laporan live in desa wisata samiran
DESCRIPTION
Tugas Akhir - Pariwisata dan Budaya Lokal- Pariwisata Berkelanjutan- Analisa DampakTRANSCRIPT
TUGAS AKHIR
LAPORAN LIVE IN DI DESA SAMIRAN
KELOMPOK :
RINDO BAGUS SANJAYA (732013601)
R. HARIS (732013606)
NONI NUGRAHANINGSIH (732013609)
FC SARI (732013610)
Destinasi Pariwisata
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
2013 / 2014
PENDAHULUAN
Desa wisata Samiran merupakan desa wisata yang berada di Kecamatan Selo Kabupaten
Boyolali. Desa wisata ini mulai dikembangkan sebagai desa wisata pada tahun 2002an . Desa wisata
Samiran ini merupakan tujuan wisata alternative yang menawarkan kehidupan pedesaan, kentalnya
nilai kearifan lokal, yang mungkin akan menjadi salah satu obyek wisata yang diminati banyak orang
selain wisata belanja, wisata pesisir, dan sebagainya. Berikut merupakan profil dan karakteristik serta
paket wisata dan fasilitas yang bisa dinikmati di Desa Wisata Samiran :
Profil dan karakteristik desa wisata Samiran :
1. Desa wisata dengan konsep community based tourism development (pengembangan
pariwisata berbasis kemasyarakatan)
2. Bukan semata-mata wisata pedesaan, namun benar-benar desa wisata
3. Desa wisata dengan karakter pegunungan yang menawarkan udara yang sejuk, alami, serta
kearifan lokal yang kental
4. Memilki 60 kelompok kesenian tradisional setempat
5. Didukung penuh oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Boyolali
Paket wisata yang ditawarkan :
1. Live in dengan penduduk lokal
2. Soft trekking (Gunung Merapi dan Merbabu)
3. Trekking (Gunung Merapi dan Merbabu)
4. Outbound management training (Pelatihan manajemen outbond)
5. Permainan outbond
6. Wisata edukasi (belajar tari reog, gamelan, menanam sayur/buah)
7. Wisata petik sayur organik
8. Wisata petik strawberry dan kesemek (musiman)
9. Wisata perah susu sapi, kambing etawa atau domba
10. Wisata peternakan kelinci hias
11. Wisata kerajinan tembaga dan kuningan (Cepogo)
12. Flying fox
13. Nonton di Merapi theater
14. Gardu pandang New Selo dan UGA (Unit Gunung Api)
15. Medika wisata (wisata kesehatan)
Fasilitas :
1. Welcome traditional dance (jelantur/reog/topeng ireng)
2. Welcome traditional food & drink (jadah, tempe bacem, susu murni)
3. Instruktur outbound
4. Homestay (rumah penduduk)
5. Sarapan, makan siang, makan malam (menu lokal)
6. Pemandu wisata lokal
7. Asuransi (by request)
Pembangunan Desa Wisata Samiran merupakan sebuah obyek daya tarik wisata yang
mempunyai banyak dampak nyata bagi masyarakat disekitarnya. Dampak-dampak tersebut dapat
berupa dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan baik positif maupun juga negatif. Dampak yang
dapat dirasakan jelas oleh masyarakat adalah dari segi ekonomi, dimana dengan adanya desa wisata
di kawasan tersebut, mampu meningkatkan perekonomian masyarakat setempat yang ikut
berpartisipasi, misalnya melalui homestay yang mereka sewakan kepada turis, pemandu wisata lokal,
kemudian hasil pertanian maupun peternakan yang dijual langsung kepada turis ataupun diolah lagi
menjadi oleh-oleh, hasil kerajnan tangan, dll. Dampak sosial dari pengembangan desa wisata ini
dapat dilihat dimana masyarakat desa wisata ini saling bekerja sama, bahu membahu dalam usaha
yang mereka jalankan bersama-sama, sehingga masyarakat menjadi semakin hidup secara damai
dan terjaga kerukunannya. Dampak lingkungan yang timbul adalah dengan adanya homestay yang
disewakan kepada turis dapat meminimalisir issue lingkungan seperti pembangunan hotel yang
mengurangi lahan pertanian, sehingga tidak menimbulkan kepadatan bangunan.
Sedangkan dampak negatif yang muncul dari pembangunan desa wisata ini dari segi sosial;
membuat perubahan masyarakat, dari agraris menjadi lebih maju, bukan menjadi petani namun
berharap untuk dapat bekerja yang lebih dari petani. Dari segi lingkungan, semakin terkenalnya desa
wisata ini menyebabkan semakin banyak pengunjung yang datang yang akan membuat lingkungan
rawan oleh kerusakan, khususnya di wilayah Gunung Merapi. Oleh sebab itu, di Desa Samiran perlu
memikirkan carrying capacity yang ada. Dari segi ekonomi dengan pola pikir masyarakat yang lebih
maju dan tidak ingin menjadi petani lagi akan membuat perekonomian masyarakat menjadi
bergantung kepada pekerjaan di luar petani, misalnya saja sebagai guide, apabila semua warga
menjadi guide, maka tidak ada lagi yang ingin menjadi petani, padahal sektor pendapatan yang dapat
diperoleh dari pengembangan desa wisata tersebut selain menjadi guide adalah dengan bertani,
Dibawah ini akan dibahas secara lebih jauh mengenai aspek-aspek keberlanjutan/
sustainable yang sudah mulai diterapkan di desa wisata Samiran, Selo. Antara lain : partisipasi
(mengenai keikut sertaan semua pihak yang terlibat dalam pengembangan desa wisata, baik
pemerintah maupun swasta), keterlibatan stakeholder (mengenai siapa saja stakeholder yang
berperan dalam mengembangkan desa wisata dan bagaimana saja bentuk keterlibatan itu),
kepemilikan (mengenai sejauh mana kepemilikan desa wisata Samiran, apakah milik swasta atau
pemerintah), sember daya yang berkelanjutan (apa saja yang menjadi sumber daya di desa wisata,
baik SDA maupun SDM, serta bagaimanakah pengelolaannya), tujuan (mengenai tujuan dari
pembangunan desa wisata Samiran, dan sejauh mana pembangunan desa wisata tersebut), daya
dukung (mengenai daya dukung baik fisik, ekonomi, maupun sosial), monitoring dan evaluasi
(mengenai sejauh mana desa wisata dikembangkan dengan memonitoring dan pengevaluasian bagi
keberlanjutan desa wisata), tanggung jawab (bagaimanakah tanggung jawab dari pemerintah dan
masyarakat sendiri dalam mengembangkan desa wisata), pelatihan (mengenai pelatihan-pelatihan
apa saja yang telah diberikan kepada masyarakat dalam mengelola desa wisata yang ada), serta
promosi (mengenai cara mereka mempromosikan desa wisata tersebut untuk dapat mendatangkan
turis ke tempat tersebut). Untuk lebih jelasnya, hal tersebut akan dibahas ke dalam bagian isi.
