laporan magang - · pdf filelaporan magang unit kerja laboratorium biologi molekuler balai...

57
ii LAPORAN MAGANG UNIT KERJA LABORATORIUM BIOLOGI MOLEKULER BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN VEKTOR DAN RESERVOIR PENYAKIT (B 2 P 2 VRP) Disusun Oleh: Zaima Amalia J 410 090 064 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013

Upload: lamkiet

Post on 30-Jan-2018

247 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

ii

LAPORAN MAGANG

UNIT KERJA

LABORATORIUM BIOLOGI MOLEKULER

BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN VEKTOR

DAN RESERVOIR PENYAKIT (B2P2VRP)

Disusun Oleh:

Zaima Amalia

J 410 090 064

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2013

iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Laporan magang dengan judul :

Laporan Magang Unit Kerja Laboratorium Biologi Molekuler

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir

Penyakit (B2P2VRP)

yang disusun oleh :

Nama : Zaima Amalia

NIM : J 410 090 064

telah disetujui dan disahkan serta dipertahankan dalam seminar laporan magang pada

Sabtu, 4 Mei 2013, di Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu

Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Surakarta, Mei 2013

Pembimbing Akademik

Tri Puji Kurniawan, SKM, M.Kes

Atas Nama Pembimbing Lapangan

Ka. Subbidang Sarana Penelitian dan Pengujian

Farida Dwi Handayani, S.Si, M.S

Menyetujui,

Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat

Yuli Kusumawati SKM. M.Kes (Epid)

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,

hidayah serta inayahnya bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan ini.

Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan Nabi besar

Muhammad SAW yang dengan perjuangannya dapat mengantarkan menjadi umat

pilihan yang terlahir untuk seluruh umat manusia demi menuju ridha-Nya.

Laporan magang ini merupakan salah satu kegiatan magang yang telah

dilaksanakan di laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan

Reservoir Penyakit (B2P2VRP). Sebagai salah satu hasil kegiatan, diharapkan laporan

ini dapat memberikan manfaat terutama bagi B2P2VRP, Progdi Kesehatan

Masyarakat, dan seluruh pembaca yang membutuhkan.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penulisan laporan magang dan

dalam pelaksanaan magang ini, tidak terlepas oleh bantuan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Arif Widodo, A.Kep, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

2. Ibu Yuli Kusumawati, Skm. M.Kes, selaku Ketua Program Studi Kesehatan

Masyarakat

3. Bapak Drs. Bambang Heriyanto, M.Kes, selaku Kepala Balai Besar Penelitian

dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP)

4. Bapak Drs. Ristiyanto, M.Kes, selaku Kepala Bidang Pelayanan dan

Penelitian

5. Ibu Farida Dwi Handayani, S.Si, M.S, selaku Kepala Subbidang Sarana

Penelitian dan Pengujian

6. Almarhumah Ibu Dra. Retno Ambar Yuniarti, M.Kes, selaku pembimbing

lapangan. Semoga amal ibadah beliau diterima di sisi-Nya. Amiin..

7. Bapak Tri Puji Kurniawan, SKM selaku pembimbing akademik

8. Mbak Mega, Mbak Arum, Mbak April, dan Mas Tri selaku teknisi

Laboratorium Biologi Molekuler

9. Mbak Revi dan Mbak Elly (Bidang Pelayanan Penelitian), Pak Gie (Lab. Lalat

dan Lipas), Bu Hetty dan Mbak Ari ( Lab. Pengendalian Hayati), Pak

Sarminto dan Mbak Novi (Lab. Insektarium Culicinae dan Anophelinae Bag.

Atas), Mbak Evi dan Pak Tri (Lab. Uji Kaji Insektisida), Mas Yuli, Pak Udin,

dan Mbak Siska (Lab. Reservoir), Pak Kusno (Lab. Parasitologi), Pak Rendro,

v

Mbak Esti, dan Mas Arief (Lab. Mikrobiologi), Pak Sapta dan Pak Mujiono

(Lab. Referensi), Mas Jacky dan Mas Gani (Perpustakaan) dan seluruh staff

B2P2VRP

10. Ibu, kakak, dan adik serta keluarga tercinta

11. Teman-teman seperjuangan, peminatan Epidemiologi khususnya, dan progdi

Kesehatan Masyarakat umumnya, serta

12. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dalam proses pelaksanaan magang sampai terselesaikannya laporan

magang ini dengan baik.

Semoga segala amalan baik tersebut mendapat imbalan yang setimpal dari

Allah SWT.

Penulis berharap bahwa laporan magang ini dapat membantu dan bermanfaat

bagi mahasiswa serta Progdi Kesehatan Masyarakat FIK UMS, B2P2VRP, dan

instansi-instansi terkait lainnya.

Akhirnya dengan terselesainya laporan ini, penulis sangat mengharapkan

kritik dan saran dari para pembaca untuk penyempurnaan penyusunan laporan ini.

Surakarta, 27 Mei 2013

Penulis

vi

DAFTAR ISI

COVER/SAMPUL LUAR ....................................................................................

SAMPUL DALAM ...............................................................................................

PERNYATAAN PERSETUJUAN .......................................................................

KATA PENGANTAR ...........................................................................................

DAFTAR ISI .........................................................................................................

DAFTAR TABEL .................................................................................................

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................................

A. Latar Belakang ....................................................................................

B. Tujuan ……….....................................................................................

C. Manfaat ................................................................................................

BAB II. ANALISIS SITUASI UMUM .................................................................

A. Sejarah B2P2VRP ...............................................................................

B. Visi, Misi dan Tupoksi (Tugas Pokok dan Fungsi) .............................

C. Kemitraan ............................................................................................

D. Struktur Organisasi ..............................................................................

E. Sumber Daya Manusia (SDM) ............................................................

F. Sarana dan Prasarana ...........................................................................

BAB III. ANALISIS SITUASI KHUSUS PADA UNIT KERJA

LABORATORIUM BIOLOGI MOLEKULER .....................................

A. Fungsi Laboratorium ………………………………………………...

B. Orientasi Laboratorium .......................................................................

C. Leptospirosis ..................…………………………………………….

BAB IV. IDENTIFIKASI DAN PRIORITAS MASALAH ................................

A. Identifikasi Masalah ............................................................................

B. Prioritas Masalah ..…………………………………………………...

BAB V. HASIL DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN MASALAH .............

A. Hasil ..………………………………………………………………..

B. Alternatif Penyelesaian Masalah ……………………………………

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................

I

ii

iii

iv

vi

viii

ix

x

1

1

2

3

5

5

6

7

8

11

14

25

25

25

29

32

32

32

35

35

38

40

vii

A. Kesimpulan ………………………………………………………………

B. Saran ……………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................

LAMPIRAN

40

40

42

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah Pegawai B2P2VRP Menurut Jabatan Tahun 2011 ......................

Tabel 2. Penetapan Prioritas Masalah Kesehatan ..................................................

Tabel 3. Hasil Pelaksanaan dan Pendokumentasian Proses Praktikum PCR ........

13

33

35

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pemrakarsa UPBVP (1976) .................................................................

Gambar 2. Bangunan Pertama SPVP (1987) di Salatiga ......................................

Gambar 3. Struktur Organisasi B2P2VRP Tahun 2013 .......................................

Gambar 4. Grafik Jumlah Pegawai Menurut Status Kepegawaian Tahun 2011 ..

Gambar 5. Grafik Presentase Jumlah Pegawai Menurut Jenis Kelamin Tahun

2011 ......................................................................................................

Gambar 6. Grafik Presentase Jumlah Pegawai B2P2VRP Menurut Tingkat

Pendidikan Tahun 2011 ........................................................................

Gambar 7. Grafik Presentase Jumlah Pegawai B2P2VRP Menurut Golongan

Tahun 2011 ...........................................................................................

Gambar 8. Pengembangbiakan Periplaneta americana dan siklus hidup lalat ....

Gambar 9. Pengembangbiakan Rhomanomermis iyengari dan ikan Poecilia

reticulata (ikan gupi) ............................................................................

Gambar 10. Siklus hidup nyamuk secara umum dan tempat perkembangbiakan

larva instar I-III ....................................................................................

Gambar 11. Alat untuk tunnel test dan glass cylinder ..........................................

Gambar 12. Struktur pinjal jenis Ctenocephalides felis felis dan beberapa

preparat/awetan mata, jantung, paru dan plasenta tikus .......................

Gambar 13. Teaching microscope dan pedoman deteksi plasmodium .................

Gambar 14. Proses isolasi Bacillus thuringiensis dan Sentrifuge .........................

Gambar 15. Peralatan di Laboratorium Biologi Molekuler ..................................

Gambar 16. Spesimen Insekta dan Spesimen Rodensia ........................................

Gambar 17. Ruang Baca Perpustakaan .................................................................

Gambar 18. Diorama Barries Vektor Malaria .......................................................

Gambar 19. Proses PCR (Polymerase Chain Reaction) .......................................

Gambar 20. Proses ELISA tipe Indirect ELISA ...................................................

Gambar 21. Foto Hasil PCR Sampel A dan B ......................................................

5

6

9

12

12

13

14

15

16

16

17

18

19

19

20

21

22

23

26

28

37

x

DAFTAR LAMPIRAN

Peraturan Menteri Kesehatan no. 1353/MENKES/PER/IX/2005

Laporan Harian Magang

Standard Operational Procedure (SOP) Isolasi DNA

Standard Operational Procedure (SOP) PCR

Foto Kegiatan

Sertifikat Magang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Magang merupakan salah satu upaya pemenuhan tujuan Pendidikan Tinggi

sesuai dengan pernyataan European Public Health Assosiation bahwa lulusan

Public Health harus mampu berinteraksi dengan politisi dan praktisioner agar

mampu berpikir inovatif dalam pemecahan masalah khususnya di bidang

kesehatan. Oleh karena itu, magang merupakan salah satu kewajiban

mahasiswa yang dicantumkan dalam Satuan Kredit Semester (SKS) dan

ditempuh setelah semua teori dipelajari.

