laporan penelitian - balitbangda.balangankab.go.id · pendidikan di indonesia merupakan salah satu...
TRANSCRIPT
LAPORAN PENELITIAN
KAJIAN SEKOLAH ADIWIYATA DI KABUPATEN BALANGAN
Oleh Tim Peneliti
Ketua : Dr.Hj. Rabiatul Adawiah, M.Si Anggota : Dr.H.Aminuddin Prahatamaputera,M.Pd Ir. Jumar, M.P Mariatul Kiptiah, S.Pd.M.Pd Wisnu Subroto, SS.MA.
KERJASAMA ANTARA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH
KABUPATEN BALANGAN DENGAN
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN 2017
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian : Kajian Sekolah Adiwiyata di Kabupaten Balangan
Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Dr.Hj Rabiatul Adawiah, M.Si
b. NIDN : 0015016603
c. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala
d. Program Studi : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
e. Nomor HP : 081349777358
f. Alamat surel (e mail) : [email protected]
Anggota Peneliti
a. Dr.H.Aminuddin Prahatama Putera, M.Pd
b. Ir. Jumar, MP
c. Mariatul Kiptiah, S.Pd.M.Pd
d. Wisnu Subroto, SS.MA
Lokasi Penelitian : Kabupaten Balangan
Biaya Penelitian : Rp. 50.000.000 (Lima puluh juta rupiah)
Sumber Biaya : Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balibangda)
Kabupaten Balangan
Banjarmasin, Mei 2017
Mengetahui
Kepala Balitbangda Ketua Peneliti
Dr. Akhriani, M.AP Dr.Hj Rabiatul Adawiah, M.Si
NIP. 19710228 199702 1 002 NIP. 19660115 199102 2 001
Mengetahui :
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Prof. Dr. Ir. M. Arief Soendjoto, M.Sc
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………………… i
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………………. ii
KATA PENGANTAR …………………………………………………….. iii
DAFTAR ISI …………………………………………………….. iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitan ……………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………. 3
C. Tujuan Penelitan …………………………………………………… 4
D. Manfaat Penelitian …………………………………………………… 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………. 5
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ……………………………………. 12
B. Penetapan Lokasi Penelitian ……………………………………….. 12
C. Sumber dan Jenis Data …………………………………………….. 12
D. Proses Pengumpulan Data …………………………………………. 13
E. Analisis Data ……………………………………………………….. 14
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ……………………………………………………… 15
B. Pembahasan ………………………………………………………… 60
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan …………………………………………………………. 77
B. Rekomendasi ……………………………………………………….. 79
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………… 81
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Tim Peneliti dapat merampungkan seluruh
rangkaian kegiatan penelitian yang diwujudkan dalam bentuk laporan akhir.
Terlaksananya penelitian ini tidak terlepas dari dukungan penuh Pemerintah Daerah
Kabupaten Balangan dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
ULM Banjarmasin.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:
1. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Balangan
2. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat ULM
3. Dinas Pendidikan Kabupaten Balangan
4. Sekolah di wilayah Kabupaten Balangan, khususnya yang menjadi sampel
penelitian
5. Semua pihak yang telah membantu, sehingga kegiatan penelitian ini dapat
terlaksana dengan lancar.
Tim peneliti menyadari sepenuhnya bahwa sebagai manusia biasa tentunya tidak
lepas dari berbagai kekhilapan. Untuk itu dalam kesempatan ini kami menyampaikan
permohonan maaf jika seandainya dalam laporan ini terdapat berbagai kekurangan.
Akhir kata semoga laporan ini bermanfaat bagi siapa saja yang memerlukannya.
Banjarmasin, Mei 2017
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………………… i
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………………. ii
KATA PENGANTAR …………………………………………………….. iii
DAFTAR ISI …………………………………………………….. iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitan ……………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………. 3
C. Tujuan Penelitan …………………………………………………… 4
D. Manfaat Penelitian
…………………………………………………….
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
…………………………………………………..
5
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ……………………………………. 12
B. Penetapan Lokasi Penelitian ……………………………………….. 12
C. Sumber dan Jenis Data …………………………………………….. 12
D. Proses Pengumpulan Data …………………………………………. 13
E. Analisis Data ……………………………………………………….. 14
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ……………………………………………………… 15
B. Pembahasan ………………………………………………………… 60
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan …………………………………………………………. 77
B. Rekomendasi ……………………………………………………….. 79
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………… 81
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pendidikan di Indonesia merupakan salah satu prioritas utama yang
dilakukan oleh pemerintah. Hal tersebut telah dijelaskan dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. Sebab untuk menjadikan negera yang maju yang
dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas dengan mengedepankan
sistem pendidikannya. Pendidikan memiliki berbagai manfaat, salah satunya
adalah mendukung kegiatan penyelamatan bumi dan pengelolaan lingkungan.
Fenomena perubahan lingkungan pada akhir-akhir ini menjadi suatu kejadian
yang membangkitkan pemikiran kita. Beberapa kejadian musibah yang
diakibatkan menurunnya kualitas lingkungan menyebabkan kita berpikir
kebelakang dan menguhubungkan kejadian ersebut dengan proses pendidikan
selama ini. Musibah hutan gundul yang menyebabkan erosi yang mengakibatkan
banyak korban dikarenakan longsoran kedaerah pemandian yangramai
pengunjung, permasalahan polusi udara di kota besar dikarenakan banyaknya
penggunaan bermotor, sikap penduduk yang masih membuang sampah
sembarangan dan masih banyak penyimpangan perilaku yang dapat menurunkan
kualitas lingkungan. Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari
lingkungannya, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Kita bernapas
memerlukan udara dari lingkungan sekitar.
Menurut Undang-Undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 23
tahun 1997 dalam Siahaan (2004), Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang
2
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Kebersihan dan kesehatan
lingkungan sekolah perlu diwujudkan sebagai bentuk kebersamaan antara dunia
pendidikan dan pemerintah
Untuk membangkitkan kesadaran manusia terhadap lingkungan hidup di
sekitarnya, proses yang paling penting dan harus dilakukan adalah dengan
menyentuh hati. Jika proses penyadaran telah terjadi dan perubahan sikap dan
pola pikir terhadap lingkungan telah terjadi, maka dapat dilakukan peningkatan
pengetahuan dan pemahaman mengenai lingkungan hidup, serta peningkatan
keterampilan dalam mengelola lingkungan hidup. Pemerintah Indonesia
membuat suatu kebijakan yang diterapkan dalam dunia pendidikan yang tertera
dalam pasal 65 poin keempat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Di mana dalam pasal tersebut
menjelaskan bahwa “setiap orang berhak dan berperan dalam pengelolaan
lingkungan hidup”.
Menyikapi masalah tersebut dan untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman lingkungan hidup kepada peserta didik dan masyarakat, maka pada
tanggal 3 Juni 2005 telah ditandatangani Kesepakatan Bersama antara Menteri
Negara Lingkungan Hidup dengan Menteri Pendidikan Nasional. Realisasi dari
kesepakatan tersebut, pada tanggal 21 Pebruari 2006 telah dicanangkan Program
Adiwiyata, yaitu sekolah peduli dan berbudaya lingkungan.
Adiwiyata mempunyai pengertian atau makna sebagai tempat yang baik
dan ideal dimana dapat diperoleh segala ilmu pengetahuan dan berbagai norma
3
serta etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya kesejahteraan
hidup kita dan menuju kepada cita‐cita pembangunan berkelanjutan. Tujuan
program Adiwiyata adalah mewujudkan warga sekolah yang bertanggung jawab
dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui tata kelola
sekolah yang baik untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.
Adiwiyata diterapkan dalam dunia pendidikan disebabkan dalam dunia
pendidikan lebih mudah mempelajari dan menerapkan segala ilmu pengetahuan
dan berbagai norma serta etika untuk mencapai cita-cita pembangunan
berkelanjutan.
Saat ini banyak sekali sekolah yang menjalankan program sekolah peduli dan
berbudaya lingkungan (Adiwiyata), termasuk di Kabupaten Balangan, baik tingkat
pendidikan dasar maupun tingkat pendidikan menengah. Sekolah yang menjalankan
program Adiwiyata tentunya berpotensi menciptakan generasi penerus yang peduli
terhadap lingkungan hidup. Namun demikian, untuk mengetahui apakah warga sekolah
khususnya para siswa memiliki sikap yang baik terhadap perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup setelah program tersebut dijalankan, maka perlu
dilakukan kajian.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang tersebut di atas, masalah dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah implementasi program sekolah peduli dan berbudaya lingkungan
(Adiwiyata) di Kabupaten Balangan?
2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penunjang dan penghambat implementasi
program sekolah peduli dan berbudaya lingkungan?
4
3. Bagaimanakah sikap dan perilaku siswa tentang pengelolaan dan perlindungan
lingkungan hidup?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah implementasi program sekolah peduli dan berbudaya lingkungan
(Adiwiyata) di Kabupaten Balangan?
2. Mengungkap faktor-faktor yang menjadi penunjang dan penghambat implementasi
program sekolah peduli dan berbudaya lingkungan.
3. Mengetahui sikap dan perilaku siswa tentang pengelolaan dan perlindungan
lingkungan hidup?
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini mempunyai arti penting karena dapat memberikan
informasi dan pengetahuan tentang konsep sekolah adiwiyata.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Balanga, hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam mengembangkan
sekolah yang berbudaya lingkungan.
b. Bagi Sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
masukan untuk meningkatkan peran sekolah dalam membantu
pengembangan sekolah khususnya dalam pengelolaan sekolah adiwiyata.
5
c. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
masukan dalam mengoptimalkan peran guru dalam pengembangan
sekolah adiwiyata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Permasalahan Lingkungan
Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia telah diupayakan oleh
berbagai pihak sejak awal tahun 1970an. Selama ini elaksanaan Pendidikan
Lingkungan Hidup dilakukan oleh masing-masing pelaku pendidikan
lingkungan hidup secara terpisah. Dewasa ini disadari bahwa berbagai upaya
yang telah, sedang dan akan dilakukan dalam pendidikan lingkungan hidup
perlu dicermati oleh seluruh pemangku kepentingan agar efektivitas
pengembangan pendidikan lingkungan hidup menjadi lebih terencana,
konsisten dan terstruktur.
Menurut Widaningsih (Landriany, 2014) secara formal pendidikan
lingkungan hidup menjadi salah satu alternatif yang rasional untuk
memasukkan pendidikan lingkungan ke dalam kurikulum.Pendidikan
lingkungan hidup merupakan salah satu faktor penting dalam
keberhasilan dalam pengelolaan lingkungan hidup dan juga menjadi
sarana yang sangat penting dalam menghasilkan sumber daya manusia
yang dapat melaksanakan prinsip pembangunan berkelanjutan. Menurut
Nurjhani dan Widodo (Landriany, 2014) pendidikan lingkungan
dibutuhkan dan harus diberikan kepada anak sejak dini agar mereka
6
mengerti dan tidak merusak lingkungan. Hal ini dipengaruhi beberapa
aspek antara lain:
1. Aspek kognitif, pendidikan lingkungan hidup mempunyai fungsi untuk
meningkatkan pemahaman terhadap permasalahan lingkungan, juga
mampu meningkatkan daya ingat, penerapan, analisis, dan evaluasi.
2. Aspek afektif, pendidikan lingkungan hidup berfungsi meningkatkan
penerimaan, penilaian, pengorganisasian dan karakteristik
kepribadian dalam menata kehidupan dalam keselarasan dengan
alam.
3. Aspek psikomotorik, pendidikan lingkungan hidup berperan dalam
meniru, memanipulasi dalam berinteraksi dengan lingkungan di
sekitarnya dalam upaya meningkatkan budaya mencintai lingkungan.
4. Aspek minat, pendidikan lingkungan hidup berfungsi meningkatkan
minat dalam diri anak.
B. Konsep Program Sekolah Peduli dan Bebudaya Lingkungan
(Adiwiyata)
Kata adiwiyata berasal dari dua kata “adi” dan “wiyata”. adi memiliki
makna: besar, agung, baik, ideal dan sempurna. wiyata memiliki makna:
tempat dimana seorang mendapat ilmu pengetahuan, norma dan etika dalam
berkehidupan sosial. jika secara keseluruhan adiwiyata mempunyai
pengertian atau makna: tempat yang baik dan ideal dimana dapat diperoleh
secara ilmu pengetahuan dan berbagai norma serta etika yang dapat menjadi
7
dasar manusia menuju terciptanya kesejahteraan hidup kita menuju keada
cita-cita pembangunan berkelanjutan.
Program Adiwiyata adalah : salah satu program Kementrian
Lingkungan Hidup dalam rangka mendorong terciptanya pengetahuan dan
kesadaran warga sekolah dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Dalam
program ini diharapakan setiap warga sekolah ikut terlibat dalam kegiatan
sekolah menuju lingkungan yang sehat serta menghindari dampak
lingkungan yang negatif.
Sekolah adiwiyata adalah Sekolah yan peduli lingkungan yang sehat,
bersih serta lingkungan yang indah. Dengan adanya program adiwiyata
diharapkan seluruh masyarakat di sekitar sekolah agar dapat menyadari
bahwa lingkungan yang hijau adalah lingkungan yang sehat bagi kesehatan
tubuh kita.
Tujuan umum Adiwiyata adalah membentuk sekolah peduli dan
berbudaya lingkungan yang mampu berpartisipasi dan melaksanakan upaya
pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan bagi kepentingan
generasi sekarang maupun generasi masa depan. Atau menciptakan kondisi
yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran
warga sekolah, sehingga di kemudian hari warga sekolah tersebut dapat turut
bertanggung jawab dalam upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup dan
pembangunan berkelanjutan..
Sedangkan tujuan khusus adalah mewujudkan warga sekolah yang
bertanggung jawab dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan
8
melalui tata kelola sekolah yang baik untuk untuk mendukung pembangunan
berkelanjutan.
Kegiatan utama diarahkan pada terwujudnya kelembagaan sekolah
yang peduli dan berbudaya lingkungan bagi sekolah dasar dan menengah di
Indonesia. Disamping pengembangan norma-norma dasar dan antara lain:
kebersamaan, keterbukaan, kesetaraan, kejujuran, keadilan, dan kelestarian
fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam. Serta penerapan prinsip
dasar yaitu: partisipatif, dimana komunitas sekolah terlibat dalam
manajemen sekolah yang meliputi keseluruhan proses perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi sesuai tanggung jawab dan peran; serta
berkelanjutan, dimana seluruh kegiatan harus dilakukan secara terencana dan
terus menerus secara komprensif.
Untuk menjadikan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan
maka diperlukan beberapa kebijakan sekolah yang mendukung dilaksanakan
kegiatan pendidikan lingkungan hidup oleh semua warga sekolah sesuai
dengan prinsip dasar program Adiwiyata yaitu partisipatif dan berkelanjutan.
Program Adiwiyata ini adalah sebagai salah satu strategi pemberian
pendidikan lingkungan yang dilakukan pemerintah dengan maksud agar
tercipta sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan (Resa, 2014).
C. Prinsip-prinsip Dasar dan Komponen Program Adiwiyata
Prinsip dasar program adiwiyata adalah :
1. Partisipatif
Komunitas sekolah terlibat dalam manjemen yang meliputi keseluruhan
9
proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sesuai tanggung jawab
dan peran.
2. Berkelanjutan
Seluruh kegiatan harus dilakukan secara terencana dan terus menerus
secara komprehensif.
Sedangkan komponen Adiwiyata adalah :
1. Kebijakan Berwawasan
2. Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Lingkungan
3. Kegiatan Lingkungan Berbasis Partisipasif
4. Pengelolaan Sarana Pendukung Ramah Lingkungan
D. Keuntungan Program Adiwiyata
1. Mendukung pencapaian Standar Kompetensi/ kompetensi dasar dan
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Pendidikan Dasar dan Menengah.
2. Meningkatkan efesiensi penggunaan dana operasional sekolah melalui
penghematan dan pengurangan konsumsi dari berbagai sumber daya dan
energi.
3. Menciptakan kebersamaan warga sekolah dan kondisi belajar mengajar
yang lebih nyaman dan kondusif.
4. Menjadikan tempat pembelajaran nilai-nilai pemeliharaan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang baik dan benar bagi warga sekolah
dan masyarakat sekitar.
10
5. Meningkatkan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
melalui kegiatan pengendalian pencemaran, pengendalian kerusakan dan
pelestarian fungsi lingkungan sekolah
E. Konsep 5 R dalam Lingkungan
Cara Menerapkan Konsep 5 R sendiri berasal dari 5 kata dalam
bahasa Inggris yaitu Reduce (Mengurangi), Reuse (Menggunakan kembali),
Recycle (Mendaur Ulang), Replace (Menggunakan kembali) dan Replant
(Menanam Kembali). Berikut ini dijelaskan tentang konsep 5 R:
1. Recycle
Recycle atau mendaul ulang adalah kegiatan mengolah kembali atau
mendaur ulang. Pada perinsipnya, kegitan ini memanfaatkan barang bekas
dengan cara mengolah materinya untuk dapat digunakan lebih lanjut.
Contohnya adalah memanfaatkan dan mengolah sampah organik untuk
dijadikan pupuk kompos.
2. Reuse
Reuse atau penggunaan kembali adalah kegiatan menggunakan kembali
material atau bahan yang masih layak pakai. Sebagai contoh, kantong plastik
atau kantng kertas yang umumnya didapa dari hasil kita berbelanja,
sebaiknya tidak dibuang tetapi dikumpulkan untuk digunakan kembali saat
dibutuhkan. Contoh lain ialah menggunakan baterai isi ulang.
