laporan review rpb dki 2016

42
1 LAPORAN KEGIATAN TINJUAN ULANG (REVIEW) DOKUMEN PERATURAN GUBERNUR NO.143 Tahun 2015 tentang RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA PROVINSI DKI JAKARTA 2014-2019 (PERIODE TINJAUAN 2016) Disusun Oleh Ninil Jannah (Perkumpulan Lingkar) dan Surya Rahman M (Humanitarian Forum Indonesia) Desember 2016

Upload: ninil-jannah

Post on 21-Mar-2017

125 views

Category:

Government & Nonprofit


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan review rpb dki 2016

1

LAPORAN KEGIATAN TINJUAN ULANG (REVIEW) DOKUMEN PERATURAN GUBERNUR NO.143 Tahun 2015

tentang RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA PROVINSI DKI JAKARTA 2014-2019

(PERIODE TINJAUAN 2016)

Disusun Oleh Ninil Jannah (Perkumpulan Lingkar) dan

Surya Rahman M (Humanitarian Forum Indonesia)

Desember 2016

Page 2: Laporan review rpb dki 2016

1

RINGKASAN EKSEKUTIF

Perencanaan penanggulangan bencana merupakan bagian dari perencanaan pembangunan.

RPB merupakan rencana umum dan menyeluruh yang meliputi seluruh tahapan / bidang kerja

kebencanaan. Penyusunan RPB daerah dikoordinasikan oleh BPBD provinsi. Rencana

penanggulangan bencana ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan

kewenangannya untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. Rencana penanggulangan bencana

ditinjau secara berkala setiap 2 (dua) tahun atau sewaktu-waktu apabila terjadi bencana.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi

DKI Jakarta Nomor 143 Tahun 2015 tentang Rencana Penanggulangan Bencana (RPB)

Tahun 2014-2019. Tujuan dari dilaksanakannya kegiatan tinjau-ulang RPB adalah untuk

secara cepat menilai (rapid assessment) dan mendeteksi (scan) kelengkapan dan kualitas

substansi dokumen; serta membantu merumuskan rekomendasi dan langkah-langkah bagi

pemerintah daerah untuk menyempurnakan substansi dokumen.

Dari kegiatan ini diharapkan diperoleh rekomendasi-rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti

oleh para pemangku kepentingan penanggulangan bencana DKI Jakarta dan BPBD DKI

Jakarta dalam mengoperasionalkan RPB sebagai pedoman perencanaan rencanaan

penanggulangan bencana dan melaksanakan upaya strategis dan menetapkan mekanisme

penanggulangan bencana di Provinsi DKI Jakarta, serta identifikasi pemutakhiran dokumen

yang diperlukan sesuai dengan kondisi kebencanaan dan perubahan-perubahan yang

mendasar di DKI Jakarta.

Kesimpulan dari proses diskusi peninjauan-ulang dokumen Pergub Nomor 143 Tahun 2015

tentang RPB Provinsi DKI Jakarta 2014-2019 periode 2016 selama, adalah sebagai berikut:

1) Inisiatif penyusunan RPB dilaksankan pada tahun 2011 Didukung Dengan Program BNPB

dan dilaksanakan oleh Tim Tenaga Ahli PT. Sukofindo, berdasarkan Hasil Kajian Risiko

Bencana 2011. Pada tahun 2014 telah dilaksanakan peninjauan-ulang secara inklusif

dengan melibatkan pemangku kepentingan penanggulangan bencana di wilayah Provinsi

DKI. Jakarta, dan menghasilkan Dokumen Update RPB 2014-2019. Dan telah telah

dilegalkan dalam bentuk Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta

Nomor 143 Tahun 2015.

2) Dokumen Pergub ini memerlukan penyesuaian dalam menghubungkan dengan beberapa

dokumen komitmen global, dimana HFA (Hyogo Framework for Action) telah berakhir

masa berlakunya pada tahun 2015, dan telah digantikan oleh dokumen Sendai Framework for Disaster Risk Reduction (SFDRR). Kesepakatan ini merupakan kelanjutan dari HFA,

sehingga beberapa elemen yang tercantum dalam HFA di perkuat dalam dokumen ini.

Tujuan yang dirumuskan dalam dokumen tersebut adalah mengurangi risiko dan kerugian

akibat bencana, melalui empat prioritas aksi: (1) Memahami risiko bencana, (2) Memperkuat tata kelola risiko bencana untuk mengelola risiko, (3) Berinvestasi dalam pengurangan risiko bencana untuk ketangguhan, (4) Meningkatkan kesiapsiagaan bencana untuk respons yang efektif, dan “Membangun Kembali dengan Lebih Baik” dalam pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi.

3) Arah kebijakan dan strategi Penanggulangan Bencana (Jakstra PB) 2015-2019 telah

disusun oleh BNPB berdasarkan dokumen RPJMN 2015-2019, Renas PB 2015-2019,

serta SFDRR 2015-2030. RPJMN telah memasukkan PB dan PRB dengan sasaran

strategis: Menurunnya indeks risiko bencana pada pusat-pusat pertumbuhan ekonomi

yang berisiko tinggi. Kebijakan penurunan indeks risiko bencana sebesar 30% dari tahun

2015 sampai dengan 2019. Strategi yang dilakukan adalah meningkatkan kapasitas PN

di kota/kabupaten dengan melaksanakan 71 indikator kapasitas PB daerah (indikator

ketangguhan bencana).

Page 3: Laporan review rpb dki 2016

2

4) Beberapa pedoman peyelenggaraan PB diterbitkan setelah tahun 2014 signifikan untuk

menjadi dasar kebijakan dan strategi dalam RPB diantarananya adalah: PERKA BNPB

No. 03 Tahun 2016 Tentang Sistem Komando Pananganan Darurat Bencana; PERKA

BNPB No. 11 Tahun 2014 Tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan

Penanggulangan Bencana; PERKA BNPB No. 12 Tahun 2014 Tentang Peran Serta

Lembaga Usaha dalam Penyelenggraan Penanggulangan Bencana; PERKA BNPB No.

13 Tahun 2014 Tentang Pengarusutamaan Gender di Bidang Penanggulangan Bencana;

PERKA BNPB No. 14 Tahun 2014 Tentang Penangan, Perlindungan dan Partisipasi

Penyandang Disabilitas dalam Penanggulangan Bencana.

5) Tidak ada bencana diluar kemampuan Pemerintah Daerah DKI. Jakarta selama tahun

2014-2016. Delapan (8) risiko bencana di wilayah Provinsi DKI. Jakarta yang tercantum

dalam dokumen ini masih relevan tetapi perlu mempertimbangkan tanah longsor dan

tanah ambles yang dalam beberapa tahun ini intensitas kejadiannya dinilai mengedepan.

6) Tidak adanya prioritas mengakibatkan perencanaan PB kesulitan dalam menetapkan

target secara periodik dan target capaian. Dalam model strategi pengembangan 'Kota

Tangguh' sesuai dengan Kebijakan Internasional, daerah diharapkan mampu

mengidentifikasi seluruh bahaya atau risiko bencana baik "shock" dan "stress", dan

kemudian menetapkan bahaya/risiko bencana mana yang paling mungkin terjadi dan yang

paling parah dampak bencananya untuk membuat rencana investasi pengurangan risiko

bencana dan adaptasi perubahan iklim.

7) Analisis cepat menemukan bahwa kejadian kebakaran pemukiman dan gedung menjadi

prioritas tertinggi, selanjutnya prioritas sedang, meliputi ancaman; sedang - Gempa,

Kegagalan teknologi, Banjir, Epidemi & Wabah Penyakit, Cuaca Ekstrim, Konflik Sosial,

Longsor, sedangkan gelombang ekstrim dan abrasi menjadi prioritas terendah.

8) Visi dan misi dokumen RPB perlu perbaikan beberapa istilah yang dinilai tidak relevan,

hal ini dikarenakan adanya perubahan istilah atau nomenklatur kelembagaan yang setelah

disahkan melalui peraturan/kebijakan yang lain.

9) Kebijakan penanggulangan bencana dimaksudkan untuk memberi arahan/pedoman bagi

bidang atau sektor terkait dalam melaksanakan upaya pengurangan risiko bencana,

penanganan darurat, serta rehabilitasi dan rekonstruksi - dan mengikat seluruh komponen

PB di wilayah DKI. Jakarta. Sedangkan Strategi penanggulangan bencana merupakan

program-program indikatif untuk mencapai tujuan-tujuan upaya pengurangan risiko

bencana, penanganan darurat, serta rehabilitasi dan rekonstruksi yang dapat

dilaksanakan oleh bidang/sektor terkait sesuai dengan sifat/peran dan tugas

bidang/sektor.

10) Program dan kegiatan PB dari OPD di lingkungan Provinsi DKI. Jakarta sampai pada

tahun 2016 belum menunjukkan Capaian dan hasil-hasil yang signifikan. Fungsi Dokumen

RPB, pembagian peran dalam PB, serta program-program tidak banyak diketahui.

Termasuk dilingkungan internal BPBD DKI. Jakarta sendiri.

11) Hasil Pengukuran 71 Indikator dapat mencerminkan capaian RPB sampai pada tahun

2016. Menyambung rekomendasi untuk melakukan sinkronisasi dan harmonisasi Strategi

dan Pilihan Tindakan dalam RPB dengan (1) Indikator-Indikator 'Kota Tangguh', dan (2)

Indikator-Indikator Kapasitas PB Daerah;

12) OPD terkait yang hadir menyarankan agar pelibatan pelaku penanggulangan bencana,

yang termaktub dalam dokumen ini seharusnya dapat diselaraskan dengan kebijakan

yang akan muncul terkait perubahan SOTK (Susunan Organisasi Tata Laksana) yang

berlaku pada tahun 2017. Hal ini sejalan dengan ketentuan PP Nomor 18 tahun 2016,

yang mana kebijiakan Restrukturisasi perangkat daerah dari 53 menjadi 42 SKPD agar

Page 4: Laporan review rpb dki 2016

3

mampu menangani penyelenggaraan pemerintahan dengan gerak lebih cepat, tanggap

dan antisipatif.

13) Tindakan-tindakan Pengurangan Risiko Bencana selanjutnya diwadahi dalam dokumen

Rencana Aksi Daerah ( RAD ) yang berlaku untuk periode 3 tahunan, yaitu dokumen

daerah yang disusun melalui proses koordinasi dan partisipasi stake holder yang memuat

landasan, prioritas, rencana aksi serta mekanisme pelaksanaan dan kelembagaannya

bagi terlaksananya pengurangan Risiko bencana di daerah. RAD PRB secara substansi

merupakan kumpulan program kegiatan yang komprehensif dan sinergis dari seluruh

pemangku kepentingan dan tanggungjawab semua pihak yang terkait.

Berdasarkan desktop-review yang dilaksanakan tenaga akhli dan diskusi peninjauan-ulang

periode tahun 2016 terhadap dokumen RPB Provinsi DKI Jakarta 2014-2019, di

rekomendasikan kepada Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Sekretaris

Daerah – ex officio) dan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah yaitu:

1) Tidak ada bencana diluar kemampuan Pemerintah Daerah DKI. Jakarta selama tahun

2014-2016, perubahan kebijakan tata-ruang wilayah, dan perubahan kebijakan mendasar

dalam sistem pemerintahan daerah - yang dapat mendesakkan perlunya perubahan

kebijakan RPB Provinsi DKI. Jakarta (Pergub Nomor 143 Tahun 2015).

2) Untuk mendukung pencapaian RPJM Nasional 2015-2019, untuk saat ini DKI Jakarta

dapat memberikan perhatian pada pengingkatan kapasitas PB terhadap prioritas risiko bencana yang beririsan dengan 9 prioritas risiko bencana nasional - yaitu: (1) gempa bumi,

(2) banjir, (3) cuaca ekstrim, (4) gelombang ekstrim dan abrasi. Dan merekomendasikan

risiko bencana kebakaran gedung dan pemukiman sebagai risiko bencana penting bagi

DKI. Jakarta.

3) Dokumen Lampiran Pergub Nomor 143 Tahun 2015 atau Dokumen RPB perlunya

disesuaikan dengan kebijakan-kebijakan baru ditingkat nasional maupun global, yang

teridentifikasi yakni: (a) Kerangka Aksi Pengurangan Risiko Bencana Global atau Sendai

Framework for Disaster Risk Reduction (2016-2030), (b) Pencapaian RPJMN 2004-2019

dalam 7 Prioritas Nasional dan 71 Indikator Kapasitas PB Daerah (JAKSTRA), (c)

Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan No.11 melalui strategi pengembangan

'Kota Tangguh' bencana dan adaptasi perubahan iklim.

4) Perlu dilakukan analisis lebih lanjut kemungkinan penyelarasan substansi dokumen RPB

karena keberadaan: PERKA BNPB No. 03 Tahun 2016 Tentang Sistem Komando

Pananganan Darurat Bencana; PERKA BNPB No. 11 Tahun 2014 Tentang Peran Serta

Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana; PERKA BNPB No. 12

Tahun 2014 Tentang Peran Serta Lembaga Usaha dalam Penyelenggraan

Penanggulangan Bencana; PERKA BNPB No. 13 Tahun 2014 Tentang Pengarusutamaan

Gender di Bidang Penanggulangan Bencana; PERKA BNPB No. 14 Tahun 2014 Tentang

Penangan, Perlindungan dan Partisipasi Penyandang Disabilitas dalam Penanggulangan

Bencana.

5) Melaksanakan perencanaan PB selain Perencanaan RPB: Rencana Kesiapan

(Preparedness Plan), Rencana Kontinjensi (Contingency Plan), Rencana Operasi

(Operation Plan), Rencana Pemulihan (Recovery Plan) - untuk memastikan

penyelenggaraan PB dilaksanakan secara efektif dan efiesien sesuai dengan prinsip-

prinsip PB; sekaligus merupakan strategi yang sifnifikan untuk menurunkan indeks risiko

bencana DKI. Jakarta.

6) Perlu mempercepat rencana penyusunan RAD PRB DKI. Jakarta melalui Forum PRB-API

DKI. Jakarta. Karna diharapkan RAD PRB DKI akan mengkomunikasikan dan

mengoperasionalkan RPB dengan lebih rinci dan alokasi sumberdaya yang jelas.

Page 5: Laporan review rpb dki 2016

4

7) Perlu adanya kajian risiko yang dilaksanakan secara periodik dan komprehensif, sehingga

pengembangan kebijakan, strategi, dan program dapat dikembangkan berdasarkan

informasi dasar yang memadai dan terbarukan. Hasil kajian risiko yang digunakan dalam

penulisan dokumen ini dinilai, berjarak 4-5 tahun sampai dokumen RPB Provinsi DKI

Jakarta ini disahkan pada tahun 2015. Hal ini terkait dengan pembaharuan data, sehingga

direkomendasikan untuk penulisan PRB periode berikutnya (2020-2040) jeda hasil kajian

risiko dengan penulisan dokumen RPB hingga disahkan dalam peraturan gubernur tidak

terlalu lama.

8) Pernyataan misi dalam Dokumen Lampiran Pergub Nomor 143 Tahun 2015 atau

Dokumen RPB perlu disesuaikan dengan Kebijakan Strategis Penanggulangan Bencana

(Jakstra) Nasional (BNPB). Perubahan pernyataan misi penting agar dapat dijadikan

pedoman normatif yang fundamental dalam mencapai visi dan mengoprasionalkan

prinsip-prinsip PB.

9) Perlu dilakukan sinkronisasi dan harmonisasi Strategi dan Pilihan Tindakan dalam RPB

dengan (1) Indikator-Indikator 'Kota Tangguh', dan (2) Indikator-Indikator Kapasitas PB

Daerah. Dalam hal ini untuk Risiko Bencana Prioritas dan Risiko Penting yakni (1) gempa

bumi, (2) banjir, (3) cuaca ekstrim, (4) gelombang ekstrim dan abrasi, dan (5) Kebakaran

Gedung dan Pemukiman. Pilihan Tindakan dapat disusun kembali dengan menggunakan

rekomendasi aksi hasil pengukuran 71 Indikator.

