laporan praktikum pemeriksaan feses parasitologi

Upload: bella-gusfia-sari

Post on 13-Oct-2015

475 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

health

TRANSCRIPT

  • 7/13/2019 Laporan Praktikum Pemeriksaan Feses Parasitologi

    1/10

    LAPORAN PRAKTI KUM PEMERIKSAAN FESES

    PARASITOLOGI

    Oleh:Irwan Nur Rizqi, Wilda Intan Sari & Muhammad Fahrian Aris Muzakki

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Ilmu tentang parasit telah lama menunjukan peran pentingnya dalam bidang

    kedokteran hewan dan manusia namun masih banyak penyakit baik pada hewan dan manusiayang merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan

    terjadinya urbanisasi yang tidak diimbangi sarana dan prasarana, telah menambah banyaknya

    dearah kumuh di perkotaan. Makin berkurangnya air bersih, pencemaran air dan tanah

    menciptakan kondisi lingkungan fisik yang memungkinkan perkembangan vektor dan sumber

    infeksi termasuk oleh penyakit parasitik.

    Penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tinggi prevelansinya terutama

    pada penduduk di daerah tropik seperti di Indonesia, dan merupakan masalah yang cukup

    besar bagi bidang kesehatan masyarakat. Hal ini dikarenakan Indonesia berada dalam kondisi

    geografis dengan temperatur dan kelembaban yang sesuai, sehingga kehidupan cacing

    ditunjang oleh proses daur hidup dan cara penularannya.

    Identifikasi parasit yang tepat memerlukan pengalaman dalam membedakan sifat

    sebagai spesies, parasit, kista, telur, larva, dan juga memerlukan pengetahuan tentang

    berbagai bentuk pseudoparasit dan artefak yang mungkin dikira suatu parasit. Identifikasi

    parasit juga bergantung pada persiapan bahan yang baik untuk pemeriksaan baik dalam

    keadaan hidup maupun sediaan yang telah di pulas. Bahan yang akan di periksa tergantung

    dari jenis parasitnya, untuk cacing atau protozoa usus maka bahan yang akan di periksa

    adalah tinja atau feses, sedangkan parasit darah dan jaringan dengan cara biopsi, kerokan

    kulit maupun imunologis.Feses adalah sisa hasil pencernaan dan absorbsi dari makanan yang kita makan yang

    dikeluarkan lewat anus dari saluran cerna.Jumlah normal produksi 100 200 gram / hari.

    Terdiri dari air, makanan tidak tercerna, sel epitel, debris, celulosa, bakteri dan bahan

    patologis, Jenis makanan serta gerak peristaltik mempengaruhi bentuk, jumlah maupun

    konsistensinya dengan frekuensi defekasi normal 3x per-hari sampai 3x per-minggu.

    Pemeriksaan feses ( tinja ) adalah salah satu pemeriksaan laboratorium yang telah

    lama dikenal untuk membantu klinisi menegakkan diagnosis suatu penyakit. Meskipun saat

    ini telah berkembang berbagai pemeriksaan laboratorium yang modern , dalam beberapa

    kasus pemeriksaan feses masih diperlukan dan tidak dapat digantikan oleh pemeriksaan lain.Pengetahuan mengenai berbagai macam penyakit yang memerlukan pemeriksaan feses , cara

    http://mayosinau.blogspot.com/2013/11/laporan-praktikum-pemeriksaan-feses.htmlhttp://mayosinau.blogspot.com/2013/11/laporan-praktikum-pemeriksaan-feses.htmlhttp://mayosinau.blogspot.com/2013/11/laporan-praktikum-pemeriksaan-feses.htmlhttp://www.blogger.com/nullhttp://www.blogger.com/nullhttp://www.blogger.com/nullhttp://www.blogger.com/nullhttp://www.blogger.com/nullhttp://www.blogger.com/nullhttp://www.blogger.com/nullhttp://www.blogger.com/nullhttp://www.blogger.com/nullhttp://www.blogger.com/nullhttp://www.blogger.com/nullhttp://www.blogger.com/nullhttp://www.blogger.com/nullhttp://www.blogger.com/nullhttp://www.blogger.com/nullhttp://www.blogger.com/nullhttp://www.blogger.com/nullhttp://mayosinau.blogspot.com/2013/11/laporan-praktikum-pemeriksaan-feses.htmlhttp://mayosinau.blogspot.com/2013/11/laporan-praktikum-pemeriksaan-feses.html
  • 7/13/2019 Laporan Praktikum Pemeriksaan Feses Parasitologi

    2/10

    pengumpulan sampel yang benar serta pemeriksan dan interpretasi yang benar akan

    menentukan ketepatan diagnosis yang dilakukan oleh klinisi.

    Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun

    larva infektif. Pemeriksaan ini juga dimaksudkan untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing

    parasit usus pada orang yang di periksa fesesnya (Gandahusada.dkk, 2000). Pemeriksaanfeses dapat dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif dilakukan

    dengan metode natif, metode apung, metode harada mori, dan Metode kato. Metode ini

    digunakan untuk mengetahui jenis parasit usus, sedangkan secara kuantitatif dilakukan

    dengan metode kato untuk menentukan jumlah cacing yang ada di dalam usus. Prinsip dasar

    untuk diagnosis infeksi parasit adalah riwayat yang cermat dari pasien. Teknik diagnostik

    merupakan salah satu aspek yang penting untuk mengetahui adanya infeksi penyakit cacing,

    yang dapat ditegakkan dengan cara melacak dan mengenal stadium parasit yang ditemukan.

    Sebagian besar infeksi dengan parasit berlangsung tanpa gejala atau menimbulkan

    gejala ringan. Oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium sangat dibutuhkan karena diagnosis

    yang hanya berdasarkan pada gejalaklinik kurang dapat dipastikan. Misalnya, infeksi yang

    disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides). Infeksi ini lebih bamyak ditemukan

    pada anak-anak yangsering bermain di tanah yang telah terkontaminasi, sehingga mereka

    lebih mudahterinfeksi oleh cacain-cacing tersebut. Biasanya hal ini terjadi pada daerah di

    mana penduduknya sering membuang tinja sembarangan sehingga lebih mudah

    terjadi penularan. Pengalaman dalam hal membedakan sifat berbagai spesies parasit, kista,

    telur, larva, dan juga pengetahuan tentang bentuk pseudoparasit dan artefak yang

    dikira parasit, sangat dibutuhkan dalam pengidentifikasian suatu parasit.

    B. Tujuan

    1. Mengetahui pemeriksaan feses kualitatif dengan metode apung.2. Mengetahui adanya telur parasit dalam sampel feses

  • 7/13/2019 Laporan Praktikum Pemeriksaan Feses Parasitologi

    3/10

    BAB II

    METODE PENGAMATAN

    A. Macam-macam

    Pemeriksaan telur cacing pada feses, terdapat dua macam cara pemeriksaan, yaitusecara kualitatif dan kuantitatif.

    1. Pemeriksaan secara Kualitatif

    I.1.Metode Natif (Direct slide)

    Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi

    berat, tetapi untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan telur-telurnya. Cara pemeriksaan ini

    menggunakan larutan NaCl fisiologis (0,9%) atau eosin 2%. Penggunaa eosin 2%

    dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur-telur cacing dengan kotoran disekitarnya.

    I.2.Metode Apung (Flotation method)

    Metode ini digunakan larutan NaCl jenuh atau larutan gula atau larutan gula jenuh

    yang didasarkan atas BD (Berat Jenis) telur sehingga telur akan mengapung dan mudah

    diamati. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan feses yang mengandung sedikit telur. Cara

    kerjanya didasarkan atas berat jenis larutan yang digunakan, sehingga telur-telur terapung

    dipermukaan dan juga untuk memisahkan partikel-partikel yang besar yang terdapat dalam

    tinja. Pemeriksaan ini hanya berhasil untuk telur-telurNematoda, Schistostoma,

    Dibothriosephalus, telur yang berpori-pori dari famili Taenidae, telur-

    telurAchantocephalaataupun telurAscarisyang infertil.

    I.3.Metode Harada Mori

    Metode ini digunakan untuk menentukan dan mengidentifikasi larva

    cacingAncylostoma Duodenale, Necator Americanus, SrongyloidesStercolarisdanTrichostronngilusyang didapatkan dari feses yang diperiksa. Teknik ini

    memungkinkan telur cacing dapat berkembang menjadi larva infektif pada kertas saring

    basah selama kurang lebih 7 hari, kemudian larva ini akan ditemukan didalam air yang

    terdapat pada ujung kantong plastik.

