laporan penelitian - balitbangda.balangankab.go.id · pendidikan di indonesia merupakan salah satu...

89
LAPORAN PENELITIAN KAJIAN SEKOLAH ADIWIYATA DI KABUPATEN BALANGAN Oleh Tim Peneliti Ketua : Dr.Hj. Rabiatul Adawiah, M.Si Anggota : Dr.H.Aminuddin Prahatamaputera,M.Pd Ir. Jumar, M.P Mariatul Kiptiah, S.Pd.M.Pd Wisnu Subroto, SS.MA. KERJASAMA ANTARA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN DENGAN LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN 2017

Upload: doduong

Post on 01-May-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PENELITIAN

KAJIAN SEKOLAH ADIWIYATA DI KABUPATEN BALANGAN

Oleh Tim Peneliti

Ketua : Dr.Hj. Rabiatul Adawiah, M.Si Anggota : Dr.H.Aminuddin Prahatamaputera,M.Pd Ir. Jumar, M.P Mariatul Kiptiah, S.Pd.M.Pd Wisnu Subroto, SS.MA.

KERJASAMA ANTARA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH

KABUPATEN BALANGAN DENGAN

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN 2017

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Kajian Sekolah Adiwiyata di Kabupaten Balangan

Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Dr.Hj Rabiatul Adawiah, M.Si

b. NIDN : 0015016603

c. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala

d. Program Studi : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

e. Nomor HP : 081349777358

f. Alamat surel (e mail) : [email protected]

Anggota Peneliti

a. Dr.H.Aminuddin Prahatama Putera, M.Pd

b. Ir. Jumar, MP

c. Mariatul Kiptiah, S.Pd.M.Pd

d. Wisnu Subroto, SS.MA

Lokasi Penelitian : Kabupaten Balangan

Biaya Penelitian : Rp. 50.000.000 (Lima puluh juta rupiah)

Sumber Biaya : Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balibangda)

Kabupaten Balangan

Banjarmasin, Mei 2017

Mengetahui

Kepala Balitbangda Ketua Peneliti

Dr. Akhriani, M.AP Dr.Hj Rabiatul Adawiah, M.Si

NIP. 19710228 199702 1 002 NIP. 19660115 199102 2 001

Mengetahui :

Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Prof. Dr. Ir. M. Arief Soendjoto, M.Sc

NIP. 19600623198801 1 001

iv

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL …………………………………………………… i

HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………………. ii

KATA PENGANTAR …………………………………………………….. iii

DAFTAR ISI …………………………………………………….. iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitan ……………………………………………. 1

B. Rumusan Masalah ……………………………………………………. 3

C. Tujuan Penelitan …………………………………………………… 4

D. Manfaat Penelitian …………………………………………………… 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………. 5

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ……………………………………. 12

B. Penetapan Lokasi Penelitian ……………………………………….. 12

C. Sumber dan Jenis Data …………………………………………….. 12

D. Proses Pengumpulan Data …………………………………………. 13

E. Analisis Data ……………………………………………………….. 14

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ……………………………………………………… 15

B. Pembahasan ………………………………………………………… 60

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan …………………………………………………………. 77

B. Rekomendasi ……………………………………………………….. 79

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………… 81

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala

limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Tim Peneliti dapat merampungkan seluruh

rangkaian kegiatan penelitian yang diwujudkan dalam bentuk laporan akhir.

Terlaksananya penelitian ini tidak terlepas dari dukungan penuh Pemerintah Daerah

Kabupaten Balangan dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

ULM Banjarmasin.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam kesempatan ini kami

mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:

1. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Balangan

2. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat ULM

3. Dinas Pendidikan Kabupaten Balangan

4. Sekolah di wilayah Kabupaten Balangan, khususnya yang menjadi sampel

penelitian

5. Semua pihak yang telah membantu, sehingga kegiatan penelitian ini dapat

terlaksana dengan lancar.

Tim peneliti menyadari sepenuhnya bahwa sebagai manusia biasa tentunya tidak

lepas dari berbagai kekhilapan. Untuk itu dalam kesempatan ini kami menyampaikan

permohonan maaf jika seandainya dalam laporan ini terdapat berbagai kekurangan.

Akhir kata semoga laporan ini bermanfaat bagi siapa saja yang memerlukannya.

Banjarmasin, Mei 2017

iv

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL …………………………………………………… i

HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………………. ii

KATA PENGANTAR …………………………………………………….. iii

DAFTAR ISI …………………………………………………….. iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitan ……………………………………………. 1

B. Rumusan Masalah ……………………………………………………. 3

C. Tujuan Penelitan …………………………………………………… 4

D. Manfaat Penelitian

…………………………………………………….

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

…………………………………………………..

5

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ……………………………………. 12

B. Penetapan Lokasi Penelitian ……………………………………….. 12

C. Sumber dan Jenis Data …………………………………………….. 12

D. Proses Pengumpulan Data …………………………………………. 13

E. Analisis Data ……………………………………………………….. 14

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ……………………………………………………… 15

B. Pembahasan ………………………………………………………… 60

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan …………………………………………………………. 77

B. Rekomendasi ……………………………………………………….. 79

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………… 81

v

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan di Indonesia merupakan salah satu prioritas utama yang

dilakukan oleh pemerintah. Hal tersebut telah dijelaskan dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945. Sebab untuk menjadikan negera yang maju yang

dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas dengan mengedepankan

sistem pendidikannya. Pendidikan memiliki berbagai manfaat, salah satunya

adalah mendukung kegiatan penyelamatan bumi dan pengelolaan lingkungan.

Fenomena perubahan lingkungan pada akhir-akhir ini menjadi suatu kejadian

yang membangkitkan pemikiran kita. Beberapa kejadian musibah yang

diakibatkan menurunnya kualitas lingkungan menyebabkan kita berpikir

kebelakang dan menguhubungkan kejadian ersebut dengan proses pendidikan

selama ini. Musibah hutan gundul yang menyebabkan erosi yang mengakibatkan

banyak korban dikarenakan longsoran kedaerah pemandian yangramai

pengunjung, permasalahan polusi udara di kota besar dikarenakan banyaknya

penggunaan bermotor, sikap penduduk yang masih membuang sampah

sembarangan dan masih banyak penyimpangan perilaku yang dapat menurunkan

kualitas lingkungan. Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari

lingkungannya, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Kita bernapas

memerlukan udara dari lingkungan sekitar.

Menurut Undang-Undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 23

tahun 1997 dalam Siahaan (2004), Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang

2

dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan

perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan

kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Kebersihan dan kesehatan

lingkungan sekolah perlu diwujudkan sebagai bentuk kebersamaan antara dunia

pendidikan dan pemerintah

Untuk membangkitkan kesadaran manusia terhadap lingkungan hidup di

sekitarnya, proses yang paling penting dan harus dilakukan adalah dengan

menyentuh hati. Jika proses penyadaran telah terjadi dan perubahan sikap dan

pola pikir terhadap lingkungan telah terjadi, maka dapat dilakukan peningkatan

pengetahuan dan pemahaman mengenai lingkungan hidup, serta peningkatan

keterampilan dalam mengelola lingkungan hidup. Pemerintah Indonesia

membuat suatu kebijakan yang diterapkan dalam dunia pendidikan yang tertera

dalam pasal 65 poin keempat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Di mana dalam pasal tersebut

menjelaskan bahwa “setiap orang berhak dan berperan dalam pengelolaan

lingkungan hidup”.

Menyikapi masalah tersebut dan untuk meningkatkan pengetahuan dan

pemahaman lingkungan hidup kepada peserta didik dan masyarakat, maka pada

tanggal 3 Juni 2005 telah ditandatangani Kesepakatan Bersama antara Menteri

Negara Lingkungan Hidup dengan Menteri Pendidikan Nasional. Realisasi dari

kesepakatan tersebut, pada tanggal 21 Pebruari 2006 telah dicanangkan Program

Adiwiyata, yaitu sekolah peduli dan berbudaya lingkungan.

Adiwiyata mempunyai pengertian atau makna sebagai tempat yang baik

dan ideal dimana dapat diperoleh segala ilmu pengetahuan dan berbagai norma

3

serta etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya kesejahteraan

hidup kita dan menuju kepada cita‐cita pembangunan berkelanjutan. Tujuan

program Adiwiyata adalah mewujudkan warga sekolah yang bertanggung jawab

dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui tata kelola

sekolah yang baik untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.

Adiwiyata diterapkan dalam dunia pendidikan disebabkan dalam dunia

pendidikan lebih mudah mempelajari dan menerapkan segala ilmu pengetahuan

dan berbagai norma serta etika untuk mencapai cita-cita pembangunan

berkelanjutan.

Saat ini banyak sekali sekolah yang menjalankan program sekolah peduli dan

berbudaya lingkungan (Adiwiyata), termasuk di Kabupaten Balangan, baik tingkat

pendidikan dasar maupun tingkat pendidikan menengah. Sekolah yang menjalankan

program Adiwiyata tentunya berpotensi menciptakan generasi penerus yang peduli

terhadap lingkungan hidup. Namun demikian, untuk mengetahui apakah warga sekolah

khususnya para siswa memiliki sikap yang baik terhadap perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup setelah program tersebut dijalankan, maka perlu

dilakukan kajian.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang tersebut di atas, masalah dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah implementasi program sekolah peduli dan berbudaya lingkungan

(Adiwiyata) di Kabupaten Balangan?

2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penunjang dan penghambat implementasi

program sekolah peduli dan berbudaya lingkungan?

4

3. Bagaimanakah sikap dan perilaku siswa tentang pengelolaan dan perlindungan

lingkungan hidup?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah implementasi program sekolah peduli dan berbudaya lingkungan

(Adiwiyata) di Kabupaten Balangan?

2. Mengungkap faktor-faktor yang menjadi penunjang dan penghambat implementasi

program sekolah peduli dan berbudaya lingkungan.

3. Mengetahui sikap dan perilaku siswa tentang pengelolaan dan perlindungan

lingkungan hidup?

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini mempunyai arti penting karena dapat memberikan

informasi dan pengetahuan tentang konsep sekolah adiwiyata.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Balanga, hasil penelitian ini

diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam mengembangkan

sekolah yang berbudaya lingkungan.

b. Bagi Sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

masukan untuk meningkatkan peran sekolah dalam membantu

pengembangan sekolah khususnya dalam pengelolaan sekolah adiwiyata.

5

c. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

masukan dalam mengoptimalkan peran guru dalam pengembangan

sekolah adiwiyata.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Permasalahan Lingkungan

Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia telah diupayakan oleh

berbagai pihak sejak awal tahun 1970an. Selama ini elaksanaan Pendidikan

Lingkungan Hidup dilakukan oleh masing-masing pelaku pendidikan

lingkungan hidup secara terpisah. Dewasa ini disadari bahwa berbagai upaya

yang telah, sedang dan akan dilakukan dalam pendidikan lingkungan hidup

perlu dicermati oleh seluruh pemangku kepentingan agar efektivitas

pengembangan pendidikan lingkungan hidup menjadi lebih terencana,

konsisten dan terstruktur.

Menurut Widaningsih (Landriany, 2014) secara formal pendidikan

lingkungan hidup menjadi salah satu alternatif yang rasional untuk

memasukkan pendidikan lingkungan ke dalam kurikulum.Pendidikan

lingkungan hidup merupakan salah satu faktor penting dalam

keberhasilan dalam pengelolaan lingkungan hidup dan juga menjadi

sarana yang sangat penting dalam menghasilkan sumber daya manusia

yang dapat melaksanakan prinsip pembangunan berkelanjutan. Menurut

Nurjhani dan Widodo (Landriany, 2014) pendidikan lingkungan

dibutuhkan dan harus diberikan kepada anak sejak dini agar mereka

6

mengerti dan tidak merusak lingkungan. Hal ini dipengaruhi beberapa

aspek antara lain:

1. Aspek kognitif, pendidikan lingkungan hidup mempunyai fungsi untuk

meningkatkan pemahaman terhadap permasalahan lingkungan, juga

mampu meningkatkan daya ingat, penerapan, analisis, dan evaluasi.

2. Aspek afektif, pendidikan lingkungan hidup berfungsi meningkatkan

penerimaan, penilaian, pengorganisasian dan karakteristik

kepribadian dalam menata kehidupan dalam keselarasan dengan

alam.

3. Aspek psikomotorik, pendidikan lingkungan hidup berperan dalam

meniru, memanipulasi dalam berinteraksi dengan lingkungan di

sekitarnya dalam upaya meningkatkan budaya mencintai lingkungan.

4. Aspek minat, pendidikan lingkungan hidup berfungsi meningkatkan

minat dalam diri anak.

B. Konsep Program Sekolah Peduli dan Bebudaya Lingkungan

(Adiwiyata)

Kata adiwiyata berasal dari dua kata “adi” dan “wiyata”. adi memiliki

makna: besar, agung, baik, ideal dan sempurna. wiyata memiliki makna:

tempat dimana seorang mendapat ilmu pengetahuan, norma dan etika dalam

berkehidupan sosial. jika secara keseluruhan adiwiyata mempunyai

pengertian atau makna: tempat yang baik dan ideal dimana dapat diperoleh

secara ilmu pengetahuan dan berbagai norma serta etika yang dapat menjadi

7

dasar manusia menuju terciptanya kesejahteraan hidup kita menuju keada

cita-cita pembangunan berkelanjutan.

Program Adiwiyata adalah : salah satu program Kementrian

Lingkungan Hidup dalam rangka mendorong terciptanya pengetahuan dan

kesadaran warga sekolah dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Dalam

program ini diharapakan setiap warga sekolah ikut terlibat dalam kegiatan

sekolah menuju lingkungan yang sehat serta menghindari dampak

lingkungan yang negatif.

Sekolah adiwiyata adalah Sekolah yan peduli lingkungan yang sehat,

bersih serta lingkungan yang indah. Dengan adanya program adiwiyata

diharapkan seluruh masyarakat di sekitar sekolah agar dapat menyadari

bahwa lingkungan yang hijau adalah lingkungan yang sehat bagi kesehatan

tubuh kita.

Tujuan umum Adiwiyata adalah membentuk sekolah peduli dan

berbudaya lingkungan yang mampu berpartisipasi dan melaksanakan upaya

pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan bagi kepentingan

generasi sekarang maupun generasi masa depan. Atau menciptakan kondisi

yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran

warga sekolah, sehingga di kemudian hari warga sekolah tersebut dapat turut

bertanggung jawab dalam upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup dan

pembangunan berkelanjutan..

Sedangkan tujuan khusus adalah mewujudkan warga sekolah yang

bertanggung jawab dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan

8

melalui tata kelola sekolah yang baik untuk untuk mendukung pembangunan

berkelanjutan.

Kegiatan utama diarahkan pada terwujudnya kelembagaan sekolah

yang peduli dan berbudaya lingkungan bagi sekolah dasar dan menengah di

Indonesia. Disamping pengembangan norma-norma dasar dan antara lain:

kebersamaan, keterbukaan, kesetaraan, kejujuran, keadilan, dan kelestarian

fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam. Serta penerapan prinsip

dasar yaitu: partisipatif, dimana komunitas sekolah terlibat dalam

manajemen sekolah yang meliputi keseluruhan proses perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi sesuai tanggung jawab dan peran; serta

berkelanjutan, dimana seluruh kegiatan harus dilakukan secara terencana dan

terus menerus secara komprensif.

Untuk menjadikan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan

maka diperlukan beberapa kebijakan sekolah yang mendukung dilaksanakan

kegiatan pendidikan lingkungan hidup oleh semua warga sekolah sesuai

dengan prinsip dasar program Adiwiyata yaitu partisipatif dan berkelanjutan.

Program Adiwiyata ini adalah sebagai salah satu strategi pemberian

pendidikan lingkungan yang dilakukan pemerintah dengan maksud agar

tercipta sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan (Resa, 2014).

C. Prinsip-prinsip Dasar dan Komponen Program Adiwiyata

Prinsip dasar program adiwiyata adalah :

1. Partisipatif

Komunitas sekolah terlibat dalam manjemen yang meliputi keseluruhan

9

proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sesuai tanggung jawab

dan peran.

2. Berkelanjutan

Seluruh kegiatan harus dilakukan secara terencana dan terus menerus

secara komprehensif.

Sedangkan komponen Adiwiyata adalah :

1. Kebijakan Berwawasan

2. Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Lingkungan

3. Kegiatan Lingkungan Berbasis Partisipasif

4. Pengelolaan Sarana Pendukung Ramah Lingkungan

D. Keuntungan Program Adiwiyata

1. Mendukung pencapaian Standar Kompetensi/ kompetensi dasar dan

Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Pendidikan Dasar dan Menengah.

2. Meningkatkan efesiensi penggunaan dana operasional sekolah melalui

penghematan dan pengurangan konsumsi dari berbagai sumber daya dan

energi.

3. Menciptakan kebersamaan warga sekolah dan kondisi belajar mengajar

yang lebih nyaman dan kondusif.

4. Menjadikan tempat pembelajaran nilai-nilai pemeliharaan dan

pengelolaan lingkungan hidup yang baik dan benar bagi warga sekolah

dan masyarakat sekitar.

10

5. Meningkatkan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

melalui kegiatan pengendalian pencemaran, pengendalian kerusakan dan

pelestarian fungsi lingkungan sekolah

E. Konsep 5 R dalam Lingkungan

Cara Menerapkan Konsep 5 R sendiri berasal dari 5 kata dalam

bahasa Inggris yaitu Reduce (Mengurangi), Reuse (Menggunakan kembali),

Recycle (Mendaur Ulang), Replace (Menggunakan kembali) dan Replant

(Menanam Kembali). Berikut ini dijelaskan tentang konsep 5 R:

1. Recycle

Recycle atau mendaul ulang adalah kegiatan mengolah kembali atau

mendaur ulang. Pada perinsipnya, kegitan ini memanfaatkan barang bekas

dengan cara mengolah materinya untuk dapat digunakan lebih lanjut.

