biokima laut - repo.unsrat.ac.id

218

Upload: others

Post on 17-Oct-2021

58 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id
Page 2: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

Biokima Laut

Page 3: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Fungsi dan Sifat Hak Cipta Pasal 2 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang Hak

Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hak Terkait Pasal 49 1. Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang

pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya.

Sanksi Pelanggaran Pasal 72 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

Page 4: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

Biokima Laut

Prof. Dr. Rizald M. Rompas

Ir. Elvy Like Ginting, M.Si., PhD

Ir. Rosita Anggreiny Junita Lintang, M.Si

Ir. Natalie D.C. Rumampuk, M.Si

Ir. Darus Saadah Johanis Paransa, M.Si

Ir. Fitje Losung, M.Si

Page 5: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

BIOKIMA LAUT

Rizald M. Rompas, dkk.

Desain Cover : Herlambang Rahmadhani Tata Letak Isi : Invalindiant Candrawinata

Cetakan Pertama: November 2016

Hak Cipta 2016, Pada Penulis

Isi diluar tanggung jawab percetakan

Copyright © 2016 by Deepublish Publisher All Right Reserved

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini

tanpa izin tertulis dari Penerbit.

PENERBIT DEEPUBLISH (Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA)

Anggota IKAPI (076/DIY/2012)

Jl.Rajawali, G. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman Jl.Kaliurang Km.9,3 – Yogyakarta 55581

Telp/Faks: (0274) 4533427 Website: www.deepublish.co.id www.penerbitdeepublish.com

E-mail: [email protected]

Katalog Dalam Terbitan (KDT)

ROMPAS, Rizald M. Biokima Laut /oleh Rizald M. Rompas,dkk.--Ed.1, Cet. 1--

Yogyakarta: Deepublish, November 2016.

xx, 200 hlm.; Uk:15.5x23 cm ISBN 978-Nomor ISBN

1. Biologi I. Judul

572

Page 6: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

v

Dipersembahkan

UNTUK ALMAMATER

Universitas Sam Ratulangi

Page 7: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

vi

Page 8: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

vii

Page 9: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

viii

BENTUK IKATAN DAN GRUP FUNGSIONAL

DI DALAM BIOKIMIA

Keterangan:

1) ‘R’ representasi Karbon atau grup Karbon. Dalam satu molekul

grup ‘R’ bisa lebih dari satu, dan bisa sama atau berbeda.

2) ‘✹’ Secara fisiologikal, ada muatan ion, bisa positif atau negatif

Page 10: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

ix

KATA PENGANTAR

Pemanfaatan biota laut untuk keperluan pembangunan

Indonesia sehat , tidak akan terlepas dari pembicaraan biologi. Sebab

biota laut, baik flora dan fauna akan berbicara biologi dan rekasi kimia

yang terjadi, entah proses pembentukan, pertumbuhan, rekayasa

sebagai fungsi pangan dan atau nutrasetika, kebutuhan sebagai

sediaan farmasetika dan kosmetika. Esensinya, tidak dapat dipungkiri

akan berhubungan dengan biokimia.

Pengetahuan biokimia sangat penting diberikan kepada

mahasiswa, sebab merupakan ilmu yang dapat membuktikan

kebenaran pasti suatu peristiwa yang terjadi di dalam tubuh

organisme, semisalnya ada suatu peristiwa kematian ikan secara

massal di perairan; menciptakan produk ikan budidaya agar cepat

tumbuh (berhubungan dengan pakan dan genetika); dan sebagainya.

Hakiki, biokimia memiliki banyak faedah, tidak hanya untuk

ilmu kedokteran dan keperawatan saja, tetapi Ilmu kelautan,

Perikanan, Pertanian dan Peternakan. Bahkan dekade belakangan ini

kemajuan bioteknologi di bidang makanan dan obat-obatan,

biokimialah ilmu primadonya. Olehnya, kita perhatikan tulisan

tentang biokimia sangat beragam, semisalnya biokimia protein,

biokimia KH, biokimia Lipida, biokimia kesehatan, biokimia pangan,

biokimia tumbuhan, dan lain-lain.

Buku yang diterbitkan ini adalah ‘BIOKIMIA LAUT’, sejatinya,

membahas atau menceritakan biokimia umum dengan aplikasinya

pada aspek kelautan termasuk perikanan. Penerbitan buku ini

bermaksud agar para mahasiswa kelautan dan perikanan lebih

tumbuh cepat pengetahuannya dalam menghadapi pasar global. Di

samping itu menambah wawasan kepada para pembaca, bahwa

Page 11: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

x

komoditas hayati laut memiliki potensi besar bagi pemasok

pendapatan negara.

Intinya buku ini terdiri dari 10 bab, yaitu Pendahuluan, struktur

sel, protein, asam nukleat, hormon, karbohidrat, lipida, metabolism,

sitokrom P-450 dan retaid. Dalam bab kedua terakhir merupakan

bahasan spesifik di bidang kelautan, dalam artian penjelasan tentang

proses biokimia seandainya terjadi pencemaran di lingkungan

perairan, sedang bab paling akhir memberikan pemahaman kepada

mahasiswa dan para pembaca, bahwa di laut dapat terjadi fenomena

yang berakibat toksin yang dapat berakibat fatal bagi kesehatan

manusia.

Kami berharap buku ini akan ada manfaat bagi para pembaca,

mahasiswa dan sebagai pendorong kemajuan bidang bioteknologi dan

farma-nutrasetika dalam menghadapi pasar global.

Terima kasih.

Manado, Medio November 2016

PENULIS

Page 12: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

xi

TENTANG PENULIS

Prof. Dr. Rizald Max ROMPAS, Profesor Biokimia,

Koordinator Program Studi Doktor ILMU KELAUTAN

Unsrat dan staf dosen di S1 dan S2. Pengajar pada mata

ajar: BIOKIMIA LAUT; OSEANOGRAFI KIMIA; FILSAFAT

ILMU; PENGANTAR ILMU KELAUTAN; FARMA-

NUTRASETIKA LAUT dan TOKSIKOLOGI ( di PS-

Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat)

Memiliki pengalaman birokrat selamat 12 tahun, sebagai Staf

Ahli Menteri, Sekretaris Dewan Kelautan dan Kepala Badan Penelitian

dan Pengembangan Kelautan & Perikanan. Pengalaman riset dibidang

Biokimia,Toksikologi Lingkungan dan Farmakognosi laut. Penulis

buku Pengantar Ilmu Kelautan; Oseanografi Kimia; Ilmu Lingkungan;

Geokimia Laut; Toksikologi Laut; Farmakognosi Laut; Tingkap Langit

Taburi Laut Nusantara; dan Bahan Bakar Nabati, dan memilki

pengalaman presentasi hasil riset di beberapa pertemuan ilmuan

internasional, dan pengalaman menulis di jurnal internasional.

Ir. Elvy Like Ginting, MSi., PhD, Staf Pengajar Fak.

Perikanan & Kelautan-Unsrat. Di tahun 2014 meraih

gelar Doctor di United Graduated School of Kagoshima

University Jepang dalam bidang Biological Science and

Technology. Tahun 1998-1999 menjadi Visiting

Research Scientist di Saga University Jepang. Tahun 2006-2009 Kepala

Laboratorium Bioteknologi Kelautan, UNSRAT-Manado. Mengikuti

kursus-kursus riset, seperti Analisis Pencemaran Laut dan Intensive

Short Course Methods in Microbiology. Memperoleh beberapa grand

penelitian, seperti Domestic Collaboration Research Grant (DCRG)

Sam Ratulangi University and IPB, Penelitian Dosen Muda, Penelitian

Page 13: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

xii

Unggulan Universitas dan Penelitian Fundamental. Penulis di

beberapa Jurnal Internasional terakreditasi (Thomson Reuters)

seperti Preparative Biochemistry & Biotechnology, Asian Journal of

Chemistry dan Protein Journal. Pengajar pada matakuliah BIOKIMIA

LAUT; MIKROBIOLOGI LAUT, BIOTEKNOLOGI KELAUTAN dan

ISOLASI BAHAN ALAM LAUT. Tanda penghargaan yang diraih: pada

tahun 1991 memperoleh Satyalancana Karyasatya X Tahun dari

Presiden RI dan tahun 2010 memperoleh Gold Poster Award dengan

judul Characterization of inorganic pyrophosphatase from Antarctic

psychrotroph Shewanella sp. AS-11 yang diselengarakan oleh Saga

University, Japan - Daegu University, Korea joint seminar..

Ir. Rosita Anggreiny Junita Lintang,M.Si, Staf Pengajar

FPIK Universitas Sam Ratulangi. Pengajar Mata kuliah:

BIOKIMIA LAUT, BIOTEKNOLOGI KELAUTAN, PRODUK

ALAM BAHARI,dan REKAYASA GENETIKA. Pernah

mengikuti beberapa kursus berkaitan dengan ilmu

kimia.Saat ini dalam penyelesaian Disertasi Doktor di PS-Doktor Ilmu

Kelautan-UNSRAT.

Ir.Darus Saadah Johanis Paransa M.Si, Dosen pada

program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan. Pengajar pada mata kuliah: BIOKIMIA

LAUT; KIMIA DASAR; OSEANOGRAFI KIMIA;

FARMASETIKA LAUT; BOTANI LAUT DAN AGAMA

ISLAM. Memiliki pengalaman dalam riset pigmen di alga

dan Karatenoid pada udang. dan Analisis kandungan bioaktif di

organisme laut. Telah mengikuti kursus : Intensive Short Course;

Biochemistry; Analisis kimia; Analisis biokimia enzim; Enviromental

Chemistry. Memiliki pengalaman membimbing mahasiswa dalam riset

Toksikologi Perairan dan Farmasetika Laut. Saat ini dalam

penyelesaian disertasi doctor di PS-Doktor Ilmu Kelautan-UNSRAT.

Page 14: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

xiii

Ir. Natalie D.C. Rumampuk, M.Si, Dosen pada Program

Studi Ilmu kelautan-FPIK UNSRAT. Pengajar pada mata

kuliah: BIOKIMIA LAUT; OSEANOGRAFI KIMIA; KIMIA

DASAR; FARMASETIKA KELAUTAN; PENCE-MARAN

PERAIRAN DAN KUALITAS AIR. Penulis buku:

Oseanografi Kimia; Geokimia Laut. Memiliki pengalaman riset di

bidang toksikologi terutama racun Merkuri dan TBT di perairan. Saat

ini kandidat Doktor Kelautan di PS-Doktor Ilmu Kelautan-UNSRAT.

Ir. Fitje Losung, M.Si., Dosen pada ProgramStudi Ilmu

Kelautan- FPIK-UNSRAT. Pengajar pad matakuliah:

BIOKIMIA LAUT; PRODUK ALAM BAHARI LAUT;

BIOTEKNOLOGI KELAUTAN. Memiliki pengalaman

dalam riset Bahan Hayati Laut, Publikasi hasil riset

dipresentasikan dalam, Journal of Natural Medicines; Journal of

Natural Products; Bioorganic & Medicinal Chemistry Letters;

Bioorganic & Medicinal Chemistry; Organic Letters; Heterocycles dan

Tetrahedron. Saat ini dalam penyelesaian Disertasi Doktor pada PS-

Doktor Ilmu Kelautan UNSRAT.

Page 15: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

xiv

Page 16: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

xv

DAFTAR ISI TABEL PERIODIK UNSUR ________________________________________________ vii BENTUK IKATAN DAN GRUP FUNGSIONAL DI DALAM BIOKIMIA _________________________________________________________________ viii KATA PENGANTAR ________________________________________________________ ix TENTANG PENULIS ________________________________________________________ xi DAFTAR ISI _______________________________________________________________ xv DAFTAR TABEL __________________________________________________________xvii DAFTAR GAMBAR ________________________________________________________ xix

1. PENDAHULUAN _____________________________________________________ 1 2. STRUKTUR SEL ______________________________________________________ 5 3. PROTEIN ___________________________________________________________ 12 4. ASAM NUKLEAT ___________________________________________________ 35 5. HORMON ___________________________________________________________ 43 6. KARBOHIDRAT ____________________________________________________ 58 7. LIPIDA______________________________________________________________ 68 8. METABOLISME ___________________________________________________ 104 9. SITOKROM P450 ___________________________________________________ 132 10. RETAID____________________________________________________________ 140

KEPUSTAKAAN __________________________________________________________ 165 LAMPIRAN-LAMPIRAN _________________________________________________ 185 PENJURUS IKHWAL _____________________________________________________ 193

Page 17: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

xvi

Page 18: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 2.1 Perbandingan Sel Prokariot dan Eukariot. ______________________ 6 3.1 Nama Asam Amino dan Singkatannya _________________________ 19 3.2 Rumus Kimia Protein ___________________________________________ 21 5.1 Hormon di Mamalia Dan Sumbernya __________________________ 52 7.1 Nama dan simbol Asam Lemak _________________________________ 72 7.2 Distribusi Asam Lemak Pada Cyanophycea ____________________ 85 7.3 Komposisi dan Total Asam Lemak _____________________________ 86 7.4 Komposisi Asam Lemak Cryptomonad ________________________ 88 7.5 Komposisi Asam Lemak di Fitoplankton Dinoflagelata ______ 89 7.6 Distribusi Asam Lipida di Glenodinium Sp. ____________________ 90 7.7 Komposisi Asam Lemak di Xanthophyceae ____________________ 91 7.8 Komposisi Asam Lemak Pada Diatom _________________________ 93 7.9 Distribusi Asam Lemak Pada Diatom __________________________ 94 7.10 Komposisi Asam Lemak di Prasinophyceae ___________________ 95 7.11 Komposisi Asam Lemak Pada Alga Hijau ______________________ 96 7.12 Komposisi Asam Lemak di Dunaliella tertiolecta _____________ 97 7.13 Komposisi Kimia Di Rumput Laut ______________________________ 97 7.14 Komposisi Asam Lemak Di Beberapa spesies Rumput

Laut ______________________________________________________________ 98 7.15 Komposisi Asam Lemak di Beberapa Alga Laut _______________ 99 7.16 Komposisi Asam Lemak di Tumbuhan Tingkat Tinggi ______ 100 7.17 Panjang Rantai Karbon di Asam Lemak pada Spons Klas

Desmopongiae __________________________________________________ 101 7.18 Asam Lemak Umumnya pada Hidrozoa ______________________ 102 7.19 Komposisi Asam Lemak di Abalon ____________________________ 103

Page 19: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

xviii

Page 20: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 2.1 Struktur Sel Hewan________________________________________________ 7 2.2 Struktur Sel Tumbuhan ___________________________________________ 7 3.1 Struktur α-helix dan β-sheet pada Protein ____________________ 16 3.2 Struktur Umum Asam Amino ___________________________________ 20 3.3 Enam Kelompok Enzym ________________________________________ 24 3.4 Struktur Enzim __________________________________________________ 26 3.5 Langkah Dalam Katalisis Enzim ________________________________ 27 3.6 Holoenzim, Apoenzim, Koenzim dan Substrat _________________ 28 3.7 Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim _____________________ 29 3.8 Pengaruh pH terhadap kecepatan reaksi enzim _______________ 30 3.9 Grafik pengaruh pH terhadap aktivitas enzim _________________ 30 3.10 Bentuk Subsrat dan inhibitor dari suksinat

dehidrogenase ____________________________________________________ 31 4.1 Komponen Asam Nukleat ________________________________________ 35 4.2 Struktur Dasar Asam Nukleat ___________________________________ 38 4.3 Struktur DNA _____________________________________________________ 39 4.4 Struktur Kimia RNA. _____________________________________________ 40 5.1 Susunan Saraf Hydra ____________________________________________ 46 5.2 Sistem Saraf Pada Ikan __________________________________________ 49 5.3 Jaringan hormonal dikendalikan oleh Hipotalamik-

anterior __________________________________________________________ 54 5.4 Sistem Pengendalian Hipotalamik-hipofisa ____________________ 54 5.5 Struktur Kimia hormon yang dihasilkan oleh Hipofisa

posterior __________________________________________________________ 56 5.6 Sistem Hormon pada Tumbuhan ________________________________ 57 6.1 Mekanisme Kerja Fotosintesis _________________________________ 58 6.2 Molekul Karbohidrat _____________________________________________ 59 6.3 Struktur Terbuka Kimia Karbohidrat ___________________________ 60 6.4 Struktur Kimia Karbohidrat berbentuk Cincin _________________ 60 6.5 Struktur Kimia Maltosa, Sukrosa dan Laktosa _________________ 62 6.6 Struktur Kimia Sarbitol dan Manitol ____________________________ 63 6.7 Bentuk Polimer dari Amilosa dan Amilopektin _______________ 65

Page 21: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

xx

Gambar Halaman 7.1 Bentuk fisik Lipida ______________________________________________ 68 7.2 Beberapa Struktur Kimia Lipida dikenal Umum_______________ 69 7.3 Gugus Karboksil dan Posisi Alfabet Yunani ____________________ 73 7.4 Struktur Karboksil umega _______________________________________ 73 7.5 Struktur Asam Lemak ___________________________________________ 73 7.6 Senyawa Dasar Trigliserida. ____________________________________ 75 8.1 Prinsip Dasar Metabolisme di Ikan ___________________________ 106 8.2 Metabolisme global ____________________________________________ 107 8.3 Siklus Asam Sitrat. _____________________________________________ 108 8.4 Ilustrasi Skematis Lintasan Metabolik Dasar 108 8.5 Tahap-Tahap Glikogenolisis __________________________________ 124 8.6 Struktur Kilomikron ___________________________________________ 125 8.7 Prinsip Alur Metabolisme Lipida _____________________________ 129 8.8 Reaksi-Reaksi Kimia dalam Metabolisme Gliserol 129 9.1 Ilustrasi Mekanisme Biotransformasi _________________________ 135 9.2 Mekanisme Detoksikasi Fenitrothion Pada Udang 137 10.1 Skema Proses Fotosintesis ____________________________________ 146 10.2 Struktur Kimia Klorofil a _______________________________________ 149 10.3 Struktur Kimia Klorofil b. _____________________________________ 149 10.4 Struktur Kimia Klorofil c _______________________________________ 150 10.5 Struktur Kimia Klorofil d ______________________________________ 150 10.6 Struktur Kimia Klorofil f _______________________________________ 152 10.7 Retaid yang membahayakan _________________________________ 153 10.8 Mikroalga Penyebab Retaid di Asia ___________________________ 155 10.9 Mikroalga Penyebab Racun di Perairan ______________________ 155 10.10 Struktur Kimia saxitoxin (STX. ________________________________ 156 10.11 Struktur Kimia Pectenotoxin-2; yessotoxin dan Asam

Okadaik _________________________________________________________ 158 10.12 Struktur Kimia Racun Brevetoxin ____________________________ 159 10.13 Struktur Kimia Asam Domoik ________________________________ 160 10.14 Struktur Kimia Racun Ciguatera dan Maitotoxin ____________ 161 10.15 Struktur Kimia Racun Azaspiracid_____________________________ 163 10.16 Struktur Kimia Racun Micotoksin dan Nodularin ____________ 164

Page 22: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

1

⓵ PENDAHULUAN

engetahuan biokimia adalah pelajaran tentang : (1) keberadaan kimia alam yang terdapat di tubuh makluk

hidup, (2) fungsi dan transformasi kimia dalam system biologi, dan (3) perubahan kimia menjadi sumber energi melalui proses biotransformasi di tubuh mahkluk hidup, termasuk peran sitokrom P450 menghadapi bahan xenobiotik. Intinya berbicara biokimia sebetulnya melukiskan suatu fenomena kehidupan organisme dari benda/kimia bersifat “nonliving” menjadi bahan hidup. Sebelum masuk kedalam pengertian tentang biokimia, para pembaca dihantar pada pemahaman sejarah munculnya biokimia sebagai sains. Asal-usul biokimia sebagai ilmu pengetahuan jika ditelusuri dari beberapa referens yang penulis temui, bahwa perkembangnya dimulai dari pengetahuan kimia. Halmana, seorang ahli bernama Theophrastus Bombastus von Hohenheim (1493-1541) yang lebih dikenal sebagai nama Paracelsus. Paracelsus mulai tertarik belajar kimia di wilayah pertambangan ‘Carinthia’ (Jerman), ia melihat kegiatan pertambangan yang intinya menggait unsur kimia, dan di sana ia memperoleh pengetahuan tentang kimia . Ketika dia memasuki bidang kedokteran, dasar pengetahuan kimia itu dikembangkan sehingga banyak tulisannya memuat ilustrasi obat. Oleh karena itu banyak ahli tertarik dan bergabung bersama Paracelsus, seperti Jan Baptist van Helmont (1577-1644), akhirnya mereka temui jenis kimia obat yang disebut sebagai “ iatrochemistry”.

Kemudian diabad ke 17 mulai berkembang pengetahuan Ilmu tanah yang digerakan oleh Johann Rudolph Glauber (1604-1670), Robert Boyle (1627-1691) dan lain-lain. Saat itulah mulai terjadi revolusi kimia sehingga mulai merambat ke bidang kimia organik. Nanti pada pertengahan abad ke 18 berkembang ilmu dasar biokimia oleh beberapa ahli melalui riset ilmiah yang mereka lakukan, seperti: Karl Wilhelm Scheele (1742-1786) dan Antoine Lavoisier (1743-1794).

Sejatinya, Karl Wilhelm Scheele adalah seorang apoteker Swedia sangat tersohor di era itu, tertarik pada komposisi kimia dari sayuran dan tanaman serta hewan di jadikan senyawa sediaan

P

Page 23: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

2

obat. Selama hidupnya, ia mengisolasi sejumlah besar zat baru; di antaranya: asam sitrat dan asam malat dari apel, dan asam urat dari susu , asam tartarat dari anggur. Juga, dia melakukan riset lemak hewan dan tumbuhan yang ditambahkan kimia alkali, kemudian dengan pemanasan, ditemukan senyawa gliserol.

Hasil temuan zat kimia oleh Scheele lewat isolasi yang dilakukan menarik perhatian para peneliti, sehingga dari situ berkembang tahap riset lanjutan bagaimana proses itu dapat terjadi (suatu epistemolgi).

Yang pertama adalah pengembangan konsep oksidasi, oleh Lavoisier di tahun 1804 yang didasarkan dari teori atom oleh Jhon Dalton (1766-1844). Akhirnya, berkembangan suatu teknik analisis secara kuantitatif oleh Berzelius dan Justus Von Liebig (1803-1873). Di tahun 1850 banyak produk isolasi dari tumbuhan dan hewan mengindikasi adanya unsur kimia karbon di tubuh tumbuhan dan hewan.

Diakhir abad ke 19, mulai coba dilaboratorium membuat kimia sintetis seperti apa yang terkandung di bahan biologis. Pada awalnya hanya zat sederhana yang berhasil disintesa, seperti urea. Nanti di tahun 1885, berhasil ditiru dua zat warna tumbuhan yang kompleks strukturnya, yakni: “indigo” dan “alizarin”

Kontribusi eksperimental Liebig memainkan peran penting dalam pengembangan awal ilmu biokimia, dimana beberapa tulisan ilmiahnya sangat mempengaruhi kaum peneliti, terutama prinsip dasar kimia organik pada bidang fisiologi dan patologi, bukunya itu diterbitkan pada tahun 1842.

Bertolak karya riset para peneliti sebelumnya, maka Emil Fischer (1852-1919) mengembangkan struktur makromolekul pada organisme hidup, semisalnya gula, lipida dan protein merupakan bahan organik utama dalam tubuh. Dengan kejeniusan Fischer, struktur biokimia yang kompleks di tubuh organisme, diurai menjadi kimia sederhana melalui degradasi, dan sintesis. Kesimpulannya, Fischer telah berhasil melakukan percobaan sehingga dapat gambaran deskriptif tentang alur kerja biokimia.

Hakiki, akar deskripsi biokimia tentang konsep oksidasi hasil riset oleh Scheele sesungguhnya bertolak dari karya Lavoisier di tahun 1780, dimana oksidasi adalah konsep pembakaran, juga Lavoisier mengatakan sifat respirasi hewan dalam hubungan fenomena fisiologis merupakan produksi panas tubuh. Oleh karena itu respirasi adalah suatu proses pembakaran yang berjalan lambat.

Page 24: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

3

Tahun 1824, seorang ahli bernama Julius Robert Mayer (1814-1878) mulai terapkan hukum kekekalan energi di sistem biologi, yang lebih dikenal sebagai hukum termodinamika. Prinsip-prinsip itu yang terjadi pada pertukaran energi dari bahan makanan menjadi penyusun tubuh (proses anabolisme). Energi yang terbentuk dihantar oleh darah, teori ini dikemukakan oleh Eduard Pflüger (1829-1910), Theodor Schwann (1810-1882), Willy Kühne (1837-1900), dan sebagainya

Akhir abad ke 19 dan awal abad 20, perkembangan ilmu biokimia sangat pesat, karena kebutuhan pangan dan obat-obat untuk manusia sangat besar. Di era ini mulai detail riset tentang transfer energi di dalam tubuh, seperti pemindahan ‘P’ dari ATP menjadi ADP dalam siklus asam sitrat. Kemudian adanya xenobiotik maka peran sitokrom P450 dalam tubuh diuraikan secara detail dalam perbagai buku dan jurnal ilmiah. Esensinya, biokimia berasal dari dua kata, yaitu bio (artinya kehidupan) dan kimia. Biokimia dapat diartikan sebagai ilmu yang membahas tentang dasar-dasar kimia dari kehidupan. Biokimia juga dapat diartikan sebagai ilmu yang membahas tentang zat-zat kimia penyusun tubuh makhluk hidup, serta reaksi-reaksi dan proses kimia, yang berlangsung di dalam tubuh makhluk hidup. Reaksi dan proses kimia yang berlangsung didalam tubuh makhluk hidup atau didalam sel, kita namakan metabolisme. Dengan definisi ini dapat dipahami bahwa biokimia mencakup atau bersinggungan dengan sebagian bahasan dalam biologi sel dan biologi molekuler.

Biologi sel adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur sel dan proses-proses biologis yang berlangsung di dalamnya. Bahasan proses biologis di tataran molekuler adalah biokimia. Sedang biologi molekuler adalah ilmu yang mempelajari proses-proses biologis pada tataran molokuler. Definisi ini sangat bertumpang tindih dengan biokimia. Oleh sebab itu, pada saat ini hampir tak ada lagi batasan antara biokimia dengan biologi molekuler, sehingga bidang ilmu ini sekarang sering disebut sebagai biokimia-biologi molekuler.

Tujuan utama mempelajari biokimia adalah untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif pada tataran molekuler, tentang berbagai proses kimia yang berlangsung di dalam tubuh makhluk hidup. Dengan demikian dapat pula dipahami apabila biokimia juga memiliki ketumpang-tindihan yang cukup besar dengan fisiologi, sebab fisiologi mempelajari

Page 25: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

4

berbagai proses dalam tubuh makhluk hidup, yang pada tataran molekuler tentu saja merupakan cakupan biokimia.

Saat ini biokimia menjadi dasar atau landasan penting bagi berbagai ilmu pengetahuan hayati lainnya. Mulai dari biologi sel, biologi molekuler, farmakognosi, bioteknologi, farmakologi, genetika, imunologi, mikrobiologi, toksikologi bahkan taksonomi dan paleonthologi, membutuhkan landasan berbagai prinsip biokimia. Pengetahuan aplikatif, antara lain di bidang kesehatan, lingkungan, pertanian dan peternakan, juga banyak bersinggungan dan membutuhkan biokimia sebagai dasar atau landasannya. Sehingga dapat dikatakan, biokimia merupakan ilmu yang esensi untuk hampir seluruh ilmu-ilmu hayati atau ‘Life Sciences’.

Atas dasar pengetahuan biokimia, maka para penulis yang berlatar belakang pengetahuan kelautan, mencoba aplikasi prinsip dasar biokimia ke proses kimia organik dari sumber daya laut, olehnya buku ini diberi judul ‘BIOKIMIA LAUT’

Didalam buku ini, pertama-tama akan dijelaskan tentang struktur sel dan fungsi bagian-bagian sel, sebab, tanpa memiliki gambaran yang memadai tentang struktur sel akan cukup sulit untuk membayangkan bagaimana satu proses biokimia berlangsung di dalam kompartemen-kompartemen tertentu di dalam sel. Apa lagi banyak proses biokimia berlangsung secara berkesinambungan berpindah dari satu kompartemen sel ke kompartemen sel yang lain. Semisalnya bahasan tentang asam nukleat dan biosintesa protein. Setelah itu akan diuraikan tentang berbagai jenis molekul penyusun tubuh makhluk hidup, terutama molekul-molekul berukuran besar yang merupakan hampir 90% dari zat padat penyusun tubuh makhluk hidup. Molekul-molekul ini lazim disebut biomakromolekul.

Selain itu, dibahas juga pelbagai proses metabolisme dari biomakromolekul-biomakromolekul dan molekul yang berperan dalam pengendalian metabolisme, yaitu enzim dan hormon. Pada bagian selanjutnya, dibahas secara khusus satu proses penting dalam kehidupan, yaitu biosintesis protein yang merupakan manifestasi dari ekspresi gen. Kemudian uraian tentang peranan sitokrom P450 dalam menguraikan bahan xenobiotik (bahan asing) di dalam tubuh organisme.

Karena buku ini berbicara tentang biokmia laut, maka dalam uraian bab demi bab akan diberikan contoh mekanisme pada organisme di laut. Dalam buku ini juga akan menguraikan proses biokimia menyangkut dengan “redtide”.

Page 26: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

5

⓶ STRUKTUR SEL

ebelum masuk pada bahasan tentang makromolekul, dirasakan sangat perlu para mahasiswa dan/atau pembaca memahami

tentang struktur sel, sebab tanpa mengetahui struktur sel akan cukup sulit untuk membayangkan bagaimana satu proses biokimia berlangsung di dalam kompartemen-kompartemen tertentu di sel. Sel adalah unit fungsional kehidupan yang merupakan makhluk hidup ataupun penyusun makhluk hidup yang tersusun atas protoplasma yang diselubungi oleh membran tipis dan mampu memperbanyak diri baik secara seksual ataupun lainnya sehingga membentuk sel anakan baik identik ataupun tidak. Sejatinya, setiap makhluk hidup tersusun atas sel yang merupakan unit fungsional dan herediter terkecil dari makhluk hidup. Makhluk hidup ada yang tersusun atas satu sel saja yang disebut makhluk hidup uniselular dan tersusun atas jutaan bahkan milyaran sel yang disebut makhluk hidup multiselluler. Makhluk hidup tingkat tinggi yang termasuk dalam ‘kingdom’ hewan dan tumbuhan tersusun atas milayaran sel. Sel tersebut dapat bekerja bersama-sama sesuai dengan tugas masing-masing sehingga makhluk hidup itu dapat hidup dan melaksanakan aktivitasnya. Secara garis besar, sel terbagi atas dua berdasarkan ada tidaknya membran inti yaitu sel eukariot (memiliki membran inti) dan sel prokariot (tidak memiliki membran inti). Hal inilah yang secara garis besar membagi seluruh cabang makhluk hidup yang kita kenal sekarang ini. Mulai dari archaebakteria, bakteri, dan eubakteria (seluruh organisme makhluk hidup selain bakteri dan archaebakteri).

Selanjutnya sel terbagi secara lebih khusus lagi menjadi sel hewan uniseluler (protozoa), sel alga uniseluler, sel fungi (hifa), sel tumbuhan, sel hewan multiseluler, sel bakteri, sel archaebakteria, dan berbagai jenis diferensiasi sel yang ada. Keseluruhan sel yang ada semuanya disesuaikan dengan habitat mereka berada dan kebutuhan mereka untuk tetap lestari.

Sejatinya, Sel prokariot terdapat pada mikroorganisme sel

S

Page 27: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

6

tunggal, yaitu bakteri dan ganggang hijau-biru (sianobakteri). Sedangkan sel eukariot terdapat pada makroorganisme, yaitu tumbuhan dan hewan dan mikroorganisme, yaitu fungi, ganggang, protozoa. Istilah prokariot dan eukariot diturunkan dari bahasa Yunani ‘karyon’ yang berarti kacang, biji, atau inti. Dengan demikian prokariot berarti “pra inti,” sedang eukariot berarti “inti yang terbentuk secara baik”. Pada prokariot, senyawa genetik ditempatkan di dalam suatu badan inti atau badan serupa inti yang tidak dikelilingi oleh membran. Eukariot, memiliki inti sel yang amat kompleks dan dikelilingi oleh selubung inti yang terdiri dari dua membran. Sesungguhnya sel yang menyusun makhluk hidup tingkat tinggi memang sangat kecil ukurannya sehingga tidak dapat dilihat dengan alat bantu yang sederhana. Tabel berikut memperlihatkan perbandingan kedua tersebut Tabel 2.1. Perbandingan Sel Prokariot dan Eukariot

Kompartemen Sel

PROKARIOT

Ø 0,2- 5 μm

EUKARIOT

Ø 2 - 100 μm

Hewan Tumbuhan

Dinding Sel Biasanya (peptidoglycan)

━ ✚ (selulosa)

Membran Plasma

✚ ✚ ✚

Nukleus ━ ✚ ✚

Nukleolus ━ ✚ ✚

Ribosom ✚(sedikit) ✚ ✚

Retikulum endoplasma

━ ✚ ✚

Badan golgi ━ ✚ ✚

Lisosom ━ ✚ ━

Mitokhondria ━ ✚ ✚

Kloroplas ━ ━ ✚

Perosiksom ━ Biasanya Biasanya

Sitoskeleton ━ ✚ ✚

Sentriol ━ ✚ ━

Silia / flagela ━ Sering ━ (di bunga)

✚(lumut, dan pakis)

Sumber : Karp (2010); Campbell, Reece and Mitchell (2002)

Page 28: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

7

Esensinya, pengertian sel yang paling utama adalah bahwa tiap sel merupakan unit protoplasma yang diselubungi oleh membran plasma (membran tipis). Protoplasma dalam semua sel hidup mengandung nukleus atau inti sel. Selain dari inti sel, terdapat sitoplasma dalam sel atau dapat disebut sitosol, dalam sitoplasma itu, terdapat beberapa organ sel. Untuk lebih mudah mengenal struktur sel eukariot (hewan dan tumbuhan) secara umum , disajikan gambarnya dengan struktur sel seperti berikut berikut:

Gambar 2.1. Struktur Sel Hewan

Gambar 2.2. Struktur Sel Tumbuhan (Sumber : Campbell, Reece and Mitchell 2002)

Sebelum mengetahui fungsi dari setiap kompartemen sel, sebaiknya dipahami dulu, apa itu ‘membran sel’?. Sejatinya, membran sel sangat penting bagi kehidupan sel, kompartemen ini bersifat dinamis dan berbentuk fluid (cair). Fungsinya, memisahkan bagian dalam sel dari lingkungan ekstrasekuler,

Page 29: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

8

membatasi kompartemen internal yang terdiri dari inti sel dan organ-organ sitoplasma. Kalau pada tumbuhan di bagian dinding sel agak kurang lentur atau ‘kaku’, tetapi pada hewan termasuk manusia tersusun lapisan lipida (fosfolipid bilayer) setebal 5 nanometer dan bersifat semipermeable.

Dinding sel merupakan penyusun sel tumbuhan yang tersusun atas serat-serat sellulosa, bersifat tebal dan kaku tetapi memiliki celah celah kecil tempat masuknya zat zat yang dibutuhkan. Fungsinya untuk membantu mempertahankan bentuk sel dan melindungi sel dari kerusakan mekanis, setelah itu, barulah adanya membran sel.

Nukleus (inti sel) Adalah organ yang berbentuk bulat hingga oval, berfungsi untuk mengendalikan seluruh kegiatan sel. Sel eukariotik memiliki membran inti/karioteka sementara sel prokariotik tidak memiliki membran inti/karioteka. Esensi, Inti sel memiliki molekul membran inti sama dengan susunan molekul membran sel, yaitu berupa lipoprotein.

Dalam inti sel, terdapat : 1) nukleolus atau (anak inti), befungsi mensintesis berbagai macam molekul RNA (asam ribonukleat) yang di gunakan dalam perakitan ribosom; 2) nukleoplasma(cairan inti) merupakan zat yang tersusun dari protein; 3) butiran kromatin yang terdapat pada nukluoplasma. Pada saat sel membelah, butiran kromatin menebal menjadi struktur benang yang di sebut kromosom yang mengandung DNA atau asam deoksiribonukleat yang berfungsi menyampaikan informasi genetik melalui sintesis protein.

Ribosom berupa organel berukuran kecil berdiameter 17-20 mikron, yang terdapat bebas dalam sitoplasma atau menempel pada reticulum endoplasma, tersusun atas protein dan RNA. Tiap ribosom terdiri dari 2 subunit yang berbeda ukuran yang saling berhubungan dalam suatu ikatan yang di stabilkan oleh ion magnesium. Ribosom berfungsi untuk sintesis protein.

Kalau retikulum endoplasma adalah organel yang bertindak sebagai saluran-saluran dalam sitoplasma yang menghubungkan membran sel dengan nucleus, memegang peranan yang kuat dalam sintesis zat zat atau molekul molekul yang dibutuhkan oleh sel khususnya untuk regenerasi sel serta pertumbuhan dan perkembangan sel. Sesungguhnya, retikulum berasal dari kata “reticular” yang berarti anyaman benang atau jala, karena letaknya memusat pada bagian dalam sitoplasma (endoplasma), maka disebut sebagai retikulum endoplasma. Olehnya kompartemen ini merupakan perluasan membran yang

Page 30: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

9

saling berhubungan yang membentuk saluran pipih didalam sitoplasma. Halmana, retikulum endoplasma halus berperan penting dalam sintesis lipid atau lemak sedangkan retikulum endoplasma kasar (dengan bantuan ribosom) berperan dalam sintesis protein.

Lisosom merupakan organel yang berperanan dalam kegiatan fagositik karena di dalam lisosom banyak terkandung enzim pencerna hidrolitik seperti protease, nuklease, lipase, dan fosfatase. Secara umum fungsi lisosom adalah untuk penguraian molekul-molekul. Badan golgi, organel yang berbentuk seperti kantong pipih yang berbentuk jala yang terpusat pada salah satu sisi nukleus. Organ ini berfungsi untuk pengemasan dan sekresi protein. Selain itu, sebagai organ yang berfungsi dalam pemeliharaan sel hewan/ tumbuhan dengan menghantarkan zat zat yang dibutuhkan menggunakan ‘mikrovesikel’. Hakekatnya, fungsi holistik kompartemen badan golgi yaitu:

Mengangkut dan mengubah secara kimia materi materi yg ada didalamnya;

Menghasilkan lender, lili pada tanaman perca, dan secret yg bersifat lengket;

Kadang kadang untuk transport lemak;

Pembentukan lisosom;

Membuat enzim pencerSnaan yg belum aktif;

Mensintesis polisakarida untuk bahan dinding sel pada tumbuhan. Mitokondria merupakan “pabrik energi” dalam

kehidupan sel eukariotik, sebab penghasil energi (ATP/ AdenosinTriPhosphat). Secara umum dapat dikatakan bahwa mitokondria berbentuk butiran atau benang. Mitokondria mempunyai sifat plastis yaitu bentuknya mudah berubah. Ukurannya seperti bakteri dengan diameter 0,5 -1 mikrometer dan panjang 3-10 mikrometer.

Kilas balik munculnya pengistilahan mitokondria, diawali dari seorang peneliti bernama Benda di tahun 1898 menemukan di dalam sel ada organel yang berperan penting dalam kehidupan organisme hidup, organel itu disebut ‘mitokondria’. Kemudian di tahun 1934, Bensley dan Hoerz, mengisolasi mitokondria dan menganalisa struktur kimianya. Setelah diisolasi tampak bahwa mitokondria terdiri dari butiran-butiran berbentuk batang pendek

Page 31: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

10

atau benang yang sangat mudah larut dalam alkohol dan asam asetat. Bentuknya ternyata dapat berubah-ubah dan masif tumbuh.

Di sel hewan, dengan adanya mitokondria, nutrisi yang telah diproses atau diglikolisis dalam sitoplasma sebagai proses anarobik akan masuk kedalam mitokondria sebagai asetil ko-A dan kemudian dengan bantuan oksigen akan disempurnakan dalam mitokondria.

Mitokondria mempunyai 2 lapisan membran yaitu membran dalam dan membran luar. Membran luar memiliki permukaan halus dan membran dalam berlekuk-lekuk (krista). Dalam mitokondria terdapat enzim yang bertugas untuk fosfolirasi oksidatif dan sistem transpor elektron.

Membran dalam membagi mitokondria menjadi 2 ruang

yaitu: ⑴ ruang intermembran, merupakan ruangan diantara

membran luar dan membran dalam. Membran luar dapat di lalui semua molekul kecil, tetapi tidak dapat dilalui protein dan

molekul besar ; ⑵ matriks mitokondria merupakan ruang yang

diselubungi oleh membran dalam. Kloroplas adalah plastid yang mengandung klorofil. Di dalam kloroplas berlangsung fase terang dan fase gelap dari fotosintesis tumbuhan. Kloroplas terdapat pada hampir seluruh tumbuhan, tetapi tidak umum dalam semua sel. Bila ada, maka tiap sel dapat memiliki satu sampai banyak plastid.

Pada tumbuhan tingkat tinggi umumnya berbentuk cakram (kira-kira 2 x 5 mm, kadang-kadang lebih besar), tersusun dalam lapisan tunggal dalam sitoplasma tetapi bentuk dan posisinya berubah-ubah sesuai dengan intensitas cahaya. Pada ganggang, bentuknya dapat seperti mangkuk, spiral, bintang menyerupai jaring, seringkali disertai pirenoid.

Kloroplas matang pada beberapa ganggang , biofita dan likopoda dapat memperbanyak diri dengan pembelahan.

Kesinambungan kloroplas terjadi melalui pertumbuhan dan pembelahan proplastid di daerah meristem. Secara khas kloroplas dewasa mencakup dua membran luar yang menyelimuti ‘stroma homogen’, di sinilah berlangsung reaksi-reaksi fase gelap.

Dalam stroma tertanam sejumlah grana, masing-masing terdiri atas setumpuk tilakoid yang berupa gelembung bermembran, pipih dan diskoid (seperti cakram). Membran tilakoid menyimpan pigmen-pigmen fotosintesis dan sistem transpor elektron yang terlibat dalam fase fotosintesis yang

Page 32: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

11

bergantung pada intensitas cahaya. Grana biasanya terkait dengan lamela intergrana yang bebas pigmen.

Bagi sel Prokariotik yang berfotosintesis tidak mempunyai kloroplas, tilakoid yang banyak itu terletak bebas dalam sitoplasma dan memiliki susunan yang beragam dengan bentuk yang beragam pula. Kloroplas mengandung DNA lingkar dan mesin sistesis protein, termasuk ribosom dari tipe prokariotik.

Peroksisom adalah organel yang terdapat pada semua sel eukariot. Peroksisom memiliki membran tunggal sama halnya dengan lisosom. Organel sel yang mengandung sekitar 50 enzim ini membantu dalam proses oksidatif sel hewan. Semisalnya enzim katalase, bekerja mengkatalisis perombakan peroksida yang bersifat racun menjadi molekul netral H2O dan O2.

Sitoskeleton memiliki struktur seperti rangka yang menjaga bentuk sel hewan. Walaupun bukan sebagai organel sel hewan (karena berada diluar sitoplasma). Sentriol merupakan organel yang dapat dilihat ketika sel mengadakan pembelahan. Pada fase tertentu dalam daur hidupnya sentriol memiliki silia atau flagela.Sentriol hanya dijumpai pada sel hewan , sedangkan pada sel tumbuhan tidak. Melalui sentriol, benang benang pembelahan akan muncul (spindle) yang akan memisahkan kromosom homolog sehingga tertarik menuju sentriol yang telah membelah juga (pada kutub masing masing).

Page 33: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

12

⓷ PROTEIN

ahasan tentang protein pada pengetahuan biokimia adalah sangat penting karena grup

kimia protein merupakan senyawa yang bekerja pada sentral struktur tubuh dan dinamikanya sangat variatif pada organisme hidup.

Protein merupakan senyawa yang ditemukan dalam semua sel hidup, yaitu pada manusia, hewan dan tumbuhan. Protein mempunyai peran penting untuk mempertahankan struktur dan fungsi semua bentuk kehidupan, olehnya protein disebut senyawa yang bekerja pada sentral struktur tubuh.

Protein, asal kata ‘protos’ dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama/primer". Protein sangat penting untuk pertumbuhan dan perbaikan dan fungsi protein tidak terbatas. Setiap sifat yang menjadi ciri khas suatu organisme hi dup sangat dipengaruhi oleh protein. Halmana protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus.

Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi nutrisi. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof).

Di pertengahan abad 19 telah diketahui bahwa protein merupakan senyawa nitrogenous dengan berat molekul tinggi yang sangat kompleks komposisinya, seperti: asam, alkali atau enzim bercampur menjadi satu ikatan senyawa yang dikenal sebagai asam amino (Fruton and Simmonds, 1958). Di era itu sampai sekarang ini klasifikasi protein secara umum yang diakui

B

Page 34: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

13

adalah (1) albumin (larut di air dan larutan garam); (2) globulin (larut di air tetapi tidak larut di larutan garam); (3) prolamin (dapat larut pada etanol 70-80%, tetapi tidak larut pada air dan atanol absolut); (4) glutelin (larut dalam larutan asam dan alkali, tetapi tidak larut di air, larutan garam dan etanol); dan (5) scleroprotein/protein serabut (tidak larut pada larutan air). Klasifikasi ini sesungguhnya bersumber dari hasil komitmen antara “British Physiological Society dan American Physiological society di tahun 1908 (Fruton and Simmonds, 1958).

Sejatinya, dasar utama yang umum digunakan dalam klasifikasi protein, yaitu : (A) atas dasar bentuk molekulnya dan (B) atas dasar komposisi zat penyusun

A. Berdasarkan bentuk molekulnya Berdasarkan bentuk molekulnya, protein dibedakan

menjadi dua yaitu protein serabut (protein) dan protein globular. ● Protein serabut(=skleroprotein= albumoid = skrelin) Serat (fibrous) berbentuk panjang dan terikat bersama-

sama sebagai fibril-fibril oleh ikatan hydrogen. Tidak larut dalam air, sehingga ketidak larutan ini mengakibatkan gaya antar molekul menjadi kuat. Semisalnya, keratin (kulit kepiting, kulit udang, rambut, kuku, bulu, tanduk), pada kolagen (jaringan penghubung), fibroin (sutera) dan miosin (otot).

