laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

52
Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012 LAPORAN PENGAMATAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN MURBEI DAN ULAT SUTERA TAHUN 2012 DISUSUN SESUAI DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (DIPA) 029 BPA SULAWESI SELATAN TAHUN 2012 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu hal yang sangat menentukan kualitas dan kuantitas kokon sebagai hasil dari kegiatan budidaya persuteraan alam adalah keberadaan hama dan penyakit pada tanaman murbei dan ulat sutera. Serangan hama dan penyakit 1

Upload: askar-sohoku

Post on 29-Jun-2015

2.449 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

LAPORANPENGAMATAN HAMA DAN PENYAKIT

TANAMAN MURBEI DAN ULAT SUTERATAHUN 2012

DISUSUN SESUAI DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (DIPA) 029

BPA SULAWESI SELATAN TAHUN 2012

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Salah satu hal yang sangat menentukan kualitas dan kuantitas kokon

sebagai hasil dari kegiatan budidaya persuteraan alam adalah

keberadaan hama dan penyakit pada tanaman murbei dan ulat sutera.

Serangan hama dan penyakit pada tanaman murbei ataupun pada ulat

sutera, akan berpengaruh kepada kegiatan budidaya murbei dan juga

akan berdampak pada pemeliharaan ulat sutera.

Daun murbei (Morus spp.) merupakan satu-satunya pakan bagi ulat

sutera jenis Bombyx mori. Ketersediaan daun murbei dalam kualitas dan

kuantitas yang memadai menentukan keberhasilan budidaya ulat sutera.

1

Page 2: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

Serangan hama dan penyakit pada tanaman murbei akan mengakibatkan

penurunan kualitas dan kuantitas daun murbei. Bila hal tersebut

dibiarkan berlanjut, maka akan mengganggu ketersediaan daun murbei

sebagai pakan bagi ulat sutera. Hal ini lebih jauh akan menghambat

kegiatan pemeliharaan ulat sutera, terutama bagi petani sebagai tokoh

utama dalam kegiatan pemeliharaan ulat sutera.

Untuk menghindari dampak negatif dan kerugian yang ditimbulkan,

perlu dilakukan langkah-langkah pencegahan. Langkah-langkah ini

meliputi pengenalan jenis hama dan penyakit yang merusak tanaman

murbei serta usaha-usaha lain yang dapat dilakukan untuk

pencegahannya.

Selain hama dan penyakit pada tanaman murbei, hama dan penyakit

pada ulat sutera juga perlu dilakukan kegiatan pencegahannya. Hal ini

dikarenakan hama dan penyakit pada ulat sutera memiliki dampak yang

lebih besar pada keberhasilan budidaya ulat sutera. Serangan hama dan

penyakit akan berpengaruh terhadap perkembangan ulat sutera mulai

dari ulat kecil, ulat besar sampai pengokonan. Jenis penyakit yang

menyerang ulat sutera antara lain NPV (Nuclear Polyhedrosis Virus), CPV

(Cytoplasmic Polyhedrosis Virus), Aspergillus spp. , Muscardine (Botrytis

bassiana) dan Pebrine (Nosema bombycis).

Penyebaran penyakit ulat sutera lebih sering ditimbulkan karena

lingkungan pemeliharaan ulat sutera yang tidak bersih, kelembaban yang

tidak sesuai, aerasi udara yang kurang sesuai dan pakan ulat yang

terkena hama ataupun bekas serangan / gigitan hama serta daun yang

terinfeksi penyakit.

Beberapa hama yang banyak menyerang pada tanaman murbei yaitu

hama pucuk, kutu daun, kutu batang dan penggerek batang. Keberadaan

hama dan penyakit tersebut muncul pada waktu-waktu tertentu, misalkan

pada saat musim hujan, intensitas serangan hama dan penyakit cukup

tinggi. Contohnya penyakit yang disebabkan oleh jamur atau cendawan.

2

Page 3: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

Selain itu terdapat pula hama yang menyerang pada musim peralihan

dari musim hujan ke musim panas atau sebaliknya.

Dari uraian di atas maka perlu dilakukan kegiatan pengamatan hama

dan penyakit yang menyerang tanaman murbei dan ulat sutera agar

dapat dilakukan tindakan preventif terhadap serangan hama dan

penyakit tersebut.

B. Maksud dan Tujuan

Maksud dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui intesitas serangan

hama dan penyakit pada tanaman murbei dan ulat sutera pada musim-

musim tertentu sehingga dapat dilakukan pencegahan agar dapat

mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan.

Adapun tujuan dari kegiatan pengamatan hama dan penyakit

tanaman murbei dan ulat sutera ini adalah untuk mencegah semakin

meluasnya serangan hama dan penyakit pada tanaman murbei dan ulat

sutera secara preventif.

C. Sasaran

Kebun murbei dan tempat pemeliharaan petani yang melakukan

kegiatan secara intens di beberapa wilayah kerja Balai Persuteraan Alam,

antara lain : Prop. Sulawesi Selatan (Kab. Wajo, Kab. Sinjai,

Kab. Enrekang, Kab. Soppeng, Kab. Tana Toraja, dan Kab. Luwu Timur),

Prop. Jawa Barat (Kab. Bogor, Kab. Bandung, dan Kab. Cianjur), Prop. Jawa

Tengah (Kab. Wonosobo dan Kab. Pati), Prop. Jawa Timur (Kab. Blitar),

Prop. Sulawesi Barat (Kab. Polman), Prop. Bali (Kab. Baddung), dan Prop.

Nusa Tenggara Timur (Kab. Timor Tengah Selatan).

D. Keluaran

Keluaran yang diharapkan melalui kegiatan ini adalah :

1. Terdeteksinya hama dan penyakit yang menyerang tanaman

murbei dan ulat sutera pada berbagai musim, dan pada setiap

3

Page 4: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

pergantian musim, sehingga dapat diambil tindakan pencegahan

sebelum terjadinya peningkatan serangan.

2. Data dan informasi dalam bentuk laporan pengamatan hama dan

penyakit tanaman murbei dan ulat sutera.

E. Dasar Pelaksanaan

Dasar Pelaksanaan Kegiatan Pengamatan Hama dan Penyakit

Tanaman Murbei pada Tahun 2012 adalah

1. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 29 Balai Persuteraan

Alam Tahun 2012 Nomor : 0339/029-04.2.01/23/2012 tanggal 9

Desember 2011.

2. Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) Balai Persuteraan Alam

Tahun 2012.

METODE PELAKSANAAN

A. Waktu dan Tempat

1. Waktu

Kegiatan pengamatan ini dilakukan pada musim kemarau (Maret),

peralihan (Mei), dan hujan (Agustus dan September).

4

Page 5: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

2. Tempat

Kegiatan pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan

Ulat Sutera ini dilaksanakan pada semua tempat pemeliharaan ulat

yang disesuaikan dengan ketersediaan dana dan diprioritaskan

pada daerah-daerah yang terserang hama dan penyakit sesuai

laporan dari daerah.