10) Perlunya penyesuaian pelibatan pelaku penanggulangan bencana dalam dokumen ini,

yang termaktub dalam dokumen ini, untuk diselaraskan dengan restrukturisasi perangkat

daerah dari 53 menjadi 42 SKPD agar mampu menangani penyelenggaraan

pemerintahan dengan gerak lebih cepat, tanggap dan antisipatif. Hal ini terkait dengan

perubahan nama dan penggabungan SKPD di DKI Jakarta.

11) Rekomendasi untuk mempercepat capaian-capaian PRB di lingkungan BPBD DKI.

Jakarta, yakni: (1) Melaksanakan sosialisasi keberadaan RPB kepada OPD dan

pemangku kepentingan di Wilayah Provinsi DKI. Jakarta - secara strategis, misalnya

pengiriman dokumen, kunjungan ke OPD untuk konsultasi dan verifikasi, dll., (2)

Melaksanakan Inventarisir program dan kegiatan PB di bidang/sektor dan OPD masing-

masing; (3) Melaksanakan internaliasi Dokumen RPB di seluruh bidang dan pimpinan di

BPBD DKI. Jakarta; (4) Menggunakan muatan dokumen RPB (kebijakan, strategi,

program, kegiatan) untuk dijadikan program kerja dan KPI BPBD.

Page 6: Laporan review rpb dki 2016

5

1. LATAR BELAKANG

Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana telah memberikan

kepastian hukum akan sistem PB di Indonesia sehingga semua pihak memahami peran dan

fungsi serta memiliki kepastian untuk mengambil tindakan terkait dengan PB untuk semua

tahapan bencana.

Peningkatan perencanaan pembangunan provinsi (Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004)

merupakan upaya strategis untuk (1) Mendukung koordinasi antar-pelaku pembangunan, (2)

Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar-Daerah, antar-ruang,

antar-waktu, antar-fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah, (3) Menjamin

keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan

pengawasan, (4) Mengoptimalkan partisipasi masyarakat, (5) Menjamin tercapainya

penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.

Penanggulangan bencana terintegrasi dalam rencana pembangunan daerah melalui Rencana

Penanggulangan Bencana (RPB) yang kemudian dijabarkan lagi di tingkat dalam bentuk

Rencana Aksi Daerah Pengurangan Resiko Bencana (RAD PRB). Sistem PB Nasional,

khususnya melalui BNPB dan BPBD menjamin pendanaan untuk penanggulangan bencana,

sehingga sejak di tahap mitigasi hingga rehabilitasi dan rekonstruksi mendapatkan alokasi

anggaran yang cukup melalui BNPB maupun BPBD.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi

DKI Jakarta Nomor 143 Tahun 2015 tentang Rencana Penanggulangan Bencana yang

bertujuan untuk (1) Mengidentifikasi beberapa wilayah Provinsi DKI Jakarta dengan risiko

kebencanaan tinggi; (2) Menetapkan strategi dan kebijakan penanggulangan bencana di

Provinsi DKI Jakarta dalam program dan kegiatan penanggulangan bencana; (3) Menetapkan

mekanisme penanggulangan bencana di Provinsi DKI Jakarta dengan mensinergikan peran

Pemerintah Daerah, masyarakat dan lembaga usaha/swasta; dan (4) Menjadikan Rencana

Penanggulangan Bencana sebagai pedoman dan langkah strategis penanggulangan

bencana di lingkungan organisasi pemerintah daerah (OPD).

Pada pasal-2 ayat (2) Pergub dimaksud disebutkan bahwa Rencana penanggulangan

bencana dapat ditinjau kembali secara berkala setiap 2 (dua) tahun atau sewaktu-waktu

apabila terjadi bencana. Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan

Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DKI Jakarta memiliki tugas dan fungsi melaksanakan

perencanaan pencegahan dan pengurangan risiko bencana, dan melaksanakan analisis risiko

bencana; maka terkait pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut perlu dilaksanakannya kegiatan

peninjauan kembali atau review dokumen rencana penanggulangan bencana (RPB).

Dengan dilaksanakannya kegiatan review (tinjau ulang) RPB diharapkan diperoleh

rekomendasi-rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti oleh para pemangku kepentingan

penanggulangan bencana DKI Jakarta dan BPBD DKI Jakarta dalam mengoperasionalkan

RPB sebagai pedoman perencanaan rencanaan penanggulangan bencana dan

melaksanakan upaya strategis dan menetapkan mekanisme penanggulangan bencana di

Provinsi DKI Jakarta.

2. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dilaksanakannya kegiatan adalah untuk meninjau kembali dokumen Rencana

Penanggulangan Bencana sebagaimana tercantum pada Peraturan Gubernur Nomor 143

Tahun 2015.

Page 7: Laporan review rpb dki 2016

6

Tujuan dari dilaksanakannya kegiatan tinjau-ulang RPB adalah untuk secara cepat menilai

(rapid assessment) dan mendeteksi (scan) kelengkapan dan kualitas substansi dokumen;

serta membantu merumuskan rekomendasi dan langkah-langkah bagi pemerintah daerah

untuk menyempurnakan substansi dokumen.

3. KELUARAN DAN RUANG LINGKUP

Ruang lingkup dari kegiatan tinjauan-ulang adalah : (1) Melaksanakan rapat pembahasan

awal peninjauan kembali dokumen Rencana penanggulangan bencana; (1) Melaksanakan

pembahasan verifikasi dan validasi data yang tertuang pada dokumen; (3) Melaksanakan

pembahasan penambahan isu strategis terkini yang akan dimuat kedalam dokumen; (4)

Melaksanakan pembahasan finalisasi review dokumen dan pembuatan draft rekomendasi, (5)

Melaksanakan pembahasan finalisasi rekomendasi terkait dengan perlu atau tidaknya

dokumen di revisi

Dari kegiatan ini diharapkan diperoleh rekomendasi-rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti

oleh para pemangku kepentingan penanggulangan bencana DKI Jakarta dan BPBD DKI

Jakarta dalam mengoperasionalkan RPB sebagai pedoman perencanaan rencanaan

penanggulangan bencana dan melaksanakan upaya strategis dan menetapkan mekanisme

penanggulangan bencana di Provinsi DKI Jakarta, serta identifikasi pemutakhiran dokumen

yang diperlukan sesuai dengan kondisi kebencanaan dan perubahan-perubahan yang

mendasar di DKI Jakarta.

4. PELAKSANAAN TINJAUAN ULANG

Metode pelaksanaan tinjauan ulang adalah desktop study; dan diskusi kelompok terfokus atau

focus group discussion (FGD) dengan partisipasi dari OPD terkait dilingkungan Pemerintah

Provinsi (Pemprov) DKI. Jakarta - pelaksana PB, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM)

pegiat penganggulangan bencana sebagai konsultan.

Kegiatan dilakukan selama 5 hari yang dilaksanakan pada tanggal 19 – 23 Desember 2016,

diselenggarakan di Kantor BPBD DKI Jakarta. Dihadiri oleh OPD diantaranya Dinas Sosial,

Dinas Kesehatan, Dinas Kebersihan, Dinas Polisi Pamong Praja, Dinas Pemadam Kebakaran

dan Penyelamatan, Dinas ESDM, dll. Kegiatan ini difasilitasi oleh 2 tenaga ahli dari Lembaga

LSM yaitu Ninil R Miftahul Jannah (Direktur Perkumpulan Lingkar) dan Surya Rahman M

(Direktur Eksekutif – Humanitarian Forum Indonesia).

Pokok pembahasan dalam tinjauan-ulang ini meliputi:

1) Pemahaman Terhadap RPB

2) Muatan Dokumen RPB berdasarkan Pedoman Penyusunan Rencana

Penanggulangan Bencana

3) Identifikasi Isu dan Perubahan-perubahan Penting Yang Perlu Dipertimbangkan

4) Analisa Risiko Bencana

5) Rekomendasi Penetapan Prioritas Bahaya Bencana (Risiko Bencana)

6) Analisa Kebijakan dan Strategi Penanggulangan Bencana

7) Analisa Pilihan Tindakan Penanggulangan Bencana

8) Analisa Hasil Pengukuran Kapasitas PB pemerintah daerah (Baseline Pengukuran

Indeks Risiko Bencana Indonesia)

9) Identifikasi Pemangku Kepentingan (Organisasi Pemerintah Daerah, Non-

Pemerintah, dan Organisasi Swasta)

Page 8: Laporan review rpb dki 2016

7

10) Analisa Alokasi Tugas dan Peran Instansi

11) Rekomendasi Tindak Lanjut

5. POKOK-POKOK BAHASAN TINJAUAN ULANG

5.1. Pemahaman Terhadap RPB

Sistem Penanggulangan Bencana

Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana telah memberikan

kepastian hukum akan sistem PB di Indonesia sehingga semua pihak memahami peran dan

fungsi serta memiliki kepastian untuk mengambil tindakan terkait dengan PB untuk semua

tahapan bencana. Penanggulangan bencana terintegrasi dalam rencana pembangunan

melalui Rencana Aksi Nasional Pengurangan Resiko Bencana (RAN PRB) dan Rencana

Penanggulangan Bencana (RPB) yang kemudian dijabarkan lagi di tingkat daerah dalam

bentuk Rencana Aksi Daerah Pengurangan Resiko Bencana (RAD PRB).

Pemerintah Indonesia telah memiliki kelembagaan penanggulangan bencana seperti tertuang

dalam Peraturan Presiden No. 08 Tahun 2008 tentang pembentukan Badan Nasional

Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Dengan adanya sistem PB, khususnya melalui BNPB dan BPBD maka alokasi dana untuk

penanggulangan bencana, sejak itu di tahap mitigasi hingga rehabilitasi dan rekonstruksi tetap

memiliki alokasi yang cukup melalui BNPB maupun BPBD.

Sistem PB Nasional (1) berlaku umum dan mengikat seluruh departemen, masyarakat dan

lembaga non pemerintah sesuai dengan UU Nomor. 24 tahun 2007; (2) Meliputi Mitigasi,

tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi; (3) Kelembagaan PB meliputi BNPB, BPBD

PROPINSI, BPBD Kab/Kota; (4) Melibatkan masyarakat secara aktif; (5) Tanggung jawab

pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten; (6) Menjadi bagian tak terpisah dari perencanaan

pembangunan, melalui Rencana Aksi Nasional Pengurangan Resiko Bencana (RAN PRB),

Rencana Penanggulangan Bencana (RPB), Rencana Aksi Daerah Pengurangan Resiko

Bencana (RAD PRB); (7) Analisa resiko (menggabungkan antara kerentanan dan kapasitas);

(8) National Platform (Platform Nasional) dan Provincial platform (Forum PRB Daerah); (9)

alokasi anggaran terdistribusi tergantung pada tingkatan bencana; (10) Pedoman PB

Mengacu pada pedoman yang dibuat BNPB dan BPBD; (11) Aspek bencana sudah

diperhitungkan dalam penyusunan tata ruang.

UU No. 24/2007 merupakan peraturan tertinggi yang memberikan kepastian hukum sistem

penanggulangan bencana di Indonesia. Pelaksanaan sistem penanggulangan bencana

diperjelas dengan Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan Pemerintah (PP), yaitu: (1)

Peraturan Presiden No. 08/2008 tentang BNPB, (2) Peraturan Pemerintah No. 21/2008

tentang Penyelenggaraan PB, (3) Peraturan Pemerintah No. 22/2008 tentang Pendanaan dan

Pengelolaan Bantuan Bencana, (4) Peraturan Pemerintah No. 23/2008 tentang Peran serta

lembaga internasional dan lembaga asing non pemerintah dalam PB.

Untuk mendukung peraturan tingkat nasional tersebut, di tingkat daerah diterbitkan peraturan

daerah mengenai Penanggulangan Bencana di Daerah dan Pembentukan BPBD. Selain itu

di tingkat daerah pengatura mengenai PB muncul dalam bentuk Peraturan Gubernur, Bupati

atau Walikota.

Perencanaan PB mengacu pada serangkaian kegiatan pengintegrasian PB bencana dalam

rencana pembangunan nasional dan daerah dan Pembuatan Perencanaan PB seperti

diuraikan berikut :

(1) Pemaduan PB dalam Perencanaan Pembangunan (Nasional & Daerah): PB dalam

Rencana Pembangunan Jangka Panjang (Nasional dan Daerah), Rencana Pembangunan

Page 9: Laporan review rpb dki 2016

8

Jangka Menengah (Nasional dan Daerah) dan Rencana Kerja Pemerintah (Nasional dan

Daerah); Penyusunan RAN-PRB dan RAD-PRB.

(2) Perencanaan PB: Pembuatan Rencana PB (Disaster Management Plan), Rencana

Kesiapan (Preparedness Plan), Rencana Kontinjensi (Contingency Plan), Rencana Operasi

(Operation Plan), Rencana Pemulihan (Recovery Plan).

Pendanaan bisa didapat dari berbagai sumber diantaranya adalah: (1) Dana DIPA

(APBN/APBD), untuk mendukung kegiatan rutin dan operasional lembaga/departemen

terutama untuk kegiatan PRB; (2) Dana Kontinjensi, untuk penanganan kesiapsiagaan; (3)

Dana siap pakai (on call), untuk bantuan kemanusiaan (relief) pada saat terjadi bencana atau

pada saat dinyatakan kondisi darurat; (4) Dana bantuan sosial berpola hibah, dana yang

dialokasikan untuk bantuan pasca-bencana di daerah; (5) Dana yang bersumber dari

masyarakat.

Perencanaan Penanggulangan Bencana

RPB adalah dokumen perencanaan penanggulangan bencana untuk jangka waktu 5 tahun.

RPB merupakan rencana umum dan menyeluruh yang meliputi seluruh tahapan / bidang kerja

kebencanaan. Secara khusus untuk upaya pencegahan dan mitigasi bencana tertentu

terdapat rencana yang disebut rencana mitigasi.

Perencanaan penanggulangan bencana disusun berdasarkan hasil analisis risiko bencana

dan upaya penanggulangannya yang dijabarkan dalam program kegiatan penanggulangan

bencana dan rincian anggarannya. Perencanaan penanggulangan bencana merupakan

bagian dari perencanaan pembangunan. Setiap rencana yang dihasilkan dalam perencanaan

ini merupakan program/kegiatan yang terkait dengan pencegahan, mitigasi dan

kesiapsiagaan yang dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP),

Jangka Menengah (RPJM) maupun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan.

Penyusunan rencana penanggulangan bencana daerah dilaksanakan pada tahap pra-

bencana dalan situasi tidaak terjadi bencana yang dikoordinasikan oleh BPBD provinsi.

Rencana penanggulangan bencana ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan

kewenangannya untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. Rencana penanggulangan bencana

ditinjau secara berkala setiap 2 (dua) tahun atau sewaktu-waktu apabila terjadi bencana.

5.2. Analisia Muatan Dokumen RPB berdasarkan Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana

Perencanaan PB disusun berdasarkan hasil analisis risiko bencana dan upaya

penanggulangan bencana yang dijabarkan dalam program kegiatan penanggulangan

bencana dan rincian anggarannya. Perencanaan penanggulangan bencana meliputi: (1)

pengenalan dan pengkajian ancaman bencana; (2) pemahaman tentang kerentanan

masyarakat; (3) analisis kemungkinan dampak bencana; (4) pilihan tindakan pengurangan

risiko bencana; (5) penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana;

dan (6) alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia.

Prinsip dasar dalam melakukan Penyusunan RPB ini adalah menerapkan paradigma

pengelolaan risiko bencana secara holistik.

Dokumen RPB DKI. Jakarta 2014-2019 telah memenuhi sistematika dan muatan-muatan

dokumen RPB sebagaimana disyaratkan dalam PERKA BNPB Nomor 4 Tahun 2008 Tentang

Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Dengan modifikasi yang

diperlukan untuk menjawab perkembangan dan konteks integrasi PB dalam perencanaan

pembangunan.

