e d i t o r : m u h a m m a d h a b i b i d a n p a i s a

19
Padli Ahmad Editor: Muhammad Habibi dan Paisal Akbar

Upload: others

Post on 22-Nov-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MELACAK JATI DIRI

BANGSA

Dalam Perspektif Mitologi Tradisional

P a d l i A h m a d

E d i t o r : M u h a m m a d H a b i b i d a n P a i s a l A k b a r

MELACAK JATIDIRIBangsa

Para agamawan memiliki tafsir yang berbeda-beda terkait makna kejatuhan Adam dan Hawa kebumi. Doktrin Kejatuhan menjadi bagian dalam sistem kepercayaan Kristen ini kemudian menjadi

validasi atas konsep Dosa Turunan.

Jika kita perhatikan babak sejarahkehidupan manusia, selalu diawalidengan cerita 2 manusia yang dikenalsebagai Adam dan Hawa (dalamliteratur keagamaan terutamaAbrahamik). Adam dianggap sebagaimanusia pertama sedangkan Hawaadalah manusia berikutnya yangberarti lebih muda dari Adam(sebagian sejarawan islammengatakan selisih umur antarkeduanya lebih dari 100 tahun). Peran Hawa dalam epic sejarahmanusia tidak begitu menonjolsetidaknya dikarenakan paradigmayang kadung tervalidasi sebagaikebenaran menempatkan Hawasebagai tokoh utama yangmenyebabkan dilanggarnya perintahTuhan untuk tidak mendekati pohondan memakan buah Khuldi (menurutQS. Thaha: 120, Khuldi adalah pohonkekekalan dan keabadian

sedangkan menurut Kitab Kejadianpasal 2-3, Khuldi adalah pohonPengetahuan) . Sejak itu, Hawa jadi“bulan-bulanan” diskriminasi dansenyap dalam nama besar Adam.Selebihnya hanyalah penggalancerita tentang perselisihan anak-anaknya sedangkan sang Adam tetapmelegenda menjadi gambaranmanusia seutuhnya (QS. Al-Baqarah:36). Dari literatur agama, dapat kita bagisetidaknya menjadi 2 fase kehidupanyang dialami Hawa bersama Adam,yakni: Pertama, Kehidupan awal,meliputi kisah tentang penciptaan,rumah surga dan pelanggaranperintah Tuhan. Kedua, Kehidupan dibumi, setelah melanggar perintahTuhan kemudian diturunkan untuktinggal dan berkehidupan di bumi,beranak-pinak hingga wafatnyaAdam dalam usia 900 tahun lebih. Selain literatur keagamaan,kehidupan 2 manusia awal jugaterdapat dalam mitologi masyarakatkuno diberbagai peradaban. Mitologidapat didefinisikan sebagai ilmu yangmempelajari tentang mitos.Sedangkan mitos sendiri dapatdiartikan dengan sesuatu yang belumdipahami sehingga diragukankebenarannya karena sulit untukmenemukan bukti (apalagi dalamperiode pra sejarah) baik berupaverbal ataupun non-verbal yangdisampaikan secara turun menurun .

Mitos secara tidak langsung dapatmengkontruksi cara pandang dankesadaran masyarakat yang padaakhirnya membentuk sebuahkeyakinan dan nilai budaya sehinggamempengaruhi tindakan, sistemkomunikasi, pembagian tugas antaranggota masyarakat dan hubunganantar makhluq. Dengan demikian, mitologi menjadisangat penting dalam mengkajisocio-kultural masyarakat atau dapatdikatakan bahwa mitos dapatmenjadi sumber epistemik terutamadalam pencarian nilai-nilai luhur. Jika Adam dan Hawa adalah episodeawal manusia maka keseluruhancerita tentangnya merupakanmitologi yang menyelimutiperadaban manusia setelahnya.Sehingga dengan demikian, setiapperadaban memiliki personifikasinyasendiri terhadap fase episode awaltersebut. Ada mitologi yangmenghadirkan fase pertamakehidupan surgawi dan ada pula fasemitologi kehidupan bumi. Personifikasi inilah yang kemudianjika kita cermati dapat membangunparadigma kesejarahan yang integraldari berbagai macam budaya. Padakesempatan ini kita akan mencobamenggalinya dalam mitologi budayaNusantara.

Sebelum “terusir”ke bumi, keduanyahidup bergelimang

kenikmatan dankecukupan diSurga hingga

memperbuat satukesalahan.

MELACAK JATIDIRIBangsa

Dalam kitab I La Galigo atau SureqGaligo [4], pada bagian Mula Tau(Awal Mula Penciptaan) berdasarkannaskah NBG 188 (Nederland BijbelGenootschap atau Lembaga AlkitabBelanda) yang disusun dan disalinoleh Rètna Kencana Colliq PujièArung Pancana Toa yang disesuaikanoleh ko-editor Nurhayati Rahman(Filolog dan Guru Besar Fakultas IlmuBudaya Unhas) diceritakan bahwa: Ketika Rukkelleng Mpoba datangsetelah sebelumnya dicari-cari olehPatotoqè (Sang Penentu/SangPanutan) pemilik Boting Langiq(kerajaan Langit), mereka langsungsujud dan berkata: “kami baru sajapulang dari bumi beradu kilat danguntur, Tuanku. Tidak ada sesuatuapapun di dalamnya (gelap gulita),tidak ada arti kekuasaan dankehebatanmu tanpa ada yangmenyembahmu”. Maka Patotoqèmerenung dan kemudianmengadakan musyawarah agunguntuk memutuskan siapa yang akanditurunkan ke dunia tengah (AlèKawaq/Alè Lino). Kemudiandiputuskanlah untuk mengirim putrasulungnya bernama La Togeq Langiq

yang setelah turun ke dunia tengahatau bumi diperkenalkan dengannama Batara Guru. Bersama ituditurunkan pula istana, pasukan,pengawal, dayang, selir, Bissu, Sanrodan para pelayan untuk menghibur,menemani dan melayani Batara Guruagar ia betah dan bertahan lamahidup di bumi. Selain kerajaan langit dan duniatengah, terdapat pula kerajaanbawah laut (Buriq Liu/Pèrètiwi) yangdikuasai oleh Guru Ri Selleng danisterinya Dewi Sinaung Toja yangmerupakan adik kembar Patotoqèdan memiliki putri sulung bernamaWè Nyiliq Timoq yang kemudianmenjadi jodoh dari Batara Guru diBumi. Di bumi atau dunia tengahinilah Batara Guru dan Wè NyiliqTimoq menjadi manusia dikarenakanadanya perbedaan diantarakeduanya sehingga pertemuankeduanya di dunia tengah diwarnaidengan mistis, magis dan romantik.Pertemuan Batara Guru dan WèNyiliq Timoq diwarnai aksi “kejar-kejaran”, keduanya seolahbertanding ketinggian ilmu, manterademi mantera dilontarkan hinggaakhirnya menyatu dibawah api.