Protein serabut ini berbentuk serabut; tidak larut dalam pelarut encer, baik larutan garam, basa ataupun alkohol. Molekulnya terdiri atas rantai molekul yang panjang, sejajar dengan rantai utama, tidak membentuk kristal dan bila ditarik memanjang kembali kebentuk semula. Fungsi dari protein ini adalah membentuk struktur bahan dan jaringan.

Sesungguhnya protein ini banyak terdapat pada hewan, tidak larut dalam air, tahan terhadap enzim proteolitik, seperti:

a. Kolagen Merupakan protein jaringan tubuh, tidak larut dalam air,

tahan terhadap pemecahan enzim. Bila dipanaskan dalam air mendidih/asam encer/alkali encer akan menjadi gelatin yang lebih mudah larut dalam air dan mudah dipecah oleh enzim.

Kurang lebih 30% dari protein total dalam hewan mamalia adalah kolagen. Kolagen mengandung hidroksi prolin, hidroksi lisin. Tidak terdapat unsur S, sehingga tidak mempunyai sistein, sistin, triptofan.

Page 35: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

14

b. Elastin Adalah protein yang terdapat dalam urat darah, jaringan

elastis (jaringan penghubung). c. Keratin Adalah protein yang terdapat dalam kulit krustasea,

rambut, kuku, bulu. Banyak mengandung belerang (sistin) sekitar 14%.

● Protein globural Protein globural berbentuk seperti bola, banyak terdapat

pada bahan hewani (susu, daging, telur). Protein ini mudah larut dalam garam dan asam encer serta mudah berubah karena pengaruh suhu, konsentrasi garam, asam dan basa serta mudah mengalami denaturasi.

B. Berdasarkan atas komposisi zat penyusunnya dibedakan

menjadi : ● Protein sederhana Intinya, pada hidrolisis protein sederhana hanya

dihasilkan asam amino saja. Termasuk dalam kelompok ini seperti :

1. Protamin Protein ini bersifat alkalis dan tidak mengalami koagulasi

pada pemanasan. 2. Albumin Protein larut dalam air dan larutan garam encer, BM-nya

relatif rendah. Albumin terdapat dalam putih telur (albumin telur), susu (laktalbumin), darah (albumin darah) dan sayur-sayuran.

3. Globulin Larut dalam larutan garam netral, tetapi tidak larut dalam

air. Terkoagulasi oleh panas dan akan mengendap pada larutan garam konsentrasi tinggi (salting out), dalam tubuh banyak terdapat sebagai zat antibodi dan fibrinogen. Kalau pada susu terdapat dalam bentuk laktoglobulin, dalam telur ovoglobulin, dalam daging myosin dan acitin dan dalam kedele disebut glisilin atau secara umum dalam kacang-kacangan disebut legumin.

4. Glutelin Larut dalam asam dan basa encer, tetapi tidak larut dalam

pelarut netral. Contoh : gluten pada gandum dan oryzenin pada beras.

Page 36: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

15

5. Prolanin Larut dalam etanol 50-90% dan tidak larut dalam air.

Protein ini banyak mengandung prolin dan asam glutamat serta banyak terdapat didalam serelia. Contohnya : zein pada jagung, gliadin pada gandum, dan kordein pada barley.

6. Skleroprotein Tidak larut dalam air dan larutan netral dan tahan

terdapat hidrolisis enzimatis. Protein ini berfungsi sebagai strukutr kerangka pelindung pada manusia dan hewan. Contoh kolagen, elastin, dan keratin.

7. Histon Merupakan protein basa, karena banyak mengandung

lisin dan arginin. Bersifat larut dalam air dan akan tergumpalkan oleh ammonia.

8. Globulin Hampir sama dengan histon. Globulin kaya akan arginin,

triptophan, histidin tapi tidak mengandung isoleusin terdapat dalam darah (hemoglobin).

9. Protein bermolekul rendah Merupakan protein yang sangat sederhana BM relatif

rendah (4000-8000), kaya akan arginin, larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas dan bersifat basa.

● Protein majemuk (Protein konjugasi) Protein majemuk terdiri atas bagian asam amino yang

berikatan dengan bahan non protein misalnya lipida, asam nukleat, karbohidrat dan lain-lain.

1. Posferoprotein : mengandung gugus asam folat yang terikat pada gugus hidriksil dari serin dan theroin. Banyak terdapat pada susu dan kuning telur.

2. Lipoprotein : mengandung lipida, asam lemak, listin. Sehingga mempunyai kapasitas sebagai zat pengemulsi yang baik, terdapat dalam telur, susu dan darah.

3. Nukleoprotein : kombinasi antara asam nukleat dan protein. Misal : musin pada air liur, ovomusin pada telur, nukoid pada serum.

4. Kromoprotein : kombinasi protein dengan gugus berfigmen yang biasanya mengandung unsur logam. Contoh : hemoglobin, myglobulin, chlorofil dan flavoprotein.

Page 37: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

16

5. Metaloprotein : merupakan komplek utama antara protein dan logam seperti halnya kromatorprotein. Contoh : feritrin (mengandung Fe), coalbumin (mengandung CO dan Zn).

Protein sendiri mempunyai banyak sekali fungsi di tubuh kita. Pada dasarnya protein menunjang keberadaan setiap sel tubuh, proses kekebalan tubuh. Setiap orang dewasa harus sedikitnya mengkonsumsi 1 g protein per kg berat tubuhnya. Kebutuhan akan protein bertambah pada perempuan yang mengandung dan para atlet-atlet

Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Esensinya, protein ditemukan oleh Jöns Jakob Berzelius pada tahun 1838 (Nelson and Cox , 2005)

Struktur protein seperti terlihat pada gambar 3.1, dimana hirarki sebagai berikut: struktur primer (tingkat satu), sekunder (tingkat dua), tersier (tingkat tiga), dan kuartener (tingkat empat).

Gambar 3.1. Struktur α-helix dan β-sheet pada Protein

Didasarkan pada beberapa buku bacaan, ternyata struktur protein, sebagai berikut:

① Struktur primer protein merupakan urutan asam amino penyusun protein yang dihubungkan melalui ikatan peptida (amida). Frederick Sanger merupakan ilmuwan yang berjasa dengan temuan metode penentuan deret asam amino pada protein (dilakukan riset pada tahun 1950), dengan penggunaan beberapa enzim protease yang mengiris ikatan antara asam amino tertentu, menjadi fragmen peptida yang lebih pendek, yakni fokus risetnya pada insulin, dimana insulin adalah hormon hasil dari pankreas. Merupakan protein kecil dengan BM = 14 000 terdiri

Page 38: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

17

atas 2 rantai. Sanger, dapat memisahkan 2 rantai tersebut, dimana rantai A: terdiri atas 21 residu asam amino, rantai B: terdiri atas 30 residu asam amino.

Antara 2 ikatan peptida terdapat 2 ikatan interpeptida di-sulfida, dan 1 ikatan intrapeptida di-sulfida. Beliau menggunakan teknik pemecahan dengan bantuan kertas kromatografik. Urutan asam amino menentukan fungsi protein, pada tahun 1957, Vernon Ingram menemukan bahwa translokasi asam amino akan mengubah fungsi protein, yang selanjutnya memicu mutasi genetik.

Hakekatnya, Struktur ini merupakan struktur yang paling sederhana, berupa suatu linear (rantai lurus) asam amino. Pembentukan ikatan peptida antara satu asam amino dengan asam amino yang lain mengakibatkan tiap asam amino kehilangan gugus amino dan karboksil akan berbeda diujung-ujung rantai polipeptida.

② Struktur sekunder protein adalah struktur tiga dimensi lokal dari berbagai rangkaian asam amino pada protein yang distabilkan oleh ikatan hydrogen, atau dengan perkataan lain struktur sekunder, asam-asam amino yang menyusun protein dihubungkan oleh ikatan peptida dan ikatan hydrogen. Oleh karena itu rantai polipeptida yang terbentuk tidak berupa rantai lurus, melainkan berbentuk rantai terpilin (α- helix) (lihat gambar 3.1). Intinya, struktur sekunder ditandai dengan adanya putaran-putaran/belokan dari rantai peptida. Dengan adanya putaran ini dapat terjadi interaksi di dalamnya karena sangat berdekatan, interaksi umumnya ikatan hidrogen yakni seperti terlihat sebagai berikut:

Dengan adanya interaksi maka struktur sekunder mantap

dan lebih khas untuk tiap protein. Terdapat 2 bentuk struktur: a heliks, lempeng bergelombang (plater sheet, lihat pada gambar 3.1).

Berbagai bentuk struktur sekunder yang ditemui misalnya :

⋆ alfa heliks (α-helix, "puntiran-alfa"), berupa pilinan rantai asam-asam amino berbentuk seperti spiral;

⋆ beta-sheet (β-sheet, "lempeng-beta"), berupa lembaran-lembaran lebar yang tersusun dari sejumlah rantai asam amino yang saling terikat melalui ikatan hidrogen atau ikatan tiol (S-H);

Page 39: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

18

⋆ beta-turn, (β-turn, "lekukan-beta"); dan

⋆ gamma-turn, (γ-turn, "lekukan-gamma"). Halmana, alfa heliks (konformasi a), timbul karena

putaran dari rantai peptida. Yang mula-mula ditemukan: protein panjang a keratin, tidak larut dalam air dan tidak dapat dicernakan.

Lempeng bergelombang (konformasi b)

③ Struktur tersier yang merupakan gabungan dari aneka ragam dari struktur sekunder. Struktur tersier biasanya berupa gumpalan. Beberapa molekul protein dapat berinteraksi secara fisik tanpa ikatan kovalen membentuk oligomer yang stabil (misalnya dimer, trimer, atau kuartomer) dan membentuk struktur kuartener. Ikatan-ikatan yang mungkin dapat terjadi adalah :

■ Ikatan hydrogen, ■ Ikatan ionik (elektrostatik), ■ Ikatan disulfida, ■ Ikatan hidrofobik, dan ■ Ikatan dipole atau ikatan hidrofolik.

④ Struktur kuartener terbentuk dari beberapa unit molekul protein tersier, membentuk satu molekul protein. Ikatan yang ada sama dengan pada struktur tersier. Protein yang mempunyai struktur ini biasanya merupakan globular, contoh struktur kuartener yang terkenal adalah enzim Rubisco dan insulin.

Struktur primer protein bisa ditentukan dengan beberapa metode: (1) hidrolisis protein dengan asam kuat (misalnya, 6N HCl) dan kemudian komposisi asam amino ditentukan dengan instrumen ‘amino acid analyzer’, (2) analisis sekuens dari ujung-N

Page 40: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

19

dengan menggunakan degradasi Edman, (3) kombinasi dari digesti dengan tripsin dan spektrometri massa, dan (4) penentuan massa molekular dengan spektrometri massa.

Struktur sekunder bisa ditentukan dengan menggunakan spektroskopi ‘circular dichroism’ (CD) dan ‘Fourier Transform Infra Red’ (FTIR). Spektrum CD dari puntiran-alfa menunjukkan dua absorbans negatif pada 208 dan 220 nm dan lempeng-beta menunjukkan satu puncak negatif sekitar 210-216 nm. Estimasi dari komposisi struktur sekunder dari protein bisa dikalkulasi dari spektrum CD. Pada spektrum FTIR, pita amida-I dari puntiran-alfa berbeda dibandingkan dengan pita amida-I dari lempeng-beta. Jadi, komposisi struktur sekunder dari protein juga bisa diestimasi dari spektrum inframerah.

Struktur protein lainnya yang juga dikenal adalah domain. Struktur ini terdiri dari 40-350 asam amino. Protein sederhana umumnya hanya memiliki satu domain. Pada protein yang lebih kompleks, ada beberapa domain yang terlibat di dalamnya. Hubungan rantai polipeptida yang berperan di dalamnya akan menimbulkan sebuah fungsi baru berbeda dengan komponen penyusunnya. Bila struktur domain pada struktur kompleks ini berpisah, maka fungsi biologis masing-masing komponen domain penyusunnya tidak hilang. Inilah yang membedakan struktur domain dengan struktur kuartener. Pada struktur kuartener, setelah struktur kompleksnya berpisah, protein tersebut tidak berfungsi.

Kenyataannya, seluruh protein yang ada di dunia ini (di alam) merupakan kombinasi dari dua puluh macam asam amino, baik esensial maupun non esensial. Meskipun jenis protein di alam ada banyak sekali namun komponen penyusun protein tetaplah sama yaitu berasal dari ke 20 jenis asam amino yang telah diketahui.

Dua puluh jenis asam amino tersebut di tampilkan pada tabel berikut: Tabel 3.1. Nama Asam Amino dan Singkatannya ( Modifikasi dari Nelson dan Cox, 2005)

Nama Asam Amino

(Inggris)

Nama Asam Amino

(Bhs-Indonesia)

Singkatan

1 Glutamate Asam glutamat Glu

2 Aspartate Asam aspartat Asp

3 Lysine Lisin Lys

Page 41: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

20

4 Histidin Histidin His

5 Arginin Arginin Arg

6 Cystein Cistein Cys

7 Serin Serin Ser

8 Tirosin Tirosin Tyr

9 Threonin Threonin Thr

10 Aspargine Aspargin Asn

11 Glutamine Glutamin Gln

12 Phenilalanin Fenilalanin Phe

13 Triptophan Triptofan Trp

14 Glycine Glisin Gly

15 Alanine Alanin Ala

16 Valine Valin Val

17 Proline Prolin Pro

18 Leucine Leusin Leu

19 Isoleucine Isoleusin Ile

20 Methionine Metionin Met

Esensinya, suatu asam amino ditandai dengan adanya gugus nitrogen berupa gugus amino (-NH2), gugus karboksil (-COOH), dan sebuah atom hydrogen, halmana ketiganya terikat pada satu atom karbon (C=) yang dikenal sebagai ‘carbon α’ serta gugus R sebagai rantai samping atau rantai cabang. Struktur dan rumus sebuah asam amino dapat di lihat pada gambar 3.2 sebagai berikut:

Gambar 3.2. Struktur Umum Asam Amino Perbedaan asam amino satu sama lain terletak pada gugus sampingnya. Rantai samping dilambangkan dengan R yang dapat berupa alkil, cincin benzena, alkohol, dan turunannya. Tinjauan dari gugus sampingnya, maka asam amino dapat digolongan sebagai berikut:

Page 42: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

21

Tabel 3.2. Rumus Kimia Protein

Page 43: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

22

Dalam table diatas, asam amino yang diberi tanda bintang ( * ) adalah asam amino esensial, yaitu asam amino yang tidak dapat dibuat oleh tubuh sehingga harus diperoleh dari sumber makanan, sedangkan asam amino yang tidak diberi tanda bintang adalah asam amino non esensial yang dapat dibuat sendiri oleh tubuh.

Gugus amino/amina ditulis di dalam struktur kimia sebagaiNH2

+ dan gugus karboksil sebagai COO- karena dalam lingkungan air berada dalam bentuk ion yang bersifat asam atau

Page 44: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

23

basa. Adanya kedua ion plus dan minus dalam satu buah asam amino membuat asam amino bersifat dipolar (di= dua, polar= bermuatan ion yakni ion plus dan ion minus, jadi dipolar adalah dua muatan ion plus dan minus).

Kalau gugus karboksil (-COOH) bersifat basa sedang gugus amina (-NH2) bersifat asam. Dengan demikian, asam amino dapat bersifat asam dan basa, karena memiliki sifat tersebut makanya asam amino bersifat ‘amfoterik”. Molekul yang bersifat emfoterik dapat juga bersifat netral atau tidak bermutan, namun dapat juga bersifat dipolar seperti ditulis pada struktur diatas. Perilaku ini terjadi karena asam amino mampu menjadi “zwitter-ion”. Asam amino termasuk golongan senyawa yang paling banyak dipelajari karena salah satu fungsinya sangat penting dalam organisme, yaitu sebagai penyusun protein. Dalam larutan asam kuat sebagian besar asam amino berada dalam bentuk kation (bermuatan positif), dalam larutan basa kuat asam amino berada dalam bentuk anion (bermuatan negatif). Pada pH tertentu untuk setiap asam amino dapat berada dalam keadaan netral, dan dalam kondisi nilai pH netral, asam amino ada dalam “titik ISOELEKTRIK”. Berbicara protein tidak lepas dengan membahas enzim, karena enzim suatu wujud protein yang memiliki fungsi spesifik dalam tubuh organisme dan manusia. Uraian berikut ini adalah enzim dan perannya.

Enzim Walaupun nama enzim diajukan untuk suatu katalisis biologi oleh Wilheim Kühne pada tahun 1878, namun penemuan suatu enzim lazimnya dihubungkan dengan Anselme Payen dan Jean-Franqois Persoz, ahli kimia yang bekerja di pabrik gula di Paris. Halmana pada tahun 1833, kedua peneliti melaporkan hasil riset dari ekstrak ‘malt’ suatu faktor yang dapat digunakan kembali yang disebut diastase (dikenal sebagai amilase) yang mengubah kanji menjadi gula.

Dalam beberapa tahun selanjutnya, Theodor Schwann berhasil dalam mengekstraksi pepsin, yang mencerna daging (protein), dari cairan lambung, yang selanjutnya ia mengidentifikasi tripsin, suatu peptidase dalam cairan pencernaan. Dengan demikian, pendapat mengenai diastase (nama awal untuk enzim) segera meluas ke hewan.

Kemudian di tahun 1837, ahli kimia terkenal Jons Berzelius, menarik kesimpulan bahwa sifat katalitik dari diastase

Page 45: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

24

biologi akan memegang peran penting bagi proses biokimia. Dimana dia mengatakan, bahwa dalam hewan dan tumbuh-tumbuhan hidup, beribu-ribu proses katalitik terjadi antara cairan organik dan jaringan, dari mana kita mendapatkan pembentukan senyawa kimiawi heterogen yang tidak terhitung jumlahnya, ada kemungkinan bahwa dalam suatu waktu dimasa depan kita akan menemukan bahwa penyebab dari semua ini adalah kekuatan katalitik jaringan yang membentuk organ dari tubuh yang hidup. Enzim adalah molekul protein kompleks yang dihasilkan dari sel hidup yang berfungsi sebagai katalisator dalam proses kimia dalam tubuh makhluk hidup. Enzim tidak dapat bereaksi tetapi hanya dapat mempercepat proses reaksi, tetapi struktur enzim tidak berubah baik itu sebelum dan sesudah reaksi, dengan demikian, enzim tidak mempengaruhi kesetimbangan reaksi dalam peranannya.

Enzim terdiri dari satu atau lebih rantai polipeptida, dimana kimia ini dapat mengubah senyawa dan mempercepat proses reaksi dengan mengubah molekul awal yang dikenali dan diikat secara spesifik menjadi molekul lain (produk). Kemampuan enzim untuk mengaktifkan senyawa lain dengan cara spesifik disebut dengan biokatalisator atau bertindak sebagai katalis biologis dan enzim tersebut dapat mempercepat reaksi tanpa turut mengalami perubahan. Sebagai biokatalisator enzim yang mengatur semua kecepatan proses fisiologis, artinya enzim memegang peranan utama dalam kesehatan dan penyakit manusia dan biota. Sejatinya ada 6 kelompok enzim yang berperan dalam proses biokimia, seperti terlihat pada gambar berikut.

Gambar 3.3 Enam Kelompok Enzym

Page 46: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

25

Keterangan: THF= tetrahydrofolate Sumber: Harvey and Ferrier, 2011. (Lippincott’s Illustrated

Reviews: Biochemistry). Ikatan enzim dengan substrat adalah sebuah ikatan yang

spesifik, jadi hanya enzim-enzim tertentu yang dapat mengikat substrat tertentu. Setelah itu barulah substrat tersebut aktif dan barulah terbentuk perubahan kimiawi.

Struktur Enzim

Enzim seperti yang telah kita tahu merupakan protein (dengan sedikit pengecualian). Setiap enzim mempunyai konformasi yang sangat tepat dan berlainan sebagai hasil dari beberapa tingkatan struktur struktur protein. Oleh karena itu, struktur enzim memiliki kesamaan dengan macam struktur protein. Hakekatnya, sampai saat ini diketahui ada 4 macam struktur enzim yaitu struktur primer, sekunder, tersier dan struktur kuartener.

① Struktur primer adalah rangkaian asam amino pada rantai polipeptida yang menyusun enzim;

② Struktur sekunder terbentuk dari ikatan kimia yang lemah seperti pada ikatan hidrogen yang terbentuk di antara atom atom di sepanjang tulang punggung (backbone) rantai polipeptida. Struktur sekunder enzim merupakan interaksi lokal yang menghasilkan pola tiga dimensi berulang. Contoh struktur enzim sekunder adalah alfa heliks dan lembaran berlipat-beta (lihat gambar 2.1);

③ Struktur tersier melibatkan interaksi jarah jauh di antara rantai sisi asam amino. Struktur enzim tersier membentuk globular protein yang sangat akurat.

④ Struktur kuartener enzim berhubungan dengan interaksi antara dua atau lebih subunit polipeptida yang berbeda pada sebuah protein fungsional

Dalam mempelajari struktur enzim, dikenal adanya situs aktif (active site). Pengertian situs aktif adalah daerah terbatas di enzim tempat substrat atau banyak substrat berikatan dan tempat reaksi enzimatik berlangsung. Suatu situs aktif enzim dapat berupa suatu kantung atau galur di dalam molekul enzim. Ilustrasi bentuk struktur terlihat pada gambar 3.4 sebagai berikut:

Page 47: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

26

Gambar 3.4. Struktur Enzim. Fungsi Enzim

Enzim memiliki fungsi mendasar yaitu menurunkan energi aktivasi sehingga reaksi dapat berlangsung dalam suhu kondisi normal. Dengan kata lain enzim berfungsi sebagai unsur katalitik atau sebagai katalisator dalam suatu reaksi. Sesungguhnya katalisator itu mempercepat reaksi kimia. Walaupun katalisator ikut serta dalam reaksi, ia kembali ke keadaan semula bila reaksi telah selesai.

Berbeda dengan katalisator nonprotein (H+, OH-, atau ion-ion logam), tiap-tiap enzim mengkatalisis sejumlah kecil reaksi, kerapkali hanya satu. Jadi enzim adalah katalisator yang reaksi-spesifik karena semua reaksi biokimia perlu dikatalis oleh enzim, esensinya harus terdapat banyak jenis enzim. Sebenarnya untuk hampir setiap senyawa organik, terdapat satu enzim pada beberapa organisme hidup yang mampu bereaksi dengan dan mengkatalisis beberapa perubahan kimia.

Walaupun aktivitas katalik enzim dahulu diduga hanya diperlihatkan oleh sel-sel yang utuh (karena itu istilah enzyme, yaitu, “dalam ragi”), sebagian besar enzim dapat diekstraksi dari sel tanpa kehilangan aktivitas biologik (katalik)nya. Oleh karenanya, enzim dapat diselidiki diluar sel hidup. Ekstrak yang mengandung enzim dipakai pada penyelidikan reaksi-reaksi metabolik dan pengaturanya, struktur dan mekanisme kerja enzim dan malahan sebagai katalisator dalam industri pada sintetis senyawa-senyawa yang biologis aktif seperti hormon dan sediaan obat-obatan

Dalam melaksanakan katalisis ada empat langkah yang dibutuhkan enzim yaitu:

1. Substrat berikatan dengan enzim. Substrat atau banyak substrat berikatan pada situs aktif (active site) untuk membentuk kompleks substrat-enzim.

Page 48: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

27

2. Terinduksi hingga tepat (induced fit). Enzim yang berikata dengan substrat menginduksi perubahan bentuk enzim sehingga substrat lebih pas pada tempat yang lebih sempit di bagian situs aktif (induced fit). ‘Induced fit’ dapat didefinisikan sebagai perubahan enzim yang reversibel.

3. Katalisis. Saat terjadinya katalisis dalam reaksi, substrat atau banyak substrat berubah dengan cara yang spesifik, contoh dengan modifikasi kimiawi, pembelahan (cleavage) atau penggabungan substrat yang berlipat ganda. Pada langkah katalisis ini, terdapat dua macam jenis yaitu turnover number atau pergantian jumlah dan bidirectional atau dua arah. Pergantian jumlah yaitu katalisis terjadi sangat cepat sehingga satu molekul enzim dapat mengubah lebih dari 1000 molekul substrat per detik. Sedangkan dua arah yaitu enzim yang sama mengatalisis reaksi tertentu dalam dua arah ke depan atau sebaliknya.

4. Langkah terakhir: Produk dilepaskan. Terjadinya pelepasan produk reaksi dari situs aktif, dan enzim tetap dalam bentuk aslinya. Enzim selanjutnya dapat meninggalkan situs aktif dan digunakan kembali dengan substrat yang baru. Ilustrasi mekanisme kerja katalisis enzim terlihat gambar berikut.

Gambar 3.5. Langkah Dalam Katalisis Enzim

Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim Enzim dalam melakukan aktivitas dan fungsi enzim,

terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya. Secara garis besar terdapat 3 faktor utama yang mempengaruhi aktivitas enzim yaitu substansi non-protein, kondisi lingkungan optimal dan inhibitor. Berikut penjelasan tentang faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim.

1. Substansi protein dalam enzim Dalam banyak reaksi yang menggunakan enzim,

diperlukan adanya substansi non-protein untuk melakukan aktivitas enzim yang seharusnya. Substansi non-protein ini memulai reaksi melalui ikatan molekul enzim dengan cara yang

Page 49: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

28

spesifik. Secara khusus terdapat 5 bagian enzim yaitu (1) koenzim yang merupakan subtansi organik seperti vitamin, koenzim A, heme, dan biotin; (2) kofaktor yaitu substansi anorganik seperti atom logam seng, besi, tembaga; (3) Kelompok prostetik yaitu tempat kofaktor enzim dapat berikatan dengan efektif yang merupakan bagian protein enzim; (4) Holoenzim adalah bagian protein dan non-protein enzim yang hadir bersamaan; dan ke (5) apoenzim merupakan bagian protein enzim.

Gambar 3.6 Holoenzim, Apoenzim, Koenzim dan

Substrat

2. Kondisi Lingkungan Optimal Setiap enzim memiliki kondisi lingkungan yang optimal

yang akan mengoptimalkan konformasi enzim yang aktif. Hingga saat ini diketahui dua poin yang dibutuhkan dalam kondisi lingkungan optimal yaitu pengaturan suhu dan pH

Faktor Suhu Suhu memiliki dua pengaruh utama yaitu pengaruh

terhadap reaksi serta terjadinya denaturasi. Pengaruh terhadap reaksi yaitu untuk enzim pada umumnya semakin adanya peningkatan pada suhu maka akan terjadi peningkatan kecepatan reaksi, molekul bergerak lebih cepat dikarenakan kenaikan suhu sehingga akan banyak berinteraksi. Penurunan suhu tentunya akan berakibat sebaliknya. Ketika suhu mencapai serta melampaui batas tertentu, maka akan terjadi denaturasi. Definisi denaturasi adalah perubahan permanen yang menginaktivasi enzim. Saat terjadi denaturasi, ikatan kimia terputus dan enzim kehilangan bentuk spesifiknya.

Page 50: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

29

Gambar 3.7. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim

Faktor pH (derajat keasaman) pH/derajat keasaman atau ukuran kadar ion OH atau H pada lingkungan. Apabila pH lingkungan terlalu asam atau basa dapat menyebabkan denaturasi enzim.

Bila aktivitas enzim diukur pada pH yang berlainan, maka sebagian besar enzim didalam tubuh akan menunjukan aktivitas optimum antara pH 5,0 - 9,0, kecuali beberapa enzim misalnya pepsin (pH optimum = 2). Ini disebabkan oleh :

1. Pada pH rendah atau tinggi, enzim akan mengalami denaturasi.

2. Pada pH rendah atau tinggi, enzim maupun substrat dapat mengalami perubahan muatan listrik dengan akibat perubahan aktivitas enzim.

Misalnya suatu reaksi enzim dapat berjalan bila enzim tadi bermuatan negatif (Enz-) dan substratnya bermuatan positif (SH+) :

Enz- + SH + EnzSH

Pada pH rendah Enz- akan bereaksi dengan H+ menjadi enzim yang tidak bermuatan.

Enz- + H+ Enz-H

Demikian pula pada pH tinggi, SH+ yang dapat bereaksi dengan Enz-, maka pada pH yang ekstrem rendah atau tinggi konsentrasi efektif SH+ dan ‘enz’ akan berkurang, karena itu kecepatan reaksinya juga berkurang. Ilustrasi reaksi kerja reaksi enzim seperti pada infografis berikut:

Page 51: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

30

Gambar 3.8. Pengaruh pH terhadap kecepatan

reaksi enzim

Umumnya, pH optimun enzim adalah dalam pH netral

(pH 7). Hal menarik dari enzim pencernaan adalah bekerja optimum pada pH 2.

Gambar 3.9. Grafik pengaruh pH terhadap aktivitas enzim

3. Inhibitor Zat yang secara spesifik menurunkan kecepatan reaksi

enzimatik disebut ‘inhibitor’, dan dalam enzimologi, fenomena inhibisi diteliti secara serius karena kepentingannya dalam banyak daerah riset yang berbeda.

Pengertian inhibitor/inhibisi adalah molekul yang berikatan secara selektif pada enzim dan menghambat aktivitas enzim. Enzim dapat berikatan dengan inhibitor secara reversibel ataupun ireversibel. Ada dua macam inhibitor yaitu inhibitor kompetitif dan inhibitor nonkompetitif.

Page 52: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

31

Inhibisi Kompetitif Seperti nama yang digunakan, suatu inhibitor kompetitif

secara klasik telah diimpikan sebagai suatu senyawa yang berkompetisi dengan suatu substrat alamiah dari enzim di situs aktif.

Inhibisi kompetitif memiliki bentuk seperti substrat normal dan bersaing dengan substrat normal tersebut untuk berikatan dengan situs aktif enzim. Oleh karena itu, pengikatan inhibitor memblokade situs aktif terhadap substrat. Apabila inhibitor bersifat reversibel dapat diatasi dengan menambahkan konsentrasi substrat.

Inhibisi kompetitif mengikat bagian enzim yang lain selain situs aktif (active site). Pengikatan inhibitor ini dapat mengubah bentuk situs aktif enzim sehingga tidak dapat mengikat substrat. Efektivitas dari suatu inhibitor kompetitif ditentukan oleh afinitas relatif yang dimiliki enzim terhadap substrat dan inhibitor.

Semisalnya, oksaloasetat dan malonat merupakan inhibitor kompetitif dari suksinat dehidrogenase, yang mengkatalisis perubahan dari suksinat menjadi fumarat, seperti telukis pada gambar 3.10. berikut ini:

Gambar 3.10. Bentuk Subsrat dan inhibitor

dari suksinat dehidrogenase. Substrat dari dua inhibitor ini memiliki struktur yang

mirip. Umumnya industri farmasi sangat mengandalkan pada konsep inhibisi kompetitif dalam sintesa obat-obatan

Inhibisi nonkompetitif Secara umum karakteristik sebagai suatu inhibisi dari

aktivitas enzimatik melalui senyawa yang tidak mempunyai hubungan struktural dengan substrat dan karena itu inhibisi tidak dibalik oleh peningkatan kosentrasi substrat. Tidak seperti inhibitor kompetitif, inhibitor nonkompetitif reversibel tidak dapat berinteraksi pada situs aktif (active site), tetapi berikatan

Page 53: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

32

dengan beberapa bagian lain dari suatu enzim atau kompleks enzim-substrat. Jenis inhibisi ini mencakup suatu varietas dari berbagai mekanisme inhibisi, olehnya reaksi pengikatannya tidak sederhana.

Inhibisi dari sktivitas enzimatik oleh ion logam berat, contohnya Ag+, Hg2+, atau Pb2+, sering diberikan sebagai contoh dari inhibisi nonkompetitif yang reversible. Seperti logam berat membentuk merkaptida dengan gugus sulfuhidril (SH+) dari enzim, seperti terlukis sebagai berikut:

Keseimbangan yang ditetapkan tidak mengaktifkan enzim yang memerlukan suatu gugusan sulfuhidril untuk aktivasinya. Karena reversibilitas dari pembentukan merkaptida, maka inhibisi ini dapat dihilangkan dengan pengangkatan ion logam berat. Dalam pengobatan medis keracunan timah, dimanfaatkan afinitas logam terhadap gugus SH. Senyawa sulfuhidril yang sesuai diberikan untuk berinteraksi dengan logam dalam sistem sirkulasi dan membentuk merkaptida, yang kemudian diekskresikan (dikeluarkan).

Uraian diatas memperlihatkan bagaimana kerja inhibitor reversibel, tetapi berikut ini sedikit penjelasan tentang inhibisi ireversibel, agar mahasiswa bisa mengerti.

Inhibitor ireversibel biasanya tidak mengaktifkan enzim dengan berikatan secara kovalen pada situs aktif. Walaupun inhibisi ireversibel pernah dikategorikan dan diuji sebagai inhibisi nonkompetitif, namun saat ini dikenal sebagai suatu jenis inhibisi khas. Semisalnya, senyawa organofosfor (isopropilfosfofluoridat/DFP), merupakan inhibitor ireversibel poten dari enzim yang memiliki residu serin aktif pada tempat katalitiknya, rumus bangunnya sebagai berikut:

Sarin, suatu gas saraf

DFP secara kimiawi berhubungan erat dengan gas saraf, yang letalitasnya disebabkan oleh inaktivasi dari asetilkoliensterase, suatu enzim kritis untuk transmisi dari impuls saraf. Senyawa organofosfor merupakan zat toksik dari insektisida tertentu, contohnya Fenitrotion, malation dan paration

Page 54: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

33

Didasarkan pada uraian diatas, intinya kinerja enzim sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. Secara umum dalam pelajaran biokimia, enzim-enzim tersebut dikelompokkan ke dalam 3 golongan yakni enzim karbohidrase, enzim Protease dan enzim esterase. Ketiga golongan enzim ini terdiri atas beberapa jenis enzim. Adapun macam-macam enzim yang dimaksud adalah sebagai berikut:

ⓐ Golongan Enzim Karbohidrase Golongan enzim ini terdiri atas beberapa jenis enzim

antara lain: 1. Enzim selulose yang berperan mengurai selulosa

atau polisakarida menjadi senyawa selabiosa atau disakarida.

2. Enzim amylase yang berperan mengurai amilum atau polisakarida menjadi senyawa maltosa, yakni senyawa disakarida.

3. Enzim pektinase yang berfungsi mengurai petin menjadi senyawa asam pektin.

4. Enzim maltosa yang berfungsi mengurai maltosa menjadi senyawa glukosa.

5. Enzim sukrosa yakni enzim yang berperan mengubah sukrosa menjadi senyawa glukosa dan juga fruktosa.

6. Enzim laktosa yakni enzim yang berperan mengubah senyawa laktosa menjadi senyawa glukosa dan juga galaktosa.

ⓑ Golongan Enzim Protease

Adapun macam-macam enzim yang masuk ke dalam golongan ini antara lain:

1. Enzim pepsin yang berperan memecah senyawa protein menjadi senyawa asam amino.

2. Enzim tripsin yakni enzim yang berperan mengurai pepton menjadi senyawa asam amino.

3. Enzim entrokinase yakni enzim yang berperan mengurai senyawa pepton menjadi senyawa asam amino.

4. Enzim peptidase, enzim berperan dalam mengurai senyawa peptida menjadi senyawa asam amino.

Page 55: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

34

5. Enzim renin, berperan sebagai pengurai senyawa kasein dan juga susu.

6. Enzim gelatinase, berperan dalam mengurai senyawa gelatin.

ⓒ Golongan Enzim Esterase Macam-macam enzim yang masuk ke dalam golongan

yang satu ini antara lain: 1. Enzim lipase, berperan dalam mengurai lemak

menjadi senyawa gliserol dan juga asam lemak. 2. Enzim fosfotase, berperan dalam mengurai suatu

ester dan mendorong terjadinya pelepasan asam fosfor.

Macam-macam enzim ini bisa dijumpai di seluruh tubuh manusia dan biota akuatik. Masing-masing enzim bekerja pada substrat tertentu baik itu yang bersifat asam maupun basa. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa enzim ini memiliki sisi yang aktif dimana ia mempunyai gugus R residu asam amino yang spesifik. Menurut penelitian lanjutan, enzim ini berupa koloid yang terbentuk dengan tujuan memperbesar aktifitasnya.

Page 56: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

35

⓸ ASAM NUKLEAT

sam nukleat adalah makromolekul biokimia yang kompleks, berbobot molekul tinggi, dan

tersusun atas rantai nukleotida yang mengandung informasi genetik. Asam nukleat yang paling umum adalah Asam deoksiribonukleat (DNA) dan Asam ribonukleat (RNA). Asam nukleat ditemukan pada semua sel hidup termasuk biota perairan serta pada virus yang bertugas untuk menyimpan dan mentransfer genetik, kemudian menerjemahkan informasi ini secara tepat untuk mensintesis protein yang khas bagi masing-masing sel. Sesungguhnya, DNA dan RNA berupa anion dan pada umumnya terikat oleh protein yang mempunyai sifat basa, senyawa gabungan ini disebut dengan nukleoprotein. Makromolekul ini mempunyai susunan yang sangat unik, yaitu berupa polimer yang tersusun atas monomer yang disebut nukleotida. Tiap nukleotida terdiri atas nukleosida dan asam fosfat. Nukleosida terdiri atas gula pentosa (ribose atau deoksiribosa) dan basa nitrogen heterosiklik, yaitu turunan purina (adenine dan guanine) dan turunan pirimidina (sitosin, urasil, dan timin). Struktur kimianya adalah sebagai berikut:

Gambar 4.1. Komponen Asam Nukleat Keterangan:

• Ikatan gula ribosa dengan basa nitrogen (pada atom karbon nomor 1). • Ikatan gula ribosa dengan gugus fosfat (pada atom karbon nomor 5). • Gugus hidroksil pada atom karbon nomor 2

A

Page 57: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

36

Di antara ketiga komponen monomer asam nukleat tersebut di atas, hanya basa N-lah yang memungkinkan terjadinya variasi. Pada kenyataannya memang urutan (sekuens) basa N pada suatu molekul asam nukleat merupakan penentu bagi spesifisitasnya. Dengan perkataan lain, identifikasi asam nukleat dilakukan berdasarkan atas urutan basa N-nya sehingga secara skema kita bisa menggambarkan suatu molekul asam nukleat hanya dengan menuliskan urutan basanya saja

Mengapa bahasan tentang asam nukleat diletakan pada bab sesudah bahasan protein, dikarenakan bahasan asam nukleat erat hubungannya dengan protein. Halmana, molekul asam nukleat merupakan suatu polimer seperti protein tetapi monomernya bukan asam amino melainkan nukleotida. Dengan demikian memudahkan para mahasiswa untuk memahami tentang nukleotida.

Sejarah mencatat bahwa Friedrich Miescher adalah seorang ahli bangsa Swiss yang pertama kali temukan asam nukleat, yaitu pada tahun 1869 di Tubingen, Jerman. Dimana dia berhasil mengisolasi suatu zat yang saat itu belum diketahui dari nukleus sel nanah (sel darah putih), yang kemudian disebut sebagai nuklein. Kemudian di tahun 1879, Albrecht Kossel berhasil temukan asam nukleat, ternyata tersusun oleh suatu gugus gula, gugus fosfat, dan gugus basa.

Namun, riset terhadap peranan DNA di dalam sel baru dimulai pada awal abad 20, bersamaan dengan ditemukannya postulat genetika Mendel. DNA dan protein dianggap dua molekul yang paling memungkinkan sebagai pembawa sifat genetis berdasarkan teori tersebut.

Misteri yang belum terpecahkan ketika itu adalah: "bagaimanakah struktur DNA sehingga ia mampu bertugas sebagai pembawa genetik". Persoalan ini dijawab oleh Francis Crick dan koleganya James Watson berdasarkan hasil difraksi sinar X pada DNA oleh Maurice Wilkins dan Rosalind Franklin.

Pada tahun 1953, James Watson dan Francis Crick mendefinisikan DNA sebagai polimer yang terdiri dari 4 basa dari asam nukleat, dua dari kelompok purin : adenin dan guanin; dan dua lainnya dari kelompok pirimidin: sitosin dan timin. Keempat nukleobasa tersebut terhubung dengan glukosa fosfat.

Maurice Wilkins dan Rosalind Franklin menemukan bahwa molekul DNA berbentuk heliks yang berputar setiap 3,4 nm, sedangkan jarak antar molekul nukleobasa adalah 0,34 nm, hingga dapat ditentukan bahwa terdapat 10 molekul nukleobasa

Page 58: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

37

pada setiap putaran DNA. Setelah diketahui bahwa diameter heliks DNA sekitar 2 nm, baru diketahui bahwa DNA terdiri bukan dari 1 rantai, melainkan 2 rantai heliks.

Crick, Watson, dan Wilkins mendapatkan hadiah Nobel Kedokteran pada 1962 atas penemuan ini. Tetapi Franklin, karena sudah wafat pada waktu itu, tidak dapat dianugerahi hadiah ini (Groves, 2006)

Konfirmasi akhir mekanisme replikasi DNA dilakukan lewat percobaan Meselson-Stahl yang dilakukan tahun 1958.

Dalam bidang perikanan dan kelautan pengetahuan asam nukleat sangat penting diajarkan kepada mahasiswa, karena berhubungan dengan pengembangan industri akuakultur. Esensinya, pemulihan biota perairan yang bersifat komersial, baik kepentingan konsumsi maupun ikan hias (kebutuhan rekreasi/hobby) diperlukan pengetahuan genetika. Dengan demikian teori dasar tentang DNA dan RNA perlu dipahami oleh anak didik. Mengapa? dikatakan sebagai asam nukleat karena keberadaan umumnya di dalam inti (nukleus) sel. Asam nukleat berupa polimer nukleotida terdiri dari Deoxyribose Nucleic Acid (DNA) dan Ribose Nucleic Acid (RNA). Satu nukleotida terdiri dari 1 basa nitrogen (N), 1 gula pentosa dan 1 asam monofosfat. Basa nitrogen terdiri dari purin (adenin/A dan guanin/G), pirimidin (sitosin/C, timin/T dan urasil/U). Gula pentosa pada DNA adalah deoksiribosa sedangkan pada RNA adalah ribosa. Dengan demikian asam nukleat merupakan biopolimer, dan monomer penyusunnya adalah nukleotida. Asam deoksiribonukleat, lebih dikenal dengan singkatan DNA (deoxyribonucleic acid), adalah sejenis biomolekul yang menyimpan dan menyandi instruksi-instruksi genetika setiap organisme dan banyak jenis virus. Instruksi-instruksi genetika ini berperan penting dalam pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi organisme dan virus. DNA merupakan asam nukleat; bersamaan dengan protein dan karbohidrat, asam nukleat adalah makromolekul esensial bagi seluruh makhluk hidup termasuk biota/flora-fauna perairan. Kebanyakan molekul DNA terdiri dari dua untai biopolimer yang berpilin satu sama lainnya membentuk heliks ganda (double helix). Dua untai DNA ini dikenal sebagai ‘polinukleotida’ karena keduanya terdiri dari satuan-satuan molekul yang disebut nukleotida. Tiap-tiap nukleotida terdiri atas salah satu jenis basa nitrogen (guanina (G), adenina (A), timina

Page 59: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

38

(T), atau sitosina (C)), gula monosakarida yang disebut deoksiribosa, dan gugus fosfat. Nukleotida-nukelotida ini kemudian tersambung dalam satu rantai ikatan kovalen antara gula satu nukleotida dengan fosfat nukelotida lainnya. Hasilnya adalah rantai punggung gula-fosfat yang berselang-seling. Menurut kaidah pasangan basa (A dengan T dan C dengan G), ikatan hidrogen mengikat basa-basa dari kedua untai polinukleotida membentuk DNA untai ganda (lihat gambar 4.1) Hakekatnya, kedua rantai berkomplemen pada basa dengan ikatan hidrogen yaitu: A dengan T dan C dengan G. Ikatan antar nukleotida pada gugus fosfat 5' nukleotida yang satu direduksi oleh gugus OH 3' dari nukleotida yang berdekatan membentuk ikatan fosfodiester. Bentuk molekul DNA adalah sebagai berikut.

Gambar 4.2. Struktur Dasar Asam Nukleat

(Intinya: asam nukleat terdiri dari gula dan fosfat sebagai tulang punggung dan basa nitrogen)

Struktur tiga dimensi DNA normal disebut struktur B

yaitu: basa N ujung 5' untai polinukleotida yang satu berkomplemen dengan basa N ujung 3' dari polinukleotida pasangannya dan kedua untai polinukleotida membentuk struktur heliks-belitan searah jarum jam secara teratur mengelilingi sumbu tengah dengan jari-jari (R) sebesar 10 angstrom (10 Å, dimana 1

Å= 0,001µ). Satu putaran penuh (360 derajat) dibentuk oleh 10 nukleotida, jarak satu putaran adalah 34 Å, jarak antar nukleotida 34/10 = 3.4 Å, sudut putaran adalah 10 Å. Struktur yang tidak lazim (abnormal) adalah pengulangan GC, membentuk putaran berlawan arah jarum jam (putar kiri) membentuk struktur Z (zig-zag).

Kalau menarik benang merahnya, molekul DNA, merupakan sebuah polimer yang terdiri dari satuan-satuan

Page 60: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

39

berulang yang disebut nukleotida (Butler, 2001). Tiap-tiap nukleotida terdiri dari tiga komponen utama, yakni gugus fosfat, gula deoksiribosa, dan basa nitrogen (nukleobasa). Pada DNA, nukleobasa yang ditemukan adalah Adenin (A), Guanin (G), Sitosin (C) dan Timin (T). Nukleobasa yang terhubung dengan sebuah gugus gula disebut sebagai nukleosida, dan nukleosida yang terhubung dengan satu atau lebih gugus fosfat disebut sebagai nukleotida. Polimer yang terdiri dari nukleotida yang saling terhubung menjadi satu rantai disebut sebagai polinukleotida. Sehingga DNA termasuk pula ke dalam polinukleotida. Berikut ini disajikan struktur kimianya.

