laporan kinerja puslitbang tanaman pangansakip.pertanian.go.id/admin/data2/lakin-tp 2016 new 31 jan...
TRANSCRIPT
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian i
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ii
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian iii
LAPORAN KINERJA
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
TANAMAN PANGAN
2016
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2017
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian iv
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian v
KATA PENGANTAR
Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang)
Tanaman Pangan merupakan instansi pemerintah di
bawah Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian.
Sebagai salah satu unit kerja yang mandiri, Puslitbang
Tanaman Pangan wajib membuat dan menyampaikan
laporan kinerja (LAKIN) di bidang penelitian dan
pengembangan pertanian khususnya tanaman pangan.
Laporan kinerja Puslitbang Tanaman Pangan 2016
ini merupakan tahun kedua Renstra 2015-2019 yang
disusun menurut acuan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk
Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara Reviu Atas laporan
Kinerja Instansi Pemerintah. Pencapaian sasaran strategis yang didukung oleh
pelaksanaan berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan tanaman pangan
merupakan wujud pertanggung-jawaban atas amanah yang diemban Puslitbang
Tanaman Pangan sesuai tugas pokok dan fungsinya.
Laporan ini menyajikan hasil penelitian seperti varietas unggul baru,
teknologi budi daya, benih sumber, dan kegiatan penunjang dalam pencapaian
tujuan dan sasaran strategis Puslitbang Tanaman Pangan.
Semoga laporan ini dapat memenuhi harapan masyarakat dan dalam
rangka membangun kinerja khususnya dalam penelitian dan pengembangan
tanaman pangan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pengembangan
IPTEK tanaman pangan.
Bogor, 10 Januari 2017
Kepala Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan,
Dr. Ali Jamil
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian vi
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian vii
IKHTISAR EKSEKUTIF
Kinerja pembangunan pertanian selama periode 2016 relatif berhasil dalam
mencapai empat target sukses Kementerian Pertanian yang patut disyukuri. Produksi
pertanian 2016 secara umum meningkat dibandingkan tahun 2015, bahkan tidak ada
impor beras selama tahun 2016. Ditjen. Tanaman Pangan melaporkan bahwa tahun
2016 prakiraan produksi padi sebanyak 79,14 juta ton GKG atau meningkat 3,74 juta
ton (4,97%) dibandingkan produksi tahun 2015. Produksi jagung sebanyak 23,16 juta
ton pipilan kering atau meningkat 3,55 juta ton (18,11%). Namun, kedelai belum
mampu swasembada karena produksi tahun 2016 hanya 885,58 ribu ton biji kering
atau mengalami penurunan 77,61 ribu ton (8,06%) dibandingkan tahun 2015. Hal ini
merupakan suatu tantangan untuk mengupayakan terus peningkatan produksi dan
produktivitas tanaman pangan.
Puslitbang Tanaman Pangan merupakan salah satu unit kerja di bawah
Badan Litbang Pertanian dengan mandat melakukan litbang padi dan palawija.
Visi Puslitbang Tanaman Pangan adalah ‖Menjadi lembaga penelitian dan
pengembangan tanaman pangan terkemuka di dunia dalam mewujudkan sistem
pertanian bioindustri berkelanjutan‖. Mandat tersebut dilaksanakan bersama
dengan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi di Sukamandi, Balai Penelitian
Tanaman Aneka Kacang dan Umbi di Malang, Balai Penelitian Tanaman Serealia
di Maros, dan Loka Penelitian Penyakit Tungro di Lanrang, Sulsel.
Kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) tanaman pangan pada
periode 2015-2019 diarahkan untuk menghasilkan inovasi teknologi perbaikan
kuantitas dan kualitas produksi bahan baku bioindustri berbasis tanaman
pangan yang ramah lingkungan dan minimum eskternal input.
Output yang akan dicapai dituangkan dalam Indikator Kinerja Utama (IKU)
litbang tanaman pangan yaitu: 1) Jumlah varietas unggul baru tanaman pangan,
2) Jumlah teknologi budi daya, panen, dan pascapanen primer tanaman
pangan, 3) Jumlah produksi benih sumber tanaman pangan, 4) Jumlah
rekomendasi kebijakan pengembangan tanaman pangan, 5) Jumlah sekolah
lapang produksi dan distribusi benih terintegrasi dengan 1000 desa mandiri
benih, dan 6) Jumlah Taman Sains Pertanian (TSP). Dilaporkan pula kegiatan
pengelolaan sumber daya genetik tanaman pangan, diseminasi, realisasi
keuangan, dan sumber daya penelitian.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian viii
Kriteria ukuran keberhasilan pencapaian sasaran tahun 2016 ditetapkan
berdasarkan laporan capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) satker lingkup
Puslitbang Tanaman Pangan yang dipantau setiap triwulan dan kunjungan ke
lapangan setiap semester. Kriteria penilaian terbagi 4 (empat) kategori
berdasarkan skoring, yaitu: Sangat berhasil, jika capaian sasaran >100%,
Berhasil, jika capaian sasaran 80-100%, Cukup berhasil, jika capaian sasaran 60-
<80%, dan Kurang berhasil, jika capaian sasaran <60%.
Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan tahun 2016 secara umum tercapai
bahkan sebagian melebihi target. Telah dilepas dan disidangkan 21 VUB, yaitu 6
VUB padi (varietas Inpari 42 Agritan GSR, Inpari 43 Agritan GSR, Inpari 44
Agritan, Inpago 12 Agritan, Inpago IPB 9G, dan Unsoed Parimas), 8 VUB aneka
kacang dan ubi (kedelai Deja1, Deja2, Detap1, Devon2, kacang hijau varietas
Vima 4 dan Vima 5, ubi jalar varietas Patting 1 dan Patting 2), 7 VUB tanaman
serealia (jagung HJ28 Agritan, JH35, JH47, Srikandi Kuning 2, gandum Guri 6,
dan sorgum Soper 6 Agritan). Telah dirakit 20 paket teknologi budi daya
tanaman pangan. Produksi benih sumber 232,5 ton dari target 218 ton. Di
samping itu, telah dihasilkan 9 paket rekomendasi kebijakan tanaman pangan,
Sekolah Lapang Kedaulatan Pangan Mendukung Swasembada Pangan
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ix
terintegrasi Desa Mandiri Benih di 15 propinsi, pembangunan Taman Sains
Pertanian (TSP) di Sukamandi (BBPadi), sedangkan di Balitsereal Maros dimulai
sejak 2015, serta pengelolaan sumber daya genetik, dan diseminasi hasil
penelitian tanaman pangan.
Kinerja anggaran berdasarkan pagu tanpa diblokir sebesar 96,72%,
sedangkan berdasarkan pagu dikurangi pemblokiran 98,83%. Total anggaran
lingkup Puslitbang Tanaman Pangan TA 2016 sebesar Rp. 163.825.271.000,
namun ada pemblokiran anggaran Rp.3.500.000.000. Realisasi anggaran sampai
dengan 31 Desember 2016 sebesar 158.450.684.647,- (96,72%), terdiri dari
Belanja Pegawai Rp. 56.549.605.749 (98,73%), Belanja Barang Operasional
Rp.17.009.244.763 (98,28%), Belanja Barang Non-Operasional
Rp.46.059.702.685 (94,27%), dan Belanja Modal Rp. 38.832.131.147 (96,16%).
Adapun Realisasi Penerimaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP)
sampai dengan 31 Desember 2016 antara lain Penerimaan Umum sebesar Rp.
491.764.690,- (356,58%) dan Penerimaan Fungsional Rp. 4.612.990.250,-
(120,11%). Total penerimaan PNBP lingkup Puslitbang Tanaman Pangan sebesar
Rp. 5.104.754.940,- (128,31%) dari target.
Sumber daya manusia di lingkup Puslitbang Tanaman Pangan sampai
dengan 31 Desember 2016 berjumlah 768 orang, berkurang daripada tahun 2015
sebanyak 814 orang, karena adanya pegawai yang purna tugas. Kualitas SDM
terus ditingkatkan melalui pendidikan jangka pendek dan jangka panjang.
Ketersediaan sarana dan prasarana telah dimanfaatkan secara optimal untuk
penelitian dan laboratorium telah terakreditasi. Tahun 2015 Balitkabi dan BBPadi
mendapat penghargaan sebagai Pusat Unggulan Iptek (PUI) oleh Kemenristek
Dikti, dan Balitsereal tahun 2016 menjadi Pusat Unggulan Iptek Binaan.
Kerja sama penelitian telah terjalin dengan lembaga penelitian
internasional (IRRI, CYMMIT, dll) dan dalam negeri (perguruan tinggi, BATAN,
LIPI), serta swasta. Beberapa produk Puslitbang Tanaman Pangan telah diminati
swasta dan dilisensikan tahun 2016, antara lain jagung hibrida varietas Bima 16
oleh PT Tunas Widji Inti Nayottama, jagung hibrida varietas JH 27 oleh PT
Pertani, jagung hibrida varietas JH 234 oleh PT Green Grow Indonesia, dan
Biopestisida Metarian 10 WP oleh PT Biosindo Mitra Jaya.
Ini merupakan suatu bentuk scientific dan impact recognition terhadap
kinerja Puslitbang Tanaman Pangan. Kinerja 2016 telah menjadi acuan
penyusunan rencana kegiatan tahun mendatang dan bahan reviu Renstra
Puslitbang Tanaman Pangan 2015-2019.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian x
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian xi
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................. v
Ikhtisar Eksekutif .............................................................. vii
Daftar Isi .......................................................................... xi
I. Pendahuluan ................................................................ 1
II. Perencanaan dan Perjanjian Kinerja .…………..………... 9
2.1. Rencana Strategis 2015 - 2019..........….……........... 11
2.2. Rencana Kinerja Tahunan 2016....………….............. 15
2.3. Perjanjian Kinerja 2016......................................... 16
III. Akuntabilitas Kinerja ……………………........................... 23
3.1. Kriteria Ukuran Keberhasilan Pencapaian Kinerja..... 25
3.2. Pencapaian Kinerja ............................................... 25
3.3. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja Puslitbang
Tanaman Pangan ................................................. 27
3.4. Capaian Kinerja Lainnya ....................................... 126
3.5. Akuntabilitas Keuangan …………………………….......... 127
3.6. Analisis Akuntabilitas Keuangan ........................... 130
IV. Penutup ....................................................................... 133
Lampiran:
1. Rencana Strategis (RS) Puslitbang Tanmaan Pangan 2015 - 2019
2. Penetapan Kinerja (PK) tahun 2016
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian xii
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 1
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kinerja pembangunan pertanian selama periode 2016 relatif berhasil dalam
mencapai empat target sukses Kementerian Pertanian yang patut disyukuri. Produksi
pertanian 2016 secara umum meningkat dibandingkan tahun 2015, bahkan tidak ada
impor beras selama tahun 2016. Ditjen. Tanaman Pangan melaporkan bahwa tahun
2016 prakiraan produksi padi sebanyak 79,14 juta ton GKG atau meningkat 3,74 juta
ton (4,97%) dibandingkan produksi tahun 2015. Produksi jagung sebanyak 23,16 juta
ton pipilan kering atau meningkat 3,55 juta ton (18,11%). Namun, kedelai belum
mampu swasembada karena produksi tahun 2016 hanya 885,58 ribu ton biji kering
atau mengalami penurunan 77,61 ribu ton (8,06%) dibandingkan tahun 2015. Hal ini
merupakan suatu tantangan untuk mengupayakan terus peningkatan produksi dan
produktivitas tanaman pangan.
Pembangunan pertanian di Indonesia masih akan menghadapi tantangan yang
terkait dengan penambahan jumlah penduduk, perubahan iklim, dan perubahan
pasar global yang mempengaruhi lingkungan strategis sektor pertanian
Indonesia. Terkait dengan dinamika perubahan lingkungan strategis domestik dan
global tersebut, maka perlu mencermati potensi (kekuatan dan peluang) maupun
permasalahan/kelemahan dan implikasinya yang dihadapi subsektor pertanian
tanaman pangan. Pembangunan pertanian dalam lima tahun ke depan
berlandaskan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) ke tiga (2015-2019), di mana RPJMN sebagai penjabaran dari Visi,
Program Aksi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, serta
berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025.
Visi pembangunan dalam RPJM 2015-2019 adalah ―Terwujudnya Indonesia
yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong‖. Visi
tersebut dijabarkan menjadi Tujuh Misi serta Sembilan Agenda Prioritas (NAWA
CITA). Kesembilan Agenda Prioritas lima tahun ke depan adalah 1) Menghadirkan
kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman
pada seluruh warga negara, 2) Membangun tata kelola pemerintahan yang
bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, 3) Membangun Indonesia dari
pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa dalam kerangka negara
kesatuan, 4) Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan
penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya, 5)
Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, 6) Meningkatkan produktivitas
rakyat dan daya saing di pasar internasional, 7) Mewujudkan kemandirian
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 4
ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik, 8)
Melakukan revolusi karakter bangsa, dan 9) Memperteguh ke- bhineka-an dan
memperkuat restorasi sosial Indonesia. Berdasarkan rincian dari Sembilan Agenda
Prioritas, maka agenda prioritas di bidang pertanian terdiri dari dua hal, yaitu
Peningkatan Agroindustri dan Peningkatan Kedaulatan Pangan.
Teknologi pertanian yang dibutuhkan ke depan harus sejalan dengan era
revolusi bioekonomi (Modern Agriculture) sesuai konsep Ekonomi Biru yang
digerakkan oleh revolusi bioteknologi dan bioenjinering untuk menghasilkan
biomasa sebesar-besarnya yang akan diolah menjadi bahan pangan, pakan,
energi, obat-obatan, dan beragam bioproduk lain secara berkelanjutan.
Puslitbang Tanaman Pangan akan berperan semakin strategis guna
mendukung pengembangan Modern Agriculture yang ditandai dengan
pengembangan 1) Bio-Science (Genom Research), 2) Teknologi Inovasi menjawab
Perubahan Iklim, dan 3) Aplikasi IT (Bioinformatika, Agrimap Info, dan
Diseminasi). Puslitbang Tanaman Pangan, sebagai lembaga pendukung Sektor
Pertanian perlu merumuskan perencanaan strategis lima tahun ke depan secara
lebih kontekstual dalam merespon perubahan lingkungan strategis.