3. Reduce
Reduce atau Pengurangan adalah kegiatan mengurangi pemakaian atau pola
perilaku yang dapat mengurangi produksi sampah serta tidak melakukan pola
konsumsi yang berlebihan. Contoh menggunakan alat-alat makan atau dapur
11
yang tahan lama dan berkualitas sehingga memperpanjang masa pakai
produk atau mengisi ulang atau refill produk yang dipakai seperti aqua galon,
tinta printer serta bahan rumah tangga seperti deterjen, sabun, minyak goreng
dan lainnya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi potensi bertumpuknay
sampah wadah produk di rumah Anda.
4. Replace
Replace atau Penggantian adalah kegiatan untuk mengganti pemakaian
suatu barang atau memakai barang alernatif yang sifatnya lebih ramah
lingkungan dan dapat digunakan kembali. Upaya ini dinilai dapat mengubah
kebiasaan seseorang yang mempercepat produksi sampah. Contohnya
mengubah menggunakan kontong plastik atau kertas belanjaan dengan
membawa tas belanja sendiri yang terbuat dari kain.
5. Replant
Replant atau penamanan kembali adalah kegiatan melakukan penanaman
kembali. Contohna melakukan kegiatan kreatif seperti membuat pupuk
kompos dan berkebun di pekarangan rumah. Dengan menanam beberapa
pohon, lingkungan akanmenjadi indah dan asri, membantu pengauran suhu
pada tingkat lingkungan mikro (atau sekitar rumah anda sendiri), dan
mengurnagi kontribusi atas pemanasan global.
Dengan menerapkan konsep 5 R yang telah dibahas, kita dapat ikut
serta dalam melestarikan dan memelihara lingkungan agar tidak rusak atau
tercemar.
12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif
di samping dapat mengungkap dan mendeskripsikan peristiwa-peristiwa riil di
lapangan, juga dapat mengungkapkan nilai-nilai tersembunyi (hidden value)
dari penelitian ini. Di samping itu penelitian ini juga peka terhadap informasi-
informasi yang bersifat deskriptif dan berusaha mempertahankan keutuhan
objek yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti berada pada posisi sebagai
instrumen kunci (Lincoln dan Guba, 1985 : 198).
B. Penetapan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Balangan Provinsi Kalimantan
Selatan. Tidak semua sekolah di Kabupaten Balangan melaksanakan program
Adiwiyata, oleh karena itu sekolah yang dijadikan lokasi penelitian adalah
sekolah yang telah melaksanakan program Adiwiyata.
13
C. Sumber dan Jenis Data
1. Sumber Data
a. Key informan, yaitu informan awal atau informan kunci yang dipilih
secara purposif (purposive sampling). Pemilihan informan ini didasarkan
atas subjek yang menguasai permasalahan, memiliki data dan bersedia
memberikan data yang benar-benar relevan dan kompeten dengan
masalah penelitian. Dari informan kunci kemudian peneliti meneruskan
pengumpulan data keinforman berikutnya dan seterusnya sampai peneliti
merasa bahwa informan sudah cukup yakni jika sudah menunjukkan
kejenuhan informasi. Sebagaimana dikatakan Muhadjir (2000) bahwa
bila dengan menambah informan hanya memperoleh informasi yang
sama, berarti jumlah informan sudah cukup (sebagai informan terakhir)
karena informasinya sudah jenuh. Cara seperti ini disebut dengan teknik
Snowball Sampling yaitu informasi dipilih secara bergulir sampai
menunjukkan tingkat kejenuhan informasi atau disebut juga dengan
theoritical sampling.
b. Tempat dan peristiwa, sebagai sumber data tambahan yang dilakukan
melalui observasi langsung terhadap tempat dan peristiwa yang berkaitan
dengan pelaksanaan kegiatan
2. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini meliputi kata-kata atau cerita langsung
dari para informan penelitian, tulisan dari berbagai dokumen. Keterangan berupa
kata-kata atau cerita langsung dari informan dijadikan sebagai data primer
14
(utama), sedangkan tulisan atau data dari berbagai dokumen dijadikan data
sekunder (pelengkap).
D. Proses Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif ini peneliti sendiri yang menjadi instrumen
utama yang turun ke lapangan serta berusaha sendiri mengumpulkan informasi
baik melalui observasi maupun wawancara. Wawancara dilakukan secara
terbuka dan tak terstruktur.
Untuk memudahkan pengumpulan data, peneliti menggunakan alat bantu
berupa catatan lapangan, tape recorder, kamera foto dan pedoman wawancara.
Selain wawancara, juga dilakukan observasi untuk melihat kondisi
sarana dan prasarana sekolah yang melaksanakan program Adiwiyata. Di
samping itu juga digunakan teknik angket untuk mengetahui sikap siswa
berkaitan dengan lingkungan.
E. Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknis analisis model interaktif (interactive
model of analysis) dari Miles dan Huberman. Pada model analaisis interaktif ini
peneliti bergerak pada tiga komponen, yaitu reduksi data (data reduction),
penyajian data (data display) dan penarikan kesimpulan (verification).
15
BAB VI
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menyajikan hasil-hasil penelitian baik yang diperoleh melalui
wawancara, observasi, angket maupun studi dokumentasi yang terkait dengan
kajian program Sekolah Adiwiyata di Kabupaten Balangan. Penyajian diawali
dengan dengan deskripsi hasil penelitian yang diuraikan dalam sususan
pembahasan sebagai berikut : (1) Implementasi program sekolah peduli dan dan
berbudaya lingkungan (Adiwiyata) di Kabupaten Balangan. (2) Faktor-faktor
yang menunjang dan menghambat implementasi Program Sekolah Adiwiyata di
kabupaten balangan. (3). Sikap dan prilaku siswa tentang pengelolaan dan
perlindungan lingkungan hidup.
A. Hasil Penelitian
1. Implementasi Program Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan
(Adiwiyata) di Kabupaten Balangan.
Sesuai dengan kesepakatan ketika seminar proposal penelitian ini
pada tanggal 4 Mei 2017, seminar proposal itu menghasilkan sebuah
kesepakatan bahwa dari semua sekolah Adiwiyata di Kabupaten Balangan,
16
hanya sekolah yang sudah mengimplementasikan program sekolah peduli
dan berbudaya lingkungan (adiwiyata) sejak minimal dari tahun 2014 karena
ini sesuai dengan teori evaluasi yang mengatakan bahwa suatu program bisa
di evaluasi apabila program tersebut sudah berjalan minimal tiga tahun.
Maka dari itu disepakati bahwa yang menjadi sampling atau informan dalam
penelitian ini hanya sekolah-sekolah tersebut yang diambil dari tiga
kecamatan yang mewakili daerah atas, tengah, dan bawah yakni Kecamatan
Juai, Kecamatan Paringin selatan, dan Kecamatan Paringin, yang terdiri dari
SD, SMP dan SMA. Temuan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Sekolah berbasis peduli dan berbudaya lingkungan (adiwiyata)
merupakan kerjasama antara Kementrian Lingkungan Hidup dengan
Kementrian Pendidikan. Di Kabupaten Balangan ada beberapa sekolah yang
sudah terdaftar menjadi sekolah Adiwiyata sejak tahun 2010 yang
merupakan sekolah piloting untuk sekolah berbasis peduli dan berbudaya
lingkungan (adiwiyata) di kabupaten Balangan. Peneliti melakukan
wawancara dengan salah satu pegawai di Lingkungan Dinas Lingkungan
Hidup kabupaten Balangan, yakni Ibu Yulida mengenai prosedur atau
mekanisme sehingga sekolah itu bisa menjadi sekolah adiwiyata atau
menjalankan program adiwiyata tersebut, beliau mengatakan bahwa :
“Mengenai mekanisme sekolah menjadi sekolah adiwiyata itu sebenarnya
harus adanya kesadaraan dari pihak sekolah sendiri untuk mendaftar menjadi
sekolah adiwiyata, kami sangat mengapresiasi sekali apabila ada sekolah
yang atas keinginan sendiri ingin menjadi sekolah adiwiyata atau sekolah
peduli dan berbudaya lingkungan.”
17
Kemudian Beliau Menambahkan :
“Tetapi yang terjadi hingga hari ini sekolah yang atas kesadaran sendiri
untuk mendaftarkan diri menjadi sekolah yang menjalankan program
adiwiyata masih belum ada, selama ini mekanisme yang digunakan untuk
menjadi sekolah adiwiyata hanya melalui penunjukan oleh Bupati Balangan
dengan surat Rekomendasi dari Bupati Balangan yang sudah berkonsultasi
dengan SOPD Dinas Pendidikan Kota Balangan.”
Peneliti juga mewawancari bagian Dinas Pendidikan Kab. Balangan
yang kebetulan hari itu bertemu dengan Kabid Dikdas Pendidikan Kab.
Balangan Bapak Rapiul Amal, M.Pd, beliau mengatakan bahwa :
“Ada beberapa kriteria sekolah yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan atau
Bupati menjadi sekolah adiwiyata, diantaranya mengenai lokasi sekolah,
lokasi sekolah merupakna pertimbangan yang paling utama untuk
menjadikan sekolah menjadi berbasis peduli dan berbudaya lingkungan,
karena di Kabupaten Balangan merupakan salah satu daerah penghasil
tambang”. Jadi sekolah-sekolah yang berdekatan dengan lokasi tambang atau
daerah ring satu biasanya dijadikan prioritas ditunjuk menjadi sekolah
adiwiyata, tetapi tidak menuntup kemungkinan disekolah-sekolah yang jauh
dari lokasi tambang seperti di daerah ring dua dan tiga untuk tetap menjadi
prioritas untuk ditunjuk menjadi sekolah adiwiyata karena alasan lain.”
Beliau juga menambahkan bahwa :
“alasan kedua adalah dinas pendidikan juga melihat potensi-potensi guru atau
pengajar di sekolah-sekolah di Kabupaten Balangan karena program sekolah
ini sangat melibatkan guru-guru untuk membentuk tim yang nanti akan
menangani dan mengurus masalah-masalah ini. Jadi potensi guru merupakan
salah satu alasan kriteria dalam menjalankna program sekolah Adiwiata, hal
ini dilakukan untuk mencek kesiapan guru-guru yang direkomendasikan
menjadi sekolah adiwiyata di Kabupaten Balangan.”
Selain kriteria-kriteria di atas, hal yang perlu diperhatikan juga
menurut beliau adalah menyangkut sarana dan prasaran sekolah yang
ditunjuk untuk menjalankan program Adiwiyata. Beliau menambahkan
bahwa :
18
“Sarana dan prasarana sekolah merupakan salah satu kriteria yang sangat
penting, sekolah yang direkomendasikan dan ditunjuk oleh Dinas Pendidikan
menjadi sekolah adiwiyata harus memiliki sarana dan prasarana yang
memadai dan bagus untuk menunjang pelaksanaan program sekolah peduli
dan berbudaya lingkungan. Jika seadainya sekolah tidak memiliki sarana dan
prasarana yang memadai untuk program sekolah adiwiyata mana mungkin
pelaksaan program tersebut bisa berjalan dengan baik.”
Implementasi program sekolah peduli dan berbudaya lingkungan
(adiwiyata) bisa dilihat dari 4 (empat) komponen yang menjadi bahan
penilaian. Dalam artian bahwa Program sekolah peduli dan berbudaya
lingkungan dapat dilihat dan diukur melalui 4 (empat) komponen tadi, di
antaranya adalah : (1). Kebijakan Sekolah, (2) Kurikulum Sekolah, (3).
Partispasi Sekolah, (4) Sarana dan Prasarana Sekolah. Adapun yang menjadi
temuan penelitian dalam mengimplementasikan program ssekolah peduli dan
berbudaya lingkungan (Adiwiyata) di Kabupaten Balangan adalah sebagai
berikut :
a. Kebijakan Sekolah yang berwawasan lingkungan.
Untuk mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan
maka diperlukan model pengelolaan sekolah yang mendukung
dilaksanakannya pendidikan lingkungan hidup oleh semua warga sekolah
sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Program Adiwiyata yakni Partisipatif dan
Berkelanjutan maka diperlukanya kebijakan sekolah yang berwawasan
lingkungan.
Salah satu syarat menjadi sekolah Adiwiyata atau mendapatkan
penghargaan Adiwiyata yaitu sekolah harus menerapkan kebijakan yang
berwawasan lingkungan. Perumusan kebijakan berwawasan lingkungan
19
dilakukan dilakukan oleh Tim Adiwiyata di SDN 1 Juai sebagaimana oleh
Samiji tuturkan selaku Ketua Tim Adiwiyata sekolah, beliau mengatakan
bahwa :
“yang merumuskan itu Tim Adiwiyata, Pengendali Mutu dan Kepala
Sekolah. yang utama itu dari Tim Adiwiyata, kebetulan saya ketua tim-nya.
Terus untuk RAKS itu dirumuskan oleh Kepala Sekolah, Wakil Kepala
Sekolah, dan Bendahara dan tim Adiwiyata juga. Kemudian dibantu juga
Komite sekolah dan Purnawira sekolah.”
Kenudian beliau menambahkan bahwa :
“hal yang paling penting adalah bagaiamana keterlibatan semua elemen atau
warga sekolah sangat dibutuhkan dalam proses pelaksanaan program
adiwiyata ini bagaimanapin jika program adiwiyata ini hanya dibebankan
kepada tim adiwiyata sekolah maka program adiwiyata tidak akan mampu
berjalan.”
Sementara itu peneliti juga melakukan wawancara kepada ibu Rina
yang merupakan salah satu anggota tim adiwiyata disekolah tersebut, beliau
mengatakan bahwa : “kebijakan sekolah yang berwawasan dilingkungan
dapat dilihat dengan adanya visi dan misi sekolah yang memuat adanya
wawasan lingkungan di dalamnya, kemudian adanya fasilitas-fasilitas
sekolah yang mendukung program adiwyata di sekolah ini.”
Beliau juga menambahkan, bahwa : “adanya kebijakan dari kepala
sekolah untuk semua warga sekolah agar menjaga kebersihan sekolah
dengan cara menjadwalkan piket kebersihan setiap hari kepada seluruh siswa
secara bergantian setiap harinya.”
Peneliti juga mengobservasi sekolah SDN 1 Juai di sekolah tersebut
dilihat dari visi dan misi sekolah sudah sejalan dengan program adiwiyata
karena disekolah tersebut memuat visi dan misi yang berwasasan
20
lingkungan, sementara itu tumbuh-tumbuhan juga terlihat rimbun disekolah
tersebut, fasilitas tempat sampah yang memadai walaupun masih belum
sesuai dengan intruksi dari Dinas Lingkungan Hidup karena masih belum
ada pengelompokan sampah menjadi lima macam jenis. Tetapi yang sangat
disayangkan program sekolah adiwiyata disekolah juga terlihat kurang
berjalan dengan baik ini terlihat dari tidak difungsikanya Bank Sampah yang
merupakan tempat pembuangan semnetara sampah di sekolah, kemudian
tanaman-tanaman toga (obat-obatan) yang tidak terpelihara dengan baik, dan
guru-guru disekolah tesebut kurang bisa mengintegrasikan program
adiwiyata ke setiap mata pelajaran yang diajarakan di sekolah tersebut.
Seperti yang dikatakan oleh ibu Rina, bahwa : “Untuk
pengintegrasikan program adiwiyata ke setiap mata pelajaran disekolah
masih kurang berjalan dengan baik, karena guru-guru masih kebingungan
bagaimana caranya mengaitkan mata pelajaran yang diajarkan kepada yang
berwawasan peduli lingkungan.”
Hal senada juga di sampaikan oleh Bapak Kepala sekolah SMPN 1
Juai beliau mengatakan bahwa :
“peran kepala sekolah sangat berpengaruh dalam pelaksanaakn program
adiwiyata ini, dimana kepala sekolah harus membuat kebijakan-kebijakan
sekolah yang berwawasan lingkungan, tetapi sebelum itu kepala sekolah
harus mensosialisasikan program ini kepada semua warga sekolah, setelah
itu kepala sekolah membuat kebijakakn untuk membuat tim adiwiyata
sekolah yang tugasnya khusus menangani masalah-masalah lingkungan di
sekolah.”
Beliau juga sedikit menambahkan bahwa :
21
“kebijakan-kebijakan sekolah tersebut harus bersentuhan langsung dalam
peningkatan wawasan lingkungan warga sekolah di SMPN 1 Juai, kebijakan-
kebijakn yang saya keluarkan selama ini selalu berupaya untuk tetap
melaksanakan program adiwiyata misalnya mengeluarkan kebijakan adanya
hari jumat bersih, menegur apabila ada siswa yang membuang sampah dan
lain-lain.”
Selain itu beliau juga mengatakan, bahwa : “sekolah SMPN 1 Juai
merupakan sekolah yang mengikuti lomba sekolah sehat yang kiranya
program sekolah sehat juga berkontribusi dengan program sekolah adiwiyata
agar bagaimana menjadikan sekolah dan warga sekolah menjadi bersih, asri
dan sehat.”
Peneliti juga mewawancari guru Seni Budaya yang merupakan salah
satu tim guru adiwiyata disekolah tersebut :
“Bentuk program-program adiwiyata yang kami jalankan disekolah ini
seperti membersihkan lingkungan sekolah baik bergantian maupun serentak,
kemudian menanam bunga-bunga dan tanaman yang berguna dan bermanfaat
untuk memperindah sekolah, membuat taman sekolah, dan yang paling
penting adalah kami selalu mengingatkan kepada siswa agar tidak membawa
sampah dari luar ketika belanja waktu isitriahat.”
