bab ii tinjauan pustaka 2.1. klasifikasi tanaman karet

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Karet Tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) merupakan tanaman penghasil lateks yang menjadi sumber bahan karet dan spesies terpenting dalam genus Hevea, karena 99% karet alam dunia berasal dari spesies ini (Williams,1982). Klasifikasi tanaman karet adalah: Divisi : spermatophyta, Subdivisi: angiospermae, Kelas: dicotyledoneae, Ordo: euphorbiales, Family: euphorbiaceae, Genus: hevea, Spesies: Hevea brassiliensis Muell. Arg. (Setiawan dan Andoko, 2005) 2.2. Benih Karet untuk Sumber Bahan Tanaman Balai Penelitian Karet Sembawa telah menghasilkan klon-klon karet unggul yang direkomendasikan untuk periode tahun 2010-2014. Sistem rekomendasi disesuaikan dengan Undang-Undang No.12 Tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman yang menyebutkan bahwa klon/varietas yang dapat disebarluaskan kepada pengguna harus berupa benih bina. Untuk memperoleh benih karet bermutu kriteria yang harus dipenuhi adalah: berasal dari klon yang sudah teruji baik sebagai batang bawah, mudah diokulasi, kompatibel, perakaran

Upload: trancong

Post on 30-Dec-2016

274 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Karet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Tanaman Karet

Tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) merupakan tanaman

penghasil lateks yang menjadi sumber bahan karet dan spesies terpenting dalam

genus Hevea, karena 99% karet alam dunia berasal dari spesies ini

(Williams,1982).

Klasifikasi tanaman karet adalah:

Divisi : spermatophyta,

Subdivisi: angiospermae,

Kelas: dicotyledoneae,

Ordo: euphorbiales,

Family: euphorbiaceae,

Genus: hevea,

Spesies: Hevea brassiliensis Muell. Arg.

(Setiawan dan Andoko, 2005)

2.2. Benih Karet untuk Sumber Bahan Tanaman

Balai Penelitian Karet Sembawa telah menghasilkan klon-klon karet

unggul yang direkomendasikan untuk periode tahun 2010-2014. Sistem

rekomendasi disesuaikan dengan Undang-Undang No.12 Tahun 1992 tentang

sistem budidaya tanaman yang menyebutkan bahwa klon/varietas yang dapat

disebarluaskan kepada pengguna harus berupa benih bina. Untuk memperoleh

benih karet bermutu kriteria yang harus dipenuhi adalah: berasal dari klon yang

sudah teruji baik sebagai batang bawah, mudah diokulasi, kompatibel, perakaran

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Karet

14

yang baik, kemurnian klon minimal 95%, matang fisiologis dengan umur tanaman

10 - 25 tahun (Direktorat Tanaman Tahunan, 2013).

Klon adalah tanaman yang diperoleh dari bagian–bagian vegetatif suatu

pohon induk sehingga memiliki sifat yang sama dengan pohon induknya (Tumpal

dan Suhendry, 2013). Balai Penelitian Karet Sembawa telah menghasilkan klon-

klon karet unggul yang direkomendasikan untuk periode tahun 2010-2014, di

antaranya adalah klon PB 260. Klon ini telah teruji hingga 2,1 ton karet kering per

hektar per tahun. Selain itu klon PB 260 juga memiliki ketahanan terhadap angin

karena perakarannya yang kuat. Hal ini menjadikan klon PB 260 sangat baik

dijadikan sebagai batang atas atau entres bahkan sebagai batang bawah. Sebagai

klon yang unggul sebagai batang bawah dan batang atas, perbanyakan secara

okulasi sangat penting dilakukan pada klon ini karena dapat mempercepat masa

TBM dibandingkan perbanyakan melalui benih. Menurut Balai Penelitian

Sembawa (2009), kesalahan penggunaan batang bawah dapat menurunkan

produksi hingga 40%.

2.2.1. Perkembangan benih karet

Tanaman karet berbunga dan berbuah dua kali dalam setahun. Balai

Penelitian Sembawa (2009) melaporkan bahwa benih karet yang masih muda,

yakni 16 minggu setelah penyerbukan mengandung kadar air 66%, tetapi terus

menurun hingga mencapai masak fisiologis. Biasanya masa reseptif bunga jantan

dan betina bunga tanaman karet tidak sama sehingga keberhasilan pembuahan

secara alami pada tanaman karet sangat rendah, yaitu rata-rata 4% dari hasil

persilangannya (Cicero dan Filho, 2007). Pada saat benih jatuh, kadar air benih

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Karet

15

karet akan mencapai keseimbangan dengan lingkungannya, yaitu sekitar 30-55%.

Didit dan Agus, (2006) menyatakan bahwa pemungutan dan pengumpulan benih

untuk kebutuhan batang bawah dilakukan setiap dua hari sekali, agar benih yang

diperoleh tetap segar dan daya tumbuhnya tinggi. Benih yang jatuh diluar areal

pembatas kebun benih tidak dipungut, karena dikhawatirkan tercampur dengan

benih dari klon yang bukan anjuran sebagai sumber batang bawah.