Magang dilaksanakan dengan menggunakan perhitungan bahwa satu SKS

setara dengan 6 jam kegiatan mandiri. Magang mempunyai bobot 2 SKS yang

dilaksanakan 28 jam per minggu dan berlangsung selama 4 minggu di

lapangan, sedangkan jam magang menyesuaikan dengan tempat magang.

Program magang yang dilakukan penulis di Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Vektor dan Reservoir (B2P2VRP) Salatiga bertujuan untuk

menambah wawasan tentang analisis epidemiologi penyakit (baik menular

maupun tidak menular) yang seringkali menjadi masalah kesehatan dan

khususnya tentang penyakit yang terkait dengan tular reservoir dan merupakan

zoonosis.

Leptospirosis merupakan salah satu masalah kesehatan yang terjadi di

Indonesia. Sebagai salah satu penyakit tular reservoir, leptospirosis sangat

mudah tersebar di Indonesia dengan 42,83% warganya yang berprofesi menjadi

petani (Suprapto, 2010) dan penelitian Ir. La Ode Arief M. Rur SC. pada tahun

2005 menunjukkan bahwa hanya 20% petani yang menggunakan alat

pelindung diri (APD) secara lengkap ( ___, 2013). Sepanjang tahun 2013,

leptopirosis telah menyebabkan satu orang meninggal di Solo pada 11 Maret

(Septiyaning, 2013), 30 penderita dan satu diantaranya meninggal di Jogja

(Rachman, 2013), 11 penderita dan 2 orang meninggal di Semarang (Laeis,

2

2013), dll. Oleh karena itu, leptospirosis harus dapat dicegah sedini mungkin

untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2015 yang mandiri dan berkeadilan.

Salah satu keahlian yang sedang diunggulkan oleh B2P2VRP ialah

leptospirosis, selain javenese encephalitis virus (jev), hantavirus, dan pes. Oleh

karena itu, B2P2VRP melakukan upaya pengembangan untuk dapat menjadi

rujukan utama dengan peningkatan kualitas berbagai sumber daya.

Laboratorium biologi molekuler (biomol) merupakan salah satu wujud

pengembangannya. Biologi molekuler sebagai salah satu ilmu yang telah

berkembang dengan cepat sejak dikembangkan dari virologi pada tahun 1938-

1970. Dengan adanya lab tersebut, deteksi berbagai bakteri dan virus penyakit

dapat dilakukan dengan cepat. Lab ini juga berfungsi sebagai second opinion

dari berbagai hasil yang diperoleh dari lab reservoir, mikrobiologi, maupun

parasitologi, dengan beberapa teknik biologi molekuler yang dikenal luas,

seperti Polimerase Chain Reaction (PCR), elektroforesis, dan kloning ekspresi.

Untuk dapat memperkenalkan lebih jauh tentang PCR, maka dilakukanlah

pendalaman tentang pelaksanaan proses PCR dan pendokumentasian praktek

tersebut agar dapat digunakan sebagai ajang promosi dan publikasi tentang

manfaat PCR, laboratorium biologi molekuler, dan B2P2VRP.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa diberikan kemampuan untuk mengaplikasikan berbagai teori

melalui kesepadanan pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas dengan

fenomena atau keadaan yang ada di lokasi magang.

2. Tujuan Khusus

a) Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk meningkatkan

kemampuan sebagai praktisi dalam pemecahan masalah kesehatan.

b) Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menambah pengalaman

dan kemampuan manajerial khususnya manajemen kesehatan masyarakat

di lokasi magang sesuai minatnya.

3

c) Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk meningkatkan

kemampuan dan wawasan khususnya sebagai seorang praktisi kesehatan

masyarakat.

d) Meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk mengumpulkan data,

mengidentifikasi permasalahan, memprioritaskan masalah, menganalisis

masalah, dan membuat alternatif penyelesaian masalah kesehatan

masyarakat.

e) Memberikan masukan yang bermanfaat bagi tempat magang, khususnya

yang terkait dengan masalah kesehatan.

f) Membina dan memelihara kerjasama antara Program Studi Kesehatan

Masyarakat FIK UMS dengan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP).

C. Manfaat

1. Bagi Mahasiswa

a. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi diri terhadap pengetahuan dan

ketrampilan yang telah dimiliki dibandingkan dengan kebutuhan salah

satu lapangan kerja.

b. Mahasiswa mendapatkan pengalaman dan ketrampilan sebagai seorang

praktisi, khususnya yang terkait dengan berbagai kegiatan di B2P2VRP.

c. Memperoleh wawasan tentang ruang lingkup dan kemampuan praktek

yang diperlukan oleh sarjana kesehatan masyarakat di B2P2VRP.

d. Memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja profesional di

laboratorium B2P2VRP.

2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

a Meningkatkan kerjasama antara Program Studi Kesehatan Masyarakat

FIK UMS dengan lembaga tempat magang.

b Memperoleh masukan dari tempat magang untuk penyempurnaan

pembelajaran agar sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

c Kerjasama untuk mendapatkan dan mengembangkan penemuan baru

guna analisis permasalahan yang ada di lapangan atau di tempat kerja.

4

3. Bagi Instansi Tempat Magang

a Terjalinnya kerjasama saling menguntungkan antara instansi tempat

magang dengan Program Studi Kesehatan Masyarakat FIK UMS.

b Memperoleh masukan dari lembaga pendidikan agar terjadi persamaan

persepsi antara kesepadanan teori dengan praktek.

c Instansi dapat menggunakan mahasiswa yang magang untuk membantu

menyelesaikan berbagai masalah mulai dari pengumpulan data,

penentuan prioritas, analisis, dan pemecahan masalah kesehatan.

5

BAB II

ANALISIS SITUASI UMUM

A. Sejarah B2P2VRP

Institusi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan

Reservoir Penyakit (B2P2VRP) pada awalnya berdiri sebagai Unit Penelitian

Biologi dan Pemberantasan Vektor (UPBPV) di Semarang pada tahun 1976

atas kerjasama WHO dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Tujuan pendirian UPBPV untuk memecahkan masalah-masalah dalam

pemberantasan penyakit tular vektor (khususnya malaria) terutama untuk

menemukan insektisida alternatif akibat timbulnya resistensi terhadap DDT.

Gambar 1. Pemrakarsa UPBVP (1976)

Setelah kerja sama tersebut berakhir pada tahun 1984, pada tanggal 7

April 1984 unit penelitian ini dikembangkan menjadi Unit Pelaksana Teknis

(UPT) Badan Litbang Kesehatan dan berkedudukan di Balai Latihan Kesehatan

(BLK) Suwakul, Ungaran, Kab. Semarang, Prov. Jawa Tengah. Tugas dan

fungsi yang diemban adalah sebagai pelaksana teknis untuk melaksanakan

pengendalian dan pemberantasan penyakit serta melaksanakan pengujian

insektisida baru yang akan didaftarkan pada Komisi Pestisida.

Dengan adanya peningkatan kegiatan penelitian, pada tahun 1987

diterbitkan SK Menteri Kesehatan No : 556/Menkes/SK/VII/1987 yang

meresmikan UPT ini menjadi Stasiun Penelitian Vektor Penyakit (SPVP) dan

terletak di kota Salatiga, Jawa Tengah. Tujuan utamanya adalah melakukan

studi pengendalian vektor alternatif yang bersifat lokal dan spesifik.

6

Gambar 2. Bangunan Pertama SPVP (1987) di Salatiga

Pada tahun 1999, berdasarkan SK Menteri Kesehatan No :

1351/MENKES/SK/XII/1999, SPVP dikembangkan menjadi Balai Penelitian

Vektor dan Reservoir Penyakit (BPVRP). Dan seiring dengan perkembangan

kemampuan penelitian dan peningkatan sumber daya manusia kemudian,

BPVRP dikembangkan menjadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) berdasarkan SK Menteri Kesehatan

Tahun 2005 No. 1353/MENKES/PER/IX/2005. Tupoksi institusi ini adalah

melaksanakan penelitian pengendalian vektor dan reservoir penyakit.

B. Visi, Misi dan Tupoksi (Tugas Pokok dan Fungsi)

Visi : ”Menjadi institusi rujukan pengendalian penyakit bersumber binatang.”

Misi :

1. Penelitian dan pengembangan metode pengendalian vektor dan

reservoir dan pemanfaatan IPTEK

2. Mengkoordinasikan sumber daya penelitian secara teratur dan

berkesinambungan

3. Pendampingan pelaksana program dan pemberdayaan masyarakat

dalam penggunaan metode pengendalian vektor dan reservoir yang

rasional, efektif, efisien, berkesinambungan dan diterima masyarakat

4. Menciptakan lingkungan kerja yang kondusif bagi peneliti dan

pengguna agar dapat berkarya secara profesional

7

Tugas pokok B2P2VRP adalah melaksanakan perencanaan, koordinasi,

pelaksanaan, dan evaluasi penelitian dan pengembangan dalam

penanggulangan penyakit tular vektor dan reservoir penyakit baik yang baru

muncul maupun yang akan timbul kembali.

Adapun fungsi B2P2VRP adalah sebagai berikut :

1. Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi penelitian vektor dan reservoir

penyakit.

2. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pengembangan metoda dan

model pengendalian vektor dan reservoir penyakit.

3. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelatihan teknis pengendalian

vektor dan reservoir penyakit.

4. Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kajian dan pengembangan

teknologi pengendalian vektor dan reservoir penyakit.

5. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan laboratorium

entomologi kesehatan rujukan.

6. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan uji efikasi insektisida

terhadap vektor penyakit.

7. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pengembangan jejaring

kerjasama dan kemitraan di bidang pengendalian vektor dan reservoir

penyakit.

8. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kajian dan diseminasi informasi

hasil-hasil penelitian di bidang pengendalian vektor dan reservoir

penyakit.

9. Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan B2P2VRP.