Page 10: Laporan review rpb dki 2016

9

Gambar 1. Sistematika D okumen Rencana Penanggulangan Bencana Menurut PERKA BNPB

I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan C. Ruang Lingkup D. Landasan Hukum E. Pengertian F. Sistematika

V MEKANISME PENANGGULANGAN BENCANA A. Pra Bencana B. Saat Tanggap Darurat C. Pasca Bencana D. Mekanisme Penanggulangan Bencana

II GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Fisik B. Kondisi sosial ekonomi C. Kebijakan Penanggulangan Bencana (Legislasi, kelembagaan)

VI ALOKASI TUGAS DAN SUMBERDAYA. A. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan B. Pelaku Kegiatan C. Sumber dana

III PENILAIAN RISIKO BENCANA A. Ancaman B. Kerentanan C. Analisis Kemungkinan Dampak Bencana.

VII PENUTUP

IV PILIHAN TINDAKAN PENANGGULANGAN BENCANA A. Pra-bencana B. Saat Tanggap Darurat C. Pasca Bencana

Inisiatif penyusunan RPB dilaksankan pada tahun 2011 Didukung Dengan Program BNPB

dan dilaksanakan oleh Tim Tenaga Ahli PT. Sukofindo, berdasarkan Hasil Kajian Risiko

Bencana 2011. Pada tahun 2014 telah dilaksanakan peninjauan-ulang secara inklusif dengan

melibatkan pemangku kepentingan penanggulangan bencana di wilayah Provinsi DKI.

Jakarta, dan menghasilkan Dokumen Update RPB 2014-2019. Rencana penanggulangan

bencana telah dilegalkan dengan ditandatangani oleh instansi yang berwenang (Kepala

Wilayah), dalam hal ini oleh Gubernur dalam bentuk Peraturan Gubernur Provinsi Daerah

Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 143 Tahun 2015. Sehingga selain mempunyai kekuatan

hukum untuk dapat dilaksanakan, juga dapat menjadi perekat dari masing-masing instansi

sekaligus untuk mengetahui tugas dan fungsi masing-masing pelaku di dalam wilayah

tersebut.

5.3. Identifikasi Isu dan Perubahan-perubahan Penting Yang Perlu Dipertimbangkan

Dasar Perundangan dan Peraturan 1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4355)

2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4286)

3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Nasional Tahun 2005-2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700)

4) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

5) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional (SPPN)

6) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

7) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil

Page 11: Laporan review rpb dki 2016

10

8) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah

Khusus Ibukota Jakarta sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia

9) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah

10) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

11) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, tentang Kehutanan

12) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam

13) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, tentang Sumber-daya Air

14) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelengaraan

Penanggulangan Bencana

15) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan

Bantuan Bencana Penanggulangan Bencana

16) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008, tentang Peran Serta Lembaga

Internasional dan Lembaga Asing Non-Pemerintah dalam penanggulangan bencana

17) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833)

18) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, tentang Urusan Pemerintahan antara

Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;

19) Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan

Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4663)

20) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan

Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664)

21) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578)

22) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang koordinasi Kegiatan Instansi

Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3733)

23) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara

Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817)

24) Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional Tahun 2010-2014

25) Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan

Bencana

26) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir

dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan

Keduan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006

27) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyusunan,

Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah

28) Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 3 Tahun 2008

tentang Pedoman Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah

29) Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008

tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana Pembentukan

Badan Penanggulangan Bencana Daerah

Page 12: Laporan review rpb dki 2016

11

30) Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah Tahun 2007-2012 Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

31) Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Tata Ruang Wilayah 2030

32) Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Daerah Tahun 2005-2025

33) Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2011 tentang Badan Penanggulangan Bencana

Daerah Provinsi DKI Jakarta

34) Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012, tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta 2030

35) Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2008, tentang Pencegahan

dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran

36) Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 2011 tentang BPBD Provinsi

DKI Jakarta

Perubahan Kebijakan di Tingkat International Sejak penerapan Kerangka Aksi Hyogo pada tahun 2005-2015, yang didokumentasikan

dalam laporan kemajuan nasional kemajuan telah dicapai dalam mengurangi risiko bencana

di tingkat lokal dan nasional yang telah mengarah ke penurunan angka kematian dalam kasus

beberapa ancaman. Mengurangi risiko bencana merupakan investasi dengan biaya yang

efektif dalam mencegah kehilangan dimasa depan. Manajemen risiko bencana yang efektif

memberikan sumbangan untuk pembangunan berkelanjutan. The World Conference on DRR

Ketiga di Sendai Maret 2015 melahirkan Sendai Framework for DRR (Kerangka Sendai untuk

PRB atau SFDRR). SFDRR merupakan kelanjutan Kerangka Aksi Hyogo untuk membangun

ketangguhan terhadap bencana.

Target SFDRR ini akan diukur di tingkat global. Target dan indikator nasional akan

berkontribusi untuk mencapai hasil yang diharapkan dan tujuan dari kerangka kerja ini.

Ketujuh target global tersebut adalah:

1) Secara substansial mengurangi angka kematian bencana secara global pada tahun

2030, tujuannya adalah untuk menurunkan angka rata-rata per 100.000 angka

kematian global antara periode 2020 - 2030 dibandingkan pada periode 2005 - 2015.

2) Secara substansial mengurangi jumlah orang yang terdampak secara global pada

tahun 2030, tujuannya adalah untuk menurunkan rata-rata gambaran global per

100.000 antara periode 2020 - 2030 dibandingkan pada periode 2005 - 2015.7

3) Mengurangi kerugian ekonomi secara langsung akibat bencana dalam kaitannya

dengan Produk Domestik Bruto secara global pada tahun 2030.

4) Secara substansial mengurangi kerusakan akibat bencana pada bangunan kritis dan

gangguan terhadap layanan dasar, diantaranya fasilitas kesehatan dan pendidikan,

termasuk melalui pembangunan ketangguhan mereka pada tahun 2030.

5) Secara substansial meningkatkan jumlah negara yang memiliki strategi pengurangan

risiko bencana pada skala nasional dan lokal pada tahun 2020.

6) Secara substansial meningkatkan kerjasama internasional untuk negara-negara

berkembang melalui dukungan yang memadai dan berkelanjutan untuk melengkapi

aksi nasional mereka dalam melaksanakan kerangka kerja ini pada tahun 2030.

7) Secara substansial meningkatkan keberadaan dan akses terhadap sistem peringatan

dini yang multi-hazard dan informasi risiko bencana serta penilaiannya kepada

masyarakat pada tahun 2030.

Page 13: Laporan review rpb dki 2016

12

Gambar 2. Kerangka Kerja Sendai Untuk Pengurangan Risiko Bencana 2015-2030

Perubahan Kebijakan di Tingkat Nasional

Arah kebijakan dan strategi Penanggulangan Bencana (Jakstra PB) 2015-2019 telah disusun

oleh BNPB berdasarkan dokumen RPJMN 2015-2019, Renas PB 2015-2019, serta SFDRR

2015-2030. RPJMN telah memasukkan PB dan PRB dengan sasaran strategis: Menurunnya

indeks risiko bencana pada pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang berisiko tinggi. Kebijakan

penurunan indeks risiko bencana sebesar 30% dari tahun 2015 sampai dengan 2019. Strategi

yang dilakukan adalah meningkatkan kapasitas PN di kota/kabupaten dengan melaksanakan

71 indikator kapasitas PB daerah (indikator ketangguhan bencana).

Sesuai dengan agenda: mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-

sektor strategis ekonomi domestik maka lokasi sasaran prioritas penurunan indeks risiko

bencana diarahkan pada 136 kota/kabupaten yang merupakan daerah pusat pertumbuhan

ekonomi nasional yang mempunyai indeks risiko bencana tinggi dan sedang - diantaranya

adalah DKI. Jakarta; dengan indeks risiko sedang pada angka 123.3.

Gambar 3. Sasaran RPJMN 2015-2019 dan Renas PB 2015-2019

outcome output RPJMN 2015-2019 RENAS PB 2015-2019 71 Indikator Kapasitas PB Daerah

Internalisasi pengurangan risiko bencana dalam kerangka pembangunan berkelanjutan di pusat dan daerah Penurunan tingkat kerentanan terhadap bencana

Perkuatan Kebijakan dan Kelembagaan

Kebijakan

Kelembagaan

Pengkajian Risiko dan Perencanaan Terpadu

Pengkajian Risiko Bencana

Rencana PB

Pengembangan Sistem Informasi, Diklat dan Logistik

Informasi dan Sosialisasi

Pendidikan dan Latihan

Peralatan dan Logistik

Penanganan Tematik Kawasan Rawan Bencana

RTRW berbasis PRB

Sekolah/Madrasah Aman Bencana

Page 14: Laporan review rpb dki 2016

13

Peningkatan kapasitas pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana

Rumah Sakit/Puskesmas Aman Bencana

Desa Tangguh Bencana

Peningkatan Efektivitas Pencegahan dan Mitigasi

Efektivitas Pencegahan Bencana

Efektivitas Mitigasi Bencana

Perkuatan Kesiapsiagaan dan Penanganan Darurat Bencana

Peningkatan kesiapsiagaan menghadapi bencana

Peningkatan efektivitas penanganan darurat bencana

Pengembangan Sistem Pemulihan Bencana

Peningkatan kapasitas pemulihan

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

Berikut adalah daftar PERKA yang dikeluarkan periode 2012 sampai 2016 yang relevan

sebagai panduan pelaksanaan PB di daerah.

1) Peraturan Kepala BNPB No. 04 Tahun 2016 Tentang Pendidikan Dan Pelatihan

Penanggulangan Bencana

2) Peraturan Kepala BNPB No. 03 Tahun 2016 Tentang Sistem Komando Pananganan

Darurat Bencana

3) Peraturan Kepala BNPB No. 7 Tahun 2015 Tentang Peraturan Kepala BNPB

mengenai rambu dan papan informasi bencana yang sudah distandarisasi dan untuk

diterapkan di kawasan rawan bencana.

4) Peraturan Kepala BNPB No. 02 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan

Penggunaan Peralatan Khusus Penanggulangan Bencana

5) Peraturan Kepala BNPB No. 03 Tahun 2014 Petunjuk Pelaksanaan Operasional

Gudang Peralatan Penanggulangan Bencana

6) Peraturan Kepala BNPB No. 08 Tahun 2014 Pedoman Pengelolaan Teknologi

Informasi Kebencanaan

7) Peraturan Kepala BNPB No. 11 Tahun 2014 Tentang Peran Serta Masyarakat

Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

8) Peraturan Kepala BNPB No. 12 Tahun 2014 Tentang Peran Serta Lembaga Usaha

dalam Penyelenggraan Penanggulangan Bencana

9) Peraturan Kepala BNPB No. 13 Tahun 2014 Tentang Pengarusutamaan Gender di

Bidang Penanggulangan Bencana

10) Peraturan Kepala BNPB No. 14 Tahun 2014 Tentang Penangan, Perlindungan dan

Partisipasi Penyandang Disabilitas dalam Penanggulangan Bencana

11) Peraturan Kepala BNPB No. 21 Tahun 2014 Tentang Mekanisme Pembelanjaan dan

Pertukaran Ilmu Pengetahuan (Knowladge Sharing) Serta Pengalaman

Penanggulangan Bencana.

5.4. Analisa Risiko Bencana

Persyaratan analisis risiko bencana dalam penyusunan PRB ditujukan untuk mengetahui dan

menilai tingkat risiko dari suatu kondisi atau kegiatan yang dapat menimbulkan bencana.

Sebagaimana disusun dan ditetapkan oleh Kepala BNPB dengan melibatkan

instansi/lembaga terkait.

Hasil analisis risiko bencana digunakan sebagai dasar dalam penyusunan analisis mengenai

dampak lingkungan, penataan ruang serta pengambilan tindakan pencegahan dan mitigasi

bencana. Setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi menimbulkan

bencana, wajib dilengkapi dengan analisis risiko bencana ini.

Page 15: Laporan review rpb dki 2016

14

Analisis risiko bencana disusun berdasarkan Peraturan Kepala BNPB; melalui penelitian dan

pengkajian terhadap suatu kondisi atau kegiatan yang mempunyai risiko tinggi menimbulkan

bencana yang dituangkan dalam bentuk dokumen yang disahkan oleh pejabat pemerintah

sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BPBD sesuai dengan kewenangannya

melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan analisis risiko bencana di

daerah.

Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang dilakukan untuk mengendalikan

pemanfaatan ruang sesuai rencana tata ruang wilayah. Pengendalian pemanfaatan ruang

mencakup pemberlakuan peraturan yang berkaitan dengan penataan ruang, standar

keselamatan, dan penerapan sanksi terhadap pelanggarnya. Pemerintah daerah secara

berkala melaksanakan pemantauan pengendalian pemanfaatan ruang ini.

Penyusunan dokumen RPB DKI. Jakarta 2014-2019 didasarkan pada Dokumen Kajian Risiko

Bencana Propinsi DKI Jakarta Tahun 2011. Dalam dokumen RPB tersebut, risiko bencana

DKI yang diidentifikasi yakni:

1) Banjir

2) Kebakaran gedung dan pemukiman

3) Edipemi dan Wabah penyakit

4) Konflik sosial

5) Gelombang Ekstrim dan Abrasi

6) Kegagalan teknologi

7) Cuaca ekstrim

8) Gempa bumi

Dengan tingkat risiko multibahaya, yang menunjukkan bahwa seluruh risiko bahaya tersebut

berstatus tinggi. Periksa Gambar-gambar dibawah ini.

Gambar 4. Tingkat Ancaman Bencana DKI. Jakarta (2011)

Gambar 5. Tingkat Kerugian Bencana DKI. Jakarta (2011)

Page 16: Laporan review rpb dki 2016

15

Gambar 6. Tingkat Kapasitas Penanggulangan Bencana DKI. Jakarta (2011)

Gambar 7. Tingkat Risiko Bencana DKI. Jakarta (2011)

Gambar-gambar atas menunjukkan bahwa tingkat risiko untuk semua jenis bencana di DKI

Jakarta masuk dalam kategori tinggi. Hal tersebut sudah mempertimbangkan tingkat ancaman

dan kerugian yang muncul akibat bencana dibandingkan dengan kemampuan masing-masing

OPD di DKI Jakarta. Sehingga seluruh risiko bencana diprioritaskan dalam penyusunan RPB

2014-2019.

Tidak adanya prioritas mengakibatkan perencanaan PB kesulitan dalam menetapkan target

secara periodik dan target capaian. Dalam model strategi pengembangan 'Kota Tangguh'

sesuai dengan Kebijakan Internasional, daerah diharapkan mampu mengidentifikasi seluruh

bahaya atau risiko bencana baik "shock" dan "stress", dan kemudian menetapkan

bahaya/risiko bencana mana yang paling mungkin terjadi dan yang paling parah dampak

bencananya untuk membuat rencana investasi pengurangan risiko bencana dan adaptasi

perubahan iklim.

Namun demikian, untuk mendukung pencapaian RPJM Nasional 2015-2019, untuk saat ini

DKI Jakarta dapat memberikan perhatian pada pengingkatan kapasitas PB terhadap prioritas risiko bencana yang beririsan dengan 9 prioritas risiko bencana nasional - yaitu: (1) gempa

bumi, (2) banjir, (3) cuaca ekstrim, (4) gelombang ekstrim dan abrasi.

5.5. Rekomendasi Penetapan Prioritas Bahaya Bencana (Risiko Bencana)

Dalam diskusi, BPBD mengajukan usulan untuk melakukan analisis bersama secara cepat

untuk penetapan prioritas risiko bencana, berdasarkan probabilitas dan dampak dari

kecenderungan kejadian bahaya bencana sekitar tahun 2016. Hasilnya didokumentasika

dibawah ini.