2.2.2. Benih Rekalsitran

Banyak spesies tanaman yang memiliki benih tergolong rekalsitran yang

mempunyai nilai ekonomi penting salah satunya adalah benih karet (Hevea

brassiliensis, Muell-Arg). Benih rekalsitran mempunyai masa hidup yang singkat

dan sukar untuk disimpan sebab kadar airnya tinggi sehingga mudah

terkontaminasi serangan jamur dan lebih cepat mengalami kemunduran. Apabila

disimpan pada suhu di bawah nol akan menyebabkan terbentuknya kristal es yang

dapat merusak membran sel dan terjadi pecahnya dinding sel (Watson, 2000).

2.2.3. Permasalahan Sifat Benih Rekalsitran

Kozeko dan Troyan, (2007) menyatakan bahwa permasalahan sifat

fisiologi benih rekalsitran dalam pengelolaan benih adalah memiliki kadar air

yang tinggi, yakni 30%-70% sehingga tidak memiliki masa dormansi. Benih

rekalsitran tidak mampu menahan dehidrasi atau pengeringan berlebih (desikasi)

dan akan segera kehilangan viabilitasnya pada kadar air 12-30%, dan akan mati

bila kadar air hingga mencapai angka di bawah nilai titik kritis yaitu 12%

(Delgado dan Barbedo, 2012), dan tidak toleran pada suhu rendah (Varghese et

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Karet

16

al., 2004). Bila disimpan pada suhu di bawah 0°C akan menyebabkan

terbentuknya kristal es yang dapat merusak membran sel (Mahardhika, 2015).

Daya simpan yang rendah pada benih karet yang tergolong benih

rekalsitran juga menjadi faktor pembatas, terutama benih-benih tersebut melalui

masa simpan atau konservasi sebelum ditanam (Cochrane et al., 2002). Untuk

mendapatkan daya kecambah benih karet yang cukup tinggi di lokasi penerimaan

maka masalah pengawetan benih karet dan daya simpan memiliki arti sangat

penting (Yardha et al., 2007).

2.2.4. Fisiologi Benih Rekalsitran

Salah satu masalah yang dihadapi dalam penyediaan benih karet bermutu

adalah penyimpanan. Menurut Pammenter dan Berjak (2008), masalah yang

dihadapi dalam penyimpanan benih makin kompleks sejalan dengan tingginya

kadar air benih. Beberapa faktor yang mempengaruhi ketahanan simpan benih

rekalsitran antara lain: a)kadar air benih, b)viabilitas awal dari benih, c)suhu

penyimpanan, - kelembaban, d) cahaya, e) mikroorganisme, dan f) akumulasi gas

disekitar benih. Kadar air yang tinggi pada benih karet memacu laju respirasi

benih sampai suatu saat lajunya dihambat karena terjadinya beberapa hal seperti

kehabisan cadangan nutrisi, inaktivasi enzim, kekurangan oksigen, atau karena

karbondioksida yang terakumulasi (Copeland dan Mc. Donald, 2001) dan (Suita,

2008). Menurut Saputra, et al., (2009), benih rekalsitaran sangat cepat kehilangan

daya simpan dan viabilitasnya, karena: a) metabolisme yang tidak seimbang

selama dehidrasi atau ketika disimpan dalam kondisi terhidrasi, b) pengeringan,

mengakibatkan integritas intraseluler struktur berkurang, c) benih dibekukan.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Karet

17

Dalam proses konservasi, benih rekalsitran dipertahankan dalam keadaan lembab

dengan kadar air 32-35%, kisaran suhu penyimpanan benih karet yang baik bila

memakai cold storage 7-10°C, karena pada kondisi ini belum mengalami

pembekuan sel.

Mc. Cormack (2004) menyatakan bahwa mutu benih dipengaruhi oleh

proses penanganannya dari produksi sampai akhir periode simpan. Dalam periode

penyimpanan. Croft et al., 2012, melaporkan bahwa benih sebagai makhluk hidup

akan mengalami penuaan dan kemunduran (deteriorasi), yang dapat dilihat dari

indikasi fisik, fisiologis dan biokimia. Indikasi fisik adalah kemurnian benih,

kadar air, dan bobot benih. Indikasi fisiologi benih yang mengalami deteriorasi

adalah terjadinya perubahan warna benih, tertundanya perkecambahan,

menurunnya toleransi terhadap kondisi lingkungan sub optimum selama

perkecambahan, rendahnya toleransi terhadap kondisi simpan yang kurang sesuai,

peka terhadap radiasi, menurunnya pertumbuhan kecambah dan meningkatnya

jumlah kecambah abnormal, diikuti dengan proses biokimia dengan perubahan

aktivitas enzim, perubahan laju respirasi, perubahan dalam cadangan makanan,

perubahan di dalam membran, kerusakan khromosom dan akumulasi bahan toksin

(Rodo, 2003).

Menurut Purnawati et al., (2014) bahwa mutu fisiologi benih dapat

menurun dengan indikasi perubahan diantaranya benih berjamur, benih

berkecambah pada penyimpanan, kadar air benih, aktivitas air, laju respirasi

benih, perubahan permeabilitas membran yakni meningkatnya nilai konduktivitas,

kekerasan benih meningkat, penurunan cadangan makanan kadar gula total, kadar

protein, kadar lemak, kadar abu, peningkatan kadar asam lemak bebas, bilangan

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Karet

18

peroksida, penurunan kekerasan benih. Hal ini berdampak pada penurunan daya

berkecambah, kecepatan tumbuh, indeks vigor, potensi tumbuh maksimum dan

fase pertumbuhan berikutnya.

