laporan mie basah

22
Laporan Hari / Tanggal : Jumat, 9 Mei 2014 Teknologi Suplementasi dan Fortifikasi Dosen : Elzha Nurfadhila, SKM PEMBUATAN MIE BASAH DENGAN FORTIFIKASI FE (BESI) AP2 / Kelompok 6 Lia Verani J3E112068 Emily SW J3E212128 Qurrotulaini BP J3E112028 Agung Novreza J3E112023

Upload: lia-verani

Post on 24-Nov-2015

149 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

SJMP

TRANSCRIPT

Laporan Hari / Tanggal : Jumat, 9 Mei 2014 Teknologi Suplementasi dan Fortifikasi Dosen : Elzha Nurfadhila, SKM

PEMBUATAN MIE BASAH DENGAN FORTIFIKASI FE (BESI)AP2 / Kelompok 6

Lia VeraniJ3E112068 Emily SWJ3E212128 Qurrotulaini BPJ3E112028 Agung NovrezaJ3E112023

SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGANPROGRAM DIPLOMAINSTITUT PERTANIAN BOGOR2014BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangMie belakangan ini menjadi salah satu makanan yang digemari oleh sebagai pengganti beras. Mie basah merupakan makanan yang digemari oleh masyarakat, karena rasanya yang enak dan praktis. Mie yang beredar di pasaran dikenal beberapa jenis yaitu mie basah dan mie kering. Mie kering merupakan mie yang berbentuk kering dengan kadar air yang rendah sehingga lebih awet dibandingkan dengan mie mentah dan mie basah. Sedangkan mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan dan memiliki kadar air yang tinggi mencapai 52% sehingga memiliki daya tahan yang singkat. Hal-hal yang, mempengaruhi pembuatan mie basah adalah pemilihan tepung. Tepung yang digunakan sebaiknya mengandung 8-12% gluten. Gluten adalah protein yang terdapat pada terigu dan bersifat elastic sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur mie yang dihasilkan. Prinsip pembuatan mie basah pada dasarnya memiliki prinsip yang sama dengan pembuatan mie pada umumnya. Pada pembuatan mie basah biasanya ditambahkan sifat fisiko kimia untuk meningkatkan daya awet mie.Berbagai teknologi pengolahan mie berbahan baku tepung ini telah berkembang meski pada skala kecil. Salah satu peningkatan mutu mie yaitu dengan cara fortifikasi. Fortifikasi adalah penambahan suatu komponen zat yang ditambahkan secara sengaja terhadap suatu produk yang telah memiliki kandungan tersebut atau belum. Pada pembuatan mie biasanya diikut sertakan dengan penambahan zat besi (Fe) merupakan jenis mineral mikro esensial yang mempunyai fungsi penting di dalam tubuh. Dibutuhkan dengan jumlah konsumsi sekitar 1.5-2.2 mg per harinya.

1.2 TujuanPada praktikum pembuatan mie basah dengan fortifikasi mineral bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan mie basah serta pengaruh yang dihasilkan dari penambahan zat fortifikan melalui pengujian secara organoletik.

BAB IIMETODOLOGI2.1 Alat dan BahanPada proses pembuatan mie basah dengan fortifikasi zat besi (Fe) alat yang digunakan adalah wadah, timbangan, bakom, nampan, sendok, piring, mesin penggiling. Bahan yang digunakan pada proses pembuatan mie basah adalah tepung terigu, air, garam, telur, premix vitamin dan mineral, minyak.2.2 Prosedur KerjaProses pembuatan mie basah (25, 75, 125 ppm)

Amati dan Orlep(+) minyak (perebusan mie dalam air mendidih)Pembuatan lembar adonan dan pencetakan(+) Garam, telur, air Aduk hingga kalisTp. Terigu + Larutan premixMasukkan ke dalam air 50 ml

