laporan praktikum iii
DESCRIPTION
laporanTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
BIOLOGI DASAR
PERCOBAAN V
POPULASI, KOMUNITAS DAN EKOSISTEM
NAMA : RIPKA SAPUTRI
NIM : H31112286
KELOMPOK : III ( TIGA )
HARI/ TANGGAL PERCOBAAN : SENIN/ 01 OKTOBER 2012
ASISTEN : ARNIATY R. PAEMBONAN
LABORATORIUM BIOLOGI DASAR
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Pada kenyataannya, makhluk hidup tidak dapat lepas dari lingkungannya,
baik itu makhluk hidup lainnya (biotik) maupun makhluk tak hidup (abiotik).
Dengan interaksi antara kedua komponen tersebut, ekosistem akan selalu
tumbuh berkembang sehingga menimbulkan perubahan ekosistem. Sumber
utama ekosistem adalah cahaya matahari( Ari, 2009 ).
Dari hasil proses fotosintesis tumbuhan menghasilkan gas oksigen dan zat
makanan. Hasil fotosintesis itu digunakan oleh manusia dan hewan untuk
kelangsungan hidupnya( Idun, 2009 ).
Tumbuhan, hewan, dan manusia memerlukan air dan tanah untuk
kehidupannya. Setelah mati, makhluk hidup diuraikan oleh
perombak/pengurai. Dengan demikian, antara makhluk hidup (komponen
biotik) dan makhluk tak hidup (komponen abiotik) saling berinteraksi
sehingga terbentuk hubungan timbal balik yang disebut ekosistem. Contoh
ekosistem di sekitar kita adalah kebun, halaman rumah, sungai, sawah, dan
lain-lain( Subardi, 2009 ).
Ekosistem merupakan suatu sistem yang dinamis, hal itu ditandai dengan
adanya aliran energi, daur materi, dan produktivitas. Interaksi dapat terjadi
antara komponen biotik dengan abiotik dan di antara komponen biotik dalam
bentuk aliran energi dan siklus materi ( Ari, 2009 ).
Bentuk aliran energi bersifat satu arah. Dari sinar matahari yang diman-
faatkan tumbuhan hijau kemudian melalui serangkaian peristiwa memakan
dan dimakan membentuk suatu rantai makanan, rantai-rantai makanan itu
saling berhubungan satu dengan lain yang membentuk jaring-jaring makan.
Sedangkan pada bentuk daur materi yang melibatkan unsur senyawa kimia
seperti karbon, oksigen, nitrogen, dan air yang mengalami perpindahan lewat
organisme (biotik) dan beredar kembali ke lingkungan fisik (abiotik) disebut
daur biogeokimia ( Idun, 2009 )
Ekosistem yang ada di muka bumi ini terdiri atas perpaduan berbagai jenis
dengan kombinasi lingkungan fisik dan kimia yang berbeda-beda, sehingga
bentuk ekosistem yang dihasilkan pun akan berbeda-beda. Di Indonesia
terdapat empat kelompok ekosistem utama, yaitu ekosistem bahari (laut),
ekosistem darat alami, ekosistem suksesi, dan ekosistem buatan (Ari,2009).
I.2 Tujuan percobaan
Praktikan menggunakan model untuk meneliti bagaimana suatu populasi
dapat tumbuh
Praktikan mempelajari komunitas dengan mengumpulkan data sebanyak
mungkin selama waktu dan kesempatan yang memungkinkan. Kemudian
praktikan mengamati hubungan antara masung-masing spesies, agar
praktikan dapat mengira-ngirakan urutan mana yang paling penting dan
untuk mengetahui struktur komunitas itu.
I.3 Waktu dan tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 15 Oktober 2012 di Laboratorium
Biologi Dasar (LBD), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Hasanuddin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem tersusun atas makhluk hidup dan makhluk tak hidup Sebagai
contoh, ekosistem sawah terdiri atas hewan dan tumbuhan yang hidup bersama-
sama. Pada ekosistem sawah tersebut, terdapat rumput, tanaman padi, belalang,
ulat, tikus, burung pemakan ulat, burung elang,dan masih banyak lagi. Dalam
ekosistem, terdapat satuan-satuan makhluk hidup. Individu, populasi, komunitas,
biosfer yang merupakan satuan makhluk hidup dalam satu ekosistem, dan sinar
matahari sangat berperan terhadap kelangsung-an hidup satuan-satuan ekosistem
tersebut( Sowarno, 2009 ).