B. Bahan dan Alat

1. Bahan

Bahan yang dibutuhkan untuk kegiatan pengamatan hama dan

penyakit ini adalah ;

Alkohol

Spritus

Media Agar

Pewarna Giemsa

Wright Solution

Aquades

Xylene

Minyak Imersi

2. Alat

Alat yang dibutuhkan untuk kegiatan pengamatan hama dan

penyakit ini adalah :

Ice cool box

Botol sample

Plastik sampel

Gunting / cutter

Timbangan elektrik

Botol spirtus

Gelas ukur

Kapas

Gelas piala

Labu semprot

Pengaduk kaca

5

Page 6: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

Pipet

Petridish

Mikroskop

Clin Wrap

Aluminium Foil

Tissue

Masker

Kaca Preparat

Cover Glass

C. Metode Pengamatan

Metode pengamatan yang akan dilakukan adalah dengan cara

survey di lapangan dan melakukan wawancara langsung dengan

petani dengan membawa kuisioner yang telah dipersiapkan,

melakukan metode sampling di lapangan dan melakukan pengamatan

secara visual keadaan kebun dan tempat pemeliharaan maupun

keadaan di sekitar tempat pemeliharaan, serta pengamatan secara

mikrokopis di laboratorium.

Ada berbagai macam cara untuk mendiagnosa penyakit, secara umum

yaitu dengan gejala secara langsung (secara makrokopis). Untuk

pemilihan sample yang diambil yaitu diperhatikan dari bentuk dan

bagian tanaman tersebut, sehat ataupun tidak sehat. Adapun tahap-

tahap dari kegiatan ini adalah :

1. Pengamatan / Pengambilan Sampel di Lapangan

Pengamatan / Pengambilan sampel di lokasi dilakukan secara

visual. Jika terdapat hama dan penyakit yang biasa menyerang,

dapat langsung dilakukan kegiatan identifikasi dan langsung

dicatat. Apabila hama dan penyakit yang menyerang tidak

diketahui, sampel dapat diambil untuk diperiksa secara

mikroskopis di laboratorium.

Adapun sample yang diambil yaitu :

a. Sampel tanaman murbei berupa daun atau batang yang

terinfeksi penyakit, yang diamati pada tanaman yaitu : ada

6

Page 7: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

atau tidaknya klorosis, mosaic, dan nekrosis., apakah bagian

tanaman tersebut normal atau tidak seperti daun mengeriting

atau antar ruas memendek, apakah ada perubahan warna

cabang atau tunas, apaka ada bintik-bintik di daun, tunas,

cabang. Daun atau batang yang memperlihatkan gejala

tersebut dipetik atau dipotong lalu dimasukkan ke dalam

plastik.

b. Hama yang ada di kebun.

c. Sampel tanah jika tanaman murbei terindikasi penyakit akar.

d. Sampel debu diambil dari tempat pemeliharaan ulat, baik itu

pada dinding maupun lantai.

e. Sampel ulat sutera yang sakit atau mati

2. Pengamatan secara Mikroskopis di Laboratorium

Pengamatan secara mikroskopis bertujuan untuk mengidentifikasi

hama atau penyakit yang tidak dapt dilihat dengan mata

telanjang / kasat mata. Misalnya untuk identifikasi virus, jamur,

protozoa dan jasad renik lainnya.

Cara pemeriksaan terhadap ulat sutera adalah dengan membelah

tubuh ulat dan mengoleskan cairan tubuh di atas kaca preparat

yang steril lalu diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran

40 x. Namun jika sampel ulat yang diambil diindikasikan terkena

penyakit pebrine, maka cara pemeriksaan dapat dilakukan dengan

metode Wright Giemsa Staining yaitu sebagai berikut :

a. Tubuh larva dibedah kemudian bagian midgut (usus bagian

tengah) dan silk gland (kelenjar sutera) diambil dan bagian

tersebut dioleskan pada gelas preparat.

b. Sampel dikeringkan pada temperatur kamar (25-28oC) selama

30-60 menit.

c. Setelah kering, oleskan dengan wright solution selama 30

detik.

d. Teteskan akuades pada preparat, biarkan selama 2 (dua) menit

lalu akuades dan wright solution dibuang.

7

Page 8: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

e. Cairan Giemsa dioleskan 40 kali (39 ml aquades + 1 ml cairan

giemsa) selama 20 menit.

f. Gelas preparat dicuci dengan akuades lalu dikeringkan kembali

dengan temperature kamar.

g. Pengamatan di bawah mikroskop dengan perbesaran 40 x.

h. Jika diperlukan , maka preparat dicelupkan ke dalam cairan

xylene selama 20 menit dan dikeringkan (pada waktu

pengamatan diperlukan immersion oil bila menggunakan

perbesaran 100 kali).

3. Cara pemeriksaan tanaman murbei

a. Tanaman yang akan dianalisa diambil bagian daun atau

batang.

b. Daun tersebut dipotong dengan ukuran kurang lebih 1x1 cm

dan batang dipotong kurang lebih 1-2 cm.

c. Letakkan daun atau batang di atas media yang telah dituang

ke dalam petridish.

d. Petridish ditutup dan direkatkan dengan clin wrap.

e. Petridish dibungkus dengan aluminium foil untuk menghindari

kontaminasi.

f. Diinkubasi pada incubator selama 3-5 hari.

g. Setelah 3 hari dilihat apakah telah tumbuh spora, jika belum

didiamkan lagi.

h. Setelah terbentuk spora lalu dilakukan persiapan untuk analisa

di bawah mikroskop.

i. Spora diambil dengan ose yang steril.

j. Diletakkan di atas kaca preparat lalu diteteskan akuades.

k. Ditutup dengan kaca penutup.

l. Diamati di bawah mikroskop dan dibandingkan dengan

literature.

8

Page 9: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012

HASIL

I. PENGAMATAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN

Selama empat periode pengamatan di beberapa kabupaten di Propinsi Sulawesi Selatan dan di luar Propinsi Sulawesi Selatan ditemukan beberapa

jenis hama yang menyerang tanaman murbei :

Tabel 1. Pengamatan hama dan penyakit tanaman murbei selama empat periode.

No

Provinsi Kabupaten Kecamatan

Periode (Bulan)Maret Mei Agustus September

HamaPenyaki

t Hama Penyakit Hama Penyakit HamaPenyaki

t1 Sulawesi

SelatanWajo

Sabbangparu

- -Hama Pucuk -

Sinjai Sinjai Barat - -Kutu Batang

Karat Daun

Penggerek Batang

Enrekang AllaHama Pucuk

-- -

Soppeng Donri-Donri - - - -

Tana Toraja Makendek - -Hama Pucuk

Karat Daun

Luwu Timur Towoti - -2 Jawa Barat Bogor Ciapus Hama Pucuk -

Bandung Pangalengan - Karat Daun

Kutu Kebul

Cimenyan- -

Kutu Kebul

Cianjur Pacet Kutu Kebul Karat DaunHama Pucuk -

9

Page 10: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012

Penggerek Batang -

Cugenang Hama Pucuk Karat Daun

-Bercak Daun

No

Provinsi Kabupaten Kecamatan

Periode (Bulan)Maret Mei Agustus September

HamaPenyaki

t Hama Penyakit Hama Penyakit Hama Penyakit3 Jawa

TengahWonosobo

WonosoboKutu Kebul

Embun Tepung

Hama Pucuk Karat DaunKaliwiro Kutu Kebul Karat Daun

Hama Pucuk Bercak Daun

PatiRogowungu Kutu Kebul Rontok Daun

4 Jawa Timur Blitar Ngelgok Kutu Putih -5 Sulawesi

BaratPolman

Balanipa-

Limboro Kutu Putih -Hama Pucuk -

Campalagian Kutu Putih -

6 Bali Baddung Payangan Kutu Putih -Sameraryo Kutu Putih -

7 NTTTimor Tengah Selatan

Kota SoeRayap Karat Daun

10

Page 11: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012

11

Page 12: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

Berdasarkan tabel di atas pada periode pengamatan bulan Maret

dari enam

Kabupaten di Sulawesi Selatan hanya terdapat serangan hama pucuk

(Glyphodes pulverulentalis) di Kabupaten Enrekang. Pada Periode

pengamatan bulan Mei yaitu di sembilan propinsi (Jawa Barat, Jawa

Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Barat, Bali dan Nusa Tenggara Timur)