atau bumi diperkenalkan dengannama Batara Guru. Bersama ituditurunkan pula istana, pasukan,pengawal, dayang, selir, Bissu, Sanrodan para pelayan untuk menghibur,menemani dan melayani Batara Guruagar ia betah dan bertahan lamahidup di bumi. Selain kerajaan langit dan duniatengah, terdapat pula kerajaan bawahlaut (Buriq Liu/Pèrètiwi) yangdikuasai oleh Guru Ri Selleng danisterinya Dewi Sinaung Toja yangmerupakan adik kembar Patotoqèdan memiliki putri sulung bernamaWè Nyiliq Timoq yang kemudianmenjadi jodoh dari Batara Guru diBumi. Di bumi atau dunia tengahinilah Batara Guru dan Wè NyiliqTimoq menjadi manusia dikarenakanadanya perbedaan diantara keduanyasehingga pertemuan keduanya didunia tengah diwarnai dengan mistis,magis dan romantik. PertemuanBatara Guru dan Wè Nyiliq Timoqdiwarnai aksi “kejar-kejaran”,keduanya seolah bertandingketinggian ilmu, mantera demimantera dilontarkan hingga akhirnyamenyatu dibawah api [6].

Di dunia tengah atau bumi kemudiankeduanya beranak-pinak danmeramaikan dunia meskipun BataraGuru dan Wè Nyiliq Timoq barudikaruniai anak setelah 7 tahunkelahiran La Pangoriseng seorang anaklaki-laki dari selir Batara Guru yangbernama Wè Lelè Ellung [7]. Dariperkawinan Batara Guru denganselirnya yang lain bernama Wè SaungRiuq, melahirkan putri pertama yangdiberi nama Wè Oddang Riuq yangbertahan hidup hanya selama 7 hari dandari kuburnya tersebut tumbuhlah padiyang menguning. Putri pertamatersebut juga dikenal dengan namaSengiang Serri yang juga dikenal sebagaiDewi Pangan atau Dewi Kesuburan. Dalam mitologi budaya nusantaralainnya, semisal di masyarakat Sunda,Dewi Pangan atau Dewi Kesuburandikenal dengan nama Nyi Pohaci SangHyang Asri, sedangkan dalammasyarakat Jawa kuno dikenal dengannama Dewi Shri dan pada masyarakatFlores dikenal dengan nama Ine Mbu.Pada personifikasi Sengiang Serri inilahmitologi budaya Nusantara menyatudengan simbolisasi tanah subur yangmenjadi sumber bagi keberlangsunganhidup. Ini menunjukkan kesatuanfalsafah hidup dan karakter yang samadalam keseluruhan babak budayaNusantara bahkan sebelum masuknyaagama Hindu atau yang lainnya. Dari mitologi budaya Nusantara, kitadapat melihat bahwa mitologi yangterbangun merupakan kelanjutan darifase awal kehidupan bumi. Jika dilihatdari personifikasi tokoh utama yangdiperankan oleh tokoh perempuan makakemungkinan Batara Guruwafat/mangkat terlebih dulu sehinggaWè Nyiliq Timoq mengambil peransebagai janda yang meneruskanperjuangan sebagaimana titah Patotoqèketika mengutus Batara Guru (6). Lebih lanjut, mitologi tersebutmelahirkan konsep kosmologi,kosmogini, ritual, seni, falsafah hidup,hukum, pranata sosial dan lainsebagainya. Sunda Wiwitan, Kapitayan,Tolotang,

nrimo Ing Pandum,

Sepi Ing Pamrih danRame Ing Gawe. Ketigakonsep diri initampaknya dinilaisecara positif dan aktifsehingga bermaknasetelah bekerjasungguh-sungguh,

serahkanlah hasilnyakepada Sang Pemberi .

Kejawen dan Kaharingan merupakansedikit contoh dari transformasi sosial-budaya di Nusantara. Dari sini kita dapatmelihat betapa kayanya Indonesiadengan banyaknya budaya dari berbagaietnis. Salah satu transformasi bentuk mitologiadalah ritual khusus ketika melakukanaktivitas pertanian, mulai dari mencariwaktu hingga ritual pasca panen semuadilakukan dengan sangat sakral dan hati-hati diantaranya adalah Maddoja Bine diSulawesi sebuah ritualberjaga/bergadang menjaga benihsebelum ditabur, Seren Taun yang digelartiap tahun oleh masyarakat Baduy,Galungan dan Kuningan yang merupakan2 hari raya masyarakat Bali. Jika hasilpanen melimpah namun diperkirakanmasa tanam selanjutnya akan berkurangdan tidak mencukupi kebutuhan makahasil panen sebagian besar akandimasukkan dalam lumbung. Jika hasilpanen tidak sesuai dengan perkiraanmaka akan dilakukan ruwatan atauintropeksi komunal. Namun apapunhasilnya akan tetap dilakukan slametansebagai wujud kesyukuran. Munggah Lumbung, ruwatan danslametan kemudian menjadi semacamkonsep diri yang melekat dengankepribadian para petani yang nrimo IngPandum, Sepi Ing Pamrih dan Rame IngGawe. Ketiga konsep diri ini tampaknyadinilai secara positif dan aktif sehinggabermakna setelah bekerja sungguh-sungguh, serahkanlah hasilnya kepadaSang Pemberi . Ketiga ritual tersebut juga memilikiketerkaitan dengan konsep kosmologikuno yang disimbolisasikan dengangunung melalui penyajian berbagai hasilalam yang dibentuk kerucut baikbertingkat maupun tidak berbahan utamaberas nasi dan ketan kemudiandilengkapi dengan berbagai macam(minimal 7 macam, pitu/pitulungan ) lauk-pauk dari sayuran, buah-buahan dan atauhewan. Perpaduan beras nasi dan ketanmenyimbolkan adanya ketegasan dalamhidup, tidak akan mencapai puncak jikabersikap lembek.