Gambar 4.3. Struktur DNA

Baik benda mati maupun makhluk hidup tersusun atas

unit fundamental yang sama yaitu atom yang terdiri dari proton, elektron dan neutron. Dari atom inilah akan terbentuk molekul yang lebih besar yang menyusun benda mati dan makhluk hidup tsb. Pada tingkat makromolekul dari kehidupan terdapat perbedaan antara yang hidup dengan yang mati. DNA membawa rahasia hidup, DNA adalah molekul kehidupan. Sandi yang dibawa DNA merupakan rumusan bagi sejumlah protein yang memiliki fungsi struktural seperti purin maupun regulator seperti enzim. Enzim berfungsi mengkatalisis reaksi biokimia, sebagaimana dalam uraian di bab dua diatas. Enzim mengatur laju kecepatan reaksi sehingga hidup ini terus berlanjut. Suatu pemahaman sederhana alur informasi dari DNA ke mRNA ke

protein adalah konsep yang disebut ‘central dogma’ {yaitu dari

DNA ke RNA (transkripsi) kemudian ke protein (translasi)}. Sel berasal dari sel yang telah ada sebelumnya karena adanya salah satu ciri hidup yaitu reproduksi. Induk/orang tua akan

Page 61: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

40

mewariskan DNA kepada turunannya agar keturunan itu sama seperti induknya. Proses ini dapat berlangsung secara aseksual dari satu sel membelah menjadi dua atau seksual yaitu gabungan antara dua sel induk atau orang tua.

Prinsip dasar, di setiap gugus gula, terikat salah satu dari empat jenis nukleobasa. Urutan-urutan empat nukleobasa di sepanjang rantai punggung DNA inilah yang menyimpan kode informasi biologis. Melalui proses biokimia yang disebut transkripsi, untiai DNA digunakan sebagai templat untuk membuat untai RNA. Untai RNA ini kemudian ditranslasikan untuk menentukan urutan asam amino protein yang dibangun. Asam ribonukleat (RNA) adalah salah satu polimer yang terdiri atas molekul-molekul ribonukleotida. Samahalnya dengan DNA, asam ribonukleat ini terbentuk oleh adanya ikatan antara atom C nomor 3 dengan atom C nomor 5 pada molekul ribosa dengan perantaraan gugus fosfat. Dibawah ini disajikan gambar struktur kimia molekul RNA :

Gambar 4.4. Struktur Kimia RNA

Sesungguhnya rantai punggung DNA resisten terhadap pembelahan kimia, dan kedua-dua ranti dalam struktur untai ganda DNA menyimpan informasi biologis yang sama. Karenanya, informasi biologis ini akan direplikasi ketika dua untai DNA dipisahkan. Sebagian besar DNA (lebih dari 98% pada manusia) bersifat ‘non-kode’, yang berarti bagian ini tidak berfungsi menyandikan protein (Ghosh and Bansal, 2003)

Replikasi merupakan proses pelipatgandaan DNA. Proses replikasi ini diperlukan ketika sel akan membelah diri. Pada setiap sel, kecuali sel gamet, pembelahan diri harus disertai dengan

Page 62: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

41

replikasi DNA supaya semua sel turunan memiliki informasi genetik yang sama.

Pada dasarnya, proses replikasi memanfaatkan fakta bahwa DNA terdiri dari dua rantai dan rantai yang satu merupakan "konjugat" dari rantai pasangannya. Dengan kata lain, dengan mengetahui susunan satu rantai, maka susunan rantai pasangan dapat dengan mudah dibentuk.

Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan bagaimana proses replikasi DNA ini terjadi. Salah satu teori yang paling populer menyatakan bahwa pada masing-masing DNA baru yang diperoleh pada akhir proses replikasi; satu rantai tunggal merupakan rantai DNA dari rantai DNA sebelumnya, sedangkan rantai pasangannya merupakan rantai yang baru disintesis. Rantai tunggal yang diperoleh dari DNA sebelumnya tersebut bertindak sebagai "cetakan" untuk membuat rantai pasangannya (Glick and Pasternak, 2003)

Proses replikasi memerlukan protein atau enzim pembantu; salah satu yang terpenting dikenal dengan nama DNA polimerase, yang merupakan enzim pembantu pembentukan rantai DNA baru yang merupakan suatu polimer. Proses replikasi diawali dengan pembukaan untaian ganda DNA pada titik-titik tertentu di sepanjang rantai DNA. Proses pembukaan rantai DNA ini dibantu oleh enzim helikase yang dapat mengenali titik-titik tersebut, dan enzim girase yang mampu membuka pilinan rantai DNA.

Setelah cukup ruang terbentuk akibat pembukaan untaian ganda ini, DNA polimerase masuk dan mengikat diri pada kedua rantai DNA yang sudah terbuka secara lokal tersebut. Proses pembukaan rantai ganda tersebut berlangsung disertai dengan pergeseran DNA polimerase mengikuti arah membukanya rantai ganda. Monomer DNA ditambahkan di kedua sisi rantai yang membuka setiap kali DNA polimerase bergeser. Hal ini berlanjut sampai seluruh rantai telah benar-benar terpisah.

Proses replikasi DNA ini merupakan proses yang rumit namun teliti. Proses sintesis rantai DNA baru memiliki suatu mekanisme yang mencegah terjadinya kesalahan pemasukan monomer yang dapat berakibat fatal. Karena mekanisme inilah kemungkinan terjadinya kesalahan sintesis amatlah kecil. Esensi, sel DNA tersusun dalam kromosom. Semasa pembelahan sel, kromosom-kromosom ini diduplikasi dalam proses yang disebut replikasi DNA. Organisme eukariotik (hewan, tumbuhan, fungi, dan protista) menyimpan kebanyakan

Page 63: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

42

DNA-nya dalam inti sel dan sebagian kecil sisanya dalam organel seperti mitokondria ataupun kloroplas (Russell, 2001). Sebaliknya organisme prokariotik (bakteri dan arkaea) menyimpan DNA-nya hanya dalam sitoplasma. Dalam kromosom, protein kromatin seperti histon berperan dalam penyusunan DNA menjadi struktur kompak. Struktur kompak inilah yang kemudian berinteraksi antara DNA dengan protein lainnya, sehingga membantu kontrol bagian-bagian DNA mana sajakah yang dapat ditranskripsikan. Didasarkan uraian diatas ternyata asam nukleat memiliki peran sebagai berikut:

⓵ DNA mengandung gen, informasi yang mengatur sintesis protein dan RNA.

⓶ DNA mengandung bagian-bagian yang menentukan pengaturan ekspresi gen (promoter, operator, dan lain lain.)

⓷ Ribosomal RNA (rRNA) merupakan komponen dari ribosom, mesin biologis pembuat protein

⓸ Messenger RNAs (mRNA) merupakan bahan pembawa informasi genetik dari gen ke ribosom

⓹ Transfer RNAs (tRNAs) merupakan bahan yang menterjemahkan informasi dalam mRNA menjadi urutan asam amino

⓺ RNAs memiliki fungsi-fungsi yang lain, di antaranya fungsi-fungsi katalis

Page 64: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

43

⓹ HORMON

istem endokrin terdiri dari sekelompok organ yang mensekresi messenger kimiawi khas disebut

‘hormon’ yang peranan kolektifnya adalah mengatur fungsi biologi internal organisme.

Hormon lebih dikenal umum sebagai “triger” pada rangsangan untuk percepatan genetika dan pertumbuhan sel.

Dalam bahasa Yunani disebut ‘hormaein’ atau terjemahan bebasnya adalah "menggiatkan atau yang menggerakkan". pertama kali digunakan pada tahun 1905 oleh Ernest Starling untuk menjelaskan aksi fisiologi dari sekretin, suatu messenger kimiawi, yang jika dilepaskan dari duodenum, selanjutnya merangsang sekresi suatu cairan kaya-bikarbonat dari pancreas.

Peranan perangsangan dari sekretin diteliti secara intensif oleh Starling dan saudara iparnya, William Bayliss. Temuan baru yang dibuat oleh dua ahli fisiologi terkemuka ini adalah bahwa perangsangan utama dari pancreas ini diperantarai oleh suatu messenger kimiawi yang dibawa oleh darah. Sebelum adanya penelitian ini, hanya diketahui adanya perangsangan saraf terhadap sekresi glandular. Dari penelitian itu, yang dilakukan selama dekade pertama dari abad itu, Bayliss dan Starling mendefinisikan suatu hormon sebagai suatu transmiter kimiawi yang dihasilkan dan dilepaskan oleh suatu organ, kemudian diangkut oleh darah untuk bekerja pada organ lain (Wiliams, 1985).

Istilah organ, seperti digunakan dalam uraian ini, didefinisikan sebagai suatu bagian tubuh dengan spesialisasi untuk fungsi tertentu. Walaupun tidak dinyatakan secara spesifik, namun klasifikasi ini mengakui bahwa suatu hormon dapat bertindak pada lebih dari satu jaringan responsif (target), contohnya, hormon pertumbuhan. Definisi klasik ini berlaku untuk sebagian besar hormon tetapi tidak mencakup semua secara ketat; sejumlah jaringan hormon, contohnya prostaglandin, diduga dihasilkan o:eh satu jenis sel dalam suatu jaringan dan bertindak pada jenis sel lain di dalam jaringan yang sama.

S

Page 65: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

44

Dengan demikian hormon adalah pembawa pesan kimiawi antar sel atau antar kelompok sel. Semua organisme multiselular, termasuk tumbuhan mampu memproduksi hormon. Kalau pada tumbuhan ada zat pengatur tumbuh yang sering disebut hormon endogen atau ‘fitohormon’. Esensinya, hormon dapat bersifat merangsang atau menghambat, dan juga mengubah proses-proses fisiologis.

Hakekatnya, hormon beredar di dalam sirkulasi darah di tubuh hewan, dan pada tumbuhan di fluida sel untuk mencari sel target. Ketika hormon menemukan sel target, hormon akan mengikat protein reseptor tertentu pada permukaan sel tersebut dan mengirimkan sinyal. Reseptor protein akan menerima sinyal tersebut dan bereaksi baik dengan mempengaruhi ekspresi genetik sel atau mengubah aktivitas protein selular (Li, 1987) termasuk di antaranya adalah perangsangan atau penghambatan pertumbuhan serta apoptosis (kematian sel terprogram), pengaktifan atau penonaktifan sistem kekebalan, pengaturan metabolisme dan persiapan aktivitas baru (misalnya renang, kawin, dan sebagainya), atau fase kehidupan (misalnya pubertas dan menopause). Pada banyak kasus, satu hormon dapat mengatur produksi dan pelepasan hormon lainnya. Hormon juga mengatur siklus reproduksi pada hampir semua organisme multiselular serta mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada makhluk hidup.

Riset tentang kerja hormon pada flora dan fauna perairan sangat kurang sehingga dalam buku ajar ini contoh-contoh mekanisme kerja hormon diambil dari pelbagai publikasi menyangkut mamalia dan tumbuhan didarat.

Hakekatnya pada hewan, hormon yang paling dikenal adalah hormon yang diproduksi oleh kelenjar endokrin. Walaupun demikian, sesungguhnya hormon dihasilkan oleh hampir semua sistem organ dan jenis jaringan pada tubuh hewan. Kemudian molekul hormon itu dilepaskan langsung ke aliran darah, walaupun ada juga jenis hormon - yang disebut ektohormon (ectohormone) yang tidak langsung dialirkan ke aliran darah, melainkan melalui sirkulasi atau difusi ke sel target.

Hormon bekerja sendiri dalam tubuh organisme, apalagi

pada hewan mamalia. Biasanya pekerjaan hormon berkordinasi dengan pusat saraf.

Sistem koordinasi merupakan suatu sistem yang mengatur kerja semua sistem organ agar dapat bekerja secara

Page 66: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

45

serasi. Sistem koordinasi itu bekerja untuk menerima rangsangan, mengolahnya dan kemudian meneruskannya untuk menaggapi rangsangan tadi. Setiap rangsangan-rangsanga yang kita terima melalui indera kita, akan diolah di otak. Kemudian otak akan meneruskan rangsangan tersebut ke organ yang bersangkutan. Setiap aktivitas yang terjadi di dalam tubuh, baik yang sederhana maupun yang kompleks merupakan hasil koordinasi yang rumit dan sistematis dari beberapa sistem dalam tubuh.

Sistem koordinasi pada hewan meliputi sistem saraf beserta indera dan sistem endokrin (hormon). Sistem saraf merupakan sistem yang khas bagi hewan, karena sistem saraf ini tidak dimiliki oleh tumbuhan. Sistem saraf yang dimiliki oleh hewan berbeda-beda, semakin tinggi tingkatan hewan semakin komplek sistem sarafnya.

Hakekatnya, sistem Koordinasi merupakan sistem saraf (pengaturan tubuh) berupa penghantaran impul saraf ke susunan saraf pusat, pemrosesan impul saraf dan perintah untuk memberi tanggapan rangsangan atau sistem yang mengatur kerja semua sistem organ agar dapat bekerja secara serasi.

Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang mempunyai bentuk bervariasi. Sistem ini meliputi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Dalam kegiatannya, saraf mempunyai hubungan kerja seperti mata rantai (berurutan) antara reseptor dan efektor. Reseptor adalah satu atau sekelompok sel saraf dan sel lainnya yang berfungsi mengenali rangsangan tertentu yang berasal dari luar atau dari dalam tubuh. Efektor adalah sel atau organ yang menghasilkan tanggapan terhadap rangsangan. Contohnya otot dan kelenjar

Sebelum masuk ke pembahasan sistem saraf pusat/hipothalamus, kita perlu pelajari dulu sistem saraf pada hewan tidak bertulang belakang (avertebrata) dan hewan bertulang belakang (vertebrata). Karena kerja hormon berhubungan dengan aktifitas saraf di dalam tubuh hewan (Brotowidjoyo, 1989).

Pengetahuan tentang susunan saraf akan mengantar kita ke pemahaman kerja hormone secara biokmia. Banyak tulisan mengulas tentang susunan saraf manusia, tapi pada organisme lainnya relatif sedikit, apalagi pada hewan avetebrata atau invertebrata.

Sistem saraf pada avertebrata 1. Hewan bersel Satu Tidak semua avertebrata memiliki sistem saraf. Hewan

Page 67: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

46

yang tergolong protozoa dan porifera tidak memiliki sistem saraf. Setiap sel penyusun tubuh hewan tersebut mampu mengadakan reaksi terhadap stimulus yang diterima dan tidak ada koordinasi antara satu sel dengan sel tubuh lainnya. Hewan bersel satu seperti amoeba dan paramaecium meskipun tidak mempunyai urat saraf tapi protoplasmanya dapat melakukan segala kegiatan sebagai mahkluk hidup seperti iritabilitas, bergerak dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.

2. Coelenterata Pada ‘coelenterata’ akuatik seperti Hydra, ubur-ubur dan

Anemon laut pada Mesoglea yang terletak diantara epidermis (ektoderm) dan gastrodermis (endoderm) terdapat sistem saraf diffus karena sel-sel saraf masih tersebar saling berhubungan satu sama lain menyerupai jala yang disebut saraf jala (gambar 5.1). Sistem saraf ini terdiri atas sel-sel saraf

Gambar 5.1. Susunan Saraf Hydra berkutub satu, berkutub dua, dan berkutub banyak yang membentuk sistem yang saling berhubungan seperti jala. Meskipun demikian impuls dari satu sel ke sel yang lainnya lewat melalui sinaps. Saraf jala sudah merupakan sistem sinaps tapi tidak mempunyai ciri-ciri sinapsis.

3. Echinodermata Sistem saraf pada Echinodermata masih merupakan

sistem saraf primitif. Meskipun sel-sel saraf tersusun dalam bentuk cincin saraf sekeliling rongga mulut dan mempunyai cabang ke tiap lengan, tetapi susunan saraf didalamnya masih diffus seperti jala belum ada pengelompokan dalam ganglion. Sel-sel saraf berhubungan (innervasi) dengan kaki pembuluh, duri dan lain-lain.

Meskipun sistem saraf Echinodermata masih diffus seperti pada Coelenterata tapi sudah mempunyai struktur tertentu dan fungsinya sudah lebih maju. Terdapat sel saraf motorik, sel saraf sensorik dan telah ada refleks.

Page 68: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

47

Pada bintang laut terdapat cincin saraf dalam cakram. Pada tiap penjuluran tubuhnya terdapat saraf radial pada sisi ventral. Saraf ini bercabang-cabang halus banyak sekali. Tiap saraf radial berakhir sebagai sebuah mata pada tiap penjuluran tubuh.

4. Platyhelminthes Kalau pada platyhelminthes sudah memiliki sistem saraf

pusat dan sistem saraf tepi. Sel-sel saraf pada cacing pipih terkonsentrasi menjadi sebuah ganglion dengan dua lobus di bagian muka yang disebut dengan ganglion kepala atau otak primitif. Dari ganglion kepala terdapat dua tali saraf memanjang ke belakang tubuhnya membentuk seperti tangga. Karena itu disebut saraf tangga tali. Sistem saraf tepi terdiri atas saraf-saraf yang tersusun secara transversal atau melintang yang menghubungkan tali saraf dengan saraf-saraf yang lebih kecil yang terletak tersebar di semua bagian tubuh. Ganglion kepala mempunyai peran sebagai pusat sensoris yang menerima impuls dari titik mata dan reseptor lainnya pada kepala. Ganglion kepala tidak mempunyai peran untuk mengkoordinasi aktifitas otot.

5. Arthropoda

Sistem saraf pada arthropoda mempunyai struktur bilateral seperti pada cacing tanah, dan Mollusca primitif. Perkembangan yang kompleks pada otak arthropoda sangat berbeda dari spesies ke spesies tapimpada dasarnya mempunyai tiga bagian yaitu protoserebrum, deuteroserebrum dan tritoserebrum. Pada arthropoda otak merupakan stasiun relay sensorik dan mempunyai pengaruh untuk mengontrol ganglia segmental yang lebih rendah seperti pada toraks dan abdomen. Ganglia segmental pada hewan ini merupakan pusat refleks lokal.

Laba-laba mempunyai ganglion-ganglion ventral bersatu dengan ganglion dorsal, dan membentuk sebuah massa saraf yang ditembus oleh esofagus dan mengeluarkan banyak cabang. Ganglion dorsal itu sering disebut otak. Alat perasa yang pokok berupa 8 buah mata sederhana.

Pada udang terdapat otak disebuah dorsal, dengan dua

buah penghubung sirkumesofageal dan sebuah rantai ganglion-

ganglion di sebelah ventral. Ganglion ventral pertama besar

berhubungan dengan beberapa persatuan ganglion. Saraf

bercabang dari otak dan korda ventral.

Page 69: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

48

Perasa sentuhan dan perasa kimia (pembau dan peraba)

pada udang sangat kuat, dan organ-organnya terdapat pada alat-

alat tambahan anterior. Ada 2 buah mata majemuk yang tersususn

dari banyak unit optik yang disebut ommatidium. Tiap mata

majemuk itu terdapat pada sebuah tangkai. Organ keseimbangan,

statokis, terdapat pada dasar antenul-antenul.

6. Annelida Pada hewan Polychaeta terdapat ganglion serebral atau

ganglion supraesofageal dapat juga disebut sebagai otak yang terletak di sebelah dorsal kepala. Ganglion supraesofageal itu dihubungkan dengan ganglion subesofageal oleh 2 buah saraf sirkumesofageal. Dari ganglion subesofageal itu mengalir ke belakang sebatang saraf ventral. Dalam setiap metamer atau segmen batang saraf ventral itu membuat tonjolan sebagai segmen ganglion. Batang saraf ventral bercabang-cabang lateral. Palpus dan tentakel pada hewan ini merupakan indera yang menerima saraf dari ganglion supraesofageal. Terdapat mata sederhana sebanyak 4 buah. Mata sederhana itu terdiri dari kornea, lensa, dan retina sehingga analog dengan mata pada vertebrata.

Sistem saraf pada Oligochaeta berupa sebuah ranting ganglion ventral, tiap segmen dengan satu rantai, mulai dari segmen ke-4. di samping iti ada ganglion suprafaringeal anterior yang juga disebut otak yang terletak dalam segmen ke-3. tali korda saraf di sekitar faring menghubungkan otak dengan ganglion ventral pertama. Dalam tiap metamer terdapat 3 pasang saraf yang berasal dari tali saraf ventral tersebut. Di dalam kulit cacing tanah terdapat organ-organ sensoris yang sensitive terhadap sentuhan dan cahaya.

Pada cacing tanah sudah mempunyai perkembangan sistem saraf yang lebih maju yaitu telah terbentuknya ganglia yang segmental sepanjang tubuhnya. Ganglion supraoesofagus yang disebut juga otak fungsinya masih tetap sebagai sebuah stasiun relay sensoris dari reseptor yang peka terhadap cahaya, sentuhan, dan zat kimia pada permukaan tubuh disekitarnya (bagian muka). Hewan ini mempunyai ganglion pada tiap ruas tubuhnya. Ganglia segmental tersebut dihubungkan dengan tali saraf ventral. Tiap ganglion mempunyai fungsi sebagai pusat yang menerima impuls dari saraf sensorik dari reseptor kulit yang ada disekitarnya. Selain itu terdapat serabut saraf berukuran besar yang menyebabkan otot longitudinal pada semua ruas berkontraksi bersama-sama.

Page 70: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

49

7. Mollusca Pada tiram terdapat 3 pasang ganglion, sepasang dekat

esophagus, sepasang dalam kaki, dan sepasang dekat ujung posterior massa visceral. Ganglion-ganglion itu dihubungkan satu dengan yang lain dengan serabut-serabut longitudinal dan yang anterior juga oleh serabut-serabut transversal.

Sel-sel sensori, mungkin peka terhadap sentuhan dan cahaya, terdapat di sepanjang batas mantel. Organ untuk mendeteksi gangguan keseimbangan terdapat pada tiram. Organ perasa kurang berkembang dibandingkan anggota molluska lainnya.

Sistem saraf pada vertebrata 1. Sistem saraf Ikan Ikan mempunyai otak yang pendek. Lobus olfaktorius,

hemisfer serebral, dan diensefalon kecil, sedang lobus optikus dan serebellum besar. Ada 10 pasang saraf kranial. Korda saraf tertutup dengan lengkung-lengkung neural sehingga mengakibatkan saraf spinal berpasangan pada tiap segmen tubuh.

Gambar 5.2. Sistem Saraf Pada Ikan

Terdapat juga pada ikan, saku olfaktoris pada moncong

dengan sel-sel yang sensitif terhadap substansi yang larut dalam air, kuncup perasa di sekitar mulut. Mata lebar mungkin hanya jelas untuk melihat dekat, tetapi dapat digunakan untuk mendeteksi benda-benda yang bergerak diatas permukaan air atau didekatnya. Telinga dalam dengan 3 saluran semisirkular, dan sebuah otolit untuk keseimbangan. Ikan tidak mempunyai telinga tengah jadi tidak ada gendang telinga. Oleh sebab itu, vibrasi atau suara diterima dan diteruskan melalui kepala atau tubuh. Garis lateral tubuh mempunyai perluasan di daerah kepala dan berguna untuk mendeteksi perubahan tekanan arus air (seperti menghindar dari batu-batuan). Garis lateral itu diinervasi oleh saraf kranial ke X (N. vagus). Oleh sebab itu beberapa ahli berpendapat bahwa garis lateral sama fungsi dengan telinga tengah pada mamalia air.

2. Sistem saraf ampibibi

Page 71: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

50

Pada ampibibi terdapat otak terbagi atas lima bagian dan serebellum merupakan bagian yang terkecil. Ada 10 saraf kranial. Tiga saraf pertama membentuk ‘pleksus brakeal’. Saraf ke-7, ke-8, dan ke-9 membentuk ‘pleksus iskiadikus’.

Hewan ini memiliki mata dengan kelopak mata atas dan kelopak mata bawah, dan ada lagi kelopak mata yang ketiga yang transparan (membran ‘niktitans’). Mata digerakkan oleh 6 otot, yaitu oto-otot superior, inferior, rektus internal, rektus eksternal, oblikus interior, dan oblikus superior.

Telinga dengan organ pendengar dan keseimbangan yang berupa 3 saluran semisirkular, yaitu vertikal anterior, vertikal posterior, dan horizontal. Membran timpani (dalam telinga tengah, tetapi tidak ada telinga luar), membawa implus-implus ke kolumella (tulang tipis dalam telinga tengah yang memancarkan implus-implus melalui ‘stapes’ ke ‘koklea’).

3. Sistem saraf reptil Pada reptil terdapat otak dengan dua lobus olfaktorius

yang panjang, hemisfer serebral, 2 lobus optikus, serebellum, medulla oblongata yang melanjut ke korda saraf. Di bawah hemisfer serebral terdapat traktus optikus dan syaraf optikus, infundibulum, dan hipofisis. Terdapat 12 pasang syaraf kranial. Pasangan-pasangan syaraf spinal menuju ke somit-somit tubuh.

Pada lidah terdapat kuncup-kuncup perasa, dan terdapat organ pembau pada rungga hidung. Mata dengan kelenjar air mata. Telinganya seperti telinga vertebrata rendah. Saluran auditori eksternal tertutup kulit, dengan membran tympani. Telinga dalam dengan tiga saluran semi sirkular untuk mendengar. Dari ruang tympani ada saluran eustachius dan bermuara dalam faring di belakang hidung dalam.

4. Sistem saraf aves (burung) Pada otak burung terdapat ‘lobus olfaktorius’ kecil dan

serebrum besar sekali. Pada ventro-kaudal serebrum terletak serebellum dan ventral lobus optikus.lubang telinga nampak dari luar, dengan ‘meatus auditoris’ eksternal terus kemembran tympani (gendang telinga). Telinga tengah dengan saluran-saluran semi sirkulat terus ke koklea.

Hidung sebagai organ pembau dimulai dengan dua lubang hidung yang berupa celah pada dorsal paruh. Indra pencium pada burung kurang baik. Mata besar dengan pekten yaitu sebuah membran bervaskulasi dan berpikmen yang melekat pada mangkuk optik, dan melanjut kedalam humor vitreus. Syaraf

Page 72: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

51

optik memasuki sklera mata di tempat yang disebut bingkai skleral. Mata dengan kelenjar air mata. Penglihatan terhadap warna sangat tajam dan cepat berakomodasi pada berbagai jarak.

5. Sistem saraf mamalia Pada mamalia terdpat serebrum besar jika dibandingkan dengan keseluruhan otak. Serebelum juga besar dan berlobus lateral 2 buah. Lobus optikus ada 4 buah. Setiap bagian lateralnya dibagi oleh alur transversal menjadi lobus anterior dan posterior.

Mempunyai telinga luar. Gelombang suara disalurkan melalui meatus auditori eksternal ke membran tympani. Telinga tengah mengandung 3 buah ‘osikel auditori’. Koklea agak berkelok. Mata tidak mengandung pekten (seperti yang terdapat pada burung). Di banding dengan vertebrata yang lebih rendah, maka pada kelinci membran olfaktori lebih luas, organ pembau lebih efektif, karena membran olfaktori itu lebih luas. Hal itu disebabkan karena papan-papan tulang dalam rongga hidung bergulung-gulung membentuk kurva.

Uraian sistem saraf diatas memperlihatkan kerja ‘neuortrasmitter’, dimana kalau hormon didistribusikan ke target organ melalui darah sedangkan ‘neurotransmitter’ melalui cairan ekstrasellular di synapsis. Efek penggabungan hormon/ neurotransmitter dengan reseptornya memberikan efek pengaturan pada target organ.

Esensinya, sistem koordinasi pada hewan meliputi sistem saraf beserta indera dan sistem endokrin (hormon). Halmana setiap rangsangan-rangsangan yang di terima melalui indera, akan diolah di otak. Kemudian otak akan meneruskan rangsangan tersebut ke organ yang bersangkutan, seperti berkembang biak biota, pertumbuhan (contohnya: udang memiliki hormon ‘ekdison’, merangsang perubahan atau pergantian kulit), dan melakukan gerakan. Setiap aktivitas yang terjadi di dalam tubuh, baik yang sederhana maupun yang kompleks merupakan hasil koordinasi yang rumit dan sistematis dari beberapa sistem dalam tubuh.

Dalam bidang perikanan riset tentang hormon baru pada tataran aplikasi dalam kegiatan budidaya perikanan. Halmana, rekayasa genetika bagi produksi bibit ikan yang unggul (tahan terhadap penyakit dan daya tumbuh cepat). Disamping itu kegiatan riset pada pengembangan ikan hias komersial, yakni kombinasi silang antar dua jenis mendapat jenis ikan baru yang

Page 73: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

52

performanya menarik dan lincah. Semua kegiataan ini berfokus pada hormon LH, GH dan FSH.

Telah diketahui bahwa, hormon pada mamalia diklasifikasikan menurut tiga penggolongan kimia yakni: polipeptida, steroid, dan amin. Dalam tabel 4.1 disajikan bentuk hormon pada mamalia dan sumbernya. Hormon polipeptida merupakan suatu ragam gugusan pengatur dan termasuk faktor pelepas dan penghambat-pelepas, yang dihasilkan oleh hipotalamus, yang masing-masing merangsang dan menghambat pelepasan hormon polipeptida dari hipofisa anterior.

Kelenjar hipofisa (hipothalamus) kadang disebut kelenjar penguasa karena kelenjar hipofisa mengkoordinasikan berbagai fungsi dari kelenjar endokrin lainnya. Beberapa hormon hipofisa memiliki efek langsung, beberapa lainnya secara sederhana mengendalikan kecepatan pelepasan hormon oleh organ lainnya. Kelenjar hipofisa mengendalikan kecepatan pelepasan hormonnya sendiri melalui mekanisme umpan balik, dimana kadar hormon endokrin lainnya dalam darah memberikan sinyal kepada kelenjar hipofisa untuk memperlambat atau mempercepat pelepasan hormonnya.

Kelenjar hipofisa terletak pada dasar otak besar dan menghasilkan bermacam-macam hormon yang mengatur kegiatan kelenjar lainnya. Oleh karena itu kelenjar hipofisa disebut “master gland”. Tabel 5.1. Hormon di Mamalia Dan Sumbernya.

Hormon Sumber Tahun temui

Polipeptida faktor pelepas

CRF/ Corticotrophic Releasing Factor (faktor pelepas kortikotropin)

Hipotalamus 1958

TRF/ Tyrotrophic Releasing Factor (faktor pelepas tirotropin)

Hipotalamus 1962

FHRF/ Follicle Stimulating Hormone

Releasing Factor (faktor pelepas hormon perangsang folikel)

Hipotalamus 1964

LRF/ Luteinizing Hormone Releasing

Factor (faktor pelepas hormon luteinisasi)

Hipotalamus 1960

PRF/ Prolactin Releasing Factor (faktor pelepas prolaktin)

Hipotalamus 1969

GHRF (faktor pelepas hormon Hipotalamus 1959

Page 74: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

53

pertumbuhan)

GIF (faktor penghambat-pelepas hormon pertumbuhan

Hipotalamus 1968

Polipeptida

ACTH (Adenocorticotropic Hormone) Hipofisa anterior 1924

TSH (Thyroid Stimulating Hormone) Hipofisa anterior 1922

FSH (Follicle Stimulating hormone) Hipofisa anterior 1926

LH (Luteinizing Hormone) Hipofisa anterior 1926

LTH (hormon luteotrofik) Hipofisa anterior 1929

GH (Growth hormone) Hipofisa anterior 1921

Vasopresin Hipofisa anterior 1895

Oksitosin Hipofisa anterior 1901

Insulin Sel pancreas-β 1889

Glukagon Sel pancreas-α 1930

Sekretin Duodenum 1902

Angiotensin Hati/Plasma 1939

Steroid

Aldosteron Korteks adrenal 1934

Glukokortikoid Korteks adrenal 1935

Testosteron Testis 1889

Estrogen Ovarium 1925

Progesteron Korpus luteum 1925

Amin

Asetilkolin Sistem saraf 1921

Tiroksin Tiroid 1895

Triyodotironin Tiroid 1951

Epinefrin Medula adrenal 1895

Norepinefrin Medula adrenal 1948

Sumber: Wiliams, 1985. Textbook of Endocrinology (7th edition).

Hormon polipeptida yang dihasilkan oleh hipofisa anterior lebih besar dari pada faktor pelepas atau penghambat hipotalamik. Terkadang ada orang berpendapat impulsaraf sama dengan kerja hormon. Sesungguhnya sekresi kelenjar endokrin beredar ke target organ melalui darah, dan kerjanya lambat bila dibandingkan kerja saraf. Namun demikian ada hormon yang dihasilkan sel-sel saraf tertentu disebut sel neurosekretori. Hormon yang dihasilkan oleh sel saraf tersebut dinamakan neurohormon. Gambar berikut ini melukiskan rangkuman kerja hormon yang dikendalikan oleh hipotalamus.

Page 75: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

54

Gambar 5.3. Jaringan hormonal dikendalikan oleh Hipotalamik-anterior.

Hipotalamus terletak di otak depan dan berfungsi penting dalam pengaturan homeostasis. Hipotalamus mempunyai sel-sel saraf khusus yang memproduksi neurohormon. Neurohormon ada yang berfungsi sebagai faktor pelepas dan ada pula yang berfungsi sebagai faktor penghambat. Hormon yang berperan sebagai faktor pelepas akan dihasilkan dan dibawa melalui pembuluh darah portahipotalamohipofisis menuju ke hipofisa. Jika hormon itu tiba di hipofisa, maka hipofisa akan mengeluarkan hormon yang sesuai.

Sistem hipotalamik-hipofisa anterior merupakan suatu operasi yang sangat kompleks. Sistem ini termasuk suatu hirarki dari organisasi dan fungsi yang melibatkan beberapa tingkat interaksi hormon-jaringan target. Ciri dasar dari sistem hipotalamik-hipofisa anterior, yang secara selektif mengendalikan produksi dari beragam hormon, digambarkan dalam gambar 5.4. Rangsangan awal dilengkapi oleh sistem saraf pusat, dan akseptor primer dari sinyal ini dalah hipotalamus.

Gambar 5.4. Sistem Pengendalian Hipotalamik-hipofisa

Page 76: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

55

Hipotalamus memberikan respon dengan mensekresikan

suatu faktor pelepas hormon yang merangsang hipofisa anterior untuk melepaskan suatu hormon (hormon 1). Karena hubungan anatomis yang erat antara hipotalmus dan hipofisa dalam otak, maka kedua kelenjar sering disebut ‘unit hipotalamik-hipofisa’. Jika suatu hormon trofik, semisal , ‘tirotropin’ disekresikan oleh hifopisa anterior ke dalam darah, maka hormon ini bertindak pada suatu kelenjar atau kelenjar-kelenjar endokrin spesifik. Pada gilirannya kelenjar endokrin melepaskan suatu hormon (hormon 2) yang diangkut oleh darah ke suatu target organ. Pengendalian umpan balik negatif dari sistem umumnya (tetapi tidak selalu) dicapai pada tingkat hipotalamus oleh produk kelenjar endokrin akhir (hormon 2). Hipofisa anterior juga mensekresikan hormon yang tidak mempunyai kerja trofik spesifik, contohnya hormon pertumbuhan, karena mereka bertindak secara langsung pada suatu organ terget. Seperti dalam gambar 5.4. terlihat sistem itu dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor molekuler eksternal pada semua tingkatan.

Penjelasan yang lebih terperinci dari sistem endokrin hipotalamik-hipofisa, yang menekan seluruhnya pada kepentingan fifiologis disajikan pada gambar 5.3. Halmana terlihat hipotalamus dan hipofisa mengendalikan suatu jaringan dari berbagai fungsi hormonal, dan walaupun hipofisa diketahui sebagai kelenjar induk (master), namun sebutan ini berhak dimiliki oleh pusat yang paling tinggi dari sistem ini, yaitu hipotalamus. Karena sistem hipotalamik-hipofisa berkaitan dengan interaksi dari sistem saraf dengan sistem endokrin, maka riset mengenai fungsi fisiologinya disebut endokrinologi saraf (neuroendokrinologi).

Dalam gambar 5.3. diatas terlihat keterkaitan endokrinologis antara hipotalamus dan hipofisa posterior, sebelumnya tidak disebutkan melepaskan pelepasan dari oksitosin dan vasopresin. Kedua hormon ini disintesis dalam hipotalamus dan kemudian ditransfer melalui akson, berikatan dengan suatu protein (BM=30.000) yang disebut neurofisin, ke hipofisa posterior, dari sini mereka dilepaskan ke dalam darah. Struktur kimia kedua hormon yang dihasilkan oleh hipofisa posterior adalah sebagai berikut:

Page 77: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

56

Gambar 5.5. Struktur Kimia hormon yang dihasilkan

oleh Hipofisa posterior Hormon vasopresin merupakan suatu hormon antidiuretik yang mengatur keseimbangan air, dan oksitosin mempengaruhi laktasi (penyusuan). Perhatikanbahwa walaupun masing-masing dari kedua hormon ini memiliki suatu fungsi fisiologi khas, namun keduanya merupakan nonpeptida yang identik kecuali untuk dua residu asam amino.

Pada prinsipnya pengaturan produksi hormon dilakukan oleh hipotalamus (bagian dari otak). Hipotalamus mengontrol sekresi banyak kelenjar yang lain, terutama melalui kelenjar pituitari (hipofisa) , yang juga mengontrol kelenjar-kelenjar lain. Hipotalamus akan memerintahkan kelenjar pituitari untuk mensekresikan hormonnya dengan mengirim faktor regulasi ke lobus anteriornya dan mengirim impuls saraf ke posteriornya dan mengirim impuls saraf ke lobus posteriornya.

Meskipun tumbuhan mampu menghasilkan makanan

sendiri (autotrofik), namun tumbuhan tetap memerlukan suatu mekanisme untuk pengaturan tumbuhnya. Pengaturan pertumbuhan ini diperlukan untuk mengontrol kapan waktu yang tepat untuk suatu bagian tumbuhan terus tumbuh dan kapan bagian-bagian yang lain berhenti tumbuh. Mekanisme tersebut memerlukan suatu bahan yakni ‘hormon’

Pada tumbuhan, hormon dihasilkan terutama pada bagian tumbuhan yang sel-selnya masih aktif membelah diri (pucuk batang/cabang atau ujung akar) atau dalam tahap perkembangan pesat (buah yang sedang dalam proses pemasakan). Transfer hormon dari satu bagian ke bagian lain dilakukan melalui sistem pembuluh (xilem dan floem) atau transfer antarsel. Tumbuhan tidak memiliki kelenjar tertentu yang menghasilkan hormon.

Zat pengatur tumbuh yang diproduksi oleh tumbuhan disebut hormon tumbuhan endogen atau fitohormon. Hormon dapat bersifat merangsang atau menghambat juga mengubah proses-proses fisiologis.

Page 78: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

57

Intinya pada tumbuhan dikenal ada beberapa hormon, seperti :

a. Auksin : membentuk perpanjangan sel, merangsang pembentukkan bunga dan buah, mengaktifkan cambium untuk membentuk sel-sel baru. b. Sitokinin : memacu pembelahan sel, mempercepat pertumbuhan akar dan tunas.

c. Giberelin : Merangsang pembelahan dan pembesaran sel, mempercepat perkecambahan biji. d. Etilen : menghambat pertumbuhan, mempercepat penuaan buah dan penuaan daun. e. Asam absisat : proses peruntokkan daun.

Gambar 5.6. Sistem Hormon pada Tumbuhan

Selain hormon yang dihasilkan oleh tumbuhan itu sendiri

(hormon endogen), sekarang terdapat hormon yang diperoleh dari luar (hormon eksogen atau sintetis). Hormon sintetis dapat diberikan kepada bagian-bagian tumbuhan dengan tujuan untuk memicu atau menghambat pertumbuhan bagian tersebut.

Fitohormon endogen kadangkala tersedia dalam keadaan tidak mencukupi, sehingga diperlukan fitohormon eksogen untuk menghasilkan respon yang dikehendaki. Selain itu, fitohormon berkerjasama dengan hormon-hormon lain untuk menghasilkan suatu respon.

Page 79: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

58

⓺ KARBOHIDRAT

arbohidrat sering disebut ‘hidrat arang’, atau ‘sakarida’. Sesungguhnya bahasa asli kaum

Yunani adalah “sákcharon” yang berarti ‘gula’ bentuk kimianya “C6H12O6”, Kimia ini adalah senyawa organik yang paling melimpah di bumi. Karena energi pertama yang berwujud fisika berasal dari matahari, oleh tumbuhan yang memiliki butir hijau daun (klorofil) diserap dan diproses menjadi gula (glucose), proses itu dikenal sebagai “proses fotosintesis”.

Intinya, karbohidrat yang ada di bumi berasal dari tumbuh-tumbuhan (Organisme autotrof) . Melalui fotosintesis, klorofil tanaman dengan bantuan sinar matahari mampu membentuk karbohidrat dari karbondioksida (CO2) berasal dari udara dan air (H2O) dari tanah atau kalau alga dari media diperairan. Karbohidrat yang dihasilkan adalah karbohidrat sederhana glukosa. Di samping itu dihasilkan oksigen (O2) yang lepas ke udara. Prinsip mekanisme yang terjadi adalah sebagai berikut:

Gambar 6.1 Mekanisme Kerja Fotosintesis Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perubahan energi matahari ini menjadi energi kimiawi bagi biomolekul yakni karbohidrat, sebagai sumber utama dari energi metabolik bagi organisrne hidup. Karbohidrat juga bertindak sebagai sumber karbon untuk sintesis biomolekul lain dan sebagai bentuk cadangan polimerik dari energi.

Karbohidrat sendiri terdiri atas karbon, hidrogen, dan oksigen. Karbohidrat memiliki berbagai fungsi dalam tubuh makhluk hidup, terutama sebagai bahan bakar (misalnya glukosa), cadangan makanan (misalnya pati pada tumbuhan dan glikogen pada hewan), dan materi pembangun (misalnya selulosa pada

K

Page 80: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

59

tumbuhan, kitin pada hewan dan jamur) (Campbell, Reece dan Mitchell, 2002)

Secara biokimia, karbohidrat adalah polihidroksil-aldehida atau polihidroksil-keton, atau senyawa lain (turunan) bila dihidrolisis. Karbohidrat mengandung gugus fungsi karbonil (sebagai aldehida atau keton) dan banyak gugus hidroksil. Pada awalnya, istilah karbohidrat digunakan untuk golongan senyawa yang mempunyai rumus (CH2O)n, yaitu senyawa-senyawa yang ‘n’ atom karbonnya tampak terhidrasi oleh ‘n’ molekul air. Namun, terdapat pula karbohidrat yang tidak memiliki rumus demikian dan ada pula yang mengandung nitrogen, fosforus, atau sulfur (Kuchel and Ralston, 2006). Secara umum struktur molekul karbohidrat disajikan pada gambar 6.2. berikut ini.

Gambar 6.2. Molekul Karbohidrat

Bentuk molekul karbohidrat paling sederhana terdiri dari

satu molekul gula sederhana yang disebut monosakarida, misalnya glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Banyak karbohidrat merupakan polimer yang tersusun dari molekul gula yang terangkai menjadi rantai yang panjang serta dapat pula bercabang-cabang, disebut polisakarida, misalnya pati, kitin, dan selulosa. Selain monosakarida dan polisakarida, terdapat pula disakarida (rangkaian dua monosakarida) dan oligosakarida (rangkaian beberapa monosakarida). Secara umum karbohidrat diklasifikasi sebagai berikut:

① Karbohidrat Sederhana

Karbohidrat sederhana terdiri dari: 1.1. Monosakarida Sebagian besar monosakarida dikenal sebagai heksosa,

karena terdiri atas 6-rantai atau cincin karbon. Atom-atom hidrogen dan oksigen terikat pada rantai atau cincin ini secara terpisah atau sebagai gugus hidroksil (OH).

Ada tiga jenis heksosa yang penting dalam ilmu gizi, yaitu glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Ketiga macam monosakarida ini

Page 81: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

60

mengandung jenis dan jumlah atom yang sama, yaitu 6 atom karbon, 12 atom hidrogen, dan 6 atom oksigen. Perbedaannya hanya terletak pada cara penyusunan atom-atom hidrogen dan oksigen di sekitar atom-atom karbon. Perbedaan dalam susunan atom inilah yang menyebabkan perbedaan dalam tingkat kemanisan, daya larut, dan sifat lain ketiga monosakarida tersebut.

Monosakarida yang terdapat di alam pada umumnya terdapat dalam bentuk isomer dekstro (D). gugus hidroksil ada karbon nomor 2 terletak di sebelah kanan. Struktur kimianya dapat berupa struktur terbuka atau struktur cincin. Jenis heksosa lain yang kurang penting dalam ilmu gizi adalah manosa.

Monosakarida yang mempunyai lima atom karbon disebut pentosa, seperti ribosa dan arabinosa. Berikut diuraikan bentuk struktur kimia karbohidrat.

Struktur terbuka

Gambar 6.3. Struktur Terbuka Kimia Karbohidrat

Struktur bentuk cincin

Gambar 6.4. Struktur Kimia Karbohidrat berbentuk Cincin

Page 82: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

61

◎ Glukosa, dinamakan juga dekstrosa atau gula anggur,

terdapat luas di alam dalam jumlah sedikit, yaitu di dalam sayur, buah, sirup jagung, sari pohon, dan bersamaan dengan fruktosa dalam madu. Glukosa memegang peranan sangat penting dalam proses transfer energi di tubuh organisme.

Glukosa merupakan hasil akhir pencernaan pati, sukrosa, maltosa, dan laktosa pada hewan dan manusia. Dalam proses metabolisme, glukosa merupakan bentuk karbohidrat yang beredar di dalam tubuh dan di dalam sel merupakan sumber energi.

◎ Fruktosa, dinamakan juga levulosa atau gula buah,

adalah gula paling manis. Fruktosa mempunyai rumus kimia yang sama dengan glukosa, C6H12O6, namun strukturnya berbeda. Susunan atom dalam fruktosa merangsang jonjot kecapan pada lidah sehingga menimbulkan rasa manis.

◎ Galaktosa, tidak terdapat bebas di alam seperti halnya

glukosa dan fruktosa, akan tetapi terdapat dalam tubuh sebagai hasil peluruhan laktosa.