Contohnya adalah memanfaatkan dan mengolah sampah organik untuk

dijadikan pupuk kompos.

2. Reuse

Reuse atau penggunaan kembali adalah kegiatan menggunakan kembali

material atau bahan yang masih layak pakai. Sebagai contoh, kantong plastik

atau kantng kertas yang umumnya didapa dari hasil kita berbelanja,

sebaiknya tidak dibuang tetapi dikumpulkan untuk digunakan kembali saat

dibutuhkan. Contoh lain ialah menggunakan baterai isi ulang.

3. Reduce

Reduce atau Pengurangan adalah kegiatan mengurangi pemakaian atau pola

perilaku yang dapat mengurangi produksi sampah serta tidak melakukan pola

konsumsi yang berlebihan. Contoh menggunakan alat-alat makan atau dapur

11

yang tahan lama dan berkualitas sehingga memperpanjang masa pakai

produk atau mengisi ulang atau refill produk yang dipakai seperti aqua galon,

tinta printer serta bahan rumah tangga seperti deterjen, sabun, minyak goreng

dan lainnya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi potensi bertumpuknay

sampah wadah produk di rumah Anda.

4. Replace

Replace atau Penggantian adalah kegiatan untuk mengganti pemakaian

suatu barang atau memakai barang alernatif yang sifatnya lebih ramah

lingkungan dan dapat digunakan kembali. Upaya ini dinilai dapat mengubah

kebiasaan seseorang yang mempercepat produksi sampah. Contohnya

mengubah menggunakan kontong plastik atau kertas belanjaan dengan

membawa tas belanja sendiri yang terbuat dari kain.

5. Replant

Replant atau penamanan kembali adalah kegiatan melakukan penanaman

kembali. Contohna melakukan kegiatan kreatif seperti membuat pupuk

kompos dan berkebun di pekarangan rumah. Dengan menanam beberapa

pohon, lingkungan akanmenjadi indah dan asri, membantu pengauran suhu

pada tingkat lingkungan mikro (atau sekitar rumah anda sendiri), dan

mengurnagi kontribusi atas pemanasan global.

Dengan menerapkan konsep 5 R yang telah dibahas, kita dapat ikut

serta dalam melestarikan dan memelihara lingkungan agar tidak rusak atau

tercemar.

12

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif

di samping dapat mengungkap dan mendeskripsikan peristiwa-peristiwa riil di

lapangan, juga dapat mengungkapkan nilai-nilai tersembunyi (hidden value)

dari penelitian ini. Di samping itu penelitian ini juga peka terhadap informasi-

informasi yang bersifat deskriptif dan berusaha mempertahankan keutuhan

objek yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti berada pada posisi sebagai

instrumen kunci (Lincoln dan Guba, 1985 : 198).

B. Penetapan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Balangan Provinsi Kalimantan

Selatan. Tidak semua sekolah di Kabupaten Balangan melaksanakan program

Adiwiyata, oleh karena itu sekolah yang dijadikan lokasi penelitian adalah

sekolah yang telah melaksanakan program Adiwiyata.

13

C. Sumber dan Jenis Data

1. Sumber Data

a. Key informan, yaitu informan awal atau informan kunci yang dipilih

secara purposif (purposive sampling). Pemilihan informan ini didasarkan

atas subjek yang menguasai permasalahan, memiliki data dan bersedia

memberikan data yang benar-benar relevan dan kompeten dengan

masalah penelitian. Dari informan kunci kemudian peneliti meneruskan

pengumpulan data keinforman berikutnya dan seterusnya sampai peneliti

merasa bahwa informan sudah cukup yakni jika sudah menunjukkan

kejenuhan informasi. Sebagaimana dikatakan Muhadjir (2000) bahwa

bila dengan menambah informan hanya memperoleh informasi yang

sama, berarti jumlah informan sudah cukup (sebagai informan terakhir)

karena informasinya sudah jenuh. Cara seperti ini disebut dengan teknik

Snowball Sampling yaitu informasi dipilih secara bergulir sampai

menunjukkan tingkat kejenuhan informasi atau disebut juga dengan

theoritical sampling.

b. Tempat dan peristiwa, sebagai sumber data tambahan yang dilakukan

melalui observasi langsung terhadap tempat dan peristiwa yang berkaitan

dengan pelaksanaan kegiatan

2. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini meliputi kata-kata atau cerita langsung

dari para informan penelitian, tulisan dari berbagai dokumen. Keterangan berupa

kata-kata atau cerita langsung dari informan dijadikan sebagai data primer

14

(utama), sedangkan tulisan atau data dari berbagai dokumen dijadikan data

sekunder (pelengkap).

D. Proses Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif ini peneliti sendiri yang menjadi instrumen

utama yang turun ke lapangan serta berusaha sendiri mengumpulkan informasi

baik melalui observasi maupun wawancara. Wawancara dilakukan secara

terbuka dan tak terstruktur.

Untuk memudahkan pengumpulan data, peneliti menggunakan alat bantu

berupa catatan lapangan, tape recorder, kamera foto dan pedoman wawancara.

Selain wawancara, juga dilakukan observasi untuk melihat kondisi

sarana dan prasarana sekolah yang melaksanakan program Adiwiyata. Di

samping itu juga digunakan teknik angket untuk mengetahui sikap siswa

berkaitan dengan lingkungan.

E. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknis analisis model interaktif (interactive

model of analysis) dari Miles dan Huberman. Pada model analaisis interaktif ini

peneliti bergerak pada tiga komponen, yaitu reduksi data (data reduction),

penyajian data (data display) dan penarikan kesimpulan (verification).

15

BAB VI

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menyajikan hasil-hasil penelitian baik yang diperoleh melalui

wawancara, observasi, angket maupun studi dokumentasi yang terkait dengan

kajian program Sekolah Adiwiyata di Kabupaten Balangan. Penyajian diawali

dengan dengan deskripsi hasil penelitian yang diuraikan dalam sususan

pembahasan sebagai berikut : (1) Implementasi program sekolah peduli dan dan

berbudaya lingkungan (Adiwiyata) di Kabupaten Balangan. (2) Faktor-faktor

yang menunjang dan menghambat implementasi Program Sekolah Adiwiyata di

kabupaten balangan. (3). Sikap dan prilaku siswa tentang pengelolaan dan

perlindungan lingkungan hidup.

A. Hasil Penelitian

1. Implementasi Program Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan

(Adiwiyata) di Kabupaten Balangan.

Sesuai dengan kesepakatan ketika seminar proposal penelitian ini

pada tanggal 4 Mei 2017, seminar proposal itu menghasilkan sebuah

kesepakatan bahwa dari semua sekolah Adiwiyata di Kabupaten Balangan,

16

hanya sekolah yang sudah mengimplementasikan program sekolah peduli

dan berbudaya lingkungan (adiwiyata) sejak minimal dari tahun 2014 karena

ini sesuai dengan teori evaluasi yang mengatakan bahwa suatu program bisa

di evaluasi apabila program tersebut sudah berjalan minimal tiga tahun.

Maka dari itu disepakati bahwa yang menjadi sampling atau informan dalam

penelitian ini hanya sekolah-sekolah tersebut yang diambil dari tiga

kecamatan yang mewakili daerah atas, tengah, dan bawah yakni Kecamatan

Juai, Kecamatan Paringin selatan, dan Kecamatan Paringin, yang terdiri dari

SD, SMP dan SMA. Temuan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Sekolah berbasis peduli dan berbudaya lingkungan (adiwiyata)

merupakan kerjasama antara Kementrian Lingkungan Hidup dengan

Kementrian Pendidikan. Di Kabupaten Balangan ada beberapa sekolah yang

sudah terdaftar menjadi sekolah Adiwiyata sejak tahun 2010 yang

merupakan sekolah piloting untuk sekolah berbasis peduli dan berbudaya

lingkungan (adiwiyata) di kabupaten Balangan. Peneliti melakukan

wawancara dengan salah satu pegawai di Lingkungan Dinas Lingkungan

Hidup kabupaten Balangan, yakni Ibu Yulida mengenai prosedur atau

mekanisme sehingga sekolah itu bisa menjadi sekolah adiwiyata atau

menjalankan program adiwiyata tersebut, beliau mengatakan bahwa :

“Mengenai mekanisme sekolah menjadi sekolah adiwiyata itu sebenarnya

harus adanya kesadaraan dari pihak sekolah sendiri untuk mendaftar menjadi

sekolah adiwiyata, kami sangat mengapresiasi sekali apabila ada sekolah

yang atas keinginan sendiri ingin menjadi sekolah adiwiyata atau sekolah

peduli dan berbudaya lingkungan.”

17

Kemudian Beliau Menambahkan :

“Tetapi yang terjadi hingga hari ini sekolah yang atas kesadaran sendiri

untuk mendaftarkan diri menjadi sekolah yang menjalankan program

adiwiyata masih belum ada, selama ini mekanisme yang digunakan untuk

menjadi sekolah adiwiyata hanya melalui penunjukan oleh Bupati Balangan

dengan surat Rekomendasi dari Bupati Balangan yang sudah berkonsultasi

dengan SOPD Dinas Pendidikan Kota Balangan.”

Peneliti juga mewawancari bagian Dinas Pendidikan Kab. Balangan

yang kebetulan hari itu bertemu dengan Kabid Dikdas Pendidikan Kab.

Balangan Bapak Rapiul Amal, M.Pd, beliau mengatakan bahwa :

“Ada beberapa kriteria sekolah yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan atau

Bupati menjadi sekolah adiwiyata, diantaranya mengenai lokasi sekolah,

lokasi sekolah merupakna pertimbangan yang paling utama untuk

menjadikan sekolah menjadi berbasis peduli dan berbudaya lingkungan,

karena di Kabupaten Balangan merupakan salah satu daerah penghasil

tambang”. Jadi sekolah-sekolah yang berdekatan dengan lokasi tambang atau

daerah ring satu biasanya dijadikan prioritas ditunjuk menjadi sekolah

adiwiyata, tetapi tidak menuntup kemungkinan disekolah-sekolah yang jauh

dari lokasi tambang seperti di daerah ring dua dan tiga untuk tetap menjadi

prioritas untuk ditunjuk menjadi sekolah adiwiyata karena alasan lain.”

Beliau juga menambahkan bahwa :

“alasan kedua adalah dinas pendidikan juga melihat potensi-potensi guru atau

pengajar di sekolah-sekolah di Kabupaten Balangan karena program sekolah

ini sangat melibatkan guru-guru untuk membentuk tim yang nanti akan

menangani dan mengurus masalah-masalah ini. Jadi potensi guru merupakan

salah satu alasan kriteria dalam menjalankna program sekolah Adiwiata, hal

ini dilakukan untuk mencek kesiapan guru-guru yang direkomendasikan

menjadi sekolah adiwiyata di Kabupaten Balangan.”

Selain kriteria-kriteria di atas, hal yang perlu diperhatikan juga

menurut beliau adalah menyangkut sarana dan prasaran sekolah yang

ditunjuk untuk menjalankan program Adiwiyata. Beliau menambahkan

bahwa :

18

“Sarana dan prasarana sekolah merupakan salah satu kriteria yang sangat

penting, sekolah yang direkomendasikan dan ditunjuk oleh Dinas Pendidikan

menjadi sekolah adiwiyata harus memiliki sarana dan prasarana yang

memadai dan bagus untuk menunjang pelaksanaan program sekolah peduli

dan berbudaya lingkungan. Jika seadainya sekolah tidak memiliki sarana dan

prasarana yang memadai untuk program sekolah adiwiyata mana mungkin

pelaksaan program tersebut bisa berjalan dengan baik.”

Implementasi program sekolah peduli dan berbudaya lingkungan

(adiwiyata) bisa dilihat dari 4 (empat) komponen yang menjadi bahan

penilaian. Dalam artian bahwa Program sekolah peduli dan berbudaya

lingkungan dapat dilihat dan diukur melalui 4 (empat) komponen tadi, di

antaranya adalah : (1). Kebijakan Sekolah, (2) Kurikulum Sekolah, (3).

Partispasi Sekolah, (4) Sarana dan Prasarana Sekolah. Adapun yang menjadi

temuan penelitian dalam mengimplementasikan program ssekolah peduli dan

berbudaya lingkungan (Adiwiyata) di Kabupaten Balangan adalah sebagai

berikut :

a. Kebijakan Sekolah yang berwawasan lingkungan.

Untuk mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan

maka diperlukan model pengelolaan sekolah yang mendukung

dilaksanakannya pendidikan lingkungan hidup oleh semua warga sekolah

sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Program Adiwiyata yakni Partisipatif dan

Berkelanjutan maka diperlukanya kebijakan sekolah yang berwawasan

lingkungan.

Salah satu syarat menjadi sekolah Adiwiyata atau mendapatkan

penghargaan Adiwiyata yaitu sekolah harus menerapkan kebijakan yang

berwawasan lingkungan. Perumusan kebijakan berwawasan lingkungan

19

dilakukan dilakukan oleh Tim Adiwiyata di SDN 1 Juai sebagaimana oleh

Samiji tuturkan selaku Ketua Tim Adiwiyata sekolah, beliau mengatakan

bahwa :

“yang merumuskan itu Tim Adiwiyata, Pengendali Mutu dan Kepala

Sekolah. yang utama itu dari Tim Adiwiyata, kebetulan saya ketua tim-nya.

Terus untuk RAKS itu dirumuskan oleh Kepala Sekolah, Wakil Kepala

Sekolah, dan Bendahara dan tim Adiwiyata juga. Kemudian dibantu juga

Komite sekolah dan Purnawira sekolah.”

Kenudian beliau menambahkan bahwa :

“hal yang paling penting adalah bagaiamana keterlibatan semua elemen atau

warga sekolah sangat dibutuhkan dalam proses pelaksanaan program

adiwiyata ini bagaimanapin jika program adiwiyata ini hanya dibebankan

kepada tim adiwiyata sekolah maka program adiwiyata tidak akan mampu

berjalan.”

Sementara itu peneliti juga melakukan wawancara kepada ibu Rina

yang merupakan salah satu anggota tim adiwiyata disekolah tersebut, beliau

mengatakan bahwa : “kebijakan sekolah yang berwawasan dilingkungan

dapat dilihat dengan adanya visi dan misi sekolah yang memuat adanya

wawasan lingkungan di dalamnya, kemudian adanya fasilitas-fasilitas

sekolah yang mendukung program adiwyata di sekolah ini.”

Beliau juga menambahkan, bahwa : “adanya kebijakan dari kepala

sekolah untuk semua warga sekolah agar menjaga kebersihan sekolah

dengan cara menjadwalkan piket kebersihan setiap hari kepada seluruh siswa

secara bergantian setiap harinya.”

Peneliti juga mengobservasi sekolah SDN 1 Juai di sekolah tersebut

dilihat dari visi dan misi sekolah sudah sejalan dengan program adiwiyata

karena disekolah tersebut memuat visi dan misi yang berwasasan

20

lingkungan, sementara itu tumbuh-tumbuhan juga terlihat rimbun disekolah

tersebut, fasilitas tempat sampah yang memadai walaupun masih belum

sesuai dengan intruksi dari Dinas Lingkungan Hidup karena masih belum

ada pengelompokan sampah menjadi lima macam jenis. Tetapi yang sangat

disayangkan program sekolah adiwiyata disekolah juga terlihat kurang

berjalan dengan baik ini terlihat dari tidak difungsikanya Bank Sampah yang

merupakan tempat pembuangan semnetara sampah di sekolah, kemudian

tanaman-tanaman toga (obat-obatan) yang tidak terpelihara dengan baik, dan

guru-guru disekolah tesebut kurang bisa mengintegrasikan program

adiwiyata ke setiap mata pelajaran yang diajarakan di sekolah tersebut.

Seperti yang dikatakan oleh ibu Rina, bahwa : “Untuk

pengintegrasikan program adiwiyata ke setiap mata pelajaran disekolah

masih kurang berjalan dengan baik, karena guru-guru masih kebingungan

bagaimana caranya mengaitkan mata pelajaran yang diajarkan kepada yang

berwawasan peduli lingkungan.”

Hal senada juga di sampaikan oleh Bapak Kepala sekolah SMPN 1

Juai beliau mengatakan bahwa :

“peran kepala sekolah sangat berpengaruh dalam pelaksanaakn program

adiwiyata ini, dimana kepala sekolah harus membuat kebijakan-kebijakan

sekolah yang berwawasan lingkungan, tetapi sebelum itu kepala sekolah

harus mensosialisasikan program ini kepada semua warga sekolah, setelah

itu kepala sekolah membuat kebijakakn untuk membuat tim adiwiyata

sekolah yang tugasnya khusus menangani masalah-masalah lingkungan di

sekolah.”

Beliau juga sedikit menambahkan bahwa :

21

“kebijakan-kebijakan sekolah tersebut harus bersentuhan langsung dalam

peningkatan wawasan lingkungan warga sekolah di SMPN 1 Juai, kebijakan-

kebijakn yang saya keluarkan selama ini selalu berupaya untuk tetap

melaksanakan program adiwiyata misalnya mengeluarkan kebijakan adanya

hari jumat bersih, menegur apabila ada siswa yang membuang sampah dan

lain-lain.”

Selain itu beliau juga mengatakan, bahwa : “sekolah SMPN 1 Juai

merupakan sekolah yang mengikuti lomba sekolah sehat yang kiranya

program sekolah sehat juga berkontribusi dengan program sekolah adiwiyata

agar bagaimana menjadikan sekolah dan warga sekolah menjadi bersih, asri

dan sehat.”