Ekosistem disusun oleh dua komponen, yaitu lingkungan fi sik atau makhluk
tidak hidup (komponen abiotik) dan berbagai jenis makhluk hidup (komponen
biotik). Berbagai jenis makhluk hidup tersebut dapat dikelompokkan menjadi
satuan-satuan makhluk hidup dan ekosistem
1. Komponen Abiotik
Komponen abiotik merupakan komponen penyusun ekosistem yang terdiri dari
benda-benda tak hidup. Secara terperinci, kompo-nen abiotik merupakan keadaan
fi sik dan kimia di sekitar organisme yang menjadi medium dan substrat untuk
menunjang berlangsungnya kehidupan organisme tersebut. Contoh komponen
abiotik adalah air, udara, cahaya matahari, tanah, topografi , dan iklim ( Riana,
2009).
Hampir semua makhluk hidup membutuhkan air. Karena itu, air merupakan
komponen yang sangat vital bagi kehidupan. Sebagian besar tubuh makhluk hidup
tersusun oleh air dan tidak ada satupun makhluk hidup yang tidak membutuhkan
air. Meskipun demikian, kebutuhan organisme akan air tidaklah sama antara satu
dengan yang lainnya. Begitu pula dengan ketersediaan air di suatu daerah, tidak
sama antara daerah satu dengan yang lainnya. Hal ini juga akan mem-pengaruhi
cara hidup organisme yang ada di daerah-daerah tersebut ( Riana, 2009 ).
Misalnya hewan yang hidup di daerah gurun akan memiliki kapasitas
penggunaan air yang relatif sedikit sebagai penyesuaian terhadap ling-kungan
hidupnya yang miskin air. Berbagai jenis tumbuhan yang ada juga beradaptasi
dengan keadaan tersebut, salah satunya dengan mem-bentuk daun yang tebal dan
sempit sehingga mengurangi penguapan ( Riana, 2009 ).
Komponen abiotik lainnya adalah udara. Kita tidak bisa menyangkal bahwa
peranan udara sangat penting bagi kehidupan di bumi ini. Oksigen yang kita
gunakan untuk bernapas atau CO2 yang diperlukan tumbuhan untuk
berfotosintesis juga berasal dari udara. Bahkan bumi kita pun dilindungi oleh
atmosfer yang merupakan lapisan-lapisan udara ( Herni, 2006 ).
Keadaan udara di suatu tepat dipengaruhi oleh cahaya matahari, kelembaban,
dan juga temperatur (suhu). Intensitas cahaya matahari yang diterima oleh suatu
daerah akan mempengaruhi kelembaban atau kadar uap air di udara. Selain itu,
cahaya matahari juga menyebabkan peningkatan suhu atau temperatur udara.
Adanya perbedaan tempera-tur menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan udara,
sehingga udara mengalir atau bergerak membentuk angin. Kesemuanya
memberikan pengaruh bagi organism ( Herni, 2006).
Cahaya matahari merupakan sumber energi utama semua makhluk hidup,
karena dengannya tumbuhan dapat berfotosintesis. Sedangkan keberadaan uap air
di udara akan mempengaruhi kecepatan penguapan air dari permukaan tubuh
organisme. Organisme yang hidup di dae-rah panas (suhu udara tinggi dan
kelembaban rendah) akan berupaya untuk mengurangi penguapan air dari dalam
tubuh, misalnya onta yang merupakan hewan khas padang pasir. Sedangkan
beruang kutub, karena hidup di lingkungan yang sangat dingin, beradaptasi
dengan memiliki bulu yang tebal. Selain itu, perbedaan suhu udara juga bisa
menimbulkan angin, yaitu aliran udara akibat perbedaan tekanan. Sehingga
organisme akan menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut. Contohnya pada
tumbuhan. Tumbuhan yang hidup di daerah dengan angin yang kencang, daerah
pantai misalnya, membentuk sistem perakaran yang kuat dan batang yang elastis
supaya tidak mudah patah ketika diterpa angin. Contohnya jenis tumbuhan
tersebut adalah cemara udang ( Sri, 2009 ).