1.2. Kedudukan Tugas Dan Fungsi
Puslitbang Tanaman Pangan merupakan salah satu unit kerja di bawah
Badan Litbang Pertanian yang memperoleh mandat melaksanakan penelitian dan
pengembangan tanaman padi dan palawija. Tugas yang diemban Puslitbang
Tanaman Pangan menyiapkan perumusan kebijakan dan program serta
melaksanakan penelitian dan pengembangan tanaman pangan. Penelitian yang
dilakukan bersifat mendasar dan strategis untuk mendapatkan teknologi tinggi
dan inovatif yang berlaku bagi agroekologi dominan di beberapa wilayah.
Penelitian yang bersifat hulu (upstream) ditujukan untuk mengembangkan
teknologi dasar dan teknologi generik yang akan diuji daya adaptasi oleh BPTP
sebelum disebarluaskan kepada petani.
Dalam melaksanakan tugasnya, Puslitbang Tanaman Pangan
menyelenggarakan fungsi yaitu: a) penyiapan rumusan dan kebijakan penelitian dan
pengembangan, b) perumusan program penelitian dan pengembangan, c)
pelaksanaan kerja sama dan pendayagunaan hasil penelitian dan pengembangan,
d) pelaksanaan penelitian dan pengembangan, e) evaluasi serta pelaporan
pelaksanaan penelitian dan pengembangan tanaman pangan, dan f) pelaksanaan
urusan tata usaha dan rumah tangga di tingkat pusat.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 5
Struktur Organisasi Puslitbang Tanaman Pangan
Puslitbang Tanaman Pangan dipimpin oleh Kepala Pusat dibantu: 1)
Bidang Program dan Evaluasi membawahi Subbidang Program dan Subbidang
Evaluasi, 2) Bidang Kerja Sama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian membawahi
Subbidang Kerja Sama Penelitian dan Subbidang Pendayagunaan Hasil Penelitian,
dan 3) Bagian Tata Usaha membawahi Subbagian Kepegawaian dan Rumah
Tangga, dan Subbagian Keuangan dan Perlengkapan.
Kegiatan operasional penelitian dilaksanakan oleh satu Balai Besar, dua Balai,
dan satu Loka Penelitian, sebagai berikut:
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) Sukamandi, Jawa Barat,
bertugas melakukan penelitian tanaman padi.
Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi), Malang,
Jawa Timur, bertugas melakukan penelitian tanaman aneka kacang dan
umbi.
Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal), Maros, Sulawesi
Selatan, bertugas melakukan penelitian tanaman jagung dan serealia lain.
Loka Penelitian Penyakit Tungro (Lolit Tungro), di Lanrang, Sulawesi
Selatan, bertugas melakukan penelitian penyakit tungro tanaman padi.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 6
1.3. Sumber Daya Manusia
Untuk melaksanakan mandat, tugas, dan fungsinya, Puslitbang Tanaman
Pangan didukung sarana kebun percobaan dan laboratorium yang terakreditasi,
serta tenaga fungsional peneliti dan administrasi.
Jumlah pegawai di lingkup Puslitbang Tanaman Pangan setiap tahun
berkurang secara alamiah karena purna tugas. Jumlah SDM tahun 2016
berjumlah 768 orang, tahun 2015 berjumlah 814 orang, dan tahun 2010
berjumlah 901 orang. Pengurangan pegawai terjadi di seluruh satker lingkup
Puslitbang Tanaman Pangan. Saat ini SDM lingkup Puslitbang Tanaman Pangan
didukung oleh 63 orang S3, 100 orang S2, 174 S1, serta 9 orang profesor riset
(Tabel 1).
Tabel 1. Distribusi SDM di lingkup Puslitbang Tanaman Pangan berdasarkan
pendidikan, 31 Desember 2016.
Satker SDM berdasarkan tingkat pendidikan
Total S3 S2 S1 D3 D2 SLTA SLTP SD
Puslitbangtan 10 9 18 6 0 41 5 4 93
BBPadi 17 25 57 9 1 95 5 22 231
Balitkabi 20 32 53 7 0 60 19 17 208
Balitsereal 15 29 35 13 0 65 16 29 202
Lolit Tungro 1 5 11 2 0 11 0 4 34
Jumlah 63 100 174 37 1 262 45 76 768
1.4. Dukungan Anggaran
Dukungan anggaran sangat diperlukan untuk merakit teknologi menjawab
berbagai tantangan pembangunan pertanian, seperti pengelolaan lahan
suboptimal yang sangat luas guna meningkatkan produktivitas lahan dan
produksi padi, jagung, dan kedelai, serta tanaman pangan lainnya.
Puslitbang Tanaman Pangan memperoleh anggaran guna menunjang
kegiatan manajemen dan pelaksanaan penelitian dan pengembangan tanaman
pangan. Alokasi anggaran bervariasi dari tahun 2010 – 2016, pada tahun 2016
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 7
Puslitbang Tanaman Pangan memperoleh anggaran sebesar Rp. 163,82 miliar
yang lebih rendah dibandingkan tahun 2015 sebesar Rp. 164,48 miliar (Tabel 2).
Namun, hal ini tidak menyurutkan kinerja lembaga sesuai dengan sasaran yang
akan dicapai dan diamanatkan guna mendukung peningkatan agroindustri dan
kedaulatan pangan.
Tabel 2. Pagu anggaran lingkup Puslitbang Tanaman Pangan 2010-2016 .
Satker Jumlah anggaran per tahun (x Rp.juta)
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Puslitbangtan 11.024 12.384 19.979 56.148 20.976 22.909 17.606
BBPadi 42.994 80.348 53.740 55.109 44.349 52.800 59.805
Balitkabi 18.989 20.830 29.478 31.854 31.995 37.491 44.200
Balitsereal 43.048 23.090 28.597 31.634 26.363 45.527 37.229
Lolit Tungro 2.516 2.999 4.376 6.792 4.786 5.750 4.982
Jumlah 118.523 139.652 136.172 181.539 128.472 164.480 163.825
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 8
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 9
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 10
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 11
II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
2.1. RENCANA STRATEGIS 2015 - 2019
Visi
Visi dan Misi Puslitbang Tanaman Pangan 2015-2019 mengacu pada visi
dan misi Badan Litbang Pertanian dan merupakan bagian integral dari visi dan misi
Kementerian Pertanian, dengan memperhatikan dinamika lingkungan strategis,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kondisi yang diharapkan
pada tahun 2019. Visi Badan Litbang Pertanian adalah: ―Menjadi lembaga
penelitian dan pengembangan pertanian terkemuka di dunia dalam mewujudkan
sistem pertanian bioindustri tropika berkelanjutan‖
Sejalan dengan visi Badan Litbang Pertanian, maka Puslitbang Tanaman
Pangan merumuskan visi yaitu: ‖Menjadi lembaga penelitian dan pengembangan
tanaman pangan terkemuka di dunia dalam mewujudkan sistem pertanian
bioindustri berkelanjutan‖.
Misi
Misi yang diemban Puslitbang Tanaman Pangan adalah:
1. Mewujudkan inovasi pertanian bioindustri tropika unggul berdaya saing
berbasis advanced technology dan bioscience, bioengineering,
teknologi responsif terhadap dinamika perubahan iklim, dan aplikasi Teknologi
Informasi serta peningkatan scientific recognition.
2. Mewujudkan spektrum diseminasi multi channel (SDMC) untuk
mengoptimalkan pemanfaatan inovasi pertanian bioindustri tropika unggul
serta peningkatan impact recognition.
Tujuan Dan Sasaran
Tujuan kegiatan Puslitbang Tanaman Pangan tahun 2015 – 2019 antara
lain:
1. Menghasilkan varietas unggul baru, benih dasar bermutu, teknologi budi daya,
produksi, pascapanen primer, model pengembangan pertanian, dengan
memanfaatkan biosains dan bioenjinering.
2. Menghasilkan rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian yang
aplikatif, baik bersifat antisipatif maupun responsif yang berdampak pada
meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 12
3. Meningkatkan kualitas dan pengelolaan sumber daya penelitian dan
pengembangan pertanian.
4. Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan dalam melaksanakan
penelitian dan pengembangan pertanian, mendiseminasikan iptek, serta
membangun jejaring kerja sama nasional dan internasional.
5. Mengembangkan jejaring kerja sama nasional dan internasional dalam
rangka penguasaan sains dan teknologi (scientific recognition), serta
pemanfaatannya dalam pembangunan pertanian (impact recognition).
Sasaran kegiatan Puslitbang Tanaman Pangan antara lain:
1. Tersedianya varietas unggul baru berdaya saing dengan meman-
faatkan advance techonology (genomic, bioinformatika dan iradiasi).
2. Tersedia dan terdistribusinya benih sumber padi, serealia, serta kacang dan
umbi untuk penyebaran varietas berdasarkan SMM ISO 9001-2008.
3. Tersedianya teknologi budi daya panen dan pascapanen primer tanaman.
4. Tersedianya model pengembangan agribisnis tanaman pangan terpadu dan
berkelanjutan.
5. Tersedianya rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian tanaman
pangan mendukung sistem agribisnis terpadu dan berkelanjutan.
Arah Kebijakan Litbang Pertanian
Arah kebijakan dan strategi penelitian dan pengembangan ke depan
disusun dengan mempertimbangkan sasaran pembangunan pertanian 2015–2019
melalui peningkatan penguasaan dan pengembangan IPTEK yang inovatif,
efisien, dan efektif dengan mengedepankan kaidah ilmiah dan berkontribusi
terhadap perkembangan IPTEK dalam mewujudkan sistem pertanian bioindustri
berkelanjutan. Kebijakan tersebut diimplementasikan melalui pemanfaatan
sumber daya penelitian secara optimal dan meningkatkan jejaring kerja sama
dengan institusi lain, baik nasional maupun internasional.
Arah kebijakan pengembangan Badan Litbang Pertanian adalah:
1. Mengembangkan kegiatan penelitian yang menunjang peningkatan produksi
pertanian melalui peningkatan produktivitas, perluasan area pertanian,
terutama di lahan suboptimal, serta mendukung penyediaan sumber
bahan pangan yang beragam.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 13
2. Mendorong pengembangan dan penerapan advance technology untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya
pertanian.
3. Mendorong terciptanya suasana keilmuan dan kehidupan ilmiah yang
kondusif untuk mengoptimalkan sumber daya manusia dalam pelaksanaan
penelitian dan pengembangan serta diseminasi hasil penelitian.
4. Meningkatkan kerja sama dan sinergi yang saling menguatkan antar-
UK/UPT lingkup Badan Litbang Pertanian dan dengan berbagai lembaga
penelitian terkait di dalam dan luar negeri.
Program
Program Badan Litbang Pertanian periode 2015-2019 diarahkan untuk
menghasilkan teknologi dan inovasi pertanian bioindustri berkelanjutan.
Tanaman pangan merupakan merupakan komoditas strategis. Hal ini telah
selaras dengan kebijakan Kementerian Pertanian yang menetapkan litbang
menurut fokus komoditas dalam 8 (delapan) kelompok produk, yaitu: 1) Bahan
makanan pokok nasional: padi, jagung, kedelai, gula, daging unggas, daging
sapi-kerbau, 2) Bahan makanan pokok lokal: sagu, jagung, umbi-umbian
(ubikayu, ubijalar), 3) Produk pertanian penting pengendali inflasi: cabai, bawang
merah, bawang putih, 4) Bahan baku industri: sawit, karet, kakao, kopi, lada, pala,
teh, susu, ubikayu, 5) Bahan baku industri: sorgum, gandum, tanaman obat dan
atsiri, 6) Produk industri pertanian: aneka tepung dan jamu, 7) Produk energi
pertanian: biodiesel, bioetanol, biogas, dan 8) Produk pertanian berorientasi
ekspor dan substitusi impor: nanas, manggis, salak, jeruk, mangga, kambing/
domba, florikultura.
Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan
Kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) tanaman pangan pada
periode 2015-2019 diarahkan untuk menghasilkan inovasi teknologi perbaikan
kuantitas dan kualitas produksi bahan baku bioindustri berbasis tanaman
pangan yang ramah lingkungan dan minimum eskternal input. Kegiatan
difokuskan pada perakitan varietas unggul tanaman pangan, terutama padi,
jagung, dan kedelai, dengan keunggulan satu atau lebih seperti potensi hasil tinggi,
umur sangat pendek (sangat genjah), dan toleran terhadap cekaman biotik dan
abiotik, adaptif dikembangkan di lahan suboptimal dan lahan terdampak perubahan
iklim akibat fenomena pemanasan global. Perakitan varietas unggul dirancang
sejak awal dengan melibatkan konsumen dan stakeholder agar sesuai preferensi
konsumen.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 14
Sumber daya genetik untuk perakitan varietas antisipatif dampak perubahan
iklim tidak selalu tersedia, maka perakitan varietas unggul tidak hanya
menggunakan pendekatan pemuliaan konvensional, tetapi juga pendekatan
biologi molekuler atau genomik untuk gen discovery dan pemanfaatan
teknologi informasi. Oleh karena itu, identifikasi sumber-sumber gen peningkatan
produktivitas, toleransi terhadap cekaman biotik/abiotik menjadi sangat penting
untuk dilakukan bersama-sama oleh litbang tanaman pangan bersama dengan
litbang bioteknologi. Penelitian dalam bentuk konsorsium ke depan dijadikan wadah
kegiatan perakitan varietas unggul dimulai dari merancang target pemuliaan. Peran
sumber daya genetik tanaman pangan menjadi sangat penting karena
keberhasilan identifikasi, karakterisasi morfologik dan genetik akan digunakan
sebagai sumber tetua unggul dalam perakitan varietas unggul baru yang
disesuaikan dengan tujuan perakitan.
