, yaitu:

1. Korban 2. Anggota keluarga; saudara, kakak, adik dan ibu (yang

menentang dan “mendukung”).3. Kawan-kawan sesama komunitas; waria, gay, lesbian4. Pacar 5. Preman (pelaku langsung dan yang bukan)6. Masyarakat yang lewat dijalan pada saat kejadian

Page 43: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

42

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

7. Anggota Satpol PP yang lain 8. Polisi

Pada kenyataannya tidak semua saksi mau menjadi saksi dan menceritakan kejadian tersebut. Beberapa alasan yang bisa direkam oleh investigator adalah :

1. Takut2. Merasa tidak berguna, tidak akan ada perubahan3. Tidak tahu untuk apa menceritakan kejadian yang sudah ada4. Merasa bukan urusannya5. Tidak bisa dimintai keterangan karena hanya orang lewat

Dari banyak kasus yang didokumentasikan banyak korban tidak melakukan tindakan apapun setelah kejadian. Sebagian karena takut; bila kembali ada kekerasan yang lebih padanya, keluarga dan sesama komunita, merasa pasrah terhadap apa yang dialaminya karena hal tersebut dianggap sudah semestinya –self-stigma-, tidak tahu mau melapor ke mana, percuma dilaporkan karena tidak akan ada tanggapan yang ada malah dilecehkan, memalukan diri sendiri dan keluarga.

Alasan-alasan yang diungkapkan oleh korban tambak bahwa mereka sering kali merasa sendirian ketika berhadapan dengan berbagai tindakan kekerasan dan penyiksaan yang dialami. Sehingga untuk menyuarakan kepentingan dan melawan menjadi sesuatu yang tidak bisa dibayangkan apalagi dilakukan. Korban seolah terperangkap dalam imaginasi kebenaran konstruksi sexual orientasi dan identitas gender yang mainstrem. Korban-korban sering disudutkan karena perbedaan yang dimilikinya dan selanjutnya menjadi (merasa) terjebak dalam rasa bersalah (yang dalam) pada dirinya sendiri dan keluarga, masyarakat. Selain itu, isu-isu agama terutama yang homophobia dan transphobia cenderung menginterpretasi text dengan kerangka negatif dan buruk kepada LGBTI sehingga menjadi pembenar dan mempunyai alasan untuk menghukum korban.

LGBTI adalah korban yang cenderung merasa sendirian dan saksi yang datang dari keluarga dekatpun seolah tidak daya membelanya. Korban sendirian! Itulah perasaan dan pemikiran yang muncul.

Page 44: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

43

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

Bab IIIKesimpulan dan Rekomendasi

1. Situasi dan Pelanggaran HAM LGBTIAcuan melihat situasi dan Pelanggaran HAM LGBTI ini dari Instrumen

HAM baik di tingkat nasional dan internasional, seperti UUD 1945, UU HAM No. 39 Tahun 1999, CEDAW, ICCPR dan Yogyakarta Principles. HAM ini bersifat universal artinya berlaku di mana saja, untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Karena itu kemartabatan manusia dijunjung tinggi, manusia diperlakukan dengan adil siapapun mereka. Hal ini sebenarnya juga disebutkan dalam UUD 1945 yang menghargai setip kemerdekaan seseorang, bangsa dan jaminan politik, sosial dan ekonomi untuk warga negara Indonesia atas dasar HAM terlihat dengan jelas dalam UUD 1945 yang sudah diamandemen. Pasal 28 bahkan dengan tegas mengatur kebebasan berekspresi seseorang baik politik maupun sosial. Dalam UU HAM No.39/1999 pasal 1 juga sudah menjelaskan bahwa seperangkat HAM yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian dengan tegas Indonesia mengakui adanya HAM yang melekat pada setip orang tanpa mengenal golongan, ekonomi, usia. Negara dalam hal ini mempunyai kewajiban memenuhi dan melindungi HAM seseorang.

