laporan resmi praktikum

37
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM SISTEM INFORMASI GOEGRAFI MODUL V ANALISIS SPASIAL KERAWANAN TSUNAMI Disusun Oleh : TIARA ASMIKA SARI K2E 009 019 SHIFT 2 PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Upload: tiara-asmika-sari

Post on 30-Nov-2015

626 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

Laporan Resmi Praktikum Sistem Informasi Geografis (SIG)

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

SISTEM INFORMASI GOEGRAFI

MODUL V

ANALISIS SPASIAL KERAWANAN TSUNAMI

Disusun Oleh :

TIARA ASMIKA SARI

K2E 009 019

SHIFT 2

PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2011

Page 2: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

LEMBAR PENILAIAN

NO. KETERANGAN NILAI

1. PENDAHULUAN

2. TINJAUAN PUSTAKA

3. MATERI DAN METODE

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. KESIMPULAN

6. DAFTAR PUSTAKA

TOTAL

Mengetahui,

Koordinator Praktikum Praktikan,

Gersanandi Tiara Asmika Sari

K2E 006 021 K2E 009 019

Page 3: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Data spasial adalah data yang memiliki referensi ruang kebumian

(georeference) di mana berbagai data atribut terletak dalam berbagai unit

spasial. Sekarang ini data spasial menjadi media penting untuk perencanaan

pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan pada

cakupan wilayah nasional, regional maupun lokal. Pemanfaatan data spasial

semakin meningkat setelah adanya teknologi pemetaan digital dan

pemanfaatannya pada Sistem Informasi Geografis (SIG).

Arc GIS merupakan sebuah software pengolah data spasial yang memiliki

berbagai keunggulan yang dapat dimanfaatkan oleh kalangan pengolah data

spasial. Termasuk dalam hal ini ArcGIS dapat digunakan untuk berbagai aplikasi

kajian daerah pesisir dan laut. Aplikasi dan analisa SIG yang dapat dilakukan

oleh ArcGIS antara lain pemetaan, analisa geografi, editing, manajeman data,

kompilasi, visualisasi data, dan geoprocessing.

I.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini yaitu :

1. Agar mahasiswa mengerti, memahami serta dapat mengetahui manfaat

dari pengolahan data spasial menggunakan software ArcGIS.

2. Agar mahasiswa dapat mengetahui daerah yang berpotensi tsunami

menggunakan citra satelit dan menggunakan ArcGIS.

Page 4: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Spasial

Analisis spasial dilakukan dengan menumpangsusunkan (overlay)

beberapa data spasial (parameter penentu lahan kritis) untuk menghasilkan unit

pemetaan baru yang akan digunakan sebagai unit analisis. Pada setiap unit

analisis tersebut dilakukan analisis terhadap data atributnya yang tak lain adalah

data tabular, sehingga analisisnya disebut juga analisis tabular. Hasil analisis

tabular selanjutnya dikaitkan dengan data spasialnya untuk menghasilkan data

spasial lahan kritis. Untuk analisa spasial, sistem proyeksi dan koordinat yang

digunakan adalah Universal Transverse Mercator (UTM). Sistem koordinat dari

UTM adalah meter sehingga memungkinan analisa yang membutuhkan informasi

dimensi-dimensi linier seperti jarak dan luas. Sistem proyeksi tersebut lazim

digunakan dalam pemetaan topografi sehingga sesuai juga digunakan dalam

pemetaan tematik seperti halnya pemetaan Lahan Kritis. Metode yang digunakan

dalam analisis tabular adalah metode skoring. Setiap parameter penentu

kekritisan lahan diberi skor tertentu seperti telah dijelaskan pada bagian I dari

petunjuk teknis ini. Pada unit analisis hasil tumpangsusun data spasial, skor

tersebut kemudian dijumlahkan. Hasil penjumlahan skor selanjutnya

diklasifikasikan untuk menentukan tingkat kekritisan lahan.

Secara teknis, proses analisis spasial untuk penentuan lahan kritis

dengan bantuan perangkat lunak SIG ArcView dapat dilakukan dengan bantuan

ekstensi geoprocessing. Tahapan atau langkah-langkah dalam analisis spasial

akan diuraikan berikut ini dengan menggunakan contoh. Data spasial yang

digunakan dalam contoh ini adalah data spasial dalam format ArcView Shapefile

(*.shp), dengan nama file sebagai berikut:

Vegetasi.shp (data spasial kondisi penutupan lahan)

Lereng.shp (data spasial kelerengan)

Erosi.shp (data spasial tingkat erosi)

Manajemen.shp (data spasial kondisi pengelolaan)

Page 5: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

Batas wilayah pemetaan dari data spasial pada contoh yang digunakan

adalah DAS / Sub DAS Lancar. Sungai Lancar adalah sungai yang bermuara di

Waduk Wadaslintang. Meskipun sungai dan sistem sungai yang digunakan

dalam contoh ini adalah riil namun data dan informasi untuk setiap kriteria/

parameter telah disesuaikan dengan maksud hanya sebagai contoh untuk

mempermudah dalam menjelaskan tahapan teknis penyusunan data spasial

lahan kritis. Secara garis besar tahapan dalam analisis spasial untuk penyusunan

data spasial lahan kritis terdiri dari 4 tahap yaitu :

Tumpang susun data spasial

Editing data atribut

Analisis tabular, dan

Presentasi grafis (spasial) hasil analisis.