Kegiatan diseminasi varietas unggul baru perlu dipercepat agar dapat
dimanfaatkan oleh petani dan stakeholder dengan system diseminasi multichannel
di antaranya melalui Model Desa Mandiri Benih, Taman Sains Pertanian (TSP),
Taman Tekno Pertanian (TTP), dan Laboratorium Lapang Inovasi Pertanian
(LL-IP). Berdasarkan jargon ―Benih adalah UPBS‖, maka ke depan litbang tanaman
pangan akan lebih fokus pada peningkatan peran dan fungsi UPBS tanaman padi,
jagung, dan kedelai untuk dapat memenuhi kebutuhan benih sumber nasional
mendukung penyebaran varietas spesifik lokasi. Tingkat adopsi varietas unggul
oleh petani dalam bentuk riil di lapangan melalui kegiatan diseminasi varietas
unggul yang baru dilepas. Kinerja UPBS dicirikan oleh kemampuannya menjaga
kemurnian genetik varietas yang telah diadopsi melalui penyediaan benih sumber
(BS dan FS) inbrida dan F1 hibrida padi dan jagung yang dihasilkan dengan
terus menerapkan sistem manajemen mutu (SMM) ISO 9001-2008. Balit lingkup
Puslitbang Tanaman Pangan akan dikembangkan secara bertahap menjadi TSP dan
bersama dengan BPTP mengembangkan TTP dan LL-IP.
Sejalan dengan hal tersebut, untuk aktualisasi potensi hasil varietas
unggul perlu disiapkan logistik benih sumber bermutu dan penelitian perakitan
dan atau perbaikan teknologi budi daya ramah lingkungan dengan pendekatan
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), yang disiapkan secara paralel dengan proses
perakitan varietas unggul. Perakitan dan atau perbaikan teknologi budi daya
pendukung yang meliputi teknologi pemupukan; cara tanam; pengelolaan air;
pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) seperti hama, penyakit, dan
gulma; panen dan pascapanen primer sejak awal lebih diarahkan untuk agro-
ekosistem lahan suboptimal dengan mempertimbangkan kondisi spesifik
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 15
lokasi dan antisipatif terhadap dinamika perubahan iklim. Integrasi teknologi budi
daya pendukung dalam PTT diarahkan untuk mampu meningkatkan produktivitas
aktual dan indeks panen, serta dapat menjadi bagian dari keseluruhan model
pengembangan pertanian tanaman pangan bioindustri berkelanjutan, yakni
kemandirian pangan dan kecukupan energi.
Target Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Sesuai dengan sasaran strategis, target kinerja Puslitbang Tanaman
Pangan antara lain:
1. Penciptaan varietas dan galur/klon unggul baru, adaptif dan berdaya
saing dengan memanfaatkan advanced technology dan bioscience.
2. Penciptaan teknologi dan inovasi budi daya, pascapanen, dan prototipe
alsintan berbasis bioscience dan bioenjinering dengan memanfaatkan
advanced techonology, seperti teknologi nano, bioteknologi, iradiasi,
bioinformatika, dan bioprosesing yang adaptif.
3. Penyediaan rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian.
4. Penyediaan dan pendistribusian produk inovasi pertanian (benih sumber)
dan materi alih teknologi.
5. Pengembangan Taman Sains Pertanian (Agro Science Park) dan Taman
Teknologi Pertanian (Agro Techno Park)
6. Pengembangan Model sekolah lapang (SL)-Kedaulatan Pangan mendukung
1.000 Desa Mandiri Benih.
7. Penguatan dan perluasan jejaring kerja mendukung terwujudnya lembaga
litbang pertanian yang andal dan terkemuka, serta meningkatkan HKI.
2.2. RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) 2016
Penyusunan rencana kinerja kegiatan penelitian diselaraskan dengan
sasaran Renstra Puslitbang Tanaman Pangan 2015-2019. Sejalan dengan hal
tersebut Puslitbang Tanaman Pangan setiap tahun telah menyusun Rencana
Kinerja Tahunan (RKT) 2016 yang berisi: 1) Sasaran strategis kegiatan yang akan
dilaksanakan, 2) Indikator kinerja berupa hasil yang akan dicapai secara terukur,
efektif, efisien, dan akuntabel, dan 3) Target yang akan dihasilkan.
Rencana kegiatan penelitian dan pengembangan tanaman pangan telah
dituangkan dalam RKT tahun 2016 yang disajikan pada Tabel 3.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 16
Tabel 3. Rencana Kinerja Tahunan Puslitbang Tanaman Pangan 2016.
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target
1. Terciptanya varietas
unggul baru tanaman
pangan
Jumlah varietas unggul
baru tanaman pangan
17 varietas
2. Terciptanya teknologi
budi daya, panen, dan
pascapanen primer
tanaman pangan
Jumlah teknologi budi
daya, panen, dan
pascapanen primer
tanaman pangan
20 teknologi
3. Tersedianya benih
sumber varietas unggul
baru padi, serealia, serta
kacang dan ubi untuk
penyebaran varietas
berdasarkan SMM ISO
9001-2008
Jumlah produksi benih
sumber varietas unggul
baru padi, jagung, kedelai,
serealia lain, aneka kacang
dan ubi
218 ton
4. Tersedianya rekomendasi
dan saran kebijakan
litbang tanaman pangan
Jumlah rekomendasi saran
kebijakan tanaman pangan
9 rekomendasi
5. Sekolah Lapang (SL)
produksi dan distribusi
benih terintegrasi dengan
1000 desa mandiri benih
Jumlah Sekolah Lapang
Produksi dan Distribusi
Benih terintegrasi dengan
1.000 Desa Mandiri Benih
15 propinsi
6. Pembangunan Taman
Sains Pertanian (Agro
Science Park)
Jumlah Taman Sains
Pertanian (TSP) di KP
Sukamandi, BBPadi.
1 propinsi
2.3. PERJANJIAN KINERJA (PK) 2016
Perjanjian Kinerja 2016 ditetapkan setelah disetujui dan diterbitkannya
DIPA tahun 2016. Perjanjian kinerja ini merupakan wujud komitmen antara
Kepala Puslitbang Tanaman Pangan dengan Kepala Badan Litbang Pertanian
sebagai tolok ukur keberhasilan dan dasar evaluasi akuntabilitas kinerja
Puslitbang Tanaman Pangan pada akhir tahun anggaran.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 17
Perjanjian kinerja tahun 2016 disajikan pada Tabel 4 setelah mengalami
revisi menyesuaikan revisi anggaran APBN.
Tabel 4. Perjanjian Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan 2016.
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target
1. Terciptanya varietas
unggul baru tanaman
pangan
Jumlah varietas unggul
baru tanaman pangan
17 varietas
2. Terciptanya teknologi
budi daya, panen, dan
pascapanen primer
tanaman pangan
Jumlah teknologi budi
daya, panen, dan
pascapanen primer
tanaman pangan
20 teknologi
3. Tersedianya benih
sumber varietas unggul
baru padi, serealia, serta
kacang dan ubi untuk
penyebaran varietas
berdasarkan SMM ISO
9001-2008
Jumlah produksi benih
sumber varietas unggul
baru padi, jagung, kedelai,
serealia lain, aneka kacang
dan ubi
218 ton
4. Tersedianya rekomendasi
dan saran kebijakan
litbang tanaman pangan
Jumlah rekomendasi saran
kebijakan tanaman pangan
9 rekomendasi
5. Sekolah Lapang (SL)
produksi dan distribusi
benih terintegrasi dengan
1000 desa mandiri benih
Jumlah Sekolah Lapang
Produksi dan Distribusi
Benih terintegrasi dengan
1.000 Desa Mandiri Benih
15 propinsi
6. Pembangunan Taman
Sains Pertanian (Agro
Science Park)
Jumlah Taman Sains
Pertanian (TSP) di KP
Sukamandi, BBPadi.
1 propinsi
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 18
Indikator Kinerja Utama
Output yang dituangkan dalam IKU litbang tanaman pangan meliputi: 1)
Jumlah varietas unggul baru tanaman pangan, 2) Jumlah teknologi budi daya,
panen, dan pascapanen primer tanaman pangan, 3) Jumlah produksi benih
sumber padi, jagung, kedelai, serealia lain, aneka kacang dan ubi, 4) Jumlah
rekomendasi kebijakan pengembangan tanaman pangan, 5) Jumlah sekolah
lapang produksi dan distribusi benih terintegrasi dengan 1.000 desa mandiri
Benih, dan 6) Jumlah Taman Sains Pertanian (TSP).
Dalam laporan Kinerja (LAKIN) Puslitbang Tanaman Pangan ini dilaporkan
juga perkembangan berbagai kegiatan lain, yaitu: a) Pengelolaan sumber daya
genetik tanaman pangan, b) Kegiatan diseminasi hasil penelitian tanaman
pangan, c) Laporan keuangan, dan d) Sumber daya penelitian.
Pencapaian target Indikator Kinerja Utama dilaksanakan melalui
serangkaian penelitian di Puslitbang Tanaman Pangan, BBPadi, Balitkabi,
Balitsereal, dan Lolit Tungro, dengan judul perakitan varietas unggul baru,
teknologi budi daya panen dan pascapanen primer, produksi benih sumber,
rekomendasi kebijakan pengembangan tanaman pangan, sekolah lapang
produksi dan distribusi benih terintegrasi dengan 1.000 desa mandiri benih, dan
pembangunan Taman Sains Pertanian (Agro Science Park) dengan rincian
sebagai berikut:
2.3.1. Penelitian pemuliaan dan perakitan varietas unggul baru
tanaman pangan, terdiri dari:
a. Perakitan varietas unggul baru padi
Perakitan varietas unggul padi dilaksanakan melalui 3 (tiga) kegiatan
setingkat RPTP yaitu: 1) Konsorsium Padi Nasional: perakitan varietas
unggul padi lahan suboptimal, 2) Perakitan varietas unggul padi sawah
inbrida, dan 3) Perakitan varietas unggul padi sawah hibrida. Penelitian ini
telah melibatkan 70 orang peneliti dengan pagu anggaran Rp.
4.719.550.000,-.
b. Perakitan varietas unggul baru aneka kacang dan ubi
Perakitan varietas unggul aneka kacang dan umbi dilaksanakan melalui
serangkaian penelitian setingkat RPTP dengan judul, yaitu: a) Konsorsium
Perakitan Varietas Kedelai Lahan Suboptimal, b) Perakitan Varietas Kedelai
untuk Lahan Optimal, c) Perakitan Varietas Kacang tanah dan Kacang hijau
Berdaya Hasil Tinggi, Toleran Cekaman Biotik dan Adaftif Lahan
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 19
Suboptimal, dan d) Perakitan Varietas Ubikayu dan Ubijalar Produksi
Tinggi, Agak Tahan Cekaman Biotik dan Toleran Cekaman Abiotik
Mendukung Bioindustri. Penelitian ini telah melibatkan 80 orang peneliti
dengan pagu anggaran sebesar Rp.1.810.000.000,-.
c. Perakitan varietas unggul baru jagung dan serealia lainnya
Perakitan varietas unggul jagung dan serealia lainnya dilaksanakan melalui
serangkaian penelitian setingkat RPTP dengan judul, yaitu: a) Perakitan
varietas jagung toleran lahan sub optimal mendukung swasembada
pangan berkelanjutan, b) Perakitan varietas jagung mendukung ketahanan
pangan nasional untuk lahan optmilal, c) Perakitan varietas dan teknologi
produksi gandum tropis mendukung pertanian bioindustri berkelanjutan,
dan d) Perakitan varietas dan teknologi pengelolaan sorgum pada lahan
sub optimal untuk ketahanan pangan dan pertanian bioindustri. Penelitian
ini telah melibatkan sekitar 35 orang peneliti dengan pagu anggaran
sebesar Rp.2.010.051.000,-.
2.3.2. Perakitan teknologi budi daya, panen, dan pascpanen primer
tanaman pangan
a. Teknologi budi daya tanaman padi
Kegiatan perakitan teknologi budi daya dan panen tanaman padi
dilaksanakan oleh BBPadi di Sukamandi dengan target dihasilkannya 5
(lima) teknologi yaitu : (1) Teknologi Jajar Legowo Super, (2) Teknologi
pengelolaan hara fosfor lahan sawah irigasi, (3) Teknologi penambahan pupuk
organik dan pupuk hayati pada padi gogo, (4) Teknologi pengendalian hama
lundi atau uret pada pertanaman padi gogo dengan teknik seed treatment; (5)
Potensi penggunaan beras merah dalam produk pangan basah, (6) Teknologi
pengendalian terpadu bio-intensif penyakit tungro dan (7) Teknologi pengelolaan
pestisida dalam pengendalian tungro dengan pagu anggaran sebesar Rp.
2.502.150.000,- didukung 45 orang peneliti. Kegiatan perakitan 2 (dua)
paket teknologi yang dilaksanakan oleh Lolit Tungro di Lanrang, Sulawesi
Selatan, dengan dukungan 5 orang peneliti dan pagu anggaran sebesar
Rp. 730.000.000,-.
b. Teknologi budi daya tanaman aneka kacang dan ubi
Kegiatan perakitan teknologi budi daya tanaman aneka kacang dam umbi
dilaksanakan di Balitkabi Malang melalui penelitian setingkat RPTP yaitu 1)
Budi daya Kedelai di Lahan Pasang Surut di Bawah Kelapa Sawit, 2)
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 20
Integrasi serbuk biji mimba dan nuclear polyhedrosis virus untuk
pengendalian hama pada tanaman kedelai di lahan pasang surut, 3)
Teknologi pemupukan dan aplikasi fitohormon pada ubikayu di lahan
pasang surut Kalimantan Selatan, 4) Teknologi Budi daya Kacang Tanah
Pada Lahan Salin, 5) Teknologi pemupukan pada kacang hijau di lahan
kering dan 6) Be-Bas: Formulaasi biopestisida dari konidia cendawan
entomopatogen Beauveria bassiana untuk mengendalikan berbagai jenis
hama tanaman. Jumlah pagu anggaran kegiatan penelitian ini sebesar
Rp.1.185.000.000,- melibatkan 81 orang peneliti.
c. Teknologi budi daya tanaman serealia
Kegiatan perakitan teknologi budi daya tanaman serealia dilaksanakan di
Balitsereal Maros melalui kegiatan penelitian: 1) Teknologi metode
penentuan rekomendasi pemupukan P pada tanaman jagung berdasarkan
ketersedian hara tanah dan potensi hasil tanaman, 2) Rekomendasi
pemupukan jagung spesifik lokasi pada lahan kering di Kabupaten
Bantaeng, 3) Pemanfaatan dekomposer yang efektif untuk pembuatan
pupuk organik, 4) Formulasi kombinasi biopestisida dan pestisida nabati
dalam pengendalian hawar upih (Rhizoctania solani), 5) Peta sebaran
spesies penyebab penyakit bulai, 6) Budi daya gandum yang beradaptasi
pada dataran menengah dan 7) Penentuan populasi optimum untuk budi
daya sorgum manis. Jumlah pagu anggaran kegiatan penelitian ini sebesar
Rp.935.002.000,-.