Karena Negara memiliki kewajiban untuk memenuhi dan melindung HAM seseorang maka Pelanggaran HAM dilakukan oleh aktor negara yang bersifat langsung seperti satpol PP dan polisi yang berhubungan dengan pekerjaannya, dan tidak langsung dalam rupa pembiaran-pembiaran ragam bentuk tindakan kekerasan, penyiksaan, penangkapan dan pembunuhan. Pembiaran dalam hal ini adalah pembiaran atas dilanggarnya hak keamanan invidu, hak berkumpul, hak mendapatkan pekerjaan, hak bersekolah, hak hidup dan hak kesehatan, dan hak mendapatkan keadilan yang setara.1

Dalam banyak kasus yang terjadi pada orang-orang LGBTI adalah pembiaran-pembiaran dilanggarnya hak-hak yang seharusnya bisa dan boleh dinikmati oleh semua orang LGBTI. Laporan yang tidak ditindaklanjuti, zaria yang kemudian diikuti dengan kekerasan lainnya 1 List lengkap yang termasuk dalam HAM LGBTI dapat dilihat dalam Yogyakarta Principles yang mempunyai 29 prinsip-prinsip dan prinsip-prinsip tersebut mencerminkan hak-hak yang harus terpenuhi untuk orang-orang LGBTI. Yoggyakarta Principles

Page 45: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

44

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

(fi sik, psikis dan seksual). Pengetahuan aparat pemerintah tentang HAM LGBTI terlihat masih sangat minim hal ini ditunjukkan dari lontaran kata-kata hinaan yang juga dilakukan oleh petugas-petugas yang berhadapan langsung dengan orang-orang LGBTI baik karena laporan ataupun “usaha penertipan” – razia di jalanan.

Pengusiran waria dari tempat tinggalnya berdampak pada perekonomian dan kehidupan sosial mereka. Pengusiran pada waria ini terjadi di Jakarta dan Aceh dan masing-masing mempunyai bentuk kekersaan yang berbeda. Di Aceh pengusiran bersifat sangat massive dan bahkan tidak sedikit kemudian waria aceh harus memaksakan dirinya berpenampilan sebagai laki-laki. Pengusiran ini juga membuatnya kehilangan tempat tinggal dan ekonomi.

Pengetahuan tentang HAM LGBTI secara umum baik dimasyarakat, keluarga, komunitas (termasuk LGBTI)

2. KesimpulanBerdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pemerintah sudah berusaha membangun HAM untuk semua orang termasuk untuk orang-orang LGBTI melalui UUD 1945, UU HAM No 39/1999 dan telah meratifi kasi berbagai kovenan internasional seperti CEDAW dan ICCPR. Langkah-langkah ini adalah basis penegakan HAM untuk semua termasuk untuk LGBTI. Namun juga harus diakui bahwa telah terjadi pelanggaran HAM baik by ommision maupun commision yang terjadi pada orang-orang LGBTI dari berbagai tempat di Indonesia. Perlindung kepada orang-orang LGBTI cenderung tidak ada atau diabaikan sekalipun aturan hukumnya sudah ada.

a. Situasi HAM LGBTI memperlihatkan pemerintah membiarkan stigma, diskriminasi dan kekerasan terjadi dan terus berulang-ulang. Usaha yang ditujukan oleh pemerintah dalam membangun kesadaran dan penghormatan terhadap kemanusian orang lain, khususnya orang-orang LGBTI masih kurang. Sehingga homophobia dan transphobia menjadi lebih berkembang dan orang-orang LGBTI semakin tersudah dan takut untuk mengekpresikan diri ke publik.

b. Instansi-instansi pelayanan publik tidak memahami keadaan orang-orang LGBTI dengan baik dan komprehensif sehingga dalam banyak kasus pemerintah melakukan kesalaham dalam merespon isu-isu LGBTI karena pengetahuan yang minim tentang orientasi seksual dan identitas gender dalam hal ini LGBTI.

