laporan paktikum m a

21
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan budidaya udang windu sendiri telah mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini didukung oleh usaha budidaya yang intensif dengan teknologi yang sudah dikuasai, harga yang tinggi dipasar lokal maupun internasional, dan peluang yang luas telah membuat udang windu menjadi komoditas harapan bagi para pengusaha sehingga banyak yang berani menanamkan modal bisnis udang windu ini. Guna menunjang usaha budidaya, yang harus dilakukan adalah dengan mendirikan balai-balai pembenihan (hatchery) udang windu. Usaha pembenihan udang ini berkembang pesat setelah ditemukannya teknik ablasi mata. Dengan teknik tersebut maka masalah penyediaan induk matang telur dapat diatasi dan seluruh siklus hidup udang dapat diusahakan dalam lingkungan yang terkontrol. Udang merupakan komoditas perikanan yang memiliki potensi yang besar karena merupakan produk ekspor. Sektor budidaya udang saat ini mengalami banyak kendala yakni masalah lingkungan, penyakit, dan larangan dari negara pengimpor penggunaan bahan antibiotik. Dari segi pengadaan benih udang berkualitas dituntut adanya ketersediaan induk udang yang syarat dengan kualitas prima. Domestikasi kualitas induk udang selain ditentukan oleh perbaikan genetiknya yang menghasilkanturunan bebas penyakit (SPF) dan tahan penyakit

Upload: tanzil-murdha

Post on 28-Dec-2015

21 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

laporan MA buper

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Paktikum M A

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan budidaya udang windu sendiri telah mengalami kemajuan yang sangat

pesat, hal ini didukung oleh usaha budidaya yang intensif dengan teknologi yang sudah

dikuasai, harga yang tinggi dipasar lokal maupun internasional, dan peluang yang luas telah

membuat udang windu menjadi komoditas harapan bagi para pengusaha sehingga banyak

yang berani menanamkan modal bisnis udang windu ini.

Guna menunjang usaha budidaya, yang harus dilakukan adalah dengan mendirikan

balai-balai pembenihan (hatchery) udang windu. Usaha pembenihan udang ini berkembang

pesat setelah ditemukannya teknik ablasi mata. Dengan teknik tersebut maka masalah

penyediaan induk matang telur dapat diatasi dan seluruh siklus hidup udang dapat diusahakan

dalam lingkungan yang terkontrol.

Udang merupakan komoditas perikanan yang memiliki potensi yang besar karena

merupakan produk ekspor. Sektor budidaya udang saat ini mengalami banyak kendala yakni

masalah lingkungan, penyakit, dan larangan dari negara pengimpor penggunaan bahan

antibiotik. Dari segi pengadaan benih udang berkualitas dituntut adanya ketersediaan induk

udang yang syarat dengan kualitas prima. Domestikasi kualitas induk udang selain ditentukan

oleh perbaikan genetiknya yang menghasilkanturunan bebas penyakit (SPF) dan tahan

penyakit (SPR) juga ditentukan oleh kualitas nutrisi pakan yang dikonsumsinya. Kualitas

pakan yang baik adalah jika ketersediaan nutrisi yang dikandung oleh pakan tersebut sesuai

dengan kebutuhan nutrisi induk udang serta manajemen pemberian pakan yang tepat perlu

diketahui. Udang Vannamei (litopenaeus vannamei) merupakan salah satu jenis udang

introduksi yang akhir-akhir ini banyak diminati, karena memiliki keunggulan seperti tahan

penyakit, pertumbuhannya cepat (masa pemeliharaan 100-110 hari), sintasan selama

pemeliharaan tinggi dan nilai konversi pakan (FCR-nya) rendah (1:1,3).