Peneliti juga mewawancari guru Seni Budaya yang merupakan salah

satu tim guru adiwiyata disekolah tersebut :

“Bentuk program-program adiwiyata yang kami jalankan disekolah ini

seperti membersihkan lingkungan sekolah baik bergantian maupun serentak,

kemudian menanam bunga-bunga dan tanaman yang berguna dan bermanfaat

untuk memperindah sekolah, membuat taman sekolah, dan yang paling

penting adalah kami selalu mengingatkan kepada siswa agar tidak membawa

sampah dari luar ketika belanja waktu isitriahat.”

Kebijakan yang dibuat dan diambil oleh kepala sekolah dan Guru-

guru yang tergabung dalam tim adiwiyata di SMPN 1 Juai diawali dengan

mensosialisasikan program adiwiyata kepada guru-guru di SMPN 1 Juai

kemudian kepala sekolah membentuk tim adiwiyata disekolah untuk

menangani masalah-masalah tersebut. Selain itu Kepala Sekolah dan guru-

guru di SMPN 1 Juai juga berkomitmen untuk selalu melaksanakan program

adiwiyata disekolah tersebut, beliau juga mengeluarkan kebijakan setiap hari

jumat untuk melaksanakan kebersihana serentak untuk warga sekolah, yang

kegiatanya antara lain seperti membersihkan lingkungan, mengurangi

sampah plastik, menamam Bunga, dan membuat taman.

22

Hal yang nampak berbeda justru ada ketika peneliti melakukan

wawancara dan observasi ke sekolah SMAN 1 Juai, sekolah tersebut sejak

tahun 2013 merupakan sekolah yang sudah menjalankan program adiwiyata,

sepeti yang dikatakan oleh bapak Nasdi yang merupakan ketua tim adiwiyata

di sekolah terserbut beliau mengatakan bahwa :

“sekolah ini atas inisiatif sendiri ketika tahun 2013 mendaftarakan diri untuk

menjadi sekolah adiwiyata dan kebetulan saat itu kami juga mendapatkan

dana dari Adaro sebanyak 10 Juta rupiah awalnya. Dan yang kami dapatkan

itu seluruhnya kami gunakan untuk melaksanakan program sekolah

adiwiyata di sekolah ini.”

Kemudian beliau menambahkan, bahwa :

“tetapi untuk program-program sekolah adiwiyata khusus mengenai

kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pimpinan dirasa masih kurang

hal ini dikarenakan adanya transisi perpindahan kepala sekolah sehingga

kebijkakan yang dikeluarkan pun berbeda dari kepala sekolah sebelumnya,

sehingga program sekolah yang terkait mengenai kebijakan sekolah

berwawasan lingkungan hanya terfokus kepada pembangunan fisik atau

sarana dan prasarana saja.”

Beliau juga mengatakan bahwa :

“Walau visi dan misi sekolah ini sudah memuat konten sekolah peduli dan

berbudaya lingkungan tetapi untuk program-program yang lain masih kurang

berjalan dengan baik, seperti guru-guru kurang berminat untuk membuat

perangkat pembelajaran yang berwawasan lingkungan dan kurang bisa

mengintegrasikan program ini ke mata pelajaran yang diajarkan. Walaupun

seperti itu kegiatan-kegiatan adiwiyata disekolah ini masih bta terlihat,

seperti adanya piket kebersihan yang dilakukan siswa secara bergantian,

adanya taman sekolah, bank sampah dan adanya tanaman obat-obatan

(toga).”

Kebijakan yang diambil oleh sekolah di SMAN 1 Juai hanya sebatas

untuk kebijakan pembangunan fisik, seperti memberikan tugas kepada siswa

untuk piket kebersihan menjaga lingkungan sekolah secara bergantian setiap

harinya, pemeliharan kebun dan taman-taman sekolah, pemelihaaaan

23

tanaman-tanaman yang lain, serta penanaman tanaman-tanaman obat-obatan.

Sementara itu untuk kebijakan-kebijakan yang lain masih dirasa belum

terlalu optimal. Seperti kebijakan untuk mewajibkan semua guru untuk

mengintegrasikan dan pembuat perangkat pembelajaran berwawasan peduli

dan berbudaya lingkungan kemudian walaupun visi dan misi sekolah

tersebut sudah memuat adanya program berwawasan peduli dan berbudaya

lingkungan. Yang terakhir adalah masih belum adanya kebijakan yang

berusaha untuk mengoptimalkan bank sampah sebagai tempat penampungan

dan pemilihan sampah disekolah tersebut.

Kemudian peneliti mendatangi ke sekolah SDN 1 Batu Piring sekolah

tersebut merupakan sekolah yang menjalankan program adiwiyata sejak

tahun 2013 dengan mendapat bantuan dari PT Adaro sebanyak

Rp.10.000.000. yang mana menurut bapak kepala Sekolah SDN 1 Batu

Piring, Beliau mengatakan bahwa :

“dana yang kami dapatkan dari Adaro tersebut sepenuhnya kami gunakan

untuk keperluan-keperluan program adiwiyata seperti untuk memperbaiki

dan membeli sarana dan prasarana sekolah yang menunjang program

tersebut, mendatangkan narasumber-narasumber untuk memahamkan guru-

guru disekolah ini mengenai program sekolah adiwiyata, serta perbaikan-

perbaikan fisik bangunan sekolah ini.”

Selain itu beliau menambahkan bahwa : “Di dalam RAPBS atau

sekarang namanya RAKS itu didalamnya harus disediakan sekitar 20%

untuk program Adiwiyata. sebesar 20% dan itu sudah ketentuan aturan.

Nahitu nanti buat inovasi- inovasi mas seperti pengelolaan sarana prasarana

ramah lingkungan,pengadaan barang.”

24

Berdasarkan hasil studi dokumen RAKS sekolah, sekolah telah

menganggarkan kurang lebih 18% dari total anggaran sekolah guna

pengelolaan program Adiwiyata di SDN 1 Batu Piring.

Perubahan Visi dan Misi sekolah yang memuat kebijakan

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hal tersebut diperkuat oleh

pernyataan bapak Kepala Sekolah SDN 1 Batu Piring, beliau mengatakan

bahwa : “Kemudian kebijakan yang lain itu kita merubah visi-misi sekolah

untuk mngikuti dan memuat konten sekolah berwawasan dan berbudaya

lingkungan.”

Pernyataan di atas diperkuat lagi salah seorang guru di sekolah

tersebut yang merupakan ketua Tim Adiwiyata di SDN 1 Batu Piring yakni

bapak Saidillah beliau mengatakan bahwa : “……juga terdapat di dalam visi-

misi sekolah, banyak sekali visi-misi yang menyangkut Adiwiyata di SMA N

2 Klaten, dari visi nomor tiga sampai nomor empat itu menyangkut ke

Adiwiyata.”

Kebijakan yang berisi peraturan atau tata tertib untuk menjaga

lingkungan. Salah satu tata tertib tersebut diungkapkan oleh Kepala Sekolah,

bahwa :

“Mulai mengurangi penggunaan daya listrik, misalnya saat siang hari tidak

usah menyalakan lampu yang tidak perlu karena di Adiwiyata diwajibkan

untuk tidak boros listrik. Lalu mengurangi penggunaan AC, karena di

Adiwiyata menurut kami itu, penggunaan AC itu bisa merusak lapisan ozon,

seperti itu.”

25

Kemudian Beliau menambahkan bahwa : “membagi tempat sampah

menurut jenisnya mas, terus merawat tumbuh-tumbuhan yang ada disekolah,

tidak banyak membuang sampah, kertas dan plastik. Terus memisahkan

sampah organik, anorganik dan plastik.”

Hal yang lebih menarik terlihat ketika peneliti mendatangi sekolah

SMPN 4 Paringin, SMPN 4 paringin sudah sejak tahun 2010 menjadi

sekolah adiwiyata dan merupakan sekolah yang pertama kali yang

melaksanakan program adiwiyata di Kabupaten Balangan dan saat ini

sekolah SMPN merupakan sekolah Adiwiyata tingkat Provinsi Kalimantan

Selatan. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Edy yang merupakan ketua Tim

Adiwiyata di sekolah tersebut, beliau mengatakan bahwa :

“sekolah SMPN 4 Paringin sudah sejak tahun 2010 sudah melaksanakan

program sekolah peduli dan berbudaya lingkungan (adiwiyata) dan

merupakan sekolah pertama yang melaksanakan program adiwiyata di

Kabupaten Balangan, dengan pertama kali ditugaskan oleh Badan

Lingkungan Hidup saat itu dan mendapatkan bantuan dari PT Adaro sebesar

Rp. 50.000.000 untuk melaksanakan program adiwiata dan sekaligus

menjadi sekolah piloting untuk program tersebut dan sekarang Alhamdulillah

kita sudah menjadi sekolah Adiwiyata tingkat Provinsi dan insha allah mau

menjadi sekolah adiwiata tingkat nasional.”

Mengenai kebijakan-kebijakan sekolah yang berhubungan dengan

wawasan peduli dan berbudaya lingkungan banyak sekali kebijakan-kebijakn

yang sudah di buat dan diterapkan di sekolah tersebut, diantaran kata beliau

adalah :

“mengenai visi dan misi sekolah sudah sejak tahun 2010 sudah memuat

adanya visi dan misi yang memuat masalah kepedulian dan berbudaya

lingkungan. hal ini terlihat di dalam visi sekolah sekaligus di dalam misi

sekolah di nomer tujuh dan delapan memuat masalah sekolah peduli dan

berbudaya lingkungan.”

26

Selain sudah memuat visi dan misi sekolah yang peduli dan

berbudaya lingkungan, sekolah ini juga sudah membeuat dan menetepan

kebijakan yang berisi peraturan atau tata tertib untuk menjaga lingkungan.

Salah satu tata tertib tersebut diungkapkan oleh bapak Edy, bahwa :

“disekolah ini setiap siswa dari kelas VII sampai dengan kelas IX diwajibkan

untuk membawa bekal dari rumah, dengan begitu selain siswa kami terjamin

akan jajanya ketika istirahat sekaligus juga untuk meminimalisasi adanya

sampah-sampah yang dibawa dari luar sekolah.”

Hal ini diperkuat dengan pendapat dari beberapa siswa : “sekolah

mewajibkan kami untuk membawa bekal dari rumah, dan bekal tersebut

dimakan ketika waktu istirahat tiba, dan kami juga tidak dibolehkan untuk

jajan diluar sekolah.”

Kemudian dilanjutkan oleh siswa yang lain, mengatakan bahwa :

“wajib kami setiap hari membawa bekal untuk makan ketika isitriahat, kalau

tidak membawa bekal dan jajan diluar dan sembarang tempat kami akan

mendapatkan hukuman dari sekolah.”

Kemudian sekolah juga sudah membuat dan menetapkan kebijakan-

kebijakan yang lain yang terkait untuk mendukung implementasi program-

program sekolah adiwiyata, menurut bapak Eko beliau mengatakan bahwa :

“sekolah sering mengadakan event-event, seperti lomba-lomba cerdas cermat

bertema lingkungan, lomba memperingati hari-hari besar yang terkait dengan

lingkungan, mengadakan jalan santai sambil memungut sampah.”

Kemudian beliau menambahkan, bahwa :

27

“dan sebaliknya sekolah pun selalu mendukung dan mensupport sekolah

untuk terus terlibat dalam acara-acara yang terkait dengan sekolah

berwawasan lingkungan baik di tingkat regional maupun nasional, seperti

kami pernah mengikuti lomba yang bertema lingkungan, menjuarai beberapa

lomba seperti lomba kebersihan sekolah, sekolah sehat, cerdas cermat

bertema lingkungan dan lain-lain, selain itu kami juga selalu hadir dan

berpartisipasi apabila ada event di hari-hari besar yang bertemakan

lingkungan seperti yang pernah diadakan oleh Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Balangan.”

Kepala sekolah SMPN 4 Paringin yakni ibu Wita yang merupakan

Kepala sekolah baru yang menggantikan kepala sekolah lama yang sudah

mengimplementasikan program sekolah adiwiyata, beliau mengatakan

bahwa :

“saya akan selalu komitmen untuk menjalankan program sekolah adiwiyata

disekolah ini dengan baik kalau perlu selama kepemimpinan saya nanti

sekolah ini bisa menjadi sekolah adiwiyata mandiri dan mudahan-mudahan

saya selaku pemangku kebijakkan di sekolah ini mampu memberikan

inovasi-invoasi yang lebih baik dan kreatif lagi untuk program sekolah

peduli dan berbudaya lingkungan (adiwiyata).”

Hal yang sama juga terdapat di SMKNPP Paringin di sekolah

tersebut juga banyak dibuat dan diterapkan kebijakan-kebijakan mengenai

sekolah peduli dan berbudaya lingkungan (adiwiyata). SMKN PP sudah

mengimplementasikan program adiwiyata sejak tahun 2013 dan sekarang

sekolah tersebut sudah berstatus sebagai sekolah adiwiyata tingkat provinsi

Kalimantan Selatan. Di SMKN PP juga banyak kebijakan-kebijakan yang

dibuat untuk menjalankan program adiwiyata. Seperti yang dikatakan oleh

Bapak Kepala Sekolah SMKNPP, yakni Bapak Udin, beliau mengatakan

bahwa : “disekolah kami sering diadakan mengenai sosialisasi-sosialisasi

28

mengenai lingkungan kepada warga sekolah, baik untuk guru maupun untuk

siswa-siswa di sekolah ini.”

Kemudian beliau juga menambahkan, bahwa :

“visi dan misi sekolah kami pun sudah memuat adanya tema peduli dan

berbudaya lingkungan dengan tujuanya adalah agar siswa selalu ingat dan

membaca mengenai visi dan misi sekolah khususnya yang terkait dengan

tema lingkungan” makanya sengaja kami letakkan tepat di depan pintu

sekolah agar selalu terlihat semua warga sekolah.”

Selain kebijakan mengenai sosialisasi dan visi dan misi, SMKN PP

Kabupaten Balangan juga mengeluarkan dan menetapakan kebijakan untuk

selalu menjaga dan membersihkan lingkungan sekolah. Seperti yang

dikatakan oleh Bapak Kepala sekolah SMKN PP Balangan, beliau

mengatakan bahwa : “kami selalu menjaga kebersihan lingkungan sekolah

dengan cara memberika tugas kepada siswa dan guru yang mendampingi

secara bergantian setiap harinya, dan disekolah ini selau juga diadakan

kegiatan-kegiatan seperti menanam pohon, tanaman dan bunga.”

Kemudian SMKN PP Kabupaten Balangan ini juga sudah

mengeluarkan dan menetatapkan kebijakan untuk mengintegrasikan program

adiwiyata ke semua mata pelajaran yang di ajarkan disekolah terserbut

bahkan tidak hanya itu disekolah SMKN PP ini juga terdapat secara khusus

mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH), seperti yang dikatakan

oleh bapak Kepala Sekolah SMKN PP Balangan, beliau mengatakan bahwa :

“di sekolah ini terdapar mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH)

yang diajarkan di kelas X semester 1 sebagai bagian dari muatan local selain

itu disekolah ini guru-guru mata pelajaran diwajibkan untuk

mengintegrasikan setiap mata pelajaran yang diajarkan harus terkai dengan

wawasan lingkungan.”

29

Hal yang hampir senada juga diungkapkan oleh Kepala sekolah SDN

1 Paringin Selatan beliau mengatakan bahwa :

“SDN 1 Paringin Selatan merupakan sekolah adiwiyata tingkat nasional

yang sebentar lagi mau menjadi sekolah adiwiyata mandiri, jadi kebijakan-

kebijakan sekolah yang ditetapkan sangat banyak yang berhubungan dengan

adiwiyata, visi kita sudah sangat jelas memuat peduli lingkungan dan

berwawasan global, di dalam misi pun juga ada tiga misi sekolah yang

memuat peduli lingkungan diantaranya terdapat dalam misi sekolah nomer

lima, enam, dan tujuh sudah sangat jelas memuat konten sekolah peduli dan

berbudaya lingkungan.”

Ada sesuatu kebijakan yang berbeda dari sekolah-sekolah adiwiyata

yang lain di Kabupaten Balangan, yakni di sekolah tersebut siswa dan siswi

sekolah tersebut tidak boleh jajan atau belanja diluar sekolah, kantin dan

makanan sudah disediakan oleh pihak sekolah, seperti yang diungkapkan

oleh bapak Hasa, beliau merupakan ketua tim adiwiyata di sekolah tersebut,

beliau mengatakan bahwa : “untuk menjaga kesehatan dan kebersihan

sekolah siswa kami tidak kami bolehkan untuk jajan di luar atau membawa

makanan dari luar, siswa disediakan satu kantin yang bersih dan sehat, dalam

rangka untuk menjaga kesehatan siswa sendiri dan kebersihan lingkungan

sekolah.”

Dari hasil penelitian di atas, terlihat bahwa program kebijakan-

kebijakan sekolah yang berwawasan lingkungan di Kabupaten Balangan

adalah sebagai berikut :

1) Kepala Sekolah menetapkan kebijakan untuk mensosialisasikan kepada

warga sekolah mengenai Program sekolah peduli dan berbudaya

30

lingkungan (adiwiyata) baik secara lisan maupun tulisan dalam setiap

kegiatan-kegiatan disekolah.

2) Sekolah menetapkan kebijakan untuk membentuk Tim penanggung

jawab atau yang menangani masalah program sekolah peduli dan

berbudaya lingkungan (adiwiyata) melaui SK Tim penanggung jawab

lingkungan hidup di sekolah.

3) Sekolah menetapkan kebijakan untuk selalu komitmen dan memberikan

izin dalam mengembangkan dan mengikuti program sekolah adiwiyata

misalnya mengirimkan SDM (guru dan peserta didik) dalam seminar,

workshop, penataran, dan studi banding.

