laporan mie

43
Laporan Responsi Hari/Tanggal : Selasa/07 Mei 2013 Teknologi Fortifikasi dan Dosen : Elzha Nur Fadilla, SKM Suplementasi Asisten Dosen : Made Gayatri, Amd, STP PROSES PEMBUATAN MIE BASAH FORTIFIKASI Oleh: Kelompok 4 A / P2 Siti Dita Aditianingsih J3E111023 Nurul Ulfah Dzulfadillah J3E111046 Suci Saelan AB J3E111068 Tia Esha Nombiga J3E111073 Dina Crownia J3E111087 Zulkifli J3E111095

Upload: dina-crownia

Post on 27-Oct-2015

286 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Mie

Laporan Responsi Hari/Tanggal : Selasa/07 Mei 2013Teknologi Fortifikasi dan Dosen : Elzha Nur Fadilla, SKMSuplementasi Asisten Dosen : Made Gayatri, Amd, STP

PROSES PEMBUATAN MIE BASAH FORTIFIKASI

Oleh:

Kelompok 4

A / P2

Siti Dita Aditianingsih J3E111023

Nurul Ulfah Dzulfadillah J3E111046

Suci Saelan AB J3E111068

Tia Esha Nombiga J3E111073

Dina Crownia J3E111087

Zulkifli J3E111095

PROGRAM KEAHLIAN SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN

DIREKTORAT PROGRAM DIPLOMA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

BAB I

Page 2: Laporan Mie

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrien) ke

pangan. Fortifikasi mie basah merupakan salah satu pilihan untuk menanggulangi

permasalahan kekurangan gizi pada masyarakat. Peran pokok dari fortifikasi pangan

adalah pencegahan defisiensi sehingga menghindari terjadinya gangguan yang

membawa kepada penderitaan manusia dan kerugian sosio-ekonomi. Namun

demikian, fortifikasi pangan juga digunakan untuk menghapus dan mengendalikan

defisiensi zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya. Istilah double fortification dan

multiple fortification digunakan apabila 2 atau lebih zat gizi, masing-masing

ditambahkan kepada pangan atan campuran pangan. Pangan pembawa zat gizi yang

ditambahkan disebut Vehicle, sementara zat gizi yang ditambahkan disebut

Fortificant. Dalam hal ini dilakukan pengolahan mie dilakukan dengan berbahan

dasar tepung terigu dan kemudian difortifikasi dengan premix Fe, Zn, B1, B2, B9.

Menurut Rustanti (2009), keberhasilan fortifikasi mie basah dipengaruhi oleh

jenis sediaan zat besi yaitu zat besi anorganik atau zat besi organik serta interaksi

dengan mikronutrien lain seperti vitamin A atau provitamin A. Warna yang

dihasilkan pada mie basah dihasilkan oleh premix seperti vitamin B yang dapat

berperan dalam menghasilkan warna kuning pada mie basah.

1.2 Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengolahan fortifikasi mie basah

dengan zat Fe, Zn dan vitamin B kompleks serta mengetahui pengaruhnya terhadap

daya terima pada mie basah fortifikasi.

BAB II

Page 3: Laporan Mie

METODOLOGI

2.1 Alat dan bahan

Alat yang digunakan pada pengolahan mie basah fortifikasi adalah panci,

baskom, kompor, pencetak mie (sheeter), sendok dan piring. Bahan yang digunakan

adalah tepung terigu, kuning telur, putih telur, garam dan premix.

2.2 Metode

Alat dan bahan disiapkan

Bahan-bahan ditimbang (tepung terigu, kuning telur, putih telur, garam dan premix)

Premix dilarutkan dengan air 50 ml

Dicampur dengan tepung terigu dan diaduk sampai kalis

Kuning telur dan putih telur dicampurkan ke dalam adonan tepung

Ditambahkan 5 ml air sedikit demi sedikit

Mie dicetak

Ditambahkan minyak goreng kemudian direbus selama 3 menit

Mie basah ditiriskan

Dilakukan uji hedonik mie basah fortifikasi

BAB III

Page 4: Laporan Mie

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Keterangan Kode: Fe = Kelompok 3 B1 = Kelompok 6Zn = Kelompok 2 B2 = Kelompok 5Ca = Kelompok 1 B9 = Kelompok 4

Keterangan Skala Numerik Penilaian:7 = Sangat suka 3 = Agak tidak suka6 = Suka 2 = Tidak suka5 = Agak suka 1 = Sangat tidak suka4 = Netral

3.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini mahasiswa diminta untuk membuat produk mie basah

fortifikasi. Mie basah merupakan untaian mie hasil dari pemotongan lembaran adonan

Tabel 1. Hasil rekapitulasi uji hedonik mie fortikasi

Page 5: Laporan Mie

dihasilkan dari mie mentah yang dikukus atau direbus. Kadar airnya dapat mencapai

52% sehingga daya tahan simpannya relatif singkat (40 jam pada suhu kamar).

Fortifikasi mie basah merupakan salah satu pilihan untuk menanggulangi

permasalahan kekurangan gizi pada masyarakat. Pengolahan mie basah ini dilakukan

dengan berbahan dasar tepung terigu dan kemudian difortifikasi dengan premix Fe,

Zn, B1, B2, B9.

3.2.1 Bahan Baku Pembuatan Mie Fortifikasi

Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mie. Tepung terigu

berfungsi membentuk struktur mie, sumber protein, dan karbohidrat. Kandungan

protein utama dari tepung terigu yang berperan dalam pembuatan mie adalah gluten.

Protein dalam tepung terigu untuk pembuatan mie harus dalam jumlah yang cukup

tinggi supaya mie menjadi elastis dan tahan terhadap penarikan sewaktu proses

produksinya. Bahan-bahan lain yang digunakan yaitu air, garam, putih telur, dan

fortifikan. Tepung terigu yang digunakan yaitu tepung terigu fortifikasi dengan

beberapa jenis gizi mikro, yaitu zat besi (50 ppm), seng (30 ppm), dan folat (2 ppm).