Kebijakan yang dibuat dan diambil oleh kepala sekolah dan Guru-
guru yang tergabung dalam tim adiwiyata di SMPN 1 Juai diawali dengan
mensosialisasikan program adiwiyata kepada guru-guru di SMPN 1 Juai
kemudian kepala sekolah membentuk tim adiwiyata disekolah untuk
menangani masalah-masalah tersebut. Selain itu Kepala Sekolah dan guru-
guru di SMPN 1 Juai juga berkomitmen untuk selalu melaksanakan program
adiwiyata disekolah tersebut, beliau juga mengeluarkan kebijakan setiap hari
jumat untuk melaksanakan kebersihana serentak untuk warga sekolah, yang
kegiatanya antara lain seperti membersihkan lingkungan, mengurangi
sampah plastik, menamam Bunga, dan membuat taman.
22
Hal yang nampak berbeda justru ada ketika peneliti melakukan
wawancara dan observasi ke sekolah SMAN 1 Juai, sekolah tersebut sejak
tahun 2013 merupakan sekolah yang sudah menjalankan program adiwiyata,
sepeti yang dikatakan oleh bapak Nasdi yang merupakan ketua tim adiwiyata
di sekolah terserbut beliau mengatakan bahwa :
“sekolah ini atas inisiatif sendiri ketika tahun 2013 mendaftarakan diri untuk
menjadi sekolah adiwiyata dan kebetulan saat itu kami juga mendapatkan
dana dari Adaro sebanyak 10 Juta rupiah awalnya. Dan yang kami dapatkan
itu seluruhnya kami gunakan untuk melaksanakan program sekolah
adiwiyata di sekolah ini.”
Kemudian beliau menambahkan, bahwa :
“tetapi untuk program-program sekolah adiwiyata khusus mengenai
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pimpinan dirasa masih kurang
hal ini dikarenakan adanya transisi perpindahan kepala sekolah sehingga
kebijkakan yang dikeluarkan pun berbeda dari kepala sekolah sebelumnya,
sehingga program sekolah yang terkait mengenai kebijakan sekolah
berwawasan lingkungan hanya terfokus kepada pembangunan fisik atau
sarana dan prasarana saja.”
Beliau juga mengatakan bahwa :
“Walau visi dan misi sekolah ini sudah memuat konten sekolah peduli dan
berbudaya lingkungan tetapi untuk program-program yang lain masih kurang
berjalan dengan baik, seperti guru-guru kurang berminat untuk membuat
perangkat pembelajaran yang berwawasan lingkungan dan kurang bisa
mengintegrasikan program ini ke mata pelajaran yang diajarkan. Walaupun
seperti itu kegiatan-kegiatan adiwiyata disekolah ini masih bta terlihat,
seperti adanya piket kebersihan yang dilakukan siswa secara bergantian,
adanya taman sekolah, bank sampah dan adanya tanaman obat-obatan
(toga).”
Kebijakan yang diambil oleh sekolah di SMAN 1 Juai hanya sebatas
untuk kebijakan pembangunan fisik, seperti memberikan tugas kepada siswa
untuk piket kebersihan menjaga lingkungan sekolah secara bergantian setiap
harinya, pemeliharan kebun dan taman-taman sekolah, pemelihaaaan
23
tanaman-tanaman yang lain, serta penanaman tanaman-tanaman obat-obatan.
Sementara itu untuk kebijakan-kebijakan yang lain masih dirasa belum
terlalu optimal. Seperti kebijakan untuk mewajibkan semua guru untuk
mengintegrasikan dan pembuat perangkat pembelajaran berwawasan peduli
dan berbudaya lingkungan kemudian walaupun visi dan misi sekolah
tersebut sudah memuat adanya program berwawasan peduli dan berbudaya
lingkungan. Yang terakhir adalah masih belum adanya kebijakan yang
berusaha untuk mengoptimalkan bank sampah sebagai tempat penampungan
dan pemilihan sampah disekolah tersebut.
Kemudian peneliti mendatangi ke sekolah SDN 1 Batu Piring sekolah
tersebut merupakan sekolah yang menjalankan program adiwiyata sejak
tahun 2013 dengan mendapat bantuan dari PT Adaro sebanyak
Rp.10.000.000. yang mana menurut bapak kepala Sekolah SDN 1 Batu
Piring, Beliau mengatakan bahwa :
“dana yang kami dapatkan dari Adaro tersebut sepenuhnya kami gunakan
untuk keperluan-keperluan program adiwiyata seperti untuk memperbaiki
dan membeli sarana dan prasarana sekolah yang menunjang program
tersebut, mendatangkan narasumber-narasumber untuk memahamkan guru-
guru disekolah ini mengenai program sekolah adiwiyata, serta perbaikan-
perbaikan fisik bangunan sekolah ini.”
Selain itu beliau menambahkan bahwa : “Di dalam RAPBS atau
sekarang namanya RAKS itu didalamnya harus disediakan sekitar 20%
untuk program Adiwiyata. sebesar 20% dan itu sudah ketentuan aturan.
Nahitu nanti buat inovasi- inovasi mas seperti pengelolaan sarana prasarana
ramah lingkungan,pengadaan barang.”
24
Berdasarkan hasil studi dokumen RAKS sekolah, sekolah telah
menganggarkan kurang lebih 18% dari total anggaran sekolah guna
pengelolaan program Adiwiyata di SDN 1 Batu Piring.
Perubahan Visi dan Misi sekolah yang memuat kebijakan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hal tersebut diperkuat oleh
pernyataan bapak Kepala Sekolah SDN 1 Batu Piring, beliau mengatakan
bahwa : “Kemudian kebijakan yang lain itu kita merubah visi-misi sekolah
untuk mngikuti dan memuat konten sekolah berwawasan dan berbudaya
lingkungan.”
Pernyataan di atas diperkuat lagi salah seorang guru di sekolah
tersebut yang merupakan ketua Tim Adiwiyata di SDN 1 Batu Piring yakni
bapak Saidillah beliau mengatakan bahwa : “……juga terdapat di dalam visi-
misi sekolah, banyak sekali visi-misi yang menyangkut Adiwiyata di SMA N
2 Klaten, dari visi nomor tiga sampai nomor empat itu menyangkut ke
Adiwiyata.”
Kebijakan yang berisi peraturan atau tata tertib untuk menjaga
lingkungan. Salah satu tata tertib tersebut diungkapkan oleh Kepala Sekolah,
bahwa :
“Mulai mengurangi penggunaan daya listrik, misalnya saat siang hari tidak
usah menyalakan lampu yang tidak perlu karena di Adiwiyata diwajibkan
untuk tidak boros listrik. Lalu mengurangi penggunaan AC, karena di
Adiwiyata menurut kami itu, penggunaan AC itu bisa merusak lapisan ozon,
seperti itu.”
25
Kemudian Beliau menambahkan bahwa : “membagi tempat sampah
menurut jenisnya mas, terus merawat tumbuh-tumbuhan yang ada disekolah,
tidak banyak membuang sampah, kertas dan plastik. Terus memisahkan
sampah organik, anorganik dan plastik.”
Hal yang lebih menarik terlihat ketika peneliti mendatangi sekolah
SMPN 4 Paringin, SMPN 4 paringin sudah sejak tahun 2010 menjadi
sekolah adiwiyata dan merupakan sekolah yang pertama kali yang
melaksanakan program adiwiyata di Kabupaten Balangan dan saat ini
sekolah SMPN merupakan sekolah Adiwiyata tingkat Provinsi Kalimantan
Selatan. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Edy yang merupakan ketua Tim
Adiwiyata di sekolah tersebut, beliau mengatakan bahwa :
“sekolah SMPN 4 Paringin sudah sejak tahun 2010 sudah melaksanakan
program sekolah peduli dan berbudaya lingkungan (adiwiyata) dan
merupakan sekolah pertama yang melaksanakan program adiwiyata di
Kabupaten Balangan, dengan pertama kali ditugaskan oleh Badan
Lingkungan Hidup saat itu dan mendapatkan bantuan dari PT Adaro sebesar
Rp. 50.000.000 untuk melaksanakan program adiwiata dan sekaligus
menjadi sekolah piloting untuk program tersebut dan sekarang Alhamdulillah
kita sudah menjadi sekolah Adiwiyata tingkat Provinsi dan insha allah mau
menjadi sekolah adiwiata tingkat nasional.”
Mengenai kebijakan-kebijakan sekolah yang berhubungan dengan
wawasan peduli dan berbudaya lingkungan banyak sekali kebijakan-kebijakn
yang sudah di buat dan diterapkan di sekolah tersebut, diantaran kata beliau
adalah :
“mengenai visi dan misi sekolah sudah sejak tahun 2010 sudah memuat
adanya visi dan misi yang memuat masalah kepedulian dan berbudaya
lingkungan. hal ini terlihat di dalam visi sekolah sekaligus di dalam misi
sekolah di nomer tujuh dan delapan memuat masalah sekolah peduli dan
berbudaya lingkungan.”
26
Selain sudah memuat visi dan misi sekolah yang peduli dan
berbudaya lingkungan, sekolah ini juga sudah membeuat dan menetepan
kebijakan yang berisi peraturan atau tata tertib untuk menjaga lingkungan.
Salah satu tata tertib tersebut diungkapkan oleh bapak Edy, bahwa :
“disekolah ini setiap siswa dari kelas VII sampai dengan kelas IX diwajibkan
untuk membawa bekal dari rumah, dengan begitu selain siswa kami terjamin
akan jajanya ketika istirahat sekaligus juga untuk meminimalisasi adanya
sampah-sampah yang dibawa dari luar sekolah.”
Hal ini diperkuat dengan pendapat dari beberapa siswa : “sekolah
mewajibkan kami untuk membawa bekal dari rumah, dan bekal tersebut
dimakan ketika waktu istirahat tiba, dan kami juga tidak dibolehkan untuk
jajan diluar sekolah.”
Kemudian dilanjutkan oleh siswa yang lain, mengatakan bahwa :
“wajib kami setiap hari membawa bekal untuk makan ketika isitriahat, kalau
tidak membawa bekal dan jajan diluar dan sembarang tempat kami akan
mendapatkan hukuman dari sekolah.”
Kemudian sekolah juga sudah membuat dan menetapkan kebijakan-
kebijakan yang lain yang terkait untuk mendukung implementasi program-
program sekolah adiwiyata, menurut bapak Eko beliau mengatakan bahwa :
“sekolah sering mengadakan event-event, seperti lomba-lomba cerdas cermat
bertema lingkungan, lomba memperingati hari-hari besar yang terkait dengan
lingkungan, mengadakan jalan santai sambil memungut sampah.”
Kemudian beliau menambahkan, bahwa :
27
“dan sebaliknya sekolah pun selalu mendukung dan mensupport sekolah
untuk terus terlibat dalam acara-acara yang terkait dengan sekolah
berwawasan lingkungan baik di tingkat regional maupun nasional, seperti
kami pernah mengikuti lomba yang bertema lingkungan, menjuarai beberapa
lomba seperti lomba kebersihan sekolah, sekolah sehat, cerdas cermat
bertema lingkungan dan lain-lain, selain itu kami juga selalu hadir dan
berpartisipasi apabila ada event di hari-hari besar yang bertemakan
lingkungan seperti yang pernah diadakan oleh Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Balangan.”
Kepala sekolah SMPN 4 Paringin yakni ibu Wita yang merupakan
Kepala sekolah baru yang menggantikan kepala sekolah lama yang sudah
mengimplementasikan program sekolah adiwiyata, beliau mengatakan
bahwa :
“saya akan selalu komitmen untuk menjalankan program sekolah adiwiyata
disekolah ini dengan baik kalau perlu selama kepemimpinan saya nanti
sekolah ini bisa menjadi sekolah adiwiyata mandiri dan mudahan-mudahan
saya selaku pemangku kebijakkan di sekolah ini mampu memberikan
inovasi-invoasi yang lebih baik dan kreatif lagi untuk program sekolah
peduli dan berbudaya lingkungan (adiwiyata).”
Hal yang sama juga terdapat di SMKNPP Paringin di sekolah
tersebut juga banyak dibuat dan diterapkan kebijakan-kebijakan mengenai
sekolah peduli dan berbudaya lingkungan (adiwiyata). SMKN PP sudah
mengimplementasikan program adiwiyata sejak tahun 2013 dan sekarang
sekolah tersebut sudah berstatus sebagai sekolah adiwiyata tingkat provinsi
Kalimantan Selatan. Di SMKN PP juga banyak kebijakan-kebijakan yang
dibuat untuk menjalankan program adiwiyata. Seperti yang dikatakan oleh
Bapak Kepala Sekolah SMKNPP, yakni Bapak Udin, beliau mengatakan
bahwa : “disekolah kami sering diadakan mengenai sosialisasi-sosialisasi
28
mengenai lingkungan kepada warga sekolah, baik untuk guru maupun untuk
siswa-siswa di sekolah ini.”
Kemudian beliau juga menambahkan, bahwa :
“visi dan misi sekolah kami pun sudah memuat adanya tema peduli dan
berbudaya lingkungan dengan tujuanya adalah agar siswa selalu ingat dan
membaca mengenai visi dan misi sekolah khususnya yang terkait dengan
tema lingkungan” makanya sengaja kami letakkan tepat di depan pintu
sekolah agar selalu terlihat semua warga sekolah.”
Selain kebijakan mengenai sosialisasi dan visi dan misi, SMKN PP
Kabupaten Balangan juga mengeluarkan dan menetapakan kebijakan untuk
selalu menjaga dan membersihkan lingkungan sekolah. Seperti yang
dikatakan oleh Bapak Kepala sekolah SMKN PP Balangan, beliau
mengatakan bahwa : “kami selalu menjaga kebersihan lingkungan sekolah
dengan cara memberika tugas kepada siswa dan guru yang mendampingi
secara bergantian setiap harinya, dan disekolah ini selau juga diadakan
kegiatan-kegiatan seperti menanam pohon, tanaman dan bunga.”
Kemudian SMKN PP Kabupaten Balangan ini juga sudah
mengeluarkan dan menetatapkan kebijakan untuk mengintegrasikan program
adiwiyata ke semua mata pelajaran yang di ajarkan disekolah terserbut
bahkan tidak hanya itu disekolah SMKN PP ini juga terdapat secara khusus
mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH), seperti yang dikatakan
oleh bapak Kepala Sekolah SMKN PP Balangan, beliau mengatakan bahwa :
“di sekolah ini terdapar mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH)
yang diajarkan di kelas X semester 1 sebagai bagian dari muatan local selain
itu disekolah ini guru-guru mata pelajaran diwajibkan untuk
mengintegrasikan setiap mata pelajaran yang diajarkan harus terkai dengan
wawasan lingkungan.”
29
Hal yang hampir senada juga diungkapkan oleh Kepala sekolah SDN
1 Paringin Selatan beliau mengatakan bahwa :
“SDN 1 Paringin Selatan merupakan sekolah adiwiyata tingkat nasional
yang sebentar lagi mau menjadi sekolah adiwiyata mandiri, jadi kebijakan-
kebijakan sekolah yang ditetapkan sangat banyak yang berhubungan dengan
adiwiyata, visi kita sudah sangat jelas memuat peduli lingkungan dan
berwawasan global, di dalam misi pun juga ada tiga misi sekolah yang
memuat peduli lingkungan diantaranya terdapat dalam misi sekolah nomer
lima, enam, dan tujuh sudah sangat jelas memuat konten sekolah peduli dan
berbudaya lingkungan.”
Ada sesuatu kebijakan yang berbeda dari sekolah-sekolah adiwiyata
yang lain di Kabupaten Balangan, yakni di sekolah tersebut siswa dan siswi
sekolah tersebut tidak boleh jajan atau belanja diluar sekolah, kantin dan
makanan sudah disediakan oleh pihak sekolah, seperti yang diungkapkan
oleh bapak Hasa, beliau merupakan ketua tim adiwiyata di sekolah tersebut,
beliau mengatakan bahwa : “untuk menjaga kesehatan dan kebersihan
sekolah siswa kami tidak kami bolehkan untuk jajan di luar atau membawa
makanan dari luar, siswa disediakan satu kantin yang bersih dan sehat, dalam
rangka untuk menjaga kesehatan siswa sendiri dan kebersihan lingkungan
sekolah.”
Dari hasil penelitian di atas, terlihat bahwa program kebijakan-
kebijakan sekolah yang berwawasan lingkungan di Kabupaten Balangan
adalah sebagai berikut :
1) Kepala Sekolah menetapkan kebijakan untuk mensosialisasikan kepada
warga sekolah mengenai Program sekolah peduli dan berbudaya
30
lingkungan (adiwiyata) baik secara lisan maupun tulisan dalam setiap
kegiatan-kegiatan disekolah.
2) Sekolah menetapkan kebijakan untuk membentuk Tim penanggung
jawab atau yang menangani masalah program sekolah peduli dan
berbudaya lingkungan (adiwiyata) melaui SK Tim penanggung jawab
lingkungan hidup di sekolah.
3) Sekolah menetapkan kebijakan untuk selalu komitmen dan memberikan
izin dalam mengembangkan dan mengikuti program sekolah adiwiyata
misalnya mengirimkan SDM (guru dan peserta didik) dalam seminar,
workshop, penataran, dan studi banding.
4) Visi, Misi dan tujuan sekolah sudah memuat dan mencatumkan mengenai
sekolah peduli, pengelola dan berbudaya lingkungan. Visi, Misi dan
tujuan sekolah ini juga sudah terinternalisasi dan dimengerti oleh
sekolah.
5) Membuat SK tata tertib sekolah berupa larangan merokok, larangan
membawa dan membuang sampah di lingkungan sekolah, penghematan
lisitrik di sekolah, pengelolaan kantin sehat, membuat banner visi misi
sekolah serta slogan-slogan yang berwawasan lingkungan.
