laporan praktikum eksperimen bag a_n.anjar enji_ps 05623_perfecto

24
LAPORAN PRAKTIKUM PSIKOLOGI EKSPERIMEN BAGIAN A Nama Ekperimenter : Novita D. Anjarsari Nama Subyek : Sumatro Utomo Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 20 tahun Pendidikan : Mahasiswa S1 Psikologi UGM Nama Eksperimen : Puzzle Nomor Eksperimen : 02/Exp/01 Tanggal Eksperimen : 11 Mei 2010 Waktu Eksperimen : 13.30 – 15.30 WIB Tempat Eksperimen : Laboratorium Psikologi Eksperimen Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada I. PERMASALAHAN Dalam proses berpikir untuk memecahkan masalah, seseorang akan berusaha menggunakan petunjuk- petunjuk (guide) yang ada sebagai pegangan untuk mempermudah pemecahan masalah yang dihadapi. Seberapa besar pengaruh penggunaan petunjuk tersebut pada proses berpikir individu dan waktu pemecahan masalah dibandingkan dengan tidak menggunakan petunjuk, merupakan masalah yang akan dibahas. 1

Upload: nenji

Post on 23-Jun-2015

459 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

LAPORAN PRAKTIKUM PSIKOLOGI EKSPERIMEN BAGIAN A Nama Ekperimenter : Novita D. Anjarsari Nama Subyek Jenis Kelamin Umur Pendidikan Nama Eksperimen Nomor Eksperimen Waktu Eksperimen : Sumatro Utomo : Laki-laki : 20 tahun : Mahasiswa S1 Psikologi UGM : Puzzle : 02/Exp/01 : 13.30 – 15.30 WIB Universitas Gadjah MadaTanggal Eksperimen : 11 Mei 2010 Tempat Eksperimen : Laboratorium Psikologi Eksperimen Fakultas PsikologiI. PERMASALAHAN Dalam proses berpikir untuk memecahkan masalah, seseorang akan

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Praktikum Eksperimen Bag A_n.anjar Enji_PS 05623_Perfecto

LAPORAN PRAKTIKUM

PSIKOLOGI EKSPERIMEN BAGIAN A

Nama Ekperimenter : Novita D. Anjarsari

Nama Subyek : Sumatro Utomo

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 20 tahun

Pendidikan : Mahasiswa S1 Psikologi UGM

Nama Eksperimen : Puzzle

Nomor Eksperimen : 02/Exp/01

Tanggal Eksperimen : 11 Mei 2010

Waktu Eksperimen : 13.30 – 15.30 WIB

Tempat Eksperimen : Laboratorium Psikologi Eksperimen Fakultas Psikologi

Universitas Gadjah Mada

I. PERMASALAHAN

Dalam proses berpikir untuk memecahkan masalah, seseorang akan

berusaha menggunakan petunjuk-petunjuk (guide) yang ada sebagai pegangan

untuk mempermudah pemecahan masalah yang dihadapi. Seberapa besar

pengaruh penggunaan petunjuk tersebut pada proses berpikir individu dan

waktu pemecahan masalah dibandingkan dengan tidak menggunakan

petunjuk, merupakan masalah yang akan dibahas.

II. DASAR TEORI

Dalam kehidupannya, seorang individu tidak akan dapat lepas dari

proses berpikir. Berpikir merupakan suatu aktivitas mental, aktivitas kognitif

yang berwujud mengolah atau memanipulasi informasi dari lingkungan

dengan simbol-simbol atau materi-materi yang disimpan dalam ingatan dan

bertujuan untuk memecahkan masalah. Di dalam pemecahan masalah tersebut,

seseorang akan menghubungkan satu hal dengan hal yang lain untuk

menemukan pemecahannya. Materi-materi atau bahan yang digunakan sebagai

1

Page 2: Laporan Praktikum Eksperimen Bag A_n.anjar Enji_PS 05623_Perfecto

petunjuk dalam proses berpikir dapat dinyatakan dengan kata-kata, gambar,

simbol, atau bentuk-bentuk lain. (Walgito, 2002).