2.3. Viabilitas Benih Selama Penyimpanan

Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang ditunjukkan oleh gejala

fenomena metabolismenya atau fenomena pertumbuhan benih, mencakup

viabilitas total diantaranya vigor daya simpan, viabilitas potensial, vigor kekuatan

tumbuh (Camila, 2010)

Viabilitas benih pada prinsipnya adalah salah satu sifat atau karakter benih

sebagai perwujudan integral dari berbagai kondisi dari komponen-komponen

penyusun benih sehingga nilai viabilitas ini sulit ditentukan secara langsung

(Syahabuddin, et al., 2010).

Pengujian viabilitas benih dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu

dengan melihat gejala metabolismenya atau secara langsung yaitu dengan menilai

struktur-struktur penting kecambah. Menurut Mirjana et al., (2010) bahwa,

viabilitas benih rekalsitran hanya dapat dipertahankan beberapa hari sampai

beberapa minggu saja, meskipun disimpan pada kondisi optimum. Penurunan

viabilitas benih rekalsitran sejalan dengan semakin lamanya periode pengeringan

dan penyimpanan (Asep dan Widyani, 2011). Pengiriman dan penyimpanan benih

rekalsitran dapat menyebabkan penurunan viabilitas benih bila kemasan, media,

dan kondisi penyimpanan tidak sesuai. Menurut Pammenter and Berjak (2014),

bila kadar air benih menurun drastis secara berlebihan akan terjadi penurunan

viabilitas benih yang menyebabkan daya tumbuh benih dibawah 50%. Selama

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Karet

19

penyimpanan, benih yang banyak mengandung lemak lebih cepat rusak

dibandingkan dengan benih yang banyak mengandung pati atau protein (Naning et

al., 2008). Benih karet memiliki kadar lemak cukup besar yaitu 32,3%, kadar

protein 27%, karbohidrat 15,9% (Chhay and Chiev Phiny, 2001). Proses penua-

an pada benih akan dipercepat jika disimpan pada suhu tinggi, sehingga

kebocoran membran sel-sel benih semakin tinggi dan permeabilitas sel juga

menurun, semakin tinggi tingkat kebocoran membran maka semakin rendah

viabilitas dan vigor benih (Copeland dan McDonald, 2001). Bila integritas

membran sel menurun maka konsentrasi metabolit tidak dapat dipertahankan

dalam sitoplasma. Secara fisiologi benih, kerusakan membran yang terjadi selama

pengeringan mengakibatkan pelepasan enzim-enzim hidrolitik selama absorbsi

air. Oleh sebab itu jika benih disimpan pada suhu tinggi, terjadi pengeringan yang

dapat mempercepat penurunan viabilitas benih (El-Abady et al., 2014).

Menurut Pradhan dan Badola (2012); Sumayku (2002); Justice dan Bass

(2002) dan Kartasapoetra (2003) bahwa mempertahankan viabilitas benih dalam

periode simpan, agar benih memiliki cukup energi untuk tumbuh pada saat

ditanam dengan kekuatan tumbuh dan daya kecambah yang semaksimal mungkin.

2.3.1. Vigor Benih

Vigor benih dapat dilihat dari mampunya benih setelah berkecambah

tersebut untuk bertahan hidup. Miloševic (2010), menyatakan vigor sebagai

indikator kemampuan benih untuk tumbuh menjadi pemberi informasi mengenai

kualitas fisiologi benih sementara viabilitas benih diartikan sebagai daya hidup

benih yang ditunjukkan melalui gejala metabolisme dan fenomena pertumbuhan.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Karet

20

Vigor benih dicerminkan oleh dua informasi viabilitas, masing-masing

kekuatan tumbuh dan daya simpan benih. Daya kecambah benih, potensi tumbuh

benih, kecepatan berkecambah, dan indeks vigor hipotetik menggambarkan vigor

atau tidaknya suatu benih. Kedua nilai fisiologis ini menempatkan benih pada

kemungkinan kemampuannya untuk tumbuh menjadi tanaman normal meskipun

keadaan biofisik lapangan produksi suboptimum atau sesudah benih melampaui

suatu periode simpan yang lama (Nautiyal et al., 2010).

2.4. Dormansi Sekunder (Secondary Dormancy) Benih

Bewley dan Black (2006); Leubner (2005), mendefenisikan bahwa

dormansi benih adalah keadaan dimana benih mengalami istirahat total sehingga

meskipun dalam keadaan media tumbuh benih optimum, benih tidak

menunjukkan gejala atau fenomena hidup. Benih yang berkecambah memerlukan

air, oksigen, suhu dan cahaya yang cukup. Terbatasnya salah satu dari keempat

faktor tersebut dapat merintangi proses perkecambahan benih, sehingga

pencegahan berkecambah selama penyimpanan dapat dilakukan dengan cara

mengatur ketersediaan air, oksigen, suhu dan cahaya pada tingkat tertentu.

Dormansi primer adalah dormansi yang paling sering terjadi, terdiri dari

dua sifat: a) dormansi eksogenous yaitu kondisi dimana komponen penting

perkecambahan tidak tersedia bagi benih dan menyebabkan kegagalan

berkecambah, yang berhubungan dengan sifat fisik kulit benih dan faktor

lingkungan selama perkecambahan; b) dormansi endogenous yaitu dormansi

karena sifat-sifat tertentu yang melekat pada benih, seperti kandungan inhibitor

yang berlebih pada benih, embrio benih yang rudimenter dan sensitivitas terhadap

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Karet

21

suhu dan cahaya (Koornneef et al., 2002; Hilhorst, 2007; Finch-Savage et al.,

2007).