Page 17: Laporan review rpb dki 2016

16

Gambar 8. Skor Penilaian Probabilitas dan Dampak Kejadian Bencana

Gambar 9. Matrik Analisa Kecenderungan Probabilitas dan Dampak Kejadian Bahaya Bencana

Gambar 10. Hasil Pemeringkatan Prioritas Risiko Bencana Berdasarkan Kecenderungan Probabilitas dan Dampak Kejadian

DAMPAK

5=SangatParah(80%- 99%wilayahhancurdanlumpuhtotal)

4=Parah(60– 80%wilayahhancur)

3=Sedang(40- 60%wilayahterkenaberusak)

2=Ringan(20– 40%wilayahyangrusak)

1=SangatRingan(kurangdari20%wilayahyangrusak)

PROBABILITAS

5=Pasti(hampirdipastikan80- 99%)

4=Kemungkinanbesar(60– 80%terjaditahundepan,atausekalidalam10tahunmendatang)

3=Kemungkinanterjadi(40-60%terjaditahundepan,atausekalidalam100tahun)

2=Kemungkinankecil(20– 40%dalam100tahun)

1=Kemungkiansangatkecil(hingga20%)

JENIS BAHAYA-BENCANA

PROBABILITAS KETERANGANTTGPROBABILITAS

DAMPAK KETERANGAN TTGDAMPAK

1.Banjir 4=Kemungkinanbesar(60– 80%terjaditahundepan,atausekalidalam10tahunmendatang)

Peluangterjaditahundepanada

3=Sedang(40- 60%wilayahterkenaberusak)

3(mitigasi sturktural,luasareaterdampakmengecil,titik-titiksemakinberkurang)

2.KebakaranPemukiman 5=Pasti(hampirdipastikan80-99%)

Tiaphariadaajayangkebakaran.

3=Sedang(40- 60%wilayahterkenaberusak)

3- sedang-parahdipemukiman(bangunansemipermanen, permanenjarang),gedungjauhlebihsedikit.

3.EpidemidanWabahPenyakit

4=Kemungkinanbesar(60– 80%terjaditahundepan,atausekalidalam10tahunmendatang)

Jakatatimurnyarisdinyatakanwabah.Prilaku masyarakatmasihmemungkinkan.

3=Sedang(40- 60%wilayahterkenaberusak)

3– BPJSgratis,tapimondarmandirnya.Akseslayanankesehatanjugasudahbaik.

4.KonflikSosial 3=Kemungkinanterjadi(40-60%terjaditahundepan,atausekalidalam100tahun)

Sudah mulaisadar. 2=Ringan(20– 40%wilayahyangrusak)

2dampak ringan

5.GelombangEkstrimdanAbrasi

3=Kemungkinanterjadi(40-60%terjaditahundepan,atausekalidalam100tahun)

Kemungkinanada(biasa dibulandesember)

1=SangatRingan(kurangdari20%wilayahyangrusak)

1– didarattelungbadang.teluk,muaraangke,pulaukecil,pemecahombak

6.KegagalanTeknologi 3=Kemungkinanterjadi(40-60%terjaditahundepan,atausekalidalam100tahun)

Adakemungkinan,tidakbanyakinformasidiketahui

3=Sedang(40- 60%wilayahterkenaberusak)

3- timurdanutara– pabrik-pabrik,bagaimanapunjkterjadidampaknya

7.Cuacaekstrim 4=Kemungkinanbesar(60– 80%terjaditahundepan,atausekalidalam10tahunmendatang)

Pastiterjaditiaptahun,peringatandiniada–peringatankemungkinanLa-NinadanEl-Nino.

3=Sedang(40- 60%wilayahterkenaberusak)

3– palingpohon tumbang,2014dipulaupanggang500rumahterdampak,pulauharapandanpulau....

8.GempaBumi 2=Kemungkinankecil(20– 40%dalam100tahun)

Prediksi Megatrust 3=Sedang(40- 60%wilayahterkenaberusak)

3- gempabumibiasanyadilautanjadimungkin40-60%kena

Dampak

5[Tinggi]

4[Sedang]

3[Rendah] Gempa Kegagalan

teknologiBanjir,Epidemi &WabahPenyakit,CuacaEkstrim

KebakaranPemukiman&Gedung

2KonflikSosial,Longsor

1 Gel.Ekstrim &Abarasi

1 2 3 4 5

Probabilitas

Page 18: Laporan review rpb dki 2016

17

Berdasarkan analisa ini, prioritas risiko bencana (tinggi) adalah kebakaran gedung dan

pemukiman, sedangkan seluruh jenis risiko bencana selain gelombang ekstrim dan abrasi

(rendah) yakni gempa, kegagalan teknologi, epidemi dan wabah penyakit, cuaca ekstrim,

konflik sosial, tanah longsor (penurunan tanah) - di urutan berikutnya (sedang).

Perkembangan ini dapat disikapi dengan merekomendasikan risiko bencana kebakaran

gedung dan pemukiman sebagai risiko bencana penting bagi DKI. Jakarta.

5.6. Analisa Kebijakan dan Strategi Penanggulangan Bencana

Visi dan Misi

Kebijakan Penanggulangan Bencana dibangun berdasarkan prinsip-prinsip dasar

Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta yang juga selaras dengan prinsip- prinsip

dasar Penanggulangan Bencana di tingkat Nasional, yaitu: (1) cepat dan tepat, (2) prioritas,

(3) koordinasi dan keterpaduan, (4) berdaya guna dan berhasil guna, (5) transparansi dan

akuntabilitas, (6) kemitraan, (7) pemberdayaan, (8) nondiskriminatif, dan (9) nonproselis.

Ditetapkan 9 misi untuk mencapai visi "Jakarta yang tangguh bencana". Pernyatan visi perlu

disesuaikan dengan RPJM DKI. Jakarta pada periode yang sama. Pernyataaan misi ini

seharusnya menjadi arah kebijakan dan strategi penanggulangan bencana (pengurangan

risiko bencana, penanganan darurat, serta rehabilitasi-rekonstruksi) - termasuk perencanaan

PB di Wilayah Provinsi DKI. Jakarta. Beberapa pernyataan misi dirasakan lebih bersifat

operasional kebijakan dan strategi dibanding sebuah pedoman normatif yang fundamental

dalam mencapai visi dan mengoprasionalkan prinsip-prinsip PB. Rekomendasi yang dapat

diberikan adalah, perubahan pernyataan misi - pedoman normatif yang fundamental dalam

mencapai visi dan mengoprasionalkan prinsip-prinsip PB.

Kebijakan dan Strategi

Kebijakan penanggulangan bencana dimaksudkan untuk memberi arahan/pedoman bagi

bidang atau sektor terkait dalam melaksanakan upaya pengurangan risiko bencana,

penanganan darurat, serta rehabilitasi dan rekonstruksi - dan mengikat seluruh komponen PB

di wilayah DKI. Jakarta. Sedangkan Strategi penanggulangan bencana merupakan program-

program indikatif untuk mencapai tujuan-tujuan upaya pengurangan risiko bencana,

penanganan darurat, serta rehabilitasi dan rekonstruksi yang dapat dilaksanakan oleh

bidang/sektor terkait sesuai dengan sifat/peran dan tugas bidang/sektor.

Pada tahun 2016, BNPB bersama dengan BAPENAS dan Kementrian Pekerjaan Umum dan

Tata Ruang menetapkan Program Pengembangan 'Kota Tungguh' sebagai strategi utama

dalam Pencapaian Sustainable Development No. 11. Pedoman standar 'Kota Tangguh'

mengadopsi Konsep Kota Tangguh dengan 10 karakteristik yang dikembangkan oleh

Lembaga PBB yang mengkoordinasi upaya pengurangan risiko bencana global atau UN-

ISDR.

Page 19: Laporan review rpb dki 2016

18

Gambar 11. 10 Karakteristik Esensial Kota Tangguh Bencana dan Perubahan Iklim UN ISDR 2016

Tabel 1. Analisis Terhadap Kebijakan PB Daerah

Kebijakan PB Daerah dalam Dokumen RPB DKI Jakarta 2013-2019

Rekomendasi "Kota Tangguh"

Pra Bencana 1. Adanya Organisasi Untuk Ketangguhan

Kota Terhadap Bencana

i Penyusun kebijakan/peraturan terkait dengan penanggulangan bencana di Provinsi DKI Jakarta

1.1. Pengurangan Risiko Bencana menjadi pertimbangan utama dalam seluruh Visi dan/atau Rencana Strategis Kota sehingga kota bisa menjamin tercapainya tujuan-tujuan. 1.2. Kota mempunyai kewenangan dan sumber daya yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan-persyaratan setempat untuk pengurangan risiko bencana 1.3. Tanggung jawab (lembaga utama) ditetapkan dan mencakup berbagai aspek ketangguhan kota terhadap bencana. 1.4. Kota telah memiliki satu mekanisme yang memprioritaskan sumber daya untuk secara efektif menurunkan risiko-risiko yang tinggi yang telah diidentifikasi.

ii Penguatan dan penyelarasan kebijakan tekait dengan penanggulangan bencana.

2. Mengidentifikasi, memahami dan menggunakan skenario risiko saat ini dan masa mendatang.

iii Penyusunan rencana pembangunganan daerah berperspektif pengurangan risiko bencana (Kajian risiko yang dimaksud disini adalah bagaian dari Pengurang Risiko Bencana).

2.1. Kota melakukan analisis teknis dan multi-para pemangku kepentingan tentang ancaman dan bahaya yang dihadapi saat ini dan di masa mendatang untuk mengidentifikasi keterpaparan dan kerentanan di seluruh kota 2.2. Informasi tentang keterpaparan dan kerentanan terintegrasikan ke dalam perencanaan kota jangka panjang. 2.3. Kota mempunyai plaftorm data yang diperbaharui secara rutin yang memungkinkan para pemangku kepentingan dan masyarakat umum untuk mengakses dan berbagi informasi terkait.

iv Membangun kesadaran multi pihak akan keberadaaan kebijakan-kebijakan terkait dengan Penanggulangan Bencana

3. Memperkuat kapasitas keuangan untuk mewujudkan ketangguhan

v Penegakan hukum untuk kegiatan yang berpotensi menyebabkan atau meningkatkan risiko bencana.

3.1. Kota mempunyai rencana (atau prosedur) keuangan yang memadai dan sumber daya yang tersedia untuk mewujudkan aktivitas-aktivitas pengembangan ketangguhan, termasuk adaptasi iklim jangka panjang

SEPULUH LANGKAH MENDASAR UNTUK KOTA/KABUPATEN TANGGUH

1.Adanya organisasi untukketangguhan terhadap bencana

2.Mengidentifikasi,memahami danmenggunakan skenario risiko saat ini

dan masamendatang3.Memperkuat kapasitas keuanganuntuk mewujudkan ketangguhan.

4.Mengupayakan pembangunan danrancangan kota yangtangguh

5.Melindungi penyangga alamiuntuk meningkatkan fungsi

perlindungan oleh ekosistem

Essential 6

Strengthen institutional capacity for resilience

6.Memperkuat kapasitas kelembagaanuntuk ketangguhan

7.Memahami dan memperkuatkemampuan masyarakat untukmewujudkan ketangguhan

8.Meningkatkan ketangguhaninfrastruktur

9.Memastikan kesiapsiagaan dantanggap bencana yangefektif

10.Mempercepat pemulihan danmembangun kembali dengan lebih baik

Page 20: Laporan review rpb dki 2016

19

3.2. Kota telah mempunyai satu anggaran khusus, sumber daya yang diperlukan dan pengaturan dana kontinjensi untuk pengurangan risiko bencana setempat (mitigasi, pencegahan, tanggap bencana dan pemulihan). 3.3. Ada cara-cara untuk memastikan adanya dukungan keuangan yang cukup untuk melindungi segmen-segmen bagian penduduk kota yang rentan.

vi Penguatan kapasitas OPD dalam penanggulangan bencana

4. Mengupayakan pembangunan dan rancangan kota yang tangguh

vii Membangun sistem data dan informasi kebencanaan terpadu di Provinsi DKI Jakarta

4.1 . Perencanaan-perencanaan kota didasarkan pada dan dipengaruhi oleh informasi terkini tentang risiko (GUNCANGAN-menyebabkan kerentanan). 4.2. Perencanaan perkotaan memasukkan isu-isu lintas sektor dalam ketangguhan perkotaan sebagai pertimbangan. (STRES-meningkatkan kerentanan). 4.3. Ada mekanisme/proses untuk melaksanakan perencanaan perkotaan yang peka terhadap risiko. 4.4. Kota mengembangkan, memperbaharui dan menegakkan penggunaan aturan-aturan dan standar-standar untuk mendirikan bangunan sejalan dengan ancaman-ancaman bahaya terkait dan dampak perubahan iklim.

viii Penyempurnaan dan Inovasi Riset Terapan berdasarkan pengalaman pengguna hasil riset

5. Melindungi penyangga alami untuk meningkatkan fungsi perlindungan oleh ekosistem.

ix Pengembangan teknologi untuk Penguatan upaya pengurangan risiko bencana

5.1. Ada solusi-solusi untuk mengatasi risiko-risiko lingkungan saat ini dan di masa mendatang, misalnya infrastruktur hijau dan biru (solusi-solusi atau perlindungan ekosistem berbasis alam). 5.2. Kota melindungi dan memulihkan ekosistem sehingga ekosistem membantu adaptasi dan mitigasi yang memadai terhadap risiko saat ini dan di masa mendatang.

x Mendorong praktek-praktek pengurangan risiko terpadu di wilayah perbatasan

6. Memperkuat kapasitas kelembagaan untuk ketangguhan

xi Penguatan kapasitas masyarakat dalam penanggulangan bencana

6.1. Peran dan tanggung jawab dalam ketangguhan bencana (Langkah Mendasar 1.3) dilegalkan dalam legislasi tentang PRB 6.2. Ada proses-proses yang memperkuat dan memastikan pertukaran pengetahuan dan ketrampilan para pemangku kepentingan yang terlibat dalam ketangguhan terhadap bencana. 6.3. Ada proses untuk mendorong komunikasi top down dan bottom up, memperkuat pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum. 6.4. Kota memanfaatkan kapasitas sektor swasta dan masyarakat sipil untuk PRB.

xii Penguatan kapasitas dunia usaha dalam penanggulangan bencanadan mendorong keterlibatan dunia usaha dalam upaya untuk pengurangan risiko bencana

7. Memahami dan memperkuat kemampuan masyarakat untuk mewujudkan ketangguhan

Saat Bencana 7.1. Kota memberikan bantuan sosial kepada

bagian kota yang paling miskin, meningkatkan kapasitas mereka dan , mengurangi kerentanan mereka terhadap bencana.

Page 21: Laporan review rpb dki 2016

20

7.2. Kohesi sosial dan kapasitas sosial yang ada di kota dipahami. 7.3. Kota memiliki proses-proses yang memadai untuk memperkuat kapasitas sosial.

i Menetapkan Status Tanggap Darurat berdasarkan hasil Kajian Dampak Bencana

8. Meningkatkan ketangguhan infrastruktur

ii Mengerahkan segala sumber daya yang ada di DKI Jakarta.

8.1. Kota memiliki dan melaksanakan satu rencana atau strategi infrastruktur penting untuk melindungi infrastruktur, utilitas dan layanan-layanannya. 8.2. Apakah ada infrastruktur pelindung/mitigasi risiko (misalnya pertahanan banjir, rancangan seismik) saat diperlukan (dan dipelihara dengan semestinya)?

iii Melakukan koordinasi penanggulangan bencana di tingkat Provinsi DKI Jakarta dan 5 wilayah kota dengan melibatkan kecamatan, kelurahan dan pemangku kepentingan lain.

9. Memastikan kesiapsiagaan dan tanggap bencana yang efektif

iv Melakukan penyelamatan dan perlindungan kepada seluruh masyarakat DKI Jakarta yang terdampak sesuai skala prioritas.

9.1. Ada rencana penanggulangan bencana/kesiapsiagaan bencana/tanggap darurat bencana yang berisi rencana mitigasi, kesiapsiagaan dan respons kota terhadap keadaan darurat setempat. 9.2. Kota mempunyai pengaturan untuk memastikan fungsi-fungsi penting tetap berjalan bahkan dalam keadaan darurat 9.3. Kota terhubung dengan Sistem Peringatan Dini terkait

v Memberikan pemenuhan kebutuhan dasar kepada para korban terdampak.

