laporan praktikum biokima protein 2

11
Laporan Praktikum Hari/tanggal : Senin/15 September2014 Biokimia Umum Waktu :13.001!.00 W"B P#P : S$ae%u&in' (Si )*i*ten :M. Maftuchin Sholeh +int$a ,ma Lin&a-ati W $ranti Protein 2 elompok atima a ra )nna* +34130013 -i arma-an +34130025 )l in&o + ri*na (ukti +341300 4 ella$atri (utta6ien +3413010! DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENETA!UAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOOR BOOR 2"#$

Upload: dwi-darmawan

Post on 07-Oct-2015

326 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

Laporan biokim

TRANSCRIPT

Laporan PraktikumHari/tanggal: Senin/15 September2014Biokimia UmumWaktu: 13.00-16.00 WIBPJP: Syaefudin, MSiAsisten: M. Maftuchin Sholeh Cintya Ema Lindawati Whyranti

Protein 2

Kelompok 8

Fatimah Zahra Annas C34130013 Dwi Darmawan C34130025Alvindo Chrisna Mukti C34130084Vellayatri Muttaqien C34130106

DEPARTEMEN BIOKIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMINSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR2014PendahuluanMenurut Sumardjo (2009) dalam bukunya mengatakan, istilah protein pertama kali dikemukakan oleh pakar kimia Belanda, G J Mulder tahun 1939, istilah ini berasal dari bahasa Yunani, proteios yaitu yang pertama atau yang paling utama. Protein memegang peranan sangat penting pada organisme yaitu dalam struktur, fungsi, dan reproduksi. Protein merupakan suatu komponen seluler utama yang menyusun sekitar setengah dari berat kering sel. Setiap sel mengandung ratusan protein yang berbeda-beda dan setiap jenis sel mengandung beberapa protein yang khas bagi sel tersebut. Sebagian besar protein disimpan di dalam jaringan otot dan beberapa organ tubuh lainnya, sedangkan sisanya terdapat di dalam darah.Protein merupakan komponen terpenting atau komponen utama sel hewan dan sel manusia karena sel merupakan penyusun tubuh manusia, maka protein yang terdapat dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh. Selain itu, struktur protein tidak stabil karena mudah mengalami denaturasi yaitu keadaan protein terurai menjadi strukturprimernya serta hilangnya struktur sekundernya maupun tersiernya, baik reversibel maupun ireversibel. Ada berbagai cara dalampengujian terhadap protein yaitu dengan reaksi uji asam amino dan reaksi ujiprotein yaitu berdasarkan pada pengendapan oleh garam, pengendapan oleh logam dan alkohol serta uji koagulasi dan denaturasi protein (Poedjayadi 2006).Ada berbagai cara dalam pengujian terhadap protein yaitu dengan reaksi uji asam amino dan reaksi uji protein. Reaksi uji asam amino sendiri terdiri dari 6 macam uji yaitu: uji millon, uji hopkins cole, uji belerang, uji xantroproteat, dan uji biuret. Sedangkan untuk uji protein, berdasarkan pada pengendapan oleh garam, pengendapan oleh logam dan alkohol serta uji koagulasi maupun denaturasi protein. Kelarutan protein akan berkurang bila ke dalam larutan protein ditambahkan garam-garam anorganik, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan protein ini disebut salting out. Bila garam netral yang ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein akan mengendap. Pengendapan terus terjadi karena kemampuan ion garam untuk menghidrasi, sehingga terjadi kompetisi antara garam anorganik dengan molekul protein untuk mengikat air. Karena garam anorganik lebih menarik air maka jumlah air yang tersedia untuk molekul protein akan berkurang (Winarno, 2002). Protein dapat diendapkan dengan penambahan alkohol. Pelarut organik akan mengubah (mengurangi) konstanta dielektrika dari air, sehingga kelarutan protein berkurang, dan juga karena alkohol akan berkompetisi dengan protein terhadap air (Wirahadikusummah 1985).Protein akan mengalami koagulasi apabila dipanaskan