laporan praktikum ekologi perairan telaga revisi

23
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN KAJIAN TELAGA DI DIENG UNTUK BUDIDAYA Oleh : Nama : Destriana Wulandari NIM : H1H010001 JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

Upload: dkkasdasfjdnamcb

Post on 09-Dec-2014

139 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Praktikum Ekologi Perairan Telaga Revisi

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRANKAJIAN TELAGA DI DIENG UNTUK BUDIDAYA

Oleh :

Nama : Destriana Wulandari

NIM : H1H010001

JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTANFAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO

2011

Page 2: Laporan Praktikum Ekologi Perairan Telaga Revisi

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dieng adalah sebuah kawasan di daerah dataran tinggi di perbatasan antara

Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah. Desa Dieng

terbagi menjadi Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara dan Dieng

Wetan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Kawasan ini terletak sekitar 26 km

di sebelah utara ibukota Kabupaten Wonosobo, dengan ketinggian mencapai 6000 kaki

atau 2.093 m di atas permukaan laut. Suhu di Dieng sejuk mendekati dingin. Temperatur

berkisar 15-20°C di siang hari dan 10°C di malam hari. Bahkan, suhu udara terkadang

dapat mencapai 0°C di pagi hari, terutama antara Juli-Agustus.

Di daerah Dieng terdapat beberapa buah telaga yang terbentuk dari bekas-bekas

kawah dan ada yang terbentuk akibat gerakan tektonik yang terjadi di wilayah tersebut,

sehingga membuat cekungan dan terisi oleh air yang kemudian menjadi sebuah telaga.

Beberapa contoh telaga yang ada di Dieng yang menjadi objek kajian adalah Telaga

Warna dan Telaga Pengilon. Kedua telaga ini jaraknya berdeketan. Dinamai Telaga

Warna karena memantulkan beberapa warna. Kandungan belerang di dalamnya

memantulkan warna kehijauan, sedangkan ganggang merah yang ada di dalamnya

mengeluarkan warna kemerahan, dan jernihnya air bewarna biru muncul akibat pantulan

gradasi sinar matahari. Telaga ini tidak begitu jauh dari pertigaan tempat dimana bis

yang berasal Wonosobo menurunkan penumpangnya, hanya berkisar 500 m dari

pertigaan tersebut. Telaga Pengilon merupakan telaga yang memiliki air yang jernih

sehingga dapat digunakan untuk bercermin, hal inilah yang menjadikan telaga tersebut

diberi nama Telaga Pengilon (ngilon dalam Bahasa Jawa yaitu bercermin).

Telaga dapat digunakan masyarakat sebagai media untuk membudidayakan

ikan. Pemanfaatan tersebut sangat menguntungkan bagi masyarakat disekitar telaga.

Kajian mengenai telaga untuk budidaya sangat diperlukan di sini karena untuk

mengetahui apakah telaga tersebut dapat digunakan sebagai media budidaya atau tidak

dilihat dari beberapa parameter yang memungkinkan untuk ikan dapat hidup di telaga

Page 3: Laporan Praktikum Ekologi Perairan Telaga Revisi

tersebut. Parameter-arameter yang digunakan antara lain: suhu, DO, pH, data lokasi

seperti kemiringan tanah, dan lain-lain.

1.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum kajian telaga di Dieng untuk budidaya ini adalah:

1. Mengetahui kondisi fisik dan kimia Telaga Warna dan Telaga Pengilon di Dieng

2. Menganalisis dan mengkaji ekosistem Telaga Warna dan Telaga Pengilon di

Dieng untuk budidaya perikanan.

Page 4: Laporan Praktikum Ekologi Perairan Telaga Revisi

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekosistem dan Telaga

Ekosistem merupakan hubungan antara satu kesatuan komunitas biologi dengan

lingkungan fisik yang melengkapinya atau secara umum merupakan interaksi antara

unsur biotik dan abiotik. Dalam ekosistem air dari komunitas biotik dan permukaan

bumi lalu jatuh kembali sebagai air hujan atau salju dan memasuki lingkungan daratan

atau laut. Lingkungan fisik berpengaruh terhadap struktur dan karakteristik komunitas

biologi, namun sebaliknya komunitas biologi juga dapat mempengaruhi karakter fisik

dari ekosistem (Haslam, 1995).