2.3.3.Produksi benih sumber tanaman pangan sesuai SMM ISO 9001-
2008, terdiri dari:
a. Penyediaan benih sumber padi.
Kegiatan penyediaan benih sumber ini dilaksanakan oleh BBPadi di
Sukamandi dan Lolit Tungro di Lanrang, Sulawesi Selatan dengan target
diproduksinya 100 ton benih sumber kelas BS, FS, dan SS. Pagu anggaran
di BBPadi Rp. 1.832.000.000,- untuk memproduksi 100 ton benih sumber
(kelas BS, FS, dan SS) dengan dukungan 30 orang peneliti, sedangkan
pagu anggaran di Lolit Tungro Rp. 295.000.000,- untuk memproduksi
benih sumber kelas SS 30 ton dan didukung oleh 3 orang peneliti. Total
biaya produksi benih sumber sebesar Rp. 2.127.000.000,- dengan
dukungan 33 orang peneliti.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 21
b. Penyediaan benih sumber kacang dan umbi.
Kegiatan penyediaan benih sumber aneka kacang dan umbi dilaksanakan
di Balitkabi Malang dengan target produksi 53 ton kelas NS, BS, dan FS.
Pagu anggaran produksi benih sumber sebesar Rp. 1.871.000.000,-
melibatkan 38 Peneliti.
c. Penyediaan benih sumber jagung dan serealia lain.
Kegiatan penyediaan benih sumber jagung dan serealia lainnya
dilaksanakan di Balitsereal Maros melalui kegiatan pengembangan sistem
produksi dan distribusi benih sumber jagung VUB dan serealia dengan
penerapan manajemen mutu dengan target produksi benih sumber 35 ton
kelas BS dan FS. Pagu anggaran produksi benih sebesar Rp.870.000.000,-.
2.3.4.Analisis Kebijakan Pengembangan Tanaman Pangan
Target output penelitian ini, yaitu: 1) Upaya Peningkatan Produktivitas
Padi Nasional, 2) Upaya Peningkatan Produktivitas Kedelai Nasional, 3)
Upaya Percepatan Adopsi Varietas Unggul Padi Inpari, 4) Upaya
Percepatan Adopsi Varietas Jagung Hibrida Balitbangtan, 5) Budi Daya
Kedelai Antisipasi Kekeringan di Lahan Sawah Tadah Hujan, 6) Potensi
Pengembangan Beras Khusus untuk Substitusi impor, 7) Pengembangan
Pupuk Hayati Agrimeth Mendukung Pengembangan Jarwo Super, 8)
Pengembangan Bioindustri Tanaman Pangan di Lahan Suboptimal dan 9)
Peningkatan Indeks Pertanaman di Lahan Rawa. Jumlah pagu anggaran
kegiatan penelitian ini sebesar Rp. 2.768.148.000-.
2.3.5. Sekolah Lapang (SL) Mandiri Benih
Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran produksi padi, jagung, dan
kedelai diperlukan penyediaan benih bermutu varietas unggul spesifik
lokasi agar sampai di tingkat petani. Untuk itu telah dibangun Model
penyediaan benih secara mandiri untuk hamparan unit desa dengan
melibatkan Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS) Balai Penelitian
Komoditas dengan UPBS Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
dengan menyediakan benih sumber bagi calon produsen benih. Dengan
Model Desa Mandiri Benih diharapkan apabila petani telah menyenangi
varietas baru, benihnya dapat disediakan secara mandiri. Jumlah total pagu
anggaran kegiatan penelitian ini sebesar Rp. 3.812.550.000,- yang tersebar di
Puslitbangtan Rp. 479.450.000,- BBPadi Rp. 1.748.100.000,- Balitkabi Rp.
880.000.000.- dan Balitsereal Rp. 705.000.000,-
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 22
2.3.6.Pembangunan Taman Sains Pertanian di KP Sukamandi, BBPadi,
Jawa Barat
Kegiatan Pembangunan Taman Sains Pertanian (TSP) tahun 2016 dilaksanakan
di KP Sukamandi, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BBPadi), Sukamandi
Jawa Barat sebagai TSP Bioindustri Padi. TSP BBPadi Sukamandi dimulai
tahun 2016 sudah disusun Site plan di kawasan seluas 20 ha serta
pembangunan sarana dan prasarana, antara lain Gedung/bangsal dryer
sebagai tempat unit proses pengering gabah dan tempat stock sementara,
serta tempat pelaksanaan bimbingan teknis atau tamu peninjau, Gedung
Alsintan sebagai tempat unit proses persemaian dengan mesin Dapog, dan
selasar/jalan menuju kawasan TSP dengan pagu anggaran Rp.
5.000.000.000.
Pembangunan Taman Sains Pertanian (TSP) tahun 2016 di Balai Penelitian
Tanaman Serealia, Maros, Sulawesi Selatan merupakan kelanjutan dari
kegiatan pembangunan TSP tahun 2015. TSP Balitsereal dengan ruang
lingkup padi, jagung, hortikultura, perikanan, dan peternakan yang berorientasi
kepada pertanian terpadu, ilmiah, estetika, dan ekonomi. Pagu anggaran
untuk kegiatan ini sebesar Rp. 3.640.496.000,-.
2.3.7.Pengelolaan dan Pengkayaan Sumber Daya Genetik Tanaman
Pangan
Target kegiatan ini adalah diperolehnya informasi hasil karakterisasi dan
rejuvinasi sumber daya genetik tanaman padi, jagung, kacang-kacangan,
umbi-umbian, dan serealia lainnya dengan target sebesar 4.145 aksesi.
Pagu anggaran untuk kegiatan ini sebesar Rp. 1.166.221.000,-.
2.3.8.Diseminasi Inovasi Teknologi Tanaman Pangan
Kegiatan penunjang penelitian dan pengembangan tanaman pangan
adalah menyebarluaskan inovasi teknologi tanaman pangan. Adapun
kegiatan yang dilaksanakan antara lain: a) Publikasi hasil-hasil penelitian,
b) Seminar dan pertemuan ilmiah lainnya, c) Ekspose/pameran skala
nasional dan regional, d) Gelar teknologi di lapang, dan e) Penyebarluasan
inovasi teknologi melalui internet (website). Jumlah pagu anggaran untuk
kegiatan ini sebesar Rp. 10.033.263.000,- yang dilaksanakan oleh
Puslitbangtan, BBPadi, Balitkabi dan Balitsereal.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 23
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 24
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 25
III. AKUNTABILITAS KINERJA
Hasil-hasil penelitian tanaman pangan baik secara langsung maupun tidak
langsung turut memberikan kontribusi pencapaian 4 (empat) target sukses
Kementerian Pertanian, seperti meningkatnya produksi padi, jagung, dan kedelai,
serta tersebarnya benih unggul dan teknologi tanaman pangan. Inovasi yang
dihasilkan meliputi perakitan varietas unggul baru, benih sumber, dan teknologi
budi daya. Hasil-hasil penelitian disebarluaskan melalui berbagai pertemuan
ilmiah, ekspose dan gelar teknologi, serta menerbitkan publikasi ilmiah tercetak
dalam bentuk jurnal, prosiding, buletin, dan website yang telah terbangun di
seluruh satker lingkup Puslitbang Tanaman Pangan.
Keberhasilan pencapaian sasaran kegiatan tidak terlepas dari telah
diterapkannya melalui monitoring dan evaluasi serta Sistem Pengendalian Intern
(SPI) di lingkup Puslitbang Tanaman Pangan. Mekanisme monitoring dan evaluasi
penelitian dilakukan setiap Triwulan melalui pelaporan dari masing-masing
satker, serta setiap semester melakukan kunjungan ke Satker untuk pemeriksaan
dokumen dan peninjauan lapang. Realisasi keuangan dipantau melalui aplikasi i-
Monev berbasis web yang diupdate setiap hari Jumat oleh masing-masing satker,
serta penerapan Permenkeu No. 249 tahun 2011 setiap bulan serta SPAN.
3.1. KRITERIA UKURAN KEBERHASILAN PENCAPAIAN KINERJA
Kriteria ukuran keberhasilan pencapaian sasaran tahun 2016 ditetapkan
berdasarkan dokumen laporan capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) satker
lingkup Puslitbang Tanaman Pangan kemudian dihitung menggunakan rumus:
Capaian sasaran = Realisasi IKU dibagi Target IKU x 100%.
Kriteria penilaian terbagi 4 (empat) kategori berdasarkan skoring, yaitu:
Sangat berhasil, jika capaian sasaran >100%, Berhasil, jika capaian sasaran 80-
100%, Cukup berhasil, jika capaian sasaran 60-<80%, dan Kurang berhasil, jika
capaian sasaran <60%.
3.2. PENCAPAIAN KINERJA
Capaian kinerja Puslitbang Tanaman Pangan berdasarkan IKU yang
ditetapkan tahun 2016 disajikan pada Tabel 5 berikut ini.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 26
Tabel 5. Pengukuran Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan 2016.
No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi Capaian kinerja
1. Terciptanya varietas unggul baru tanaman pangan
Jumlah varietas unggul baru
tanaman pangan
17 Varietas 21 VUB 123,53
2. Tersedianya teknologi budi daya, panen dan pascapanen primer tanaman pangan
Jumlah teknologi budi daya,
panen dan pascapanen primer
tanaman pangan
20 Teknologi 20 Teknologi 100,00
3 Tersedianya benih sumber varietas unggul baru padi, serealia, serta kacang dan ubi untuk penyebaran varietas berdasarkan SMM ISO 9001-2008
Jumlah produksi benih sumber varietas unggul baru padi, jagung, kedelai, serealia lain, serta kacang dan ubi berdasarkan SMM ISO 9001-2008.
218 Ton 232,47 Ton 106,64
4 Tersedianya rekomendasi dan saran kebijakan litbang tanaman pangan
Jumlah rekomendasi saran kebijakan tanaman pangan
9 Rekomendasi 9 Rekomendasi 100,00
5 Sekolah Lapang (SL) produksi dan distribusi benih terintegrasi dengan 1000 desa mandiri benih
Jumlah Sekolah Lapang Produksi dan Distribusi Benih terintegrasi dengan 1.000 Desa Mandiri Benih
15 Propinsi 15 Propinsi 100,00
6 Pembangunan Taman Sains Pertanian (TSP) di KP Sukamandi, Jawa Barat
Jumlah Taman Sains Pertanian (TSP)
1 Propinsi 1 Propinsi 100,00
Rata-rata 105,03
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 27
3.3. EVALUASI DAN ANALISIS CAPAIAN KINERJA PUSLITBANG
TANAMAN PANGAN
Evaluasi dan analisis capaian kinerja Pulitbang Tanaman Pangan tahun
2016 disajikan sebagai berikut:
Sasaran Strategis 1 : Terciptanya Varietas Unggul Baru
Tanaman Pangan
Kegiatan ini dapat dicapai melalui penelitian pemuliaan dan perakitan
varietas unggul baru tanaman pangan. Adapun target IKU tahun 2016 yaitu
dilepasnya 17 varietas unggul baru tanaman pangan, sedangkan capaian realisasi
perakitan VUB tanaman pangan sebanyak 21 VUB atau 123,53%, yaitu telah
dilepas 6 varietas unggul baru padi, 8 VUB aneka kacang dan umbi, dan 7 VUB
serealia (Tabel 6).
Tabel 6. Indikator tingkat capaian kinerja kegiatan tahun 2016.
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Varietas unggul baru padi 6 6 100,00
Varietas unggul baru aneka
kacang dan umbi
6 8 133,33
Varietas unggul baru serealia 5 7 140,00
Secara umum, kinerja Puslitbang Tanaman Pangan dalam perakitan
varietas unggul baru dapat tercapai sesuai target berdasarkan Renstra yang
telah ditetapkan (Tabel 7).
Tabel 7. Perbandingan capaian kinerja tahun 2015 – 2016.
Indikator Kinerja Target/Realisasi 2015 2016
Varietas unggul baru
padi
Target 5 6
Realisasi 5 (100%) 6 (100%)
Varietas unggul baru
aneka kacang dan umbi
Target 4 6
Realisasi 4 (100%) 8 (133,33%)
Varietas unggul baru
serealia
Target 7 5
Realisasi 7 (100%) 7 (140,00%)
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 28
Perkembangan kinerja perakitan varietas unggul baru (VUB) tanaman
pangan selama tahun 2010-2016 lebih tinggi dari target yang telah ditetapkan.
Meskipun jika dilihat dari perkembangan anggaran penelitian menurun
diperbandingkan dengan tahun 2011-2013. Tahun 2016 merupakan tahun kedua
pelaksanaan Rencana Strategis yang disusun untuk 2015 – 2019.
Perkembangan realisasi kinerja dan anggaran penelitian perakitan VUB
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Perkembangan kinerja perakitan varietas unggul baru tanaman
pangan serta anggaran penelitian 2010-2016
Adapun keluaran (output) dan outcome yang telah dicapai dari VUB yang
dilepas 2016 diuraikan sebagai berikut:
Padi
Tahun 2016 telah dilepas sebanyak 6 varietas unggul baru padi untuk padi
sawah dan padi gogo. Varietas unggul baru yang dihasilkan oleh BB Padi pada
2016 adalah 3 (tiga) VUB padi sawah dan 3 (tiga) VUB padi gogo antara lain: 1)
Inpari 42 Agritan GSR, 2) Inpari 43 Agritan GSR, 3) Inpari 44 Agritan, 4) Inpago
12 Agritan, 5) Inpago IPB 9G, dan 6) Unsoed Parimas.
Varietas padi Inpari 42 Agritan GSR merupakan asal persilangan
Huangxinyhan dengan Fenghuazhan. Potensi hasil 10,58 t/ha dengan rata-rata
hasil mencapai 7,11 t/ha. Sifat keunggulannya yaitu memiliki ketahanan
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 29
terhadap hama pada fase generatif dan agak tahan terhadap HDB patotipe III,
rentan strain IV, dan agak tahan strain VIII, tahan penyakit blas daun ras 033 dan
rentan ras 133 dan 173, agak tahan WBC biotipe 1 dan agak rentan WBC biotipe 2
dan 3, rentan virus tungro varian 033 dan 073. Anjuran tanam di lahan sawah
dengan ketinggian 600 dpl.