pada suhu 50oC atau lebih. Koagulasi ini hanya terjadi bila larutan protein berada titik isolistriknya (Poedjiadi, 1994). Pada pH iso-elektrik (pH larutan tertentu biasanya berkisar 44,5 di mana protein mempunyai muatan positif dan negatif sama, sehingga saling menetralkan) kelarutan protein sangat menurun maupun mengendap, dalam hal ini pH isolistrik albumin adalah 4,55-4,90. Pada temperatur diatas 60oC kelarutan protein akan berkurang (koagulasi) karena pada temperatur yang tinggi energi kinetik molekul protein meningkat sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk merusak ikatan atau struktur sekunder, tersier dan kuartener yang menyebabkan koagulasi (Ghebremichael et al. 2005). Pada uji koagulasi, penambahan asam asetat bertujuan agar larutan albumin mencapai pH isolistriknya sehingga bisa terkoagulasi. Hasil uji kelarutan endapan dengan air menunjukkan hasil negatif. Setelah endapan diuji dengan pereaksi millon, warna berubah menjadi merah bata yang artinya terjadi reaksi positif. Pengujian endapan yang dihasilkan dengan pereaksi milon bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan tirosin (Poedjayadi 2006). Praktikum ini bertujuan mempelajari beberapa reaksi uji terhadap protein dan mengetahui sifat serta struktur protein melalui uji uji kualitatif.METODE PRAKTIKUMPraktikum ini dilakukan di Laboratorium Biokimia 1 - Departemen Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Waktu pelaksanaan yaitu pada hari Rabu, 30 September 2014 pukul 13.00 16.00 WIB.Alat yang digunakan pada praktikum ini ialah tabung reaksi, penangas air, pipet tetes, gelas piala, pipet mohr 10 ml, pipet mohr 25 ml, batang pengaduk, lemari pendingin, Erlenmeyer 100 ml, tissue, kertas saring, penjepit tabung reaksi. Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini ialah larutan albumin, pereaksi Millon, pereaksi Biuret, larutan HgCl2 2%, larutan AgNO3 5%, larutan Pb-Asetat 5%, larutan protein (NH4)2SO4, asam asetat 1 M, HCl 0.1 M, NaOH 0.1 M, buffer asetat pH 4.7, etanol 95%.Pengendapan oleh logam. Sebanyak 3ml albumin dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambah 5 tetes larutan HgCl2 2%. Percobaan yang sama dilakukan dengan larutan Pb-asetat 5% dan AgNO3 5%.Pengendapan oleh garam. Sebanyak 10 ml larutan protein dijenuhkan dengan (NH4)2SO4 yang ditambahkan sedikit demi sedikit. Kemudian larutan tersebut diaduk dan disaring. Kelarutan diuji dengan air, endapan diuji dengan pereaksi Millon, dan filtrat diuji dengan pereaksi Biuret.Uji koagulasi. Sebanyak 2 tetes asam asetat 1 M ditambahkan ke dalam 2.5 ml larutan protein. Tabung diletakkan dalam air mendidih selama 5 menit. Kemudian disaring lalu endapan diambil dengan batang pengaduk. Kelarutan diuji dengan air dan endapan diuji dengan perekasi MillonPengendapan oleh alkohol. Sebanyak 4 buah tabung reaksi disediakan dan masing-masing dibuat campuran larutan, tabung ke 4 digunakan sebagai kontrol. Tabung 1 dimasukkan 2.5 ml larutan albumin, 0.5 ml HCl 0.1 M, 3 ml etanol 95%. Tabung 2 dimasukkan 2.5 ml larutan albumin, 0.5 ml NaOH 0.1 M, 3 ml etanol 95%. Tabung 3 dimasukkan 2.5 ml larutan albumin, 0.5 ml buffer asetat pH 4.7, 3ml etanol 95%. Tabung 4 sebagai kontrol, dimasukkan 2.5 ml larutan albumin dan 3.5 ml larutan etanol 95%.Denaturasi protein. Sebanyak 3 tabung reaksi disediakan dan masing-masing dibuat campuran larutan. Tabung 1 dimasukkan 4.5 ml larutan albumin dan 0.5 ml HCl 0.1 M. Tabung 2 dimasukkan 4.5 ml larutan albumin dan 0.5 ml NaOH 0.1 M. Tabung 3 dimasukkan 4.5 ml larutan albumin dan 0.5 ml buffer asetat pH 4.7. Ketiga tabung ditempatkan di air mendidih selama 15 menit dan didinginkan pada temperatur kamar. Tabung 1 dan 2 ditambahkan 5 ml buffer asetat pH 4.7.

