laporan program academic leaderships...

50
LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS GRANT (PROGRAM 1-1-6) Formulasi Senyawa Antibakteri Dari Sarang Semut Sebagai Alternatif Obat Alami Penyakit Gigi dan Mulut Prof. Dr. Mieke H. Satari, drg.,MS Dr. Hendra Dian A. Dharsono, drg.,Sp.KG Dr. Yetty Herdiyati.S,drg. Sp. KGA (K) Dr. drg. Denny Nurdin, MKes Dr. Dikdik Kurnia, M.Sc Meirina Gartika, drg., Sp KGA UNIVERSITAS PADJADJARAN Januari, 2017

Upload: doanthu

Post on 20-Feb-2018

225 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

LAPORAN

PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS GRANT

(PROGRAM 1-1-6)

Formulasi Senyawa Antibakteri Dari Sarang Semut

Sebagai Alternatif Obat Alami Penyakit Gigi dan Mulut

Prof. Dr. Mieke H. Satari, drg.,MS

Dr. Hendra Dian A. Dharsono, drg.,Sp.KG

Dr. Yetty Herdiyati.S,drg. Sp. KGA (K)

Dr. drg. Denny Nurdin, MKes

Dr. Dikdik Kurnia, M.Sc

Meirina Gartika, drg., Sp KGA

UNIVERSITAS PADJADJARAN

Januari, 2017

Page 2: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

RINGKASAN

Penderita penyakit infeksi gigi di Indonesia mencapai 90. Penyakit yang paling

banyak diderita yaitu karies gigi dan periodontitis. Penyebab utama terjadinya

karies dan periodontitis disebabkan adanya enzim dan toksin yang dihasilkan oleh

bakteri diantaranya Streptotococcus mutans, Enterococcus faecalis,

Porphyromonas ginggivalis dan Streptococcus sanguis. Saat ini pengobatan

menggunakan obat yang ada terhadap penyakit yang disebabkan oleh infeksi

bakteri belum maksimal, ditambah dengan semakin berkembangnya bakteri yang

mengalami resistensi terhadap beberapa antibiotic. Oleh karena itu, diperlukan

penelitian yang mengarah pada penemuan obat yang poten. Dengan adanya faktor

resistensi bakteri membuat pengembangan molekul target dan mekanisme kerja

antibakteri semakin meingkat. Salah satu upaya mengatasi bakteri patogen dengan

cara pembuatan enkapsulasi senyawa aktif agar senyawa aktif bisa masuk ke bagian

terdalam gigi. Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa mikrokapsul dapat

mengontrol dan memperpanjang waktu release dari obat sodium diklofenak yang

dienkapsulasinya serta dapat meningkatkan efisiensi obat hingga 72,99%. Sumber

untuk mendapatkan molekul aktif bisa didapatkan dari tumbuhan medisinal.

Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman hayati yang melimpah. Hal

ini merupakan sumber potensi untuk menemukan senyawa alami yang mempunyai

aktivitas fitofarmaka yang dapat digunakan sebagai sumber obat. Penelitian ini

bertujuan mengisolasi dan menguji aktivitas suatu senyawa dari tumbuhan

Myrmecodia sp atau lebih dikenal dengan nama “sarang semut”. Penelitian ini

dibagi menjadi empat tahap yaitu isolasi dan karekterisasi senyawa dari sarang

semut, pengujian senyawa terhadap bakteri patogen, pengujian senyawa terhadap

pembentukan biofilm dan pembentukan enkapsulasi senyawa aktif tersebut. Dari

penelitian ini didapatkan dua senyawa flavonoid dan dua terpenoid yang memiliki

aktivitas antibakteri.

Kata kunci: Myrmecodia pendens, Antibakteri, Enkapsulasi

Page 3: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia sangat buruk, hal ini

disampaikan oleh Sukmono dkk (2011). Dalam surveinya, Sukmono dkk (2011)

memperoleh data 90% dari penduduk Indonesia menderita penyakit gigi dan

mulut. Hal ini disebabkan karena perilaku masyarakat Indonesia masih

memiliki persepsi yang buruk terhadap kesehatan gigi dan mulut. Penyakit yang

paling banyak diderita yaitu karies gigi dan periodontitis.

Menurut Samrayanake (2006) dan didukung oleh Marsh dan Martin

(2009), penyebab utama terjadinya karies dan periodontitis disebabkan adanya

enzim dan toksin yang dihasilkan oleh bakteri diantaranya Streptotococcus

mutans (penyebab karies), Enterococcus faecalis (penyebab kegagalan

perawatan endodontik), Porphyromonas ginggivalis (penyebab penyakit

periodontitis) dan Streptococcus sanguis (penyebab terbentuknya biofilm).

Virulensi bakteri dapat menyebabkan tingkat keparahan suatu penyakit.

Dalam upaya mengatasi sifat virulensi bakteri, salah satu cara menghambat

pertumbuhan bakteri-bakteri tersebut melalui pengobatan terhadap penyakit

karies dan periodontitis. Pengobatan yang dilakukan untuk menghambat proses

pertumbuhan bakteri ini banyak menggunakan obat-obatan produk sintesis

seperti pemberian antibiotik dan antiseptik. Namun saat ini, antibiotik dan

antiseptik tersebut sudah banyak yang mengalami resistensi terhadap bakteri

penyebab penyakit gigi dan mulut. Oleh karena itu, diperlukan suatu zat yang

bisa menjadi alternatif pengobatan.

Bahan alam merupakan sumber agen antimikroba baru, namun belum

banyak pengetahuan mengenai potensi metabolit sekunder terhadap patogen

oral (Ambrosio, 2008). Salah satunya adalah umbi sarang semut (Myrmecodia

pendens merr& perry) yang banyak digunakan oleh masyarakat di papua barat

sebagai ramuan berkhasiat untuk terapi berbagai penyakit. Tanaman ini

berpotensi untuk dikembangkan dalam obat-obatan herbal modern karena

Page 4: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

mereka bisa kemampuannya tumbuh dengan baik sebagai tanaman epifit. Oleh

karena itu eksploitasi pada tumbuhan ini tidak akan membahayakan lingkungan

(Hertiani dkk., 2010). Saat ini belum ditemukan senyawa aktif tunggal umbi

sarang semut yang memiliki kemampuan sebagai antibakteri terhadap S.

mutans, S. sanguis, E. Faecalis, dan P. gingivalis. Pada penelitian terdahulu

diketahui bahwa fraksi umbi sarang semut mengandung senyawa flavonoid,

alkaloid, fenolik dan terpenoid (Hamsar & Mizaton, 2012).

Penelitian terdahulu melaporkan kemampuan flavonoid bekerja sebagai

antimikroba terhadap Staphylococcus aureus, S. epidermidis, E. coli, S.

typhimurium dan Stenotrophomonas maltophilia (Chusnie, 2005). Selain itu

flavonoid juga memiliki aktivitas sebagai antioksidan, antithrombogenik,

antivirus, dapat menurunkan kadar kolesterol darah, antiangiogenesis, dan

menghambat proliferasi sel. (Akiyama et al., 2002).

Bioaktivitas terpenoid juga telah banyak diteliti dalam bidang kedokteran,

antara lain sebagai bahan antikanker, anti-HIV, antijamur, antiparasit dan

antibakteri (Zwenger & Basu, 2008). Terpenoid mampu merusak dinding sel

bakteri dengan cara merusak struktur lemak dan menurunkan tegangan

permukaan dinding sel sehingga menyebabkan kandungan intrasel bakteri

bocor keluar dinding sel, dan akhirnya sel mengalami lisis.

Sampai saat ini, penggunaan obat saluran akar belum mampu menembus

lapisan tubuli dentin. Oleh karena itu, karakteristik antibakteri/obat yang

digunakan sebagai alternatif pengobatan infeksi gigi ini harus mampu

menembus lapisan tubuli dentin agar dapat mengatasi kegagalan perawatan

endodontik akibat adanya resistensi E. faecalis. Salah satu cara agar zat obat

saluran akar ini mampu berpenetrasi ke tubuli dentin maka diperlukan suatu

cara yaitu melalui transport bahan obat melalui mikrokapsul. Pembuatan

mikrokapsul ini juga diharapkan dapat dimasukkan ke dalam sulkus gusi untuk

mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang hidupnya di dalam sulkus

gusi.

Salah satu syarat yang harus dimiliki obat saluran akar dan obat sulkus

gusi adalah obat tersebut harus stabil dalam larutan dan aktif meskipun terdapat

Page 5: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

darah, serum dan derivat protein jaringan (Grossman, 1995). Berdasarkan

alasan tersebut, diperlukan upaya melindungi obat saluran akar dan sulkus gusi

dari pengaruh lingkungannya dengan cara mengenkapsulasinya. Konsep dari

enkapsulasi ini adalah pembungkusan suatu senyawa oleh senyawa lainnya atau

proses pembungkusan droplet cairan, partikel padat atau gas dalam kulit yang

bersifat inert yang akan mengisolasi dan memproteksi droplet tersebut dari

lingkungan luar. Material inti yang biasa dipakai adalah dalam bentuk cairan.

(Ghosh, 2006).

Mikrokapsul merupakan produk enkapsulasi dan telah diaplikasikan

dalam bidang medis seperti drug delivery. Salah satu fungsi dari mikrokapsul

ini adalah sebagai controlled release. Menurut Volgeson (2001), teknologi

mikroenkapsulasi yang dikembangkan selama dekade terakhir telah terbukti

efektif dalam meningkatkan spesifitas obat terhadap target organ, menurunkan

toksisitas obat secara sistemik, memperbaiki tingkat penyerapan obat dan

melindungi obat terhadap degradasi biokimia. Penelitian yang dilakukan

Shivalingam et al. (2010), membuktikan bahwa mikrokapsul dapat mengontrol

dan memperpanjang waktu release dari obat sodium diklofenak yang

dienkapsulasinya serta dapat meningkatkan efisiensi obat hingga 72,99%.