Selain air, udara, dan cahaya matahari, keberadaan suatu ekosistem juga
dipengaruhi oleh kondisi tanah. Tanah merupakan tempat hidup bagi berbagai
jenis organisme, terutamatumbuhan. Adanya tumbuhan akan menjadikan suatu
daerah memiliki berbagai organisme pemakan tumbuhan dan organisme lain yang
me-makan pemakan tumbuhan tersebut. Kualitas tanah bisa dilihat dari derajat
keasaman (pH), tekstur (komposisi partikel tanah), dan kandungan garam mineral
atau unsur haranya( Herni, 2006 ).
Komponen abiotik yang juga tidak kalah penting adalah topografi dan iklim.
Topografi adalah letak suatu tempat dipandang dari ketinggian di atas permukaan
air laut (altitude) atau dipandang dari garis bujur dan garis lintang (latitude).
Topografi yang berbeda menyebabkan perbedaan penerimaan intensitas cahaya,
kelembaban, tekanan udara, dan suhu udara, sehingga topografi dapat
menggambarkan distribusi makhluk hidup. Sedangkan iklim merupakan keadaan
cuaca rata-rata di suatu tempat yang luas dalam waktu yang lama (30 tahun),
terbentuk oleh interaksi berbagai komponen abiotik seperti kelem baban udara,
suhu, curah hujan, cahaya matahari, dan lain sebagainya( Ari, 2009 ).
Iklim mempunyai hubungan yang erat dengan komuni-tas tumbuhan dan
kesuburan tanah. Contohnya adalah di daerah yang beriklim tropis, seperti
Indonesia, me-miliki hutan yang lebat dan kaya akan keane karagaman hayati
yang disebut hutan hujan tropis sedang kan di daerah subtropis hutan seperti itu
tidak dijumpai ( Idun, 2009 )
2. Komponen Biotik
Komponen biotik meliputi semua jenis makhluk hidup yang ada pada suatu
ekosistem. Contoh komponen biotik adalah manusia,hewan, tumbuhan, dan
mikroorganisme. Menurut peranannya dalam ekosistem, komponen biotik
dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu produsen, konsumen, dan pengurai.
Organisme yang berperan sebagai produsen adalah semua organisme yang dapat
membuat makanan sendiri. Organisme ini disebut organisme autotrof, contohnya
adalah tumbuhan hijau. Sedangkan organisme yang tidak mampu membuat
makanan sendiri (heterotrof ) berperan sebagai konsumen ( Sowarno, 2009 ).
Tumbuhan merupakan organisme autotrof karena dapat mem-buat makanan
sendiri melalui fotosintesis. Dalam proses ini, bahan anorganik diubah menjadi
senyawa organik dengan bantuan sinar matahari. Melalui proses fotosintesis, gas
CO2 hasil buangan organisme lain diubah oleh tumbuhan menjadi zat gula,
oksigen, dan energy( Suwarno, 2009)
Selain mampu mencukupi kebutuhannya akan energi, produsen juga berperan
sebagai sumber energi bagi organisme lain. Energi yang dihasilkan produsen akan
dimanfaatkan oleh organisme lain melalui proses makan dan dimakan. Hewan
pemakan tumbuhan memperoleh energi dari tumbuhan yang dimakannya.
Sedangkan hewan pemakan tumbuhan tersebut juga bisa dijadikan sumber energi
bagi hewan lain yang memakannya. Organisme yang memperoleh makanan
dengan cara demikian disebut konsumen. Jadi, organisme yang berperan se-bagai
konsumen adalah organisme yang tidak dapat membuat makan-an sendiri
(organisme heterotrof )( Subardi, 2009 ).
Berdasarkan jenis makanan yang dikonsumsinya, konsumen dibedakan
menjadi tiga macam yaitu (1) Herbivora adalah organisme pemakan tumbuhan.
Contohnya adalah kerbau, sapi, kambing, kelinci, dan zebra (2) Karnivora adalah
organisme pemakan hewan (daging). Misalnya singa, serigala, harimau, kucing,
dan elang Sedangkan (3) omnivora adalah organisme pemakan segala jenis
makanan, baik tumbuhan maupun hewan. Contoh omnivora adalah ayam, itik, dan
manusia ( Subardi, 2009).