2.2 DEM (DIGITAL ELEVATION MODEL)

2.1.1 Pengertian DEM

DEM adalah data digital yang menggambarkan geometri dari bentuk

permukaan bumi atau bagiannya yang terdiri dari himpunan titik-titik koordinat

hasil sampling dari permukaan dengan algoritma yang mendefinisikan

permukaan tersebut menggunakan himpunan koordinat (Tempfli, 1991). DEM

merupakan suatu sistem, model, metode, dan alat dalam mengumpulkan,

prosessing, dan penyajian informasi medan. Susunan nilai-nilai digital yang

mewakili distribusi spasial dari karakteristik medan, distribusi spasial di wakili

oleh nilai sistem koordinat horisontal X Y dan karakteristik medan diwakili oleh

ketinggian medan dalam sistem koordinat Z (Frederic J. Doyle, 1991). DEM

khususnya digunakan untuk menggambarkan relief medan. Gambaran model

relief rupabumi tiga dimensi (3 dimensi yang menyerupai keadaan sebenarnya di

dunia nyata (real world) divisualisaikan dengan bantuan teknologi komputer

grafis dan teknologi virtual reality (Mogal, 1993)

Page 6: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

2.2.1 Data DEM

a. Sumber Data DEM

• FU stereo

• Citra satelit stereo

• Data pengukuran lapangan : GPS, Theodolith, EDM, Total Station,

Echosounder

• Peta topografi

• Linier array image

b. Struktur Data DEM

• Grid

Grid atau Lattice menggunakan sebuah bidang segitiga teratur, segiempat,

atau bujursangkar atau bentuk siku yang teratur grid. Perbedaan resolusi grid

dapat digunakan, pemilihannya biasanya berhubungan dengan ukuran daerah

penelitian dan kemampuan fasilitas komputer. Data dapat disimpan dengan

berbagai cara, biasanya metode yang digunakan adalah koordinat Z

berhubungan dengan rangkaian titik-titik sepanjang profil dengan titik awal dan

spasi grid tertentu (Moore et al., 1991).

Page 7: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

• TIN

TIN adalah rangkaian segitiga yang tidak tumpang tindih pada ruang tak

beraturan dengan koordinat x, y, dan nilai z yang menyajikan data elevasi. Model

TIN disimpan dalam topologi berhubungan antara segitiga dengan segitiga

didekatnya, tiap bidang segitiga digabungkan dengan tiga titik segitiga yang

dikenal sebagai facet. Titik tak teratur pada TIN biasanya merupakan hasil

sampel permukaan titik khusus, seperti lembah, igir, dan perubahan lereng (Mark

1975).

• Kontur

Kontur dibuat dari digitasi garis kontur yang disimpan dalam format seperti

DLGs (Digital Line Graphs koordinat (x, y) sepanjang tiap garis kontur yang

menunjukkan elevasi khusus. Kontur paling banyak digunakan untuk menyajikan

permukaan bumi dengan simbol garis.

2.3.1 Interpolasi

Interpolasi adalah proses penentuan dari nilai pendekatan dari variabel f(P)

pada titik antara P, bila f(P) merupakan variabel yang mungkin skalar atau vektor

yang dibentuk oleh harga f(P1) pada suatu titik P1 dalam ruang yang berdimensi

r (Tempfli, 1977). Penentuan nilai suatu besaran berdasarkan besaran lain yang

sudah diketahui nilainya, dimana letak dari besaran yang akan ditentukan

tersebut di antara besaran yang sudah diketahui. Besaran yang sudah diketahui

tersebut disebut sebagai acuan, sedangkan besaran yang ditentukan disebut

sebagi besaran antara (intermediate value). Dalam interpolasi hubungan antara

titik-titik acuan tersebut didekati dengan menggunakan fungsi yang disebut fungsi

interpolasi.

2.4.1 Turunan DEM

1. Tampilan 3 Dimensi

Perspektif 3 Dimensi - (bird’s eye view)

Tampilan 3-D juga dapat menghasilkan penyajian permukaan dan

informasi terrain. Pada bird’s eye view, azimuth dan attitude (tinggi) pengamat

yang berkaitan dengan permukaan dapat ditentukan. Pada gambar 3-D di

permukaan, lokasi pengamat dan titik target biasanya ditentukan.