Penghantaran obat dengan controlled release telah terbukti dapat

meningkatkan kemampuan terapeutik obat. Polimer merupakan bahan yang

penting dalam teknologi controlled release, karena sifat kimia dan fisiknya

mudah dikontrol. Bahan yang digunakan dalam pembuatan mikrokapsul untuk

tujuan controlled release obat saluran akar gigi harus bersifat biocompatible

dan biodegradable. Salah satu bahan yang memiliki kedua sifat tersebut adalah

sodium alginat. Bahan ini umumnya digunakan sebagai zat pesuspensi,

disintegran untuk tablet dan kapsul, pengikat untuk tablet dan zat peningkat

viskositas. Bahan ini juga telah digunakan untuk mikroenkapsulasi beberapa

senyawa obat.

Berdasarkan hal-hal tersebut maka pada penelitian ini akan dilakukan

mikroenkapsulasi obat saluran akar menggunakan penyalut sodium alginat dan

kitosan untuk medicament infeksi saluran akar gigi. Selain itu, dari penelitian

Page 6: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

ini juga akan dibuat obat kumur maupun gel sebagai obat untuk mengatasi

infeksi gigi.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai

berikut.

1. Apakah dapat dibuat mikrokapsul sodium alginate beberapa senyawa

tunggal dan kombinasi hasil isolasi umbi sarang semut.

2. Apakah mikrokapsul sodium alginate beberapa senyawa tunggal dan

kombinasi hasil isolasi umbi sarang semut dapat menurunkan jumlah S.

mutans, S. sanguis, E. faecalis dan P ginggivalis.

3. Apakah terdapat efektivitas antibakteri dari senyawa tunggal dan kombinasi

hasil isolasi sarang semut

1.3 Tujuan Penelitian

1. Dapat dibuat mikrokapsul sodium alginate beberapa senyawa tunggal dan

kombinasi hasil isolai umbi sarang semut.

2. Mengukur penurunan jumlah S mutans, S sanguis, E. faecalis dan P.

gingivalis

3. Mengukur efektivitas antibakteri senyawa tunggal dan kombinasi hasil

isolasi umbi sarang semut.

1.4 Urgensi Penelitian

Keutamaan penelitian ini nampak jelas pada kondisi masyarakat Indonesia

yang masih banyak menderita berbagai penyakit yang disebabkan oleh infeksi

mikroorganisme khususnya bakteri sehingga memiliki kondisi yang tidak

sesuai dengan standar keamanan dan kesehatan. Proses penyembuhan dengan

menggunakan berbagai antibiotik yang sudah tidak sesuai lagi, bukan saja

menjadikan penyakit tidak teratasi, akan tetapi akan memperparah penyakit

yang diakibatkan oleh meningkatnya resistensi bakteri tershadap obat tersebut.

Di lain pihak, tumbuhan umbi Sarang Semut mempunyai potensi besar sebagai

Page 7: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

sumber alternatif bahan alami karena telah lama digunakan secara tardisonal

untuk pengobatan tradisional. Dengan selesainya riset ini, diharapkan tumbuhan

umbi Sarang Semut yang selama ini belum memiliki nilai ekonomi tinggi,

digunakan sebagai bahan baku obat alami menggantikan obat antibiotik yang

ada. Selain itu terungkapnya potensi kandungan senyawa-seyawa antibakteri

baru akan membuka wawasan penelitian senyawa alami medisinal potensial

disamping untuk pengembangan potensi budidaya tumbuhan umbi Sarang

Semut.

Rancangan tahapan penelitian dan rencana penelitian (road map) ini dapat

dilihat pada gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1 Road Map Penelitian Tahun ke- 1-5

1.5 Luaran yang akan dicapai

Hasil penelitian ini diharapkan dapat:

1. Memberi kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya

dalam bidang di bidang kedokteran Gigi khususnya tentang mekanisme

kerja dari beberapa sen yawa tunggal hasil isolasi umbi sarang semut

sebagai upaya meningkatkan keberhasilan perawatan gigi.

2. Diharapkan dapat menjadi ajuan penggunaan berupa obat kumur, gel, serta

mikrokapsul enkapsulasi untuk meningkatkan efektivitas penggunaan obat.

Tahun ke- 1 & 2 Tahun ke- 3 Tahun ke- 4 & 5

Isolasi dan Penentuan Struktur Lead Compunds

Uji Bioaktifitas Lead Compunds

Formulasi & Persiapan Uji Pra-Klinik dan Uji Klinik

Data Ethnobotani & Ethnofarmakologi

(Skripsi S1)

Isolasi Senyawa Terpenoid Antibakteri

(Thesis S2 & Disertasi S3)

Studi Struktur & Uji Bioaktifitas Antibakteri

(Thesis S2 & Disertasi S3)

Studi Formulasi Antibakteri, Antioksidan

& osteoathritis (Thesis S2 & Disertasi S3)

Persiapan Uji Pra-klinik & Klinik

(Thesis S2 & Disertasi S3)

Kandidat Obat Baru

Antibakteri Analisis Fitokimia

(Skripsi S1)

Isolasi Senyawa Flavonoid Antibakteri

(Thesis S2 & Disertasi S3)

Isolasi Senyawa Flavonoid Antioksidan

(Thesis S2 & Disertasi S3)

Sum

be

rday

a H

ayat

i SA

RA

NG

SEM

UT

Program ALG 2015-2019 Academic Leadership Grant

Page 8: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Flavonoid

Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan

di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru, dan

sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh tumbuhan (Robinson,

1991). Pada tubuh manusia flavanoid berfungsi sebagai antioksidan, antiinflamasi,

antibakteri, antivirus dan banyak digunakan dalam pengobatan kanker. Flavanoid

memiliki efek antibakteri yang bekerja dengan menghambat sinteis dinding sel,

menghambat fungsi membran, sitoplasmik serta menghambat sintesis protein

(Edewor, 2013). Hal ini didukung oleh Chusnie dan Lamb pada tahun 2005

menemukan mekanisme galangin yang merupakan flavonoid sebagai antibakteri

terhadap MRSA yang merupakan bakteri Gram positif adalah menginduksi

kerusakan membran sitoplasma pada bakteri yang diketahui melalui pengukuran

kebocoran ion logam kalium (K+).

2.2 Terpenoid

Terpenoid tersusun dari senyawa-senyawa yang mengandung suatu

gabungan kepala ke ekor dan mempunyai kerangka karbon yang dibangun oleh dua

atau lebih unit C-5 yang disebut unit isopren. Unit C-5 ini dinamakan demikian

karena kerangka karbonnya sama seperti senyawa isopren (Lenny, 2006).

Bioaktivitas terpenoid telah banyak diteliti dalam bidang kedokteran.

Beberapa diantaranya adalah sebagai bahan antikanker, anti-inflamasi, anti-HIV,

antijamur, antiparasit, antibakteri dan masih banyak lagi penelitian bioaktivitas

terpenoid. Monoterpen dan diterpen diketahui memiliki aktivitas antibakteri yang

sangat kuat (Zwenger & Basu, 2008). Penggunaan terpenoid sebagai senyawa aktif

juga meningkat di bidang makanan sebagai essence dan pewangi (Robinson, 1991).

Page 9: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

2.3 Bakteri

2.3.1 Streptococcus mutans

Streptococcus mutans merupakan bakteri Gram-positif termasuk kelompok

dari Streptococcus viridians, ciri khas organisme ini adalah sifat α-hemolitik tetapi

dapat juga non-hemolitik. Salah satu bakteri yang dianggap sangat berperan dalam

mekanisme pembentukan plak gigi dan peningkatan kolonisasi bakteri penyebab

karies adalah S.mutans. S.mutans terdapat didalam plak sebagai bakteri penghasil

asam yang kuat serta sangat resisten terhadap asam. Bakteri S.mutans mampu

tumbuh dalam keadaan asam dan dapat menempel pada permukaan gigi karena

kemampuannya membuat polisakarida ekstra sel. Polisakarida ini terdiri dari

polimer glukosa yang menyebabkan matriks plak mempunyai konsistensi seperti

gelatin, akibatnya bakteri terbantu untuk melekat pada gigi serta saling melekat satu

sama lain. Plak makin lama makin tebal, sehingga akan menghambat fungsi saliva

sebagai antibakteri dan terjadilah karies gigi (Kidd & Bechal, 1991).

2.3.2 Enterococcus faecalis

Enterococcus faecalis termasuk genus bakteri kokoid anaerob fakultatif

Gram-positif, berbentuk ovoid dalam bentuk tunggal, berpasangan, atau bentuk

rantai pendek. (Johnson et al., 2009). Pada periodontitis apikalis persisten, E.

faecalis merupakan bakteri predominan yang diisolasi dari saluran akar yang telah

dilakukan perawatan endodontik (Haapsalo et al., 2003). E. faecalis dapat berinvasi

ke dalam tubuli dentin, berkoloni di dalam saluran akar dan mampu bertahan hidup

tanpa dukungan bakteri-bakteri lainnya. E. faecalis resisten terhadap efek

antibakteri dari kalsium hidroksida dan resisten terhadap sebagian besar antibiotika.

Penggunaan antibiotika akan merubah flora normal dalam saluran akar yang

memberikan kondisi yang menguntungkan bagi kelangsungan hidup E. faecalis (De

Paz, 2006).