BAB IIIHASIL DAN PEMBAHASAN3.1 HasilTabel 1. Hasil uji organoleptik mie fortifikasi Fe, Zn, B1, B2 dan B9

3.2 PembahasanMie adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie. Sekitar empat puluh persen konsumsi gandum di Asia adalah mie. Mie basah adalah mie yang mengalami proses perebusan air mendidih setelah tahap pemotongan dan sebelum dipanaskan. Kadar airnya dapat mencapai 52% sehinga daya simpananya relative singkat (40 jam pada suhu kamar). Bahan yang dibutuhkan untuk membuat mie adalah tepung terigu, kuning telur, putih telur dan garam.Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan mie sebaiknya yang mengandung gluten 8-12%. Tepung terigu ini tergolong medium hard flour di pasaran dikenal sebagai Segitiga Biru atau Gunung Bromo. Gluten adalah protein yang terdapat pada terigu. Gluten bersifat elastis sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur mie yang dihasilkan (Widyaningsih dan Murtini,2006).Dalam pembuatan mie, penambahan garam dapur berfungsi member rasa, memperkuat tekstur mie, meningkatkan fleksibilitas, dan elastisitas mie serta untuk mengikat air. Selain itu garam dapur dapat menghambat aktifitas enzim protease dan amylase sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan. Secara umum, penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu protein mie dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah putus-putus. Putih telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan saus mie waktu pemasakan. Penggunaan putih telur harus secukupnya saja karena pemakaian yang berlebihan akan menurunkan kemampuan mie menyerap air (daya dehidrasi) waktu direbus. Penggunaan air pada pembuatan mie berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat (akan mengembang),melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan air minum, yaitu tidak berwarna, tidak berbau,dan tidak berasa (Astawan, 2006).Pada pembuatan mie ini digunakan premix yang terdiri dari Fe, Zn, B1, B2dan B9. Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak didalam tubuh. Besi mempunyai beberapa fungsi essensial di dalam tubuh, yaitu alat angkut oksigen sebagai alat angkut elektron dan sebagai bagian terpadu reaksi enzim dalam tubuh. Seng berperan dalam fungsi kekebalan tubuh. Sebagai jenis mineral mikro esensial, kekurangan zat besi di dalam tubuh dapat mengakibatkan beberapa dampak negatif antara lain berkurangnya kekebalan tubuh, menurunnya daya konsentrasi, menurunnya daya ingat, menurunnya performa belajar, mudahmarah, berkurangnya nafsu makan, dan menurunnya kebugaran tubuh (Almatsier,2009).Seng (Zn) melindungi selaput sel dari kerusakan oksidatif dan menstabilkan struktur protein sel. Seng (Zn) protein mengikat DNA danmembantu gen memerintahkan sel-sel tentang apa yang harus dilakukan. Beberapa makanan yang kaya akan kandungan Seng (Zn) termasuk diantaranya adalah daging merah, daging unggas, kepiting, lobster, kacang tanah, kacang panjang,susu, yogurt, keju, roti gandum, dan sereal sarapan yang dilengkapi Seng (Zn). Makanan dengan kandungan Seng (Zn) tertinggi adalah tiram, satu porsi (sekitar 6tiram) memiliki kandungan Seng (Zn) 76,7 mg. Tingkat asupan Seng (Zn) paling tinggi yang masih dapat ditoleransi untuk orang dewasa adalah 40 mg, sehingga disarankan untuk tidak makan lebih dari 3 tiram per hari (Almatsier, 2009).Thiamin (B1) memiliki peranan penting dalam transformasi energy,konduksi membrane dan saraf serta tesis pentose. Thiamin bersumber di produkserelia, tiamin juga merupakan vitamin yang tidak rusak oleh panas. Ribloflavin (B2) terdapat luas dalam produk hewani dan nabati, yitu dalam susu, keju, hati,daging dan sayuran. Asam folat (B9) berperan dalam transportasi pecahan karbon tunggal dalam metabolisme asam amino dan sintesis asam nukleat (Almatsier,2009).Salah satu uji sensori yang sering dilakukan adalah uji kesukaan. Uji kesukaan pada dasarnya merupakan pengujian yang panelisnya mengemukakan responnya yang berupa senang tidaknya terhadap sifat bahan yang diuji.Pengujian