Disamping dormansi primer, benih juga mengalami dormansi sekunder

(secondary dormancy) yakni benih yang pada keadaaan normal mampu

berkecambah, tapi bila dipendar pada suatu keadaan tidak menguntungkan selama

beberapa waktu dapat kehilangan kemampuannya untuk berkecambah (Leymarie,

et al., 2008 dan Jayasuriya et al., 2012). Dormansi sekunder menurut Savage dan

Metzger (2006), adalah sifat dormansi yang terjadi karena dihilangkannya satu

atau lebih faktor penting pada proses perkecambahan. Menurut Bewley et al.,

(2006), dormansi sekunder dapat diinduksi oleh kegelapan (skotodormancy), suhu

(thermodormancy), dan/atau cahaya (photodormancy). Mekanisme dormansi

sekunder diduga terjadi karena adanya hambatan pada titik-titik krusial dalam

sekuens metabolik menuju perkecambahan dan ketidak seimbangan antara zat

pemacu pertumbuhan dan zat penghambat pertumbuhan (Ilyas, 2007; Leymarie,

2008; dan Hoang, et al., 2012). Hal ini juga dapat terjadi pada benih non dorman,

dan mengalami kondisi yang menyebabkannya menjadi dorman (Hilhorst, 2007).

Dormansi sekunder benih-benih rekalsitran karena perubahan fisik yang

terjadi pada kulit benih yang diakibatkan dapat diinduksi oleh pengeringan yang

berlebihan sehingga pertukaran gas-gas pada saat imbibisi menjadi terbatas (Haile

dan Shirtliffe, 2014). Kadang-kadang dormansi sekunder ditimbulkan bila benih

diberi semua kondisi yang dibutuhkan untuk berkecambah kecuali satu, misalnya

kegagalan memberikan cahaya pada benih yang membutuhkan cahaya. Hoang et

al., (2012) mengemukakan bahwa kadar air benih merupakan kunci utama

mendorong dormansi sekunder.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Karet

22

2.5. Polyethylene Glycol 6000 (PEG 6000)

2.5.1. Kimia

Ayranci dan Sahin (2008) melaporkan Polyethylene Glycol (PEG) dengan

rumus molekul {(HO - CH2 - (CH2 - O - CH2)x - CH2 - OH)} merupakan senyawa

polimer berantai panjang, tidak berubah (inert), bukan ionik dan tidak beracun.

Memiliki beberapa keuntungan karena sifatnya yang inert, tidak mudah

terhidrolisis, tidak membantu pertumbuhan jamur. Bahan ini terdapat dalam

berbagai macam berat molekul dan yang paling banyak digunakan adalah PEG

200, 400, 600, 1000, 1500, 1540, 3350, 4000, 6000 dan 8000. Pemberian nomor

menunjukkan berat molekul rata-rata dari masing-masing polimernya. PEG

dengan berat molekul rata-rata 200, 400, dan 600 adalah cairan bening yang tidak

berwarna. PEG dengan berat molekul rata-rata lebih dari 1000 berbentuk lilin

putih dan padat, yang kepadatannya bertambah dengan bertambahnya berat

molekul.

2.5.2. Fisik

Berdasarkan sifat fisik dan berat molekulnya PEG tersedia dalam berbagai

formulasi, cairan, padat/lunak, serpih, bubuk, dan praktis tidak berbau dan tidak

berasa dan memiliki titik lebur yang sangat tinggi (580°F). Menurut Hutanu et al.,

(2014) bahwa dalam industri farmasi, PEG digunakan untuk melarutkan obat-

obat yang tidak larut air. Penggunaan PEG sebagai pelarut juga dapat

meningkatkan penyebaran obat di dalam tubuh manusia. PEG merupakan salah

satu jenis bahan pembawa yang sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam

suatu formulasi untuk meningkatkan pelarutan obat yang sukar larut. Bahan ini

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Karet

23

merupakan salah satu jenis polimer yang dapat membentuk komplek polimer

pada molekul organik apabila ditambahkan dalam formulasi (Knowles et al.,

2015). PEG dapat digunakan untuk melapisi kaca atau metal, dan sebagai

campuran cat serta tinta. Di dalam kehidupan sekari-hari, PEG juga dimanfaatkan

untuk pembuatan kosmetik,perlengkapan mandi, dan alat-alat rumah

tangga. Selain itu, PEG juga banyak dimanfaatkan dalam industri kertas,

bahan karet, kulit, dan tekstil. PEG dengan berat molekul cukup tinggi (5000

sampai 10.000) dipakai dalam skrining tanaman tahan kekeringan, karena akar

mengalami kesulitan menyerap air pada konsentrasi PEG tertentu. Polimer PEG

tidak bersifat racun dan tidak membahayakan protein aktif atau sel walaupun

polimer sendiri berinteraksi dengan membran sel.