    I.4.Metode Selotip

    Metode ini digunakan untuk mengetahui adanya telur cacingEnterobius

    vermicularispada anak yang berumur 110 tahun.

    2. Pemeriksaan secara Kuantitatif

    2.1. Metode Kato

    Teknik sediaan tebal (cellaphane covered thick smear tecnique) atau disebut teknik

    Kato. Pengganti kaca tutup seperti teknik digunakan sepotong cellahane tape. Teknik ini

    lebih banyak telur cacing dapat diperiksa sebab digunakan lebih banyak tinja. Teknik ini

    dianjurkan untuk Pemeriksaan secara massal karena lebih sederhana dan murah. Morfologi

    telur cacing cukup jelas untuk membuat diagnosa.

    B. Maksud dan Tujuan

    1. Metode Natif

    Maksud : Menemukan telur cacing parasit pada feses yang diperiksa.

    Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing parasit pada seseorang yang diperiksa

    fesesnya.2. Metode Apung (Floatation method)

    http://informasi-budidaya.blogspot.com/http://informasi-budidaya.blogspot.com/http://informasi-budidaya.blogspot.com/http://informasi-budidaya.blogspot.com/
  • 7/13/2019 Laporan Praktikum Pemeriksaan Feses Parasitologi

    4/10

    Maksud : Mengetahui adanya telur cacing parasit usus untuk infeksi ringan.

    Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing parasit usus pada seseorang yang

    diperiksa fesesnya.

    3. Metode Harada Mori

    Maksud : Mengidentifikasi larva cacingAncylostoma Duodenale, Necator Americanus,Srongyloides Stercolarisdan Trichostronngilus spatau mencari larva cacing-cacing parasit

    usus yang menetas diluar tubuh hospes.

    Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing tambang.

    4. Metode Selotip (Cellotape method)

    Maksud : Mengetahui adanya telur cacingEnterobius vermicularis pada anak yang

    berumur 110 tahun.

    Tujuan : Mengetahui presentase anak yang terinfeksiE. vermicularis.

    5. Metode Kato

    Maksud : Menemukan adanya telur cacing parasit dan menghitung jumlah telur.

    Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing parasit dan untuk mengetahui berat

    ringannya infeksi cacing parasit usus

    C. Dasar Teori

    Kecacingan merupakan salah satu mikroorgisme penyebab penyakit dari kelompok

    helminth (cacing), membesar dan hidup dalam usus halus manusia, Cacing ini terutama

    tumbuh dan berkembang pada penduduk di daerah yang beriklim panas dan lembab dengan

    sanitasi yang buruk. Terutamanya pada anak-anak. Cacing-cacing tersebut adalah cacing

    gelang, cacing cambuk dan cacing tambang dan cacing pita.

    D. Alat dan Bahan

    Alat:1. Penyaring teh

    2. Tabung reaksi

    3. Rak tabung

    4. Gelas ukur

    5. Batang pengaduk (Lidi)

    6. Object glass

    7. Cover glass

    8. Mikroskop

    9. Beaker glass

    Bahan:

    1. Sampel tinja sebanyak 10 gram atau sebesar biji kacang

    2. NaCl jenuh 33%

    E. Cara Kerja

    Praktikum kali ini menggunakan metode kualitatif yaitu metode apung tanpa

    sentrifugasi, adapun cara kerja pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut:

    1. Siapkan alat dan bahan

    2. Tuangkan NaCl 33% jenuh kedalam beaker glass sebanyak 100 ml.

    3. Campurkan 100 ml NaCl jenuh dengan 10 gram tinja kemudian diaduk sehingga larut.4. Selanjutnya disaring dengan menggunakan penyaring teh.

  • 7/13/2019 Laporan Praktikum Pemeriksaan Feses Parasitologi

    5/10

    5. Masukkan campuran tinja dan larutan NaCl yang telah disaring tersebut ke dalam tabung

    reaksi hingga penuh dan terlihat cembung.