ini umumnya digunakan untuk mengkaji reaksi konsumen terhadap suatu bahan. Pada uji ini panelis mengemukakan tanggapan pribadi suka atau tidak suka, disamping itu juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat kesukaan disebut juga skala hedonik. Skala hedonik ditransformasi ke dalam skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik tersebut dapat dilakukan analisa statistik. Terdapat 7 tingkatan skala untuk uji hedonik ini yaitu sangat suka [7], suka [6], agak suka [5], biasa [4], agak tidak suka [3], tidak suka [2], dan sangat tidak suka [1].Pada praktikum ini akan dibahas tentang pengujian hedonik mutu tekstur mie fortifikasi yang diikuti oleh 21 panelis. Para penelis diharuskan memberi kesan dengan menggunakan skala uji hedonik pada sampel tersebut.3.2.1 WarnaPada praktikum uji hedonik dengan parameter warna didapatkan hasil bahwa tekstur mie dengan kode 123 (kelompok 1) lebih disukai. Hal ini dapat dilihat pada hasil penilaian yang diberikan oleh panelis dengan jumlah nilai 122 rata-rata 5,81 menggunakan konsentrasi garam 25 ppm. Pada kode 223 (kelompok 2) mendapat respon penilaian sebesar 97 dengan rata-rata 4,62 dengan konsenstrasi garam 75 ppm, pada kode 323 (kelompok 3) mendapat respon penilaian sebesar 109 dengan rata-rata 5,69. Dapat dinyatakan bahwa warna mie dengan kode 123 (kelompok 1) lebih disukai karena memiliki warna yang putih.Menurut Winarno (2004), warna pada makanan dapat disebabkan oleh beberapa sumber diantaranya pigmen, pengaruh panas pada gula (karamel),adanya reaksi antara gula dan asam amino (Maillard), dan adanya pencampuran bahan lain. Warna adalah kesan pertama yang ditangkap panelis sebelum mengenali rangsangan-rangsangan yang lain. Warna sangat penting untuk segala jenis makanan karena mempengaruhi tingkat penerimaan panelis.3.2.2 RasaRasa merupakan sensasi yang diproduksi oleh material yangdimasukkan ke dalam mulut, dirasakan prinsipnya oleh indera perasa dalam mulut. Menurut Winarno (2004) rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain yaitu komponen rasa primer. Akibat yang ditimbulkan mungkin peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa (test compensation). Pada praktikum ini, dilakukan uji hedonik dengan penilaian 1 sampai 7 dimana nilai tersebut termasuk dari yang sangat tidak suka hingga sangat suka. Pengujian hedonik ini diikuti oleh 21 panelis yang akan menilai dari segi parameter rasa produk mie dengan kode-kode yang berbeda. Hasil dari pengujian didapatkan rasa mie yang paling disukai yaitu mie kode 123 jumlah nilai sebesar 111 rata-rata 5,29 dengan penambahan garam 25 ppm, lalu mie kode 323 rata-rata 4,57 garam 125 ppm . Setelah itu mie kode 223 nilai sebesar 93 rata-rata 4,43 dengan garam 75 ppm . Faktor yang membuat rasa mie memiliki perbedaan mungkin disebabkan karena proses pembuatan mie basah fortifikasi tidak dilakukan bersamaan. Saat uji organoleptik dilaksanakan sebagian mie dalam kondisi dingin dan sebagian mie masih hangat. Faktor ini sangat nyata mempengaruhi karena mie yang dalam kondisi hangat lebih enak untuk dikonsumsi seperti pada kelompok 1 yang paling terakhir memberikan sampel uji organoleptik. Sedangkan pada kelompok 2 yang paling pertama mengumpulkan mie,kondisi mie sudah sangat dingin sehingga kurang enak untuk dicicip.Hal lain yang juga sangat mungkin mempengaruhi rasa mie yaitu proses pengadukan adonan. Pengadukan seluruh komponen dengan sempurna akan membantu menghasilkan rasa yang lebih enak karena tidak adakomposisi yang tidak tercampur. Selanjutnya faktor penyebab yang jugamungkin membuat rasa mie menjadi kurang enak yaitu proses perebusan. Jikawaktu perebusan belum cukup maka mie akan menghasilkan ras sepertitepung. Jika waktu perebusan terlalu lama maka mie yang akan dihasilkanmengembang dan begitu dikonsumsi menjadi tidak enak kerena telahmenyerap air ( hampir tidak ada rasa).Selain itu, rasa mie dipengaruhi oleh bahan baku yang ada pada pembuatan mie. Bahan baku yang ada pada mie adalah tepung terigu proteintinggi, air, garam, putih