Page 8: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

2. Kontur

Kontur (isoline) adalah garis yang menggambarkan satu elevasi konstan

pada suatu permukaan. Biasanya kontur digunakan untuk memvisualisasikan

elevasi pada peta 2-Dimensi.

3. Kelas Elevasi

Hampir sama dengan kontur, tetapi data yang digunakan berupa polygon

dengan tampilan gradasi warna untuk perbedaan tinggi

4. .Profil

Profil adalah irisan penampang 2-Dimensi dari suatu permukaan.

Berdasarkan profil dapat dipergunakaan untuk analisa morfologi permukaan

seperti: kecekungan permukaan, perubahan permukaan, kecembungan

permukaan, dan ketinggian maksimum permukaan lokal.

5. Garis penglihatan (line of sight)

Garis antara 2 titik yang menunjukkan bagian-bagian dari permukaan

sepanjang garis yang tampak (visible) atau tidak tampak (hidden) dari pengamat.

6. Efek bayangan (hillshading)

Efek bayangan suatu permukaan berdasarkan harga reflektansi dari

features permukaan sekitarnya, sehingga merupakan suatu metode yang sangat

berguna untuk mempertajam visualisasi suatu permukaan. Efek bayangan

dihasilkan dari intensitas yang berkaitan dengan sumber cahaya yang diberikan.

Sumber pencahayaan yang dianggap pada jarak tak berhingga daripada

permukaan, dapat diposisikan pada azimuth dan altitude (ketinggian) yang telah

ditentukan relatif terhadap permukaan.

7. Kemiringan lereng (slope)

Kemiringan lereng adalah suatu permukaan yang mengacu pada

perubahan harga-harga z yang melewati suatu daerah permukaan. Dua metode

yang paling umum untuk menyatakan kemiringan lereng adalah dengan

pengukuran sudut dalam derajat atau dengan persentase. Contohnya, kenaikan

Page 9: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

2 meter pada jarak 100 meter dapat dinyatakan sebagai kemiringan 1,15 derajat

atau 2 persen.

8. Aspek (aspect)

Aspek permukaan adalah arah dari perubahan z yang maksimum ke arah

bawah. Aspek dinyatakan dalam derajat positif dari 0 hingga 360, diukur searah

jarum jam dari Utara.

9. Analisa volumetrik

volume menghitung luas dan ruang volumetrik antara permukaan dan

harga datum yang ditetapkan. Volume parsial dapat dihitung dengan mengatur

datum.

10. Analisa visibilitas

Visibility mengidentifikasi pencahayaan (exposure) visual dan melakukan

analisa pandangan menyeluruh pada suatu permukaan. Titik-titik pengamatan

didefinisikan oleh feature titik dan garis dari satu coverage dan bisa menunjukkan

lokasi menara pengamatan di tempat-tempat yang menguntungkan. Visibility

mempunyai banyak pilihan atas kontrol parameter-parameter yang diamati: Spot,

offseta, offsetb, azimuth1, azimuth2, vert1, vert2, radius1, dan radius2.

2.5.1 Kualitas DEM

1. Ketelitian (accuracy)

ditunjukkan dengan Nilai RMSE, rata-rata absolut, atau standart deviasi

2. Ketelitian dalam erekaman (fidelity)

terkait dengan konsep generalisasi dan resolusi, ditentukan oleh :

• perubahan medan yang tidak mendadak : ukuran grid atau CI, spasi titik

dan akurasi planimetris

• breakpoint dan breaklines – perubahan minimum lereng, panjang

minimum garis

3. Tingkat kepercayaan (confidence)

pengukuran untuk kualitas semantik data

Page 10: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

4. Kelengkapan (completeness)

tipe kenampakaan yang disajikan : igir, pola drainage, puncak, lubang,

permukaan air, dsb.

5. Validitas (validity)

tanggal sumber data, verifikasi data seperti : cek lapangan, perubahan

bentuk di lapangan

6. Tampilan grafis (apperance of graphics)

varisasi warna, simbol, dan anotasi

2.6.1 Aplikasi DEM

1. Analisis medan

Analisis medan meyangkut data ketinggian (topografi):

a. Geomorfologi

Geomorfologi secara quantitatif mengukur permukaan medan dan bentuk

lahan :

- Kemiringan lereng

- Aspek

- Kecembungan dan kecekungan lereng

- Panjang lereng

Hal tersebut penting untuk kerekayasaan yang menayangkut data tinggi :

- Penggalian : volume

- Manajemen lahan : site selection

- Proses geomorfologi : erosi, landslide, aliran salju (modelling dan

monitoring

b. Hidrologi

- Aliran runoff

- Estimasi volume reservoar

- Pemodelan banjir dan sedimentasi

- Batas DS

- Pola aliran : 90% DAS di New York ditentukan dengan DEM

Page 11: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

c. Klasifikasi penggunaan lahan

DEM membantu klasifikasi penutup lahan dengan mengkaitkan data

kemiringan dan aspek yang dilakukan pada data LANDSAT MSS. Akurasi

pengenalan meningkat dari 46% menjadi 75% dengan kombinasi citra LNDSAT

MSS dan DEM.