Tepung terigu memenuhi syarat untuk dijadikan vehicle (pangan pembawa) zat gizi

mikro dalam program fortifikasi pangan yang ditunjukan untuk melengkapi strategi

mengatasi masalah anemia gizi di Indonesia (Hardinsyah, 2002 di dalam Amalia dan

Hardiyansyah, 2007).

Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat,

melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Pati dan gluten akan

mengembang dengan adanya air. Air sebaiknya memiliki pH antara 6-9. Pada selang

pH 4-8, makin tinggi pH air maka mie yang dihasilkan tidak mudah patah karena

absorpsi air akan meningkat dengan meningkatnya pH. Jumlah air yang optimum

akan membentuk pasta yang baik.

Garam berperan dalam memberi rasa, memperkuat tekstur mie, meningkatkan

fleksibilitas dan elastisitas mie, serta untuk mengikat air (Sunaryo, 1985 di dalam

Prangdimurti, 1991). Garam dapat menghambat aktifitas enzim protease dan amilase

sehingga pasta tidak lengket dan tidak mengembang secara berlebihan (Mulya, 1988

di dalam Prangdimurti, 1991).

Page 6: Laporan Mie

Putih telur akan menghasilkan suatu lapisan yang tipis dan kuat pada

permukaan mie. Lapisan tersebut cukup efektif untuk mencegah penyerapan minyak

sewaktu digoreng dan kekeruhan saus mie sewaktu pemasakan. Lesitin pada kuning

telur merupakan pengemulsi yang baik, dapat mempercepat hidrasi air pada terigu,

dan bersifat mengembangkan adonan (Sunaryo, 1985 di dalam Prangdimurti, 1991).

Pada pembuatan mie basah fortifikasi ini ditambahkan premiks fortifikan yang

terdiri dari Fe 50 mg, Zn 30 mg, vitamin B1 2.5 mg, vitamin B2 4 mg, dan Vitamin

B9 2 mg. Zat besi yang digunakan dalam bentuk ferro sulfate yang memiliki

bioavilabilitas lebih baik daripada garam feri, kelarutan garam fero lebih tinggi dari

garam feri dan mampu diabsorpsi tubuh 3 kali lebih tinggi daripada garam feri.

Garam fero utama yang digunakan adalah fero sulfat karena harganya relatif murah.

3.2.2 Proses Pengolahan Mie Fortifikasi

Tahapan pembuatan mie terdiri dari tahap pencampuran, roll press

(pembentukan lembaran), pembentukan mie, dan pengukusan. Tahap pencampuran

bertujuan agar hidrasi tepung dengan air berlangsung secara merata dan menarik

serat-serat gluten. Untuk mendapatkan adonan yang baik harus diperhatikan jumlah

penambahan air (28-38%), waktu pengadukan (15-25 menit), dan suhu adonan (24-

40oC). Pada tahap ini juga ditambahkan fortifikan yang sebelumnya telah dilarutkan

dengan 50 ml air.

Proses roll press (pembentukan lembaran) bertujuan untuk menghaluskan

serat-serat gluten dan membuat lembaran adonan. Adonan yang dipress sebaiknya

tidak bersuhu rendah, karena pada suhu rendah akan menyebabkan lembaran menjadi

pecah-pecah dan kasar. Mutu lembaran yang demikian akan menghasilkan mie yang

mudah patah. Tebal akhir lembaran sekitar 1.2 - 2 mm. Setelah pembentukan mie,

dilakukan proses pengukusan. Pada proses ini, terjadi gelatinisasi pati dan koagulasi

gluten sehingga dengan terjadinya dehidrasi air dari gluten akan menyebabkan

timbulnya kekenyalan mie. Hal ini disebabkan oleh putusnya ikatan hidrogen,

sehingga rantai ikatan kompleks pati gluten lebih rapat. Pada waktu sebelum direbus,

ikatan bersifat lunak dan fleksibel, tetapi setelah direbus menjadi keras dan kuat.

Page 7: Laporan Mie

Setelah proses pemasakan mie selesai dilakukan uji organoleptik untuk

menilai mutu dari setiap parameter yang akan diujikan. Uji organoleptik yang

dilakukan adalah uji kesukaan terhadap warna, rasa, aroma, penampakan, dan tekstur

berdasarkan tingkat kesukaan konsumen. Panelis diminta untuk menyatakan

kesukaaan mie basah. Adapun skala hedonik atau skala numerik yang diberikan yaitu

1-7. Hal ini bertujuan untuk melihat kesan pertama yang timbul saat panelis

melakukan penilaian terhadap karakteristik mutu yang diujikan.

3.2.3 Alasan ditambahkan Fe pada Mie

Konsumsi mie di masyarakat sangat umum dari semua golongan bahwa mie

dapat menggantikan menu makan pokok. Namun konsumsi mie dalam jangka waktu

lama akan berdampak pada kekurangan serat, vitamin, dan mineral. Salah satu hal

yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah ini yaitu dengan cara

memfortifikasi mie dengan penambahan vitamin dan mineral.

Selain tingginya konsumsi pada mie, fortifikasi besi dilakukan dengan alasan

tingginya masalah Anemia Gizi Besi (AGB). Anemia gizi besi menjadi salah satu

masalah gizi utama yang perlu diperhatikan. Hal ini disebabkan selain diderita oleh

hampir semua golongan umur, anemia gizi besi juga mempengaruhi produktivitas

kerja. Oleh karena itu, produk mie merupakan produk yang wajib untuk difortifikasi.

Menurut Richard et al (2010), masyarakat terutama berumur 6-59 tahun yang

mengkonsumsi mie dengan fortifikasi besi dapa terhindar dari risiko anemia. Hal ini

disebabkan konsumsi zat besi dapat meningkatkan nilai Hemoglobin secara nyata

(Sukati dkk, 1995).