PEMBAHASAN
Partisipasi
Partisipasi stakeholder / masyarakat lokal terhadap desa wisata Samiran merupakan kunci
dari keberhasilan pengembangan pariwisata tersebut. Mereka secara langsung berpartisipasi turun
langsung sebagai pengelola dari homestay, pertanian, peternakan, kesenian, kerajinan. Pengelolaan
homestay, mulai dari pembangunan, harga yang ditetapkan, menu makanan yang dimasak, itu
semua datang dari partisipasi masyarakat sendiri. Demikian pula dengan agrowisata, peternakan,
kesenian, dan kerajinan juga merupakan partisipasi masyarakat sendiri dalam mengelolanya.
Sedangkan partisipasi dari stakeholder pemerintah masih sangat minim dan masih kurang. Ini
seharusnya dapat menjadi tugas bagi pemerintah untuk dapat ikut serta lebih lagi bagi
pengembangan desa wisata Samiran, misalnya melalui promosi, pelatihan-pelatihan dari pemerintah,
dan juga dana dalam hal tertentu yang masih kurang.
Keterlibatan Stakeholder
Beberapa stakeholder yang ikut terlibat dalam pengembangan desa wisata Samiran ini
diantaranya adalah Dinas Pariwisata & Kebudayaan Boyolali, Bupati Boyolali, dan masyarakat
setempat sendiri yang membentuk suatu paguyuban desa wisata, dengan menaungi di bawahnya :
paguyuban homestay, paguyuban pemandu wisata, paguyuban agrowisata, paguyuban seni.
Dinas Pariwisata & Kebudayaan Boyolali serta Bupati Boyolali telah memberikan dukungan
penuh bagi pengembangan desa wisata Samiran, bentuk bantuan yang telah diberikan bukan berupa
dana/uang dalam pengembangannya, namun berupa pameran paket wisata yang ditawarkan, mereka
memfasilitasi desa wisata Samiran untuk mengembangkan potensi wisata yang ada di dalamnya.
Masyarakat lokal yang terlibat secara langsung turun untuk memberikan partisipasinya dalam
usaha pengembangan desa wisata. Beberapa paguyuban yang telah dibentuk, secara rutin, dalam
waktu yang telah ditentukan mengadakan pertemuan untuk membahas mengenai segala hal yang
menjadi masalah ataupun rencana ke depan. Masyarakat lokal secara mandiri membentuk kelompok-
kelompok / paguyuban yang secara langsung berwiraswasta mengelola usaha tersebut. Misalnya
saja, para ibu-ibu yang mengelola menu-menu homestay, mengolah hasil kebun dan ternak sebagai
oleh-oleh makanan khas, sedangkan para pria mengelola agrowisata dan peternakan, kerajinan
souvenir, kesenian, dll. Dalam pengembangannya, masyarakat desa wisata Samiran tidak
mengandalkan dana dari pemerintah dalam mengembangkan usahanya, mereka secara mandiri dan
gotong royong bersama-sama saling bahu-membahu mengolah segala kegiatan dengan dana
mereka sendiri. Mereka mendapatkan pendapatan dengan sistem bagi hasil, dimana hasil yang
diperoleh dibagi sama rata, dan sekitar 10% dari pendapatan tersebut disisihkan sebagai uang kas
sebelum mereka bagi hasil.
Kepemilikan
Pembangunan pariwisata di desa samiran sebagai desa wisata telah menawarkan dan
membuka lapangan pekerjaan baru dan berkualitas untuk masyarakat setempat Fasilitas penunjang
kepariwisataan seperti homestay, guide, dan pelengkap unsur – unsur kepariwisatan lainnya telah
dapat dikembangkan dan dimiliki oleh masyarakat Desa Samiran yang dalam pengelolaan dan
manajemennya dilakukan oleh masyarakat Desa Samiran itu sendiri. Di lain pihak ada keterkaitan
(linkages) antara pelaku-pelaku bisnis swasta dengan masyarakat lokal yang telah diupayakan oleh
masyarakat setempat dalam menunjang kepemilikan lokal tersebut. Misalnya rumah atau tanah
disewakan ke pihak asing selama beberapa tahun, hal ini dapat dilihat disalah satu homestay
Jiwaquest, yang dikelola pihak asing namun demikian dalam pengelolannya masih melibatkan
masyarakat lokal dalam menjalankan bisnisnya, menggunakan masyarakat setempat sebagai guide,
membutuhkan petani sebagai pemasok bahan makanan. Beberapa pengalaman kuliah lapangan
yang berlangsung selama tiga hari menunjukkan bahwa telah terlihat pendidikan dan pelatihan bagi
penduduk setempat yang telah ikut serta dalam mengambil peran dalam pengelolan desa wisata.
Terlihat juga kemudahan akses untuk para pelaku bisnis / wirausahawan setempat benar-benar
dibutuhkan dalam mewujudkan kepemilikan lokal.