Selain produsen dan konsumen, terdapat pula organisme yang berperan sebagai
penguraI. Hilangnya tumbuhan dan hewan yang telah mati ini disebabkan oleh
aktivitas organisme pengurai atau dekomposer. Mereka berperan menguraikan
(melakukan dekomposisi) sisa-sisa organisme yang sudah mati (detritus). Karena
memakan detritus, organisme ini disebut juga detritivora ( Herni. 2006)
Organisme pengurai memperoleh makanan dengan cara merombak sisa
produk organisme dan organisme yang mati dengan enzim pencernaan yang
dimilikinya. Hasil perombakan ini kemudian diserap sebagai makanan. Kegiatan
pengurai memungkinkan senyawa sederhana didaur ulang, sehingga dapat
digunakan kembali oleh organisme autotrof atau produsen. Contoh organisme
yang termasuk pengurai adalah cacing tanah, jamur, dan bakteri, lipan, luing, kutu
kayu, rayap, nematoda, dan larva serangga( Herni, 2006)
Kumpulan dari berbagai komunitas pada suatu zona habitat disebut bioma.
Bioma di bumi bisa dikelompokkan menjadi bioma darat (terestrial) dan bioma
perairan (akuatik). Bioma terestrial terjadi kare-na daratan memiliki variasi
geografi s seperti ketinggian di atas permu-kaan laut dan garis lintang. Di daratan
terdapat 6 bioma yaitu bioma gurun, bioma padang rumput, bioma hutan hujan
tropis, bioma hutan 4 musim, bioma taiga, dan bioma tundra. Contoh bioma yang
ada di Indonesia adalah hutan hujan tropis( Herni, 2006 )
Kesemua bioma yang ada di bumi atau semua zona kehidupan di bumi disebut
biosfer (lapisan kehidupan). Biosfer meliputi semua lapisan kehidupan, dari dasar
laut yang dalam sampai lapisan udara di mana masih terdapat kehidupan. Biosfer
merupakan kumpulan semua komunitas dan ekosistem yang ada di planet bumi,
meliputi semua bagian dari lapisan bumi paling atas, yaitu air, kulit bumi, dan
atmosfer( Herni, 2009).
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah kalkulator dan kertas
grafik. Bahan yang digunakan pada praktikum terbagi menjadi dua yaitu
komponen abiotik berupa cahaya, udara, tanah, air, suhu dan komponen
biotik berupa belalang, semut, kupu-kupu, lalat dan siput
III.2 Prosedur kerja
Memilih daerah penelitian
Dalam hal ini, pilihlah daerah penelitian dimana memungkinkan semua
makhluk hidup tumbuh dan berkembang sehingga memudahkan kita untuk
mendapatkan data yang diinginkan
Mengumpulkan data sebanyak mungkin baik data berupa lingkungan
biotic maupun lingkungan abiotik
Memilah-milah sesuai dengan trofiknya
Dalam hal ini, kita mengelompokkan data berdasarkan trofiknya dalam
ekosistem. Misalnya, kita mengelompokkan semua data berupa tumbuhan
ke dalam produsen dan hewan- hewan ke dalam konsumen I, konsumen II
ataupun konsumen III seseuai dengan kedudukannya dalam ekosistem
Membuat rantai makanan beradasarkan data yang didapatkan
Membuat jarring-jaring makanan berdasarkan data yang didapatkan
Membuat piramida makanan berdasarkan pengelompokkan tadi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
A. Asumsi
Model I
Tahun 2012 terdapat 10 ekor ( 5 pasang) burung
Asumsi I : 5 × 10 = 50 ekor ( 25 pasang )
50 + 10 = 60 ekor ( 25 pasang )
Asumsi II : 60 - 10 = 50 ekor ( 25 pasang )
Asumsi III : 50 ekor ( 25 pasang )
Asumsi IV : 50 ekor ( 25 pasang )
Tahun 2013 terdapat 50 ekor (25 pasang) burung
Asumsi I : 25 × 10 = 250 ekor ( 125 pasang )