Fortifikasi pada mie basah ini dilakukan dengan penambahan premix vitamin

dan mineral. Namun, fortifikasi mie basah ini yang lebih diinginkan adalah dengan

menggunakan fortifikan zat besi. Pada umumnya fortifikasi zat besi ke dalam bahan

pangan dilakukan dengan cara membuat premix. Teknik penambahan fortifikan ke

dalam mie harus tidak menyebabkan terjadinya reaksi yang dapat menurunkan tingkat

penyerapan dalam tubuh atau bioavalabilitasnya.

Page 8: Laporan Mie

Fortifikan yang ditambahkan pada mie basah, yaitu zat besi (Fe), Zinc (Zn),

Thiamin (B1), Rhiboflavin (B2), dan Asam folat (B9). Fortifikan ini digunakan untuk

memfortifikasi mie basah karena sifatnya yang tahan panas dan mudah diserap oleh

tubuh namun juga tidak menyebabkan penurunan tingkat penerimaan karena adanya

perubahan sifat sensori (rasa, warna, tekstur). Persyaratan senyawa besi yang dipilih

pun haruslah berupa jenis zat besi yang tingkat penyerapannya dalam usus cukup

tinggi. Zat besi diperlukan dalam tubuh sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke

jaringan tubuh, sebagai alat angkut electron dalam sel, sebagai bagian terpadu

berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh menyokong sistem kekebalan tubuh.

Kandungan alami vitamin dan mineral yang terdapat pada bahan baku akan

mengalami kehilangan ketika proses pengolahan sehingga pada produk mie ini harus

dilakukan fortifikasi sebagai upaya dalam mengatasi masalah gizi. Oleh karena itu

diharapkan dalam fortifikasi mie ini bahan pembawa yang telah difortifikasi harus

tetap stabil dan tidak banyak mengalami perubahan dari aspek sensorinya.

3.2.4 Uji Hedonik Mie Fortifikasi

Kelompok uji penerimaan juga disebut acceptance tests atau preference tests.

Uji penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu

bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Jika pada uji pembedaan panelis

mengemukakan kesan akan adanya perbedaan tanpa disertai kesan senang atau tidak,

maka pada uji penerimaan panelis mengemukakan tanggapan pribadi yaitu kesan

yang berhubungan dengan kesukaan atau tanggapan senang atau tidaknya terhadap

sifat sensorik atau kualitas yang dinilai. Jadi, uji penerimaan lebih subjektif daripada

uji pembedaan (Soekarto, 1985).

Menurut Soekarto (1985), tanggapan senang atau tidak sangat bersifat pribadi.

Oleh karena itu, kesan seseorang tak dapat sebagai petunjuk tentang penerimaan

suatu komoditi. Tujuan uji penerimaan adalah untuk mengetahui apakah suatu

komoditi atau sifat sensorik tertentu dapat diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu,

tanggapan senang atau suka harus pula diperoleh dari sekelompok orang dapat

Page 9: Laporan Mie

mewakili pendapat umum atau mewakili suatu populasi masyarakat tertentu. Dalam

kelompok uji penerimaan ini termasuk uji kesukaan (hedonik) dan uji mutu hedonik.

Salah satu uji sensoris yang sering dilakukan adalah uji kesukaan. Uji

kesukaan pada dasarnya merupakan pengujian yang panelisnya mengemukakan

responnya yang berupa senang tidaknya terhadap sifat bahan yang diuji. Pengujian ini

umumnya digunakan untuk mengkaji reaksi konsumen terhadap suatu bahan. Oleh

karena itu panelis sebaiknya diambil dalam jumlah besar yang mewakili populasi

masyarakat tertentu. Skala nilai yang digunakan dapat berupa nilai numerik dengan

keterangan verbalnya, atau keterangan verbalnya saja dengan kolom yang dapat

diberi tanda oleh panelis. Skala nilai dapat dinilai dalam arah vertikal atau horizontal

(Kartika, 1988).

Menurut Soekarto (1985) disamping panelis mengemukakan tanggapan

senang, suka atau kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya.

Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Misalnya dalam hal “suka”, dapat

mempunyai skala hedonik seperti: amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka.

Sebaliknya jika tanggapan itu “tidak suka”, dapat mempunyai skala hedonik seperti:

amat sangat tidak suka, sangat tidak suka, tidak suka, agak tidak suka. Diantara agak

suka dan agak tidak suka kadang-kadang ada tanggapan yang disebut netral, yaitu

bukan suka tetapi juga bukan tidak suka (neither nor dislike).

Kegiatan praktikum ini, dilakukan pengujian hedonik terhadap produk mie

fortifikasi. Adapun uji hedonik dilakukan dengan cara panelis diminta tanggapan

pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaannya terhadap komoditi yang dinilai,

bahkan tanggapan dengan tingkatan kesukaan atau tingkatan ketidaksukaannya dalam

bentuk skala hedonic (Sarastani, 2012). Parameter yang akan diuji pada produk mie

fortifikasi yaitu rasa, warna, tekstur, dan penampakan. Panelis disediakan enam

sampel mie fortifikasi yang telah dibuat oleh semua kelompok dan disajikan secara

acak. Panelis disediakan enam contoh uji dengan kode berbeda yaitu “Fe” [Kelompok

3], “Zn” [Kelompok 2], “Ca” [Kelompok 1], “B1” [Kelompok 6], “B2” [Kelompok

5], dan “B9” [Kelompok 4]. Setelah itu, panelis diminta untuk menyatakan kesukaaan

terhadap produk akhir mie fortifikasi. Adapun skala hedonik atau skala numerik yang

Page 10: Laporan Mie

diberikan, yaitu sangat suka [7], suka [6], agak suka [5], netral [4], agak tidak suka

[3], tidak suka [2] dan sangat tidak suka [1]. Hal ini bertujuan untuk melihat kesan

pertama yang timbul saat panelis melakukan penilaian terhadap karakteristik mutu

yang diujikan.

A. Uji Hedonik Rasa Mie Fortifikasi

Rasa pada makanan atau minuman merupakan faktor kedua yang

mempengaruhi cita rasa setelah ptigapilan makanan atau minuman itu sendiri. Rasa

meruapakan tanggapan atas adanya rangsangan kimiawi yang sampai di indera

pengecap lidah, khususnya jenis rasa dasar manis, asin, asam dan pahit.