◎ Manosa, jarang terdapat di dalam makanan. Di gurun

pasir, seperti di Israel terdapat di dalam manna yang mereka olah untuk membuat roti.

◎ Pentosa, merupakan bagian sel-sel semua bahan

makanan alami. Jumlahnya sangat kecil, sehingga tidak penting sebagai sumber energi.

1.2. Disakarida Ada empat jenis disakarida, yaitu sukrosa atau sakarosa,

maltosa, laktosa, dan trehaltosa. Trehaltosa tidak begitu penting dalam milmu gizi, oleh

karena itu akan dibahas secara terbatas. Disakarida terdiri atas dua unit monosakarida yang terikat satu sama lain melalui reaksi kondensasi. kedua monosakarida saling mengikat berupa ikatan glikosidik melalui satu atom oksigen (O). ikatan glikosidik ini biasanya terjadi antara atom C nomor 1 dengan atom C nomor 4 dan membentuk ikatan alfa, dengan melepaskan satu molekul air. hanya karbohidrat yang unit monosakaridanya terikat dalam bentuk alfa yang dapat dicernakan. Disakarida dapat dipecah kembali mejadi dua molekul monosakarida melalui reaksi

Page 83: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

62

hidrolisis. Glukosa terdapat pada ke empat jenis disakarida; monosakarida lainnya adalah fruktosa dan galaktosa

.

Gambar 6.5. Struktur Kimia Maltosa, Sukrosa dan Laktosa

✽ Sukrosa atau sakarosa dinamakan juga gula tebu atau

gula bit. Secara komersial gula pasir yang 99 persen terdiri atas sukrosa dibuat dari kedua macam bahan makanan tersebut melalui proses penyulingan dan kristalisasi. Gula merah yang banyak digunakan di Indonesia dibuat dari tebu, kelapa atau enau melalui proses penyulingan tidak sempurna. Sukrosa juga terdapat di dalam buah, sayuran, dan madu.

✽ Maltosa (gula malt) tidak terdapat bebas di alam.

Maltosa terbentuk pada setiap pemecahan pati, seperti yang terjadi pada tumbuh- tumbuhan bila benih atau bijian berkecambah dan di dalam usus manusia pada pencernaan pati.

✽ Laktosa (gula susu) hanya terdapat dalam susu dan

terdiri atas satu unit glukosa dan satu unit galaktosa. Kekurangan laktase ini menyebabkan ketidaktahanan terhadap laktosa. Laktosa yang tidak dicerna tidak dapat diserap dan tetap tinggal dalam saluran pencernaan. Hal ini mempengaruhi jenis mikroorganisme yang tumbuh, yang menyebabkan gejala kembung, kejang perut, dan diare. Ketidaktahanan terhadap laktosa lebih banyak terjadi pada orang tua.

✽ Trehalosa seperti juga maltosa, terdiri atas dua mol

glukosa dan dikenal sebagai gula jamur. Sebanyak 15% bagian

Page 84: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

63

kering jamur terdiri atas trehalosa. Trehalosa juga terdapat dalam serangga.

1.3. Gula Alkohol Gula alkohol terdapat di dalam alam dan dapat pula

dibuat secara sintesis. Ada empat jenis gula alkohol yaitu sorbitol, manitol, dulsitol, dan inositol.

✽ Sorbitol, terdapat di dalam beberapa jenis buah dan

secara komersial dibuat dari glukosa. Enzim aldosa reduktase dapat mengubah gugus aldehida (CHO) dalam glukosa menjadi alkohol (CH2OH). Struktur kimianya dapat dilihat di bawah.

Sorbitol banyak digunakan dalam minuman dan makanan khusus pasien diabetes, seperti minuman ringan, selai dan kue-kue. Tingkat kemanisan sorbitol hanya 60% bila dibandingkan dengan sukrosa, diabsorpsi lebih lambat dan diubah di dalam hati menjadi glukosa. Pengaruhnya terhadap kadar gula darah lebih kecil daripada sukrosa. Konsumsi lebih dari lima puluh gram sehari dapat menyebabkan diare pada pasien diabetes.

Gambar 6.6. Struktur Kimia Sarbitol dan Manitol

✽ Manitol dan Dulsitol adalah gula alkohol yang

dibuat dari monosakarida manosa dan galaktosa. Manitol terdapat di dalam nanas, asparagus, ubi jalar, dan wortel. Secara komersial manitol diekstraksi dari sejenis rumput laut. Kedua jenis alkohol ini banyak digunakan dalam industri pangan.

✽ Inositol merupakan alkohol siklis yang menyerupai

glukosa. Inositol terdapat dalam banyak bahan makanan, terutama dalam sekam serealia.

Page 85: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

64

1.4. Oligosakarida Oligosakarida terdiri atas polimer dua hingga sepuluh

monosakarida.

✽ Rafinosa, stakiosa, dan verbaskosa adalah

oligosakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Ketiga jenis oligosakarida ini terdapat di dalam biji tumbuh-tumbuhan dan kacang-kacangan serta tidak dapat dipecah oleh enzim-enzim pencernaan.

✽ Fruktan adalah sekelompok oligo dan polisakarida

yang terdiri atas beberapa unit fruktosa yang terikat dengan satu molekul glukosa. Fruktan terdapat di dalam serealia, bawang merah, bawang putih, dan asparagus. Fruktan tidak dicernakan secara berarti. Sebagian besar di dalam usus besar difermentasi.

② Karbohidrat Kompleks

2.1. Polisakarida Karbohidrat kompleks ini dapat mengandung sampai tiga

ribu unit gula sederhana yang tersusun dalam bentuk rantai panjang lurus atau bercabang. Jenis polisakarida yang penting adalah pati, dekstrin, glikogen, dan polisakarida nonpati.

✽ Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuh-

tumbuhan dan merupakan karbohidrat utama yang dimakan manusia di seluruh dunia. Pati terutama terdapat dalam padi-padian, biji-bijian, dan umbi-umbian.

Jumlah unit glukosa dan susunannya dalam satu jenis pati berbeda satu sama lain, bergantung jenis tanaman asalnya. Bentuk butiran pati ini berbeda satu sama lain dengan karakteristik tersendiri dalam hal daya larut, daya mengentalkan, dan rasa. Amilosa merupakan rantai panjang unit glukosa yang tidak bercabang, sedangkan amilopektin adalah polimer yang susunannya bercabang-cabang dengan 15-30 unit glukosa pada tiap cabang.

Page 86: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

65

amilosa amilopektin

Gambar 6.7. Bentuk Polimer dari Amilosa dan Amilopektin

✽ Dekstrin merupakan produk antara pada peluruhan

pati atau dibentuk melalui hidrolisis parsial pati. Dekstrin merupakan sumber utama karbohidrat dalam makanan lewat pipa (tube feeding). Cairan glukosa dalam hal ini merupakan campuran dekstrin, maltosa, glukosa, dan air. Karena molekulnya lebih besar dari sukrosa dan glukosa, dekstrin mempunyai pengaruh osmolar lebih kecil sehingga tidak mudah menimbulkan diare.

✽ Glikogen dinamakan juga pati hewan karena

merupakan bentuk simpanan karbohidrat di dalam tubuh manusia dan hewan, yang terutama terdapat di dalam hati dan otot. Dua pertiga bagian dari glikogen disimpan dalam otot dan selebihnya dalam hati. Glikogen dalam otot hanya dapat digunakan untuk keperluan energi di dalam otot tersebut, sedangkan glikogen dalam hati dapat digunakan sebagai sumber energi untuk keperluan semua sel tubuh. Kelebihan glukosa melampaui kemampuan menyimpannya dalam bentuk glikogen akan diubah menjadi lemak dan disimpan dalam jaringan lemak.

2.2. Polisakarin dan Nonpati/Serat Serat akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian karena

peranannya dalam mencegah berbagai penyakit. Ada dua golongan serat yaitu yang tidak dapat larut dan yang dapat larut dalam air. Serat yang tidak larut dalam air adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Serat yang larut dalam air adalah pektin, gum, mukilase, glukan, dan algal.

Selulosa merupakan unsur struktur ekstra sel pada dinding sel tumbuhan, semisalnya rumput laut. Sifatnya serabut, liat, tidak larut dalam air. Selulosa adalah homopolisakarida linear tidak bercabang. Terdiri 10 000/lebih unit D. glukosa dengan ikatan beta 1-4.

Page 87: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

66

Fungsi Karbohidrat 1. Sumber Energi Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi

bagi tubuh. Karbohidrat merupakan sumber utama energi bagi penduduk di seluruh dunia, karena banyak di dapat di alam dan harganya relatif murah. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori.

Sebagian dari karbohidrat diubah langsung menjadi energi untuk aktifitas tubuh, dan sebagian lagi disimpan dalam bentuk glikogen di hati dan di otot. Ada beberapa jaringan tubuh seperti sistem syaraf dan eritrosit, hanya dapat menggunakan energi yang berasal dari karbohidrat saja.

Hakekatnya, karbohidrat di dalam tubuh berada dalam sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi segera, juga tersimpan sebagai glikogen dan sebagian diubah menjadi lemak untuk kemudian disimpan sebagai cadangan energi di dalam jaringan lemak. Seseorang yang memakan karbohidrat dalam jumlah berlebihan akan menjadi gemuk.

2. Pemberi Rasa Manis pada Makanan Karbohidrat memberi rasa manis pada makanan,

khususnya mono dan disakarida. Gula tidak mempunyai rasa manis yang sama. Fruktosa adalag gula yang paling manis. Bila tingkat kemanisan sakarosa diberi nilai 1, maka tingkat kemanisan fruktosa adalah 1,7; glukosa 0,7; maltosa 0,4; laktosa 0,2.

3. Melindungi Protein Bila karbohidrat makanan tidak mencukupi, maka protein

akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi, dengan mengalahkan fungsi utamanya sebagai zat pembangun. Sebaliknya, bila karbohidrat makanan mencukupi, protein terutama akan digunakan sebagai zat pembangun.

4. Pengatur Metabolisme Lemak Karbohidrat mencegah terjadinya oksidasi lemak yang

tidak sempurna, sehingga menghasilkan bahan-bahan keton berupa asam asetoasetat, aseton, dan asam beta-hidroksi-butirat. Bahan-bahan ini dibentuk menyebabkan ketidakseimbangan natrium dan dehidrasi. pH cairan menurun. Keadaan ini menimbulkan ketosis atau asidosis yang dapat merugikan tubuh.

5. Membantu Pengeluaran Feses Karbohidrat membantu pengeluaran feses dengan cara

mengatur peristaltik usus dan memberi bentuk pada feses. Selulosa dalam serat makanan mengatur peristaltik usus.

Page 88: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

67

Serat makanan mencegah kegemukan, konstipasi, hemoroid, penyakit-penyakit divertikulosis, kanker usus besar, penyakit diabetes mellitus, dan jantung koroner yang berkaitan dengan kadar kolesterol darah tinggi.

Laktosa dalam susu membantu absorpsi kalsium. Laktosa lebih lama tinggal dalam saluran cerna, sehingga menyebabkan pertumbuhan bakteri yang menguntungkan.

Untuk uraian metabolisme karbohidrat di bahas pada bab metabolisme, agar para mahasiswa mengetahui rangkaian metabolisme dan koordinasi kerja dari molekul protein, asam nukleat, karbohidrat dan lipida.

Page 89: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

68

⓻ LIPIDA

ipida berasal dari bahasa Yunani, Lipos artinya lemak, dikenal umum sebagai minyak (organik,

bukan minyak mineral atau minyak bumi), lemak, sterol dan lilin/malam (wax). Istilah "lipida" mengacu pada golongan senyawa hidrokarbon alifatik nonpolar dan hidrofobik, yang esensial dalam menyusun struktur dan menjalankan fungsi sel hidup. Karena nonpolar, lipida tidak larut dalam pelarut polar, seperti air atau alkohol, tetapi larut dalam pelarut nonpolar, seperti eter, kloroform dan benzena. Berbeda dengan karbohidrat dan protein, lipida bukan merupakan suatu polimer

Intinya, lipida adalah kelompok molekul alami yang meliputi lemak, lilin/malam (wax), sterol. Wax merupakan ester asam lemak dengan alkohol monohidrat yang berat molekulnya tinggi.

Sesungguhnya fungsi utama dari lipida adalah cadangan energi, lipida simpanan (1 gram lemak menghasilkan 39.06 kjoule atau 9,3 kcal), pesinyalan (fungsional), dan bertindak sebagai

komponen pembangun membran sel/lipida struktural .( Fahy, dkk , 2009; dan Subramaniam dkk, 2011).Sedang Mashaghi, dkk (2013) mengatakan bahwa lipida dapat juga diaplikasikan dalam industri kosmetik dan makanan serta industri nanoteknologi lainnya.

Lipida dapat didefinisikan secara luas sebagai molekul kecil hidrofobik atau amfifilik (lihat gambar 7.1). Sifat amfifilik beberapa lipida memungkinkan mereka untuk membentuk struktur seperti vesikel, liposom dan multilamelar/unilamelar. Lipida secara biologis berasal, seluruhnya atau sebagian, dari dua jenis

Gambar 7.1. Bentuk fisik Lipida

L

Page 90: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

69

subunit biokimia atau "blok-pembangun" yang berbeda yaitu: gugus ketoasil dan isoprene, (Subramaniam dkk, 2011) Dengan menggunakan pendekatan ini, lipida dapat dibagi menjadi delapan kategori yakni: asam lemak, gliserolipida, gliserofosfolipida, spingolipida, sakarolipida, poliketida (turunan dari ketoasil), dan lipida sterol serta lipida prenol (berasal dari isoprena).

Meskipun istilah lipida kadang-kadang digunakan sebagai sinonim untuk lemak. Namun sesungguhnya lemak adalah subkelompok lipida yang disebut trigliserida.

Sejatinya riset tentang asam lemak dibidang kelautan, khususnya pada ikan telah dimulai sejak tahun 1950-an, namun perkembangnya sangat lambat. Tetapi riset lipida atau lemak mulai berkembang sangat pesat sejak ahli kimia bangsa Jepang, Mitsumaru Tsujimoto telah berhasil isolasi squalene dari minyak hati ikan hiu di tahun 1960-an. Ahli ini dalam risetnya memisahkan komponen kimia minyak dengan menggunakan alat gas-liquid chromatography (GLC) dan lebih meyakinkan hasil itu dikomparasi dengan menggunakan alat mass spectrometry (GC/MS). Dari hasil riset yang spektakuler ini mengoncang dunia industri sehingga peranan lemak dirasakan masyarakat begitu penting.

Bertolak hasil riset itu, bermunculan pelbagai riset baru yakni: “hidrokarbon biogenik”, semisalnya pada alga dan bakteria melalui sintesis de novo ternyata kedua organisme ini bisa mensintesa hidrokarbon yang aromatik polisiklik (Neff, 1979), dan hidrokarbon biogenik memiliki tipe rantai karbon yang panjang : C15, C17 atau C21, (Murray dkk, 1979).

Esensinya, struktur umum lipida yang banyak dikenal adalah kolesterol dan asam oleat; trigliserida yang terdiri dari oleoil, steroil dan palmitol yang melekat pada kerangka gliserol; dan fosfolipid.(Maitland,1998). Struktur kimianya seperti berikut ini:

Gambar 7.2 . Beberapa Struktur Kimia Lipida dikenal Umum

Page 91: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

70

Secara kimiawi lemak terdiri atas gliserol dan asam lemak, halmana asam lemak merupakan bagian terbesar dari lipida. Dalam lipida ditemui ada tiga asam lemak yang berbeda, yaitu: dalam bentuk lemak netral (trigliserida) atau asam lemak bebas seperti fosolipida, dan kolesterol (Kosugi and Azuma, 1994).

Trigliserida dapat berupa 95%-98% dari seluruh bentuk asam lemak terkonsumsi pada semua bentuk makanan dan prosentasenya sama dengan dalam tubuh manusia. Fosfolipida dan kolesterol dikonsumsi dalam jumlah sedikit dan merupakan komponen utama dinding sel (membran sel).

Menurut Subramaniam dkk, (2011), didasarkan pada gugus ketoasil dan isoprene, maka lipida diuraikan sebagai berikut:

1. Asam Lemak (Fatty acid) Asam lemak merupakan asam monokarboksilat rantai

panjang. Adapun rumus umum dari asam lemak adalah: CH3(CH2)nCOOH atau CnH2n+1-COOH. Rentang ukuran dari asam lemak adalah C4 sampai dengan C24. Struktur asam lemak merupakan salah satu kategori paling mendasar dari ‘biolipida’ dan dipakai sebagai blok bangunan dari lipida dengan struktur yang lebih kompleks.

Pada tahun 1904, Franz Knoop menerangkan bahwa asam lemak itu dipecah melalui oksidasi pada karbon –β. Kemudian di tahun 1949 Eugene Kennedy dan Lehninger menerangkan bahwa terjadinya oksidasi asam lemak di mitokondria (Ackman, 1989). Di mana asam lemak sebelum memasuki mitokondria mengalami aktivasi . adenosin trifosfat (ATP) memacu pembentukan ikatan tioester antara gugus karboksil asam lemak dengan gugus sulfhidril pada asetil Ko-A. Reaksi pengaktifan ini berlangsung di luar mitokondria dan dikatalisis oleh enzim asetil Ko-A sintetase (tiokinase asam lemak)

Dengan demikian esensinya, asam lemak merupakan sekelompok senyawa hidrokarbon yang berantai panjang dengan gugus karboksilat pada ujungnya. Asam lemak memiliki empat peranan utama. Pertama, asam lemak merupakan unit penyusun fosfolipida dan glikolipida. Molekul-molekul amfipatik ini merupakan komponen penting bagi membran biologi. Kedua, banyak protein dimodifikasi oleh ikatan kovalen asam lemak, yang menempatkan protein-protein tersebut ke lokasi-lokasinya pada membran . Ketiga, asam lemak merupakan molekul bahan bakar.

Asam lemak disimpan dalam bentuk triasilgliserol, yang merupakan ester gliserol yang tidak bermuatan. Triasilgliserol

Page 92: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

71

disebut juga lemak netral atau trigliserida. Keempat, derivat asam lemak berperan sebagai hormon dan cakra intrasel.

Nomenklatur asam lemak biasanya diambil dari nama sumbernya, seperti: asam palmitic, diisolasi dari minyak ‘palm’. Kemudian secara perlahan-lahan nama itu diadop (dipakai) oleh kelompok “ahli kimia di Geneva” dijadikan rangkaian hidrokarbon alifatik linear yang akhirnya sekarang telah diterima umum (Chevreul, 1815 disitasi oleh Ackman, 1989).

Sesungguhnya, nama asam lemak secara sistematis berasal dari nama hidrokarbon induknya dengan mensubsitusikan ‘oat’ untuk akhiran ‘a’ terakhir. Misalnya, asam lemak jenuh C18 disebut asam oktadekanoat sebab hidrokarbon induknya adalah oktadekana. Suatu asam lemak C18 dengan satu ikatan rangkap disebut asam okta desinoat, dengan dua ikatan rangkap disebut okta dienoat, dengan tiga ikatan rangkap ,okta trinoat. Simbol 18:0 menyatakan suatu asam lemak C18 tanpa ikatan rangkap, sedangkan 18:2 menandakan adanya dua ikatan rangkap. Hal ini para pembaca harus perhatikan, karena uraian berikut tentang komposisi asam lemak di organisme laut, dalam tabel-tebel penulis hanya menyajikan simbol-simbol tersebut, tidak menyebut nama asam lemaknya.

Pemberian nama lipida biasanya didasarkan pada panjangnya rantai karbon dan molekul alifatik tidak jenuh. Semisalnya, ikatan olefinik pada ‘monoene’ atau ‘metilene’ sebagai pemisah dari ‘polyene’ digunakan dengan simbol “(n-x)” yang letaknya berada di ujung dekat molekul nonpolar pada dua ikatan rangkap. Juga referens yang sudah umum gunakan adalah sistem umega (ω), tapi esensinya kedua sistem ini dapat digunakan pada nonmethylene-interrupted (NMI) polyenes (Joseph, 1989). Untuk molekul polar sangat spesifik, dimana senyawa olefinik diletakan pada sebelum/didepan simbol huruf Yunani “Δ”

Esensi, nomor atom karbon pada asam lemak dimulai dari ujung karboksil. Atom karbon kedua dan ketiga sering disebut sebagai α dan β. Gugus metil pada ujung distal rantai disebut karbon ω. Posisi ikatan rangkap diperlihatkan oleh symbol Δ (huruf Yunani) diikuti oleh nomor superskrip. Misalnya sis – Δ 9 berarti terdapat ikatan rangkap sis antara atom karbon 9 dan 10; trans- Δ ² berarti terdapat ikatan rangkap trans antara atom karbon 2 dan 3 . Sebaliknya posisi ikatan rangkap dapat dinyatakan dengan cara menghitung dari ujung distal, dengan atom karbon ω ( karbon metil ) sebagai atom karbon nomor 1. struktur asam lemak ω – 3 misalnya, diperlihatkan di sebelah kiri . Asam lemak

Page 93: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

72

terionisasi pada pH fisiologis, jadi lebih tepat bila asam lemak disebut menurut bentuk karboksilatnya : misalnya palmitat atau heksadekanoat.

Tahun 1976 keluarlah nomenklatur asam lemak tingkat tinggi (higher fatty acid) disajikan pada tabel 7.1. Penamaan asam lemak itu sudah dipublikasikan melalui pelbagai literatur baik pada kimia murni maupun kimia terapan. Semisalnya, suatu kasus pengistilahan tentang ‘icos’ akhir-akhir ini telah diubah menjadi ‘eicos’ dan sudah banyak digunakan di pelbagai pustaka. Seperti contoh, asam lemak polyunsaturated yaitu eicosapentaenoic acid (EPA). Suatu hasil metabolisme EPA ada senyawa yang namanya eicosanoids semula senyawa ini diberinama icosanoids tapi akhir-akhir ini berubah. Sepintas terlihat tidak ada perbedaan, sesungguhnya bagian depan kata itu di tambahi huruf ‘e’.

.Tabel 7.1. Nama dan simbol Asam Lemak

Sumber: Weast R.C.(ed) 1986. “Handbook of Chemistry and Physics, 66th edt. Disitasi oleh Ackman (1989)

Keterangan: a) Bagian akhir ditulis “ic” acid; atau ‘ate’, “yl” pada asam, garam-garam atau ester dan radikal

acyl. b) Bagian akhir ditulis “ic” acid; atau ‘ate’, “oyl” pada asam, garam-garam atau ester dan radikal

acyl. c) Tidak direkomendasikan, karena membingungkan: caproic (hexanoic) dan caprylic (octanoic).

Sedangkan nama simbolnya adalah Decanoic. d) Sesungguhnya pakai “eicosa”, tetapi tahun 1975 telah diubah oleh Komisi pemebri nama kimia

organik/ IUPAC..

Walaupun ada perubahan dalam pemberian nama, tetapi banyak juga nama umum asam lemak masih tetap menggunakan yang asli, semisalnya ‘oleic acid’ nama alamiahnya adalah octadecenoic acid, yang esensinya “cis-9-octadecenoic acid” banyak terdapat

Page 94: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

73

pada tumbuhan dan hewan. Dengan demikian asam oleik adalah asam cis-9-oktadenoik, senyawa ini pada organisme laut ± diatas 50% ada dalam bentuk ‘isomer cis-11-octadecenoic acid’ (Ackman, 1989)

Masyarakat ilmiah moderen dalam penggunaan akronim jargon, asam lemak merupakan grup karbon dan turunannya, seperti di tunjukan dalam akronim Yunani seperti pada gambar berikut:

Gambar 7.3. Gugus Karboksil dan Posisi Alfabet Yunani

Dalam grup karbon yang lebih populer di era sekarang

adalah karbon ‘ω’(umega), bentuk strukturnya dalam asam lemak

yakni ada dalam bentuk: iso, anteiso dan neo (ini harus tulis dengan huruf italik), strukturnya seperti berikut:

Gambar 7.4. Struktur Karboksil umega

Ada dua macam asam lemak yaitu: (1) asam lemak jenuh (saturated fatty acid ), yakni asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap; (2) asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acid), yakni asam lemak yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap.

Bentuk struktur kimianya adalah sebagai berikut:

Gambar 7.5. Struktur Asam Lemak

Page 95: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

74

Berdasarkan ikatan kimianya asam lemak dapat diuraikan:

① asam lemak Jenuh (asam lemak ini tidak memiliki ikatan rangkap), bersifat non-esensial karena dapat disintesis oleh tubuh dan pada umumnya berwujud padat pada suhu kamar. Asam

lemak jenuh berasal dari lemak hewani, misalnya mentega; ② asam lemak tak jenuh (asam lemak ini memiliki satu atau lebih ikatan rangkap), bersifat esensial karena tidak dapat disintesis oleh tubuh dan umumnya berwujud cair pada suhu kamar. Asam lemak tak jenuh berasal dari lemak nabati.

Asam lemak adalah asam organik berantai karbon yang panjang dan memiliki gugus karboksil tunggal (-COOH) dan ekor hidrokarbon non polar yang panjang (lihat gambar 7.1.) yang menyebabkan kebanyakan lipida tidak larut dalam air dan tampak berminyak atau berlemak. Rantai karbon, biasanya antara empat sampai 24 karbon panjang, mungkin jenuh atau tak jenuh, dan mungkin melekat pada kelompok-kelompok fungsional yang mengandung oksigen, halogen, nitrogen dan belerang. Apabila suatu ikatan ganda ada, ada kemungkinan baik ‘cis' atau isomer trans geometris, yang secara signifikan mempengaruhi konfigurasi molekul molekul itu. Obligasi 'Cis'-ganda menyebabkan rantai asam lemak membungkuk.

2. Glycerolipids (trigliserida) Glycerolipids terdiri dari mono-, di-dan tri-glycerols, yang

paling terkenal menjadi ester asam lemak gliserol atau trigliserida. Istilah "triasilgliserol" terkadang digunakan sebagai sinonim "trigliserida". Dalam senyawa ini, tiga gugus hidroksil dari gliserol masing-masing mengalami esterifikasi, biasanya oleh asam lemak yang berbeda. Oleh karena berfungsi sebagai cadangan energi.

Fungsi sebagai cadang energi, maka trigliserida banyak ditemui di alam dan biasanya energi yang tersimpan sebesar 37,6 kJ/g.lipida (Hølmer, 1989). Trigliserida tersimpan dipelbagai jaringan organisme, dan ada yang berbentuk butiran kecil di dalam sel. Umumnya trigliserida banyak terdapat dalam darah yang hangat dalam tubuh hewan dan manusia. Kalau pada mamalia akuatik seperti: ikan ‘paus’ (whale) tersimpan pada lemak yang ada dilapisan kulit.

Esensinya, mulai diketahui sejak tahun 1815 di Perancis, halmana lebih dikenal dengan penamaan ester asam lemak gliserol (glycerol ester of fatty acids) dengan simbol rasio C= 1:1, bentuknya ada yang berupa padatan maupun cair (Chevreul, 1815 disitasi oleh Hølmer, 1989). Selanjutnya pertengahan abad ke 19, seorang ahli

Page 96: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

75

bernama Berthelot berhasil mengidentifikasi ternyata terdiri dari satu, dua dan tiga molekul asam lamak, sering disebut sebagai ester gliserol (Hølmer, 1989). Nanti pada tahun 1939 trigliserida sebagai kimia lipida tertuang pada buku yang berjudul: The Chemical Constitution of Natural Fats (Hilditch dan Williams, 1964).

Triasilgliserida adalah komponen utama dari lemak penyimpan pada sel tumbuhan dan hewan, tetapi umumnya tidak dijumpai dalam membran. Triasilgliserida adalah molekul hidrofobik non polar bersifat tidak larut dalam air, tetapi mudah larut dalam pelarut non polar seperti kloroform, benzena atau eter, yang sering dipergunakan untuk ekstraksi lemak dari jaringan. Triasilgliserida akan terhidrolisis jika dididihkan dengan asam atau basa. Triasilgliserida terutama berfungsi sebagai lemak penyimpan.

Subklas tambahan glycerolipids yang diwakili oleh glycosylglycerols, yang dicirikan oleh adanya satu atau lebih residu gula melekat pada gliserol melalui ikatan glikosidik. Contoh struktur dalam kategori ini adalah digalactosyldiacylglycerols kalau subklas ini ditemukan pada membran tanaman.

Sesungguhnya senyawa dasar trigliserida berisi satu molekul ester gliserol dengan tiga asam lemak, seperti berikut :

Gambar 7.6. Senyawa Dasar Trigliserida

Dimana, R1, R2 dan R3 rantai hidrokarbon dari asam

lemak. Kemungkinan molekul sama dan/atau bisa dua, atau lebih dari tiga molekul, dikenal sebagai di-asam atau tri- asam dan seterusnya.

Menurut Hirschmann (1960) asam lemak didalam suatu molekul trigliserida asimetrik akan memproduksi juga atom karbon asimetrik yang disebut senyawa enantiomerik, semisalnya atom karbon molekul gliserol yang stereoisomer bentuknya seperti berikut:

Page 97: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

76

Sumber: IUPAC-IUB, komisi nomenklatur Biokimia (1967).

3. Glycerophospholipids (Fosfolipida) Glycerophospholipids atau fosfolipida, merupakan

komponen kunci dari lapisan ganda lipida di sel, serta terlibat dalam proses metabolisme. Selain lipida yang berada dalam keadaan bebas, ada juga lipida membran . Lipida membran yang paling banyak adalah fosfolipida. Fosfolipida merupakan lipida yang berikatan dengan fosfat anorganik. Fosfolipida berfungsi terutama sebagai unsur struktural membran. Beberapa lipida juga berikatan dengan protein spesifik membentuk lipoprotein, sedangkan yang berikatan dengan karbohidrat disebut glikolipida. Contoh fosfolipida dimembran sel adalah fosfatidilkolin (juga dikenal sebagai PC, GPCho atau lesitin), phosphatidylethanolamine (PE atau GPEtn) dan phosphatidylserine (PS atau GPSer).

Fosfolipida berasal dari organisme laut mulai dikenal sejak tahun 1920-an sampai 1930-an, walaupun pada tahun 1950 perkembangannya agak lambat (Vaskovsky, 1989). Namun demikian riset tentang fosfolipida tetap berjalan secara perlahan.

Fosfolipida pada organisme laut tergolong pada dua kelompok, yakni umumnya banyak terdapat pada organisme laut, dan kelompok yang kadang-kadang ditemui pada spesis terbatas dengan jumlah kandungan sangat kecil.

Hakekatnya fosfolipida pada organisme laut ada dalam beberapa bentuk yang diketahui, berikut ini uraian beberapa fosfolipida dengan bentuk struktur kimianya, seperti berikut:

Phosphatidylcholine (PC/GPCho)

Page 98: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

77

Umumnya fosfolipida pada organisme laut yang bertulang belakang dan tidak bertulang belakang didominasi oleh fosfatidilkolin. Hanya pada spons, karang lunak dan moluska terdapat fosfolipida jenis phosphatidylethanolamine (GPEtn) yang lebih banyak dibandingan jenis Phosphatidylcholine. Tapi pada kustasea, echinodermata, tunicata dan ikan berlimpah kandungan phosphatidylcholine (Svetashev dan Vaskovsky, 1973 dan Kostetsky dkk, 1983). Proporsi kandungan fosfolipida ini meliputi 60% (Dembitsky, 1979 dan De Koning dan McMullan, 1966), sedang pada hewan umumnya terdapat kandungan 80% (Bottino, 1975)

Phosphatidylethanolamine (PE atau GPEtn)

Senyawa GPEtn pada organisme akuatik merupakan

fosfolipida tidak begitu penting (second essential), biasanya jumlah GPEtn lebih dari 15% (LamNgok dkk, 1990, dan De Koning, 1966). Menurut Svetashev (1973) dan De Koning (1966b)) terkadang dapat melebihi 30%. Dalam riset Svetashev (1973); Phleger dan Holtz (1973) mereka memisahkan jaringan organ ikan laut, ternyata fosforlipida (PL) di gelembung renang ikan Parabassogigas sp, dan di insang ikan ‘ratail’ pasifik sangat sedikit hanya 1% dari total PL. Tetapi kandungan GPEtn di dalam darah dari bulubabi (sea urchin) terdapat kandungan 1,5%. Sedang di otak ikan ikan ‘garfish” dan di akson dari lobster Panulirus argus, didapatkan kandungan GPEtn sebesar 40%. Demikian pula pada cumi (Loligo pealli) ditemui lebih besar dari 50%.

Phosphatidylserine (PS)

Page 99: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

78

Beberapa referensi menyatakan bahwa senyawa PS di organisme laut ± 7,6% (Vaskovsky, 1989). Memang diakui bahwa riset tentang kandungan PS di hewan akuatik relatif kurang. Walaupun demikian Kostetsky dan Shchipunov (1983) mengatakan bahwa pada coral, krustasea dan Chaetognata kandungan PS berkisar 3,3-3,6%, tetapi pada spons dan fitoplankton relatif sedikit, terkadang tidak ditemui. Phosphatidylinositol (PI)

Senyawa PI dalam fosfolipida jumlahnya sangat kecil, rerata kandungannya berkisar 2-5% saja (Vaskovsky, 1989). Tetapi bisa juga melebihi 9% hanya pada ikan-ikan tertentu saja, semisalnya: ikan lele (Clarias batrachus) terdapat 18,9% (Belsare dan Belsare, 1976); bulubabi (Strongylocentrotus purpuratus) didapati 23,0% (Kinsey dkk, 1980), sedang di udang air payau Metapenaeus monoceros, hanya sejumlah 9%.

Phosphatidylglycerol (PG)

PG banyak ditemui pada bakteri laut dan alga (Oliver dan Colwell, 1973; Perry dkk, 1978) jumlahnya bisa mencapai diatas 5%. Kandungan PG beberapa organisme laut, seperti pada saraf lobster Homarus gammarus ditemui lebih dari 1,9% (Sheltawy dan Dawson, 1966), pada ‘krill’ Euphausia superba terdapat 1,5% (Bottino, 1975), pada insang kepiting, C. maenas ada sebanyak 1,3% ( Chapelle, 1977); dalam otot bulubabi, S. franciscanus

Page 100: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

79

ditemui ada 0,4% (Simon dan Rouser, 1969) dan pada telur bulubabi, S. intermedius terkandung 0,6% PG di dalam fosfolipida.

Diphosphatidylglyserol (asam fosfatidik/DPG)

DPG di bakteri tergolong pada kelompok ketiga penting

sesudah senyawa PE dan PG (Oliver dan Colwell, 1973). Secara teoritik bahwa DPG di dalam fosfolipids ada sekitar 15-20%, tetapi riset dari Thirkell dan Summerfield (1977), ternyata dalam Planoccus citreus didapatkan konsentrasi sekitar 50%. Kalau di organisme laut yang invertebrat rerata kandungannya adalah 1,6 – 3,8%, namun banyak hasil riset memperlihatkan konsentrasinya agak tinggi (Kontetsky dkk, 1983). Semisalnya: pada saraf tulang belakang anjing laut ditemui konsentrasi 6-7%; pada otak ular laut, Littorina saxatilis rudis (McManus dkk, 1975); pada kopepoda, Paracalanus parvus ditemui konsentrasi sebesar 8-10% (Moreno dkk, 1979), konsentrasi yang sama pula didapat pada abalon, sperma dari bulubabi, S.intermedius, tapi pada jaringan lunak kerangan, Mytillus platensis ditemui sebesar 12% (De Moreno, 1980). Konsentrasi DPG yang cukup tinggi ditemui yakni 41,5% pada: jaringan sel ikan Scomber scomber (Shapiro, 1970); mitokondria di telur bulubabi (Chelomin dan Svetashev, 1978) dan di ‘hepatopancreas’ kerang. Namun pada alga terdeteksi sangat sedikit (minor).

Phosphatidic Acid (PA).

Page 101: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

80

Senyawa PA tersebar pada banyak spesis organisme di laut, tapi konsentrasinya sangat sedikit, semisal pada: bakteri, alga, spons, kolenterata, sejenis cacing, krustasea, moluska, ekhinodermata dan beberapa jaringan ikan. Namun ada juga kosentrasi agak tinggi pada beberapa jenis organisme, seperti ‘tunicata’ ditemui sejumlah 1,5-2% dan pada jaringan saraf kepiting, Cancer pagurus dan lobster, Homarus gammarus terdeteksi sebesar 4% sedang di otot beberapa jenis ikan dan di kaki lobster Homarus gammarus ditemui konsentrasi sebesar 6%. Ada juga laporan Rabinowitz dkk (1976) bahwa terdapat konsentrasi diluar tidak wajar (abnormal) seperti pada moluska, B. canaliculatum (25%); Loligo pealii (47,8%); kepiting, Limulus polyphemus (49,7%) dan pada cacing laut Eudistyla polymorpha (62,3%).

Sphingomyelin (SM)

Tipe senyawae ini merupakan khas fosfolipida di hewan, tetapi telah terjadi evolusi. Sekarang ini telah diketahui senyawa SM terdistribusi pada organisme laut di 195 spesies dari 11 filum, yakni: Arthopoda, echinodermata, Annelida, Gastropoda, Coelenterata, Loricata, Bivalva, Crinoidea dan Holothuroidea dan sebagainya.

Ceramide Aminoethylphosphonate (CAEP)

Dalam organisme laut senyawa CAEP mula-mula ditemui pada bintang laut, Anthopleura elegantissima (Rouser dkk, 1963), tapi kini telah teridentifikasi juga pada moluska di laut maupun air tawar. Bahkan menurut Kostetsky dkk, (1983); Svetashev (1973); Simon dan Rouser (1969) dan De Koning

Page 102: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

81

(1972C)) CAEP terdistribusi pada Brachiopoda, Bryozoa, Moluska dan beberapa annelida, tapi di kepiting, Cyclograpsus punctatus konsentrasi sedikit saja. Kalau pada coelenterata konsentrasinya banyak ( 9,8-13,7%); dan juga di bintang laut ditemui sebesar 12,1-24,% (Svetashev, 1973), tapi pada abalon hanya sebesar 6%.

Lysophospholipids (LPLs) Tipe senyawa jenis ini di organisme laut ada dalam

bentuk LPC (Lysophosphatidylcholine) dan LPE (Lysophosphatidyl-ethanolamine) dengan konsentrasi rerata 3-5%. Tetapi pada hewan umumnya lebih didominasi senyawa LPC.

⓫ Fosfolipida Jumlahnya Sedikit a) bis-asam fosfatidik. (BPA)

Jenis fosfolipida ini lebih banyak ditemui pada bakteri dengan konsentrasi ± 3,9% dari total fosfolipida. Kemungkinan BPA juga ada di ikan namun relatif kurang, semisalnya pada ikan air tawar, Amia calva (Hack dan Helmy, 1975), sering peneliti menyebut sebagai lipida “inferct plasmalogen”. Lipida ini pada anjing ada dalam bentuk kimia N-acyl PE. Menurut Simon dan Rouser (1969) bahwa ada dua turunan ‘lyso’ dari BPA yang terdeteksi di organisme laut dalam jumlah sedikit, yaitu: pada otot kerang (scallop), Hinnits giganteum dan bulubabi, Stronggylocentrotus franciscanus. Menurut Nelson (1971) di dalam darah dolfin, Tursiops truncatus terdapat 1,3%, dan pada darah anjing laut, Phoca vitulina terdapat konsentrasi 2,8%. Adapula turunan ‘lyso’ dari BPA di bakteri teridentifikasi sebagai semilyso atau acyl PG.

b) N-akilfosfatidylserin Beberapa referens mengemukakan tipe fosfolipida jenis

ini ada didalam darah dolfin, T. truncatus; dan anjing laut Halichoerus grypus, Phoca vitulina, relatif kurang pada organisme laut lainnya. (Nelson, 1971).

Page 103: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

82

c) Fosfatidylsulfokolin (PSC)

Jenis senyawa ini banyak di alga, namun yang pertama kali jenis ini diketahui adalah hasil diisolasi dari diatom non-fotosinthetic, N. alba. (Anderson dkk, 1978)

d) Asam Fosfatidyltrimetilarsoniumlaktat. (PL)

Jenis senyawa ini yang pertamakali diisolasi dari alga laut ada dalam bentuk As atau ‘arsenate’ (Cooney dkk, 1978)

e) Ceramida Fosforyletanolamina (CPEA)

Dalam riset Hayashi dan Matsuura (1973) tidak temui pada ikan, ‘bivalva’ dan ‘cephalopoda’ tetapi pada ular laut, seperti: Monodonta labio, Tegula argyrostoma dan teridentifikasi jenis CPEA, namun pada ular laut spesies Turbo cornutus tidak terdeteksi. Menurut Simon dan Rouser (1969) di otot bulubabi, Strongylocentrotus franciscanus senyawa CPEA ditemui, tapi pada kerang, Pinctada martensii fosfolipida jenis CPEA ada dalam ikatan hidroksi-asam lemak (Itasaka dkk, 1973).

Page 104: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

83

f) Ceramida 2-N-Metilaminoetilfosfonat (CMAEP) Kandungan CMAEP ditemui pada ular laut Turbo.cornutus

(Hayashi dkk, 1969) dan kerang, M. labio (Hori dkk, 1969). Dengan analisa kromatografi ternyata CMAEP pada kerang berbasis pada asam lemak, sedang pada ular laut ada terikat sebagai sphingosine.

g) Fosfonosingoglycolipida (PSGL) Senyawa fosfolipida ini terdeteksi pertamakali pada ular

laut, Turbo.cornutus ikatan kimianya ada dalam struktur: 1-O[6’-O(N-metilaminoetilfosfonil)galaktopiranosil] seramida ( Hayasi dan Matsuura, 1971), tapi terakhir ditemui juga suatu komponen minor, yakni: 1-O-[6’-O-(aminoetilfosfonilgalaktosil] seramida (Matsuura, 1977), dan struktur kimianya sama dengan yang ditemui pada kerang (gastropoda), Monodonita labio (Matsuura, 1979). Riset belakangan ini, ternyata PSGL yang diisolasi dari ular laut, Aplysia kurodai berisikan dua komponen yakni: asam aminofosfonik dan lima monosakarida (Araki dkk, 1980).

4. Sphingolipida Sphingolipids adalah senyawa kompleks dalam sel

organisme yang sesungguhnya berasal dari sphingoid yang disintesis dari asam amino serin dan lemak rantai panjang asetil KoA, kemudian diubah menjadi ceramides, phosphosphingolipids, glycosphingolipids dan senyawa lainnya. Asam lemak jenuh biasanya dengan panjang rantai 16-26 karbon phosphosphingolipids sebagai atom utama

. 5. Sterol lipida Salah satu kelas utama lipida yang tidak tersabunkan

adalah steroid. Steroid merupakan komponen penting di membran. Steroid adalah molekul kompleks yang larut didalam lemak dengan 4 cincin yang saling berikatan. Steroid yang paling banyak adalah sterol, yang merupakan steroid alkohol.

Kolesterol adalah sterol utama pada jaringan hewan. Molekul kolesterol mempunyai gugus polar pada bagian kepalanya, yaitu gugus hidroksil pada posisi 3. Bagian molekul yang lain merupakan struktur non polar yang relatif kaku. Sterol lemak, seperti kolesterol dan turunannya, adalah komponen penting dari membran lipida, bersama dengan glycerophospholipids dan sphingomyelins. Contoh lain dari sterol adalah pitosterol, seperti β-sitosterol, stigmasterol, dan brassicasterol, senyawa yang

Page 105: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

84

terakhir ini juga digunakan sebagai biomarker untuk pertumbuhan alga. Sterol dominan dalam membran sel jamur adalah ergosterol.

6. Prenol lipida Prenol lipida disintesis dari prekursor 5-karbon difosfat

difosfat dan dimethylallyl isopentenil yang dihasilkan terutama melalui asam mevalonik (MVA) jalur. Isoprenoidnya sederhana (alkohol linier, diphosphates, dan lain lain) yang dibentuk oleh penambahan unit C5 berturut-turut, dan diklasifikasikan menurut jumlah unit-unit terpene. Struktur yang mengandung lebih dari 40 karbon dikenal sebagai politerpena.

7. Saccharolipida Saccharolipids menggambarkan senyawa asam lemak yang

dihubungkan langsung ke tulang belakang gula, membentuk struktur membran yang kompatibel. Dalam saccharolipids, pengganti monosakarida untuk hadir sebagai backbone gliserol di triglideri da dan fosfolipida.

8. Poliketida Poliketida disintesis dengan polimerisasi subunit asetil

dan propionil oleh enzim klasik serta enzim interaktif dan multimodular. Mereka terdiri dari sejumlah besar metabolit sekunder dan produk-produk alami dari hewan, tumbuhan, sumber bakteri, jamur dan alga, dan memiliki keragaman struktur yang besar (Garras dkk, 2015). Banyak poliketida molekul siklik yang sering lebih lanjut dimodifikasi oleh glikosilasi, metilasi, hidroksilasi, oksidasi, dan / atau proses lainnya. Umumnya agen anti-mikroba, anti-parasit, dan anti-kanker yang digunakan adalah poliketida atau turunan poliketida, seperti erythromycins, tetrasiklin, avermectins, dan epothilones antitumor.

Uraian berikut tentang distribusi lipida yang ada di organisme laut, yakni:

Lipida Tumbuhan Laut Dalam bagian ini akan bicarakan khusus asam lemak

politakjenuh (polyunsaturates) seperti mikroalga, rumput laut dan padang lamun (seagrasses).

Fitoplankton Riset komposisi asam lipida di fitoplankton sudah diteliti

sejak tahun 1930-an oleh J.A. Lovern, dimana pada alga hijau

Page 106: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

85

didapati minimal asam C16, C18 dan C20. Kalau pada alga coklat didominasi oleh asam lipida dengan rantai C18 dan C20.