jenis hama yang menyerang tanaman murbei yaitu Hama pucuk

(Glyphodes pulverulentalis), Kutu kebul (Trialeurodes vaporarium), Kutu

putih (Maconellicoccus hirsutus) dan rayap. Sedangkan untuk penyakit

tanaman terdapat Embun tepung (Phyllactinia moricola), Karat daun

(Aecidium mori), Bercak daun (Septogleum mori) dan Rontok daun

(Upasia salmonicolor). Pada periode pengamatan Agustus di lokasi

yang sama dengan pengamatan pada periode Maret yaitu enam

kabupaten di Sulawesi Selatan, ternyata hama dan penyakit tanaman

murbei semakin bervariasi. Tidak hanya terdapat serangan hama pucuk

G. pulverulentalis namun juga kutu batang (Pseudaulacapsis

pentagona), penggerek batang (Epepeotes plorator), dan penyakit

karat daun (Aecidium mori).

A. Hama Tanaman Murbei

1. Hama Pucuk (Glyphodes pulverulentalis)

Hama pucuk G. pulverulentalis termasuk Famili Pyralidae, Ordo

Lepidoptera. Siklus hidupnya sekitar 28-40 hari. Jumlah telur yang

diletakkan di bawah permukaan daun rata-rata 51,4 butir dengan

persen penetasan 93,5. Gejala kerusakan yang khas pada tanaman

akibat serangan larva ini adalah menggulungnya daun pada bagian

pucuk tanaman sehingga menyebabkan matinya tunas atau titik

tumbuh. Daun pada pucuk bukan saja di jalin antara daun satu

dengan lainnya membentu suatu gulungan, tetapi larva juga

memakan daun tersebut, kemudian tinggal dan berkembang di

dalam gulungan-gulungan daun tersebut. Hal ini sangat merugikan

karena tunas-tunas daun merupakan pakan utama ulat sutera

(Bombyx mori) instar I, II, dan III (Purwaningrum. 2009). Menurut

Octaviany (2012) berdasarkan uji preferensi terhadap pakan, hama

ini secara kuantitatif lebih banyak mengkonsumsi jenis tanaman

Murbei multicaulis karena daun tersebut teksturnya tidak keras dan

banyak mengandung air. Hama pucuk dapat dikendalikan secara

mekanis yaitu dengan memangkas cabang-cabang yang terserang

hama dan cabang tersebut dieradikasi melalui pembakaran serta

dengan mengatur jarak tanam agar tidak terlalu rapat.

12

Page 13: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

Jika serangan hama sudah hampir melebihi ambang ekonomi maka

dapat dilakukan pengendalian menggunakan pestisida dengan

residual toksisitas singkat.

Gambar 1. Serangan hama ulat pucuk (G. pulverulentalis) pada tanaman

murbei.

2. Kutu Kebul (Trialeurodes vaporarium)

Kutu kebul adalah serangga yang termasuk dalam Famili

Aleyrodidae, Ordo Hempitera (Martin, 1987 dalam Andadari, 2009).

Menurut Yuliani (2002) dalam Andadari (2009) terdapat empat spesies

kutu kebul yakni Aleurodicus destructor, Bemisia tabaci, Dialeurodes

spp, dan T. vaporariorium. Menurut Andadari (2009) kutu kebul yang

menyerang tanaman murbei adalah spesies T.vaporariorium . Gejala

serangan yang ditimbulkan pada tanaman yang terserang adalah

berupa bercak nekrotik kecil yang terjadi karena luka akibat tusukan

stilet. Hal ini akibat imago dan nimfa merusak sel dan jaringan daun

dalam upayanya mengisap cairan tanaman dan jaringan floem. Pada

keadaan populasi tinggi pertumbuhan tanaman akan terhambat.

Eksresi kutu kebul yang berbentuk embun madu yang melekat pada

permukaan atas daun merangsang tumbuhnya embun jelaga berwarna

hitam, sehingga daun menjadi hita dan menghambat proses

pernafasan asimilasi. Pada keadaan populasi tinggi pertumbuhan

tanaman akan terhambat (Pracaya, 2002 dalam Andadari,2009).

13

Page 14: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

Kutu kebul pertama kali ditemukan di Indonesia saat menyerang

tanaman tembakau di Bojonegoro dan mengakibatkan kerusakan

sebesar 30%. Hama ini termasuk polyfag (memiliki beberapa jenis

tanaman inang). Kebanyakan tanaman inang kutu kebul termasuk ke

dalam Famili Compositae, Cucurbitae, Crusiferae, dan Solanaceae.

Beberapa jenis gulma seperti Ageratum (Babadotan), Synedrella, dan

Stachytarpheta juga merupakan inang dari kutu kebul yang bisa

menjadi reservoir penyakit virus di lahan pertanaman.

Di Sumatera dan Jawa, kutu kebul menularkan penyakit mosaik dan

krupuk (Leaf curl) dari gulma dan tumbuhan liar lainnya ke tanaman

tembakau sehingga menimbulkan kerugian yang cukup besar

(Kalshoven,1981 dalam Andadari,2009).

Menurut Direktorat Perlindungan Hortikultura (2012) pengendalian

kutu kebul dapat dilakukan dengan cara :

a. Kultur teknis

Menanam pinggiran lahan dengan tanaman jagung atau bunga

matahari sebagai barier dan memperbanyak populasi agens hayati;

Pergiliran (rotasi) tanaman dengan tanaman bukan inang (terutama

bukan famili Solanaceae seperti tomat, cabai, kentang dan

Cucurbitaceae seperti mentimun).  Pergiliran tanaman harus satu

hamparan, tidak perorangan, serentak dan seluas mungkin;

Sanitasi lingkungan, terutama untuk mengendalikan gulma daun

lebar babadotan dan ciplukan yang dapat menjadi tanaman inang

virus;

Tumpang sari antara tanaman sayuran, cabai atau tomat dengan

tagetes untuk mengurangi risiko serangan;

14

Page 15: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

b. Pengendalian fisik / mekanis

Pemasangan perangkap likat berwarna kuning (40 buah per ha);

Pemasangan kelambu di pembibitan sampai di pertanaman,

terutama saat populasi tinggi/musim kemarau dan di daerah

serangan virus;

Sisa tanaman terserang dikumpulkan dan dibakar.

c. Pengendalian hayati

Kumbang predator Menochilus sexmaculatus (Coccinelidae),

mampu memangsa 200 - 400 ekor nimfa kutu kebul.  Siklus hidup

predator 18 - 24 hari, dan satu ekor betina mampu menghasilkan

telur 3000 butir;