Sebagian tanah dan perkebunan yang dikelola masyarakat Desa Samiran merupakan milik
mereka sendiri. Mereka menggarap hasil bumi mereka dan menjualnya untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Jadi ketika Desa Samiran ini mulai dikembangkan sebagai desa wisata, ini mendapat
sambutan hangat dari masyarakat sekitar, karena selain bercocok tanam dan beternak, masyarakat
bisa menyewakan rumah mereka untuk homestay.
Sumber Daya Yang Berkelanjutan
Pembangunan pariwisata harus dapat menggunakan sumber daya dengan berkelanjutan
yang artinya kegiatan-kegiatannya harus menghindari penggunaan sumber daya yang tidak dapat
diperbaharui (irreversible) secara berlebihan. Hal ini juga didukung dengan keterkaitan lokal dalam
tahap perencanaan, pembangunan dan pelaksanaan sehingga pembagian keuntungan yang adil
dapat diwujudkan. Dalam pelaksanaannya, kegiatan pariwisata harus menjamin bahwa sumber daya
alam dan buatan dapat dipelihara dan diperbaiki. Mengenai sumber daya di desa selo ada berapa
sumber daya yang harus kita perhatikan.
1. Pengunanaan Alam atau Lahan :
Perkampungan : Sebagian dari lahan desa ini digunakan untuk pemukiman / lahan
tempat tinggal masyarakat. Penggunaan lahan pemukiman penyebarannya setempat-
setempat, menempati daerah-daerah perbukitan berelief halus hingga sedang,
umumnya terkonsentrasi di sepanjang jalur jalan. Di beberapa tempat pada daerah yang
berlereng sedang agak kasar masih sering dijumpai pemukiman. Jadi pembangunan
homestay yang juga merupakan rumah penduduk ini berada tepat di daerah pemukiman
yang sudah dibangun memang untuk tempat tinggal, tanpa merusak alam atau lahan
lainnya yang bisa merusak ekosistem dan makhluk hidup lainnya.
Hutan penyebarannya kecil, umumnya terdapat pada daerah perbukitan berlereng terjal
sampai curam dengan vegetasi berbagai jenis pohon, dengan luas penyebaran tinggal
15%. Pembangunan Desa Wisata Samiran ini tidak menyentuh lahan konservasi atau
merusak hutan-hutan dan lahan yang masih asli. Masyarakat di desa ini masih sangat
menghargai leluhur mereka, dimana tidak boleh merusak alam atau mengubah lahan-
lahan yang belum dijamah untuk dijadikan sumber penopang ekonomi. Dari pikiran inilah
keberlanjutan alam di Desa Samiran masih terjaga dengan baik.
Sebagian besar lahan desa ini digunakan untuk sektor pertanian. Dan memang
sebagian besar penduduk desa ini hidup dari sektor tersebut. Lokasi pertanian terdapat
di bagian timur dan tengah dengan distribusi menyebar, paling luas terdapat di bagian
selatan dan setempat-setempat di bagian tengah dan timur. kaki-kaki perbukitan dan
setempat-setempat pada daerah yang berkemiringan lereng agak terjal, dengan luas
penyebaran 20%. Ketika mengunjungi desa ini, kita juga bisa melihat di kanan dan kiri
jalan banyak tanaman seperti berbagai macam sayuran,dll.
2. Lingkungan Sosial dan Budaya
Keramahan : Masyarakat desa samiran akan menyapa kita meski hanya dengan senyum
saat bertukar pandang meski tidak saling kenal. Jika kita memiliki kesulitan, jika kita
bertanya mereka akan dengan senang hati menjawab pertanyaan kita. Anak-anaknya
pun sangat ceria dan tidak memandang orang asing dengan kaku, mereka berinteraksi
dengan sangat baik. Jika kita datang ke sana sebagai orang asing, kita tidak akan
merasakan bahwa kita orang asing. Kita akan merasa sangat senang karena di terima
dengan baik. Nilai kearifan lokal di Desa Samiran ini masih kental walaupun sebagian
masyarakat mulai mendapatkan pendidikan formal di sekolah, berdagang di perkotaan,
dsb tetapi mereka tetap menjaga nilai-nilai kearifan mereka.
Kesopananan : Masyarakat Desa Samiran masih memegang teguh kesopanan dan
aturan tradisional. Seperti jam malam bagi anak-anak dan perempuan. Tidak adak
perempuan yang keluar rumah di atas jam 7 malam jika tidak ada kepentingan yang
mendesak. Begitu juga anak-anak. Mereka masih beranggapan dan mempercayai
bahwa perempuan itu tidak boleh keluar malam-malam karena itu adalah tindakan yang
kurang sopan dan membuat persepsi atau pandangan negatif pada perempuan itu.
Kesederhanaan : Masyarakat desa samiran masih di bilang sangat sederhana dan
berpikiran untuk hidup secara kolektif Seperti pikiran untuk memajukan desa mereka
secara swadana masih belum begitu banyak, sebagai contoh meski tahu akan
mendapatkan keuntungan dengan menyediakan rumah untuk homestay, tapi masih
belum banyak yang ingin memanfaatkan itu. Cara hidup merekapun masih sangat
sederhana. Banyak kita temui masyarakat yang berjalan sambil membawa rumput di
punggung mereka. Atau berjalan bersama-sama ke ladang. Jika tidak ada kegiatan di
ladang, mereka lebih memilih istirahat atau berkumpul dengan warga yang lain. Tidak
ada upaya untuk mencari cara lain agar dapat menaikan taraf hidup mereka.
Bahasa : Di Desa Samiran mereka masih mengunakan bahasa daerah mereka.
Sehingga ketika melakukan wawancara ada sedikit kendala dalam komunikasi. Tetapi
dalam konsep keberlanjutan, bahasa merupakan aspek yang perlu dilestarikan juga,
karena itu merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang mereka. Sehingga
pelatihan dalam hal bahasa juga diperlukan, sehingga masyarakat selain menggunakan
bahasa daerah mereka, juga bisa menggunakan bahasa Indonesia ketika berhadapan
dengan wisatawan.