250 + 50 = 300 ekor ( 150 pasang )
Asumsi II : 300 - 50 = 250 ekor ( 125 pasang )
Asumsi III : 250 ekor ( 125 pasang )
Asumsi IV : 250 ekor ( 125 pasang )
Tahun 2014 terdapat 250 ekor ( 125 pasang) burung
Asumsi I : 125 × 10 = 1250 ekor ( 625 pasang )
1250 + 250 = 1500 ekor ( 750 pasang )
Asumsi II : 1500 - 250 = 1250 ekor ( 625 pasang )
Asumsi III : 1250 ekor ( 625 pasang )
Asumsi IV : 1250 ekor ( 625 pasang )
Tahun 2015 terdapat 1250 ekor ( 625 pasang) burung
Asumsi I : 625 × 10 = 6250 ekor ( 3125 pasang )
6250 + 1250 = 7500 ekor ( 3750 pasang )
Asumsi II : 7500 - 1250 = 6250 ekor ( 3125 pasang )
Asumsi III : 6250 ekor ( 3125 pasang )
Asumsi IV : 6250 ekor ( 3125 pasang )
Tahun 2016 terdapat 6250 ekor ( 3125 pasang) burung
Asumsi I : 3125 × 10 = 31250 ekor ( 15625 pasang )
31250 + 6250 = 37500 ekor ( 18750 pasang )
Asumsi II : 37500 - 6250 = 31250 ekor ( 15625 pasang )
Asumsi III : 31250 ekor ( 15625 pasang )
Asumsi IV : 31250 ekor ( 15625 pasang )
1 2 3 4 5
100
550
2800
14050
703002012 2013 2014 2015 2016
Model II
Tahun 2012 terdapat 10 ekor ( 5 pasang )
Asumsi I : 5 × 10 = 50 ekor ( 25 pasang )
50 + 10 = 60 ekor ( 30 pasang )
Asumsi II : 2/5 × 10 = 4 ekor ( 2 pasang )
60 – 6 = 54 ekor ( 27 pasang )
Asumsi III : 54 ekor ( 27 pasang )
Asumsi IV : 54 ekor ( 27 pasang )
Tahun 2013 terdapat 54 ekor ( 27 pasang )
Asumsi I : 27 × 10 = 270 ekor ( 135 pasang )
54 - 4 = 50 ekor ( 25 pasang )
270 + 50 = 320 ekor ( 160 pasang )
Asumsi II : 2/5 × 50 = 20 ekor ( 10 pasang )
320 – 30 = 290 ekor ( 145 pasang )
Asumsi III : 290 ekor ( 145 pasang )
Asumsi IV : 290 ekor ( 145 pasang )
Tahun 2014 terdapat 290 ekor ( 145 pasang )
Asumsi I : 145 × 10 = 1450 ekor ( 725 pasang )
290 – 20 = 270 ekor ( 135 pasang )
1450 + 270 = 1720 ekor ( 860 pasang )
Asumsi II : 2/5 × 270 = 108 ekor ( 54 pasang )
1720 – 162 = 1558 ekor ( 779 pasang )
Asumsi III : 1558 ekor ( 779 pasang )
Asumsi IV : 1558 ekor ( 779 pasang )
Tahun 2015 terdapat 1558 ekor ( 779 pasang )
Asumsi I : 779 × 10 = 7790 ekor ( 3895 pasang )
1558 + 108 = 1450 ekor (7250 pasang )
7790 + 1450 = 9240 ekor ( 4620 pasang )
Asumsi II : 2/5 × 1450 = 580 ekor ( 290 pasang )
9240 – 870 = 8370 ekor ( 4185 pasang )
Asumsi III : 8370 ekor ( 4185 pasang )
Asumsi IV : 8370 ekor ( 4185 pasang )
Tahun 2016 terdapat 8370 ekor ( 4185 pasang )
Asumsi I : 4185 × 10 = 41850 ekor ( 20925 pasang )
8370 – 580 = 7790 ekor ( 3895 pasang)
41850 + 7790 = 49640 ekor ( 24820 pasang )
Asumsi II : 2/5 × 7790 = 3116 ekor ( 1558 pasang )
49640 – 4674 = 44966 ekor ( 22483 pasang )
Asumsi III : 44966 ekor ( 22483 pasang )
Asumsi IV : 44966 ekor ( 22483 pasang )
1 2 3 4 5
100
550
2800
14050
703002012 2013 2014 2015 2016
Model III
Tahun 2012 terdapat 10 ekor ( 5 pasang) burung
Asumsi I : 5 × 10 = 50 ekor ( 25 pasang )
50 + 10 = 60 ekor ( 25 pasang )
Asumsi II : 60 - 10 = 50 ekor ( 25 pasang )
Asumsi III : 2/5 × 50 = 20 ekor ( 10 pasang )
50 -20 = 30 ekor ( 15 pasang )
Asumsi IV : 30 ekor ( 15 pasang )
Tahun 2013 terdapat 30 ekor ( 15 pasang) burung
Asumsi I : 15 × 10 = 150 ekor ( 75 pasang )
150 + 30 = 180 ekor ( 90 pasang )
Asumsi II : 180 - 30 = 150 ekor ( 75 pasang )
Asumsi III : 2/5 × 150 = 60 ekor ( 30 pasang )
150 -60 = 90 ekor ( 45 pasang )
Asumsi IV : 90 ekor ( 45 pasang )
