laporan praktikum penelitian studi persepsi asisten …€¦ · laporan praktikum penelitian studi...
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM PENELITIAN
STUDI PERSEPSI ASISTEN RUMAH TANGGA TERHADAP
KONSUMSI MAKANAN CEPAT SAJI ALA BARAT PADA ANAK
MATA KULIAH METODE PENELITIAN KUALITATIF I
Kelompok 9:
Maulida Afifatu T. 17/409931/SP/27776
Caecilia Krisna W. 17/413244/SP/27961
Sekar Rahmadhila 17/413264/SP/27981
Fatma Nurmawati 17/414952/SP/28079
Ubaidillah al Azka 17/414965/SP/28092
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangPengasuh anak, baik orangtua maupun orang dewasa yang lain seperti asisten
rumah tangga, merupakan agen sosialisasi pada anak yang memiliki peran besar dalam
membentuk pola konsumsi pada anak. Seiring dengan berkembangnya zaman, pola
konsumsi anak menjadi semakin bervariasi. Pada saat ini, makanan yang mengandung
tinggi kalori, lemak, karbohidrat, kolesterol, serta natrium, tetapi rendah serat seperti
makanan cepat saji yang dapat menimbulkan ketidakseimbangan gizi sudah banyak
dikonsumsi oleh anak. Seperti yang dilansir oleh Hidayah (2012), menurut Guru Besar
Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. Hardinsyah MS., ia mengatakan bahwa
makanan cepat saji adalah segala makanan dan minuman yang bisa kita makan dalam
waktu cepat dan singkat (Inovasi, 2013).Makanan cepat saji ala barat bukanlah makanan yang sehat untuk dikonsumsi
karena mengandung kalori dan lemak jenuh yang tinggi serta rendah nutrisi. Oleh karena
itu,makanan cepat saji jika dikonsumsi secara berlebih akan menyebabkan penyakit
seperti stroke, obesitas, serangan jantung, dan gagal ginjal. Pada zaman ini, orang tua
bukan hanya satu-satunya pihak yang dapat mengontrol konsumsi anak terhadap
makanan. Hal ini beriringan dengan keberadaan asisten rumah tangga yang biasanya
diberi kewenangan oleh orang tua untuk mengatur asupan makanan anak selama di
rumah. Oleh karena itu, diperlukan adanya pembahasan mengenai persepsi dari asisten
rumah tangga yang dikaitkan dengan konsumsi makanan cepat saji pada anak, karena
pada saat ini banyak anak yang menghabiskan waktunya bersama asisten rumah tangga
dibandingkan dengan orang tua. Dengan demikian, laporan penelitian ini akan membahas
persepsi asisten rumah tangga yang terkait dengan orang tua, anak, konsumsi dan
makanan cepat saji ala barat.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini ialah:
1. Bagaimana persepsi asisten rumah tangga terhadap konsumsi makanan cepat saji ala
barat pada anak?
C. Tujuan PenelitianTujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi asisten rumah tangga
terhadap konsumsi makanan cepat saji ala barat pada anak.
D. Metodologi Penelitian1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif, dimana penelitian bersifat deskriptif yang
memiliki data berupa tulisan dan non-tulisan (wawancara), serta dalam
menganalisisnya menggunakan analisis mendalam terhadap data yang ada. Proses
dan makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan. Penelitian kualitatif memiliki tujuan
menjelaskan fenomena secara mendalam melalui pengumpulan data yang diambil
secara mendalam. Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan
strategi-strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel.2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di lingkungan Padukuhan Nologaten, Desa Caturtunggal,
Kec. Depok, Kab. Sleman, D.I. Yogyakarta. Sesuai dengan judul penelitian yang ada,
lokasi ini dipilih karena tergolong dekat dengan franchise restoran makanan cepat
saji ala barat.3. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama lima hari, mulai pada tanggal 14 April 2018
hingga 19 April 2018.4. Bentuk Penelitian
Penelitian ini memerlukan pendekatan kualitatif deskriptif yang nantinya
mampu untuk menganalisis setiap kejadian, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain
sebagainya untuk kemudian dijelaskan serta diuraikan dalam sebuah data berupa
kalimat.Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2007), penelitian kualitatif
didefinisikan sebagai sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Data
tersebut dapat diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, video, foto, dan
dokumentasi pribadi. Hasil penelitian ini berupa kutipan dari transcript hasil
wawancara yang sebelumnya telah diolah, kemudian disajikan secara deskriptif.Dalam penelitian ini, tentu data yang akan diambil oleh peneliti bersumber
dari pihak-pihak yang terkait dalam Studi Persepsi Asisten Rumah Tangga Terhadap
Konsumsi Makanan Cepat Saji Ala Barat Pada Anak. Pengambilan data dilaksanakan
dengan melakukan pengamatan setiap kegiatan dan tentunya dari hasil wawancara
kepada asisten rumah tangga yang bekerja dalam rumah di daerah Nologaten.5. Sumber Data Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan sumber data primer, yaitu data
berupa wawancara dan hasil observasi yang kemudian akan dideskripsikan. Data
primer merupakan data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian yang diambil
langsung oleh peneliti dari sumber secara langsung melalui responden. Kata-kata dan
tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama
yang dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video/audio tape,
pengambilan foto dan film (Moleong, 2007). Data diperoleh dengan wawancara dan
pengamatan langsung di lapangan, yaitu di lingkungan serta rumah-rumah warga
Nologaten yang memiliki asisten rumah tangga. Sedangkan untuk data tambahan,
peneliti mencari dan mendokumentasikan berbagai data dari sumber lain guna
memperkaya data, baik itu melalui buku, foto, artikel, surat kabar, data statistik, dan
lain sebagainya.6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono,
2012). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang
meliputi:a) Observasi
Menurut W. Gulo (2004), observasi adalah metode pengumpulan
data, dimana peneliti mencatat hasil informasi sebagaimana yang mereka
saksikan selama penelitian. Observasi melibatkan dua komponen, yaitu si
pelaku observasi atau observan, dan obyek yang diobservasi atau observe.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi non-partisipan,
dimana peneliti hanya mengamati secara langsung keadaan obyek, tetapi
peneliti tidak aktif dan ikut terlibat langsung. Beberapa hal yang menjadi
obyek observasi dalam penelitian ini diantaranya mencakup keadaan
geografis dan kehidupan sosial asisten rumah tangga tersebut.b) Wawancara
Moleong (2007) menjelaskan bahwa wawancara adalah percakapan
dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan, dan
terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan
tersebut. Wawancara secara umum terbagi menjadi dua, yaitu wawancara
terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara terstruktur
memiliki arti bahwa wawancara yang dilakukan telah menetapkan sendiri
masalah-masalah yang akan diajukan sebagai pertanyaan. Sedangkan
wawancara tidak terstruktur merupakan wawancara yang memiliki ciri
kurang diinterupsi dan arbiter. Wawancara tersebut digunakan untuk
menemukan informasi yang bukan baku atau informasi tunggal (Moleong,
2007).Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara secara semi
terstruktur. Maka sebelum melakukan wawancara, peneliti telah
menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang nantinya akan diajukan kepada
informan. Namun, pada pelaksanaannya nanti akan disesuaikan dengan
keadaan informan.c) Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang memiliki arti barang-
barang tertulis (Arikunto, 2002). Dokumentasi dilakukan dengan cara
mengumpulkan pendukung data penelitian yang dibutuhkan. Dalam
penelitian ini, pendukung data dalam hal tertulis atau dokumen diambil
pada saat observasi dan survei.d) Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan mencari referensi yang sesuai
dengan topik atau tema yang diteliti. Studi pustaka ini digunakan untuk
menunjang kelengkapan data dalam penelitian dengan menggunakan
sumber-sumber dari kepustakaan yang relevan.7. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri (human instrument).
Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif dapat dikatakan cukup rumit karena
selain sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, menganalisis, penafsir data,
peneliti tentu juga sebagai pelapor hasil penelitiannya tersebut (Moleong, 2007).
Instrumen sendiri menurut Arikunto (2002) ialah alat pada waktu peneliti
menggunakan suatu metode. Karena dalam penelitian ini menggunakan metode
observasi, wawancara, dan dokumentasi, maka instrumen yang dibutuhkan antara
lain yaitu pedoman observasi, pedoman wawancara, tape recorder, kamera, serta alat
tulis.
8. Teknik Pemilihan InformanPenelitian ini menggunakan teknik purposive sampling untuk pengambilan
sampel dengan tujuan menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam
sumber dan bangunannya (Moleong, 2007). Sampel yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah asisten rumah tangga yang bekerja di pemukiman daerah
Nologaten.9. Proses Memperoleh Informan
Dalam proses memperoleh data peneliti menggunakan metode door-to-door
yang berawal dengan menanyakan warga sekitar terkait informan yang sesuai dengan
kriteria yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Beberapa warga sekitar memberikan
informasi dan mengantarkan peneliti ke tempat calon informan yang dicari peneliti.