10. Mempercepat pemulihan dan membangun kembali dengan lebih baik.

vi Tetap menyelenggarakan pelayanan kepemerintahan kepada masyarakat

10.1. Ada strategi atau proses untuk pemulihan pasca bencana dan rekonstruksi, termasuk aspek ekonomi, sosial dll. 10.2 Jika diperlukan, kota akan secara efektif melaksanakan konsep “Membangun Kembali dengan Lebih Baik”. 10.3 Kota belajar dari profil risiko yang serupa dari kota lain

vii Menjaga berfungsinya objek vital/fasilitas umum.

viii Tetap menjamin keamanan dan ketertiban di daerah bencana dan sekitarnya.

Pasca Bencana

i Menyusunan perencanaan pemulihan (rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi.

ii Pembersihan fasilitas publik paska bencana

iii Perbaikan dan normalisasi fasilitas layanan pubik

iv Pemulihan aspek ekonimo, sosial dan budaya masyrakat

Page 22: Laporan review rpb dki 2016

21

Tabel 2. Rekomendasi Peninjauan Ulang Pernyataan-Pernyataan Misi

No.. TInjauan-Ulang Terhadap Misi Rekomendasi

1 Memberdayakan masyarakat dengan prinsip pemberian otoritas pada masyarakat untuk mengenali permasalahan yang dihadapi dan mengupayakan pemecahan yang terbaik.

Kebijakan

2 Membangun kapasitas penanggulangan bencana dengan mengintegrasikan fungsi crisis centre, pemadam kebakaran dan ambulan gawat darurat dalam satu pengelolaan.

Kebijakan

3 Meningkatkan kinerja dari sistem surveilance, respon cepat dan penanggulangan terhadap penyakit menular antara lain flu burung, DBD, TBC, HIV/AIDS, Hepatitis, dan Diare.

Strategi

4 Memperbaiki distribusi fasilitas pelayanan kesehatan (termasuk rumah sakit) serta meningkatkan mutu dan keamanan (safety) pelayanan kesehatan.

Strategi

5 Memberi perhatian khusus terhadap pengendalian banjir di DKI Jakarta dengan fokus antara lain: Membangun sistem polder; Memperbaiki dan membangun tanggul untuk mengantisipasi kenaikan pasang laut; Review masterplan pengendalian banjir; Menertibkan dan menata sempadan sungai, situ, saluran dan waduk; Menyelesaikan Banjir Kanal Timur dan menata bantaran Banjir Kanal Barat; Melakukan pengerukan muara, badan sungai, dan saluran yang menjadi tanggung jawab Provinsi DKI Jakarta; Membangun dan memelihara sarana prasarana drainase; Meningkatkan kerjasama pengendalian banjir dengan Pemerintah Pusat serta Pemda Bodetabekjur; dan Mengefektifkan sistem peringatan dini.

Strategi

6 Meningkatkan penelitian tentang geologi, geofisik dan geokimia, untuk antisipasi masalah kebencanaan dan lingkungan.

Strategi

7 Menangani korban bencana dengan menyiapkan makan, minum, sarana berteduh sementara, pakaian, selimut, alat masak, pakaian dan logistik untuk beberapa waktu selama belum dapat kembali ke rumahna.

Kebijakan

8 Mendampingi korban bencana selama di penampungan. Kebijakan

9 Regulasi dan kebijakan dalam upaya meningkatkan pelayanan pencegahan dan penanggulangan kebakaran, evakuasi, rescue dan pengelolaan bencana.

Strategi

5.7. Analisa Hasil Pengukuran Kapasitas PB pemerintah daerah (Baseline Pengukuran Indeks Risiko Bencana Indonesia)

Pada Pertengahan tahun 2016, BNPB memfasilitasi Kegiatan Penilaian Kapasitas

Penanggulangan Bencana Daerah, berdasarkan tolak ukur 71 Indikator. Hasil dan

rekomendasi penilaian disajikan di tabel-3. Beberapa Hal berikut ini merupakan capaian dan

hasil-hasil kegiatan penanggulangan bencana di DKI. Jakarta berdasarkan proses

pengukuran 71 Indikator Kapasitas PB Daerah.

Rekomendasi yang dapat diberikan adalah melakukan sinkronisasi dan harmonisasi Strategi

dan Pilihan Tindakan dalam RPB dengan (1) Indikator-Indikator 'Kota Tangguh', dan (2)

Indikator-Indikator Kapasitas PB Daerah.

Page 23: Laporan review rpb dki 2016

1

Tabel 3. Gap dan Rekomendasi Aksi Hasil Pengukuran Perangkat 71 Indikator Kapasitas PB Daerah

INDIKATOR LEVEL CAPAIAN KESENJANGAN REKOMENDASI AKSI 1 Peraturan Daerah tentang

Penanggulangan Bencana 1 Peraturan daerah tentang PB

belum ada, masih dalam pembahasan, namun tersedia Peraturan Gubernur No.143 Tahun 2015

DKI Jakarta belum memiliki Perda terkait PB. Payung hukum PB yang ada saat ini berupa Peraturan Gubernur No.143 Tahun 2015

Penguatan Aturan Daerah tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

2 Peraturan Daerah tentang Pembentukan BPBD

5 Aturan pembentukan BPBD DKI Jakarta telah disusun untuk meningkatkan upaya penyelenggaraan PB

Penerapan Aturan Teknis Pelaksanaan Fungsi BPBD

3 Peraturan Tentang Pembentukan Forum PRB

5 Kelengkapan struktur ada, program ada

Forum PRB DKI Jakarta telah dibentuk dengan dilengkapi mekanisme dan aturan yang memastikan kelengkapan struktur, program, dan anggaran rutin

Optimalisasi Penerapan Aturan dan Mekanisme Forum PRB

4 Peraturan tentang Penyebaran Informasi Kebencanaan

2 untuk penyebaran informasi ada di web site twitter dan ada media elektronik dengan menggunakan wa.

DKI Jakarta telah mempunyai mekanisme atau prosedur penyebaran Informasi Kebencanaan. Namun, mekanisme atau prosedur tersebut belum diperkuat dengan aturan daerah

Penguatan Aturan dan Mekanisme Penyebaran Informasi Kebencanaan

5 Peraturan Daerah tentang RPB

3 berdasarkan Pergub no 143 tahun 2015

Rencana Penanggulangan Bencana yang telah dimiliki oleh DKI Jakarta belum diperkuat melalui regulasi daerah

Penguatan Peraturan Daerah tentang Rencana Penanggulangan Bencana

6 Peraturan Daerah tentang Tataruang Berbasis PRB

1 Perda RTRW yang telah dimiliki oleh DKI Jakarta belum mempertimbangkan informasi ancaman bencana

Penguatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Berbasis Kajian Risiko Bencana untuk Pengurangan Risiko Bencana

7 Lembaga Badan Penanggulangan Bencana Daerah

2 Belum terbentuknya tim Pengarah di tingkat BPBD

Kelengkapan BPBD DKI Jakarta belum terpenuhi secara keseluruhan

Penguatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah

8 Lembaga Forum Pengurangan Risiko Bencana

5 kita sudah menandatangani MOU untuk kegiatan pB di DKI Jakarta

Forum PRB DKI Jakarta telah menjalankan fungsi dalam mencapai tujuan forum melalui program kerja yang didukung oleh pendanaan yang jelas

Optimalisasi Pencapaian Fungsi Forum PRB

Page 24: Laporan review rpb dki 2016

2

9 Komitmen DPRD terhadap PRB

2 Tahun 2015 kita pernah mengadakan peningkatan kapasitas Relawan, pernah ada yang datang dari fraksi PDI perjuangan (BPBD)

Keterlibatan anggota DPRD selama ini belum memberikan respon positif dalam pembahasan anggaran terkait PRB

Studi Banding Legislatif dan Eksekutif untuk Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana di Daerah

10 Peta Bahaya dan kajiannya untuk seluruh bahaya yang ada di daerah

4 Sebetulnya sudah tertuang dalam dokumen RPB, dan untuk data dan informasi sudah terkumpul di Pusdalops. Untuk daerah banjir dan kebakaran sudah ada datanya. untuk ancaman bencana banjir dan kebakaran sudah bagus peta nya sudah sampai Rt, namun untuk kajiannya saya belum tahu, data banjir sudah ada data tren yang sudah dimiliki oleh pusdalops dan data kebakaran perbulan yang telah terjadi sudah dapat input dari Damkar

Kajian ancaman bencana yang telah dilakukan untuk jenis bencana hidrometeorologis belum mempertimbangkan komponen, perubahan-perubahan variabelitas iklim dan skenario iklim yang dijadikan dasar penyusunan Dokumen Kajian Risiko

Penyusunan Peta Bahaya dan Pembaharuannya sesuai dengan aturan

11 Peta Kerentanan dan kajiannya untuk seluruh bahaya yang ada di daerah

3 Terkait dengan data kerentanan sudah memadai (pusdalops) , data – datanya tersedia tapi masih untuk data bencana banjir, kebakaran, sedangkan untuk bencana ongsor masih hanya untuk daerah aliran sungai. untuk peta rawan banjir 5 wilayah kota sudah punya. Ada aplikasi di Jaksafe (support dari world Bank), data yang kami punya itu ada tahun 2015. Kerugian bisa dihutung berdasarkan leporan dari kejadian banjir, dengan menginput lokasi perkiraan. Masalahnya aplikasi itu masih prototype dan belum dijalankan, sudah dilatih di SKPD dan kesulitannya pemutakhiran data.

Dokumen kajian dan peta kerentanan dari setiap ancaman bencana belum menghasilkan rekomendasi kebijakan penanggulangan bencana

Penyusunan Peta Kerentanan dan Pembaharuannya sesuai dengan aturan

Page 25: Laporan review rpb dki 2016

3

12 Peta Kapasitas dan kajiannya

3 BPPT punya data untuk kajian kebakaran salah satu daerahnya di Cakung. Baru untuk bencana banjir dan kebakaran, namun belum tersistematis dalam satu system yang baik. kalau tertulis belum pernah, namun jika dalam rapat-rapat untuk saran saran disampaikan dalam rapim atau ke WA grup . Menyampaikan rekomendasi di rapim.

Dokumen dan peta kapasitas belum dianalisis untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan penanggulangan bencana

Penyusunan Peta Kapasitas dan Pembaharuannya sesuai dengan aturan

13 Rencana Penanggulangan Bencana

1 DKI Jakarta belum memiliki Dokumen Rencana Penanggulangan Bencana yang disusun berdasarkan hasil Pengkajian Risiko Bencana

Penyusunan Dokumen Rencana Penanggulangan Bencana Daerah

14 Sarana penyampaian informasi kebencanaan yang menjangkau langsung masyarakat

1 Sudah tersedia Peraturan Kepala Daerah dan Peraturan Kalak BPBD

DKI Jakarta belum memiliki aturan tentang penyebaran data dan informasi tentang kejadian kebencanaan yang disampaikan ke masyarakat

Penguatan Struktur dan Mekanisme Informasi Kebencanaan Daerah

15 Sosialisasi pencegahan dan kesiapsiagaan bencana pada tiap-tiap kecamatan di wilayahnya

2 rutin melakukan sesuai anggaran, tapi untuk modul yang terstandarkan belum ada

Kegiatan sosialisasi pencegahan dan kesiapsiagaan bencana yang telah dilakukan secara rutin belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat pada setiap kecamatan yang ada. Isi materi yang yang disampaikan juga belum terstandarkan yang disesuaikan dengan ancaman yang ada

Membangun Kemandirian Informasi Kecamatan untuk Pencegahan dan Kesiapsiagaan Bencana bagi Masyarakat

16 Komunikasi bencana lintas lembaga minimal beranggotakan lembaga-lembaga dari sektor pemerintah, masyarakat mau pun dunia usaha

4 Ada, salah satunya adalah call center di DKI mengenai bencana (112). Multi stakeholder yang tergabung dalam call center tersebut, dan sudah memanfaatkan data-data yang terhimpun dalam call center tersebut.

Mekanisme bersama yang telah dimiliki untuk menjalankan peran bagi-guna (sharing) data dan informasi kebencanaan belum menghasilkan program bersama secara terstruktur dan berkelanjutan.

Komunikasi bencana lintas lembaga

Page 26: Laporan review rpb dki 2016

4

17 Pusdalops PB dengan fasilitas minimal mampu memberikan respon efektif untuk pelaksanaan peringatan dini dan penanganan masa krisis

5 Pusat Pengendali Operasi (Pusdalops) atau Sistem Komando Tanggap Darurat (SKTD) Bencana yang dimiliki oleh DKI Jakarta telah terstruktur dalam sebuah prosedur operasi dan berfungsi efektif. Sehingga dapat dijadikan acuan untuk perencanaan tanggap darurat selanjutnya

Mengoptimalkan Fungsi dan Peran Pusdalops PB untuk Efektivitas Penanganan Darurat Bencana

18 Sistem pendataan bencana yang terhubung dengan sistem pendataan bencana nasional

1 Sistem pendataan bencana di DKI Jakarta belum terhubung dengan sistem pendataan bencana di tingkat nasional

Penguatan Sistem Pendataan Bencana Daerah

19 Pelatihan dan sertifikasi penggunaan peralatan PB

3 Khusus Pusdalops BPBD ada proses audit setiap tahun untuk seluruh perangkat dan kegunaannya , demikian juga dengan Dinsos dan Dinkes. Belum secara optimal berjalan di bidang-bidang tertentu, disetiap SKPB

Kegiatan peningkatan kapasitas personil PB dalam bentuk pelatihan, sertifikasi penggunaaan peralatan PB telah dilakukan secara rutin. Namun, belum dapat menjamin kapasitas personil dalam merespon kejadian bencana di DKI Jakarta sesuai dengan SKTD

Meningkatkan Kapasitas Respon Personil PB sesuai dengan Sertifikasi Penggunaan Peralatan PB

20 Penyelenggaraan Latihan (Geladi) Kesiapsiagaan

3 Khusus Jakarta utara yang memprakarsai dari TNI Polri, dengan melibatkan masyarakat juga dukungan dari NGO. Pemprov DKI jakarta terus berproses untuk membangun kesadaran masyarakat dan stakeholder terkait.