2.5.3. PEG 6000 Sebagai Pelapis Benih

Technical Data Sheet (2011), melaporkan bahwa, senyawa-senyawa PEG

yang paling umum digunakan dalam penelitian fisiologi tanaman dan benih adalah

PEG 4000 dan PEG 6000. Menggantikan peran serbuk gergaji lembab untuk

benih kakao telah dicoba menggunakan senyawa penghambat perkecambahan

seperti PEG 6000, digunakan untuk membatasi ketersediaan air dan oksigen pada

medium penyimpanan benih. Penggunaan PEG 6000 pada media konservasi benih

kakao telah diteliti oleh (Raharjo, 1986) dan diperoleh bahwa PEG dapat

digunakan sebagai absorben dan meningkatkan daya simpan benih kakao. Aniat-

ul-Haq et al., 2010 mengemukakan bahwa sulitnya air masuk ke dalam sel makin

besar dengan meningkatnya konsentrasi PEG yang digunakan karena semakin

tinggi penurunan potensial air dalam medium. PEG sebagai Osmotic

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Karet

24

Adjustment/OA dan molekul yang unabsorbable inert dan dapat membentuk

senyawa kompleks yang stabil dan dapat mencegah terjadinya pengikatan

dibandingkan dengan senyawa lain. Penambahan bahan kimia pada lapisan kulit

luar benih rekalsitran kakao dilaporkan oleh Kurniawan (2011) bahwa bahan

bersifat hidrogel berguna untuk perpindahan masa uap air, gas O2 & CO2 dan

sebagai anti fungi sehingga benih yang terlapisi dapat mempertahankan

viabilitasnya.

Dengan mengatur konsentrasi PEG dapat diketahui konsentrasi yang sama

atau hampir sama dengan nilai osmotik benih karet (isotonis) sehingga dapat

digunakan untuk membatasi ketersediaan air dan oksigen medium perkecambahan

sehingga perkecambahan benih tidak terjadi.

Namun sebelumnya untuk benih karet belum ada dilakukan penelitian

seperti itu demikian juga untuk benih karet yang telah dikupas. Pelapisan benih

karet dengan PEG 6000 mulai digunakan oleh Charloq, (2004, 2008) untuk

menemukan bahwa larutan PEG 6000 dapat digunakan sebagai penghambat

perkecambahan benih karet GT1 dengan dua metode penyimpanan.

2.6. Pertumbuhan Berbasis Benih Pada Tanaman Karet

2.6.1. Perkecambahan

Perkecambahan adalah proses pertumbuhan embrio dan komponen-

komponen benih yang memiliki kemampuan untuk tumbuh secara normal menjadi

tumbuhan baru. Dalam tahap ini, embrio di dalam benih yang semula berada pada

kondisi dormansi mengalami sejumlah perubahan fisiologis yang berkembang

menjadi tumbuhan muda. Perkembangan tanaman pada fase kecambah di

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Karet

25

definisikan oleh Terzi (2009), sebagai munculnya embrio dari benih dan proses

perkecambahan dipicu oleh berbagai kegiatan anabolik dan katalitik, ditandai oleh

perubahan dinamika biomekanik bersama-sama dengan perubahan sangat awal

dalam transkripsi, kadar protein, dan hormon yang mengatur fase untuk kejadian

berikutnya.

Perkecambahan benih karet berdasarkan posisi kotiledon dalam proses

perkecambahan adalah perkecambahan epigeal. Pada epigeal hipokotil tumbuh

memanjang, akibatnya kotiledon dan plumula terdorong ke permukaan tanah.

Benih akan melewati proses perkecambahan yang kompleks, meliputi

imbibisi, difusi diliputi penyerapan oksigen merupakan awal dari metabolisme

(Manz et al., 2005). Hay et al. (2003) mengemukakan bahwa keadaan fisiologis

benih ditentukan oleh mRNA yang ada di dalam benih yang dijabarkan setelah

imbibisi, awal setelah imbibisi secara masif muncul perubahan transcriptome,

yang diatur oleh suhu lingkungan, cahaya, dan hormon tanaman. Rajjou et al.,

(2012) menyatakan bahwa, hormon-hormon asam absisat dan giberelin

memainkan peran utama dalam mengatur proses perkecambahan awal benih.

Gambar 2: Kecambah Karet Gambar 3: Fase Perkecambahan Epigeal

Penurunan beberapa parameter perkecambahan pada benih dengan umur

simpan mungkin terjadi akibat hilangnya kekuatan yang disebabkan oleh

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Karet

26

pemecahan struktur-struktur pelindung. Hartawan et al., (2011) menyatakan

bahwa penurunan cadangan makanan menyebabkan substrat untuk respirasi

menurun sehingga energi yang dihasilkan tidak mencukupi proses perkecambahan

fisiologis. Laporan Moncaleano-Escandon, et al., (2013), menyatakan sejalan

dengan masa penyimpanan benih, kandungan cadangan makanan benih menurun

dan diikuti dengan menurunnya viabilitas dan vigor benih.

2.6.2. Bahan Tanaman untuk Batang Bawah

Pedoman Teknis Pengembangan Tanaman Karet Tahun 2013 (Nasir,

2013) bahwa pertumbuhan dan perkembangan bibit di tingkat nurseri merupakan

tahapan penyiapan bibit bagi pengembangan tanaman perkebunan sebab

produktivitas tanaman karet salah satu ditentukan oleh mutu bahan tanaman yang

ditanam. Pengujian fase pembibitan di lapangan dapat menggambarkan kondisi

nyata bagi pertumbuhan bahan tanaman sebagai bahan batang bawah (rootstock).