Kebudayaan di Desa Samiran ini sudah banyak terakulturasi terhadap budaya-budaya
lain di luar desa tersebut. Kesenian-kesenian lokal di desa ini sudah menggunakan alat-
alat dan pakaian-pakaian modern yang terpengaruh kuat oleh budaya pop. Dalam
pembangunan rumahpun mereka tidak lagi mendesain rumah mereka menjadi rumah
joglo atau rumah adat Jawa, mereka mulai memasukkan konsep rumah minimalis ala
perkotaan, bahkan sudah banyak rumah-rumah mewah yang menghiasi setiap desa di
Samiran. Dari perubahan budaya inilah yang juga mempengaruhi cara berpikir
masyarakat desa, mereka mulai modern dan meninggalkan nilai tradisional mereka.
Kesenian : Di desa ini kesenian daerah yang masih tersisa adalah seni tari. Salah
satunya adalah seni tari Cambuk Mustiko, ini mulai diperkenalkan pada tahun 2002,
yang juga sudah diakui dan mendapatkan SK Bupati sehingga tarian ini sudah menjadi
salah satu tarian daerah yang diakui pemerintah. Seni tari ini berada dibawah naungan
Paguyuban Yoga Krida Taruna, dimana penari itu melibatkan kira-kira 75% pelajar dan
25% orang dewasa. Tarian ini sudah banyak terkontaminasi oleh budaya modern. Jadi
sudah tidak ada keorisinilan di dalam tarian ini. Mereka memasukkan alat musik dan
pakaian modern di dalam tarian tersebut. Mereka beranggapan bahwa semakin modern
alat musik dan pakaian akan menambah daya tarik bagi penontonnya, walaupun
sebenarnya wisatawan tidak melihat sisi modern tersebut, tetapi dimana keorisinilan
tersebut ditampilkan. Terlepas dari pakaian dan alat musik yang dipakai, sebenarnya
tarian ini mengandung banyak makna di dalamnya. Contohnya tarian Blarak Ngampar,
ada beberapa pernak-pernik yang menggambarkan suatu hal di dalamnya. Blarak
Ngampar sendiri bermakna kesungguhan kita berjuang, keikhlasan, dan rasa tanggung
jawab terhadap alam. Tarian ini ditampilkan saat bulan Jawa atau Sura, dan ini
merupakan salah satu simbol konservasi bagi masyarakat Desa Samiran. Beberapa
hiasan di dalam pakaian tersebut ada rotan (artinya untuk mengikat sumber mata air),
bulu (kelestarian ekosistem), kemudian dalam alat musik tradisionalnya mereka
menggunakan gamelan, gong, kulintang, dan kendang. Semua itu dipadukan serentak
dalam pementasannya.
Kemudian ketika wisatawan datang, akan disambut dengan Tarian Soreng, ini bercerita
tentang masyarakat mempertahankan wilayah daerah Selo ketika jaman penjajahan
Belanda. Tarian Soreng ini juga sudah mulai terpengaruh budaya modern, mereka
memasukkan beberapa teknologi modern seperti amplifier, microphone, bass drum, dsb.
Tujuan Desa Wisata dan Pembangunan Pariwisata di Desa Wisata Selo
Tujuan-tujuan masyarakat hendaknya dapat diwadahi dalam kegiatan pariwisata agar terjalin
kondisi yang harmonis antara pengunjung dan wisatawan, tidak hanya itu saja, tempat dimana
masyarakat tinggal bisa menjadi penopang bagi kehidupan mereka. Pariwisata dalam tujuannya
adalah untuk menyejahterkan dan menopang ekonomi masyrakatan di sekitarnya, menjaga
keberlanjutan ekosistem dan keragaman hayati serta dapat melestarikannya menjadi sebuah warisan
bagi anak cucu. Walaupun Desa Wisata Samiran masih baru dalam jajaran wisata pedesaan, tetapi
nilai-nilai yang masih dibawa di Desa Samiran ini merupakan salah satu daya tarik wisata yang perlu
diperhatikan. Era modern ini telah mengubah sedikit dari masyarakat sekitar sehingga nilai keaslian
mereka lama-lama meluntur. Hanya sebagian saja masyarakat yang masih menjaga keasliannya.
Tujuan pengembangan Desa Wisata Samiran ini sebagian besar mengarah ke pertumbuhan ekonomi
saja, yang walaupun dibalik pembangunan ekonomi masih ada aspek sosial dan budaya dan
lingkungan yang perlu diperhatikan. Contoh nyata dapat dilihat pada komunitas tarian Blarak
Ngampar di Desa Samiran, banyak terjadi akulturasi budaya di dalamnya. Masyarakat beranggapan
bahwa semakin modern budaya yang ditampilkan kepada kalayak umum maka semakin menarik
minat masyarakat untuk melihat budaya tersebut. Padahal pada kenyataannya, wisatawan dan
pengunjung yang datang ke desa tersebut ingin menikmati nilai khas yang dibawa masyarakat di
desa tersebut, bukan budaya mainstream yang sudah masuk dan mempengaruhi kemurnian budaya
asli mereka. Dibangunnya Desa Wisata Samiran ini diharapkan bisa menjaga keutuhan nilai-nilai
sosial dan budaya serta menjaga kelestarian alam yang masih alami di desa tersebut.