Peneliti mengalami kesulitan dalam memperoleh informan karena mengalami banyak
penolakan dari calon informan sehingga mempersulit jalannya penelitian.10. Validitas Data
Validitas data merupakan bagian penting dalam sebuah penelitian, dimana dari
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Dalam pemeriksaan keabsahan data ini, peneliti menggunakan
trianggulasi data.Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan atau valid tidaknya data
dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut (Moleong, 2007).
Sementara itu, dalam penelitian ini digunakan teknik trianggulasi dengan sumber.
Trianggulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek derajat kepercayaan
suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian
kualitatif. Menurut Patton dalam Moleong (2007) hal tersebut dapat dicapai melalui:
a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil
wawancara.
b) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum
dengan apa yang dikatakannya secara pribadi.
c) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang
situasi penelitian dengan apa yang ditakakannya sepanjang waktu.
d) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang
berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan.
e) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen
yang berkaitan.
Dalam trianggulasi, sumber ini dilakukan dengan membandingkan informasi
yang diperoleh peneliti dari masing-masing informan. Informasi yang diperoleh dari
anak nantinya akan dibandingkan dengan informasi yang diperoleh melalui
wawancara dengan asisten rumah tangga. Perbandingan tersebut nantinya tentu akan
dijadikan analisis mengenai kesamaan atau perbedaan-perbedaan informasi yang
diperoleh peneliti.
E. Teknik Analisis DataDalam teknik analisis data terdapat empat komponen. Keempat komponen tersebut
diantaranya:1. Pengumpulan Data
Data dikumpulkan oleh peneliti berupa data dari hasil wawancara,
observasi, dokumentasi yang dicatat dalam catatan lapangan yang terdiri dari
dua aspek, yaitu deskripsi dan refleksi. Catatan deskripsi merupakan data alami
yang berisi tentang apa yang dilihat, didengar, dirasakan, disaksikan, dan
dialami sendiri oleh peneliti (Miles dan Huberman, 1994). Peneliti melakukan
catatan yang biasa disebut catatan refleksi yang dilakukan pada saat proses
wawancara hingga wawancara terlaksana. Catatan refleksi merupakan catatan
yang membuat kesan, komentar, dan tafsiran dari peneliti tentang berbagai
temuan yang dijumpai pada saat melakukan penelitian dan merupakan bahan
rencana pengumpulan data untuk tahap selanjutnya. Catatan ini didapatkan
dengan cara melakukan wawancara dengan berbagai informan (Miles dan
Huberman, 1994).2. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pemilihan/penyederhanaan data-data
yang diperoleh baik itu dari hasil wawancara, observasi, maupun dokumentasi
yang didasarkan atas fokus permasalahan. Setelah melalui proses pemilihan
data, maka akan ada data yang penting dan data yang tidak digunakan.
Kemudian data diolah dan disajikan dengan bahasa maupun tulisan yang lebih
ilmiah dan lebih bermakna (Miles dan Huberman, 1994).3. Penyajian Data
Penyajian data adalah proses penampilan data dari semua hasil penelitian
dalam bentuk paparan naratif representatif tabular (termasuk dalam format
matriks, grafis dan sebagainya) yang nantinya dapat mempermudah peneliti
dalam melihat gambaran hasil penelitian, karena dari banyaknya data dan
informasi tersebut peneliti kesulitan dalam pengambilan kesimpulan dari hasil
penelitian ini (Usman, 2009). Data yang diperoleh perlu disajikan dalam format
yang lebih sederhana sehingga peneliti mudah dalam melakukan analisis dan
membuat tindakan berdasarkan pemahaman yang diperoleh dari penyajian data
tersebut.4. Penyimpulan Data
Kesimpulan merupakan langkah akhir dalam pembuatan laporan
penelitian. Penarikan kesimpulan adalah usaha guna mencari atau memahami
makna, keteraturan pola-pola penjelasan, alur sebab-akibat. Kesimpulan yang
telah ditarik kemudian diverifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan
kembali, serta melihat catatan lapangan agar memperoleh pemahaman yang
tepat. Selain itu, juga dapat dengan mendiskusikannya (Usman, 2009).Miles dan Huberman (1994) menjelaskan bahwa pengambilan
kesimpulan harus dilakukan secara teliti dan hati-hati agar kesimpulan yang
diperoleh berkualitas dan sesuai dengan tujuan penelitian. Hal tersebut
dilakukan agar data tersebut mempunyai validitas sehingga kesimpulan yang
ditarik menjadi kuat.
BAB II
LATAR SOSIAL
Pada tanggal 14 hingga 19 April 2018, peneliti melakukan penelititan di Padukuhan
Nologaten. Nologaten adalah sebuah padukuhan di Desa Caturtunggal yang terletak di
Kabupaten Sleman. Di sana terdapat 4 RW, dan di tiap-tiap RW terdapat 10 RT. Selama
penelitian, peneliti melakukan observasi lingkungan sosial dan juga wawancara pada Asisten
Rumah Tangga.
Gambar 1. Peta daerah Padukuhan Nologaten (menurut Google Maps)
Menurut hasil observasi peneliti di daerah penelitian yakni padukuhan Nologaten,
peneliti menggambarkan lingkungan tempat penelitian sebagai lingkuangan sub-urban
(pinggiran kota) dan banyak dihuni oleh penduduk perumahan dan juga perkampungan.
Beberapa informan kami bekerja di wilayah perumahan, tetapi peneliti juga mendapatkan
informan yang bekerja di wilayah perkampungan. Daerah Nologaten dikenal oleh masyarakat
sebagai daerah yang terletak tepat di belakang salah satu tempat perbelanjaan modern besar
di Yogyakarta, yaitu Plaza Ambarukmo. Selain itu, wilayah Nologaten sendiri memiliki jalan
besar yang melalui beberapa rumah makan cepat saji, seperti Popeye dan D’Ayam Crispy.
Sementara itu, di dalam Plaza Ambarukmo sendiri terdapat beberapa bentuk makanan cepat
saji ala barat seperti KFC, Burger King, dan lain-lain.
Gambar 2. Rumah makan cepat saji di Jl. Nologaten
Gambar 3. Bangunan Plaza Ambarukmo yang berada persis di depan Pasar Tradisional Gowok
BAB III
ANALISIS DATA
Dalam penelitian studi persepsi asisten rumah tangga terhadap konsumsi makanan
cepat saji ala barat pada anak, peneliti memperoleh hasil observasi dan beberapa titik fokus
yang dapat menjelaskan bagaimana tugas asisten rumah tangga yang berkaitan dengan
konsumsi makan anak, bagaimana pengertian asisten rumah tangga terkait definisi konsumsi,
bagaimana persepsi asisten terhadap makanan cepat saji ala barat (western fast food),
bagaimana peran orangtua menurut asisten rumah tangga yang berasosiasi dengan konsumsi
anak, dan bagaimana persepsi asisten rumah tangga terkait konsumsi anak.
A. Analisis Data Lapangan1. Tugas dan Kebiasaan Asisten Rumah Tangga Ketika Bekerja
Asisten rumah tangga (ART) merupakan bagian penting dalam keseharian
orang berumah tangga, yang terkadang bahkan menjadi orang kepercayaan dari
pengguna jasa ART untuk mengurus segala keperluan yang ada di dalam rumah
tangga tersebut. Alasan yang seringkali digunakan ketika seseorang memutuskan
untuk menggunakan jasa asisten rumah tangga adalah sibuknya pasangan suami
istri, rasa sepi, kurangnya keterampilan dalam melakukan tugas rumah tangga
(khususnya memasak), rasa malas untuk melakukan pekerjaan rumah tangga, dan
lain-lain.Peran asisten rumah tangga dianggap penting untuk beberapa kalangan.