dan kuning telur. Air sangat menentukan konsistensidan karakteristik rheologi dari adonan. Air juga berfungsi sebagai pelarut bahan-bahan tambahan dalam pembuatan mie, sehingga dapat terdispersisecara merata. Penambahan garam dapur (NaCl) disamping memberikan rasa pada mie juga untuk memperkuat tekstur, membantu reaksi gluten dankarbohidrat dalam mengikat air. Garam dapur juga dapat menghambataktifitas enzim protease dan amylase sehingga mie tidak bersifat lengket danmengembang secara berlebihan (Winarno, 2004).Selain itu garam berfungsi untuk meningkatkan temperaturegelatinasi pati. Garam berpengaruh kepada aktifitas air selama gelatinasi yaitu penurunan aw untuk gelatinasi. Garam merupakan bahan penyedap yangdapat digunakan dalam makanan. Garam digunakan untuk memberikan rasa gurih dan untuk meningkatkan keliatan gluten. Selain itu garam merupakan bahan pemadat (pengeras). Apabila adonan tidak memakai garam maka adonan tersebut akan terlihat agak basah garam memperbaiki butiran dansusunan pati menjadi lebih kuat.3.2.3 TeksturPada praktikum uji hedonik dengan parameter tekstur didapatkan hasil bahwa tekstur mie dengan kode 123 (kelompok 1) lebih disukai. Hal ini dapat dilihat pada hasil penilaian yang diberikan oleh panelis dengan jumlah nilai 116 rata-rata 5,52 menggunakan konsentrasi garam 25 ppm. Pada kode 223 (kelompok 2) mendapat respon penilaian sebesar 100 dengan rata-rata 4,76, pada kode 323 (kelompok 3) mendapat respon penilaian sebesar 98 dengan rata-rata 4,67. Dapat dinyatakan bahwa tekstur mie dengan kode 123 (kelompok 1) lebih disukai karena memiliki tekstur yang kenyal dan baik.Pada proses pembuatan mie, tepung terigu yang digunakan adalah tepung terigu yang mengandung glutein 8-12%. Tepung terigu ini tergolong dalam tepung terigu medium hard flour. Gluten adalah protein yang terdapat dalam terigu yang bersifat elastis, sehingga tepung terigu yang digunakan akan mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur mie yang dihasilkan ( Harahap, Nur Astina. 2007). Protein dalam gluten juga berperan dalam sifat perenggangan mie, semakin kecil kandungan protein maka kemampuan pemanjangannyapun akan semakin menurun (Widanungrum, dkk. 2005).Selain tepung terigu, dalam pembuatan mie fortifikasi ini juga menggunakan bahan lainnya, diantaranya kuning telur putih telur. Secaraumum, penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu protein mie dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah terputus- putus. Putih telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan mie pada waktu pemasakan. Penggunaan putih telur harus secukupnya saja karena pemakaian yang berlebihan akan menurunkan kemampuan mie dalam menyerap air pada saat perebusan.Kuning telur dipakai sebagai pengemulsi karena dalam kuning telur terdapat Lesitin. Selain sebagai pengemulsi, lesitin juga dapat mempercepat hidrasi air pada tepung dan untuk mengembangkan adonan. Penambahan kuning telur juga akan memberikan warna yang seragam. Penambahan minyak goreng pada proses pembuatan mie yang digunakan pada saat perebusan berfungsi menambah kolesterol serta memperbaiki tekstur dan cita rasa dari bahan pangan. Selain minyak, penambahan garam dapur (NaCl) disamping memberikan rasa pada mie juga untuk memperkuat tekstur, membantu reaksi gluten dan karbohidrat dalam mengikat air.Garam merupakan bahan penyedap yang dapat digunakan dalam makanan. Garam digunakan untuk member rasa gurih dan untuk meningkatkan pembentukan gluten. Selain itu garam merupakan bahan pemadat (pengeras). Apabila adonan tidak memakai garam maka adonan tersebut akan terlihat agak basah garam memperbaiki butiran dan susunan pati menjadi lebih kuat serta secara tidak langsung membantu pembentukan warna. Dalam pembuatan mie basah yang ditambah dengan fortifikasi Fe, B1 ataupun kandungan gizi yang lainnya relatif tidak berpengaruh dalam pembentukan tekstur mie.Kandungan dalam premix kelompok 6 (75 ppm) Fe = 50 mg Zn = 30 mg B1 = 2,5 mg B2 = 4 mg B9 = 2 mg + 88,5 mg