Proses berpikir dalam pemecahan masalah juga sering dikaitkan dengan

kreativitas psikis yang intensional. Oleh karena itu, untuk mencapai solusi

yang kreatif, maka seseorang harus berpikir secara original dan relevant

(Medin dkk, 2005). Menurut Wallas (dalam Medin dkk, 2005) terdapat empat

tingkatan (stage) dalam creativity thought :

1. Preparation (persiapan), yaitu tahap dimana seseorang memformulasikan

masalah dan mengumpulkan pengetahuan (fakta-fakta atau materi) yang

dipandang berguna dalam pemecahan masalah.

2. Incubation, yaitu tahap dimana seseorang meletakkan masalah tersebut

dalam jiwanya, karena ia belum memperoleh pemecahan masalah.

3. Illumination, yaitu tahap dimana seseorang mendapatkan pemecahan

masalah yang secara tiba-tiba (“AHA” experience)

4. Verification (evaluasi), yaitu mengecek apakah pemecahan yang diperoleh

pada tingkat iluminasi benar atau tidak. Jika tidak, maka dapat dilakukan

revisi.

Salah satu teori mengenai kreativitas, Investment Theory of Creativity

yang dikemukakan oleh Sternberg dan Lubart (Kusrohmaniah, 2009),

menjelaskan bahwa kreativitas seseorang dipengaruhi oleh intelegensi,

pengetahuan, motivasi, lingkungan yang mendukung, pola pikir yang

memadai, emosi dan kepribadian. Selain itu juga terdapat pengaruh dari faktor

sosial, misalnya evaluasi terhadap pekerjaan, kehadiran orang lain, kompetisi,

dan ada tidaknya pembatasan untuk berkreasi.

Menurut Walgito (2002), dalam proses berpikir untuk memecahkan

permasalahan, terdapat hambatan-hambatan yang mungkin timbul, antara lain:

1. Data yang kurang sempurna, sehingga masih banyak lagi data yang harus

diperoleh

2. Data yang ada dalam keadaan confuse, data satu bertentangan dengan yang

lain, sehingga membingungkan dalam proses berpikir.

2

Page 3: Laporan Praktikum Eksperimen Bag A_n.anjar Enji_PS 05623_Perfecto

Sedangkan permasalahan (problem) itu sendiri, timbul apabila ada

perbedaan atau konflik antara keadaan satu dengan keadaan yang lain dalam

rangka untuk mencapai tujuan. Pemecahan masalah (problem solving) yang

terjadi bersifat directed, yaitu mencari pemecahan dan dipacu untuk dapat

memecahkan masalah tersebut (Walgito, 2002).

Setiap masalah mempunyai tiga unsur (features), yaitu initial state, goal

state, dan obstacles (Matlin dalam Kusrohmaniah, 2009). Initial state

didefinisikan sebagai situasi atau kondisi pada permulaan masalah itu muncul.

Goal state adalah pencapaian, yaitu ketika masalah diselesaikan. Obstacles

adalah batasan atau pembatas yang membuat sebuah masalah menjadi sulit

untuk dilanjutkan pemecahannya dari initial state menuju goal state.

Kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah seringkali

ditentukan oleh kemampuan untuk menghasilkan representasi masalah

(representing of problems) yang bermanfaat tentang masalah itu (Atkinson,

2005). Metode untuk representing of the problems ini dapat berupa symbols,

lists, matrices, pembentukan mental models, hierarchical tree diagrams,

graphs, visual imagery, dan lain-lain (Kusrohmaniah, 2009). Dalam sebuah

penelitian dinyatakan bahwa pembentukan mental models maupun visual

imagery mampu membantu subjek eksperimen menemukan suatu lokasi. Dan

dalam pembentukan mental models tersebut salah satunya dengan

menggunakan informasi yang detail dari lokasi tersebut (Sternberg, 2002).