Perkembangan ruang lingkup keasistenan, bagi buruh yang bekerja di rumah,
sesuai dengan kemajuan zaman, ternyata ruang lingkupnya semakin luas dan
kompleks. Tugas ART bukan hanya mengurus pekerjaan rumah seperti menyapu,
tetapi dapat mencakup hingga perihal penanganan perangkat berteknologi,
misalnya dalam menangani dan bertanggungjawab atas alat-alat elektronika,
informatika, dan lain sebagainya. Di sisi lain, asisten rumah tangga dituntut untuk
menguasai banyak keterampilan, dari mulai memasak, mencuci, merawat kebun,
keahlian mengendarai kendaraan bermotor untuk keperluan antar-jemput anak,
merawat anak dan orangtua, bahkan mendampingi anak majikan ketika mereka
sedang belajar.Menurut sisi sosial dalam masyarakat, asisten rumah tangga tidak dianggap
sebagai sebuah profesi, sehingga pemenuhan hak-haknya seringkali hanya
berdasarkan rasa belas kasihan atau kemurahan hati majikan. Akronim ART pun
lebih dipahami sebagai “Pembantu” daripada “Asisten rumah tangga”. Secara
normatif, ART juga bukan dianggap sebagai sebuah profesi karena aktivitas ART
dianggap jauh dari aktivitas produksi. Penjelasan antara relasi ART dan pengguna
jasa ART (majikan) memang tidak semudah menjelaskan relasi tenaga kerja dan
pemberi tenaga kerja sebagaimana dalam hubungan industrial pada umumnya. Hal
ini dikarenakan relasi ART dan pengguna jasa ART memiliki kekhususan yang
unik dan kompleks. Relasi antara ART dan pengguna jasa banyak dikondisikan
dalam relasi kekeluargaan yang dalam beberapa kondisi dapat mengaburkan
adanya relasi hubungan kerja antara ART dan pengguna jasa. Akibatnya, beban dan
hak-hak ART menjadi tidak terukur, jam kerja seperti tanpa batas, gaji sangat
rendah, serta tidak ada jaminan kesehatan.Asisten rumah tangga bekerja dan hidup tertutup dari pandangan publik
karena sebagian besar dari mereka tinggal di rumah tempatnnya bekerja. Tidak ada
batasan yang jelas antara kehidupan pribadi dan keasistenan, membuat profesi
asisten rumah tangga menjadi rumit, menuntut curahan waktu, perhatian, energi
dan berbagai keterampilan. Dalam penelitian ini, peneliti telah berhasil
mendapatkan lima informan asisten rumah tangga yang terbagi menjadi dua
kategori yaitu ART yang menetap atau menginap dan ART tidak menetap atau tidak
menginap. Dari informan tersebut, peneliti mendapat informasi terkait dengan studi
persepsi asisten rumah tangga terhadap konsumsi makanan cepat saji ala barat pada
anak. Peneliti akan menjelaskan hasil penelitian berdasarkan pendapat tiap orang
(following people).Dari banyak asisten rumah tangga yang berada di daerah Nologaten,
khususnya RW 02 dan RW 03, peneliti mewawancarai lima asisten rumah tangga.
Lima informan tersebut yaitu Mbak Dinar, Mbak Isna, Ibu Atik, Ibu Sudarini dan
Ibu Ning. Dari kelima informan tersebut, hanya Mbak Dinar dan Mbak Isna yang
bekerja sebagai ART yang menginap atau menetap, sedangkan Ibu Atik, Ibu
Sudarini dan Ibu Ning tidak menginap atau tidak menetap.
Siang itu pada tanggal 15 April 2018, peneliti mewawancari Mbak Dinar yang
merupakan asisten rumah tangga di salah satu rumah di Padukuhan Nologaten. Mbak Dinar
berusia 34 tahun, ia berasal dari Bantul dan merupakan anak ke lima dari tujuh bersaudara.
Dalam sela-sela wawancara, Mbak Dinar mengatakan bahwa dirinya merasa kasihan
terhadap asisten rumah tangga yang berada di seberang rumah tempatnya bekerja. Pada
kenyataannya, ART yang dimaksud ialah Mbak Mur yang membawa galon, yang ketika
kami temui mengatakan bahwa dirinya bukan seorang asisten rumah tangga.
Story Box 1. Informan Mba Dinar
Wawancara dari informan pertama yaitu Mbak Dinar. Ia berasal dari Bantul
dan sudah bekerja di kediaman Bapak Kuswanto selama tiga tahun. Pendidikan
yang terakhir ditempuh yaitu sekolah dasar. Mbak Dinar memutuskan untuk
melarikan diri dari rumahnya karena ia memiliki masalah keluarga yaitu masalah
dengan suaminya yang sekarang sedang berstatus proses bercerai. Mbak Dinar
dikaruniai dua orang anak, anak yang pertama laki-laki sedang menempuh
pendidikan kelas X SMK dan anak keduanya perempuan sedang menempuh
pendidikan kelas lima SD. Mbak Dinar merupakan anak ke lima dari tujuh
bersaudara. Sebelum Mbak Dinar pergi melarikan diri dari rumah, adik Mbak
Dinar yang ke tujuh meninggal dunia karena komplikasi. Mbak Dinar dalam
kesehariannya bekerja sebagai asisten rumah tangga yang bertanggung jawab atas
semua pekerjaan di rumah, dari mencuci, memasak, menyiram tanaman,
membelikan makanan, dan lain-lain. Sehari-hari pemilik rumah memberikan uang
sebesar Rp 50.000,00 untuk berbelanja keperluan masak. Mbak Dinar mengatakan
bahwa dirinya sering membelikan makanan cepat saji ala barat untuk cucu pemilik
rumah. Makanan cepat saji ala barat yang biasa dikonsumsi yaitu KFC, pisang
keju, makaroni sekotel, ayam ngekos, dan lain-lain. Wawancara dari informan
pertama yaitu Mbak Dinar. Ia berasal dari Bantul dan sudah bekerja di kediaman
Bapak Kuswanto selama tiga tahun. Pendidikan yang terakhir ditempuh yaitu
sekolah dasar. Mbak Dinar memutuskan untuk melarikan diri dari rumahnya karena
ia memiliki masalah keluarga yaitu masalah dengan suaminya yang sekarang
sedang berstatus proses bercerai. Mbak Dinar dikaruniai dua orang anak, anak yang
pertama laki-laki sedang menempuh pendidikan kelas X SMK dan anak keduanya
perempuan sedang menempuh pendidikan kelas lima SD. Mbak Dinar merupakan
anak ke lima dari tujuh bersaudara. Sebelum Mbak Dinar pergi melarikan diri dari
rumah, adik Mbak Dinar yang ke tujuh meninggal dunia karena komplikasi. Mbak
Dinar dalam kesehariannya bekerja sebagai asisten rumah tangga yang
bertanggung jawab atas semua pekerjaan di rumah, dari mencuci, memasak,
menyiram tanaman, membelikan makanan, dan lain-lain. Sehari-hari pemilik
rumah memberikan uang sebesar Rp 50.000,00 untuk berbelanja keperluan masak.
Mbak Dinar mengatakan bahwa dirinya sering membelikan makanan cepat saji ala
barat untuk cucu pemilik rumah. Makanan cepat saji ala barat yang biasa
dikonsumsi yaitu KFC, pisang keju, makaroni sekotel, ayam ngekos, dan lain-lain.
Gambar 4. Chat antara peneliti dengan Mbak Dinar
Mbak Isna berusia 19 tahun dan berasal dari Sumpiuh, Kabupaten Banyumas bekerja
sebagai asisten rumah tangga yang menetap di rumah majikannya. Mbak Isna adalah orang
yang sangat pemalu. Bahkan untuk bertemu saja, peneliti harus mengejar Mbak Isna
sampai ke kamarnya. Saking pemalunya, Mbak Isna selalu menolak ketika hendak
diwawancara dan bersembunyi di balik pintu kamarnya. Namun, ketika peneliti berhenti
meminta Mbak Isna untuk wawancara dan langsung melontarkan pertanyaan wawancara,
Mbak Isna dengan santai menjawab dan sedikit demi sedikit keluar dari belakang pintu
kamarnya hingga wawancara selesai.
Story Box 2. Informan Mba Isna
Wawancara yang kedua, informan bernama Mbak Isna yang berumur 19
tahun. Pendidikan terakhir yang di tempuh Mbak Isna adalah SMP, tetapi sayang ia
tidak bersekolah hingga selesai. Alhasil, Mbak Isna merupakan lulusan SD. Mbak
Isna berasal dari daerah Banyumas tepatnya di Sumpiuh. Sudah tiga bulan Mbak
Isna menginap untuk berkerja sebagai asisten rumah tangga.
Gambar 5. Rumah tempat Mbak Isna berkerja
Tugas kesehariannya yaitu membersihkan rumah dan mengasuh anak dari
pemilik rumah tersebut. Anak pemilik rumah sering kali meminta Mbak Isna untuk
membelikan makanan cepat saji ala barat berupa McDonald’s.
Ibu Atik memiliki ciri khas dalam melakukan pekerjaannya sebagai asisten rumah
tangga. Bila pada umumnya mereka yang bekerja sebagai ART hanya berfokus dan berkutat
pada pekerjaan mereka di satu tempat rumah tangga, Ibu Atik melakukan pekerjaannya
sebagai ART dalam sehari harus dapat menjangkau empat rumah tangga yang menjadi
tempat kesehariannya bekerja. Ibu Atik memiliki keistimewaan dalam melakukan
pekerjaannya tersebut, yaitu beliau dapat datang empat rumah tangga tersebut tanpa ada
ketentuan waktu. Karena beliau harus mengerjakan pekerjaan rumah di 4 tempat yang
berbeda, maka setidaknya beliau bekerja di satu rumah tangga masing-masing selama 2
jam.
Story Box 3. Informan Ibu Atik
Informan yang ke tiga yaitu Ibu Atik yang berusia 42 tahun. Ia sudah bekerja
sebagai asisten rumah tangga selama tiga tahun. Ibu Atik berasal dari daerah
Tempel, Caturtunggal. Pendidikan terakhir Ibu Atik yaitu lulusan SMK Karyarini
yang berkonsentrasi dalam bidang tata busana.
Gambar 6. Peneliti bersama Ibu Atik
Dalam kesehariannya, Ibu Atik memiliki tugas cuci piring, menjemur baju,
dan menyetrika baju. Walau Ibu Atik sudah tergolong lama bekerja di rumah
tersebut, ia tidak menginap bahkan ia memiliki kebebasan untuk memilih waktu
bekerjanya, yang pasti dalam waktu sehari itu Ibu Atik dapat menyelesaikan tugas-
tugasnya.