4) Visi, Misi dan tujuan sekolah sudah memuat dan mencatumkan mengenai

sekolah peduli, pengelola dan berbudaya lingkungan. Visi, Misi dan

tujuan sekolah ini juga sudah terinternalisasi dan dimengerti oleh

sekolah.

5) Membuat SK tata tertib sekolah berupa larangan merokok, larangan

membawa dan membuang sampah di lingkungan sekolah, penghematan

lisitrik di sekolah, pengelolaan kantin sehat, membuat banner visi misi

sekolah serta slogan-slogan yang berwawasan lingkungan.

6) Sekolah-sekolah adiwiyata di Kabupaten Balangan sebagian juga sudah

memiliki rencan kegiatan dan anggaran sekolah (RKAS) sebanyak 20%

dari total anggaran sekolah yang dimiliki sebagai sebagai upaya

pengelolaan dan perlindungan lingkungan sekolah.

31

b. Kurikulum Sekolah Berbasis Lingkungan

Sekolah yang peduli terhadap lingkungan, tentunya harus pula

diimbangi dengan wawasan mengenai lingkungan. Salah satu cara

meningkatkan wawasan tersebut adalah dengan melaksanakan kurikulum

berbasis lingkungan. kebijakan-kebijakan sekolah yang sudah ditetapkan

nanti akan terlihat di dalam pelaksanaan kurikulum sekolah dalam artian

bahwa guru-guru yang mengajar disekolah adiwiyata harus mampu

mengintegrasikan nilai-nilai kepedulian serta berbudaya dan berwawasan

lingkungan kesemua mata pelajaran yang diajarkan.

Di SDN 1 Juai, sepeti yang dikatakan oleh Bapak Samiji yang

merupakan koordinator tim adiwiyata sekolah SDN 1 Juai, beliau mengatakan

bahwa :

“kurikulum sekolah berbasis lingkungan disekolah ini dijalankan tetapi

sekarang lagi mandek (tidak berjalan dengan baik lagi) dikarena dulu sempat

ada isu bahwa sekolah ini akan digusur, jadi sekolah ini terganggu oleh isu

tersebut dan berakibat program adiwiyata khusunya kurikulum sekolah

berbasi lingkungan kurang bisa berjalan dengan baik.”

Hal yang sama juga dikatakan oleh salah seorang tim adiwiyata dan

guru disekolah tersebut, beliau mengatakan bahwa : “mengenai

pengintegrasian nilai-nilai peduli dan berbudaya lingkungan dalam kurikulum

dan mata pelajaran masih tidak berjalan dengan baik karena sebagaian dari

guru di sekolah ini masih belum mengerti seperti apa cara untuk

mengintegrasikan ke semua mata pelajaran.”

32

Hal yang hampir sama juga terjadi di SMAN 1 Juai, di sekolah

tersebut kurikulum berbasis kepedulian dan berbudaya lingkungan kurang

berjalan dengan baik, ada berbagai macam faktor-faktor yang melatar

belakangi alasan tidak berjalan dan berfungsi dengan baiknya kurikulum

tersebut, seperti yang dikatakan oleh Bapak Nasdi yang merupakan ketua tim

adiwiyata disekolah tersebut, beliau mengatakan bahwa :

“di sekolah ini komitmen untuk mengintegarasikan kurikulum yang memuat

nilai-nilai kepedulian dan berbudaya lingkungan ke semua mata pelajaran

masih sangat rendah, hal ini dikarenakan banyak guru yang masih belum

mengerti cara untuk mengintegrasikannya ke mata pelajaran, misalnya guru

mata pelajaran matematika dan olahraga sangat susah mengaitkan antara

matematika dan olahraga dengan lingkungan.”

Selain itu beliau menambahkan, bahwa : “proses pembelajaran

disekolah ini biasanya saja seprti sekolah biasa, walaupun sekolah ini sekolah

adiwiyata tetapi pada kurikulumnya kami masih kesulitasn dalam

mengintegrasikan nilai-nilai kepedulian lingkungan ke semua mata

pelajaran.”

Kemudian beliau juga mengunngkapan beberapa keluhan, alasan

kenapa sampai guru-guru disekolah tersebut masih belum bisa

mengintegrasikan ke semua mata pelajaran dikarenaka selama ini mereka

belum pernah mendapatkan pelatihan-pelatihan baik dari Dinas Pendidikan,

Dinas Lingkungan hidup maupun sekolah-sekolah yang sudah berstatus

sekolah adiwiyata tingkat nasional, seperti yang diungkapn beliau, bahwa :

“selama ini kami tidak pernah mendapatkan bekal pelatihan bagiamana cara

nya menjalankan kurikulum berbasis peduli dan berwawasan lingkunagn baik

33

dari dinas-dinas terkait dan sebagainya, jadi kami kebingungan karena tidak

pernah mendapatkan pelatihanya.”

Hal yang sedikit berbeda didapatkan peneliti ketika melakukan

wawancara dan observasi ke SMPN 1 Juai, seperti yang dikatakan oleh kepala

sekolah SMPN 1 Juai, beliau berkata bahwa : “Sekolah ini sudah

mengintegrasikan program adiwiyata ke dalam kurikulum tetapi

pelaksanaanya masih belum optimal, karena tidak semua guru dan mata

pelajaran bisa menyisipkan program adiwiyata ke dalam materi ajarnya.”

Kemudian beliau menambahkan bahwa : “Mata pelajaran yang sudah

mengintegrasikan program adiwiyata ke dalam bahan ajarnya adalah seperti

IPA karena pokok bahasan IPA sangat dekat dengan bahasan mengenai alam

jadi guru mudah untuk mengaitkan materi ajar dengan program adiwiyata.”

Hal yang senada juga diungkapkan oleh ibu Rina, yang merupakan

guru seni budaya di sekolah tersebut, dan beliau juga termasuk salah satu tim

penanggung jawab program adiwiyata disekolah tersebut, beliau mengatakan

bahwa : “saya masih belum bisa mengintegrasikan Program adiwiyata ke

dalam mata pelajaran saya secara maksimal, karena apa yang saya ajarkan

sangat jauh dengan tema-tema tersebut, tetapi kadang-kadang jika materi ajar

saya bisa dikaitkan dengan konsep lingkungan saya akan

mengintegrasikanya.”

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa di

sekolah tersebut kurikulum berbasis kepedulian dan berbudaya lingkungan

34

kurang berjalan dengan baik, hal ini diilihat dari keterangan-keterangan dari

kepala sekolah dan guru berikan bahwa hanya pada mata pelajaran IPA saja

guru dapat mengintegrasikan program adiwiyata dalam proses pembelajaran,

selebihnya pada mata pelajaran yang lain guru-guru masih belum bisa cara

untuk mengintegrasikan program adiwiyata ke dalam proses pembelajaranya.

Hal yang sangat berbeda adalah ketika peneliti mendatangi tiga

sekolah yang lain di Kabupaten Balangan, yakni SDN Paringin Selatan 1,

SMPN 4 Paringin, dan SMKN PP Paringin, di sekolah-sekolah tersebut

program kurikulum berbasis peduli dan berbudaya lingkungan benar-benar

dilaksanakan dengan baik, guru-guru juga mengintegrasikan ke dalam semua

mata pelajaran, dan adanya mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup

yang monolitik berdiri sendiri menjadi mata pelajaran wajib yang diajarkan di

sekolah tersebut. Seperi yang dikatakan oleh Bapak Hasan, beliau merupakan

ketua Tim penanggung jawab adiwiyata di SDN 1 Paringin Selatan, beliau

mengatakan bahwa :

“di sekolah ini sudah mengintegrasikan program adiwiyata ke dalam

kurikulum proses pembelajaran metode, model dan teknik pembelajaran

selalu berpatokan dengan program adiwiyata, misalnya dalam proses

pembelajaran bahasa Indonesia dengan tema mengkomunikasina puisi, maka

siswa dan siswi wajib mencari puisi yang bertema kan lingkungan untuk

dibacakan di depan kelas secara begantian.”

Kemudian beliau menambahkan :

“untuk mengintgerasikan program adiwiyata ke dalam mata pelajaran tersebut

guru terlebih dahulu harus memuat ke dalam intrumen pembelajaran seperti

silabus, RPP dan Laporan semester kemudia intrumen pembelajaran yang

memuat program adiwiyata tersebut dijadikan pedoman dalam pelaksanaan

proses pembelajaran.”

35

Hal yang hampir senada juga diungkapkan oleh Bapak Edy yang

merupakan ketua tim penanggung jawab program adiwiyata di SMPN 4

Paringin, beliau mengatakan bahwa :

“sejak tahun 2010 sudah diimplementasikan, baik dalam mata pelajaran

maupun penerapan kehidupan sehari-hari. Contohnya dalam silabus, di RPP,

setiap mata pelajaran terintegrasikan dengan berwawasan lingkungan

termasuk didalam mata pelajaran kita tambahkan mata pelajaran untuk

mendukung berwawasan lingkungan, yaitu Pendidikan Lingkungan Hidup

.Termasuk dalam RPP disisipkan berwawasan lingkungan untuk semua mata

pelajaan, mulai dari Bahasa Indonesia, PPKn, semuanya, bahkan IPS.”

Kemudian beliau melajutkan bahwa : “Berhubung saya juga guru

IPS, saya sisipkan juga mas, misalkan mengenai Revolusi Hijau itu, selain itu

nanti disisipkan dan diterapkan nilai-nilai atau wawasan mengenai lingkungan

dan disesuaikan dengan kompetensi dasar masing-masing.”

Pendapat dari Bapak Edy diperkuat dengan pernyataan yang

dinyatakan oleh Ibu Kepala Sekolah SMPN 4 Paringin, beliau mengatakan

bahwa :

“saya selalu memberikan rekomendasi kepada guru untuk mencari tahu lewat

media internet mengenai materi pembelajaran, berikut pengelolaanya seperti

apa, yang baik seperti apa, metode yang digunakan dalam misalnya budidaya

benih seperti apa. Selain itu sumber belajar yang kita gunakan bisa dengan

kerjsama dengan guru-guru yang bersangkutan dengan topiknya.Karena mata

pelajaran riset seperti ini juga butuh keterangan dari berbagai sudut pandang,

seperti guru kimia dan biologi.Seperti itu mas.”

Begitu juga apa yang sudah di laksanakan dan dilakukan oleh SMKN

PP Paringin, seperti yang dikatakan oleh bapak Eko, Beliu merupakan ketua

tim penanggung jawab program adiwiyata di sekolah tersebut beliau

mengatakan bahwa : “sebagai guru itu berperan aktif untuk memberikan

36

wawasan mengenai lingkungan ya Mas, khususnya untuk mata pelajaran ini,

yakni Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) yang diajarkan pada kelas X

semester 1.”

Kemudian beliau juga menambahkan, bahwa : “kebetulan saya

sebagai pengampu dalam mata pelajaran yang berkaitan dengan program

Adiwiyata. Yaitu Pendidikan Lingkungan Hidup . untuk mata pelajaran

Budidaya dan Prakarya ini sebenarnya adalah PLH, hanya saja karena

kurikulum 2013, kita mengganti namanya saja.”

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di atas dapat diketahui

bahwa kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan oleh sekolah-sekolah program

adiwiyata di Kabupaten Balangan Khusus terkait dengan pengintegrasian

konten berwawasan kepedulian dan berbudaya lingkungan kekurikulum dapat

diketahui, adalah sebagai berikut :

1) Sebagian sekolah-sekolah yang menjalankan Program adiwiyata di

Kabupaten Balangan sudah mengintegrasikan program adiwiyata kesemua

mata pelajaran diajarakan.

2) Sebagaian Sekolah dan Guru-guru sudah Menyusun perangkat

pembelajaran seperti silabus, RPP dll bertema lingkungan hidup.

3) Sebagain Sekolah sudah membentuk mata pelajaran Pendidikan

Lingkungan Hidup (PLH) secara monolitik atau berdiri sendiri sebagai

mata pelajaran yang diajarkan.

4) Mengembangkan isu local seperti Polusi, Kerusakan hutan, dan global

warming sebagai bahan pembelajaran

37

5) Menghasilkan karya nyata yang berkaitan dengan lingkungan hidup

c. Kegiatan Lingkungan Berbasis Partisipasif

Sekolah yang peduli terhadap lingkungan, tentunya harus pula

diimbangi dengan wawasan mengenai lingkungan. Salah satu cara

meningkatkan wawasan tersebut adalah dengan melaksanakan kurikulum

berbasis lingkungan. kebijakan-kebijakan sekolah yang sudah ditetapkan nanti

akan terlihat di dalam pelaksanaan kurikulum sekolah dalam artian bahwa

guru-guru yang mengajar disekolah adiwiyata harus mampu mengintegrasikan

nilai-nilai kepedulian serta berbudaya dan berwawasan lingkungan kesemua

mata pelajaran yang diajarkan, selain itu juga harus terlihat dalam kegiatan-

kegiatan lingkungan berbasis partisipatif yang pernah mereka lakukan ataupun

yang pernah mereka ikut berpartisipasi.

Di SDN 1 Juai, seperti yang dikatakan oleh Bapak Samiji, beliau

mengatakan bahwa : “banyak kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan oleh

sekolah untuk mengadakan kegiatan-kegiatan lingkungan di sekolah ini

misalnya mengadakan jumat bersih setiap minggunya dengan memberikan

kewajiban kepada seluruh warga sekolah untuk terlibat dalam proses

kebersihan (bersih-bersih sekolah).”

Kemudian beliau juga menambahkan bahwa : “tetapi hakikatnya

kebersihan itu dilakukan setiap hari oleh siswa dan warga sekolah, siswa setiap

hari bergantian perkelas untuk melakukan dan merawat kebersihan sekolah,

seperti merawat tanaman yang ada di sekolah, menyapu halaman,

membersihkan sampah dan membuang dan memilah-milah sampah.”

38

Sementara itu di SMAN 1 Juai kegiatan-kegiatan yang sudah

dilakukan oleh warga sekolah di sana dalam rangka melakukan kegiatan yang

berwawasan lingkungan seperti yang diungkapkan oleh Bapak Nasdi, Belaiua

mengatakan bahwa :

“di sekolah ini diadakan hari bersih-bersih setiap hari sabtu yang dilakukan

setiap minggunya oleh semua warga sekolah di SMAN 1 Juai, tetapi setiap hari

semua warga sekolah juga melakukan kegiatan menjaga lingkungan sekolah,

seperti menaman Pohon, Taman sekolah, Toga, Bank sampah dan lain-lain

yang dilakukan oleh siswa secara bergilirian per kelas setiap hari.”

Lain halnya dengan kegiatan-kegiatan lingkungan berbasis partisipatif

yang dilakukan di sekolah-sekolah yang menjalankan program adiwiyata

lainya di Kabupaten Balangan, seperti yang dilakukan oleh SDN Paringin

Selatan 1 , SMPN 4 Paringin, dan SMKN PP Paringin. Di sekolah-sekolah

tersebut banyak terlaksana kegiatan-kegiatan lingkungan yang partisipatif

seperti : Mengikuti Kegiatan aksi lingkungan, memperingati Kalender

Lingkungan Hidup, Mengikuti kegiatan lingkungan yang diselenggarakan

pihak luar sekolah, Mengembangkan kegiatan ektrakurikuler. Seperti yang

dikatakan oleh Ketua Tim adiwiyata di SDN Paringin Selatan 1 yakni Bapak

Hasan, beliau mengatakan bahwa :

“kita ada aksi lingkungan setiap tanggal 9, terus Jum‟at Bersih khusus untuk

karyawan. Kalo yamg menyeluruh, bersifat keseluruhan dilaksanakan pada

tanggal 9. Terus kita membentuk Satgas Adiwiyata dan saya menyebarkan

konsep “virus”. Virus yang saya maksud bukan penyakit , namun dalam artian

agar nanti menular dari siswa kesiswa bahkan bisa ke guru dan sampai

karyawan, syukur-syukur bisa sampai luar sekolah mas.”

Pernyataan diatas diperkuat oleh pernyataan dari Kepala Sekolah SDN

Paringin Selatan 1, beliau mengatakan bahwa : “ada banyak, misalkan

melaksanakan aksi lingkungan setiap tanggal 9, terus Jum‟at Bersih. Kalo

39

Jum‟at Bersih itu, nanti, khusus untuk karyawan, karyawan TU.Seperti yang

anda lihat diluar saat ini, kita melaksanakan kegiatan Jum‟at Bersih.”

Sementara itu, menurut keterangan Bapak Edy yang merupakan ketua

Tim Adiwiyata di Kabupaten Balangan, beliau mengatakan bahwa : “kami

sering berpartisipasi dalam tema hari-hari lingkungan hidup tertemtu, misalnya

anda lihat didinding ada kalender lingkungan hidup, saya punya lima program.

misalkan saja waktu hari lingkungan hidup, tanggal 5 juli, Hari Bumi, Hari Air

itu biasanya, terus Hari Pohon.”

Kemudian beliau menambahkan bahwa : “Namun tidak semua kegiatan

kalender tidak bisa diperingati, seperti yang “biasanya ada event-event atau

kegiatan kebersihan menurut kalender lingkungan hidup mas. Di depan itu kan

terpampang kalendenya mas. Tapi kenyataannya hanya beberapa yang jalan”.

Pernyataan teresebut senada dengan pernyataan dari Ibu Kepala Sekolah

SMPN 4 Paringin, beliau mengatakan bahwa : “Jadi nanti ada penanaman

pohon, kemudian hari bumi disini ibaratnya, tapi belum berjalan.”

Hal yang hampir sama juga diungkapkan oleh Bapak Eko yang merupakan

ketua Tim Adiwiyata di SMKN PP Paringin, beliau mengatakan bahwa :

“SMKN PP Paringin sering mengikuti dan mengadakan acara atau event-

event yang berkenaan dengan lingkungan, misalnya ketika memperingati hari

bumi `dengan mengadakan lomba-lomba sepeti cerdas cermat bertema

lingkungan untuk tingkat SMP di kabupaten Balangan, selain untuk

menumbuhkan pengetahuan dan kesadaran mengenai lingkungan juga sekalin

untuk promosi sekolah SMKN PP Paringin.