Selama hubungan timbal-balik antar komponen ekosistem dalam keadaan

seimbang, selama itu pula ekosistem berada dalam keadaan stabil. Sebaliknya, bila

hubungan timbal-balik antar komponen-komponen lingkungan mengalami gangguan,

maka terjadilah gangguan ekologis. Gangguan ekologis ini pada dasarnya adalah

gangguan pada arus materi, energi dan informasi antar komponen ekosistem yang tidak

seimbang (Odum, 1972).

Telaga merupakan perairan yang timbul dari cekungan permukaan bumi yang

kemudian terisi oleh massa air yang kapasitasnya sangat besar. Atau secara singkatnya

Telaga adalah semacam danau yang kecil dimana sinar matahari bahkan dapat mencapai

dasarnya. Telaga di Dieng merupakan telaga yang terbentuk akibat proses vulkanik

(Danau Vulkanik). Danau vulkanik yaitu suatu danau yang terletak pada lubang

kepundan (kawah) yang timbul akibat aktivitas vulkanik atau letusan gunung berapi

(Utoyo, 2007).

2.1.1 Telaga di Dieng

Dataran tinggi Dieng (DTD) adalah dataran dengan aktivitas vulkanik di bawah

permukaannya, seperti Yellowstone ataupun Dataran Tinggi Tengger. Sesungguhnya ia

adalah kaldera dengan gunung-gunung di sekitarnya sebagai tepinya. Terdapat banyak

kawah sebagai tempat keluarnya gas, uap air dan berbagai material vulkanik lainnya.

Keadaan ini sangat berbahaya bagi penduduk yang menghuni wilayah itu, terbukti

dengan adanya bencana letusan gas Kawah Sinila (1979). Tidak hanya gas beracun,

Page 5: Laporan Praktikum Ekologi Perairan Telaga Revisi

tetapi juga dapat dimungkinkan terjadi gempa bumi, letusan lumpur, tanah longsor dan

banjir (Anonim, 2009).

Salah satu telaga yang terletak dikawasan Dieng adalah Telaga Warna. Telaga

Warna adalah salah satu telaga dan menjadi objek wisata yang terletak di desa Dieng,

sebuah kawasan di daerah dataran tinggi di perbatasan antara Kabupaten Banjarnegara

dan Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Sebuah telaga yang sering memunculkan

nuansa warna merah, hijau, biru, putih, dan lembayung. Kawasan ini terletak sekitar 26

km di sebelah Utara ibukota Kabupaten Wonosobo, dengan ketinggian mencapai 6000

kaki atau 2.093 m di atas permukaan laut. Suhu di Dieng sejuk mendekati dingin.

Temperatur berkisar 15-20°C di siang hari dan 10°C di malam hari. Bahkan, suhu udara

terkadang dapat mencapai 0°C di pagi hari, terutama antara Juli-Agustus. Penduduk

setempat menyebut suhu ekstrim itu sebagai bun upas yang artinya "embun racun"

karena embun ini menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian.

Ekosistem yang terdapat di wilayah telaga warna di pegunungan Dieng

merupakan interaksi dari faktor abiotik dan biotik di sekitar telaga, di antaranya faktor

biotik yaitu tumbuhan reparian vegetasion atau tumbuhan tepi, plankton, beberapa jenis

serangga, lumut, ulat, cacing, burung, namun sangat jarang di temukan adanya ikan di

wilayah telaga. Selain itu faktor abiotik yang mendukung interaksi adalah faktor abiotik

seperti pH air, kecerahan, dan semua faktor fisik dan kimia pada yang saling

berhubungan dengan ekosistem telaga. Ekosistem adalah tatanan kesatuan secara

menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang mempengaruhi (Haslam,

1995).

Telaga Pengilon letaknya berada di samping Telaga Warna, tepatnya di sebelah

selatan. Sesuai dengan namanya, Telaga Pengilon memiliki warna air yang sangat

jernih/bening. Mengenai ukurannya, Telaga Pengilon lebih kecil daripada Telaga Warna

(Anonim,2011).