🄰 Cyanophyceae, intinya fitoplankton memiliki peran dalam menyuplai oksigen ke lingkungan lewat proses fotosintesa. Setiap jenis fitoplankton daya kemampuan melakukan proses fotosintesa berbeda-beda, sangat tergantung pada inti kloroflasnya. Pigmen yang bekerja pada proses fotosintetis ialah: klorofil a, fikobilin

(fikoerythrin dan fikosianin), β-carotene dan xantofil. Alga biru-hijau (cyanophycea) sesungguhnya ada 4 jenis

lipida yang dikandungnya, yakni mono-galatocyl diglycerida (mono-galaktosil digliserida/MGDG), digalaktosil digliserida (DGDG), sulfoquinovosil digliserida (SQDG) dan fosfatidyl gliserol (PG). Panjang rantai karbonnya masing-masing jenis yang terdeteksi pada Anabaena variabillis dan Anacystis nidulans di sajikan pada tabel berikut.

Tabel 7.2. Distribusi Asam Lemak Pada Cyanophycea

Sumber: Kayama dkk, 1989. Lipids of Marine Plants

Page 107: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

86

T

abel

: 7.3

. K

om

po

sisi

dan

To

tal A

sam

Lem

ak

S

um

ber

: K

ayam

a dk

k, 1989. L

ipid

s o

f M

arin

e P

lan

ts.

Ket

eran

gan

: M

= sp

esis

lau

t; F

= sp

esis

air

taw

ar; F

DH

(Fr

esh

wat

er S

p a

nd

het

ero

tro

ph

ic i

n d

ark)

Page 108: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

87

Hasil riset beberapa peneliti tentang kandungan asam lemak dengan komposisinya di sajikan pada tabel 7.3.. Ternyata kandungan karbon pada alga biru-hijau tidak melebihi 20 atom karbon. Bertolak pada tabel 7.2, beberapa alga hijau, semisalnya Anacystis nidulus, ditemui lipida jenuh dan monoenoik, dan tidak ada asam ‘polyunsaturated’, hal ini menyerupai fotosintetik bakteri. Esensinya, fotosintesis pada tumbuhan mengandung asam polyenoik, tapi pada alga kelihatan unik. Dengan demikian menjadi perhatian ada hubungannya antar komposisi asam lemak dengan fungsi fisiologis. Banyak alga biru-hijau mengandung karbon 18:3 dan

asam 𝜶-linolenoik berantai C16, dan asam monoenoik berantai C18. (Kayama dkk, 1989). Menurut Nichols dan Wood (1968),

bahwa pada alga Spirulina platensis tidak ditemui asam 𝜶-

linolenic, sebaliknya yang ada adalah 𝜸-linolelenic. Demikian

juga pada strain Chroococcales hanya ada asam 𝜸-linolelenic (Stanier dkk, 1971). Tetapi hasil demonstrasi Kenyon dkk (1972).

🄱 Cryptomonad (Cryptophyceae) Alga pada klas ini adalah multiselular dan memiliki satu atau dua flagela, hidup di habitat perairan laut dan air tawar.

Hakekatnya, fitoplankton memiliki kloroflas mengandung klorofil a dan c dan dua fikobillin (fikoerythrin dan fikosianin), dan pada jenis Cyanophyceae dan Rhodophyceae

juga didapatkan. Kalau pada klas lain, nampaknya kandungan 𝜶-

caroten lebih banyak dari β-caroten (Allen dkk, 1964). Kloroflas memiliki 4 membran dengan struktur ‘thylakoid’ sederhana yakni, ada dua ikatan ‘thylakoid’.

Didasarkan pada riset dari Chuecas dan Riley (1969) dan Beach dkk (1970), bahwa asam lemak pada cryptomonad adalah

asam lemak polyunsaturated ( asam ω3-18:3ω3, 18:4ω3, 20:5ω3

dan 22:6ω3 )yang lebih dominan, sedang asam 𝜸-linolenic

(18:3ω6) relatif sedikit, barangkali hanya ada pada beberapa

Page 109: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

88

spesies saja, apalagi asam 20:4ω6 tidak ditemui. Komposisi asam lemak di cryptomonad di sajikan pada tabel 7.4. berikut.

Tabel 7.4. Komposisi Asam Lemak Cryptomonad

Sumber : Kayama dkk (1989). Keterangan: M= Spesis autotrofik di laut; F= Spesie autotrofik di Air tawar; FH= spesies heterotrofik air tawar, dan MHL=spesies

heterotrofik di laut

🄲. Dinoflagelata (Dinophyceae). Hakekatnya, fitoplankton jenis ini bergerak mengguna-

kan dua flagela, dinoflagelata banyak ditemui di perairan laut, hanya sedikit spesies di air tawar.

Dalam klas ini, umumnya karakteristik asam hasil

fotosintetik terbentuk jenis asam 16:0, 18:4ω3 dan 22:6ω3,

sedang asam tak jenuh lainnya juga ada seperti: asam 𝜶-Linolenik dan C18 lainnya. Tapi asam tak jenuh C16 ada dalam konsentrasi minor. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa produk asam lemak dari klas ini lebih didominasi asam lemak

umega 3 (ω3) polyunsaturated. Hasil laporan riset dari : Harrington, dkk (1970);

Chuecas dan Riley (1969); Ackman, dkk (1968) dan Patton, dkk (1966) diringkaskan dan disajikan pada tabel 7.5.

Page 110: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

89

T

abel

7.5

. K

om

po

sisi

Asa

m L

emak

di F

ito

pla

nkto

n D

ino

flag

elat

a

Sum

ber

:

Kay

ama

dkk

(1989)

K

eter

anga

n: M

= S

pes

ies

autr

otr

ofi

k d

i L

aut;

MA

x=

sp

esie

s au

xo

tro

fik d

i la

ut;

dan

MH

= jen

is h

eter

otr

ofi

k d

i la

ut

Page 111: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

90

Menurut Harrington dan Holz (1968), dalam uji coba terhadap jenis Gymnodinium cohni ternyata kondisi nir-fotosintetik dan fotosintetik memperlihatkan hasil berbeda, yakni dikondisi

nir-fotosintek asam lemak 18:4ω3 tidak ada, kemudian dengan adanya fotosintetik memperlihatkan kandungan asam lemak

16:0, 18:, dan 22:6ω3 lebih dominan. Suatu studi yang dilakukan oleh Harrington, dkk (1970)

tentang tiga asam lipida dari jenis, Glenodinium sp.yaitu MGDG, DGDG dan Fosfatidyl kholin disajikan pada tabel berikut:

Tabel 7.6. Distribusi Asam Lipida di Glenodinium Sp.

Sumber : Harrington dkk (1970)

Tabel diatas, terlihat asam Oktadekatetraenoik (18:4ω3) mendominasi konsentrasi di Lipida total, dan perbandingan antar MGDG dan DGDG adalah 86 dan 48%, sedang fosfatidil kolin hanya 11%. Namun demikian kandungan glikolipida yang

lebih penting adalah 16:0 dan 22:6ω3.

🄳 Haptophyceae Jenis ini sedikit agak unik bentuknya, dimana terdapat

tiga flagella seperti pada spesies haptonema. Fitoplankton Haptophyceae, dalam pengembangan

kloroflas biasanya dengan 4 membran yang berisikan tiga ikatan

Page 112: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

91

‘thylakoid’. Hasil fotosintesis didapatkan tiga jenis klofil, yakni: klorofil a dan c serta fukosantin.

Jenis ini umumnya menghasilkan asam lemak 16:0, 16:1

dan 20:5ω3(Chuecas dan Riley, 1969), namun ada juga beberapa spesies teridentifikasi jenis asam lemak C16 dan C18 yang polyunsaturated (Lee dan Loeblich, 1971). Laporan Cheecas dan Riley (1969), bahwa alga Hymenomonas carterae, kaya akan C16 asam polyunsatureted tetapi miskin akan C18 polinoat.

🄴 Xanthophyceae, Chrysophyceae, Rhaphiphyceae. Klas ini memperlihatkan 4 membran sitoplasma, melalui

3 ikatan ‘thylakoid’ dapat menghasilkan klorofil a dan c serta β-karoten.

Komposisi asam lemak di beberapa spesies pada klas Xanthophyceae, disajikan pada tabel berikut.

Tabel 7.7. Komposisi Asam Lemak di Xanthophyceae

Sumber: Kayama, dkk (1989) Keterangan: F=spesies autotrofik di air tawar; M= spesies autotrofik di laut, dan tr= jumlah sedikit/ tdk terdeteksi. Bertolak dari tabel diatas, terlihat yang asam lemak yang

disintesis adalah 16:0, 16:1 dan 20:5ω3, tetapi karbon 18 asam

Page 113: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

92

lemak tak jenuh tidak ditemui. Namun asam lemak 20:4ω6 dapat terjadi hanya komponennya sedikit, bentuk seperti ini kelihatan samadengan pada diatom. Cryssophyceae, pada klas ini di jenis Pseudopedinella sp, didapatkan asam lemak yang dominan adalah 16:1, 16:3 dan

20:5ω3, komposisi ini mirip dengan jenis, Hymnenomonas (Chrysophaera) carterae di kelas Haptophyceae atau atom. Menurut Kayama dkk (1989), bahwa komposisi asam lemak di jenis Ochromona danica, sebagai fotoheterotrofik di air tawar berbeda dengan spesis fitoplankton fotosintetik di air laut,

halmana asam lemak C18 asam tak jenuh dan 20:5ω3 yang merupakan komponen terbesar di spesis fitoplankton laut,

ternyata tidak ditemui, walaupun asam 𝜶-linolenik dan 𝜸-linolenik juga ada.

🄵 Diatom (Bacillariophyceae). Diatom tergolong produksi primer di rantai makanan di

laut dan air tawar. Hasil riset Kayama, dkk (1963) bahwa alga,

Chaetoceros simplex mengandung klorofil a dan c, β-karoten dan beberapa xanthofil. Kemudian dalam riset itu melaporkan, klorofas pada diatom dengan sitoplas 4 membran dipisahkan ke dalam dua bagian, yakni ada satu struktur “thylakoid” di membran, dan ada 3 ikatan ‘thylakoid’. Halini sama dengan struktur yang dimiliki oleh Xanthophyceae dan Crysophyceae. Komposisi asam lemak dari beberapa jenis diatom disajikan pada tabel 6.7. Tabel tersebut memperlihatkan karakteristik komposisi asam lemaknya sama dengan komposisi asam lemak pada alga lainnya, dimana terdapat asam lemak

penting, seperti 16:1, 16:3 dan 20:5ω3, namun khusus asam

lemak jenis 18:3ω3 tidak ada. Esensinya, di diatom terdapat asam lemak jenis: MGDG, DGDG, SQDG, fosfatidyl gliserol, fosfadityl kolin dan fosfatdityl inositol, samahalnya dengan komposisi yang ada di alga hijau dan tumbuhan tingkat tinggi, tetapi asam lemak jenis fosfatidyl etanolamin, difosfatidyl gliserol dan fosfatidik konsentrasinya sangat sedikit.

Page 114: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

93

Tab

el 7

.8. K

om

po

sisi

Asa

m L

em

ak

Pad

a D

iato

m

Sum

ber

: K

ayam

a dk

k (

1989)

K

eter

anga

n: M

= S

pes

ies

auto

tro

fik d

i la

ut

dan

tr

= jum

lah

sed

ikit

.

Page 115: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

94

Hasil riset Opute (1974), distribusi asam lemak pada

jenis Navicular incerta (diatom hidup di laut) dan N. muralis (di air

tawar) disajikan pada tabel 6.8. Halmana, asam lemak C20

polyunsaturated, 20:4ω6 dan 20:5ω3 konsentrasinya berbeda

diantara kedua jenis diatom tersebut.

Tabel 7.9. Distribusi Asam Lemak Pada Diatom

🄶 Prasinophyceae Jenis fitoplankton ini tergolong klas yang baru,

walaupun sesungguhnya berasal dari grup klas Chlorophyceae. Halmana, Chlorophyceae, dalam hal produk primer lewat fotosintetik, kulit selnya mengdandung gula dan strukturnya terdapat flagella. Namun komponen utama pigmennya atau struktur kloroflas adalah sama bentuknya dengan Chlorophyceae.

Jenis ini kaya akan asam lemak C20 , khususnya 20:5ω3, berbeda dengan Chlorophyceae. Tetapi distribusi C16 dan C18 sama dengan yang ada pada alga hijau (Chlorophyceae).

Page 116: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

95

Tabel 7.10. Komposisi Asam Lemak di Prasinophyceae

Sumber : Kayama, dkk (1989) Keterangan: - Semu jenis autrotrofik di laut

- Tr= konsentrasi sedikit.

🄷 Chlorophyceae. Hakekatnya, alga hijau merupakan grup terbesar di

fitoplankton dengan variasi spesis mulai dari plankton unisel sampai pada bentik multisel. Alga hijau unisel terdiri dari yang dapat berpindah tempat (Volvocales) dan yang menetap, semisal: Chlorococcales (tidak dapat berpindah). Fitoplankton ini sama halnya dengan tumbuhan tingkat tinggi, memiliki klorofil a dan

b dengan β-karoten dan xanthofil. Komposisi asam lemak yang dikandung oleh alga hijau dipetakan ke dalam tabel 7.10.

Umumnya fitoplankton hijau ini di air tawar memperlihatkan komposisi asam lemak sama dengan tumbuhan tingkat tinggi, yakni terdiri asam tak jenuh C16 dan C18,

khususnya asam 𝜶-linolenik. Tetapi beberapa spesis di laut,

semisalnya: Dunalliela, dapat mensitesis 18:4ω3 atau asam poly-takjenuh C20 dan C22, secara ringkas disajikan pada tabel 7.11.

Page 117: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

96

Tab

el 7

. 11. K

om

po

sisi

Asa

m L

em

ak

Pad

a A

lga H

ijau

(C

hlo

rop

hyc

eae)

Sum

ber

: K

ayam

a, d

kk

(1989).

Kete

ran

gan

: M

= S

pes

isd

i L

aut;

F

= S

pes

is d

i ai

r ta

war

; F

HL

= s

pes

is d

i ai

r ta

war

den

gan

cah

aya;

FH

D=

air

taw

ar k

on

dis

i ge

lap

Page 118: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

97

Tabel 7.12. Komposisi Asam Lemak di Dunaliella tertiolecta.

Sumber: Evans dkk (1982)

Keterangan: tr= Konsentrasi sangat kecil.

Simpulannya, asam lemak yang dikandung oleh alga hijau relatif sama dengan tumbuhan tingkat tinggi, yakni: dengan empat ‘thylakoid’ yang panjang dalam membran, lipidanya terdiri dari, fosfatidyl kolin; fosfatidyl etanolamin dan fosfatidyl inositol. Tetapi lipida jenis fosfatidyl serin hanya ditemui pada beberapa spesis saja (Kayama dkk, 1989) Rumput Laut dan Padanglamun

Rumput laut memiliki kandungan karbohidrat, lipida dan protein, dalam riset Ito dan Tsuchiya (1977) terhadap kandungan lipida, protein dan KH pada kedalaman yang berbeda disajikan pada tabel berikut. Tabel 7.13. Komposisi Kimia Di Rumput Laut

Sumber: Ito dan Tsuchiya (1977).

Page 119: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

98

Bertolak dari table diatas, nampaknya kandungan lipida pada kedalam 1 dan 3 m kandungan lipida relatif sama (tidak berubah), nanti pada kedalaman lebih besar dari 3 m, konsentra-si lipida makin menurun. Biasanya penurunan itu terjadi dalam kisaran 1-2% (Hayashi dkk, 1974).

Dalam laporan riset Shima dan Taguchi (1966) dan Kayama dkk (1983), bahwa pada rumput laut jenis Porphyra,

asam lemak yang dominan adalah jenis asam tak jenuh 20:5ω3, dimana konsentrasinya hampir 50% dari total asam lemak di dalam tubuhnya. Sedang riset yang dilakukan oleh Jamieson dan Reid (1972), mengatakan alga coklat dan alga merah mengandung asam lemak politidakjenuh: C18 dan C20.

Komposisi asam lemak di beberapa spesis alga merah, coklat dan hijau dapat dilihat table berikut.

Tabel 7.14. Komposisi Asam Lemak Di Beberapa Spesies Rumput Laut

Sumber : Jamieson dan Reid (1972).

Melihat tabel diatas, pada alga hijau proporsi asam

lemak jenis 16:4ω3 cukup tinggi. Kemudian asam lemak jenis:

18:3ω3 dan 18:4ω3 cukup signifikan di alga hijau, Enteromorpha intestinalis dan Ulva lactuca. Tetapi kalau pada alga coklat

konsentrasi yang signifik adalah asam lemak 20:4ω6. Suatu hal

yang menarik pada alga merah, dimana asam lemak 20:5ω3

Page 120: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

99

sangat tinggi konsentrasinya (25,6 – 47,6 % dari total asam lemak). Bahkan menurut Ackman (1981), alga merah: Palmaria palmata, Halosaccion ramenteceum dan Porphyra leucostica memiliki

kandungan asam lemak 20:5ω3 sebesar 50 – 70 % dari total asam lemak total. Johns dkk (1979) telah melakukan riset diperairan laut Australia bagian utara, ternyata hasil risetnya, pada alga merah

yang biasanya ditemui asam lemak 20:4ω3 telah berubah

menjadi 20:5ω3, bahkan kosentrasinya bisa mencapai 40% dari total asam lemak yang dikandungnya.

Kalau asam cis-vaccenik (18:1ω7) ditemui hamper semua jenis rumput laut (Kayama dkk, 1989), bahkan pada alga hijau, U. pertusa dan E.intestinalis ditemui 13-15% dari total asam

lemak. Kemudian untuk asam trans-16:1ω13 ditemui pada alga coklat dan hijau (lihat table 7.15). Tabel 7.15 Komposisi Asam Lemak di Beberapa Alga Laut

Sumber: Johns dkk (1979)

Keterangan : adalah asam trans ω13 hexadesenoik

Hasil riset dari Jamieson dan Reid (1975) terhadap beberapa jenis tumbuhan tingkat tinggi: jenis bungaan, pakis dan fungus di sajikan pada table 7.15.

Page 121: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

100

Joseph dkk (1990) menyatakan bahwa umumnya

rumput laut mengandung asam lemak jenis 16:0; 18:2ω6 dan

18:3ω3 dimana komposisi ini relatif sama dengan yang dikandung oleh alga hijau dan tumbuhan tingkat tinggi. Tabel 7.16. Komposisi Asam Lemak di Tumbuhan Tingkat Tinggi

Sumber: Jamieson dan Reid (1975); Tok dan Noeris (1973)

Dengan demikian jelas bagi kita, komposisi asam lemak yang ada di tumbuhan tingkat tinggi sama dengan yang ada pada laga hijau, sedang asam lemak yang ada pada alga merah dan coklat kandungan asam C20 lebih besar konsentrasinya.

Invertebrata Laut (organisme tidak bertulang belakang) Kandungan lipida di invertebrata sangat tergantung dari

sumber makanan yang ada di dalam rantai makanan di laut. Sudah diketahui umum, bahwa siklus energi makanan di laut dimulai dari fitoplankton, zoplankton, ikan karnivor, mamalia yang akhirnya tiba ke manusia.

Informasi yang tersedia tentang komposisi asam lemak di organisme tidak bertulang belakang di laut dapat dikatakan sangat kurang, tapi semua jenis lipida dapat ditemui diorganisme ini, tergantung jenis klasnya. Umumnya lipida yang terkandung

Page 122: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

101

pada organisme invertebrata, semisalnya organisme bersifat komersial (moluska dan krustasea) komposisinya adalah: plasmalogen, wax ester, fosfonolipida dan sialoglikolipida. Walaupun di filum lain ada tetapi sangat tergantung dari makanan sebagai kusor lipida di rantai makanan.

Asam lemak

Filum Porifera Penemu, berat molekul (BM) asam lemak di spons adalah W. Bergmann dan A.N. Swift di tahun 1951, kemudian di tahun 1970-an dikembangkan oleh C. Litchfield melalui riset-riset mutahir (Joseph, 1989).

Asam lemak dengan rantai karbon yang panjang di spons (organisme ini tergolong pada klas Demospongiae), para ahli, terutama Litchied dan koleganya sepakat asam itu diberi nama ‘asam demospongi’ (Sargent dkk, 1976). Hasil riset Sargent dkk (1976) Panjang rantai karbon di spons (klas Desmopongiae) teridentifikasi di beberapa jenis, disajikan pada table 7.16, berikut.

Tabel 7.17. Panjang Rantai Karbon di Asam Lemak Pada Spons Klas Desmopongiae (%/Berat)

Sumber: Joseph (1989)

Page 123: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

102

Didasarkan table diatas, terlihat >50% spesies uji spons teridentifikasi berasam lemak berantai 24 – 30 karbon, dan konsentrasi rendah pada Halichondria panacea (35%) sedng tertinggi ada di Jenis Cliona celata sebesar 79%.

Filum Cnidaria Laporan hasil riset Meyers dkk disitasi oleh Bauermeister dan Sargent (1979), karang lunak (Millepora sp.) yang diperoleh di perairan laut Caribbean didapatkan kendungan asam lemak adalah 14:0 (3,7%); 16:0 (46,3%); 18:1 (6,1%) dan 20:0 (11,1%), demikian pula sampel yang didapatkan dari perairan samudera Pasifik selatan, ternyata relatif sama. Komposisi asam lemak pada hydrozoa, Physalia physalis dan dua spesis ‘jellyfish’ (Medusae pelagis) hasil riset dari Lambertsen (1979) dan Ackman & Eaton (1970) disajikan pada table berikut. Tabel 7.18. Asam Lemak Umumnya pada Hidrozoa

Sumber : Lambertsen (1978) dan Ackman & Eaton (1970)

Bertolak dari table diatas, disimpulkan bahwa komposisi asam lemak pada hydrozoa, P.physalis dan kedua jenis ‘jellyfish’ relative sama dengang jenis asam lemak di terumbu karang daerah tropis. Hanya bedanya, asam arachidonic, 20:4 (n-6) tidak ada di lipida pada terumbu karang.

Filum Moluska. Hakekatnya lipida di moluska banyak terdapat di bagian hepatopankreas, dan kandungan asam lemaknya sangat tergantung dari makanan yang dimakannya.

Page 124: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

103

Semisalnya, di klas Polyplacophora ada yang senang memakan rumputan di pebatuan di dasar perairan dan bagi jenis yang kebiasaan hidup di daerah garis pantai, umumnya senang memakan alga. Intinya klas ini tergolong organisme herbivora. Seperti jenis ‘chiton’, Ponerplax costata, asam lemak jenuh yang utama adalah 14:0 dan 16:0, monoene 18:1(n-9); 20:4(n-6); 20:5(n-3) dan 22:4(n-6) atau 22:5(n-3), sedang yang politakjenuh, 22:6(n-3) konsentrasinya sangat sedikit ( Joseph, 1989). Kalau pada klas gastropoda ada tiga kelompok menurut kebiasaan makan yakni: Archeaogastropoda, seperti ‘chiton’ yang senang makan substrat yang melekat dibatu; Mesogastropoda, kebiasaan makan herbivora dan carnivore; dan Neogastropoda organisme carnivora. Komposisi asam lemak yang dikandungnya tergantung pada jenis makanannya. Sebagai contoh pada gastropoda komersial ‘abalon’, dimana komposisi asam lemaknya relative sama dengan di ‘chiton’ yakni: 14:0; 16:0; 18:1; 20:4(n-6); 20:5(n-3), dan 22:5(n-3), sedang jenis asam lemak 22:6(n-3) kandungnya sangat sedikit (lihat table 7.19) Tabel 7.19. Komposisi Asam Lemak di Abalon

. Sumber: Joseph (1989).

Page 125: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

104

⓼ METABOLSME

etabolisme dapat diartikan sebagai “perubahan”. Semua perubahan kimia dan

energi yang terjadi di dalam sel hidup atau proses peluruhan kimia dan pembentukan senyawa melalui membran sel. Dimaksud dengan membran sel atau membran plasma, organel itu tersusun atas molekul lemak dan protein bersifat semipermeabel. Seperti dalam uraian pada bab 2 diatas, organel ini mengatur lalu lintas molekul dan ion-ion dari luar dan ke dalam sel. Jadi perubahan kimia dalam sel yang dimaksud meliputi :

⑴ mengekstraksi energi dari bahan makanan dan /atau

sinar matahari dan mengubahnya menjadi bentuk energi lain,

⑵ mengubah senyawa yang terdapat dalam bahan

makanan menjadi senyawa yang diperlukan, dan

⑶ mengurai dan membentuk biomolekul yang diperlu-

kan bagi selnya. Dalam metabolisme makhluk hidup dapat mengubah

dan memakai senyawa-senyawa kimia dari sekitarnya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Sel-sel yang tumbuh secara serempak dapat melangsungkan sintesa ribuan jenis molekul protein dan asam nukleat dalam proporsi yang tepat, yang dibutuhkan untuk menyusun protoplasma hidup yang fungsional, yang khas bagi spesies masing-masing. Dimaksudkan dengan protoplasma, telah diuraikan pada bab 2, tentang struktur sel.

Proses metabolisme yang terjadi di dalam sel makhluk hidup melibatkan sebagian besar enzim (katalisator) baik

M

Page 126: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

105

berlangsung secara anabolisme dan respirasi katabolisme. Sedang produk metabolisme disebut metabolit.

Jadi, reaksi-reaksi enzimatis pada metabolisme diatur secara cermat, sehingga hanya terdapat jumlah yang dibutuhkan dari tiap jenis molekul unit penyusun, dan mengelompokan molekul-molekul ini menjadi sejumlah tertentu dari molekul tiap-tiap jenis asam nukleat, protein dan lipida. Lebih jauh lagi, sel hidup mampu mengatur sintesa katalisatornya sendiri, yakni enzim. Intinya, sel dapat menghentikan sintesis enzim yang dibutuhkan untuk membuat suatu produk tertentu dari molekul pemulanya, jika produk tersebut telah tersedia dilingkungannya. Sifat penyesuaian dan pengaturan diri sendiri ini menyebabkan sel hidup dapat mempertahankan dirinya dalam keadaan mantap (steady state), walaupun terjadi fluktuasi dilingkungan luar.

Hakekatnya, proses metabolisme meliputi: pertama, katabolisme (penguraian), yakni merupakan proses penguraian molekul kimia besar menjadi molekul yang lebih kecil, menghasilkan energi dan merupakan reaksi oksidasi. Contoh : a) glikogenolisis : proses pemecahan glikogen menjadi glukosa; b) glikolisis : proses pemecahan glukosa menjadi asam piruvat glikolisis terjadi dalam sitoplasma. Kedua, anabolisme (Proses sintesis) yakni merupakan proses pembentukan molekul kimia kecil menjadi molekul yang lebih besar, proses yang membutuhkan energi, dan proses ini menggunakan reaksi reduksi. Contoh: a) proses fotosintesis ialah proses pengubahan zat organik H2O dan CO2 oleh klorofil menjadi zat organik (karbohidrat); b) glikogenesis ialah proses pembentukan glikogen dari glukosa, terjadi pada saat kita kelebihan makanan; dan c) glikoneogenesis ialah proses pembentukan glukosa dari protein atau lemak.

Prinsip dasar metabolisme pada ikan relatif sama dengan manusia. Halmana makanan yang masuk melalui mulut diolah di dalam lambung, zat-zat kimia protein, KH dan lipida didistribusikan ke darah melalui hati. Dalam hati (liver) proses metabolism terjadi, senyawa-senyawa kimia dari makanan itu diluruhkan melalui enzim-enzim tertentu.

Page 127: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

106

Gambar 8.1. Prinsip Dasar Metabolisme di Ikan

Pada bab 6, telah diuraikan berbagai macam karbohi-

drat, antara lain monosakarida, disakarida, oligosakarida serta polisakarida.

Karbohidrat siap dikatabolisir menjadi energi jika berbentuk monosakarida. Energi yang dihasilkan berupa adenosin trifosfat (ATP). Glukosa merupakan karbohidrat terpenting. Dalam bentuk glukosalah massa karbohidrat makanan diserap ke dalam aliran darah, atau ke dalam bentuk glukosalah karbohidrat dikonversi di dalam hati, serta dari glukosalah semua bentuk karbohidrat lain dalam tubuh dapat dibentuk. Glukosa merupakan bahan bakar metabolik utama bagi jaringan mamalia (kecuali hewan pemamah biak).

Unsur ini diubah menjadi karbohidrat lain dengan fungsi sangat spesifik, misalnya glikogen untuk simpanan, ribose dalam bentuk asam nukleat, galaktosa dalam laktosa susu, dalam senyawa lipid kompleks tertentu dan dalam bentuk gabungan dengan protein, yaitu glikoprotein serta proteoglikan.

Gambar 8.2. melukiskan secara umum proses metabolisme yang berlangsung di dalam tubuh. Halmana protein, asam nukleat, KH dan lipida mengalami proses metabolisme (baik katabolisme maupun anabolisme) melalui asam pyruvate yang kemudian masuk ke asetil co-A.

Page 128: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

107

Gambar 8.2. Metabolisme global

Zat makanan setelah dicerna dan diserap disebut sebagai ‘metabolisme intermediat’. Jadi metabolisme intermediat mencakup suatu bidang luas yang berupaya memahami bukan saja lintasan metabolik yang dialami oleh masing-masing molekul, tetapi juga interelasi dan mekanisme yang mengatur arus metabolit melewati lintasan tersebut. Lintasan metabolisme dapat digolongkan menjadi 3

kategori: lintasan anabolik (penyatuan/pembentukan). Ini merupakan lintasan yang digunakan pada sintesis senyawa pembentuk struktur dan mesin tubuh. Semisalnya sintesis

protein. lintasan katabolik (pemecahan). Lintasan ini meliputi berbagai proses oksidasi yang melepaskan energi bebas, biasanya dalam bentuk fosfat energi tinggi atau unsur ekuivalen

pereduksi, seperti rantai respirasi dan fosforilasi oksidatif. lintasan amfibolik (persimpangan). Lintasan ini memiliki lebih dari satu fungsi dan terdapat pada persimpangan metabolisme sehingga bekerja sebagai penghubung antara lintasan anabolik dan lintasan katabolik. Contoh dari lintasan ini adalah siklus asam sitrat,seperti berikut:

Page 129: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

108

Gambar 8.3. Siklus Asam Sitrat

Sesungguhnya semua organisme termasuk manusia harus memproses hasil penyerapan produk-produk pencernaan seperti: protein, asam nukleat, karbohidrat dan lipida dari makanan. Secara berurutan, produk-produk ini terutama adalah glukosa, asam lemak serta gliserol dan asam amino. Semua produk hasil pencernaan diproses melalui lintasan metaboliknya masing-masing menjadi suatu produk umum yaitu asetil KoA, yang kemudian akan dioksidasi secara sempurna melalui siklus asam sitrat dan dihasilkan energi berupa adenosin trifosfat (ATP) dengan produk buangan karbondioksida (CO2). Secara ilustrasi dilukiskan pada skema lintasan metabolik dasar, sebagai penjabaran dari gambar 8.2 diatas.

Gambar 8.4. Ilustrasi Skematis Lintasan Metabolik Dasar

Sebagian besar protein dicerna menjadi asam amino, selebihnya menjadi tripeptida dan dipeptida. Penguraian protein

Page 130: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

109

dimulai di dalam lambung, halmana asam klorida di lambung membuka gulungan protein sehingga enzim pencernaan dapat memecah ikatan perptida. Asam klorida mengubah pepsinogen tidak aktif yang dikeluarkan oleh mukosa lambung menjadi bentuk aktif pepsin. Karena makanan umumnya hanya sebentar tinggal di dalam lambung, sebab setelah terjadi campuran polipeptida, proteose dan pepton maka peluruhan protein mulai berlangsung. Pencernaan protein dilanjutkan di dalam usus halus oleh campuran enzim protease. Pankreas mengeluarkan cairan yang bersifat sedikit basa dan mengandung berbagai prekursor protease seperti tripsinogen, kimotripsinogen dan proelastase.

Secara ringkas, cairan pankreas mengandung proenzim trypsinogen dan kimotrypsinogen. Proenzim trypsinogen dan kimotrypsinogen diaktifkan menjadi enzim trypsin dan kimotrypsin oleh enzim enterokinase yang dihasilkan oleh sel-sel mukosa usus halus. Enzim trypsin dan kimotrypsin berperan memecah polipeptida menjadi peptida sederhana. Selanjutnya peptide tersebut dipecah menjadi asam amino oleh enzim peptidase (erepsin). Enzim peptidase dapat dibedakan menjadi 2 macam berdasarkan aktivitasnya yaitu enzim aminopeptidase memecah gugus amina dari polipeptida dan karboksipeptidase memecah gugus karboksil dari polipeptida. Nuklease memecah asam nukleat (DNA dan RNA) menjadi nukleotida.

Hidrolisis produk-produk lebih kecil hasil pencernaan protein dapat terrjadi setelah memasuki sel-sel mukosa. Mukosa usus halus mengeluarkan enzim amino peptidase yang memecah polipeptida menjadi asam amino bebas.

Metabolisme protein dimulai setelah protein dipecah menjadi asam amino. Asam amino akan memasuki siklus Krebs atau TCA (Tri Carboxylic Acid) bila dibutuhkan sebagai sumber energi atau bila berada dalam jumlah berlebih dari yang dibutuhkan untuk sintetis protein. Disebut sebagai siklus Krebs karena orang yang pertama memperkenalkan siklus ini adalah Hans Krebs di tahun 1932

Page 131: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

110

Pada prinsipnya protein menghasilkan asam amino, dimana sebagian besar asam amino digunakan untuk pembangunan protein tubuh. Bila ada kelebihan atau bila tidak tersedia cukup karbohidrat dan lemak untuk kebutuhan energi, sebagian asam amino dipecah melalui jalur yang sama dengan glukosa untuk menghasilkan energi. Asam amino lain langsung memasuki siklus Krebs (TCA) untuk menghasilkan energi.

Sesungguhnya, asam amino dalam tubuh terutama digunakan untuk sintesis protein. Tetapi, jika asupan glukosa rendah, asam amino dapat diubah menjadi glukosa melalui jalur yang disebut glukoneogenesis yaitu pembentukan glukosa baru dari prekursor nonkarbohidrat (akan diuraikan lanjut di bahasan metabolisme KH berikut).

Tahap awal pembentukan metabolisme asam amino, melibatkan pelepasan gugus amino, kemudian baru perubahan kerangka karbon pada molekul asam amino. Dua proses utama pelepasan gugus amino yaitu, transaminasi dan deaminasi.

Transaminasi ialah proses katabolisme asam amino yang melibatkan pemindahan gugus amino dari satu asam amino kepada asam amino lain. Dalam reaksi transaminasi ini gugus amino dari suatu asam amino dipindahkan kepada salah satu dari tiga senyawa keto, yaitu asam piruvat, a ketoglutarat dan oksaloasetat, sehingga senyawa keto ini diubah menjadi asam amino, sedangkan asam amino semula diubah menjadi asam keto. Ada dua enzim penting dalam reaksi transaminasi yaitu alanin transaminase dan glutamat transaminase yang bekerja sebagai katalis dalamreaksi berikut :

Pada reaksi ini tidak ada gugus amino yang hilang,

karena gugus amino yang dilepaskan oleh asam amino diterima oleh asam keto. Alanin transaminase merupakan enzim yang mempunyai kekhasan terhadap asam piruvat-alanin. Glutamat

Page 132: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

111

transaminase merupakan enzim yang mempunyai kekhasan terhadap glutamat-ketoglutarat sebagai satu pasang substrat.

Reaksi transaminasi terjadi didalam mitokondria maupun dalam cairan sitoplasma. Semua enzim transaminase tersebut dibantu oleh piridoksalfosfat sebagai koenzim. Telah diterangkan bahwa piridoksalfosfat tidak hanya merupakan koenzim pada reaksi transaminasi, tetapi juga pada reaksi-reaksi metabolisme yang lain.

Fase berikut, asam amino akan mengalami deaminase yaitu melepas gugus amino. Biasanya proses ini membutuhkan suatu vitamin. Asam amino kemudian dikatabolisme melalui tiga cara. Kira-kira separuh dari asam amino diubah menjadi piruvat dan separuhnya lagi diubah menjadi asetil KoA. Sisa asam amino kecuali aspartat diubah menjadi asam glutamat, dideaminase dan langsung memasuki siklus Krebs. Asam amino yang masuk ke siklus TCA merupakan asam amino glukogenik karena dapat menghasilkan energi atau keluar dari siklus dan diubah menjadi glukosa (lihat gambar 8.2)

Deaminasi oksidatif adalah proses pemecahan (hidrolisis) asam amino menjadi asam keto dan ammonia (NH4+), secara skematik digambarkan sebagai berikut:

Deaminasi menghasilkan 2 senyawa penting yaitu senya-wa nitrogen dan nir-nitrogen.

1. Senyawa nir-nitrogen yang mengandung gugus C, H, dan O selanjutnya diubah menjadi asetil Co-A untuk sumber energi melalui jalur siklus Kreb’s atau disimpan dalam bentuk glikogen.

2. Senyawa nitrogen dikeluarkan lewat urin setelah diubah lebih dahulu menjadi ureum.

Proses deaminasi kebanyakan terjadi di hati, oleh karena itu pada gangguan fungsi hati (liver) kadar NH3 meningkat. Gas beracun ini dikeluarkan (ekskresi) melalui ginjal bersama urin.

Page 133: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

112

Hasil deaminase adalah asam keto dan amoniak. Amoniak merupakan basa yang bersifat racun yang bila berlebihan akan mengganggu keseimbangan asam basa.

Urea adalah suatu senyawa yang mudah larut dalam air, bersifat netral, terdapat dalam urine yang dikeluarkan dari dalam tubuh.

Dalam reaksi pembentukan karbamil fosfat ini, satu mol ammonia bereaksi dengan satu mol karbondioksida dengan bantuan enzim karbamilfosfat sintetase. Reaksi ini membutuhkan energi, karenanya reaksi ini melibatkan dua mol ATP yang diubah menjadi ADP. Disamping itu sebagai kofaktor dibutuhkan Mg++ dan N-asetil-glutamat.

Karbamil fosfat yang terbentuk bereaksi dengan ornitin membentuk sitrulin. Dalam reaksi ini bagian karbomil bergabung dengan ornitin dan memisahkan gugus fosfat. Sebagai katalis pada pembentukan sitrulin adalah ornitin transkarbamilase yang terdapat pada bagian mitokondria sel hati.

Selanjutnya sitrulin bereaksi dengan asam aspartat membentuk asam argininosuksinat. Reaksi ini berlangsung dengan bantuan enzim argininosuksinat sintetase. Dalam reaksi tersebut ATP merupakan sumber energi dengan jalan melepaskan gugus fosfat dan berubah menjadi AMP.

Dalam reaksi ini asam argininosuksinat diuraikan menjadi arginin dan asam fumarat. Reaksi ini berlangsung dengan bantuan enzim argininosuksinase, suatu enzim yang terdapat dalam hati dan ginjal. Reaksi terakhir ini melengkapi tahap reaksi pada siklus urea. Dalam reaksi ini arginin diuraikan menjadi urea dan ornitin. Enzim yang bekerja sebagai katalis dalam reaksi penguraian ini ialah arginase yang terdapat dalam hati. Ornitin yang terbentuk dalam reaksi hidrolisis ini bereaksi dengan karbamilfosfat untuk membentuk sitrulin.

Asam amino esensial tidak dapat dibuat oleh tubuh, sebaliknya asam amino non-esensial dapat dibuat oleh tubuh sepanjang tersedia cukup nitrogen. Hal ini dilakukan dengan memindahkan gugus amino dari suatu asam amino ke asam keto, sehingga menghasilkan asam amino baru dan satu asam keto.

Page 134: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

113

Dengan cara ini sel hati dapat mensintesis berbagai asam amino non-esensial. Proses transaminase membutuhkan koenzim NAD, PLP, THF, dan vit. B12.

Sebagian amoniak yang dibentuk dalam hati merupakan sumber nitrogen guna mensintesis asam amino. Selebihnya harus didetosikasi. Amoniak yang tidak digunakan bergabung dengan CO2 dan menghasilkan ureum yang tidak terlalu bersifat racun. Perubahan amoniak menjadi ureum terjadi melalui reaksi yang kompleks, yaitu siklus ureum.

Ureum dikeluarkan dari hati masuk ke aliran darah hingga di ginjal. Salah satu fungsi ginjal adalah mengeluarkan ureum dari darah melalui urin. Dalam keadaan normal hati dapat mengubah semua amoniak menjadi ureum dan mengeluarkannya ke dalam darah. Ginjal kemudian membersihkan darah dari amoniak dan mengeluarkannya melalui urin.

Kreatin disintesis di hati dari asam amino methionin, glisin, dan arginin. Diotot skelet, kreatin mengalami posforilasi menjadi posfokreatin yang merupakan sumber energi penting di otot skelet. ATP yang berasal dari proses glikolisis dan posforilasi oksidatif. ATP bereaksi dengan kreatin membentuk ADP dan sejumlah besar posfokreatin. Kreatinin dalam urin berasal dari pemecahan posfokreatin.

Esensi, dalam tubuh kita, protein mengalami perubahan –perubahan tertentu dengan kecepatan yang berbeda untuk tiap protein. Protein dalam darah, hati dan organ tubuh lain mempunyai waktu paruh antara 2,5 sampai 10 hari. Protein yang terdapat pada jaringan otot mempunyai waktu paruh 120 hari. Rata-rata tiap hari 1,2 gram protein/kilogram berat badan diubah menjadi senyawa lain. Ada tiga kemungkinan mekanisme perubahan protein, yaitu : 1) sel-sel mati, lalu komponennya mengalami proses penguraian atau katabolisme dan dibentuk sel –sel baru; 2) masing-masing protein mengalami proses penguraian dan terjadi sintesis protein baru, tanpa ada sel yang mati; dan ke 3) protein dikeluarkan dari dalam sel diganti dengan sintesis protein baru.

Biosintesis protein, terjadi dalam sel merupakan

reaksi kimia yang kompleks dan melibatkan beberapa senyawa

Page 135: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

114

penting, terutama DNA dan RNA. Molekul DNA merupakan rantai polinukleutida yang mempunyai beberapa jenis basapurin dan piramidin, dan berbentuk heliks ganda. Dengan demikian akan terjadi heliks ganda yang baru dan proses terbentuknya molekul DNA baru ini disebut replikasi, urutan basa purin dan piramidin pada molekul DNA menentukan urutan asam amino dalam pembentukan protein.

Peran dari DNA itu sendiri sebagai pembawa informasi genetik atau sifat-sifat keturunan pada organisme. Dimana ada dua tahap pembentukan protein:

1) tahap pertama disebut transkripsi, yaitu pembentukan molekul RNA sesuai pesan yang diberikan oleh DNA.

2) tahap kedua disebut translasi, yaitu molekul RNA menerjemahkan informasi genetika kedalam proses pembentukan protein.

Biosintesis protein terjadi dalam ribososm, yaitu suatu partikel yang terdapat dalam sitoplasma r RNA bersama dengan protein merupakan komponen yang membentuk ribosom dalam sel, perananya dalam dalam sintesis protein yang berlangsung dalam ribosom belum diketahui.

m RNA diproduksi dalam inti sel dan merupakan RNA yang paling sedikit jumlahnya. kode genetika yang berupa urutan basa pada rantai nukleutida dalam molekul DNA. tiap tiga buah basa yang berurutan disebut kodon, sebagai contoh AUG adalah kodon yang terbentuk dalam dari kombinasi adenin-urasil-guanin, GUG adalah kodon yang terbentuk dari kombinasi guanin-urasil-guanin. Sesungguhnya, kodon yang menunjuk asam amino yang sama disebut sinonim, misalnya CAU dan CAC adalah sinonim untuk histidin. perbedaan antara sinonim tersebut pada umumnya adalah basa pada kedudukan ketiga misalnya GUU,GUA,GUC,GUG.

Bagian molekul t RNA yang penting dalam biosintesis protein ialah lengan asam amino yang mempunyai fungsi mengikat molekul asam amino tertentu dalam lipatan anti kodon. Lipatan anti kodon mempunyai fungsi menemukan kodon yang menjadi pasangannya dalam m RNA yang tedapat dalam ribosom. pada prosese biosintesis protein, tiap molekul t

Page 136: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

115

RNA membawa satu molekul asam amino masuk kedalam ribosom. Pembentukkan ikatan asam amino dengan t RNA ini berlangsung dengan bantuan enzim amino asli t RNA sintetase dan ATP melalui dua tahap reaksi:

asam amino dengan enzim dan AMP membentuk kompleks aminosil-AMP-enzim.

reaksi antara kompleks aminoasil-AMP-enzim dengan t RNA Proses biosintesis akan berhenti apabila pada m-RNA

terdapat kodon UAA,UAG,UGA. karena dalam sel normal tidak terdapat t RNA yang mempunyai antikodon komplementer.

Metabolisme KH Secara garis besar, tahap respirasi pada tumbuhan dan

hewan melewati jalur yang sama, yang dikenal sebagai siklus Krebs. Dalam siklus Krebs, piruvat diubah menjadi asam laktat, etanol, dan sebagian asetat. Hakekatnya, siklus Krebs merupakan jalur metabolisme yang utama dari berbagai senyawa hasil metabolisme, yaitu hasil katabolisme karbohidrat, lemak, dan protein dan asam nukleat. Halmana secara matematis, satu molekul asetil co-A dalam siklus Krebs bisa menghasilkan 12 ATP. Sedang untuk satu molekul glukosa dapat menghasilkan 38 ATP. Hasil dari Siklus Krebs adalah energi ATP, CO2, dan H2O. Hal itu terjadi pada makhluk hidup aerob, sedangkan pada makhluk hidup anaerob tidak menggunakan metabolisme siklus Krebs sebagai penghasil energinya.

Esensi, ada beberapa jalur metabolisme karbohidrat baik yang tergolong sebagai katabolisme maupun anabolisme, yaitu glikolisis, oksidasi piruvat, siklus asam sitrat, glikogenesis, glikogenolisis serta glukoneogenesis. Secara ringkas, jalur-jalur metabolisme karbohidrat diuraikan sebagai berikut:

glukosa sebagai bahan bakar utama akan mengalami glikolisis (dipecah) menjadi 2 piruvat jika tersedia oksigen. Dalam tahap ini dihasilkan energi berupa ATP.