Tahun 2014 terdapat 90 ekor ( 45 pasang) burung
Asumsi I : 45 × 10 = 450 ekor ( 225 pasang )
450 + 90 = 540 ekor ( 270 pasang )
Asumsi II : 540 - 90 = 450 ekor ( 225 pasang )
Asumsi III : 2/5 × 450 = 180 ekor ( 90 pasang )
450 -180 = 270 ekor ( 135 pasang )
Asumsi IV : 270 ekor ( 135 pasang )
Tahun 2015 terdapat 270 ekor ( 135 pasang) burung
Asumsi I : 135 × 10 = 1350 ekor ( 675 pasang )
1350 + 270 = 1620 ekor ( 810 pasang )
Asumsi II : 1620 - 270 = 1350 ekor ( 25 pasang )
Asumsi III : 2/5 × 1350 =540 ekor ( 270 pasang )
1350 -540 = 810 ekor ( 405 pasang )
Asumsi IV : 810 ekor ( 405 pasang )
Tahun 2016 terdapat 810 ekor ( 405 pasang) burung
Asumsi I : 405 × 10 = 4050 ekor ( 2025 pasang )
4050 + 810 = 4860 ekor ( 2430 pasang )
Asumsi II : 4860 - 810 = 4050 ekor ( 2025 pasang )
Asumsi III : 2/5 × 4050 = 1620 ekor ( 810 pasang )
4050 - 1620 = 2430 ekor ( 1215 pasang )
Asumsi IV : 2430 ekor ( 1215 pasang )
1 2 3 4 5
100
550
2800
14050
703002012 2013 2014 2015 2016
Model IV
Tahun 2012 terdapat 10 ekor ( 5 pasang) burung
Asumsi I : 5 × 10 = 50 ekor ( 25 pasang )
50 + 10 = 60 ekor ( 30 pasang )
Asumsi II : 60 - 10 = 50 ekor ( 25 pasang )
Asumsi III : 50 ekor ( 25 pasang )
Asumsi IV : 50 + 50 = 100 ekor ( 50 pasang )
Tahun 2013 terdapat 100 ekor ( 50 pasang) burung
Asumsi I : 50 × 10 = 500 ekor ( 250 pasang )
500 + 100 = 600 ekor ( 300 pasang )
Asumsi II : 600 - 100 = 500 ekor ( 250 pasang )
Asumsi III : 500 ekor ( 250 pasang )
Asumsi IV : 500 + 50 = 550 ekor ( 275 pasang )
Tahun 2014 terdapat 550 ekor ( 275 pasang) burung
Asumsi I : 275 × 10 = 2750 ekor ( 1375 pasang )
2750 + 550 = 3300 ekor ( 1650 pasang )
Asumsi II : 3300 - 550 = 2750 ekor ( 1375 pasang )
Asumsi III : 2750 ekor ( 1375 pasang )
Asumsi IV : 2750 + 50 = 2800 ekor ( 1400 pasang )
Tahun 2015 terdapat 2800 ekor ( 1400 pasang) burung
Asumsi I : 1400 × 10 = 14000 ekor ( 7000 pasang )
14000 + 2800 = 16800 ekor ( 8400 pasang )
Asumsi II : 1680 - 2800 = 14000 ekor ( 7000 pasang )
Asumsi III : 14000 ekor ( 7000 pasang )
Asumsi IV : 14000 + 50 = 14050 ekor ( 7025 pasang )
Tahun 2016 terdapat 14050 ekor ( 7025 pasang) burung
Asumsi I : 7025 × 10 = 70250 ekor ( 35125 pasang )
70250 + 14050 = 84300 ekor ( 42100 pasang )
Asumsi II : 84300 - 14050 = 70250 ekor ( 35125 pasang )
Asumsi III : 70250 ekor ( 35125 pasang )
Asumsi IV : 70250 + 50 = 70300 ekor ( 35150 pasang )
1 2 3 4 5
100
550
2800
14050
703002012 2013 2014 2015 2016
IV.2 Pembahasan
A. Asumsi
Model I
Pada model I, diumpamakan di suatu pulau pada tahun 2012 dihuni oleh 10
burung gereja (5 pasang jantang dan betina), selanjutnya kita akan menghitung
besarnya populasi setiap permulaan musim bertelur. Sesuai dengan asumsi I
bahwa setiap musim bertelur, setiap pasang burung gereja menghasilkan
keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina sehingga jumlah seluruh burung
gereja adalah 60 ekor. Selanjutnya, setiap tahun semua tetua (induk jantan dan
betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya sehingga jumlah burung
seluruhnya kembali menjadi 50 ekor. Lalu, setiap tahun semua keturunan hidup
sampai pada musim bertelur berikutnya dan selama pengamatan tidak ada burung
yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut sehingga jumlah akhir
burung pada tahun 2012 adalah 50 ekor ( 25 pasang ).