6) Sekolah-sekolah adiwiyata di Kabupaten Balangan sebagian juga sudah
memiliki rencan kegiatan dan anggaran sekolah (RKAS) sebanyak 20%
dari total anggaran sekolah yang dimiliki sebagai sebagai upaya
pengelolaan dan perlindungan lingkungan sekolah.
31
b. Kurikulum Sekolah Berbasis Lingkungan
Sekolah yang peduli terhadap lingkungan, tentunya harus pula
diimbangi dengan wawasan mengenai lingkungan. Salah satu cara
meningkatkan wawasan tersebut adalah dengan melaksanakan kurikulum
berbasis lingkungan. kebijakan-kebijakan sekolah yang sudah ditetapkan
nanti akan terlihat di dalam pelaksanaan kurikulum sekolah dalam artian
bahwa guru-guru yang mengajar disekolah adiwiyata harus mampu
mengintegrasikan nilai-nilai kepedulian serta berbudaya dan berwawasan
lingkungan kesemua mata pelajaran yang diajarkan.
Di SDN 1 Juai, sepeti yang dikatakan oleh Bapak Samiji yang
merupakan koordinator tim adiwiyata sekolah SDN 1 Juai, beliau mengatakan
bahwa :
“kurikulum sekolah berbasis lingkungan disekolah ini dijalankan tetapi
sekarang lagi mandek (tidak berjalan dengan baik lagi) dikarena dulu sempat
ada isu bahwa sekolah ini akan digusur, jadi sekolah ini terganggu oleh isu
tersebut dan berakibat program adiwiyata khusunya kurikulum sekolah
berbasi lingkungan kurang bisa berjalan dengan baik.”
Hal yang sama juga dikatakan oleh salah seorang tim adiwiyata dan
guru disekolah tersebut, beliau mengatakan bahwa : “mengenai
pengintegrasian nilai-nilai peduli dan berbudaya lingkungan dalam kurikulum
dan mata pelajaran masih tidak berjalan dengan baik karena sebagaian dari
guru di sekolah ini masih belum mengerti seperti apa cara untuk
mengintegrasikan ke semua mata pelajaran.”
32
Hal yang hampir sama juga terjadi di SMAN 1 Juai, di sekolah
tersebut kurikulum berbasis kepedulian dan berbudaya lingkungan kurang
berjalan dengan baik, ada berbagai macam faktor-faktor yang melatar
belakangi alasan tidak berjalan dan berfungsi dengan baiknya kurikulum
tersebut, seperti yang dikatakan oleh Bapak Nasdi yang merupakan ketua tim
adiwiyata disekolah tersebut, beliau mengatakan bahwa :
“di sekolah ini komitmen untuk mengintegarasikan kurikulum yang memuat
nilai-nilai kepedulian dan berbudaya lingkungan ke semua mata pelajaran
masih sangat rendah, hal ini dikarenakan banyak guru yang masih belum
mengerti cara untuk mengintegrasikannya ke mata pelajaran, misalnya guru
mata pelajaran matematika dan olahraga sangat susah mengaitkan antara
matematika dan olahraga dengan lingkungan.”
Selain itu beliau menambahkan, bahwa : “proses pembelajaran
disekolah ini biasanya saja seprti sekolah biasa, walaupun sekolah ini sekolah
adiwiyata tetapi pada kurikulumnya kami masih kesulitasn dalam
mengintegrasikan nilai-nilai kepedulian lingkungan ke semua mata
pelajaran.”
Kemudian beliau juga mengunngkapan beberapa keluhan, alasan
kenapa sampai guru-guru disekolah tersebut masih belum bisa
mengintegrasikan ke semua mata pelajaran dikarenaka selama ini mereka
belum pernah mendapatkan pelatihan-pelatihan baik dari Dinas Pendidikan,
Dinas Lingkungan hidup maupun sekolah-sekolah yang sudah berstatus
sekolah adiwiyata tingkat nasional, seperti yang diungkapn beliau, bahwa :
“selama ini kami tidak pernah mendapatkan bekal pelatihan bagiamana cara
nya menjalankan kurikulum berbasis peduli dan berwawasan lingkunagn baik
33
dari dinas-dinas terkait dan sebagainya, jadi kami kebingungan karena tidak
pernah mendapatkan pelatihanya.”
Hal yang sedikit berbeda didapatkan peneliti ketika melakukan
wawancara dan observasi ke SMPN 1 Juai, seperti yang dikatakan oleh kepala
sekolah SMPN 1 Juai, beliau berkata bahwa : “Sekolah ini sudah
mengintegrasikan program adiwiyata ke dalam kurikulum tetapi
pelaksanaanya masih belum optimal, karena tidak semua guru dan mata
pelajaran bisa menyisipkan program adiwiyata ke dalam materi ajarnya.”
Kemudian beliau menambahkan bahwa : “Mata pelajaran yang sudah
mengintegrasikan program adiwiyata ke dalam bahan ajarnya adalah seperti
IPA karena pokok bahasan IPA sangat dekat dengan bahasan mengenai alam
jadi guru mudah untuk mengaitkan materi ajar dengan program adiwiyata.”
Hal yang senada juga diungkapkan oleh ibu Rina, yang merupakan
guru seni budaya di sekolah tersebut, dan beliau juga termasuk salah satu tim
penanggung jawab program adiwiyata disekolah tersebut, beliau mengatakan
bahwa : “saya masih belum bisa mengintegrasikan Program adiwiyata ke
dalam mata pelajaran saya secara maksimal, karena apa yang saya ajarkan
sangat jauh dengan tema-tema tersebut, tetapi kadang-kadang jika materi ajar
saya bisa dikaitkan dengan konsep lingkungan saya akan
mengintegrasikanya.”
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa di
sekolah tersebut kurikulum berbasis kepedulian dan berbudaya lingkungan
34
kurang berjalan dengan baik, hal ini diilihat dari keterangan-keterangan dari
kepala sekolah dan guru berikan bahwa hanya pada mata pelajaran IPA saja
guru dapat mengintegrasikan program adiwiyata dalam proses pembelajaran,
selebihnya pada mata pelajaran yang lain guru-guru masih belum bisa cara
untuk mengintegrasikan program adiwiyata ke dalam proses pembelajaranya.
Hal yang sangat berbeda adalah ketika peneliti mendatangi tiga
sekolah yang lain di Kabupaten Balangan, yakni SDN Paringin Selatan 1,
SMPN 4 Paringin, dan SMKN PP Paringin, di sekolah-sekolah tersebut
program kurikulum berbasis peduli dan berbudaya lingkungan benar-benar
dilaksanakan dengan baik, guru-guru juga mengintegrasikan ke dalam semua
mata pelajaran, dan adanya mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup
yang monolitik berdiri sendiri menjadi mata pelajaran wajib yang diajarkan di
sekolah tersebut. Seperi yang dikatakan oleh Bapak Hasan, beliau merupakan
ketua Tim penanggung jawab adiwiyata di SDN 1 Paringin Selatan, beliau
mengatakan bahwa :
“di sekolah ini sudah mengintegrasikan program adiwiyata ke dalam
kurikulum proses pembelajaran metode, model dan teknik pembelajaran
selalu berpatokan dengan program adiwiyata, misalnya dalam proses
pembelajaran bahasa Indonesia dengan tema mengkomunikasina puisi, maka
siswa dan siswi wajib mencari puisi yang bertema kan lingkungan untuk
dibacakan di depan kelas secara begantian.”
Kemudian beliau menambahkan :
“untuk mengintgerasikan program adiwiyata ke dalam mata pelajaran tersebut
guru terlebih dahulu harus memuat ke dalam intrumen pembelajaran seperti
silabus, RPP dan Laporan semester kemudia intrumen pembelajaran yang
memuat program adiwiyata tersebut dijadikan pedoman dalam pelaksanaan
proses pembelajaran.”
35
Hal yang hampir senada juga diungkapkan oleh Bapak Edy yang
merupakan ketua tim penanggung jawab program adiwiyata di SMPN 4
Paringin, beliau mengatakan bahwa :
“sejak tahun 2010 sudah diimplementasikan, baik dalam mata pelajaran
maupun penerapan kehidupan sehari-hari. Contohnya dalam silabus, di RPP,
setiap mata pelajaran terintegrasikan dengan berwawasan lingkungan
termasuk didalam mata pelajaran kita tambahkan mata pelajaran untuk
mendukung berwawasan lingkungan, yaitu Pendidikan Lingkungan Hidup
.Termasuk dalam RPP disisipkan berwawasan lingkungan untuk semua mata
pelajaan, mulai dari Bahasa Indonesia, PPKn, semuanya, bahkan IPS.”
Kemudian beliau melajutkan bahwa : “Berhubung saya juga guru
IPS, saya sisipkan juga mas, misalkan mengenai Revolusi Hijau itu, selain itu
nanti disisipkan dan diterapkan nilai-nilai atau wawasan mengenai lingkungan
dan disesuaikan dengan kompetensi dasar masing-masing.”
Pendapat dari Bapak Edy diperkuat dengan pernyataan yang
dinyatakan oleh Ibu Kepala Sekolah SMPN 4 Paringin, beliau mengatakan
bahwa :
“saya selalu memberikan rekomendasi kepada guru untuk mencari tahu lewat
media internet mengenai materi pembelajaran, berikut pengelolaanya seperti
apa, yang baik seperti apa, metode yang digunakan dalam misalnya budidaya
benih seperti apa. Selain itu sumber belajar yang kita gunakan bisa dengan
kerjsama dengan guru-guru yang bersangkutan dengan topiknya.Karena mata
pelajaran riset seperti ini juga butuh keterangan dari berbagai sudut pandang,
seperti guru kimia dan biologi.Seperti itu mas.”
Begitu juga apa yang sudah di laksanakan dan dilakukan oleh SMKN
PP Paringin, seperti yang dikatakan oleh bapak Eko, Beliu merupakan ketua
tim penanggung jawab program adiwiyata di sekolah tersebut beliau
mengatakan bahwa : “sebagai guru itu berperan aktif untuk memberikan
36
wawasan mengenai lingkungan ya Mas, khususnya untuk mata pelajaran ini,
yakni Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) yang diajarkan pada kelas X
semester 1.”
Kemudian beliau juga menambahkan, bahwa : “kebetulan saya
sebagai pengampu dalam mata pelajaran yang berkaitan dengan program
Adiwiyata. Yaitu Pendidikan Lingkungan Hidup . untuk mata pelajaran
Budidaya dan Prakarya ini sebenarnya adalah PLH, hanya saja karena
kurikulum 2013, kita mengganti namanya saja.”
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di atas dapat diketahui
bahwa kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan oleh sekolah-sekolah program
adiwiyata di Kabupaten Balangan Khusus terkait dengan pengintegrasian
konten berwawasan kepedulian dan berbudaya lingkungan kekurikulum dapat
diketahui, adalah sebagai berikut :
1) Sebagian sekolah-sekolah yang menjalankan Program adiwiyata di
Kabupaten Balangan sudah mengintegrasikan program adiwiyata kesemua
mata pelajaran diajarakan.
2) Sebagaian Sekolah dan Guru-guru sudah Menyusun perangkat
pembelajaran seperti silabus, RPP dll bertema lingkungan hidup.
3) Sebagain Sekolah sudah membentuk mata pelajaran Pendidikan
Lingkungan Hidup (PLH) secara monolitik atau berdiri sendiri sebagai
mata pelajaran yang diajarkan.
4) Mengembangkan isu local seperti Polusi, Kerusakan hutan, dan global
warming sebagai bahan pembelajaran
37
5) Menghasilkan karya nyata yang berkaitan dengan lingkungan hidup
c. Kegiatan Lingkungan Berbasis Partisipasif
Sekolah yang peduli terhadap lingkungan, tentunya harus pula
diimbangi dengan wawasan mengenai lingkungan. Salah satu cara
meningkatkan wawasan tersebut adalah dengan melaksanakan kurikulum
berbasis lingkungan. kebijakan-kebijakan sekolah yang sudah ditetapkan nanti
akan terlihat di dalam pelaksanaan kurikulum sekolah dalam artian bahwa
guru-guru yang mengajar disekolah adiwiyata harus mampu mengintegrasikan
nilai-nilai kepedulian serta berbudaya dan berwawasan lingkungan kesemua
mata pelajaran yang diajarkan, selain itu juga harus terlihat dalam kegiatan-
kegiatan lingkungan berbasis partisipatif yang pernah mereka lakukan ataupun
yang pernah mereka ikut berpartisipasi.
Di SDN 1 Juai, seperti yang dikatakan oleh Bapak Samiji, beliau
mengatakan bahwa : “banyak kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan oleh
sekolah untuk mengadakan kegiatan-kegiatan lingkungan di sekolah ini
misalnya mengadakan jumat bersih setiap minggunya dengan memberikan
kewajiban kepada seluruh warga sekolah untuk terlibat dalam proses
kebersihan (bersih-bersih sekolah).”
Kemudian beliau juga menambahkan bahwa : “tetapi hakikatnya
kebersihan itu dilakukan setiap hari oleh siswa dan warga sekolah, siswa setiap
hari bergantian perkelas untuk melakukan dan merawat kebersihan sekolah,
seperti merawat tanaman yang ada di sekolah, menyapu halaman,
membersihkan sampah dan membuang dan memilah-milah sampah.”
38
Sementara itu di SMAN 1 Juai kegiatan-kegiatan yang sudah
dilakukan oleh warga sekolah di sana dalam rangka melakukan kegiatan yang
berwawasan lingkungan seperti yang diungkapkan oleh Bapak Nasdi, Belaiua
mengatakan bahwa :
“di sekolah ini diadakan hari bersih-bersih setiap hari sabtu yang dilakukan
setiap minggunya oleh semua warga sekolah di SMAN 1 Juai, tetapi setiap hari
semua warga sekolah juga melakukan kegiatan menjaga lingkungan sekolah,
seperti menaman Pohon, Taman sekolah, Toga, Bank sampah dan lain-lain
yang dilakukan oleh siswa secara bergilirian per kelas setiap hari.”
Lain halnya dengan kegiatan-kegiatan lingkungan berbasis partisipatif
yang dilakukan di sekolah-sekolah yang menjalankan program adiwiyata
lainya di Kabupaten Balangan, seperti yang dilakukan oleh SDN Paringin
Selatan 1 , SMPN 4 Paringin, dan SMKN PP Paringin. Di sekolah-sekolah
tersebut banyak terlaksana kegiatan-kegiatan lingkungan yang partisipatif
seperti : Mengikuti Kegiatan aksi lingkungan, memperingati Kalender
Lingkungan Hidup, Mengikuti kegiatan lingkungan yang diselenggarakan
pihak luar sekolah, Mengembangkan kegiatan ektrakurikuler. Seperti yang
dikatakan oleh Ketua Tim adiwiyata di SDN Paringin Selatan 1 yakni Bapak
Hasan, beliau mengatakan bahwa :
“kita ada aksi lingkungan setiap tanggal 9, terus Jum‟at Bersih khusus untuk
karyawan. Kalo yamg menyeluruh, bersifat keseluruhan dilaksanakan pada
tanggal 9. Terus kita membentuk Satgas Adiwiyata dan saya menyebarkan
konsep “virus”. Virus yang saya maksud bukan penyakit , namun dalam artian
agar nanti menular dari siswa kesiswa bahkan bisa ke guru dan sampai
karyawan, syukur-syukur bisa sampai luar sekolah mas.”
Pernyataan diatas diperkuat oleh pernyataan dari Kepala Sekolah SDN
Paringin Selatan 1, beliau mengatakan bahwa : “ada banyak, misalkan
melaksanakan aksi lingkungan setiap tanggal 9, terus Jum‟at Bersih. Kalo
39
Jum‟at Bersih itu, nanti, khusus untuk karyawan, karyawan TU.Seperti yang
anda lihat diluar saat ini, kita melaksanakan kegiatan Jum‟at Bersih.”
Sementara itu, menurut keterangan Bapak Edy yang merupakan ketua
Tim Adiwiyata di Kabupaten Balangan, beliau mengatakan bahwa : “kami
sering berpartisipasi dalam tema hari-hari lingkungan hidup tertemtu, misalnya
anda lihat didinding ada kalender lingkungan hidup, saya punya lima program.
misalkan saja waktu hari lingkungan hidup, tanggal 5 juli, Hari Bumi, Hari Air
itu biasanya, terus Hari Pohon.”
Kemudian beliau menambahkan bahwa : “Namun tidak semua kegiatan
kalender tidak bisa diperingati, seperti yang “biasanya ada event-event atau
kegiatan kebersihan menurut kalender lingkungan hidup mas. Di depan itu kan
terpampang kalendenya mas. Tapi kenyataannya hanya beberapa yang jalan”.
Pernyataan teresebut senada dengan pernyataan dari Ibu Kepala Sekolah
SMPN 4 Paringin, beliau mengatakan bahwa : “Jadi nanti ada penanaman
pohon, kemudian hari bumi disini ibaratnya, tapi belum berjalan.”
Hal yang hampir sama juga diungkapkan oleh Bapak Eko yang merupakan
ketua Tim Adiwiyata di SMKN PP Paringin, beliau mengatakan bahwa :
“SMKN PP Paringin sering mengikuti dan mengadakan acara atau event-
event yang berkenaan dengan lingkungan, misalnya ketika memperingati hari
bumi `dengan mengadakan lomba-lomba sepeti cerdas cermat bertema
lingkungan untuk tingkat SMP di kabupaten Balangan, selain untuk
menumbuhkan pengetahuan dan kesadaran mengenai lingkungan juga sekalin
untuk promosi sekolah SMKN PP Paringin.