Page 137: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

116

selanjutnya masing-masing piruvat dioksidasi menjadi asetil KoA. Dalam tahap ini dihasilkan energi berupa ATP.

asetil KoA akan masuk ke jalur persimpangan yaitu siklus asam sitrat. Dalam tahap ini dihasilkan energi berupa ATP.

jika sumber glukosa berlebihan, melebihi kebutuhan energi maka glukosa tidak dipecah, melainkan akan dirangkai menjadi polimer glukosa (disebut glikogen). Glikogen ini disimpan di hati dan otot sebagai cadangan energi jangka pendek. Jika kapasitas penyimpanan glikogen sudah penuh, maka karbohidrat harus dikonversi menjadi jaringan lipid sebagai cadangan energi jangka panjang.

jika terjadi kekurangan glukosa dari makanan sebagai sumber energi, maka glikogen dipecah menjadi glukosa. Selanjutnya glukosa mengalami glikolisis, diikuti dengan oksidasi piruvat sampai dengan siklus asam sitrat. jika glukosa dari makanan tak tersedia dan cadangan glikogenpun juga habis, maka sumber energi non karbohidrat yaitu lipid dan protein harus digunakan. Jalur ini dinamakan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru) karena dianggap lipid dan protein harus diubah menjadi glukosa baru yang selanjutnya mengalami katabolisme untuk memperoleh energi.

Glikolisis Proses glikolisis menghasilkan lebih sedikit energi per

molekul glukosa dibandingkan dengan oksidasi aerobik yang sempurna. Energi yang dihasilkan disimpan dalam senyawa organik berupa adenosin trifosfat atau yang lebih umum dikenal dengan istilah ATP dan NADH.

Glikolisis berlangsung di dalam sitosol semua sel. Lintasan katabolisme ini adalah proses pemecahan glukosa menjadi: 1) asam piruvat, pada suasana aerob (tersedia oksigen) dan 2) asam laktat, pada suasana anaerob (tidak tersedia oksigen).

Page 138: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

117

Glikolisis merupakan jalur utama metabolisme glukosa agar terbentuk asam piruvat, dan selanjutnya asetil-KoA untuk dioksidasi dalam siklus asam sitrat (Siklus Krebs). Selain itu glikolisis juga menjadi lintasan utama metabolisme fruktosa dan galaktosa.

Keseluruhan persamaan reaksi untuk glikolisis yang menghasilkan laktat sebagai berikut:

Glukosa+2ADP +2Pi 2L(+)-Laktat +2ATP +2H2O

Secara rinci, tahap-tahap dalam lintasan glikolisis adalah sebagai berikut:

1) Glukosa masuk lintasan glikolisis melalui fosforilasi menjadi glukosa-6 fosfat dengan dikatalisir oleh enzim heksokinase atau glukokinase pada sel hati dan sel pancreas. Proses ini memerlukan ATP sebagai donor fosfat. ATP bereaksi sebagai kompleks Mg-ATP. Terminal fosfat berenergi tinggi pada ATP digunakan, sehingga hasilnya adalah ADP. (-1P) Reaksi ini disertai kehilangan energi bebas dalam jumlah besar berupa kalor, sehingga dalam kondisi fisiologis dianggap irrevesibel. Heksokinase dihambat secara alosterik oleh produk reaksi glukosa 6-fosfat.

Mg2+

Glukosa + ATP glukosa 6-fosfat + ADP

2. Glukosa 6-fosfat diubah menjadi Fruktosa 6-fosfat dengan bantuan enzim fosfoheksosa isomerase dalam suatu reaksi isomerasi aldosa-ketosa. Enzim ini hanya bekerja pada

anomer ∞-glukosa 6-fosfat.

-D-glukosa6-fosfat -D-fruktosa6-fosfat

3.Fruktosa 6-fosfat diubah menjadi Fruktosa 1,6

bifosfat dengan bantuan enzim fosfofruktokinase. Fosfo-fruktokinase merupakan enzim yang bersifat alosteriksekaligus bisa diinduksi, sehingga berperan penting dalam laju glikolisis. Dalam kondisi fisiologis tahap ini bisa dianggap irreversible.

Page 139: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

118

Reaksi ini memerlukan ATP sebagai donor fosfat, sehingga hasilnya adalah ADP.(-1P)

-D-fruktosa 6-fosfat + ATP D-fruktosa 1,6-bifosfat

4. Fruktosa 1,6-bifosfat dipecah menjadi 2 senyawa triosa fosfat yaitu gliserahdehid 3-fosfat dan dihidroksi aseton fosfat. Reaksi ini dikatalisir oleh enzim aldolase (fruktosa1,6-bifosfat aldolase).

D-fruktosa 1,6-bifosfatD-gliseraldehid 3-fosfat + dihidroksiaseton fosfat 5. Gliseraldehid 3-fosfat dapat berubah menjadi dihidroksi aseton fosfat dan sebaliknya (reaksi interkonversi). Reaksi bolak-balik ini mendapatkan katalisator enzim fosfotriosa isomerase.

D-gliseraldehid 3-fosfat dihidroksiaseton fosfat 6. Glikolisis berlangsung melalui oksidasi gliseraldehida 3-fosfat menjadi 1,3-bifosfogliserat, dan karena aktivitas enzim fosfotriosa isomerase, senyawa dihidroksi aseton fosfat juga dioksidasi menjadi 1,3-bifosfogliserat melewati gliseraldehida 3-fosfat. D-gliseraldehida 3-fosfat + NAD+ + Pi 1,3-bifosfogliserat + NADH + H+

Enzim yang bertanggung jawab terhadap oksidasi di

atas adalah gliseraldehid 3-fosfat dehidrogenase, suatu enzim yang bergantung kepada NAD. Atom-atom hydrogen yang dikeluarkan dari proses oksidasi ini dipindahkan kepada NAD+ yang terikat pada enzim. Pada rantai respirasi mitokondria akan dihasilkan tiga fosfat berenergi tinggi. (+3P) Catatan:

Page 140: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

119

Karena fruktosa 1,6-bifosfat yang memiliki 6 atom C dipecah menjadi gliseraldehida 3-fosfat dan dihidroksi aseton fosfat yang masing-masing memiliki 3 atom C, dengan demikian terbentuk 2 molekul gula yang masing-masing beratom C3 (triosa). Jika molekul dihidroksiaseton fosfat juga berubah menjadi 1,3-bifosfogliserat, maka dari 1 molekul glukosa pada bagian awal, sampai dengan tahap ini akan menghasilkan 2 x 3P = 6P. (+6P)

7. Energi yang dihasilkan dalam proses oksidasi

disimpan melalui pembentukan ikatan sulfur berenergi tinggi, setelah fosforolisis, sebuah gugus fosfat berenergi tinggi dalam posisi 1 senyawa 1,3 bifosfogliserat. Fosfat berenergi tinggi ini ditangkap menjadi ATP dalam reaksi lebih lanjut dengan ADP, yang dikatalisir oleh enzim fosfogliserat kinase. Senyawa sisa yang dihasilkan adalah 3-fosfogliserat.

1,3-bifosfogliserat + ADP 3-fosfogliserat + ATP Catatan : Karena ada dua molekul 1,3-bifosfogliserat, maka energi yang dihasilkan adalah 2 x 1P = 2P. (+2P) 8. 3-fosfogliserat diubah menjadi 2-fosfogliserat dengan dikatalisir oleh enzim fosfogliserat mutase. Senyawa 2,3-bifosfogliserat (difosfogliserat, DPG) merupakan intermediate dalam reaksi ini.

3-fosfogliserat 2-fosfogliserat 9. 2-fosfogliserat diubah menjadi fosfoenol piruvat (PEP) dengan bantuan enzim enolase. Reaksi ini melibatkan dehidrasi serta pendistribusian kembali energi di dalam molekul, menaikkan valensi fosfat dari posisi 2 ke status berenergi tinggi. Enolase dihambat oleh fluoride, suatu unsure yang dapat digu-nakan jika glikolisis di dalam darah perlu dicegah sebelum kadar glukosa darah diperiksa. Enzim ini bergantung pada keberadaan Mg2+ atau Mn2+.

Page 141: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

120

2-fosfogliserat fosfoenol piruvat + H2O

10. Fosfat berenergi tinggi PEP dipindahkan pada ADP oleh enzim piruvat kinase sehingga menghasilkan ATP. Enol piruvat yang terbentuk dalam reaksi ini mengalami konversi spontan menjadi keto piruvat. Reaksi ini disertai kehilangan energi bebas dalam jumlah besar sebagai panas dan secara fisiologis adalah irreversible.

Fosfoenol piruvat + ADP piruvat + ATP Catatan : Karena ada 2 molekul PEP maka terbentuk 2 molekul enol piruvat sehingga total hasil energi pada tahap ini adalah 2 x 1P = 2P. (+2P). 11. Jika keadaan bersifat anaerob (tak tersedia oksigen), reoksidasi NADH melalui pemindahan sejumlah unsur ekuivalen pereduksi akan dicegah. Piruvat akan direduksi oleh NADH menjadi laktat. Reaksi ini dikatalisir oleh enzim laktat dehidrogenase.

Piruvat + NADH + H+ L(+)-Laktat + NAD+ Dalam keadaan aerob, piruvat diambil mitokondria, dan setelah konversi menjadi asetil-KoA, akan dioksidasi menjadi CO2 melalui siklus asam sitrat (Siklus Kreb). Ekuivalen pereduksi dari reaksi NADH + H+ yang terbentuk dalam glikolisis akan diambil oleh mitokondria untuk oksidasi melalui salah satu dari reaksi bolak-balik.

Glikogenesis Tahap pertama metabolisme karbohidrat adalah

pemecahan glukosa (glikolisis) menjadi piruvat. Selanjutnya piruvat dioksidasi menjadi asetil KoA. Akhirnya asetil KoA masuk ke dalam rangkaian siklus asam sitrat untuk dikatabolisir menjadi energi. Proses di atas terjadi jika organisme

Page 142: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

121

membutuhkan energi untuk aktifitas, misalnya gerak renang, mencari makanan, mencerna makanan, menerkam mangsa dan sebagainya. Jika kita memiliki glukosa melampaui kebutuhan energi, maka kelebihan glukosa yang ada akan disimpan dalam bentuk glikogen.

Proses anabolisme ini dinamakan glikogenesis. Glikogen merupakan bentuk simpanan karbohidrat yang utama di dalam tubuh dan analog dengan amilum pada tumbuhan. Unsur ini terutama terdapat didalam hati (sampai 6%), otot jarang melampaui jumlah 1%. Akan tetapi karena massa otot jauh lebih besar daripada hati, maka besarnya simpanan glikogen di otot bisa mencapai tiga sampai empat kali lebih banyak. Seperti

amilum, glikogen merupakan polimer ∞-D-Glukosa yang bercabang.

Glikogen otot berfungsi sebagai sumber heksosa yang tersedia dengan mudah untuk proses glikolisis di dalam otot itu sendiri. Sedangkan glikogen hati sangat berhubungan dengan simpanan dan pengiriman heksosa keluar untuk mempertahankan kadar glukosa darah, khususnya pada saat di antara waktu makan. Setelah 12-18 jam puasa, hampir semua simpanan glikogen hati terkuras habis. Tetapi glikogen otot hanya terkuras secara bermakna setelah seseorang melakukan olahraga yang berat dan lama.

Rangkaian proses terjadinya glikogenesis digambarkan sebagai berikut:

⑴. Glukosa mengalami fosforilasi menjadi glukosa 6-

fosfat (reaksi yang lazim terjadi juga pada lintasan glikolisis). Di otot reaksi ini dikatalisir oleh heksokinase sedangkan di hati oleh glukokinase.

⑵. Glukosa 6-fosfat diubah menjadi glukosa 1-fosfat

dalam reaksi dengan bantuan katalisator enzim fosfoglukomutase. Enzim itu sendiri akan mengalami fosforilasi dan gugus fosfo akan mengambil bagian di dalam reaksi reversible yang intermediatnya adalah glukosa 1,6-bifosfat.

Page 143: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

122

Enz-P + Glukosa 6-fosfat Enz Glukosa 1,6-bifosfat Enz-P + Glukosa 1-fosfat

⑶. Selanjutnya glukosa 1-fosfat bereaksi dengan

uridin trifosfat (UTP) untuk membentuk uridin difosfat glukosa (UDPGlc). Reaksi ini dikatalisir oleh enzim UDPGlc pirofosforilase.

⑷. Hidrolisis pirofosfat inorganik berikutnya oleh

enzim pirofosfatase inorganik akan menarik reaksi kearah kanan persamaan reaksi

⑸. Atom C1 pada glukosa yang diaktifkan oleh

UDPGlc membentuk ikatan glikosidik dengan atom C4 pada residu glukosa terminal glikogen, sehingga membebaskan uridin difosfat. Reaksi ini dikatalisir oleh enzim glikogen sintase. Molekul glikogen yang sudah ada sebelumnya (disebut glikogen primer) harus ada untuk memulai reaksi ini. Glikogen primer selanjutnya dapat terbentuk pada primer protein yang dikenal sebagai glikogenin.

Residu glukosa yang lebih lanjut melekat pada posisi

14 untuk membentuk rantai pendek yang diaktifkan oleh glikogen sintase. Pada otot rangka glikogenin tetap melekat pada pusat molekul glikogen, sedangkan di hati terdapat jumlah molekul glikogen yang melebihi jumlah molekul glikogenin.

⑹. Setelah rantai dari glikogen primer diperpanjang dengan penambahan glukosa tersebut hingga mencapai minimal 11 residu glukosa, maka enzim pembentuk cabang

memindahkan bagian dari rantai 14 (panjang minimal 6 residu glukosa) pada rantai yang berdekatan untuk membentuk

rangkaian 16 sehingga membuat titik cabang pada molekul tersebut. Cabang-cabang ini akan tumbuh dengan penambahan

lebih lanjut 1glukosil dan pembentukan cabang selanjutnya. Setelah jumlah residu terminal yang non reduktif bertambah,

Page 144: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

123

jumlah total tapak reaktif dalam molekul akan meningkat sehingga akan mempercepat glikogenesis maupun glikogenolisis. Untuk setiap penambahan 1 glukosa pada glikogen dikatalisir oleh enzim glikogensintase. Sekelompok glukosa dalam rangkaian linier dapat putus dari glikogen induknya dan berpindah tempat untuk membentuk cabang. Enzim yang berperan dalam tahap ini adalah enzim pembentuk cabang (branching enzyme).

Glikogenolisis Jika glukosa dari diet tidak dapat mencukupi kebutuhan,

maka glikogen harus dipecah untuk mendapatkan glukosa sebagai sumber energi. Proses ini dinamakan glikogenolisis. Glikogenolisis seakan-akan kebalikan dari glikogenesis, akan tetapi sebenarnya tidak demikian. Untuk memutuskan ikatan glukosa satu demi satu dari glikogen diperlukan enzim fosforilase. Enzim ini spesifik untuk proses fosforolisis

rangkaian 14 glikogen untuk menghasilkan glukosa 1-fosfat. Residu glukosil terminal pada rantai paling luar molekul glikogen dibuang secara berurutan sampai kurang lebih ada 4 buah residu

glukosa yang tersisa pada tiap sisi cabang 16.

Glukan transferase dibutuhkan sebagai katalisator pemindahan unit trisakarida dari satu cabang ke cabang lainnya

sehingga membuat titik cabang 16 terpajan. Hidrolisis ikatan

16 memerlukan kerja enzim enzim pemutus cabang(debranching enzyme) yang spesifik. Dengan pemutusan cabang tersebut, maka kerja enzim fosforilase selanjutnya dapat berlangsung. Untuk lebih memahami dan mudah diingat proses tahapan glikogenolisis, maka dilukiskan seperti pada gambar berikut.

Page 145: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

124

Gambar 8.5. Tahap-Tahap Glikogenolisis

Glukoneogenesis Glukoneogenesis terjadi jika sumber energi dari karbo-hidrat tidak tersedia lagi. Maka tubuh akan menggunakan lemak sebagai sumber energi. Jika lemak juga tak tersedia, barulah memecah protein untuk energi yang sejatinya protein berperan pokok sebagai pembangun tubuh.

Jadi dapat disimpulkan bahwa glukoneogenesis adalah proses pembentukan glukosa dari senyawa-senyawa nirkarbohi-drat , bias berasal dari lipida maupun protein. Secara ringkas, jalur glukoneogenesis dari bahan lipida maupun protein dijelaskan sebagai berikut: 1. Lipid terpecah menjadi komponen penyusunnya yaitu asam lemak dan gliserol. Asam lemak dapat dioksidasi menjadi asetil KoA. Selanjutnya asetil KoA masuk dalam siklus Kreb’s. Sementara itu gliserol masuk dalam jalur glikolisis. 2. Untuk protein, asam-asam amino penyusunnya akan masuk ke dalam siklus Krebs. Metabolisme Lipida

Lipida yang kita peroleh sebagai sumber energi utama-nya adalah dari lipida netral, yaitu trigliserida (ester antara gliserol dengan 3 asam lemak). Secara garis besar, hasil dari pencernaan lipida ada dalam bentuk asam lemak dan gliserol, selain itu ada juga yang masih berupa monogliserida. Karena larut dalam air, gliserol masuk sirkulasi portal (vena porta) menuju hati. Asam-asam lemak rantai pendek juga dapat melalui jalur ini.

Sejatinya bagian besar asam lemak dan monogliserida

Page 146: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

125

Karena tidak larut dalam air, maka diangkut oleh miselus (dalam bentuk besar disebut emulsi) dan dilepaskan ke dalam sel epitel usus (enterosit). Di dalam sel ini asam lemak dan monogliserida segera dibentuk menjadi trigliserida (lipida) dan berkumpul ber- bentuk gelembung yang disebut kilomikron. Selanjutnya kilomi- kron (bentuknya lihat gambar 8.6) ditransportasikan melalui pembuluh limfe dan bermuara pada vena kava, sehingga bersatu dengan sirkulasi darah. Kilomikron ini kemudian ditransporta- sikan menuju hati dan jaringan adiposa. Jadi intinya kilomikron berfungsi sebagai alat transportasi trigliserida dari usus ke jaringan lain, kecuali ginjal.

Gambar 8.6. Struktur Kilomikron

Di dalam sel-sel hati dan jaringan adiposa, kilomikron segera dipecah menjadi asam-asam lemak dan gliserol. Selanjutnya asam-asam lemak dan gliserol tersebut, dibentuk kembali menjadi simpanan trigliserida. Proses pembentukan trigliserida ini dinamakan esterifikasi. Sewaktu-waktu jika kita membutuhkan energi dari lipida, trigliserida dipecah menjadi asam lemak dan gliserol, untuk ditransportasikan menuju sel-sel untuk dioksidasi menjadi energi. Proses pemecahan lemak jaringan ini dinamakan lipolisis. Asam lemak tersebut ditransportasikan oleh albumin ke jaringan yang memerlukan dan disebut sebagai asam lemak bebas (free fatty acid/FFA).

Paul Berg membuktikan bahwa aktivasi asam lemak terjadi dalam dua tahap. Pertama, asam lemak bereaksi dengan ATP membentuk asil adenilat. Dalam bentuk anhidra campuran ini, gugus karboksilat asam lemak diikatkan dengan gugus

Page 147: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

126

fosforil AMP. Dua gugus fosforil lainnya dari ATP dibebaskan sebagai pirofosfat. Gugus sulfhidril dari KoA kemudian bereaksi dengan asila adenilat yang berikatan kuat dengan enzim membentuk asil KoA dan AMP.

Kedua, Asam lemak diaktifkan di luar membran mitokondria, proses oksidasi terjadi di dalam matriks mitokondria. Molekul asetil KoA rantai panjang tidak dapat melintasi membran mitokondria, sehingga diperlukan suatu mekanisme transport khusus. Asam lemak rantai panjang aktif melintasi membran dalam mitokondria dengan cara mengkonjugasinya dengan karnitin, suatu senyawa yang terbentuk dari lisin. Gugus asetil dipindahkan dari atom sulfur pada KoA ke gugus hidroksil pada karnitin dan membentuk asil karnitin. Reaksi ini dikatalisis oleh karnitin transferase I, yang terikat pada membran di luar mitokondria.

Selanjutnya, asetil karnitin melintasi membran dalam mitokondria oleh suatu translokase. Gugus asetil dipindahkan lagi ke KoA pada sisi matriks dari membran yang dikatalisis oleh karnitin asil transferase II. Akhirnya karnitin dikembalikan ke sisi sitosol oleh translokase menggantikan masuknya asetil karnitin yang masuk. Molekul asetil KoA dari sedang dan rantai pendek dapat menembus mitokondria tanpa adanya karnitin.

Untuk pemecahan asil KoA jenuh biasanya melalui urutan empat reaksi yang berulang yaitu : oksidasi oleh flavin adenin dinukleotida ( FAD ), hidrasi oleh NAD dan tiolisis oleh KoA. Rantai asetil diperpendek dengan dua atom karbon sebagai hasil dari kecepat reaksi tadi dan terjadi pembentukan FADH2, NADH dan asetil KoA.

Reaksi pertama pada tiap daur pemecahan adalah oksidasi asil KoA oleh asil KoA dehidrogenase yang menghasilkan satu enoil KoA dengan ikatan rangkap trans antara C – 2 dan C – 3.

Asil KoA + E – FAD → trans - Δ² - Enoil KoA + E – FADH

2

Langkah selanjutnya adalah hidrasi ikatan ganda antara C- 2 dan C – 3 oleh enoil KoA hidratase.

Page 148: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

127

Trans - Δ² - Enoil KoA + H2O ↔ L- 3 – hydroksiasil KoA

Hidrasi enoil KoA membuka jalan bagi reaksi oksidasi kedua, yang mengubah gugus hidroksil pada C – 3 menjadi gugus keto dan menghasilkan NADH. Oksidai ini dikatalisis oleh L – 3 – hidroksiasil KoA dehidrogenase .

L – 3 – hidroksiasil KoA + NAD ↔ 3 – ketoasil KoA + NADH + H+

Langkah akhir adalah pemecahan 3 – ketoasil KoA oleh

gugus tiol dari molrkul KoA lain, yang akan menghasilkan asetil KoA dan suatu asil KoA rantai karbonnya dua atom karbon lebih pendek. Reaksi ini dikatalisis oleh β – ketotiolase.

3- ketoasil KoA + HS – KoA ↔ asetil KoA + asil KoA.

(karbon- karbon n ) ( karbon- karbon n-2 ). Asil KoA yang memendek selanjutnya mengalami daur

oksidasi berikutnya, yang diawali dengan reaksi yang dikatalisis oleh asil KoA dehidrogenase. Rantai asam lemak yang mengandung 12 sampai 18 karbon dioksidasi oleh asil KoA dehidrogenase rantai panjang. Asil KoA dehidrogenase untuk rantai sedang mengoksidasi ranta asam lemak yang memiliki 14 sampai 4 karbon, sedangkan asil KoA dehidrogenase untuk rantai pendek hanya bekerja pada rantai 4 dan 6 karbon. Sebaliknya, β – ketotiolase, hidroksiasil dehidrogenase, dan enoil KoA hidratase memiliki spesifitas yang luas berkenaan dengan panjangnya gugus asil.

Oksidasi asam lemak tak jenuh reaksinya sama seperti reaksi oksidasi asam lemak jenuh. Hanya diperlukan tambahan dua enzim lagi yaitu isomerase dan reduktase untuk memecah asam-asam lemak tak jenuh..

Oksidasi asam palmitoleat atau asam lemak C16 yang memiliki ikatan rangkap antara C- 9 dan C –10 ini diaktifkan dan diangkut melintasi membran dalam mitokondria dengan cara yang sama dengan asam lemak jenuh. Selanjutnya palmitoleil KoA mengalami tiga kali pemecahan dengan enzim-enzim yang sama seperti oksidasi asam lemak

Page 149: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

128

jenuh. Enoil KoA – sis - Δ³ yang terbentuk pada ketiga kali jalur oksidasi bukanlah substrat bagi asil KoA dehidrogenase. Adanya ikatan rangkap antara C-3 dan C-4 menghalangi pembentukan ikatan rangkap lainnya antar C – 2 dan C – 3. Kendala ini dapat diatasi oleh suatu reaksi yang mengubah posisi dan konfigurasi dari ikatan rangkap sis - Δ³.

Suatu isomerase mengubah ikatan rangkap ini menjadi ikatan rangkap trans - Δ². Reaksi- reaksi berikutnya mengikuti reaksi oksidasi asam lemak jenuh saat enoil KoA – trans - Δ² merupakan substrat yang reguler.

Satu enzim tambahan lagi diperlukan untuk oksidasi asam lemak tak jenuh jamak .Misalnya asam lemak tak jenuh jamak C18 yaitu linoleat , dengan ikatan rangkap sis - Δ9 dan sis Δ12. Ikatan rangkap sis - Δ³ yang terbentuk setelah tiga daur oksidasi – β, diubah menjadi ikatan rangkap trans - Δ² oleh isomerase tersebut di atas, seperti pada oksidasi palmitoleat . Ikatan rangkap sis - Δ¹² - linoleat menghadapi masalah baru. Asil KoA yang dihasilkan oleh empat daur oksidasi β mengandung ikatan rangkap rangkap sis - Δ4. dehidrogenase pada spesies ini oleh asil KoA dehidrogenase menghasilkan zat antara 2,4 – dienoil yang bukan substrat bagi enzim berikutnya pada jalur oksidasi β. Kendala ini dapat diatasi oleh 2,4 - dienoil – KoA reduktase, suatu enzim yang menggunakan NADH untuk mereduksi zat antara 2,4 – dienoil menjadi enoil KoA – sis - Δ³. Isomerase tersebut di atas kemudian mengubah enoil KoA – sis -Δ³ menjadi bentuk trans, suatu zat antara yang lazim pada oksidasi – β. Jadi ikatan rangkap yang letaknya pada atom C nomer ganjil ditangani oleh isomerase dan ikatan rangkap yang terletak pada atom C nomor genap ditangani oleh reduktase dan isomerase.

Secara ringkas, hasil akhir dari pemecahan lipida dari makanan adalah asam lemak dan gliserol. Jika sumber energi dari karbohidrat telah mencukupi, maka asam lemak mengalami esterifikasi yaitu membentuk ester dengan gliserol menjadi trigliserida sebagai cadangan energi jangka panjang. Jika sewaktu-waktu tak tersedia sumber energi dari karbohidrat barulah asam lemak dioksidasi, baik asam lemak dari makanan

Page 150: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

129

maupun jika harus memecah cadangan trigliserida jaringan. Proses pemecahan trigliserida ini dinamakan lipolisis. Gambar berikut melukiskan ikthisar metabolism lipida.

Gambar 8.7. Prinsip Alur Metabolisme Lipida

Gliserol sebagai hasil hidrolisis lipida (trigliserida) dapat menjadi sumber energi. Gliserol ini selanjutnya masuk ke dalam jalur metabolisme karbohidrat yaitu glikolisis. Pada tahap awal, gliserol mendapatkan 1 gugus fosfat dari ATP membentuk gliserol 3-fosfat. Kemudian senyawa ini masuk ke dalam rantai respirasi membentuk dihidroksiaseton fosfat, suatu produk antara dalam jalur glikolisis. Reaksi yang terjadi seperti bentuk berikut:

Gambar 8.8. Reaksi-Reaksi Kimia dalam Metabolisme Gliserol

Page 151: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

130

Untuk memperoleh energi, asam lemak dapat juga dioksidasi, prosesnya dinamakan oksidasi beta. Sebelum dikatabolisir dalam oksidasi beta, asam lemak harus diaktifkan terlebih dahulu menjadi asil-KoA. Dengan adanya ATP dan Koenzim A, asam lemak diaktifkan dengan dikatalisir oleh enzim asil-KoA sintetase (Tiokinase). Esensinya, pada proses oksidasi beta, asam lemak masuk ke dalam rangkaian siklus dengan 5 tahapan proses dan pada setiap proses, diangkat 2 atom C dengan hasil akhir berupa asetil KoA. Selanjutnya asetil KoA masuk ke dalam siklus asam sitrat. Dalam proses oksidasi ini, karbon β asam lemak dioksidasi menjadi keton (lihat uraian diatas). Sejatinya, sintesis asam lemak bukan merupakan kebalikan dari jalur pemecahannya. Sintesis asam lemak lebih merupakan seperangkat reaksi, yang menunjukkan prinsip bahwa jalur sintesis dan jalur pemecahan dalam system biologis biasanya berbeda. Beberapa ciri penting jalur biosintesis asam lemak adalah :

Sintesis berlangsung di luar mitokondria, oksidasi terjadi di dalam matriks mitokondria.

Zat antara pada sintesis asam lemak berikatan kovalen dengan gugus sulfhidril pada protein – pembawa asil (ACP), sedangkan zat antara pada pemecahan asam lemak berikatan dengan koenzim A.

Enzim – enzim pada sintesis asam lemak pada organisme yang lebih tinggi tergabung dalam suatu rantai polipeptida tunggal, yang disebut sintase asam lemak . Sebaliknya, enzim – enzim pemecahan tampaknya tidak saling berikatan.

Rantai asam lemak yang sedang tumbuh, diperpanjang dengan cara penambahan berturut –turut unit dua karbon yang berasal dari asetil KoA. Donor aktif unit dua karbon pada tahap perpanjangan adalah malonil – ACP. Reaksi perpanjangan dipacu oleh pelepasan CO2.

Reduktor pada sintesis asam lemak adalah NADPH, sedangkan oksidator pada pemecahan asam lemak adalah NAD dan FAD.

Page 152: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

131

Perpanjangan rantai oleh kompleks sontase asam lemak terhenti setelah terbentuknya palmitat (C16). Perpanjangan rantai lebih lanjut dan penyisipan ikatan rangkap oleh system enzim yang lain.

Page 153: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

132

⓽ SITOKROM-450

enghilangkan bahan asing (xenobiotik) dari tubuh organisme termasuk manusia,

semisalnya bahan polutan, racun dan obat, merupakan proses penting yang dirancang untuk melindungi terhadap potensi toksisitas dari makanan yang di makan atau masuk ke dalam tubuh. Prinsip dasar biokimia, makanan itu dipecah dalam perut diserap oleh usus kecil dan kemudian mengangkut langsung ke hati melalui vena portal (sebagaimana dibahas pada bab 8). Hal ini memungkinkan organ hati untuk detoksifikasi senyawa sebelum mereka didistribusikan melalui sistem peredaran darah.

Sejatinya, didalam hati organisme, organel mitokondria yang berfungsi dalam melakukan proses perubahan itu. Olehnya, kita harus mengenal lebih dalam peran dan fungsi dari mitokondria.

Pada dasarnya, fungsi utamanya adalah sebagai pabrik energi sel yang mampu untuk dapat menghasilkan energi dalam bentuk ATP. Seperti metabolisme karbohidrat dapat berakhir di mitokondria ketika piruvat di transpor serta dioksidasi oleh O2 dan menjadi CO2 serta air.

Fungsi lain yaitu: menjaga konsentrasi ion kalsium yang tepat dan cukup dalam berbagai kompartemen sel; membangun bagian-bagian tertentu dari darah serta hormon seperti testosteron dan estrogen; dan kalau didalam hati, karena terdapat banyak enzim maka berfungsi sebagai pendetoksifikasi bahan asing.

Esensinya, dalam mitokondria terjadi transport elektron. Transpor elektron berlangsung pada krista (membran dalam) di mitokondria. Molekul yang berperan penting dalam reaksi ini adalah NADH dan FADH2, yang dihasilkan pada reaksi glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, dan siklus Krebs. Selain itu, molekul lain yang juga berperan adalah molekul oksigen, koenzim Q (Ubiquinone),sitokrom b,sitokrom c,dan sitokrom a.

M

Page 154: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

133

Pertama-tama, NADH dan FADH2 mengalami oksidasi, dan elektron berenergi tinggi yang berasal dari reaksi oksidasi ini ditransfer ke koenzim Q. Energi yang dihasilkan ketika NADH dan FADH2 melepaskan elektronnya cukup besar untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP. Kemudian koenzim Q dioksidasi oleh sitokrom b. Selain melepaskan elektron, koenzim Q juga melepaskan 2 ion H+.

Setelah itu sitokrom b dioksidasi oleh sitokrom c. Energi yang dihasilkan dari proses oksidasi sitokrom b oleh sitokrom c juga menghasilkan cukup energi untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP.

Kemudian sitokrom c mereduksi sitokrom a, dan ini merupakan akhir dari rantai transpor elektron. Sitokrom a ini kemudian akan dioksidasi oleh sebuah atom oksigen, yang merupakan zat yang paling elektronegatif dalam rantai tersebut, dan merupakan akseptor terakhir elektron.

Setelah menerima elektron dari sitokrom a, oksigen ini kemudian bergabung dengan ion H+ yang dihasilkan dari oksidasi koenzim Q oleh sitokrom b membentuk air (H2O). Oksidasi yang terakhir ini lagi-lagi menghasilkan energi yang cukup besar untuk dapat menyatukan ADP dan gugus fosfat organik menjadi ATP. Jadi, secara keseluruhan ada tiga tempat pada transpor elektron yang menghasilkan ATP.

Sesungguhnya, sitokrom adalah suatu protein yang mengandung gugus ‘hem’ seperti yang terdapat pada hemoglobin dan myoglobin. Sitrokrom berfungsi membawa elektron melalui ion besi yang terdapat didalam gugus hem dengan perubahannya dari bentuk feri (Fe1+) menjadi bentuk fero (Fe2+). Setelah elektron dilepas, ion besi tersebut mengalami oksidasi kembali dan bentuk fero akan kembali menjadi bentuk feri. Telah dikenal berbagai jenis sitokrom, halmana perbedaannya terletak pada bentuk gugus hem ion pembawa elektron, semisalnya sitokrom yang mengandung ion tembaga. Dalam hal ini ion tembaga bekerja sebagai pembawa elektron dengan cara perubahan dari bentuk kupri (Cu2+) menjadi bentuk kupro (Cu+).

Page 155: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

134

Penemu sitokrom adalah Charles A. MacMunn pada tahun 1886, kemudian riset ini dikembangkan oleh David Keilin pada tahun 1925 dalam hal mengidentifikasi senyawa organik pada rantai transpor elektron (Grossman dkk, 2008).

Sejatinya, sitokrom P450 (Cytochrome P450, CYP) merupakan keluarga besar enzim berjenis hemoprotein yang berfungsi sebagai katalis oksidator pada lintasan metabolism steroid, asam lemak, xenobiotik, termasuk obat, racun dan karsinogen.

Hemoprotein adalah suatu protein dengan kandungan hem yang terdapat hampir dalam semua sel tubuh organisme termasuk manusia. Kandungan hem dari hemoprotein ini juga terdapat pada hewan dan pigmen fotosintesis tumbuhan (Murray, 2006). Hem ini selanjutnya akan berikatan dengan berbagai macam protein, seperti hem yang terikat pada protein globin akan membentuk hemoglobin, yaitu suatu hemoprotein yang sudah dikenal sebagai alat transport O2 dalam eritrosit untuk dibawa ke jaringan (Kennelly dan Rodwell, 2006).

Bertolak dari bentuk ion Fe pada gugus ‘hem’nya, maka hemoprotein dapat dibagi atas: (1) Hemoprotein yang memiliki ion Fe2+ sehingga mampu mengikat oksigen yaitu; hemoglobin, myoglobin, neuroglobin, dan cytoglobin. (2) Hemoprotein yang memiliki ion Fe3+ sehingga berperan sebagai enzim oksidoreduktase yaitu; Sitokrom P450, Sitokrom yang terlibat dalam fosforilasi oksidatif, katalase, triptopan pirolase, dan NO sintase

Pengetahuan tentang sitokrom P450 di bidang kelautan sangat diperlukan bagi anak didik, sebab berbicara pencemaran atau polusi di perairan adalah berbicara tentang bahan asing yang berbahaya bagi organisme, dalam istilah umum di beberapa literatur/pustaka dikenal sebagai ‘xenobiotik”. Jadi sesungguhnya dalam riset mengidentifikasi kimia racun, tidak hanya sampai pada penentuan daya toksisitas xenobiotik seperti LC50 atau TLm50, tetapi riset secara in vitro bahan asing, semisalnya metabolism dan konjugasi, sangat diperlukan agar secara detail bahaya kimia xenobiotik dapat diketahui pasti.

Page 156: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

135

Sejatinya, sitokrom ini berperan untuk mengeleminasi senyawa asing yang ada di dalam tubuh organisme termasuk manusia. Dimana saat makanan yang mengandung bahan asing itu masuk ke lambung, selanjutnya ke usus kecil/saluran makanan (small intestine), yang nantinya senyawa itu akan dihantar ke hati melalui saluran vena (lihat gambar 8.1). Dalam proses perjalanan itu mulai terjadi mekanisme eleminasi xenobiotik.

Hakekatnya, proses eleminasi lebih dikenal sebagai biotransformasi, ilustrasi mekanisme biotransformsi seperti berikut:

Gambar 9.1. Ilustrasi Mekanisme Biotransformasi

Secara detail proses detoksifikasi atau metabolism

xenobiotik yang terjadi dihati (liver), mengalami dua tahapan (fase) metabolisme, dan bagian akhir yang merupakan bagian fase III, menjelaskan proses transport bahan asing tersebut.

⑴ Metabolisme Fase I, kimia asing diubah

menjadi senyawa hidrofilik, yang kemudian dikeluarkan melalui ginjal. Pada fase ini, biasanya ada penambahan grup hidroksil atau grup hidrofilik lainnya, seperti amin dan kelompok sulfidril. Proses peluruhan yang terjadi melalui hidrolisis, oksidasi dan atau mekanisme reduksi oleh enzim sitokrom P450.

Sejatinya, pada fase ini terjadi hidroksilasi oleh enzim Monooksigenase dan Sitokrom P450. Reaksinya sebagai berikut:

RH+O2+NADPH+H+ ROH+H2O+NADP+ dimana: RH adalah xenobiotik.

Page 157: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

136

Beberapa contoh prinsip kerja reaksi kimia pada fase I ini adalah sebagai berikut:

a). Hidrolisis dengan Karboksiesterase , peptidase

dan lain-lain

b). Katalis Hidroksilasi

Page 158: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

137

⑵ Metabolisme Fase II, dapat berlangsung jika

fase I tidak cukup untuk membersihkan senyawa dari peredaran, atau jika fase I menghasilkan metabolit reaktif. Reaksi-reaksi ini biasanya melibatkan penambahan kelompok (reaksi konjugasi) , seperti glucuronidasi (UDP-glucuronosiltransferase), sulfonasi (Sulfotransferase) dan glutationilasi (Glutation S-transferase) untuk lebih meningkatkan kelarutan senyawa . Seringkali, kelompok fungsional yang dihasilkan dalam fase I, ikut serta pada reaksi di fase II sebagai grup polar (meskipun dalam beberapa kasus reaksi fase II dapat terjadi dengan sendirinya). Enzim transferase bertanggung jawab untuk sebagian besar reaksi fase II, misalnya uridin diphosphoglucuronosyl transferase (UGT), N-asetil transferase (NAT), glutathione S-transferase (GST), dan sulphotransferase (ST).

Percobaan proses konjugasi insektisida organofosfat (fenitrothion) telah dilakukan oleh Rompas (2010), ternyata konjugasi organofosfor pada udang sebagai suatu proses detoksifikasi yang terjadi adalah glukosida dan sulfat. Reaksi metabolism dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 9.2. Mekanisme Detoksikasi Fenitrothion Pada Udang (Sumber: Toksikologi Kelautan oleh Rompas (2010)

⑶ Fase III, menyangkut pemindahan bahan asing,

dimana proses perjalanan xenobiotik itu mengalami penguraian

CH3

CH3

CH3

CH3

CH3

CH3CH3

OO

O

O

O

O

O

P

P

P

S

S

CH30

CH30

CH30

CH30

CH30

CH30

NO2NO2

NO2

NO2

NO2

NO2

NO2

H0

H0

H0

0H

0H

0H

H03S0

HH

H

H

FENITROTHION FENITROOXON

Desmethyl fenitrothion

Desmethyl fenitrooxon

Sulfate

3-Methyl-4-nitrophenol

Glucoside

O

Page 159: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

138

dan akumulasi pada sel target. Perjalanan kimia tersebut melalui saluran makanan, darah otak,sel epitel dan endotel yang ada di hati, ginjal dan organ lainnya. Sitokrom P450 sebagai enzim sangat berperan penting dalam degradasi dan eliminasi bahan asing (sitokrom ini akan diuraikan pada bab berikut).

Berbagai reaksi kimiawi organik dipercepat oleh sitokrom P450, seperti reaksi monooksigenasi, peroksidasi, reduksi, dealkilasi, epoksidasi dan dehalogenasi. Reaksi tersebut secara spesifik ditujukan guna mengkonversi senyawa substrat menjadi metabolit polar untuk diekskresi, atau diproses oleh enzim lain pada metabolism fase II menjadi senyawa konjugasinya.

Hakekatnya, sifat-sifat sitokrom P450 adalah . terlibat dalam metabolisme xenobiotik fase I (50% dari bahan asing);

. terlibat dalam metabolisme senyawa endrogen (steroid); .

semua sitokrom P450 adalah hemoprotein; . bekerja pada

banyak senyawa; . Merupakan katalisator (mengkatalisasi 60

tipe reaksi); . produk hidroksilasinya lebih larut dalam air daripada substratnya; . pada beberapa keadaan produknya

bersifat mutagenik/karsinogenik; . mempunyai massa molekul

sekitar 55 ka; dan . dapat diinduksi salah satu penyebab interaksi kimia bahan asing.

Fungsi sitokrom P450 secara normal yaitu: hidroksilasi/penguraian kimia asing di dalam tubuh ; mengkatalisis reaksi hidroksilasi steroid (mitokondria) , system ini ditemukan pada jaringan steroiddogenik (korteks adrenal, testis, ovarium dan plasenta) serta berhubungan dengan biosintesis hormon steroid dan kolesterol 11 beta dan 18, system renal mengkatalisis 1 alfa dan 24 hidroksilasi senyawa 25

hidroksilkolekalsiferol. menghidroksilasikan zat-zat xenobiotik/ melindungi tubuh terhadap kerusakan akibat radikal bebas.

Apabila protein sitokrom P450 tidak berfungsi baik maka akan terjadi : 1. Gangguan interaksi kimia di dalam organ tubuh; 2. penurunan sintesis kortisol, hiperpelasi adrenal bawaan bentuk hipertensif (beta 11 hidroksilase); 3. rakhitis (25 hidroksikolekalsiferol); 4. kekurangan pembentukan aldosteron,

Page 160: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

139

tetapi tidak ada gangguan sintesis kortisol dan hormon kelamin; 5. radikal bebas superoksida dapat menyebabkan keracunan oksigen; 6. Cidera sel dan ke 7. Kanker.

Akhirnya, dapat disimpulkan Sitokrom P450 (CYP) adalah enzim superfamili dari mono-oksigenase yang ditemukan di semua mahluk hidup dengan beraneka ragam reaksi kimia yang terjadi. Pada mamalia, enzim ini ditemukan terutama di membran retikulum endoplasma (mikrosom) di sel-sel hati (hepatosit), serta banyak jenis sel lainnya. Enzim ini menggunakan besi heme untuk mengoksidasi molekul, sering lebih larut dalam air. Secara umum, reaksi dikatalisis oleh enzim ini dapat diringkas sebagai:

R-H + O2 + 2e- + 2H

+ R-OH + H2O

Dimana R-H adalah substrat, dan R-OH adalah

substrat oksigen. Halmana oksigen akan terikat pada hem di inti dari enzim CYP. Kalau proton (H+) biasanya berasal dari kofaktor NADH atau NADPH melalui suatu reaksi asam amino tertentu pada enzim CYP, halmana proton aktif untuk mereduksi atom oksigen. Hakiki, enzim CYP berperan penting sebagai detoksikator, dan dapat menerima elektron dari berbagai enzim mitra redoks yang berbeda.

Page 161: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

140

⓾ RETAID

etaid suatu kejadian diperairan yang sangat merugikan dunia perikanan, sebab bisa

mematikan populasi ikan secara massal dan perubahan struktur komunitas ekosistem perairan Disamping itu produk dari fenoma ini dapat berakibatkan fatal bagi kesehatan manusia, sebab mengandung racun (toksin) akut. Sejatinya, kata ini berasal dari bahasa Inggris “red tide” setelah di Indonesiakan disebut ‘retaid’ Kejadian yang dimaksud adalah suatu ledakan pertumbuhan fitoplankton secara spektakuler. Awal diketahui adanya fenomena ‘retaid’, pada tahun 1843 ada seorang pelaut yang bernama E. Dupont. Dia melihat di laut merah, telah terjadi perubahan warna yang sangat cepat, semula kelihatan perairan laut sangat hijau tetapi sesudah 32 jam kemudian berubah menjadi merah. Hal ini memacuh minat pelaut itu ingin ketahui apa gerangan yang terjdi. Selanjutnya dia mengambil sampel air dan melihat apa yang terjadi, ternyata ada jasad kecil yang cukup banyak, jasad tersebut dikenal dengan nama ‘dinoflagelatta’, karena bentuknya seperti benang halus yang panjang dan tumbuh secara mendadak dalam waktu singkat (bloom). Dalam realita tidak semua fitoplankton di perairan menguntungkan, walaupun secara ekologi, fitoplankton sebagai produsen primer, merupakan mata rantai yang pertama pada suatu ‘tropic level’ dalam siklus makanan di ekosistem perairan. Sebagai salah satu contoh efek negatif dari fitoplankton, kelas Cynophyceae hanya terdapat di laut tropik dan sering kali membentuk filamen yang padat dan dapat mewarnai perairan. Hal inilah yang kemudian disebut ‘blooming’ atau ledakan populasi, atau istilah yang sering digunakan di kalangan ilmuan internasional adalah HABs. Esensinya, HABs (Harmful Algae Blooms), merupakan fenomena yang umum terjadi pada suatu perairan, terutama pada wilayah laut.

R

Page 162: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

141

Hakiki, “red tide” adalah istilah yang sering digunakan sinonim dengan ‘HABs’, namun penggunaan kata retaid sering membingungkan, halamana karena plankton sejatinya terdapat pelbagai macam warna (tidak hanya merah); dan pertumbuhan alga tidak berhubungan dengan pasang (tide). Olehnya banyak peneliti internasional mengunakan istilah HAB.