    6. Didiamkan selama 5-10 menit kemudian ditutup dengan cover

    glass, laluletakkan cover glass pada obyek glass.

    7. Selanjutnya letakkan preparat pada meja spesimen kemudian amati menggunakanmikroskop.

  • 7/13/2019 Laporan Praktikum Pemeriksaan Feses Parasitologi

    6/10

    BAB III

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    1. Hasil

    No. Nama Umur Alamat Hasil Keterangan

    1. Diok 8,5 tahun

    Desa Ciberem

    Rt 01/02,

    Sumbang

    Positif

    Ditemukan

    telur cacingAscaris

    lumbricoides

    2. Nesa 8 tahun Desa Ciberem,Kec. Sumbang

    Negatif

    Tidak ditemukan telur,

    kista dan larva padatinja

    3. Nurdin 9 tahunDesa Ciberem,

    Kec. SumbangNegatif

    Tidak ditemukan telur,

    kista dan larva pada

    tinja

    B. Pembahasan

    B.1. Percobaan 1Dari percobaan yang kami lakukan dengan menggunakan metode Apung seperti pada

    tabel diatas, dapat diketahui bahwa telurAscaris lumbricoides diperoleh hasil pemeriksaan

    positif, sedangkan pada telur selainAscaris lumbricoides diperoleh hasil negatif sehingga

    anak tersebut menderitaAscariasis.

    Gambar TelurAscaris lumbricoides

    Berdasarkan pemeriksaan feses dengan metode apung yang telah dilakukan,

    ditemukan telur cacingAscaris lumbricoidesfertil pada feses anak SD kelas 2 bernama Diok.

    Telur tersebut memiliki ciri-ciri berbentuk oval, memiliki dinding ysng terdiri dari tiga lapis.

    Lapisan terluar telur memiliki permukaan yang tidak rata, bergerigi, warnanya kecoklat-coklatan karena pigmen empedu, lapisan ini dinamakan lapisan albuminoid. Lapisan

    http://2.bp.blogspot.com/-m5uXcQWu7Sk/UomJhCA3qRI/AAAAAAAAAFk/vBcik6HtpKU/s1600/20130514_135916-cropped.jpg
  • 7/13/2019 Laporan Praktikum Pemeriksaan Feses Parasitologi

    7/10

    tengahberupa lapisan kitin sedangkan lapisan dalam berupa membran vitelin. Ciri-ciri yang

    telah disebutkan sesuai dengan ciri-ciri telurAscaris lumbricoidesyang

    fertil, sehingga Diokdinyatakan positif terinfeksi parasitAscaris lumbricoides.

    Ascaris lumbricoidesadalah cacing parasit usus yang ukurannya paling besar. Biasa

    disebut dengan cacing gelang yang hidup di vili duodenum dan jejunum. Jika di dalam telurcacing dalam feses, berarti ada cacing dewasa yang hidup di usus Diok. Jumlah telur yang

    ditemuakan pada spesimen didapatkan sekitar 8 butir dalam beberapa lapang pandang,

    berartiDiok berada pada stadium infeksi sangat ringan. Menurut pemaparan ibu dari Diok,

    gejala yang dirasakan Diok diantaranya yaitu kurang nafsu makan, sehingga jarang buang air

    besar. Walaupun masih dalam tahap ringan Diok harus segera mendapatkan pengobatan yang

    tepat agar infeksi tidak berlanjut pada tahap sedang.

    Pengobatan yang bisa diberikan untuk penderita yaitu dengan obat piperasin, pirantel

    pamoat, albendazol dan mebendazol. Pengobatan dari Ascaris lumbricoides ini termasuk pada

    obat yang mudah diterima masyarakat karena pemakaiannya sederhana, efek sampingnya

    minim dan harganya termasuk murah. Jika tidak segera diobati cacing bisa lebih banyak

    bereproduksi dan telur cacing pada feses dapat mencemari lingkungan.