HASIL DAN PEMBAHASANPercobaan reaksi uji protein dilakukan dengan beberapa uji, diantaranya pengendapan oleh logam, pengendapan oleh garam, uji koagulasi, pengendapan oleh alkohol, dan uji denaturasi protein.Tabel 1 Pengendapan oleh logamLogamPengamatanGambar

Hg

Pb

Ag

Keterangan : + = Sedikit endapan ++ = Banyak endapan +++ = Sangat banyak endapanPrinsip uji pengendapan oleh logam yaitu pembentukan senyawa tak larut antara protein dan logam berat berupa endapan logam proteinat. Ikatan yang terbentuk amat kuat dan akan memutuskan jembatan garam, sehingga protein mengalami denaturasi. Secara bersama gugus COOH dan gugus NH2 yang terdapat dalam protein dapat bereaksi dengan ion logam berat. Ion-ion yang dapat membentuk endapan logam proteinat antara lain Ag, Ca, Zn, Hg, Fe, Cu, Co, Mn, dan Pb. Selain gugus COOH dan gugus NH2, gugus R pada molekul asam amino tertentu dapat pula mengadakan reaksi dengan ion atau senyawa lain. Gugus sulfihidril (-SH) pada molekul sistein akan bereaksi dengan ion Ag+ atau Hg++ (Poedjiadi 1994). Menurut Sumardjo (2006), produk denaturasi disebut protein terkoagulasi yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan basa kuat dan asam mineral kuat karena terhidrolisis menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana. Jumlah endapan yang dihasilkan dipengaruhi oleh kereaktifan logam berat yang ditambahkan. Logam Hg lebih reaktif daripada logam Pb karena merupakan logam transisi pada sistem periodik. Faktor lain yang juga memengaruhi banyaknya endapan adalah konsentrasi garam-garam anorganik yang tinggi dalam larutan protein.Prinsip percobaan pengendapan oleh garam adalah pembentukan senyawa tak larut, antara larutan protein dengan garam ammonium sulfat (Sumardjo 1998). Biasanya dalam air murni, protein sukar larut. Dengan adanya penambahan garam, kelarutan protein akan meningkat. Hal ini disebabkan oleh ion anorganik yang terhidrasi sempurna akan mengikat permukaan protein dan mencegah penggabungan (agregasi) molekul protein, proses ini disebut salting in. Pada konsentrasi garam yang tinggi, garam akan lebih cenderung mengikat air dan menyebabkan agregasi sehingga molekul protein mengalami presipitasi, peristiwa ini disebut salting out. (Lehninger 1982).Berdasarkan hasil percobaan pengendapan oleh logam, endapan proteinat terjadi karena albumin yang terkoagulasi setelah ditambahkan AgNO3, HgCl, dan Pb-asetat. Larutan AgNO3 menghasilkan paling banyak endapan sedangkan larutan yang paling sedikit menghasilkan endapan adalah Pb-asetat. Urutan banyaknya endapan yang terbentuk menurut hasil percobaan adalah AgNO3, kemudian HgCl, dan yang paling sedikit adalah Pb-asetat. Meskipun konsentrasi garam HgCl lebih kecil dibandingkan Pb-asetat tetapi jumlah endapan proteinat HgCl lebih banyak dibanding Pb-asetat karena pengaruh perbedaan kereaktifan dari logam tersebut.Tabel 2 Pengendapan protein oleh garamLogamPengamatanGambar

Penambahan (NH4)2SO4Kelarutan dalam air

Uji Milon

Uji Biuret

Keterangan : + = Ada endapan - = Tidak ada endapanKelarutan protein akan berkurang bila kedalam larutan protein ditambahkan garam-garam anorganik. Pengendapan terus terjadi karena kemampuan ion garam untuk menghidrasi, sehingga terjadi kompetisi antara garam anorganik dengan molekul protein untuk mengikat air. Karena garam anorganik lebih menarik air maka jumlah air yang tersedia untuk molekul protein akan berkurang (Simanjuntak dan Silalahi 2003).Terdapat endapan putih dilapisan bawah larutan protein (albumin), endapan putih itu adalah endapan garam yang tidak larut akibat ditambahkan dengan ammonium sulfat, peristiwa pemisahan protein ini disebut salting out. Hal ini terjadi karena ammonium sulfat memiliki tingkat kelarutan yang lebih tinggi daripada protein. Sehingga pada saat penambahan ammonium sulfat, garam tersebut akan melarut dalam air atau pelarutnya dan akan mendesak protein keluar kembali dalam bentuk solidnya, sehingga terbentuklah protein yang terendapkan. Endapan putih tersebut disaring menggunakan kertas saring, lalu masing-masing hasil saring dan filtrat dari protein tersebut dilarutkan menggunakan air, kemudian diuji menggunakan pereaksi Millon dan Biuret. Endapan garam larut dalam air karena sifat garam yang hidrofobik, jadi saat garam dilarutkan pada air, garam akan menyerap air sehingga garam mudah larut dalam air. Bila garam yang ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein akan mengendap. Pengendapan terus terjadi karena kemampuan ion garam untuk mendehidrasi, sehingga terjadi kompetisi antara garam anorganik dengan molekul protein untuk mengikat air. Garam anorganik lebih kuat menarik air sehingga jumlah air yang tersedia untuk melekul protein akan berkurang (Winarno 2002).