Sedangkan lauk-pauk merupakan gambarankeharmonisan hidup dengan alam semesta. Sajian tersebut kemudian dikenal dengan namatumpeng yang merupakan simbol dari kehidupanmasyarakat agraria dan maritim . Gunung dinilaimerupakan tempat terdekat dengan “langit”sehingga puncaknya bermakna ketinggian hasratmanusia untuk senantiasa terhubung dengandimensi spritual, bagian tengahnya merupakangambaran kedekatan dan interaksi pada sesamamanusia dan bagian bawahnya merupakangambaran harmoni manusia dan alam semesta.Warna kuning mengisyaratkan kemakmuransedangkan lauk-pauk melambangkan kesuburan. Satu sajian lain yang biasa kita temui dalamupacara atau ritual yakni bubur merah-putih atauJenang Sengkolo. Sebelum menjadi kulinernasional, tumpeng identik dimiliki oleh masyarakatJawa dan Bali. Hal tersebut tampak berbedaberkaitan dengan keberadaan Jenang Sengkolokarena hampir seluruh wilayah nusantaramengenalnya. Hanya cara penyajiannya saja yangberbeda, ada yang menempatkan bubur merahdibawah kemudian bubur putih diatasnya atau adapula sebaliknya dan ada pula yangmenempatkannya berdampingan setengah-setengah. Jenang sengkolo merupakan simbolisasi dari asal-usul manusia. Bubur merah melambangkan seltelur ibu sebagaimana darah sedangkan buburputih melambangkan sperma ayah (getih abangsaka si biyang, getih putih saka si bapa). Jenangsengkolo yang terbuat dari beras dicampur dengangula merah dan santan gurih juga menjadi simboldari perjalanan kehidupan yang adakalanyamanis/indah/bahagia dan adakalanya jugaasin/suram/sedih. Oleh karenanya, sajian initerkadang berhubungan dengan hari kelahiran,pernikahan, keselamatan/lepas darikeburukan/kesakitan dan kesedihan/kematian. Dalam proses praktik ritual-ritual tersebut,perempuan merupakan komponen utama yangmemiliki banyak peran. Bukan hanya peran didapur sebagai juru masak tetapi jugamengkoordinir pelibatan secara kolektifperempuan lainnya di sekitar acara atau yang akandiundang.

Mulai dari menyusun pembagian kerja di dapur,penentuan jumlah undangan, pemberitahuankepada undangan hingga sistem kerja pasca acara.Perempuan yang terlibat aktif dengan tenaga padaacara tersebut (Rewang) akan dijamin panganrumah tangganya selama beberapa hari olehperempuan tuan rumah (pemilik acara) sebagaibentuk tanggung jawab sosial sedangkan bantuanlainnya akan “dicatat dan dibalas” sesuai hajatanselanjutnya. Praktik ritual-ritual tersebut menjadi mediatransformasi budaya yang lebih kuat daripadamedia pembelajaran lainnya karena dilakukantanpa dominasi ataupun paksaan, semua mengalirsebagai kesadaran hidup bersama sehinggaseluruh partisipan akan melepas status sosial,umur, pendidikan dan pengalamannya masing-masing untuk mencapai tujuan bersama yaknisuksesnya acara yang ditandai dengan pemberianberkat atau besekan kepada undangan. Dari contoh praktik ritual tersebut diatas, kitaketahui bahwa urusan dapur hanya bernilaisebagai ruang aktual terkecil perempuan sehinggainteraksi sosiallah yang menjadi ruang aktualisasidiri perempuan yang sebenarnya. Oleh karenaitulah, kita dapat temukan landasan berlakunyabudaya arisan ataupun srawung (sebenarnya kataini sepadan dengan kata ngerumpi, namun katangerumpi “telanjur” dilekatkan dalam arti sempitdan negatif). Arisan dapat dikatakan sebagaikegiatan bersama yang bermotif ekonomi danpenggalangan solidaritas sedangkan srawungdapat dikatakan sebagai sarana pertukaraninformasi mengenai semua hal yang berkaitandengan kehidupan bersama [15]. Sedangkan peran laki-laki bukan hanya sebatasmenikmati hasil kerja perempuan akan tetapi jugadituntut menghadirkan kesungguhan hati dalamritual-ritual tersebut (khusyu’). Menikmatihidangan yang disajikan secara bersama-sama(liwetan) bermakna mensyukuri pemberian yangtelah dibuat secara bersama-sama pula olehperempuan. Dengan demikian, seluruh ritual yangberlaku adalah bentuk kesyukuran danpenghargaan terhadap kerjasama komunal. Semuatampak adil dan setara dalam peranannya masing-masing.

Seluruh peran, tugas dan tujuan ritual tersebutdikenal juga dengan Gotong Royong dalamperibahasa “ringan sama dijinjing, berat samadipikul”. Jika pada kebanyakan budaya, pemangku adatdisandang oleh seorang pria namun yang menarikkemudian adalah keberadaan bissu dalam sistemkepercayaan masyarakat Bugis sebagai pemangkuadat yang diturunkan bersama Batara Guru dalamepos I Lagaligo. Bissu memiliki peran dan tanggungjawab utama sebagai pengabdi kepadaDewata/Tuhan yang bebas dari kepentingan pribadidan bersifat duniawi [16] sehingga tidakdiperkenankan menikah. Pengabdian bissumelingkupi seluruh lini kehidupan masyarakat BugisKuno karena dianggap memiliki keterhubungantranscendental pada dimensi spiritual untukmenjaga stabilitas harmoni alam semesta [17]. Karena bissu tidak diperkenankan menikah makakeberlangsungannya sangat erat kaitannya denganproses atau tirakat yang disebut irebba. Untukmenjadi bissu, seseorang harus melakukanperjalanan ke alam roh kemudian turun ke duniadengan wujud “perkawinan perempuan dan laki-laki” dalam 1 tubuh. Keperempuanan dan kelelakianlebur sempurna dalam wujud bissu sebagai bentukikatan dunia fisik dan metafisik. Bissu menjadisimbolisasi seimbang atas aspek kekuatan dankelembutan, spiritual dan material, ghaib dan nyata[18]. Alih-alih memposisikan bissu sebagaisimbolitas spiritual, saat ini keberadaannya sangatterancam oleh berbagai stereotype negatif yangdilekatkan secara serampangan termasukmelihatnya dalam kerangka bias gender ataupunafiliasi agama [19].