Pada kegiatan praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap rasa

pada keenam produk mie fortifikasi dari enam kelompok. Panelis disediakan enam

contoh uji mie fortifikasi dengan kode berbeda yaitu, “Fe” [Kelompok 3], “Zn”

[Kelompok 2], “Ca” [Kelompok 1], “B1” [Kelompok 6], “B2” [Kelompok 5], dan

“B9” [Kelompok 4]. Panelis diminta untuk menilai rasa dari keenam mie fortifikasi

tersebut lalu memberikan penilaian berupa “suka” atau “tidak suka” terhadap warna

mie fortifikasi tersebut pada kolom respon form uji. Adapun skala hedonik atau skala

numerik yang diberikan, yaitu sangat suka [7], suka [6], agak suka [5], netral [4],

agak tidak suka [3], tidak suka [2], dan sangat tidak suka [1].

Berdasarkan hasil penilaian dari segi parameter rasa mie fortifikasi pada Tabel

1, dapat dikatakan bahwa mie fortifikasi kode “B2” paling disukai diantara rasa mie

fortifikasi yang lain karena memiliki penilaian tertinggi, yaitu 5.10 dengan skala

kriteria penilaian antara [agak suka], sedangkan penilaian rasa terkecil terletak pada

mie fortifikasi kode “B9”, yaitu 4.72. Mie fortifikasi kode “B2” merupakan mie yang

ditambahkan fortifikan premix sebanyak 100 ppm sedangkan mie fortifikasi kode

“B9” sebanyak 75 ppm. Namun hal ini belum menunjukankan bahwa penambahan

fortifikan premix yang terdiri dari Fe, Zn, B1, B2, dan B9 dapat mempengaruhi rassa

mie yang dihasilkan. Oleh karena itu dilakukan perhitungan sidik ragam untuk

mengetahui apakan keenam sampel mie memiliki rasa yang berbeda nyata atau tidak.

Page 11: Laporan Mie

Berdasarkan hasil perhitungan sidik ragam parameter rasa pada Tabel 5, dapat

dilihat bahwa Fhitung sampel memiliki nilai 2.47. Jika dibandingkan dengan Ftabel, nilai

Fhitung lebih kecil daripada Ftabel 1%, yaitu 3.02 namun lebih besar daripada Ftabel 5%

yaitu 2.21 sehingga keenam sampel mie fortifkasi memiliki tingkat rasa yang berbeda

sehingga tidak perlu dilakukan uji Duncan karena Fhitung sampel hanya mendapatkan

tanda satu bintang (*).

Penambahan minyak goreng pada pembuatan mie basah turut berperan dalam

pembentukan cita rasa pada mie basah. Penambahan lemak berfungsi untuk

menambah kolesterol serta memperbaiki cita rasa dari bahan pangan (Ketaren, 1986).

Selain itu, penambahan garam juga mempengaruhi cita rasa makanan. Garam

merupakan bahan penyedap yang bisa digunakan dalam makanan. Garam digunakan

pada pembuatan mie untuk memberi rasa gurih dan meningkatkan keliatan dari

gluten. Selain itu penambahan fortifikan premix (Fe, Zn, B1, B2, dan B9) tidak

mempengaruhi perubahan rasa pada mie. Hal ini disebabkan kandungan fortifikan

yang ditambahkan pada mie sangat sedikit. Selain itu, penambahan fortifikan dengan

takaran yang pas tidak akan mempengaruhi rasa pada mie basah fortifikasi.

B. Uji Hedonik Warna Mie Fortifikasi

Warna merupakan refleksi cahaya pada permukaan bahan yang ditangkap oleh

indera penglihatan dan ditransmisi dalam sistem syaraf. Warna mempengaruhi

penerimaan suatu bahan pangan, karena umumnya penerimaan bahan yang pertama

akan dilihat adalah warna. Warna yang menarik akan meningkatkan penerimaan

produk. Pada saat pemasakan, warna bahan atau produk pangan dapat berubah. Hal

ini dapat disebabkan oleh hilangnya sebagian pigmen akibat pelepasan cairan sel pada

saat pemasakan atau pengolahan, intensitas warna semakin menurun (Elviera, 1988

dalam Panjaitan, 2006).

Pada kegiatan praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap warna

pada keenam produk mie fortifikasi dari enam kelompok. Panelis disediakan enam

contoh uji mie fortifikasi dengan kode berbeda yaitu, “Fe” [Kelompok 3], “Zn”

[Kelompok 2], “Ca” [Kelompok 1], “B1” [Kelompok 6], “B2” [Kelompok 5], dan

Page 12: Laporan Mie

“B9” [Kelompok 4]. Panelis diminta untuk menilai warna dari keenam mie fortifikasi

tersebut lalu memberikan penilaian berupa “suka” atau “tidak suka” terhadap warna

mie fortifikasi tersebut pada kolom respon form uji. Adapun skala hedonik atau skala

numerik yang diberikan, yaitu sangat suka [7], suka [6], agak suka [5], netral [4],

agak tidak suka [3], tidak suka [2], dan sangat tidak suka [1].

Berdasarkan hasil penilaian dari segi parameter warna mie fortifikasi pada

Tabel 1, dapat dikatakan bahwa mie fortifikasi kode “Zn” paling disukai diantara

warna mie fortifikasi yang lain karena memiliki penilaian tertinggi, yaitu 5.21 dengan

skala kriteria penilaian antara [agak suka] dan [suka] sedangkan penilaian terkecil

terletak pada mie fortifikasi kode “Ca”, yaitu 4.86. Mie fortifikasi kode “Zn”

merupakan mie yang ditambahkan fortifikan premix sebanyak 25 ppm sedangkan mie

fortifikasi kode “Ca” sebanyak 0 ppm. Tetapi hal ini belum menunjukankan bahwa

penambahan fortifikan premix yang terdiri dari Fe, Zn, B1, B2, dan B9 dapat

mempengaruhi warna mie yang dihasilkan. Oleh karena itu dilakukan perhitungan

sidik ragam untuk mengetahui apakan keenam sampel mie memiliki warna yang

berbeda nyata atau tidak. Berdasarkan hasil perhitungan sidik ragam parameter warna

pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa Fhitung sampel memiliki nilai 1.14. Jika

dibandingkan dengan Ftabel, nilai Fhitung lebih kecil daripada Ftabel 1%, yaitu 3.02 dan

5%, yaitu 2.21 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada uji hedonik dengan parameter

warna dikatakan memiliki warna yang tidak berbeda nyata sehingga tidak perlu

dilakukan uji Duncan.