Pada patogenisitas penyakit periodontitis apikalis, E. faecalis dalam tubuli

dentin dan saluran akar dilepaskan ke daerah periradikuler yang kemudian menarik

leukosit atau menstimulasi leukosit untuk memproduksi mediator inflamasi atau

enzim lisis. (De Paz, 2004).

Page 10: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

2.3.3 Streptococcus sangunis

Streptococcus sanguinis adalah Gram-positif spesies bakteri kokus anerobik

fakultatif dan anggota kelompok Streptococcus viridans. S. sanguinis merupakan

penghuni normal dari mulut manusia yang sehat di mana ia ditemukan dalam plak

gigi. S. sanguinis diperkirakan dapat masuk kealiran darah ketika dilakukan

(pembersihan gigi dan operasi) akan menjajah katup jantung, terutama katup mitral

dan aorta, di mana hal tersebut merupakan penyebab paling umum dari sub akut

bakteri endokarditis (White & Niven, 1946).

2.3.4 Porphyromonas gingivalis

Porphyromonas gingivalis merupakan bakteri anaerob Gram-negatif yang

tidak berspora (non-spore forming) dan tak punya alat gerak (non motile) (Leslie et

al.,1998). Porphyromonas gingivalis terlibat dalam patogenesis periodontitis, suatu

penyakit inflamasi menghancurkan jaringan pada gigi yang dapat menyebabkan

kehilangan gigi. (Bodet et al., 2007).

Kemampuan P.gingivalis sebagai penyebab penyakit periodontitis

ditentukan dari faktor virulen. Pembentukan biofilm dan aktivitas bakteri dipeptidal

peptidase IV (DPPIV) berkontribusi dalam patogenik yang disebabkan oleh

P.gingivalis. Selanjutnya, pembentukan biofilm mempertinggi virulensi

P.gingivalis sehingga meningkatkan aktivitas DPPIV (Clais et al., 2014).

Sebuah penelitian yang dilakukan Noril et al (1997) mengatakan bahwa

P.gingivalis merusak jaringan dengan interaksi langsung antara bakteri dan sel

inang. Faktor-faktor virulensi yang terlibat dalam kolonisasi jaringan akan dapat

mengubah pertahanan jaringan host (Imamura, 2003). P.gingivalis adalah

stimulator poten dari mediator inflamasi seperti Interleukin-1 (IL-1) dan

prostaglandin E2 yang dapat menyebabkan resorbsi tulang (Cutler et al., 1995).

2.4 Tinjauan Umum Myrmecodia pendens

Tanaman sarang semut merupakan tanaman yang termasuk dalam suku

Rubiaceae dan terdiri dari 5 kelompok marga. Akan tetapi, hanya 2 marga tanaman

sarang semut, yakni Myrmecodia dan Hydnophytum yang memiliki asosiasi paling

Page 11: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

dekat terkait simbiosisnya dengan kelompok jenis semut yang sama yaitu

Ochetellus sp. (Jebb, 2009; Plummer, 2000). Secara empiris rebusan air dari umbi

sarang semut dapat mengobati berbagai macam penyakit seperti mencegah penyakit

tumor, kanker, jantung, wasir, TBC, rematik, gangguan asam urat, stroke, maag,

gangguan fungsi ginjal dan prostat (Subroto & Saputro, 2006).

2.4.1 Taksonomi Myrmecodia sp

Taksonomi umbi sarang semut (M. pendans) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Lamiidae

Ordo : Rubiales

Famili : Rubiaceae

Genus : Myrmecodia

Spesies : Myrmecodia pendans Merr. & L.M. Perry

Nama lokal : Sarang semut (Papua-Indonesia)

(Kusmoro, 2013).

2.4.2 Morfologi Myrmecodia sp

Tumbuhan sarang semut tersebar dari hutan bakau dan pohon-pohon di pinggir

pantai hingga ketinggian 2.400 meter di atas permukaan laut. Sarang semut banyak

ditemukan menempel di beberapa pohon, umumnya di pohon kayu putih

(Melaleuca), cemara gunung (Casuarina), Kaha (Castanopsis), dan pohon beech

(Nothofagus).

Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai obat adalah bagian daging

umbi/hipokotil (caudex) yang dapat berbentuk bulat, memanjang bahkan tidak

beraturan. Umbi sarang semut rata-rata berdiameter 25 cm dan tinggi 45 cm dengan

permukaan bertekstur untuk melindunginya dari herbivora. Dalam umbi sarang

semut terdapat labirin yang dihuni oleh semut dan cendawan. Dalam jangka waktu

yang lama terjadi reaksi kimiawi secara alami antara senyawa yang dikeluarkan

semut dengan zat yang terkandung dalam tanaman sarang semut. Perpaduan inilah

yang diduga membuat sarang semut memiliki kemampuan mengatasi berbagai jenis

penyakit (Subroto & Saputro, 2006).

Page 12: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

Gambar 2.3 Daun (A), buah (bagian luar) (B), buah (bagian dalam) (C) dan batang

(menempel pada tanaman lain) (D) M. pendans.

Tanaman sarang semut pada umumnya hanya memiliki satu batang yang jarang

bercabang serta mempuyai ruas yang tebal dan pendek. Batang bagian bawahnya

secara progresif menggelembung membentuk umbi atau hipokotil (caudex)

(Huxley, 1978).

2.4.3 Senyawa Kimia Pada Myrmecodia sp

Berdasarkan hasil uji penapisan kimia dari tumbuhan obat sarang semut yang

dilakukan oleh Subroto dan Hendro (2006) menunjukkan bahwa tumbuhan ini

mengandung senyawa-senyawa kimia dari golongan flavonoid dan tanin. Flavonoid

merupakan golongan senyawa bahan alam dari senyawa fenolik yang banyak

merupakan pigmen tumbuhan. Senyawa metabolit sekunder yang berhasil

ditemukan pada tumbuhan sarang semut masih sangat terbatas. Subroto dan Saputro

(2008) menemukan alfa tokoferol pada umbi sarang semut. Disamping itu, senyawa

golongan glikosida berhasil ditemukan dari fraksi air M. pendans (Bustanussalam,

2010).

O

HO

(1)

O

O

(2)

HO

OH OH

OH OH OH

CH3

OH

Gambar 2.4 Senyawa dari M. pendans: α-tocoferol (1) dan glukosida (2)

(A) (C) (D) (B)

Page 13: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini direncanakan dilaksanakan dalam empat tahun. Tahun pertama

terdiri dari isolasi senyawa tunggal dan uji aktivitas antibakterinya (zona hambat,

MIC, MBC). Tahun kedua terdiri dari pembuatan matriks kombinasi senyawa dan

uji aktivitas antibakteri. Tahun ketiga terdiri dari pembuatan matriks kombinasi

senyawa dan uji aktivitas biofilm. Tahun ketiga terdiri dari pembuatan

mikroenkapsulasi obat saluran akar.

3.1 Prosedur Penelitian Tahun I

Penelitian ini terdiri dari lima tahap, yaitu: ekstraksi sampel umbi tumbuhan

M. pendans, isolasi dan karakterisasi senyawa murni, dan pengujian antibakteri.

3.1.1 Ekstraksi Sampel

Sampel berupa umbi sarang semut, dipotong-potong kemudian diekstraksi

dengan cara sokletasi dengan menggunakan pelarut etilasetat. Ekstrak etil asetat

yang dihasilkan, diuapkan dengan menggunakan alat rotary evaporator dengan

tekanan dari vakum pada suhu ± 40°C sehingga diperoleh ekstrak pekat etil asetat.

3.1.2 Pemisahan dan Pemurnian Senyawa

Fraksi etil asetat yang mengandung senyawa aktif diuapkan pelarutnya

hingga didapatkan ekstrak fraksi yang pekat, kemudian fraksi ini dimurnikan

dengan metode kromatografi dan fasa diam silika gel 60 (70–230 mesh) dan ODS

dengan berbagai kombinasi pelarut yaitu n-heksana, etil asetat dan metanol.

3.1.3 Karakterisasi Isolat Murni

Isolat murni yang diperoleh dari hasil pemurnian senyawa, selanjutnya

dikarakterisasi dengan menggunakan metode spektroskopi yang meliputi,

spektrofotometri ultraviolet, inframerah, 1H-NMR (hidrogen-nuclear magnetic

resonance), 13C-NMR (karbon-nuclear magnetic resonance), DEPT 135°,1H–1H

COSY, HMQC, HMBC dan MS.

Page 14: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

3.1.4 Pengujian Aktivitas Antibakteri

a. Persiapan Biakan Bakteri Uji

Bakteri uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri S. mutans, S.

sanguinis, E. faecalis dan P. ginggivalis. Sebelum digunakan dalam pengujian

terhadap isolat senyawa murni dari sarang semut dan antibiotika standar, terlebih

dahulu dilakukan peremajaan dengan memperbanyak bakteri yang akan diuji dalam

medium nutrisi sehingga bakteri dapat tetap hidup subur. Adapun masing-masing

biakan bakteri diambil sebanyak satu ose dan dimasukkan kedalam medium yang

telah disterilisasi dengan cara menggores biakan bakteri pada permukaan media,

kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam.