Lele merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan tubuh memanjang dan kulit

licin. Di Indonesia ikan lele mempunyai beberapa nama daerah, antara lain: ikan kalang

(Padang), ikan maut (Gayo, Aceh), ikan pintet (Kalimantan Selatan), ikan keling (Makasar),

ikan cepi (Bugis), ikan lele atau lindi (Jawa Tengah). Sedang di negara lain dikenal dengan

nama mali (Afrika),plamond (Thailand), ikan keli (Malaysia), gura magura (Srilangka),

Page 2: Laporan Paktikum M A

catretrang (Jepang). Dalam bahasa Inggris disebut pula catfish, siluroid, mudfish dan walking

catfish. Lele dumbo dikenal sebagai lele hibrida Clarias gariepinus. Adalah salah satu ikan

yang berasal dari benua Afrika. Lele dumbo mulai diperkenalkan sebagai ikan berprospek

cerah di Indonesia sejak tahun 1985. Sejak itulah ikan lele dumbo mulai banyak diternak oleh

penghobi ikan di Indonesia. Ikan lele dumbo adalah varian/spesies ikan lele yang baru yang

dihasilkan dari perkawinan silang antara indukan lele betina dari Taiwan dan pejantannya

adalah indukan lele dari Afrika.

Lele merupakan salah satu budidaya perikanan darat melalui kolam. Kolam adalah

petakan-pematang yang digali dan luasnya lebih kecil dari tambak, digunakan untuk 

pemeliharan ikan yang ada dipekarangan maupun bukan lahan pekarangan dengan

menggunakan air tawar yang bangunannya dapat dibuat secara permanen maupun non

permanen dan mempunyai bentuk bermacan-macam.

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah agar dapat mengetahui cara dan tehnik

yang benar dalam pembesaran udang vannamei (Litopenaeus vannamei) dan untuk melihat

budidaya ikan lele sitem intensif resirkulasi bioboll, serta mempelajari cara pembenihan

udang windu.

Page 3: Laporan Paktikum M A

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAAmri (2003) menyatakan bahwa habitat udang berbeda-beda tergantung dari jenis dari

persyaratan hidup dari tingkatan-tingkatan dalam daur hidupnya. Udang windu bersifat

euryhaline yakni bisa hidup di laut yang berkadar garam tinggi hingga perairan payau yang

berkadar garam rendah. Udang windu juga bersifat benthik, hidup pada permukaan dasar laut

yang lumer (soft) terdiri dari campuran lumpur dan pasir terutama perairan berbentuk teluk

dengan aliran sungai yang besar dan pada stadium post larva ditemukan di sepanjang pantai

dimana pasang terendah dan tertinggi berfluktuasi sekitar 2 meter dengan aliran sungai kecil,

dasarnya berpasir atau pasir lumpur.

Udang windu bersifat omnivor, pemakan detritus dan sisa-sisa organik baik hewani

maupun nabati. Udang ini mempunyai sifat dapat menyesuaikan diri dengan makanan yang

tersedia di lingkunagnnya, tidak besifat terlalu memilih-milih (Dall dalam Toro dan

Soegiarto, 1979). Sedang pada tingkat mysis, makanannya berupa campuran diatome,

zooplankton seperti balanus, veligere, copepod dan trehophora (Vilalez dalam Poernomo,

1976).

Toro dan Soegiarto (1979) mengemukakan bahwa udang penaeid termasuk hewan

yang heteroseksual, yaitu memepunyai jenis kelamin jantan dan betina yang masing-masing

terpisah . Perkawinan udang terjadi di laut bebas dengan jalan merapatkan perutnya (ventral)

masing-masing. Udang jantan biasanya lebih agresif dibanding betina, perkawinan terjadi

setelah betina mengganti kulit (moulting), udang jantan tertarik kepada betina karena adanya

hormon ektokrin yang keluar secara eksternal yaitu pada saat telur dikeluarkan melaluai

saluran telur (oviduk).

Udang vannamei termasuk hewan omnivora yang mampu memanfaatkan pakan alami

yang terdapat dalam tambak seperti plankton dan detritus yang ada pada kolom air sehingga

dapat mengurangi input pakan berupa pelet. Kandungan protein pada pakan untuk udang

vannamei relatif lebih rendah dibandingkan udang windu. udang vannamei membutuhkan

pakan dengan kadar protein 20-35% ( Briggs, 2004 ).