Persiapan batang bawah pada usaha tanaman karet adalah suatu kegiatan untuk

memperoleh bibit yang perakarannya kuat dan daya serap hara yang baik.

Pemilihan klon untuk batang bawah menjadi salah satu kunci sukses

menghasilkan bibit okulasi yang dikemudian hari bisa menghasilkan produksi

yang tinggi. Oleh sebab itu dianjurkan untuk batang bawah sebaiknya berasal dari

benih klon anjuran dari sumber-sumber yang jelas. Balai Penelitian Karet

Sembawa Sumatera Selatan, menganjurkan agar menggunakan batang bawah

yang berasal dari benih propeligitim. Yakni benih yang tetua betinanya dapat

dikenal, sedangkan tetua jantannya dapat diperkirakan, yaitu klon yang berada

disekitar tetua betina. Untuk batang bawah digunakan benih propeligitim dari

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Karet

27

klon-klon diantaranya AVROS 2037, GT1, PB 260 DAN PB 330. Dengan

memperhatikan hal-hal tersebut maka akan diperoleh bibit unggul, jika batang

bawah yang diperoleh diokulasi dengan entres dari klon-klon ungulan.

2.6.3. Pembuatan bibitan karet pada masa sekarang.

Pembuatan bibit karet pada masa sekarang umumnya dilakukan melalui 2 cara

yaitu:

1. Ground Nursery, adalah pembibitan dimana biji karet dari persemaian langsung

di tanam ke tanah, dan sesudah mencapai umur tertentu tanaman tersebut

diokulasi. Setelah okulasi berhasil, tanaman dicabut dan kemudian ditanam lagi

ke dalam polybag, Dari tanaman polybag tersebut dihasilkan bibit yang siap

untuk ditanam langsung ke lapangan, saat penanaman tentu saja bibit harus

sudah memenuhi syarat dan kriteria tertentu.

2. Polybag Nursery. Berbeda dengan polybag langsung, pada system pembibitan

ini, biji yang sudah di semai langsung di tanam ke dalam polybag, sesudah

memenuhi kriteria tertentu, tanaman kemudian di okuasi. Dan dari hasil okulasi

tersebut, tanaman bisa langsung ditanam ke lapangan sesudah memenuhi syarat

dan kriteria tertentu.

2.6.4. Pemindahan Bibit dari Pre-Nursery ke Main-Nursery (Pedoman Teknis Pengembangan Tanaman Karet Tahun 2013)

Pemindahan sebaiknya dilakukan pada umur yang tepat yaitu 3-3,5 bulan

(atau bibit berdaun 3-4 helai). Pemindahan bibit berumur muda dapat

meningkatkan resiko kematian/kerusakan bibit, sedangkan pemindahan bibit

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Karet

28

berumur > 5 bulan menyebabkan stagnasi dan biasanya bibit telah mengalami

etiolasi di pembibitan pre-nursery.

Menggunakan bahan tanam karet yang bermutu merupakan kunci sukses

menuju agribisnis karet yang menguntungkan secara berkesinambungan.

Kesalahan dalam memilih bahan tanam karet akan dirasakan selama umur

ekonomis tanaman. Dalam Pedoman Teknis Pengembangan Tanaman Karet

Tahun 2013 (Nasir, 2013) menyatakan bahwa penggunaan bibit tidak bermutu

akan berakibat:

1. Tanaman yang tidak berkualitas memiliki heterogenitas tinggi

2. Pertumbuhan lambat dan produktivitas lambat

3. Pemeliharaan yang optimal tetap tidak memberikan manfaat

4. Tidak ada sistem eksploitasi yang mampu memberikan hasil tinggi dalam

jangka panjang secara konsisten.

Sehingga penggunaan benih berkualitas yang membawa sifat genetik unggul (klon

unggul) mutlak harus dilaksanakan. Bibit bermutu haruslah secara fisik memenuhi

ukuran pertumbuhan yang normal, secara fisiologi memiliki daya hidup yang baik

dan secara genetis terdiri dari klon yang asli dan murni.

2.6.5. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Bibit Batang Bawah

Cardinal et al., 2007.menyatakan bahwa semua proses tumbuh dan

perkembengan tanaman tergantung pada air. Unsur hara yang diperlukan tanaman

dari tanah terlarut kedalam air sebelum dapat diserap oleh akar yang seterusnya

diangkut kesemua bagian tanaman. Jika suplai hara terhambat maka juga akan

menghambat pertumbuhan tinggi tanaman karena fosintesis akan terganggu maka

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Karet

29

dengan itu jaringan meristematiknya juga akan kekurangan energi untuk

menghasilkan sel-sel baru. Pertambahan ukuran sel menghasilkan pertambahan

ukuran jaringan, organ dan akhirnya meningkatkan ukuran tubuh tanaman secara

keseluruhan maupun berat tanaman tersebut. Peningkatan pembelahan sel

menghasilkan jumlah sel yang lebih banyak. Jumlah sel yang meningkat,

termasuk di dalam jaringan pada daun, memungkinkan terjadinya peningkatan

fotosintesis penghasil karbohidrat, yang dapat mempengaruhi bobot tanaman.