Kapas lidi dicelupkan dalam suspensi bakteri lalu dioleskan pada

permukaan media padat hingga merata, selanjutnya sebanyak 15 µL sampel,

kontrol positif (antibiotik), dan kontrol negatif (metanol) diteteskan pada kertas

samir (disk) kemudian diletakkan diatas media padat, diinkubasi pada suhu 37°C

selama 24 jam. Setelah 24 jam, diameter zona bening disekitar disk diamati dan

diukur menggunakan jangka sorong.

b. Penentuan MIC (Minimum Inhibitory Concentration)

Metode yang digunakan dalam penentuan MIC ini adalah pengenceran

tabung. Uji MIC dalam penelitian ini untuk menentukan konsentrasi minimum

suatu ekstrak sarang semut dan senyawa aktif yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri. Dengan demikian uji sensitivitas dilakukan dari konsentrasi

terkecil isolat murni. Uji dilakukan dengan mempergunakan beberapa tabung reaksi

dan isolat murni dengan konsentrasi berbeda yang dilarutkan dalam metanol.

Pengenceran isolat murni dimulai dari konsentrasi 10000 hingga 0,1 mg/100 ml

metanol (pengenceran 10–0,0001 %). Secara aseptik dimasukkan 0,5 ml medium

bulyon cair yang telah disterilkan dalam otoklaf dan 0,5 ml isolat sarang semut ke

dalam tabung-tabung steril. Suspensi bakteri yang setara dengan larutan Mac

Farland 1 (3x108 sel/ml sampel) sebanyak satu ose dimasukkan ke dalam tabung

berisi medium dan isolat sarang semut, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C

Page 15: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

selama 24 jam. Sebagai pembanding kekeruhan dibuat tabung kontrol yang tidak

diberi ekstrak uji. Konsentrasi terendah ekstrak uji dalam tabung yang

menunjukkan kejernihan yang sama dengan tabung kontrol dinyatakan dengan

MIC.

- dipotong kecil-kecil

Ekstrak etil asetat pekat

- dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 40°C

- diekstraksi dengan etil asetat

Fraksi target

- dipisahkan dangan berbagai teknik kromatografi secara gradien dan

isokratik disertai dengan analisis kromatografi lapis tipis yang dipandu

dengan lampu UV λ254 dan λ365 nm serta pereaksi penampak noda

alumunium(III)klorida 5% dalam etanol dan H2SO4 10% dalam etanol

Isolat murni

Tumbuhan M. pendans

- dianalisis kandungan flavonoid dan terpenoid secara kuantitatif

- dikarakterisasi dengan metode spektroskopi UV, IR, NMR dan MS

Struktur senyawa terpenoid dan flavonoid

Senyawa dan aktivitas antibakterinya

- diuji aktivitas antibakteri dengan metode Kirby-Bauer dan MIC &

MBC

Gambar 3.1 Bagan alir penelitian: proses isolasi senyawa, karakterisasi

senyawa dan uji aktivitas antibakteri isolate murni dengan

metode Kirby-Bauer dan MIC & MBC

Page 16: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

dimurnikan dengan metode kromatografi fasa terbalik dengan pelarut isokratik

(3:7, v/v) (metanol-H2O

Isolat 1 (10 mg)

- dikarakterisasi dengan spektroskopi UV, IR, NMR dan massa

dimurnikan dengan metode kromatografi kolom dengan pelarut

bergradien 10% (v/v) (n-heksan & etil asetat)

Ekstrak etil asetat (30 g)

F8 F1-F7 F9 F10-F11

dimurnikan dengan metode kromatografi kolom dengan pelarut bergradien 5% (v/v)

(n-heksan & etil asetat)

Isolat 3 (15 mg)

F8-5

Umbi sarang semut (M. pendans) 3000 g

F9-6

- disokletasi dengan etil asetat

- diuapkan pelarutnya dengan rotary evaporator pada suhu ± 40°C.

BAB IV

HASIL YANG DICAPAI

Pada penelitian ini telah didapatkan dua senyawa flavonoid dengan

kerangka bifalvonoid dari Umbi Sarang Semut (Myrmecodia pendans.). Kedua

senyawa ini dujikan terhadap E. faecalis. Berikut capaian hasil penelitian yang

telah dilakukan. Bagan alir isolasi senyawa terpenoid ditunjukkan pada gambar

4.1.

Gambar 4.1 Bagan alir isolasi senyawa 1 dan 2 dari Umbi Sarang Semut

Sebanyak 3 kg bubuk kering diekstraksi dengan cara sokletasi dengan

menggunaan pelarut etil asetat redest selama 6 jam pada suhu 40°C. Untuk

keseluruhan sampel dilakukan sokletasi sebanyak 10 kali rotasi (0,3 kg).

Struktur senyawa 1 dan 2

Page 17: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

Penggunaan etil asetat sebagai pelarut pengekstrak karena etil asetat dapat

mengambil senyawa flavonoid dalam sampel disbanding pelarut yang lain

(Apriyanti, 2015). Ekstraksi dilakukan dengan cara sokletasi dikarenakan metode

tersebut merupakan metode dengan hasil yang didapatkan maksimal. Hal ini

didasarkan atas beberapa kali pengulangan atau recovery dalam isolasi senyawa

target dan senyawa tidak mengalami kerusakan akibat pemanasan pada sokletasi.

Pemilihan metode sokletasi sebagai metode ekstraksi dikarenakan operasionalnya

yang relatif cepat dan pelarut yang digunakan lebih sedikit bila dibandingkan

dengan metode maserasi. Penggunaan pelarut etil asetat ini didasarkan pada hasil

penelitian sebelumnya (Dharsono, 2013; Yudha 2014).

Gambar 4.2 Bagan alir isolasi terpenoid A dan B dari Umbi Sarang Semut

Selanjutnya filtrat hasil sokletasi disaring, kemudian dipekatkan

menggunakan rotary evaporator pada tekanan rendah dan suhu ± 40°C. Ekstrak

pekat etil asetat yang diperoleh sebanyak 30,0 g. Teknik penguapan pelarut tersebut

dilakukan untuk mendapatkan ekstrak pekat etil asetat dengan cepat dan efektif.

Penguapan dilakukan pada suhu ± 40°C bertujuan untuk mencegah dekomposisi

senyawa yang terkandung di dalamnya. Evaporator dilengkapi pompa vakum atau

Page 18: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

aspirator, sehingga tekanan dalam sistem menjadi rendah. Pada tekanan yang

rendah, titik didih suatu senyawa menjadi lebih rendah, sehingga waktu yang

dibutuhkan untuk menguapkan pelarut menjadi lebih cepat.

4.1 Isolasi dan Pemurnian Senyawa Flavonoid

Ekstrak pekat etil asetat (30 g) dipisahkan komponen senyawa kimia

penyusunnya menggunakan metode kromatografi cair kolom terbuka dengan fasa

diam silika gel G60 (70-230 mesh), dan fase geraknya adalah n-heksana dan etil

asetat, sistem pelarut bergradien dan kenaikan kepolaran sebesar 10% (v/v).

Komposisi pelarut dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Komposisi pelarut kromatografi kolom ekstrak etil asetat

Untuk melihat hasil pemisahan, dilakukan analisis kromatografi lapis tipis

(KLT) dengan fasa diam silika gel G 60 F254. Fraksi 8 dan 9 terlihat mengandung

flavonoid karena berwarna kuning setelah diberi pereaksi penampak noda AlCl3

(Gambar 4.2).

Fraksi Volume pelarut (mL)

n-Heksana Etil asetat

1 500 0

2 450 50

3 400 100

4 350 150

5 300 200

6 250 250

7 200 300

8 150 350

9 100 400

10 50 450

11 0 500

Page 19: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

Gambar 4.2 Kromatogram fraksi 1-11 dengan pelarut n-heksana-etil asetat (3:7,

v/v): dilihat di bawah sinar UV 254 nm (a), dilihat di bawah sinar UV

365 nm (b) dan setelah disemprot dengan larutan penampak noda

AlCl3 10% dalam etanol (c).

Selanjutnya fraksi 8 dimurnikan lebih lanjut menghasilkan isolat 1,

sedangkan dari fraksi 9 didapatkan isolate 2. Untuk mengetahui kemurnian, ketiga

isolat ini dianalisis KLT dengan dua kondisi, KLT fasa normal dan terbalik.

Gambar 4.3 Kromatogram KLT isolat 1: fasa normal dengan pelarut n-heksana-etil

asetat (3:7) dan fasa terbalik dengan pelarut metanol-air (1:1)

Heksana-EtOAc (3:7)

A B C A B C

MeOH-Air (5:5)

Page 20: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

Gambar 4.4 Kromatogram KLT isolat 2: fasa normal dengan pelarut n-heksana-

etil asetat (2:3) dan fasa terbalik dengan pelarut metanol-air (1:4)

4.2 Karakterisasi Senyawa

Senyawa 1 berwujud padatan kuning yang larut dalam metanol. Spektrum

ultraviolet senyawa 1 memberikan empat puncak (Gambar 4.17). Puncak 1 (393

nm, ɛ 1105) adalah pita I flavonoid, menunjukan adanya gugus sinamoil.

Sedangkan puncak 2 (273 nm, ɛ 801) dan 3 (258 nm, ɛ 765) merupakan pita II yang

biasa dimiliki flavonoid. Pita ini adalah khas gugus benzena yang berasal dari

transisi dari orbital π ke π*. Transisi elektronik ini berasal dari ikatan rangkap

terkonjugasi pada benzena (pita B). Puncak 4 (208 nm) memberikan informasi

bahwa senyawa 1 memiliki gugus hidroksi (OH) dan karbonil (C=O) yang

merupakan hasil transisi dari orbital n ke π* dari elektron tidak berpasangan pada

atom oksigen (pita R). Gugus fungsi ini diperkuat dengan interpretasi dari spektrum

IR. Pada spektrum IR senyawa 1 terdapat regang OH pada 3483 cm-1 dan karbonil

pada 1597 cm-1 (Gambar 4.6).

