ii. tinjauan pustaka a. agroindustri sutera alam 1. a. · klasifikasi tanaman murbei secara lebih...

24
II. TINJAUAN PUSTAKA A. AGROINDUSTRI SUTERA ALAM Agroindustri sutera alam secara terintegrasi mencakup usaha memproduksi kokon, yang merupakan bahan baku agroindustri benang sutera. Benang sutera merupakan bahan baku untuk industri tenun sutera yang pada tingkat berikutnya digunakan pada industri hilir yang menghasilkan kain atau sarung sutera dan produk kerajinan berbasis kain sutera. 1. Usaha Produksi Kokon Usaha produksi kokon terdiri dari dua kegiatan usaha yang tidak dapat dipisahkan, yaitu kegiatan budidaya tanaman murbei dan kegiatan pemeliharaan ulat sutera hingga menjadi kokon. a. Budidaya Tanaman Murbei Menurut Ryu (2000) tanaman murbei termasuk ke dalam genus Moraceae dan spesies Morus. Klasifikasi tanaman murbei secara lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi tanaman murbei Divisi Phanerogame Kelas Angiospermae Ordo (bangsa) Dicotyledoneae Famili (suku) Apetalae Genus (marga) Moraceae Spesies (jenis) Morus Tanaman murbei termasuk anggota dari Famili Moraceae, seperti pohon bergetah, pohon ara, tanaman rami, dan lain-lain. Perbedaan tanaman pada famili ini berdasarkan pada bunga, daun, dan cabangnya. Tanaman murbei pada dasarnya mempunyai bunga kelamin tunggal, meskipun kadang-kadang juga berkelamin rangkap (Atmosoedarjo et al., 2000).

Upload: dodang

Post on 02-Mar-2019

250 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. AGROINDUSTRI SUTERA ALAM

Agroindustri sutera alam secara terintegrasi mencakup usaha

memproduksi kokon, yang merupakan bahan baku agroindustri benang sutera.

Benang sutera merupakan bahan baku untuk industri tenun sutera yang pada

tingkat berikutnya digunakan pada industri hilir yang menghasilkan kain atau

sarung sutera dan produk kerajinan berbasis kain sutera.

1. Usaha Produksi Kokon

Usaha produksi kokon terdiri dari dua kegiatan usaha yang tidak

dapat dipisahkan, yaitu kegiatan budidaya tanaman murbei dan kegiatan

pemeliharaan ulat sutera hingga menjadi kokon.

a. Budidaya Tanaman Murbei

Menurut Ryu (2000) tanaman murbei termasuk ke dalam genus

Moraceae dan spesies Morus. Klasifikasi tanaman murbei secara lebih

lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi tanaman murbei

Divisi Phanerogame

Kelas Angiospermae

Ordo (bangsa) Dicotyledoneae

Famili (suku) Apetalae

Genus (marga) Moraceae

Spesies (jenis) Morus

Tanaman murbei termasuk anggota dari Famili Moraceae,

seperti pohon bergetah, pohon ara, tanaman rami, dan lain-lain.

Perbedaan tanaman pada famili ini berdasarkan pada bunga, daun, dan

cabangnya. Tanaman murbei pada dasarnya mempunyai bunga

kelamin tunggal, meskipun kadang-kadang juga berkelamin rangkap

(Atmosoedarjo et al., 2000).

5

Menurut Atmosoedarjo et al. (2000) tujuan menanam tanaman

murbei adalah untuk memproduksi daun murbei berkualitas tinggi

dalam jumlah yang cukup. Ketersediaan daun murbei untuk pakan ulat

sutera merupakan unsur terpenting keberhasilan agroindustri sutera

alam, karena itu pembudidayaan tanaman murbei mutlak dilakukan

sebelum melakukan pembudidayaan ulat sutera.

Tanaman murbei tumbuh baik pada suhu 13-40 oC dan suhu

optimum berkisar antara 24-28 oC. Tanaman murbei dapat tumbuh

dengan curah hujan antara 800-3500 mm/tahun. Kondisi curah hujan

yang baik adalah tersebar sepanjang tahun selama musim

pertumbuhan tanaman murbei dengan curah hujan sekitar 150

mm/bulan. Beberapa faktor iklim lainnya yang dapat mempengaruhi

pertumbuhan tanaman murbei yaitu kelembaban, sanitasi, angin, dan

hujan (Ryu, 2000).

Menurut Ryu (2000) kondisi tanah akan mempengaruhi

pertumbuhan tanaman murbei. Kondisi tanah sangat dipengaruhi oleh

sifat fisik dan kimia tanah. Kondisi fisik tanah lebih penting, sebab

sangat sulit untuk dirubah. Sebaliknya, kondisi kimia tanah dapat

diubah, yaitu dengan cara pemeliharaan. Komposisi fisik tanah yang

ideal untuk tanaman murbei dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Komposisi fisik tanah yang ideal untuk tanaman murbei

Udara25%

Bahan Lainnya

45%

Bahan Organik

5%

Air25%

6

Untuk melakukan budidaya tanaman murbei perlu pemilihan

bibit tanaman yang baik agar dapat meminimalkan kegagalan

budidaya. Ada berbagai macam bibit murbei, seperti anakan dari biji

(seedling), bibit hasil sambungan (grafting), bibit dari layering, stek

batang, stek daun, dan kultur jaringan. Diantara macam-macam bibit

ini, bibit yang berasal dari biji tidak dapat digunakan karena

penampilannya terlalu beragam yang disebabkan oleh sifat

heterogenik dari tanaman murbei. Bibit yang berasal dari sambungan

dan layering memerlukan banyak tenaga kerja dan biaya. Bibit yang

berasal dari stek daun dan kultur jaringan baru pada tingkat percobaan.