    Infeksi cacingAscaris lumbricoidespada Diok ini dapat dipengaruhi oleh beberapa

    faktor, meliputi kebersihan rumah, lantai yang masih terbuat dari tanah dapat menjadi tempat

    transmisi dari telur cacing tersebut. Tanahnya lembab dan sedikit basah sehingga

    memungkinkan telur dapat tumbuh dengan baik. Kurangnya frekuensi cuci tangan sebelum

    dan sesudah makan atau buang air besar. Diok juga suka bermain tanah di sekitar

    rumah semisal saat bermain kelereng, sehingga sangat memungkinkan telur cacing tertelan

    saat makan makanan ringan tanpa mencuci tangan

    Infeksi oleh parasit berlangsung tanpa gejala atau menimbulkan gejala ringan.Diagnosis yang berdasarkan gejala klinik saja kurang dapat dipastikkan, segingga harus

    dengan bantuan pemeriksaan labolatorium. Bahan yang akan diperiksa tergantung dari jenis

    parasit, untuk cacing atau protozoa usus maka bahan yang diperiksa adalah tinja. Identifikasi

    terhadap kebanyakkan telur cacing dapat dilakukan dalam bebrapa hari setelah tinja

    dikeluarkan.

    Oleh karena itu Untuk dapat mengatasi infeksi cacing secara tuntas, maka upaya

    pencegahan dan terapi merupakan usaha yang sangat bijaksana dalam memutus siklus

    penyebaran infeksinya. Pemberian obat anti cacing secara berkala setiap 6 bulan dapat pula

    dikerjakan. Menjaga kebersihan diri (Ian lingkungan serta sumber bahan pangan adalah

    merupakan sebagian dari usaha pencegahan untuk menghindari dari infeksi cacing.

    Memasyarakatkan cara-cara hidup sehat, terutama pada anak-anak usia sekolah dasar, dimana

    usia ini merupakan usia yang sangat peka untuk menanamkan dan memperkenalakan

    kebiasaan-kebiasaan baru.

    Kebiasaan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala seperti :

    Budayakan kebiasaan dan perilaku pada diri sendiri, anak dan keluarga untuk mencuci

    tangan sebelum makan. Kebiasaan akan terpupuk dengan baik apabila orangtua meneladani.

    Dengan mencuci tangan makan akan mengeliminir masuknya telur cacing ke mulut sebagai

    jalan masuk pertama ke tempat berkembang biak cacing di perut kita.

    Pakailah alas kaki jika menginjak tanah. Jenis cacing ada macamnya. Cara masuknya punberagam macam, salah satunya adalah cacing tambang (Necator

  • 7/13/2019 Laporan Praktikum Pemeriksaan Feses Parasitologi

    8/10

    americanusataupunAncylostoma duodenale). Kedua jenis cacing ini masuk melalui larva

    cacing yang menembus kulit di kaki, yang kemudian jalan-jalan sampai ke usus melalui

    trayek saluran getah bening. Kejadian ini sering disebut sebagai Cutaneus Larva Migran.

    Gunting dan bersihkan kuku secara teratur. Kadang telur cacing yang terselip di antara kuku

    Anda dan selamat masuk ke usus Anda dan mendirikan koloni di sana. Jangan buang air besar sembarangan dan cuci tangan saat membasuh. Setiap kotoran baiknya

    dikelola dengan baik, termasuk kotoran manusia. Di negara kita masih banyak warga yang

    memanfaatkan sungai untuk buang hajat. Dengan perilaku ini maka kotoran-kotoran ini akan

    liar tidak terjaga, sehingga mencemari lingkungannya. Dan, jika lingkungan sudah cemar,

    penularan sering tidak pandang bulu. Orang yang sudah menjaga diri sebersih mungkin

    sekalipun masih dapat dihinggapi parasit cacing ini.

    Bertanam atau Berkebunlah dengan baik. Ambillah air yang masih baik untuk menyiram

    tanaman. Agar air ini senantiasa baik maka usahakan lingkungan sebaik mungkin. Menjaga

    alam ini termasuk bagian dalam merawat kesehatan.

    Pedulilah dengan lingkungan, maka akan dapat memanfaatkan hasil yang baik. Jika air yang

    digunakan terkontaminasi dengan tinja manusia, bukan tidak mungkin telur cacing bertahan

    pada kelopak-kelopak tanaman yang ditanam dan terbawa hingga ke meja makan.

    Cucilah sayur dengan baik sebelum diolah. Cucilah sayur di bawah air yang mengalir.

    Hati-hatilah makan makanan mentah atau setengah matang, terutama di daerah yang

    sanitasinya buruk.