A B C A B C

Heksana-EtOAc (2:3) MeOH-Air (1:4)

Page 21: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

Gambar 4.5 Spektrum ultraviolet senyawa 1 (10 ppm dalam metanol)

Gambar 4.6 Spektrum infra merah senyawa 1

Selanjutnya senyawa 1 diukur menggunakan spektrometer NMR (nuclear

magnetic resonance) untuk mengetahui jumlah, jenis dan lingkungan proton dan

untuk mengetahui jumlah, jenis serta pemecahan sinyal karbon yang tergantung

dari jumlah proton yang terikat (metin, metilen, metil dan karbon kuarterner). Data

spektrum 13C-NMR pada Gambar 4.7, memperlihatkan adanya 30 sinyal karbon.

Page 22: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

Untuk mengetahui informasi tentang multiplisitas sinyal dari setiap karbon,

dapat dilakukan pengukuran 13C-NMR dengan teknik DEPT 135° atau dengan

pengukuran dua dimensi HMQC. Spektrum DEPT 135° memperlihatkan sinyal

karbon metil dan metin ke atas, sinyal karbon metilen ke bawah dan untuk karbon

kuratrener tidak muncul. Untuk membedakan karbon metil dan karbon metin dilihat

dari jumlah hidrogen atau hidrogen yang terikat pada spektrum HMQC.

Intepretasi spektrum NMR dua dimensi HMQC memberikan data korelasi atau

hubungan antara suatu proton dengan suatu karbon sebanyak satu ikatan. Spektrum

ini untuk menentukan dugaan suatu karbon tertentu yang terikat dengan proton dan

berapa jumlah proton yang terikat pada karbon tersebut. Dengan kata lain, dari

spektrum HMQC menegaskan data pada spketrum DEPT terutama untuk

menentukan jenis karbon metin dan metil. Spektrum HMQC juga bisa

menunjukkan jumlah karbon dalam satu sinyal karbon. Hal ini dikarenakan HMQC

memuat informasi hubungan antara suatu proton dengan suatu karbon sebanyak

satu ikatan. Dengan membandingkan data spektrum 13C-NMR, DEPT dan HMQC

diketahui senyawa 1 memiliki lima belas karbon quarterner, empat belas metin dan

satu metilen. Berdasarkan rentang pergeseran kimia yang muncul, diduga bahwa

senyawa 1 merupakan biflavon (senyawa yang dibentuk oleh dua kerangka

flavonoid).

Page 23: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

Gambar 4.7 Spektrum 13C-NMR dan DEPT senyawa 1 (125 MHz dalam CD3OD).

Spektrum 1H-NMR menginformasikan jumlah, jenis dan lingkungan dari setiap

proton-proton yang terdapat pada suatu senyawa. Pada Gambar 4.9 dan 4.10 dapat

diilihat jumlah dan jenis hidrogen yang terdapat pada senyawa 1. Data spektrum

1H-NMR senyawa 1 pada Gambar 4.9 memperlihatkan tiga sinyal proton alifatik

yaitu δH 5,32 (1H; dd; J = 2,6 & 13 Hz), 3,00 (1H; dd; J = 16,85 & 13 Hz) dan 2,70

(1H; dd; J = 2,6 & 16,85 Hz). Dua proton δH 3,00 dan 2,70 merupakan proton

germinal, ini terbukti dengan adanya nilai J = 16,85 Hz (rentang penjodohan proton

geminal 16-20 Hz). Selain berjodoh terhadap sesamanya, ternyata proton tersebut

berjodoh dengan proton teroksigenasi pada δH 5,32. Nilai J yang dimiliki proton ini

(J = 2,6 & 13 Hz) dimiliki juga oleh kedua proton geminal tersebut.

Page 24: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

Gambar 4.8 Spektrum HMQC senyawa 1 (500 MHz, dalam CD3OD).

Gambar 4.9 Spektrum 1H-NMR senyawa 1 (500 MHz dalam CD3OD).

Page 25: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

Tiga belas sinyal proton aromatik senyawa 1 ditunjukkan pada Gambar 5.10

Sinyal proton ini terdiri dari 4 buah sistem penjodohan ABX dan satu sinyal proton

singlet. Salah satu sistem penjodohan ABX ditunjukkan pada 7,56 (1H; d; 8,45 Hz);

6,49 (1H; dd; 8,45 & 1,3 Hz) dan 6,35 (1H; d; 1,95Hz). Multiplisitas dari sinyal

ketiga proton tersebut merupakan ciri adanya sistem ABX aromatik. Proton pada

δH 7,56 dan 6,49 mempunyai coupling constant sebesar 8,45 Hz menunjukkan

keduanya berposisi orto (nilai Jorto = 8-10 Hz). Sedangkan nilai J = 1,95 Hz pada

δH 6,35 dan J = 1,3 Hz pada δH 6,49 ppm menunjukkan bahwa proton tersebut

saling berposisi meta (nilai Jmeta = 1-3 Hz). Dengan kata lain proton pada δH 6,49

berposisi orto terhadap δH 7,56 dan berposisi meta terhadap proton δH 6,35 ppm.

Gambar 4.10 Spektrum 1H-NMR senyawa 1 (500 MHz dalam CD3OD).

Spektrum HMBC (Heteronuclear Multiple Bond Connectivity) dapat

digunakan untuk menentukan korelasi antara proton dan karbon yang jaraknya dua

sampai tiga ikatan (2J dan 3J). Spektrum HMBC 1 senyawa 1 menunjukkan korelasi

Page 26: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

H-30 (proton metilen) terhadap C-1 yang merupakan karbonil dan C-29 berupa

metin teroksigenasi (Gambar 4.11). Korelasi ini membentuk suatu fragmen struktur

khas cincin C flavanon (Markam, 1982). Selanjutnya cincin C ini terhubung dengan

cincin A, terbukti dengan adanya korelasi H-23 terhadap C-29 (Gambar 5.12). Dua

korelasi proton terhadap karbon lainnya menunjukkan korelasi yang terjadi pada

cincin B.

Gambar 4.11 Spektrum HMBC 1 senyawa 1

Page 27: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

Gambar 4.12 Spektrum HMBC 2 senyawa 1

Potongan struktur cincin A dan C pada kerangka flavonoid yang lain ditunjukkan

pada Gambar 4.13 dan 4.14. Dua proton aromatik H-15 dan H-18 dari cincin A

berhubungan dengan karbon yang berada pada cincin C yaitu C-8 dan C-24. Selain

itu, H-24 berkorelasi dengan C-2 yang merupakan karbonil (tampak pada Gambar

4.15). Berdasarkan data HMBC ini, didapatkan potongan stuktur flavon. Dugaan

sementara struktur senyawa 1 adalah kerangka biflavon yang terdiri dari flavon dan

flavanon.

A

C

Page 28: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

Gambar 4.13 Spektrum HMBC 3 senyawa 1

Gambar 4.14 Spektrum HMBC 4 senyawa 1

A

C

A

C

Page 29: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

Gambar 4.15 Spektrum HMBC 5 senyawa 1

Gambar 4.16 Spektrum HMBC 6 senyawa 1

Kerangka flavon semakin lengkap dengan adanya hubungan H-14 terhadap C-2.

Hal ini menunjukkan adanya korelasi proton cincin B terhadap karbonil yang

C B

C B

C B

Page 30: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

terletak di cincin C (tampak pada Gambar 4.16). Selain itu juga kerangka flavanon

semakin mendekati struktur utuh dengan adanya korelasi H-12 terhadap C-1. Dua

spektrum HMBC lain (Gambar 4.17 dan 4.18) memperkuat dugaan struktur dengan

menunjukkan korelasi proton ke karbon yang terjadi di cincin A (baik cincin A

flavon dan flavanon).

Gambar 4.17 Spektrum HMBC 7 senyawa 1

C

A

Page 31: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

Gambar 4.18 Spektrum HMBC 8 senyawa 1

Korelasi yang menjadi kunci terhubungnya kerangka flavon dan flavanon

diperlihatkan pada Gambar 4.19. Pada spektrum ini tampak hubungan H-19 (proton

cincin C dari kerangka flavon) dengan C-7 (karbon cincin C dari kerangka

flavanon).

Selain spektrum HMBC, spektrum 1H-1H-COSY juga dapat memberikan

informasi penting untuk membentuk struktur utuh dengan cara memperlihatkan

korelasi proton-poton yang terjadi dengan jarak tiga ikatan. Hubungan proton-

proton visinal dari H-29 dan H-30 yang sudah dijelaskan pada spektrum HMBC

(Gambar 5.11) diperkuat dengan spektrum 1H-1H-COSY (Gambar 4.20). Korelasi

lain juga tampak untuk proton-proton aromatik dari cincin C flavon (H-15 & H-19).

Page 32: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

Gambar 4.19 Spektrum HMBC 9 senyawa 1

Gambar 4.20 Spektrum 1H-1H-COSY 1 senyawa 1

Page 33: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

Gambar 4.21 Spektrum 1H-1H-COSY 2 senyawa 1

Berdasarkan data 1 dan 2D-NMR didapatkan potongan-potongan struktur yang

mengerucut membentuk kerangka flavon dan flavanon seperti yang terlihat pada

Gambar 4.22.

Gambar 4.22 Fragmen-fragmen struktur senyawa 1

Page 34: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

O

O

O

OHHO

HOO

O

OH

Gambar 4.23 Dugaan struktur senyawa 1

Tabel 4.2 Data pergeseran kimia 1H-, 13C- dan 2D-NMR Senyawa 1

No.