Bibit yang paling murah dan cukup manjanjikan adalah bibit yang

berasal dari hasil stek batang (Atmosoedarjo et al., 2000).

Jumlah daun murbei dalam suatu kebun akan berpengaruh pada

jumlah ulat sutera yang dapat dipelihara. Produksi daun murbei

dipengaruhi oleh jumlah cabang per pohon, panjang cabang yang

mengandung daun (cabang bebas daun gugur), dan berat cabang serta

daun.

b. Pemeliharaan Ulat Sutera

Klasifikasi ulat sutera diperlihatkan pada Tabel 2 (Atmosoedarjo

et al.2000). Ulat sutera adalah serangga yang masuk ke dalam ordo

Lepidoptera, yang mencakup semua jenis kupu-kupu. Ulat sutera

adalah serangga holometabola, yaitu serangga yang mengalami

metamorfosis sempurna (Ryu, 2000).

Tabel 2. Klasifikasi ulat sutera

Phyllum Arthropoda

Kelas Insecta

Ordo (bangsa) Lepidoptera

Famili (suku) Bombycidae

Genus (marga) Bombyx

Spesies (jenis) Bombyx mori L

7

Pemeliharaan ulat sutera sudah dimulai di Cina sejak berabad-

abad yang lalu. Leluhurnya adalah ulat sutera liar yaitu spesies

Bombyx mandarina, yang ditemukan di pohon murbei di Cina, Jepang,

dan negara lain di Asia Timur.

Ulat sutera menurut daerah asalnya dibagi dalam empat ras,

yaitu ras Jepang, ras Cina, ras Eropa, dan ras Tropika. Jenis ulat sutera

komersial yang biasa dipelihara di Indonesia adalah bivoltine yang

merupakan hasil persilangan ulat sutera ras Jepang dan ras Cina.

Ulat sutera termasuk serangga yang selama hidupnya mengalami

metamorfosis sempurna. Dimulai dari telur, larva (ulat), pupa

(kepompong), dan imago (kupu-kupu). Lama periode hidup mulai dari

saat lahir (telur menetas) sampai masa membuat kokon adalah sekitar

satu bulan, namun hal ini sebenarnya bisa berubah dipengaruhi oleh

iklim dan suhu tempat pemeliharaan (Atmosoedarjo et al.,2000).

Menurut Ryu (2000) tahapan pemeliharaan ulat sutera adalah

sebagai berikut :

· Penanganan telur ulat sutera

Penanganan awal telur ulat sutera yang baru tiba dari produsen

telur adalah dengan melakukan inkubasi telur. Inkubasi telur adalah

penempatan telur pada suatu wadah yang disebut kotak penetasan

telur dan diletakkan di dalam lemari inkubasi dengan suhu

optimum 25oC dan kelembaban 85%. Selama melakukan inkubasi

telur ruangan dibuat menjadi gelap total, hal ini dilakukan agar

pada saat penetasan telur didapatkan hasil yang merata.

· Pemeliharaan ulat sutera kecil

Tahapan pemeliharaan ulat sutera kecil atau yang lebih dikenal

dengan ulat kecil dimulai setelah hakitate. Hakitate adalah

pekerjaan pemindahan ulat sutera yang baru menetas ke kotak

pemeliharaan disertai dengan pemberian pakan pertama kali.

Pemeliharaan ulat kecil dilakukan dengan dilapisi dan ditutupi oleh

kertas parafin.

8

Larva yang baru menetas mengandung air yang rendah (75-78%)

dan akan meningkat dengan teratur hingga instar II (87%), oleh

karena itu diharapkan kandungan air yang tinggi pada daun yang

diberikan untuk ulat instar I dan II. Kandungan air yang cukup

tinggi pada tanaman murbei diperoleh pada daun bagian atas

tanaman (4-7 daun dari pucuk). Sedangkan untuk pemberian pakan

pada instar III adalah daun ke 8-11 dari pucuk tanaman murbei.

Kondisi lingkungan yang optimum untuk pemeliharaan ulat kecil

adalah pada suhu 26-28oC dengan kelembaban 80-90%.

Pada umumnya daun murbei perlu diberikan empat kali sehari

selama instar I, II, dan III. Lampiran 2 menggambarkan bagan

pemeliharaan ulat kecil untuk satu boks telur ulat sutera (±25.000

butir telur) (Ryu, 2000).

· Distribusi ulat sutera kecil

Pemeliharaan ulat kecil berakhir sampai dengan ulat instar III. Ulat

disalurkan pada saat tidur memasuki instar IV. Penyaluran ulat

sebaiknya dilakukan pada waktu pagi hari. Ulat didistribusikan

pada kotak khusus yang disebut boks pendistribusian ulat.

· Pemeliharaan ulat sutera besar

Pemeliharaan ulat sutera besar dilakukan setelah proses distribusi

ulat kecil kepada petani. Kondisi lingkungan yang baik dalam

pemeliharaan ulat sutera besar adalah pada suhu 22-25oC dan

kelembaban 70-75%, serta harus mendapatkan cahaya dan aliran

udara yang baik.