Tabuhan parasitoid nimfa Encarcia formosa serangga betinanya

mampu menghasilkan telur sebanyak 100 - 200 butir;

Cara pelepasan E. formosa : 1 ekor E. formosa setiap 4

tanaman/minggu, dilakukan selama 8 - 10 minggu;

Untuk meningkatkan musuh alami di lapangan diperlukan

pelepasan parasitoid dan predator secara berkala;

d. Pengendalian kimiawi

Dalam hal cara lain tidak dapat menekan populasi hama, dapat

digunakan insektisida yang efektif, antara lain Applaud 10 WP

(buprofesin 10%), Confidor 5 WP (imidakloprid 5%), Mitac 200 EC

(amitraz 200 g/l), dan Orthene 75 SP (asefat 75%);

Penyemprotan diusahakan mengenai daun bagian bawah.  Perlu

dihindari penggunaan pestisida secara berlebihan, karena dapat

mendorong meningkatnya populasi kutu kebul;

Penggunaan pestisida nabati seperti : nimba, tagetes, eceng

gondok, atau rumput laut untuk mengendalikan kutu kebul.

Untuk mendukung keberhasilan usaha pengendalian, diperlukan

peran aktif para petani dalam mengamati perkembangan populasi

kutu kebul mulai di pembibitan sampai pertanaman.  Usaha

pengendalian akan efektif apabila dilaksanakan secara serentak

pada satu hamparan, tidak perorangan dalam skala yang sempit.

15

Page 16: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

Menurut Andadari (2009) hama kutu kebul dapat dikendalikan dengan

menggunakan predator dari Ordo Coleoptera Famili Coccinellidae yaitu

Serangium spp. dan Micrapis sp. dan parasitoid dari Ordo

Hymenoptera Famili Ceraphronidae, Scelionidae, Eulophidae dan

Eucoilidae.

Gambar 2. Serangan kutu kebul (T. vaporariorium) pada tanaman murbei

16

Page 17: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

Gambar 3. Stadia nimfa kutu kebul yang terinfestasi cendawan

3. Kutu putih (Maconellicoccus hirsutus dan Paracoccus

marginatus )

Kutu putih Maconellicoccus hirsutus dan Paracoccus marginatus

termasuk dalam Famili Pseudococcidae Ordo Hemiptera.

Maconellicoccus hirsutus biasanya disebut pink mealybug karena tubuh

induk betina berwarna merah muda dengan lapisan lilin berwarna putih

dan tidak bersayap. Jantan memiliki sepasang sayap dan dua ekor

lapisan lilin yang panjang, sehingga imago jantan dapat terbang

(USDA,1997). Ukuran imago betina 2.5-4 mm, tubuhnya lembek dan

bentuknya oval memanjang dan agak pipih. Imago betina mampu

menghasilkan telur sekitar 150-600 butir telur (OEPP/EPPO,2005).

Sedangkan secara morfologi imago betina P. marginatus berwarna

kuning dengan lapisan lilin berwarna putih pada permukaan tubuhnya

dan berukuran panjang kira-kira 2.2 mm dan lebar 1.4 mm.

17

Page 18: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

Di sekitar tepi tubuh imago betina bagian posterior terdapat sejumlah

filamen pendek berlilin dengan panjang kurang dari ¼ kali panjang

tubuhnya, tidak memiliki sayap dan bergerak dengan cara merayap

atau terbawa oleh tiupan angin. Imago betina meletakkan telur

sebanyak 100 sampai 600 butir telur (Miller & Miller, 2002 dalam Sifa,

2011). Imago betina memikat imago jantan dengan feromon seks.

Karakter penting yang membedakan imago betina P. marginatus dari

spesies Paracoccus lainnya adalah terdapatnya saluran oral-rim pada

bagian dorsal yang hanya ada pada pinggiran tubuh dan tidak adanya

pori-pori pada tibia belakang (Walker et al., 2003 dalam Sifa, 2011).

Sementara itu, imago jantan memiliki sayap dan dapat terbang untuk

perpindahannya. Imago jantan berwarna merah muda, khususnya pada

saat masa prapupa dan pupa. Ukuran tubuh imago jantan lebih kecil

dan lebih ramping daripada imago betina, yaitu panjang kira-kira 1.0

mm, bentuk tubuh oval memanjang dengan bagian terlebar pada

bagian toraks 0.3 mm. Imago jantan memiliki antena dengan 10 ruas,

aedeagus terlihat jelas, sejumlah pori lateral, toraks dan kepala

mengeras, dan sayap berkembang dengan baik (Miller & Miller, 2002

dalam Sifa, 2011).

Gejala yang ditimbulkan tergantung kerentanan tanaman. Jika hama ini

menyerang titik tumbuh (tunas) menyebabkan pertumbuhan terhambat

dan membengkak. Selain itu daun yang terserang akan menggulung

dan pada serangan tinggi daun dapat gugur dan kemudian

menyebabkan kematian pada tanaman. (OEPP/EPPO,2005)

Hama ini menghisap cairan tanaman dan menyuntikkan air liur yang

beracun. Hama ini dapat menyebar alami oleh angin, burung, dan

hewan liar lainnya, atau oleh manusia.

Hama ini pernah menyebabkan kerugian ekonomi melebihi $ 3,5 juta

per tahun di Grenada dan $ 125 juta per tahun di Trinidad dan Tobago

(USDA,1997).

18

Page 19: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

Inang kedua hama ini cukup banyak, untuk hama P. marginatus

dilaporkan menyerang 21 spesies tanaman dari beberapa famili seperti

Apocynaceae, Araceae, Caricaceae, Convolvulaceae, Cucurbitaceae,

Euphorbiaceae, Fabaceae, Malvaceae, Moraceae, Myrtaceae,

Rubiaceae, dan Solanaceae (Sartiami et al. 2009 dalam Sifa, 2011).

Sedangkan menurut Osborne et.al (2009) inang dari hama ini terdiri

dari buah-buahan seperti pepaya, sirsak, cherry, magga, alpukat, jeruk,

anggur, dsb; sayur-sayuran .

Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

a. Menggunakan ekstrak daun Tephrosia vogelii dan biji Anonna

squamosa masing-masing pada konsentrasi 1% cukup potensial

digunakan untuk mengendalikan hama kutu putih pepaya P.

marginatus.

b. Cryptolaemus montrouzieri (Coccinelidae) digunakan sebagai

predator M. hirsutus di India (Karnataka) (Mani & Krishnamoorthy,

2001 dalam OEPP/EPPO,2005).

c. Scymnus coccivora Ramakrishna Ayyar (Coleoptera: Coccinellidae)

dari India juga dapat mengendalikan M. hirsutus.

4. Kutu batang (Pseudaulacapsis pentagona)

Pseudaulacaspis pentagona (Hemiptera: Diaspididae) adalah salah

satu spesies serangga polifag di dunia, inang hama ini tercatat dari

lebih dari 100 genera tanaman, termasuk tanaman pertanian dan

tanaman hias. Imago betina berbentuk cembung, melingkar hampir

lonjong, putih pucat dengan sub-sentral kuning, ukurannya 2.0 -2.5

mm. Sering tersamarkan di bawah lapisan kulit pada batang murbei

atau di bawah jaringan epidermis buah kiwi. Lapisan luar pada imago

jantan lebih kecil, putih, memanjang, seringkali bergerigi dengan titik

kuning pada bagian ujung, ukurannya 1,0-1,5 mm. Gejala serangan

hama ini pada tanaman inang yaitu daun jarang dan kuning, buah

berkurang dan rontok, jika serangan tinggi tanaman dapat mati kering

(Malumphy et al, 2009).