Ibu Sudarini yang berusia 43 tahun, berasal dari Wonosari, sudah bekerja menjadi
asisten rumah tangga selama 16 tahun. Pendidikan terakhir yang ditempuh ialah SD.
Menurutnya, makanan cepat saji kurang baik untuk dikonsumsi karena sebagai pembeli,
kita tidak tahu bahan apa saja yang diolah untuk menjadi makanan tersebut.
Story Box 4. Informan Ibu Sudarini
Ibu Sudarini yang berasal dari Wonosari telah bekerja selama 16 tahun
sebagai asisten rumah tangga. Diusianya yang ke 43 tahun ia memiliki satu suami
dan dikaruniani dua anak. Ibu Sudarini merupakan seorang yang berhasil
menyelesaikan pendidikan sekolah dasar. Ia dalam sehari menghabiskan waktu
kurang lebih selama tujuh jam, mulai pukul 09.00 hingga pukul 12.30, kemudian
kembali bekerja mulai pukul 18.00 hingga pukul 20.00. Tugas keseharian Ibu
Sudarini sebagai asisten rumah tangga ialah mengerjakan semua tugas rumah
seperti memasak, menyapu, mencuci baju dan lain-lain kecuali mengasuh anak. Ibu
Sudarini berpendapat bahwa makanan cepat saji kurang baik untuk dikonsumsi
karena kita tidak dapat mengetahui bahan apa saja serta kualitas bahan yang
digunakan dalam membuat makanan tersebut.
Ibu Ning bekerja setiap hari di rumah Vera, siswi kelas 11 SMK di daerah Nologaten
dan sudah bekerja selama lima tahun dari Vera SD. Ibu Ning selalu mulai datang setiap
pagi dari mulai pukul 06.00 hingga pukul 12.00 setelah menyetrika baju. Tugas Ibu Ning
sebagai asisten rumah tangga yakni memasak makan siang, menyapu, mencuci, dan
menyetrika baju. Hubungan Ibu Ning dengan Vera bisa dikatakan baik karena anak pertama
dari Ibu Ning merupakan kakak kelas Vera sehingga sering menjadi bahan perbincangan di
rumah. Selain itu Ibu Ning juga tinggal tidak jauh dari rumah Vera sehingga dapat
dikatakan mereka merupakan tetangga.
Story Box 5. Informan Ibu Ning
Informan yang terakhir yaitu Ibu Ning. Sudah lima tahun lamanya ia bekerja
sebagai asisten rumah tangga. Rumahnya tidak jauh dari tempat bekerja maka dari
itu ia tidak menginap di tempat kerjanya. Ia bekerja kurang lebih selama enam jam.
Seperti asisten rumah tangga pada umumnya Ibu Ning memiliki tugas untuk
menyapu, mengepel, menyetrika dan memasak.
2. Definisi Konsumsi Menurut Asisten Rumah TanggaPenelitian kualitatif tentang studi persepsi asisten rumah tangga terhadap
konsumsi makanan cepat saji ala barat pada anak memperoleh informasi terkait
pengertian informan tentang definisi dari konsumsi. Mendengar kata konsumsi
tentu masing-masing memiliki pandangan tersendiri tentang definisi konsumsi itu
tersendiri dengan jawaban-jawaban yang bervariasi.Dalam penelitan ini, peneliti memberikan pertanyaan kepada lima informan
asisten rumah tangga dan satu informan anak majikan dari salah satu asisten rumah
tangga tersebut terkait definisi konsumsi. Hasil wawancara dapat dikategorikan
asisten rumah tangga menjadi dua, yakni asisten rumah tangga yang menetap di
rumah majikan sebanyak dua informan dan asisten rumah tangga yang tidak
menetap sebanyak tiga informan. Asisten rumah tangga yang menetap di rumah
majikan yakni Mbak Dinar dan Mbak Isna, informan yang tidak menetap di rumah
majikan yakni Mbak Atik, Ibu Sudrini dan Ibu Ning.Dari informan pertama Mbak Dinar, peneliti mendapat penjelasan yakni
konsumsi adalah makanan dan minuman. Mbak Dinar juga menjelaskan contoh
terkait konsumsi yakni sayur lodeh, jus dan sop. Selain itu, penjelasan Mbak Dinar
terkait konsumsi juga menjelaskan bahwa Mbak Dinar membeli bahan makanan
seperti gula dan garam di pasar, sedangkan makanan instan seperti mie instan yang
disebut Mbak Dinar, “indomie’ dibeli oleh majikan di supermarket.Informan kedua yaitu Mbak Isna mendefinisikan konsumsi sebagai “masakan
yang dimasak ibu”. Mbak Isna tidak memiliki tugas untuk memasak di rumah,
tetapi memiliki tugas untuk mengurus kebutuhan rumah tangga lainnya seperti
membersihkan rumah. Majikan dari Mbak Isna biasa memasak sarapan untuk
anaknya, tetapi Mbak Isna lebih sering untuk membelikan makanan cepat saji
untuk anak majikan tersebut ketika ia meminta, seperti McDonald’s.
“Teringatnya ya tentang makanan. Soalnya kan sering dipanggilnya seksi
konsumsi. Dah masuk seksi konsumsi bingung deh, nyari makanan gitu.”
Mba Atik (Nologaten, 15 April 2018)
Dalam kategori asisten rumah tangga yang tidak menetap yaitu Mbak Atik
merupakan asisten rumah tangga yang bekerja pada lebih dari satu rumah. Ketika
ditanya terkait dengan definisi konsumsi, yang terlintas dalam benak informan saat
mendengar kata konsumsi yakni makanan karena ia sering mendengar dalam
sebuah kegiatan terdapat bagian seksi konsumsi atau bagian yang berperan dalam
mengurus makanan. Peneliti mendapat kesempatan mewawancarai anak majikan
Mbak Atik yang juga membahas tentang pengertian konsumsi. Peneliti
menanyakan apa yang dimaksud dengan konsumsi dan anak menjawab dengan
“saya makan”.Informan Ibu Sudarini juga mendefinisikan konsumsi sebagai makanan. Ibu
Sudarini memberikan pengertian tentang konsumsi dengan menyebutkan masakan
rumah yang ia masak sendiri dan menggunakan bahan-bahan masak dari tukang
sayur keliling. Beberapa makanan yang ia sebut sebagai masakan sendiri yaitu
tahu, tempe, lodeh, kangkung, bayam dan sop. Selain mengenai pengertian tentang
konsumsi, Ibu Sudarini juga menyinggung perhatian ibu majikan terkait gizi-gizi
yang terkandung dalam makanan.
Informan Ibu Ning mendefinisikan konsumsi sebagai “makanan-makanan”.
Ibu Ning juga menjelaskan bahwa anak majikan memakan masakan ibunya atau
orang tua dari anak majikan untuk sarapan dan makan siang oleh masakan Ibu
Ning sebagai asisten rumah tangga yang juga bertugas untuk masak sebagai tugas
di rumah majikan. Anak dari majikan Ibu Ning selalu makan masakan dia yang
sudah dia sediakan sehingga Ibu Ning tidak pernah membelikan makanan dari luar
yang juga termasuk makanan cepat saji untuk anak majikan tersebut. Selain anak
majikan, Ibu Ning juga menjelaskan bahwa anak kandungnya juga selalu dia
masakkan makanan sehingga Ibu Ning juga tidak pernah membelikan makanan
dari luar untuk anak kandungnya sendiri.Dari kelima asisten rumah tangga tersebut memiliki kesamaan dalam
menjawab pertanyaan terkait definisi dari kata konsumsi. Masing-masing memiliki
pengertian bahwa konsumsi adalah makanan dan bisa dalam bentuk masakan
rumah dan makanan dari luar seperti makanan cepat saji.