Jumlah premix yang digunakan = 75 ppm

Kadar Fe dalam tepung = 20% AKG

Tepung yang digunakan 400 gr 5,2 mg x 4 = 20,8 mg

Berat adonan = 589,9 grmg Fe pada adonan mg Fe pada premix + mg Fe pada tepung 2,12 mg + 20,8 mg = 22,92 mgppm Fe = =

Estimasi kehilangan = 50%

Tabel 2 Perhitungan semua kelompok% Fe PremixPremix Yang DitambahkanFe Pada PremixFe Pada TepungBerat AdonanFe Pada AdonanEstimasi Kehilangan

ppmmgmgPpm

56,5 %25 ppm1,25 mg0,71 mg20,8 mg575 gr21,51 mg37,41 ppm18,70 ppm

56,5 %75 ppm3,75 mg2,12 mg20,8 mg589,9 gr22,92 mg38,85 ppm19,42 ppm

56,5 %125 ppm6,25 mg3,53 mg20,8 mg580,7 gr24,33 mg41,9 ppm20,95 ppm

Pada praktikum ini dibuat mie basah yang difortifikasi dengan zat besi. Teknik fortifikasi yang digunakan adalah mixing yaitu pencampuran premix Fe dengan adonan mie basah. Penambahan premix Fe dalam jumlah yang berbeda-beda, yaitu 25 ppm, 75 ppm, dan 125 ppm. Premix yang digunakan merupakan campuran beberapa mineral (Fe dan Zn) dan vitamin (B1, B2, dan B9). Bobot campuran premix tersebut adalah 88,5 mg dan bobot Fe dalam premix tersebut adalah 50 mg sehingga kadar Fe dalam premix adalah 56,5%. Ketiga mie basah tersebut menggunakan premix yang sama hanya jumlah premix yang ditambahkan dalam adonan yang berbeda. Banyaknya premix yang ditambahkan sebesar 25 ppm, 75 ppm, dan 125 ppm yang dilarutkan dalam 50 ml air matang. Larutan premix ini kemudian dimasukkan dalam adonan yang terdiri dari tepung terigu, telur, garam, dan air. Pada tepung terigu sebenarnya telah mengandung Fe tetapi dalam jumlah yang sedikit yaitu sebesar 20% AKG atau setara dengan 5,2 mg/100 gram. Oleh karena tepung yang digunakan sebanyak 400 gram, kadar Fe dalam tepung terigu yang digunakan untuk adonan mie basah adalah sebesar 20,8 mg. Jumlah Fe dalam adonan mie basah didapat dengan menambahkan jumlah Fe dari premix dan tepung terigu. Sedangkan untuk kadar Fe didapat dengan membagi berat Fe dalam adonan dengan berat seluruh adonan dalam satuan ppm. Selama proses pembuatan, kadar Fe dapat berkurang karena terjadi proses pemanasan. Fe merupakan mineral ynag mudah menguap oleh adanya panas sehingga selama proses pemanasan dengan asumsi estimasi kehilangan sebesar 50%. Oleh karena proses yang dilakukan sama, estimasi kehilangannya juga sama pada setiap penambahan premix. Dengan demikian, kadar Fe dalam mie basah adalah kadar Fe pada adonan yang telah dikalikan dengan estimasi kehilangan. Berdasarkan tabel di atas, diketahui mie basah yang ditambahkan premix Fe terbesar akan menghasilkan adonan mie basah dengan kadungan Fe yang tinggi pula. Begitu pula dengan kadar Fe pada mie basah setelah dikalikan dengan estimasi kehilangan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin banyak premix Fe yang ditambahkan dalam adonan mie basah akan menghasilkan kandungan Fe yang semakin tinggi pula.