    Buanglah kotoran hewan hewan peliharaan kesayangan Anda seperti kucing atau anjing pada

    tempat pembuangan khusus.

    Pencegahan dengan meminum obat anti cacing setiap 6 bulan, terutama bagi Anda yang

    risiko tinggi terkena infestasi cacing ini, seperti petani, anak-anak yang sering bermain pasir,pekerja kebun, dan pekerja tambang (orang-orang yang terlalu sering berhubungan dengan

    tanah.

    Jika penyakit kecacingan ini sudah menjangkit sebaiknya dilakukan pengobatan

    dengan cara penanganan untuk mengatasi infeksi cacing dengan obat-obatan merupakan

    pilihan yang dianjurkan. Obat anti cacing Golongan Pirantel Pamoat (Combantrin dan lain-

    lain) merupakan anti cacing yang efektif untuk mengatasi sebagian besar infeksi yang

    disebabkan parasit cacing. Intervensi berupa pemberian obat cacing ( obat pirantel pamoat 10

    mg / kg BB dan albendazole 10 mg/kg BB ) dosis tunggal diberikan tiap 6 bulan pada anak

    untuk mengurangi angka kejadian infeksi ini pada suatu daerah .Paduan yang serasi antara

    upaya prevensi dan terapi akan memberikan tingkat keberhasilan yang memuaskan, sehingga

    infeksi cacing secara perlahan dapat diatasi secara maksimal, tuntas dan paripurna.

    B.2. Percobaan 2

    Percobaan kedua ini setelah diamati dari berbagai lapang pandang, pada sampel feses

    tidak ditemukan adanya telur cacing, atau dapat dikatakan bahwa Nesa tidak terinfeksi cacing

    parasit atau adanya kemungkinan terjadi kesalahan dalam Praktikum Pemeriksaan Feses ini.

    Kesalahan yang mungkin terjadi dalam Praktikum kali ini adalah :

    Kesalahan Praktikan, yaitu kesalahan pada saat melakukan praktikum. Kesalahan-kesalahan

    tersebut dapat berupa kesalahan dalam melakukan langkah-langkah atau cara kerja

    Praktikum, kesalahan menggunakan alat-alat atau ketidakcermatan praktikan dalam

  • 7/13/2019 Laporan Praktikum Pemeriksaan Feses Parasitologi

    9/10

    mengamati preparat feses sehingga tidak dapat menemukan adanya yelur cacing dalam

    preparat tersebut.

    Kesalahan pada pengambuilan sampel feses, yaitu kesalahan manusia/hospes, apakah

    diambil pada tempat pembuangan/kloset atau tidak langsung dari perianal, apakah tercampur

    dengan urin atau yang lainnya. Kesalahan penyimpanan feses, yaitu kesalahan pada tempat yang digunakan sebagai tempat

    penyimpanan feses. Baik dari faktor suhu maupun kondisi ruangan yang tidak steril. Selain

    itu juga waktu antara pengambilan sampel feses dengan waktu dilakukannya Pemeriksaan

    yang terlalu lama juga dapat mempengaruhi hasil dari Pemeriksaan atau Praktikum ini.

    Adapun hambatan-hambatan yang ditemui selama melakukan Praktikum Pemeriksaan

    feses kali ini adalah :

    1. Keterbatasan alat-alat praktikum, yaitu jumlah alat yang digunakan untuk praktikum yang

    kurang memadai, sehingga kelompok kami hanya melakukan Pemeriksaan dengan satu

    metode yaitu metode apung tanpa sentrifugasi sedangkan kelompok yang lain melakukan

    dengan dua metode yaitu metode apung dengan sentrifugasi dan tanpa sentrifugasi.

    2. Karena bahan yang digunakan pada Praktikum adalah feses, maka Praktikan harus

    menahan bau yang menyengat yang ditimbulkan dari feses tersebut.

    B.3. Percobaan 3

    Percobaan ketiga setelah diamati dari berbagai lapang pandang, diperoleh hasil

    negatif (tidak ditemukan telur cacing). Hasil negatif pada metode yang dilaksanakan dapat

    disebabkan antara lain :

    1. Sampel tinja yang diperoleh dari orang yang sehat (tidak terinfeksi cacing parasit).

    2. Kurang ketelitian dan kecerobohan praktikan dalam melakukan praktikum. Misalnya pada

    metode apung, saat larutan feses didiamkan pada tabung reaksi, tabung reaksi goyang

    sehingga telur yang sudah terapung mengendap lagi.