Masyarakat dan pemangku kepentingan belum memiliki kesadaran pentingnya dan merasa aman dengan adanya penyelenggaraan latihan (geladi) kesiapsiagaan yang telah dilakukan secara bertahap dan berlanjut (mulai dari Pelatihan, Simulasi, hingga Uji Sistem)

Meningkatkan Kapasitas Daerah melalui Penyelenggaraan Latihan Kesiapsiagaan

21 Kajian kebutuhan peralatan dan logistik kebencanaan

1 Belum pernah dilakukan kajian kebutuhan peralatan dan logistik kebencanaan di DKI Jakarta

Penyusunan Kajian Kebutuhan Peralatan dan Logistik Kebencanaan Daerah

22 Pengadaan kebutuhan peralatan dan logistik kebencanaan

2 Catatannya ; khusus wilayah Jakarta Utara telah dilaksanakan untuk antisipasi banjir, kegiatan dilakukan oleh LSM, kecamatan dan KPBK Jakarta Utara

Pengadaan kebutuhan peralatan dan logistik kebencanaan yang telah dilakukan selam ini belum berdasarkan hasil Kajian Kebutuhan Peralatan dan Logistik Kebencanaan

Pengadaan Peralatan dan Logistik Kebencanaan Daerah

23 Penyimpanan/pergudangan Logistik PB

3 Penyimpanan/pergudangan logistik PB yang ada saat ini belum dapat dijamin secara akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan

Pengelolaan Gudang Logistik Kebencanaan Daerah

Page 27: Laporan review rpb dki 2016

5

24 Pemeliharaan peralatan dan supply chain logistik yang diselenggarakan secara periodik

1 Belum ada lembaga di pemerintahan DKI Jakarta yang menangani pemeliharaan peralatan dan supply chain logistik yang diselenggarakan secara periodik

Meningkatkan Tata Kelola Pemeliharaan Peralatan serta Jaringan Penyediaan/Distribusi Logistik

25 Tersedianya energi listrik untuk kebutuhan darurat

3 Strategi/mekanisme pemenuhan kebutuhan energi listrik pada masa tanggap darurat yang disiapkan saat ini belum mempertimbangkan skenario bencana terparah yang disusun berdasarkan Rencana Kontijensi

Penyusunan Strategi dan Mekanisme Penyediaan Cadangan Listrik untuk Penanganan Darurat Bencana

26 Kemampuan pemenuhan pangan daerah untuk kebutuhan darurat

2 Telah ada lembaga di pemerintahan DKI Jakarta yang bertanggungjawabdalam pemenuhan pangan daerah untuk kebutuhan darurat bencana. Namun, belum didukung dengan strategi pemenuhan kebutuhan pangan daerah telah mempertimbangkan skenario bencana terparah (berdasarkan Rencana Kontijensi) dan skenario bencana jangka panjang (slow onset)

Penguatan Strategi Pemenuhan Pangan Daerah untuk Kondisi Darurat Bencana

27 Penataan ruang berbasis PRB

1 Pemerintah DKI Jakarta belum melakukan inisiatif pengkajian kembali (review) tata ruang dalam rangka mengintegrasikan penanggulangan bencana/ manajemen risiko bencana

Penerapan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah untuk Pengurangan Risiko Bencana

28 Informasi penataan ruang yang mudah diakses publik

3 Publik belum memanfaatkan informasi penataan ruang di DKI Jakarta untuk pengurangan risiko bencana

Penerapan dan Peningkatan Fungsi Informasi Penataan Ruang Daerah untuk Pengurangan Risiko bencana

29 Sekolah dan Madrasah Aman Bencana

3 Seluruh sekolah/madrasah pendidikan dasar (SD) hingga menegah (SMP) di daerah rawan bencana sudah pernah melaksanakan kegiatan/program sekolah dan madrasah aman bencana. Namun, pelaksanakan kegiatan/program tersebut belum difokuskan pada salah satu dari 3 pilar (pendidikan untuk pengurangan risiko bencana, manajemen bencana sekolah, sarana prasarana) sekolah/madrasah aman bencana

Penguatan 3 Pilar Sekolah dan Madrasah Aman Bencana pada Daerah Berisiko

Page 28: Laporan review rpb dki 2016

6

30 Rumah Sakit Aman Bencana dan Puskesmas Aman Bencana

1 Sosialisasi rumah sakit aman bencana belum pernah dilakukan di seluruh rumah sakit yang ada di DKI Jakarta

Peningkatan Kapasitas Dasar Rumah Sakit dan Puskesmas Aman Bencana

31 Desa Tangguh Bencana 1 Belum ada sosialisasi pengurangan risiko bencana yang dilakukan kepada komunitas-komunitas masyarakat di DKI Jakarta

Pembangunan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana

32 Penerapan sumur resapan dan/atau biopori untuk peningkatan efektivitas pencegahan dan mitigasi bencana banjir

3 Sudah ada Pergub nya No. 122 tahun 2005 Pelaksanaan Penerapan Peruntukan dan Baku Mutu Air. Sungai/Badan Air. Ada penurunan, namun belum ada kajian atau data yang melakukan kajian tersebut

Penerapan sumur resapan dan/atau biopori di DKI Jakarta belum mampu menurunkan frekuensi dan luasan banjir dalam setahun terakhir

Pengurangan Frekuensi dan Dampak Bencana Banjir melalui Penerapan Sumur Resapan dan Biopori

33 Perlindungan daerah tangkapan air

3 Ada penurunan, namun belum ada kajian atau data yang melakukan kajian tersebut

Perlindungan daerah tangkapan air di DKI Jakarta belum mampu menurunkan frekuensi dan luasan banjir dalam setahun terakhir

Pengurangan Frekuensi dan Dampak Bencana Banjir melalui Perlindungan Daerah Tangkapan Air

34 Restorasi Sungai 5 Upaya restorasi sungai di DKI Jakarta telah mampu mengurangi dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh bencana banjir

Pengurangan Frekuensi dan Dampak Bencana Banjir melalui Restorasi Sungai

35 Penguatan Lereng 5 Catatan: Tindakan sipil teknis daerah rawan longsor (penguatan lereng, bangunan terjunan air, dll)

Upaya penguatan lereng di DKI Jakarta telah mampu mengurangi dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh bencana tanah longsor

Pengurangan Frekuensi dan Dampak Bencana Tanah Longsor melalui Penguatan Lereng

36 Penegakan Hukum untuk Peningkatan Efektivitas Pencegahan dan Mitigasi Bencana Kebakaran Lahan dan Hutan

1 Tidak ada potensi bencana Kebakaran Hutan dan Lahan di DKI Jakarta

37 Optimalisasi pemanfaatan air permukaan

1 Belum ada inisiatif-inisiatif di DKI Jakarta yang memadai dalam Pengelolan air permukaan (perlindungan, pemanfaatan dan pemeliharaan) untuk pencegahan dan mitigasi bencana kekeringan

Penguatan Aturan Daerah tentang Pemanfaatan dan Pengelolaan Air Permukaan untuk Pengurangan Risiko Bencana Kekeringan

Page 29: Laporan review rpb dki 2016

7

38 Pemantauan berkala hulu sungai

1 Belum ada inisiatif atau keterlibatan pemerintah daerah lain dalam pengembangan sistem pengelolan dan pemantauan area hulu DAS (pendekatan landskap, lintas administratif Provinsi).

Penguatan Aturan Daerah tentang Pengembangan Sistem Pengelolaan dan Pemantauan Area Hulu DAS untuk Deteksi dan Pencegahan Bencana Banjir Bandang

39 Penerapan Bangunan Tahan Gempabumi

5 Untuk Bangunan.Gedung untuk gempa skala 8,5 sudah pernah ada kajiannya oleh beberapa lembaga nasional (BPPT) dan termasuk pengecekan IMB nya. Sudah ada sosialisasi kepada gedung-gedung yang berlantai di atas 4 lantai, ada pantauan per 5 tahun sekali, termasuk kajian yang dilakukan untuk pengecekan IMB (pengkajian Teknis informasi dan data lengkapnya tersedia di Dinas Tata Kota)

Telah diterapkan tindakan hukum terhadap pelanggaran penerapan IMB di DKI Jakarta

Penegakan Hukum untuk pelanggaran penerapan IMB khususnya bangunan tahan gempabumi

40 Tanaman dan/atau bangunan penahan gelombang tsunami

1 Tidak ada potensi bencana Tsunami di DKI Jakarta

41 Revitalisasi tanggul, embung, waduk dan taman kota

4 Dinas Tata Air sudah banyak melakukan, karena perwakilan tidak hadir dapat dikonfirmasi datanya langsung ke instansi tersebut.

Upaya mitigasi struktural bencana banjir (misal revitalisasi tanggul/embung/waduk) yang telah dilakukan di DKI Jakarta belum mempertimbangkan proses evaluasi guna peningkatan kualitas mitigasi struktural bencana banjir secara berkala dengan mempertimbangkan dampak perubahan iklim

Pemeliharaan dan Peningkatan Ketahanan tanggul, embung, waduk dan taman kota di Daerah Berisiko Banjir

42 Restorasi lahan gambut 1 Tidak ada potensi bencana Kebakaran Hutan dan Lahan di DKI Jakarta

43 Konservasi vegetatif DAS rawan longsor

2 Belum tersedia kebijakan / regulasi, namun aktivitas di lapangan sudah banyak dilakukan oleh kelompok masyarakat, LSM dan SKPD tertentu (BLH)

Inisiatif mitigasi struktural bencana longsor yang telah dilakukan di DKI Jakarta belum didukung dengan kebijakan tentang konservasi vegetatif DAS di wilayah rawan longsor

Pengurangan Frekuensi dan Dampak Bencana Tanah Longsor melalui konservasi vegetatif DAS

Page 30: Laporan review rpb dki 2016

8

44 Rencana Kontijensi Gempabumi

2 Penyusunan rencana kontijensi untuk bencana gempabumi yang telah dilakukan di DKI Jakarta belum tersinkronisasi dengan Prosedur Tetap Penanganan Darurat Bencana atau Rencana Penanggulangan Kedaruratan Bencana Gempabumi

Penguatan Kesiapsiagaan menghadapi bencana Gempabumi melalui Perencanaan Kontijensi

45 Rencana Kontijensi Tsunami

1 Tidak ada potensi bencana Tsunami di DKI Jakarta

46 Sistem Peringatan Dini Bencana Tsunami

1 Tidak ada potensi bencana Tsunami di DKI Jakarta

47 Rencana Evakuasi Bencana Tsunami

1 Tidak ada potensi bencana Tsunami di DKI Jakarta

48 Rencana kontijensi banjir 4 Rencana Kontijensi Banjir yang telah disusun oleh Pemerintah DKI Jakarta belum dapat mempengaruhi kebijakan anggaran

Penguatan Kapasitas Tata Kelola dan Sumberdaya untuk Penanganan Darurat bencana Banjir berdasarkan Perencanaan Kontijensi

49 Sistem peringatan dini bencana banjir

5 Sistem peringatan dini bencana banjir yang telah berfungsi di DKI Jakarta sudah dapat menimbulkan rasa aman masyarakat (dan investor) dari ancaman banjir

Peningkatan Validitas Kejadian dan Rentang Informasi Perintah Evakuasi Kejadian Bencana Banjir

50 Rencana kontijensi tanah longsor

1 Belum ada inisiatif penyusunan rencana kontijensi untuk bencana longsor di DKI Jakarta

Penguatan Kesiapsiagaan menghadapi bencana Tanah Longsor melalui Perencanaan Kontijensi

51 Sistem peringatan dini bencana tanah longsor

1 Belum ada inisiatif untuk mebangun sistem peringatan dini tanah longsor di DKI Jakarta

Penguatan Sistem Peringatan Dini Bencana Tanah Longsor Daerah

52 Rencana Kontijensi Kebakaran Lahan dan Hutan

1 Tidak ada potensi bencana Kebakaran Hutan dan Lahan di DKI Jakarta

53 Sistem peringatan dini bencana Kebakaran Lahan dan Hutan

1 Tidak ada potensi bencana Kebakaran Hutan dan Lahan di DKI Jakarta

Page 31: Laporan review rpb dki 2016

9

54 Rencana kontijensi erupsi gunungapi

1 Tidak ada potensi bencana Erupsi Gunungapi di DKI Jakarta

55 Sistem peringatan dini bencana erupsi gunungapi

1 Tidak ada potensi bencana Erupsi Gunungapi di DKI Jakarta

56 Infrastruktur evakuasi bencana erupsi gunungapi

1 Tidak ada potensi bencana Erupsi Gunungapi di DKI Jakarta

57 Rencana kontijensi kekeringan

1 Belum ada inisiatif penyusunan rencana kontijensi untuk bencana kekeringan di DKI Jakarta

Penguatan Kesiapsiagaan menghadapi bencana Kekeringan melalui Perencanaan Kontijensi

58 Sistem peringatan dini bencana kekeringan

1 Belum ada inisiatif untuk membangun sistem peringatan dini Kekeringan di DKI Jakarta

Penguatan Sistem Peringatan Dini Bencana Kekeringan Daerah

59 Rencana kontijensi banjir bandang

2 Perlu membuat kerjasama dengan daerah sekitar Jakarta daerah perbatasan DK Jakarta yang dilewati aliran sungai untuk menyusun rencana kontijensi banjir bandang (bogor, depok, tangerang, bekasi)

Penyusunan rencana kontijensi untuk bencana Banjir Bandang di DKI Jakarta yang telah dilakukan belum tersinkronisasi dengan Prosedur Tetap Peringatan Dini dan Penanganan Darurat Bencana banjir bandang

Penguatan Kesiapsiagaan menghadapi bencana Banjir Bandang melalui Perencanaan Kontijensi

60 Sistem peringatan dini bencana banjir bandang

2 Sistem peringatan yang ada baru banjir saja, untuk banjir bandang masih ada keterbatasan perlengkapan dan peralatan untuk parameter peringatan

Sistem peringatan dini Banjir Bandang yang telah dibangun di DKI Jakarta belum didukung dengan peningkatan kapasitas seperti pelatihan, simulasi dan uji sistem dan prosedur peringatan dini bencana banjir bandang secara berkala oleh multi stakeholder

Penguatan Sistem Peringatan Dini Bencana Banjir Bandang Daerah

61 Penentuan Status Tanggap Darurat

4 Penentuan status tanggap darurat yang selama ini telah dilaksanakan oleh pemerintah DKI Jakarta belum dapat mempengaruhi kebijakan penganggaran terkait penanggulangan bencana di DKI Jakarta

Penetapan Status Darurat Bencana

Page 32: Laporan review rpb dki 2016

10

62 Penerapan sistem komando operasi darurat

3 Peraturan Gubernur No. 11 Tahun 2013 tentang Sistem tanggap darurat

DKI Jakarta telah memiliki sistem komando tanggap darurat bencana yang telah diperkuat dalam sebuah aturan tertulis (Peraturan Gubernur No. 11 Tahun 2013 tentang Sistem Tanggap Darurat). Namun, sistem komando tanggap darurat tersebut belum dipahami oleh seluruh SKPD sebagai acuan dalam operasi darurat

Operasi Tanggap Darurat Bencana

63 Pengerahan Tim Kaji Cepat ke lokasi bencana

3 sudah ada di sop kaji cepat dan tertulis untuk diverifikasi; Sudah terlatih namun belum berjalan maksimal dan optimal secara prosedure

Relawan dan personil yang telah terlatih belum mampu melakukan kaji cepat sesuai dengan prosedur yang berlaku

Pelaksanaan Kaji Cepat untuk Penetapan Status Darurat Bencana

64 Pengerahan Tim Penyelamatan dan Pertolongan Korban

2 Berjalan dengan baik namun belum terkordinasi/terkordinir dengan optimal dan maksimal antar SKPD dan stakeholder terkait

Relawan dan personil terlatih yang selama ini melakukan operasi penyelamatan dan pertolongan korban belum dilengkapi dengan prosedur pengerahan tim dan pelaksanaan penyelamatan dan pertolongan korban pada masa krisis dan tanggap darurat bencana

Penguatan Kapasitas dan Mekanisme Operasi Tim Penyelamatan dan Pertolongan Korban

65 Perbaikan Darurat 1 Belum ada prosedur perbaikan darurat bencana untuk pemulihan fungsi fasilitas kritis pada masa tanggap darurat bencana di DKI Jakarta

Penguatan Kebijakan dan Mekanisme Perbaikan Darurat Bencana

66 Pengerahan bantuan pada masyarakat terjauh

2 Banyak potensi yang belum dapat dikordinir dan dimaksimalkan secara baik dan optimal

Relawan dan personil yang selama ini melakukan operasi pendistribusian bantuan kemanusiaan bagi masyarakat pada masa krisis dan tanggap darurat bencana belum dilengkapi dengan mekanisme dan prosedur untuk penggalangan dan/atau pengerahan bantuan darurat bencana

Penguatan Kebijakan dan Mekanisme Pengerahan bantuan Kemanusiaan kepada Masyarakat Terdampak Bencana

67 Penghentian status Tanggap Darurat Bencana

3 Protap/ SOP sudah ada untuk menghentikan status darurat yang ditetapkan sejak tahun 2013. Masyarakat DKI Jakarta yang rawan bencana masih belum peduli tentang penghentian status Tanggap Darurat

Telah ada aturan tertulis tentang prosedur penghentian status tanggap darurat bencana di DKI Jakarta. Namun, prosedur tersebut belum mengatur mekanisme proses transisi/peralihan dari tanggap darurat ke rehabilitasi dan rekonstruksi

Penguatan Mekanisme Penghentian Status Darurat Bencana

Page 33: Laporan review rpb dki 2016

11

68 Pemulihan pelayanan dasar pemerintah

2 Peraturannya belum tersedia/ada Upaya inisiatif untuk membangun mekanisme dan/atau rencana pemulihan pelayanan dasar pemerintah pasca bencana bagi sebagian ancaman bencana telah dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta. Namun, mekanisme dan/atau rencana pemulihan pelayanan dasar pemerintah tersebut belum secara formal disepakati oleh seluruh pemangku kepentingan

Perencanaan Pemulihan Pelayanan Dasar Pemerintah Pasca Bencana

69 Pemulihan infrastruktur penting

1 Mekanismenya tidak ada namun ada tindakan pemulihan infrastruktur pasca bencana à namun butuh komunikasi dengan SKPD yang lain, karena untuk SKPD spesifiknya tidak hadir dalam FGD

Belum ada mekanisme dan/atau rencana pemulihan infrastruktur penting pasca bencana di DKI Jakarta

Perencanaan Pemulihan infrastruktur penting Pasca Bencana

70 Perbaikan rumah penduduk 2 Mekanismenya tolong dicari, karena hal ini dilakukan di kepulauan Tidung, saat kejadian angin putting beliung yang terjadi.