Fase ulat besar mencakup instar IV dan instar V. Akan tetapi kedua

instar ini secara fisiologi sangat berbeda. Karena instar IV lebih

dekat kepada fase ulat kecil, maka titik pemeliharaan harus

ditekankan pada pemeliharaan lingkungan yang bebas penyakit,

dan cukup pakan daun murbei segar dan bergizi tinggi sehingga

ulat sutera akan tumbuh dengan baik dan sehat.

Pada ulat sutera instar V, berat kelenjar suteranya bertambah

dengan cepat sampai 40% dari jumlah berat tubuhnya bahkan

9

mungkin lebih. Ini merupakan fase yang penting dalam produksi

sutera. Keperluan pakan dalam fase ini hampir 90% dari jumlah

keperluan semua fase pertumbuhan ulat. Ini adalah fase dimana

daun murbei harus dimanfaatkan secara efisien dan tenaga kerja

harus dihemat untuk kegiatan panen daun dan pemberian pakan

ulat.

Pada umumnya daun murbei perlu diberikan empat sampai enam

kali sehari selama instar IV, dan V. Lampiran 3 menggambarkan

bagan pemeliharaan ulat besar untuk satu boks telur ulat sutera

(±25.000 butir telur) (Ryu, 2000).

· Desinfeksi tubuh ulat sutera

Desinfeksi tubuh ulat sutera dilakukan untuk mengurangi adanya

kemungkinan tubuh ulat yang luka selama proses pergantian kulit.

Desinfeksi tubuh ulat dilakukan dengan menggunakan kapur atau

kaporit 5%. Desinfeksi dilakukan dengan menggunakan ayakan

plastik. Kapur atau kaporit 5% ditaburkan merata di atas tubuh ulat.

Desinfeksi dilakukan sembilan kali, yaitu pada saat permulaan

hakitat, sebelum dan sesudah pergantian kulit pada setiap fase

pertumbuhan ulat.

Pengokonan dan panen kokon merupakan tahapan terakhir

dalam pemeliharaan ulat sutera. Bila tahapan ini tidak dilaksanakan

dengan baik, maka akan berpengaruh buruk pada kualitas filamen

kokon (Atmosoedarjo et al., 2000).

Persiapan yang perlu dilakukan sebelum pengokonan adalah

dengan melakukan pencucian, pembersihan, dan desinfeksi terhadap

alat pengokon. Menurut bentuk dan strukturnya, alat/tempat

pengokonan dapat diklasifikasikan menjadi alat pengokon berputar

(rotary), alat pengokon berombak, bambu spiral, sarang plastik

(seriframe), dan lain-lain. Material dan struktur tempat pengokonan

sangat berpengaruh terhadap kualitas kokon dan filamen, serta

terhadap tenaga kerja untuk membantu proses pengokonan dan panen

kokon. Persyaratan utama untuk alat pengokonan adalah harus kuat,

10

struktur alat cocok untuk proses pengokonan, alat pengokonan harus

memberi kemudahan ulat dalam mengokon dan memberi kemudahan

pekerja dalam melakukan panen kokon (Wibowo, 1998).

Peletakan ulat pada alat pengokonan harus dilakukan tepat

waktu. Jika pengokonan dilakukan pada saat belum dewasa atau sudah

lewat matang, maka daya pintal (tingkat kemudahan filamen kokon

terurai pada saat pemintalan) menjadi kurang dan panjang filamen

yang didapat berkurang (Atmosoedarjo et al., 2000)

Kualitas kokon dipengaruhi oleh keadaan suhu, kelembaban,

peredaran udara di dalam ruang pengokonan, dan intensitas cahaya

yang ada di dalam ruangan. Suhu yang ideal untuk pengokonan adalah

24oC. Kelembaban yang baik selama proses pengokonan adalah 60%-

90%. Sirkulasi udara di dalam ruang pengokonan harus diatur dengan

baik, oleh karena itu ruangan harus mempunyai jendela yang cukup.

Kebutuhan cahaya untuk proses pengokonan antara 10-20 lux

(diibaratkan seperti keadaan cahaya di bawah meja). Cahaya harus

merata, karena bila cahaya hanya datang dari salah satu arah, ulat akan

mengokon di tempat yang lebih gelap dan mengumpul, sehingga

banyak terjadi kerusakan kokon (Departemen Kehutanan, 2007).

Menurut Ryu (2000) waktu yang diperlukan ulat dari mulai

mengokon sampai menjadi pupa dipengaruhi oleh temperatur dan

varietas ulat. Pada umumnya ulat selesai membuat kokon dalam dua

hari dan dua hari kemudian digunakan untuk merubah diri menjadi

pupa. Pupa yang mula-mula berwarna keputihan dan lunak dalam dua

hari akan berubah menjadi berwarna cokelat tua dan keras. Kokon

akan dipanen pada hari ke enam dan ke tujuh setelah mengokon.

2. Agroindsutri Benang Sutera

Proses produksi pada agroindustri benang sutera dibagi menjadi

dua, yaitu proses produksi pembuatan benang sutera mentah dan proses

produksi pembuatan benang sutera (thrown silk) (Ryu, 2000). Proses

11

produksi pembuatan benang sutera mentah secara singkat dijabarkan pada

Gambar 2.