Page 4: Laporan Paktikum M A

Vannamei banyak diminati, karena memiliki banyak keunggulan antara lain, relatif

tahan penyakit, pertumbuhan cepat (masa pemeliharaan 100 - 110 hari), padat tebar tinggi,

sintasan pemeliharaan tinggi dan Feed Convertion Ratio. Tingkat kelulushidupan vannamei

dapat mencapai 80 - 100% dan tingkat kelulushidupannya mencapai 91%. Berat udang ini

dapat bertambah lebih dari 3 gram tiap minggu dalam kultur dengan densitas tinggi (100

udang/m2). Ukuran tubuh maksimum mencapai 23 cm. Berat udang dewasa dapat mencapai

20 gram dan diatas berat tersebut, vannamei tumbuh dengan lambat yaitu 7 sekitar 1 gram/

minggu. Udang betina tumbuh lebih cepat daripada udang jantan (Wyban, 1995).

Ikan lele adalah ikan yang hidup di air tawar. Ia bersifat nocturnal, artinya ia aktif

pada malam hari atau menyukai tempat yang gelap. Pada siang hari yang cerah, ikan lele

lebih suka berdiam di dalam lubang-lubang atau tempat yang tenang dan alirannya tidak

terlalu deras. Ikan lele membuat sarang di dalam lubang-lubang di tepian sungai, tepi-tepi

rawa atau pematang sawah, kolam yang teduh dan tenang (Suyanto, 2007).

Ikan lele mencapai kedewasaannya setelah mencapai ukuran 100 g atau lebih. Jika

sudah masanya berkembang biak, ikan jantan dan betina berpasangan. Pasangan itu lalu

mencari tempat, yakni tempat yang teduh dan aman untuk bersarang. Lubang sarang ikan lele

terdapat kira-kira 20-30 cm di bawah permukaan air. Ikan lele tidak membuat sarang dari

suatu bahan (jerami atau rumput-rumputan) seperti ikan gurame, melainkan hanya

meletakkan telurnya di atas dasar lubang sarangnya itu (Puspowardoyo, 2006).

Ikan lele temasuk pemakan segala bahan makanan (omnivora), baik bahan hewani

maupun nabati. Dilihat dari jumlahnya, ikan lele dumbo lebih banyak memakan bahan

hewani dibandingkan dengan bahan nabati. Anak ikan lele memakan protozoa, rotifera,

crustacea yang halus dan fitoplankton. Sementara ikan lele dumbo dewasa memakan cacing

dan larva insekta, ikan-ikan kecil, udang, bahan organik, dan jasad-jasad yang telah

membusuk (Rukmana, 2003).

Page 5: Laporan Paktikum M A

BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Adapun praktikum Manajemen Akuakultur ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal

03 Mei 2014 pukul 09.00 WIB s/d selesai di SUPM Negeri Ladong, Aceh Besar.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah berupa alat tulis.

3.3 Prosedur Kerja

Adapun cara kerja dari praktikum ini adalah sebagai berikut :

Ditentukan lapangan tempat diadakannya praktikum

Disiapkan alat tulis

Mendengarkan penjelasan dari narasumber

Mencatat segala hal yang dianggap penting

Page 6: Laporan Paktikum M A

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Adapun hasil dari hasil praktikun Manajemen Aquacultur yang dilaksanakan di SUPMN

Ladong Aceh Besar dapat dilihat di Lampiran.

4.2 Pembahasan

Keadaan Lokasi pembenihan udang windu di SUPMN Ladong Aceh Besar adalah sebagai

berikut:

1. Lokasinya tersebut berada di dekat pinggiran pantai.

2. Pinggiran pantai banyak terdapat pohon mangrove dan pohon kelapa dekat dengan

laut.

3. Mudah dijangkau oleh transportasi darat atau laut.

4. Jauh dari lokasi pertambangan dan pabrik.

5. Tidak berada dekat dengan sungai atau limbah penduduk.

6. Tidak jauh dari tempat pemasaran larva dari daerah pertambakan.

Sebelum melakukan proses pembenihan atau pembelian induk udang windu, terlebih

dahulu mempersiapkan segala sarana pembenihan yang akan digunakan harus dipersiapkan

seperti :

a. Pembersihan Bak

Langkah awal yang harus dilakukan sebelum memulai suatu produksi adalah

membersihkan atau mencuci semua bak yang telah di gunakan pada produksi

sebelumnya, Adapun bak-bak yang harus di persiapkan dan dibersihkan

terlebih dahulu adalah sebagai berikut :