Ledakan populasi alga (algae bloom) adalah suatu kondisi di mana populasi alga (umumnya alga mikroskopis) di dalam ekosistem perairan mengalami peningkatan populasi dikarenakan perubahan kondisi lingkungan. Umumnya spesies yang terlibat hanya sedikit. Ledakan populasi alga dapat menyebabkan perubahan warna pada ekosistem perairan dengan warna sesuai dengan jenis alga. Misalnya, warna hijau muda dapat disebabkan oleh Sianobacteria, sedang kalau perairan berwarna merah disebabkan oleh dinoflagellata.

Tidak ada batasan populasi untuk mendefinisikan kasus ledakan populasi alga, namun konsentrasi ribuan sel per mililiter air sudah terlihat perbedaannya dengan ekosistem perairan normal. Pada kondisi yang parah, konsentrasi dapat mencapai jutaan sel per mililiter.

Ledakan populasi alga atau biakan massal fitoplankon dapat memberian dampak negatif bagi organisme lainnya dengan memproduksi toksin atau akibat dekomposisi alga. Ledakan populasi alga seringkali terkait dengan kematian organisme skala besar (kematian ikan secara massal) dan keracunan kerang (Landsberg, 2002).

Biakan massal fitoplankton ini, dapat mengakibatkan terjadinya perubahan warna perairan yang biasanya berwarna biru atau biru kehijauan menjadi merah kecoklatan atau hijau kekuningan. Perisitiwa retaid dapat terjadi diperairan-perairan cukup jauh dari daratan (laut lepas) namun pada umumnya retaid cenderung terjadi di perairan pesisir atau di atas paparan benua. Pada umumnya ledakan retaid terjadi ketika terjadi perubahan kondisi perairan setelah mengalami hujan yang cukup lebat diselingi dengan panas terik dan kondisi perairan yang sangat tenang. Dugaan lainnya adalah terjadinya ledakan massif retaid terkait dengan keberadaan bakteria yang dapat

Page 163: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

142

bersimbiosis dengan fitoplankton retaid. Juga disentra-sentra budidaya laut dapat terjadi feonomena retaid akibat dari sebagian makanan atau pelet yang tidak dimakan oleh ikan dan mengendap di dasar perairan, kemudian diluruhkan oleh bakteri anaerob menjadi nutrien bagi fitoplankton (pengalaman di Nagasaki, Jepang).

Fenomena terjadinya retaid secara ilmiah dapat dilihat dari sudut pandang pelbagai aspek ilmu, semisalnya NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) mengelompokan sebagai bagian ilmu dari oseanografi (Bushaw-Newton and Sellner,

1999). Sedang ahli ekotoksikologi mengelompokan sebagai bagian ilmu dari pencemaran, para ahli biologi retaid adalah bagian ilmu tentang biologi alga.

Pada dasarnya berbicara retaid akan membahas tentang pertumbuhan fitoplankton, perubahan warna perairan yang terjadi, racun atau toksik sebagai akibat dari fenomena itu, dan dampaknya bagi manusia. Semua aspek ini berkaitan dengan unsur biologi dan reaksi kimia, atau ringkasnya fenomena retaid berbicara tentang ‘biokimia’, olehnya topik ‘retaid’ dimasukan kedalam buku ‘biokimia laut’ ini, agar mahasiswa mengerti mekanisme biokimia yang berlangsung.

Proses Biokimia pada Biakan Alga Kejadian retaid telah meluas kepelbagai negara, dan

trennya naik yang dikuatirkan kontaminan racun kepada manusia. Sesungguhnya biakan alga ditandai dengan suatu proliferasi yang didominasi oleh suatu spesies alga beracun, biasanya terjadi peningkatan pigmen di perairan.

Sejatinya, sumber energi utama mendorong terjadinya biakan fitoplankton adalah matahari. Energi matahari masuk ke bumi, sebagian radiasinya diserap oleh lapisan ozon dan sebagian diserap oleh uap air, karbondioksida dan oksigen di

atmosfir. Cahaya dari matahari dengan suhu 58000K spektranya berwarna kehitam-hitaman, memiliki panjang gelombang yang pendek (10−6 nm, γ- and X-rays) sampai dengan panjang gelombang yang panjang, yakni 1015 nm, (panjang gelombang radio) (Barsanti and Gualtieri, 2014).

Page 164: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

143

Jangkauan radiasi elektromagnetik sampai ke bumi bisa mencapai 99%, memiliki spektrum dari ~ 300 nm (ultraviolet) ke ~ 4000 nm (Inframerah) sering disebut sebagai radiasi matahari total atau panjang gelombang (Barsanti and Gualtieri,

2014). Esensinya, panjang gelombang radiasi yang dikenal ada 3 tiga, yang berhubungan dengan fenomena di alam, yakni: radiasi ultraviolet (UV, 100-400 nm) radiasi ini berbahaya dan berpotensi mutagen; Terlihat (cahaya tampak, 400-700 nm); dan panas (inframerah radiasi, 700-4000 nm).

Sesungguhnya, sinar ultraviolet dikelompok ke dalam tiga bagian menurut anekdotnya, yaitu: UV-A (315-400 nm), jenis yang umumnya ditemukan di alam, sinar ini berbahaya karena memiliki energi tinggi. Sinar ultra ini sering disebut cahaya hitam, cahayanya dapat tampak berupa cahaya ‘florescent’, sering digunakan pada lampu untuk fototerapi; UV-B (280-315 nm), dimana sinar ultra ini berbahaya di lingkungan karena mampu merusak jaringan biologi, memiliki energi yang berkekuatan kuat merusakan sel jaringan. UV-B diketahui sebagai unsur karsinogenik pada kulit (kanker kulit) (Barsanti and Gualtieri, 2014); dan ke tiga UV-C memiliki panjang gelombang pendek (200-280 nm) sejatinya sinar ini mudah diserap oleh udara sampai pada ketinggian beberapa ratus meter saja dari permukaan laut atau permukaan tanah.

Proses penyerapan di udara terjadi, ketika UV-C bertemu dengan molekul oksigen pada ikatan 0-0 (0-0 bond) akan membentuk ozon (O3), proses pengikatan terjadi sangat cepat. Jadi UV-C ini mampu membersihkan udara dan air, sebab bisa mematikan bakteri.

Hakekatnya, perpanjang gelombang sinar ultra memungkinkan terjadi diudara, olehnya UV(sinar ultra) dapat berperan sebagai pembersih udara dan fotosintesis. Halmana radiasi itu dimafaatkan oleh organisme fotosintetik-oksigenik, sering disebut ‘fotosintesis radiasi aktif (PAR/photosynthetic active radiation). Apabila panjang gelombang diperpanjang sampai 750 nm maka terlihat klorofil merah, dimana cahaya inframerah mengandung lebih banyak energi per foton untuk berasosiasi dengan molekul lain. Sejatinya inframerah sering mengurangi energi pada proses metabolisme berlangsung. Jadi radiasi dari

Page 165: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

144

UV-A; UV-B dan infra merah hanya sedikit berfaedah dalam proses fotosintesis.

Sebelum membahas lebih lanjut mekanisme biokimia dalam proses fotosintesis, marilah kita pahami dulu tentang arti fotosintesa itu. Fotosintesis adalah suatu proses biokimia pembentukan zat makanan seperti karbohidrat yang dilakukan oleh tumbuhan, terutama tumbuhan yang mengandung zat hijau daun atau klorofil. Selain tumbuhan tingkat tinggi, makhluk hidup non-klorofil lain yang dapat berfotosintesis, semisalnya alga dan beberapa jenis bakteri. Organisme ini berfotosintesa dengan menggunakan zat hara, karbon dioksida, dan air serta bantuan energi cahaya matahari (Brettel and Leibl, 2001).

Sejatinya, Fotosintesis adalah peristiwa penyusunan zat organik (gula) dari zat anorganik (air, karbon dioksida) dengan pertolongan energi cahaya. Fotosintesis dilakukan oleh tumbuhan dan makhluk hidup yang mempunyai klorofil. Komponen-komponen yang diperlukan dalam fotosintesis adalah: CO2, H2O, cahaya dan klorofil. Karbon dioksida diambil dari udara, H2O diambil media atau kalau tumbuhan di darat diambil dari tanah. Peranan klorofil dalam fotosintesis adalah untuk menyerap cahaya dan sumber elektron. Cahaya yang paling efektif digunakan untuk mendapatkan hasil fotosintesis yang maksimum adalah cahaya merah dan biru. Proses pembentukan karbohidrat ini berlangsung secara bertingkat. Zat yang stabil yang mula-mula terbentuk adalah gula sederhana. Kelebihan molekul-molekul gula sederhana akan disimpan dalam bentuk zat tepung (pati). melalui proses biosintesis dengan melepaskan nH2O. Untuk pembentukan 1 gram gula ternyata sama dengan jumlah energi yang diperlukan dalam pembakaran 1 gram gula yaitu 675 kilo kalori. Inilah jumlah energi yang diperlukan dalam fotosintesis.

Fotosintesis merupakan salah satu cara asimilasi karbon karena dalam fotosintesis karbon bebas dari CO2 diikat (difiksasi) menjadi gula sebagai molekul penyimpan energi. Cara lain yang ditempuh organisme untuk mengasimilasi karbon adalah melalui kemosintesis, yang dilakukan oleh sejumlah bakteri

Page 166: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

145

Sesungguhnya, pada tanaman, alga, dan sianobakteria, fotosintesis dilakukan dengan memanfaatkan karbondioksida dan air serta menghasilkan produk buangan oksigen. Rumus kimia pada proses fotosintesis sebagai berikut:

Kalau pada bakteri berfotosintesis, sebagai pengganti

H2O dipakai zat pereduksi yang lebih kuat seperti H2, H2S, dan H2R (R adalah gugus organik). Persamaan reaksinya adalah

2CO2 + 2H2R →2CH2O + O2 + 2R Fotosintesis sangat penting bagi semua kehidupan

aerobik di bumi karena selain untuk menjaga tingkat normal oksigen di atmosfer, fotosintesis juga merupakan sumber energi bagi hampir semua kehidupan di bumi, baik secara langsung (melalui produksi primer) maupun tidak langsung (sebagai sumber utama energi dalam makanan mereka) (Chen and Blankenship, 2011), kecuali pada organisme kemoautotrof yang hidup di bebatuan atau di lubang angin hidrotermal di laut yang dalam.

Tingkat penyerapan energi oleh fotosintesis sangat tinggi, yaitu sekitar 100 terawatt (Brettel and Leibl, 2001) atau kira-kira enam kali lebih besar daripada konsumsi energi peradaban manusia. Selain energi, fotosintesis juga menjadi sumber karbon bagi semua senyawa organik dalam tubuh organisme. Fotosintesis mengubah sekitar 100–115 petagram karbon menjadi biomassa setiap tahunnya (Hohmann-Marriott and Blankenship, 2011).

Meskipun fotosintesis dapat berlangsung dalam berbagai cara pada berbagai spesies, beberapa cirinya selalu sama. Misalnya, prosesnya selalu dimulai dengan energi cahaya diserap oleh protein berklorofil yang disebut pusat reaksi fotosintesis. Pada tumbuhan, protein ini tersimpan di dalam organel yang disebut kloroplas, sedangkan pada bakteri, protein ini tersimpan pada membran plasma. Sebagian dari energi

Page 167: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

146

cahaya yang dikumpulkan oleh klorofil disimpan dalam bentuk adenosin trifosfat (ATP). Sisa energinya digunakan untuk memisahkan elektron dari zat seperti air. Elektron ini digunakan dalam reaksi yang mengubah karbondioksia menjadi senyawa organik.

Pada tumbuhan, alga, dan Sianobacteria, dilakukan dalam suatu rangkaian reaksi yang disebut siklus Calvin, namun rangkaian reaksi yang berbeda ditemukan pada beberapa bakteri, misalnya siklus Krebs terbalik pada Chlorobium. Banyak organisme fotosintesis memiliki adaptasi yang mengkonsentrasikan atau menyimpan karbondioksida. Ini membantu mengurangi proses boros yang disebut fotorespirasi yang dapat menghabiskan sebagian dari gula yang dihasilkan selama fotosintesis.

Skema berikut melukiskan prinsip dasar proses fotosintesa disajikan adalah sebagai berikut.

Gambar 10.1. Skema Proses Fotosintesis

Keterangan: ATP: adenosine triphosphate; ADP:

adenosin difosfat; P: fosfat; NADPH: nikotinamida adenine dinukleotida fosfat (bentuk tereduksi); NADP: nicotinamide adenin dinukleotida; G3P:

gliseraldehida 3-fosfat. Bertolak dari skema diatas ternyata mekanisme fotosintesa melewati dalil biokimia, dimana terjadi pengikatan dan pelepasan energi (pemindahan proton) yakni penyerapan radiasi matahari dikonversi sebagai foton energi atau kimia

Page 168: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

147

potensial menjadi NADPH dan ATP. Biasanya serapan energi atau gradien proton melintasi membran tilakoid. Rekasi ini sangat tergantung pada jumlah radiasi sinar matahari. Dalam reaksi akan terjadi pelepasan oksigen, dimana molekul ini dimanfaatkan oleh lingkungan (kebutuhan mahkluk lain di perairan). Selanjutnya reaksi cahaya bebas menghasilkan kimia potensial yang dapat digunakan mengurangi karbon anorganik di fosfat triose. Sejatinya, reaksi cahaya pada proses fotosintesis berlangsung di membran tilakoid, dimana pada membran ini terdapat ‘kromofor-protein’ (chromophore–protein) yang terikat dengan enzim. Seperti dalam uraian pada bab 2, membran merupakan lapisan sel yang fleksibel dan organel tersebut memiliki kandungan lipida dan protein. Mengapa organel ini fleksibel, karena memudahkan proses pembentukan energi didalam tubuh. Molekul klorofil secara khusus diatur di dalam dan sekitar fotosistem yang tertanam dalam membran tilakoid kloroplas. Di bagian ini, klorofil memiliki dua fungsi utama. Fungsi dari sebagian besar klorofil (sampai beberapa ratus molekul per fotosistem) adalah untuk menyerap cahaya dan mentransfer energi cahaya melalui transfer energi resonansi ke sepasang klorofil khusus di pusat reaksi fotosistem.

Kedua saat diterima fotosistem unit fotosistem II (P680= panjang gelombang serapan dalam nm) dan fotosistem I (P700) , yang memiliki klorofil sendiri pusat reaksi yang berbeda. Sifat identitas, fungsi dan spektral dari jenis klorofil di setiap fotosistem yang berbeda dan ditentukan oleh satu sama lain dan struktur protein yang mengelilingi mereka.

Fungsi dari klorofil pusat reaksi adalah dengan menggunakan energi yang diserap oleh dan dipindahkan ke sana dari pigmen klorofil lainnya di fotosistem untuk menjalani pemisahan muatan, reaksi redoks tertentu di mana klorofil menyumbangkan elektron ke dalam serangkaian intermediet molekul yang disebut rantai transpor elektron.

Reaksi dibebankan pusat klorofil (P680+) yang kemudian dikurangi kembali ke keadaan dasar dengan menerima elektron.

Page 169: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

148

Dalam fotosistem II, elektron yang mengurangi P680+ sejatinya berasal dari oksidasi air menjadi O2 dan H+ melalui beberap intermediet. Reaksi ini terjadi pada organisme fotosintetik seperti tanaman dan alga, produk hasilnya berupa gas O2, dan merupakan sumber untuk hampir semua O2 di atmosfer bumi.

Fotosistem I biasanya bekerja secara seri dengan fotosistem II, sehingga P700 dari fotosistem I biasanya berkurang, melalui banyak senyawa intermediet di membran tilakoid, oleh elektron pada fotosistem II. Reaksi transfer elektron dalam membran tilakoid yang sangat kompleks dan sumber elektron yang digunakan untuk mengurangi P700+ bisa bervariasi.

Aliran elektron dihasilkan oleh pigmen reaksi pusat klorofil digunakan untuk antar-jemput ion H+ dengan melintasi membran tilakoid, sebagai potensi kemiosmotik digunakan terutama untuk menghasilkan energi kimia di ATP , yang akhirnya elektron-elektron itu akan mengurangi +NADP ke NADPH. Esensinya, reduktor universal yang digunakan untuk mengurangi CO2 menjadi gula serta pengurangan biosintesis lainnya. Perrine, dkk (2012) telah melakukan analisis secara kuantitatif tentang ‘membran tilakoid’, alhasilnya adalah membran ini memiliki ketebalan 7 nm dengan komposisi kimia: 50% lipida dan 50% protein, dimana pada lipida terkandung

galaktolipida 40% dan yang 10% terdiri dari klorofil, karatenoid, xanthofil (bila ada), pikobilin (jika ada), fosfolipida, sulfolipida, kuinon dan sterol. Tilakoid adalah membran pipih berbentuk cakram yang membrannya mengandung klorofil, pigmen fotosntesis. Hakiki, membran tilakoid menangkap energi cahaya dan mengubahnya menjadi energi kimia. Jika ada bertumpuk-tumpuk tilakoid, maka disebut grana. Intinya, pada proses fotosintesis klorofil adalah pigmen penting dalam hal menyerap cahaya dan menghasilkan energi kimia. Menurut Barsanti and Gualtieri (2014) bahwa di organisme fotosintetik oksigenik dapat menghasilkan warna cahaya (LHC/ light-harvesting complexes), halmana ada lima jenis

Page 170: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

149

klorofil yang diketahui sampai saat ini, yaitu: klorofil a, b, c1,

c2, d, dan f, bentuk struktur kimia dan serapan panjang gelombang cahaya disajikan pada gambar berikut:

Gambar 10.2. Struktur Kimia Klorofil a

Bagian kepala dari klorofil a terdapat senyawa porfirin

hidrofilik yang dibentuk oleh empat cincin pirol dan dibagian pusatnya terdapat atom magnesium (Mg2+), sedang dibagian

ekornya ada senyawa phytol hidrofobik.. Sejati, klorofil-a terdapat pada semua organisme autotrof.

Kalau pada klorofil b memiliki struktur yang sama

dengan klorofil a, tetapi pada ‘grup keto’nya (-CH=O) di cincin

pirol kedua, bukan grup metil (CH3). Hakiki, Klorofil-b dimiliki

oleh alga hijau dan tumbuhan darat. Struktur kimia klorofil b seperti gambar berikut,

Gambar 10.3. Struktur Kimia Klorofil b

Page 171: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

150

Kalau pada klorofil c memiliki hanya kepala porfirin

hidrofilik tanpa ekor fitol; klorofil c2 berbeda dengan klorofil c1 pada kedudukan grup vinyl (-CH=CH2), seperti terlihat di gambar berikut..

Gambar 10.4. Struktur Kimia Klorofil c

Klorofil-c menurut serapan panjang gelombangnya (lihat grafik) itu dimiliki oleh alga berwarna agak kemerah-merahan, alga keemasan, serta diatom (Bacillariophyta).

Kemudian perbedaan dengan klorofil d hanya kedudukan C3

dalam struktur klorofil, dimana posisi C3 di ring I, yang sejatinya

pada klorofil a posisi itu ditempati oleh gugus vinil. Klorofil-d dimiliki oleh alga merah (Rhodophyta). Untuk jelasnya, struktur kimia dan serapan panjang gelombang cahaya dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 10.5. Struktur Kimia Klorofil d

Page 172: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

151

Perbedaan antar klorofil f dengan klorofil a hanya

kedudukan C2 halmana posisi C2 di ring I menggantikan posisi

gugus vinil di klorofil a. Dalam kenyataan klorofil-f dimiliki oleh

alga merah agak kecoklatan. Bentuk struktur kimia dan grafik panjang gelombang cahayanya disajikan pada gambar berikut.

Gambar 10.6. Struktur Kimia Klorofil f

Menurut Barsanti and Gualtieri (2014) bahwa klorofil

a, b, dan c teridentifikasi di abad kesembilan belas, kalau klorofil d dilaporkan pada tahun 1943, ditemui pada sianobakteri, Acaryochloris marina, namun baru diakui pada tahun 1996.

Sedangkan klorofil f ditemukan untuk pertama kalinya pada

tahun 2010, dimana teridentifikasi pada “stromatolite” di sianobakteri jenis Halomicronema hongdechloris.

Meskipun bervariasi, semua klorofil memiliki struktur kimia yang bermiripan, yaitu terdiri dari porfirin tertutup (siklik), suatu tetrapirol, dengan ion magnesium di pusatnya dan "ekor" terpena. Kedua gugus ini adalah ”kromofor” (pembawa warna) dan berkemampuan mengeksitasi elektron apabila terkena cahaya pada panjang gelombang tertentu.

Uraian diatas telah jelas bagi pembaca, bahwa proses pecepatan tumbuh fitoplakton sangat tergantung pada reaksi biokimia di pigmen atau klorofil serta jumlah radiasi sinar. Sedang dalam hal perbanyakan sel atau biakan sel di fenomena retaid seungguhnya tergantung pada sifat produksi setiap spesies.

Reproduksi alga dapat terjadi melalui vegetatif satu sel atau fragmentasi dari koloni. Kalau proses ‘aseksual’ melalui

Page 173: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

152

pemindahan spora tetapi cara seksual melalui gamet. Hakiki, rekombinasi genetik secara seksual melibatkan ‘plasmogamy’ (ada di sel), ‘karyogamy’ (ada di nukleo), kromosome dan meiosis (Bold and Wynne, 1978).

Pertumbuhan fitoplankton dapat berlangsung cepat, jika ketersediaan hara (N dan P) cukup, dan daya dukung sinar matahari. Dengan dukungn hara tersebut membuat fenomena biakan massal fitoplankton. Sering pada peristiwa retaid menimbulkan efek berbahaya bagi kesehatan biota dan manusia.

Proses Terjadi Retaid dan Racun yang Ditimbulkan Esensi, perubahan warna yang terjadi akibat kejadian

retaid sebenarnya tidak hanya berwarna merah tapi juga dapat berwarna coklat, ungu, kuning, hijau dan lain-lainnya tergantung dari jenis alganya. Penyebab retaid ini umumnya dari kelompok Dinoflagellata yang ketika meledak populasinya tidak hanya menghabiskan oksigen terlarut dalam air tetapi juga mengeluarkan racun yang berbahaya. Racun inilah yang kemudian bersifat toksik dan dapat menyebabkan kematian bagi biota-biota yang hidup di laut. Kelompok Dinoflagellata yang berpotensi ‘blooming’ dan bisa mengeluarkan toksik, yaitu: Alexandrium spp, Gymnodinium spp, dan Dinophysis spp. Dari kelompok Diatom, yaitu Pseudonitszchia spp.

Racun yang ditimbulkan oleh mikroalga dan membahayakan telah diketahui yakni: Paralytic Shellfish Poisoning (PSP); Diarrhetic Shellfish Poisoning (DSP); Neurotoxic Shellfish Poisoning (NSP); Amnesic Shellfish Poisoning (ASP); dan Ciguatera Fish Poisoning (CFP), lihat gambar 10.9.

Sesungguhnya, retaid adalah suatu pertumbuhan mikro alga/fitoplankton yang terjadi sangat cepat, di atas kelimpahan normal (di atas 1 juta/liter) dalam jangka waktu yang sangat singkat. Berlimpahnya alga ini menutupi permukaan laut pada malam hari dan turun tengelam ke bagian bawah pada siang hari, sehingga kenampakannya jarang terlihat secara visual pada siang hari. Arus permukaan laut berpengaruh juga pada penyebarannya, biasanya mengangkut limpahan alga ini membentuk sabuk memanjang mengikuti arah arus, namun jika

Page 174: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

153

arus laut tidak cukup kuat, maka limpahan alga ini akan membentuk kawasan perairan dengan rona merah, kadang-kadang bercampur warna coklat atau hitam tergantung dari pigmen jenis alga dominannya. Gambar 10.7 memperlihatkan contoh fenomena retaid yang terjadi di di lepas pantai La Jolla San Diego, California.

Gambar 10.7. Retaid yang membahayakan

HAB dapat terjadi karena melimpahnya nutrisi

(terutama fosfat dan nitrogen) di laut serta cahaya matahari yang cukup. Nutrisi (hara) yang berlebihan tersebut umumnya berasal dari limbah domestik (antara lain deterjen), industri, maupun aktivitas budidaya (antara lain pertanian) di daerah aliran sungai yang masuk ke laut melalui sungai (proses eutrofikasi). Suatu perairan dikatakan eutrofik jika konsentrasi total phosphorus (TP) dalam air berada dalam rentang 35-100 µg/liter.

Selain itu, arus vertikal yang kuat dapat juga mengangkat nutrisi dan kista alga yang ada pada sedimen ke kolom air (upwelling), sehingga kista dan alga dapat tumbuh dengan baik. Retaid umumnya terjadi di perairan pantai dekat muara sungai, akan tetapi dapat juga terjadi di laut lepas.

Retaid pada perairan dangkal atau muara, merupakan akibat adanya banjir di muara sungai yang menimbulkan arus dasar laut sehingga dapat mengaduk endapan dasar laut. Teraduknya endapan dasar laut ini mengakibatkan kista-kista alga yang berada di dalam sedimen lumpur terangkat ke permukaan laut. Jika kandungan oksigen cukup dan temperatur perairan cukup hangat maka kista-kista tadi pecah dan sel alga berhamburan melayang pada kolom air laut. Zat hara yang terbawa aliran sungai ke laut mempercepat pertumbuhan sel alga ini sehingga menyebabkan ‘blooming’ alga secara berlimpah.

Page 175: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

154

Berlimpahnya alga di permukaan laut akan menutup perairan atau menghalangi penetrasi sinar matahari yang mengakibatkan matinya alga di lapisan bawah diikuti oleh proses pembusukan yang mengakibatkan berkurangnya kandungan oksigen pada kolom air dibawahnya, sehingga biota laut lainnya akan mati kekurangan oksigen.

Ada beberapa mikroalga pada saat ‘blooming’ yang mengandung toksin. Jika alga tersebut dimakan oleh biota, maka biota yang memakan alga ini juga ikut teracuni, biasanya akan mengalami lumpuh dan bahkan mati beberapa saat kemudian. Racun ini bisa terakumulasi di dalam tubuh biota yang memakannya. Selanjutnya, apabila manusia mengkonsumsi biota yang sudah teracuni maka akan mengancam kesehatan manusia dan bahkan mengakibatkan kematian.

Retaid termasuk fenomena alam yang sangat jarang terjadi dan kalau terjadi biasanya pada saat pergantian musim dari musim kemarau ke musim hujan.

Kasus retaid banyak terjadi dibelahan dunia (Furuya dkk, 2010) termasuk di Indonesia, seperti yang terjadi di muara-muara sungai teluk Jakarta tahun 1992, 1994, 1997, 2004, 2005, 2006; Ambon tahun 1994 dan 1997; perairan Cirebon-Indramayu tahun 2006 dan 2007, Selat Bali dan muara sungai di perairan pantai Bali Timur tahun 1994, 1998, 2003, 2007; Nusa Tenggara Timur tahun 1983, 1985, 1989.

Pada gambar 10.8 disajikan jenis-jenis mikroalga pencetus retaid di Asia. Terlihat ada jenis mikroalga yang dapat menyebabkan retaid tetapi tidak berbahaya (kelompok A), dan ada jenis yang dapat menurunkan oksigen di perairan (B) serta ada jenis mikroalga yang berbahaya karena mengandung toksin. Sedang pada gambar 10.9 ditampilkan beberapa jenis mikroalga penyebab racun.

Page 176: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

155

Gambar 10.8. Mikroalga Penyebab Retaid di Asia

(diterbitkan seizin Prof. Yasuwo Fukuyo)

Gambar 10.9. Mikroalga Penyebab Racun di Perairan

CH3

CH3

CH3

CH3

CH3

CH3CH3

OO

O

O

O

O

O

P

P

P

S

S

CH30

CH30

CH30

CH30

CH30

CH30

NO2NO2

NO2

NO2

NO2

NO2

NO2

H0

H0

H0

0H

0H

0H

H03S0

HH

H

H

FENITROTHION FENITROOXON

Desmethyl fenitrothion

Desmethyl fenitrooxon

Sulfate

3-Methyl-4-nitrophenol

Glucoside

O

CH3

CH3

CH3

CH3

CH3

CH3CH3

OO

O

O

O

O

O

P

P

P

S

S

CH30

CH30

CH30

CH30

CH30

CH30

NO2NO2

NO2

NO2

NO2

NO2

NO2

H0

H0

H0

0H

0H

0H

H03S0

HH

H

H

FENITROTHION FENITROOXON

Desmethyl fenitrothion

Desmethyl fenitrooxon

Sulfate

3-Methyl-4-nitrophenol

Glucoside

O

CH3

CH3

CH3

CH3

CH3

CH3CH3

OO

O

O

O

O

O

P

P

P

S

S

CH30

CH30

CH30

CH30

CH30

CH30

NO2NO2

NO2

NO2

NO2

NO2

NO2

H0

H0

H0

0H

0H

0H

H03S0

HH

H

H

FENITROTHION FENITROOXON

Desmethyl fenitrothion

Desmethyl fenitrooxon

Sulfate

3-Methyl-4-nitrophenol

Glucoside

O

CH3

CH3

CH3

CH3

CH3

CH3CH3

OO

O

O

O

O

O

P

P

P

S

S

CH30

CH30

CH30

CH30

CH30

CH30

NO2NO2

NO2

NO2

NO2

NO2

NO2

H0

H0

H0

0H

0H

0H

H03S0

HH

H

H

FENITROTHION FENITROOXON

Desmethyl fenitrothion

Desmethyl fenitrooxon

Sulfate

3-Methyl-4-nitrophenol

Glucoside

O

CH3

CH3

CH3

CH3

CH3

CH3CH3

OO

O

O

O

O

O

P

P

P

S

S

CH30

CH30

CH30

CH30

CH30

CH30

NO2NO2

NO2

NO2

NO2

NO2

NO2

H0

H0

H0

0H

0H

0H

H03S0

HH

H

H

FENITROTHION FENITROOXON

Desmethyl fenitrothion

Desmethyl fenitrooxon

Sulfate

3-Methyl-4-nitrophenol

Glucoside

O

CH3

CH3

CH3

CH3

CH3

CH3CH3

OO

O

O

O

O

O

P

P

P

S

S

CH30

CH30

CH30

CH30

CH30

CH30

NO2NO2

NO2

NO2

NO2

NO2

NO2

H0

H0

H0

0H

0H

0H

H03S0

HH

H

H

FENITROTHION FENITROOXON

Desmethyl fenitrothion

Desmethyl fenitrooxon

Sulfate

3-Methyl-4-nitrophenol

Glucoside

O

CH3

CH3

CH3

CH3

CH3

CH3CH3

OO

O

O

O

O

O

P

P

P

S

S

CH30

CH30

CH30

CH30

CH30

CH30

NO2NO2

NO2

NO2

NO2

NO2

NO2

H0

H0

H0

0H

0H

0H

H03S0

HH

H

H

FENITROTHION FENITROOXON

Desmethyl fenitrothion

Desmethyl fenitrooxon

Sulfate

3-Methyl-4-nitrophenol

Glucoside

O

Page 177: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

156

Sudut pandang biokimia mekanisme kerja toksin di tubuh organisme membutuhkan pemahaman secara detail tentang struktur kimia toksin itu. Contoh kimia racun dari beberapa jenis mikroalga dan struktur kimianya.

ⓐ Paralytic shellfish poisoning (PSP)

Toksin PSP adalah produk retaid dan tersebar meluas di perairan dunia. Sudut pandang kimia, racun ini terdiri dari rangkaian guanidin-heterosiklik sering disebut ‘saxitoxin’. Membedakan struktur kimia saxitoxin terletak pada molekul hidroksil dan sulfat. Sejatinya saxitoxin terbago ke dalam empat grup, yakni: racun karbamat, racun sulfo-karbamoyl, dekarbamoyl dan racun deoksidekarbamoyl. Dari ke 4 jenis racun ini, jenis sangat toksik sedang racun dekarbamoyl agak toksik dan sulfo-karbamoyl umumnya kurang beracun. Sesungguhnya PSP disebabkan oleh ‘gymnodinioid dinoflagellata’ semisalnya, Alexandrium, Gymnodinium dan Pyrodinium dan kalau di perairan tawar sianofita. Racun yang ditimbulkan oleh dinoflagellata sangat tergantung pada peran bakteri endosimbiotik, dan produk racun sangat bervariasi tergantung pada spesies dinoflagellata. Lazimnya pada dinoflagellata terdapat turunan sulfokarbamoyl, halmana secara alamiah hasil biosintetis dinoflagellata terbentuk kelompok N-sulfat. Dari beberapa referens mengatakan dalam racun saxitoxin yang diproduksi oleh dinoflagellata ditemui enzim N-sultransferase dan N-oxidase. Sejatinya, kerja racun ini menghambat distribusi Na+ di membran sel, yang akhirnya menganggu kerja saraf dan kerja otot, sehingga mengakibatkan organisme mati.

Gambar 10.10 Struktur Kimia saxitoxin (STX)

Page 178: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

157

Saxitoxin memiliki afinitas tinggi untuk megikat natrium (Na) di dalam membrane, artinya Na mampu menghambat aktivitas neurotransmisi yakni: synapsis di otak dan alur ke neuromuscular.

ⓑ Diarrhetic Shellfish Poisoning (DSP)

Toksin ini diproduksi oleh dinoflagellata, tergolong racun “acidic polyether”, biasanya masuk ke tubuh manusia setelah terkontaminasi pada makanan, seperti pada kerang-kerangan kemudian manusia makan kerang tersebut menyebabkan sakit. Kelompok DSP termasuk senyawa asam okadaik, Pectenotoxin, yessotoxin struktur kimianya disajikan pada gambar 10.11. Pertamakali diketahui racun ini pada tahun 1970-an di Jepang, halmana terjadi dimasyarakat banyak yang jatuh sakit setelah makan kerang, ternyata pencetus racun adalah dinoflagellata jenis Dinophysis fortii, oleh penemu saat itu menyimpulkan toksin yang terjadi adalah ‘dinophysistoxin’ Kejadian di Amerika utara racun DSP bersumber dari bentik dinoflagellata, Prorocentrum lima. Jenis racun yang diproduksi oleh dinoflagellata adalah asam okadaik. Sejatinya ada sejumlah spesies Prorocentrum memiliki potensi besar memproduksi asam okadaik, seperti: Prorocentrum maculosum, Prorocentrum concavum dan Prorocentrum hoffmanianum.

Pectenotoxin-2 (PTX2)

Page 179: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

158

yessotoxin (YTX)

Gambar 10.11. Struktur Kimia Pectenotoxin-2; yessotoxin dan Asam Okadaik

Kalau toksin ‘pecteno’ bersumber dari dinoflagellata genus Dinophysis, sedang toksin ‘Yesso’ diproduksi oleh dinoflagellata jenis: Proceratium reticulatum dan Lingulodinium polyedrum. Semua jenis racun ini tidak langsung mematikan manusia, tetapi

membuat orang sakit karena diare, muntah-muntah, mual, kram

perut dan panas-dingin.

ⓒ Neurotoxic Shellfish Poisoning (NSP)

Toksin NSP bersifat lipofilik, menyebabkan ikan mati jika memakannya. Kalau toksin ini masuk ke manusia biasanya melalui kontaminan pada biota perairan, seperti kerang-kerangan (moluska). Pengalaman yang terjadi di teluk Meksiko dan di Selandia Baru, berdampak pada manusia mengakibatkan

Page 180: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

159

beberapa orang meninggal. Penyebab retaid dan berakibat toksin adalah fitoplankton, Gymnodinium breve. Sedang peristiwa yang terjadi di teluk Kao, Ambon tahun 1994, penyebab retaid adalah jenis Karenia brevis. Kedua mikroalga ini memproduksi ‘brevetoxin’, struktur kimianya sebagai berikut.

Struktur kimia brevetoxin (PbTx)

Gambar 10.12. Struktur Kimia Racun Brevetoxin

ⓓ Amnesic Shellfish Poisoning (ASP)

Racun ‘ASP’ bersifat hidrofilik, struktur kimianya berbentuk asam domoik, [(2S,3S,4S)-3-(carboxymethyl)-4-[(1Z,3E,5R)-6-hydroxy-1,5-dimethyl-6-oxo-hexa-1,3dienyl] pyrrolidine-2-carboxylic acid] Halmana asam ini berasal dari diatom, Pseudo-nitzschia multiseries, yang sesungguhnya semula jenis ini sebagai adalah Nitzschia pungens f. multiseries. Asam

Page 181: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

160

domoik memilki potensi glutamat, dimana glutamate ini dapat mengganggu transmisi saraf. Alga merah, Digenea simplex, memproduksi racun kainik (struktur kimia lihat gambar). Reaksi toksin sama dengan asam domoik.

Struktur Kimia Asam Domoik

[(2S,3S,4S)-3-(carboxymethyl)-4-[(1Z,3E,5R)-6-hydroxy-1,5-dimethyl-6-oxo-hexa-1,3-dienyl]pyrrolidine-2-carboxylic acid]

Asam Kainik Asam glutamik

Gambar 10.13. Struktur Kimia Asam Domoik

Apabila toksin ini terkontaminasi ke tubuh manusia berakibatkan gangguan kesetimbangan tubuh, semisalnya: saluran perncarnaan terganggu (mual, muntah-muntah, diare) dan gangguan pada otak ( ‘dizziner’; hilang kesetimbangan tubuh; rasa lesu; kejang dan hilang ingatan). Asam domoik mengikat dengan afinitas tinggi pada reseptor glutamat. Aktivasi persiten dari reseptor glutamat kainate sangat tinggi oleh adanya Ca2+ melalui asosiasi dengan

Page 182: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

161

NMDA dan non-NMDA glutamat (sebagai subtipe) dan sangat tergantung kanal kalsium. Adanya racun asam domoik, aliran kalsium ke saraf otak terhambat menyebabkan kesetimbangan tubuh hilang.

ⓔ Ciguatera Fish Poisoning (CFP)

Toksin CFP sering terjadi di perairan dimana fenomena retaid terjadi, secara biokimia racun ini berefek pada serabut saraf dan memperlebar saluran natrium (Na+). Apabila ikan memakan atau terkontaminasi dapat mematikan, tetapi racun ‘ciguatera’ dan ‘maitoxin’ tidak mengakibatkan kematian massal ikan, tetapi terjadi secara individu.

Struktur Kimia Racun Ciguatera

Struktur Kimia Maitotoxin (larut dalam lipida)

Gambar 10.14. Struktur Kimia Racun Ciguatera dan Maitotoxin

Page 183: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

162

Sumber toksin berasal dari dinoflagellata seperti : Gambierdiscus toxicus, Prorocentrum concavum, Prorocentrum hoffmannianum, Prorocentrum lima, Ostreopsis lenticularis, Ostreopsis siamensis, Coolia monotis, Thecadinium dan Amphidinium carterae. Sifat racun yang di produksi oleh mikroalga ini dapat larut dalam air. Kalau melihat jenis mikroalga penyebab toksin ciguaetra tidak hanya fitoplankton yang sering biakan massal pada peristiwa retaid, tetapi ada juga berasal bentik dinoflagellata, seperti Gambierdiscus toxicu, di kawasan daerah tropis mikroalga ini hidup menempel pada terumbu karang. Mikroalga ini dimakan oleh ikan-ikan kecil pemakan tumbuhan (herbivora), selanjut ikan ini dimakan oleh ikan karnivora, seperti ikan sunu, bass merah, ikan kembung, yang pada akhirnya racun itu akan tiba pada manusia.

Menurut Burkholder dan Glasgow (1995), ada terdapat

400 spesies bisa sebagai penyebar atau pembawa racun tersebut, semisalnya; kerapu, barakuda, snapper, kembung dan sebagainya. Umumnya toksin tertampung dibagian saluran cerna (perut ikan) dan di kepala atau pusat saraf ikan. Umumnya efek toksin ini di tubuh manusia terjadi di saluran pencernaan, kardiovaskular dan saraf otak. Kesetimbangan fisiologi tubuh terganggu, semisalnya: diare, muntah-muntah, mules dilambung; kalau di sistem saraf terganggu: nyeri otot, mudah pemarah, pusing, gatal, kegelisahan, tubuh panas-dingin, berkeringat, mati rasa dan perasaan nyeri di mulut (Bernstein dan Safferman, 1973; Burkholder, 1996).

ⓕ Azaspiracid Shellfish Poisoning (AZP)

Toksin AZP jarang terjadi pada peristiwa retaid, namun peluang muncul toksin ini cukup besar, racun ini berbahaya bagi manusia sebab bisa mengakibatkan efek fatal (meninggal). Racun ini pernah di temui di negera Belanda, dimana masyarakat memakan kerang hijau yang diimpor dari Irlandia. Halmana kerang tersebut telah terkontaminasi dengan racun

Page 184: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

163

asam azaspir berasal dari mikroalga, Protoperidinium crassipes. Struktur kimia racun disajikan pada gambar 10.15 .

Struktur Kimia Azaspiracid

Gambar 10.15. Struktur Kimia Racun Azaspiracid

Gejala-gejala terkena racun ini seperti pada racun DSP, dimana perut merasa kram, mual, muntah-muntah dan diare, tetapi jika tidak cepat tangani bisa berakibat fatal.

ⓖ Sianotoksin

Racun ini disebabkan oleh sianobakteri yang tumbuh pada saat fenomena retaid. Sianobakteri adalah filum bakteri yang dapat berfotosintesa. Kata cyan (sian) berasal dari bahasa Yunani (κύανoς) yang artinya senyawa biru kehitaman (dark blue), kalau diterah dengan spektrofotometer, spectrum cahayanya ada diantara biru-hijau. Olehnya ilmuan sepakat sianobakteri disebut sebagai alga “blue-green”. Racunya berpotensi mematikan organisme (hewan dan ikan) dan manusia. Kalau ancaman manusia, biasanya melalui (vector) kerang-kerangan dan ikan yang telah terkontaminasi sianotoksin. Namun sianobakteri bisa dimanfaatkan sebagai bahan sediaan farmasetika, sebab memiliki potensi senyawa bioaktif untuk kepentingan sebagai antitumor, antibiotik, antivirus dan anti jamur (Tibbetts, 1996) .

Page 185: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

164

Struktur Kimia Micocystin

Struktur Kimia Nodularin

Sumber dari sianobakteri Nodularia spumigena. Gambar 10.16. Struktur Kimia Racun Micotoksin dan Nodularin Ada beberapa sianotoksin di alam bersifat racun akut, halaman bisa menghambat proses pernafasan. Sejatinya, berpotensi sebagai racun otak, racun hati (hepatotoksin), sitotoksin dan endotoksin. Kalau terjadi toksin ke otak bisa berakibat penyakit parkinson dan alzheimer.

Page 186: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

165

KEPUSTAKAAN

AckmDalam fasean, Robert G. and C.A. Eaton, 1970. Biochemical Implication of Seasonal Trends in Iodine Values and Free Fatty Acid Levels of Commercially Produced Atlantic Coast Herring Oils. J. Fish. Res. Board Can. 27: 1669-1671.

Ackman Robert G. 1981. Algae As Sources for Edible Lipids, In New Sources of Fats and Oils. E. H. Pryde; L.H. Princen and K.D.Mukherjee (Eds). American Oil Chemical Society. P 189-267.

Ackman Robert G. (Edt). 1989. Marine Biogenic Lipids, Fats and Oils,Vol. 1 CRC Press Inc, Florida. 462 p.

Ackman, R.G.; C.S. Tocher and J. McLachlan, 1968. Marine Phyto-

plankter Fatty Acid. J. Fish. Res. Board Can. 25: 1603-1605. Ackman Robert G., 1989. Fatty Acids. In Marine Biogenic Lipids, Fats and

Oils,Vol. 1 CRC Press Inc, Florida. P 103-173. Ackman Robert G. (Edt). 1989. Marine Biogenic Lipids, Fats and Oils,

Vol. 2 CRC Press Inc, Florida. 495 p. Ackman Robert G. and F. Lamothe, 1989. Marine Mammals. In Marine

Biogenic Lipids, Fats and Oils. Vol.II. CRC Press. p 179-382 Agarwal P.K, Geist A and Gorin A., 2004. Protein dynamics and enzymatic

catalysis: investigating the peptidyl-prolyl cis-trans isomerization activity of cyclophilin A. Biochemistry 43 (33): 10605–10618

Agarwal P.K., 2005. Role of protein dynamics in reaction rate enhancement by

enzymes. J. Am. Chem. Soc. 127 (43): 15248–15256 Alberts, Bruce; Alexander Johnson; Julian Lewis; Martin Raff;

Roberts Keith and Peter Walters, 2002. Molecular Biology of the Cell; Fourth Edition. New York and London: Garland Science. 724p.

Page 187: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

166

Allen, M.B; L. Fries; T.W. Goodwin and D.M. Thomas. 1964. The Carotenoids of Algae: Pigments From Some Cryptomonads, A Heterokont, and Some Rhodophycea. J. Gen. Microbiol. 34: 259-261

Anderson, R.; B.P. Livermore; M.Kates and B.E. Volcani. 1978. The

Lipid Composition of the Nonphotosynthetic Diatom Nitzschia alba. Biochim. Biophys. Acta. 528:530.

Anonimous,2009. Sistem koordinasi pada hewan vertebrata. http //free.

vlsm. Praweda /biologi. diakses tanggal 14 maret 2016. Araki, S.; Y. Komai dan M. Satake, 1980. A. Novel Sphingophosphonoglyco-

lipid Containing 3-O-methylgalctose Isolated From the Skin of the Marine Gastropoda Aplysia kurodai. J. Biochem. 87: 503-505.

Barsanti, L and P. Gualtieri, 2014. Algae: Anatomy, Biochemistry, and

Biotechnology (2nd Edit). CRC Press. 326p. Beach, D.H.; G.W.Harrington and G.G. Holz, Jr., 1970. The

Polyunsaturated Fatty Acid of Marine and Fresh Water Cryptomonads. J. Protozool. 17: 501-503.

Beer, S.; M. Bj¨ork and J. Beardall, 2014. Photosynthesis in the

Marine Environment. JohnWiley & Sons, Ltd. 208 p. Belsare, D.K. and S.D.Belsare, 1976. Liver Phospholipid Distribution in

Hypophysectomised Catfish, Clarias batrachus and Heteropneustes fossils. Endokrinologie. 67: 365-368.