Gambar 2. Proses produksi pembuatan benang sutera mentah

Flossing adalah pembersihan kokon segar dari kapas-kapas yang

melekat pada kulit kokon. Kapas-kapas tersebut dinamakan Flossom (Ryu,

2000). Pengeringan (drying) kokon bertujuan untuk mencegah

berkembangnya pupa menjadi kupu-kupu dan untuk mengurangi

kandungan air di lapisan sutera dan pupa, sehingga dapat memungkinkan

menyimpan kokon dalam jangka waktu yang lama. Pemasakan (cooking)

merupakan tahapan yang bertujuan untuk menguraikan filamen kokon

sehingga dapat dipintal (Atmosoedarjo et al., 2000).

FRESH COCOON

FLOSSING

DRYING

SELECTION

COOKING

REELING

RE-REELING

INSPECTION

RAW SILK

SELECTION

12

Proses pemintalan benang (reeling) adalah proses penyatuan

beberapa filamen untuk dipintal menjadi benang sutera. Jumlah filamen

kokon yang disatukan untuk mendapatkan sehelai benang mentah berbeda-

beda tergantung ukuran benang yang dikehendaki. Proses pemintalan

ulang (rereeling) adalah proses pemindahan benang sutera yang sudah

dipintal dari gulungan dengan keliling yang lebih kecil ke gulungan yang

lebih besar (keliling = 1,5 meter) (Atmosoedarjo et al., 2000).

Setelah melalui proses pemintalan ulang dan inspeksi akhir maka

produk yang didapatkan dinamakan benang sutera mentah. Sebelum dapat

dijadikan kain, benang sutera mentah terlebih dahulu diproses menjadi

benang sutera. Proses perubahan benang sutera mentah menjadi benang

sutera dijabarkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Proses produksi pembuatan benang sutera (Thrown Silk)

RAW SILK

SOAKING

WINDING

DOUBLING

TWISTING

SETTING

REWINDING

INSPECTION

THROWN SILK

DRYING

13

Perendaman (Soaking) adalah proses yang dilakukan untuk

menghilangkan protein serisin dari filamen kokon. Menurut Jumaeri

(1997) di dalam Purwaningrum (2007) protein serisin adalah protein yang

tidak mengandung belerang, dan merupakan protein yang tidak larut dalam

air dingin, tetapi menjadi lunak di dalam air panas, dan larut dalam alkali

lemah atau sabun. Serisin menyebabkan benang sutera mentah

pegangannya kaku dan kasar, dan merupakan pelindung serat selama

pengerjaan mekanik. Agar kain sutera menjadi lembut, berkilau dan dapat

dicelup, protein serisin tersebut harus dihilangkan. Proses penghilangan

protein serisin dilakukan dengan pemasakan di dalam larutan sabun.

Dalam proses pemasakan ini, lilin dan garam-garam mineral ikut hilang.

Winding adalah proses pemindahan benang dari bentuk gulungan

besar (skein) ke dalam bobin (gulungan benang yang terbuat dari kayu)

dengan panjang benang yang diinginkan untuk dikerjakan lebih lanjut.

Doubling atau penggandaan adalah proses membuat benang menjadi

rangkap. Benang dapat dibuat menjadi rangkap 2,3,4,6 sesuai kebutuhan

(Ryu, 2000).

Twisting merupakan proses penggintiran benang untuk mencegah

pecahnya benang, memberi daya penutup (covering capacity) yang lebih

besar. Pada proses twisting gulungan benang dipindah dari bobin ke

silinder (gulungan benang yang terbuat dari logam). Rewinding adalah

proses menggulung kembali benang sutera dari gulungan benang yang

berbentuk silinder menjadi bentuk gulungan besar (Atmosoedarjo et al.,

2000).

B. MODEL PERENCANAAN UNTUK PENDIRIAN AGROINDUSTRI

SUTERA ALAM

Model adalah suatu representasi atau formalisasi dalam bahasa

tertentu yang disepakati dari suatu sistem nyata. Adapun sistem nyata adalah

sistem yang berlangsung dalam kehidupan. Dengan demikian, pemodelan

adalah proses membangun atau membentuk sebuah model dari suatu sistem

nyata dalam bahasa formal tertentu (Simatupang, 1996). Sedangkan menurut

14

Kosasi (2002), model merupakan penyederhanaan dari sesuatu. Model

mewakili sejumlah obyek atau aktivitas tertentu dari sebuah entitas.

Perencanaan industri adalah kegiatan-kegiatan yang direncanakan

dan akan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan sumber-sumber

untuk mendapatkan keuntungan (benefit) (Gray et al., 1992). Menurut Sutojo

(2002), proses perencanaan industri melalui tahapan-tahapan persiapan,

implementasi, dan operasi. Tahap persiapan (project preparation) merupakan

rangkaian kegiatan yang akhirnya harus ditunjang denga sejumlah studi dan

dokumen-dokumen untuk memungkinkan pengambilan keputusan apakah

suatu rencana investasi dapat dilaksanakan atau tidak.

Tahap persiapan dalam perencanaan industri merupakan kegiatan

menganalisis aspek-aspek keadaan produk (product description), keadaan

pasar (description of market), jenis teknologi (technology variety),

ketersediaan faktor produksi, prakiraan biaya (cost estimate), prakiraan

keuntungan (profit estimate), dan lokasi (Umar, 2007).