Kemudian beliau menambahkan, bahwa :

40

“Tujuan partisipasi dalam kegiatan lingkungan salah satunya adalah

sebagai promosi terhadap kegiatan Adiwiyata.promosi kegiatan Adiwiyata

dilaksanakan pada saat event-event ternentu dan biasanya kalau promosi

diluar itu ketika kita ada kegiatan tertentu, kita kan sering mendapatkan

istilahnya, apa itu, undangan. Seperti kemarin undangan di Karnaval hari

Bumi yang dilaksanakan Dinas Lingkungan Hidup yang tahun kemarin itu

kita memunculkan bahwa SMKN PP Paringin itu sebagai sekolah

Adiwiyata.Kemudian kita juga mendapat undangan dari rangkaian biotilik

sungai.Biotilik sungai yangdiundang disitu sekolah-sekolah Adiwiyata. Jadi

kan otomatis kita juga dapat respon dari peserta lain bahwa SMKN PP itu

sudah Adiwiyata.”

Diakhir wawancara beliau juga mengatakan bahwa :

“Kegiatan partisipasif di sekolah juga dilaksanakan

dengan mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler yang ada di

sekolah.Pengembangan tersebut dikaitkan dengan wawasan lingkungan

hidup.hal tersebut seperti yang “sekarang bisa diintegrasikan dengan kegiatan

ekstrakurikuler-ekstrakurikuler sekolah. Misalnya dalam kepramukaan,

pecinta alam kebutulan di sekolah ini terdapat ekstrakulikuler Sispala (siswa

Pencinta Alam.”

Dari hasil wawancara dan observasi di atas dapat dilihat kegiatan-

kegiatan lingkungan berbasis partisipatif yang sudah dilaksanakan di sekolah

– sekolah yang menjalankan program Adiwiyata di Kabupaten Balangan

adalah sebagai berikut :

1) Memelihara lingkungan sekolah setiap hari oleh warga sekolah.

2) Adanya program Jumat dan Sabtu bersih setiap minggu.

3) Memanfaatkan lahan dan fasilitas sekolah untuk pengelolaan LH taman,

toga, green house, bank sampah, dll)

4) Mengembangkan kegiatan ekstrakulikuler yang berkaitan dengan LH

(Pramuka, PMR dan Sispala).

5) Mengikuti kegiatan aksi lingkungan hidup yang diadakan di dalam

maupun di luar.

6) Memberikan bimbingan ke sekolah lain mengenai program adiwiyata.

41

d. Pengelolaan Sarana Pendukung Ramah Lingkungan

Ketersediaan sarana dalam rangka mewujudkan sekolah yang peduli

terhadap lingkungan sangat penting. Dengan memiliki sarana yang ramah

lingkungan, maka sekolah dapat mengatasi permasalahan lingkungan yang

menjadi isu yang sedang berkembang sekolah. Untuk mencapai tujuan

mengatasi permasalahan tersebut, tentunya diperlukan sebuah proses

pengelolaan. Di SDN 1 Juai dan SMKN PP Paringin saat ini sudah tersedia

beberapa macam sarana ramah lingkungan baik untuk mengatasi permasalahan

maupun untuk menunjang pembelajaran. Beberapa sarana tersebut berdasarkan

penuturan dari Bapak Hasan antara lain; “salah satunya itu kita Green House,

terus ada Rumah Kompos yang di depan sekolah itu, tapi sekarang baru

diperbaiki mas. Terus ada biopori dan sumur resapan.”

Kemudian beliau melanjutkan, bahwa :

““sejak awal kita akan masuk Adiwiyata, kita mulai merencanakan

pembangunan fisik dan non fisik mas. Kalo fisik itu seperti penambahan lahan

parkir agar siswa bisa parkir dengan rapi. Kemudian ada taman Adiwiyata

didepan dan kolam air di belakang. Selain itu kita juga membangun Green

House dan rumah kompos. Tujuannya adalah untuk menunjang pembelajaran

tentang adiwiyata, dalam artian Green House itu untuk budidaya tanaman dan

rumah komposnya ya buat belajar bikin pupuk organic.”

Kemudian Pernyataan di atas ditambahkan dengan pernyataan dari

Kepala Sekolah SMKN PP Paringin Selatan, beliau mengatakan bahwa :

“misalkan saja, yang untuk sarana dan prasarana itu cenderung secara khusus

mas, sekolah hanya menyediakan tempat-tampat. Seperti Rumah kompos untuk

42

pembelajaran, terus ada Green Houseitu juga buat pembelajaran sekaligus

budidaya tanaman.Terus ada sumur resapan dan biopori.”

Sementara itu ada hal yang hampir senada yang terjadi di sekolah

SMPN 4 Paringin dan SDN Paringin Selatan 1 mengenai pengelolaan Sarana

dan Prasarana, seperti yang dikatakan oleh Bapak Edy, beliau mengatakan

bahwa :

“sekolah sangat memikitrkan bagaimana cara agar sanitasi disekolah ini baik,

tentunya peserta didik juga menjadi nyaman apabila sedang jajan di kantin.Hal

ini dikarenakan letak WC atau sanitasi sekolah berada dekat dengan kedua

kantin sekolah. Untuk mendukung program Adiwiyata, kantin sekolah juga

harus dikelola agar menjadi kantin yang sehat dan ramah lingkungan.”

Untuk mencapai tujuan tersebut, sekolah telah menjalin hubungan

kerjasama bersama Puskesmas dalam kaitannya memberikan masukan kantin

yang sehat sebagaimana yang dinyatakan oleh Bapak Hasan Beliau mengatakan

bahwa : “Terus dari puskesmas hubungannya dengan kantin, makanan yang

sehat itu yang seperti apa. Jadi puskesmas juga ikut memberi saran soal

pengelolan kantin sekolah.”

Pendapat di atas diperkuat dengan keterangan Kepala Sekolah SDN

Paringin Selatan 1 dan SMPN 4 Paringin Selatan 1 , beliau mengatakan bahwa :

“Dulu juga pernah kerjasama mas sama puskesmas, bentuk kerjasamanya

memberikan saran mengenai penyediaan jajanan atau makanan untuk kantin

yang sehat.”

43

Selain mengadakan kerjasama bersama dengan puskesmas, kantin SDN

Paringin Selatan 1 dan SMPN 4 Paringin juga menerapkan kebijakan standar

kantin Adiwiyata. Beberapa kebijakan tersebut antara lain;

1) Larangan menjual rokok

2) Larangan menggunakan penyedap berlebihan.

3) Tidak menjual makanan yang mengandung Pengawet, Pewarna, Pemanis

yang membahayakan kesehatan

4) Tidak menjual minuman yang dikemas dalam botol/gelas plastic

5) Tidak melayani siswa jajan ketika pelajaran berlangsung kecuali siswa yang

istirahat jam pelajaran olah raga.

Kemudian Ibu Kepala Sekolah SMPN 4 Paringin memperkuat adanya

kebijakan mengenai standar kantin sekolah, beliau mengatakan bahwa : “buat

kualitas kantin biasanya dijaga kebersihan mas. Terus menyediakan makanan

yang sehat bebas formalin dan pengawet”.

Dari hasil observasi peneliti di sekolah ini mengenai pengelolan sarana

dana prasarana ramah lingkungan memang sudah sangat baik, peneliti melihat

penantaan tanamn-tanaman yang tertata rapi, ada green house yang terpelihara,

bank sampah yang bersih yang terkelola, kemudian tersedianya fasilitas-fasilitas

yang lain seperti taman sekolah, penghancur sampah daun, tersedianya armada

atau kendaraan untuk kebersihan lingkungan sekolah, WC yang bersih , Kantin

sekolah yang bersih dan hiegienis, tersedianya tempat cuci tangan di depan tiap-

tiap kelas, tempat – tempat sampah yang sudah sesuai dengan prosedur

44

kentetuan yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten

Balangan.

Lainya hal dengan pengelolaan sarana dan prasarana sekolah ramah

lingkungan di SMPN 1 Juai dan SMAN 1 Juai, di sekolah ini pengelolaan

sarana dan prasaran masih kurang dilakukan dengan baik, seperti pemeliharaan

toga yang kurang, tidak tersedianya green house, pemanfaatan dan pemiliharan

bank sampah yang kurang optimal serta tidak ditemukanya tempat mencuci

tangan di setiap kelas dan tempat-tempat (bak) sampah yang masih memakai

prosedur yang lama.

Walaupun seperti yang dikatakan oleh bapak Nasdi yang merupakan

ketua Tim Adiwiyata di SMAN 1 Juai beliau mengatakan bahwa :

“Pemanfaatan sarana yang ramah lingkungan tersebut tidak lepas dari

pengelolaannya. Apabila sarana tidak dikelola maka, sarana akan cepat

rusak. Pengelolaan saran di SMAN 1 Juai sudah memiliki tenaga tersendiri,

seperti yang dituturkan oleh S, “untuk pengelolaan, kita dari swakelola secara

intern. Maksutnya nanti ada dari pakbon-pakbon dan tenaga ahli yang

membantu.”

Pernyataan tersebut diperkuat oleh pernyataan ibu Kepala Sekolah

SMAN 1 Juai, Beliau mengatakan bahwa : “kalau disini sudah ada cleaning

service, istilahnya tukang kebun. Untuk masalah lingkungan di sini, saya rasa

sudah sangat diperhatikan ya, kamar mandi selalu dikuras, taman dan lapangan

selalu disapu.”

Hal yang senada juga diungkapkan oleh Bapak kepala sekolah SMPN 1

Juai, beliau mengatakan bahwa : “Jadi yang mengelola itu ada petugas rutin dari

45

sekolah.Bentuk pengelolaanya juga macam-macam, misalnya dalam kaitannya

Adiwiyata saat ini rehab pembangunan Rumah Komposter agar lebih baik.”

Kemudian beliau mekanjutkan, bahwa : “Agar sarana terawatt dengan

baik, sekolah juga membuat jadwal untuk mengelola sarana tersebut.”

Berdasarakan hasil wawancara dan observasi peneliti selama

dilapangan, dapat terlihat bahwa pengelolaan sarana dan prasaran sekolah

berbasis ramah lingkungan di sekolah-sekolah yang menjalankan program

adiwiyata adalah sebagai berikut :

1) Sebagain sekolah yang menjalnakan program adiwiyata sudah menyediakan

tempat untuk pengomposan,biopori, apotek hidup, green house, bank

sampah, tempat sampah yang sesuai dengan aturan dan lain-lainya).

2) Sekolah-sekolah yang menjelankan program adiwiyata di Kabupaten

Balangan di setiap ruang memiliki pengaturan cahaya yang baik, ventilasi

udara yang alami, dan pemeliharaan pohon.

3) Sekolah-sekolah yang menjalankan program adiwiyata di Kabupaten

Balangan setiap kelas sudah memiliki tata tertib, daftar piket dengan guru

sebagai pengawasnya,

4) Sekolah-sekolah yang menjalankan program adiwiyata di Kabupaten

Balangan sudah membuat himbauan sekolah untuk memanfaatkan listrik, air

dan ATK secara efisien melalui slogan hemat listrik, hemat air, gunakan

spidol seperlunya

5) Sebagian sekolah yang menjalankan program adiwiyata selalu berusaha

meningkatkan kualitas pelayanan kantin sehat dan ramah lingkungan,

46

dengan cara sekolah mensosialisasikan dengan mendatangkan pihak

kesehatan dan lainya yang berhubungan dengan masalah lingkungan.

2. Faktor- Faktor Penunjang dan Penghambat Implementasi Program

Sekolah Adiwiyata di Kabupaten Balangan.

a. Faktor Pendorong atau Penunjang Impelemtasi Program Sekolah

Adiwiyata di Kabupaten Balangan.

Faktor pendorong pelaksanaan program adiwiyata di sekolah

merupakan hal yang positif dalam rangka mengembangakan serta

menghasilkan sekolah dan warga sekolah yang memiliki wawasan serta

kepekaan dan berbudaya lingkungan. Seperti informasi-informasi yang di

dapatkan oleh peneliti ketika peneliti mencoba menggali infromasi

mengenai faktor yang mendorong pelaksanaan program sekolah adiwiyata

di Kabupaten Balangan. Informasi-informasi yang didapatkanpun sebagian

besar sama dari sekolah yang menjalankan program adiwiyata di sekolah

lain yang juga menjalankan program adiwiyata. Seperti yang dikatakan oleh

Bapak Samiji, yang merupakan ketua Tim Adiwiyata di SDN 1 Juai, beliau

mengatakan bahwa : “Kami memiliki kesadaran sendiri akan pentingnya

memelihara dan menjaga lingkungan sekolah, selain untuk kebersihan,

kerapian dan juga untuk kesehatan pastinya.”

Selain itu, beliau menambahkan bahwa :

“sekolah juga butuh sebuah prestasi yang bagus, agar membuat sekolah ini

menjadi sekolah yang banyak diminati oleh masyarakat Juai dan Balangan

maka dalam rangka menjalankan program adwiayata tersebut salah satunya

adalah bahwa kami ingin menjadi sekolah yang berprestasi di bidang

47

lingkungan. karena letak sekolah kami sangat dekat dengan wilayah

tambang atau termasuk daerah ring 1.”

Hal yang hampir sama juga diungkapan oleh Kepala sekolah SMPN 1

Juai, beliau mengatakan bahwa : “salah satu faktor penunjang pelaksanaan

program adiwiyata di sekolah ini adalah karena warga sekolah memiliki

kesadaran betapa pentingnya mengenai kebersihan dan kerapian sekolah.”

Kemudian beliau menambahkan bahwa :

“ya harus saya akui salah satu faktor pendorong kami kepala sekolah dan

guru-guru untuk menjalankan program adiwiyata karena biasanya sekolah

yang menjalankan program adiwiyata akan mendapat bantuan dana dari

CSR perusahan-perusahan tambang seperti PT Adoro, Pt Pama dan lain-lain

di Kabupaten Balangan.”

Informasi yang agak sedikit berbeda didapatkan peneliti ketika

peneliti mewawancarai guru dan sekaligus ketua tim adiwiyata di sekolah di

SMPN 4 Paringin yakni Pak Edy, beliau mengatakan bahwa :

“yang mendorong kami untuk selalu komitmen menjalankan program

adwiyata di sekolah kami adalah dikarenakan guru-guru yang mengajar di

sekolah ini rata-rata sudah menempuh pendidikan yang tinggi, yakni rata-

rata sudah berstatus sarjana (S1) jadi guru bisa dengan mudah

membelajarkan dan mengimplementasikan program adiwiyata ke peserta

didik.”

Kemudian beliau juga menambahkan bahwa :

“sekolah SMPN 4 Paringin merupakan berstatus sekolah adiwiyata provinsi,

sekolah ini sudah sejak tahun 2010 merupakan sekolah yang pertama kali

menjalankan program adiwiyata, dengan disokong bantuan dari perusahaan

PT Adaro, hingga sekarang sekolah SMPN 4 Paringin ini setiap tahun tetap

mendapatkan bantuan dari PT Adaro dengan jumlah yang beraneka ragam,

sehingga kami pihak sekolah merasa memiliki tanggung jawab untuk tetap

komitmen menjalankan program adiwiyata ini.”

Selain itu beliau juga sedikit menambahkan :

“sekolah ini juga memiliki tanggung jawab karena SMPN 4 Paringin

merupakan salah satu sekolah favorit dan percontohan di Kabupaten

48

Balangan jadi kami terus meningkatkan citra prestasi sekolah ini, salah

satunya kami lagi berusaha untuk terus meningkatkan prestasi menjadi

sekolah adiwiyata nasional dan mandiri, semoga cepat tercapai.”

Pernyataan yang hampir sama juga didapatkan oleh peneliti ketika

peneliti mendatangi ke Sekolah SMKN PP Paringin, seperti yang dikatakan

oleh Bapak Kepala Sekolah SMKN PP yakni Bapak Sahrudin, beliau

mengatakan bahwa :

“SMKN PP merupakan sekolah adiwiyata provinsi Kalimantan Selatan,

banyak prestasi-prestasi yang sudah kami torehkan khusunya yang berkaitan

dengan lingkungan, dan kami juga akan selalu komitmen untuk terus

menadapatkan prestasi yang lebih tinggi lagi khususnya yang berkenaan

dengan masalah lingkungan, semua warga sekolah di sini bertekad sama-

sama ingin memajukan SMKN PP menjadi sekolah yang terdepan di

Kabupaten Balangan.”

Pernyataan di atas kemudian ditambhakan oleh ketua tim adiwiyata

di sekolah tersebut yakni, Bapak Eko beliau menambahkan, bahwa :

“sekolah ini juga hampir setiap tahun mendpatkan dana dari CSR

perusahan-perusahan-perusahan tambang seperti PT Adora dan mitranya

dalam jumlah yang berbeda, sehingga karena mendapatkan bantuan tersebut

itu merupakan motivasi kami untuk menjalankan program adiwiyata di

sekolah ini, karena takut jikan kalau ada evaluasi kemudian hasilnya kurang

kita takut tidak mendapatkan dana dari CSR perusahaan lagi.”

Kemudian peneliti mendatangi ke SDN Paringin Selatan 1, sekolah

ini merupakan sekolah adiwiyata nasional yang merupakan satu-satunya

sekolah di Kabupaten Balangan yang berstatus sekolah adiwiyata Nasional.