Kemudian beliau menambahkan, bahwa :
40
“Tujuan partisipasi dalam kegiatan lingkungan salah satunya adalah
sebagai promosi terhadap kegiatan Adiwiyata.promosi kegiatan Adiwiyata
dilaksanakan pada saat event-event ternentu dan biasanya kalau promosi
diluar itu ketika kita ada kegiatan tertentu, kita kan sering mendapatkan
istilahnya, apa itu, undangan. Seperti kemarin undangan di Karnaval hari
Bumi yang dilaksanakan Dinas Lingkungan Hidup yang tahun kemarin itu
kita memunculkan bahwa SMKN PP Paringin itu sebagai sekolah
Adiwiyata.Kemudian kita juga mendapat undangan dari rangkaian biotilik
sungai.Biotilik sungai yangdiundang disitu sekolah-sekolah Adiwiyata. Jadi
kan otomatis kita juga dapat respon dari peserta lain bahwa SMKN PP itu
sudah Adiwiyata.”
Diakhir wawancara beliau juga mengatakan bahwa :
“Kegiatan partisipasif di sekolah juga dilaksanakan
dengan mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler yang ada di
sekolah.Pengembangan tersebut dikaitkan dengan wawasan lingkungan
hidup.hal tersebut seperti yang “sekarang bisa diintegrasikan dengan kegiatan
ekstrakurikuler-ekstrakurikuler sekolah. Misalnya dalam kepramukaan,
pecinta alam kebutulan di sekolah ini terdapat ekstrakulikuler Sispala (siswa
Pencinta Alam.”
Dari hasil wawancara dan observasi di atas dapat dilihat kegiatan-
kegiatan lingkungan berbasis partisipatif yang sudah dilaksanakan di sekolah
– sekolah yang menjalankan program Adiwiyata di Kabupaten Balangan
adalah sebagai berikut :
1) Memelihara lingkungan sekolah setiap hari oleh warga sekolah.
2) Adanya program Jumat dan Sabtu bersih setiap minggu.
3) Memanfaatkan lahan dan fasilitas sekolah untuk pengelolaan LH taman,
toga, green house, bank sampah, dll)
4) Mengembangkan kegiatan ekstrakulikuler yang berkaitan dengan LH
(Pramuka, PMR dan Sispala).
5) Mengikuti kegiatan aksi lingkungan hidup yang diadakan di dalam
maupun di luar.
6) Memberikan bimbingan ke sekolah lain mengenai program adiwiyata.
41
d. Pengelolaan Sarana Pendukung Ramah Lingkungan
Ketersediaan sarana dalam rangka mewujudkan sekolah yang peduli
terhadap lingkungan sangat penting. Dengan memiliki sarana yang ramah
lingkungan, maka sekolah dapat mengatasi permasalahan lingkungan yang
menjadi isu yang sedang berkembang sekolah. Untuk mencapai tujuan
mengatasi permasalahan tersebut, tentunya diperlukan sebuah proses
pengelolaan. Di SDN 1 Juai dan SMKN PP Paringin saat ini sudah tersedia
beberapa macam sarana ramah lingkungan baik untuk mengatasi permasalahan
maupun untuk menunjang pembelajaran. Beberapa sarana tersebut berdasarkan
penuturan dari Bapak Hasan antara lain; “salah satunya itu kita Green House,
terus ada Rumah Kompos yang di depan sekolah itu, tapi sekarang baru
diperbaiki mas. Terus ada biopori dan sumur resapan.”
Kemudian beliau melanjutkan, bahwa :
““sejak awal kita akan masuk Adiwiyata, kita mulai merencanakan
pembangunan fisik dan non fisik mas. Kalo fisik itu seperti penambahan lahan
parkir agar siswa bisa parkir dengan rapi. Kemudian ada taman Adiwiyata
didepan dan kolam air di belakang. Selain itu kita juga membangun Green
House dan rumah kompos. Tujuannya adalah untuk menunjang pembelajaran
tentang adiwiyata, dalam artian Green House itu untuk budidaya tanaman dan
rumah komposnya ya buat belajar bikin pupuk organic.”
Kemudian Pernyataan di atas ditambahkan dengan pernyataan dari
Kepala Sekolah SMKN PP Paringin Selatan, beliau mengatakan bahwa :
“misalkan saja, yang untuk sarana dan prasarana itu cenderung secara khusus
mas, sekolah hanya menyediakan tempat-tampat. Seperti Rumah kompos untuk
42
pembelajaran, terus ada Green Houseitu juga buat pembelajaran sekaligus
budidaya tanaman.Terus ada sumur resapan dan biopori.”
Sementara itu ada hal yang hampir senada yang terjadi di sekolah
SMPN 4 Paringin dan SDN Paringin Selatan 1 mengenai pengelolaan Sarana
dan Prasarana, seperti yang dikatakan oleh Bapak Edy, beliau mengatakan
bahwa :
“sekolah sangat memikitrkan bagaimana cara agar sanitasi disekolah ini baik,
tentunya peserta didik juga menjadi nyaman apabila sedang jajan di kantin.Hal
ini dikarenakan letak WC atau sanitasi sekolah berada dekat dengan kedua
kantin sekolah. Untuk mendukung program Adiwiyata, kantin sekolah juga
harus dikelola agar menjadi kantin yang sehat dan ramah lingkungan.”
Untuk mencapai tujuan tersebut, sekolah telah menjalin hubungan
kerjasama bersama Puskesmas dalam kaitannya memberikan masukan kantin
yang sehat sebagaimana yang dinyatakan oleh Bapak Hasan Beliau mengatakan
bahwa : “Terus dari puskesmas hubungannya dengan kantin, makanan yang
sehat itu yang seperti apa. Jadi puskesmas juga ikut memberi saran soal
pengelolan kantin sekolah.”
Pendapat di atas diperkuat dengan keterangan Kepala Sekolah SDN
Paringin Selatan 1 dan SMPN 4 Paringin Selatan 1 , beliau mengatakan bahwa :
“Dulu juga pernah kerjasama mas sama puskesmas, bentuk kerjasamanya
memberikan saran mengenai penyediaan jajanan atau makanan untuk kantin
yang sehat.”
43
Selain mengadakan kerjasama bersama dengan puskesmas, kantin SDN
Paringin Selatan 1 dan SMPN 4 Paringin juga menerapkan kebijakan standar
kantin Adiwiyata. Beberapa kebijakan tersebut antara lain;
1) Larangan menjual rokok
2) Larangan menggunakan penyedap berlebihan.
3) Tidak menjual makanan yang mengandung Pengawet, Pewarna, Pemanis
yang membahayakan kesehatan
4) Tidak menjual minuman yang dikemas dalam botol/gelas plastic
5) Tidak melayani siswa jajan ketika pelajaran berlangsung kecuali siswa yang
istirahat jam pelajaran olah raga.
Kemudian Ibu Kepala Sekolah SMPN 4 Paringin memperkuat adanya
kebijakan mengenai standar kantin sekolah, beliau mengatakan bahwa : “buat
kualitas kantin biasanya dijaga kebersihan mas. Terus menyediakan makanan
yang sehat bebas formalin dan pengawet”.
Dari hasil observasi peneliti di sekolah ini mengenai pengelolan sarana
dana prasarana ramah lingkungan memang sudah sangat baik, peneliti melihat
penantaan tanamn-tanaman yang tertata rapi, ada green house yang terpelihara,
bank sampah yang bersih yang terkelola, kemudian tersedianya fasilitas-fasilitas
yang lain seperti taman sekolah, penghancur sampah daun, tersedianya armada
atau kendaraan untuk kebersihan lingkungan sekolah, WC yang bersih , Kantin
sekolah yang bersih dan hiegienis, tersedianya tempat cuci tangan di depan tiap-
tiap kelas, tempat – tempat sampah yang sudah sesuai dengan prosedur
44
kentetuan yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Balangan.
Lainya hal dengan pengelolaan sarana dan prasarana sekolah ramah
lingkungan di SMPN 1 Juai dan SMAN 1 Juai, di sekolah ini pengelolaan
sarana dan prasaran masih kurang dilakukan dengan baik, seperti pemeliharaan
toga yang kurang, tidak tersedianya green house, pemanfaatan dan pemiliharan
bank sampah yang kurang optimal serta tidak ditemukanya tempat mencuci
tangan di setiap kelas dan tempat-tempat (bak) sampah yang masih memakai
prosedur yang lama.
Walaupun seperti yang dikatakan oleh bapak Nasdi yang merupakan
ketua Tim Adiwiyata di SMAN 1 Juai beliau mengatakan bahwa :
“Pemanfaatan sarana yang ramah lingkungan tersebut tidak lepas dari
pengelolaannya. Apabila sarana tidak dikelola maka, sarana akan cepat
rusak. Pengelolaan saran di SMAN 1 Juai sudah memiliki tenaga tersendiri,
seperti yang dituturkan oleh S, “untuk pengelolaan, kita dari swakelola secara
intern. Maksutnya nanti ada dari pakbon-pakbon dan tenaga ahli yang
membantu.”
Pernyataan tersebut diperkuat oleh pernyataan ibu Kepala Sekolah
SMAN 1 Juai, Beliau mengatakan bahwa : “kalau disini sudah ada cleaning
service, istilahnya tukang kebun. Untuk masalah lingkungan di sini, saya rasa
sudah sangat diperhatikan ya, kamar mandi selalu dikuras, taman dan lapangan
selalu disapu.”
Hal yang senada juga diungkapkan oleh Bapak kepala sekolah SMPN 1
Juai, beliau mengatakan bahwa : “Jadi yang mengelola itu ada petugas rutin dari
45
sekolah.Bentuk pengelolaanya juga macam-macam, misalnya dalam kaitannya
Adiwiyata saat ini rehab pembangunan Rumah Komposter agar lebih baik.”
Kemudian beliau mekanjutkan, bahwa : “Agar sarana terawatt dengan
baik, sekolah juga membuat jadwal untuk mengelola sarana tersebut.”
Berdasarakan hasil wawancara dan observasi peneliti selama
dilapangan, dapat terlihat bahwa pengelolaan sarana dan prasaran sekolah
berbasis ramah lingkungan di sekolah-sekolah yang menjalankan program
adiwiyata adalah sebagai berikut :
1) Sebagain sekolah yang menjalnakan program adiwiyata sudah menyediakan
tempat untuk pengomposan,biopori, apotek hidup, green house, bank
sampah, tempat sampah yang sesuai dengan aturan dan lain-lainya).
2) Sekolah-sekolah yang menjelankan program adiwiyata di Kabupaten
Balangan di setiap ruang memiliki pengaturan cahaya yang baik, ventilasi
udara yang alami, dan pemeliharaan pohon.
3) Sekolah-sekolah yang menjalankan program adiwiyata di Kabupaten
Balangan setiap kelas sudah memiliki tata tertib, daftar piket dengan guru
sebagai pengawasnya,
4) Sekolah-sekolah yang menjalankan program adiwiyata di Kabupaten
Balangan sudah membuat himbauan sekolah untuk memanfaatkan listrik, air
dan ATK secara efisien melalui slogan hemat listrik, hemat air, gunakan
spidol seperlunya
5) Sebagian sekolah yang menjalankan program adiwiyata selalu berusaha
meningkatkan kualitas pelayanan kantin sehat dan ramah lingkungan,
46
dengan cara sekolah mensosialisasikan dengan mendatangkan pihak
kesehatan dan lainya yang berhubungan dengan masalah lingkungan.
2. Faktor- Faktor Penunjang dan Penghambat Implementasi Program
Sekolah Adiwiyata di Kabupaten Balangan.
a. Faktor Pendorong atau Penunjang Impelemtasi Program Sekolah
Adiwiyata di Kabupaten Balangan.
Faktor pendorong pelaksanaan program adiwiyata di sekolah
merupakan hal yang positif dalam rangka mengembangakan serta
menghasilkan sekolah dan warga sekolah yang memiliki wawasan serta
kepekaan dan berbudaya lingkungan. Seperti informasi-informasi yang di
dapatkan oleh peneliti ketika peneliti mencoba menggali infromasi
mengenai faktor yang mendorong pelaksanaan program sekolah adiwiyata
di Kabupaten Balangan. Informasi-informasi yang didapatkanpun sebagian
besar sama dari sekolah yang menjalankan program adiwiyata di sekolah
lain yang juga menjalankan program adiwiyata. Seperti yang dikatakan oleh
Bapak Samiji, yang merupakan ketua Tim Adiwiyata di SDN 1 Juai, beliau
mengatakan bahwa : “Kami memiliki kesadaran sendiri akan pentingnya
memelihara dan menjaga lingkungan sekolah, selain untuk kebersihan,
kerapian dan juga untuk kesehatan pastinya.”
Selain itu, beliau menambahkan bahwa :
“sekolah juga butuh sebuah prestasi yang bagus, agar membuat sekolah ini
menjadi sekolah yang banyak diminati oleh masyarakat Juai dan Balangan
maka dalam rangka menjalankan program adwiayata tersebut salah satunya
adalah bahwa kami ingin menjadi sekolah yang berprestasi di bidang
47
lingkungan. karena letak sekolah kami sangat dekat dengan wilayah
tambang atau termasuk daerah ring 1.”
Hal yang hampir sama juga diungkapan oleh Kepala sekolah SMPN 1
Juai, beliau mengatakan bahwa : “salah satu faktor penunjang pelaksanaan
program adiwiyata di sekolah ini adalah karena warga sekolah memiliki
kesadaran betapa pentingnya mengenai kebersihan dan kerapian sekolah.”
Kemudian beliau menambahkan bahwa :
“ya harus saya akui salah satu faktor pendorong kami kepala sekolah dan
guru-guru untuk menjalankan program adiwiyata karena biasanya sekolah
yang menjalankan program adiwiyata akan mendapat bantuan dana dari
CSR perusahan-perusahan tambang seperti PT Adoro, Pt Pama dan lain-lain
di Kabupaten Balangan.”
Informasi yang agak sedikit berbeda didapatkan peneliti ketika
peneliti mewawancarai guru dan sekaligus ketua tim adiwiyata di sekolah di
SMPN 4 Paringin yakni Pak Edy, beliau mengatakan bahwa :
“yang mendorong kami untuk selalu komitmen menjalankan program
adwiyata di sekolah kami adalah dikarenakan guru-guru yang mengajar di
sekolah ini rata-rata sudah menempuh pendidikan yang tinggi, yakni rata-
rata sudah berstatus sarjana (S1) jadi guru bisa dengan mudah
membelajarkan dan mengimplementasikan program adiwiyata ke peserta
didik.”
Kemudian beliau juga menambahkan bahwa :
“sekolah SMPN 4 Paringin merupakan berstatus sekolah adiwiyata provinsi,
sekolah ini sudah sejak tahun 2010 merupakan sekolah yang pertama kali
menjalankan program adiwiyata, dengan disokong bantuan dari perusahaan
PT Adaro, hingga sekarang sekolah SMPN 4 Paringin ini setiap tahun tetap
mendapatkan bantuan dari PT Adaro dengan jumlah yang beraneka ragam,
sehingga kami pihak sekolah merasa memiliki tanggung jawab untuk tetap
komitmen menjalankan program adiwiyata ini.”
Selain itu beliau juga sedikit menambahkan :
“sekolah ini juga memiliki tanggung jawab karena SMPN 4 Paringin
merupakan salah satu sekolah favorit dan percontohan di Kabupaten
48
Balangan jadi kami terus meningkatkan citra prestasi sekolah ini, salah
satunya kami lagi berusaha untuk terus meningkatkan prestasi menjadi
sekolah adiwiyata nasional dan mandiri, semoga cepat tercapai.”
Pernyataan yang hampir sama juga didapatkan oleh peneliti ketika
peneliti mendatangi ke Sekolah SMKN PP Paringin, seperti yang dikatakan
oleh Bapak Kepala Sekolah SMKN PP yakni Bapak Sahrudin, beliau
mengatakan bahwa :
“SMKN PP merupakan sekolah adiwiyata provinsi Kalimantan Selatan,
banyak prestasi-prestasi yang sudah kami torehkan khusunya yang berkaitan
dengan lingkungan, dan kami juga akan selalu komitmen untuk terus
menadapatkan prestasi yang lebih tinggi lagi khususnya yang berkenaan
dengan masalah lingkungan, semua warga sekolah di sini bertekad sama-
sama ingin memajukan SMKN PP menjadi sekolah yang terdepan di
Kabupaten Balangan.”
Pernyataan di atas kemudian ditambhakan oleh ketua tim adiwiyata
di sekolah tersebut yakni, Bapak Eko beliau menambahkan, bahwa :
“sekolah ini juga hampir setiap tahun mendpatkan dana dari CSR
perusahan-perusahan-perusahan tambang seperti PT Adora dan mitranya
dalam jumlah yang berbeda, sehingga karena mendapatkan bantuan tersebut
itu merupakan motivasi kami untuk menjalankan program adiwiyata di
sekolah ini, karena takut jikan kalau ada evaluasi kemudian hasilnya kurang
kita takut tidak mendapatkan dana dari CSR perusahaan lagi.”
Kemudian peneliti mendatangi ke SDN Paringin Selatan 1, sekolah
ini merupakan sekolah adiwiyata nasional yang merupakan satu-satunya
sekolah di Kabupaten Balangan yang berstatus sekolah adiwiyata Nasional.