Gambar 2. Keragaan padi varietas Inpari 42 Agritan GSR.
Varietas Inpari 43 Agritan GSR merupakan asal persilangan
WuFengZhan, IRBB5 dan WuFengZhan. Potensi hasil 9,02 t/ha dengan rata-rata
hasil 6,96 t/ha dengan sifat keunggulan Pada fase generatif tahan terhadap HDB
patotipe III, agak tahan HDB patotipe IV dan VIII, tahan terhadap penyakit blas daun
ras 073 dan 133, agak tahan ras 033, dan rentan ras 173. dan rentan terhadap ras
133 dan 173, agak rentan terhadap WBC biotipe 1, 2 dan 3. Anjuran tanam pada
lahan sawah subur dan kurang subur dengan ketinggian 600 m dpl, termasuk
sawah endemik HDB dan blas.
Gambar 3. Keragaan VUB Inpari 43 Agritan GSR
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 30
Varietas Inpari 44 Agritan merupakan hasil persilangan Kebo x
Ciherang dengan potensi hasil 9,25 t/ha dengan rata-rata hasil mencapai 6,53
t/ha. Keunggulan dari VUB ini adalah Tahan terhadap HDB pada fase generatif
untuk strain III, agak rentan terhadap strain IV dan agak tahan terhadap strain VIII,
rentan terhadap penyakit blas daun ras 073 dan 133, agak tahan ras 033, 133, 073
dan 173, agak rentan terhadap WBC biotipe 1, 2 dan 3. Anjuran tanam pada lahan
sawah irigasi dengan ketinggian 600 m dpl.
Gambar 4. Keragaan VUB Inpari 44 Agritan
Varietas Inpago 12 Agritan merupakan hasil persilangan dari
Selegreng/Ciherang//Kencana Bali dengan potensi hasil 10,2 t/ha dengan rata-
rata hasil 6,7 t/ha. Keunggulan varietas ini di antaranya tahan rebah dengan
kerontokan sedang, berespon moderat terhadap keracunan Al dan kekeringan,
tahan terhadap penyakit blas ras 033 dan 073, agak tahan terhadap ras 133,
001, 013, 023, 051 dan 101, rentan blas ras 173 dan 041. Anjuran tanam lahan
kering subur dan lahan kering masam dataran rendah sampai 700 m dpl.
Gambar 5. Keragaan VUB Inpago 12 Agritan
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 31
Varietas Inpago IPB 9G merupakan asal persilangan IPB98-F-5-1-1/IR 64,
potensi hasil 9,09 t/ha dan rata-rata hasil 6,05 t/ha. Keunggulan VUB ini di
antaranya berespon moderat terhadap keracunan Al 40 ppm dan agak peka
terhadap kekeringan, agak rentan wereng batang coklat biotipe 1, agak tahan
wereng batang coklat biotipe 2 dan 3. Tahan terhadap penyakit blas ras 073, dan
agak tahan terhadap blas ras 033, 001 dan 051, rentan blas ras 133, 173, 013,
041 dan 023. Anjuran tanam lahan kering subur dan lahan kering masam sampai
ketinggian 700 m di atas permukaan laut.
Gambar 6. Keragaan VUB Inpago IPB 9 G
Varietas Unsoed Parimas merupakan asal persilangan antara Cimelati
dan galur G10, potensi hasil 9,40 t/ha dengan rata-rata hasil 6,19 t/ha. Sifat
keunggulan dari VUB ini berespon moderat terhadap keracunan Al 40 ppm dan
kekeringan, agak rentan wereng batang coklat biotipe 1, 2 dan 3. Namun,
Rentan penyakit blas ras 033, tahan blas ras 073, agak tahan blas ras 133,
rentan blas ras 173. Anjuran tanam lahan kering subur dan lahan kering masam
sampai ketinggian 700 m dpl.
Gambar 7. Keragaan VUB Unsoed Parimas
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 32
Kedelai
Tahun 2016 telah dilepas sebanyak 4 varietas unggul baru kedelai, antara
lain 1) varietas Deja 1, 2) Varietas Deja 2, 3) Detap 1, dan 4) Devon 2. Adapun
rincian dan keunggulan masing-masing varietas kedelai disajikan sebagai berikut:
Kedelai varietas Deja 1 merupakan hasil seleksi persilangan varietas Kawi
dengan galur IAC 100. Umur 78 hari (genjah) dengan potensi hasil 2,6 t/ha dan
rata-rata hasil 2,18 t/ha. Sifat keunggulan toleran terhadap jenuh air, ukuran biji
besar 16,0 g/100 butir, agak tahan terhadap penyakit karat daun, agak tahan
hama penghisap polong dan peka hama ulat grayak.
Gambar 8. Keragaan kedelai Deja 1.
Varietas Deja 2 ini berumur genjah (79 hari) dengan potensi hasil 2,87
t/ha dan rata-rata hasil mencapai 2,39 t/ha. Sifat keunggulan yaitu toleran jenuh
air, berumur genjah, biji sedang 12,9 g/100 butir, agak tahan terhadap penyakit
karat daun, agak tahan hama penghisap polong dan hama ulat grayak.
Gambar 9. Keragaan VUB kedelai Deja 2.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 33
Varietas Detap 1 berumur genjah (79 hari), potensi hasil 3,39 t/ha,
dengan rata-rata hasil 2,74 t/ha, dan berbiji besar. Keunggulan lain tahan pecah
polong, agak tahan pengisap polong, penggerek polong dan pemakan daun.
Gambar 10. Keragaan tanaman dan biji VUB kedelai Detap 1.
Varietas Devon 2 berumur genjah 78 hari dan berbiji besar 17,03 g/100
butir. Potensi hasil 2,90 t/ha, rata-rata hasil 2,67 t/ha, mengandung isoflavon
tinggi 1.097,9 μg sangat sesuai untuk bahan pembuatan tempe, agak tahan
pengisap polong dan penggerek polong, rentan terhadap penyakit pemakan
daun.
Gambar 11. Keragaan tanaman dan biji kedelai varietas Devon 2.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 34
Kacang hijau
Tahun 2016 telah dilepas 2 varietas unggul kacang hijau, yaitu Varietas
Vima 4 dan Vima 5. Kedua varietas tersebut berumur genjah 56 hari. Varietas
Vima 4 memiliki keunggulan yaitu kandungan protein 22,11% basis kering dan
lemak 0,72% basis kering, polong tidak mudah pecah, agak tahan embun tepung
dan hama thrips, serta potensi produksi 2,32 ton/ha. Sedangkan varietas Vima 5
memiliki keunggulan yaitu kandungan protein 23,36% basis kering dan lemak
0,68% basis kering, polong tidak mudah pecah, agak tahan embun tepung dan
hama thrips, serta potensi produksi 2,34 ton/ha.
Gambar 12. Keragaan kacang hijau varietas Vima 4 (kiri) dan Vima 5 (kanan)
Ubi Jalar
Telah dilepas 2 (dua) varietas unggul ubijalar dengan nama Patting 1
dan Patting 2, yang memiliki rasa enak. Varietas Patting 1 memiliki
keunggulan potensi hasil 29,9 ton/ha, umur tanaman 4 – 4,5 bulan, warna
daging umbi putih, agak tahan penyakit kudis dan hama boleng, kadar pati dan
bahan kering tinggi 24,83%, serta sesuai ditanam di lahan tegalan dan lahan
sawah sesudah tanam padi. Sedangkan varietas Patting 2 memiliki keunggulan
potensi hasil 31,8 ton/ha, umur tanaman 4 – 4,5 bulan, warna daging umbi
kuning, agak tahan penyakit kudis dan hama boleng, kadar pati dan bahan
kering tinggi 23,33%, serta sesuai ditanam di lahan tegalan dan lahan sawah
sesudah tanam padi.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 35
Gambar 13. Keragaan ubijalar varietas Patting 1 (kiri) dan Patting 2 (kanan)
Jagung
Tahun 2016 telah dilepas 5 (lima) varietas unggul baru jagung, yaitu
jagung hibrida varietas HJ 28 Agritan, JH 35, JH 37, dan JH 47, serta jagung
komposit Srikandi Kuning 2. Rincian dan keunggulan masing-masing varietas
disajikan berikut ini.
Jagung hibrida varietas HJ 28 Agritan berumur genjah (80 hari), potensi
hasil 12,9 t/ha dengan provitas rata-rata 11,8 t/ha, tahan terhadap penyakit bulai
(Peronosclerospora philipinensis L.), hawar dan karat daun dataran rendah, stay
green, umur genjah, adaptif pada lahan ketinggian 5 – 650 m dpl.
Gambar 14. Keragaan vub jagung hibrida HJ 28 Agritan
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 36
Jagung hibrida JH 35 berumur sedang (99 hari) dengan potensi hasil 12,9
ton/ha, agak tahan terhadap penyakit bulai (Peronosclerospora maydis dan
Peronosclerospora philippinensis), tahan penyakit karat daun (Puccinia sorghi)
dan hawar daun dataran rendah (Helminthosporium maydis), agak toleran
kekeringan dan nitrogen rendah serta beradaptasi luas di dataran rendah.
Gambar 15. Keragaan jagung hibrida varietas JH 35
Jagung hibrida JH 37 berumur sedang (99 hari) dengan potensi hasil 12,5
t/ha. Agak tahan terhadap penyakit bulai jenis Peronosclerospora maydis dan
sangat tahan terhadap Peronosclerospora philippinensis), serta tahan penyakit
karat daun (Puccinia sorghi) dan hawar daun dataran rendah (Helminthosporium
maydis). Potensi hasil tinggi, tahan rebah akar dan batang, agak toleran
kekeringan dan nitrogen rendah serta beradaptasi luas di dataran rendah.
Gambar 16. Keragaan jagung hibrida varietas JH 37
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 37
Jagung hibrida JH 47 berumur sedang (99 hari) dengan potensi hasil 12,5
ton/ha. Tahan terhadap penyakit bulai jenis Peronosclerospora maydis dan
Peronosclerospora philippinensis, serta tahan penyakit karat daun (Puccinia
sorghi) dan hawar daun dataran rendah (Helminthosporium maydis). Potensi
hasil tinggi, tahan rebah akar dan batang, toleran kekeringan dan nitrogen
rendah serta beradaptasi luas di dataran rendah.
Gambar 17. Keragaan jagung hibrida varietas JH 47
Jagung komposit Sikandi Kuning 2 berumur sedang (98 hst), potensi hasil
8,9 t/ha dengan produktivitas rata-rata 7,5 t/ha, batang kokoh sehingga tahan
rebah, tahan terhadap penyakit bulai (Peronosclerospora philipinensis L.), hawar
dan karat daun dataran rendah, adaptif pada lingkungan optimal dataran rendah
(≤ 400 dpl), baik pada musim hujan maupun musim kering.
Gambar 18. Keragaan jagung komposit varietas Srikandi Kuning 2.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 38
Gandum GURI 6
Gandum varietas GURI 6 berumur 100 hari dengan potensi hasil 3,5 t/ha
dan produktivitas hasil rata-rata 2,3 t/ha. Gandum ini memiliki umur berbunga,
umur panen lebih genjah, tinggi tanaman lebih pendek dibanding varietas
existing, memiliki tingkat ketahanan terhadap penyakit hawar daun
(Helminthosporium sativum) yang tergolong agak resisten. Hasil yang adaptif
pada lingkungan optimal.
Gambar 19. Keragaan gandum varietas GURI 6
Sorgum SOPER 6 Agritan
Sorgum varietas SOPER 6 Agritan berumur 110 hari dengan potensi hasil
6,19 t/ha. Tahan terhadap hama aphis, agak tahan terhadap penyakit bercak
daun dan rentan terhadap bercak daun. Beradaptasi baik pada lingkungan
optimal, berpotensi untuk pangan dan bahan baku energi.
Gambar 20. Keragaan sorgum varietas SOPER 6 Agritan
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 39
Outcome dari varietas unggul baru tanaman pangan yang dilepas dapat
dilaporkan sebagai berikut:
Padi Green Super Rice
Varietas unggul padi Inpari 42, 43, dan 44 Agritan GSR merupakan produk
program Green Super Rice (GSR). Paradigma teraktual perakitan varietas padi
melalui teknologi Green Super Rice, yaitu memadukan keragaman genetik
tanaman padi dari berbagai penjuru dunia, sehingga dapat muncul karakter-
karakter daya hasil yang tinggi dengan asupan bahan kimia buatan relatif
rendah. Varietas yang dihasilkan dirancang untuk toleran terhadap cekaman
abiotik, sehingga durable di lapang dan mampu berproduksi tinggi pada kondisi
pemupukan yang tidak berlebih dan tetap relatif tinggi hasilnya jika menghadapi
kondisi pemupukan yang terbatas pada taraf tertentu. Upaya perakitan material
genetik GSR diawali di IRRI tahun 1990-an dan dilanjutkan di China tahun 2000-
an. Bill and Melinda Gates Foundation telah mendorong pengujian material GSR
di Asia dan Afrika tahun 2010-an. Beberapa galur telah dilepas di Afrika dan
Asia. Sedangkan Indonesia melepas Inpari 42 Agritan GSR, Inpari 43 Agritan
GSR, dan Inpari 44 Agritan GSR. Varietas ini memiliki potensi hasil 10 ton/ha
dan tahan terhadap blas dan HDB. Varietas tersebut diminati petani di beberapa
daerah seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Kalimantan Tengah.
Keunggulan varietas ini antara lain produksi tetap tinggi dengan penurunan
takaran pupuk hingga 25% dibandingkan varietas unggul lain.