Seperi yang dikatakan oleh ketua tim adiwiyata di sekolah tersebut, yakni

bapak Hasan, beliau mengatakan bahwa :

“sekolah ini sangat termotivasi untuk menjadi sekolah adiwiyata mandiri,

saat ini sekolah kita sudah bertatsus sekolah adiwiyata nasional jadi

program adiwiyata di sekolah ini terus kami tingkatkan dan lakukan, sesuai

dengan kritertia dan itu merupakan salah satu alasan kami terus

berkomitmen dan termotivasi untuk menjalankan program adiwiyata dengan

baik.”

49

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti

mengenai faktor pendorong atau penunjang implementasi program sekolah

adiwiyata di Kabupaten Balangan ditemukan adalah sebagai berikut :

1) Jenjang guru-guru yang mengajar di sekolah yang menjalankan program

adiwiyata memiliki jenjang pendidikan yang tinggi yakni minimal

Sarjana (S1), hal ini mendorong akan keberhasilan dalam penerapan

program sekolah adiwiyata dan berbagai metode dalam pembelajaran

akan lebih banyak dengan yang berhubungan mengenai lingkungan

hidup.

2) Biasanya sekolah-sekolah yang menjalankan program adiwiyata

mendapakan bantuan dana dari CSR dengan kisaran bantuan yang

disesuaikan dengan kebutuhan sekolah dengan terlebih dahulu membuat

dan mengirimkan proposal permohonan ke pihak CSR tersebut sehingga

sekolah-sekolah menjadi termotivasi untuk menjalankan Program

Adiwiyata.

3) Adanya keinginan dari sekolah-sekolah yang menjalankan adiwiyata

untuk menjadi sekolah yang berprestasi, dengan demikian sekolah-

sekolah yang banyak mendapatkan prestasi akan menjadi sekolah favorit

di Kabupaten Balangan.

b. Faktor Penghambat Implementasi Program Sekolah Adiwiyata di

Kabupaten Balangan .

Faktor penghambat pelaksanaan program adiwiyata di sekolah

merupakan hal yang negatif dalam rangka mengembangakan serta

50

menghasilkan sekolah dan warga sekolah yang memiliki wawasan serta

kepekaan dan berbudaya lingkungan. Hal ini merupakan hal-hal yang harus

diperbaik oleh semua elemen yang terlibat di dalam Program Sekolah

Adiwiyata di Kabupaten Balangan. Seperti informasi-informasi yang di

dapatkan oleh peneliti ketika peneliti mencoba menggali infromasi mengenai

faktor yang mendorong pelaksanaan program sekolah adiwiyata di

Kabupaten Balangan. Informasi-informasi yang di dapatkan pun sebagain

besar sama dari sekolah yang menjalankan program adiwiyata ke sekolah

lain yang juga menjalankan program adiwiyata. Seperti yang dikatakan oleh

Bapak Samiji, yang merupakan ketua Tim Adiwiyata di SDN 1 Juai, beliau

mengatakan bahwa : “yang jadi faktor penghambat dalam pelaksanaan

program adiwiiyata disekolah ini adalah cara untuk mengintegrasikan

program adiwiyata ke mata dalam kurikulum dan mata pelajaran, guru di

sekolah ini hampir semua belum mengerti cara untuk menyelipkan program

adiwiyata” .

Kemudian beliau menambahkan, bahwa :

“faktor yang lain adalah faktor dana, misalnya tahun tahun belakangan ini

kami tidak lagi mendapatkan dana dari CSR, dan sekolah kami pun masih

belum bisa menggarkan untuk program adiwiyata yang di ambil dari dana

bos ataupun dari RAKS, sehingga apabila tidak ada dana angggaran untuk

melaksanakan program adiwiyata ini, secara otomatis pelaksanaan program

adwiyata di sekolah tidak bisa berjalan maksimal.”

Diakhir wawancara dengan beliau, beliau juga mengatakan bahwa :

“salah satu kendala yang lain adalah karena tuntutan kurikulum yang banyak

tidak hanya terfokus kepada masalah lingkungan saja, ada beberapa yang

51

menjadi tuntutan kurikulum apalagi kurikulum 2013 sehingga guru terlalu

banyak beban dan menambah beban apabila guru diwajibkan untuk

mengintegrasikan program adiwiyata ke dalam kurikulum dan mata

pelajaran.”

Keterangan yang hampir senada juga didapatkan peneliti ketika

mewawancarai Bapak Nasdi di SMAN 1 Juai, beliau memberikan keterangan

bahwa :

“yang menjadi kendala dalam pelaksanaan program adiwiyata disekolah ini

adalah semua guru mata pelajaran masih kurang bisa bahkan tidak bisa untuk

mengintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang di ajarkan, mungkin

sebagain guru sudah ada yang bisa mengintegrasikan tetapi hanya sebatas

pada mata-mata pelajaran tertentu seperti IPA saja, seperti saya ketika

mengajar IPA saya selalu menyelipkan materi-materi yang terkait dengan

masalah wawasan lingkungan.”

Kemudian beliau menambahkan, bahwa :

“selama ini kami belum pernah mendapatkan pelatihan-pelatihan baik dari

Dinas Pendidikan maupun Dinas Lingkungan Hidup mengenai cara dan

mekanisme untuk mengintegrasikan program adiwiyata ke dalam kurikulum,

sehingga dalam proses pembelajaran guru masih banyak yang bingung dan

tidak mengerti bagaiaman caranya untuk menginetgrasikanya.”

Selain itu beliau juga menambahkan, bahwa :

“mindset sekolah kami selama ini adalah ketika sekolah menjalankan

program adiwiyata secara otomatis sekolah akan mendapatkan dana dari

CSR perusahaan, jadi apabila tidak mendapatkan dana CSR maka motivasi

untuk tetap menjalanakn program adiwiyata secara komitmen sangat kurang,

karena kurang didukung oleh warga sekolahnya, baik itu kepala sekolah,

guru dan siswa.”

Keterangan yang agak berbeda didapatkan peneliti ketika mendatangi

dan mewawancarai salah seorang guru di SMPN 1 Juai, beliau mengatakan

bahwa :

“kendala yang paling utama yang sekolah kami rasakan adalah adanya

perubahan (transisi) perpindahan kepala sekolah, karena kepala sekolah

merupakan pemangku kebijakan sekolah, jika misalnya kepala sekolah yang

52

terdahulu sangat komitmen untuk menjalanakan program adiwiyata setelah

terjadi mutasi dan perpindahan belum tentu kepala sekolah yang baru ini

mengerti dan komitmen untuk menjalankan program adiwiyata.”

Selain itu, beliau juga menambahkan keterangnaya, bahwa :

“yang menjadi kendala lainnya adalah ketika kepala sekolah yang terdahulu

yang komitmen untuk menjalankan program adiwiyata ini tidak memberi

tahu atau melakukan sosialisasi mengenai kebijakan-kebijakan sekolah yang

sudah diambil salah satunya mengenai adiwiyata, sehingga kepala sekolah

yang baru menjabat tidak tahu bahwa dulu sekolah tersebut

mempririoritaskan kebijakanya mengenai adiwiyata.”

Pernyataan yang hampir senada juga diungkapkan oleh Bapak Edy,

yang merupakan ketua tim adiwiyata di SMPN 4 Paringin, beliau

mengatakan bahwa :

“kendala yang paling dirasakan adalah ketika terjadi mutasi (perpindahan)

kepala sekolah, karena bisa saja terjadi beda pimpinan beda kebijakan,

misalnya kepala sekolah dulu dari awal merintis menjalankan program

sekolah adiwiyata dan sampai akhirnya menjadi sekolah adiwiyata tingkat

provinsi dan terjadi mutasi yang ditakutkan adalah ketika kepala sekolah

yang baru kurang mengerti merngenai program sekolah adiwiyata dan

berakibat membuat sekolah ini tidak lagi mempriortitaskan program

adiwiyata.”

Kemudian beliau menambahkan bahwa :

“kendala yang lain adalah dikarenakan kurang kompaknya kerja sama yang

dilakukan oleh semua warga sekolah, seolah-olah program adiwiyata inin

hanya tanggung jawab kepala sekolah dan tim penanggung jawab adiwiyata

sekolah saja, sehingga guru-guru dan warga sekolah yang lain yang tidak

termasuk dalam bagian tim adiwiyata tersebut merasa tidak bertanggung

jawab untuk melaksanakan program adiwiyata di sekolah.”

Keterangan yang agak berbeda didapatkan peneliti ketika peneliti

mewawancarai Kepala Sekolah SMKN PP Paringin, yakni Bapak Saharudin,

Beliau mengeluhkan bahwa selama ini jarang sekali dari dinas-dinas terkait

untuk melakukan pendampingan dan sosialisasi ke sekolah SMKN PP

paringin, beliau mengatakan bahwa :

53

“kendala yang paling kami rasakan selama ini kurangnya pendampingan

pelaksanaan program adiwiyata seolah-olah sekolah diserahkan untuk

melaksanakan program ini, padahal kan tidak semua sekolah yang bisa

mengerti sendiri bagaimana cara mengimplementasikan program adwiyata

ini, padahal kami ingin sekali dikunjungi dan didampingi oleh dinas-dinas

terkait jadi ketika dinas sering melakukan kunjungan dan mengevaluasi

pelaksanaan program sekolah adiwiyata di sekolah ini kami jadi tahu dimana

letak kekurangan dalam mengimplementasikan program ini, dan memberikan

masukan-masukan terkait tentang perbaikan-perbaiakn program adiwiyata di

sekolah ini.”

Kemudian beliau menambahkan bahwa :

“selama ini pendampingan dilakukan apabila sekolah mau melakukan

penilaian atau ketika sekolah mau mengikuti lomba saja, selebihnya jarang

sekali dinas-dinas terkait seperti Dinas Pendidikan dan Dinas Lingkungan

Hidup Kabupaten Balangan untuk mendatangi sekolah yang menjalankan

program adiwiyata untuk melakukan sosialisasi dan pendampingan.”

Informasi yang didapatkan peneliti selajutnya juga agak berbeda,

ketika peneliti melakukan wawancara kepada ketua tim adiwiyata sekolah

SDN Paringin Selatan 1, yakni Bapak Hasan, beliau mengatakan bahwa :

“selama ini SDN Paringin Selatan 1 dalam mengimplementasikan program

adiwiyata tidak menemui banyak hambatan dan kendala yang berarti,

implementasi program adiwiyata di sekolah ini berjalan sangat baik,

buktinya kami sekarang bisa menjadi sekolah adiwiyata tingkat nasional,

tetapi mungkin ada sedikit kendala. Khusunya kendala mengenai

pelaksanaan program adiwiyata ini khususnya ketika dilaksanaakan oleh

kelas-kelas rendah, misalnya kelas 1 dan 2 SD dalam pelaksanaan

programnya guru harus sabar dalam menjelaskan, dan tidak cukup hanya

dengan menjelaskan sekali bahkan berkali-kali dan juga harus dengan contoh

atau prakteknya, misalnya cara pengelompokkan sampah, cara menggosok

gigi dan lain-lain, karena kemampuan anak SD berbeda dengan anak SMP

dan SMA.”

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti

mengenai faktor penghambat implementasi program sekolah adiwiyata di

Kabupaten Balangan ditemukan adalah sebagai berikut :

54

1) Masih banyak guru yang masih belum bisa mengintegrasikan program

adiwiyata ke dalam mata pelajaran dengan berbagai macam faktor seperti

kurangnya sosialisasi, pelatihan-pelatihan, workshop dan lain-lain.

2) Kurangnya sosialisasi dan pendampingan yang dilakukan oleh dinas-dinas

terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Dinas Pendidikan

Kabupaten Balangan.

3) Banyak sekolah yang bermindset bahwa apabila sekolah sudah

menjalankan program adiwiyata maka akan mendapatkan dana dari CSR

dari Perusahan-perusahan yang ada di Kabupaten Balangan sehingga

apabila sekolah tidak mendapatkan dana dari CSR maka implementasi

program adiwiyata di sekolah kurang berjalan dengan baik.

4) Adanya perubahan transisi dan mutasi pimpinan (kepala) sekolah.

5) Kurangnya kekompakan guru –guru dan warga sekolah dalam

menjalankan program adiwiyata.

3. Gambaran Sikap dan Prilaku Siswa Tentang Pengelolaan dan

Perlindungan Lingkungan Hidup

Sebagaimana telah diketahui bahwa tujuan umum Adiwiyata adalah

membentuk Sekolah peduli dan berbudaya Lingkungan yang mampu

berpartisipasi dan melaksanakan upaya pelestarian lingkungan dan

pembangunan berkelanjutan bagi kepentingan generasi sekarang maupun

generasi masa depan. Atau menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk

menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah, sehingga di

55

kemudian hari warga sekolah tersebut dapat turut bertanggung jawab dalam

upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan.

Untuk mengetahui sikap dan perilaku warga sekolah yang dalam

penelitian ini dikhususnya pada siswa, tim peneliti membagikan angket kepada

200 orang siswa yang terpilih menjadi sampel penelitian. Dari angket yang telah

dibagikan, gambaran sikap dan perilaku siswa berkaitan dengan lingkungan

hidup dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Dari gambar di atas, diketahui bahwa sikap dan perilaku siswa berkaitan

dengan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup adalah: 38,5%

menunjukkan sikap dan perilaku yang sangat baik, 45% menunjukkan perilaku

baik, dan 12% menunjukkan perilaku yang cukup.

Gambaran sikap dan perilaku siswa tentang pengelolaan dan perlindungan

lingkungan hidup berdasarkan asal sekolah dapat dilihat pada gambar di bawah

ini.

a. SMPPN Parigin

Berdasarkan hasil rekapitulasi angket yang telah dibagikan kepada siswa

di SMPPN Paringin, sikap dan perilakunya yang berkaitan dengan lingkungan

hidup dapat digambarkan sebagai berikut

56

Dari gambar di atas diketahui bahwa sikap dan perilaku siswa SMPPN

Parngin tentang lingkungan hidup, 72 persen menunjukkan sikap dan perilaku

yang sangat baik, dan 28 persen menunjukkan sikap dan perilaku yang baik.

b. SMA N 1 Juai

Berdasarkan hasil rekapitulasi angket yang telah dibagikan kepada siswa

di SMAN 1 Juai , sikap dan perilakunya yang berkaitan dengan lingkungan

hidup dapat digambarkan sebagai berikut.

Dari gambar di atas diketahui bahwa sikap dan perilaku siswa SMAN 1

Juai tentang lingkungan hidup, 61 persen menunjukkan sikap dan perilaku yang

28%

72%

57

sangat baik, 36 persen menunjukkan sikap dan perilaku yang baik, dan 3 persen

menunjukkan sikap dan perilaku yang berkategori cukup.

c. SMP N 4 Paringin

Berdasarkan hasil rekapitulasi angket yang telah dibagikan kepada siswa

di SMP N 4 Paringin, sikap dan perilakunya tentang lingkungan dapat terlihat

pada gambar berikut

Dari gambar di atas diketahui bahwa sikap dan perilaku siswa SMP N 4

Paringin tentang lingkungan hidup, 100 persen menunjukkan kategori yang

sangat baik.

d. SMP N 1 Paringin

Berdasarkan hasil rekapitulasi angket yang telah dibagikan kepada siswa

di SMPN 1 Paringin , sikap dan perilakunya yang berkaitan dengan lingkungan

hidup dapat digambarkan sebagai berikut

69%

58

Dari gambar di atas diketahui bahwa sikap dan perilaku siswa SMP N 1

Paringin tentang lingkungan hidup, 69 persen menunjukkan kategori yang sangat

baik, dan 31 persen menunjukkan kategori sikap dan perilaku yang baik.

e. SMP N 1 Juai

Dari hasil rekapitulasi angket yang telah dibagikan kepada siswa di

SMPN 1 Juai , sikap dan perilakunya yang berkaitan dengan lingkungan hidup

dapat digambarkan sebagai berikut

Berdasarkan gambar di atas diketahui bahwa sikap dan perilaku siswa

SMP N 1 Juai tentang lingkungan hidup,16 persen menunjukkan kategori yang

sangat baik, 68 persen menunjukkan kategori sikap dan perilaku yang baik, dan

16 persen menunjukkan kategori sikap dan perilaku yang cukup.

f. SDN Juai

59

Dari hasil rekapitulasi angket yang telah dibagikan kepada siswa di SDN

Juai , sikap dan perilakunya yang berkaitan dengan lingkungan hidup dapat

digambarkan sebagai berikut.

Gambar di atas menunjukkan bahwa sikap dan perilaku siswa SDN Juai

tentang lingkungan hidup adalah: 68 persen menunjukkan kategori yang sangat

baik, 24 persen menunjukkan kategori sikap dan perilaku yang baik, dan 8

persen menunjukkan kategori sikap dan perilaku yang cukup.

g. SDN Batu Piring

Dari hasil rekapitulasi angket yang telah dibagikan kepada siswa SDN

Batu Piring , sikap dan perilakunya yang berkaitan dengan lingkungan hidup

dapat digambarkan sebagai berikut.

31%

60

Gambar di atas menunjukkan bahwa sikap dan perilaku siswa SDN Batu

Piring tentang lingkungan hidup adalah: 31 persen menunjukkan kategori yang

sangat baik, 54 persen menunjukkan kategori sikap dan perilaku yang baik, dan

15 persen menunjukkan kategori sikap dan perilaku yang cukup.

h. SDN Paringin Selatan

Dari hasil rekapitulasi angket yang telah dibagikan kepada siswa SDN

Paringin Selatan, sikap dan perilakunya yang berkaitan dengan lingkungan hidup

dapat digambarkan sebagai berikut

Gambar di atas menunjukkan bahwa sikap dan perilaku siswa SDN Paringin

Selatan tentang lingkungan hidup adalah: 41 persen menunjukkan kategori yang

sangat baik, 52 persen menunjukkan kategori sikap dan perilaku yang baik, dan 7

persen menunjukkan kategori sikap dan perilaku yang cukup.