Seperi yang dikatakan oleh ketua tim adiwiyata di sekolah tersebut, yakni
bapak Hasan, beliau mengatakan bahwa :
“sekolah ini sangat termotivasi untuk menjadi sekolah adiwiyata mandiri,
saat ini sekolah kita sudah bertatsus sekolah adiwiyata nasional jadi
program adiwiyata di sekolah ini terus kami tingkatkan dan lakukan, sesuai
dengan kritertia dan itu merupakan salah satu alasan kami terus
berkomitmen dan termotivasi untuk menjalankan program adiwiyata dengan
baik.”
49
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti
mengenai faktor pendorong atau penunjang implementasi program sekolah
adiwiyata di Kabupaten Balangan ditemukan adalah sebagai berikut :
1) Jenjang guru-guru yang mengajar di sekolah yang menjalankan program
adiwiyata memiliki jenjang pendidikan yang tinggi yakni minimal
Sarjana (S1), hal ini mendorong akan keberhasilan dalam penerapan
program sekolah adiwiyata dan berbagai metode dalam pembelajaran
akan lebih banyak dengan yang berhubungan mengenai lingkungan
hidup.
2) Biasanya sekolah-sekolah yang menjalankan program adiwiyata
mendapakan bantuan dana dari CSR dengan kisaran bantuan yang
disesuaikan dengan kebutuhan sekolah dengan terlebih dahulu membuat
dan mengirimkan proposal permohonan ke pihak CSR tersebut sehingga
sekolah-sekolah menjadi termotivasi untuk menjalankan Program
Adiwiyata.
3) Adanya keinginan dari sekolah-sekolah yang menjalankan adiwiyata
untuk menjadi sekolah yang berprestasi, dengan demikian sekolah-
sekolah yang banyak mendapatkan prestasi akan menjadi sekolah favorit
di Kabupaten Balangan.
b. Faktor Penghambat Implementasi Program Sekolah Adiwiyata di
Kabupaten Balangan .
Faktor penghambat pelaksanaan program adiwiyata di sekolah
merupakan hal yang negatif dalam rangka mengembangakan serta
50
menghasilkan sekolah dan warga sekolah yang memiliki wawasan serta
kepekaan dan berbudaya lingkungan. Hal ini merupakan hal-hal yang harus
diperbaik oleh semua elemen yang terlibat di dalam Program Sekolah
Adiwiyata di Kabupaten Balangan. Seperti informasi-informasi yang di
dapatkan oleh peneliti ketika peneliti mencoba menggali infromasi mengenai
faktor yang mendorong pelaksanaan program sekolah adiwiyata di
Kabupaten Balangan. Informasi-informasi yang di dapatkan pun sebagain
besar sama dari sekolah yang menjalankan program adiwiyata ke sekolah
lain yang juga menjalankan program adiwiyata. Seperti yang dikatakan oleh
Bapak Samiji, yang merupakan ketua Tim Adiwiyata di SDN 1 Juai, beliau
mengatakan bahwa : “yang jadi faktor penghambat dalam pelaksanaan
program adiwiiyata disekolah ini adalah cara untuk mengintegrasikan
program adiwiyata ke mata dalam kurikulum dan mata pelajaran, guru di
sekolah ini hampir semua belum mengerti cara untuk menyelipkan program
adiwiyata” .
Kemudian beliau menambahkan, bahwa :
“faktor yang lain adalah faktor dana, misalnya tahun tahun belakangan ini
kami tidak lagi mendapatkan dana dari CSR, dan sekolah kami pun masih
belum bisa menggarkan untuk program adiwiyata yang di ambil dari dana
bos ataupun dari RAKS, sehingga apabila tidak ada dana angggaran untuk
melaksanakan program adiwiyata ini, secara otomatis pelaksanaan program
adwiyata di sekolah tidak bisa berjalan maksimal.”
Diakhir wawancara dengan beliau, beliau juga mengatakan bahwa :
“salah satu kendala yang lain adalah karena tuntutan kurikulum yang banyak
tidak hanya terfokus kepada masalah lingkungan saja, ada beberapa yang
51
menjadi tuntutan kurikulum apalagi kurikulum 2013 sehingga guru terlalu
banyak beban dan menambah beban apabila guru diwajibkan untuk
mengintegrasikan program adiwiyata ke dalam kurikulum dan mata
pelajaran.”
Keterangan yang hampir senada juga didapatkan peneliti ketika
mewawancarai Bapak Nasdi di SMAN 1 Juai, beliau memberikan keterangan
bahwa :
“yang menjadi kendala dalam pelaksanaan program adiwiyata disekolah ini
adalah semua guru mata pelajaran masih kurang bisa bahkan tidak bisa untuk
mengintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang di ajarkan, mungkin
sebagain guru sudah ada yang bisa mengintegrasikan tetapi hanya sebatas
pada mata-mata pelajaran tertentu seperti IPA saja, seperti saya ketika
mengajar IPA saya selalu menyelipkan materi-materi yang terkait dengan
masalah wawasan lingkungan.”
Kemudian beliau menambahkan, bahwa :
“selama ini kami belum pernah mendapatkan pelatihan-pelatihan baik dari
Dinas Pendidikan maupun Dinas Lingkungan Hidup mengenai cara dan
mekanisme untuk mengintegrasikan program adiwiyata ke dalam kurikulum,
sehingga dalam proses pembelajaran guru masih banyak yang bingung dan
tidak mengerti bagaiaman caranya untuk menginetgrasikanya.”
Selain itu beliau juga menambahkan, bahwa :
“mindset sekolah kami selama ini adalah ketika sekolah menjalankan
program adiwiyata secara otomatis sekolah akan mendapatkan dana dari
CSR perusahaan, jadi apabila tidak mendapatkan dana CSR maka motivasi
untuk tetap menjalanakn program adiwiyata secara komitmen sangat kurang,
karena kurang didukung oleh warga sekolahnya, baik itu kepala sekolah,
guru dan siswa.”
Keterangan yang agak berbeda didapatkan peneliti ketika mendatangi
dan mewawancarai salah seorang guru di SMPN 1 Juai, beliau mengatakan
bahwa :
“kendala yang paling utama yang sekolah kami rasakan adalah adanya
perubahan (transisi) perpindahan kepala sekolah, karena kepala sekolah
merupakan pemangku kebijakan sekolah, jika misalnya kepala sekolah yang
52
terdahulu sangat komitmen untuk menjalanakan program adiwiyata setelah
terjadi mutasi dan perpindahan belum tentu kepala sekolah yang baru ini
mengerti dan komitmen untuk menjalankan program adiwiyata.”
Selain itu, beliau juga menambahkan keterangnaya, bahwa :
“yang menjadi kendala lainnya adalah ketika kepala sekolah yang terdahulu
yang komitmen untuk menjalankan program adiwiyata ini tidak memberi
tahu atau melakukan sosialisasi mengenai kebijakan-kebijakan sekolah yang
sudah diambil salah satunya mengenai adiwiyata, sehingga kepala sekolah
yang baru menjabat tidak tahu bahwa dulu sekolah tersebut
mempririoritaskan kebijakanya mengenai adiwiyata.”
Pernyataan yang hampir senada juga diungkapkan oleh Bapak Edy,
yang merupakan ketua tim adiwiyata di SMPN 4 Paringin, beliau
mengatakan bahwa :
“kendala yang paling dirasakan adalah ketika terjadi mutasi (perpindahan)
kepala sekolah, karena bisa saja terjadi beda pimpinan beda kebijakan,
misalnya kepala sekolah dulu dari awal merintis menjalankan program
sekolah adiwiyata dan sampai akhirnya menjadi sekolah adiwiyata tingkat
provinsi dan terjadi mutasi yang ditakutkan adalah ketika kepala sekolah
yang baru kurang mengerti merngenai program sekolah adiwiyata dan
berakibat membuat sekolah ini tidak lagi mempriortitaskan program
adiwiyata.”
Kemudian beliau menambahkan bahwa :
“kendala yang lain adalah dikarenakan kurang kompaknya kerja sama yang
dilakukan oleh semua warga sekolah, seolah-olah program adiwiyata inin
hanya tanggung jawab kepala sekolah dan tim penanggung jawab adiwiyata
sekolah saja, sehingga guru-guru dan warga sekolah yang lain yang tidak
termasuk dalam bagian tim adiwiyata tersebut merasa tidak bertanggung
jawab untuk melaksanakan program adiwiyata di sekolah.”
Keterangan yang agak berbeda didapatkan peneliti ketika peneliti
mewawancarai Kepala Sekolah SMKN PP Paringin, yakni Bapak Saharudin,
Beliau mengeluhkan bahwa selama ini jarang sekali dari dinas-dinas terkait
untuk melakukan pendampingan dan sosialisasi ke sekolah SMKN PP
paringin, beliau mengatakan bahwa :
53
“kendala yang paling kami rasakan selama ini kurangnya pendampingan
pelaksanaan program adiwiyata seolah-olah sekolah diserahkan untuk
melaksanakan program ini, padahal kan tidak semua sekolah yang bisa
mengerti sendiri bagaimana cara mengimplementasikan program adwiyata
ini, padahal kami ingin sekali dikunjungi dan didampingi oleh dinas-dinas
terkait jadi ketika dinas sering melakukan kunjungan dan mengevaluasi
pelaksanaan program sekolah adiwiyata di sekolah ini kami jadi tahu dimana
letak kekurangan dalam mengimplementasikan program ini, dan memberikan
masukan-masukan terkait tentang perbaikan-perbaiakn program adiwiyata di
sekolah ini.”
Kemudian beliau menambahkan bahwa :
“selama ini pendampingan dilakukan apabila sekolah mau melakukan
penilaian atau ketika sekolah mau mengikuti lomba saja, selebihnya jarang
sekali dinas-dinas terkait seperti Dinas Pendidikan dan Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Balangan untuk mendatangi sekolah yang menjalankan
program adiwiyata untuk melakukan sosialisasi dan pendampingan.”
Informasi yang didapatkan peneliti selajutnya juga agak berbeda,
ketika peneliti melakukan wawancara kepada ketua tim adiwiyata sekolah
SDN Paringin Selatan 1, yakni Bapak Hasan, beliau mengatakan bahwa :
“selama ini SDN Paringin Selatan 1 dalam mengimplementasikan program
adiwiyata tidak menemui banyak hambatan dan kendala yang berarti,
implementasi program adiwiyata di sekolah ini berjalan sangat baik,
buktinya kami sekarang bisa menjadi sekolah adiwiyata tingkat nasional,
tetapi mungkin ada sedikit kendala. Khusunya kendala mengenai
pelaksanaan program adiwiyata ini khususnya ketika dilaksanaakan oleh
kelas-kelas rendah, misalnya kelas 1 dan 2 SD dalam pelaksanaan
programnya guru harus sabar dalam menjelaskan, dan tidak cukup hanya
dengan menjelaskan sekali bahkan berkali-kali dan juga harus dengan contoh
atau prakteknya, misalnya cara pengelompokkan sampah, cara menggosok
gigi dan lain-lain, karena kemampuan anak SD berbeda dengan anak SMP
dan SMA.”
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti
mengenai faktor penghambat implementasi program sekolah adiwiyata di
Kabupaten Balangan ditemukan adalah sebagai berikut :
54
1) Masih banyak guru yang masih belum bisa mengintegrasikan program
adiwiyata ke dalam mata pelajaran dengan berbagai macam faktor seperti
kurangnya sosialisasi, pelatihan-pelatihan, workshop dan lain-lain.
2) Kurangnya sosialisasi dan pendampingan yang dilakukan oleh dinas-dinas
terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Dinas Pendidikan
Kabupaten Balangan.
3) Banyak sekolah yang bermindset bahwa apabila sekolah sudah
menjalankan program adiwiyata maka akan mendapatkan dana dari CSR
dari Perusahan-perusahan yang ada di Kabupaten Balangan sehingga
apabila sekolah tidak mendapatkan dana dari CSR maka implementasi
program adiwiyata di sekolah kurang berjalan dengan baik.
4) Adanya perubahan transisi dan mutasi pimpinan (kepala) sekolah.
5) Kurangnya kekompakan guru –guru dan warga sekolah dalam
menjalankan program adiwiyata.
3. Gambaran Sikap dan Prilaku Siswa Tentang Pengelolaan dan
Perlindungan Lingkungan Hidup
Sebagaimana telah diketahui bahwa tujuan umum Adiwiyata adalah
membentuk Sekolah peduli dan berbudaya Lingkungan yang mampu
berpartisipasi dan melaksanakan upaya pelestarian lingkungan dan
pembangunan berkelanjutan bagi kepentingan generasi sekarang maupun
generasi masa depan. Atau menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk
menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah, sehingga di
55
kemudian hari warga sekolah tersebut dapat turut bertanggung jawab dalam
upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan.
Untuk mengetahui sikap dan perilaku warga sekolah yang dalam
penelitian ini dikhususnya pada siswa, tim peneliti membagikan angket kepada
200 orang siswa yang terpilih menjadi sampel penelitian. Dari angket yang telah
dibagikan, gambaran sikap dan perilaku siswa berkaitan dengan lingkungan
hidup dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Dari gambar di atas, diketahui bahwa sikap dan perilaku siswa berkaitan
dengan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup adalah: 38,5%
menunjukkan sikap dan perilaku yang sangat baik, 45% menunjukkan perilaku
baik, dan 12% menunjukkan perilaku yang cukup.
Gambaran sikap dan perilaku siswa tentang pengelolaan dan perlindungan
lingkungan hidup berdasarkan asal sekolah dapat dilihat pada gambar di bawah
ini.
a. SMPPN Parigin
Berdasarkan hasil rekapitulasi angket yang telah dibagikan kepada siswa
di SMPPN Paringin, sikap dan perilakunya yang berkaitan dengan lingkungan
hidup dapat digambarkan sebagai berikut
56
Dari gambar di atas diketahui bahwa sikap dan perilaku siswa SMPPN
Parngin tentang lingkungan hidup, 72 persen menunjukkan sikap dan perilaku
yang sangat baik, dan 28 persen menunjukkan sikap dan perilaku yang baik.
b. SMA N 1 Juai
Berdasarkan hasil rekapitulasi angket yang telah dibagikan kepada siswa
di SMAN 1 Juai , sikap dan perilakunya yang berkaitan dengan lingkungan
hidup dapat digambarkan sebagai berikut.
Dari gambar di atas diketahui bahwa sikap dan perilaku siswa SMAN 1
Juai tentang lingkungan hidup, 61 persen menunjukkan sikap dan perilaku yang
28%
72%
57
sangat baik, 36 persen menunjukkan sikap dan perilaku yang baik, dan 3 persen
menunjukkan sikap dan perilaku yang berkategori cukup.
c. SMP N 4 Paringin
Berdasarkan hasil rekapitulasi angket yang telah dibagikan kepada siswa
di SMP N 4 Paringin, sikap dan perilakunya tentang lingkungan dapat terlihat
pada gambar berikut
Dari gambar di atas diketahui bahwa sikap dan perilaku siswa SMP N 4
Paringin tentang lingkungan hidup, 100 persen menunjukkan kategori yang
sangat baik.
d. SMP N 1 Paringin
Berdasarkan hasil rekapitulasi angket yang telah dibagikan kepada siswa
di SMPN 1 Paringin , sikap dan perilakunya yang berkaitan dengan lingkungan
hidup dapat digambarkan sebagai berikut
69%
58
Dari gambar di atas diketahui bahwa sikap dan perilaku siswa SMP N 1
Paringin tentang lingkungan hidup, 69 persen menunjukkan kategori yang sangat
baik, dan 31 persen menunjukkan kategori sikap dan perilaku yang baik.
e. SMP N 1 Juai
Dari hasil rekapitulasi angket yang telah dibagikan kepada siswa di
SMPN 1 Juai , sikap dan perilakunya yang berkaitan dengan lingkungan hidup
dapat digambarkan sebagai berikut
Berdasarkan gambar di atas diketahui bahwa sikap dan perilaku siswa
SMP N 1 Juai tentang lingkungan hidup,16 persen menunjukkan kategori yang
sangat baik, 68 persen menunjukkan kategori sikap dan perilaku yang baik, dan
16 persen menunjukkan kategori sikap dan perilaku yang cukup.
f. SDN Juai
59
Dari hasil rekapitulasi angket yang telah dibagikan kepada siswa di SDN
Juai , sikap dan perilakunya yang berkaitan dengan lingkungan hidup dapat
digambarkan sebagai berikut.
Gambar di atas menunjukkan bahwa sikap dan perilaku siswa SDN Juai
tentang lingkungan hidup adalah: 68 persen menunjukkan kategori yang sangat
baik, 24 persen menunjukkan kategori sikap dan perilaku yang baik, dan 8
persen menunjukkan kategori sikap dan perilaku yang cukup.
g. SDN Batu Piring
Dari hasil rekapitulasi angket yang telah dibagikan kepada siswa SDN
Batu Piring , sikap dan perilakunya yang berkaitan dengan lingkungan hidup
dapat digambarkan sebagai berikut.
31%
60
Gambar di atas menunjukkan bahwa sikap dan perilaku siswa SDN Batu
Piring tentang lingkungan hidup adalah: 31 persen menunjukkan kategori yang
sangat baik, 54 persen menunjukkan kategori sikap dan perilaku yang baik, dan
15 persen menunjukkan kategori sikap dan perilaku yang cukup.
h. SDN Paringin Selatan
Dari hasil rekapitulasi angket yang telah dibagikan kepada siswa SDN
Paringin Selatan, sikap dan perilakunya yang berkaitan dengan lingkungan hidup
dapat digambarkan sebagai berikut
Gambar di atas menunjukkan bahwa sikap dan perilaku siswa SDN Paringin
Selatan tentang lingkungan hidup adalah: 41 persen menunjukkan kategori yang
sangat baik, 52 persen menunjukkan kategori sikap dan perilaku yang baik, dan 7
persen menunjukkan kategori sikap dan perilaku yang cukup.