Penentuan penutup lahan (jenis tanaman) berdasarkan ketinggian, serta

membuat rekayasa pembuatan sawah terasering pada lahan yang berlereng

miring sampai curam

d. Pemetaan kontur

Pembuatan kontur dengan variasi CI

e. Komunikasi

- Lokasi Pemancar telepon seluler

- Pemancar TV

f. Keteknikan sipil

- Rute perpipaan

- Transmisi kabel listrik

- Desain, konstruksi, dan pemeliharaan Jalan, jalan KA, airport, pelabuhan,

saluran air/kanal, DAM

g. Militer

- Sistem senjata pertahanan

- Pendaratan pasukan

h. Arsitektur

- Desain dan perencanaan Landscape kota

2. Koreksi data

DEM untuk koreksi citra satelit dan FU karena pengaruh topografi.

DEM untuk orthophoto FU

DEM untuk koreksi citra Radar karena pengaruh layover pada medan

perbukitan

DEM baik untuk koreksi aeromagnetik, grafitasi, pengaruh ketinggian pada

survei spektrometer

Page 12: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

3. Visualisasi

Visualisasi yang baik untuk menggambaran medan dengan pandangan

perspektif dan blok diagram. Teknik dapat dengan mengkombinasikan data lain

(integrasi dan registrasi SIG)

Contoh : visualisasi peta Penutup Lahan dengan peta shadow, colordrape

peta-peta tematik.

2.3 ASPEK RISIKO BENCANA

2.3.1 Bencana

Bencana adalah sesuatu yang tidak terpisahkan dari sistem yang ada di

muka bumi, baik secara alamiah ataupun akibat ulah manusia. Indonesia

merupakan Negara yang memiliki banyak sekali potensi bencana karna

berdasarkan letaknya Indonesia terletak diantara pertemuan 3 lempeng besar

yaitu Lempeng Hindia - Australia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik.

Pertemuan 3 lempeng besar ini menjadikan Negara Indonesia memiliki fenomena

alam yang komplek mulai dari pegunungan, perbukitan dan dataran. Proses

geologi merupakan siklus di bumi dalam mencapai titik keseimbangan yang

sering  menjadi fenomena ancaman seperti gempa bumi, tsunami, longsor,

banjir, angin putting beliung, dan sebagainya. Kondisi ini dapat diprediksi

berdasarkan parameter-parameter pemicunya meliputi kondisi geologis dan

geomorfologis,  sehingga dapat dipetakan sebaran dan dampaknya terhadap

sistem yang ada di bawahnya dengan menggunakan analisis spasial dan analisis

database.

Page 13: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

2.3.2 Konsep Peta Risiko

Risiko bencana dapat dinilai tingkatannya berdasarkan besar kecilnya

tingkat ancaman dan kerentanan pada suatu wilayah. Analisis risiko bencana

dapat dilakukan dengan berbagai metode salah satunya adalah metode

pemetaan berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG). Dewasa ini berbagai pihak

telah mencoba untuk menyusun peta risiko bencana, belum adanya standarisasi

dalam metode penyusunan peta risiko menyebabkan setiap lembaga atau

institusi memiliki metode yang berbeda dalam penyusunan peta risiko. Secara

mendasar pemahaman tentang konsep bencana menjadi dasar yang kuat dalam

melakukan pemetaan risiko bencana yang dapat diaplikasikan kedalam Sistem

Informasi Geografis (SIG) yang dapat ditampilkan secara spasial dan

menghasilkan peta ancaman, peta kerentanan, peta kapasitas dan peta risiko

bencana. Peta Ancaman adalah gambaran atau representasi suatu wilayah atau

lokasi yang menyatakan kondisi wilayah yang memiliki suatu ancaman atau

bahaya tertentu. Misalnya : Peta KRB Gunungapi Kelud, Peta KRB Gunungapi

Merapi, Peta bahaya longsor, Peta kawasan Rawan Banjir

Peta Kerentanan adalah : gambaran atau representasi suatu wilayah atau

lokasi yang menyatakan kondisi wilayah yang memiliki suatu kerentanan tertentu

pada aset-aset penghidupan dan kehidupan yang dimiliki yang dapat

mengakibatkan risiko bencana. Contoh : Peta kerentanan penduduk, peta

kerentanan aset, peta kerentanan pendidikan, peta kerentanan lokasi

Peta Kapasitas adalah gambaran atau representasi suatu wilayah atau

lokasi yang menyatakan kondisi wilayah yang memiliki suatu kapasitas tertentu

yang dapat mengurangi risiko bencana. Contoh : peta sarana kesehatan, peta

alat peringatan dini, peta evakuasi, peta pengungsian, peta jumlah tenaga medis,

peta tingkat ekonomi masyarakat.