C

Posisi

C

δC

(ppm)

δH (ppm)

(∑H; multiplisitas; J (Hz))

HMBC COSY

2J 3J

1 4'' 193,6 - H-30 H-13 -

2 4 184,1 - H-24 H-14 -

3 7 171,6 - - H-14 -

4 7'' 170,3 - H-28 - -

5 8a' 167,2 - - H-13 -

6 8a 165,6 - H-27 - -

7 4''' 149,3 - - H-19 -

8 2 148,2 - H-24 H-18, H-15 -

9 3''' 146,9 - H-23 - -

10 4' 146,8 - H-19 H-18 -

11 3' 146,6 - H-18 H-19 -

12 1''' 132,1 - - H-17 -

13 5'' 129,9 7,72 (1H; d; 8,4 Hz) - - -

14 5 126,8 7,56 (1H; d; 8,45 Hz) - - -

15 6''' 126,3 7,22 (1H; d; 8,45 Hz) H-19 H-18, H-24 H-19

16 1' 125,8 - - H-19 -

17 5''' 119,3 6,79 (1H; s) - H-23 -

18 2' 118,9 7,52 (1H; s) H-24 - -

19 5' 116,7 6,83 (1H; d; 8,4 Hz) - - H-15

20 6' 116,3 6,62 (1H; d; 9,2 Hz) - H-28 -

21 6'' 115,5 6,62 (1H; d; 9,2 Hz) - H-17 -

22 4a 114,9 - - H-26, H-27 -

23 2''' 114,8 6,93 (1H; s) - - -

24 3 114,0 6,64 (1H; s) - H-18 -

25 4a'' 113,6 - - H-20, H-28 -

26 6 111,9 6,49 (1H; dd; 1,3; 8,45 Hz) - H-27 -

27 8 103,9 6,35 (1H; d; 1,95 Hz) - H-26 -

Page 35: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

28 8'' 99,7 6,60 (1H; s) - H-20 -

29 2'' 81,1 5,32 (1H; dd; 2,6; 13 Hz) H-30 H-23 H-30

30 3'' 45,1 3,00( 1H; dd; 13; 16,85 Hz)

- - H-30b, H-29

2,70 (1H; dd; 2,6; 16,85 Hz) - - H-30a, H-29

Penegasan dugaan strutur senyawa 1, didukung dengan data spektroskopi massa.

Spektrum massa yang digunakan adalah spektrum massa ion positif, yang artinya

bobot molekul yang muncul pada spektrum adalah hasil penambahan 1 nilai dari

bobot molekul sebenarnya. Berdasarkan spektrum massa (Gambar 5.24), senyawa

1 memiliki berat molekul 525,2507. Bobot molekul ini sesuai dengan perhitungan

bobot molekul dari dugaan jumlah atom senyawa 1 yang terdiri 30 atom karbon, 20

atom hidrogen dan 9 atom oksigen dengan rumus molekul C30H20O9.

Gambar 4.24 Spektrum ES+ MS senyawa 1

Page 36: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

Dengan mengetahui dugaan rumus molekul tersebut, maka dapat diperoleh

dugaan nilai atau harga (double bond equivalen) DBE dari senyawa 1 dengan rumus

sebagai berikut:

DBE = Σ atom C – 𝛴 atom H

2−

𝛴 Halogen

2+

𝛴 𝑎𝑡𝑜𝑚 N

2+ 1

Berdasarkan perhitungan rumus DBE tersebut, diperoleh harga DBE senyawa 1

yaitu 21, artinya senyawa 1 diduga memiliki 4 buah cincin benzena, 2 buah

karbonil, 1 ikatan rangkap dan 2 buah siklik. Nilai DBE ini sesuai dengan dugaan

struktur yang diusulkan pada gambar 4.23. Adapun senyawa yang memiliki

kemiripan dengan struktur senyawa 1 adalah 2'',3'' dihidrohinoflavon (Marcia et al.,

2002) yang memiliki struktur berikut ini:

Gambar 4.25 Struktur 2'',3'' dihidrohinoflavon

Perbedaan struktur senyawa 1 dan 2'',3'' dihidrohinoflavon terletak pada empat

hal yaitu C-5, C-5'', C-3''' dan posisi penggabungan dua kerangka flavonoid ini.

Pada senyawa 1 tidak terdapat gugus hidroksi pada C-5 dan C-5'' sehingga

menyebabkan pergeseran kimia C-5 dan C-5'' pada senyawa 1 lebih kecil

dibandingkan dengan pergeseran kimia C-5 dan C-5'' pada 2'',3'' dihidrohinoflavon.

Selain itu, pada senyawa 1 terdapat gugus hidroksi pada C-3''' mengakibatkan

pergeseran kimianya lebih besar dibandingkan dengan C-3''' pada 2'',3''

dihidrohinoflavon. Posisi penggabungan dua kerangka biflavon ini juga berbeda,

pada senyawa 1 penggabungan terjadi antara C-4' dengan C-4''' sedangkan pada

2'',3'' dihidrohinoflavon penggabungan terjadi antara C-3' dengan C-4'''. Keempat

Page 37: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

hal ini mengakibatkan perbedaan pergeseran kimia karbon dan proton lainnya.

Pergeseran kimia karbon dan proton senyawa 1 dengan 2'',3'' dihidrohinoflavon

ditunjukkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Data pergeseran kimia 1H-& 13C-NMR Senyawa 1 dan 2'',3''

dihidrohinoflavon*

* Marcia et al., 2002

Posisi

C

δC (ppm) δH (ppm) (Int.; Multip.; J)

1 Ref. 1 Ref.

Kerangka flavanone

2 148,2 163,9 5,32 (1H; dd; 2,6; 13 Hz) 5,39 (1H; dd; 6,0; 12,7 Hz)

3 114,0 103,9 3,00( 1H; dd; 13; 16,85 Hz)

2,70 (1H; dd; 2,6; 16,85 Hz)

3,11( 1H; dd; 12,7; 16,6 Hz)

2,66 (1H; d; 16,6 Hz)

4 184,1 182,2 - -

4a 114,9 104,2 - -

5 126,8 161,8 7,56 (1H; d; 8,45 Hz) -

6 111,9 99,5 6,49 (1H; dd; 1,3; 8,45 Hz) 6,11 (1H; dd; 2,0 Hz)

7 171,6 164,6 - -

8 103,9 94,6 6,35 (1H; d; 1,95 Hz) 6,37 (1H; dd; 2,0 Hz)

8a 165,6 157,8 - -

1' 125,8 122,7 - -

2' 118,9 121,2 7,52 (1H; s) 7,62 (1H; d; 7,8 Hz)

3' 146,6 142,8 - -

4' 146,8 153,8 - -

5' 116,7 118,4 6,83 (1H; d; 8,4 Hz) 7,06 (1H; d; 7,0 Hz)

6' 116,3 125,3 6,62 (1H; d; 9,2 Hz) 7,71 (1H; dd; 7,8; 2,0 Hz)

Kerangka flavon

2'' 81,1 78,6 - .

3'' 45,1 42,3 6,64 (1H; s) 6,62 (1H; s)

4'' 193,6 196,5 - -

4a'' 113,6 102,3 - -

5'' 129,9 163,4 7,72 (1H; d; 8,4) -

6'' 115,5 96,6 6,62 (1H; d; 9,2) 5,81 (1H; d; 2,0 Hz)

7'' 170,3 167,1 - -

8'' 99,7 95,6 6,60 (1H; s) 5,82 (1H; d; 2,0 Hz)

8a'' 167,2 163,3 - -

1''' 132,1 132,8 - -

2''' 114,8 128,8 6,93 (1H; s) 7,36 (1H; d; 7,8 Hz)

3''' 146,9 116,3 - 6,83 (1H; d; 7,8 Hz)

4''' 149,3 158,4 - -

5''' 119,3 116,3 6,79 (1H; s) 6,83 (1H; d; 7,8 Hz)

6''' 126,3 128,8 7,22 (1H; d; 8,45 Hz) 7,36 (1H; d; 7,8 Hz)

Page 38: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

O

O

HO

OH

O

OH

O OH

OHO

O

O

O

OHHO

HOO

O

OH

5

4'

4'

3'

3'

5

4'''

3'''4'''

5''

5''

2'',3'' dihidrohinoflavon Flavonoid 1

Gambar 4.26 Perbedaan struktur flavonoid 1 dan 2'',3'' dihidrohinoflavon

Pengukuran spektroskopi yang sama dilakukan juga terhadap flavonoid 2,

sehingga didapatkan struktur flavonoid 2 sebagai berikut:

Gambar 4.27 Struktur flavonoid 2

Hal yang sama dilakukan penentuan struktur terhadap kedua senyawa

terpenoid. Kedua isolate terpenoid yang berhasil diisolasi memiliki dugaan

struktur sebagai berikut.

HOCOOH

OH

COOHHO

Terpenoid BTerpenoid A

Gambar 4.27 Dugaan struktur terpenoid A dan B

Page 39: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

5.3 Pengujian Aktivitas Antibakteri Flavonoid (1 & 2) dan terpenoid (A & B)

terhadap E. faecalis

5.3.1 Pengujian sensitivitas senyawa terhadap bakteri E. facaelis

Pengujian ini dilakukan dengan metode Kirby-Bauer, dimana yang menjadi

parameter penentuan aktivitas antibakterinya dilihat dari zona hambat pertumbuhan

bakteri yang terjadi. Bakteri yang sudah ditumbuhkan pada media padat diberi

larutan senyawa uji dengan konsentrasi 5000 dan 1000 ppm pada paper disk.