Pertumbuhan dan perkembangan bibit di tingkat nurseri merupakan

tahapan penyiapan bibit bagi pengembangan tanaman perkebunan sebab

produktivitas tanaman karet ditentukan salah satu oleh mutu bahan tanaman/bibit

yang ditanam. Pengujian fase pembibitan di lapangan dapat menggambarkan

kondisi nyata bagi pertumbuhan bahan tanaman sebagai bahan batang bawah

(rootstock). Persiapan batang bawah pada usaha tanaman karet adalah suatu

kegiatan untuk memperoleh bibit yang perakarannya kuat dan daya serap hara

yang baik. Pertambahan tinggi hanya bisa diperoleh dari bibit klon unggul yang

telah melewati uji coba di lapangan.

Metode penentuan fase pertumbuhan bibit karet yang umum digunakan

antara lain adalah, menganalisis fase pertumbuhan berdasarkan tinggi tanaman,

jumlah daun dan diameter batang.

2.6.6. Pertumbuhan tinggi bibit, diameter batang dan daun batang bawah

Sesuai hasil laporan Dongling Qi (2014) bahwa hasil produk pertumbuhan

dapat diukur secara sederhana dengan pertambahan keseluruhan tanaman atau

bagian-bagian tanaman lain. Pertumbuhan dalam pengertian yang lebih luas

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Karet

30

merupakan perkembangan sel-sel baru sehingga terjadi pertambahan ukuran dan

differensiasi jaringan. Pertumbuhan berarti pertambahan ukuran. Pertambahan

ukuran pada batang merupakan hasil perbesaran ke satu arah, yaitu ke arah

memanjangnya, sehingga tanaman tampak memanjang atau bertambah tinggi; dan

Menurut Rodrigues et al., (2010) bahwa peningkatan jumlah sel

menyebabkan pertumbuhan batang lebih cepat, sehingga dihasilkan batang yang

lebih panjang. Giberelin akan menstimulasi pemanjangan sel karena adanya

hidrolisis pati yang dihasilkan dari giberelin akan mendukung terbentuknya -

amilase. Sebagai akibat dari proses tersebut, maka konsentrasi gula meningkat

yang mengakibatkan tekanan osmotik di dalam sel menjadi naik, sehingga ada

kecenderungan sel tersebut berkembang.

Menurut Nieminen et al., (2015) bahwa, kombinasi IAA dan GA3 akan

meningkatkan aktivitas pembelahan kambium dan diferensiasi penuh pada xilem

dan floem. Meristem apikal secara langsung membentuk jaringan ikatan

pembuluh yang berupa xilem primer dan floem primer. Pertumbuhan diameter

batang terjadi akibat pembelahan dan perkembangan sel kambium pembuluh dan

sangat dipengaruhi oleh suplai hara dari media tumbuh.

Hal ini diperkuat oleh pendapat Miyashima et al., (2013) yang menyatakan

bahwa pertambahan lebar batang juga disebabkan oleh aktivitas kambium dalam

menghasilkan xilem dan floem sekunder.

Peningkatan pembelahan sel dan pertumbuhan sel pada fase bibit

mengarah kepada pemanjangan batang dan juga perkembangan daun muda (Chih

Liang et al., 2014). Jumlah daun dipengaruhi juga oleh genotip yang merupakan

faktor internal dari tanaman dan lingkungan, menurut Blue et al., (2015) tanaman

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Karet

31

yang berasal dari induk berdaun sedikit dan lebar biasanya menghasilkan anakan

yang tidak jauh berbeda dengan induknya, begitu juga sebaliknya. Salah satu

pengaruh faktor lingkungan adalah cahaya, tanaman yang berada pada lingkungan

dengan penyinaran yang baik bisa menghasilkan jumlah daun yang lebih banyak

sebagai akibat dari proses fotosintesis yang berjalan lancar sehingga fontosintat

yang dihasilkan banyak. Adanya fotosintat yang banyak salah satunya digunakan

untuk meningkatkan aktivitas meristematis pada pembentukan primordia daun.

Adanya pembesaran sel mengakibatkan ukuran sel yang baru lebih besar dari sel

induk. Peningkatan pembelahan sel menghasilkan jumlah sel yang lebih banyak.

Jumlah sel yang meningkat, termasuk di dalam jaringan pada daun,

memungkinkan terjadinya peningkatan fotosintesis penghasil karbohidrat, yang

dapat mempengaruhi bobot tanaman.

2.7. Okulasi

2.7.1. Saat Pelaksanaan okulasi

Okulasi adalah suatu proses penempelan mata tunas dari klon-klon anjuran

pada batang bawah yang terpilih sehingga dapat memberikan hasil sesuai harapan.

Pelaksanaan okulasi pada tanaman karet didasarkan pada ukuran diameter batang

dan umur batang bawah. Okulasi dini (2 – 3 bulan), okulasi hijau (4 – 6 bulan)

dan okulasi coklat (8 – 10 bulan). Okulasi yang telah berumur 21 hari dibuka

verban okulasinya dan diperiksa apakah tunas okulasi hidup atau mati. Okulasi

yang berhasil ditandai dengan perisai yang masih hijau, apabila digores sedikit

perisai masih terlihat segar. Apabila menunjukkan warna hitam dan perisai terlihat

membusuk berarti okulasi tidak berhasil (Boerhendy, 2013). Menurut Lahoty,

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Karet

32

2013 bahwa dalam melakukan grafting, perlu diperhatikan polaritas batang atas

(rootstock) dan batang bawah (scion).