Telaga Pengilon diambil dari Bahasa Jawa yaitu ngilo yang berarti bercermin.

Nama itu diambil karena kejernihan air di Telaga Pengilon, disangkutkan dengan sebuah

mitos yaitu apabila seseorang bercermin di telaga tersebut yang baik hati akan terlihat

Page 6: Laporan Praktikum Ekologi Perairan Telaga Revisi

cantik atau tampan, begitu juga sebaliknya apabila ada seseorang berhati busuk

bercermin di telaga tersebut maka akan terlihat jelek (Fajar, 2010).

Di Telaga Pengilon banyak sekali rerumputan yang tumbuh menjulang. Hal ini

menyebabkan telaga ini tidak dapat digunakan untuk bercermin lagi. Telaga ini juga

warnanya sudah mulai tidak jernih. Hal ini disebabkan banyaknya petani yang

menggunakan air dari telaga ini untuk mengairi sawah mereka.

2.1.2. Kajian Ekosistem dengan Budidaya

Kajian Ekosistem dapat dilakukan melaui pendekatan holistik. Pendekatan

holistik dilakukan agar pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam dapat dilakukan

secara efisien dan efektif, syarat yang diperlukan bagi terwujudnya pemanfaatan

sumberdaya alam untuk pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu caranya adalah

dengan melakukan budidaya yang merupakan salah satu cara untuk dapat

menyeimbangkan lingkungan.

Budidaya dapat dilakukan dengan melihat kelimpahan plankton di tempat yang

akan dibudidayakan. Istilah plankton adalah suatu istilah umum. Kemampuan berenang

organisme-organisme planktonik demikian lemah sehingga mereka sama sekali dikuasai

oleh gerakan-gerakan air (Odum, 1972). Plankton merupakan makanan alami bagi

organisme perairan. Fitoplankton memegang peranan yang sangat penting dalam suatu

perairan. Fitoplankton merupakan produsen utama di perairan dan awal mata rantau

dalam jaringan makanan menyebabkan fitoplankton sering dijadikan skala ukuran

kesuburan suatu ekosistim. Sedangkan organisme konsumen adalah zooplankton, larva,

ikan, udang, kepiting dan sebagainya (Djarijah,1995). Plankton adalah organisme yang

berukuran kecil dan hidup terombang-ambing oleh arus. Plankton terbagi menjadi 2

yaitu zooplankton (hidup sebagai hewan) dan fitoplankton (sebagai tumbuhan).

Zooplankton adalah hewan microorganisme,laut yang planktonik sedangkan

fitoplankton merupakan tumbuhan laut yang melayang dan hanyut dalam laut serta dapat

berfotosintesis (Nybakken,1992). Plankton yang ada di telaga yang terdapat di Dieng

adalah Hyalotheen undulate, Cymbella tumida, Melosira salina, Cymbella helvetion,

Nittzschia eurvula, Synedra acus.

Page 7: Laporan Praktikum Ekologi Perairan Telaga Revisi

2.2. Parameter Fisika-Kimia

Faktor yang menentukan distribusi dari biota air adalah sifat fisika-kima

perairan. Organisme yang dapat disesuaikan dengan kondisi sifat fisika-kimia yang akan

mampu hidup (Krebs, 1978).

2.2.1. Derajat keasaman (pH)

Nilai pH dalam suatu perairan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap

organisme perairan. Sehingga pH dapat dijadikan sebagai indikator adanya

keseimbangan unsur-unsur kimia dan dapat mempengaruhi ketersediaan unsur-unsur

kimia dan unsur hara yang bermanfaat bagi kehidupan vegetasi akuatik. Setiap

organisme memiliki batas toleransi terhadap pH dan dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti aktifitas fotosintesis, suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, adanya anion, jenis dan

organisme. Suatu organisme dapat hidup dalam perairan yang mempunyai pH netral

dengan kisaran toleransi asam lemah sampai basa lemah (Barus, 2002).