Penambahan fortifikan premix (Fe, Zn, B1, B2, dan B9) tidak mempengaruhi

perubahan warna pada mie. Secara visual, mie yang diproduksi relatif lebih putih

dibandingkan dengan mie yang ada di pasaran. Hal ini mungkin dikarenakan dalam

pembuatan mie di laboratorium olah 2 tidak digunakan bahan pewarna, sedangkan

mie yang terdapat di pasaran sebagian besar diberi zat warna. Pewarna mie yang

banyak digunakan dan telah diizinkan adalah tartrazin. Zat besi, terutama yang

berasal dari senyawa yang larut seperti FeSO4 bersifat sangat reaktif terhadap

senyawa-senyawa lain. Dalam adonan mie, zat besi dapat teroksidasi oleh udara dan

dapat mengkatalis reaksi oksidasi, yang kesemuanya dapat mengubah warna mie

Page 13: Laporan Mie

menjadi lebih gelap (Prangdimurti, 1991). Pada praktikum ini, penambahan fortifikan

tidak mempengaruhi perubahan warna pada mie dikarenakan penambahan premix

yang sangat sedikit yaitu 0 ppm, 25 ppm, 50 ppm, 75 ppm, 100 ppm, dan 150 ppm

sehingga kemungkinan pengaruh perubahan warna terhadap vehicle sangat sedikit.

C. Uji Hedonik Tekstur Mie Basah Fortifikasi

Tekstur merupakan salah satu parameter kesukaan konsumen terhadap

produk pangan. Penilaian tekstur bertujuan untuk mengetahui tingkat penerimaan

panelis terhadap tingkat kekenyalan atau elastisitas suatu produk yang dapat dinilai

dengan menggunakan indera peraba (Permana dkk, 2012).

Pada kegiatan praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap

tekstur pada keenam produk mie fortifikasi dari enam kelompok. Panelis disediakan

enam contoh uji mie fortifikasi dengan kode berbeda yaitu, “Fe” [Kelompok 3], “Zn”

[Kelompok 2], “Ca” [Kelompok 1], “B1” [Kelompok 6], “B2” [Kelompok 5], dan

“B9” [Kelompok 4]. Panelis diminta untuk menilai tekstur dari keenam mie

fortifikasi tersebut lalu memberikan penilaian berupa “suka” atau “tidak suka”

terhadap warna mie fortifikasi tersebut pada kolom respon form uji. Adapun skala

hedonik atau skala numerik yang diberikan, yaitu sangat suka [7], suka [6], agak suka

[5], netral [4], agak tidak suka [3], tidak suka [2], dan sangat tidak suka [1].

Berdasarkan hasil penilaian dari segi parameter tekstur mie fortifikasi pada

Tabel 1, dapat dikatakan bahwa mie fortifikasi kode “B1” paling disukai diantara

tekstur mie fortifikasi yang lain karena memiliki penilaian tertinggi, yaitu 6.00

dengan skala kriteria penilaian [suka] sedangkan penilaian terkecil terletak pada mie

fortifikasi kode “B2” dan “B9”, yaitu 5.00. Mie fortifikasi kode B1 merupakan mie

yang ditambahkan fortifikan premix sebanyak 125 ppm, mie fortifikasi kode “B2”

merupakan mie yang ditambahkan fortifikan premix sebanyak 100 ppm sedangkan

mie fortifikasi kode “B9” sebanyak 75 ppm. Namun hal ini belum menunjukankan

bahwa penambahan fortifikan premix yang terdiri dari Fe, Zn, B1, B2, dan B9 dapat

mempengaruhi tekstur mie yang dihasilkan. Oleh karena itu dilakukan perhitungan

Page 14: Laporan Mie

sidik ragam untuk mengetahui apakan keenam sampel mie memiliki tekstur yang

berbeda nyata atau tidak.

Berdasarkan hasil perhitungan sidik ragam parameter tekstur pada Tabel 7,

dapat dilihat bahwa Fhitung sampel memiliki nilai 1.07. Jika dibandingkan dengan Ftabel,

nilai Fhitung lebih kecil daripada Ftabel 1%, yaitu 3.02. Akan tetapi, perbandingan 5%

dari nilai Fhitung lebih besar daripada Ftabel 1%, yaitu 3.02, yaitu 2.21 sehingga Fhitung

sampel tidak diberi bintang. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tekstur pada

keenam sampel mie fortifikasi memiliki tekstur yang tidak berbeda nyata sehingga

tidak perlu dilakukan uji Duncan.

Berdasarkan bahan yang digunakan, tekstur pada mie basah fortifikasi

dipengaruhi oleh air, tepung terigu, dan garam. Pada proses pembuatan mie, air

bersama terigu akan menghasilkan gluten. Tekstur pada mie dipengaruhi oleh

kandungan protein yang ada pada tepung terigu. Semakin tinggi kadar protein yang

ada maka semakin tinggi kemampuan menyerap air sehingga adonan mie menjadi

tidak putus. Hal ini membuat adonan mie semakin tahan lama dalam proses

perebusan.

Penambahan garam dapur (NaC1) disamping memberikan rasa pada mie juga

untuk memperkuat tekstur, membantu reaksi gluten dan karbohidrat dalam mengikat

air (Winarno, 1994). Garam dapur juga dapat menghambat aktifitas enzim protease

dan amilase sehingga mie tidak bersifat lengket dan mengembang secara berlebihan

(Astawan, 2008). Penggunaan garam 1-2% akan meningkatkan kekuatan lembaran

adonan dan mengurangi kelengketan.