Siklus hidup serangga ini pada musim panas sekitar 36-40 hari,

sedangkan pada musim dingin sekitar 80-90 hari. Imago betina ditutupi

oleh sisik bulat kasar sekitar 2-2,5 mm. Telur diletakkan 2 minggu

setelah proses kawin berjumlah 100 butir. Lama stadia telur lebih dari

8-9 hari . Telur pertama yang diletakkan akan menjadi betina, sisanya

jantan (Tsatsia, 2009).

19

Page 20: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

Menurut Tsatsia (2009) hama ini dapat dikendalikan dengan beberapa

cara :

a. Menggunakan musuh alami dari spesies kumbang kubah (Famili :

Coccinellidae) dan lacewings (Famili : Chrysopidae).

b. Pengendalian teknis melalui pemangkasan batang yang terserang

dan dibakar.

Gambar 4. Imago kutu batang jantan (Malumphy et al, 2009)

Gambar 5. Imago kutu batang betina (Malumphy et al, 2009)

20

Page 21: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

5. Penggerek batang (Epepeotes plorator)

Hama ini merusak tanaman murbei dengan cara memakan kulit

kayu dan menggerek bagian dalam kayu tanaman. Serangga ini

termasuk ordo Coleoptera dan mengalami metamorfosa sempurna

yakni dari telur – larva – pupa  dan imago (kumbang).  Telur berwarna

putih kekuning-kuningan, bentuknya lonjong panjang kira-kira 3,5 mm

dan lebarnya 1,8 mm. Selama pertumbuhannya, larva mengalami

beberapa kali pergantian kulit. Larva yang telah tumbuh sempurna,

panjangnya kira-kira 2 – 3 cm. Hidup di dalam batang yang telah

digereknya sampai menjadi pupa, dapat pindah dari batang satu ke

batang yang lain. Kadangkala larva mengeluarkan kotoran beserta kulit

kayu pada tempat tersebut. Umur larva berlangsung selama 1 – 6

bulan. Pupa biasanya berada dalam batang tanaman. Umur pupa

berlangsung selama ± 10 hari. Warna pupa coklat dengan bentuk bulat

panjang.

Imago akan menjadi kumbang berwarna coklat dengan pasangan

bintik-bintik hitam pada kepala, punggung dan bagian atas sayap.

Antenanya ramping dan lebih panjang dari badan. Ukuran badan betina

lebih besar dari jantan ± 20 mm. Kumbang betina meletakkan telur

pada pembuluh batang dengan kedalaman ± 10 mm dengan cara

menusukkan/menggigit permukaan batang dan selanjutnya telur dapat

diletakkan satu per satu. Seekor kumbang betina dapat bertelur hingga

± 100 butir.

Gejala serangan pada tanaman : Larva yang baru menetas memakan

bagian kulit kayu pada tempat dimana telur diletakkan. Setelah tumbuh

dewasa, secara berangsur-angsur memakan lapisan kayu dan arah

merusaknya ke bawah dari batang yang digerek. Akibat penggerekan

hama batang berlubang dan disekitar lubang terdapat banyak serbuk

batang dan berkas-bekas kotoran.

Arah gerekan ke bawah dan kondisi batang yang terserang menjadi

lemah dan patah. Pengendalian hama ini secara mekanis yaitu

kumbang ditangkap dan dimusnahkan, bagian tanaman yang terserang

dipotong sampai batas yang terserang. Bila serangannya berat dan

dalam areal yang luas maka dilakukan pangkasan rendah (Balai

Persuteraan Alam, 2011).

21

Page 22: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

Gambar 6. Larva penggerek batang murbei

22

Page 23: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

B. Penyakit Tanaman Murbei

1. Embun tepung (Phyllactinia moricola)

Penyakit ini menyerang lapisan bawah daun, dimulai dengan

munculnya bintik-bintik putih atau abu keputih-putihan pada bagian

bawah daun yang kemudian menyebar keseluruh bagian daun. Daun

kelihatannya seperti tepung putih. Bintik-bintik tersebut juga akan

mengalami perubahan warna menjadi coklat dan akhirnya hitam.

Bagian daun yang terletak pada susunan bagian bawah terserang

berat dibanding dengan susunan bagian atasnya. Cendawan ini

menginfeksi daun yang telah tua (daun mengeras). Serangan terjadi

pada musim kemarau dan penghujan dengan intensitas serangan

tertinggi pada musim kemarau. Spora penyakit dapat diterbangkan

oleh angin, sehingga mudah menginfeksi tanaman lain. Akibat

serangan penyakit tepung akan menyebabkan nilai gizi daun

menurun, daun cepat mengeras dan akhirnya gugur. Cara

pengendalian dapat dilakukan melalui :

a. Pengelolaan kebun yang baik meliputi : pemangkasan dan

pendangiran yang teratur, pemupukan dengan dosis yang tepat,

dan penanaman dengan jarak tanam yang teratur (lebih lebar dari

1 m x 0,5 m)

b. Cara kimiawi dilakukan dengan penyemprotan fungisida,

beberapa jenis fungisida yang dapat digunakan antara lain :

Bahan kimia Thipan (nama dagang Topsin-M, formulasi

tepung), dengan konsentrasi 2 kg dalam 1500 lt air / Ha.

Bahan kimia Benomyl (nama dagang Benlate, formulasi

tepung), dengan konsentrasi 0,5 gram Benlate/1 liter air dan

dosis yang dipakai 1.000 – 2.000 liter larutan/Ha.

Bahan kimia Acricidae (nama dagang Acricidae 50 %,

formulasi cair), dengan konsentrasi 3 liter dalam 3000 lt air /

Ha.

Waktu penyemprotan    : dilakukan pada saat adanya tanda-tanda

gejala serangan, penyemprotan dilakukan pada saat kurang angin

Cara penyemprotan      : disemprotkan pada bagian bawah daun,

dilakukan serentak pada satuan areal tertentu, penyemprotan

dilakukan 2 – 3 kali dengan interval waktu 10 hari.

23

Page 24: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

2. Karat daun (Aecidium mori)

Aecidium mori adalah jenis cendawan dari Ordo Pucciniales, yang

hanya ditemukan pada jenis murbei. Pada taun 1890, seorang ahli

cendawan Arthur Barclay mengidentifikasi bahwa jenis cendawan ini

sama dengan Caeoma mori dan kemudia mengganti namanya

menjadi Aecidium mori. Cendawan ini merusak pucuk, daun dan

cabang. Gejala serangan pada bagian yang terserang akan berubah

bentuk menjadi tebal/membengkak dengan perubahan warna menjadi

kuning terang hingga kuning oranye.