Pemecahan masalah (problem solving) merupakan aspek dari kognisi.

Kognisi adalah istilah umum yang mencakup seluruh proses mental yang

mengubah masukan-masukan dari indera menjadi pengetahuan (Matsumoto,

2008). Menurut Dayakisni (2008) salah satu proses dasar kognisi ialah

pemberian kategori pada setiap benda atau obyek atas dasar persamaan dan

perbedaan karakternya. Selain kedua hal di atas, pemberian kategori juga

biasanya didasarkan pada fungsi dari masing-masing objek tersebut.

Di dalam problem solving terdapat banyak strategi maupun pendekatan.

Diantaranya terdapat dua pendekatan pokok (Kusrohmaniah, 2009), yaitu :

1. Heuristic strategies

3

Page 4: Laporan Praktikum Eksperimen Bag A_n.anjar Enji_PS 05623_Perfecto

a. Means-ends Heuristic

Means-ends heuristic merupakan teknik yang dilakukan dengan

mengidentifikasi tujuan dari permasalahan, situasi yang sekarang

dihadapi, dan apa yang harus dilakukan untuk mengurangi perbedaan

antara dua kondisi (das sollen dan das sein).

b. Working-Backward Strategy

Teknik ini merupakan teknik heuristik yang dimulai dengan

menentukan terlebih dahulu tujuan yang akan dicapai, untuk kemudian

menentukan langkah-langkah yang akan dijalankan untuk mencapai

tujuan itu (Stenberg, 2002).

c. Analogical Thinking

Analogical thinking adalah jenis heuristik yang membatasi usaha

utnuk mencari solusi terhadap suatu situasi yang hampir sama dengan

situasi yang pernah dihadapi.

2. Algorithms (Random Search Strategies)

Algorithms adalah metode yang menggunakan prosedur atau tahap-

tahap tertentu dalam memecahkan masalah, yang jika tahap tersebut benar-

benar diikuti pasti akan mencapai solusi yang benar.

Dalam eksperimen yang dilakukan Thorndike dan Kohler, pemecahan

masalah dapat juga dilakukan dengan dua macam cara (Walgito, 2002) :

1. Trial and error

Cara ini digunakan seseorang untuk memecahkan masalah dengan

mencoba-coba tanpa adanya pemikiran yang mendalam tentang persoalan

yang dihadapinya.

2. Insight (AHA)

Seseorang telah mempunyai insight terlebih dahulu meskipun masih

merupakan suatu hipotesis (Walgito, 2002). Cara ini merupakan langkah

kunci dalam berpikir solutif terhadap suatu permasalahan, dan berada

dalam tahapan illumination (Hunt & Ellis, 2004).

Bila kita tinjau secara rinci, dengan mendasarkan pada aliran

kognitivisme, seseorang yang diberi tugas atau masalah yang sulit akan

4

Page 5: Laporan Praktikum Eksperimen Bag A_n.anjar Enji_PS 05623_Perfecto

cenderung diam dahulu (tidak langsung merespon) dan akan berpikir tentang

problem solving-nya (Kusrohmaniah, 2009). Hal ini diperkuat dengan

penelitian yang dilakukan oleh Fiedler (2010) yang menemukan bahwa dalam

membuat keputusan atau pilihan seseorang cenderung tidak selalu mengikuti

priority heuristic. Meski demikian, priority heuristic juga memiliki dampak

yang signifikan terhadap proses kognitif dan merefleksikan systematic

responding dalam melakukan judgment.

Terkait dengan proses pemecahan masalah, terdapat beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi (Kusrohmaniah, 2009), antara lain:

1. Expertise (keahlian)

Seseorang yang ahli (kurang lebih mempunyai pengalaman 10 tahun)

atau seseorang yang memiliki keahlian secara konsisten, mampu

mengatasi persoalan dan mempunyai performance dan representasi yang

lebih baik dalam bidang tertentu (Medin dkk, 2005).