Pengendapan protein dengan ammonium sulfat adalah cara yang paling banyak digunakan. Hal ini disebabkan karena ammonium sulfat mudah didapatkan, harganya relatif murah, bersifat menstabilkan enzim serta dapat mencegah aktivitas enzim proteolitik. Garam ammonium sulfat konsentrasi 2-3 M dapat menstabilkan enzim selama beberapa tahun. Kelemahannya adalah tidak dapat mengendapkan seluruh protein yang telah larut dan bila mengandung logam maka akan dapat merusak enzim (Scopes 1994).

Tabel 3 Koagulasi proteinLogamPengamatanGambar

MillonBiuret

Keterangan : + = Ada endapan = Tidak ada endapanKoagulasi merupakan penurunan daya larut molekul-molekul protein atau perubahan bentuk dan cairan (sol) menjadi bentuk padat atau semi padat (gel). Protein akan mengalami koagulasi apabila dipanaskan pada suhu 50o atau lebih. Koagulasi hanya terjadi jika protein berada pada titik isolistriknya. Titik isolistrik adalah suatu kedaan dimana ion negatif dan ion positif yang ada pada suatu molekul jumlahnya sama dan dan mengindikasikan kenetralan dan pH protein mengendap. Titik isolistrik berada pada pH 4,7 (Poedjiadji 1994). Hasil praktikum yang didapatkan ialah semua larutan mengendap setelah ditambah asam asetat. Penambahan asam asetat dalam albumin bila direaksikan dengan pereaksi millon memberikan hasil positif begitu juga bila filtrat diendapkan dengan biuret. Hasill ini membuktikan bahwa endapan masih bersifat protein hanya saja telah terjadi perubahan struktur tersier ataupun kwartener, sehingga protein tersebut mengendap. Perubahan struktur tersier albumin ini tidak dapat di ubah kembali ke bentuk semula. Percobaan ini berhasil karena protein tidak terdapat dalam filtrat.

Tabel 4 Pengendapan oleh alkoholLogamPengamatanGambar

1

2

34

Keterangan : + = Sedikit endapan + += Banyak endapan +++ = Sangat banyak endapanUji pengendapan alkohol pada reaksi diatas untuk mengetahui pengaruh alkohol terhadap larutan protein. Alkohol berfungsi untuk menurunkan konstanta dielektrik pada larutan sehingga gaya tarik-menarik antar molekul jadi semakin kuat, alkohol juga akan mengkondisikan gugus positif pada asam amino untuk bereaksi dengan gugus negatif yang ada dalam larutan, sehingga pada suasana tertentu mampu membentuk endapan. Albumin dengan penambahan larutan penyangga (buffer) pH 4,7 paling banyak menghasilkan endapan, hal ini terjadi dikarenakan pH yang dimiliki merupakan titik isoelektrik protein sehingga endapan yang terbentuk merupakan jumlah yang paling maksimal. Albumin dengan penambahan NaOH tidak menghasilkan endapan. Buffer asetat pH 4,7 berfungsi untuk mengendapkan protein, karena protein mempunyai daya kelarutan mnimum pada titik isolistriknya (Poedjiadji 1994).Tabel 5 Denaturasi proteinLogamPengamatanGambar