Penyakit ini muncul pada daerah-daerah yang temperaturnya rendah

dan kelembabannya tinggi. Akibat serangan cendawan ini kuantitas

dan kualitas daun akan menurun sehingga akan mengurangi produksi

daun (Balai Persuteraan Alam 2011) . Pengendalian terhadap penyakit

ini yaitu :

a. Bagian-bagian yang terserang hendaknya dipetik dan dibuang.

b. Menjaga kondisi kebun agar selalu baik.

c. Jarak tanam diperlebar

d. Menciptakan sirkulasi udara yang baik

24

Page 25: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

Gambar 7. Serangan karat daun pada daun murbei.

Gambar 8. Mikroskopis spora Aeciduim mori

25

Page 26: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

3. Bercak daun (Septogleum mori)

Penyakit ini menyerang lapisan bawah daun dengan gejala bercak

berwarna coklat gelap dan kemudian berubah menjadi coklat hitam.

Waktu serangan

pada musim kemarau. Akibat serangan daun menjadi kasar, kering dan

akhirnya gugur.

Penyakit ini dapat dikendalikan dengan cara :

a. Cara Mekanis :

Pengelolaan kebun murbei yang baik.

Gulma dan rumput dibersihkan.

Menghindari tanaman terlindung dan kelembaban tinggi

Membatasi penggunaan pupuk nitrogen yang berlebihan.

b. Cara Kimiawi

Pemberantasan penyakit secara kimiawi dilakukan dengan

penyemprotan fungisida. Fungisida yang dapat dipakai :

Bahan kimia Maneb (nama dagang Trineb, formulasi tepung),

2 Kg dalam 1.500 liter air/Ha, Bahan kimia Mancozeb (nama

dagang Dithane), 3 Kg dalam 1.500 liter air/Ha, Bahan kimia

Benomyl (nama dagang Benlate), 250 gram dalam 500 liter

air/Ha

4. Rontok daun (Upasia salmonicolor)

Penyakit jamur upas disebabkan oleh cendawan Upasia

salmonicolor. Gejala dapat terlihat pada batang, cabang, dan ranting

yang dilapisi oleh benang-benang mengkilat seperti sarang laba-laba

(stadium membenang). Cendawan berkembang terus, masuk ke dalam

kulit dan menyebabkan kulit membusuk. Daun-daun menjadi gugur,

ranting dan cabang yang terserang dapat mengalami kematian,

terdapat bintil-bintil spora (stadium membintil). Pada stadium lanjut

warna merah jambu berubah menjadi abu-abu dan lapisan miselium

membentuk bercak-bercak tak beraturan atau seperti kerak (stadium

nekator).

26

Page 27: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

Cendawan akan berkembang bila kelembaban dan cahaya yang

mengenai bagian tanaman, kurang. Inang lain dari cendawan ini adalah

karet, kakao, kopi, teh dan cengkeh. Morfologi pertumbuhan patogen

pada tanaman mengalami 4 stadia yakni stadium membenang, stadium

membintil, stadium kortisium dan stadium nekator. Stadium

membenang merupakan perkembangan awal patogen. Patogen masuk

secara mekanis. Pemencaran dalam kebun pada umumnya terjadi

bersama-sama dengan tanah atau bahan organik yang terangkut oleh

air (Direktorat Perlindungan Hortikultura 2012).

Pengendalian dapat dilakukan dengan :

a. Memangkas bagian tanaman yang tidak produktif untuk

mengurangi kelembaban.

b. Memotong bagian tanaman yang terserang lalu dimusnahkan.

27

Page 28: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012

II. PENGAMATAN PENYAKIT ULAT SUTERA

Tabel 2. Data penyakit ulat sutera.

No Provinsi KabupatenKecamata

n

Jumlah ulat yang terserang penyakit (ekor)Maret Mei Agustus

Bakteri

Cendawan

Pebrine Virus

Bakteri

Cendawan

Pebrine Virus

Bakteri

Cendawan

Pebrine Virus

1 Sulawesi Selatan

WajoSabbangparu

SinjaiSinjai Barat 8

32

Enrekang Alla 9 7 38 21 1 61

SoppengDonri-Donri

1847

 153

Tana Toraja Makendek 13 2 5 38 20 36 2 23Luwu Timur Towoti 6

2 Jawa Barat

Bogor Ciapus 10Bandung Pangaleng

anCimenyan

Cianjur Pacet 5Cugenang

3 Jawa Tengah

Wonosobo WonosoboKaliwiro

PatiRogowungu 30 12

4Jawa Timur

Blitar Ngelgok3

5 Sulawesi Barat

Polman Balanipa 6 11 12Limboro 11

28

Page 29: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012

Campalagian 6

6 Bali Baddung PayanganSameraryo

7 NTT T T S Kota Soe 12TOTAL 13 29 12 137 9 46 17 46 20 104 3 87

29

Page 30: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

Data pada tabel 2 merupakan hasil pengujian di laboratorium Hama

dan Penyakit terhadap sampel ulat milik petani. Sampel ulat dan debu

dikumpulkan dari beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan dan juga

daerah lain di luar propinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan tabel di atas

tidak terdapat serangan penyakit ulat sutera di Kabupaten Wajo pada

bulan Maret dan Agustus. Penyakit yang paling banyak menyerang ulat

sutera di Kabupaten Sinjai selama bulan Maret adalah Virus dan pada

bulan Agustus ulat terserang Cendawan.

Sebaran penyakit ulat sutera di Kabupaten Enrekang lebih bervariasi

yaitu adanya penyakit ulat yang ditimbulkan oleh Cendawan, Pebrine dan

Virus baik pada bulan Maret dan Agustus. Namun dari ketiga penyakit

tersebut, kematian ulat sutera oleh patogen Virus lebih dominan

dibandingkan dua patogen lainnya.

Ulat sutera di Kabupaten Soppeng pada bulan Maret lebih banyak

diserang oleh patogen Virus dengan jumlah 47 ekor dan terjadi

penurunan yang signifikan pada bulan Agustus menjadi 3 ekor. Ulat yang

dipelihara di Kabupaten Tana Toraja terserang oleh 4 (empat) patogen

utama ulat sutera yaitu Bakteri, Cendawan, Pebrine, dan Virus. Serangan

Cendawan cukup tinggi pada bulan Agustus yaitu pada 36 ekor sampel

ulat. Sedangkan di Luwu Timur, serangan patogen virus hanya terjadi

pada bulan Maret terhadap 6 ekor sampel ulat sutera.

30

Page 31: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

Sampel ulat yang diperoleh dari Jawa Barat dan Jawa Tengah

menunjukkan bahwa ulat yang dipelihara lebih dominan terserang

patogen Cendawan dan Virus.

Serangan penyakit Pebrine di Sulawesi Barat Kecamatan Limboro dan

Campalagian menunjukkan angka yang cukup tinggi sepanjang tahun

2012. Ulat stadia V yang terserang penyakit Pebrine diduga mendapakan

infeksi spora Nosema bombycis dari lingkungan yang kurang steril.

Secara keseluruhan selama tahun 2012 dari total sampel yang

diperiksa, penyakit yang paling banyak menyerang ulat sutera di lokasi

pemeliharaan petani adalah Cendawan (Aspergillus sp.) sebanyak 179

ekor, dan Virus (NPV dan CPV) sebanyak 270 ekor. Sedangkan penyakit

ulat terendah adalah Pebrine yang disebabkan oleh patogen Nosema

bombycis.