Model-model yang digunakan dalam perencanaan pendirian

agroindustri sutera alam terdiri dari model prakiraan permintaan benang sutera

mentah, model pemilihan lokasi alternatif budidaya dan agroindustri sutera

alam, model teknologi proses, model perencanaan tata letak pabrik, model

kelembagaan usaha, dan model analisis kelayakan finansial budidaya dan

agroindustri sutera alam.

1. Model Prakiraan Permintaan Benang Sutera Mentah

Industri dirancang dalam rangka memenuhi permintaan produk

atau komoditas tertentu, dengan demikian perlu dirancang besaran

kapasitas produk atau industri yang didasari potensi permintaan produk

pada masa yang akan datang. Model prakiraan permintaan benang sutera

mentah dibuat untuk menentukan permintaan atau kebutuhan produk

benang sutera mentah di Indonesia dengan menggunakan teknik-teknik

prakiraan.

Prakiraan atau forecasting dilakukan untuk mengatasi

ketidakpastian di masa yang akan datang. Menurut Machfud (1999),

15

prakiraan adalah suatu usaha untuk menduga apa yang akan terjadi pada

masa mendatang dengan menggunakan suatu metode ilmiah.

Metode peramalan dikelompokkan menjadi dua, yaitu metode

kuantitatif dan metode kualitatif. Metode kuantitatif dapat dibagi menjadi

dua yaitu metode deret waktu dan metode kausal. Metode kualitatif terbagi

juga menjadi dua kelompok yaitu metode yang bersifat eksploratif dan

metode yang bersifat normatif.

Metode yang digunakan dalam forecasting adalah dengan

menggunakan time series analysis (deret waktu). Pada teknik ini,

pendugaan terhadap masa mendatang dilakukan atas dasar nilai peubah

dan atau galat (error) masa lalu. Teknik deret waktu bertujuan untuk

mengungkapkan pola deret waktu masa lalu dan kemudian

mengekstrapolasikan pola deret data tersebut ke masa mendatang

(Machfud, 1999).

a. Teknik Perataan Bergerak Tunggal

Menurut Machfud (1999) prakiraan dengan teknik perataan

bergerak tungal didasarkan pada proyeksi serial data yang dimuluskan

dengan rata-rata bergerak. Nilai prakiraan untuk suatu periode

merupakan rata-rata dari nilai observasi N periode terakhir. Serial data

yang digunakan jumlahnya selalu tetap dan termasuk data periode

terakhir. Rumus prakiraan dengan metode rata-rata bergerak tunggal

adalah sebagai berikut :

F(t + 1) =푋푡푁 =

푋푡 + 푋푡 − 1+. . +푋푡 − 푁 + 1푁

Keterangan :

Xt = data observasi pada periode t

N = panjang serial waktu yang digunakan

Ft+1 = nilai prakiraan periode t + 1

16

b. Teknik Perataan Bergerak Ganda

Menurut Machfud (1999) prakiraan dengan teknik perataan

bergerak ganda hampir sama dengan teknik perataan bergerak tunggal,

hanya saja teknik ini lebih menunjukkan apabila pola data terdapat

kecenderungan (trend). Dasar dari teknik ini adalah dengan menghitung

perataan bergerak kedua dimana perataan bergerak kedua ini diperoleh

dari perataan bergerak dari hasil perataan bergerak pertama. Hasil

perataan bergerak pertama disimbolkan dengan St’ dan perataan

bergerak kedua disimbolkan dengan St”. Teknik perataan bergerak

ganda dirumuskan sebagai berikut :

F = a + b

dimana

a = 2S − 푆 "

푏 = (푆 − 푆 ) × 2

(푁 − 1)

푆 = 푋 + 푋 + ⋯+ 푋

푆 = 푆 + 푆 + ⋯+ 푆

Keterangan :

Xt = data observasi periode t

M = banyaknya periode peramalan

N = panjang serial waktu yang digunakan

S’t = perataan bergerak pertama periode t

St’’ = perataan bergerak kedua periode t

Ft+m = nilai prakiraan periode t + m

c. Teknik Prakiraan Pemulusan Eksponensial

Teknik prakiraan pemulusan eksponensial pada dasarnya adalah

suatu teknik perataan bergerak dimana pembobotan terhadap data

historis digunakan untuk menentukan angka prakiraan yang diberikan

secara eksponensial. Pada teknik pemulusan eksponensial terdapat satu

parameter pemulus yang akan menentukan seberapa besar bobot yang

17

diberikan terhadap data historis. Nilai parameter pemulus berkisar

antara 0 dan 1. Penggunaan teknik ini memerlukan inisiasi penetapan

nilai dimana F2 = X1 (Machfud, 1999).