Bak tandon air laut

Bak pemeliharaan larva

Bak penampungan induk

Bak harus dibersihkan dari segala kotoran baik bakteri atau jamur yang masih melekat

pada bak, bak harus dibersihkan dengan menggunakan detergen dan kaporit, bahan-bahan

organic seperti amoniak yang masih tersisa akan mengganggu kehidupan dan biasa

Page 7: Laporan Paktikum M A

mematikan larva, selain itu mikro organisme (jasad-jasad renik) yang masih menempel yang

belum mati akan menimbulkan suatu penyakit. Oleh karena itu pembersihan media

pembenihan harus terjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan.

b. Penyedotan Air Laut

c. Proses Filterisasi Air Laut

d. Proses Treatmen

Sebelum digunakan untuk beroprasi, media air laut hasil dari proses filterisasi

perlu di treatmen atau dinetralkan terlebih dahulu. Proses treatmen

menggunakan kaporit 15-30 ppm. Tujan dari pemberian kaporit ini adalah

untuk membunuh kuman atau mikro organisme yang berbahaya serta untuk

menjernihkan air laut.

Persiapan Bak Larva

Persiapan wadah pemeliharaan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting

dalam usaha pembenihan udang windu. Bak yang akan digunakan untuk kegiatan

pembenihan di keringkan terlebih dahulu selama beberapa hari baru kemudian di bersihkan

untuk membuang kotoran serta lumut yang menempel pada bak, serta di lakukan juga

sterilisasi untuk membuang kandungan asam yang terlalu tinggi karena bak yang telah lama

tidak beropersi. Kegiatan sterilisasi dilakukan dengan menggunakan kaporit dengan dosis 500

- 100 ppm, yang telah dilarutkan ke dalam ± 15 liter air lalu disiramkan secara merata ke

dinding-dinding atau dasar bak.

Setalah dibersihkan dan dilakukan sterilisasi, selanjutnya dipasang peralatan

pendukung seperti heater, jaringan aerasi (pipa, selang, dan batu aerasi), dan terpal untuk

menutup bagian atas bak pemeliharaan nauplius. Pengisian air dilakukan setelah bak telah

bersih dan semua peralatan pendukung terpasang. Pengisian air dilakukan sampai ketinggian

mencapai 70 – 80 cm, yang sebelumnya air laut tersebut telah disaring terlebih dahulu dengan

menggunakan kain satin (filter back) yang di ikatkan pada ujung pipa pemasukan air.

Pemberian Pakan

Pada stadia awal larva udang windu yaitu stadia nauplius, tidak diberi pakan karena

pada stadia ini larva masih memiliki kuning telur yang melekat pada tubuhnya sebagai pakan.

Pada saat stadia zoea, mysis dan postlarva, larva diberi pakan tambahan yaitu pakan alami

dan pakan buatan.

Page 8: Laporan Paktikum M A

Pada masa stadia Zoea – Mysis pemberian pakan alami berupa (Skeletonema

Costatum) dan pada stadia postlarva pemberian pakan alami diganti dengan artemia.

Pemberian pakan alami dan buatan ini dilakukan dengan cara penebaran secara merata

kedalam bak larva agar tidak terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan. Syarat yang

mutlak untuk terpenuhinya pakan yang baik adalah penebaran secara merata, dalam arti dapat

diusahakan agar satu individu udang memperoleh bagian pakan yang sama dengan individu

lainnya, sehingga diharapkan dengan pemberian pakan merata pertumbuhannya akan

seragam.Untuk pemberian pakan buatan terlebih dahulu ditakar sesuai dengan kebutuhan

larva.

Budidaya lele dapat dilakukan di kolam tanah, bak permanen maupun bak plastic

(kolam dari terpal). Sumber air dapat berasal dari air sungai mapun air sumur. Suhu air yang

ideal untuk pertumbuhan ikan lele berkisar antara 22-27 °C. Suhu air mempengaruhi laju

pertumbuhan, laju metabolisme ikan dan napsu makan ikan serta kelarutan oksigen dalam air

(Prihartono, 2001).