Virus yang paling banyak menyerang ulat sutera adalah Nuclear

Polyhedrosis Virus (NPV) dan Cytoplasmic Polyhedron Virus (CPV). CPV

(Cytoplasmic Polihedrosis Virus) merupakan virus dari family Reoviridae

sedangkan NPV (Nuclear Polyhedrosis Virus) berasal dari family

Baculovirus. Meskipun berasal dari family yang berbeda, namun kedua

virus ini sama-sama menyerang serangga khususnya dari Ordo

Lepidoptera. CPV memiliki genom RNA dan bereplikasi dalam sitoplasma

sel yang terinfeksi sedangkan NPV memiliki genom DNA dan bereplikasi

dalam inti sel. Gejala yang ditimbulkan oleh kedua patogen ini pun

berbeda.

1. NPV (Nuclear Polyhedrosis Virus)

Penyakit NPV disebabkan oleh patogen Borcelina virus yang

menyerang sel-sel kulit luar (epidermis) lemak, kelenjar sutera dan sel

darah dan selanjutnya termasuk menyerang inti sel. Dimana gejala

serangan yang disebabkan oleh NPV yaitu :

Nafsu makan ulat lebih besar.

Kulit ulat akan membengkak.

Ulat akan bergerak mengelilingi tempat pemeliharaan.

Kulit ulat mudah terluka dan apabila dibelah akan keluar cairan

kuning seperti nanah.

31

Page 32: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

Ulat akan membentuk kokon yang lembek dan kemudian mati.

Ulat yang mati menjadi lembek dan hitam.

Pengendalian yang dapat dilakukan sebemul dan selama masa

pemeliharaan ulat yaitu :

a. Sebelum pemeliharaan ulat, dilaksanakan desinfeksi ruangan dan alat

pemeliharaan dengan menggunakan kaporit sebagai bahan

desinfeksi. Kaporit tersebut dilarutkan 200 kali (5 gram kaporit per

liter air), disemprotkan sampai basah dan merata pada ruangan dan

alat, dengan volume 1-2 liter pem m2, desinfeksi ruangan dan alat

dilaksanakan 2-3 hari sebelum pemeliharaan dimulai.

b. Selama pemeliharaan berlangsung dilakukan hal-hal berikut :

Pemberian makan dengan daun murbei yang berkualitas baik

sesuai dengan perkembangan ulat. Hindari pemberian daun yang

kekuning-kuningan.

Mencuci tangan sebelum member makan pada ulat.

Menjaga kondisi tempat pemeliharaan yang optimum,

temperature dan kelembaban disesuaikan dengan pertumbuhan

ulat serta aerasi yang cukup.

Temperatur yang optimum untuk ulat instar IV adalah 25oC dan

24oC untuk ulat instar V.

Hindari keadaan temperature yang terlalu tinggi atau terlalu

rendah.

Ulat yang sakit harus dipisahkan/dicelupkan ke dalam larutan

kaporit 200 kali yang telah disiapkan dengan menggunakan alat

jepit / pinset

32

Page 33: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

Gambar 9. Gejala serangan NPV pada ulat sutera

Gambar 10. NPV secara mikroskopis

33

Page 34: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

2. CPV (Cytoplasmic Polihedrosis Virus)

Penyebab penyakit ini adalah patogen Smithia virus yang menyerang

cytoplasma pada sel sekunder pencernaan. Gejala yang ditimbulkan

patogen ini yaitu :

Larva yang sakit akan kehilangan napsu makan.

Perkembangan ulat lamban.

Kotoran ulat yang terserang penyakit, berwarna keputih-putihan dan

basah/lembek.

Bila usus dibelah, berwarna putih, sedangkan usus yang sehat

berwarna hijau.

Pengendaliannya tidak jauh berbeda seperti terhadap penyakit NPV

Gambar 11. Gejala serangan CPV pada ulat sutera

34

Page 35: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

Gambar 12. CPV secara mikroskopis

3. Cendawan (Aspergillus sp.)

Gejala serangan cendawan yaitu : larva yang terserang menjadi kaku

(sulit bergerak), larva yang terserang akan mati, yang sebelumnya

menjadi lembek dan mengeluarkan cairan pencernaan, pada permukaan

kulit ulat mati akan tumbuh cendawan. Penyakit ini dapat dikendalikan

melalui beberapa cara, yaitu :

Membersihkan alat-alat pengokonan dan menjemurnya.

Ruangan dan alat-alat pemeliharaan didesinfeksi dengan kaporit dan

ditaburi kapur.

Desinfeksi tubuh ulat.

Menjaga kondisi ruangan pemeliharaan dengan pertukaran udara

yang baik.

Pemberian daun yang kering dan segar.

35

Page 36: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

Gambar 13. Ulat sutera yang terserang cendawan Aspergillus sp.

4. Muscardine

Penyebab penyakit ini adalah jamur Beauveria bassiana,

Spicariaprasina dan Isaria farinosa. Cendawan ini hidup parasit pada

berbagai serangga dan masuk ke ruangan pemeliharaan. Penyakit ini

masuk ke tubuh larva melalui kulit kemudian berkembang dan

menyebabkan matinya larva.

Gejala :

Nafsu makan ulat berkurang dan tidak aktif

Terdapat bintik-bintik hitam agak besar pada kulit terutama pada

bagian sisi perut badan.

Sebelum ganti kulit, badan kulit berkilau, tidak dapat ganti kulit dan

akhirnya mati mengeras.

Pada permukaan badan ulat yang mati, tumbuh cendawan dan

berkembang terus yang semula berwarna putih kemudian berubah

sesuai dengan jenis Muscardine yang menyerang.

Pengendaliannya sama seperti pada penyakit Aspergillus spp.

36

Page 37: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

Gambar 14. Ulat sutera yang terserang cendawan Muscardine

5. Pebrine (Nosema bombycis)

Nosema bombycis merupakan patogen yang menyebabkan kematian

pada stadia larva dan pupa. Jika patogen ini terdapat pada induk ulat

(ngengat) sutera maka telur yang dihasilkan akan mengandung penyakit

pebrine dan akan menyebabkan kematian pada stadia larva instar III.

Gejala :

Stadia Larva :

Nafsu makan berkurang dan pertumbuhan tidak seragam.

Larva berputar-putar tanpa membuat kokon.

Warna larva kusam dan terdapat bintik-bintik coklat kehitaman pada

permukaan tubuh larva.

Proses ekdisis (ganti kulit) terlambat dan tubuh mengkerut.

Stadia Pupa:

Bagian abdomen membengkak dan lembek.

Warna pupa hitam dan gerakannya lambat, di bagian samping tempat

bakal sayap Nampak bintik-bintik hitam.

37

Page 38: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

Stadia Ngengat:

Keluarnya ngengat dari kokon terlambat.

Sayap ngengat tidak lengkap.

Ngengat berwarna coklat kusam.

Kemampuan bertelur rendah.

Sisik mudah rontok.

Stadia Telur:

Bentuk telur tidak seragam.

Daya rekat untuk menempel pada kertas telur lemah.

Telur menetas tidak serentak.

Telur bertumpuk satu dengan yang lainnya.

Serangan berat menyebabkan ulat tidak menetas.

Pengendalian :

a. Menjaga kebersihan ruang pemeliharaan.

b. Daun murbei yang diberikan sebaiknya dibersihkan dari debu.

c. Induk yang digunakan sebaiknya yang sehat dan bebas pebrine.

d. Jika terdapat larva yang terkena Pebrine segera dimusnahkan agar

ulat sehat tidak tertular.