Hal yang sama terjadi pada tahun 2013 dengan jumlah induk 50 ekor ( 25
pasang ) sehingga jumlah akhir pada tahun 2013 adalah 250 ekor ( 125 pasang ).
Begitu pula pada tahun 2014 dengan jumlah akhir 1250 ekor ( 625 pasang ), pada
tahun 2015, terhitung 6250 ekor ( 3125 pasang ) dan tahun 2016 yaitu 31250 ekor
( 15625 pasang ).
Model II
Pada model II diumpamakan di suatu pulau pada tahun 2012 dihuni oleh 10
burung gereja (5 pasang jantang dan betina). Sesuai asumsi I bahwa setiap musim
bertelur, setiap pasang burung gereja menghasilkan keturunan sehingga dihasilkan
total burung gereja ditambah induknya sebanyak 60 ekor. Selanjutnya, Setiap
tahun 2/5 dari tetua jantan dan betina masih dapat mempunyai keturunan untuk
kedua kalinya, baru kemudian mati sehingga tersisa 54 ekor. Lalu, setiap tahun
semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya dan selama
pengamatan tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau
tersebut sehingga jumlah akhir burung gereja pada tahun 2012 adalah 54 ekor ( 27
pasang ).
Hal yang sama terjadi pada tahun 2013 dengan jumlah induk 54 ekor ( 27
pasang ) sehingga jumlah akhir pada tahun 2013 adalah 290 ekor ( 145 pasang ).
Begitu pula pada tahun 2014 dengan jumlah akhir 1558 ekor ( 779 pasang ), pada
tahun 2015, terhitung 8370 ekor ( 4185 pasang ) dan tahun 2016 yaitu 44966 ekor
( 22483 pasang ).
Model III
Pada model III diumpamakan di suatu pulau pada tahun 2012 dihuni oleh
10 burung gereja (5 pasang jantang dan betina). Sesuai asumsi I bahwa setiap
musim bertelur, setiap pasang burung gereja menghasilkan keturunan sehingga
dihasilkan total burung gereja ditambah induknya sebanyak 60 ekor. Selanjutnya,
semua induknya mati sehingga jumlahnya kembali menjadi 50 ekor. Setiap tahun
2/5 dari keturunannya mati sebelum musim bertelur sehingga tersisa 30 ekor.
Lalu, setiap tahun semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya
dan selama pengamatan tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke
pulau tersebut sehingga jumlah akhir burung gereja pada tahun 2012 adalah 30
ekor ( 15 pasang ).
Hal yang sama terjadi pada tahun 2013 dengan jumlah induk 30 ekor ( 15
pasang ) sehingga jumlah akhir pada tahun 2013 adalah 90 ekor ( 45 pasang ).
Begitu pula pada tahun 2014 dengan jumlah akhir 270 ekor ( 135 pasang ), pada
tahun 2015, terhitung 810 ekor ( 405 pasang ) dan tahun 2016 yaitu 2430 ekor
( 1215 pasang ).
Model IV
Pada model III diumpamakan di suatu pulau pada tahun 2012 dihuni oleh
10 burung gereja (5 pasang jantang dan betina). Sesuai asumsi I bahwa setiap
musim bertelur, setiap pasang burung gereja menghasilkan keturunan sehingga
dihasilkan total burung gereja ditambah induknya sebanyak 60 ekor. Selanjutnya,
semua induknya mati sehingga jumlahnya kembali menjadi 50 ekor. Selanjutnya,
setiap tahun semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya.
Namun, setiap tahun pula 50 burung gereja datang ketempat tersebut dari pula
lainnya, tidak seekor burung pun yang meninggalkan pulau tersebut sehingga
diperoleh jumlah akhir burung gereja adalah 100 ekor ( 50 pasang )
Hal yang sama terjadi pada tahun 2013 dengan jumlah induk 30 ekor ( 15
pasang ) sehingga jumlah akhir pada tahun 2013 adalah 90 ekor ( 45 pasang ).