Kedelai
Kedelai varietas Deja 1 dan Deja 2 toleran terhadap genangan atau jenuh
air sehingga dapat ditanam di lahan-lahan yag memiliki curah hujan tinggi dan
sarana saluran irigasi kurang baik. Devon 2 yaitu kedelai yang memiliki
kandungan isoflavon tinggi sebagai functional food antara lain penghambat
radikal bebas, menghambat fase regeneratif dan menekan terjadinya penyakit
kanker. Kacang hijau varietas Vima 4 dan Vima 5 memiliki karakter biji kecil
sangat diminati industri kecambah dan industri olahan lain.
Gandum
Hasil tanam gandum varietas Guri 6 Agritan di Malino (Sulsel), Salatiga
(Jateng), Malang (Jatim), dan Bogor (Jabar), tertinggi mencapai 3,3 t/ha atau
rata-rata hasil 2,4 t/ha, lebih unggul dibandingkan varietas GURI 3, GURI 5, dan
Dewata. Di samping itu, memiliki umur berbunga dan umur panen lebih genjah,
yang direncanakan untuk dikembangkan di Tosari, Jawa Timur.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 40
Jagung
Jagung hibrida JH 37 dan JH 47 telah ditanam di Babel, Probolinggo
(Jatim), Konawe (Sultra), dan Lombok Barat mampu menghasilkan 10,71 dan
10,77 t/ha lebih tinggi daripada pembanding varietas Bima 16 dan Pertiwi 3. Ke
depan varietas ini menjadi alternatif pilihan petani guna mendukung
swasembada jagung nasional.
Produksi Jagung Indonesia 2016 Terbesar se ASEAN
Kementerian Pertanian memperkirakan produksi jagung Indonesia pada
2016 yang diperkirakan akan mencapai 20,22 juta ton pipilan kering. Jumlah
tersebut akan melampaui enam negara anggota ASEAN, seperti dilansir oleh
Asean Food Security Information System (AFSIS) pada Sabtu (9/1).
AFSIS melansir bahwa produksi jagung Indonesia tahun ini diproyeksikan
mencapai 20,22 juta ton melampaui Filipina yang diperkirakan hanya 8,04 juta
ton, Vietnam 5,23 juta ton, Thailand 4,77 juta ton, Myanmar 1,86 juta ton, Laos
1,11 juta ton, dan Kamboja 0,56 juta ton. Brunei, Malaysia, dan Singapura tidak
menghasilkan jagung.
Untuk pertambahan luas tanam dan luas panen, luas panen di kawasan
Asia Tenggara tahun 2016 diperkirakan mencapai 9,75 juta ha meningkat 1%
dari tahun lalu seluas 9,65 juta ha. Luas panen jagung Indonesia tahun ini
diprediksi hanya 3,99 juta ha atau hampir sama dengan 2015. Pada 2014, luas
panen jagung Indonesia mencapai 7,67 juta ha. Pada 2016, luas panen Filipina
2,64 juta ha, Vietnam 1,17 juta ha, Thailand 1,12 juta ha, Myanmar 0,48 juta ha,
Laos 0,21 juta ha, dan Kamboja 0,14 juta ha.
Produksi jagung Indonesia pada 2015 mencapai 20,67 juta ton pipilan
kering, Filipina 7,64 juta ton, Vietnam 5,19 juta ton, Thailand 4,70 juta ton,
Myanmar 1,72 juta ton, Laos 1,11 juta ton, dan Kamboja 0,55 juta ton.Total
produksi jagung di kawasan Asean pada 2015 mencapai 41,59 juta ton.
Sedangkan pada 2014, produksi jagung Indonesia masih mencapai 23,52 juta ton
pipilan kering, Filipina 7,77 juta ton, Vietnam 5,19 juta ton, Thailand 4,81 juta
ton, Myanmar 1,63 juta ton, Laos 1,14 juta ton, dan Kamboja 0,93 juta ton. Total
produksi jagung Asean pada 2014 sebanyak 44,98 juta ton.
Produktivitas tanaman jagung di Indonesia sudah cukup baik sekitar 5,07
ton/ha pada tahun ini dari rata-rata di kawasan Asean hanya 4,29 ton/ha.
Produktivitas di Laos mencapai 5,30 ton/ha, di Kamboja 4,08 ton/ha, dan di
Myanmar 3,86 ton/ha.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 41
Sasaran Strategis 2 : Tersedianya Teknologi Budi Daya, Panen,
dan Pascapanen Primer Tanaman Pangan
Untuk mencapai sasaran tersebut diukur melalui pencapaian indikator
kinerja utama dengan target yang telah ditetapkan dalam PK 2016, yaitu
dihasilkannya 17 paket teknologi budi daya, panen, dan pascapanen primer
tanaman pangan dalam rangka mendukung upaya peningkatan produksi dan
produktivitas tanaman pangan. Indikator kinerja sasaran yang telah ditargetkan
dalam tahun 2016 telah tercapai seluruhnya dengan rata-rata 100,00%.
Perakitan teknologi budi daya panen tanaman pangan pada tahun 2016 telah
dirakit sebanyak 20 paket teknologi (Tabel 8).
Tabel 8. Indikator tingkat capaian kinerja kegiatan tahun 2016
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Teknologi budi daya padi 7 7 100
Teknologi budi daya aneka kacang
dan ubi
6 6 100
Teknologi budi daya tanaman
serealia
7 7 100
Secara umum paket teknologi yang dihasilkan pada tahun kedua renstra
2015-2019 dapat terpenuhi sesuai dengan target. Jumlah teknologi yang
dihasilkan bergantung pada sifat teknologi dan lama/waktu penelitian yang
diperlukan (Tabel 9).
Tabel 9. Perbandingan capaian kinerja tahun 2015 - 2016.
Indikator Kinerja Target/Realisasi 2015 2016
Teknologi budi daya padi
Target 9 7
Realisasi 9
(100%)
7
(100%)
Teknologi budi daya aneka kacang dan ubi
Target 8 6
Realisasi 8
(100%)
6
(100%)
Teknologi budi daya tanaman serealia
Target 4 7
Realisasi 4
(100%)
7
(100%)
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 42
Gambar 21. Perkembangan realisasi kinerja dan anggaran penelitian
perakitan teknologi tanaman pangan 2010-2016.
Perkembangan kinerja paket teknologi tanaman pangan selama tahun
2010-2016 lebih tinggi dari target yang telah ditetapkan. Pagu anggaran
penelitian relatif tetap, tertinggi tahun 2012, sedangkan realisasi anggaran setiap
tahun cukup baik mendekati pagu anggaran (Gambar 21).
Keluaran (output) dan outcome yang telah dicapai dari perakitan teknologi
budi daya dan panen tanaman pangan diuraikan sebagai berikut:
1. Teknologi Jajar Legowo Super
Teknologi padi jajar legowo (jarwo) super merupakan teknologi budi daya
padi secara terpadu berbasis cara tanam jajar legowo 2:1, suatu sistem tanam
pindah antara dua barisan tanaman terdapat lorong kosong memanjang sejajar
dengan barisan tanaman dan dalam barisan menjadi setengah jarak tanam
antar-baris. Sistem tanam ini bertujuan meningkatkan populasi tanaman per
satuan luas, perluasan pengaruh tanaman pinggir, dan mempermudah
pemeliharaan tanaman.
Teknologi yang dirakit dalam sistem Jajar Legowo Super yaitu: 1) Varietas
unggul baru padi potensi hasil tinggi, 2) Aplikasi biodekomposer, 3) Penggunaan
Pupuk hayati, 4) Penggunaan pestisida nabati dan pestisida anorganik
berdasarkan ambang kendali, dan 5) Alat dan mesin pertanian untuk tanam
(jarwo transplanter) dan panen (combine harvester).
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 43
Varietas unggul merupakan salah satu komponen utama teknologi yang
terbukti mampu meningkatkan produktivitas padi dan pendapatan petani.
Varietas unggul yang digunakan dan memiliki potensi hasil tinggi, seperti: Inpari
30 Ciherang Sub-1, Inpari 32 HDB, Inpari 33, dan Inpari 43 Agritan GSR.
Biodekomposer M-Dec merupakan perombak bahan organik yang diaplikasikan
sebelum pengolahan tanah dengan dosis 2 kg/ha. Biodekomposer M-Dec mampu
mempercepat pengomposan jerami secara insitu dari 2 bulan menjadi 3-4
minggu. Pengomposan jerami dengan aplikasi biodekomposer mempercepat
residu organik menjadi bahan organik tanah dan meningkatkan ketersediaan
hara NPK di tanah, sehingga pemupukan lebih efisien dan menekan
perkembangan penyakit tular tanah.
Pupuk hayati adalah pupuk berbasis mikroba non-patogenik yang dapat
menghasilkan fitohormon (zat pemacu tumbuh tanaman), penambat nitrogen
dan pelarut fosfat yang berfungsi meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah.
Pupuk hayati Agrimeth memiliki aktivitas enzimatik dan fitohormon yang
berpengaruh positif terhadap pengambilan hara makro dan mikro tanah, memacu
pertumbuhan, pembungaan, pemasakan biji, pematahan dormansi,
meningkatkan vigor dan viabilitas benih, efisiensi penggunaan pupuk NPK
anorganik dan produktivitas tanaman. Pupuk hayati hanya diaplikasikan sekali
pada saat benih akan disemai dengan cara perlakuan benih. Sisa pupuk hayati
disebarkan di lahan persemaian. Penetapan status hara tanah hara P dan K
diukur dengan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS). Daerah yang mempunyai
potensi untuk dikembangkan budi daya jajar legowo super yang memiliki status
hara P (fosfat) dan K (kalium) sedang sampai tinggi di sentra produksi padi.
Pemupukan dilakukan tiga kali yaitu 1/3 pada umur 7-10 HST, 1/3 bagian pada
umur 25-30 HST, dan 1/3 bagian pada umur 40-45 HST. Kecukupan N dikawal
dengan bagan warna daun (BWD) setiap 10 hari hingga menjelang berbunga.
Untuk meningkatkan kesuburan lahan, selain dengan pupuk kimia juga dapat
diaplikasikan pupuk kandang 2 t/ha yang telah matang sempurna.
Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) menggunakan
pestisida nabati dan pestisida anorganik berdasarkan ambang kendali. Hama
utama tanaman padi adalah wereng batang cokelat, penggerek batang, dan
tikus. Sedangkan penyakit penting adalah blas, hawar daun bakteri, dan tungro.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 44
Pengendalian hama dan penyakit diutamakan dengan tanam serempak,
penggunaan varietas tahan, pengendalian hayati, biopestisida, fisik dan mekanis,
feromon, dan mempertahankan populasi musuh alami. Penggunaan insektisida
kimia selektif adalah cara terakhir jika komponen pengendalian lain tidak mampu
mengendalikan hama penyakit.
Alat dan mesin pertanian untuk tanam (jarwo transplanter) dan panen
(combine harvester). Penanaman dapat menggunakan mesin tanam Indojarwo
transplanter. Panen menggunakan combine harvester. Combine harvester
merupakan alat pemanen produk Balitbangtan yang didesain khusus untuk
kondisi sawah di Indonesia. Kapasitas kerja mesin ini 5 jam per hektar dan
ground pressure 0,13 kg/cm2, dioperasikan oleh 1 orang operator dan 2 asisten
operator, sehingga mampu menggantikan tenaga kerja panen sekitar 50 HOK/ha.
Alsin ini menggabungkan kegiatan pemotongan, pengangkutan, perontokan,
pembersihan, sortasi, dan pengantongan gabah menjadi satu rangkaian yang
terkontrol. Penggunaan combine harvester menekan kehilangan hasil gabah
kurang dari 2%, sementara kehilangan hasil jika dipanen secara manual 10%.
Teknologi Jajar Legowo Super telah diuji keunggulannya melalui Demarea
seluas 50 ha pada lahan sawah irigasi di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat,
musim tanam 2016. Hasil pengujian varietas Inpari-30 Ciherang Sub-1 ternyata
mempunyai potensi produksi 13,9 ton GKP/ha, varietas Inpari-32 HDB 14,4 ton
GKP/ha, varietas Inpari-33 12,4 ton GKP/ha dan varietas Inpari 43 Agritan GSR
13,31 ton GKP/ha, sedangkan produktivitas varietas Ciherang yang diusahakan
petani di luar Demarea hanya 7,0 ton GKP/ha (Tabel 10).
Tabel 10. Hasil Panen Jajar Legowo Super, Indramayu, 2016.
Varietas
Kadar Air (%) GKP (ton/ha) GKG (ton/ha)
I II III Rata
rata I II III
Rata
rata I II III
Rata-
rata
Inpari 30
Ciherang Sub-1 25,5 22,7 26,3 24,83 13,50 14,40 13,82 13,90 11,69 12,94 11,84 12,16
Inpari 32 HDB 24,6 26,0 22,8 24,47 14,32 14,03 14,74 14,36 12,55 12,07 13,23 12,62
Inpari 33 21,0 21,9 23,0 21,97 12,32 12,96 12,89 12,39 11,32 11,77 11,54 11,54
Inpari 43
Agritan GSR 21,7 22,1 23,0 22,3 15,12 14,22 13,31 14,22 13,77 12,88 12,33 12,96
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 45
Hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa pendapatan bersih usahatani
padi teknologi Jajar Legowo Super mencapai Rp 42.487.222/ha dan nilai B/C
ratio 2,66 lebih tinggi dibanding cara petani dengan B/C ratio 1,48. Penerapan
Teknologi Jajar Legowo Super secara utuh oleh petani mampu memberikan hasil
minimal 10 ton GKG/ha per musim, sementara hasil padi yang diusahakan
dengan sistem jajar legowo hanya 6 ton GKG/ha. Dengan demikian terdapat
penambahan produktivitas padi sebesar 4 ton GKG/ha per musim. Luas lahan
sawah irigasi di Indonesia dewasa ini sekitar 4,8 juta ha. Bila diasumsikan
teknologi Jajar Legowo Super diimplementasikan secara utuh pada 20% lahan
sawah irigasi, maka akan diperoleh tambahan produksi padi sekitar 3,8 juta ton
GKG per musim atau 7,6 juta ton GKG per tahun. Oleh karena itu teknologi Jajar
Legowo Super dapat menjadi pendongkrak produksi padi nasional.