Berdasarkan bahan diatas, dapat kita temukansimpul yang berkaitan dengan tradisi lisan,naskah/keberaksaraan dan sejarah bahwa tradisilisan dan tulisan (naskah/keberaksaraan)merupakan 2 ragam tradisi yang saling terkaitdalam membentuk makna kesejarahan meskipunbelum dapat sepenuhya menjadi data penyusunansejarah namun setidaknya dapat mengungkapkaneksistensi diri, mentalitas, orientasi nilai sertapenghayatannya kepada dimensi spiritual religious.Pengungkapan tersebut juga berhubungan denganparadigma nilai kemanusiaan atau humanitaskarena terdapat didalamnya strukturkemasyarakatan yang bertingkat [20]. Hal inipenting sebagai langkah melampaui etnosentrismeatau mengkikis stereotype negatif yangterselubung dalam tafsiran-tafsiran kekinian dankedisinian (lokalitas) sehingga dapat terus hidupdan memiliki tempat yang layak dalam pergumulanbudaya global. Kearipan lokal (istilah yang digunakan untukmenampung nilai-nilai tradisional) harus diletakkanpada karakter yang dinamis sebagaimana mestinyasehingga tidak dapat secara serampangandihadapkan dengan kebudayaan mapan lainnyayang berupaya saling menegasikan terutamadisebabkan adanya pandangan bahwa kearipanlokal adalah budaya kolot, terbelakang atau bahkandianggap bertentangan dengan nilai religius. Karenakearipan lokal ditemukan terbukti masih mampubertahan hingga saat ini, maka harusnya bukanhanya ditempatkan sebagai objek komersial (objekwisata, hiburan atau pertunjukkan seremonial) akantetapi dilaksanakan sebagai kesadaran danpenghormatan terhadap kebijaksanaan paraleluhur.

Pendekatan rasional terhadapmanusia terutama yang dimengertidalam kemampuan-kemampuanintelektual, karakter dan estetikabukan hanya menggusurparadigma tradisional namun jugamenggiring manusiakedalamtatanan dunia sekuleryang otonom dari simbol-simboldimensi spiritual dengan berpijakpada kebebasan individu. Modernitas senantiasadilambangkan sebagai kemajuanperadaban manusia terutama diEropa dari awalnya bercoraktheosentrisme yang menjadikantuhan (melalui gereja dan negaraabad pertengahan) sebagai pusatorientasi menujuantrophosentrisme yangmenegaskan manusia sebagaipusat orientasi sehingga disebutsebagai abad pencerahan. Monopoli tafsir kebenaran yangdipegang oleh otoritas agama dannegara (religio-politis yang saat itumemang menganggap nalar dapatmenerjang batas-batas doktrinerdan kesakralan) pada gilirannyamendominasi masyarakat sehinggamanusia terpinggirkan darikeduniawiannya yang natural.Semangat abad pencerahanmelahirkan sikap rasional danempirik untuk menggali potensidiri dan pengetahuan tentangkesemestaan. Seiring dengan hasilrasionalisasi dan kerja empirisnya,modernitas mulai memisahkan diridari pengetahuan berdasarkanagama yang dinilai mengkerdilkanmanusia itu sendiri.

Pada abad pencerahan inilahbanyak muncul istilah baru sepertisekularisasi, desakralisasi,radikalisasi, positivisme,skeptisisme dan humanismesebagai cara pandang manusia.Dengan demikian, kearipan lokalharusnya dipraktekkan sebagaiperwujudan nilai yang diakui,dipercaya, dijaga serta memilikiintisari bagi peningkatan nilaikemanusiaan [21]. Praktek kearipan lokal tersebutharuslah ditopang dengan politikkebudayaan yang dijalankan secarademokratis. Politik kebudayaanbukanlah politik yang dijalankandalam rangka menggapai kursikekuasaan akan tetapi politik yangmengedapankan nilai identitasbangsa yang kaya budaya. Langkahawalnya dimulai denganmembangun tatanan sosio-kulturalmasyarakat yang egaliter,partisipatif, independen danmoderat sebagai penerimaan atasrealitas masyarakat yang plural danmultikultur (secara literaturedikenal dengan istilah civil society[22]). Sebagai konsepkemasyarakatan, ini berarti setiapnegara dan bangsa memilikikriteria dan standar nilainyamasing-masing sehingga tidak akanserampangan mengimpor carapandang dari luar yang berbedasecara konstruksi sosialnya. Setidaknya nilai-nilai fundamentaldari kearipan lokal yang dapat kitarumuskan dalam prinsip civilsociety adalah:

Ilmu pengetahuandan teknologimodern yang

berkelindan dengankapitalisme korup

mengakibatkantersitanya waktu

dan perhatianmanusia hanyasebagai objek

komersial (sumberdaya ekonomi)

sehingga masing-masing individu“dipaksa” untukmengabdi untukkesendiriannya.

Disisi lain, dominasi sistem nilaipatriarkhi mendorong perananindividu berdasarkan bias genderyang absurd sehingga ruang publikhanya dapat dinikmati secarasepihak bahkan berkuasa untukmendiktekan hukum sesuaikepentingannya.

Esa berasal dari bahasa Pali atau Sanskerta“Etad” yang berarti inilah atau demikianlah.Dalam pemaknaannya “demikianlah ataudemikian adanya” tidak dapat diimbuhidengan yang lainnya atau tidak dapat diapa-apakan sehingga berarti sederhana, tidakterikat, mutlak atau ultimate. Kata tersebutberbeda dengan kata Eka yang berarti satu.Kata Esa merupakan kata sifat sedangkankata Eka merupakan kata benda yangberarti satu, sehingga kedua kata tersebutdigunakan dalam konteks berbeda. Esabiasanya digunakan secara mandirisedangkan eka seringkali dilekatkan sebagaicontoh ekabahasa (satu bahasa ataukesatuan bahasa), bhinneka (masing-masingterpisah atau berbeda) atau merupakannomina seperti eka (satu), dwi (dua) danseterusnya. Jika demikian maka aspekkesejatian spiritual ini tidak dapat dipahamisecara sempit dalam kerangka agamaformal/institusi namun lebih kepadamemandang Tuhan sebagai sumber asal dantujuan akhir sehingga keberTuhananbermakna sikap diri untuk menjadikanseluruh aktivitasnya berorientasi menujuTuhan.