2. Mental sets

Seseorang tetap mencoba atau mempertahankan cara-cara/ solusi

yang telah digunakan untuk mengatasi masalah yang sebelumnya,

meskipun terdapat cara yang lebih mudah (Hunt & Ellis, 2004).

3. Functional fixedness

Fuctional fixedness mengacu pada cara kita memikirkan objek (alat

pemecahan masalah), memikirkan cara baru memanfaatkan suatu objek

untuk memecahkan masalah, misalnya dengan mengalihfungsikan alat

(Hunt & Ellis, 2004).

4. Insight and noninsight problems

Kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah juga

dipengaruhi oleh ada tidaknya insight atau seberapa cepat insight tersebut

muncul dari dalam dirinya ketika suatu permasalahan dihadapinya (Hunt

& Ellis, 2004).

Intelegensi yang dimiliki oleh seseorang juga mempengaruhi seseorang

dalam menyelesaikan masalah. Intelegensi terdiri dari tiga bagian (Stenberg,

2002), yaitu : (1) kemampuan memecahkan masalah yang berupa penguasaan

5

Page 6: Laporan Praktikum Eksperimen Bag A_n.anjar Enji_PS 05623_Perfecto

pengetahuan dan keterampilan, (2) kemampuan menyesuaikan diri, (3)

kemampuan untuk menguasai pekerjaan baru serta kemampuan untuk

memecahkan masalah dengan cepat dan tepat.

Cepat atau tidaknya seseorang dalam menyelesaikan masalah juga sangat

dipengaruhi oleh petunjuk (guidance) yang ada. Biasanya, petunjuk tersebut

berupa simbol-simbol atau gambar. Branca (dalam Sternberg, 2002),

mengemukakan bahwa berpikir dengan menggunakan lambang-lambang atau

simbol-simbol merupakan hal yang penting dalam pemecahan masalah.

Pembentukan konsep atau lambang-lambang merupakan petunjuk dalam

usaha memecahkan masalah dan pengertian yang diperoleh lebih luas.

Petunjuk (guidance) merupakan prosedur yang diberikan dalam

memberikan bantuan pada individu untuk memecahkan masalah (Chaplin,

2006). Untuk lebih lanjut, Woodworth dan Marquis (dalam Walgito, 2002),

mengemukakan bahwa petunjuk atau guide tersebut dapat diperoleh melalui

guide by out standing characteristic of the pieces dan guide by size on the

required square.

Untuk mengukur pengaruh penggunaan petunjuk dalam pemecahan

masalah, dapat diukur dengan menggunakan permainan puzzle. Puzzle dapat

diartikan sebagai suatu teka-teki yang terdiri dari berbagai macam potongan

yang harus diharus dipecahkan, diuraikan, ataupun dipikirkan, sehingga

potongan-potongan tersebut dapat dijadikan satu (Wikipedia, 2010). Adapun

jenis-jenis puzzle ini dapat dibagi menjadi tiga (Bhinnety, 2001), yaitu :

1. puzzle tanpa guide

Gambar 1. Puzzle tanpa guide

(http://f2.gstatic.com)

6

Page 7: Laporan Praktikum Eksperimen Bag A_n.anjar Enji_PS 05623_Perfecto

2. puzzle dengan semi-guide

Gambar 2. Puzzle dengan semi-guide

(http://raincrystal.files.wordpress.com)

3. puzzle dengan guide

Gambar 3. Puzzle dengan guide

(http://belanjaanbunda.com)

III. HIPOTESIS

Jika seseorang diberi 3 jenis puzzle (tanpa guide, dengan semi-guide, dan

dengan guide), maka waktu pemecahan masalah puzzle tanpa guide akan lebih

lama dari puzzle dengan semi-guide, dan dan waktu pemecahan masalah

puzzle dengan semi-guide akan lebih lama dari puzzle dengan guide.