3. Persepsi Asisten Rumah Tangga Terhadap Makanan Cepat Saji Ala BaratMakanan cepat saji sudah menjadi makanan konsumsi yang dapat dinikmati
oleh seluruh lapisan masyarakat. Berbagai bentuk dan jenis, serta berbagai variasi
harga dapat ditemui dimana saja. Namun, esensi dari makanan cepat saji sendiri
bukanlah dari apa yang dikonsumsi, tetapi bagaimana cara kita mengkonsumsi
makanan tersebut (Zhong dan Devoe, 2010). Istilah “cepat saji” dapat diartikan
bahwa makanan tersebut dalam penyajiannya dilakukan secara cepat dan tidak
membutuhkan waktu yang lama.Hasil dari wawancara bersama lima informan di lapangan terkait dengan
persepsi asisten rumah tangga terkait dengan konsumsi makanan cepat saji ala
barat menghasilkan temuan yang berbeda-beda. Ada beberapa informan yang
belum pernah mengkonsumsi makanan cepat saji ala barat, seperti KFC,
McDonald’s, Pizza Hut, dan lain-lain. Namun, ada juga informan yang sering
membelikan makanan cepat saji ala barat untuk majikannya sehingga ia menjadi
tahu dan hafal terhadap jenis-jenis makanan cepat saji ala barat yang ada.Informan yang pertama, atau Ibu Ning, mengatakan bahwa dirinya secara
pribadi tidak pernah mengonsumsi makanan cepat saji ala barat karena dirinya
memasak makanan sendiri. Selain itu, Ibu Ning juga memasak untuk keluarga
majikannya sehingga sejauh sepengetahuannya, anak majikannya juga tidak pernah
mengonsumsi makanan cepat saji ala barat. Dalam hal konsumsi makanan di luar
rumah, informan juga mengatakan ia tidak pernah membeli makanan di burjo atau
warung. Ketika peneliti menanyakan mengenai jenis makanan cepat saji ala barat
yang ia ketahui, Ibu Ning menjawab burger dan ayam. Ibu Ning tidak
menyebutkan secara spesifik terkait dengan merk dagang makanan cepat saji ala
barat.Berbeda dengan Ibu Ning, Mbak Dinar justru mengetahui beberapa jenis
makanan cepat saji ala barat beserta dengan merk yang biasa menjadi tempat ia
membeli makanan tersebut. Mbak Dinar biasanya membelikan cucu dari
majikannya makanan cepat saji ala barat, seperti KFC sehingga Mbak Dinar
menjadi hafal tempat-tempat serta jenisnya. Ketika ditanya mengenai makanan
cepat saji, ia menjawab seperti KFC, sarden, sop krim, dan macaroni skotel. Mbak
Dinar dapat mengetahui bahkan hafal dengan nama tersebut karena cucu dari
majikannya sering meminta makanan cepat saji seperi ayam ngekos, Popeye, dan
pisang keju.Mbak Isna mengatakan bahwa ia sering membeli di McDonald’s untuk anak
majikannya. Meskipun majikannya biasanya memasak terlebih dahulu dipagi hari
sebelum berangkat kerja, Mbak Isna biasanya membelikan McDonald’s untuk anak
majikannya ketika dia tidak mau makan masakan rumah. Informan juga bercerita
bahwa beberapa waktu sebelum dilakukan wawancara, anak majikannya tersebut
sakit dan yang dapat ia konsumsi hanya McDonald’s. Ketika ditanya terkait dengan
pendapatnya terkait konsumsi McDonald’s yang dilakukan oleh anak majikannya,
Mbak Isna sebenarnya kurang setuju dengan hal tersebut. Namun, karena ia hanya
disuruh untuk membeli, sehingga ia mau membelikan makanan cepat saji ala barat
tersebut. Namun, secara pribadi, Mbak Isna menganggap makanan cepat saji
tersebut enak, tetapi ia tidak suka. Ia lebih memilih untuk makan masakan rumah.Ibu Atik mendefinisikan makanan cepat saji sebagai makanan yang instant
dan sesuatu yang dibeli di luar rumah. Informan mengatakan ia belum pernah
mengonsumsi maupun membeli makanan cepat saji ala barat. Sementara itu, anak
majikan mengatakan ia memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji ala
barat, seperti McDonald’s, Pizza Hut, Popeye, Dirtychicks, dan KFC. Anak
majikan mengonsumsi makanan cepat saji ala barat karena orangtuanya lebih
menyukai masakan yang cepat dalam waktu penyajian. Ibu Atik juga berpendapat
bahwa makanan cepat saji ala barat rasanya enak. Meskipun orangtuanya tidak
melarang untuk mengonsumsi makanan cepat saji, anak tersebut mengatakan
bahwa intensitas makan di rumah lebih tinggi daripada makan makanan cepat saji
ala barat karena ibunya rajin memasak.
Gambar 7. Peneliti bersama Ibu Sudarini
Ketika bertanya mengenai makanan cepat saji ala barat kepada Ibu Sudarini,
ia mengatakan bahwa makanan cepat saji ala barat merupakan makanan yang cepat
untuk dimasak. Selain itu, ketika peneliti menyebutkan beberapa merk makanan
cepat saji ala barat, Ibu Sudarini mengatakan bahwa makanan tersebut merupakan
jenis “makanan orang berduit”. Ketika ditanya mengenai jenis makanan cepat saji,
ia mengatakan seperti mie, telur, dan teriyaki, serta makanan yang ada sumpitnya.
Teriyaki –menurut yang dideskripsikan oleh informan– merupakan daging yang
dimasak seperti semur kemudian ada bawang bombaynya. Secara pribadi, Ibu
Sudarini lebih memilih masakan rumah dibandingkan dengan makanan cepat saji
karena menurutnya, Ibu Suhardini tidak dapat mengetahui kualitas bahan yang
diolah untuk makanan cepat saji ala barat dan juga kurangnya sayuran dalam
makanan tersebut. Sementara itu, untuk masakan yang dimasak sendiri, Ibu
Sudarini dapat memastikan bahwa kualitas bahan merupakan yang terbaik. Di sisi
lain, menurutnya berbelanja di warung lebih menjamin kualitas bahan karena
bahan yang dibeli selalu merupakan barang baru. Ibu Sudarini memiliki tugas
untuk memasak di rumah majikannya setiap hari. Namun, ada saat di mana anak
majikan akan mengonsumsi makanan cepat saji ala barat, yaitu ketika ia sedang
dalam keadaan “mood” untuk memakan makanan cepat saji tersebut, meskipun di
rumah sudah dimasakkan. Informan mengatakan ia hanya memasak apa yang ia
bisa, jika tidak maka anak-anak majikan dapat membeli sendiri makanan yang
mereka inginkan.Dari beberapa keterangan yang diberikan oleh informan-informan asisten
rumah tangga, ada beberapa kesamaan dalam mendefinisikan makanan cepat saji
ala barat. Secara spesifik, mereka melihat dari sisi waktu, yaitu makanan cepat saji
ala barat merupakan makanan yang cepat dalam penyajiannya. Hal ini sesuai
dengan tujuan dari franchise makanan cepat saji ala barat, yaitu menyediakan
makanan yang dapat disajikan secara cepat sehingga tidak terlalu mengganggu
rutinitas mereka sehari-hari (Zhong dan Devoe, 2010).Persamaan yang lain dari hasil wawancara tiap-tiap informan ialah mereka
cenderung jarang, bahkan belum pernah mengkonsumsi makanan cepat saji ala
barat. Informan cenderung untuk lebih memilih masakan rumah jika dibandingkan
dengan makanan cepat saji ala barat. Alasannya beragam, yaitu dari segi bahan
makanan yang menurut Ibu Sudarini tidak dapat dipastikan sendiri kualitasnya,
para informan memasak makanan sendiri sehingga mereka jarang –cenderung
hampir tidak pernah– mengkonsumsi makanan cepat saji ala barat. Selain itu,
orangtua memiliki pengaruh yang besar terhadap pilihan konsumsi makanan pada
anak (Grier dkk., 2007). Mayoritas anak dari majikan yang mengkonsumsi
makanan cepat saji ala barat berada dalam pegawasan orangtua atau dalam
pengertian yang lain, mereka mengkonsumsi makanan cepat saji ala barat atas izin
dari orangtua.
“Oh, makanan orang berduit.” - Ibu Sudarini (Nologaten, 19 April 2018)
Satu hal yang menarik dari hasil wawancara di atas ialah ketika Ibu Sudarini
mengatakan bahwa makanan cepat saji ala barat merupakan makanan yang hanya
dikonsumsi oleh “orang yang berduit”. Fenomena ini menjadi menarik karena
menjelaskan bagaimana franchise makanan cepat saji ala barat dipandang sebagai
suatu bagian dari gaya hidup masyarakat, bukan lagi hanya sebagai tempat untuk
memuaskan perut yang kosong.
4. Persepsi Asisten Rumah Tangga Terhadap Peran Orangtua dalam
Mempengaruhi Pola Konsumsi AnakOrangtua merupakan orang yang terdekat dengan anak. Orangtua mengenal
anak sejak lahir dan selalu mengetahui pertumbuhan dan perkembangannya. Segala
hal yang dibutuhkan anak pun orangtua akan selalu berusaha untuk memenuhinya.
Mulai dari kebutuhan sandang, papan maupun pangan, apapun yang dianggap
terbaik dan membuat bahagia untuk anaknya, orangtua akan berusaha untuk
memenuhinya. Namun, tidak sedikit orangtua yang membagi waktu asuhnya
dengan asisten rumah tangga. Hal tersebut seringkali terjadi karena alasan
pekerjaan di luar rumah. Orangtua yang bekerja akan memiliki waktu lebih sedikit
untuk dihabiskan bersama anaknya jika dibandingkan dengan orangtua yang tidak
bekerja, atau bekerja di rumah. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba
menganalisis peran orangtua dalam pola konsumsi anak dari perspektif asisten
rumah tangga.Faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pada anak, peneliti
golongkan menjadi dua macam, yaitu faktor intern dan ekstern. Yang dimaksud
dengan faktor intern adalah pengaruh dari dalam lingkungan keluarga. Pola
konsumsi yang diajarkan oleh orangtua atau keluarga sejak kecil dapat membentuk
pola konsumsi pada anak yang berkelanjutan bahkan hingga keturunan selanjutnya.