B. Pembahasan
Data mengenai implementasi program Adiwiyata meliputi kebijakan
berwawasan lingkungan, pelaksanaan kurikulum berbasis lingkungan, kegiatan
41%
52%
7%
61
lingkungan berbasis partisipasif, dan pengelolaan sarana ramah lingkungan yang
telah diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan studi dokumen. Berikut akan
disajikan hasil pembahasan hasil penelitian untuk menjawab rumusan masalah.
Implementasi pogram Adiwiyata di Kabupaten Balangan sebagai berikut:
1. Kebijakan Berwawasan Lingkungan
Pengelolaan lingkungan hidup adalah salah satu upaya dalam menjaga
keseimbangan sumber daya alam yang tersedia. Upaya tersebut dimaksudkan agar
sumber daya alam yang ada saat ini tidak hanya bisa dinikmati oleh generasi masa
kini, namun generasi masa datang juga masih bisa menikmatinya. Bustanul Arifin
(2001: 1) mengatakan bahwa pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam
adalah upaya serius dan berkesinambungan mengenai harmonisme sains, etika dan
praktis kebijakan. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa pengelolaan
lingkungan hidup dan sumber daya alam dapat dilaksanakan melalui pemanfaatan
sains, menjaga etika dan perumusan sebuah kebijakan.
Salah satu standar program Adiwiyata adalah kebijakan berwawasan
lingkungan. Kebijakan berwawasan lingkungan adalah perumusan suatu
kebijakan sebagai pedoman yang menerapkan nilai-nilai peduli
lingkungan.Arah dari kebijakan berwawasan lingkungan di sekolah sebagai
pusat pemberdayaan niai-nilai pengelolaan lingkungan melalui lembaga
pendidikan dan meningkatkan partisipasi warga sekolah, orang tua dan
masyarakat dalam mengikuti kegiatan sekolah. Sebagaiamana tercantum pada
UU No 23 Tahun Sistem Pendidikan Nasional, bahwa salah satu arah kabijakan
pendidikan di Indonesia adalah memberdayakan lembaga pendidikan baik
62
sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan
kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang
didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai.
Perumusan kebijakan berwawasan lingkungan di sekolah mengacu pada
buku Pedoman Adiwiyata mengenai komponen dan standar kebijakan
berwawasan lingkungan. Kebijakan dirumuskan oleh Tim Adiwiyata dengan
dibantu oleh Kepala Sekolah. Pada tahap awal disusun rencana kegiatan yang
akan dilaksanakan selama satu tahun. Kegiatan tersebut berkaitan dengan
penentuan kebijakan sekolah yang berwawasan lingkungan dengan meliputi visi
dan misi tujuan sekolah, struktur kurikulum yang memuat tentang nilai-nilai
lingkungan, sosialisasi program Adiwiyata, inventarisasi sarana dan prasarana
berwawasan lingkungan dan penyusunan jadwal aksi lingkungan. Setelah
kebijakan selesai dirumuskan, kemudian disosialisasikan pada saat upacara,
kegiatan MOS sekolah, dan berbagai kegiatan sekolah.
Keberhasilan implementasi suatu kebijakan dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Arif Rahman (2009:147) mengatakan bahwa ada tiga faktor yang
menentukan kegagalan dan keberhasilan dalam implementasi kebijakan, yaitu:
perumus kebijakan, personil pelaksana dan sistem organisasi pelaksana.
Kebijakan berwawasan lingkungan telah dirumuskan oleh Tim Adiwiyata
dengan bantuan kepala sekolah. Apabila sebuah kebijakan sudah mendapatkan
persetujuan dari kepala sekolah maka kebijakan mengenai wawasan lingkungan
tersebut akan menjadi sebuah peraturan baru yang harus dipatuhi oleh peserta
didik, guru, dan karyawan sekolah. Visi, misi, peraturan dan tata tertib yang
berwawasan lingkungan merupakan bentuk dari komitmen dari segenap warga
63
sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru, siswa sampai karyawan untuk
senantiasa menyelaraskan kegiatan di sekolah baik dalam pembelajaran maupun
ekstrakurikuler dengan menumbuhkan kesadaran dan kepedulian terhadap
lingkungan. Komitmen seluruh warga sekolah akan menjadi tolok ukur dalam
melakukan tindakan, sehingga apa yang haus dilakukan oleh seluruh warga
sekolah dalam berpartisipasi diprogram Adiwiyata menjadi lebih jelas dan
terarah menuju tujuan program Adiwiyata.
Pelaksanaan kebijakan berwawasan lingkungan di sekolah dilaksanakan
sesuai dengan buku Panduan Adiwiyata. Di dalam dokumen Pengembangan
KTSP sekolah telah termuat upaya kebijakan untuk perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Hal tersebut ditandai dengan dirubahnya visi
dan misi sekolah sesuai dengan nilai-nilai dan upaya perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana yang diutarakan oleh ketua tim
Adiwiyata di masingi-masing sekolah yang menjalankan program adiwyata di
Kabupaten Balangan.
Kemudian dalam struktur kurikulum juga sudah memuat mengenai
Kompetensi Lulusan yang memiliki sikap, pengetahuan dan keterampilan
pengembangan diri. RAKS sekolah dialokasikan sebesar 18% dari total
anggaran sekolah untuk program dalam upaya perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Program perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
meliputi: kesiswaan, kurikulum dan kegiatan pembelajaran, peningkatan
kapasitas pendidik dan tenaga kependidikan, dan sarana ramah lingkungan.
Pengelolaan lingkungan hidup di sekolah didukung melalui berbagai aksi
64
lingkungan. Aksi lingkungan tersebut antara lain bersih-bersih bersama setiap
tanggal 9, Jumat Bersih dan peringatan hari lingkungan.
2. Kurikulum Berbasis Lingkungan
Kurikulum berbasis lingkungan adalah kurikulum yang memuat tentang
matei pengelolaan dan perlindungan terhadap lingkungan hidup yang
disampaipaikan dengan beragam cara dalam upaya memberikan pemahaman
tentang lingkungan hidup. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Ahmad
Fajarisma (2014: 167) bahwa kurikulum berbasis lingkungan secara sederhana
dapat diimplementasikan cara penyampaian materi lingkungan hidup melalui
kurikulun yang beragam variasi untuk memberikan pemahaman tentang
lingkungan hidup yang dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari. Kurikulum
tersebut diselenggarakan untuk meningkatkan kesadaran warga sekolah
mengenai pendidikan lingkungan. Pendidikan lingkungan memainkan peranan
yang penting sebagai pembentuk dan penyebar nilai-nilai cinta lingkungan,
sehingga tercapai keselarasan dengan lingkungan.
Kurikulum berbasis lingkungan yang dikembangkan oleh sekolah dalam
upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan yaitu dengan cara diintegasikan
dengan mata pelajaran. Amos Noelaka (2008: 104) mengatakan bahwa contoh
dari materi lingkungan hidup yang dapat diintegrasikan dalam mata pelajaran
sekolah yaitu, mata pelajaran fisika, kimia, biologi, antropologi budaya, dan
geografi. Hampir seluruh mata pelajaran di sekolah sudah diintegrasikan dengan
wawasan lingkungan. Selain diintegrasikan dengan mata pelajaran, pendidikan
65
lingkungan di sekolah juga memunculkan mata pelajaran yang bersifar monolitik
yaitu Pendidikan Lingkungan Hidup dan sejenisnya.
Ada beberapa komponen yang harus diperhatikan saat mengembangkan
kurikulum bebasis lingkungan. Suharsimi dalam Tim Dosen AP (2011:39)
mengatakan bahwa secara umum kurikulum terdiri atas komponen tujuan, bahan
pelajaran, proses pembelajaran dan evaluasi.
a. Tujuan
Tujuan dalam kurikulum berhubungan dengan hasil yang ingin dicapai,
sehingga memegang peranan penting karena mengarah kepada seluruh kegiatan
pengajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan Maftuchah Yusuf
dalam Syukri Hamzah (2013:49) mengatakan bahwa salah satu tujuan pokok
yang hendak dicapai dalam pendidikan lingkungan hidup adalah membantu anak
didik memahami lingkungan dengan tujuan akhir agar mereka memiliki
kepedulian dalam menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.
Berdasarkan hasil studi dokumen, baik mata pelajaran yang
diintegrasikan dengan wawasan lingkungan dan mata pelajaran monolitik
memiliki tujuan yang berbeda sesuai dengan kompetensi dasar masing-masing.
salah satu kompetensi dasar dalam mata pelajaran geografi dan IPS adalah
menenjukkan perilaku proaktif dalam mempelajari hakekat ilmu geografi dan
IPS untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tujuannya dari kompetensi
dasar tersebut adalah peserta didik dapat menjelaskan aturan hukum yang
mengatur pengelolaan lingkungan hidup. Tujuan yang ingin dicapai melalui
kegiatan pembelajaran disekolah maupun di luar jam pelajaran sekolah sudah
mengembangkan aspek kognitif dan juga menekankan pada pembentukan
66
kepribadian atau karakter cinta lingkungan. Hal tersebut sesuai dengan isi dari
visi sekolah, yaitu ingin menghasilkan lulusan yang berwawasan lingkungan dan
mitiasi bencana alam. Berdasarkan dari tujuan dari mata pelajaran tersebut, guru
sebagai pendidik sudah mengebangkan indikator pembelajaran lingkungan
hidup. Hal tersebut sebagaimana yang tercantum dalam buku Panduan
Adiwiyata (2012:20) bahwa tenaga pendidik harus mampu mengembangkan
indikator dan instrument penelitian pembelajaran lingkungan hidup.
b. Bahan Pelajaran / Materi ajar
Bahan ajar ata materi pelajaran harus disesuaikan dengan tujuan yang
ingin dicapai oleh pendidikan lingkungan itu sendiri. Lingkup materi yang akan
diajarkan dalam Pendidikan Lingkungan hendaknya mecakup yang berkenaan
dengan hubugan manusia dengan lingkungan, baik lingkungan alam maupun
lingkungan social. Peserta didik dibekali dengan kemampuan untuk
memecahkan permasalahan lingkungan dan tindakan yang harus dilakukan.
Yusuf dalam Syukri Hamzah (2013:53) mengatakan bahwa dalam
pendidikan lingkungan hidup gendaknya memuat: 1) berisikan masalah esensial
dan aktual tentang kependudukan dan lingkungan hidup dalam kehidupan
masyarakat; 2) dapat digunakan untuk mengembangkaan sikap, perilaku, dan
kepribadian sebagai manusia Indonesia yang berwawasan kependudukan dan
lingkungan hidup; 3) mempunyai relevansi dengan tingkat perkembangan minat,
kebutuhan, dan kemampuan peserta didik; 4) mempunyai relevansi dengan
program pendidikan yang dijabarkan dalam kurikulum yang berlakul; dan 5)
berfungsi sebagai pengembangan dan pengayaan terhadap program pendidikan
67
yang ada dalam rangkan membekali anak didik menghadapi dan memecahkan
masalah kependudukan dan lingkungan hidup.
Materi mengenai wawasan lingkungan hidup telah terintegrasi dengan
mata pelajaran, tetapi hanya sebagaian sekolah dan guru yang mampu untuk
mengembangkan isu atau permasalahan mengenai lingkungan hidup ke delam
materi pembelajaran, sehingga peserta didik dapat memecahan permasalahan
lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Selain pembelajaran dikelas, guru juga
mengembangkan kegiatan pembelajaran diluar kelas, yaitu dengan studi
perpustakaan maupun penugasan observasi.Hasil dari studi observasi terkadang
juga dijadikan sebagai artikel lingkungan hidup dan kemudian ditempel ke
madding sekolah.
Materi berwawasan lingkungan yang diintegrasikan baik dalam
pembelajaran didalam kelas merupakan salah satu upaya membentuk
kepribadian cinta terhadapa lingkungan. Walaupun sudah tertulis dalam RPP,
alangkah lebih baik guru juga menjadi contoh dalam mengelola lingkungan
sekolah.
c. Media Pembelajaran
Media belajar merupakan segala macam bentuk perangsang dan alat
yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar (Nana Syaodih dalam
Tim Dosen AP, 2011:41). Penggunaan media belajar yang dimaksud tergantung
dengan mata pelajaran masing-masing. Salah satu bentuk penggunaan media
pembelajaran dalam mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup adalah buku,
literature, video, hasil wawancara dengan pakar dan praktik.
68
Menurut Azhar Arsyad (2002: 10-12), kerucut pengalaman yang
dikemukakan oleh Edgar Dale ini memberikan gambaran bahwahasil belajar
seseorang diperoleh melalui pengalaman langsung (kongkret), kenyataan yang
ada di lingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan, sampai
kepada lambang verbal (abstrak). Semakin ke atas di puncak kerucut semakin
abstrak media penyampai pesan itu. Dapat dikatakan bahwa agar untuk
memberikan pengalaman yang maksimal dalam pembelajaran lingkungan untuk
peserta didik, maka media pembelajaran yang baik adalah dengan praktek
pengalaman langsung.
d. Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran merupakan kegiatan yang berperan dalam
menentukan keberhasilan dari hasil belajar peserta didik. Dari proses
pembelajaran akan terjadi kegiatan timbal-balik antara peserta didik dengan guru
menuju tujuan yang sudah ditentukan. Hal tersebut sebagaimana yang
dikemukakan oleh Rustaman (2001: 461) bahwa proses pembelajaran adalah
proses yang di dalamnya terdapat kegiatan interaksi antara guru-siswa dan
komunikasi timbale-balik yang berlangsung dalam situs edukatif untuk mencapai
tujuan belajar.
Keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran merupakan indikator
pelaksanaan kurikulum yang dibuat oleh tenaga pendidik, sehingga dalam proses
pembelajaran , guru selaku tenaga pendidik harus menciptakan suasana belajar
yang kondisif. Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Tim Dosen AP
UPI (2013:196) hendaknya tidak menerapkan satu meode, namun guru harus
69
dapat menerapkan berbagai metode agar proses pembelajaran berlangsung
dengan menyenangkan dan mencapai sasaran yang direncanakan.
Proses pembelajaran di sekolah-sekolah adiwiyata di Kabupaten
Balangan menggunakan beragam metode. Metode tersebut antara lain diskusi
kelompok, tanya jawab, studi literature di perpustakaan dan observasi di
lapangan. Dengan beragamnya metode yang digunakan diharapkan dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa. Hasil belajar yang diharapkan berupa adanya
perkembangan moral (afektif), perkembangan keterampilan (psikomotorik), dan
perkembangan intelektual (kognitif). Hal tersebut sebagaimana yang
diungkapkan oleh Nana Sudjana (2009: 3) bahwa hasil belajar dalam pengertian
yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotori. Kegiatan
pembelajaran di sekolah yang menjalankan Adiwiyata di Kabupaten Balangan,
didahului dengan do‟a dan peserta didik diberikan apersepsi berupa pengetahuan
awal mengenai hal yang berhubungan dengan materi. Kemudian kegiatan
dilanjutkan dengan kegiatan mengamati, menanya, pengumpulan data,
mengasosiasi, dan mengkomunikasi. Kegiatan pembelajaran dengan penguatan
materi yang dipelajari peserta didik dengan cara memberi kesempatan peserta
didik untuk bertanya mengenai materi yang belum dipahami.
e. Evaluasi
Evaluasi pembelajaran ditujukan untuk mengetahui apakah tujuan
kurikulum telah dicapai atau belum. Hal tersebut senada dengan Nana Syodikh
dalam Tim Dosen AP (2011,41) mengatakan evaluasi ditujukan utuk menilai
pencapaian tujuan-tujuan yang tealah ditentukan serta menilai proses
pelaksanaan mengajar secara keseluruhan.
70
Langkah evaluasi dalam kegiatan pembelajaran adalah dengan
menggunakan teknik tes dan non tes. Teknik tes yang dimaksudkan adalah
dengan cara mengadakan tes tertulis dengan menentukan Kriteria Kelulusan
Minimal (KKM) Setiap sekolah berbeda-beda. Teknik non tes yang dimaksud
adalah pengamatan sikap dengan menggunakan instrument observasi sikap
peduli, tanggung jawab, dan disiplin. Evaluasi yang diterapkan sudah baik,
dimana teknik tulis ditujukan untuk mengetahui aspek kognitif siswa dan teknik
non tes untuk mengetahui tingkat afektif dan psikomotorik siswa dalam
kaitannya peduli terhadap lingkungan.
3. Kegiatan Lingkungan Berbasis Partisipatif
Kegiatan lingkungan berbasis partisipasif adalah kegiatan yang
melibatkan warga sekolah dan masyarakat di sekitarnya dalam melakukan
berbagai kegiatan yang memberikan manfaat baik bagi warga sekolah,
masyarakat maupun lingkungannya dalam rangka kegiatan pengelolaan
lingkungan hidup. Pelaksanaan kegiatan lingkungan bersifat partisipasif di
sekolah diintegrasikan dalam kegiatan pembiasaan dan ekstrakurikuler.
Kegiatan lingkungan bersifat partisipasif dilaksanakan sesuai dengan
standar sekolah Adiwiyata yang telah ditentukan oleh Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kementerian Pendidikan.Dalam buku Panduan Adiwiyata (2012:21),
standar kegiatan yang pertama adalah memelihara dan merawat gedung
lingkungan sekolah oleh warga sekolah.Bentuk kegiatan yang dilaksanakan di
Sekolah-sekolah yang menjalankan program adiwiyata di Kabupaten Balangan
melalui piket bersama, aksi lingkungan yang dilaksanakan setiap tanggal 9, aksi
71
lingkungan yang dilaksanakan setiap hari Jum‟at atau sabtu . Kemudian standar
yang kedua adalah memanfaatkan lahan dan fasilitas sesuai kaidah-kaidah
lingkungan hidup melalui: pembuatan kolam, Green House, taman dan rumah
kompos dan lain-lainya. Kriteria yang ketiga adalah adanya kreatifitas dan
inovasi warga sekolah dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup melalui: pembuatan pupuk kompos, pengelolaan sanitasi, publikasi karya
seni, publikasi karya ilmiah.