Peta Risiko Bencana adalah :gambaran atau representasi suatu wilayah

atau lokasi yang menyatakan kondisi wilayah yang memiliki tingkat risiko tertentu

berdasarkan adanya parameter-parameter ancaman, kerentanan dan kapasitas

yang ada di suatu wilayah. Contoh : peta risiko bencana banjir, peta risiko

bencana longsor, peta risiko bencana gempa.

Page 14: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

Dalam metode análisis risiko dengan menggunakan GIS untuk

menghasilkan peta risiko, yang paling utama adalah pemilihan parameter dan

indikator masing-masing análisis risiko

1. Analisis ancaman gempa misalnya : sejarah kejadian gempa,

zonasi patahan, struktur geologi, janis batuan, geomorfologi wilayah, dll

2. Analisis ancaman banjir misalnya : peta rawan banjir, jumlah rata-

rata curah hujan, sejarah kejadian banjir, luasan wilayah yang terkena

dampak,jumlah curah hujan, jenis batuan, jenis tanah, morfologi, kemiringan

lereng, densitas sungai dalam suatu DAS, dll

3. parameter ancaman longsor misalnya sejarah kejadian longsor,

jenis batuan, kemiringan lereng, morfologi, jenis tanah, curah hujan, dll

4. parameter kerentanan misalnya : jumlah penduduk, kepadatan

penduduk, kepadatan pemukiman, jumlah KK miskin, jumlah kelompok rentan,

jumlah rumah di kawasan rawan bencana, jumlah KK di kawasan rawan

bencana, jauh dekatnya pemukiman dari daerah rawan, jumlah penduduk tidak

bisa baca tulis, penggunaan lahan di kawasan rawan, tingkat mata

pencaharian,dll

5. parameter kapasitas misalnya : jumlah tenaga kesehatan, jumlah

sarana kesehatan, jumlah penduduk yang sekolah, jumlah sekolah, desa yang

punya kebijakan PB, desa yang pernah mendapat pelatihan PB, keberadaan

organisasi PB di masyarakat, keberadaan alat peringatan dini

Sifat Riskmap

1. Dinamis : analisis risiko bukan sesuatu yang mati tetapi suatu

anlisis yang dinamis dapat berubah setiap saat tergantung upaya-upaya yang

sudah dilakukan untuk PRB. Dalam hal ini konsultan menawarkan bagaimana

konsep update able analisis risiko dengan peta risiko bencana di daerah yang

dapat dilakukan setiap saat oleh isntansi yang berwenang di daerah, karna

dalam GIS proses penyusunan database menjadi dasar yang kuat untuk analisis

spasial

2. Partisipatif : konsultan menawarkan bukan hanya sekedar hasil peta

risiko dan laporan semata, tapi lebih pada proses yang partisipatif dan

berkelanjutan

Page 15: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

3. Akuntabel : hasil peta risiko dapat dipertanggungjawakan, data-data

yang diperoleh dari seluruh instansi di kabupaten  harus melalui proses validasi

dan dapat dipertanggungjawabkan kebenaran, sehingga hasil analisis risiko bisa

berkelanjutan

2.4 TEMPAT TSUNAMI

Penyebab tsunami :

1. Gempabumi tektonik

2. Gunung Api meletus

3. Landslide (Tanah Longsor)

4. Benda langit yang jatuh (meteor)

5. Ledakan Nuklir

6. Cuaca ekstrim (Tornado)

Gempa bumi merupakan bencana alam yang relatif sering terjadi di

Indonesia akibat interaksi lempeng tektonik dan letusan gunung berapi. Interaksi

lempeng tektonik banyak terjadi di sepanjang pantai barat Sumatera yang

merupakan pertemuan lempeng Benua Asia dan Samudera Hindia; wilayah

selatan Pulau Jawa dan pulau pulau di Nusa Tenggara yang merupakan

pertemuan lempeng Benua Australia dan Asia; serta di kawasan Sulawesi dan

Maluku yang merupakan efek dari pertemuan lempeng Benua Asia dengan

Samudera Pasifik. Kondisi ini membentuk jalur gempa dengan ribuan titik pusat

gempa dan ratusan gunung berapi yang rawan bencana di Indonesia.