Faktor ekstern yang dimaksud dalam hal ini adalah faktor - faktor yang muncul
dari luar lingkungan rumah atau keluarga, seperti lingkungan sekolah, lingkungan
pertemanan, maupun lingkungan masyarakat. Banyak orangtua yang sangat ketat dalam pemilihan makanan untuk
konsumsi keluarganya seperti melarang konsumsi penyedap rasa seperti
monosodium glutamat atau kaldu instan. Selain itu, makanan yang dimakan pun
harus selalu mempertimbangkan kadar gizi dan nutrisinya sehinga mereka lebih
banyak mengolah atau memasak sendiri makanan yang akan dikonsumsi
keluarganya. Bahan - bahannya pun selalu mengunggulkan kualitas terbaik baik
dari kualitas kebersihan, kesegaran, dan lain - lain. Namun tidak sedikit pula
orangtua yang kurang mempedulikan pola konsumsi anak. Makanan yang
dikonsumsi lebih bervariasi, asalkan rasanya enak dan mudah untuk didapat, hal
tersebut sudah cukup. Seperti makanan cepat saji atau yang lebih kita sering dengar
dengan istilah fastfood. Para orangtua yang mengunggulkan rasa dan kepraktisan
cenderung akan sesekali atau bahkan sering menyediakan makanan cepat saji untuk
anak atau keluarganya.Menurut hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, dari data orangtua yang
kami dapatkan dalam perspektif asisten rumah tangga, peran orangtua dalam pola
konsumsi anak sangat berkaitan dengan kegiatan sehari-harinya. Orangtua yang
banyak menghabiskan waktu untuk bekerja di luar rumah mempunyai
kecenderungan untuk sesekali atau bahkan sering untuk menjadikan makanan cepat
saji sebagai solusi konsumsi keluarga mereka. Sedangkan orangtua yang tidak
bekerja, atau bekerja dalam rumah mempunyai kecenderungan untuk tidak memilih
makanan cepat saji sebagai solusi konsumsi keluarga mereka. Namun disamping
kecenderungan - kecenderugan tersebut, kebiasaan memasak di rumah pun bisa
menjadi salah satu faktor dalam pemilihan makanan untuk anak atau keluarga.
“Iya mba, berangkat pagi jam 8 pulang sore paling, saya ketemu kalo sebelum dia
berangkat aja.”
Ibu Ning (Nologaten, 19 April 2018)
Dari kelima data yang peneliti dapatkan, semua orangtua-baik bapak maupun
ibu-bekerja kurang lebih delapan jam perhari selama lima hari dalam sepekan.
Namun, yang membedakan adalah waktu bekerja asisten rumah tangga. Dari data
yang peneliti dapatkan, dua dari lima asisten rumah tangga yang kami wawancarai
menetap tinggal bersama dengan majikannya. Orangtua yang memiliki asisten
rumah tangga yang menetap cenderung tidak sama sekali ikut serta dalam
pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci, bersih - bersih, dan lain - lain.
Sedangkan orangtua yang memiliki asisten rumah tangga yang tidak menetap
(hanya bekerja menjadi asisten rumah tangga beberapa jam dalam sehari dan tidak
tinggal bersama dengan majikannya) memiliki kecenderungan untuk ikut serta
dalam melakukan kegiatan rumah tangga, terutama memasak di pagi hari. Kegiatan
orangtua memasak untuk anak dan keluarga inilah yang nantinya akan berpengaruh
pada konsumsi makanan cepat saji. Semakin sering orangtua memasak, semakin
kecil kemungkinan anak untuk makan makanan cepat saji atau fastfood. Berlaku
kebalikannya, orangtua yang tidak memasak untuk anak dan keluarganya maka
semakin besar kemungkinan untuk anak mengonsumsi makanan cepat saji. Seperti
yang diceritakan oleh Mbak Isna (salah satu informan asisten rumah tangga),
orangtua atau majikannya jarang sekali memasak, begitu pula Mbak Isna. Orangtua
lebih mengunggulkan kepraktisan dan rasa. Makanan cepat saji pun menjadi solusi
konsumsi keluarga tersebut karena makanan cepat saji mudah didapat (contoh :
melalui layanan pesan antar ataupun drive-thru yang tersedia di restoran makanan
cepat saji) dan menurut mereka rasanya lebh enak jika dibandingkan dengan
masakan yang mereka buat sendiri.
Gambar 8. Peneliti melakukan wawancara dengan Bapak Kuswanto
Dua dari lima data orang tua yang peneliti dapatkan dalam perspektif asisten
rumah tangga, orangtua sangat ketat dalam pola konsumsi seperti pertimbangan
gizi dan nutrisi. Pertimbangan tersebut dipengaruhi oleh pekerjaan orangtua dan
juga latar belakang orang tua seperti latar belakang pendidikan, latar belakang
keluarga, dan lain - lain.Dari analisis hasil penelitian peneliti mengenai studi persepsi asisten rumah
tangga terhadap konsumsi makanan cepat saji ala barat pada anak, konsumsi
fastfood pada anak sangat dipengaruh latar belakang orangtuanya. Jika orangtua
ketat akan kandungan gizi dan nutrisi yang terkandung dalam makanan untuk
konsumsi anak dan keluarga, maka akan sedikit kemungkinannya untuk memakan
makanan cepat saji ala barat yang bahkan sering dikenal juga dengan istilah
junkfood atau secara harafiah berarti makanan sampah, atau dengan kata lain
makanan yang kandungan gizi dan nutrisinya sedikit dan melalui banyak sekali
proses pengolahan sebelum menjadi makanan siap saji. Namun jika latar belakang
orangtua seperti lingkungan kerja, sosial, ataupun budaya konsumsi yang
diturunkan dari orangtuanya pula tidak begitu pilih - pilih tentang apa yang
dikonsumsi oleh anak ataupun keluarganya, asalkan anak bisa kenyang dan
bahagia, maka akan besar kemungkinannya untuk sering mengkonsumsi makanan
cepat saji ala barat.5. Persepsi Asisten Rumah Tangga Terhadap Konsumsi Anak
Perubahan gaya hidup (lifestyle) terjadi seiring dengan masuknya pengaruh
globalisasi di Indonesia. Pola makan saat ini telah menyeret sebagian masyarakat
Indonesia untuk cenderung menyukai makanan fast food ala Barat. Terlebih lagi
masyarakat Indonesia kategori anak, di mana mereka memiliki kecenderungan
yang lebih besar untuk mengonsumsi makanan fast food ala barat. Anak merasakan
sensasi kenikmatan makanan fast food ala barat di lidah mereka. Padahal makanan-
makanan fast food tersebut tidaklah layak untuk dikonsumsi secara masif bagi usia
mereka, karena dapat menurunkan kualitas hidup lebih cepat. Seperti kandungan
lemak yang tinggi pada fast food yang dapat mengakibatkan kegemukan dan
membahayakan kesehatan mereka.Serta banyak faktor yang menyebabkan anak untuk lebih memilih makanan
fast food ala barat sebagai alternatif bahkan menjadi prioritas sebagai makanan
keseharian mereka. Diantaranya adalah makanan fast food lebih cepat & mudah
untuk disediakan. Sesuai dengan namanya yang diambil dari kata bahasa Inggris,
yang memiliki arti cepat (fast) & makanan (food), yang diartikan sebagai makanan
yang cepat, sehingga praktis untuk didapatkan tanpa memerlukan waktu yang
cukup lama.Dan faktor lain yang menyebabkan anak untuk cenderung lebih memilih
makanan fast food ala barat adalah variasi makanan. Tentu tak ada orang yang
tahan jika harus mengonsumsi makanan yang sama dalam kurun waktu yang lama.
Hal ini juga yang menjadi alasan bagi banyak orang tua untuk memilih makanan
fast food ala barat untuk anak mereka, karena varian rasanya lebih banyak dan
menggugah selera, sehingga membuat anak tak jenuh mengonsumsinya. Alasan ini
biasanya diperuntukkan bagi para orangtua yang tidak punya banyak waktu untuk
memasak. Mengapa demikian? Misalnya membeli ikan atau daging ayam, para
orangtua harus pergi ke pasar yang dapat menyita banyak waktu mereka. Jika jarak
pasar tersebut dekat dengan tempat tinggal, tentu tak akan menimbulkan masalah.