38

Page 39: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

Gambar 15. Gambar mikroskopis spora Nosema bombycis.

Gambar 16. Gambar ulat sutera yang terserang patogen Nosema bombycis.

Gambar 17. Gambar ngengat sutera yang terserang Nosema bombycis.

39

Page 40: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

III. HASIL UJI DEBU RUANGAN DAN KOTORAN ULAT

Tabel 3. Data pengujian debu dan kotoran ulat sutera selama tahun 2012.

No Provinsi Kabupaten KecamatanUji Debu (Sampel)

Maret Mei Agustus+ - + - + -

1 Sulawesi Selatan Tana Toraja M Akendek 2 6 1 4

Enrekang Alla 16 55 1 78Baraka 1 13

Sinjai Sinjai Barat 0 10 0 3Soppeng Donri-Donri 32 22 2 20Luwu Timur Towoti 0 3 0 4

WajoSabbangparu 13 12 3 32

2 Jawa Barat Bogor Ciapus 0 1Bandung Pangalengan 0 10Cianjur Pacet 0 1

Cugenang - -3 Jawa Tengah Wonosobo Wonosobo 0 3

Kaliwiro 0 3Pati Rogowungu 0 2

4 Jawa Timur Blitar Ngelgok 0 15 Sulawesi Barat Polman Balanipa 0 6

Limboro 2 0Campalagian 1 0

6 Bali Baddung Payangan 0 3Sameraryo 0 3

40

Page 41: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

7 NTT TTS Kota Soe 0 3Total 64 121 3 36 7 141

Berdasarkan data dari tabel 3, hasil uji debu di ruang pemeliharaan dan

kotoran ulat selama bulan Maret menunjukkan bahwa terdapat 64 sampel

positif mengandung spora Nosema bombycis. Sedangkan hasil pengujian

sampel di bulan Agustus jumlah sampel yang mengandung spora Nosema

bombycis hanya 7 sampel. Hal ini menunjukkan penurunan serangan

penyakit Pebrine yang disebabkan oleh Nosema bombycis.

Hasil pengujian sampel debu yang dikumpulkan dari luar provinsi Sulawesi

Selatan menunjukkan bahwa hanya sampel dari Kecamatan Limboro dan

Campalagian Provinsi Sulawesi Barat yang mengandung spora Nosema

bombycis sebanyak 3 sampel. Dari data tersebut juga diketahui bahwa tidak

terdapat kontaminasi spora Nosema bombycis pada ruang pemeliharaan

milik petani.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil kegiatan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan

Ulat Sutera tahun 2012 dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Periode pengamatan bulan Maret dari enam kabupaten di Prop.

Sulawesi Selatan (Kab. Wajo, Kab. Sinjai, Kab. Enrekang, Kab.

Soppeng, Kab. Tana Toraja, dan Kab. Luwu Timur) hanya terdapat

serangan hama pucuk (Glyphodes pulverulentalis) di Kabupaten

Enrekang.

2. Periode pengamatan bulan Mei yaitu di sembilan propinsi (Jawa Barat,

Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Barat, Bali dan Nusa Tenggara

Timur) jenis hama yang menyerang tanaman murbei yaitu Hama

pucuk (Glyphodes pulverulentalis), Kutu kebul (Trialeurodes

vaporarium), Kutu putih (Maconellicoccus hirsutus) dan rayap.

Sedangkan untuk penyakit tanaman terdapat Embun tepung

(Phyllactinia moricola), Karat daun (Aecidium mori), Bercak daun

(Septogleum mori) dan Rontok daun (Upasia salmonicolor).

41

Page 42: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

3. Periode pengamatan bulan Agustus yaitu enam kabupaten di Prop.

Sulawesi Selatan (Kab. Wajo, Kab. Sinjai, Kab. Enrekang, Kab.

Soppeng, Kab. Tana Toraja, dan Kab. Luwu Timur) ternyata hama dan

penyakit tanaman murbei semakin bervariasi. Tidak hanya terdapat

serangan hama pucuk G. pulverulentalis namun

terdapat serangan kutu batang (Pseudaulacapsis pentagona),

penggerek batang (Epepeotes plorator), dan penyakit karat daun

(Aecidium mori).

4. Selama tahun 2012 dari total sampel ulat sebanyak 523 ekor,

penyakit yang paling banyak menyerang ulat sutera di lokasi

pemeliharaan petani adalah Cendawan (Aspergillus sp.) sebanyak 179

ekor, dan Virus (NPV dan CPV) sebanyak 270 ekor. Sedangkan

penyakit ulat terendah adalah Pebrine yang disebabkan oleh patogen

Nosema bombycis.

5. Uji debu di ruang pemeliharaan dan kotoran ulat menunjukkan

penurunan serangan penyakit Pebrine yang disebabkan oleh Nosema

bombycis dimana pada bulan Maret terdapat 64 sampel positif

mengandung spora Nosema bombycis. Sedangkan hasil pengujian

sampel di bulan Agustus jumlah sampel yang mengandung spora

Nosema bombycis hanya 7 sampel.

B. Saran

Untuk memperoleh hasil yang optilam terhadap perkembangan serangan

hama penyakit pada pemeliharaan ulat sutera dan tanaman murbei maka

diperlukan pengamatan secara periodik terhadap semua lokasi

pemeliharaan ulat sutera agar perkembangan hama dan penyakit pada

tanaman murbei dan ulat sutera lebih terpantau.

42

Page 43: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

43

Page 44: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera

2012

DAFTAR PUSTAKA

Andadari L. 2009. Identifikasi parasitoid dan predator kutu kebul pada tanaman murbei (Morus sp.) [tesis]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Direktorat Perlindungan Hortikultura. 2012. Kutu kebul (Bemicia tabacci Genn.) Jakarta : Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura.

Malumphy C et al. 2009. White peach scale Pseudaulacaspis pentagona. United Kingdom : The Food and Environment Research Agency (Fera)

Octaviany A. 2012. Perkembangan dan preferensi terhadap larva Glyphodes pulverulentalis (hama ulat pucuk) pada lima jenis tanaman murbei pada (Morus sp.) [skripsi]. Makassar : Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin.

Organisation Européenne et Méditerranéenne pour la Protection des Plante / European and Mediterranean Plant Protection Organization (OEPP/EPPO). 2005. Maconellicoccus hirsutus Bulletin OEPP/EPPO Bulletin 35. Hlm 413–414

Purwaningrum W. 2002. Beberapa aspek biologi ulat pucuk Glyphodes pulverulentalis Hampson (Lepidoptera : Pyralidae) pada tanaman murbei (Morus sp.) [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sifa A. 2011. Keefektifan tiga jenis insektisida nabati terhadap kutu putih pepaya Paracoccus marginatus dan keamanannya terhadap kumbang predator Curinus coeruleus [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Tsatsia H et al.______. White peach scale [Extension]. Honiara : Ministry of Agriculture and Livestock.

United States Department of Agriculture (USDA). 1997. Animal and Plant Health Inspection Service Program Aid No. 1606.

44

Page 45: Laporan pengamatan hama dan penyakit ulat sutera dan murbei tahun 2012

Laporan Tahunan Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Murbei dan Ulat Sutera 2012

45