Daya Dukung
Dalam pariwisata berkelanjutan, daya dukung atau carrying capacity merupakan hal yang
perlu diperhatikan. Daya dukung yang perlu diperhatikan meliputi daya dukung fisik, alami, sosial, dan
budaya. Di desa Samiran memberikan batasan maksimal jumlah wisatawan berdasarkan jumlah
homestay yang ada di desa tersebut, ini berkisar antara 100-150 orang untuk wisatawan. Beberapa
kegiatan yang dilakukan di Desa Samiran dibagi dalam kelompok-kelompok, supaya kegiatan-
kegiatan tersebut tidak mengganggu aktivitas warga karena terlalu banyaknya peserta. Mayoritas
penduduk di Desa Samiran dalam kehidupannya sehari-hari masih menggunakan dan memanfaatkan
sumber daya alam yang ada, seperti mengairi kebun, memberi minum ternak, serta kehidupan rumah
tangga seperti memasak, mandi, minum, dan sebagainya dengan memanfaatkan mata air langsung
dari sumbernya, yaitu dari gunung Merbabu, dimana alat-alat pengairan seperti pipa-pipa mereka
dapat dari pemerintah. Jadi, di desa Samiran ini mereka tidak menggunakan air PDAM, mereka
memanfaatkan sumber daya yang ada. Oleh karena itu mereka gencar mengatakan dan
mengingatkan kepada pengunjung untuk hemat dan bertanggung jawab dalam pemakaian air, ini
dapat dilihat di homestays terdapat aturan-aturan dalam penggunaan air. Selain menggunakan air
dari pegunungan, warga di desa Samiran juga menggunakan tenaga listrik mereka dari kotoran-
kotoran sapi yang diolah kembali menjadi biogas dan dapat menjadi pembangkit tenaga listrik bagi
rumah-rumah. Walaupun sudah ada tenaga biogas di Desa Samiran, mereka tetap menggunakan
saluran listrik dari pemerintah (PLN), untuk masalah listrikpun warga desa Samiran mengingatkan
pengunjung untuk selalu hemat dan tanggung jawab dalam pemakaiannya. Sumber daya yang
melimpah di Desa Samiran dapat untuk menghidupi warga-warganya, dimana harga pangan yang
murah dan jumlah yang banyak bisa untuk kehidupan sehari-hari.
Lahan-lahan pertanian masih sangat luas di Desa Samiran. Itulah kenapa masyarakat di desa
ini sebagian besar bekerja sebagai petani. Dalam pembangunan menuju desa wisata, masyarakat
sekitar sedikit-sedikit mulai membangun rumah-rumah penginapan yang memakan lahan mereka
sendiri. Peran pariwisata dalam keberlanjutan lahan sangat dibutuhkan disini, bagaimana
memberikan penyuluhan-penyuluhan agar lahan tidak tergusur pemukiman dan masih terjaga di satu
sisi ekonomi mereka dapat ditopang dari pariwisata. Carrying capacity harus mulai diterapkan di Desa
Samiran sebelum desa ini berkembang besar dan susah untuk menerapkan carrying capacity yang
diharapkan.
Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan di desa wisata
Samiran cukup baik. Walaupun desa wisata Samiran ini baru dikembangkan tahun 2002an lalu tetapi
perkembangannya cukup baik, dari segi penataan ruang, infrastruktur, pelaku-pelaku kegiatan,
kebersihan, keamanan, dan sebagainya, yang mereka juga tidak menutup ruang untuk menerima
kritik dan saran dari pengunjung/wisatawan, sehingga desa wisata ini akan lebih baik ke depannya.
Konsep keberlanjutan ini harus diterapkan di Desa Samiran agar semua nilai budaya sosial dan
ekonomi asli mereka tidak terbawa arus modern yang akan menghilangkan keaslian di Desa Samiran
tersebut. Di desa ini masih perlu banyak dukungan dan ajakan untuk bersama membangun desa
wisata berkonsep berkelanjutan, karena tidak semua masyarakat bisa sejalan dengan konsep
keberlanjutan ini. Sebagian masyarakat masih menjaga keaslian desa ini, tetapi ada sebagian yang
sudah mulai meninggalkannya. Ini dapat dilihat dari gaya hidup masyarakat sekitar, ketika ada
pertanyaan kepada beberapa warga „„apa harapan ke depan bagi Desa Wisata Samiran ini? Apakah
akan terus menjaga keaslian seperti saat ini ke depannya?‟‟, dan jawaban mereka sangat bertolak
belakang dengan konsep keberlanjutan „‟kami ingin desa ini berkembang pesat, dari bangunan yang
modern akan datang banyak orang, alat-alat pertanian dan peternakan modern,dsb‟‟. Memang
pemikiran ini tidak bisa disalahkan, karena pada kenyataannya pembangunan dari segi ekonomi dan
pembangunan dengan konsep keberlanjutan sangat bertolak belakang walaupun harusnya ada suatu
keterkaitan di dalamnya. Di satu sisi masyarakat ingin ekonomi mereka berkembang, disisi lain ada
kebudayaan, keaslian desa tersebut mereka korbankan. Ini merupakan masalah riil yang perlu
diberikan monitoring dan evaluasi kembali, untuk mengajak masyarakat desa bagaimana
meningkatnkan ekonomi mereka tanpa harus mengorbankan semua yang sudah ada.
Desa Samiran terletak diantara Gunung Merbabu dan Merapi, yang tidak menutup
kemungkinan untuk meletus kapan saja. Untuk penanganan masalah gunung meletus ini masih perlu
diperhatikan lagi oleh pengelola obyek wisata karena keamanan dan keselamatan wisatawan /
pengunjung juga merupakan hal utama yang perlu diperhatikan.
Tanggung Jawab
Perencanaan pariwisata harus memberi perhatian yang besar pada kesempatan
mendapatkan pekerjaan, pendapatan, dan perbaikan kesehatan masyarakat lokal yang tercermin
dalam kebijakan-kebijakan pembangunan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam harus
dapat menjamin akuntabilitas dan sumber-sumber yang ada tidak dieksploitasi secara berlebihan.