Klorheksidin digunakan sebagai kontrol positif dan pelarut digunakan sebagai

kontrol negatif.

Setelah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35-37°C, zona bening disekitar

daerah paper disk yang sudah diberi larutan uji (senyawa uji, kontrol positif dan

kontrol negatif) diamati dan diukur menggunakan jangka sorong. Zona bening ini

menunjukkan zona hambat pertumbuhan bakteri yang dilakukan oleh senyawa uji.

Pada tabel 5.4 ditunjukkan nilai zona hambat dari keempat senyawa terhadap

pertumbuhan bakteri. Pada konsentrasi 5000 dan 1000 ppm, keempat senyawa

memiliki zona hambat pertumbuhan bakteri yang hampir sama sekitar 7-8 mm.

Oleh karena itu diperlukan penentuan nilai KHM dan KBM dari setiap senyawa ini.

5.3.2 Nilai Konsentrasi Hambat Minimum dan Konsentrasi Bunuh Minimum

senyawa terhadap pertumbuhan bakteri E. faecalis.

Penentuan nilai KHM dan KBM dilakukan dengan metode mikro dilusi. Media

cair untuk pertumbuhan bakteri dimasukkan ke dalam sumur-sumur microplate.

Microplate yang dugunakan memiliki jumlah sumur 12x8 (8 sumur/baris dan 12

sumur/kolom, Lay Out microplate terdapat pada Gambar 3.1). Kemudian ke dalam

sumur kolom pertama pada baris kelompok A (1&2) dan C (5&6) ditambahkan

larutan senyawa uji, sedangkan pelarut ditambahkan ke dalam sumur pada baris

kelompok B (3&4) dan kelompok D (7&8). Selanjutnya pada sumur kolom pertama

baris 5-8 ditambahkan bakteri yang telah ditumbuhkan pada media cair. Dari setiap

sumur kolom pertama diambil 100 µL dan dimasukkan ke dalam sumur kolom 2,

selanjutnya dilakukan hal yang sama sampai kolom 12. Konsentrasi senyawa uji

Page 40: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

yang digunakan adalah 20000 ppm. Sehingga setelah dilakukan pengenceran

didapat konsentrasi senyawa uji pada sumur dari kolom ke 1-12 berturut-turut

10000; 5000; 2500; 1250; 625; 312,5; 156,2; 78,1; 39; 19,5; 9,7; 4,8 ppm.

Sedangkan untuk klorheksidin menggunakan konsentrasi awal 2000 ppm sehingga

didapatkan konsentrasi 1000; 500; 250; 125; 6,25; 3,12; 1,56; 0,78; 0,39; 0,19; 0,97;

0,48 ppm. Hal ini dikarenakan nilai zona hambat klorheksidin terhadap

pertumbuhan E. faecalis lebih besar dibandingkan senyawa uji. Setelah semua

larutan bercampur dengan baik, microplate ditutup dan diinkubasi pada suhu 37°C

selama 24 jam. Kemudian dilakukan pengukuran menggunakan spektrofotometer

pada alat ELISA reader. Hasilnya berupa nilai absorbansi yang menunjukkan

tingkat kekeruhan larutan pada setiap sumur. Sumur semua kolom pada setiap baris

harus memiliki nilai absorbansi yang relatif sama kecuali sumur pada baris

kelompok B yang berisi media, bakteri dan senyawa uji. Hal ini menunjukkan tidak

adanya kontaminasi selama pengujian dilakukan.

Tabel 5.4 Nilai zona penghambatan, KHM dan KBM flavonoid (1 & 2) dan

terpenoid (A & B) terhadap pertumbuhan E. faecalis

Senyawa

Zona hambat (mm) pada konsentrasi (ppm) KHM

(ppm)

KBM

(ppm) 5000 1000

Ke-1 Ke-2 Rata-rata Ke-1 Ke-2 Rata-rata

1 8,65 8,60 8,62 7,80 8,50 8,15 625 625

2 8,70 8,40 8,55 8,10 8,00 8,05 625 2500

A 13,5 13,7 13,6 0 0 0 39

B 0 0 0 0 0 0 1250

klorheksidin* td td td 12,9 12,9 12,9 1,95 31,25

*) kontrol positif

td) tidak diujikan

Penentuan nilai KHM dilihat dari perbandingan nilai absorbansi pada baris C

(media, senyawa uji dan bakteri) dengan baris D (media, pelarut dan bakteri),

contohnya penentuan nilai KHM klorheksidin ditunjukkan pada Gambar 5.28. Nilai

absorbansi larutan pada sumur yang ditandai dengan garis warna kuning

menunjukkan nilai yang relatif sama. Hal ini menunjukkan jumlah bakteri yang

Page 41: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

tumbuh pada baris C dan D sama. Sedangkan nilai absorbansi larutan pada sumur

yang ditandai dengan garis warna merah terdapat perbedaan yang mengindikasikan

adanya perbedaan jumlah bakteri yang tumbuh pada C dan D. Sehingga nilai KHM

untuk setiap senyawa uji adalah konsentrasi pengujian yang dilingkari dengan

warna merah.

Penentuan nilai KBM diambil dengan cara melihat pada konsentrasi terendah

senyawa uji tersebut dapat membunuh bakteri. Contohnya nilai KBM klorheksidin

adalah 31,2 ppm karena pada media dengan konsentrasi senyawa uji lebih telah

menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri. Penentuan nilai KHM dan KBM

senyawa uji lain dilakukan hal yang sama seperti penentuan nilai KHM dan KBM

pada klorheksidin. Pada penentuan nilai KBM senyawa 1 terdapat kontaminasi

dengan tumbuhnya jamur (Tabel 5.7), hal ini disebabkan adanya kurang aseptiknya

pada saat pengujian. Oleh karena itu dilakukan perhitungan %kematian bakteri

untuk menentukan nilai KBM. Perhitungan terlampir pada lampiran.

Sumur Konsentrasi (ppm)

1000 500 250 125 62,5 31,25 15,63 7,81 3,91 1,95 0,98 0,49

M + S 0.231 0.245 0.155 0.104 0.07 0.055 0.05 0.049 0.05 0.048 0.047 0.046

0.236 0.257 0.16 0.104 0.07 0.055 0.05 0.049 0.047 0.047 0.048 0.047

M + P 0.046 0.047 0.044 0.045 0.046 0.047 0.044 0.045 0.045 0.044 0.046 0.046

0.045 0.044 0.046 0.045 0.042 0.046 0.045 0.045 0.046 0.046 0.045 0.046

M + S + B 0.265 0.259 0.164 0.107 0.074 0.057 0.05 0.048 0.048 0.095 0.136 0.132

0.266 0.258 0.16 0.103 0.072 0.054 0.049 0.049 0.048 0.099 0.143 0.14

M + P + B 0.137 0.147 0.149 0.148 0.149 0.14 0.14 0.146 0.136 0.143 0.142 0.145

0.15 0.148 0.143 0.146 0.15 0.14 0.139 0.143 0.142 0.144 0.145 0.148

A

C

B

D

Page 42: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

Gambar 4.28 Penentuan nilai KHM klorheksidin terhadap E. faecalis

Tabel 4.5 Penentuan nilai KBM klorheksidin terhadap E. faecalis

Konsentrasi (ppm) Ulangan ke-

1 2

125

D

B

C

A

Page 43: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

62,5

31,2

15,7

7,8

3,9

A

C

B

D

A

C B

D

Page 44: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

Gambar 4.29 Penentuan nilai KHM senyawa 1 terhadap E. faecalis

Tabel 4.6 Penentuan nilai KBM senyawa 1 terhadap E. faecalis

Konsentrasi (ppm) Ulangan ke-

Sumur Konsentrasi (ppm)

10.000 5.000 2.500 1.250 625 312,5 156,3 78,13 39,06 19,53 9,77 4,88

M + S 1,434 1,331 1,184 0,634 0,337 0,203 0,132 0,095 0,080 0,068 0,060 0,054

1,190 1,423 1,111 0,592 0,323 0,193 0,127 0,092 0,075 0,066 0,060 0,054

M + P 0,056 0,047 0,048 0,048 0,047 0,047 0,046 0,046 0,046 0,046 0,046 0,046

0,053 0,047 0,049 0,047 0,047 0,046 0,047 0,046 0,046 0,047 0,046 0,047

M + S + B 1,656 1,677 1,091 0,573 0,327 0,222 0,156 0,162 0,158 0,139 0,134 0,120

1,586 1,694 1,109 0,573 0,323 0,219 0,156 0,155 0,158 0,149 0,135 0,131

M + P + B 0,058 0,061 0,073 0,104 0,110 0,119 0,114 0,116 0,117 0,113 0,113 0,107

0,055 0,059 0,071 0,101 0,110 0,118 0,119 0,116 0,109 0,111 0,112 0,109

Rata-rata 10.000 5.000 2.500 1.250 625 312,5 156,3 78,13 39,06 19,53 9,77 4,88

M + S 1.312 1.377 1.148 0.613 0.33 0.198 0.13 0.094 0.078 0.067 0.06 0.054

M + P 0.055 0.047 0.049 0.048 0.047 0.047 0.047 0.046 0.046 0.047 0.046 0.047

M + S + B 1.621 1.686 1.1 0.573 0.325 0.221 0.156 0.159 0.158 0.144 0.135 0.126

M + P + B 0.057 0.06 0.072 0.103 0.11 0.119 0.117 0.116 0.113 0.112 0.113 0.108

%

Kematian

bakteri

15450 2373 -202 -72.7 -7.94 31.25 37.86 92.86 120.1 117.6 112 116.3

C

D

B

A

Page 45: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

1 2

10000

5000

2500

1250

625

312,5

156,2

Sumur Konsentrasi (ppm)