Belum ada mekanisme dan/atau rencana dan pelaksanaan perbaikan rumah penduduk pasca bencana yang disusun secara bersama oleh pemangku kepentingan dan mempertimbangkan kebutuhan dasar korban di DKI Jakarta

Perencanaan Perbaikan rumah penduduk Pasca Bencana

71 Pemulihan Penghidupan masyarakat

1 dikomunikasikan dengan dinas terkait (dinsos, dinkes, PU dll)

Belum ada mekanisme dan/atau rencana rehabilitasi dan pemulihan penghidupan masyarakat pasca bencana di DKI Jakarta

Penguatan Kebijakan dan Mekanisme Pemulihan penghidupan masyarakat pasca bencana

Page 34: Laporan review rpb dki 2016

1

5.8. Analisa Pilihan Tindakan Penanggulangan Bencana

Pilihan tindakan yang dimaksud di sini adalah berbagai upaya penanggulangan yang akan dilakukan berdasarkan perkiraan bahaya bancana yang akan terjadi dan kemungkinan dampak yang ditimbulkan.

1) Pencegahan dan Mitigasi. Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang dilakukan, bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana.

2) Kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi

3) Tanggap darurat. Penanganan darurat atau tanggap darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan pertolongan untuk membantu masyarakat yang tertimpa bencana, guna menghindari bertambahnya korban jiwa. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi: (1) pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan sumber daya; (2) penentuan status keadaan darurat bencana; (3) penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana; (4) pemenuhan kebutuhan dasar; (5) perlindungan terhadap kelompok rentan; dan (6) pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

4) Pemulihan. Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya yang dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali.

5) Rekonstruksi. Tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik dan sempurna. Oleh sebab itu pembangunannya harus dilakukan melalui suatu perencanaan yang didahului oleh pengkajian dari berbagai ahli dan sektor terkait.

Konsep Pengurangan Risiko Bencana melihat bencana sebagai sebuah permasalahan kompleks yang menuntut adanya penanganan kolektif yang melibatkan berbagai disiplin dan kelompok kelembagaan yang berbeda. Ini merupakan hal penting untuk dipertimbangkan dalam melihat karakteristik-karakteristik masyarakat yang tangguh bencana, karena lembaga-lembaga harus menentukan sendiri di mana akan memfokuskan upaya-upaya mereka dan bagaimana akan bekerjasama dengan para pemangku kepentingan untuk menjamin agar aspek-aspek penting lain dari ketangguhan tidak terlupakan.

Tindakan-tindakan Pengurangan Risiko Bencana selanjutnya diwadahi dalam dokumen Rencana Aksi Daerah ( RAD ) yang berlaku untuk periode 3 tahunan, yaitu dokumen daerah yang disusun melalui proses koordinasi dan partisipasi stake holder yang memuat landasan, prioritas, rencana aksi serta mekanisme pelaksanaan dan kelembagaannya bagi terlaksananya pengurangan Risiko bencana di daerah. Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana yang selanjutnya disebut RAD PRB secara substansi merupakan kumpulan program kegiatan yang komprehensif dan sinergis dari seluruh pemangku kepentingan dan tanggungjawab semua pihak yang terkait. RAD PRB berisi prioritas dan strategi pemerintah daerah untuk mengurangi risiko bencana dalam rangka membangun kesiapsiagaan dan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana.

Dalam menentukan kegiatan-kegiatan pengurangan risiko (Rencana Aksi Daerah) ini memang harus didahului dengan penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana, karena

Page 35: Laporan review rpb dki 2016

2

aktivitas pengurangan risiko adalah tindakan yang lebih rinci dari rencana penanggulangan bencana.

Perbedaan antara Rencana Penanggulangan Bencana dengan Rencana Aksi Daerah, terutama pada kedalaman. Jika rencana penanggulangan bencana itu merupakan rencana yang menyeluruh dari pra bencana sampai pasca bencana, akan tetapi terbatas pada apa kegiatan yang akan dilaksanakan dan siapa pelakunya serta sumber dana yang akan dipakai, maka rencana aksi ini hanya terbatas pada pra bencana (pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan), akan tetapi lebih rinci, yaitu sampai pada kapan dilaksanakan, di mana dilaksanakan, berapa dana yang dibutuhkan dll.

Apakah Pilihan Tindakan Pada Prioritas Risiko Bencana dan Resiko Bencana Penting Telah Memadahi?

Dalam hal ini (1) gempa bumi, (2) banjir, (3) cuaca ekstrim, (4) gelombang ekstrim dan abrasi, dan (5) Kebakaran Gedung dan Pemukiman.

Hasil Pengukuran 71 Indikator dapat mencerminkan capaian RPB sampai pada tahun 2016. Menyambung rekomendasi untuk melakukan sinkronisasi dan harmonisasi Strategi dan Pilihan Tindakan dalam RPB dengan (1) Indikator-Indikator 'Kota Tangguh', dan (2) Indikator-Indikator Kapasitas PB Daerah; Pilihan Tindakan dapat disusun kembali dengan menggunakan rekomendasi aksi hasil pengukuran 71 Indikator.

Proses Integrasi PB dalam Perencanaan Pembangunan

Proses Perencanaan Pendekatan Politik: Kepala Daerah menghasilkan rencana pembangunan hasil proses politik (public choice theory of planning), khususnya penjabaran Visi dan Misi dalam RPJMD. Proses Teknokratik: Menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas untuk itu. Partisipatif: Dilaksanakan dengan melibatkan seluruh stakeholders, antara lain melalui Musrenbang. Proses top-down dan bottom-up: Dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan.

Perencanaan yang ideal melaksanakan prinsip dan pendekatan berikut: (1) masyarakat yang akan memperoleh manfaat dari perencanaan harus turut serta dalam prosesnya (prinsip partisipatif), (2) perencanaan tidak hanya berhenti pada satu tahap; tetapi harus berlanjut sehingga menjamin adanya kemajuan terus-menerus dalam kesejahteraan, dan jangan sampai terjadi kemunduran (prinsip kesinambungan), (3) masalah dalam perencanaan dan pelaksanaannya tidak dapat hanya dilihat dari satu sisi (atau sektor) tetapi harus dilihat dari berbagai aspek, dan dalam keutuhan konsep secara keseluruhan (Prinsip holistik), (4) Mengandung sistem yang dapat berkembang (a learning and adaptive system), dan (5) Terbuka dan demokratis (a pluralistic social setting).

Persyaratan Dokumen Perencanaan berikut: (1) jelas, tidak mengundang multi interpretasi (specific), (2) dapat diukur (“What gets measured gets managed” atau measurable), (3) dapat dicapai ("reasonable cost using and appropriate collection method" atau achievable), (4) information needs of the people who will use the data atau relevant, (5) tepat waktu (collected and reported at the right time to influence many manage decision atau timely).

Syarat Perencanaan Harus memiliki, mengetahui, dan memperhitungkan (1) Tujuan akhir yang dikehendaki, (2) Sasaran-sasaran dan prioritas untuk mewujudkannya (yang mencerminkan pemilihan dari berbagai alternatif), (3) Jangka waktu mencapai sasaran-sasaran tersebut, (4) Masalah-masalah yang dihadapi, (5) Modal atau sumber daya yang akan digunakan serta pengalokasiannya, (6) Kebijakan-kebijakan untuk melaksanakannya., (7) Orang, organisasi, atau badan pelaksananya, (8) Mekanisme pemantauan, evaluasi, dan pengawasan pelaksanaannya.

Page 36: Laporan review rpb dki 2016

3

5.9. Identifikasi Pemangku Kepentingan (Organisasi Pemerintah Daerah, Non-Pemerintah, dan Organisasi Swasta)

Jika sebelumnya masyarakat selalu diletakkan sebagai korban dengan partisipasi yang yang terbatas, dalam penanggulangan bencana, terutama pada tahap mitigasi, maka melalui undangundang ini peran serta partisipasi masyarakat lebih diberi ruang. Keterlibatanmasyarakat dalam penanggulangan bencana merupakan hak dan sekaligus kewajiban seperti diatur dalam Pasal 26 dan 27 ayat (1) UU No. 24/2007.

Peran dan Potensi Masyarakat 1. Masyarakat; masyarakat sebagai pelaku awal penanggulangan bencana sekaligus

korban bencana harus mampu dalam batasan tertentu menangani bencana sehingga diharapkan bencana tidak berkembang ke skala yang lebih besar.

2. Swasta; peran swasta belum secara optimal diberdayakan. Peran swasta cukup menonjol pada saat kejadian bencana yaitu saat pemberian bantuan darurat. Partisipasi yang lebih luas dari sector swasta ini akan sangat berguna bagi peningkatan ketahanan nasional dalam menghadapi bencana.

3. Lembaga Non-Pemerintah; lembaga-lembaga Non Pemerintah pada dasarnya memiliki fleksibilitas dan kemampuan yang memadai dalam upaya penanggulangan bencana. Dengan koordinasi yang baik lembaga Non Pemerintah ini akan dapat memberikan kontribusi dalam upaya penanggulangan bencana mulai dari tahap sebelum, pada saat dan pasca bencana.

4. Perguruan Tinggi / Lembaga Penelitian; penanggulangan bencana dapat efektif dan efisien jika dilakukan berdasarkan penerapan ilmupengetahuan dan teknologi yang tepat. Untuk itu diperlukan kontribusi pemikiran dari para ahli dari lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian.

5. Media; media memiliki kemampuan besar untuk membentuk opini publik. Untuk itu peran media sangat penting dalam hal membangun ketahanan masyarakat menghadapi bencana melalui kecepatan dan ketepatan dalam memberikan informasi kebencanaan berupa peringatan dini, kejadian bencana serta upaya penanggulangannya, serta pendidikan kebencanaan kepada masyarakat.

6. Lembaga Internasional; pada dasarnya Pemerintah dapat menerima bantuan dari lembaga internasional, baik pada saat pra bencana, saat tanggap darurat maupun pasca bencana. Namun demikian harus mengikuti peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Tabel 4. Identifikasi Organisasi Mitra/Binaan Pemerintah Daerah Pegiat Penanggulangan Bencana

OPD Pemangku Kepentingan Mitra atau Organisasi Binaan

Catatan

Kesra FKDM (forum komunikasi deteksi dini masyarakat)

Dinas Kebakaran BALAKAR – sukarelawan yang membantu pemadan, akan menjadi PHP Pemandan Kebakaran

Dinas Sosial KSB di kelurahan bagian dari kelurahan siaga bencana; TAGANA, Pekerja sosial masyarakat, karang taruna.

Dinas Kesehatan Pramuka Saka Bakti Husada, Jumantik, Posyandu - tingkat komunitas melalui RW Siaga

Kedaruratan dipidahkan ke Ambulan Gawat Darurat

Dinas Trantib LINMAS (sesuai permendagri - di adop jadi pergub) RW/Kelurahan

Page 37: Laporan review rpb dki 2016

4

5.10. Analisa Alokasi Tugas dan Peran Instansi

Tugas dan Peran OPD dalam Penanggulangan Bencana

Pada pra bencana maka fungsi BPBD bersifat koordinasi dan pelaksana, pada saat darurat bersifat koordinasi, komando dan pelaksana; dan pada pasca bencana bersifat koordinasi dan pelaksana. Dalam melaksanakan penanggulangan becana di daerah akan memerlukan koordinasi dengan sektor. Secara garis besar dapat diuraikan peran lintas sektor sebagai berikut:

1. Sektor Pemerintahan, mengendalikan kegiatan pembinaan pembangunan daerah 2. Sektor Kesehatan, merencanakan pelayanan kesehatan dan medis termasuk obat-

obatan dan para medis 3. Sektor Sosial, merencanakan kebutuhan pangan, sandang, dan kebutuhan dasar

lainnya untuk para pengungsi 4. Sektor Pekerjaan Umum, merencanakan tata ruang daerah, penyiapan lokasi dan jalur

evakuasi, dan kebutuhan pemulihan sarana dan prasarana. 5. Sektor Perhubungan, melakukan deteksi dini dan informasi cuaca/meteorologi dan

merencanakan kebutuhan transportasi dan komunikasi 6. Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral, merencanakan dan mengendalikan upaya

mitigatif di bidang bencana geologi dan bencana akibat ulah manusia yang terkait dengan bencana geologi sebelumnya

7. Sektor Tenaga Kerja dan Transmigrasi, merencanakan pengerahan dan pemindahan korban bencana ke daerah yang aman bencana.

8. Sektor Keuangan, penyiapan anggaran biaya kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa pra bencana

9. Sektor Kehutanan, merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif khususnya kebakaran hutan/lahan

10. Sektor Lingkungan Hidup, merencanakan dan mengendalikan upaya yang bersifat preventif, advokasi, dan deteksi dini dalam pencegahan bencana.

11. Sektor Kelautan merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif di bidang bencana tsunami dan abrasi pantai.

12. Sektor Lembaga Penelitian dan Peendidikan Tinggi, melakukan kajian dan penelitian sebagai bahan untuk merencanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa pra bencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi.

13. TNI/POLRI membantu dalam kegiatan SAR, dan pengamanan saat darurat termasuk mengamankan lokasi yang ditinggalkan karena penghuninya mengungsi.

Dokumen RPB 2014-2019 telah memuat tidak hanya pemetaan tetapi juga diskirpsi tentang tugas dan peran masing-masing - dari hampir seluruh OPD dan Unit Pemerintahan Daerah dalam Penanggulangan Bencana di Wilayah Provinsi DKI Jakarta atau yang terkait. Namun demikian verifikasi belum pernah dilaksanakan.

Pada akhir tahun 2016 dilakukan restrukturisasi perangkat daerah di Lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, agar mampu menangani penyelenggaraan pemerintahan dengan gerak lebih cepat, tanggap dan antisipatif. Secara umum memiliki prinsip tepat ukuran dan tepat fungsi sesuai ketentutan PP Nomor 18 tahun 2016. Hasilnya dari 53 OPD menjadi 42 OPD. Perlu konsultasi ke masing-masing SKPD untuk kesesuaian pembagaian tugas (pra-bencana-pasca) dalam dokumen RPB.

Pendanaan Penanggulangan Bencana

Sebagian besar pembiayaan untuk kegiatan-kegiatan Penanggulangan bencana terintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja nasional, propinsi atau kabupaten/kota. Kegiatan sektoral dibiayai dari anggaran masing-masing sektor yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan khusus

Page 38: Laporan review rpb dki 2016

5

seperti pelatihan, kesiapan, penyediaan peralatan khusus dibiayai dari pos-pos khusus dari anggaran pendapatan dan belanja nasional, propinsi atau kabupaten/kota.

Pemerintah dapat menganggarkan dana kontinjensi untuk mengantisipasi diperlukannya dana tambahan untuk menanggulangi kedaruratan. Besarnya dan tatacara akses serta penggunaannya diatur bersama dengan DPR yang bersangkutan.

Bantuan dari masyarakat dan sektor non-pemerintah, termasuk badan-badan PBB dan masyarakat internasional, dikelola secara transparan oleh unit-unit koordinasi.

Pemaduan penanggulangan bencana dalam perencanaan pembangunan dilakukan oleh pemerintah daerah melalui koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi. Pemaduan penanggulangan bencana dalam perencanaan pembangunan dilakukan dengan cara memasukkan unsur-unsur penanggulangan bencana ke dalam rencana pembangunan nasional dan daerah.