Pembangunan desa wisata Samiran juga ikut membantu masyarakat sekitar dalam menopang
ekonomi. Selain membuka usaha-usaha seperti homestay dan warung makan, masyarakat juga bisa
ikut dalam kegiatan bersama wisatawan. Adanya wisatawan yang datang ke desa tersebut juga
menguntungkan masyarakat sekitar yang berjualan di sekitar desa. Konsep pariwisata berkelanjutan
di Desa Samiran mulai diperkenalkan oleh pengelola usaha desa wisata tersebut. Salah satu
penggeraknya adalah Ibu Dayang, beliau aktif dalam kegiatan-kegiatan pariwisata yang berhubungan
langsung di desa Samiran. Konsep keberlanjutan mulai diterapkan di desa ini, selain untuk menjaga
keaslian desa tersebut tetapi juga dari keaslian ini bisa menarik wisatawan sehingga datang ke desa
tersebut. Kehidupan warga yang masih tradisional merupakan salah satu aspek yang perlu
dipertahankan, itulah perlu adanya konsep keberlanjutan di Desa Samiran ini. Pengaruh modernisasi
yang masuk ke Desa Samiran ini telah mengubah sedikit kebudayaan asli mereka. Seperti contoh
dalam tarian tradisional mereka „Blarak Ngampar‟ yang dimasukkan alat musik modern (drum,
keyboard) dan pakaian yang sudah modern. Tarian ini-pun sudah banyak tercampur oleh tarian dari
luar Desa Samiran, mereka memasukkan tari Barong dari Bali dan tari reog Ponorogo dari Jawa
Timur. Alasan mereka adalah bahwa semua ini untuk menarik wisatawan dan masyarakat untuk lebih
tertarik pada kebudayaan tradisional. Padahal justru wisatawan sendiri tidak melihat kebudayaan dari
sisi estetika fisik saja, tetapi dilihat dari nilai asli yang terkandung di dalamnya.
Pelatihan
Pengembangan SDM sangat diperlukan untuk tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam
tatanan yang seimbang dan berkelanjutan di bidang kepariwisataan. Berdasarkan UU No. 10 tahun
2009 tentang Kepariwisataan, SDM Pariwisata pada intinya dapat digolongkan berdasarkan
institusinya sebagai berikut :
1. Institusi Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah
2. Institusi Swasta / Industri
3. Masyarakat
Salah satu ruang lingkup atau area pengembangan SDM pariwisata adalah Pelatihan.
Pelatihan adalah bagian dari pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan
meningkatkan ketrampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat
dan metodenya mengutamakan praktek daripada teori (Inpres Nomor 15 tahun 1974).
Setelah dicanangkan Ekowisata pada tahun 2002 dan jalur SSB (Solo, Selo, Borobudur) yang
menjadi awal munculnya pondok - pondok wisata (Homestay), Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Provinsi Jawa Tengah mulai memberikan perhatian ke Selo untuk diangkat sebagai Desa Wisata
Selo. Dari situ mulai diajak perwakilan dari Pelaku Usaha Desa Wisata Selo untuk mengikuti
Roadshow ke luar Jateng untuk study banding ke Desa Wisata diluar Jateng, diantaranya ke Bali,
Pangandaran, dll.
Desa Wisata Selo juga menerapkan pelatihan untuk para pelaku usaha ataupun pegiat
wisata. Pelatihan untuk membekali pengetahuan para pelaku usaha atau pegiat wisata dalam
meningkatkan keterampilan bisnis, vocational (keahlian tertentu), dan profesional. Pelatihan meliputi
tentang manajemen homestay, teknik memandu untuk HPI, serta perekrutan pemuda desa untuk
diberikan pelatihan kerajinan dan kesenian. Pelatihan yang terselenggara baik dibiayai oleh
Pemerintah ataupun Swadaya Masyarakat.
Pelatihan untuk pemilik usaha dan pelaku di Paguyuban Homestay di Selo diantaranya
adalah pelatihan Making Bed, yaitu bagaimana selayaknya menata kamar dan memasang sprei
sesuai standar akomodasi. Pelatihan yang pernah diadakan, diantaranya didanai oleh Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Boyolali, pernah juga diadakan oleh sebuah Lembaga
Pendidikan Profesi dan didanai oleh swadaya masyarakat.
Paguyuban HPI yang kebanyakan anggotanya terdiri dari para Guide trekking dan Porter juga
sering mendapatkan pelatihan baik dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah
ataupun dari Lembaga Profesional Profesi serta dari HPI DPD Jateng dan HPI DPC Boyolali yang
menaungi kelembagaan HPI Selo secara langsung. Pelatihan berupa teknik guiding dan pelatihan
bahasa Asing (Inggris).
Sertifikasi Profesi juga pernah diadakan oleh Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
pada tahun 2012 untuk Profesi Pemandu Wisata Alam. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat
kepada usaha dan pekerja pariwisata untuk mendukung peningkatan mutu produk pariwisata,
pelayanan, dan pengelolaan kepariwisataan (UU no. 10/2009 Kepariwisataan). Sertifikat yang
dikeluarkan dengan standard SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) dari LSP
Nusantara Bandung. Sertifikat profesi ini diadakan secara gratis kepada semua Pemandu Wisata di
Selo yang telah tergabung sebagai anggota HPI DPC Boyolali.
Paguyuban Seni dan Kerajinan Selo pun memiliki cara sendiri dalam mengadakan pelatihan
dilingkungan mereka. Mereka mengajak para pemuda desa, bahkan mereka yang masih duduk
dibangku sekolahan, untuk belajar seni Tari dan seni kriya. Pelatihan pengolahan hasil pertanian dan
peternakan untuk menjadi home industry yang lebih menghasilkan juga telah dijalankan di Selo,
seperti misalnya industri Dodol Susu yang dikembangkan oleh kelompok “BERDAYA” wanita tani
yang merupakan hasil binaan PPKwu LPPM UNS.. Kebanyakan dari kegiatan ini didanai oleh
swadaya masyarakat.
Kurangnya pelatihan justru terjadi di Instansi Pemerintah. Tourist Information Centre (TIC)
yang berada di Joglo Merapi 1, Dukuh Lencoh, Selo. TIC ini merupakan milik UPT Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kabupaten Boyolali. Selain lokasinya yang dirasa kurang strategis ternyata
petugasnya sendiri kurang memenuhi syarat sebagai petugas informasi. Petugas TIC yang adalah
seorang PNS kurang bisa menjadi petugas informasi jika dinilai dari minimnya pengetahuan yang
dimiliki, baik tentang Selo dan potensi/aktifitas wisata yang dimiliki Selo. Selain pemahaman tentang
wilayah yang wajib dimiliki oleh Petugas TIC, pelatihan kemampuan petugas TIC dalam penggunaan
Teknologi Informasi dan Public Relation juga perlu diberikan.