Rumus teknik prakiraan pemulusan eksponensial adalah sebagai

berikut:

퐹 = 훼 푋 + (1 − 훼)퐹

Keterangan :

Xt = data observasi periode t

α = nilai parameter pemulus

Ft+1 = nilai prakiraan periode t+1

d. Teknik Linear Brown Satu Parameter

Menurut Machfud (1999) teknik linear Brown serupa dengan

teknik perataan bergerak ganda, tetapi dengan proses pemulusan yang

berbeda pada setiap periodenya. Prakiraan untuk m periode ke depan

dirumuskan sebagai berikut :

F = a + b

dimana :

a = 2S − 푆 "

푏 = (푆 − 푆 ) × 훼

(1− 훼)

dan :

푆 = 훼푋 + (1 − 훼)푆′ 푆′ = 훼푆 + (1− 훼)푆′′

dengan nilai inisiasi

푆 = 푆 = 푋 훼 = 푋

푏 = {(푋 − 푋 ) + (푋 − 푋 )}

2

18

Keterangan :

Xt = data observasi periode t

m = banyaknya periode peramalan

α = nilai parameter pemulus

St’ = perataan bergerak pertama periode t

St’’ = perataan bergerak kedua periode t

Ft+m = nilai prakiraan periode t + m

e. Teknik Linear Holt Dua Parameter

Menurut Machfud (1999) teknik ini serupa dengan metode

Brown yang cocok digunakan terhadap pola data yang mempunyai

kecenderungan (trend). Teknik linear Holt terdapat proses pemulusan

terhadap tren yang dilakukan secara terpisah karena dapat dimuluskan

denga menggunakan parameter pemulus yang berbeda. Teknik ini

menggunakan dua parameter pemulus yaitu α dan δ yang bernilai

berkisar antara 0 dan 1. Prakiraan untuk m periode mendatang

dirumuskan sebagai berikut :

퐹 = 푆 + 푏

dimana :

푆 = 훼푋 + (1 − 훼)(푆 + 푏 ) 푏 = 훿(푆 − 푆 + (1 − 훿)푏

Dengan nilai inisiasi :

푆 = 푋

푏 = {(푋 − 푋 ) + (푋 − 푋 )}

2

19

Keterangan :

Xt = daun observasi peride t

m = banyaknya periode peramalan

α = nilai parameter pemulus pertama

δ = nilai parameter pemulus kedua

St’ = perataan bergerak pertama periode t

St’’ = perataan bergerak kedua periode t

Ft+m = nilai prakiraan periode t + m

2. Model Pemilihan Lokasi Alternatif Budidaya dan Agroindustri Sutera

Alam

Model pemilihan lokasi alternatif budidaya dan agroindustri sutera

alam merupakan model yang dibuat untuk menentukan prioritas lokasi

alternatif untuk pendirian budidaya dan agroindustri sutera alam. Analisis

lokasi alternatif dilakukan dengan menggunakan Metode Perbandingan

Eksponensial (MPE) untuk menghitung total nilai dari masing-masing

alternatif lokasi.

Menurut Manning (1984) di dalam Eriyatno (1996), MPE

merupakan salah satu metode yang digunakan untuk pengambilan

keputusan dari beberapa alternatif keputusan dengan kriteria majemuk.

Metode ini dikembangkan dengan cara mengubah penilaian kualitatif yang

berasal dari subyektifitas pengambil keputusan menjadi nilai kuantitatif.

Eriyatno (1996) menambahkan bahwa MPE digunakan sebagai

pembantu bagi individu mengambil keputusan untuk menggunakan

rancang bangun yang telah terdefinisi dengan baik tiap tahap proses. MPE

digunakan untuk membandingkan beberapa alternatif dengan

menggunakan sejumlah kriteria yang ditentukan berdasarkan hasil survei

dengan pakar terkait. MPE adalah salah satu metode pengambilan

keputusan yang mengkuantitaskan pendapat seseorang atau lebih dalam

skala tertentu. Metode ini mempunyai keuntungan dalam mengurangi bias

yang mungkin terjadi dalam analisis. Nilai skor menggambarkan urutan

20

prioritas menjadi besar (fungsi eksponensial) ini mengakibatkan urutan

prioritas alternatif keputusan lebih nyata.

Menurut Marimin (2004) dalam menggunakan metode

perbandingan eksponensial ada beberapa tahapan yang harus dilakukan

yaitu menyusun alternatif-alternatif keputusan yang akan dipilih,

menentukan kriteria atau perbandingan kriteria keputusan yang penting

untuk dievaluasi, menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria

keputusan atau pertimbangan kriteria, melakukan penilaian terhadap

semua alternatif pada setiap kriteria, menghitung skor atau nilai total pada

setiap alternatif, dan menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan

pada skor atau nilai total masing-masing alternatif. Formulasi perhitungan

skor untuk setiap alternatif dalam metoda perbandingan eksponensial

adalah sebagai berikut :

Total Nilai (푇푁 ) = (푅퐾 )

Keterangan :

TNi = Total nilai alternatif ke-i

RKij = Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan i

TKKj = Derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKKj > 0;bulat

n = Jumlah pilihan keputusan

m = Jumlah kriteria keputusan

Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan dengan cara

wawancara dengan pakar atau melalui kesepakatan curah pendapat,

sedangkan penentuan skor alternatif pada kriteria tertentu dilakukan

dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan nilai kriterianya.

Semakin besar nilai alternatif, semakin besar pula skor alternatif tersebut.

Total skor masing-masing alternatif keputusan akan relatif berbeda secara

nyata karena adanya fungsi eksponensial (Marimin, 2004).

3. Model Teknologi Proses

Suatu keputusan yang berkaitan dengan proses (atau transformasi)

adalah pendekatan yang digunakan organisasi dalam mentransformasikan

21

sumber daya-sumber daya yang ada menjadi suatu barang atau jasa.