6.11. Rekomendasi Tindak Lanjut Program dan kegiatan PB dari OPD di lingkungan Provinsi DKI. Jakarta sampai pada tahun 2016 belum menunjukkan Capaian dan hasil-hasil yang signifikan. Hal ini disebabkan karena koordinasi pelaksanaan penanggulangan bencana masih terlaksana parsial belum menjangkau dan melibatkan seluruh OPD dan pemangku kepentingan. Salah satu hal yang teridentifikasi adalah belum dilakukannya sosialisasi dokumen RPD seluruh OPD dan pemangku kepentingan. Sehingga fungsi Dokumen RPB, pembagian peran dalam PB, serta program-program tidak banyak diketahui. Termasuk dilingkungan internal BPBD DKI. Jakarta sendiri.

Rekomendasi yang dapat disepakati untuk mempercepat capaian-capaian PRB di lingkungan BPBD DKI. Jakarta, yakni: (1) Melaksanakan sosialisasi keberadaan RPB kepada OPD dan pemangku kepentingan di Wilayah Provinsi DKI. Jakarta - secara strategis, misalnya pengiriman dokumen, kunjungan ke OPD untuk konsultasi dan verifikasi, dll., (2) Melaksanakan Inventarisir program dan kegiatan PB di bidang/sektor dan OPD masing-masing; (3) Melaksanakan internaliasi Dokumen RPB di seluruh bidang dan pimpinan di BPBD DKI. Jakarta; (4) Menggunakan muatan dokumen RPB (kebijakan, strategi, program, kegiatan) untuk dijadikan program kerja dan KPI BPBD.

Serta mempercepat rencana penyusunan RAD PRB DKI. Jakarta melalui Forum PRB-API DKI. Jakarta. Karna diharapkan RAD PRB DKI akan mengkomunikasikan dan mengoperasionalkan RPB dengan lebih rinci dan alokasi sumberdaya yang jelas.

6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari proses diskusi peninjauan-ulang dokumen Pergub Nomor 143 Tahun 2015 tentang RPB Provinsi DKI Jakarta 2014-2019 periode 2016 selama, adalah sebagai berikut:

14) Inisiatif penyusunan RPB dilaksankan pada tahun 2011 Didukung Dengan Program BNPB dan dilaksanakan oleh Tim Tenaga Ahli PT. Sukofindo, berdasarkan Hasil Kajian Risiko Bencana 2011. Pada tahun 2014 telah dilaksanakan peninjauan-ulang secara inklusif dengan melibatkan pemangku kepentingan penanggulangan bencana di wilayah Provinsi DKI. Jakarta, dan menghasilkan Dokumen Update RPB 2014-2019. Dan telah telah dilegalkan dalam bentuk Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 143 Tahun 2015.

Page 39: Laporan review rpb dki 2016

6

15) Dokumen Pergub ini memerlukan penyesuaian dalam menghubungkan dengan beberapa dokumen komitmen global, dimana HFA (Hyogo Framework for Action) telah berakhir masa berlakunya pada tahun 2015, dan telah digantikan oleh dokumen Sendai Framework for Disaster Risk Reduction (SFDRR). Kesepakatan ini merupakan kelanjutan dari HFA, sehingga beberapa elemen yang tercantum dalam HFA di perkuat dalam dokumen ini. Tujuan yang dirumuskan dalam dokumen tersebut adalah mengurangi risiko dan kerugian akibat bencana, melalui empat prioritas aksi: (1) Memahami risiko bencana, (2) Memperkuat tata kelola risiko bencana untuk mengelola risiko, (3) Berinvestasi dalam pengurangan risiko bencana untuk ketangguhan, (4) Meningkatkan kesiapsiagaan bencana untuk respons yang efektif, dan “Membangun Kembali dengan Lebih Baik” dalam pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi.

16) Arah kebijakan dan strategi Penanggulangan Bencana (Jakstra PB) 2015-2019 telah disusun oleh BNPB berdasarkan dokumen RPJMN 2015-2019, Renas PB 2015-2019, serta SFDRR 2015-2030. RPJMN telah memasukkan PB dan PRB dengan sasaran strategis: Menurunnya indeks risiko bencana pada pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang berisiko tinggi. Kebijakan penurunan indeks risiko bencana sebesar 30% dari tahun 2015 sampai dengan 2019. Strategi yang dilakukan adalah meningkatkan kapasitas PN di kota/kabupaten dengan melaksanakan 71 indikator kapasitas PB daerah (indikator ketangguhan bencana).

17) Beberapa pedoman peyelenggaraan PB diterbitkan setelah tahun 2014 signifikan untuk menjadi dasar kebijakan dan strategi dalam RPB diantarananya adalah: PERKA BNPB No. 03 Tahun 2016 Tentang Sistem Komando Pananganan Darurat Bencana; PERKA BNPB No. 11 Tahun 2014 Tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana; PERKA BNPB No. 12 Tahun 2014 Tentang Peran Serta Lembaga Usaha dalam Penyelenggraan Penanggulangan Bencana; PERKA BNPB No. 13 Tahun 2014 Tentang Pengarusutamaan Gender di Bidang Penanggulangan Bencana; PERKA BNPB No. 14 Tahun 2014 Tentang Penangan, Perlindungan dan Partisipasi Penyandang Disabilitas dalam Penanggulangan Bencana.

18) Tidak ada bencana diluar kemampuan Pemerintah Daerah DKI. Jakarta selama tahun 2014-2016. Delapan (8) risiko bencana di wilayah Provinsi DKI. Jakarta yang tercantum dalam dokumen ini masih relevan tetapi perlu mempertimbangkan tanah longsor dan tanah ambles yang dalam beberapa tahun ini intensitas kejadiannya dinilai mengedepan.

19) Tidak adanya prioritas mengakibatkan perencanaan PB kesulitan dalam menetapkan target secara periodik dan target capaian. Dalam model strategi pengembangan 'Kota Tangguh' sesuai dengan Kebijakan Internasional, daerah diharapkan mampu mengidentifikasi seluruh bahaya atau risiko bencana baik "shock" dan "stress", dan kemudian menetapkan bahaya/risiko bencana mana yang paling mungkin terjadi dan yang paling parah dampak bencananya untuk membuat rencana investasi pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim.

20) Analisis cepat menemukan bahwa kejadian kebakaran pemukiman dan gedung menjadi prioritas tertinggi, selanjutnya prioritas sedang, meliputi ancaman; sedang - Gempa, Kegagalan teknologi, Banjir, Epidemi & Wabah Penyakit, Cuaca Ekstrim, Konflik Sosial, Longsor, sedangkan gelombang ekstrim dan abrasi menjadi prioritas terendah.

21) Visi dan misi dokumen RPB perlu perbaikan beberapa istilah yang dinilai tidak relevan, hal ini dikarenakan adanya perubahan istilah atau nomenklatur kelembagaan yang setelah disahkan melalui peraturan/kebijakan yang lain.

22) Kebijakan penanggulangan bencana dimaksudkan untuk memberi arahan/pedoman bagi bidang atau sektor terkait dalam melaksanakan upaya pengurangan risiko bencana, penanganan darurat, serta rehabilitasi dan rekonstruksi - dan mengikat seluruh komponen

Page 40: Laporan review rpb dki 2016

7

PB di wilayah DKI. Jakarta. Sedangkan Strategi penanggulangan bencana merupakan program-program indikatif untuk mencapai tujuan-tujuan upaya pengurangan risiko bencana, penanganan darurat, serta rehabilitasi dan rekonstruksi yang dapat dilaksanakan oleh bidang/sektor terkait sesuai dengan sifat/peran dan tugas bidang/sektor.

23) Program dan kegiatan PB dari OPD di lingkungan Provinsi DKI. Jakarta sampai pada tahun 2016 belum menunjukkan Capaian dan hasil-hasil yang signifikan. Fungsi Dokumen RPB, pembagian peran dalam PB, serta program-program tidak banyak diketahui. Termasuk dilingkungan internal BPBD DKI. Jakarta sendiri.

24) Hasil Pengukuran 71 Indikator dapat mencerminkan capaian RPB sampai pada tahun 2016. Menyambung rekomendasi untuk melakukan sinkronisasi dan harmonisasi Strategi dan Pilihan Tindakan dalam RPB dengan (1) Indikator-Indikator 'Kota Tangguh', dan (2) Indikator-Indikator Kapasitas PB Daerah;

25) OPD terkait yang hadir menyarankan agar pelibatan pelaku penanggulangan bencana, yang termaktub dalam dokumen ini seharusnya dapat diselaraskan dengan kebijakan yang akan muncul terkait perubahan SOTK (Susunan Organisasi Tata Laksana) yang berlaku pada tahun 2017. Hal ini sejalan dengan ketentuan PP Nomor 18 tahun 2016, yang mana kebijiakan Restrukturisasi perangkat daerah dari 53 menjadi 42 SKPD agar mampu menangani penyelenggaraan pemerintahan dengan gerak lebih cepat, tanggap dan antisipatif.

26) Tindakan-tindakan Pengurangan Risiko Bencana selanjutnya diwadahi dalam dokumen Rencana Aksi Daerah ( RAD ) yang berlaku untuk periode 3 tahunan, yaitu dokumen daerah yang disusun melalui proses koordinasi dan partisipasi stake holder yang memuat landasan, prioritas, rencana aksi serta mekanisme pelaksanaan dan kelembagaannya bagi terlaksananya pengurangan Risiko bencana di daerah. RAD PRB secara substansi merupakan kumpulan program kegiatan yang komprehensif dan sinergis dari seluruh pemangku kepentingan dan tanggungjawab semua pihak yang terkait.

Rekomendasi

Berdasarkan desktop-review yang dilaksanakan tenaga akhli dan diskusi peninjauan-ulang periode tahun 2016 terhadap dokumen RPB Provinsi DKI Jakarta 2014-2019, di rekomendasikan kepada Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Sekretaris Daerah – ex officio) dan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah yaitu:

12) Tidak ada bencana diluar kemampuan Pemerintah Daerah DKI. Jakarta selama tahun 2014-2016, perubahan kebijakan tata-ruang wilayah, dan perubahan kebijakan mendasar dalam sistem pemerintahan daerah - yang dapat mendesakkan perlunya perubahan kebijakan RPB Provinsi DKI. Jakarta (Pergub Nomor 143 Tahun 2015).

13) Untuk mendukung pencapaian RPJM Nasional 2015-2019, untuk saat ini DKI Jakarta dapat memberikan perhatian pada pengingkatan kapasitas PB terhadap prioritas risiko bencana yang beririsan dengan 9 prioritas risiko bencana nasional - yaitu: (1) gempa bumi, (2) banjir, (3) cuaca ekstrim, (4) gelombang ekstrim dan abrasi. Dan merekomendasikan risiko bencana kebakaran gedung dan pemukiman sebagai risiko bencana penting bagi DKI. Jakarta.

14) Dokumen Lampiran Pergub Nomor 143 Tahun 2015 atau Dokumen RPB perlunya disesuaikan dengan kebijakan-kebijakan baru ditingkat nasional maupun global, yang teridentifikasi yakni: (a) Kerangka Aksi Pengurangan Risiko Bencana Global atau Sendai Framework for Disaster Risk Reduction (2016-2030), (b) Pencapaian RPJMN 2004-2019 dalam 7 Prioritas Nasional dan 71 Indikator Kapasitas PB Daerah (JAKSTRA), (c)

Page 41: Laporan review rpb dki 2016

8

Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan No.11 melalui strategi pengembangan 'Kota Tangguh' bencana dan adaptasi perubahan iklim.

15) Perlu dilakukan analisis lebih lanjut kemungkinan penyelarasan substansi dokumen RPB karena keberadaan: PERKA BNPB No. 03 Tahun 2016 Tentang Sistem Komando Pananganan Darurat Bencana; PERKA BNPB No. 11 Tahun 2014 Tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana; PERKA BNPB No. 12 Tahun 2014 Tentang Peran Serta Lembaga Usaha dalam Penyelenggraan Penanggulangan Bencana; PERKA BNPB No. 13 Tahun 2014 Tentang Pengarusutamaan Gender di Bidang Penanggulangan Bencana; PERKA BNPB No. 14 Tahun 2014 Tentang Penangan, Perlindungan dan Partisipasi Penyandang Disabilitas dalam Penanggulangan Bencana.

16) Melaksanakan perencanaan PB selain Perencanaan RPB: Rencana Kesiapan (Preparedness Plan), Rencana Kontinjensi (Contingency Plan), Rencana Operasi (Operation Plan), Rencana Pemulihan (Recovery Plan) - untuk memastikan penyelenggaraan PB dilaksanakan secara efektif dan efiesien sesuai dengan prinsip-prinsip PB; sekaligus merupakan strategi yang sifnifikan untuk menurunkan indeks risiko bencana DKI. Jakarta.

17) Perlu mempercepat rencana penyusunan RAD PRB DKI. Jakarta melalui Forum PRB-API DKI. Jakarta. Karna diharapkan RAD PRB DKI akan mengkomunikasikan dan mengoperasionalkan RPB dengan lebih rinci dan alokasi sumberdaya yang jelas.

18) Perlu adanya kajian risiko yang dilaksanakan secara periodik dan komprehensif, sehingga pengembangan kebijakan, strategi, dan program dapat dikembangkan berdasarkan informasi dasar yang memadai dan terbarukan. Hasil kajian risiko yang digunakan dalam penulisan dokumen ini dinilai, berjarak 4-5 tahun sampai dokumen RPB Provinsi DKI Jakarta ini disahkan pada tahun 2015. Hal ini terkait dengan pembaharuan data, sehingga direkomendasikan untuk penulisan PRB periode berikutnya (2020-2040) jeda hasil kajian risiko dengan penulisan dokumen RPB hingga disahkan dalam peraturan gubernur tidak terlalu lama.

19) Pernyataan misi dalam Dokumen Lampiran Pergub Nomor 143 Tahun 2015 atau Dokumen RPB perlu disesuaikan dengan Kebijakan Strategis Penanggulangan Bencana (Jakstra) Nasional (BNPB). Perubahan pernyataan misi penting agar dapat dijadikan pedoman normatif yang fundamental dalam mencapai visi dan mengoprasionalkan prinsip-prinsip PB.

20) Perlu dilakukan sinkronisasi dan harmonisasi Strategi dan Pilihan Tindakan dalam RPB dengan (1) Indikator-Indikator 'Kota Tangguh', dan (2) Indikator-Indikator Kapasitas PB Daerah. Dalam hal ini untuk Risiko Bencana Prioritas dan Risiko Penting yakni (1) gempa bumi, (2) banjir, (3) cuaca ekstrim, (4) gelombang ekstrim dan abrasi, dan (5) Kebakaran Gedung dan Pemukiman. Pilihan Tindakan dapat disusun kembali dengan menggunakan rekomendasi aksi hasil pengukuran 71 Indikator.

21) Perlunya penyesuaian pelibatan pelaku penanggulangan bencana dalam dokumen ini, yang termaktub dalam dokumen ini, untuk diselaraskan dengan restrukturisasi perangkat daerah dari 53 menjadi 42 SKPD agar mampu menangani penyelenggaraan pemerintahan dengan gerak lebih cepat, tanggap dan antisipatif. Hal ini terkait dengan perubahan nama dan penggabungan SKPD di DKI Jakarta.

22) Rekomendasi untuk mempercepat capaian-capaian PRB di lingkungan BPBD DKI. Jakarta, yakni: (1) Melaksanakan sosialisasi keberadaan RPB kepada OPD dan pemangku kepentingan di Wilayah Provinsi DKI. Jakarta - secara strategis, misalnya pengiriman dokumen, kunjungan ke OPD untuk konsultasi dan verifikasi, dll., (2) Melaksanakan Inventarisir program dan kegiatan PB di bidang/sektor dan OPD masing-

Page 42: Laporan review rpb dki 2016

9

masing; (3) Melaksanakan internaliasi Dokumen RPB di seluruh bidang dan pimpinan di BPBD DKI. Jakarta; (4) Menggunakan muatan dokumen RPB (kebijakan, strategi, program, kegiatan) untuk dijadikan program kerja dan KPI BPBD.

7. PENUTUP

Demikian laporan pelaksanaan tinjauan ulang (review) dokumen Peraturan Gubernur N0.143 Tahun 2015 tentang Rencana Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta 2014-2019. Diharapkan rekomendasi yang disampaikan dalam dokumen ini dapat ditindak lanjuti oleh pihak-pihak yang berwenang.