Promosi
Aktivitas promosi kepariwisataan secara prinsip merupakan kegiatan komunikasi, yang
dilakukan oleh organisasi penyelenggara pariwisata (destinasi) yang berusaha mempengaruhi
khalayak / pasar wisatawan yang merupakan sasaran dari penjualan produk wisatanya. Berdasarkan
UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan: “Pemasaran Pariwisata bersama, terpadu dan
berkesinambungan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan serta pemasaran yang
bertanggung jawab dalam membangun Indonesia sebagai destinasi pariwisata yang berdaya saing.”
Kegiatan promosi Kepariwisataan yang dilaksanakan oleh Desa Wisata Selo diantaranya
adalah mengikuti kegiatan promosi diantaranya: Roadshow ke luar Jateng yang diadakan oleh
Dinbudpar Prov. Jateng, mengikuti Tourism Expo baik yang diselenggarakan oleh Instansi
Pemerintahan Jateng ataupun di luar Jateng, bahkan promosi juga dilakukan melalui event budaya
yang diselenggarakan di wilayah sendiri setiap tahunnya untuk mengundang wisatawan hadir ke
Selo. Event budaya yang diadakan di Selo antara lain Sedekah Gunung yang diadakan di Desa
Lencoh Kec. Selo setiap malam 1 Suro, ada juga Kirab Budaya yang diadakan di Desa Samiran Kec.
Selo yang dilaksanakan setiap tanggal 2 Suro. Kekhasan acara Sedekah Gunung yang merupakan
tanda syukur masyarakat Selo dan sekitarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa serta kegiatan Kirab
Budaya, dimana kedua kegiatan ini telah dimeriahkan dengan tarian dan atraksi oleh masyarakat
setempat, diharapkan mampu turut mempromosikan Desa Wisata Selo dan mengundang banyak
wisatawan / pengunjung dari luar wilayah Selo dan Boyolali.
Desa Wisata Selo menerapkan konsep responsible marketing, dimana pengembangan Citra
Pariwisata Selo yang masih menjunjung tinggi aset penting yang berupa budaya, alam serta pelibatan
masyarakat. Citra Pariwisata Selo yang masih menjunjung kearifan budaya lokal yang mengajak
wisatawan untuk ikut bertanggung jawab dalam menjaga kelestarian lingkungan, mendukung
pemberdayaan masyarakat lokal, dan taat pada hukum dan aturan adat setempat, dipercaya akan
membentuk citra positif destinasi.
Selain itu, salah satu bentuk program pemasaran / promosi pariwisata di Desa Wisata Selo
adalah dibuatnya produk wisata. Paguyuban Desa Wisata Selo telah menyiapkan variasi paket -
paket wisata yang ditawarkan kepada wisatawan sesuai dengan segmentasi yang berbeda. Paket
wisata yang ditawarkan diantaranya adalah: Paket Trekking Merapi dan Merbabu, Paket Outbound,
Paket Agrowisata serta pementasan Seni Tradisional. Dengan adanya produk wisata yang dibuat
semenarik dan seefektif mungkin akan mempermudah wisatawan dalam melihat aktivitas apa saja
yang bisa didapatkan ketika berwisata ke wilayah Selo.
Menurut Soni, pemilik Homestay Ratri sekaligus ketua HPI Selo, menyampaikan bahwa
Travel Blogger adalah sarana promosi paling utama yang membantu memasarkan Homestay nya
serta paket Trekking Merapi - Merbabu nya ke pasar wisatawan asing. Selain media promosi online,
Soni secara pribadi juga melakukan promosi secara langsung ke Biro Perjalanan di wilayah
Yogyakarta, Bali, Surabaya, Pangandaran dan daerah lainnya.
Penutup
Desa Wisata Selo sedang berbenah diri sebagai salah satu destinasi Desa Wisata di Jawa
Tengah. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memenuhi syarat sebagai Desa Wisata. Beberapa
pihak terkait baik dari Pelaku Usaha, Masyarakat dan Instansi Pemerintahan, bersama - sama
membangun dan mengelola Desa Wisata yang tetap berpegang teguh dengan kearifan lokal.
Beberapa upaya yang dilakukan adalah dalam bentuk Pelatihan SDM dan Promosi destinasi
sekaligus pencitraan yang baik sebagai destinasi ke wisatawan.
Keseriusan Desa Wisata Selo dalam mempersiapkan diri sebagai salah satu destinasi yang
patut dikunjungi salah satunya terlihat dari pelatihan SDM yang sering diadakan untuk memingkatkan
kualitas SDM, sehingga mempersiapkan tenaga baik Profesional dan Tenaga Teknis untuk dapat
memiliki kemampuan mumpuni. Namun sayang di bidang Teknokrat masih kurang tersentuh dengan
kegiatan pelatihan / pengembangan SDM.
Tenaga Profesional disini adalah SDM yang harus memiliki keahlian untuk mengelola dan
mengembangkan usaha pariwisata. Tenaga Teknis adalah SDM yang harus memiliki kompetensi
berupa ketrampilan untuk melaksanakan tugas - tugas yang bersifat teknis dalam pariwisata.
Sedangkan tenaga Teknokrat adalah SDM yang harus memiliki kompetensi untuk mengembangkan
rancang bangun, kebijakan, diversifikasi produk wisata dan pemasaran pariwisata.
Kesiapan Desa Wisata Selo dalam mempromosikan wilayahnya sebagai destinasi dapat
dilihat dari produk - produk wisata yang telah mereka siapkan untuk wisatawan. Produk - produk
wisata yang variatif dengan segmen pasar yang variatif pula telah menunjukkan bahwa Selo tidak
hanya sebagai destinasi minat khusus (start trekking merapi - merbabu) saja namun aktivitias wisata
di Selo sudah mulai beragam, sekaligus menunjukkan pada pemberdayaan masyarakat Selo melalui
pariwisata sudah sangat baik dilakukan. Masyarakat secara keseluruhan telah dilibatkan dalam tiap
kegiatan produk wisata, seperti misalnya Paket Agrowisata yang melibatkan sektor pertanian, paket
wisata edukasi yang banyak melibatkan sektor home industry, Paket wisata kesenian yang tentu saja
melibatkan kaum seniman yang ada di Selo, dll. Selain membantu mengembangkan potensi ekonomi
masyarakat juga turut memelihara tatanan nilai budaya setempat yang ada selama ini. Ini dipercaya
mampu memberikan citra positif untuk Desa Wisata Selo sebagai destinasi wisata.