B. Pembahasan

Data mengenai implementasi program Adiwiyata meliputi kebijakan

berwawasan lingkungan, pelaksanaan kurikulum berbasis lingkungan, kegiatan

41%

52%

7%

61

lingkungan berbasis partisipasif, dan pengelolaan sarana ramah lingkungan yang

telah diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan studi dokumen. Berikut akan

disajikan hasil pembahasan hasil penelitian untuk menjawab rumusan masalah.

Implementasi pogram Adiwiyata di Kabupaten Balangan sebagai berikut:

1. Kebijakan Berwawasan Lingkungan

Pengelolaan lingkungan hidup adalah salah satu upaya dalam menjaga

keseimbangan sumber daya alam yang tersedia. Upaya tersebut dimaksudkan agar

sumber daya alam yang ada saat ini tidak hanya bisa dinikmati oleh generasi masa

kini, namun generasi masa datang juga masih bisa menikmatinya. Bustanul Arifin

(2001: 1) mengatakan bahwa pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam

adalah upaya serius dan berkesinambungan mengenai harmonisme sains, etika dan

praktis kebijakan. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa pengelolaan

lingkungan hidup dan sumber daya alam dapat dilaksanakan melalui pemanfaatan

sains, menjaga etika dan perumusan sebuah kebijakan.

Salah satu standar program Adiwiyata adalah kebijakan berwawasan

lingkungan. Kebijakan berwawasan lingkungan adalah perumusan suatu

kebijakan sebagai pedoman yang menerapkan nilai-nilai peduli

lingkungan.Arah dari kebijakan berwawasan lingkungan di sekolah sebagai

pusat pemberdayaan niai-nilai pengelolaan lingkungan melalui lembaga

pendidikan dan meningkatkan partisipasi warga sekolah, orang tua dan

masyarakat dalam mengikuti kegiatan sekolah. Sebagaiamana tercantum pada

UU No 23 Tahun Sistem Pendidikan Nasional, bahwa salah satu arah kabijakan

pendidikan di Indonesia adalah memberdayakan lembaga pendidikan baik

62

sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan

kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang

didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai.

Perumusan kebijakan berwawasan lingkungan di sekolah mengacu pada

buku Pedoman Adiwiyata mengenai komponen dan standar kebijakan

berwawasan lingkungan. Kebijakan dirumuskan oleh Tim Adiwiyata dengan

dibantu oleh Kepala Sekolah. Pada tahap awal disusun rencana kegiatan yang

akan dilaksanakan selama satu tahun. Kegiatan tersebut berkaitan dengan

penentuan kebijakan sekolah yang berwawasan lingkungan dengan meliputi visi

dan misi tujuan sekolah, struktur kurikulum yang memuat tentang nilai-nilai

lingkungan, sosialisasi program Adiwiyata, inventarisasi sarana dan prasarana

berwawasan lingkungan dan penyusunan jadwal aksi lingkungan. Setelah

kebijakan selesai dirumuskan, kemudian disosialisasikan pada saat upacara,

kegiatan MOS sekolah, dan berbagai kegiatan sekolah.

Keberhasilan implementasi suatu kebijakan dipengaruhi oleh beberapa

faktor. Arif Rahman (2009:147) mengatakan bahwa ada tiga faktor yang

menentukan kegagalan dan keberhasilan dalam implementasi kebijakan, yaitu:

perumus kebijakan, personil pelaksana dan sistem organisasi pelaksana.

Kebijakan berwawasan lingkungan telah dirumuskan oleh Tim Adiwiyata

dengan bantuan kepala sekolah. Apabila sebuah kebijakan sudah mendapatkan

persetujuan dari kepala sekolah maka kebijakan mengenai wawasan lingkungan

tersebut akan menjadi sebuah peraturan baru yang harus dipatuhi oleh peserta

didik, guru, dan karyawan sekolah. Visi, misi, peraturan dan tata tertib yang

berwawasan lingkungan merupakan bentuk dari komitmen dari segenap warga

63

sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru, siswa sampai karyawan untuk

senantiasa menyelaraskan kegiatan di sekolah baik dalam pembelajaran maupun

ekstrakurikuler dengan menumbuhkan kesadaran dan kepedulian terhadap

lingkungan. Komitmen seluruh warga sekolah akan menjadi tolok ukur dalam

melakukan tindakan, sehingga apa yang haus dilakukan oleh seluruh warga

sekolah dalam berpartisipasi diprogram Adiwiyata menjadi lebih jelas dan

terarah menuju tujuan program Adiwiyata.

Pelaksanaan kebijakan berwawasan lingkungan di sekolah dilaksanakan

sesuai dengan buku Panduan Adiwiyata. Di dalam dokumen Pengembangan

KTSP sekolah telah termuat upaya kebijakan untuk perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup. Hal tersebut ditandai dengan dirubahnya visi

dan misi sekolah sesuai dengan nilai-nilai dan upaya perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana yang diutarakan oleh ketua tim

Adiwiyata di masingi-masing sekolah yang menjalankan program adiwyata di

Kabupaten Balangan.

Kemudian dalam struktur kurikulum juga sudah memuat mengenai

Kompetensi Lulusan yang memiliki sikap, pengetahuan dan keterampilan

pengembangan diri. RAKS sekolah dialokasikan sebesar 18% dari total

anggaran sekolah untuk program dalam upaya perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup. Program perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

meliputi: kesiswaan, kurikulum dan kegiatan pembelajaran, peningkatan

kapasitas pendidik dan tenaga kependidikan, dan sarana ramah lingkungan.

Pengelolaan lingkungan hidup di sekolah didukung melalui berbagai aksi

64

lingkungan. Aksi lingkungan tersebut antara lain bersih-bersih bersama setiap

tanggal 9, Jumat Bersih dan peringatan hari lingkungan.

2. Kurikulum Berbasis Lingkungan

Kurikulum berbasis lingkungan adalah kurikulum yang memuat tentang

matei pengelolaan dan perlindungan terhadap lingkungan hidup yang

disampaipaikan dengan beragam cara dalam upaya memberikan pemahaman

tentang lingkungan hidup. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Ahmad

Fajarisma (2014: 167) bahwa kurikulum berbasis lingkungan secara sederhana

dapat diimplementasikan cara penyampaian materi lingkungan hidup melalui

kurikulun yang beragam variasi untuk memberikan pemahaman tentang

lingkungan hidup yang dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari. Kurikulum

tersebut diselenggarakan untuk meningkatkan kesadaran warga sekolah

mengenai pendidikan lingkungan. Pendidikan lingkungan memainkan peranan

yang penting sebagai pembentuk dan penyebar nilai-nilai cinta lingkungan,

sehingga tercapai keselarasan dengan lingkungan.

Kurikulum berbasis lingkungan yang dikembangkan oleh sekolah dalam

upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan yaitu dengan cara diintegasikan

dengan mata pelajaran. Amos Noelaka (2008: 104) mengatakan bahwa contoh

dari materi lingkungan hidup yang dapat diintegrasikan dalam mata pelajaran

sekolah yaitu, mata pelajaran fisika, kimia, biologi, antropologi budaya, dan

geografi. Hampir seluruh mata pelajaran di sekolah sudah diintegrasikan dengan

wawasan lingkungan. Selain diintegrasikan dengan mata pelajaran, pendidikan

65

lingkungan di sekolah juga memunculkan mata pelajaran yang bersifar monolitik

yaitu Pendidikan Lingkungan Hidup dan sejenisnya.

Ada beberapa komponen yang harus diperhatikan saat mengembangkan

kurikulum bebasis lingkungan. Suharsimi dalam Tim Dosen AP (2011:39)

mengatakan bahwa secara umum kurikulum terdiri atas komponen tujuan, bahan

pelajaran, proses pembelajaran dan evaluasi.

a. Tujuan

Tujuan dalam kurikulum berhubungan dengan hasil yang ingin dicapai,

sehingga memegang peranan penting karena mengarah kepada seluruh kegiatan

pengajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan Maftuchah Yusuf

dalam Syukri Hamzah (2013:49) mengatakan bahwa salah satu tujuan pokok

yang hendak dicapai dalam pendidikan lingkungan hidup adalah membantu anak

didik memahami lingkungan dengan tujuan akhir agar mereka memiliki

kepedulian dalam menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.

Berdasarkan hasil studi dokumen, baik mata pelajaran yang

diintegrasikan dengan wawasan lingkungan dan mata pelajaran monolitik

memiliki tujuan yang berbeda sesuai dengan kompetensi dasar masing-masing.

salah satu kompetensi dasar dalam mata pelajaran geografi dan IPS adalah

menenjukkan perilaku proaktif dalam mempelajari hakekat ilmu geografi dan

IPS untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tujuannya dari kompetensi

dasar tersebut adalah peserta didik dapat menjelaskan aturan hukum yang

mengatur pengelolaan lingkungan hidup. Tujuan yang ingin dicapai melalui

kegiatan pembelajaran disekolah maupun di luar jam pelajaran sekolah sudah

mengembangkan aspek kognitif dan juga menekankan pada pembentukan

66

kepribadian atau karakter cinta lingkungan. Hal tersebut sesuai dengan isi dari

visi sekolah, yaitu ingin menghasilkan lulusan yang berwawasan lingkungan dan

mitiasi bencana alam. Berdasarkan dari tujuan dari mata pelajaran tersebut, guru

sebagai pendidik sudah mengebangkan indikator pembelajaran lingkungan

hidup. Hal tersebut sebagaimana yang tercantum dalam buku Panduan

Adiwiyata (2012:20) bahwa tenaga pendidik harus mampu mengembangkan

indikator dan instrument penelitian pembelajaran lingkungan hidup.

b. Bahan Pelajaran / Materi ajar

Bahan ajar ata materi pelajaran harus disesuaikan dengan tujuan yang

ingin dicapai oleh pendidikan lingkungan itu sendiri. Lingkup materi yang akan

diajarkan dalam Pendidikan Lingkungan hendaknya mecakup yang berkenaan

dengan hubugan manusia dengan lingkungan, baik lingkungan alam maupun

lingkungan social. Peserta didik dibekali dengan kemampuan untuk

memecahkan permasalahan lingkungan dan tindakan yang harus dilakukan.

Yusuf dalam Syukri Hamzah (2013:53) mengatakan bahwa dalam

pendidikan lingkungan hidup gendaknya memuat: 1) berisikan masalah esensial

dan aktual tentang kependudukan dan lingkungan hidup dalam kehidupan

masyarakat; 2) dapat digunakan untuk mengembangkaan sikap, perilaku, dan

kepribadian sebagai manusia Indonesia yang berwawasan kependudukan dan

lingkungan hidup; 3) mempunyai relevansi dengan tingkat perkembangan minat,

kebutuhan, dan kemampuan peserta didik; 4) mempunyai relevansi dengan

program pendidikan yang dijabarkan dalam kurikulum yang berlakul; dan 5)

berfungsi sebagai pengembangan dan pengayaan terhadap program pendidikan

67

yang ada dalam rangkan membekali anak didik menghadapi dan memecahkan

masalah kependudukan dan lingkungan hidup.

Materi mengenai wawasan lingkungan hidup telah terintegrasi dengan

mata pelajaran, tetapi hanya sebagaian sekolah dan guru yang mampu untuk

mengembangkan isu atau permasalahan mengenai lingkungan hidup ke delam

materi pembelajaran, sehingga peserta didik dapat memecahan permasalahan

lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Selain pembelajaran dikelas, guru juga

mengembangkan kegiatan pembelajaran diluar kelas, yaitu dengan studi

perpustakaan maupun penugasan observasi.Hasil dari studi observasi terkadang

juga dijadikan sebagai artikel lingkungan hidup dan kemudian ditempel ke

madding sekolah.

Materi berwawasan lingkungan yang diintegrasikan baik dalam

pembelajaran didalam kelas merupakan salah satu upaya membentuk

kepribadian cinta terhadapa lingkungan. Walaupun sudah tertulis dalam RPP,

alangkah lebih baik guru juga menjadi contoh dalam mengelola lingkungan

sekolah.

c. Media Pembelajaran

Media belajar merupakan segala macam bentuk perangsang dan alat

yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar (Nana Syaodih dalam

Tim Dosen AP, 2011:41). Penggunaan media belajar yang dimaksud tergantung

dengan mata pelajaran masing-masing. Salah satu bentuk penggunaan media

pembelajaran dalam mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup adalah buku,

literature, video, hasil wawancara dengan pakar dan praktik.

68

Menurut Azhar Arsyad (2002: 10-12), kerucut pengalaman yang

dikemukakan oleh Edgar Dale ini memberikan gambaran bahwahasil belajar

seseorang diperoleh melalui pengalaman langsung (kongkret), kenyataan yang

ada di lingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan, sampai

kepada lambang verbal (abstrak). Semakin ke atas di puncak kerucut semakin

abstrak media penyampai pesan itu. Dapat dikatakan bahwa agar untuk

memberikan pengalaman yang maksimal dalam pembelajaran lingkungan untuk

peserta didik, maka media pembelajaran yang baik adalah dengan praktek

pengalaman langsung.

d. Proses Pembelajaran

Proses pembelajaran merupakan kegiatan yang berperan dalam

menentukan keberhasilan dari hasil belajar peserta didik. Dari proses

pembelajaran akan terjadi kegiatan timbal-balik antara peserta didik dengan guru

menuju tujuan yang sudah ditentukan. Hal tersebut sebagaimana yang

dikemukakan oleh Rustaman (2001: 461) bahwa proses pembelajaran adalah

proses yang di dalamnya terdapat kegiatan interaksi antara guru-siswa dan

komunikasi timbale-balik yang berlangsung dalam situs edukatif untuk mencapai

tujuan belajar.

Keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran merupakan indikator

pelaksanaan kurikulum yang dibuat oleh tenaga pendidik, sehingga dalam proses

pembelajaran , guru selaku tenaga pendidik harus menciptakan suasana belajar

yang kondisif. Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Tim Dosen AP

UPI (2013:196) hendaknya tidak menerapkan satu meode, namun guru harus

69

dapat menerapkan berbagai metode agar proses pembelajaran berlangsung

dengan menyenangkan dan mencapai sasaran yang direncanakan.

Proses pembelajaran di sekolah-sekolah adiwiyata di Kabupaten

Balangan menggunakan beragam metode. Metode tersebut antara lain diskusi

kelompok, tanya jawab, studi literature di perpustakaan dan observasi di

lapangan. Dengan beragamnya metode yang digunakan diharapkan dapat

mempengaruhi hasil belajar siswa. Hasil belajar yang diharapkan berupa adanya

perkembangan moral (afektif), perkembangan keterampilan (psikomotorik), dan

perkembangan intelektual (kognitif). Hal tersebut sebagaimana yang

diungkapkan oleh Nana Sudjana (2009: 3) bahwa hasil belajar dalam pengertian

yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotori. Kegiatan

pembelajaran di sekolah yang menjalankan Adiwiyata di Kabupaten Balangan,

didahului dengan do‟a dan peserta didik diberikan apersepsi berupa pengetahuan

awal mengenai hal yang berhubungan dengan materi. Kemudian kegiatan

dilanjutkan dengan kegiatan mengamati, menanya, pengumpulan data,

mengasosiasi, dan mengkomunikasi. Kegiatan pembelajaran dengan penguatan

materi yang dipelajari peserta didik dengan cara memberi kesempatan peserta

didik untuk bertanya mengenai materi yang belum dipahami.

e. Evaluasi

Evaluasi pembelajaran ditujukan untuk mengetahui apakah tujuan

kurikulum telah dicapai atau belum. Hal tersebut senada dengan Nana Syodikh

dalam Tim Dosen AP (2011,41) mengatakan evaluasi ditujukan utuk menilai

pencapaian tujuan-tujuan yang tealah ditentukan serta menilai proses

pelaksanaan mengajar secara keseluruhan.

70

Langkah evaluasi dalam kegiatan pembelajaran adalah dengan

menggunakan teknik tes dan non tes. Teknik tes yang dimaksudkan adalah

dengan cara mengadakan tes tertulis dengan menentukan Kriteria Kelulusan

Minimal (KKM) Setiap sekolah berbeda-beda. Teknik non tes yang dimaksud

adalah pengamatan sikap dengan menggunakan instrument observasi sikap

peduli, tanggung jawab, dan disiplin. Evaluasi yang diterapkan sudah baik,

dimana teknik tulis ditujukan untuk mengetahui aspek kognitif siswa dan teknik

non tes untuk mengetahui tingkat afektif dan psikomotorik siswa dalam

kaitannya peduli terhadap lingkungan.

3. Kegiatan Lingkungan Berbasis Partisipatif

Kegiatan lingkungan berbasis partisipasif adalah kegiatan yang

melibatkan warga sekolah dan masyarakat di sekitarnya dalam melakukan

berbagai kegiatan yang memberikan manfaat baik bagi warga sekolah,

masyarakat maupun lingkungannya dalam rangka kegiatan pengelolaan

lingkungan hidup. Pelaksanaan kegiatan lingkungan bersifat partisipasif di

sekolah diintegrasikan dalam kegiatan pembiasaan dan ekstrakurikuler.

Kegiatan lingkungan bersifat partisipasif dilaksanakan sesuai dengan

standar sekolah Adiwiyata yang telah ditentukan oleh Kementerian Lingkungan

Hidup dan Kementerian Pendidikan.Dalam buku Panduan Adiwiyata (2012:21),

standar kegiatan yang pertama adalah memelihara dan merawat gedung

lingkungan sekolah oleh warga sekolah.Bentuk kegiatan yang dilaksanakan di

Sekolah-sekolah yang menjalankan program adiwiyata di Kabupaten Balangan

melalui piket bersama, aksi lingkungan yang dilaksanakan setiap tanggal 9, aksi

71

lingkungan yang dilaksanakan setiap hari Jum‟at atau sabtu . Kemudian standar

yang kedua adalah memanfaatkan lahan dan fasilitas sesuai kaidah-kaidah

lingkungan hidup melalui: pembuatan kolam, Green House, taman dan rumah

kompos dan lain-lainya. Kriteria yang ketiga adalah adanya kreatifitas dan

inovasi warga sekolah dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup melalui: pembuatan pupuk kompos, pengelolaan sanitasi, publikasi karya

seni, publikasi karya ilmiah.