C. Kemitraan

Dalam upaya mengembangkan pengetahuan dan kualitas sumber daya

manusia, B2P2VRP memiliki strategi untuk dapat memperluas jaringan yang

saling menguntungkan. Kemitraan yang dimiliki oleh institusi ini ialah :

8

1. Nasional

a) Menggalang kemitraan dengan pemerintah daerah propinsi,

kabupaten/kota

b) Pelatihan entomologi dan co-ass entomologi

c) Pelatihan parasitologi

d) Pelatihan epidemiologi

e) Pelatihan GIS

f) Sebagai unit pengujian insektisida baru untuk registrasi (KOMPES)

g) Membentuk jejaring kolaborasi dengan lembaga penelitian swasta,

universitas dan LSM

h) Menjadi rujukan utama untuk zoonosis, terutama Hantavirus, JEV,

dan Leptospirosis

2. Regional

Kerjasama dengan lembaga penelitian di kawasan ASEAN, melalui

pelatihan dan diseminasi hasil-hasil penelitian

3. Internasional

a) Membentuk jejaring kolaborasi dengan WHO (sebagai WHO-

Collaborating Centre for research and training on vector and

biological control)

b) Membentuk kolaborasi dengan USAID (United States Agency for

International Development)

c) Membentuk jejaring kolaborasi dengan NGO dan universitas

d) Membentuk jejaring zoonosis center

e) Pestiside evaluation

D. Struktur Organisasi

Adapun struktur organisasi pada B2P2VRP saat ini, dapat dilihat pada

gambar berikut :

9

Gambar 3. Struktur Organisasi B2P2VRP Tahun 2013

Struktur organisasi tersebut juga diatur dalam Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor : 1353/MENKES/PER/IX/2005 tentang Susunan dan Tata

Organisasi B2P2VRP yang menyebutkan bahwa B2P2VRP terdiri dari :

1. Bagian tata usaha

Bagian tata usaha mempunyai tugas melaksanakan urusan tata usaha,

kepegawaian, perlengkapan, dan rumah tangga serta mengelola keuangan,

sehingga bagian tata usaha memiliki fungsi pelaksana urusan umum dan

keuangan.

Untuk melaksanakan fungsi tersebut, bagian tata usaha terdiri dari :

a. Subbagian umum yang memiliki tugas melakukan urusan tata

usaha, kepegawaian, perlengkapan, dan rumah tangga, serta

b. Subbagian keuangan yang memiliki tugas melakukan urusan

verifikasi, perbendaharaan, serta akuntansi.

2. Bidang program, kerjasama dan jaringan informasi

Bidang program, kerjasama dan jaringan informasi memiliki tugas

melaksanakan penyusunan perencanaan, koordinasi, pelaksanaan, dan

Subbidang

Pelayanan Teknis

Subbidang Sarana

Penelitian dan Pengujian

Farida Dwi Handayani,

S.Si, M.S

10

evaluasi program dan anggaran, kerjasama dan kemitraan penelitian dan

pengembangan, pengelolaan jaringan informasi ilmiah serta evaluasi dan

pelaporan.

Untuk melaksanakan tugas tersebut, bagian program, kerjasama dan

jaringan informasi menyelenggarakan fungsi :

a. Penyusunan rencana program dan anggaran

b. Pelaksanaan kerjasama dan kemitraan penelitian dan

pengembangan di bidang pengendalian vektor dan reservoir

penyakit

c. Pengelolaan jaringan informasi ilmiah dan perpustakaan

d. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan

Oleh karena itu, bagian program, kerjasama dan jaringan informasi terdiri

dari :

a. Subbidang program dan evaluasi mempunyai tugas menyiapkan

bahan penyusunan rencana program dan anggaran, serta evaluasi

dan pelaporan

b. Subbidang kerjasama dan jaringan informasi mempunyai tugas

menyiapkan bahan kerjasama dan kemitraan penelitian dan

pengembangan di bidang pengendalian vektor dan reservoir

penyakit serta melakukan penyediaan dan diseminasi informasi

hasil penelitian, serta pengelolaan jaringan informasi ilmiah dan

perpustakaan

3. Bidang pelayanan penelitian

Bidang pelayanan penelitian mempunyai tugas melaksanakan penyusunan

rencana, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan penelitian, konsultasi dan

pengujian insektisida, pelatihan teknis tenaga penelitian di bidang vektor

dan reservoir penyakit.

Dalam melaksanakan tugasnya, bidang pelayanan penelitian memiliki

fungsi :

a. Pengembangan metode aplikasi insektisida dalam pengendalian

vektor dan reservoir penyakit

11

b. Pelatihan teknis tenaga pengendalian vektor dan reservoir penyakit

c. Pengelolaan sarana penelitian

d. Pelayanan konsultasi dan pengujian efikasi insektisida

Bidang pelayanan penelitian terdiri dari :

a. Subbidang pelayanan teknis yang memiliki tugas menyiapkan

bahan pelaksanaan pelayanan teknis di bidang pengendalian vektor

dan reservoir penyakit

b. Subbidang sarana penelitian dan pengujian yang memiliki tugas

melakukan pengelolaan sarana penelitian dan penyiapan bahan

pelaksanaan uji efikasi insektisida rumah tangga dan insektisida

kebutuhan program

4. Instalasi (laboratorium)

Instalasi merupakan fasilitas penunjang penyelenggaran penelitian dan

pengembangan di bidang pengendalian vektor dan reservoir penyakit.

Instalasi yang ada di B2P2VRP saat ini ialah 9 laboratorium dengan fungsi

dan tugas masing-masing.

5. Kelompok jabatan fungsional (peneliti)

Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melaksanakan kegiatan

sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Kelompok jabatan fungsional di

B2P2VRP terdiri dari sejumlah peneliti yang terbagi atas berbagai

kelompok jabatan fungsional sesuai dengan keahliannya, yaitu sebagai

peneliti muda, madya dan utama.

E. Sumber Daya Manusia

Sumberdaya manusia (SDM) merupakan kekuatan yang mendukung

B2P2VRP dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang menjadi tanggung

jawab institusi. Kondisi SDM pada tahun 2011 sebanyak 112 orang terdiri dari

74 PNS, 15 orang CPNS, dan 23 orang tenaga kontrak.

Gambar 4. Grafik Jumlah Pegawai

Gambaran SDM menurut status kepegawaian seperti tampak pada

Gambar 4. Sedangkan gambaran SDM a

berdasarkan jenis kelamin, pada tahun 2011 terdiri dari 47,2% pria dan 52,8%

wanita dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik

Gambaran

6. Dari gambar tersebut, dapat dilihat bahwa

adalah pendidikan S1 dan D3 masing

selanjutnya adalah pegawai dengan pendidikan S2 dan SLTA masing

sebanyak 17 orang (19%), berpendidikan SLTP sebanyak 9 orang (10%),

berpendidikan SD sebanyak 5 orang (6%) dan S3 sebanyak 1

Secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 6 berikut :

Gambar 4. Grafik Jumlah Pegawai menurut Status KepegawaianTahun 2011

Gambaran SDM menurut status kepegawaian seperti tampak pada

Sedangkan gambaran SDM apabila dilihat dari persentase

berdasarkan jenis kelamin, pada tahun 2011 terdiri dari 47,2% pria dan 52,8%

dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik Persentase Jumlah Pegawai Menurut Jenis KelaminTahun 2011

Gambaran SDM menurut tingkat pendidikan dapatdilihat pada Gambar

6. Dari gambar tersebut, dapat dilihat bahwa persentase yang paling besar

ndidikan S1 dan D3 masing-masing sebanyak 20 orang (22.5%),

selanjutnya adalah pegawai dengan pendidikan S2 dan SLTA masing

sebanyak 17 orang (19%), berpendidikan SLTP sebanyak 9 orang (10%),

berpendidikan SD sebanyak 5 orang (6%) dan S3 sebanyak 1

Secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 6 berikut :

12

Kepegawaian

Gambaran SDM menurut status kepegawaian seperti tampak pada

pabila dilihat dari persentase

berdasarkan jenis kelamin, pada tahun 2011 terdiri dari 47,2% pria dan 52,8%

Jumlah Pegawai Menurut Jenis Kelamin

dapatdilihat pada Gambar

persentase yang paling besar

masing sebanyak 20 orang (22.5%),

selanjutnya adalah pegawai dengan pendidikan S2 dan SLTA masing-masing

sebanyak 17 orang (19%), berpendidikan SLTP sebanyak 9 orang (10%),

berpendidikan SD sebanyak 5 orang (6%) dan S3 sebanyak 1 orang (1%).

Gambar 6. Grafik Persentase Pegawai B

Pegawai B

fungsional dan fungsional

10 orang yang menduduki jabatan struktural, 8 diantaranya merangkap dalam

jabatan fungsional sebagai peneliti. Kelompok jabatan fungsional peneliti

terdiri dari empat tingkatan, yaitu peneliti utama, peneli

dan peneliti pertama. Sedangkan kelompok jabatan fungsional teknisi litkayasa

terdiri dari dua tingkatan, yaitu teknisi litkayasa penyelia dan teknisi litkayasa

pelaksana lanjutan. Pegawai pada kelompok fungsional umum/staff memilik

proporsi yang terbesar. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Pegawai B

No Jabatan

1 Eselon II

2 Eselon III

3 Eselon IV

4 Peneliti Utama

5 Peneliti Madya

6 Peneliti Muda

7 Peneliti Pertama

8 Litkayasa Penyelia

Gambar 6. Grafik Persentase Pegawai B2P2VRP Menurut Tingkat PendidikanTahun 2011

Pegawai B2P2VRP dikelompokkan dalam tiga jabatan, yaitu struktural,

fungsional dan fungsional umum/staff. Pada kelompok jabatan struktural dari

10 orang yang menduduki jabatan struktural, 8 diantaranya merangkap dalam

jabatan fungsional sebagai peneliti. Kelompok jabatan fungsional peneliti

terdiri dari empat tingkatan, yaitu peneliti utama, peneliti madya, peneliti muda

dan peneliti pertama. Sedangkan kelompok jabatan fungsional teknisi litkayasa

terdiri dari dua tingkatan, yaitu teknisi litkayasa penyelia dan teknisi litkayasa

pelaksana lanjutan. Pegawai pada kelompok fungsional umum/staff memilik

proporsi yang terbesar. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Pegawai B2P2VRP Menurut JabatanTahun 2012

Jabatan Jumlah % Keterangan

1 orang 1.12

3 orang 3.87

6 orang 6.74

3 orang 3.37

4 orang* 0.00 *1 orang merangkap

3 orang* 1.12 *2 orang merangkap

Peneliti Pertama 9 orang* 7.87 *2 orang merangkap

Litkayasa Penyelia 2 orang 2.25

13

VRP Menurut Tingkat Pendidikan

VRP dikelompokkan dalam tiga jabatan, yaitu struktural,

umum/staff. Pada kelompok jabatan struktural dari

10 orang yang menduduki jabatan struktural, 8 diantaranya merangkap dalam

jabatan fungsional sebagai peneliti. Kelompok jabatan fungsional peneliti

ti madya, peneliti muda

dan peneliti pertama. Sedangkan kelompok jabatan fungsional teknisi litkayasa

terdiri dari dua tingkatan, yaitu teknisi litkayasa penyelia dan teknisi litkayasa

pelaksana lanjutan. Pegawai pada kelompok fungsional umum/staff memiliki

proporsi yang terbesar. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1.