Nilai pH netral yaitu air tidak bersifat asam dan basa, nilai pH lebih besar dari 7

bersifat basa, sedangkan nilai pH lebih kecil dari 7 bersifat asam. Telaga yang bersifat

asam keadaan airnya jernih. Telaga yang bersifat basa keadaan airnya keruh, dan telaga

yang bersifat netral keadaan airnya keruh kecoklatan (Asdak, 2007).

2.2.2. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses

yang terjadi di lingkungan perairan. Suhu dalam suatu perairan di pengaruhi oleh

substrat, kekeruhan, air hujan, dan pertukaran panas dengan permukaan air. Suhu yang

layak untuk kehidupan suatu organisme air tawar berkisar antara 20ºC – 30ºC dengan

suhu optimum berkisar antara 25 ºC - 28 ºC (Iskandar, 2002). Suhu sangat penting bagi

berlangsungnya proses metabolisma dalam perairan. Bagi komponen biotik, suhu

mempengaruhi kandungan gas terlarut. Tiap-tiap organisme mempunyai suhu optimum

dan minimum yang berbeda-beda dalam hidupnya dan mempunyai kemampuan

menyesuaikan diri hingga titik tertentu, sehingga untuk meyesuaikan suhu suatu habitat

yang lainya dapat beradaptasi (Odum, 1993).

Page 8: Laporan Praktikum Ekologi Perairan Telaga Revisi

2.2.3. Pengukuran Dissolved Oxygen (DO)

Oksigen terlarut (DO) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal

dari fotosintesa dan absorbsi atmosfer/udara. Semakin banyak jumlah DO (Dissolved

Oxygen) maka kualitas air semakin baik. Jika kadar oksigen yang terlarut yang terlalu

rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerob yang mungkin

saja terjadi. Oksigen terlarut dibutuhkan untuk semua jasad hidup untuk pernafasan,

proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energy untuk

pertumbuhan dan pembiakan. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari

suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organism yang hidup dalam

perairan tersebut. Kadar oksigen dalam air akan bertambah dengan semakin rendahnya

suhu dan berkurangnya dengan semakin tingginya salinitas (Odum, 1971).

Page 9: Laporan Praktikum Ekologi Perairan Telaga Revisi

III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi

3.1.1. Alat

Alat yang digunakan pada praktikum Kajian Ekosistem Telaga di Dieng untuk

Budidaya adalah termometer, kertas pH, botol Winkler, label, konduktivitimeter, lup,

pipet tetes, tali rafia, dan alat tulis.

3.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum Kajian Ekosistem Telaga di Dieng untuk

Budidaya adalah larutan MnSO4, KOH-KI, H2SO4 pekat, Na2S2O3 dan amilum untuk mengukur

DO (kadar oksigen).

3.2. Prosedur kerja

3.2.1. Temperatur

Pengukuran temperatur yaitu dengan mencelupkan sebagian dari termometer

kedalam air, dilakukan di tiga titik.

3.2.2. Potensial Hidrogen

Potensial Hidrogen dari telaga diukur dengan mencocokan warna kertas pH

meter yang telah dicelupkan kedalam air.

3.2.3. Oksigen Terlarut (DO)

Sampel air diambil dengan menenggelamkan botol neril secara hati-hati

kedalam perairan agar tidak ada gelembung udara yang terbawa masuk. Ditambahkan

larutan 1 ml MnSO4 dan larutan 1 ml KOH-KI. Lalu botol dikocok dengan membolak-

balikkan botol sampai terbentuk endapan berwarna coklat. Ditambahkan 1 ml H2SO4 dan

dikocok sampai endapan larut dan berwarna kuning. Larutan diambil sebanyak 100 ml

dan dimasukkan kedalam tabung Erlenmeyer kemudian ditambahkan indikator amilum

sebanyak 10 tetes. Larutan dititrasi dengan Na2S2O3 0.025 N. Kemudian titrasi

dihentikan saat larutan berubah menjadi jernih.

3.2.4. Letak Geografis

Letak geografis didiskripsikan dengan melihat kondisi sekitar. Letak

berdasarkan lintang, bujur, dan kemiringan ditentukan dengan menggunakan GPS.