Gempa bumi yang terjadi di laut dapat mengakibatkan terjadinya tsunami

(gelombang laut), terutama pada gempa yang terjadi di laut dalam yang diikuti

deformasi bawah laut seperti yang pernah terjadi di pantai barat Sumatera dan di

pantai utara Papua. Sementara itu letusan gunung berapi juga dapat

menimbulkan gelombang pasang seperti yang terjadi pada letusan Gunung

Krakatau. Bencana gempa bumi dan tsunami umumnya menimbulkan kerugian

harta benda dan jiwa dalam skala besar dan butuh waktu yang lama untuk

melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi. Hal ini cukup memprihatinkan karena

peristiwa yang terjadi dalam waktu yang relatif cukup singkat dapat

menghancurkan bangunan dan infrastruktur yang merupakan hasil

pembangunan selama puluhan tahun. Tsunami yang menimbulkan kerusakan

terbesar dan terluas dalam sejarah dunia terjadi di kawasan Samudera Hindia

Page 16: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

akibat gempa bumi 8,9 Skala Richter di sekitar Pulau Simeuleu Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada tanggal 26 Desember 2004. Tsunami

ini meluluhlantakkan Kota Banda Aceh, pantai Barat Provinsi NAD serta Pulau

Nias. Pengaruh dan kerusakan juga dialami negara-negara di Kawasan

Samudera Hindia seperti Thailand, Malaysia, Andaman dan Nicobar, Srilanka

bahkan sampai pantai Afrika Timur. Untuk Provinsi NAD dan Pulau Nias

(Sumatera Utara) korban meninggal mencapai 165.862 (termasuk 37.066 orang

yang dinyatakan hilang). Total kerugian ditaksir mencapai 41 Trilyun Rupiah,

belum termasuk kerugian tidak langsung seperti gangguan pada proses produksi

dan perekonomian masyarakat.

Gempa Bumi besar melanda Pulau Nias hanya berselang sekitar 3 bulan

setelah dilanda tsunami yaitu pada tanggal 28 Maret 2005. Gempa berkekuatan

8,2 Skala Richter yang terjadi di laut sekitar Pulau Nias ini tidak menimbulkan

tsunami tetapi menyebabkan kerusakan yang luas di Kabupaten Nias dan

Kabupaten Nias Selatan di Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Simeulue

(Provinsi NAD). Korban jiwa di kedua provinsi tersebut tercatat 915 orang dan

sebagian besar dari Pulau Nias. Dampak lain gempa ini adalah terjadinya

penurunan tanah di Kota Singkil. Gempa bumi berkekuatan 5,9 Skala Richter di

D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah dengan pusat gempa di Selatan Kota

Yogyakarta/Kabupaten Bantul pada tangal 27 Mei 2006 telah mengakibatkan

korban meninggal lebih dari 5.749 jiwa dan korban luka-luka 38.568 orang dan

ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal (Data BAKORNAS PB per tanggal

15 Juni 2006). Kerugian total akibat bencana ini diperkirakan sekitar Rp. 29,2

Triliun (BAPPENAS, 2006)

2.5 SISTEM SKORING PETA

Penyusunan peta risiko bencana dilandaskan pada formula yang disepakati

dalam Hyogo Framework yang memasukkan parameter  ancaman, kerentanan

dan kapasitas dengan melakukan penyusunan database pada setiap komponen-

komponen dan memilah data berdasarkan parameter-parameter yang ditentukan

yang diformulasikan kedalam rumus :

Risiko Bencana = Ancaman x Kerentanan/Kapasitas

Penentuan parameter dilakukan berdasarkan faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi masing-masing parameter yang dipilih. Setiap parameter akan

Page 17: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

diskor berdasarkan pembagian nilai yang ditentukan oleh peneliti secara

kuantitatif dan dibagi dalam tiga tingkatan :  tinggi (3), sedang (2) dan rendah(1).

Hasil skoring ini kemudian dibobot. Besar kecilnya pembobotan dilakukan

berdasarkan besar kecilnya faktor yang mempengaruhi risiko bencana, dimana

faktor terbesarnya adalah ancaman akan dibobot lebih tinggi dan faktor terkecil

adalah kerentanan dan kapasitas yang akan dibobot lebih kecil. Semua

parameter yang dipilih akan dihitung skor total dan skor bobot total dan

ditumpang susun dengan data spasial (peta geologi, peta geomorfologi, peta

KRB, peta tataguna lahan, peta kelerengan, dan peta administrasi).  Dari analisa

spasial menghasilkan peta kerentanan, peta kapasitas, peta ancaman. Peta

risiko bencana didapat dari hasil penggabungan parameter ancaman, parameter

kerentanan, parameter kapasitas dan data spasial dari masing-masing objek

dalam aplikasi sistem informasi geografis.

2.6 KERENTANAN (VULNERABILITY)

Kerentanan merupakan suatu kondisi dari suatu komunitas atau

masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam

menghadapi ancaman bahaya.

Tingkat kerentanan adalah suatu hal penting untuk diketahui sabagai salah

satu faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya bencana, karena bencana baru

akan terjadi bila "bahaya" terjadi pada "kondisi yang rentan". seperti yang

dikemukakan Awotona (1997:1-2): " .... Natural disaster are the interaction

between natural hazard and vulnerable condition". Tingkat kerentanan dapat

ditinjau dari kerentanan fisik (infrastruktur), sosial kependudukan, dan ekonomi.