Kegiatan pembinaan keesiswa merupakan bagian dari proses
pembentukan karakter siswa. kegiatan pembinaan diancang dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah yang dapat memperkaya pengalaman
belajar peserta didik dengan tetap membentuk nilai-nilai yang sesuai karakter
bangsa, dalam kaitanya dengan program Adiwiyata adalah nilai cinta terhadap
lingkungan. Untuk mengembangkan karakter cinta lingkungan, sekolah-sekolah
adiwiyata di Kabupaten Balangan telah mengembangkan kegiatan
ekstrakurikuler yang sesuai denga upaya perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Menurut Tim Dosen AP UPI (2013:212) kegiatan
ekstrakulikuler adalah semua kegiatan yang telah ditentukan di dalam kurikulum
yang pelaksanaannya dilakukan pada luar jam-jam pelajaran.kegiatan
ekstrakurikuler di sekolah dibagi dalam jadwal diluar pembelajaran. Hal tersebut
menghindari agar tidak terjadi masalah dalam penggunaan saran pendukung.
Pengembangan ekstrakurikuler tersebut lebih mengarah kepada pembinaan
potensi peserta didik dan pembiasaan cinta lingkungan. Sebagaimana disebutkan
oleh Kemendiknas (2010) bahwa pendidikan karakter ditanamkan dari kebiasaan
(habituation) tentang hal yang baik sehingga siswa paham mana yang baik dan
72
salah, mampu merasakan nilai yang baik, dan bisa melaksanakannya.
Pembiasaan dalam ekstrakurikuler di sekolah yaitu dengan melakukan kegiatan
kebersihan pada saat dan sesudah kegiatan, untuk kegiatan pramuka dan pecinta
alam frekuensi kegiatan lebih condong menuju kegiatan aksi lingkungan, seperti:
mengadakan camping, bersih-bersih sungai, dan susur sungai. Pembinaan
kesiswaan melalui kegiatan ekstrakulikuler di sekolah didukung dengan
penguasaan kompetesi pendidik, materi kegiatan yang dikembangkan , sumber
daya yang relevan dengan situasi dan kondisi sekolah.
4. Pengelolaan Sarana dan Prasarana Ramah Lingkungan
a. Pengadaan
Sekolah – sekolah yang menjalankan program adiwiyata di Kabupaten
Balangan dalam rangka mendukung program Adiwiyata telah menyediakan
sarana ramah lingkungan. Pengadaan sarana ramah lingkungan di sekolah
dilakukan dengan cara pembelian langsung dan hibah dari beberapa instansi
yang telah menjalin kerjasama dalam program Adiwiyata. Sarana sekolah baik
dari hasil pembelian disesuaikan dengan standar Adiwiyata, sementara sarana
dari hasil hibah sudah ditentukan dan disesuaikan oleh instansi terkait. Adapun
sarana ramah lingkungan dari pembelian dan hibah tersebut antara lain seperti
bak sampah, gerobak sampah, tanaman holtikultura, tanaman holtikultura dan
banner daftar hari tema lingkungan, pembangunan Green House, rumah
kompos, dan kolam. Sumber dana sarana ramah lingungan berasal dari alokasi
dana khusus Adiwiyata yang sudah termasuk dalam anggaran sekolah dan juga
dana bantuan dari CSR perusahan-perusahan tambang yang ada di Kabupaten
73
Balangan. Alokasi dana tersebut juga digunakan untuk mengelola saran dan
prasarana ramah lingkungan di sekolah, seperti rehab dan perbaikan.
Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Eka Prihatin (2011: 59)
bahwa cara-cara pengadaan yaitu: Untuk pengadaan tanah bisa dilakukan
dengan cara membeli, menerima hibah, menerima hak pakai, menukar dan
sebagainya. Dalam pengadaan gedung/bangunan dapat dilakukan dengan cara
membangun baru, membeli,menyewa, menerima hibah dan menukar bangunan.
Untuk pengadaan perlengkapan atau perabot dapat dilakukan dengan jalan
membeli. Perabot yang akan dibeli dapat berbentuk yang sudah jadi, atau yang
belum jadi. Dalam pengadaan perlengkapan ini juga dapat dilakukan dengan
jalan membuat sendiri atau menerima bantuan dari instansi pemerintah, badan-
badan swasta, masyarakat, perorangan, dan sebagainya.
b. Pemanfaatan
Pemanfaatan sarana ramah lingkungan di sekolah adalah penggunaan
Rumah Kompos dan Green House sebagai sarana pembelajaran peserta didik.
Bentuk sarana pembelajaran tersebut adalah pembuatan pupuk kompos dan
budidaya tanaman. Penggunaan rumah kompos dan Green House diatur sesuai
jadwal yang telah dibuat oleh penanggung jawab, yaitu bagian kurikulum.
Sebagaimana yang diungkapkkan oleh Eka Prihatin (2011: 61) bahwa yang
diperhatikan dalam penggunaan sarana dan prasarana adalah: 1) Penyusunan
jadwal penggunaan harus dihindari benturan dengan kelompok lainnya. 2)
Hendaklah kegiatan-kegiatan pokok sekolah merupakan prioritas pertama.
74
3) Waktu/jadwal penggunaan hendaknya diajukan pada awal tahun. 4)
Penugasan/penunjukan personil sesuai dengan keahlian pada bidangnya. 5)
Penjadwalan dalam penggunaan sarana dan prasarana sekolah, antara
kegiatan intra kurikuler dengan ekstra kurikuler harus jelas.
Pemanfaatan rumah kompos , bank sampah dan Green House tergantung
dalam sejauh mana materi yang sudah diberikan oleh pengampu mata pelajaran.
Contohnya ketika pelajaran IPA dan Biologi sudah sampai pada tahap praktek,
maka akan ditugaskan untuk menuju ke rumah kompos, demikian juga untuk
Green House. Selain pemanfaatan gedung, sekolah juga melakukan
penghematan sumber daya. Pemanfaatan sumberdaya berupa penghematan air,
listrik, dan Alat Tulis Kantor (ATK). Dalam penerapannya, kegiatan
penghematan dilakukan dengan memanfaatkan sumberdaya alami, seperti
memanfaatkan sumber cahaya matahari untuk penerangan dan mengurangi
penggunaan AC. Dapat dikatakan bahwa pemanfaatan sarana ramah lingkungan
di Sekolah-sekolah yang menjalankan Program adiwiyata di Kabupaten
Balangan sudah mengindikasikan penghematan.
c. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan sarana ramah lingkungan sekolah berada dibawah
tanggung jawab Wakasek Sarana dan Prasarana. Pemeliharaan sarana ramah
lingkungan berfokus pada perbaikan seperti rehab dan pembersihan. Hal
tersebut dikarenakan bahwa sarana ramah lingkungan menyangkut kebersihan
dan kesehatan. Suharsimi Arikunto (1987: 48) mengatakan bahwa ada dua
unsur pemeliharaan alat, yaitu pengaturan (termasuk penempatan) dan
pembersihan.
75
Sarana ramah lingkungan seperti biopori dan kamar mandi tidak langsung
dibersihkan. Kegiatan pembersihan kamar mandi dicek kebersihannya setiap
satu minggu sekali. Namun apabila dalam beberapa sudah kotor, maka harus
segera dikuras. Biopori yang tersebar di lapangan dan sekitar sekolah, apabila
biopori sudah tersumbat dedaunan yang gugur, maka tukang kebun segera
membersihkannya. Demikian pula dengan Green House sekolah, apabila
sekiranya sudah banyak dedaunan yang jatuh dan mengotori lantai Green
House, maka cukup disapu saja.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ary H. Gunawan (1996: 146)
kegiatan pemeliharaan dapat dilakukan menurut ukuran waktu dan menurut
ukuran keadaan barang, yaitu pemeliharaan menurut ukuran waktu dapat
dilakukan setiap hari (setiap akan/sesudah memakai) dan secara berkala atau
dalam jangka waktu tertentu sesuai petunjuk penggunaan, misalnya dua atau
tiga bulan sekali, pemeliharaan tersebut dapat dilakukan sendiri oleh
penanggungjawab atau memanggil tukang/ahli servis untuk melakukannya, atau
membawa ke bengkel servis, dan pemeliharaan yang dilakukan menurut
keadaan barangnya dilakukan terhadap barang habis pakai dan barang tidak
habis pakai, dan pemeliharaan terhadap tanah dan gedung, dilakukan
dengan pembersihan, pengecetan, menyapu, mengepel, dan sebagainya.
Pemeliharaan dalam bentuk perbaikan harus diperhatikan seberapa kondisi
sarana tersebut. Contohnya untuk rehab seperti rehab rumah kompos dengan
memperhatikan kondisi rumah tersebut. Bila kondisi rumah kompos sudah tidak
layak maka bisa dilakukan pemeliharaan. Kondisi sarana sangat berpengaruh
terhadap besarnya dana pemeliharaan, sehingga dana pemeliharaan harus
76
disesuaikan agar alokasi dana tidak terlalu kecil dan tidak terlalu boros. Hal
tersebut seperti yang diungkapkan oleh Ary H Gunawan (1996: 147) bahwa
dalam tindak lanjut rehabilitasi yang perlu diperhatikan yaitu rehabilitasi yang
bersifat perbaikan, hendaklah diperhatikan agar ongkos/biaya perbaikan
tersebut masih dapat dipertimbangkan antara besarnya biaya yang dikeluarkan
dengan efisiensi penggunaan selanjutnya, sehingga tidak merupakan suatu
pemborosan.
Dari hasil penelitian ini juga diketahui bahwa program adiwiyata yang
dijalankan oleh sekolah tampaknya berdampak positif terhadap sikap dan
perilaku siswa berkaitan dengan pengelolaan dan perlindungan lingkungan
hidup. Hal ini dapat diketahui dari hasil angket yang telah dibagikan kepada
siswa menunjukkan 38,5% sikap dan perilaku yang sangat baik, 45%
menunjukkan perilaku baik, dan hanya 12% menunjukkan perilaku yang cukup.
Hasil kajian ini sesuai dengan apa yang dikatakan Widaningsih
(Landriyani Ellen, 2014) bahwa secara formal pendidikan lingkungan hidup
menjadi salah satu alternatif yang rasional untuk memasukkan pendidikan
lingkungan ke dalam kurikulum. Pendidikan lingkungan hidup merupakan salah
satu faktor penting dalam keberhasilan dalam pengelolaan lingkungan hidup
dan juga menjadi sarana yang sangat penting dalam menghasilkan sumber daya
manusia yang dapat melaksanakan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Nurjhani dan Widodo (Landriyani Ellen, 2014)) menambahkan bahwa
pendidikan lingkungan dibutuhkan dan harus diberikan kepada anak sejak dini
agar mereka mengerti dan tidak merusak lingkungan.
77
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
1. Pelaksanaan sekolah-sekolah program Adiwiyata di Kabupaten
Balangan sudah sesuai dengan buku Panduan Adiwiyata. Hal tersebut
ditandai pada komponen kebijakan berwawasan lingkungan, sekolah
merubah visi misi yang memuat nilai lingkungan hidup dan ada beberapa
sekolah yang sudah mengalokasikan dana sebesar 18% dari total
78
anggaran untuk program Adiwiyata dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan sekolah., ada sebagai sekolah yang menjalankan
program adiwiyata sudah mengintegrasikan kurikulum berwawasan
lingkungan dilaksanakan dengan mengintegrasi materi wawasan
lingkungan dalam mata pelajaran baik dalam mata pelajaran dan kegiatan
ekstrakurikuler, kegiatan lingkungan bersifat partisipasif dilaksanakan
melalui kegiatan aksi lingkungan baik yang disenggarakan oleh sekolah
maupun yang diselenggarakan oleh pihak luar, dan mengelola sarana
ramah lingkungan dengan memanfaatkan sarana Green House, Bank
Sampah, dan Rumah Kompos untuk pembelajaran.
2. Faktor pendorong implementasi program sekolah adiwiyata di Kabupaten
Balangan terdiri dari jenjang guru-guru yang mengajar di sekolah yang
menjalankan program adiwiyata memiliki jenjang pendidikan yang tinggi
yakni minimal Sarjana (S1), biasanya sekolah-sekolah yang
menjalankan program adiwiyata mendapakan bantuan dana dari CSR
dengan kisaran bantuan yang disesuaikan dengan kebutuhan
sekolah,adanya keinginan dari sekolah-sekolah yang menjalankan
adiwiyata untuk menjadi sekolah yang berprestasi. Namun ada beberapa
catatan juga yang menajdi faktor penghambat implementasi program
sekolah adiwiyata di Kabupaten Balangan, di antaranya ; Masih banyak
guru yang masih belum bisa mengintegrasikan program adiwiyata ke
dalam mata pelajaran, kurangnya sosialisasi dan pendampingan yang
dilakukan oleh dinas-dinas terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup
(DLH) dan Dinas Pendidikan Kabupaten Balangan, masih ada sekolah
79
yang bermindset bahwa apabila sekolah sudah menjalankan program
adiwiyata maka akan mendapatkan dana dari CSR dari Perusahan-
perusahan yang ada di Kabupaten Balangan, adanya perubahan transisi
dan mutasi pimpinan (kepala) sekolah, serta kurangnya kekompakan
guru –guru dan warga sekolah dalam menjalankan program adiwiyata.
3. Sikap dan perilaku siswa berkaitan dengan pengelolaan dan perlindungan
lingkungan hidup adalah: 38,5% menunjukkan sikap dan perilaku yang
sangat baik, 45% menunjukkan perilaku baik, dan 12% menunjukkan
perilaku yang cukup.
B. Rekomendasi
1. Bagi Pemerintah Daerah
Agar program adiwiyata dapat terimplementasi secara maksimal,
Pemerintah Daerah perlu membuat regulasi atau dimuat dalam aturan
peraturan daerah (Perda).
2. Bagi Dinas Terkait
a. Agar selalu melakukan pendampingan secara kuntinu ke sekolah-sekolah
yang menjalankan program adiwiyata.
80
b. Menjadikan sekolah yang sudah berhasil berpredikat sebagai sekolah
adiwiyata baik tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten untuk
melakukan pendampingan ke sekolah lainnya.
c. Melakukan evaluasi secara terprogram kepada sekolah-sekolah yang
sudah menjalankan program adiwiyata di Kabupaten Balangan.
d. Secara rutin mengadakan lomba karya tulis ilmiah baik untuk guru
maupun siswa yang bertema lingkungan hidup.
3. Bagi Sekolah
a. Memberikan penegasan kepada semua guru dan tenaga kependidikan
agar memiliki komitmen yang sama dalam mewujudkan sekolah peduli
dan berbudaya lingkungan
b. Mengikutsertakan orang tua dalam upaya membina karakter peduli
lingkungan siswa, sehingga apa yang diterapkan di sekolah dapat
diaplikasikan kembali di rumah.
c. Secara rutin menggelar lomba lingkungan hidup antar kelas
d. Program sekolah adiwiyata harus selalu disosialisasikan secara
berkesinambungan
4. Bagi Guru
a. Guru hendaknya menyamakan pemahaman terlebih dahulu mengenai
pelaksanaan dan tujuan Adiwiyata.
b. Guru hendaknya harus bisa mengembangkan profesi melalui mengikuti
kegiatan-kegiatan MGMP, pelatihan, workshop-workshop dalam rangka
menjalankan program adiwiyata.
81
c. Guru hendaknya lebih memberikan contoh karakter peduli lingkungan
secara langsung berupa tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari
(menjadi role model).
.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Ahmad Fajarisma Budi. 2014. “Analisis Implementasi Kebijakan Kurikulum
Berbasis Lingkungan Hidup Pada Program Adiwiyata Mandiri di SDN
Dinoyo Malang”. Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan
(Volume 2, Nomor 2, Juni 2017) Hlm. 166-173.
Amos Noelaka. 2008. Kesadaran lingkungan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Jabbar, Muhamad. 2015. Adiwiyata. Online. http://jabbaradiwiyata.blogspot.co.id
/2015/04/artikel-adiwiyata.html, diakses 24 Mei 2016.
82
Kementerian Lingkungan Hidup. 2010. Pedoman Penggunaan Kriteria dan Standar
untuk Aplikasi Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup dalam
Pengendalian Perkembangan Kawasan . KLH. Jakarta.
Landriany, Ellen. (2014). Implementasi Kebijakan Adiwiyata Dalam Upaya
Mewujudkan Pendidikan Lingkungan Hidup di SMA Kota Malang Jurnal
Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan Volume 2, Nomor 1, Januari,
2014; 82-88 ISSN: 2337-7623; EISSN: 2337-7615
Lincoln, Yvonna S., dan Egon G. Guba. 1982. Effective Evaluation, Improping the
Evaluation Result Trough Responsive and Naturalistic Approach.
California: Jossey-Bass Publisher.
Miles, Mathew B., dan A. Michael Huberman. 1991. Analisis Data Kualitatif,
terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Resa, Ade Masya. 2014. Program Adiwiyata Menuju Sekolah Peduli dan Berbudaya
Lingkungan. Online. http://studioriau.com/de/artikel/ lingkungan/program-
adiwiyata.html, diakses 24 Mei 2016.