IV. VARIABEL INDEPENDEN

Jenis puzzle, yaitu:

1. Tanpa guide

2. Dengan semi-guide

3. Dengan guide

7

Page 8: Laporan Praktikum Eksperimen Bag A_n.anjar Enji_PS 05623_Perfecto

V. VARIABEL DEPENDEN

Waktu pemecahan masalah, diukur sejak subjek mulai mengerjakan

sampai berhasil menyusun puzzle menjadi bentuk yang benar.

VI. BAHAN DAN PERALATAN

Puzzle tanpa guide, dengan semi-guide, dan dengan guide

Stop watch

Formulir jawaban dan alat tulis

VII. RANCANGAN EKSPERIMEN

Rancangan tiga kelompok dengan random assignment

R

K1 X1 Y

K2 X2 Y

K3 X3 Y

dengan

X1 : perlakuan dengan jenis puzzle: tanpa menggunakan guide

X2 : perlakuan dengan jenis puzzle: dengan semi-guide

X3 : perlakuan dengan jenis puzzle: dengan guide

Y : observasi, waktu pemecahan masalah

VIII. PROSEDUR EKSPERIMEN

a. Subjek duduk pada kursi yang telah disediakan, berhadapan dengan

eksperimenter

b. Eksperimenter melakukan pendekatan kepada subjek sehingga suasana

tidak terasa kaku dan menegangkan

c. Eksperimenter membacakan petunjuk untuk mengerjakan tes puzzle

dengan instruksi sebagai berikut:

8

Page 9: Laporan Praktikum Eksperimen Bag A_n.anjar Enji_PS 05623_Perfecto

“Di hadapan anda ada suatu pola tertentu yang sebentar lagi akan kami

rusak. Tugas anda adalah menyusun kembali pola yang telah rusak

tersebut sehingga kembali berbentuk seperti semula. Perhatikan baik-baik,

kemudian kerjakanlah seteliti mungkin setelah ada tanda untuk mulai.”

d. Selain waktu pemecahan masalah, yang diukur sejak subjek mulai

mengerjakan sampai berhasil menyusun puzzle menjadi bentuk yang

benar, diamati pula error yang dilakukan subjek, yaitu setiap percobaan

untuk meletakkan kepingan puzzle yang tidak tepat pada tempat yang

semestinya.

IX. PENCATATAN HASIL

K1 K2 K3

Subjek Waktu Error Subjek Waktu Error Subjek Waktu Error

Tomo 21’44” 59 Tomo 13’45” 37 Tomo 2’41” 7

X. ANALISIS HASIL

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Anava 1 jalur

(ditindaklanjuti dengan t-test) untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang

signifikan antara waktu pemecahan masalah kelompok K1 (tanpa guide), K2

(dengan semi-guide), dan K3 (dengan guide).

XI. KESIMPULAN

Dari hasil eksperimen tersebut, dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang

telah dibuat di awal terbukti, yaitu bahwa waktu pemecahan masalah puzzle

tanpa guide akan lebih lama dari puzzle dengan semi-guide, dan waktu

pemecahan masalah puzzle dengan semi-guide akan lebih lama dari puzzle

dengan guide. Hal tersebut dikarenakan puzzle dengan guide memiliki

petunjuk lebih banyak daripada puzzle dengan semi-guide, sehingga

memudahkan subjek dalam memecahkan masalah (menyusun puzzle).

Sedangkan pada puzzle tanpa guide sama sekali tidak memiliki petunjuk

9

Page 10: Laporan Praktikum Eksperimen Bag A_n.anjar Enji_PS 05623_Perfecto

dibanding dua jenis puzzle lainnya, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk

memecahkan masalah relatif lebih lama. Dengan adanya petunjuk tersebut

juga meminimalisasi tingkat kesalahan (error) yang dihasilkan selama proses

pemecahan puzzle dengan guide dibanding pemecahan masalah puzzle dengan

semi-guide ataupun puzzle tanpa guide. Dengan demikian, penggunaan

petunjuk (guidance) sangat mempengaruhi proses berpikir dalam pemecahan

masalah. Waktu pemecahan masalah akan semakin cepat dan jumlah error

yang dihasilkan akan semakin sedikit bila terdapat petunjuk yang

mempermudah pemecahan masalah tersebut.