Kegiatan pembinaan keesiswa merupakan bagian dari proses

pembentukan karakter siswa. kegiatan pembinaan diancang dalam rangka

meningkatkan mutu pendidikan di sekolah yang dapat memperkaya pengalaman

belajar peserta didik dengan tetap membentuk nilai-nilai yang sesuai karakter

bangsa, dalam kaitanya dengan program Adiwiyata adalah nilai cinta terhadap

lingkungan. Untuk mengembangkan karakter cinta lingkungan, sekolah-sekolah

adiwiyata di Kabupaten Balangan telah mengembangkan kegiatan

ekstrakurikuler yang sesuai denga upaya perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup. Menurut Tim Dosen AP UPI (2013:212) kegiatan

ekstrakulikuler adalah semua kegiatan yang telah ditentukan di dalam kurikulum

yang pelaksanaannya dilakukan pada luar jam-jam pelajaran.kegiatan

ekstrakurikuler di sekolah dibagi dalam jadwal diluar pembelajaran. Hal tersebut

menghindari agar tidak terjadi masalah dalam penggunaan saran pendukung.

Pengembangan ekstrakurikuler tersebut lebih mengarah kepada pembinaan

potensi peserta didik dan pembiasaan cinta lingkungan. Sebagaimana disebutkan

oleh Kemendiknas (2010) bahwa pendidikan karakter ditanamkan dari kebiasaan

(habituation) tentang hal yang baik sehingga siswa paham mana yang baik dan

72

salah, mampu merasakan nilai yang baik, dan bisa melaksanakannya.

Pembiasaan dalam ekstrakurikuler di sekolah yaitu dengan melakukan kegiatan

kebersihan pada saat dan sesudah kegiatan, untuk kegiatan pramuka dan pecinta

alam frekuensi kegiatan lebih condong menuju kegiatan aksi lingkungan, seperti:

mengadakan camping, bersih-bersih sungai, dan susur sungai. Pembinaan

kesiswaan melalui kegiatan ekstrakulikuler di sekolah didukung dengan

penguasaan kompetesi pendidik, materi kegiatan yang dikembangkan , sumber

daya yang relevan dengan situasi dan kondisi sekolah.

4. Pengelolaan Sarana dan Prasarana Ramah Lingkungan

a. Pengadaan

Sekolah – sekolah yang menjalankan program adiwiyata di Kabupaten

Balangan dalam rangka mendukung program Adiwiyata telah menyediakan

sarana ramah lingkungan. Pengadaan sarana ramah lingkungan di sekolah

dilakukan dengan cara pembelian langsung dan hibah dari beberapa instansi

yang telah menjalin kerjasama dalam program Adiwiyata. Sarana sekolah baik

dari hasil pembelian disesuaikan dengan standar Adiwiyata, sementara sarana

dari hasil hibah sudah ditentukan dan disesuaikan oleh instansi terkait. Adapun

sarana ramah lingkungan dari pembelian dan hibah tersebut antara lain seperti

bak sampah, gerobak sampah, tanaman holtikultura, tanaman holtikultura dan

banner daftar hari tema lingkungan, pembangunan Green House, rumah

kompos, dan kolam. Sumber dana sarana ramah lingungan berasal dari alokasi

dana khusus Adiwiyata yang sudah termasuk dalam anggaran sekolah dan juga

dana bantuan dari CSR perusahan-perusahan tambang yang ada di Kabupaten

73

Balangan. Alokasi dana tersebut juga digunakan untuk mengelola saran dan

prasarana ramah lingkungan di sekolah, seperti rehab dan perbaikan.

Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Eka Prihatin (2011: 59)

bahwa cara-cara pengadaan yaitu: Untuk pengadaan tanah bisa dilakukan

dengan cara membeli, menerima hibah, menerima hak pakai, menukar dan

sebagainya. Dalam pengadaan gedung/bangunan dapat dilakukan dengan cara

membangun baru, membeli,menyewa, menerima hibah dan menukar bangunan.

Untuk pengadaan perlengkapan atau perabot dapat dilakukan dengan jalan

membeli. Perabot yang akan dibeli dapat berbentuk yang sudah jadi, atau yang

belum jadi. Dalam pengadaan perlengkapan ini juga dapat dilakukan dengan

jalan membuat sendiri atau menerima bantuan dari instansi pemerintah, badan-

badan swasta, masyarakat, perorangan, dan sebagainya.

b. Pemanfaatan

Pemanfaatan sarana ramah lingkungan di sekolah adalah penggunaan

Rumah Kompos dan Green House sebagai sarana pembelajaran peserta didik.

Bentuk sarana pembelajaran tersebut adalah pembuatan pupuk kompos dan

budidaya tanaman. Penggunaan rumah kompos dan Green House diatur sesuai

jadwal yang telah dibuat oleh penanggung jawab, yaitu bagian kurikulum.

Sebagaimana yang diungkapkkan oleh Eka Prihatin (2011: 61) bahwa yang

diperhatikan dalam penggunaan sarana dan prasarana adalah: 1) Penyusunan

jadwal penggunaan harus dihindari benturan dengan kelompok lainnya. 2)

Hendaklah kegiatan-kegiatan pokok sekolah merupakan prioritas pertama.

74

3) Waktu/jadwal penggunaan hendaknya diajukan pada awal tahun. 4)

Penugasan/penunjukan personil sesuai dengan keahlian pada bidangnya. 5)

Penjadwalan dalam penggunaan sarana dan prasarana sekolah, antara

kegiatan intra kurikuler dengan ekstra kurikuler harus jelas.

Pemanfaatan rumah kompos , bank sampah dan Green House tergantung

dalam sejauh mana materi yang sudah diberikan oleh pengampu mata pelajaran.

Contohnya ketika pelajaran IPA dan Biologi sudah sampai pada tahap praktek,

maka akan ditugaskan untuk menuju ke rumah kompos, demikian juga untuk

Green House. Selain pemanfaatan gedung, sekolah juga melakukan

penghematan sumber daya. Pemanfaatan sumberdaya berupa penghematan air,

listrik, dan Alat Tulis Kantor (ATK). Dalam penerapannya, kegiatan

penghematan dilakukan dengan memanfaatkan sumberdaya alami, seperti

memanfaatkan sumber cahaya matahari untuk penerangan dan mengurangi

penggunaan AC. Dapat dikatakan bahwa pemanfaatan sarana ramah lingkungan

di Sekolah-sekolah yang menjalankan Program adiwiyata di Kabupaten

Balangan sudah mengindikasikan penghematan.

c. Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan sarana ramah lingkungan sekolah berada dibawah

tanggung jawab Wakasek Sarana dan Prasarana. Pemeliharaan sarana ramah

lingkungan berfokus pada perbaikan seperti rehab dan pembersihan. Hal

tersebut dikarenakan bahwa sarana ramah lingkungan menyangkut kebersihan

dan kesehatan. Suharsimi Arikunto (1987: 48) mengatakan bahwa ada dua

unsur pemeliharaan alat, yaitu pengaturan (termasuk penempatan) dan

pembersihan.

75

Sarana ramah lingkungan seperti biopori dan kamar mandi tidak langsung

dibersihkan. Kegiatan pembersihan kamar mandi dicek kebersihannya setiap

satu minggu sekali. Namun apabila dalam beberapa sudah kotor, maka harus

segera dikuras. Biopori yang tersebar di lapangan dan sekitar sekolah, apabila

biopori sudah tersumbat dedaunan yang gugur, maka tukang kebun segera

membersihkannya. Demikian pula dengan Green House sekolah, apabila

sekiranya sudah banyak dedaunan yang jatuh dan mengotori lantai Green

House, maka cukup disapu saja.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ary H. Gunawan (1996: 146)

kegiatan pemeliharaan dapat dilakukan menurut ukuran waktu dan menurut

ukuran keadaan barang, yaitu pemeliharaan menurut ukuran waktu dapat

dilakukan setiap hari (setiap akan/sesudah memakai) dan secara berkala atau

dalam jangka waktu tertentu sesuai petunjuk penggunaan, misalnya dua atau

tiga bulan sekali, pemeliharaan tersebut dapat dilakukan sendiri oleh

penanggungjawab atau memanggil tukang/ahli servis untuk melakukannya, atau

membawa ke bengkel servis, dan pemeliharaan yang dilakukan menurut

keadaan barangnya dilakukan terhadap barang habis pakai dan barang tidak

habis pakai, dan pemeliharaan terhadap tanah dan gedung, dilakukan

dengan pembersihan, pengecetan, menyapu, mengepel, dan sebagainya.

Pemeliharaan dalam bentuk perbaikan harus diperhatikan seberapa kondisi

sarana tersebut. Contohnya untuk rehab seperti rehab rumah kompos dengan

memperhatikan kondisi rumah tersebut. Bila kondisi rumah kompos sudah tidak

layak maka bisa dilakukan pemeliharaan. Kondisi sarana sangat berpengaruh

terhadap besarnya dana pemeliharaan, sehingga dana pemeliharaan harus

76

disesuaikan agar alokasi dana tidak terlalu kecil dan tidak terlalu boros. Hal

tersebut seperti yang diungkapkan oleh Ary H Gunawan (1996: 147) bahwa

dalam tindak lanjut rehabilitasi yang perlu diperhatikan yaitu rehabilitasi yang

bersifat perbaikan, hendaklah diperhatikan agar ongkos/biaya perbaikan

tersebut masih dapat dipertimbangkan antara besarnya biaya yang dikeluarkan

dengan efisiensi penggunaan selanjutnya, sehingga tidak merupakan suatu

pemborosan.

Dari hasil penelitian ini juga diketahui bahwa program adiwiyata yang

dijalankan oleh sekolah tampaknya berdampak positif terhadap sikap dan

perilaku siswa berkaitan dengan pengelolaan dan perlindungan lingkungan

hidup. Hal ini dapat diketahui dari hasil angket yang telah dibagikan kepada

siswa menunjukkan 38,5% sikap dan perilaku yang sangat baik, 45%

menunjukkan perilaku baik, dan hanya 12% menunjukkan perilaku yang cukup.

Hasil kajian ini sesuai dengan apa yang dikatakan Widaningsih

(Landriyani Ellen, 2014) bahwa secara formal pendidikan lingkungan hidup

menjadi salah satu alternatif yang rasional untuk memasukkan pendidikan

lingkungan ke dalam kurikulum. Pendidikan lingkungan hidup merupakan salah

satu faktor penting dalam keberhasilan dalam pengelolaan lingkungan hidup

dan juga menjadi sarana yang sangat penting dalam menghasilkan sumber daya

manusia yang dapat melaksanakan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Nurjhani dan Widodo (Landriyani Ellen, 2014)) menambahkan bahwa

pendidikan lingkungan dibutuhkan dan harus diberikan kepada anak sejak dini

agar mereka mengerti dan tidak merusak lingkungan.

77

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

1. Pelaksanaan sekolah-sekolah program Adiwiyata di Kabupaten

Balangan sudah sesuai dengan buku Panduan Adiwiyata. Hal tersebut

ditandai pada komponen kebijakan berwawasan lingkungan, sekolah

merubah visi misi yang memuat nilai lingkungan hidup dan ada beberapa

sekolah yang sudah mengalokasikan dana sebesar 18% dari total

78

anggaran untuk program Adiwiyata dalam rangka perlindungan dan

pengelolaan lingkungan sekolah., ada sebagai sekolah yang menjalankan

program adiwiyata sudah mengintegrasikan kurikulum berwawasan

lingkungan dilaksanakan dengan mengintegrasi materi wawasan

lingkungan dalam mata pelajaran baik dalam mata pelajaran dan kegiatan

ekstrakurikuler, kegiatan lingkungan bersifat partisipasif dilaksanakan

melalui kegiatan aksi lingkungan baik yang disenggarakan oleh sekolah

maupun yang diselenggarakan oleh pihak luar, dan mengelola sarana

ramah lingkungan dengan memanfaatkan sarana Green House, Bank

Sampah, dan Rumah Kompos untuk pembelajaran.

2. Faktor pendorong implementasi program sekolah adiwiyata di Kabupaten

Balangan terdiri dari jenjang guru-guru yang mengajar di sekolah yang

menjalankan program adiwiyata memiliki jenjang pendidikan yang tinggi

yakni minimal Sarjana (S1), biasanya sekolah-sekolah yang

menjalankan program adiwiyata mendapakan bantuan dana dari CSR

dengan kisaran bantuan yang disesuaikan dengan kebutuhan

sekolah,adanya keinginan dari sekolah-sekolah yang menjalankan

adiwiyata untuk menjadi sekolah yang berprestasi. Namun ada beberapa

catatan juga yang menajdi faktor penghambat implementasi program

sekolah adiwiyata di Kabupaten Balangan, di antaranya ; Masih banyak

guru yang masih belum bisa mengintegrasikan program adiwiyata ke

dalam mata pelajaran, kurangnya sosialisasi dan pendampingan yang

dilakukan oleh dinas-dinas terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup

(DLH) dan Dinas Pendidikan Kabupaten Balangan, masih ada sekolah

79

yang bermindset bahwa apabila sekolah sudah menjalankan program

adiwiyata maka akan mendapatkan dana dari CSR dari Perusahan-

perusahan yang ada di Kabupaten Balangan, adanya perubahan transisi

dan mutasi pimpinan (kepala) sekolah, serta kurangnya kekompakan

guru –guru dan warga sekolah dalam menjalankan program adiwiyata.

3. Sikap dan perilaku siswa berkaitan dengan pengelolaan dan perlindungan

lingkungan hidup adalah: 38,5% menunjukkan sikap dan perilaku yang

sangat baik, 45% menunjukkan perilaku baik, dan 12% menunjukkan

perilaku yang cukup.

B. Rekomendasi

1. Bagi Pemerintah Daerah

Agar program adiwiyata dapat terimplementasi secara maksimal,

Pemerintah Daerah perlu membuat regulasi atau dimuat dalam aturan

peraturan daerah (Perda).

2. Bagi Dinas Terkait

a. Agar selalu melakukan pendampingan secara kuntinu ke sekolah-sekolah

yang menjalankan program adiwiyata.

80

b. Menjadikan sekolah yang sudah berhasil berpredikat sebagai sekolah

adiwiyata baik tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten untuk

melakukan pendampingan ke sekolah lainnya.

c. Melakukan evaluasi secara terprogram kepada sekolah-sekolah yang

sudah menjalankan program adiwiyata di Kabupaten Balangan.

d. Secara rutin mengadakan lomba karya tulis ilmiah baik untuk guru

maupun siswa yang bertema lingkungan hidup.

3. Bagi Sekolah

a. Memberikan penegasan kepada semua guru dan tenaga kependidikan

agar memiliki komitmen yang sama dalam mewujudkan sekolah peduli

dan berbudaya lingkungan

b. Mengikutsertakan orang tua dalam upaya membina karakter peduli

lingkungan siswa, sehingga apa yang diterapkan di sekolah dapat

diaplikasikan kembali di rumah.

c. Secara rutin menggelar lomba lingkungan hidup antar kelas

d. Program sekolah adiwiyata harus selalu disosialisasikan secara

berkesinambungan

4. Bagi Guru

a. Guru hendaknya menyamakan pemahaman terlebih dahulu mengenai

pelaksanaan dan tujuan Adiwiyata.

b. Guru hendaknya harus bisa mengembangkan profesi melalui mengikuti

kegiatan-kegiatan MGMP, pelatihan, workshop-workshop dalam rangka

menjalankan program adiwiyata.

81

c. Guru hendaknya lebih memberikan contoh karakter peduli lingkungan

secara langsung berupa tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari

(menjadi role model).

.

DAFTAR PUSTAKA

Adam, Ahmad Fajarisma Budi. 2014. “Analisis Implementasi Kebijakan Kurikulum

Berbasis Lingkungan Hidup Pada Program Adiwiyata Mandiri di SDN

Dinoyo Malang”. Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan

(Volume 2, Nomor 2, Juni 2017) Hlm. 166-173.

Amos Noelaka. 2008. Kesadaran lingkungan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Jabbar, Muhamad. 2015. Adiwiyata. Online. http://jabbaradiwiyata.blogspot.co.id

/2015/04/artikel-adiwiyata.html, diakses 24 Mei 2016.

82

Kementerian Lingkungan Hidup. 2010. Pedoman Penggunaan Kriteria dan Standar

untuk Aplikasi Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup dalam

Pengendalian Perkembangan Kawasan . KLH. Jakarta.

Landriany, Ellen. (2014). Implementasi Kebijakan Adiwiyata Dalam Upaya

Mewujudkan Pendidikan Lingkungan Hidup di SMA Kota Malang Jurnal

Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan Volume 2, Nomor 1, Januari,

2014; 82-88 ISSN: 2337-7623; EISSN: 2337-7615

Lincoln, Yvonna S., dan Egon G. Guba. 1982. Effective Evaluation, Improping the

Evaluation Result Trough Responsive and Naturalistic Approach.

California: Jossey-Bass Publisher.

Miles, Mathew B., dan A. Michael Huberman. 1991. Analisis Data Kualitatif,

terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Resa, Ade Masya. 2014. Program Adiwiyata Menuju Sekolah Peduli dan Berbudaya

Lingkungan. Online. http://studioriau.com/de/artikel/ lingkungan/program-

adiwiyata.html, diakses 24 Mei 2016.