Page 46: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

45

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

c. Kekerasan fi sik, psikis, ekonomi, seksual dan sosial terus terjadi dan kekerasan fi sik dan psikis adalah tindakan yang paling banyak terjadi pada orang-orang LGBTI baik ketika mereka sendirian ataupun bersama dengan komunitas. Baik di dalam rumah maupun di luar, di jalanan.

d. Hak berkumpul, hak hidup, hak untuk keamanan, hak pendidikan, hak atas perlakuan yang manusiawi sudah sering dilanggar, hak menentukan pasangan sendiri, hak untuk bekerja dan hak privasi. Orang-orang LGBTI tidak bisa dengan bebas mengekpresikan dirinya, mendapatkan pekerjaan yang layak dan sesuai dengan keinginannya, dan melakukan kegiatan-kegiatan dan berkumpul dengan terbuka kepada publik.

e. Pemerintah, masyarakat, komunitas (termasuk sebagian LGBTI), keluarga masih dipenuhi dengan homophobia dan transphobia sehingga tidak bisa

2. Polisi belum memberikan perlindungan dan jaminan keamanan pada Kegiatan-kegiatan publik yang dilakukan oleh orang-orang LGBTI baik pada peserta maupun kepastian keamanan penyelenggaraan

a. Tindakan-tindakan intoleransi kepada kelompok LGBTI yang dilakukan oleh kelompok-kelompok anti LGBTI tidak ditanggapi dengan tegas oleh kepolisian hingga abai melindungi warga negara –orang-orang LGBTI- dan menjamin HAM mereka.

b. Tugas-tugas yang dilaksanakan rentan menimbulkan pelanggaran HAM LGBTI Bersama dengan pelaku, bila hal ini terus dibiarkan maka kasus-kasus pelanggaran HAM LGBTI akan terus bertambah. Jadi polisi juga perlu mempelajari keragaman gender, seksualitas dan HAM.

3. Pengetahuan tentang keragaman gender, seksualitas dan HAM masih sangat minim sekali sehingga banyak orang-orang LGBTI yang merasa sendiri dan tidak berani menyuarakan permasalahannya dan bahkan self-stigma pun masih terus berlangsung walaupun kampanye tentang hak-hak LGBTI sudah mulai diteriakan 3 tahun terakhir ini baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional.

4. Orang-orang LGBTI masih rentan terhadap diskriminasi, stigma dan kekerasan yang berlangsung dalam keseharian dan terjadi dibanyak tempat. Sayangnya, data-data yang dari

Page 47: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

46

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

tempat-tempat terpencil masih belum dijangkau ataupun dari pulau-pulau lain yang belum masuk dalam program pendokumentasian ini. Jadi masih dibutuhkan kerja-kerja yang mempromosikan HAM LGBTI baik melalui pemantauan dan pendokumentasian juga pendidikan HAM LGBTI di kalangan LGBTI sendiri.

3. Rekomendasi

Berdasarkan keadaan, pembahasan dan analisis pada kasus-kasus HAM LGBTI di atas, maka Tim memberikan sejumlah rekomendasi kepada Pemerintah Indonesia untuk segera melaksanakannya:

1. Pemerintah a. Peningkatan dan pemahaman dan komitmen pada nilai-nilai

HAM LGBTI kepada seluruh jajaran pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah. Adanya penegakan penghormatan dan perlindungan kepada orang-orang dengan Seksual orintasi dan identitas gender yang bukan arus utama

b. Mengadakan pendidikan HAM LGBTI dan seksualitas kepada semua jajaran pemerintah terutama yang terlibat langsung pada urusan publik seperti kepolisian, Satpol PP, Hakim, Jaksa, petugas kesehatan, pendidik untuk memberikan wawasan, pengetahuan, pemahaman yang komprehensif dan kesadaran tentang keberadaan LGBTI di Indonesia

c. Melakukan evaluasi kinerja pemerintah dalam penegakan HAM LGBTI karena dalam beberapa praktek pelayanan publik tindakan mereka dianggap lumrah dan seolah dapat diterima karena homophobia dan transphobia juga menjadi landasan dalam praktek pelayanan publik. Sehingga banyak pelanggaran HAM LGBTI baik berupa commision dan ommision

d. Menjadikan keragaman seksualitas dan gender sebagai salah satu kebijakan dalam pendidikan dan peserta didik disekolah diajarkan dengan cara dan pengetahuan yang benar dengan menggunakan perspektif HAM dalam metode penyampaiannya.

e. Merevisi PP 6 tahun 2010, dengan menekankan bahwa satpol PP bukan merupakan aparat penegak hukum , dan tidak boleh melakukan tindak hukum apapaun , khususnya penangkapan dan penahanan

f. Memberikan dan mengkampanyekan pengetahuan tentang

Page 48: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

47

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

Hak-hak orang-orang LGBTI sehingga keluarga-keluarga mulai memahami keberadaan anaknya dan tidak lagi terjadi diskriminasi, stigma dan kekerasan dalam keluarga.