Page 10: Laporan Praktikum Ekologi Perairan Telaga Revisi

3.3. Waktu dan tempat

Praktikum ini dilakukan pada hari Minggu tanggal 16 Oktober 2011 di Telaga

Warna dan Telaga Pengilon, Dieng.

Page 11: Laporan Praktikum Ekologi Perairan Telaga Revisi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Tabel 1. Faktor Fisikokimia Telaga Dieng

StasiunO2

(ppm)Suhu(oC)

pHLetak GeografisS E

T.Warna 0 20 3 07o12’56” 109o54’49”T.Pengilon 6 21 7 07o12’50” 109o55’1”

4.2. Pembahasan

4.2.1. Oksigen (O2)

Telaga Warna Telaga Pengilon PP No.82, 20010

1

2

3

4

5

6

7

DO (ppm)

Lebih dari3 ppm

Gambar 1. Grafik Oksigen Terlarut

Telaga Warna memiliki kadar oksigen terlarut 0 ppm dan ini menunjukkan

bahwa Telaga Warna tidak cocok untuk dijadikan area budidaya karena tidak

mendukung untuk habitat plankton yang digunakan sebagai pakan alami ikan.

Sedangkan Telaga Pengilon memiliki kadar oksigen terlarut sebesar 6 ppm. Menurut PP

No. 82 (2001), kandungan oksigen terlarut yang ideal bagi habitat biota akuatik adalah >

3 mg/L. Berdasarkan kriteria tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa kandungan oksigen

terlarut di Telaga Pengilon mendukung untuk habitat pakan alami (plankton) dan ikan.

Page 12: Laporan Praktikum Ekologi Perairan Telaga Revisi

4.2.2. Suhu (0C)

Telaga Warna Telaga Pengilon Effendi, 20030

5

10

15

20

25

30

Temperatur (˚C)

Gambar 2. Grafik Suhu

Temperatur merupakan salah satu faktor terpenting yang dapat dijadikan

sebagai parameter untuk keberadaan organisme pada suatu daerah (Iskandar, 2002).

Telaga Pengilon memiliki temperatur yang lebih tinggi dibandingkan dengan Telaga

Warna. Temperatur di Telaga Pengilon berkisar adalah 21o C, sedangkan Telaga Warna

memiliki temperatur 20o C. Apabila ditinjau dari temperatur, Telaga Pengilon

dikategorikan dapat dijadikan tempat atau daerah budidaya perikanan karena memiliki

temperatur yang tidak terlalu rendah dibandingkan dengan Telaga Warna. Berdasarkan

referensi, temperatur yang baik untuk budidaya adalah sekitar 27 o C (Effendi, 2003).

4.2.3. Derajat Keasaman Air (pH)

Telaga Warna Telaga Pengilon Hawkes, 19790

1

2

3

4

5

6

7

8

Derajat Keasaman (pH)

Gambar 3. Grafik Derajad Keasaman

Telaga warna memiliki kandungan pH yang lebih rendah dibandingkan dengan

Telaga Pengilon. Telaga Warna sangat tidak cocok apabila dijadikan sebagai tempat

Page 13: Laporan Praktikum Ekologi Perairan Telaga Revisi

budidaya perikanan karena memiliki kandungan pH berkisar 3, sedangkan Telaga

Pengilon memiliki kandungan pH 7 sehingga cocok apabila dijadikan tempat budidaya.

Suatu perairan memiliki kandungan pH yang tidak kurang dari 5 dapat menghambat

kelangsungan hidup dari organisme yang akan dibudidayakan. Normalnya kandungan

pH yang baik digunakan sebagai budidaya ataupun sebagai tempat tinggal yaitu pada

nilai 7 (Hawkes, 1979).

4.2.4. Letak Geografi

Ketinggian tempat yang cocok untuk pembudidayaan ikan adalah minimal 500 dpl

(Allan, 1995). Dieng terletak di daratan tinggi yaitu pada ketinggian mencapai 6000 kaki

atau 2.093 m di atas permukaan laut dengan suhu siang hari antara 15°C dan 10°C pada

malam hari. Hanya beberapa organisme tertentu yang dapat bertahan hidup pada

ketinggian 6000 kaki ini. Hasil pengukuran menunjukkan letak bujur dan lintang Telaga

Warna adalah 07o12’56” dan 109o54’49”, sedangkan Telaga Pengilon adalah 07o12’50”

dan 109o55’1”.