Namun, jika sebaliknya? Atau ketika malam-malam, ketika anak merasakan lapar
menghampiri dan tak ada sesuatu di rumah yang bisa diolah. Orangtua cenderung
akan lebih memilih untuk pergi ke gerai fast food ala barat terdekat yang banyak
memiliki jam buka hingga 24 jam dalam satu hari. Ada yang lebih mudah &
praktis, mengapa tidak? Itu juga yang menjadi pola pikir kebanyakan orang saat ini
yang lebih memilih untuk mendapatkan sesuatu secara mudah & praktis.Oleh karena itu, peneliti berusaha untuk mencari tahu bagaimana pola
konsumsi fast food ala barat pada anak saat ini. Peneliti mencari informan yang
diharapkan dapat memberikan informasi berkaitan dengan pola konsumsi fast food
ala barat pada anak. Kami mencari informan anak yang terdapat di daerah
Nologaten, Caturtunggal. Dan hasil wawancara dari informan-informan tersebut
kami kompilasikan sebagaimana di paragraf-paragraf selanjutnya. Informan anak
yang diwawancarai merupakan anak dari pemilik rumah tempat asisten rumah
tangga bekerja.Masing-masing dari peneliti mendapatkan satu informan anak yang dapat
diwawancarai. Maka di kelompok peneliti, peneliti mendapatkan lima informan
anak yang berhasil diwawancarai. Kisaran usia mereka cukup beragam, ada yang
sudah kuliah namun masih dapat dikategorikan ke dalam usia anak. Kemudian ada
yang sudah menginjak tingkatan pendidikan SMK. Dan kemudian ketiga informan
anak lain masih dalam kisaran usia pendidikan SD.Kita mulai dari informasi anak berkaitan dengan kebiasaan mengonsumsi
fast food ala barat mereka. Dimulai oleh informan yang merupakan anak pemilik
rumah tempat Ibu Sudarini bekerja, yang sudah menginjak masa kuliah namun
masih dapat dikategorikan usia anak. Informan tersebut membeberkan bahwa dia
jarang sekali makan sayur dan lebih sering mengonsumsi makanan yang dia pesan
melalui aplikasi berbasis online, yaitu go-food. Dan memiliki kecenderungan untuk
memilih makanan fast food lebih besar daripada makanan yang lebih sehat seperti
makanan yang mengandung sayur. Dan informan hanya menjadikan makanan sehat
seperti sayur-sayuran sebagai variasi saja, dan bukan yang utama sebagai konsumsi
informan setiap hari. Dan informan juga membeberkan bahwa dia malas dengan
makanan atau masakan yang sudah disediakan di rumah.
Informan anak tempat Ibu Ning bekerja merupakan siswi kelas 11 di SMK
Perhotelan Karyrini tidak pernah absen sarapan dirumah. Setiap pagi sarapan yang telah di
masak oleh ibu maupun asisten rumah tangga dirumahnya selalu di santapnya untuk
memulai hari sebelum sekolah. Seusai sekolah, di siang hari informan juga sering langsung
pulang kerumah untuk makan siang yang sudah di sediakan Mba Ning asisten rumah
tangganya.
Story Box 6. Informan anak Vera
Kemudian berlanjut pada informan kedua yang merupakan anak pemilik
rumah tempat Ibu Ning bekerja. Informan ini sudah menginjak tingkatan
pendidikan SMK. Informan memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan yang
tersedia di rumah seperti makanan yang berupa masakan. Informan mengatakan
bahwa dia rutin dalam mengonsumsi makanan di rumah setiap pagi dan siang. Dan
informan mengaku pernah mengonsumsi makanan fast food ala barat.Kemudian informan selanjutnya adalah anak terakhir yang menetap di rumah
tersebut. Tempat dimana Mbak Dinar bekerja. Informan tidak memberikan
informasi pola konsumsi fast food ala barat dia kepada peneliti. Justru informan
memberikan keterangan berkaitan dengan pola konsumsi fast food ala barat pada
anak dari saudara informan yang sudah menikah dan kemudian tinggal di rumah itu
juga. Informan menjelaskan bahwa anak tersebut masih menginjak kelas 4 SD. Dan
dia selalu meminta makanan fast food karena rasa ingin anak tersebut untuk
mengonsumsi makanan fast food ala barat. Dan informan menjelaskan bahwa anak
tersebut selalu dituruti untuk membeli makanan fast food ala barat walaupun di
rumah tersebut terdapat makanan atau pun juga masakan yang sudah disediakan di
rumah tersebut.Kemudian beralih ke informan selanjutnya. Informan merupakan anak dari
pemilik rumah tempat Ibu Atik bekerja. Informan anak masih berusia 9 tahun atau
baru menginjak kelas 3 SD. Informan menjelaskan bahwa di rumah tersebut selalu
tersedia makanan yang berupa masakan yang dapat dikonsumsi setiap jam makan
pada umumnya, yaitu setiap pagi, siang, & malam. Informan mengatakan bahwa
dia lebih sering mengonsumsi makanan yang sudah tersedia di rumah daripada
membeli makanan di luar seperti fast food ala barat. Namun di sisi lain informan
menjelaskan bahwa dia juga memiliki hasrat yang tinggi untuk mengonsumsi
makanan fast food ala barat. Informan juga cukup sering mengonsumsi makanan
fast food ala barat walaupun tidak pada tataran rutin dan menjadikannya sebagai
konsumsi utama. Sebut saja, informan anak dapat menyebutkan gerai fast food
mana saja yang pernah dia datangi untuk memesan makanan dan kemudian dia
konsumsi. Contohnya adalah KFC, McDonald, Pizza Hut, Popeye, & Dirty Chick.
Dan informan menjelaskan bahwa alasan dia mengonsumsi makanan fast food ala
barat adalah karena rasanya yang enak & lezat.Berlanjut ke informan anak yang terakhir, yang merupakan anak dari pemilik
rumah tempat Mbak Isna bekerja. Informan anak ini masih menginjak masa TK.
Informan kadang tidak mau bahkan menolak untuk mengonsumsi makanan yang
sudah disediakan di rumah termasuk juga makanan yang sudah dimasak. Dan
informan anak sering kali hanya ingin mengonsumsi makanan fast food ala barat
yang spesifik, yaitu McDonald. Dan informan anak pun sering kali hanya
mengonsumsi makanan fast food ala barat saja daripada harus mengonsumsi
makanan yang sudah disediakan di rumah. Terlebih lagi bila informan anak sedang
sakit, maka mutlak saja bahwa makanan yang mau dia konsumsi hanyalah
makanan fast food ala barat saja, dan yang dia inginkan adalah McDonald saja.
“Ya biasanya mau (makanan masakan). Tapi kalo lagi nggak mau makan ya aku
beliin McD (McDonald’s). Kemarin waktu sakit. Yang bisa masuk cuma McD.
Jadi saya beliin.”
Mba Isna (Nologaten, 15 April 2015)
Dari kelima informan tersebut, dapat dilihat bahwa mereka semua pernah
mengonsumsi makanan fast food ala barat. Berbagai alasan dilontarkan informan
mengapa mereka mengonsumsi makanan fast food ala barat. Dan bisa dimengerti
alasan mereka mengonsumsi makanan fast food ala barat sesuai dengan paparan di
awal analisa, bahwa lidah anak sangatlah menyukai sensasi serta kelezatan yang
ditawarkan oleh makanan fast food ala barat. Mengapa tidak? Selebihnya ada
empat dari lima informan yang diwawancarai menunjukkan hasrat serta
ketertarikan dalam mengonsumsi makanan fast food ala barat. Melihat dari
pernyataan-pernyataan mereka, secara tidak langsung menunjukkan bahwa mereka
menempatkan makanan fast food ala barat sebagai makanan favorit mereka.
Bahkan ada yang malas dalam mengonsumsi makanan yang sudah disediakan di
rumah, dan lebih memprioritaskan untuk mengonsumsi makanan fast food ala
barat.Pun juga ketika salah satu informan menerangkan bahwa saat dia sakit, dia
menolak dan mengabaikan semua makanan yang tersedia di rumah, dan hanya
ingin mengonsumsi makanan fast food ala barat. Sebuah cara untuk mendapatkan
makanan fast food ala barat dengan memanfaatkan keadaan fisiknya yang sedang
sakit, sungguh menarik.Ada informasi yang cukup menarik dari salah satu informan. Bahwa dia
dalam mengonsumsi makanan fast food ala barat pada kebiasaannya selalu
menggunakan dan memanfaatkan aplikasi berbasis online, yaitu go-food. Hal ini
menunjukkan bahwa orang semakin mudah & praktis dalam mendapatkan sesuatu.
Saat orang sudah mendapatkan suatu kepraktisan dalam mendapatkan sesuatu, dia
mencoba untuk mencari sesuatu yang lebih praktis lagi. Sudah praktis, ditambah
praktis lagi. Jadilah orang lebih mudah dalam mengonsumsi makanan fast food ala
barat. Kemudian saat orang membuka gadget, dan hendak memesan makanan
melalui aplikasi berbasis online seperti go-food, akan ditemukan bahwa gerai-gerai
yang menjual makanan fast food ala barat akan menampilkan seluruh informasi dan
promosi dengan sebaik-baiknya supaya orang tertarik untuk memesan produk
mereka. Terlebih lagi bahwa gerai-gerai makanan fast food ala barat memiliki akses
dalam menampilkan iklan di seluruh media massa, tak luput juga iklan yang
ditampilkan melalui gadget. Di mana hampir semua orang serta hampir semua
kalangan memiliki gadget, hal inilah yang membuat gerai-gerai fast food ala barat
dapat menjaring banyak sekali orang untuk mengonsumsi produk mereka, tak luput
juga para pengguna gadget kalangan usia anak-anak. Pada akhirnya kita dapat mengambil kesimpulan bahwa masyarakat kalangan
usia anak cenderung tidak mengetahui dampak negatif dari konsumsi makanan fast
food ala barat. Mereka cenderung mementingkan rasa enak & lezat yang
disuguhkan oleh makanan fast food ala barat dan pola pikir kalangan usia anak
cenderung belum mencapai pada tingkat futuristik yang memiliki kekhawatiran
yang akan dampak buruk yang terjadi di masa depan dengan mengonsumsi fast
food ala barat.