KeberTuhanan Yang Maha Esa1

Orientasi kebertuhanan mengisyaratkanbahwa kehidupan manusia seluruhnyamerupakan pengabdian dan karenanyamesti diakui sebagai hak paling asasimanusia. Hubungan antara Tuhan danhamba ini sangatlah bersifatpribadi/personal/privat sehingga haltersebut harus dipandang sebagai bentukkemerdekaan individu. Pada ruang sosial,terjadilah perjumpaan kemerdekaan antarindividu yang berpotensi timbulnyadominasi antar individu atau kelompok.Untuk meminimalisir dampak negatifdominasi, setiap individu harus didorongbermusyawarah dalam rangka menemukan“rasa kekitaan” atau konstruksikemasyarakatan yang menunjangkehidupan menuju Tuhan sehinggaterwujudnya masyarakatreligious/masyarakat madani/civil societybukan menjadi utopia semata. Keragamanlatar belakang dan potensi antar individuharus dipandang sebagai asset dalamkacamata kesetaraan/egaliter tanpadiskriminasi (gender, usia, pendidikan ataulainnya) sehingga partisipasi individu secarasukarela menjadi sangat berpengaruh dandihargai.

Kemerdekaan Individu dan Permusyawaratan2

Gotong royong merupakan sikap hidup untuk salingmengakui keterbatasan kemudian bekerjasamamengatasinya dalam seluruh lini kehidupan bersama.Dengan gotong royong keragaman latar belakang danpotensi antar individu dikelola berlandaskan prinsipasah (saling mengasah kemampuan/mendidik), asih(saling mengasihi) dan asuh (salingmembimbing/memelihara) sehingga terwujudmasyarakat egaliter dan mandiri terutama berhubungandengan peningkatan harkat dan martabat kemanusiaan.Kemandirian ekonomi (sebagai aspek dominan) berartibahwa kegotongroyongan menjamin setiap individu(saling bahu-membahu) untuk mendapat akses sumberdaya ekonomi dalam rangka peningkatan harkat danmartabat hidupnya. Kemandirian ekonomi berartidistribusi kekayaan dikelola dalam menunjangproduktivitas individu bukan konsumtif sehinggapemberdayaan ekonomi berjalan sebagai stimulus.Individu yang memiliki keterampilan dalammemproduksi barang/jasa namun tidak mempunyaiketerampilan manejerial bukan sekedar diberikan modal(baik yang diperoleh dari dana bersama/crowdfundingmaupun akses permodalan konvensional/perbankan)namun juga diberikan pelatihan penunjang dandidampingi hingga mandiri. Telah terbukti bahwaUMKM merupakan sektor ekonomi yang memiliki dayatahan terhadap krisis maupun resesi ekonomi sehinggasignifikan mampu menopang ekonomi Negara.Sedangkan seluruh anggota masyarakat yang tidakdapat mengakses sumber kesejahteraannya(keterbatasan usia, disabilitas dan lainnya) dimasukkandalam penjaminan sosial yang dikelola secaraprofessional dengan mengedepankan perlakuanmanusiawi minimal kebutuhan dasarnya tercukupi.

Kegotongroyongan dan kemandirian ekonomi3

Kesadaran partisipatif masyarakat dengansendirinya juga berarti partisipatif terhadapkemajuan hidup bersama yang ditopang dengankemandirian maka akan melahirkan kedaulatanrakyat yang esensial atau hakiki. Mental korup lahirdari hasrat terkait kehidupan berkelimpahan hartadan kuasa. Penumpukan harta berlebihan padaindividu bukan hanya berakibat matinya rasa pedulitetapi juga membuat jurang pemisah dalamkehidupan masyarakat. Oleh karenanya, untukmenjamin tidak terjadinya penumpukan harta dankekuasaan hanya pada segelintir orang makakedaulatan rakyat membentuk pemerintahan yangdiposisikan sebagai institusi hukum dan berfungsimemberikan kepastian konsekuensi atas seluruhtindakan yang merugikan masyarakat. Masyarakatmenjadi otoritas politik yang mendasar danpemerintah berperan sebagai pelaksananya, padaposisi ini masyarakat menjadi nadi yangmenggerakkan roda pemerintahan sehingga seluruhkebijakan negara merupakan cerminan dari nilaiyang dianut oleh masyarakat itu sendiri. Berangkatdari nilai kemerdekaan individu, kebijakan politikdiambil dengan memperhatikan kepentingan setiapanggota masyarakat kemudian di musyawarahkansatu tingkat diatasnya hingga menjadi kebijakanpemerintah dalam kurun waktu tertentu (individu >keluarga > RT > RW > Kelurahan > Kecamatan >Kabupaten/kota > provinsi > Negara).

Kedaulatan Rakyat dan Demokrasi4

Manusia modern kemudian melakukan spesialisasi ataupengkategorian (jika tidak dapat disebut pragmentasi,yang sebelumnya menyatu dalam kaidah pemikiranfilsafat) seluruh lini kehidupan masyarakat, mulai dariekonomi, sosial, politik, seni hingga sains demimenunjang penggalian potensi manusia danpengetahuan alam. Manusia modern kemudianterobsesi pada intelektualnya dan secara tersembunyimemiliki hasrat mengganti tuhan yang sebelumnyaditolak dengan dirinya sendiri. Ketika manusia modernmenjadi tuhan bagi manusia lainnya inilah kemudianmelahirkan kolonialisme (cara pandang bahwapengkoloni lebih “manusia” dari yang dikolonikan) yangselalu diawali oleh hasrat eksplorasi pengetahuan alamdan pengenalan identitas bangsa. Kritik tajam atasbangunan modernitas beserta tatanan sosial yangdihasilkannya adalah terkait krisis ekologi yangbersumber dari eksploitasi alam secara berlebihan.Kemudahan teknologi yang diperoleh dijadikan alatutama dalam meningkatkan produktivitas tanpamengenal batas demi keuntungan segelintir kelompok.Oleh karena itu, keselarasan pengetahuan daneksploitasi alam menjadi sangat fundamental bagikeberlangsungan hidup manusia. Oposisi biner antarakeyakinan/keberimanan dan pengetahuan dalammasyarakat modern harus diatasi dengan kesadaranmendasar bahwa keduanya saling berkontaminasi.Memisahkan atau memilihutamakan yang satu diatasyang lainnya pasti mengakibatkan degradasikemanusiaan dan alam semesta. Pengetahuan harusdipandang sebagai perangkat yang memudahkanmanusia dalam pengabdian sedangkan alam dipandangsebagai satu-satunya tempat untuk mengabdi.