Page 14: Laporan Praktikum Ekologi Perairan Telaga Revisi

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil pengamatan tentang kajian telaga sebagai budidaya, dapat

disimpulkan:

1. Telaga Pengilon dapat berpotensi sebagai tempat budidaya, karena memilliki

kondisi fisiko - kimia (pH, oksigen terlarut, temperatur, konduktivitas, dan

salitnitas) dan keadaan alami yang lebih baik daripada Telaga Warna.

2. Telaga Warna tidak cocok untuk tempat budidaya karena mempunyai kadar

belerang yang cukup tinggi dan memiliki kondisi alam yang tidak masuk

kedalam kategori tempat perairan yang dapat ditempati oleh organisme dan tidak

sesuai dengan syarat hidup akuatik khususnya ikan.

5.2 Saran

Hasil dari praktikum ini diharapkan dapat menjadi himbauan untuk para

pengembang yang ingin melakukan usaha dibidang perikanan, bahwa keadaan fisiko -

kimia dan geografi wilayah Dieng tidak mendukung untuk usaha perikanan budidaya.

Menghentikan konversi hutan menjadi lahan pertanian karena sangat berpengaruh pada

kondisi udara, tanah dan kualitas air itu sendiri menjadi upaya untuk melestarikan

kelestarian perairan di Dieng.

Page 15: Laporan Praktikum Ekologi Perairan Telaga Revisi

DAFTAR PUSTAKA

Allan, JD. 1995. Stream Ecology: Structure and Function of Running Waters. Chapman and Hall: London.

Asdak, 2007. Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah mada university press: Yogyakarta.

Barus, 2002. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia: Jakarta.

Begon, M., Harper, J., Colin and S.Town. 1990 3rd ed. Ecology Individual, Population

and Comunities. Blackwell Scientific Publication: Boston, Oxford, London.

Djarijah, A.S. 1995. Pakan Ikan Alami. Kanisius: Jakarta.

Fajar. 2010. Telaga Warna, Pengilon, Cebong, Merdada dan Menjer. http://jayana sukma.blogspot.com/. Diakses 13 Desember 2011.

Haslam, S.M. 1995. River Vollution and Ecological Perspective. John Wiley and Sons, Chichester, UK. 253 p.

Hawkes, H.A.1979. Invertebrates an Indikator Of River Water Quality. In James, A. And L. Erison, ED. Biology Indikator Of Water Quality. Jon Willey Sons, Toronto.

Iskandar. 2002. Struktur Komunitas Makrozoobenthos Sebagai Indikator Kualitas Perairan di Situ Tonjong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB: Bogor.

Kottelat, M. i T. Whitten, 1996. Freshwater biodiversity in Asia, with special reference to fish. World Bank Tech. Pap. 343:59 p.

Krebs, C.J.  1978.  Ecology.  The Experimental Analysis of Distribution and Abundance.  Second Edition.  Harper and Row: New York.  678 pp.

Nybakken, J. W. 1997. Marine Biology An Ecological Approach. 4th. edition An Imprint of Addison Wesley Longman, Inc: New York.

Odum, E. P.1971. Fundamental of Ecology . WB Sounders: Philadelpia London

Page 16: Laporan Praktikum Ekologi Perairan Telaga Revisi

Odum, E.P.1972. dasar-dasar ekologi. diterjemahkan oleh Thahmosamingan. Yogyakarta:Gadjah Mada Press.

Odum, W.E. 1988. Comparative ecology of tidal freshwater and salt marshes. Annual Review of Ecology and Systematics. 19: 147-176.

Odum, E. P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.

Peraturan Pemerintah No. 82. 2001. Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran. Sekretariat Negara Republik Indonesia: Jakarta.

Utoyo, Bambang.2007. Biosfer. id.wikipedia.org . Diakses 27 November 2011.