Gambar 9. Peneliti bersama Adik Talenta yang menjadi Informan
B. Kesimpulan Analisis Data Lapangan
Menurut hasil observasi selama di lapangan di atas, daerah penelitian merupakan
daerah sub-urban yang terletak persis di belakang Plaza Ambarukmo yang merupakan
salah satu pusat perbelanjaan besar di Yogyakarta, dimana baik di dalam Plaza
Ambarukmo maupun daerah sekitar Nologaten terdapat restoran makanan cepat saji ala
barat, seperti KFC, Burger King, Popeye, dan lain-lain.
Jasa Asisten Rumah Tangga semakin banyak yang menggunakan karena semakin
sibuknya masyarakat sehingga lebih memilih untuk menggunakan jasa ART
dibandingkan dengan mengerjakan pekerjaan rumah sendiri. Secara tidak langsung,
ketika pengguna jasa Asisten Rumah Tangga memiliki anak, konsekuensi dari
penggunaan jasa Asisten Rumah Tangga ialah konsumsi makanan yang dilakukan oleh
anak juga akan diawasi oleh Asisten Rumah Tangga. Orangtua tetap memiliki peran yang
besar dalam menentukan preferensi apa yang anak konsumsi, tetapi jika hal tersebut
sepenuhnya dibebankan kepada ART, maka tentu hal tersebut menjadi tanggungjawab
ART.
Secara garis besar, ada dua kategori Asisten Rumah Tangga yang tidak menetap di
rumah majikan dan yang menetap. Namun, secara garis besar, persepsi mereka terkait
dengan konsumsi ialah sama, yaitu mengenai makanan yang dapat berbentuk berupa
masakan ibu majikan, masakan ART, dan makanan yang dijual di luar rumah seperti
makanan cepat saji. Para informan ART secara umum mendefinisikan makanan cepat saji
sebagai makanan yang dalam penyajiannya tidak membutuhkan waktu yang lama. Hal
ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Kaushik, Narang dan Parakh (2011) yaitu
terkait dengan istilah fast food yang mengarah kepada makanan yang dapat langsung
dimakan. Para informan juga dapat menyebutkan franchise makanan cepat saji, seperti
Popeye, KFC, McDonald’s, dan lain-lain.
Konsumsi yang dilakukan oleh anak sangat dipengaruhi oleh orangtuanya.
Menurut hasil dari penelitian kami, orangtua yang banyak menghabiskan waktunya di
luar rumah cenderung lebih memilih makanan cepat saji untuk konsumsi mereka. Hal ini
sejalan dengan Kaushik, Narang dan Parakh (2011) yang menjelaskan bahwa kebiasaan
mengkonsumsi makanan cepat saji lebih banyak ditemui pada orangtua yang bekerja
karena keterbatasan waktu mereka untuk mempersiapkan makanan di rumah. Sebaliknya,
orangtua yang lebih sering menghabiskan waktunya di rumah cenderung untuk lebih
memilih masakan rumah untuk konsumsi keluarganya. Selain itu, kebiasaan orangtua
untuk memasak di rumah juga mempengaruhi preferensi anak dalam mengkonsumsi
makanan.
Pemilihan orangtua terhadap makanan yang dikonsumsi bergantung pada latar
belakang status sosial-ekonomi mereka. Akan tetapi, orangtua yang memiliki jam kerja
cukup tinggi cenderung untuk lebih memilih mengkonsumsi makanan cepat saji karena
alasan waktu. Selain itu, jumlah variasi makanan cepat saji yang begitu banyak dan
terlihat menggugah selera makan juga menjadi salah satu faktor orangtua memilih untuk
mengkonsumsi makanan cepat saji. Kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji
memang lebih terkenal dikalangan generasi yang lebih muda karena waktu penyajian
yang tidak lama, rasanya yang enak, dan juga strategi pemasaran yang lebih diarahkan
kepada mereka (Kaushik, Narang dan Parakh, 2011).
BAB VI
PENUTUP
Penelitian yang berjudul “Studi Persepsi Asisten Rumah Tangga Terhadap Konsumsi
Makanan Cepat Saji ala Barat Pada Anak” menghasilkan empat poin penting, yaitu yang
pertama terkait dengan pengertian konsumsi menurut Asisten Rumah Tangga diantaranya
adalah bahan makanan, masakan, dan minuman. Poin selanjutnya ialah terkait dengan
konsumsi anak, di mana Asisten Rumah Tangga ada yang bertugas untuk membelikan serta
membuatkan konsumsi anak dan juga deskripsi bahwa “fastfood itu enak”. Poin ketiga ialah
terkait dengan pengaruh orangtua terhadap konsumsi anak. Dalam poin ini, ada orangtua
yang memperhatikan asupan gizi anak, ada juga orangtua yang tidak sempat memasak dan
mengerjakan tugas rumah karena bekerja sehingga kedua hal ini dibebankan kepada ART.
Poin terakhir ialah mengenai pengertian makanan cepat saji ala barat yang digambarkan
dalam empat franchise yang familiar oleh mereka, yaitu McDonald’s, KFC, Pizza Hut, dan
Popeye Fried Chicken
Demikian laporan penelitian kualitatif oleh peneliti dengan judul Studi Persepsi Asisten
Rumah Tangga Terhadap Konsumsi Makanan Cepat Saji ala Barat Pada Anak. Peneliti
menyadari masih banyaknya kekurangan yang terdapat dalam laporan ini, sehingga kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk perbaikan laporan ini. Peneliti
berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Grier, S. A. dkk. (2007) ‘Fast-Food Marketing and Children’s Fast-Food Consumption:
Exploring Parents’ Influences in an Ethnically Diverse Sample’, Journal of Public
Policy & Marketing, 26(2), pp. 221–235. doi: 10.1509/jppm.26.2.221.
Husaini, U. (2009) ‘Metodologi Penelitian Sosial’ Jakarta: Bumi Aksara.
Kaushik, J. S., Narang, M. dan Parakh, A. (2011) ‘Fast food consumption in children’, Indian
Pediatrics, 48(2), pp. 97–101. doi: 10.1007/s13312-011-0035-8.
Miles dan Huberman (1992) ‘Analisis Data Kualitatif’ Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Moleong, L. 1997. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung; PT Remaja Rosdakarya.
Saraswati, P.S., 2011. PERLINDUNGAN UPAH DAN WAKTU KERJA BAGI PEKERJA
RUMAH TANGGA LULUSAN SEKOLAH PRT RUMPUN TJOET NJAK DIEN DI
KOTA YOGYAKARTA (Doctoral dissertation, UAJY).
Sari, L. N. (2017) ‘4 Alasan Junk Food Jadi Pilihan Utama’ [Daring] Tersedia di:
https://food.idntimes.com/dining-guide/lely-nurvita-sari/ [Diakses pada: 4 Mei 2018].
W, Gulo. (2004) ‘Metodologi Penelitian’ Jakarta: Grasindo.
Zhong, C. dan Devoe, S. E. (2010) ‘You Are How You Eat: Fast Food and Impatience’,
Psychological Science, 21(5), pp. 619–622. Tersedia di:
http://www.jstor.org/stable/41062259.
LAMPIRAN
Daftar Informan
No. Nama Informan Tanggal Wawancara Nama Pewawancara
1. Mbak Dinar 15 April 2018 Maulida Afifatu T.
2. Mbak Isna 15 April 2018 Sekar Rahmadhila
3. Ibu Atik 15 April 2018 Ubaidillah Al Azka
4. Ibu Sudarini 19 April 2018 Fatma Nurmawati
5. Ibu Ning 19 April 2018 Caecilia Krisna W.
Checklist Tugas Individu
No Nama
Tugas Individu
Verbatim
TranscriptIndexing Coding
Reflection
Diary
Mind-
Mapping
1Maulida
Afifatu T.✓ ✓ ✓ ✓ ✓
2Caecilia
Krisna W.✓ ✓ ✓ ✓ ✓
3Sekar
Rahmadhila✓ ✓ ✓ ✓ ✓
4Fatma
Nurmawati✓ ✓ ✓ ✓ ✓
5Ubaidillah al
Azka✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Data Networking Kelompok
Data Networking Individu
Dokumentasi
Perumahan Puri Kenari yang merupakan salah
satu tempat mendapatkan informan.Di sepanjang Jl. Nologaten dapat
ditemui banyak Burjo.
Selain burjo, juga terdapat banyak tempat
makan seperti sate taichan dan ayam gepuk. Selain di Jl. Nologaten, di dalam gang
sekitar daerah Nologaten juga terdapat
banyak Burjo.
Rumah Ibu Sudarini, tempat peneliti melakukan
wawancara. Jl. Cermai, salah satu tempat peneliti
mencari informan.
Peneliti di lapangan.
Chat peneliti dengan salah satu
informan.
Chat peneliti dengan salah satu informan.