    3. Kurangnya pemahaman praktikan pada bentuk morfologi telur maupun larva cacing

    parasit.

    4. Praktikan kurang paham tentang urutan kerja pada masing-masing metode.

    5. Pada saat diambil fesesnya, cacing belum bertelur sehingga tidak ditemukan telur pada

    feses.

    Identifikasi parasit tergantung dari persiapan bahan yang baik untuk memeriksa

    dengan mikroskop, baik dalam keadaan hidup maupun sebagai sediaan yang telah dipulas.

    Hal yang menguntungkan adalah untuk mengetahui kira-kira ukuran dari bermacam-macam

    parasit tetapi perbedaan individual tidak memungkinkan membedakan spesies hanya dengan

    melihat besarnya. Tinja sebagai bahan pemeriksa harus dikumpulkan didalam suatu tempat

    yang bersih dan kering bebas dari urine. Identifikasi terhadap kebanyakan telur cacing dapat

    dilakukan dalam beberapa hari setelah tinja dikeluarkan (Kurt, 1999).

  • 7/13/2019 Laporan Praktikum Pemeriksaan Feses Parasitologi

    10/10

    IV. PENUTUP

    KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    Percobaan pertama yaitu sampel feses dari Diok positif terinfeksi cacing parasitususAscaris lumbricoidesberdasarkan pengamatan morfologi telur cacing dari sampel feses

    segar. Pemeriksaan tersbut dilakukan dengan cara metode apung (flotation metodhe).

    Percobaan kedua dan ketiga yaitu masing-masing dari sampel feses Nesa dan Nurdin

    diperoleh hasil negatif terinfeksi cacing.

    Metode apung (Floating method) adalah metode dengan menggunakan larutan NaCl

    jenuh atau larutan gula atau larutan gula jenuh yang didasarkan atas BD (Berat Jenis) telur

    sehingga telur akan mengapung dan mudah diamati. Metode ini digunakan untuk

    pemeriksaan feses yang mengandung sedikit telur.

    Kelebihan dari metode ini adalah baik untuk semua jenis telur baik untuk infeksi berat

    dan ringan. Telur yang ditemukan terpisah dari kotoran.

    Kekurangan dari metode ini adalah penggunaan feses banyak dan memerlukan waktu

    yang lama sehingga perlu ketelitian tinggi agar telur di permukaan larutan tidak turun lagi.

    B. Saran

    Semua anggota keluarga hendaknya menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat

    dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, diantaranya sebagai berikut : Membuat jamban

    keluarga, meningkatkan higiene perseorangan, tidak buang air besar di sembarang tempat,

    tidak menggunakan tinja sebagai pupuk, perbaiki sanitasi lingkungan dan rajin mencuci

    tangan.

    Bagi para praktikan supaya lebih memperhatikan prosedur penelitian yang telahditetapkan. Selain itu, para praktikan di tekankan untuk menjaga kebersihan agar tak ada

    penularan lanjutan dari telur yang ditemukan.

    DAFTAR PUSTAKA

    Brown, H. W. 1969.Dasar Parasitologi Klinis.Gramedia, Jakarta.

    Entjang, I. 2003.Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan dan

    Sekolah Menengah Tenaga Kesehatan yang Sederajat. Citra Aditya Bakti, Bandung.

    Gandahusada, S.W. Pribadi dan D.I. Heryy. 2000.Parasitologi Kedokteran. Fakultas kedokteran UI,

    Jakarta.

    Hardidjaja, Pinardi & TM. 1994.Penuntun Laboratorium Parasitologi Kedokteran. FKUI, Jakarta.

    Kadarsan, S.Binatang Parasit. Lembaga Biologi Nasional-LIPI, Bogor.

    Kurt. 1999.Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume . Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

    Neva, F.A. and H.W.Brown. 1994.Basic Clinical Parasitology,Appleton and Lange, New York,

    Noble, R.N. 1961.An Illustrated Laboratory Manual of parasitology, Burgess Publishing,

    Minnesota.