2.7.2. Fisiologi Pertautan Okulasi

Pengertian kompabilitas adalah kemampuan dua jenis tanaman yang

disambung untuk menjadi satu tanaman baru. Bahan tanaman yang disambung

akan menghasilkan presentase kompabilitas tinggi jika masih dalam satu spesies

atau satu klon, atau bahkan satu famili, tergantung jenis tanaman masing-masing

(Stoltz and Strang, 2005).

Cholid et al., (2014) melaporkan bahwa keberhasilan okulasi dipengaruhi

oleh beberapa faktor, antara lain daya gabung, hubungan kekerabatan antara

rootstock dan scion. Keadaan ini diduga dapat mengindikasikan adanya interaksi

antara rootstock dengan scion pada okulasi tanaman karet. scion akan dapat

tumbuh baik apabila mendapat hara dari rootstock dalam bentuk dan

perbandingan yang tepat. Syarat ini akan dapat dipenuhi apabila sifat rootstock

dan scion tidak jauh berbeda. Dalam melakukan okulasi (grafting), perlu

diperhatikan polaritas batang atas (scion) dan batang bawah (rootstock). Hal lain

yang perlu diperhatikan dalam penyambungan adalah kompabilitas.

Gonçalves dan Martins, (2002) menyatakan bahwa kompatibilitas

rootstock dan scion disebabkan kesesuaian pada okulasi yang menunjukkan

hubungan jaringan vaskular, kesinambungan pembuluh yang baik dan adaptasi

floem yang baik, perpaduan jaringan vaskular dapat mendorong kelancaran aliran

mineral, nutrisi dan mengasimilasi aliran dalam tanaman.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Karet

33

Dalam laporan Janick et al., (2009) mengenai okulasi bahwa proses

pertautan dalam okulasi diawali dengan terbentuknya lapisan nekrotik pada

permukaan sambungan yang membantu menyatukan jaringan sambungan

terutama di dekat berkas vaskular. Pemulihan luka dilakukan oleh sel-sel

meristematik yang terbentuk antara jaringan yang tidak terluka dengan lapisan

nekrotik. Lapisan nekrotik ini kemudian menghilang dan digantikan oleh kalus

yang dihasilkan oleh sel-sel parenkim. Sel-sel parenkim batang atas dan batang

bawah masing-masing mengadakan kontak langsung, saling menyatu dan

membaur. Sel parenkim tertentu mengadakan diferensiasi membentuk kambium

sebagai kelanjutan dari kambium batang atas (scion) dan batang bawah

(rootstock) yang lama.

Hartman et al., (2011) and Zhang (2011), melaporkan bahwa, agar proses

pertautan tersebut dapat berlanjut, sel atau jaringan meristem antara daerah

potongan harus terjadi kontak untuk saling menjalin secara sempurna. Hal ini

hanya mungkin jika kedua jenis tanaman cocok (kompatibel) dan irisan luka rata,

serta pengikatan sambungan tidak terlalu lemah dan tidak terlalu kuat, sehingga

tidak terjadi kerusakan jaringan.

Sejalan dengan laporan Cardinal et al., 2007 mengenai okulasi bahwa pada

bekas pelukaan okulasi area sel parenkim yang berdekatan dengan lapisan

nekrotik mulai membelah diri di berbagai titik sepanjang permukaan dalam dari

jaringan yang terluka, secara eksklusif pada bagian scion, membentuk kalus. Sel-

sel parenkim batang atas (scion) dan batang bawah (rootstock) masing-masing

mengadakan kontak langsung, saling menyatu dan membaur. Sel parenkim

tertentu mengadakan diferensiasi membentuk kambium sebagai kelanjutan dari

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Karet

34

kambium batang atas dan batang bawah yang lama. Kegiatan pembelahan sel

intensif terjadi pada kedua rootstock dan scion di wilayah okulasi diindikasikan

tidak hanya oleh proliferasi kalus di zona langsung okulasi tetapi juga oleh

hilangnya zona nekrotik. Tingginya daya kompatibilitas antara rootstock dengan

scion, rootstock mampu melakukan pertautan tempelan yang baik yang diawali

oleh pembentukan kalus, deferensiasi kalus menjadi kambium baru membentuk

jaringan vaskuler yaitu xilem dan floem, dan dengan demikian aliran mineral dan

unsur hara mampu ditranslokasikan dari tanah ke scion melalui rootstock.

Dalam hal ini roostock karet yang telah diberi perlakuan benih dapat

beradaptasi dengan baik terhadap scion ketika pertautan terjadi hal ini sesuai

dengan pernyataan Zhang (2009) dan Darikova, et al., 2011, mengemukakan

bahwa pada planlet walnut (Junglans regia) urutan penyembuhan hingga

bertautnya jaringan pembuluh batang bawah dan batang atas meliputi mulai dari

tidak berkalus, inisiasi kalus, pertemuan kalus batang bawah dengan kalus batang

atas, diferensiasi kalus menjadi kambium, disusul pertautan kedua kambium, serta

diferensiasi menjadi jaringan pembuluh dan pertautan antara keduanya.

Pada akhirnya pada variabel keberhasilan okulasi ini terbentuk jaringan

atau pembuluh dari kambium yang baru sehingga proses translokasi hara dari

rootstock ke scion dan sebaliknya dapat berlangsung kembali, sehingga jaringan

kalus dan kambium dapat tumbuh dengan baik.