1

2

3

Keterangan : + = Sedikit endapan + += Banyak endapan +++ = Sangat banyak endapanHasil yang didapatkan dari uji denaturasi pada seluruh tabung sebelum pemanasan adalah belum menunjukkan adanya endapan karena protein belum terdenarutasi. Setelah pemanasan, tabung 1 (pelarutan oleh HCl) dan tabung 2 (pelarutan oleh NaOH) menunjukkan hasil negatif menandakan tidak terbentuknya endapan. Tabung 3, protein yang dilarutkan buffer asetat, menunjukkan adanya endapan yang cukup banyak. Buffer asetat menghasilkan endapan karena memiliki pH yang sama dengan pH albumin yaitu 4.7-4.9. Hal ini membuktikan bahwa protein albumin mengendap pada titik isolistriknya yaitu sekitar pH 4.7. Setiap protein mempunyai isolistrik yang berbeda-beda, titik isolistrik protein mempunyai arti penting karena pada umumnya sifat fisika dan kimia erat hubungannya dengan pH isolistrik. Menurut teori yang ada pH diatas titik isolistrik maka protein bermuatan negatif sedangkan dibawah titik isolistrik proteinnya bermuatan positif.Denaturasi protein adalah proses perubahan struktur lengkap dan karakteristik bentuk protein akibat dari gangguan interaksi sekunder, tersier, dan kuartener struktural, seperti suhu, penambahan garam, enzim dan lain lain. Karena fungsi biokimia protein tergantung pada tiga dimensi bentuknya atau susunan senyawa yang terdapat pada asam amino. Hasil denaturasi adalah hilangnya aktivitas biokimia yang terjadi di dalam senyawa protein itu sendiri. Denaturasi protein juga tidak mempengaruhi kandungan struktur utama protein yaitu, C, H, O, dan N (Poedjiadji 1994).Koagulasi merupakan proses lanjutan yang terjadi ketika molekul protein yang di denaturasi membentuk suatu massa yang solid. Koagulasi terjadi selama rentang waktu temperatur yang lama dan dipengaruhi oleh, panas, pengocokan, pH, dan juga menggunakan gula dan garam. Hasil dari proses koagulasi protein biasanya mampu membentuk karakteristik yang diinginkan. Renaturasi merupakan proses pembentukan kembali struktur untai ganda dari keadaan terdenaturasi. Proses ini dapat terjadi secara in-vivo maupun in-vitro. Renaturasi in vitro adalah suatu fenomena untuk analisis molekuler, misalnya, untuk mengetahui kesamaan atau kedekatan genetis antara suatu organisme dengan organisme lain (Poedjiadji 1994).

SIMPULANReaksi uji protein dilakukan dengan beberapa percobaan yaitu pengendapan oleh logam, pengendapan oleh garam, uji koagulasi, pengendapan oleh alkohol dan uji denaturasi protein. Prinsipnya seluruh percobaan menunjukan faktor terjadinya pengendapan atau denaturasi protein, namun dengan perlakuan yang berbeda-beda. Pengendapan oleh logam menunjukan terjadinya pembentukan senyawa tak larut antara protein dan logam berat berupa endapan logam proteinat dengan ikatan yang cukup kuat dan akan memutuskan jembatan garam, sehingga protein mengalami denaturasi. Pengendapan oleh garam adalah pembentukan senyawa tak larut antara larutan protein dengan garam ammonium sulfat. Pengendapan oleh alkohol menunjukan adanya pembentukan senyawa tak larut antara protein dan alkohol. Uji koagulasi menunjukkan perubahan bentuk yang irreversible dari protein akibat pengaruh pemanasan. Percobaan yang terakhir adalah denaturasi protein yang ditunjukkan dengan adanya endapan pada larutan setelah pemanasan. Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya dan akan terjadi bila protein mendekati pH isoelektrik atau isolistrik. Setiap protein mempunyai isolistrik yang berbeda-beda, titik isolistrik protein mempunyai arti penting karena pada umumnya sifat fisika dan kimia erat hubungannya dengan pH isolistrik.

Daftar PustakaEngland, Jeremy L and Gilad Haran. 2011.Role of solvation effects in protein denaturation: from thermodynamics to single molecule and back. [online]. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3211090/ [25 Maret 2014].Ghebremichael K ,Gunaratna K ,Henriksson H,Brumer H,Dalhammar G. 2005.A simple purification and activity assay of the coagulant protein from Moringa oleifera seed. [online]. Available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15921719 [10 Oktober 2014].Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta (ID): Erlangga.OphartCE. 2003. Virtual Chembook. [Internet]. Available: http://www.elmhurst.edu/~chm/vchembook/ [10 November 2009].Poedjiadi A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press.Poedjiyadi et al. 2006. Dasar - Dasar Biokimia. Jakarta (ID): UI-Press.Riawan S. 1990. Kimia Organik Edisi 1. Jakarta (ID): Binarupa Aksara.Scopes, R.K. 1994. Protein Purification, Principles, and Practice 3rd edition. New York (US): Springer-VerlagSimanjuntak MT, Silalahi J. 2003. Penuntun Praktikum Biokimia. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.Sumardjo D. 1998. Kimia pangan Undip Edisi ke 3. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.Sumardjo D. 2009. Pengantar Kimia Buku Panduan kuliah Mahasiswa jurusan kimia . Jakarta (ID): Bumi Aksara.Winarno F. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia.Wirahadikusummah, M., 1985.Biokimia Protein, Enzim, dan Asam Nukleat. Bandung (ID) : ITB