XII. DISKUSI

Dari hasil eksperimen diketahui bahwa ada perbedaan yang signifikan

antara waktu pemecahan masalah antara puzzle tanpa guide, semi-guide, dan

dengan guide. Hal ini membuktikan bahwa petunjuk (guidance) sangat

berpengaruh terhadap proses pemecahan masalah. Seseorang yang

menggunakan guidance akan lebih mudah dalam menyelesaikan atau

memecahkan masalah. Landasan inilah yang menjelaskan adanya waktu

pemecahan masalah yang dibutuhkan seseorang untuk menyelesaikan puzzle

dengan guide lebih cepat dibanding dengan menggunakan puzzle semi-guide

maupun tanpa guide.

Selain perbedaan dalam waktu pemecahan masalah, tingkat kesalahan

(error) yang terjadi pun berbeda untuk setiap jenis puzzle yang diujicobakan.

Adanya perbedaan waktu pemecahan masalah dan jumlah error yang sangat

signifikan dikarenakan beberapa faktor, antara lain : kesiapan subjek dalam

melakukan tugas, penggunaan insight, belum terbentuknya mental model/

visual imagery yang sempurna, tingkat analisis dan cara pemecahan masalah

yang digunakan, tingkat intelegensi, emosi, motivasi, dan faktor sosial.

Tingkat kesiapan individu dapat dilihat dari perilakunya ketika

menyusun puzzle. Siap atau tidaknya subjek dalam memecahkan masalah

dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dasar yang dimiliki, kemampuan problem

solving secara cepat dan tepat, metacognitive skills, dan faktor belajar.

10

Page 11: Laporan Praktikum Eksperimen Bag A_n.anjar Enji_PS 05623_Perfecto

Kesiapan subjek dalam memecahkan masalah terlihat semakin meningkat

secara berurutan dimulai dari penyusunan puzzle tanpa guide, puzzle dengan

semi-guide, dan puzzle dengan guide. Ketika memecahkan masalah puzzle

tanpa guide subjek belum memiliki persiapan yang memadai sehingga tingkat

error-nya relatif sangat tinggi. Pada percobaan pertama, subjek juga

cenderung hanya mengandalkan trial and error saja, dan cenderung kurang

memperhatikan (memikirkan) strategi pemecahan masalah yang tepat,

sehingga waktu pemecahan masalahnya relatif lebih lama.

Disamping adanya jumlah petunjuk yang berbeda, pemecahan masalah

puzzle semi-guide lebih cepat dibanding puzzle tanpa guide juga dapat

disebabkan oleh efek belajar dalam diri subjek, sehingga subjek lebih berhati-

hati dalam menggunakan trial and error, sehingga mendukung terbentuknya

insight dalam dirinya.

Belum terbentuknya mental model atau visual imagery yang sempurna,

juga dapat mengakibatkan terjadinya perbedaan waktu pemecahan masalah

dan jumlah error yang dihasilkan. Kurangnya informasi (dalam hal ini adalah

petunjuk-petunjuk dalam puzzle) yang didapatkan, membuat mental model

yang terbentuk kurang sempurna, sehingga pola-pola yang mempunyai

kemiripan bentuk dan warna membuat model atau imagery yang terbentuk

menjadi kurang jelas (kabur).

Terbentuknya mental model yang kurang sempurna akan membuat

pemecahan masalah (mengembalikan pola puzzle seperti semula) menjadi

semakin lama. Hal ini disebabkan oleh petunjuk yang ada kurang dan tidak

jelasnya mental model mengenai pola puzzle, sehingga pemecahan masalah

cenderung diarahkan pada trial and error. Akibatnya, kesalahan yang

dihasilkan pun relatif semakin banyak.