Tujuan dari perancangan (pendesainan) proses adalah mencari jalan untuk

memproduksi barang dan jasa yang memenuhi keinginan konsumen dan

spesifikasi produk yang berada dalam jangkauan keterbatasan biaya atau

hambatan manajerial lainnya. Proses yang diseleksi akan mempunyai

dampak jangka panjang terhadap efisiensi dan produksi, serta fleksibilitas

biaya, dan mutu barang yang diproduksi. Oleh karena itu, kebanyakan

strategi perusahaan ditentukan bersamaan dengan keputusan proses ini

(Render dan Heizer, 1997).

Sebenarnya, setiap barang atau jasa dibuat dengan menggunakan

beberapa variasi dari satu atau tiga strategi proses, yaitu fokus proses,

fokus proses berulang, dan fokus produk. Strategi proses yang fokus pada

proses memiliki ciri-ciri yaitu produksi dilaksanakan di seputar proses, dan

peralatan produksinya diatur di seputar proses. Strategi proses yang fokus

pada produk (fokus produk) memiliki ciri-ciri proses yang terjadi dalam

jumlah produk besar namun variasinya sedikit, peralatan produksinya

diatur di sekitar produk. Strategi proses fokus produk juga biasa disebut

sebagai proses yang terus menerus. Strategi proses fokus proses berulang

memiliki ciri-ciri bahwa proses berulang ini menggunakan modul. Modul

adalahsuku cadang atau komponen yang sebelumnya sudah disiapkan,

sering kali dengan proses yang terus menerus. Strategi fokus proses

berulang mempunyai struktur yang lebih banyak dan konsekuensinya

adalah fleksibilitasnya lebih rendah dibandingkan dengan pabrik yang

berfokus pada proses (Render dan Heizer, 1997).

4. Model Perencanaan Tata Letak Pabrik

Tata letak (layout) merupakan salah satu keputusan yang

menentukan efisiensi operasi perusahaan dalam jangka panjang. Tata letak

memiliki berbagai implikasi strategis karena tata letak menentukan daya

saing perusahaan dalam hal kapasitas, proses, fleksibilitas, biaya, dan mutu

kehidupan kerja (Render dan Heizer, 1997). Render dan Heizer (1997)

22

menambahkan bahwa tata letak yang efektif dapat membantu perusahaan

mencapai hal-hal seperti :

· pemanfaatan yang lebih besar atas ruangan, peralatan, dan manusia.

· Arus informasi, bahan baku, dan manusia yang lebih baik.

· Lebih memudahkan konsumen.

· Peningkatan moral karyawan dan kondisi kerja yang lebih aman.

Tujuan dari strategi tata letak adalah untuk mengembangkan tata letak

yang ekonomis yang dapat membantu pencapaian keempat hal di atas

sementara tetap memenuhi kebutuhan perusahaan untuk bersaing.

5. Model Kelembagaan Usaha

Menurut Yuti (2007) kelembagaan adalah sekumpulan jaringan

dari relasi sosial yang melibatkan orang-orang tertentu, memiliki tujuan

tertentu, memiliki aturan dan norma, serta memiliki struktur. Kelembagaan

dapat berbentuk sebuah relasi sosial yang melembaga (non formal

institution), atau dapat berupa lembaga dengan struktur dan badan hukum

(formal institution). Dalam kaitannya dengan pengembangan agribisnis di

pedesaan setidaknya ada delapan kelembagaan yaitu kelembagaan

penyedian input usaha tani, kelembagaan penyedia permodalan,

kelembagaan pemenuhan tenaga kerja, kelembagaan penyediaan lahan dan

air irigasi, kelembagaan usaha tani, kelembagaan pengolahan hasil

pertanian, kelembagaan pemasaran hasil pertanian, dan kelembagaan

penyediaan informasi (teknologi, pasar, dan lain-lain). Tiap kelembagaan

dapat dijalankan dengan dua cara, yaitu secara individual (berstruktur

lunak) atau secara kolektif (berstuktur keras).

Yuti (2007) menambahkan bahwa pada prinsipnya suatu hubungan

sosial (social relation) dapat disebut sebagai sebuah kelembagaan apabila

memiliki empat komponen, yaitu orang yang terlibat, komponen

kepentingan yang membuat orang-orang yang terlibat tersebut saling

berinteraksi, komponen aturan, dan komponen struktur yang

menggambarkan posisi dan peran masing-masing orang yang terlibat.

23

6. Model Analisis Kelayakan Finansial Budidaya dan Agroindustri

Sutera Alam

Analisis finansial dilakukan untuk memprakirakan jumlah dana

yang diperlukan, baik untuk dana modal investasi tetap maupun modal

kerja awal. Analisis finansial adalah suatu analisis yang membandingkan

antara biaya-biaya dengan manfaat (keuntungan) untuk menentukan

apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur proyek (Sutojo,

2002). Model analisis kelayakan finansial budidaya dan agroindustri sutera

alam dibuat berdasarkan perhitungan kriteria investasi. Kriteria investasi

menurut Kadariah dan Gray (1999) adalah metode untuk mencari ukuran

secara menyeluruh tentang baik tidaknya suatu investasi untuk

dilaksanakan yang ditinjau dari sisi finansial. Kriteria-kriteria itu tergolong

ke dalam kriteria dinamis karena memasukkan faktor nilai uang

berdasarkan waktu dan suku bunga.