5000 2500 1250 625 312,5 156,3 78,13 39,06 19,53 9,77 4,88 2,44

M + S 0.106 0.088 0.077 0.065 0.055 0.051 0.05 0.048 0.047 0.045 0.045 0.045

Page 46: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

0.106 0.078 0.075 0.062 0.054 0.051 0.049 0.047 0.045 0.045 0.045 0.044

M + P 0.043 0.043 0.043 0.044 0.043 0.043 0.044 0.043 0.043 0.043 0.043 0.042

0.043 0.043 0.043 0.042 0.043 0.043 0.043 0.043 0.043 0.044 0.043 0.049

M + S + B 0.103 0.083 0.079 0.107 0.144 0.155 0.154 0.144 0.169 0.165 0.157 0.159

0.098 0.083 0.078 0.105 0.143 0.156 0.144 0.15 0.16 0.161 0.165 0.168

M + P + B 0.046 0.045 0.049 0.087 0.132 0.16 0.145 0.152 0.157 0.15 0.159 0.164

0.045 0.048 0.048 0.089 0.135 0.158 0.155 0.157 0.158 0.162 0.159 0.169

Gambar 4.30 Penentuan nilai KHM senyawa 2 terhadap E. faecalis

Tabel 4.7 Penentuan nilai KBM senyawa 2 terhadap E. faecalis

Konsentrasi (ppm) Ulangan ke-

1 2

A

C

B

D

A

C

B

D

Page 47: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

5000

2500

1250

BAB V

RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

Page 48: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

Pada penelitian selanjutnya akan dilakukan pengujian aktivitas antibiofilm

kedua flavonoid dan terpenoid yang telah diisolasi dari sarang semut.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Pada tumbuhan sarang semut terdapat flavonoid yang beraktivitas antibakteri

terhadap E. faecalis yaitu biflavonoid (1, KHM 625 ppm) dan 3''-metoksi-

epikatekin-3-O-epikatekin (2, KHM 625 ppm), terpenoid A (KHM 39 ppm), dan

terpenoid B (KHM 1250 ppm). Aktivitas antibakteri dari keempat senyawa ini

merupakan informasi yang baru diketahui.

7.2 Saran

1. Perlu dilakukan pencarian flavonoid lain dari M. pendans yang beraktivitas

antibakteri terhadap E. Faecalis.

2. Perlu dilakukan pengujian flavonoid terhadap bakteri patogen gigi yang

lain untuk melihat potensi flavonoid yang telah diisolasi.

Page 49: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

DAFTAR PUSTAKA

Akiyama K, Matsuoka H, Hayashi H. Isolation and identification of a phosphate

deficiency-induced C-glycosylflavonoid that stimulates arbuscular

mycorrhiza formation in melon roots. Mol Plant Microbe Interact. 2002; 15:

334-40.

Ambrosio, S.R., Furtado, N.A.J.C., de Oliviera, D.C.R., da Costa, F.B., Martins,

C.H.G., de Carvalho, T.C., Porto, T.S. Veneziani, R.C.S. 2008.

Antimicrobial Activity of Kaurane Diterpenes against Oral Pathogens. Z.

Naturforsch. 63c, 326-330.

Bodet, C., F. Chandad, and D. Grenier. (2007). “Pathogenic potential of

Porphyromonas gingivalis, Treponema denticola and Tannerella forsythia,

the red bacterial complex associated with periodontitis,” Pathologie

Biologie. 55(3-4), pp. 154–162.

Bustanussalam. (2010). Penentuan Struktur Molekul dari Fraksi Air Tumbuhan

Sarang Semut (Myrmecodia pendens Merr & Perry) yang Beraktivitas

Sitotoksik dan Sebagai Antioksidan [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana.

Institut Pertanian Bogor.

Clais, S., G. Boulet, and M. Kerstens. (2014). “Importance of biofilm formation

and dipeptidyl peptidase IV for the pathogenicity of clinical Porphyromonas

gingivalis isolates,” Pathogens and Disease.

Cushnie, T.P.T., and A.J. Lamb. 2005. Antimicrobial activity of flavonoids.

International Journal of Antimicrobial Agents. 26: 343–356.

Cutler, C. W., J.R. Kalmar, and C.A. Genco. (1995). Pathogenic Strategies of Oral

Anaerob Porphyromonas ginggivalis. Trends Microbiol. 3:45. 4556-4567.

De paz, C. (2004). Gram-positive organism in endodontic infection. Endo topics.

Denmark. Blackwell Munksgaard, p.79-96.

Edewor, K. T. (2013). A Review on Antimicrobial and Other Beneficial Effects of

Flavonoids. Int J Pharm Sci. 21(1):20–33.

Ghosh, S.K. 2006. Fungtionals Coatings and Microencapsulation: A General

Perspective. Wiley_VCH Verlay Gmbh & Co.

Grossman, Laisn, I., Oliet & Del Rio, C.E. 1995. Endodontic Practice 11th Edition:

lea & Febijer. 263-285.

Hamsar, M.N. & Mizaton, H.H. 2012. Potential of Ant-Nest Plants as an alternative

cancer treatment. Journal of Pharmacy Research, 5 (6): 3063-3066.

Haapsalo, M., Udnaes, T., Endal, U. (2003). Persistent, recurrent, and acquired

infection of the root canal system post-treatment. Endo topics. Denmark.

Blackwell Munksgaard, p.29-56.

Hertiani, T., Sasmito, E., Sumardi & Ulfah, M. 2010. Preliminary Study on

Immunomodulatory Effect of Sarang-Semut Tubers Myrmecodia tuberosa

and Myrmecodia pendens. Journal of Biological Science. 10 (3), 136-141.

Huxley, C. R. (1978). Ant-Plant Myrmecodia and Hydnophytum (Rubiaceae), and

Relationships Between Their Morphology, Ant-Accupants, Physiology and

Ecology, New Phytologist. 80(1): 231.

Page 50: LAPORAN PROGRAM ACADEMIC LEADERSHIPS …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216160602_4056.pdf · melindungi obat terhadap degradasi biokimia. ... Isolasi dan Penentuan

Imamura, T. (2003). In novel gingipain of periodontal disease pathogenic. J

Periodontol. 74: 111-8.

Jebb, M. (2009). A Revision of The Ant-plant Genus Hydnophytum

(Rubiaceae).iNationaliBotaniciGardenIIreland.http://www.botanicgardens.i

e/herb/research/hydnophytum.html.

Jhonson, W.T., Noblet, W.C. (2009). Cleaning and Shaping. Dalam: Torabinejad

M, Walton RE, editor. Endodontic Principles and Practice.St.Louis.

Saunders Elsevier, p.262-264.

Kayouglu, G. & Østarvik D. (2004). Virulance factor of enterococcus faecalis:

relationship to endodontic disease. Crit Rev Oral Bio Med., 15(5); p.308-

320.

Kidd, E.A.M. dan S. J. Bechal. (1991). Dasar-Dasar Karies, Penyakit Dan

Penanggulangannya, Cetakan I. EGC, Jakarta.

Kusmoro, J. (2013). Lembar Identifikasi Tumbuhan. Laboratorium Taksonomi

Tumbuhan, Jurusan Biologi UNPAD. Jatinangor.

Lenny, S. (2006). Senyawa Terpenoida dan Steorida. F-MIPA Universitas

Sumatera Utara. Medan.

Leslie, C., et al., (1998). Topley Wilson’s Microbiology and microbial infection:

Systematic bacteriology 9th ed.Oxford University Press, Inc., New York.

Noril, Y., Ozaki, K., Nakae, H., Matsuo, T., Ebisu, S. (1997). Imunohistochemistry

experimental study of localized Porphyromonas gingivalis, Campylobacter

rectus, and Viscisus actinomyces in periodontal pocket. J

Periodontol.32:598-607.

Plumer, N. (2000). Cultivation of The Epiphytic Ant-Plants Hydnophytum and

Myrmecodia. Cactus and Succulent Journal. 72, 142-147.

Marsh, P.D & Martin, M.V. 2009. Oral Microbiology, 5th edition. Edinburgh:

Churchill Living stone.

Robbinson, T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. ITB. Bandung.

Samaranayake, L.P. 2006. Essential Microbiology for Dentistry. Churchill

Livingstone, Churchill.

Shivalingam, M.R., Kumaran, K.S.G.A., Jeslin, D., Reddy, Y.V.K., Tejaswini, M.,

Rao, Ch.M., Tejopavan, V. 2010. Cassia Roxburghii Seed Galactomannan-

A Potential Binding Agent in The Tablet Formulation. Journal Biomedical

Science and research, Vol 2 (1), 18-22.

Subroto, M.A dan Saputro, H. (2006). Gempur Penyakit Dengan Sarang Semut.

Penebar Swadaya, Jakarta.

Vogelson, C.T. 2001. Advances in Drug Delivery System.

White, J. C., and C. F. Niven, Jr. (1946). Streptococcus S.B.E.: a streptococcus

associated with subacute bacterial endocarditis. J. Bacteriol. 51:717-722.

Yosephine, A.D., Wulanjati, M.P., Saifullah, T.N., and Astuti, P. 2013.

Mounthwash formulation of Basil oil (Ocimum basilium L.) and invitro

antibacterial and antibiofilm activities agains Streptococcus mutans. Trad.

Med.J, 18 (2): 95-102.

Zwenger, S. & Basu, C. 2008. Plant Terpenoids: Application and Future Potensials.

Biotechnology and Molecular Biology Review. 3(1): 1-7.