Perbedaan waktu pemecahan masalah dan tingkat error yang dihasilkan

juga tidak lepas dari tingkat analisis dan cara pemecahan masalah yang

digunakan. Dalam hal ini, ketika subjek menyusun puzzle tanpa guide, ia

cenderung mempertahankan pola pikir tertentu dan melihat masalah dari satu

sisi saja. Untuk mencari solusi dalam permasalahannya, subjek cenderung

11

Page 12: Laporan Praktikum Eksperimen Bag A_n.anjar Enji_PS 05623_Perfecto

menggunakan analogical thinking, sehingga ia menyusun puzzle didasarkan

pada corak garis dalam kepingan puzzle dan menggunakan solusi yang hampir

sama dengan frame-nya tanpa berpikir melalui sudut pandang lain. Oleh

karenanya, pemecahan masalah yang dihadapinya pun menjadi sedikit

terhambat. Subjek terlihat tidak mengalami kesulitan dalam menyusun puzzle

dengan semi-guide dan dengan guide setelah ada kritik dari orang lain dan

mengetahui tingkat error yang dihasilkan pada pemecahan masalah puzzle

tanpa guide. Pola pikir dan strategi pemecahan masalahnya pun diubah.

Proses pemecahan masalah dalam puzzle ini juga dipengaruhi oleh

adanya emosi yang mewarnai cara berpikir subjek. Karena intensitas emosi

dalam diri subjek sangat tinggi, maka ketika menyusun puzzle tanpa guide

subjek sempat merasakan stress.

Puzzle dengan guide memiliki petunjuk lebih banyak dibanding puzzle

tanpa guide maupun puzzle dengan semi-guide, sehingga subjek lebih mudah

dalam menemukan pemecahan masalah yang dihadapinya. Disamping itu

fokus perhatian, emosi yang terkontrol, motivasi, dan kreativitas yang tinggi

juga akan mempengaruhi kecepatan dan ketepatan subjek dalam

menyelesaikan permasalahan. Adanya kreativitas yang meningkat secara

bertahap pada subjek (mulai dari perlakuan pertama hingga ke perlakuan

ketiga), menunjukkan bahwa dalam proses pemecahan masalah juga

diperlukan adanya kreativitas.

Dalam pemecahan masalah puzzle dengan guide, waktu yang diperlukan

dan jumlah error yang dihasilkan relatif paling sedikit. Selain faktor-faktor

yang disebutkan sebelumnya, ada satu faktor yang turut andil dalam hasil

pengukuran, yaitu faktor sosial. Yang dimaksud dengan faktor sosial di sini

adalah adanya kehadiran orang lain yang mengajak berkompetisi adu

kecepatan dan ketepatan. Terlebih lagi lawan yang mengajaknya berkompetisi

itu berjenis kelamin berbeda dengannya, sehingga subjek mau tidak mau

membuat keputusan untuk memecahkan masalah secara cepat dan

menggunakan cara-cara baru yang tepat dengan mengaitkan potongan atau

kepingan puzzle yang satu dengan yang lainnya secara algorithms disamping

12

Page 13: Laporan Praktikum Eksperimen Bag A_n.anjar Enji_PS 05623_Perfecto

menggunakan trial and error maupun insight yang muncul dalam dirinya.

Adanya elaborasi dalam kondisi initial state membuat subjek tidak dibatasi

dalam pemecahan masalah sehingga dapat mencapai goal lebih cepat dengan

tingkat error yang lebih rendah.

XIII. KESAN

a. Fisik

Pada saat percobaan (eksperimen) berlangsung, alat yang diperlukan

memadai dan mendukung jalannya eksperimen. Suasana yang cukup

kondusif, suhu, dan penerangan yang cukup dapat membuat subjek merasa

nyaman.

b. Psikologis

Ketika subjek menyusun puzzle tanpa guide subjek terlihat lebih

gelisah, buru-buru, bingung, bahkan cenderung mencari atribusi eksternal

atas ketidakberhasilannya. Selain itu, subjek juga sempat menjatuhkan

puzzle sampai tiga kali.