Promosi potensi pariwisata bukan hanya bagaimana mengikuti event - event promosi, namun
bagaimana Selo menampilkan diri menjadi daya tarik dengan kegiatan - kegiatan budaya yang
dijalankan setiap tahunnya. Selain itu peran media sangat berperan besar khususnya media internet
dalam mempromosikan Desa Wisata Selo sebagai destinasi wisata minat khusus (start trekking
merapi-merbabu) kepada wisatawan baik lokal maupun mancanegara bahwa
Kesimpulan dan Saran
Sustainable Tourism Development / Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan merupakan
konsep pembangunan yang harus diterapkan di Desa Wisata Samiran. Karena keunggulan dari
obyek wisata pedesaan adalah nilai keaslian yang masih terkandung di dalamnya. Perlu adanya
kesadaran dari masyarakat untuk terus mempertahankan keaslian mereka sehingga desa wisata ini
akan semakin diminati oleh banyak orang. Banyak sekali aspek yang perlu diperhatikan dalam
pembangunan pariwisata berkelanjutan di Desa Samiran ini, yaitu : Kepemilikan lokal, keterlibatan
stakeholder, partisipasi masyarakat dalam pembangunannya, perhatian terhadap sumber daya yang
berkelanjutan, carrying capacity, monitoring dan evaluasi, tanggung jawab, pelatihan, serta promosi,
dimana semua itu harus dilaksanakan dengan baik sehingga Desa Samiran bisa menjadi desa wisata
yang memperhatikan konsep keberlanjutan.
Desa Wisata Samiran merupakan desa wisata yang masih baru dalam jajaran obyek dan
daya tarik wisata pedesaan di Jawa Tengah. Tetapi dalam manajemen dan pengelolaannya sudah
sangat baik, dan tidak kalah dibandingkan dengan desa-desa wisata lainnya. Nilai kearifan lokal
masih terjaga dengan baik di Desa Samiran ini. Inilah yang menjadi salah satu daya tarik bagi
wisatawan selain keindahan alam dan kesejukan yang ada di Desa Samiran tersebut.
Pembangunan infrastruktur di Desa Wisata Samiran sudah terbilang baik, akses yang
ditempuh juga mudah, pembangunan jalan yang merata, terdapat kantor polisi, bank, dan pasar.
Sehingga ketika wisatawan datang ke desa ini, maka semua dapat diakses dengan mudah. Untuk
masalah air dan listrik sudah dibangun baik, akses internetpun dapat dijangkau di Desa Samiran ini,
sehingga tetap memudahkan businessman yang mau bekerja sambil liburan di desa ini.
Tidak dapat dipungkiri bahwa era modern telah mulai masuk ke Desa Samiran ini. Perubahan
pola pikir, tatanan, gaya hidup, serta perilaku masyarakat mulai tampak pada sebagian masyarakat.
Pariwisata juga berpengaruh besar pada perilaku masyarakat di Desa Samiran ini. Untuk itu
pariwisata harus bisa ikut andil dalam pembangunan Desa Wisata yang ideal, yang seimbang tanpa
ada berat sebelah di dalamnya. Di satu sisi pariwisata dapat mengangkat perekonomian masyarakat
di desa tersebut dan di sisi yang lain nilai-nilai asli, kebudayaan, kearifan lokal, dan semua yang
masih asli di Desa Samiran tersebut bisa terus lestari dan bisa dinikmati oleh anak cucu mereka
kelak, dan dapat menjadi pariwisata yang berkelanjutan.
Banyak upaya agar desa wisata ini bisa terus berkembang dan selalu menjaga keaslian
mereka. Dengan adanya pelatihan-pelatihan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, kebijakan-
kebijakan pemerintah yang mulai diperketat terkait pembangunan pariwisata berkelanutan dan
pelestarian budaya, serta koordinasi yang baik antara wisatawan dan penduduk setempat sehingga
semua cita-cita dalam pembangunan desa wisata yang ideal bisa tercapai dengan sangat baik.
Keterlibatan stakeholder dalam pembangunan pariwisata di Desa Samiran ini juga sangat
diperlukan. Harus ada keterbukaan antara masyarakat, pengusaha pariwisata, pengelola usaha
pariwisata serta pemerintah itu sendiri. Menjalin koordinasi yang baik, sehingga semua pihak bisa
sama-sama membangun pariwisata yang diharapkan. Keamanan juga merupakan kunci kesuksesan
suatu destinasi wisata, ketika semua aspek sudah tercapai tetapi dari segi keamanan masih tidak
terkendali, maka semua itu akan menjadi sia-sia. Maka dari itu keamanan juga perlu diperhatikan
dalam pembangunan pariwisata di Desa Samiran ini, yang walaupun desa ini sudah memenuhi
standar keamanan untuk sebuah destinasi wisata.
Pendidikan formal era modern ini juga dapat dijadikan alat sebagai pemicu semangat anak-
anak Desa Wisata Samiran untuk terus menjaga desa tersebut menjadi desa yang mempertahankan
nilai budayanya. Dengan memasukkan kurikulum muatan lokal, kegiatan ekstrakulikuler tentang
kesenian-kesenian lokal, lifeskill, dan pelajaran-pelajaran lain yang mungkin bisa untuk
menumbuhkan rasa cinta akan budaya mereka. Selain dari pelajaran formal di sekolah, orang tua di
Desa Samiran juga diberikan arahan-arahan sehingga mereka juga akan menerapkan apa yang telah
mereka dapat ke anak-anak mereka. Karena generasi barulah yang akan menjadi pelaku dalam
pelestarian budaya selanjutnya.