VRP Menurut Jabatan

Keterangan

-

-

-

-

merangkap struktural

*2 orang merangkap struktural

*2 orang merangkap struktural

-

9 Litkayasa Pelaksana

Lanjutan

10 Fungsional

Umum/Staff

Jumlah

Pada tahun 2011 pegawai B

baru dengan status CPNS dan 2 orang pindahan. Namun demikian pada tahun

2011 ada pegawai yang pensiun sebanyak 2 orang, sehingga secara total

mengalami peningkatan dari 74 orang pada tahun 2010 menjadi 89 orang pada

tahun 2011.

Pegawai B

golongan IV. Pegawai dengan golonga

tinggi dengan pegawai sebanyak 40 orang (45%), sedangkan kelompok

pegawai dengan jumlah yang paling kecil adalah golongan IV dengan jumlah

sebanyak 9 orang (10%). Secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 7

sebagai berikut :

Gambar 7. Grafik Persentase Pegawai B

F. Sarana dan Prasarana

Kinerja B2P2VRP dapat tercapai dengan baik apabila didukungan sarana

dan prasarana yang memadai, serta

karena itu pada tahun 2011 sarana dan prasarana masih perlu peningkatan baik

untuk memenuhi kuantitas maupun kualitasnya. Sarana dan prasarana meliputi

laboratorium beserta peralatan labotarorium yang mendukungnya, ser

lainnya.

Gol II

Litkayasa Pelaksana 9 orang 10.11

57 orang 64.04 Semua PNS

89 orang 100.00

Pada tahun 2011 pegawai B2P2VRP memperoleh 15 orang pegawai

baru dengan status CPNS dan 2 orang pindahan. Namun demikian pada tahun

2011 ada pegawai yang pensiun sebanyak 2 orang, sehingga secara total

mengalami peningkatan dari 74 orang pada tahun 2010 menjadi 89 orang pada

Pegawai B2P2VRP menurut golongan terdiri dari golongan I sampai

golongan IV. Pegawai dengan golongan III merupakan kelompok yang paling

tinggi dengan pegawai sebanyak 40 orang (45%), sedangkan kelompok

pegawai dengan jumlah yang paling kecil adalah golongan IV dengan jumlah

sebanyak 9 orang (10%). Secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 7

Gambar 7. Grafik Persentase Pegawai B2P2VRP menurut GolonganTahun 2011

F. Sarana dan Prasarana

VRP dapat tercapai dengan baik apabila didukungan sarana

dan prasarana yang memadai, serta kemampuan SDM yang dimilikinya. Oleh

karena itu pada tahun 2011 sarana dan prasarana masih perlu peningkatan baik

untuk memenuhi kuantitas maupun kualitasnya. Sarana dan prasarana meliputi

laboratorium beserta peralatan labotarorium yang mendukungnya, ser

Gol IV Gol I

Gol III

14

-

VRP memperoleh 15 orang pegawai

baru dengan status CPNS dan 2 orang pindahan. Namun demikian pada tahun

2011 ada pegawai yang pensiun sebanyak 2 orang, sehingga secara total

mengalami peningkatan dari 74 orang pada tahun 2010 menjadi 89 orang pada

VRP menurut golongan terdiri dari golongan I sampai

n III merupakan kelompok yang paling

tinggi dengan pegawai sebanyak 40 orang (45%), sedangkan kelompok

pegawai dengan jumlah yang paling kecil adalah golongan IV dengan jumlah

sebanyak 9 orang (10%). Secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 7

enurut Golongan

VRP dapat tercapai dengan baik apabila didukungan sarana

kemampuan SDM yang dimilikinya. Oleh

karena itu pada tahun 2011 sarana dan prasarana masih perlu peningkatan baik

untuk memenuhi kuantitas maupun kualitasnya. Sarana dan prasarana meliputi

laboratorium beserta peralatan labotarorium yang mendukungnya, serta sarana

15

1. Laboratorium

a) Lalat dan Lipas

Tugas utama laboratorium ini adalah melakukan pemeliharaan dan

kolonisasi lalat serta lipas, yang digunakan untuk berbagai penelitian dan

evaluasi efektivitas insektisida baik untuk penelitian maupun pelatihan.

Koloni lalat yang dikembangbiakkan ialah lalat rumah (Musca

domestica), sedangkan dari koloni lipas terdapat spesies Blatella

germanica, Periplaneta americana, Supella longipalpa, dan Neostylopyga

rhombifolia.

Gambar 8. Pengembangbiakan Periplaneta Americana dan siklus hidup lalat

Dikelola oleh 1 orang teknisi dan menempati luas ruangan 16 m2 dan

dilengkapi sarana utama.

b) Pengendalian Hayati

Dikembangkan sejak tahun 1985 dengan tujuan menemukan dan

mengembangkan agen/jasad pengendali vektor secara hayati. Tahun 2013,

laboratorium ini tergolong biosafety level 2 yang mempunyai kemampuan:

(a) Pengembangbiakan nematoda Rhomanomermis iyengari

(b) Pengembangbiakan ikan Poecilia reticulata

(c) Pengembangbiakan Mesocyclops aspericornis

(d) Pengembangbiakan Toxorhynchites splendens

16

Gambar 9. Pengembangbiakan Rhomanomermis iyengari dan ikan Poecilia reticulata (ikan gupi)

Dikelola oleh 2 orang teknisi dan menempati luas ruangan 24 m2 dan

dilengkapi sarana utama.

c) Anophelinae dan Culicinae

Tugas utama laboratorium ini adalah melakukan pemeliharaan dan

kolonisasi nyamuk Anopheles dan Culex, yang digunakan untuk berbagai

penelitian dan evaluasi efektivitas insektisida baik untuk penelitian

maupun pelatihan.

Koloni nyamuk yang dikembangkan ialah nyamuk Anopheles

(Anopheles maculatus, Anopheles Aconitus, Anopheles sinensis), Culex

(Culex quinquefasciatus) serta Aedes (Aedes aegypti).

Gambar 10. Siklus hidup nyamuk secara umum dan tempat perkembangbiakan larva instar I-III

17

Dikelola oleh 2 orang teknisi dan menempati gedung tersendiri yang

dilengkapi dengan beberapa ruangan utama.

d) Uji Kaji Insektisida

Dikembangkan sejak tahun 2003 dengan tujuan menguji efektivitas

insektisida yang digunakan oleh program maupun insektisida rumah

tangga sebelum digunakan/dipasarkan. Tahun 2013, laboratorium ini

mempunyai kemampuan :

(a) Pengujian efikasi insektisida yang digunakan program untuk

pengendalian vektor untuk

(b) Pengujian insektisida rumah tangga (obat nyamuk bakar, oil liquid,

repellent, mats, liquid vaporide, dan aerosol)

(c) Uji susceptibility, penentuan serangga resisten terhadap insektisida

Gambar 11. Alat untuk tunnel test dan glass cylinder

Dikelola oleh 2 orang teknisi dan menempati gedung tersendiri dengan

3 ruang utama dan 1 ruang staff. Beberapa peralatan yang ada di lab

tersebut ialah glass chamber, glass cylinder, peet grady chamber,

susceptibility test kit, dan bioassay test kit.

e) Reservoir

Dikembangkan sejak tahun 1990 dengan tujuan mengidentifikasi bio-

ekologi reservoir untuk menemukan metode-metode pengendalian

reservoir dan penyakitnya. Tahun 2013, laboratorium ini mempunyai

kemampuan :

(a) Deskripsi bio-ekologi reservoir.

18

(b) Uji toksisitas pada rodensia.

(c) Pembuatan preparat rodensia, ektoparasit dan endoparasit.

(d) Mempunyai kemampuan pemeriksaan hispatologi (tikus).

(e) Penentuan status vektor pada pinjal, mite, lice, dan tungau.