            Usaha pembudidayaan ikan lele dumbo perlu dikembangkan sesuai permintaan

masyarakat, ini akan menambah pendapatan usahatani akan lele dumbo. Pendapatan

usahatani ikan lele dumbo sangat erat kaitanya denagn harga. Semangkin tinggi harga jual,

semangkin tinggi nilai produksi yang diterima petani yang berarti semangkin meningkat

pendapatan usahatani. Menurut Mubayarto (1994), “Pada setiap akhir panen petani akan

menghitung berapa hasil bruto produksinya yaitu yaitu luas tanah akan dikalikan hasil

persatuan luas. Tetapi tidak semua hasil ini diterima oleh petani. Hasil ini akan dikurangi

dengan biaya-biaya yang dikeluarkan, maka petani akan memperoleh hasil netto yang disebut

pendapatan usahatani”.

Page 9: Laporan Paktikum M A

BAB V

PENUTUP5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah sebagai berikut :

Sebelum melakukan proses pembenihan perlu dipersiapkan sarana dan prasarana yang

meliputi: Pembersihan bak, Penyedotan Air Laut, Proses Filterisasi Air Lautdan

Proses Treatmen.

Pada masa stadia Zoea – Mysis pemberian pakan alami berupa (Skeletonema

Costatum) dan pada stadia postlarva pemberian pakan alami diganti dengan artemia.

Adapun pemberian pakan pada benur udang windu di berikan setiap 3 jam sekali.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat saya sampaikan adalah tidak sebatas menanyakan proses-

proses pembenihan udang tetapi alangkah baiknya kalau kita dapat mempraktekkannya

langsung.

\

Page 10: Laporan Paktikum M A

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 2006 SNI 01-6143. Benih udang windu (Penaeus monodon fabriciu, 1798) kelas benih sebar. Jakarta. 7 hal

Briggs, 2004. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Pengembangan Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. Indonusa Yudha. Institut Pertanian Bogor.

Prihartono, R.Eko, Juansyah rasidik, dan Usni Arie. 2001. Mengatasi Permasalahan Budi Daya Lele Dumbo. Penebar Swadaya, Jakarta.

Puspowardoyo, 2006. Budidaya Lele Dumbo Secara Intensif. Argo Media Pustaka. Jakarta.

Rukmana, 2003. Pembenihan dan pembesaran Lele.Kanisius. Yogyakarta.

Suyanto, 2007. Pengajuan Lengkap Agribisnis Lele. Jakarta : Penebar Swadaya.

Wardianto, 2008. Tingkat Konsumsi Oksigen Sedimen pada Dasar Tambak Intensif Udang Vanname (Litopenaeus vanname). Institut Pertanian Bogor.

Wyban, 1995. Udang vaname. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Page 11: Laporan Paktikum M A

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-NYA sehingga laporan praktikum Menajemen Aquacultur ini dapat diselesaikan. Tidak lupa pula selawat bertangkaikan salam penulis sampaikan kepada nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Penulis mengucapka terimakasih sebanyak-banyaknya kepada dosen pembimbing dan tim asisten dosen yang telah membimbing penulis dalam melakukan praktikum dan juga cara menyusun laporan sehingga penulis telah dapat menyelesaikannya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini belum sempurna dan masih banyak tedapat kesalahan baik dari segi materi maupun dari segi teknis penulisan. Maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan laporan ini dan semoga laporan ini dapat berguna dikemudian hari.

Darussalam 10 Mei 2014

Penyusun

Fadhlullah

Page 12: Laporan Paktikum M A

DAFTAR ISIHal.

KATA PENGANTAR ........................................................................................................

DAFTAR ISI.......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................

1.1 Latar Belakang...................................................................................................1.2 Tujuan Praktikum..............................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................

BAB III METODELOGI.....................................................................................................

3.1 Waktu dan Tempat............................................................................................3.2 Alat dan Bahan.................................................................................................3.3 Prosedur Kerja..................................................................................................

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................................

4.1 Hasil Pengamatan.............................................................................................4.2 Pembahasan......................................................................................................

BAB V PENUTUP..............................................................................................................

5.1 Kesimpulan.......................................................................................................5.2 Saran.................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................

LAMPIRAN........................................................................................................................

Page 13: Laporan Paktikum M A

LAPORAN

PRAKTIKUM MANAJEMENT AQUACULTUR

Tentang

PEMBENIHAN UDANG WINDU DAN BUDIDAYA IKAN LELE DI SUPMN LADONG

Disusun

Oleh

FARDIN APRIDO

1011102010068

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

Page 14: Laporan Paktikum M A

2014