Penambahan premix tidak berpengaruh terhadap elastisitas mie namun juga

tidak menghambat pembentukan gluten yang akan berpengaruh terhadap tekstur.

Pada proses perebusan ini terjadi gelatinisasi pati dan koagulasi gluten sehingga

dengan terjadinya dehidrasi air dari gluten yang akan menyebabkan timbulnya

kekenyalan mie. Hal ini disebabkan oleh putusnya ikatan hidrogen, sehingga rantai

ikatan kompleks pati dan gluten lebih rapat. Pada waktu sebelum direbus, ikatan

bersifat lunak dan fleksibel, tetapi setelah dikukus, ikatan menjadi keras dan kuat

sehingga menghasilkan teksur yang baik.

Page 15: Laporan Mie

D. Uji Hedonik Penampakan Mie Basah Fortifikasi

Penampakan keseluruhan pada produk pangan dapat dilihat dari beberapa

segi, yaitu dari segi keutuhan, kerapihan, kebersihan, dan penampilan menarik atau

tidak menarik produk untuk dikonsumsi. Penampakan mempengaruhi penerimaan

suatu bahan pangan, karena umumnya penilaian bahan pertama kali dilakukan

berdasarkan penampakan fisik produk.

Pada kegiatan praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap

penampakan pada keenam produk mie fortifikasi dari enam kelompok. Panelis

disediakan enam contoh uji mie fortifikasi dengan kode berbeda yaitu, “Fe”

[Kelompok 3], “Zn” [Kelompok 2], “Ca” [Kelompok 1], “B1” [Kelompok 6], “B2”

[Kelompok 5], dan “B9” [Kelompok 4]. Panelis diminta untuk menilai warna dari

keenam mie fortifikasi tersebut lalu memberikan penilaian berupa “suka” atau “tidak

suka” terhadap warna mie fortifikasi tersebut pada kolom respon form uji. Adapun

skala hedonik atau skala numerik yang diberikan, yaitu sangat suka [7], suka [6],

agak suka [5], netral [4], agak tidak suka [3], tidak suka [2], dan sangat tidak suka

[1].

Berdasarkan hasil penilaian dari segi parameter penampakan mie fortifikasi

pada Tabel 1, dapat dikatakan bahwa mie fortifikasi kode “Ca” dan “B1” paling

disukai diantara penampakan mie fortifikasi yang lain karena memiliki penilaian

tertinggi, yaitu 5.50 dengan skala kriteria penilaian antara [agak suka] dan [suka]

sedangkan penilaian terkecil terletak pada mie fortifikasi kode “B2”, yaitu 4.50. Mie

fortifikasi kode Ca merupakan mie yang ditambahkan fortifikan premix sebanyak 0

ppm, mie fortifikasi kode “B1” merupakan mie yang ditambahkan fortifikan premix

sebanyak 125 ppm sedangkan mie fortifikasi kode “B2” sebanyak 100 ppm.

Berdasarkan hasil perhitungan sidik ragam parameter penampakan pada

Tabel 9, dapat dilihat bahwa Fhitung sampel memiliki nilai 1.79. Jika dibandingkan

dengan Ftabel, nilai Fhitung lebih kecil daripada Ftabel 1%, yaitu 3.02 dan 5%, yaitu 2.21

sehingga Fhitung sampel tidak diberi bintang sehingga dapat disimpulkan bahwa pada

uji hedonik dengan parameter penampakan pada keenam sampel mie basah fortifikasi

Page 16: Laporan Mie

dikatakan memiliki penampakan yang tidak berbeda nyata sehingga tidak perlu

dilakukan uji Duncan.

Penampakan pada mie fortifikasi memiliki bentuk pilinan yang seragam dan

tidak mudah putus. Hal ini menandakan penambahan zat fortifikan tidak berpengaruh

terhadap penampakan mie yang dihasilkan. Bentuk khas mie berupa pilinan panjang

yang dapat mengembang sampai batas tertentu dan lentur serta kalau direbus tidak

banyak padatan yang hilang. Semua ini termasuk sifat fisik mie yang sangat

menentukan terhadap penerimaan konsumen. Alat pengolahan pada mie (roll noodle

machine) umumnya terdiri dari 2 buah unit, yaitu unit pressing (penggilingan) dan

slitter. Unit pressing berfungsi membentuk lembaran adonan mie sampai ketebalan

tertentu. Unit slitter berfungsi seperti pisau yang akan memotong lembaran mie

secara membujur menjadi untaian mie.

Pilinan pada mie fortifikasi memiliki ketebalan untaian yang berbeda-beda.

Hal ini disebabkan pembentukan lembaran adonan mie yang dilakukan oleh unit

pressing. Mie yang disukai oleh konsumen adalah mie dengan ketebalan untaian yang

tipis. Oleh karena itu pembentukan lembaran adonan harus dilakukan berkali-kali

agar mencapai ketebalan untaian mie yang diinginkan.

Page 17: Laporan Mie

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan, dapat disimpulkan bahwa pada hasil uji hedonik

rasa mie basah fortifikasi, mie basah B2 dengan fortifikasi premix 100 ppm memiliki

mutu dan kualitas rasa yang paling disukai. Rasa pada keenam mie basah fortifikasi

dikatakan memiliki tingkat rasa yang berbeda namun tidak perlu dilakukan uji

Duncan untuk mengetahui tingkat rasa mana yang sama atau lebih dari yang lain

karena hanya mendapat tanda sebanyak satu bintang (*).

Pada hasil uji hedonik warna mie basah fortifikasi, mie basah Zn dengan

fortifikasi premix 25 ppm memiliki mutu dan kualitas warna yang paling disukai.

Warna pada keenam mie basah fortifikasi dikatakan memiliki tingkat warna yang

sama atau tidak berbeda sehingga tidak perlu dilakukan analisis lebih lanjut dengan

uji Duncan.