Gambar 12. Struktur pinjal jenis Ctenocephalides felis felis dan beberapa preparat/awetan mata, jantung paru dan plasenta tikus

Dikelola oleh 3 orang teknisi dan menempati salah satu ruangan di

laboratorium terpadu. Beberapa peralatan yang ada ialah microscop

disecting, microscop compound, timbangan digital, dan freezer.

f) Parasitologi

Dikembangkan sejak tahun 1987 dengan tujuan untuk pemeriksaan dan

pembuatan preparat apus malaria dan filaria. Tahun 2013, laboratorium

ini mempunyai kemampuan :

(a) Pembuatan spesimen Plasmodium dan microfilaria

(b) Pemeriksaan jenis Plasmodium malaria

19

Gambar 13. Teaching microscope dan pedoman deteksi Plasmodium

Dikelola oleh 1 orang teknisi (SMA). Laboratorium Parasitologi

menempati salah satu ruangan di laboratorium terpadu.

g) Mikrobiologi

Dikembangkan sejak tahun 1988 dengan tujuan mendukung

pengendalian vektor dan mengembangkan, menganalisis lethal dosis serta

materi uji hayati. Tahun 2013, laboratorium ini termasuk biosafety level 2,

mempunyai kemampuan :

(a) Melakukan isolasi dan mengembangkan bakteri jenis Bacillus

thuringiensis H-14 galur lokal, dan mengaplikasikannya di

lapangan sebagai pengendali hayati vektor penyakit,

(b) Melakukan analisis lethal dosis/kosentrasi dari materi uji

pengendali vektor

(c) Uji hayati pathogen terhadap jentik nyamuk

Gambar 14. Proses isolasi Bacillus thuringiensis dan Sentrifuge

20

Dikelola oleh 3 orang teknisi. Laboratorium Mikrobiologi menempati

salah satu ruangan di laboratorium terpadu dan dilengkapi sarana utama,

seperti shaker, autoclave, microscop compound, refrigerator, mikropipet,

dan inkubator.

h) Biologi Molekuler

Dikembangkan sejak tahun 2005 sebagai laboratorium biomol dan

imunologi dengan tujuan menentukan serangga vektor/inkriminasi vektor,

resistensi vektor terhadap insektisida dan identifikasi pakan darah vektor

penyakit. Tahun 2010, laboratorium ini tergolong biosafety level 2 dengan

keahlian menentukan status vektor secara ELISA, menguji resistensi

vektor terhadap insektisida secara biokimia, dan mengidentifikasi pakan

darah. Dipindahkan di gedung baru pada tahun 2011, laboratorium ini

menjadi laboratorium biologi molekuler yang memiliki kekhususan dan

sering digunakan untuk mengetes bakteri dan virus pada DNA maupun

RNA dengan metode PCR, ELISA, dan kultur sel serta jaringan.

Gambar 15. Peralatan di Laboratorium Biologi Molekuler

Dikelola oleh 4 orang teknisi dan menempati gedung tersendiri dengan

5 ruang laboratorium, 2 tempat penyimpanan bahan-bahan, 2 ruang ganti,

dan 1 ruang staff. Beberapa peralatan yang ada ialah elisa reader, elisa

washer, deepfreezer, electrophoresis, vortex mixer, thermo cycler, dan

biosafety cabinet.

21

i) Referensi

Dikembangkan sejak tahun 2002 dengan tujuan sebagai pusat database

vektor dan reservoir penyakit yang ada di Indonesia. Tahun 2013,

laboratorium ini mempunyai kemampuan :

(a) Pembuatan spesimen serangga vektor (pra dewasa dan dewasa) dan

reservoir.

(b) Identifikasi serangga vektor dan reservoir. Penyediaan dan

pemeliharaan bahan koleksi & referensi untuk pelatihan dan Duver

(Dunia Vektor dan Reservoir).

Gambar 16. Spesimen Insekta dan Rodensia

Dikelola oleh 1 orang S3 (taksonomi dan entomologi), 1 orang S2

(Biologi Molekuler), 1 orang D3 (AKL) dan 1 orang teknisi (SMA).

Laboratorium Koleksi referensi vektor dan reservoir menempati luas

ruangan 50 m2 dan dilengkapi sarana utama.

Peralatan : microscop disecting, microscop compound, refraktometer,

salinometer, punch point, sling phsycrometer, insect box, aspirator

2. Perpustakaan

Perpustakaan B2P2VRP terus dikembangkan secara berkesinambungan

baik sarana maupun prasarananya. Perpustakaan dimanfaatkan oleh

kalangan sendiri, mahasiswa dan instansi lain, serta peminat pengendalian

vektor dan reservoir penyakit. Perpustakaan dikelola oleh 1 orang S1

(sarjana perpustakaan) dan 1 orang D3 (IT). Jenis pelayanan yang

disediakan oleh perpustakaan adalah : layanan sirkulasi, referensi,

22

penelusuran informasi, baca dan layanan khusus bagi siswa dan mahasiswa

yang magang, praktek kerja lapangan maupun kunjungan.

Gambar 17. Ruang Baca Perpustakaan

Sarana utama pada perpustakaan berupa : ruang baca, layanan foto

copy, printing dan scanner, internet (free hotspot), PC komputer untuk

pelayanan dan pengunjung, laptop, detector barcode dan almari

penyimpanan tas pengunjung.

3. Duver (Dunia Vektor dan Reservoir)

Duver merupakan pusat dokumentasi, informasi, spesimen, serta

display/peragaan ekobionomi pengendalian vektor dan reservoir di

Indonesia. Sedangkan tujuan didirikannya Duver adalah:

1. Menjadi pusat informasi, dokumentasi, dan peragaan ekobionomi

tentang pengendalian vektor dan reservoir penyakit.

2. Menjadi wahana wisata ilmiah guna memasyarakatkan cara

pencegahan penyakit bersumber vektor dan reservoir penyakit.

3. Memacu kreativitas kalangan peneliti dan masyarakat untuk

menciptakan dan mengembangkan metode inovatif pengendalian

vektor dan reservoir penyakit.

23

Gambar 18. Diorama Barrier Vektor Malaria

Menu utama yang disajikan dalam Duver adalah :

a. Penayangan film profil kegiatan B2P2VRP

b. Display peta resistensi vektor terhadap insektisida

c. Display penyebaran vektor di Indonesia

d. Koleksi vektor dan reservoir penyakit

e. Visualisasi alat dan bahan penelitian

f. Pengendalian vektor dan reservoir penyakit

g. Diorama survei entomologi dan reservoir

h. Taman pengendalian hayati

i. Gerai Duver

4. Fasilitas gedung

B2P2VRP memiliki beberapa gedung yang mendukung fungsinya sebagai

institusi penelitian, pengujian dan pelatihan, yaitu :

a. Gedung pelatihan

Gedung pelatihan dengan kapasitas 50 orang. Fasilitas yang tersedia

meliputi full AC, sound system, laptop, LCD, ruang administrasi dan

komputer.

b. Asrama

Asrama merupakan fasilitas penginapan dengan kapasitas 16 kamar,

ruang makan dan ruang diskusi.

24

c. Gedung administrasi

Gedung administrasi merupakan tempat pengelolaan administrasi

kerumahtanggaan B2P2VRP yang terdiri atas ruang kepegawaian,

keuangan dan pengadaan barang.

d. Gedung kantor/peneliti

Gedung peneliti mempunyai luas 150 m2, terdiri atas ruang-ruang

peneliti dan aula.

5. Alat Transportasi

Unit pelaksana teknis B2P2VRP mempunyai 9 unit kendaraan roda 4

dan 9 roda dua. Kendaraan digunakan untuk melayani kegiatan

administratif maupun teknis, termasuk kegiatan penelitian yang dapat

dijangkau dengan kendaraan roda 4.

25

BAB III

ANALISIS SITUASI KHUSUS PADA UNIT KERJA

LABORATORIUM BIOLOGI MOLEKULER

A. Fungsi Laboratorium

Laboratorium biologi molekuler B2P2VRP tergolong biosafety level 2,

yang berfungsi sebagai :

1. Pusat pemeriksaan bakteri dan virus secara molekuler bagi para

peneliti

2. Rujukan penelitian leptospirosis, javanese encephalitis virus (jev),

hantavirus, dan pes dengan adanya gen bank

3. Tempat pemeriksaan sampel yang diduga positif leptospirosis, jev,

hantavirus, dan pes bagi institusi pemerintah dan lainnya

4. Penentuan status vektor secara PCR, ELISA, mauoun percobaan kultur

B. Orientasi Laboratorium

1. Polymerase Chain Reaction (PCR)

PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah suatu teknik perbanyakan

(amplifikasi) potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang

dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida. Primer yang digunakan

sebagai pembatas daerah yang diperbanyak adalah DNA untai tunggal

yang urutannya komplemen dengan DNA templatnya. Proses tersebut

mirip dengan proses replikasi DNA secara in vivo yang bersifat semi

konservatif. Teknik ini banyak digunakan karena cukup spesifik,

sensitif, efisien, dan memiliki derajat keberhasilan yang tinggi.

PCR dapat digunakan untuk menganalisis penyakit hemophilia,

mendeteksi limfoma sel T pada manusia, HIV, hepatitis B, dll. PCR

menggunakan molekul-molekul yang sama dengan yang digunakan

pada replikasi DNA secara alamiah, yaitu dua primer (awal dan akhir

dari potongan DNA yang akan digandakan), enzim polymerase

(biasanya menggunakan Taq polymerase), dan potongan DNA yang

26

akan digandakan (deoksiribonukleotida trifosfat). Faktor lain yang

penting dalam PCR ialah buffer dan ion Mg2+.

Komponen-komponen dari reaksi PCR tadi diinkubasi dalam suatu

mesin yang dapat mengatur perubahan suhu secara tepat (thermal

cycler). Tahap pertama ialah denaturasi (pemisahan) untai DNA, yaitu

dengan cara memanaskan sampel pada suhu 90-95oC selama 1 menit

sehingga terjadi pemisahan dari kedua untai DNA dupleks. Tahap

selanjutnya ialah annealing/hibridisasi pemula (penempelan

oligonukleotida primer) dengan mendinginkan suhu reaksi menjadi

50-62oC selama 1 menit secara tiba-tiba sehingga oligonukleotida

dapat menempel (hibridisasi) pada pita DNA. Tahap ketiga ialah

pemanjangan rantai/pembentukan DNA baru (extention). Pada tahap

ini, komponen reaksi dipanaskan kembali pada suhu 72oC (suhu

optimum Taq polymerase) sehingga setiap DNA akan membentuk dua

untai anak DNA dan seluruhnya menjadi empat DNA. Ketiga tahap

tadi diulang 30-40 kali agar didapatkan jumlah untai DNA yang cukup

untuk menghasilkan reaksi yang optimal.