BAB IVPENUTUP4.1 KesimpulanPada praktikum pembuatan mie fortifikasi dilakukan uji kesukaan dengan parameter warna, rasa, tekstur dan aroma. Pengujian ini umumnya digunakan untuk mengkaji reaksi konsumen terhadap suatu bahan. Berdasarkan hasil uji kesukaan tersebut dapat diketahui bahwa pada parameter warna dan parameter tekstur panelis menyukai mie yang dibuat oleh kelompok 2 dengan penambahan 25 ppm premix. Pada parameter aroma, para panelis lebih menyukai mie yang dibuat oleh kelompok 3 dengan penambahan premix sebesar 75 ppm. Pada parameter rasa, mie yang dibuat oleh kelompok 5 dengan penambahan premix 125 ppm lebih disukai oleh panelis. Dari hasil uji yang dilakukan terlihat semakin besar kandungan premix yang ditambah maka semakin warna, tekstur, dan aroma dari mie tersebut tidak disukai panelis. Akan tetapi untuk parameter rasa dapat dinyatakan bahwa penambahan konsentrasi premix yang lebih tinggi lebih disukai oleh panelis.4.2 SaranPada proses pembuatan Mie, dalam waktu perebusan diharapkan agar waktu perebusan tidak terlalu lama. Karena jika perebusan terlalu lama maka akan merusak kandungan dari mie tersebut. Selain itu juga dapat merusak tekstur mie.

DAFTAR PUSTAKAAlmatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,Jakarta.Astawan, M., 2006. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta.Harahap, Nur Astina. 2007. Pembuatan Mie Basah Dengan Penambahan Wortel. Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera UtaraJuniawati.2003. Optimasi Proses Pengolahan Mie Jagung Instant Berdasarkan Kajian Prefensi Konsumen [Skripsi]. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.Rianto,B.F.2006. Perancangan Proses dan Formulasi Mi Basah Jagung Berbahan Baku Tepung Jagung [Skripsi]. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi.Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.Soeparno.1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: UGM PressWidaningrum, Sriwidowati dan Soewarno T. 2005. Pengayaan Tepung Kedelai Pada Pembuatan Mie Basah Dengan Bahan Baku Tepung Terigu Yang Disubstitusi Tepung Garut. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian IPBSubarna. 1992.Baking Technology. Pelatihan Singkat Prinsip-Prinsip Teknologi Pangan bagi Food Inspector Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB.Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,Jakarta.