Pada hasil uji hedonik tesktur mie basah fortifikasi, mie basah B1 dengan

fortifikasi premix 125 ppm memiliki mutu dan kualitas tekstur yang paling disukai.

Tekstur pada keenam mie basah fortifikasi dikatakan memiliki tingkat keelastisan

(tekstur) yang sama atau tidak berbeda sehingga tidak perlu dilakukan analisis lebih

lanjut dengan uji Duncan.

Pada hasil uji hedonik penampakan mie basah fortifikasi, mie basah Ca dan

B1 dengan fortifikasi premix 0 ppm dan 125 ppm memiliki mutu dan kualitas

penampakan yang paling disukai. Penampakan pada keenam mie basah fortifikasi

dikatakan memiliki tingkat penampakan yang sama atau tidak berbeda sehingga tidak

perlu dilakukan analisis lebih lanjut dengan uji Duncan.

4.2 Saran

Saran kami dari hasil praktikum ini adalah sebaiknya dalam melakukan uji

organoleptik, semua panelis diharapkan mengikuti uji ini agar hasil yang diperoleh

Page 18: Laporan Mie

lebih merata dan tepat. Selain itu pada proses pengolahan mie basah fortifikasi,

disarankan untuk membentuk lembaran adonan mie berkali-berkali agar mencapai

ketebalan untaian mie yang diinginkan.

Page 19: Laporan Mie

DAFTAR PUSTAKA

Amalia dan Hardiansyah. 2007. Perkembangan konsumsi terigu dan pangan olahannya di Indonesia 1993-2005. Jurnal Gizi dan Pangan Vol. 2 no. 1 hal. 8-15.

Astawan, Made. 2008. Membuat Mie dan Bihun. Bandung: Penebar Swadaya

Kartika B dkk. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi, Universitas Gajah Mada.

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pengan. Jakarta: UI Press.

Permana, Jaya Azhari, dkk. 2012. Fortifikasi tepung cangkang udang sebagai sumber kalsium terhadap tingkat kesukaan cone es krim. Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol.3. no. 4. Bandung: Universitas Padjajaran

Prangdimurti. 1991. Fortifikasi zat besi pada mie kering yang dibuat dari campuran tepung terigu dan tepung singkong [skripsi]. Bogor: fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Richard, et al. 2010. Iron-fortified milk and noodle consumption is associated with lower risk of anemia among children aged 6–59 mo in Indonesia. The American Journal of Clinical Nutrition.

Rustanti. 2009. “Pendekatan Fortifikasi Pangan Mengatasi Masalah Kekurangan Zat Gizi Mikro”. http://repository.usu.ac.id [12 Mei 2013]

Sarastani, Dewi. 2012. Penuntun Praktikum Analisis Organoleptik. Bogor: Program Diploma Institut Pertanian Bogor.

Soekarto, ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Bharata Karya Aksara.

Sukati, dkk. 1995. Dampak fortifikasi mie instan dengan vitamin A dan zat besi terhadap status vitamin A dan status besi pada balita. http:// ejournal.litbang.depkes.go.id [13 Mei 2013]

Winarno, F. G. 1994. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Page 20: Laporan Mie

LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Uji Hedonik Warna

Tabel 2. Hasil perhitungan uji hedonik warna mie basah

Tabel 3. Analisis sidik ragam uji hedonik warna mie basah

Page 21: Laporan Mie

Sumber

Keragamandb JK KT F hitung

F tabel

5% 1%

Sampel 5 2.04 0.41 1.14 2.21 3.02

Panelis 28 127.30 4.55

Galat 140 50.29 0.36

Total 173 179.63

Perhitungan

Fk =Σ ( Σ x )2

Σ Panelis x Σ Sampel = 8782

29 x 6= 4430.37

JK Total = Σ(Σx2)- Fk = 4610 - 4430.37 = 179.63

JK Sampel = ( 1382+..+137Σ Panelis

)-Fk = (128540

29¿- 4430.37 = 4432.41 - 4430.37

= 2.04

JK Panelis = ¿)-Fk = ( 27346

6¿- 4430.37 = 4225.33 - 4430.37

=127.30

JK Galat = Jk Total – JK Sampel – JK Panelis

= 179.63- 2.04- 127.30 = 50.29

db sampel = Jumlah Sampel – 1 = 6-1 = 5

db panelis = Jumlah Panelis – 1 = 29-1 = 28

db galat = db Sampel x db panelis = 5 x 28 = 140

db Total = Σdb(sampel, Panelis, galat) = 2+26+52 = 173

KT Sampel = JK Sampel : db Sampel = 2.04 : 5 = 0.41

KT Panelis = JK Panelis : db Panelis = 127.30 : 28 = 4.55

KT Galat = JK Galat : db Galat = 50.29 : 140 = 0.36

Fhit.Sampel = KT Sampel : KT Galat = 0.41: 0.36 = 1.14

Page 22: Laporan Mie

Lampiran 2. Perhitungan Uji Hedonik Rasa

Tabel 4. Hasil perhitungan uji hedonik rasa mie

Tabel 5. Analisis sidik ragam uji hedonik rasa mie basah

Sumber

Keragamandb JK KT F hitung

F tabel

5% 1%

Sampel 5 5.57 1.11 2.47* 2.21 3.02

Panelis 28 150.83 5.39

Galat 140 63.10 0.45

Total 173 219.50

*) Berbeda Nyata

Page 23: Laporan Mie

Perhitungan

Fk =Σ ( Σ x )2

Σ Panelis x Σ Sampel = 8422

29 x 6= 4074.50

JK Total = Σ(Σx2) - Fk = 4294 - 4074,50 = 219.50

JK Sampel = ( 1382+..+137Σ Panelis )- Fk = (

2189329

¿- 4074.50 = 4080,07 - 4074.50

= 5.57

JK Panelis = ¿)-Fk = (25352

6)- 4074.50 = 4225.33 - 4074.50

=150.83

JK Galat = Jk Total – JK Sampel – JK Panelis

= 219.50 - 5.57- 150.83 = 63.10

db sampel = Jumlah Sampel – 1 = 6-1 = 5

db panelis = Jumlah Panelis – 1 = 29-1 = 28

db galat = db Sampel x db panelis = 5 x 28 = 140

db Total = Σdb(sampel, Panelis, galat) = 2+26+52 = 173

KT Sampel = JK Sampel : db Sampel = 5.57 : 5 = 1.11

KT Panelis = JK Panelis : db Panelis = 150.83 : 28 = 5.39

KT Galat = JK Galat : db Galat = 63.10 : 140 = 0.45

Fhit.Sampel = KT Sampel : KT Galat = 1.11 : 0.45 = 2.47

Page 24: Laporan Mie

Lampiran 3. Perhitungan Uji Hedonik Tekstur

Tabel 6. Hasil perhitungan uji hedonik tekstur mie

Tabel 7. Analisis sidik ragam uji hedonik tekstur mie basah

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(db)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Total

(KT)

F hitungF tabel

1% 5%

Perlakuan 5 3.27 0.654 1.07 3.02 2.21

Kelompok 28 126.63 4.522      

Galat 140 85.23 0.609      

Total 173 215.13        

Page 25: Laporan Mie

Perhitungan

Fk =Σ ( Σ x )2

Σ Panelis x Σ Sampel = 9072

29 x 6= 4727.87

JK Total = Σ(Σx2)- Fk = 4943 – 4727.87 = 215.13

JK Sampel = ( 1082+702+732

Σ Panelis)-Fk = (

13720329

¿– 4727.87= 3.27

JK Panelis = ¿)-Fk = ( 291276 )– 4727.87 = 126.63

JK Galat = Jk Total – JK Sampel – JK Panelis

= 215.13 - 3.27 - 126.63 = 85.23

db sampel = Jumlah Sampel – 1 = 6 - 1 = 5

db panelis = Jumlah Panelis – 1 = 29 - 1 = 28

db galat = db sampel x db panelis = 5 x 28 = 140

db Total = Σdb(sampel, Panelis, galat) = 5+28+140 = 173

KT Sampel = JK Sampel : db Sampel = 3.27: 5 = 0.654

KT Panelis = JK Panelis : db Panelis = 126.63: 28 = 4.522

KT Galat = JK Galat : db Galat = 85.23:140 = 0.609

Fhit.Sampel = KT Sampel : KT Galat = 0.654 : 0.609 = 1.074

Fhit.panelis = KT Panelis : KT Galat = 4.522:0.609 = 7.425

Page 26: Laporan Mie

Lampiran 4. Perhitungan Uji Hedonik Penampakan

Tabel 8. Hasil perhitungan uji hedonik penampakan mie

Tabel 9. Analisis sidik ragam uji hedonik penampakan mie basah

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(db)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Total

(KT)

F hitungF tabel

1% 5%

Perlakuan 5 4.79 0.958 1.79 3.02 2.21

Kelompok 28 105.22 3.76      

Galat 140 74.71 0.534      

Total 173 184.72  5.252      

Page 27: Laporan Mie

Fk =Σ ( Σ x )2

Σ Panelis x Σ Sampel = 8772

29 x 6= 4420.28

JK Total = Σ(Σx2)- Fk = 4605 - 4420.28 = 184.72

JK Sampel = ( 1082+702+732

Σ Panelis)-Fk = (

12832729

¿- 4420.28 = 4.79

JK Panelis = ¿)-Fk = ( 271536 )- 4420.28 = 105.22

JK Galat = Jk Total – JK Sampel – JK Panelis

= 184.72-4.79-105.22 = 74.71

db sampel = Jumlah Sampel – 1 = 6-1 = 5

db panelis = Jumlah Panelis – 1 = 29-1 = 28

db galat = db Sampel x db panelis = 5x 28 = 140

db Total = Σdb(sampel, panelis, galat) = 5+28+140 = 173

KT Sampel = JK Sampel : db Sampel = 4.79 : 5 = 0.958

KT Panelis = JK Panelis : db Panelis = 105.22 : 28 = 3.76

KT Galat = JK Galat : db Galat = 74.71 : 140 = 0.534

Fhit.Sampel = KT Sampel : KT Galat = 0.958 : 0.534 = 1.79

Fhit.panelis = KT Panelis: KT Galat = 3.76 : 0.534 = 7.04

Lampiran 5. Tabel Harga Nisbah F Terendah Untuk Menyatakan Beda Nyata

Pada Tingkat 1%

Lampiran 6. Tabel Harga Nisbah F Terendah Untuk Menyatakan Beda Nyata

Pada Tingkat 5%

Page 28: Laporan Mie

Lampiran 7. Perhitungan Jumlah Fe dan Loss pada Mie Basah

Perhitungan menurut DKBM mie basah:

Kandungan Fe dalam Tepung Terigu

x gram = konsumsi (gr) x BDD (%) = 150 gr x 100% = 150 gr

Fe = x gramBDD

xbobot DKBM=150100

x1.3 mg=1.95 mg

Jumlah Fe yang ditambahkan

Premix:

Fe = 50 mg B2 = 4 mg

Zn = 30 mg B9 = 2 mg

B1 = 2.5 mg

Total premix = 50 mg + 30 mg + 2.5 mg + 4 mg + 2 mg = 88.5 mg

Jumlah premix yang ditambahkan:

75 ppm = 75 mg

1000 mLx 50 mL=3.75 mg

Sehingga jumlah Fe yang ditambahkan ke dalam adonan mie:

= 50 mg

88.5 mgx3.75 mg=2.1186mg

Jumlah Fe pada mie basah

Total Fe dalam adonan mie:

= Fe alami adonan + Fe yang ditambahkan = 1.95 mg + 2.1186 mg = 4.0686 mg

Total Fe dalam mie basah yang sudah direbus:

Kehilangan Fe menurut Peterson dan Hopert (1943): 30%

Total Fe mie basah = 70% x 4.0686 mg = 2.8480 mg