Untuk dapat memperjelas tahap-tahap pelaksanaan PCR, dapat dilihat

pada gambar berikut.

Gambar 19. Proses PCR (Polymerase Chain Reaction)

27

2. Enzyme-Linked Immunesorbent Assay (ELISA)

ELISA (Enzyme-Linked Immunesorbent Assay) atau yang sering sebut

uji kekebalan enzimatis. ELISA relatif murah dan lebih aman

dibanding RIA (Radioimmunoassay) untuk pengujian semua antigen,

hapten atau antibody. ELISA paling banyak dipakai di laboratorium

klinis, misalnya uji immunoglobulin G dan E, hormone seperti insulin,

esterogen dan gonadotrofin.

Terdapat 2 teknik metode ELISA, yaitu teknik kualitatif dan

kuantitatif. Teknik kualitatif didasarkan pada tiap antibodi yang

berikatan pada antigen secara spesifik, sedangkan teknik kuantitatif

berdasarkan jumlah ikatan antigen-antibodi yang ditentukan dengan

nilai absorbansi. Teknik ini menggabungkan spesifitas antibodi dengan

kepekaan uji enzimatis dengan spektrofotometer biasa atau antigen

dilekatkan pada enzim yang mudah ditera.

Sedangkan beberapa tipe ELISA yang ada ialah sebagai berikut :

a) Direct ELISA, biasanya digunakan dengan kompetisi dan inhibisi

ELISA untuk deteksi antigen.

b) Indirect ELISA, antigen terikat pada plate digunakan untuk deteksi

antibodi.

c) Sandwich ELISA, antibodi terikat pada plate digunakan untuk

deteksi antigen.

d) Capture ELISA, antihuman antibodi terikat pada plate digunakan

untuk deteksi antibodi.

Beberapa bahan yang digunakan dalam teknik ELISA, yaitu :

a) Bahan padat yang dipakai dalam ELISA termasuk selulosa,

dextran berangkai silang, poliacrilamide, polistiren dan

polipropilen. Bentuknya dapat berupa butiran, lempeng atau

tabung.

b) Antigen dapat dilekatkan secara adsorpsi pasif atau diikat secara

kovalen dengan sianoben-bromida.

28

c) Enzim dipilih yang aktivitasnya tinggi misalnya fosfatse alkalis dan

peroksidase. Bahan pengabung yang sering dipakai adalah

glutaraldehide.

d) Substrat paling baik jika stabil, aman dan murah. Substrat tidak

berwarna yang menjadi berwarna karena perubahan oleh enzim.

Misalnya : p-nitrofenilfosfat berubah menjadi p-nitrofenol

berwarna kuning oleh enzim fosfatase alkalis. Substrat lain,

misalnya diamino benzidine, 5-aminosalisilat, O-fenilen-diamin

dipakai untuk enzim peroksidase.

Gambar 20. Proses ELISA tipe Indirect ELISA

3. Kultur Jaringan

Kultur Jaringan merupakan metode untuk mempelajari perubahan

fungsi sel/jaringan tanpa pengaruh sistemik. Terdapat bermacam-

macam kultur jaringan, yaitu :

a) Eksplan, yaitu suatu irisan jaringan yang sukar untuk dievaluasi,

sel bertumpuk, tidak homogen, tidak dapat dihitung untuk

analisisnya. Dalam ekspan, yang dievaluasi adalah sel-sel yang

tumbuh diluar irisan jaringan, yaitu dengan mengukur lebar

pertumbuhan yang ditanam dalam cawan khusus dan ditutup

dengan tape agar CO2 tidak keluar

29

b) Kultur sel ialah sel yang terpisah-pisah, sel mudah dihitung, sel

dapat hidup satu lapis (monolayer) dan mudah dihitung baik

sebelum dikultur maupun setelah dikultur (pada penyelesaian

penelitiannya). Dalam pemakaiannya, harus digunakan incubator

CO2 untuk campuran udara, digunakan untuk hidup. Kultur sel

terbagi dalam kultur primer dan kultur sekunder. Kultur primer

setelah mendapat sel yang sudah terpisah-pisah langsung ditanam

di dalam cawan kultur, sedangkan kultur sekunder atau subkultur

setelah kultur primer konfluen dilepas dari cawan dan ditanam

kembali dilain cawan kultur. Kultur primer maupun kultur

sekunder dapat dipelihara sampai berhari-hari, contoh : fibroblas

menghasilkan kolagen, otot skelet berkontraksi, sel saraf membuat

sinaps.

c) Dispers sel, dapat digunakan untuk menghitung atau mengukur

konsentrasi substansia yang ada di dalam tabung yang dihasilkan

oleh sel dan tidak dapat dievaluasi secara imunositokimia.

C. Leptospirosis

Leptospirosis merupakan salah satu keahlian yang diunggulkan oleh

B2P2VRP selain jev, hantavirus, dan pes. Sebagai salah satu penyakit tular

reservoir yang menjadi masalah kesehatan di Indonesia,berbagai penelitian

tentang leptospirosis dilakukan oleh peneliti di Indonesia.

Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri

leptospira sp., berbentuk spiral, dan biasanya menyerang hewan maupun

manusia. Bakteri ini tahan hidup di air tawar selama lebih kurang satu

bulan. Bakteri ini ditemukan dalam air seni dan sel-sel hewan yang

terinfeksi.

Hewan pembawa bakteri leptospira sp. antara lain tikus, babi, sapi,

kambing, domba, kuda, anjing, kucing, dengan reservoir utamanya adalah

tikus. Bakteri tersebut sering ditemukan dalam urin tikus walaupun

binatang yang mengidap leptosprosis mungkin sama sekali tidak memiliki

30

gejala, sehingga leptospirosis juga sering disebut sebagai penyakit karena

kencing tikus.

Leptospirosis ditularkan melalui bersinggungan dengan air,

tanah/lumpur, tanaman yang tercemar air seni reservoir leptospirosis,

masuk ke dalam tubuh manusia melalui selaput lender/mukosa (mata,

hidung, atau kulit yang lecet/luka), dan melalui saluran pencernaan,

makanan yang terkontaminasi oleh air seni hewan penderita leptospirosis.

Proses tersebut memerlukan waktu (masa inkubasi) selama 4–19 hari

dengan rata-rata 10 hari.

Gejala dini leptospirosis umumnya adalah demam, sakit kepala, nyeri

otot, gerah, muntah dan mata merah. Leptospirosis ringan paling banyak

ditemukan di masyarakat, bahkan hampir 90% dari seluruh kasus

leptospirosis merupakan leptospirosis ringan. Akan tetapi penegakan

diagnosis tidak dapat segera ditegakkan karena banyaknya penyakit

dengan gejala yang sama kecuali dengan ditemukannya bakteri leptospira

sp. dalam urin penderita. Sedangkan gejala leptospirosis berat ialah adanya

beberapa gejala diatas disertai dengan gagal ginjal, berubahnya warna

pada bola mata menjadi kekuningan dan bahkan pada penderita yang

parah dapat mengakibatkan kematian.

Untuk mendiagnosa leptospirosis, maka hal yang perlu diperhatikan

adalah riwayat penyakit, gejala klinis dan diagnosa penunjang. Sebagai

diagnosa penunjang, antara lain dapat dilakukan pemeriksaan urin dan

darah. Pemeriksaan urin sangat bermanfaat untuk mendiagnosa

Leptospirosis karena bakteri leptospira terdapat dalam urin sejak awal

penyakit dan akan menetap hingga minggu ketiga. Cairan tubuh lainnya

yang mengandung leptospira adalah darah, serebrospinal tetapi rentang

peluang untuk isolasi bakteri sangat pendek. Selain itu dapat dilakukan

isolasi bakteri leptospira dari jaringan lunak atau cairan tubuh penderita,

misalnya jaringan hati, otot, kulit dan mata. Namun, isolasi leptospira

termasuk sulit dan membutuhkan waktu beberapa bulan.

31

Untuk mengukuhkan diagnosa leptospirosis biasanya dilakukan

pemeriksaan serologis. Antibodi dapat ditemukan di dalam darah pada hari

ke-5 hingga ke-7 sesudah adanya gejala klinis. Kultur atau pengamatan

bakteri leptospira di bawah mikroskop berlatar gelap umumnya tidak

sensitif. Tes serologis untuk mengkonfirmasi infeksi leptospirosis yaitu

Polimerase Chain Reaction (PCR). Tes ini digunakan untuk mengukur

keberadaan bakteri leptospira yang hidup dalam serum darah pasien

melalui DNA.

Proses PCR di B2P2VRP dilakukan di laboratorium biologi molekuler.

Di laboratorium tersebut, PCR tidak hanya untuk mendeteksi leptosprosis,

tetapi juga pes. PCR digunakan karena hasilnya yang sensitif, efisien dan

memiliki derajat keberhasilan yang tinggi walaupun cukup spesifik. Hal

ini menjadi salah satu pertimbangan dalam melakukan penelitian, karena

saat ini leptospirosis telah diketahui memiliki lebih dari 200 serovar yang

berbeda primernya setiap serovarnya. Walaupun begitu, PCR tetap

menjadi pilihan bagi para peneliti dalam penelitiannya.

32

BAB IV

IDENTIFIKASI DAN PRIORITAS MASALAH

A. Identifikasi Masalah

Setelah magang selama 1 bulan, didapatkan bahwa terdapat beberapa

masalah, yaitu :

1. Adanya jentik nyamuk pada mangkuk air yang ada pada kaki meja

sebagai penangkal semut di laboratorium lalat dan lipas dan

laboratorium pengendalian hayati

2. Minimnya regenerasi tenaga profesional secara berkualitas, baik

peneliti maupun non-peneliti

3. Minimnya kesadaran penggunaan alat pelindung diri (APD) pada

beberapa teknisi di laboratorium

4. Minimnya publikasi tentang berbagai kegiatan yang dilakukan di

laboratorium B2P2VRP, termasuk laboratorium biologi molekuler

sebagai salah satu tempat pelaksana penelitian

B. Prioritas Masalah

Metode Hanlon yang dikembangkan dengan menggunakan metode

pembobotan digunakan sebagai metode analisis data. Metode Hanlon lebih

tepat digunakan untuk menentukan prioritas masalah kesehatan dengan

memperhatikan teknik responsif dimana tujuan yang dicapai dari program

jelas yang dituangkan dalam kriteria dan faktor-faktor lain yang

memungkinkan.