Keselarasan Pengetahuan dan Eksploitasi Alam5

Nilai-nilai fundamental dari kearipan lokal tersebut bukanlah nilai-nilai baru yangtidak dikenali orang masyarakat nusantara hanya saja individualis-modernmengakibatkan nilai-nilai tersebut menjadi kabur dan terkikis. Untuk menunjang praktek kearipan lokal tersebut diperlukan perangkat lunak yangberfungsi sebagai penggagas atau lokomotif nilai-nilai fundamental itu sendiri.Perangkat lunak tersebut adalah kelompok cendikia yang secara tulus berpikir danmengembangkan potensi diri dan lingkungannya sebagai bagian dari pengabdian.Sebagai perangkat lunak, kelompok cendikia tidak hanya terbatas kepada merekayang mengenyam pendidikan formal atau akademisi tetapi siapa saja yang terpanggiluntuk senantiasa belajar dan mengabdikan pengetahuannya demi meningkatkankualitas hidup masyarakat dan terbebas dari segala bentuk dominasi (intelektualorganik). Pada posisi inilah kaum intelektual organik berperan sebagai agent of change andsocial development. Tanpa kaum intelektual organik maka tidak akan ada perubahanrevolusioner pada masyarakat karena masyarakat tidak akan mampu mencapaikesadaran sendiri berdasarkan usaha sendiri. Kaum intelektual organik tersebut diatas haruslah kemudian memiliki wadah atautempat sebagai perangkat keras untuk membentuk kesadaran kolektif, menentukanprogresivitas gerakan yang dituju dan mengorganisir massa. Bukan sekedar wadahatau organisasi biasa seperti komunitas, wadah yang diperlukan adalah organisasiideologis yang berperan dalam penerapan hegemoni (consensus penguasaan antarkelas secara persuasi dan partisipatif bukan dominasi). Karena organisasi ideologisberperan sebagai hegemoni maka tidak digunakan dalam tujuan-tujuan praktis yangdapat mengancam keluhuran nilai yang dianut.

Para agamawan memiliki tafsir yang berbeda-beda terkait makna kejatuhan Adam dan Hawa kebumi. Doktrin Kejatuhan menjadi bagian dalam sistem kepercayaan Kristen ini kemudianmenjadi validasi atas konsep Dosa Turunan. Jika merujuk pada Al-Qur’an, kita temukan bahwaperanan Adam dimulai dari kehendak Allah untuk mengutus khalifah dimuka bumi (QS. Al-Baqarah: 30-39) sehingga terlepas dari kesalahan yang telah dilakukannya, Adam dan Hawamemang telah dirancang sejak awal untuk berada di bumi. Kejadian didekati dan dimakannyabuah dari pohon keabadian (Syajarat al-khuld) dapat dimaknai sebagai simbol bahwa manusiamemiliki potensi kemuliaan dan kelalaian yang membedakan dirinya dengan makhluq lainnyaseperti malaikat dan iblis. Selain itu, kejadian tersebut juga mengisyaratkan bahwa manusiamemiliki kecenderungan penasaran dengan sesuatu yang belum diketahuinya. Tentang pohonKhuldi, menarik untuk ditelaah pendapat yang disampaikan oleh Buya Syakur. Beliau memulaidengan pertanyaan jika surga adalah tempat yang dipenuhi kenikmatan dan kecukupan makamengapa ada larangan? Dan apakah buah Khuldi itu memiliki unsur kenikmatan yang melebihidari kenikmatan lainnya sehingga mampu membuat Adam dan Hawa tergoda? Perkembangan akal budi manusia tidak dapat dilepaskan dari dua media pengantar wawasandan pengetahuan yakni lisan dan tulisan. Tradisi lisan dan tulisan sama-sama mencerdaskan danmemperkaya karakter bangsa. Sehingga tulisan ini bisa sangat berbeda jika dilihat dalam kajian structural antropologis sepertimenggunakan paradigma structural Levi-Strauss. Tulisan ini mencoba melihat mitologi sebagaisarana simbolik dalam mengekspresikan gagasan pengetahuan sesuai dengan periode zamannya. Sureq La Galigo adalah karya sastra terpanjang didunia mengalahkan sastra epik mitologi HinduMahabharata dan Ramayana atau epik Homerus dari Yunani. Pada tahun 2011, La Galigo resmiditetapkan sebagai Memory of the World dalam bentuk Dokumentary Heritage (pusakadocumenter) oleh Unesco dan disepakati ditulis pada abad ke-14. Sebelum ditulis, La Galigomerupakan khasanah budaya tutur lisan yang telah mengakar di dalam masyarakat ProtoBugis/Bugis Kuno (sebagian mengatakan Luwu dengan menggunakan bahasa Tae). La Galigoterdiri dari lebih 225.000 “baris Mahabharata” atau 6000 halaman ukuran folio sedangkanMahabharata hanya terdiri dari 160.000 sampai 200.000 baris. Jumlah tersebut masih belumtermasuk keyakinan sebagian peniliti bahwa terdapat bagian yang hilang atau rusak sedangkanuntuk menilitinya dibutuhkan waktu yang panjang. Nurhayati Rahman misalnya, menghabiskanwaktu selama 20 tahun untuk menyelesaikan jilid ke-3 terjemahan I La Galigo menurut naskahNBG 188 dari edisi pertama jilid 1dan 2. Di Kalimantan Timur tepatnya di Kerajan Paser, tradisiLa Galigo pun hidup dan ditemukan dalam naskah tahun 1843 yang kemudian disimpan dikoleksi Zeeuwsh Genootschap di Middelburg, Belanda. Penelitian terhadap bahasa dan sastra daerah merupakan bagian tidak terpisahkan dari tujuanNBG menerjemahkan Alkitab sesuai dengan bahasa setempat. Sehingga petugas penerjemahharus menguasai terlebih dahulu bahasa setempat terutama yang tertulis karena dianggap lebihmurni dan lengkap dibandingkan bahasa lisan. Jika dilihat dari cerita diatas, tampak ada kesamaan dengan alur cerita pertemuan Adam danHawa di periode kehidupan bumi. Keduanya saling menjauh lantaran malu karena telah terusirdari surga, kemudian bertemu kembali namun masih menyimpan emosi tentang keterusiransehingga saling beradu kuat. Namun keduanya berhasil meredam api amarahnya. Dari keduanya kemudian lahir seorang putra bernama Batara Lattuq yang kemudian menikahdengan Wè Datu Sengngeng di Tompoq Tikkaq dan melahirkan dinru ulaweng (kembar emas,perempuan dan laki-laki) yakni Sawèrigading dan Wè Tenriabèng.