Begitu pula pada tahun 2014 dengan jumlah akhir 270 ekor ( 135 pasang ), pada
tahun 2015, terhitung 810 ekor ( 405 pasang ) dan tahun 2016 yaitu 2430 ekor
( 1215 pasang ).
Semua model, baik model I, model II, model III maupun model IV
mempunyai bentuk grafik yang hampir sama dimana setiap tahunnya populasi
burung tersebur mengalami kenaikan. Peningkatan yang paling drastis terjadi dari
tahun 2015 menuju tahun 2016 di semua grafik model.
B. Komunitas
Rantai makanan
Rantai makanan adalah pengalihan energi dari produsen (tumbuhan)
melalui sederetan organisme dengan peristiwa makan dan dimakan. Dalam rantai
makanan di atas, tumbuhan dimakan oleh serang ( herbivore ), lalu serangga
( herbivore ) dimakan oleh serangga ( predator ) lalu dimakan oleh katak, katak
dimakan ular, ulat dimakan burung lalu burung dimakan elang. Selanjutnya elang
akan diuraikan oleh decomposer.
Jaring-jaring makanan
Jarring-jaring makanan suatu proses perpindahan energy dari organisme
tingkat tinggi ke organism yang lebih rendah tingkatannya. Perbedaan antara
jarring-jaring makanan dan rantai makanan dimana pada rantai makanan satu
organism hanya bisa memakan atau dimakan oleh satu organism lain sementara
dalam jarring-jaring makanan, satu organisame dapat dimakan dan memakan lebih
dari satu organism yang lain.
Dalam jarring-jaring makanan di atas, rumput dimakan oleh belalang,
burung pemakan biji-bijian, mencit dan kelinci ( konsumen I ). Kelinco akan
dimakan oleh anjing hutan dan burung elang sementara mencit dimakan oleh
anjing hutan, burung elang dan ular. Burung pemakan biji dimakan oleh anjing
hutan dan burung elang, serangga ( herbivore ) dimakan oleh laba-laba dan
serangga ( predator ). Selanjutnya serangga ( predator ) dimakan oleh laba-laba,
katak dab burung pemakan biji, laba-laba dimakan katak dan burung pemakan
biji. Terakhir katak dimakan ular, lalu ular dimakan burung elang
Piramida makanan
Sebuah ekosistem akan seimbang dan terjaga apabila jumlah produsen
lebih banyak dari pada jumlah konsumen I, jumlah konsumen I harus lebih
banyak dari jumlah konsumen II, dan seterusnya. Dalam piramida makanan,
tingkatan organism makhluk hidup didasarkan atas hubungan makan-memakan .
setiap kelompok orgamisme dalam piramida makanan menempati tingkatan
tertentu yang disebut tingkat trofik. Prdusen selalu menempati tingkat trofik I,
konsumen primer menempati trofik II, konsumen sekunder menempati trofik III
dan seterusnya.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Individu adalah organism tunggal yang tidak dapat dibagi lagi menjadi
penyusunnya, kumpulan individu sejenis disebut populasi dan kumpulan populasi
disebut komunitas. Komunitas yang lebih kompleks yang melibatkan hubungan
timbale balik antara komponen biotic dan abiotik disebut ekosistem.
Ekosistem akan seimbang bila didalamnya terjadi interaksi makhluk hidup.
Interaksi ini dapat terjadi dalam rantai makanan, jarring-jaring makanan dan
piramida makanan.
V.2 Kritik dan saran
Sebaiknya dalam memilih daerah penelitian, asisten mengusahakan daerah
yang memudahkan praktikan untuk mendapatkan data yang diinginkan sehingga
data yang didapatkan benar-benar real dari hasil pengamatan
DAFTAR PUSTAKA
Kistinnah, Idun, 2009, Biologi Makhluk Hidup dan Lingkungannya, Putara Nugraha, Jakarta.
Subardi, 2009, Biologi, Usaha Makmur, Jakarta.
Sulistyorini, Ari, 2009, Biologi 1, Balai Pustaka, Jakarta.
Suwarno, 2009, Panduan Pembelajaran Biologi, Karya Mandiri Nusantara, Jakarta.
Budiati, Herni, 2009, Biologi SMA, Gema Ilmu, Bandung.