Tabel 2 menunjukkan tentang pembobotan masalah yang diperoleh

ketika magang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh Hanlon.

Kriteria tersebut ialah besaran masalah yang menunjukkan prosentase

masalah tersebut dalam mempengaruhi kemajuan instansi, keseriusan

masalah yang menunjukkan tingkat keseriusan masalah, dan efektivitas

masalah yang menunjukkan prosentase keefektivan penanganan masalah

yang dapat dilakukan.

33

Tabel 2. Penetapan Prioritas Masalah Kesehatan

No Masalah

Kriteria Rangking

Masalah Besaran

Masalah

Keseriusan

Masalah

Efektivitas

Masalah

1 Jentik nyamuk pada mangkuk

penangkal semut di kaki meja 10-20% Relatif serius 80% 2

2 Regenerasi teknisi dan peneliti >25% Sangat serius 5-20% 4

3 APD pada teknisi 10% Serius 40-60% 23

4 Publikasi penggunaan lab biomol

sebagai tempat penelitian 10% Serius 60-80% 1

PCR diketahui berfungsi secara efektif, efisien, selektif, dan memiliki

tingkat keberhasilan yang tinggi menjadi alasan utama direkomendasikannya

sebagai salah satu metode deteksi leptospirosis. Penerapan PCR sebagai salah satu

metode untuk mendeteksi penyakit leptospirosis menjadi prioritas karena

leptospirosis sedang menjadi trend penyakit saat ini. Hal ini didukung dengan data

banyaknya penderita leptospira yang ditemukan sepanjang tahun 2013, satu orang

meninggal di Solo pada 11 Maret (Septiyaning, 2013), 30 penderita dan satu

diantaranya meninggal di Jogja (Rachman, 2013), 11 penderita dan 2 orang

meninggal di Semarang (Laeis, 2013), dll. Selain itu, proses deteksi leptospira

dengan PCR juga perlu didokumentasikan agar PCR dapat diketahui oleh banyak

pihak terkait.

Adanya jentik nyamuk pada mangkuk air yang ada pada kaki meja sebagai

penangkal semut di laboratorium lalat dan lipas dan laboratorium pengendalian

hayati tidak menjadi prioritas karena proses penyelesaian masalahnya dapat

dilaksanakan dengan cepat, mudah, dan murah. Penerapan ini dapat dikerjakan

oleh pihak instansi secara mandiri dengan berkaca pada laboratorium lainnya yang

memberikan oli, atau minyak pada air tersebut sehingga nyamuk tidak tertarik

untuk bertelur dan proses perkembangbiakan secara liar dapat berkurang. Dengan

begitu, resiko para pekerja untuk dapat tertular penyakit yang dibawa nyamuk pun

semakin kecil sehingga daya kinerja juga dapat berfungsi optimal.

34

Regenerasi tenaga profesional secara berkualitas, baik peneliti maupun

non-peneliti, sangat diperlukan bagi instansi ini. Sebagai salah satu perpanjangan

tangan dari Balitbangkes (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, maka B2P2VRP merupakan salah

satu ujung tombak pengembangan kualitas bangsa Indonesia, khususnya dalam

bidang vektor dan reservoir. Proses regenerasi ini harus dimasukkan dalam sebuah

sistem yang jelas arah gerakannya dan bersifat absolut. Prosesnya pun harus

berjalan sistematis (diwajibkan bagi setiap peneliti maupun non-peneliti untuk

bertanggungjawab menyiapkan penerusnya yang berkompeten), dan dinamis

(proses pematangan kompetensi pengganti dapat bervariasi, tergantung

kemampuan calon penerus, tingkat kesulitan bidang yang digeluti, dan waktu

yang dimiliki oleh peneliti maupun non-peneliti yang hampir paripurna untuk

menggembleng penerusnya). Diperlukannya pembentukan sistem ini, juga

membutuhkan asas dasar hukum yang kuat. Maka, proses ini merupakan salah

satu masukan bagi instansi dan belum menjadi program penyelesaian masalah

untuk laporan magang karena prosesnya yang membutuhkan waktu lebih lama

dan intensitas lebih tinggi.

Kesadaran penggunaan alat pelindung diri (APD) pada beberapa teknisi di

laboratorium perlu dibangun agar keberadaan APD yang sudah ada bagi setiap

orangnya dapat berfungsi dengan baik. Kesadaran tersebut dapat tertanam jika

sering didengar oleh para karyawan, baik ikut disisipkan dalam mandat ketika

apel pagi maupun sore, sering diadakan inspeksi untuk menilai pekerjaan, atau

mengajak serta laboratorium sosial untuk ikut mendengungkan pentingnya APD.

APD pernah diangkat menjadi laporan magang 2x pada tahun 2009 dan 2010.

Oleh karena itu, diharapkan pengoptimalan fungsi APD dapat diwujudkan di

kemudian hari.

35

BAB V

HASIL DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN MASALAH

A. Hasil

Pelaksanaan dan pendokumentasian proses praktikum PCR dilakukan

selama 2 hari dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 3. Pelaksanaan dan Pendokumentasian Proses Praktikum PCR Hari,

Tanggal

Kegiatan Proses

Pendokumentasian

Keterangan

Senin,

9 April

Isolasi DNA

Leptospirosis

(2 sampel)

95%

Saat pertengahan

proses, handycam

mengalami lowbatt

Selasa,

10 April

PCR pada DNA yang

telah diisolasi

90%

Akhir proses (ketika

pengambilan hasil

PCR) tidak

terdokumentasikan

secara sempurna

Pelaksanaan PCR telah sering dilakukan sejak laboratorium biologi

molekuler (biomol) berdiri pada Januari 2011. Dalam pelaksanaannya,

seringkali permintaan pemeriksaan PCR merupakan sebuah proyek penelitian

(riset project) yang datang dari pihak dalam maupun pihak luar.

Instruksi kerja isolasi DNA Whole Blood dengan DNA Wizard Promega

ialah sebagai berikut :

1. Masukkan cell lysis solution 900 µl ke dalam micro sentrifuge tube

1,5 ml, tambahkan 300 µl sampel whole blood. Vortex hingga

homogen.

2. Inkubasi 10 menit pada temperatur ruang, invert 2-3 kali selama

inkubasi.

3. Sentrifuge dengan kecepatan 16000G selama 10 menit.

36

4. Pipet dan buang supernatan, sisakan pelet dan cairan residu 10-20

µl. Ulangi tahap ini 1-4 kali jika sampel darah membeku hingga

pelet berwarna putih. Vortex 10-15 detik.

5. Tambahkan nuclelysis solution 200 µl pipetting selama 5-6 kali.

Vortex hingga homogen. Inkubasi 37oC selama 1 jam sampai

gularan larut.

6. Tambahkan 1,5 µl RNAse solution, campur sampel dengan

inverting selama 3-5 kali. Inkubasi selama 15 menit pada suhu

37oC.

7. Tambahkan protein presipitation 100 µl, vortex selama 10-20

detik.

8. Sentrifuge dengan kecepatan 16000G selama 5 menit.

9. Ambil supernatan, pindahkan ke microsentrifuge tube 1,5 µl yang

baru. Tambahkan isopropanol absolute 300 µl. Invert sampai

terbentuk benang-benang DNA. Sentrifuge dengan kecepatan

16000G selama 5 menit.

10. Buang supernatan, dan tambahkan 50 µl ethanol 70% dingin untuk

mencuci DNA, kemudian sentrifuge lagi dengan 16000G selama 5

menit (pencucian dilakukan maksimal 3x). Buang ethanol dengan

menjaga agar pelet tidak ikut terbang.

11. Keringkan pelet DNA.

12. Tambahkan DNA rehydration solution 100 µl.

13. Simpan DNA pada suhu 2-8oC.

Kemudian, pelaksanaan PCR dilaksanakan pada hari selanjutnya dengan

tahap-tahap seperti yang telah disampaikan sebelumnya, yaitu :

1. Denaturasi (pemisahan) untai DNA, yaitu dengan cara

memanaskan sampel pada suhu 90-95oC selama 1 menit sehingga

terjadi pemisahan dari kedua untai DNA dupleks.

2. Annealing/hibridisasi pemula (penempelan oligonukleotida primer)

dengan mendinginkan suhu reaksi menjadi 50-62oC selama 1 menit

37

secara tiba-tiba sehingga oligonukleotida dapat menempel

(hibridisasi) pada pita DNA.

3. Pemanjangan rantai/pembentukan DNA baru (extention). Pada

tahap ini, komponen reaksi dipanaskan kembali pada suhu 72oC

(suhu optimum Taq polymerase) sehingga setiap DNA akan

membentuk dua untai anak DNA dan seluruhnya menjadi empat

DNA.

4. Ketiga tahap tadi diulang 30-40 kali agar didapatkan jumlah untai

DNA yang cukup untuk menghasilkan reaksi yang optimal.

Proses PCR tadi dilakukan dalam sebuah mesin (Bio-Rad Thermal Cycler)

yang telah diatur sesuai dengan kebutuhan. Dalam praktek ini, cycle yang

digunakan ialah 95oC (1 menit)-55oC (1 menit)-72oC (2 menit) dengan 35 kali

ulangan. Setelah proses PCR selesai, pelet DNA diambil lagi dan dipindahkan

dalam media agar yang dialiri listrik untuk melihat kestabilan bakteri selama 2

jam. Kemudian, agar dimasukkan dalam mesin pemindai untuk mengetahui

keberadaan bakterinya menggunakan ultraviolet dan didapatkan hasil sebagai

berikut :

Gambar 21. Foto hasil PCR sampel A dan B (keduanya negatif)

Dari hasil PCR tersebut, didapatkan bahwa 2 sampel darah manusia tadi

dinyatakan negatif dari bakteri leptospira sp. Sampel tersebut dapat dikatakan

negatif karena bakteri tidak terdeteksi dalam perlakuan dan dikatakan positif

38

jika ditemukan bakteri pada 50%+1 dari jumlah perlakuan yang ada (hasil

merata pada setiap perlakuan).