2. DPR RIa. Merevisi semua produk hukum yang diskrimiminatif,

khususnya UU administrasi dan kependudukan, yang hanya mengkategorikan dua jenis manusia saja. Bagaimana dengan waria dan kategori manusia lainnya yang tidak bisa dikategorikan sebagai laki-laki ataupun perempuan.

b. Merevis KUHP pasal tentang perkosaan yang hanya menyatakan perempuan sebagai pelaku kejahatan seksual bagaimana dengan laki-laki yang juga menjadi korban. Dan pelaku perkosaan tidak terbatas hanya laki-laki saja tetapi juga perempuan bisa menjadi pelaku

c. Mencabut dan membatalkan UU pornografi yang mempidanakan orientasi seksual yang bukan heteroseksual Merevisi UU

3. Kementerian Agamaa. Menahan munculnya kekerasan-kekerasan yang berbasis

agama terhadap orang-orang LGBTI dan memaparkan interpretasi text dengan benar dan bersperfektif HAM. Mendorong agama melakukan tugas kebaikannya dengan saling menghormati dan menerima keberadaan satu sama lain sebagai keragaman ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

b. Tidak ikut mengutuk keberadaan orang-orang LGBTI4. Kepolisian

a. Pengawasan dan proses hukum yang tegas pada pelaku kekerasan terhadap orang-orang LGBTI, tidak homophobia dan transphobia sehingga tidak tergelincir menjadi pelaku kekerasan yang selanjutnya.

b. Menindak tegas pelaku kekerasan terhadap orang-orang LGBTI dan tidak semata-mata mengikuti kelompok-kelompok yang kuat dan mayoritas.

5. Dinas Sosiala. Memberikan pengarahan yang berbasis HAM pada saat

melakukan razia dan bukan untuk menindak seseorang dengan kekerasan dan Penyiksaan.

b. Mengembangkan pengetahuan tentang HAM, gender dan seksualitas terutama kepada petugas-petugas lapangan yang langsung berhadapan dengan ragam manusia bagi

Page 49: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012

48

Laporan Situasi H

AM

LG

BT

I Di Indonesia Tahun 2012

dari persoalan kelas, profesi dan SOGI

6. Komnas HAM dan Komnas Perempuana. Lebih aktif dalam menyuarakan kasus-kasus pelanggaran HAM

yang terjadi pada kelompok LGBTI dan mengkampanyekan HAM LGBTI sebagai Hak asasi manusia.

b. Membangun jaringan pemantauan HAM dan Dokumentasi untuk persoalan-persoalan yang terkait dengan orang-orang LGBTI

c. Mendorong orang tua untuk tidak melakukan kesalahan perlakuan pada anak-anak LGBTI

DAFTAR SINGKATAN

FPI Front Pembela IslamFUI Forum Umat IslamLGBTI Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender and IntersexLGB Lesbian, Bisexual and tTransgender LSL Laki-laki yang behubungan Seks dengan Laki-lakiGWL-INA Gay, Waria, Laki-laki lainya IndonesiaGPK Gerakan Pemuda Ka’baahHAM Hak Asasi ManusiaHIWAD Himpunan Wadam DjakartaHRWG Human Rights Working GroupICCPR International Covenant On Civil and Politic RightsILGHRC International Lesbian & Gay Human Rights CommissionKPI Koalisi Perempuan Indonesia UPR Universal Periodic ReportPBB Perserikatan Bangsa-BangsaPERSELIN Persatuan Lesbian Indonesia

Page 50: Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia 2012