Menurut Christina et al. (2001) anggaran modal membantu dalam

mengambil keputusan untuk menolak ataupun menerima sebuah usulan

investasi. Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan untuk menentukan

penilaian suatu investasi beserta teknik-teknik perhitungan pendukungnya.

Tahap pertama adalah menetapkan investasi awal (initial outlays) dari

investasi yang akan dilakukan. Tahap kedua adalah menentukan modal

atau sumber dana yang akan digunakan. Tahap ketiga adalah

memprakirakan pola arus kas dari investasi yang diusulkan. Tahap

keempat adalah melakukan perhitungan arus kas masuk (cash inflow).

Tahap kelima adalah melakukan penilaian kelayakan investasi.

Ada berbagai parameter yang digunakan dalam melakukan

penilaian investasi seperti yang dijabarkan pada Gambar 5.

24

Gambar 4. Tahapan dalam melakukan penilaian investasi

a. Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value)

Nilai bersih sekarang (NPV) merupakan selisih antara nilai

sekarang dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-

penerimaan kas bersih di masa yang akan datang (Umar, 2007).

Keterangan :

NPV = Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value)

Bt = total pendapatan yang diperoleh pada tahun ke-t (Rp)

Ct = total biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t (Rp)

i = tingkat suku bunga yang digunakan (%)

t = umur proyek (tahun)

n = jumlah tahun

Suatu investasi dikatakan layak secara finansial jika nilai NPV > 0.

Metode Penilaian Investasi

Berdasarkan Pendekatan Cash Flow

Tidak Memperhatikan Time Value of

Money

Payback Period Method

Memperhatikan Time Value of

Money

Net Present Value

Iinternal Rate of Return

Profitability Index

Berdasarkan Pendekatan Keuntungan Akuntansi

ARR (Average/Accounting

Rate of Return)

25

b. Pengembalian atas Investasi atau Aset (Return On Investment)

Menurut Soeharto (1998) Return On Investment (ROI) adalah

perbandingan dari permasukan (income) per tahun terhadap dana

investasi.

ROI =Pemasukan neto sebelum pajak

Biaya pertama x 100%

Semakin besar nilai ROI suatu rencana investasi maka semakin

disukai oleh calon investor. Pengguna kriteria ini sebaiknya terlebih

dahulu menentukan berapa besar nilai ROI yang akan menjadi

patokan/acuan.

c. Indeks Keuntungan (Profitability Index)

Parameter ini menghitung perbandingan antara nilai sekarang

penerimaan-penerimaan kas bersih di masa datang dengan nilai

sekarang investasi (Christina et al., 2001).

PI =푃푉 표푓 푝푟표푐푐푒푑푃푉 표푓 푂푢푡푙푎푦푠

atau

PI =푃푉 표푓 푁퐶퐹푃푉 표푓 퐼

Suatu usulan investasi dikatakan layak diterima bila nilai

indeks keuntungan (PI) lebih besar dari satu (PI > 1). Keuntungan

perhitungan PI adalah menggunakan arus kas sebagai dasar

perhitungan, memperhatikan nilai waktu dari uang, konsisten dengan

tujuan perusahaan yaitu memaksimumkan kekayaan pemegang saham

(Christina et al., 2001).

26

d. Periode Pengembalian Modal (Payback Period)

Payback Period (PBP) adalah suatu metode yang diperlukan

untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan

aliran kas (Umar, 2007).

Metode PBP mengukur seberapa cepat suatu investasi bisa

kembali. Kriteria penilaian yang digunakan adalah kriteria investasi

yang dinilai berdasarkan arus kas kumulatif yang akan diterimanya

sehingga sampai dengan investasi semula (Christina et al., 2001).

PBP =퐶푎푝푖푡푎푙 푂푢푡푙푎푦푠

푁푒푡 퐶푎푠ℎ 푃푟표푐푐푒푑푠

e. Break Even Point (BEP)

Laba perusahaan merupakan selisih antara penjualan dan biaya

dalam periode akuntansi tertentu. Oleh karena itu, perencanaan laba

dalam suatu periode akan berhubungan dengan perencanaan atas

penjualan dan biaya pada periode yang bersangkutan. Analisis BEP

merupakan teknik perencanaan laba dalam jangka pendek atau dalam

satu periode akuntansi tertentu dengan mendasarkan analisinya pada

variabilitas penjualan (Christina et al., 2001).

Dalam menghitung BEP biasanya ada tiga pendekatan yang

digunakan, yaitu pendekatan persamaan, pendekatan marjin

kontribusi, dan pendekatan grafik.

1. Pendekatan persamaan

BEP (unit) =퐹퐶

푃 − 푉퐶 푝푒푟 푢푛푖푡

Keterangan:

FC = total biaya tetap (Fixed Cost)

P = harga jual per unit (price)

VC = biaya variabel (Variable Cost)

27

2. Pendekatan marjin kontribusi

BEP (unit) =퐹퐶

푀퐾 푝푒푟 푢푛푖푡

Keterangan :

FC = total biaya tetap (Fixed Cost)

MK = harga jual per unit dikurangi biaya variabel per unit

3. Pendekatan grafik

Dengan pendekatan grafik, BEP digambarkan sebagai titik

perpotongan antara garis penjualan dan garis biaya total.