Batang paling kiri menunjukkan DNA pembanding yang positif

mengandung bakteri leptospira sp. Sedangkan batang-batang selanjutnya

merupakan perlakuan dari kedua primer yang diulang sebanyak 3 kali setiap

primernya sehingga dalam praktek ini, terdapat 6 kali perlakuan.

Dalam proses pelaksanaan dan pendokumentasian PCR pada dua sampel

terhadap bakteri leptospira sp, didapatkan bahwa terdapat beberapa

kemungkinan yang dapat menjadikan hal tersebut sebagai masalah, yaitu :

1. Waktu pengambilan sampel kurang tepat (setelah gejala sakit

berkurang atau telah sembuh).

2. Adanya kontaminasi suhu maupun dalam perlakuan oleh manusia.

3. Human error.

4. Bakteri terlalu sedikit sehingga tidak dapat terdeteksi.

5. Penggunaan primer yang kurang tepat jika ternyata bakteri yang

ada merupakan serovar yang berbeda.

Selain itu, dengan adanya magang di laboratorium biologi molekuler ini

didapatkan pula hasil bahwa:

1. Mahasiswa mengetahui tugas dan fungsi dari laboratorium biologi

molekuler B2P2VRP

2. Mahasiswa mengetahui proses pelaksanaan Polymerase Chain

Reaction (PCR)

3. Pelaksanaan PCR pada bakteri leptospira sp. dilakukan karena

seringnya diteliti sehingga sampel didapatkan dengan mudah

B. Alternatif Penyelesaian Masalah

Beberapa alternatif penyelesaian masalah yang dapat diterapkan pada

hal ini ialah sebagai berikut :

1. Mengulang tes sehingga hasil yang didapatkan tanpa perbedaan

untuk dapat meyakinkan hasilnya.

39

2. Mengulang tes sampai beberapa kali dengan berbagai metode

lainnya untuk menguji kevalidannya.

3. Mengulang tes dengan berbagai keragaman primer yang berbeda

untuk membuktikan adanya kemungkinan bakteri leptospira sp.

yang lain.

4. Selalu memperhatikan dan melaksanakan setiap instruksi/protokol

penelitian yang digunakan dengan teliti dan benar.

5. Meminimalisir adanya kontaminasi dari unsur luar dengan

memakai APD dan memanfaatkan biosafety cabinet dalam

pelaksanaan proses PCR, ELISA, dll.

6. Menganalisis ketepatan waktu pengambilan sampel.

40

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil pelaksanaan magang di Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Mahasiswa dapat mengaplikasikan teori yang didapatkan ketika

kuliah, diantaranya dengan melakukan isolasi bakteri Bacillus

thuringiensis H-14, mengidentifikasi jenis pinjal, tikus, dan

nyamuk, serta mendeteksi plasmodium dan microfilaria dalam

sediaan darah

2. Mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dalam deteksi

leptospirosis dengan PCR, maupun dengan test pack yang lebih

sederhana

3. Mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dalam

mengumpulkan data, mengidentifikasi permasalahan,

memprioritaskan masalah, menganalisis masalah, dan membuat

alternatif penyelesaian masalah kesehatan di B2P2VRP

4. Mahasiswa mengikuti banyak kegiatan di laboratorium sehingga

menjadi lebih berpengalaman dan mengetahui keterampilan yang

dibutuhkan di B2P2VRP

B. Saran

1. Bagi Mahasiswa

Mahasiswa dapat mempersiapkan wawasan dan ilmu pengetahuan

dengan lebih banyak membaca sebelum memasuki tempat magang

dan memperdalamnya ketika bertemu dengan orang-orang yang

lebih ahli dan berpengalaman.

41

2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

Progdi Kesehatan Masyarakat FIK UMS dapat memperluas

jaringan kerjasama agar dapat meningkatkan kualitas output

mahasiswa.

3. Bagi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan

Reservoir Penyakit (B2P2VRP)

a) Perlu penanaman kesadaran untuk selalu menggunakan APD

ketika pekerjaannya dapat menimbulkan resiko yang

membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

b) Memberikan kesempatan kepada setiap karyawan untuk ikut

merasakan pekerjaan lainnya dalam periode tertentu.

c) Menyiapkan pengganti untuk petugas-petugas yang akan

pensiun atau cuti sedini mungkin.

42

DAFTAR PUSTAKA

____. 2011. Profil B2P2VRP. B2P2VRP Salatiga.

____. 2013. Pestisida. http://id.wikipedia.org/wiki/Pestisida. Diakses pada tanggal

12 April 2013.

Bintang, Maria. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta : Erlangga.

Burgess, Graham W. 1995. Teknologi ELISA dalam Diagnosis dan Penelitian.

UGM Yogyakarta.

Hadi, Nur. 2011. Hubungan Antara Penggunaan APD (Alat Pelindung Diri)

dengan Kadar Kolinesterase pada Petani di Dusun Kenteng Desa

Sumowono Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang. Skripsi. Stikes

Ngudi Waluyo Semarang.

Laeis, Zuhdiar. 2013. Awas Tikus, Dua Penderita Leptospirosis Meninggal.

http://www.antarajateng.com/detail/index.php?id=74622#.UWTrYshKb6.

Diakses pada 10 April 2013.

Rachman, Taufik. 2013. Leptospirosis di DIY Didominasi Petani.

http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/13/03/19/mjw0mn-

leptospirosis-di-diy-didominasi-petani. Diakses pada 10 April 2013.

Septiyaning, Indah. 2013. Kasus Leptospirosis Solo : Awas! 1 orang meninggal,

Leptospirosis Intai Terminal Tirtonardi. http://www.solopos.com/

2013/03/18/kasus-leptospirosis-solo-awas-1-meninggal-leptospirosis-intai-

terminal-tirtonadi-388969. Diakses pada 10 April 2013.

Soewoto, Hafiz, dkk. 2001. Biokimia Ekperimen Laboratorium. Jakarta : Widya

Medika.

Suprapto, Hadi, 2010. 40 Persen Penduduk Indonesia Masih Petani.

http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/173123-40--penduduk-indonesia-

petani. Diakses pada tanggal 12 April 2013.

Yuwono, Triwibowo. 2006. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction.

Yogyakarta : Andi.

Pembuatan Isolasi DNA

Praktek PCR (Polymerase Chain Reaction)

Alat PCR-Thermal Cycler

Primer (Cairan yang digunakan sebagai penguji/pendeteksi) Leptospira Sp

Standard Operational Procedure (SOP) Isolasi DNA

Instruksi kerja isolasi DNA Whole Blood dengan DNA Wizard Promega :

1. Masukkan cell lysis solution 900 µl ke dalam micro sentrifuge tube 1,5 ml,

tambahkan 300 µl sampel whole blood. Vortex hingga homogen.

2. Inkubasi 10 menit pada temperature ruang, invert 2-3 kali selama inkubasi

3. Sentrifuge dengan kecepatan 16000G selama 10 menit

4. Pipet dan buang supernatan, sisakan pelet dan cairan residu 10-20 µl.

Ulangi tahap ini 1-4 kali jika sampel darah membeku hingga pelet berwarna

putih. Vortex 10-15 detik

5. Tambahkan nuclelysis solution 200 µl pipetting selama 5-6 kali. Vortex

hingga homogen. Inkubasi 37oC selama 1 jam sampai gularan larut

6. Tambahkan 1,5 µl RNAse solution, campur sampel dengan inverting

selama 3-5 kali. Inkubasi selama 15 menit pada suhu 37oC

7. Tambahkan protein presipitation 100 µl, vortex selama 10-20 detik

8. Sentrifuge dengan kecepatan 16000G selama 5 menit

9. Ambil supernatan, pindahkan ke microsentrifuge tube 1,5 µl yang baru.

Tambahkan isopropanol absolute 300 µl. Invert sampai terbentuk benang-

benang DNA. Sentrifuge dengan kecepatan 16000G selama 5 menit

10. Buang supernatan, dan tambahkan 50 µl ethanol 70% dingin untuk mencuci

DNA, kemudian sentrifuge lagi dengan 16000G selama 5 menit (pencucian

dilakukan maksimal 3x). buang ethanol dengan menjaga agar pelet tidak

ikut terbang

11. Keringkan pelet DNA

12. Tambahkan DNA rehydration solution 100 µl

13. Simpan DNA pada suhu 2-8oC

Standard Operational Procedure (SOP) PCR

Pelaksanaan PCR dilaksanakan pada hari selanjutnya dengan tahap-tahap sebagai

berikut :

1. denaturasi (pemisahan) untai DNA, yaitu dengan cara memanaskan sampel

pada suhu 90-95oC selama 1 menit sehingga terjadi pemisahan dari kedua

untai DNA dupleks.

2. annealing/hibridisasi pemula (penempelan oligonukleotida primer) dengan

mendinginkan suhu reaksi menjadi 50-62oC selama 1 menit secara tiba-tiba

sehingga oligonukleotida dapat menempel (hibridisasi) pada pita DNA.

3. pemanjangan rantai/pembentukan DNA baru (extention). Pada tahap ini,

komponen reaksi dipanaskan kembali pada suhu 72oC (suhu optimum Taq

polymerase) sehingga setiap DNA akan membentuk dua untai anak DNA

dan seluruhnya menjadi empat DNA.

4. Ketiga tahap tadi diulang 30-40 kali agar didapatkan jumlah untai DNA

yang cukup untuk menghasilkan reaksi yang optimal.

Gerbang Pintu Masuk B2P2VRP

Prasasti Peresmian Gedung Laboratorium Biologi Molekuler oleh Ka. Litbangkes