2. Teknologi Pengelolaan Hara Fosfor Lahan Sawah Irigasi
Fosfor (P) merupakan unsur penting penyusun adenosin triphosphate
(ATP) yang secara langsung berperan dalam proses penyimpanan dan transfer
energi maupun kegiatan yang terkait dalam proses metabolisme tanaman. Hara
P sangat diperlukan tanaman padi, terutama pada awal pertumbuhan, berfungsi
memacu pembentukan akar dan penambahan jumlah anakan, serta
mempercepat pembungaan dan pemasakan gabah Gambar 22.
Gejala kekurangan hara P ditandai terhambatnya pertumbuhan vegetatif
tanaman, daun terlihat menyempit, kecil, sangat kaku, dan berwama hijau gelap.
Batang kurus dan sering timbul warna keunguan, sehingga tanaman menjadi
kerdil. Kahat P dapat meningkatkan jumlah gabah hampa, menurunkan bobot
dan kualitas gabah, serta menghambat pemasakan. Keadaan kahat P yang
parah, tanaman padi tidak dapat berbunga, menurunkan tanggap tanaman
terhadap pemupukan N. Selain itu, kahat P seringkali berasosiasi dengan
meningkatnya kadar Fe hingga meracuni tanaman dan kekurangan Zn, terutama
pada tanah ber-pH rendah. Tanaman hanya mampu menyerap 10-15% dari
pupuk P yang ditambahkan, pemberian pupuk ini dalam takaran tinggi setiap
musim tanam akan menyebabkan terjadinya timbunan hara P yang sebagian
dapat dimanfaatkan oleh tanaman musim berikutnya. Hasil penelitian
pemupukan jangka panjang menunjukkan bahwa pemberian 25 kg P/ha/musim
meningkatkan ketersediaan hara dari 26,9 mg menjadi 31,1 mg/kg P205.
Timbunan P sebesar ini dapat dimanfaatkan selama 4-7 kali musim tanam.
Dengan demikian tanaman tidak selalu membutuhkan pupuk P setiap musim
tanam, sebab dalam tanah sudah tersedia cukup P. Pengambilan P oleh tanaman
dari dalam tanah termasuk rendah hanya 2,6 kg untuk setiap ton hasil padi. Jika
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 46
hasil padi 7 t/ha, maka P yang diambil tanaman 18,2 kg/ha setara dengan 41,7
kg P205/musim atau 116 kg SP36/musim. Jumlah ini minimal sama dengan
jumlah P yang harus ditambahkan melalui pemberian pupuk agar produktivitas
tanah tidak menurun.
Gambar 22. Gejala kekurangan hara P pada tanaman padi (a) pertumbuhan
terhambat, (b) batang kurus, (c) dan (d) daun menyempit.
Pengelolaan hara P memerlukan strategi jangka panjang, karena sifat P
yang tidak mobil, sehingga P tidak mudah tersedia bagi tanaman dan tidak
mudah hilang dari tanah. Pengelolaannya perlu mempertimbangkan beberapa hal
yaitu 1) Perubahan ketersediaan hara P alami di tanah. Hal ini terkait dengan
penentuan takaran pupuk P yang perlu ditambahkan untuk mencapai
keseimbangan hara dalam tanah, 2) Pengaruh penimbunan hara P di tanah
sebagai akibat dari pemberian pupuk P secara intensif dan terus-menerus, dan 3)
Pemeliharaan tingkat kesuburan dan status hara P tanah pada level optimal,
sehingga mampu mencukupi kebutuhan dan tidak menimbulkan kahat hara lain
seperti Zn dan N pada tanaman padi.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 47
Sebagian besar P dalam tanah maupun P yang ditambahkan sering tidak
tersedia bagi tanaman, sekalipun keadaan tanahnya sangat baik. Metode yang
sering digunakan menduga besarnya potensi cadangan hara dalam tanah antara
lain melalui: (1) analisis kimia tanah di laboratorium, (2) hasil uji perangkat
sederhana Uji Tanah Sawah (Soil Test Kit), dan (3) penilaian tanggapan tanaman
terhadap pupuk berdasarkan metode petak omisi. Atas dasar hasil-hasil uji
tersebut, potensi penyediaan hara dan jumlah pupuk P yang perlu ditambahkan
dapat diperkirakan. Ekstraksi tanah menggunakan larutan HCI 25% merupakan
cara yang paling tepat untuk menetapkan status hara P tanah. Tiga kategori
batas kritis yang dapat digunakan sebagai acuan pengelompokan hasil uji tanah
yang menggambarkan besarnya cadangan P tanah dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Status hara P tanah sawah intensifikasi (terekstrak HCl 25%) dan
anjuran pemupukan P.
Kadar P
tanah
(mg P2O5)
Kriteria
akumulasi
P
Luas
sawah
(juta ha)
Takaran
Anjuran (Kg
TSP/ha)
Interval
pemupukan
TSP
< 20 Rendah 0,54 100 – 125 Setiap musim
20 – 40 Sedang 1,66 75 Setiap 2 musim
>40 Tinggi 1,45 50 Setiap 4 musim
Dalam implementasinya, telah tersedia peta status hara berdasarkan hasil
uji tanah menggunakan ekstrak HCI 25%, skala 1:250.000, berarti setiap sampel
tanah yang diambil untuk keperluan penetapan status P mewakili wilayah seluas
625 ha, atau setara dengan satu WKPP (Gambar 23).
Gambar 23. Contoh peta status P propinsi Jawa Tengah
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 48
Gambar 24.Penetapan kebutuhan P dengan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS)
Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) adalah alat bantu analisis kimia yang
cepat, mudah, relatif akurat dan sederhana. Penggunaan alat ini lebih diarahkan
untuk penetapan kandungan P dan K tanah. Penetapan kebutuhan P dengan
menggunakan PUTS melalui beberapa tahapan (Gambar 24).
Penetapan cadangan hara tanah dan kebutuhan hara tanaman padi dapat
ditetapkan berdasarkan penilaian respon tanaman terhadap pemupukan (metode
petak omisi). Hasil panen pada petak omisi digunakan sebagai penduga besarnya
cadangan hara di tanah sawah tanpa melakukan analisis tanah. Rekomendasi
pemupukan berdasarkan metode ini mengikut prinsip hara yang diberikan untuk
mencukupi kebutuhan hara tanaman dengan pasokan hara alami di tanah.
3. Teknologi Penambahan Pupuk Organik dan Pupuk Hayati pada Padi
Gogo
Upaya peningkatan produksi padi dilakukan di lahan suboptimal yang
tersedia cukup luas. Lahan kering yang sesuai untuk lahan pertanian mencapai
sekitar 76,22 juta ha (52%) dari total luas 148 juta ha. Kendala pengembangan
lahan kering karena kandungan bahan organik tergolong rendah. Salah satu cara
memperbaiki hara tanah dengan menggunakan dosis pupuk yang tepat serta
penambahan pupuk hayati dan pupuk organik.
Pupuk organik merupakan pupuk yang tersusun dari materi makhluk
hidup, seperti pelapukan sisa-sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik
dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik,
kimia, dan biologi tanah. Sedangkan pupuk hayati merupakan suatu pupuk yang
tersusun dari bahan-bahan yang mengandung mikroorganisme bermanfaat untuk
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 49
meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil tanaman, melalui aktivitas biologi
akhirnya dapat berinteraksi dengan sifat-sifat fisik dan kimia tanah.
Dosis pupuk anorganik yang digunakan pada pengujian ini yaitu dosis
pupuk berdasar Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK) dan dosis pupuk berdasar
petani Cikeusal Banten sedangkan dosis pupuk organik yang digunakan masing-
masing sama yaitu 2 ton/ha. Berdasar PUTK dosis urea yang digunakan 200
kg/ha sedangkan untuk dosis berdasar petani, urea yang digunakan sebanyak
250 kg/ha, lebih tinggi 50 kg/ha. Untuk dosis pupuk P dan K berdasar PUTK dan
petani sama jumlahnya secara berurut yaitu P 50 kg/ha dan K 100 kg/ha. Dosis
pupuk anorganik yang digunakan dibagi menjadi dua, yaitu 100% dosis PUTK
dan Petani serta 75% PUTK dan Petani. Penggunaan pupuk anorganik dosis 75%
terdapat kombinasi dengan penambahan pupuk organik dan pupuk hayati.
Pupuk Agrimeth yang digunakan merupakan pupuk hayati mengandung
bakteri penambat nitrogen simbiotik, nonsimbiotik, bakteri pelarut P, dan bakteri
penghasil fitohormon. Pupuk agrimeth menghasilkan fitohormon Asam Indola
Asetat (AIA), Giberellin dan Trans-Zeatin yang dapat meningkatkan jumlah akar
rambut tanaman Graminae, memacu pertumbuhan, pembungaan, pemasakan
buah, serta meningkatkan produksi padi di lahan masam dan nonmasam.
Aplikasi pupuk organik dilakukan setelah pengolahan tanah pertama.
Pupuk hayati yang diperkaya mikrob diaplikasikan bersamaan dengan aplikasi
pupuk anorganik. Pupuk anorganik diberikan tiga kali, 1/3 dosis N diberikan
sebagai pupuk dasar (0-14 HST) bersama seluruh pupuk P dan 1/2 dosis pupuk
K; 1/3 dosis N diberikan sebagai pupuk susulan pada saat anakan produktif (28 –
35 HST) dan 1/3 dosis N bersama 1/2 dosis K sisanya diberikan saat primordia
bunga, sedangkan pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah.
Pertumbuhan tanaman dengan kombinasi pupuk anorganik, organik, dan
hayati pada 30 HSTb hingga menjelang panen menunjukkan keragaan tanaman
lebih baik dibandingkan hanya menggunakan pupuk anorganik atau hanya pupuk
organik dan pupuk hayati saja. Dengan dosis pupuk anorganik lebih rendah dan
penambahan pupuk organik dan pupuk hayati menunjukkan tinggi tanaman dan
banyaknya jumlah anakan yang lebih baik. Penambahan pupuk organik dan
hayati mampu meningkatkan parameter pertumbuhan dan produksi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penambahan isolat bakteri pada pupuk hayati
dan bahan organik secara nyata meningkatkan pertumbuhan tanaman. Nitrogen
yang terdapat di dalam pupuk organik tersedia secara perlahan bagi tanaman
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 50
Gambar 25. Pertanaman Padi Gogo dengan Pupuk Organik dan Hayati.
karena sifat bahan organik merupakan slow released fertilizer. Unsur N berperan
penting pada fase pertumbuhan vegetatif tanaman. Ketersediaan unsur N yang
cukup memberikan pertumbuhan vegetatif tanaman lebih baik (Gambar 25).
Hasil padi gogo tidak berbeda nyata pada aplikasi pupuk organik dan
pupuk hayati. Dosis pupuk anorganik berdasar PUTK ditambah pupuk organik
dan pupuk hayati memberikan hasil gabah 5,38 t/ha sedikit lebih tinggi daripada
hanya menggunakan dosis pupuk berdasar PUTK tanpa tambahan pupuk organik
dan pupuk hayati 5,14 t/ha. Sama halnya dengan penggunaan dosis pupuk
berdasar petani setempat dengan adanya tambahan pupuk organik dan pupuk
hayati hasilnya 5,05 t/ha. Penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati saja
menunjukkan hasil 4,99 t/ha lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol yang tidak
mendapat aplikasi pupuk 4,42 t/ha. Berdasarkan hasil tersebut, penggunaan atau
penambahan pupuk organik dan pupuk hayati pada pertanaman padi gogo dapat
menambah hasil gabah sehingga dapat dianjurkan ke petani.
4. Pengendalian Hama Uret dengan Teknik Seed Treatment
Uret atau lundi adalah fase larva kumbang Scarabaeidae atau
Cerambycidae dengan ciri larva berukuran besar, gemuk, putih, badan tembus
cahaya, kepala warna coklat dan taring besar. Kaki berwarna coklat terdapat
pada rongga dada dan larva membentuk huruf C (Gambar 26). Hama ini
menyerang padi gogo, jagung, ubikayu, tebu, dan tanaman lain. Larva memiliki 3
instar, namun perkembangannya sangat lambat, untuk mencapai fase pupa 5
bulan. Kumbang dewasa mulai terbang sore hari dan puncak penerbangan pukul
21.00. Kumbang betina dewasa menghasilkan feromon seks untuk menarik
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 51
kumbang jantan untuk kawin. Setelah kumbang jantan menemukan betina,
perkawinan berlangsung sampai dua minggu. Setelah kawin, kumbang betina
menggali lubang di tanah dan meletakan hanya satu telur per lubang. Untuk
meletakkan telur, kumbang betina mencari kondisi kelembaban tanah yang
kondusif untuk pematangan telur. Kumbang betina meletakan 3-5 telur per
malam. Telur menetas 7-10 hari, bergantung suhu dan kelembaban tanah.
Gambar 26. Ciri morfologi uret atau lundi
Gambar 27.Gejala serangan uret pada tanaman padi gogo fase vegetatif.
Uret atau lundi yang hidup di dalam tanah memakan akar tanaman muda,
sehingga tanaman menjadi layu dan mati (Gambar 27). Pada daerah yang
endemik intensitas serangan lundi dapat mencapai 50%. Pengendalian hama
uret telah dilakukan melalui berbagai cara seperti kultur teknis (tanam serempak,
rotasi tanaman dengan tanaman bukan inang, sanitasi lahan, pengolahan lahan
yang dalam), pengendalian biologis dengan jamur Metarhizium anisopliae,
pengendalian secara mekanik (mengumpulkan uret pada saat pengolahan tanah,
menangkap imago dengan memasang lampu perangkap), dan pengendalian
secara kimia dengan aplikasi karbofuran 20 kg/ha secara tugal pada saat tanam.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 52
Pengendalian secara kimia, selain dengan aplikasi karbofuran 20 kg/ha,
saat ini telah diperoleh teknik pengendalian yang efektif yang mampu menekan
serangan hama uret atau lundi pada pertanaman padi gogo dengan teknik seed
treatment. Berdasarkan hasil penelitian di Subang menunjukkan bahwa seed
treatment dengan insektisida fipronil dosis 25 ml/kg benih paling efektif dalam
menekan serangan hama uret atau lundi di pertanaman padi gogo. Penampilan
pertanaman padi gogo yang mendapat perlakuan seed treatment terlihat lebih
bagus dibandingkan dengan kontrol yang tanpa perlakuan seed treatment.