Catatan:[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7]

La Galigo bukan hanya dikenal sebagai sastra yang mengisahkan awal kehidupan manusia tetapijuga dianggap lebih lengkap dari Kamasutera yang membahas seluk beluk persetubuhan.Perkawinan bukan hanya dinilai sebagai upaya menyalurkan hasrat birahi namun jauh lebihdalam lagi sebagai bentuk kesyukuran dan pengabdian yang melibatkan secara aktif kedua belahpihak. Sampai disini sangat jelas bahwa perkawinan dalam pandangan masyarakat kuno bersifategaliter, terbuka dan penuh kesadaran. Atas dasar inilah perkawinan dianggap sebagai ritualsakral dan menjadi budaya. Sejarawan islam berpendapat bahwa Adam hidup 960 tahun sedangkan Hawa diciptakan 100tahun setelah Adam sehingga kemungkinan Adam lebih dahulu wafat dan Hawa masih hidupsetelahnya. Jika dilihat dari Rig Veda, hymne 7.77 tersirat permohonan Dewi Ushas (mitologiHindu) “dia juga mengajukan permohonan untuk diberikan umur panjang, karena dia hendakmengingatkan orang-orang akan waktu yang terbatas di bumi”. Dari mitologi diatas kita dapatmenemukan nilai yang terus terpatri dalam benak manusia Indonesia seterusnya yakniperempuan merupakan simbol dari legitimasi surgawi, kekuatan, cinta dan kemandirian.Perempuan menjadi sumber pokok kehidupan, ditangannya terjagalah keharmonisan alamsemesta, terdidiknya manusia dengan pengetahuan dan kelembutan. Meskipun episodeselanjutnya bercerita tentang perantauan dan pelayaran SaWèrigading hingga ke negeri Cinanilai fundamentalnya tetap terkait dengan keberadaan Wè Tanriabeng saudari kembarannya. Realitasnya pun demikian bahwa bertani dipandang sebagai aktivitas yang melelahkan dan tidakmampu mensejahterakan masyarakat. Dari sini dapatlah kita ketahui penyebab utamaberkurangnya lahan pertanian dan jumlah penggarapnya. Pada sisi spiritual, meskipun mayoritastidak memperoleh pendidikan yang layak, kehidupan petani dapat dinilai identik dengankehidupan zuhud karena itulah kehidupan berladang dan berburu menjadi pilihan para pesulukuntuk meniti jalan spritual. Angka 7 atau pitu dalam berbagai tradisi merupakan simbol dari keberuntungan ataupertolongan. Tumpeng berasal dari kalimat “yen metu kudu mempeng” yang berarti jika keluar (mengerjakansesuatu) harus bersungguh-sungguh. Dalam Sureq Galigo, kerajaan bawah laut dikenal dengan istilah Pèrètiwi yang kemungkinanbesar terserap kedalam bahasa Indonesia sebagai Pertiwi. Kata tersebut dalam bahasa Sanskertaadalah Prthivi yang berarti wide world atau dunia yang luas sedangkan dalam bahasa Batakdigunakan Portibi yang berarti dunia atau bumi. Penggunaan kata tersebut sesuai dengankenyataan bahwa wilayah perairan Indonesia lebih luas dibandingkan wilayah daratan. Sehinggakerajaan bawah laut merupakan simbolisasi dari dunia kemaritiman. Oleh karena itu, tumpengjuga sebagian akan dipersembahkan/dilarung kearah laut atau perairan lainnya. Selain tumpeng, gunung juga menjadi simbol atau falsafah pembangunan rumah panggung diSulaWèsi yang memiliki 3 bagian yakni Rakkeang (bagian atas) untuk menyimpan persediaanpangan dan benda-benda pusaka, bagian tengah (alè Bola) untuk interaksi dan komunikasi,kemudian terakhir bagian bawah (Awasao) yang berfungsi sebagai kandang hewan ternak. Penelitian neuro science sebagaimana yang dipaparkan oleh dr. Aisyah Dahlan diketahui bahwasecara fitrah perempuan merupakan makhluq komunal yang memiliki kemampuan bahasa rata-rata 16000 kata per hari sedangkan laki-laki hanya memiliki rata-rata 7000 kata per hari. Inimenyebabkan perempuan memiliki kecenderungan alamiah untuk menghabiskan banyak waktubicara dalam interaksinya sehari-hari sehingga tampak wajar jika perempuan membutuhkansarana seperti arisan ataupun srawung. Sayangnya sarana tersebut sedikit banyak seringkaliterpengaruhi nilai ego pribadi masing-masing sehingga memberikan dampak negatif bagiperempuan baik secara individu maupun komunal. Padahal jika kita telisik lebih dalam, arisanataupun srawung memiliki nilai transparansi, akuntabilitas dan saling percaya (trust).