Bergmann, W. and A. Swift, 1951. Contribution to the Study of Marine

Product. XXX. Component Acids of Sponges. J.Org. Chem., 16:1206 In Joseph, J., 1989. Distribution and Composition of Lipids in Marine Invertebrate. In Marine Biogenic Lipids, Fats and Oils. Vol.II. CRC Press. p 49-144

Bernstein, I. L. and R. S. Safferman. 1973. Clinical sensitivity to green algae

demonstrated by nasal challenge and in vitro tests of immediate hypersensitivity. J. Allergy 51: 22.

Bimbo, A.P. 2015. Source of Marine Oils. In Marine Oils From Sea To

Page 188: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

167

Pharmaceuticals. Nova Pub. New York. P 1-56. Blomenröhr M.; H. Goos; J. Bogerd; K. Eidne and G. Willars., 2005.

GnRH Receptors in Fish: Differences in Structure-Function Relations between Mammalian and Non-mammalian GnRH Receptors. In Hormones and their Receptors in Fish Reproduction. (P. Melarmed and N. Sherwood (Edts). Molecular Aspects of Fish and Marine Biology – Vol.4. World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. Singapore. P 40-75.

Bold, H. C. and Wynne, M. J., 1978. Introduction to the Algae—Structure

and Reproduction. Prentice-Hall, Englewood Cliffs, NJ. 645p. Borst P and R.Sabatini, 2008. Base J: discovery, biosynthesis, and possible

functions. Annual review of microbiology 62: 235–51. Bottino, N., 1975. Lipid Composition of two Speciess of Antarctic Krill

Euphasia superba and E. crystallorophias. Comp. Biochem. Physiol. B., 50:479-481

Bouerneister, A.E.M. and J.R. Sargent, 1979. Biosynthesis of Triacylglycerols

in the Intestines of Rainbow trout (Salmo gairdnerii) fed Marine Zooplankton Rich in Wax Esters. Biochim. Biophys. Acta. 575 (3). P 358-360.

Bowszyc, J. 1966. Redfeed dermatitis. A professional disease of workers in the

fishing industry caused by Baltic herring and mackerel [Polish]. Przegl. Derm. 53: 39.

Brettel K. and W. Leibl., 2001. Electron Transfer in Photosystem I.

Biochimica Biophysica Acta, 1507, 100–114. Brotowidjoyo, M. 1989. Zoologi Dasar. Penerbit Erlangga: Jakarta Brettel K. and W. Leibl, 2001. Electron transfer in photosystem I.

Biochimica Biophysica Acta, 1507, 100–114.

Bruckdorfer T; O. Marder and F. Albericio. 2004, From production of

Page 189: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

168

peptides in milligram amounts for research to multi-tons quantities for drugs of the future. Current Pharmaceutical Biotechnology 5 (1): 29–3.

Burkholder, J. M. and H. B. Glasgow. 1994. The enriched life of an ambush predator: a new ichthyotoxic dinoflagellate in eutrophic estuaries. In: Proceedings, 12th Biennial International Estuarine Research Federation Conference. Hilton Head, South Carolina. (p. 16).

Burkholder, J. M. and H. B. Glasgow. 1995. Effects on fisheries and human

health linked to a toxic estuarine dinoflagellate. Toxicon, 34 (3): 308. Burkholder, J. M. 1996. Role of toxic algae in fish and human health.

Presented at the AAAS Annual Meeting and Science Innovation Exposition: The 162nd National Meeting of the American Assoc. for the Advancement of Science, Baltimore. 162: A79.

Bushaw-Newton, K.L and K.G. Sellner, 1999 (on line). Harmful Algal Blooms. In: NOAA’s State of the Coast Report. Silver Spring, MD: National Oceanic and Atmospheric Administration. Http://state-of-cost.noaa.gov/bulletins/ html/hab_14/hab.html (diakses tanggal 4 Mei 2016).

Butler John M., 2001. Forensic DNA Typing. Elsevier. . 215.p Campbell, N.A.; J.B.Reece; L.G.Mitchell, 2002. Biologi. Jilid 1, Edisi ke

5, diterjemahkan oleh R. Lestari dkk. Jakarta: Erlangga (Didigitalisasi oleh Google Penelusuran Buku). Diakses tanggal 4 Mei 2016.

Chapelle, S., 1977. Lipid Composition of Tissues of Marine Crustaceans.

Biochem. Syst. Ecol. 5: 241-243 Chelomin, V.P. and V.I. Svetashev, 1978. Lipid Composition of Subcellular

Particles of Sea Urchin Eggs Stronggylocentrotus intermedius. Comp. Biochem. Physiol. B. 60: 99-101.

Chen M. and R.E. Blankenship, 2011. Expanding the solar spectrum used by

photosynthesis. Trends in Plant Science, 16(8), 427–431.

Page 190: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

169

Chilsholm, S. W., 1981. Temporal patterns of cell division in unicellular algae. In Platt T. (Ed.). Physiological Bases of Phytoplankton Ecology. Canadian Bulletin of Fishery and Acquatic Sciences, 210, 150–181.

Chong K.L.; M. Koh and P. Melamed, 2005. Molecular Regulation of Gonadotropin Gene Expression in Teleosts. In Hormones and their Receptors in Fish Reproduction. (P. Melarmed and N. Sherwood (Edts). Molecular Aspects of Fish and Marine Biology – Vol.4. World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. Singapore. P 76-104.

Chuecas, L. and J.P. Riley, 1966. The Composition Fatty Acid of Some

Seaweed Fats. J.Mar Biol. Assoc. U.K. 46: 153-155. Chuecas, L. and J.P. Riley, 1969. Component Fatty Acids of the Total Lipids

of Some Marine Phytoplankton. J. Mar. Biol. Ssoc. UK. 49: 97-99. Clarke, A., 1989. Seabirds. In Marine Biogenic Lipids, Fats and Oils.

Vol.II. CRC Press. p 383-400 Coltelli, P.; Barsanti, L.; Evangelista,V.; Frassanito, A.M.; Passarelli, V.

and Gualtieri, P., 2013. Automatic and real time recognition of microalgae by means of pigment signature and shape. Environmental Science Progress and Impact 15(7), 1397–1410.

Cooney, R.V.; R.O. Mumma and A.A. Benso, 1978.

Arseniumphospholipid in Algae. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 75: 4262-4264.

Crumlish, M., 2015. Aquaculture and Food Security. In Marine Oils From

Sea To Pharmaceuticals. Nova Pub. New York. P 71-82. Currier, C., 2012. Introductory Biochemistry. Research World Pub. Delhi.,

105 p Davies, I.M. and D. Vethaak (Edt) , 2012. Integrated marine environmental

monitoring of chemicals and their effects. ICES (International Council for the Exploration of the Sea) Cooperative Research Report No. 315. Denmark., 277p

Page 191: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

170

De Koning, A.J. a), 1966. Phospholipids of Marine I. The hake (Merluccius capensis, Castelnau). J. Sci. Food. Agric. 17: 112-116.

De Koning, A.J. and K.B. McMullan, 1966. Phospholipids of Marine I. The

rock Lobster (Jasus lalandii ). J. Sci. Food. Agric. 17: 117-119. De Koning, A.J.b), 1966. Phospholipids of Marine IV. The Abalone

(Haliotis midae). J. Sci. Food. Agric. 17: 460-463.

De Koning, A.J.c), 1972. Phospholipids of Marine Origin VI. The Octopus (Octopus vulgaris). J. Sci. Food. Agric. 23:247-250.

Dembitsky, V.M., 1979. Plasmalogens of Phospholipids of Marine Invertebrate.

Mar. Biol., Vladivostok. No. 5: 86-90. Dembitsky, V.M., 1980. Lipids of Marine Orgin. A Study of Ophiura

sarsi Phospholipids. Biorg, Chem. (USSR) 6: 426-431. De Moreno, J.E.A.; R.J. Pollero; V.J. Moreno and R.R. Brenner, 1980.

Lipids and Fatty Acids of the Mussel (Mytillus platensis d’Orbigny) South Atlantic Waters. J. Exp. Mar. Biol. Ecol. 48: 263-264.

Detopoulou, P.; E. Fragopoulou; T. Nomikos and S. Antonopoulou.,

2015. Dietary Intervention Studie of Fish and FO/MO (Fish Oils/Marine Oils): Focus on Secondary Prevention of Cardiovascular Disease and Diabetes. In Marine Oils From Sea To Pharmaceuticals. Nova Pub. New York. P 113-130.

Devlin T.M., 1997. Textbook of Biochemistry: With Clinical Correlations (4th

ed.). Chichester: John Wiley & Sons. P 654 Ding J. L., 2005. Vitellogenesis and Vitellogenin Uptake into Oocytes. In

Hormones and their Receptors in Fish Reproduction. (P. Melarmed and N. Sherwood (Edts). Molecular Aspects of Fish and Marine Biology – Vol.4. World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. Singapore. P 254-276.

Page 192: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

171

Domínguez, H. (Edt), 2013. Functional ingredients from algae for foods and nutraceuticals. Woodhead Publishing Limited. Philadelphia, USA .734 p.

Fahy E.; S.Subramaniam; R.C. Murphy; M. Nishijima; C.R. Raetz; T.

Shimizu; F. Spener; G. van Meer; M.J. Wakelam and E.A. Dennis, 2009, Update of the LIPID MAPS comprehensive classification system for lipids, Journal of Lipid Research 50 (S1): S9–14, doi:10.1194/jlr.R800095-JLR200, PMC 2674711, PMID 19098281

Furuya, K.; P. M. Glibert; Mingjiang Zhou and Robin Raine (Edts),

2010. Harmful Algal Blooms in Asia. GEOHAB Asia Global Ecology and Oceanography of Harmful Algal Blooms in Asia: A Regional Comparative Programme. Published by IOC and SCOR, Paris and Newark. 74 p.

Ertekin, Y.H; B. Yakar; Hu¨lya Ertekin; Ays¸egu¨ l Uludag˘ and M.

Tekin, 2015. Diclofenac- and Pantoprazole-Induced Rhabdomyolysis: A Potential Drug Interaction. Case report. Published online: 22 July 2015 (diakses 20 Juni, 2016).

Fruton, J.S. and Sofia Simmonds, 1958. General Biochemistry (2nd

Editions). Yale University Pub. 1077 p. Furuya, K.; P. M. Glibert; M. Zhou and R. Raine (Edts), 2010.

Harmful Algal Blooms in Asia. GEOHAB ( Global Ecology and Oceanography of Harmful Algal Blooms). IOC and SCOR, Paris and Newark, Delaware. 68 p

Ganella, D. E.; Allen Nicholas B.; Simmons, J. G.; Schwartz, Orli; Kim

Jee Hyun; Sheeber Lisa and S. Whittle. 2015. Early life stress alters pituitary growth during adolescence—A longitudinal study. Psychoneuroendocrinology 53: 185–194.

Garras, A.; D. Fraser: D. Tobin; R. Vige and Ida Marie Wold., 2015.

Pharmaceutical Applications of Fish Oils. In Marine Oils From Sea To Pharmaceuticals. Nova Pub. New York. P 131-154.

Page 193: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

172

Ge W., 2005. Activin and Its Receptors in Fish Reproduction. In Hormones and their Receptors in Fish Reproduction. (P. Melarmed and N. Sherwood (Edts). Molecular Aspects of Fish and Marine Biology – Vol.4. World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. Singapore. P 128-154

Gerssen, A.; I. E. Pol-Hofstad; M. Poelman; P.P.J. Mulder; H. J. van

den Top and J. de Boer, 2010. Marine Toxins: Chemistry, Toxicity, Occurrence and Detection, with Special Reference to the Dutch Situation. Toxins 2010, 2, 878-904 doi:10.3390/toxins2040878 (diakses tanggal 4 Mei 2016)

Ghosh A. and M. Bansal, 2003. A glossary of DNA structures from A to

Z. Acta Crystallogr D 59 (4): 620–6 Gibo H.; M. Hokama; K. Kyoshima and S. Kobayashi, 1993. Arteries

to the pituitary. Nippon Rinsho 51 (10): 2550–4. Glick, B.R. and J.J. Pasternak, 2003. Molecular Biotechnology: Priciples and

Applications of Recombinant DNA. ASM Press. Washington DC, 245 p.

Gonen T.; Y. Cheng; P. Sliz; Y. Hiroaki; Y. Fujiyoshi; S.C. Harrison;

and T. Walz. 2005. Lipid-protein interactions in double-layered two-dimensional AQP0 crystals. Nature 438 (7068): 633–38

Groves, M.J., 2006. Pharmaceutical Biotechnology. 2nd ed. CRC Taylor

& Francis, 356 p. Grossman L.I., R. S.Seelan and S. A. Jaradat, 2008. Transcriptional

regulation of mammalian cytochrome c oxidase genes. Center for Molecular Medicine and Genetics, Wayne State University School of Medicine. (diakses tanggal 28-9-2016)

Hack, M.H. and F.M. Helmy, 1975. Bis-phosphatidic Acid Plasmalogen in

Brain Amia calva and its Correlation with the Infarct Plasmalogen and the Cardiolipin (diphosphatidyl gleserol) series of Phosphatides. Comp. Biochem. Physiol. C. 52: 139-141.

Page 194: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

173

Hallegraeff, G.M.; D.M. Anderson and A.D. Cembella (Edts), 2004. Manual on Harmful Marine Microalgae. Imprimerie Landais, France. 770 p.

Hammes, G.G., 1982. Enzyme Catalysis and Regulation. Academic Press.

New York. 647 p Harrington, G.W. and G.G.Holz, Jr., 1968. The Monoenoic and Docosa-

hexaenoic Fatty Acids of A Heterotropic Dinoflagellates. Biochim. Biophys. Acta 164: 137-139.

Harrington, G.W.; D.H. Beach; J.E. Dunhan and G.G.Holz, Jr. 1970.

The Polyunsaturated Fatty Acid of Marine dinoflagellates. Journal Protozool. 17:213-216.

Harvey Richard A and Denise R. Ferrier. 2011. Lippincott’s Illustrated Reviews: Biochemistry (Fifth Edition). Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer business. 351 West Camden Street Baltimore, MD 21201. 534 p.

Hayashi, K.; S.Kida; K. Kato and M. Yamada, 1974. Component Fatty

Acids of Acetone Lipids of 17 Species of Marine Benthic Algae. Bull. Jpn. Soc. Sci. Fish. 40: 609-610

Hayashi, A.; F. Matsuura and T. Matsubara. 1969. Isolation and

Characterization of A New Sphingolipid Containing 2-N-methylaminoethylphosphonic Acid From Viscera of Turbo cornutus. Biochim. Biophys. Acta. 176: 208-210.

Hayashi, A. and F. Matsuura. 1973. 2-Hydroxy Fatty Acid and

Phytosphingosine Containing Ceramide-2-N-methylaminoethylphosphonate From Turbo cornutus. Chem. Phys. Lipids. 10: 51-52.

Hayashi, K. and N. Sakamoto, 1986. Dynamic Analysis of Enzyme System. Springer-Verlag. New York. 488 p. Hilditch, T.P. and P.N. Williams, 1964. The Chemical Constitution of

Natural Fats, 4th ed. Chapman & Hall, London. 698 p. Hirschmann, H., 1964. The Nature of Substrate Asymmetry in

Stereoselective Reactions, J. Biol. Chem., 235: 2762-2770.

Page 195: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

174

Hori, T.; M. Sugit and O. Itasaka. 1969. Biochemistry of Shellfish Lipids. X.

Isolation of A Sphingolipid Containing 2-monomethylamino-ethylphosphonic Acid From Shellfish. J. Biochem. 65: 451-453.

Hohmann-Marriott M.F., and R.E. Blankenship, 2011. Evolution of

photosynthesis. Annual Review of Plant Biology, 62(1), 515–548.

Hølmer G., 1989. Triglycerides. In Marine Biogenic Lipids, Fats and Oils,

Vol. 1 CRC Press Inc, Florida. P 139-197. Hylland, K; Thomas Maes; C. M. Gómez; U. Kamman; M. Gubbins

and Ian M. Davies, 2012. Background document: cytochrome P450 1A activity (EROD) In: Integrated marine environmental monitoring of chemicals and their effects (I.M.Davies & D.Vethaak, Edts). International Council for the Exploration of the Sea. Denmark. ICES Cooperative Research Report No. 315 p. 26-27.

Itasaka, O.; T.Hori; A.Uno and M.Iwamori. 1973. Occurrence of Ceramide

Phosphorylethanolamine containing Hydroxy Fatty Acid in A Bivalve. J. Biochem. 73: 191-193.

Ito, K. and Y. Tsuchiya, 1977. Differential Fatty Acid Composition of Some

Marine Algae Associated with Their Habit at depth. Tohoku J. Agric. Res. 28: 145-146.

IUPAC-IUB Commission of Biochemical Nomenclature (CBN), 1967.

The Nomenclature of Lipids, Eur. J. Biochem., 2: 127-136 Jaeger K.E and T. Eggert, 2004. Enantioselective biocatalysis optimized by

directed evolution. Curr Opin Biotechnol. 15 (4): 305–313. Jain, J. L.; S. Jain and N. Jain., 2005. Fundamentals of Biochemistry. New

Delhi. S.Chand & Company Ltd. 465 p. Joseph, J., 1989. Distribution and Composition of Lipids in Marine Inverte-

brate. In Marine Biogenic Lipids, Fats and Oils. Vol.II. CRC Press. p 49-144

Page 196: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

175

Joseph, J.D.; R. G. Ackman and G.T. Seaborn, 1990. Effect of Diet on Dept Fatty Acid Composition in the Green Turtle Chelonia mydas. Comp. Biochem. Physiol.

Karp, G. 2010. Cell Biology. 6th ed. John Wiley & Sons Inc. Singapore. 765 p. Kayama, M.; Y. Tsuchiya and J.F. Mead, 1963. A Model Experiment of

Aquatic Food Chain with Special Significance in Fatty Acid Conversion. Bull. Jpn. Soc. Sci. Fish., 1: 113-115.

Kayama, M.; J.Imayoshi; S. Araki; H.Ogawa; T.Ooshusa; T. Ueno and

M. Saito, 1983. Changes in the Lipids of Dried Laver “Nori” at Different Water Activities. Bull. Jpn. Soc. Sci. Fish. 49: 787-789

Kayama, M.; S. Araki and S. Sato. 1989. Lipids of Marine Plants. In

Marine Biogenic Lipids, Fats and Oils. Vol.II. CRC Press. p4-48.

Kennelly P.J. and V.W. Rodwell, 2006. Protein: Myoglobin & hemoglobin.

In: Murray RK, Granner DK, Rodwell VW, editors. Harper’s Illustrated Biochemistry. 27th ed. United States: TheMcGraw-Hill Companies, p. 41-8.

Kent S.B. 2009, Total chemical synthesis of proteins. Chemical Society

Reviews 38 (2): 338–51 Kenyon, C.N. 1972. The Fatty Acid Composition of Unicellular Strain of

Blue-green Algae. J. Bacteriol 109: 827-828. Kinsy, W.H.; G.L. Decker and W.J. Lennar, 1980. Isolation and Partial

Characterization of the Plasma Membrane of the Sea Urchin egg. J. Cell Biol. 87: 248-250.

Kostetsky, E.Y. and Yu. A. Shchipunov, 1983. Evolutionary Causes and

Trends of Marine Invertebrate Phospholipids. J. Evol. Biochem. Physiol. (USSR), 19: 11-18.

Kosugi, Y. and N. Azuma. 1994. Synthesis of triacylglycerol from

polyunsaturated fatty acid by immobilazed lipase. Journal of American Oil Chemistry Society 71 (12): 1397-1403.

Page 197: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

176

Krauss Gerd-Joachim and Nies D.H (Edt). 2015. Ecological Biochemistry

Environmental and Interspecies Interactions. Wiley-VCH. 442p.

Kuchel, P. and R.B. Ralston, 2006. Schaum's Easy Outlines: Biochemistry.

(diterjemahkan oleh E. Laelasari ed.). Jakarta: Erlangga. (Didigitalisasi oleh Google Penelusuran Buku) Diakses pada tanggal 5 Februari 2016.

Kurganov, B. I., 1982. Allosteric Enzyme. John Wiley and Sons. New York. 320 p.

La Barre, S. and J-M. Kornprobst, 2014. Outstanding Marine Molecules.

Chemistry, Biology, Analysis. Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Boschstr. 12, 69469 Weinheim,Germany, 511 p.

LamNgok, C.; H. Nguen Kim; V.B. Stekhov and V.L. Svetashev, 1990.

Lipids of Marine Orgin. Phospholipids and Fatty Acid of soft Coral, Mar. Biol. 123: 132-135.

Landsberg, J. H., 2002. The effects of harmful algal blooms on aquatic

organisms". Reviews in Fisheries Science 10 (2): 113–390. doi:10.1080/20026491051695.

Laurent, D.; B. Yeeting; P. Labrosse and J.P. Gaudechoux, 2005.

Ciguatera Field Refernce Guide. Secretariat of the Pacific Community, 90 p

Lehninger, A.L. 1997. Dasar-dasar Biokimia ,Jilid 1 (diterjemahkan oleh

M. Thenawidjaja ed.). Jakarta: Erlangga. p 313 Lee, R.F. and A.R. Loeblich, 1971. Distribution of 21:6 Hydrocarbon and

Its Relationship to 22:6 Fatty Acid in Algae. Phytochemistry. 10: 593-595.

Le Rouzic P. and P. Prunet., 2005. Evidence for Pleiotropic Effects of

Prolactin in Teleost Fish. In Hormones and their Receptors in Fish Reproduction. (P. Melarmed and N. Sherwood (Edts). Molecular Aspects of Fish and Marine Biology – Vol.4. World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. Singapore. P 105-127.

Page 198: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

177

Li, C. H., (ed.), 1987. Hormonal Proteins and Peptides, 13 vols. New York: Academic Press, 474 p. Litchfield, C.; A. J. Greenberg; G. Noto and R.W. Morales, 1976.

Unusually High Levels of C24-C30 Fatty Acids in Sponges of the Class Demospongiae, Lipids. 11: 567-569.

Maitland, Jr Jones., 1998, Organic Chemistry, W W Norton & Co Inc

(Np), p. 139

Mashaghi S.; T. Jadidi; G. Koenderink and A. Mashaghi., 2013, Lipid nanotechnology, International Journal of Molecular Sciences 14 (2): 4242–4282, doi:10.3390/ijms14024242, PMID 23429269

Mashaghi A. and A. Katan, 2013. A physicist's view of DNA. De

Physicus 24e (3): 59–61. Matsuura, F., 1977. Phosphonosphingglycolipid, A Novel Sphingolipid From the

Viscera of Turbo cornutus. Chem. Phys. Lipids. 19: 223-225. Matsuura, F., 1979. The Identification of Aminoalkylphosphonyl Cerebrosides

in the Marine Gastropoda, Monodonita labio. J. Biochem. 85: 433-435.

Maulana I.T.; Sukraso dan Sophi Damayanti, 2014. Kandungan Asam

Lemak Dalam Minyak Ikan Indonesia. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 6, No. 1, Hlm. 121-130.

McManus, D.P.; L.Marshall and B.L. James, 1975. Lipid in digestive of

Littorina saxatills rudis (Maton) and in daughter Sporosyst of Microphallus simillis. Exp. Parasitol. 37: 157-160

Melarmed P. and Nancy Sherwood (Edt), 2005. Hormones and their

Receptors in Fish Reproduction. Molecular Aspects of Fish and Marine Biology – Vol.4. World Scientific

Melmed Shlomo’ 2011. The Pituitary (Third Edition).:Academic Press

of Elsevier. San Diego, CA 92101-4495, USA. pp. 23–25

Page 199: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

178

Menuet A.; F. Adrio; O. Kah and F. Pakdel., 2005. Regulation and Function of Estrogen Receptors: Comparative Aspects. In Hormones and their Receptors in Fish Reproduction. (P. Melarmed and N. Sherwood (Edts). Molecular Aspects of Fish and Marine Biology – Vol.4. World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. Singapore. P 224-253.

Moreno, V.F.; J.E. A. DeMoreno and R.R. Brenner, 1979. Lipid

Composition of Paracalanus parvus . Oceanol. Acta . :373-375 Murray, J.: A.B. Thomson; A. Stagg; R. Hardy; K. J. White and P.R.

Mackie., 1977. On the Orgin of Hydrocarbons in Marine Organism. Rapp.P.-V.Reun. Cons. Int. Explor. Mer. (171): 84-91

Murray, R.K., 2006. Porphyrins and Bile Pigments. In: Murray R.K,

Granner DK, Rodwell VW, editors. Harper’s Illustrated Biochemistry. 27th ed. United States: The McGraw-Hill Companies, p 279-293.

Nasopoulou, C. and Ioannis Zabetakis, 2015. Marine oil and Inflamma- tion. In Marine Oils From Sea To Pharmaceuticals. Nova Pub. New York. P 91-112.

Neff, J. M., 1979. Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in the Aquatic

Environment. Sources, Fates and Biological Effects. Applied Science, London. P 7.

Nelson, G.J., 1970. The Lipid Composition of the blood of Marine Mammals.

I. Young Elephant Seal, Mirounga augustirostris and Harp Seal, Pagophilus groenlandicus. Comp. Biochem Physiol. 34: 109-112.

Nelson, G.J., 1971. The Lipid Composition of the blood of Marine Mammals.

II. Atlantic bottlenose Dolphins, Tursiops truncates and two species of Seals, Halichoerus grypus and Phoca vitulina. Comp. Biochem Physiol. 40: 423-424.

Nelson D.L. and M.M. Cox ., 2005. Lehninger's Principles of Biochemistry

(4th ed.). New York, New York: W. H. Freeman and Company 568 p.

Page 200: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

179

Nichols, B.W. and B.J.B. Wood, 1968. The Occurrence and Biosynthesis of gamma-linolenic Acid in a blue-green Alga, Spirulina platensi. Lipid 3: 46-48.

Nichols, P.D.; D.W.Klumpp and R.B.Johns, 1982. Lipid Composition of

the Seagrass Posidonia australis and Heterozostera tasmanica as Indicators of Carbon Source, Phytochemistry, 21: 1613-1615.

Oliver, J.D. and R.R.Colwell, 1973. Extractable Lipids of gram-negative

Marine Bacteria: Phospholipid Composition. J. Bacteriol. 114: 897-100.

Olsson M.H.M., Parson W.W. and Warshel A., 2006. Dynamical

Contributions to Enzyme Catalysis: Critical Tests of A Popular Hypothesis. Chem. Rev. 106 (5): 1737–56.

Opute, F.L., 1974. Lipids and Fatty Acid Composition of Diatoms. J. Exp.

Bot. 25 : 823-825. Palmer, T., 1985. Understanding Enzymes. John Wiley and Sons. New York. 486 p. Patton, S.; G.Fuller; A.R. Loeblich and A.A.Benson, 1966. Fatty Acids

of The Red Tide Organism Gonyaulax polyedra. Biochim. Biophys. Acta. 116: 577-579.

Perry, G.J.; F.T. Gillian and R.B. Johns. 1978. Lipid Composition of A

Prochlorophyte. J. Phycol. 14: 369-370. Pfaff D.W.; A. P. Arnold; Anne M. Etgen; S. E. Fahrbach and Robert

T. Rubin (Edt). 2009. Hormones, Brain and Behavior. Elsevier Inc. p 3585.

Phleger, C.F and R.B. Holtz, 1973. The Membranous Lining of The

Swimbladder in Deep Sea Fishes. I. Morphology and Chemical Composition. Comp. Biochem. Physiol. B. 45: 867-870

Perrine Z., S. Negi, and R.T. Sayre, 2012. Optimization of photosynthetic

light energy utilization by microalgae. Algal Research, 1(2), 134–142.

Page 201: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

180

Pratama, R.I.; M. Yusuf Awaluddin dan Safri Ishmayana, 2011.

Komposisi Asam Lemak Ikan Tongkol, Lajur, dan Tenggiri dari Pameungpeuk, Garut. https://www.researchgate.net /publication/236511077 (diakses tanggal 10 Juni 2016).

Pickova, J. and S. Trattner. 2015. Fish Lipid Nutrition and Marine Oils,:

Fish Requirements of Lipids. In Marine Oils From Sea To Pharmaceuticals. Nova Pub. New York. P 57-70.

Pratt C.W. and K. Cornely, 2014. Essential Biochemistry. (Third

edition) John Wiley and Sons, Inc. P.821 Quilliam, M.A., 2004a. Chemical methods for lipophilic shellfish

toxins. In: Manual on Harmful Marine Microalgae (Hallegraeff, Anederson and Cembella). Pp 211 – 246.

Quilliam, M.A., 2004b. Chemical methods for domoic acid, the

amnesic shellfish poisoning (ASP) toxin. In: Manual on Harmful Marine Microalgae (Hallegraeff, Anederson and Cembella). pp 247 – 266.

Rabinowitz, J.L.; C.J. Tavares; R. Lipson and P.Person, 1976. Lipid

Composition and in vitro Mineralization of some invertebrate Cartilages. Biol. Bull. 150: 69-71.

Rauter, A.P.; Thisbe K. Lindhorst and Christiana Albertina (Edts).

2014. Carbohydrate Chemistry, Chemical and Biological Approaches. Volume 40. The Royal Society of Chemistry.

Rouser, G.; G.Kritchevsky; D.Heller and E. Lieber, 1963. Lipid

Composition of Beef Brain, Beef liver and the Sea Anemone: Two Approaches to Quatitative Fractionation of Complex Lipid Mixture. J. Am. Oil. Chem. Soc. 40:425-427.

Rose, S. and C. Sanderson, 1985. The Chemistry of Life. (2nd Edt).

Penguin Books Ltd, Harmondsworth, Middlesex, England, 310 p

Page 202: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

181

Russell Peter, 2001. Genetics. New York: Benjamin Cummings, 453 p Saenger Wolfram, 1984. Principles of Nucleic Acid Structure. New York:

Springer-Verlag 524 p Sargent, J.R.; R.F. Lee and J.C. Nevenzel, 1976. Marine Waxes In

Chemistry and Biochemistry of Natural Waxes. Kolattukudy, P.E. (Ed). Elsevier Amstredam. Pp 50-98.

Segre, D.; D. Ben-Eli; D. W. Deamer and Doron Lancet., 2001. The

Lipid World. Origins of Life and Evolution of the Biosphere 31: 119–145. Kluwer Academic Pub. Printed in the Netherlands.

Scholin, C.; E. Vrieling; L. Peperzak; L. Rhodes and P. Rublee. 2004.

Detection of HAB species using lectin, antibody and DNA probes.

In: Manual on Harmful Marine Microalgae (Hallegraeff, Anederson and Cembella). pp 131-164

Shapiro, I.M., 1970. Phospholipid of Mineralized Tissues. II. Elasmobranch

and Teleost Skeletal Tissues. Calcif Tissue Res. 5: 30-33 Sheltawy, A. and R.M. Dawson,1966.The Polyphosphoinositides and Other

Lipids of Peripheral Nerves. J. Bioche . 100: 12-14. Sherwood Nancy M. and Bruce A Adams. 2005. Gonadotropin-Releasing

Hormone in Fish: Evolution, Expression and Regulation of the GnRH Gene In Hormones and their Receptors in Fish Reproduction. (P. Melarmed and N. Sherwood (Edts). Molecular Aspects of Fish and Marine Biology – Vol.4. World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. Singapore. P 1-39.

Shimma, Y dan H. Taguchi, 1966. Studies on Lipids of “Nori” dry

Seaweeds IX. Carotenoid and Fatty Acid Composition of Marketable Product. Bull. Jpn. Sco.Sci. Fish 32: 1037-1038.

Simon, G. and G. Rouser, 1969. Species Variation in Phospholipid Class

Distribution of Organs. II. Heart and Skletal Muscle. Lipid. 4: 607-610.

Page 203: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

182

Standley D.M.; A.R. Kinjo; K. Kinoshita; and H. Nakamura. 2008. Protein structure databases with new web services for structural biology and biomedical research. Briefings in Bioinformatics 9 (4): 276–85

Stanier, R.Y.; R.Kunisawa; M.Mandel and G. Cohen-Bazire, 1971. Purification and Properties of Unicellular Blue-Green Alga (oerder Chroococcales). Bacteriol. Rev. 32: 171-174.

Steven Rose and C. Sanderson. 1985. The Chemistry of Life (2nd). Penguin

books . 310 p. Svetashev, V.I. and V.E. Vaskovsky, 1972. A Simplified Technique for

Thin layer Microchromatography of Lipids, J. Chromatogr. 67: 376-380.

Stryer Lubert. 1988. Biochemistry (3rd Edition). W.H.Freeman & Com-

pany. New York. US. 1089 p. Stryer L.; J.M. Berg and J.L. Tymoczko., 2007. Biochemistry (6th ed.).

San Francisco: W.H. Freeman. 998 p. Subramaniam S.; E. Fahy; S. Gupta; M. Sud; R.W. Byrnes; D. Cotter;

A.R. Dinasarapu and M.R. Maurya. 2011, Bioinformatics and systems biology of the lipidome, Chemical Reviews 111 (10): 6452–6490, doi:10.1021/cr200295k, PMC 3383319, PMID 21939287

Svetashev, V.L., 1973. Microtechnique for Lipid Analysis and Its Application.

Ph.D. Thesis, Far East Science Center, Vladivostok, USSR. Thirkell, D. and D. Summerfield, 1977. The Membrane Lipids of

Planococcus citreus Migula from cells Grown in the Presence of Three different Concentrations of Sea Salt Added to A Basic Medium. Antonie van Leeuwehoek.J. Microbiol. Serol., 43:43-45

Thomas, A.J. and S. Patton, 1972. Phospholipids of Fish Gills. Lipids 7:

76-79. Tibbetts, J. 1996. Ocean commotion. Environmental Health Perspectives,

104 (4): 380-385.

Page 204: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

183

Tok, L. and D.M. Noeris. 1973. Fatty Acids of Fungi Mutualistic With Xyleborus ferrugineus. Phytochemistry, 12: 383-385.

Uchiyama J.: I. Takemura-Uchiyama; Y. Sakaguchi; K. Gamoh; S.I.

Kato; M.Daibata; T. Ujihara; N. Misawa and S. Matsuzaki, 2014. Intragenus generalized transduction in Staphylococcus spp. by a novel giant phage. ISME J. 2014 Mar 6. doi:10.1038/ismej.2014.29

Young G.; M. Kusakabe; I. Nakamura; P.M. Lokman and F.W. Goetz. 2005. Gonadal Steroidogenesis in Teleost Fish. In Hor-

mones and their Receptors in Fish Reproduction. (P. Melarmed and N. Sherwood (Edts). Molecular Aspects of Fish and Marine Biology – Vol.4. World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. Singapore. P 155-223

Yung Huang J., Yi-Fang Chiu, José M. Ortega, Hsing-Ting Wang,Tien-

Sheng Tseng, Shyue-Chu Ke, Mercedes Roncel, and Hsiu-An Chu., 2016. Mutations of Cytochrome b559 and PsbJ on and near the QC Site in Photosystem II Influence the Regulation of Short-Term Light Response and Photosynthetic Growth of the Cyanobacterium Synechocystis sp. PCC 6803. Biochemistry, Article ASAP. American Chemical Society. DOI: 10.1021/ acs.biochem.6b00133

Watson J.D and F.H. Crick, 1953. A Structure for Deoxyribose Nucleic

Acid. Nature 171(4356):737–738. Bibcode: 1953 Natur.171..737W. doi:10.1038/171737a0. PMID 13054692. Diakses tanggal 4 Mei 2016.

Wells, M. J. and J. Wells, 1969. Pituitary Analogue in the Octopus. Nature

222 (5190): 293–294. doi:10.1038/222293a Wiliams, R. H., (ed.). 1985, Textbook of Endocrinology (7th ed).

Philadelphia: W. B. Saunders. 883 p.

Wilson, K and J. Walker (Edts), 2010. Principles and Techniques of Biochemistry andnMolecular Biology. (7th Edition). Cambridge University Press, New York.

Page 205: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

184

Wolf, L.S., 1993, Molecular and cellular Biology. Wardsworth Publishing Company California, 579 p

Van Holde K.E. and C.K. Mathews. 1996. Biochemistry (2nd ed.).

Menlo Park, Calif: Benjamin/Cummings Pub. Co. 549 p. Vaskovsky, Victor E. 1989. Phospholipids. In Marine Biogenic Lipids, Fats

and Oils,Vol. 1 CRC Press Inc, Florida. P 199-242.

Voet, D.; G.Voet and C.W. Pratt., 2008. Fundamentals of Biochemistry: Life At The Molecular Level. John Wiley & Sons. Inc.

Zabetakis, I.(Edt), 2015. Marine Oils From Sea To Pharmaceuticals. Nova

Pub. New York. 179 p. Zabetakis, I., 2015. Marine Oils and Diseases In Marine Oils From Sea

To Pharmaceuticals. Nova Pub. New York. P 83-90 Zabetakis, I., 2015. Is Fish Something More Than Marine Oils?. In Marine

Oils From Sea To Pharmaceuticals. Nova Pub. New York. P 155-162.

https://id.wikipedia.0rg/w/index.php?title=Berkas;Protein_structure.jpg&filetimestamp=2007080319043& (diakses tanggal 5 Maret 2016)

https://www.researcgate.net/publication/283243475. (diakses tanggal 10 April 2016)

Page 206: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

185

LAMPIRAN

Page 207: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

186

Lampiran 01

Rumus Kimia ⻏-caroten dan Cantaxantin

Struktur Kimia Alloxantin dan Astaxantin

Page 208: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

187

Lampiran 02

Struktur Kimia Diadinoxanthin dan Echinenone

Struktur Kimia Fucoxanthin dan Lutein

Page 209: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

188

Lampiran 03

Struktur Kimia Neoxanthin dan Peridinin

Struktur Kimia Violaxanthin dan Zeaxanthin

Page 210: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

189

Lampiran 04

Struktur Kimia Phycobilliviolin dan Phycocyanobilin

Struktur Kimia Phycoerythrobillin dan Phycourobillin

Page 211: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

190

Lampiran 05

Struktur Kimia Allophycocyanin, C-phycocyanin, B-phycoerythin dan R-phycoerythin

Struktur Kimia R-phycocyanin dan Phycoerythrocyanin

Page 212: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

191

Lampiran 6.

Ikhtisar Asam Amino

Sumber: Buku: Lippincott’s Illustrated Reviews: Biochemistry (5th

Edition) (Harvey & Ferrier, 2011)

Sumber: Buku: Lippincott’s Illustrated Reviews: Biochemistry (5th

Edition) (Harvey & Ferrier, 2011)

Page 213: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

192

Lampiran 7.

Sumber: Buku: Lippincott’s Illustrated Reviews:

Biochemistry (5th Edition) (Harvey & Ferrier, 2011)

Page 214: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

193

PENJURUS IKHWAL

Abalon: 103, Adenin: 37, Adenosin: 70, Alanin: 110, Alizarin: 2, Albumin: 13, 14, 16, Anemon: 46, Anabolik: 108, Amin: 53, Amfibolik: 107,

Amilopektin: 64, 65, Amoeba: 46, AMP: 112, Anabolisme: 106, Asam amino: 19,25, Asam lemak: 69, 92, 101, Asetil-ko A: 10, 110, Asam malat: 2, Asam sitrat: 2, 107, Asam oleat: 69, Asam tartarat: 2, Asam urat: 2, Asam Nukleat: 4, Archaebakteria: 5, ATP: 3, 70, 106, 112, 113, 119, 121, 129, 130, 133, ADP: 3, 113, 121,

α-helix: 15, 17, 𝜶-linolenic: 87, Amfoterik: 23, Asetil ko-A: 106, Asil Ko-A: 127, Apoenzim: 28, Auksin: 57, Dinoglagellata: 88, 90, 140, DNA: 8, 11, 37, 39, 41, 42,

Asam absisat: 57,

Badan golgi: 9, Backbone: 25,

β-sheet: 15, Benzena: 19, Bidirectional: 27 Biologi Sel: 3, Bioteknologi: 4, Biosintesa Protein: 4, Biomakromolekul: 4, Brassicasterol: 83, β-sitosterol: 83, β-caroten: 87, 91, 92,

Carinthia: 1, Circular dichroism (CD): 19, Coalbumin: 16, Coelenterata: 46, Corticotrophic Releasing Factor: 51, Cryptomonad: 87, Chrysophyceae: 91, 92, Chlorophyacea: 94,

Deuteroserebrum: 47, Diatom: 91, 94, Dinding sel: 7, Disakarida: 61, Galaktosa: 61, Genetika: 4, Globulin: 13, 14, 16,

Page 215: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

194

109, 114, Dekstrin: 65, Dulsitol: 63, De novo: 69, Desmopongiae: 101,

Esterfikasi: 123, Eicosanoid: 71, Endokrin: 51, 55, Enzim: 4, 23, 24, 26, 27, 36, 63, 110, 130, Esterase: 33, 36, Eukariot: 5, Eubakteri: 5, Enzim pectinase: 35, EPA: 72,

Farmakognosi: 4, Farmakologi: 4, Fibroin: 13, Fischer 2, Fisiologi: 3, 24, Fourier Transform Infra Red (FTIR): 19, Floem: 56, Fitoplankton: 90, Fotosintesis: 145, Fruktosa: 61, Fruktan: 64, Fosfatidyl kolin: 97, Fosfatidyl etanolamin: 97, Fosfatidyl inositol: 97, Fosfoglukomutase: 121,

Gastrodermis: 46, Gastropoda: 101,

Glutamin: 13, Glutamat: 110, Glukosa:, 61, 63, 65, 66, Glikolisis: 116, Gliserol: 129, Gluconeogenesis: 116, Guanin: 37, Gliserolipida: 69, 72, 75, Gliserofosfolipida: 69, 75, Glikogenesis: 106, Glycosylglycerols: 75,

𝜸-linolelenic: 87,

Haptophyceae: 90, Heterotrof: 12,

Histon: 15, Hidrofobik: 17, Hidrogen: 57, Holoenzim: 28, Hormon: 4, 43, 51, 57, 130, Hormaein: 43, Hypofisa: 52, 55, Hipotalamus: 54, 56, Heksosa: 59,

Iatrochemistry: 1, Indigo: 2, Inhibitor: 30, 32, Inhibisi: 32, Inositol: 63, Intrapeptida: 17, Imnulogi: 4, Isoprene: 69, Isopropilfosfofluoridat: 32,

Page 216: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

195

Jhon Dalton: 2, Jamur: 57,

Karyon: 6, Karbohidrat: 57, 101, Karbosilase: 33, Katabolik: 108, Keratin: 13, 14, Ketoasil: 69 Kloroflas: 6, 10, 145, Klorofil: 88, 92, 106, 149, Kimotripsinogen: 108, Kilomikron: 127, Kolagen: 13, Kolestorol: 69 Koenzim: 28, 70, Kompartemen: 4, Kromoprotein: 15 Konjugat: 41,

Laktosa: 62, 67, Lipase: 9, Lipida: 69, 101, Lipoprotein: 15, Lobus olfaktorius: 49, Lobus anterior: 51, Labus posterior: 51, LH (Luteinizing Hormone): 53,

Malonat: 32, Maltosa: 62, Manitol: 63, Manosa: 61, Membran Plasma: 6, 145, Metaloprotein: 16,

Metabolisme: 104, Mikrobiologi: 4, Mikrovesikel: 9, Mitokondria: 6, 9, 10, 70, Miosin: 13, Molekuler: 3, 4, Moluska: 49, Monosakarida: 59, Mutiselular: 5, Mesoglea: 46,

NADH: 128, 131, 139, Neurotransmitter: 52, Neurofisin: 55, Nitrogenous: 12, Nukleus: 6, 8, Nukleolus: 6, Nuklease: 9, Nukleobasa: 39, NDP: 120,

Oksaloasetat: 32, Oksitosin: 53, 55, Oleoil: 69, Oktadekanoat: 71, Oktatrinoat: 71,

Palenonthologi: 4,

Palmitol: 69, Pati: 64, Paramaecium: 46, Pepsin: 108, Phosphatidylethanolamine: 76, Phosphatidylserine: 76, Phosphatidylcholine: 76,

Page 217: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

196

Plater sheet: 17, Platyhelminthes: 47,

Pirimidin: 37, Piridoksalfosfat: 111, Pitosterol: 83, Poliketida: 69, Polipeptida: 51, Polihidroksil: 57, Polisakarida: 59, Polyunsaturated: 91, Prolamin: 13, Perosiksom: 6, 11, Prokariot: 6, 11, Protease: 9, Protos: 12, Protamin: 14, Protoserebrum: 47, Protein: 97, Protein globural: 14, Protease: 33, Prosferoprotein: 15, Prolactin Releasing Factor: 52,

Polisakarin: 66, Prasinophyceae: 94,

Rafinosa: 64, Rhaphiphyceae: 91, Retikulum endoplasma: 8, Retaid: 140, RNA: 8, 37, 39, 41, 42, 109, Ribosom: 6, 8, Rumus kimia Protein: 21, Rumput Laut: 97,

Saraf Ikan: 49, Saraf reptil: 50, Saraf mamalia: 51, Sákcharon: 57, Sel hewan: 7, Sel tumbuhan: 7, Selulosa: 59, Sakarolipida: 69, Skleroprotein: 13, Spingolipida: 69, 83, Sphingomyelin: 82, Sitrulin: 112, Sianophysea: 90, Sitokrom P450: 3, 131, 134, Sitoskeleton: 6, Sitosin: 37, Sitokinin: 57, Sorbitol: 63, Stigmasterol: 83, Steroil: 69, Supraesofageal.: 48, Supraoesofagus: 48, Stakiosa: 64, Saxitoksin: 164,

TCA (Tri Carboxylic Acid): 109, 111, Tilakoid: 11, 91, 147, Timin: 37, Tiol: 17, Toksikologi: 4, Tyrotrophic Releasing Factor: 52, Tirosin: 53, Trehalosa: 62, Triyodotironin: 53, Trigelserida: 68, 72, Tripsinogen: 108

Page 218: Biokima Laut - repo.unsrat.ac.id

197

Uniselular: 5, Umega 3: 72, Urasil: 37, Ureum: 113,

Vasopresin: 53, Verbaskosa: 64, Vector: 163,

Violaxanthin: 188,

Wax: 68, 101,

Xanthophyceae: 91, Xenobiotik: 130, Xilem: 56,

Zeaxanthin: 188,