XIV. APLIKASI

1. Dalam bidang industri, misalnya industri perakitan. Dalam merakit barang

diperlukan petunjuk yang cukup agar kesalahan dapat diminimalkan,

bahkan dihindari.

2. Produksi peralatan rumah tangga maupun barang-barang elektronik selalu

menyertakan petunjuk pemakaiannya agar meminimalkan resiko akibat

kesalahan dalam pemakaian barang-barang tersebut.

3. Di bidang kesehatan dan kedokteran, diperlukan petunjuk penggunaan obat

yang mengatur jumlah dosis yang diperlukan bagi seseorang

4. Di bidang pendidikan, seorang siswa seringkali akan lebih mudah dan

lebih cepat menyelesaikan tugas atau pekerjaan rumahnya jika sudah ada

petunjuk yang jelas dari gurunya.

5. Dalam menyelesaikan teka-teki silang (TTS) akan lebih mudah jika sudah

ada salah satu kotak yang terisi dengan benar.

13

Page 14: Laporan Praktikum Eksperimen Bag A_n.anjar Enji_PS 05623_Perfecto

6. Jika kita mencari alamat dengan peta, maka kita melakukan proses

pembentukan mental model atau visual imagery (mapping) mengenai

alamat tersebut.

7. Seseorang yang sedang belajar memasak, akan lebih mudah belajar bila

terdapat petunjuk mngenai bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan,

komposisi masing-masing bahan, dan prosedur memasak.

8. Dalam proses penemuan jalan keluar pada situasi darurat pada bangunan

mal atau sejenis lainnya, perlu adanya petunjuk yang jelas dan mudah

ditemukan agar orang-orang dapat segera menemukan jalan keluar

tersebut.

Yogyakarta, 14 Mei 2010

Penyusun

(Novita D. Anjarsari)

Asisten : Isya Primaruti

Lampiran : Lembar Pencatatan Hasil

Abstrak Jurnal

14

Page 15: Laporan Praktikum Eksperimen Bag A_n.anjar Enji_PS 05623_Perfecto

DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, R.L., Atkinson, R.C., Hilgard, E.R. 2005. Pengantar Psikologi Jilid I. Jakarta : Erlangga.

Bhinnety, M. 2001. Petunjuk Praktikum Psikologi Eksperimen. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Chaplin, J.P. 2006. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : Rajawali.

Dayakisni, T. 2008. Psikologi Lintas Budaya. Yogyakarta : UMM Press.

Fiedler, K. (2010). How to study cognitive decision algorithms: the case of the priority heuristic. Judgment and Decision Making, Vol. 5 (1), 21–32.

Hunt, R.R., Ellis, H.C. 2004. Fundamentals of Cognitive Psychology Seventh Edition. New York : McGraw Hill.

Kusrohmaniah, S. 2009. Handout Mata Kuliah Psikologi Kognitif. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.

Matsumoto, D. 2008. Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Medin, D.L., Ross, B.H., Markman, A.B. 2005. Cognitive Psychology Fourth Edition. Unites State of America : John Wiley & Sons, Inc.

Stenberg, R.J. 2002. Cognitive Psychology. New York : MCGraw Hill.

Walgito, B. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Andi Offset.

Wikipedia. 2010. Puzzle. Diakses pada tanggal 12 Mei 2010, dari http://en.wikipedia.org/wiki/Puzzle

15

Page 16: Laporan Praktikum Eksperimen Bag A_n.anjar Enji_PS 05623_Perfecto

http://belanjaanbunda.com/images/puzzle burung hantu.jpg, diakses pada tanggal 12 Mei 2010

http://raincrystal.files.wordpress.com/2008/11/puzzle.gif, diakses pada tanggal 12 Mei 2010

http://f2.gstatic.com/images?q=tbn:3LwG07C0QEysGM::www.trendir.com/archives/wood-puzzle.floor.jpg, diakses pada tanggal 12 Mei 2010

16