Kerentanan fisik (infrastruktur) menggambarkan suatu kondisi fisik

(infrastruktur) yang rawan terhadap faktor bahaya (hazard) tertentu. Kondisi

kerentanan ini dapat dilihat dari berbagai indikator sebagai berikut : persentase

kawasan terbangun; kepadatan bangunan; persentase bangunan konstruksi

darurat; jaringan listrik; rasio panjang jalan; jaringan telekomunikasi; jaringan

PDAM; dan jalan KA. Wilayah permukiman di Indonesia dapat dikatakan berada

pada kondisi yang sangat rentan karena persentasi kawasan terbangun,

kepadatan bangunan dan bangunan konstruksi darurat di perkotaan sangat tinggi

Page 18: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

sedangkan persentase, jaringan listrik, rasio panjang jalan, jaringan

telekomunikasi, jaringan PDAM , jalan KA sangat rendah.

2.7 METODE PEMBOBOTAN

Analytical Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikembangkan oleh Saaty

(1994) seorang ahli matematika dari Universitas Pittsburg, Amerika Serikat.

Pengertian AHP adalah mengabstraksikan struktur suatu sistem untuk

mempelajari hubungan fungsional antara komponen dan akibatnya pada sistem

secara keseluruhan. Namun, pada dasarnya sistem ini dirancang untuk

menghimpun secara rasional persepsi orang yang berhubungan sangat erat

dengan permasalahan tertentu melalui suatu prosedur untuk sampai pada suatu

skala preferensi di antara berbagai alternatif.

Analisis ini yang ditujukan untuk membuat suatu model permasalahan yang

tidak mempunyai struktur, biasanya ditetapkan untuk memecahkan masalah

terukur (kuantitatif), masalah yang memerlukan pendapat (judgement) maupun

situasi yang kompleks atau tidak terkerangka, pada situasi ketika data dan

informasi statistik sangat minim atau tidak ada sama sekali. Jadi sistem ini hanya

bersifat kualitatif yang didasari oleh persepsi, pengalaman ataupun intuisi (Saaty,

1994). Dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP ada beberapa prinsip dasar

yang harus dipahami, antara lain:

a. Dekomposisi. Setelah mendefinisikan permasalahan/persoalan, perlu

dilakukan dekomposisi, yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-

unsurnya, sampai yang sekecil-kecilnya.

b. Comparative Judgement. Prinsip ini membuat penilaian tentang

kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya

dengan tingkatan di atasnya. Hasil penilaian ini lebih mudah disajikan dalam

bentuk matriks Pairwise Comparison.

c. Synthesis of Priority. Dari setiap matriks pairwise comparison, vektor

cirinya (eigen) adalah untuk mendapatkan prioritas lokal. Karena matriks pairwise

comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mengetahui prioritas global

harus dilakukan sintesis di antara prioritas lokal. Prosedur melakukan sintesis

berbeda menurut bentuk hierarki.

Page 19: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

d. Logical Consistency, yakni konsistensi yang memiliki dua makna.

Pertama adalah bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai

keseragaman dan relevansinya. Kedua adalah tingkat hubungan antara obyek-

obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu.

Page 20: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

BAB III

METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Hari / Tanggal : Senin / 17 November 2011

Waktu : 13.00 – selesai

Tempat : Laboratorium komputasi, Lantai 2, Gedung E, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

3.2 Materi

1. Buka software ArcGIS, kemudian pilih add data, pilih file kabupaten.shp dan kab line.shp , klik ok.

2. Lalu pada toolbar Spatial analyst pilih option, hingga muncul dialog box pilih general, lalu pada kolom Working directory, pilih folder tujuan penyimpanan, pada kolom analysist mask pilih kabupaten.

Page 21: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

3. lalu pilih bar Extent, pada kolom analysis extent pilih same as Layer “kabupaten”.

4. Kemudian pilih bar cell size, pilih all specified bellow pada kolom analysis cell size. Pada kolom cell size isikan 30, maka number of row dan columns akan mengikuti, kemudian pilih OK.

5. Klik spatial analyst, klik distance pilih straight line kemudian muncul kolom dialog. Pada kolom distance to pilih kab line, isi kolom output cell size dengan 30, lalu pilih folder penyimpanan pada kolom output raster. Beri nama jarak dari garis pantai kemudian ubah file tipenya menjadi TIFF.

Page 22: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

6. Pada menu spatial analyst pilih menu reclassify, setelah muncul kotak dialog masukkan nilai value yang baru yaitu 1 sampai 5, kemudian klik classify, pilih 4 pada kolom classes, sedangkan pada classification method pilih manual. Kemudian pada kolom break value ganti nilainya menjadi 500, 1500, 2500, dan nilai terakhir tetap.