[8] [9] [10] [11] [12] [13] [14] [15]

Bissu pertama yang diturunkan tersebut dikenal dengan nama I Wè Salareng dan WèApanglangi. Pada masa kerajaan, bissu berperan sebagai penasehat, pengabdi dan penjagaarajang (benda pusaka keramat). Selain Bissu, yang menarik diperhatikan adalah keberadaanSanro (dukun) yang saat ini telah mengalami penyempitan makna sehingga terkesan negatif.Sanro lebih tepatnya dapat dianggap seperti tukang ahli pada bidang-bidang tertentu sehinggaada banyak sanro sesuai bidang yang didalaminya seperti perobatan, perbintangan, kontruksidan lain sebagainya. Hal ini tergambar pada “tengah hari cuaca gelap gulita, topan dan badai turun. Puang Matoa dariLae-lae, I Wè Salareng dan Wè Apanglangi, kepala Bissu dari Ware dan Luwu turun ke bawahdengan perlengkapannya, topan dan badai pun reda.” Dalam sufisme sebagaimana diurai oleh Sachiko Murata dalam the Tao of Islam, keseimbanganini dikenal dengan term yang berpasangan seperti Rahman dan Rahim, Jalal dan Jamal, Qahardan Kamal. Karakter dualitas yang menyatu utuh dan sempurna tersebut dinilai sebagai intitauhid sehingga kemudian manusia sebagai manifestasi sifat Tuhan harusnya tidak dinilai padawilayah sensitivitas gender (polaritas antara perempuan dan laki-laki). Demikian pula dapat kitalihat dalam My Soul is a Woman karya Annemarie Schimmel yang mencoba memaparkan sisifeminisme dalam Islam. Karena adanya asimilasi, agresi dan kontruksi sosio-politik mengakibatkan munculnya anggapanbahwa menjadi bissu sebagai tercela dan bertentangan dengan agama. Pada tahun 1950-an saatterjadi pemberontakan DI/TII bissu termasuk pihak yang menderita, mereka dianggap sebagaipenyembah berhala dan harus dimusnahkan sehingga para bissu terdesak, melarikan diri kehutan-hutan belantara dan beberapa diantaranya terbunuh dengan ditenggelamkan. Di tahun1966 seiring dengan pendataan kependudukan (penetapan Presiden no 1 tahun 1965 tentang pencegahan, penyalahgunaan dan/atau penodaan agama), diberlakukan pengakuan atas 5agama resmi yang ada di Indonesia setiap penduduk wajib memilih salah satu diantara agamatersebut termasuk para bissu yang “dipaksa” untuk memilih 3 agama terdekat yakni Islam,Kristen atau Hindu. Atas pertimbangan bahwa Hindu adalah agama awal di Indonesia makamereka memilih agama tersebut sehingga muncullah istilah Hindu tanpa Pura. Seiringberjalannya waktu, para bissu yang tersisa memilih beragama Islam bahkan diantaranya telahmelaksanakan haji sehingga pada ritual-ritualnya saat ini diwarnai nuansa islam seperti dalammantera dan doa. Saat ini, bissu hanya dikenal melalui pementasan tari Maggiri yangmempertontonkan kekebalan tubuhnya atau sebagai penata rias pengantin. Hal ini sangat jelas ketika kita kaji dalam kacamata strukturalisme Levi-Strauss. Pada posisi ini, kearipan lokal dapat disetarakan dengan The Golden Law yang diusung KarenAmstrong dalam bukunya Compassion. Hans Kung juga merumuskan hal serupa dengan SayyedHosein Nasr yang kemudian menggunakan istilah Global Ethics atau moral universalsebagaimana dipaparkan dalam buku Melampaui Pluralisme karya Gerardette Philips. SedangkanRomo Franky mengusungkan istilah humanisme lentur dalam karyanya berjudul Humanisme danSesudahnya. Berbagai istilah tersebut hadir sebagai upaya “menemukan” kembali manusia yangditelan modernitas.

[16] [17] [18] [19] [20] [21]

Humanisme dan sesudahnya, F Budi Hardiman, Jakarta: KPG, 2012

The Tao of Islam, Sachiko Murata, Bandung: penerbit Mizan, 1999

My Soul is a Woman: aspek feminim dalam spritualitas islam, Annemarie Schimmel, terjemahan:

Penerbit Mizan, 1998

La Galigo jilid 1 menurut naskah NBG 188, Rètna Kencana Colliq Pujiè Arung Pancana Toa,

Fachruddin Ambo Enre (ed, 1995), Makasar: Unhas, Nurhayati Rahman (ko-ed), 2017

Negara dan hegemoni, Antonio Gramsci, Pustaka Pelajar

Jurnal Wacana edisi Multiculturalism, FIB UI, Jakarat: 2011

Jurnal Wacana edisi tradisi lisan, tulisan dan sejarah, FIB UI, Jakarta: 2005

Jurnal etnografi vol 3 edisi 2, Departemen Antropologi Uncen, 2018

Melampaui Pluralisme, Gerardette Philips, Malang: Madani, 2016

Kritik Ideologi, F Budi Hardiman, Jakarta: KPG 2011

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Refrensi:

https:///mengeja.id

MENGEJA INDONESIA

Kecintaan terhadap dunia literasi itulah yang seringkalimenjadikannya pembicara pada seminar maupun pelatihan diberbagai organisasi pemuda dan kemahasiswaan.Kekagumannya pada sosok Nurcholish Madjid mempengaruhifokus pemikirannya dalam isu Humanisme danMultikulturalisme. Sedangkan pemikiran Nietzschemembuatnya bersikap kritis dan terbuka terhadap pemikiranyang dinamis.

Padli Ahmad, pemuda kelahiran Samarinda 36tahun silam. Disela-sela kesibukannya sebagaikaryawan sebuah perusahaan milikpemerintah daerah Kalimantan Timurmasih menyempatkan diri untuk menuliskanpandangan terutama menyangkut budaya,seni, sosiologi, politik, filsafat dan agama.

Edisi Khusus Buku Elektronik Mengeja Indonesia 1 Juni 2020Kado spesial bagi para pembaca setia mengeja.id. Sebuahrefleksi momentum Hari Lahir Pancasila. Tulisan BerjudulMELACAK JATI DIRI BANGSA Dalam Persfektif MitologiTradisional, ditulis untuk lebih memahamkan kita mengenaijati diri bangsa melalui budaya yang telah lama ada namunterkadang luput dari perenungan dalam berbangsa.MengSaktikan Kembali Pancasila, Menggugah hati atas Jatidiri bangsa sejati, Untuk Indonesia berdikari.