7. Lalu pilih ok, sehingga muncul pilihan penyimpanan, beri nama jarak pantai. Dan ubah tipe filenya menjadi TIFF. Sehingga menjdai seperti dibawah.

Page 23: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

8. Lakukan add data, masukkan dem_cilacap.

9. Pilih menu reclassify pada spatial analyst, isikan new value yaitu 1 sampai 5 lalu pilih classify. Pilih manual pada classification method, lalu pada classes pilih 5, kemudian rubah nilai break value menjadi masing-masing 5, 10, 20, 40, dan biarkan nilai terakhir tetap. Lalu klik ok sehingga melkukan penyimpanan, beri nama jarak tinggi dan rubah tipe filenya menjadi TIFF.

10. Lakukan add data pilih penghalang.shp lalu pada menu spatial analysist pilih convert lalu pilih features to raster.

Page 24: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

11. Setelah muncul kotak dialog pada kolom field pilih skor, pada output cell size isikan 30, dan ada output raster pilih folder target tempat disimpannya file penghalang. Kemudian beri nama file kelas penghalang dan rubah tipe filenya menjadi TIFF.

12. Kemudian pada menu spatial analyst pilih reclassify pilih kelas_penghalang.tiff sebagai input raster kemudian beri nilai baru padanew values yaitu 1 dan 2. Kemudian simpan dengan nama kelas_penghalang_baru dengan tipe file TIFF.

Page 25: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

13. Pada menu spatial analyst pilih raster calculator, masukkan formula : (kelas_jarak.tiff)*0.4+(kelas_penghalang.tiff)*0.4+(kelas_tinggi.tiff)*0.2

14. Lalu lakukan reclassify, masukkan calculation sebagai input raster. Kemudian pilih classify, pilih manual sebagai classification method, pada classes pilih 5, lalu klik ok. Pada kotak dialog recalssify berikan nilai baru pada new value yaitu masing-masing 5 hingga 1 dan pada kolom terakhir adalah no data. Klik ok.

Page 26: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

15. Setelah itu pilih menu spatial analyst, kemudian pilih convert lalu pilih raster to features.

16. Setelah selesai lakukan kartografi digital, dengan menambahkan indonesia kab.shp, dan shapefile laut. Agar lebih mudah di baca sebagai alat analisis.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Hasil Kab.Line dan Kabupaten

Page 27: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

Hasil garis pantai

Hasil kelas jarak

Hasil kelas tinggi

Hasil kelas penghalang

Hasil akhir

Page 28: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

4.2 Pembahasan

Data spasial merupakan data mengenai objek-objek atau unsur geografis

yang dapat diidentifikasi dan memiliki acuan lokasi berdasarkan sistem koordinat

tertentu atau dikatakan bergeoreferensi.

Untuk analisa spasial, sistem proyeksi dan koordinat yang digunakan

adalah Universal Transverse Mercator (UTM). Sistem koordinat dari UTM adalah

meter sehingga memungkinan analisa yang membutuhkan informasi dimensi-

dimensi linier seperti jarak dan luas. Sistem proyeksi tersebut lazim digunakan

dalam pemetaan Topografi sehingga sesuai juga digunakan dalam pemetaan

tematik seperti halnya pemetaan lahan.

Dari hasil analisa kerawanan tsunami didapat bahwa daerah 5 (daerah

pesisir) rawan tsunami, tetapi semakin mendekati daerah 1 (semakin menjauhi

pesisir) daerah tersebut aman dari tsunami.

BAB V

KESIMPULAN

Dari praktikum kali ini didapat kesimpulan:

1. Dengan menggunakan software ArcGIS praktikan dapat mengatur komposisi

warna dari masing-masing analisis spasial.

Page 29: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

2. Dengan menggunakan software ArcGIS dapat digunakan untuk analisa

spasial daerah rawan bencana tsunami.

3. Perbedaan metode klasifikasi data spasial

a) Equal Interval : klasifikasi dilakukan secara otomatis oleh computer

dengan rentang atau interval yang sama dari kelas paling rendah hingga

kelas paling tinggi.

b) Manual : klasifikasi data dilakukan secara manual, yaitu tidak secara

otomatis dengan nilai interval disesuaikan menurut keinginan orang yang

melakukan klasifikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, Eko. 1992. Sistem Informasi Geografi Menggunakan ArcView GIS.

Penerbit ANDI. Yogyakarta.

Nuarsa, I Wayan. 2005. Menganalisa Data Spasial dengan ArcView GIS 3.3

untuk Pemula. PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta.

Page 30: LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

http://www.bakorsurtanal.go.id

http:// www.cifor.cgiar.org

http://www.dephut.go.id

http://en.wikipedia.org/wiki/Slope