5. Potensi Penggunaan Beras Merah dalam Produk Pangan Basah
Tepung beras yang tersedia di pasar biasanya adalah tepung beras atau
ketan putih. Tepung beras ketan merah atau hitam pada umumnya merupakan
produk industri rumah tangga yang ketersediaanya dipasar masih terbatas.
Tepung beras merah belum tersedia di pasaran dan ini merupakan peluang untuk
meningkatkan nilai tambah beras merah. Substitusi tepung beras putih atau
tepung terigu dengan tepung beras merah dipandang sebagai cara yang tepat
untuk memperluas penggunaan beras merah dalam pembuatan berbagai produk
pangan tradisional maupun pangan modern.
Varietas unggul padi yang telah dilepas beberapa di antaranya padi merah
seperti Aek Sibundong, Inpari 24 Gabusan, Inpara 7, dan Inpago 7. Berbeda
dengan beras putih seperti Ciherang, beras merah biasanya dipasarkan berupa
beras pecah kulit atau beras sosoh untuk mempertahankan pigmen merahnya
yang berada di lapisan kulit ari. Mutu dan sifat tepung beras bergantung pada
mutu bahan bakunya. Secara umum proses penggilingan padi terutama lama
penyosohan mempengaruhi komposisi proksimat. Semakin lama penyosohan
suhu awal gelatinisasi cenderung turun, sedangkan pengaruhnya terhadap
viskositas saat granula pati pecah dan viskositas balik berbeda (Tabel 12).
Kadar total fenolik (TPC) tepung beras merah disajikan pada Tabel 13.
Total fenolik mencakup semua senyawa yang mempunyai gugus fenolik
mencakup asam-asam fenolik, flavonoids, dan antosianin dan proantosianidin.
Kadar total fenolik menunjukkan dengan jelas bahwa lama penyosohan
menurunkan kadar total fenolik dalam keempat jenis butir beras merah.
Disamping beras merah ternyata beras putih Ciherang dan tepung beras Rose
brand mengandung total fenolik meskipun nilainya relatif lebih rendah
dibandingkan dengan beras merah.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 53
Tabel 12. Pengaruh lama penyosohan terhadap sifat amilografi beras.
Varietas padi Awal Gelatinisasi
Granular pati pecah
Viscositas
Waktu (menit)
Suhu (
oC)
Waktu (menit)
Suhu (
oC)
Viscositas (cP)
50oC
(cP) Balik (cP)
Aek Sibundong
Beras pecah kulit 16,3 85,5 19,3 93,5 1.145,0 1.653,3 508,3
Sosoh 30 detik 18,3 89,5 20,3 93,6 1.096,7 1.826,7 730,0
Sosoh 60 detik 16,7 84,2 20,7 93,7 1.766,7 2.478,3 711,7
Inpari 24
Beras pecah kulit 18,7 89,0 21,7 93,7 2.285,0 3.528,3 1.243,3
Sosoh 30 detik 17,7 83,7 22,3 93,6 3.391,7 4.525,0 1.133,3
Sosoh 60 detik 18,0 85,1 22,0 93,6 3.201,7 4.403,3 1.201,7
Inpara 7
Beras pecah kulit 19,3 90,1 22,0 93,8 1.880,0 4.235,0 2.355,0
Sosoh 30 detik 20,3 90,0 22,7 93,6 1.780,0 3.426,7 1.646,7
Sosoh 60 detik 19,0 85,6 23,3 93,7 2.543,3 4.330,0 1.786,7
Inpago 7
Beras pecah kulit 17,0 84,7 20,3 93,2 2.270,0 4.111,7 1.841,7
Sosoh 30 detik 18,7 87,8 21,0 93,0 1.631,7 3.180,0 1.548,3
Sosoh 60 detik 16,3 80,5 21,0 93,1 2.525,0 3.788,3 1.263,3
Ciherang
Beras pecah kulit 20,0 91,3 23,0 94,0 1.910,0 4.373,3 2.463,3
Sosoh 30 detik 19,3 91,6 22,0 93,9 2.026,7 3.703,3 2.676,7
Sosoh 60 detik 20,0 91,6 22,3 93,8 1.731,7 4.621,7 2.890,0
Produk pangan basah yang dibuat adalah kue Nagasari, Apem dan Talam,
yang dimaksudkan untuk mengeksplorasi ketahanan senyawa-senyawa fenolik
dan antosianin di dalam sampel beras/tepung merah selama pengolahan/
pemasakan. Pembuatan kue Nagasari dan Talam melibatkan proses pengukusan,
sedangkan pembuatan kue Apem melibatkan proses pemanggangan.
Pembuatan kue Nagasari (tanpa pisang) menggunakan 250 g tepung
beras merah, 1 sdm tapioka, 100 g gula pasir, 500 ml air santan, gula, garam.
Air santan, separuh dicampur dengan tepung beras+ tapioka+garam+gula,
separuh lagi direbus kemudian adonan santan dan tepung dimasukkan (api
dikecilkan). Adonan diaduk sampai kalis lalu diangkat dan diambil sedikit/
sesendok makan dan dibungkus daun pisan lalu dikukus sampai matang (1 jam).
Kue Apem (panggang) menggunakan 125 g tepung beras merah, 125 g terigu,
175 g gula pasir, 4 butir telur, 250 ml santan kental dan 5 g fermipan (natrium
bisulfat). Santan direbus hingga mendidih, kemudian didinginkan. Telur dan gula
pasir dikocok hingga mengembang, fermipan, tepung beras, terigu dan santan
ditambahkan. Adonan diaduk hingga rata dan kalis, kemudian dibiarkan 1 jam.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 54
Cetakan apem dipanaskan, lalu adonan dituangkan secukupnya sampai
matang. Pembuatan kue Talam (asin) menggunakan 200 g tepung beras merah,
2 sdm tapioka, garam dan 700 ml air santan. Semua bahan dicampur menjadi
satu dengan santan, lalu dikukus sampai matang.
Pengaruh pengolahan terhadap kandungan fenolik, kadar antosianin (TAC)
dan total fenolik (TPC) dalam kue Nagasari, Apem dan Talam. Nilai TPC tepung
beras merah 148-211 mg/100g, menurun menjadi seperempatnya akibat proses
pembuatan kue Nagasari (33-55 mg/100g), pembuatan kue Talam (30-45
mg/100mg). Proses pembuatan kue Apem yang melibatkan pemanggangan
(suhu tinggi waktu singkat) menurunkan TPC pada Aek Sibundong, Inpago 7,
Inpara 7, dan Inpari 24 menjadi 124, 85, 73 dan 52 mg/100g (Tabel 13).
Tabel 13. Kadar total senyawa fenolik tepung beras merah yang disosoh 30 detik
dan produk pangan basah
Varietas padi Tepung beras
(mg/100 g)
Nagasari
(mg/100 g)
Apem
(mg/100 g)
Talam
(mg/100 g)
Aek Sibundong 211,4 48,1 123,6 44,9
Inpari 24 148,7 47,4 51,6 44,9
Inpara 7 201,8 33,3 72,6 41,8
Inpago 7 190,8 50,3 84,7 29,8
6. Pengendalian Terpadu Bio-Intensif Penyakit Tungro
Hasil pengamatan pada petak pengendalian terpadu bio-intensif dan petak
pengendalian konvensional ditemukan populasi wereng hijau. Penggunaan
andrometa (campuran cendawan entomopatogen Metharizium anisopliae dan
ekstrak sambiloto) memiliki populasi wereng hijau (11.30 ekor, 62.00 ekor, 28.00
ekor, dan 26.00 ekor) tidak berbeda nyata jika dibandingkan populasi wereng
hijau di petak pengendalian konvensional sesuai kebiasaan petani menggunakan
pestisida (4 ekor, 56,30 ekor, 34 ekor, dan 22,33 ekor). Kepadatan populasi
wereng hijau cenderung lebih tinggi pada varietas TN1 daripada kedua varietas
lainnya baik di petak pengendalian bio-intensif maupun di petak konvensional.
Semua varietas memperlihatkan perkembangan populasi wereng hijau sejak 2
MST, nimfa mencapai puncak kepadatan populasinya pada 4 MST, kemudian
berangsur-angsur 6 MST dan 8 MST. Sementara wereng hijau dewasa mencapai
puncak populasinya pada 6 MST dan menurun pada 8 MST.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 55
Musuh alami yang ditemukan pada semua varietas di petak pengendalian
terpadu bio-intensif dan petak konvensional adalah 12 spesies predator antara
yaitu Synharmonia octomaculata, Ophionea nigrofasciata, Paederus fuscipes,
Conocephalus longipennis, Agriocnemis spp., Araneus inustus, Lycosa
pseudoannulata, Oxyopes javanus, Phiddupas sp., Tetragnatha maxillosa,
Anaxipha longipennis, dan Solepnopsis geminate namun tidak ditemukan pada
setiap minggu pengamatan. Berdasarkan jumlah individu yang ditemukan pada
setiap minggu pengamatan, terlihat adanya variasi fluktuasi kepadatan populasi
masing-masing predator. Synharmonia octomaculata, Araneus inustus, dan
Tetragnatha maxillosa mendominasi pada semua varietas di petak pengendalian
bio-intensif dan konvensional. Secara umum, fluktuasi kepadatan populasi
predator mengikuti pola fluktuasi kepadatan populasi wereng hijau.
Insiden tungro relatif rendah hanya pada 2 MST dan 6 MST (0,67 – 3,33),
sedangkan pada 8 MST tidak ditemukan gejala tungro. Insiden tungro yang
terjadi merupakan bawaan dari wereng hijau yang ditemukan di pertanaman
pada awal vegetatif (2 MST dan 4 MST) dengan kepadatan populasi tinggi. Pada
6 MST dan 8 MST terjadi puncak infeksi tungro karena sudah tersedia sumber
inokulum dan populasi wereng hijau di pertanaman sehingga serangan tungro
tinggi. Terjadi peningkatan insidensi tungro menunjukkan adanya penularan
sekunder oleh wereng hijau dari tanaman terinfeksi sebelumnya. Aplikasi
andrometa tidak berpengaruh secara langsung terhadap keberadaan jenis dan
kepadatan populasi predator. Demikian juga terhadap pola fluktuasi kepadatan
populasi wereng hijau mengikuti pola yang terjadi di wilayah lokasi percobaan.
Tidak ditemukan wereng hijau yang mati akibat terparasit jamur M.anisopliae.
Perlakuan andrometa berpengaruh terhadap penghambatan infeksi virus tungro.
Pemangkasan gulma di pematang pada 2 dan 4 MST mempengaruhi eliminasi
sumber inokulum sekunder dan meningkatkan proses predasi terhadap wereng
hijau pada saat fase kritis infeksi tungro sehingga insiden tungro relatif rendah.
Hasil pada petak pengendalian terpadu bio-intensif penyakit tungro pada semua
varietas (4,83 – 6,23 t/ha) tidak berbeda nyata dengan yang dipetak
pengendalian konvensional (5,43 – 7,63 t/ha). Aplikasi andrometa tidak
berpengaruh terhadap hasil, karena hasil pada petak pengendalian terpadu bio-
intensif dan pengendalian konvensional, tidak berbeda nyata (Gambar 28).
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 56
Gambar 28. Perkembangan insidensi tungro pada 2, 4, 6 MST petak perlakuan
Gambar 29. Pertanaman padi dengan aplikasi andrometa di KP Lolittungro
7. Pengelolaan Pestisida dalam Pengendalian Tungro
Kepadatan populasi wereng hijau dan insidensi tungro selama musim
tanam dimonitoring. Kepadatan populasi wereng hijau dan insidensi tungro
diamati pada tahapan budi daya mulai dari persiapan tanam (singgang/ratun,
persemaian dan olah lahan), masa kritis dan pasca kritis penularan tungro (2, 4,
6, 8 MST), demikian pula keadaan di pertanaman sekitar petak percobaan. Hasil
sementara monitoring terhadap wereng hijau dan insidensi tungro menunjukkan
kepadatan populasi wereng hijau relatif tinggi pada singgang dan kondisi lahan
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 57
masih belum diolah (10 ekor dalam 10 ayunan ganda jaring serangga), kemudian
pada masa persemaian dan 2 MST justru kepadatan populasi wereng hijau
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa wereng hijau belum membentuk generasi
populasi, dan sifatnya hanya berpindah-pindah. Insidensi tungro muncul pada 2
MST, meskipun dengan persentase rendah (0,08%). Hal ini mengindikasikan
bahwa penularan tungro telah terjadi pada saat dipersemaian. Insidensi tungro
dipengaruhi oleh tingkat kepadatan populasi vektor wereng hijau. Rendahnya
tingkat populasi wereng hijau di persemaian, namun telah mendapatkan atau
mengandung sumber virus tungro (viruliferous vector) mampu menularkan virus
tungro pada tanaman sehat menyebabkan insidensi tungro yang muncul pada 2
MST meskipun dengan persentase rendah pula.
Gambar 30. Penelitian "Pengelolaan Pestisida dalam Pengendalian Tungro" :
a. cabut bibit; b. plotting; c. persiapan label ; d. lahan sebelum
ditanami; e. lahan telah ditanami.
Perlakuan pengendalian wereng hijau pada masa kritis penularan
(persemaian) mempengaruhi kepadatan populasi dan insidensi tungro. Beberapa
perlakuan teknik aplikasi pestisida di persemaian cenderung mempengaruhi
keberadaan populasi wereng hijau pada 2 MST. Perlakuan aplikasi tiometoxam (C
dan E) tidak didapatkan individu wereng hijau, namun dibandingkan pada
perlakuan aplikasi karbofuran (A, B, D, F) keberadaan populasi wereng hijau
bervariasi di setiap petak perlakuan, meskipun rata-rata kepadatan populasi
rendah secara keseluruhan (1 ekor per petak). Demikian juga pada perlakuan
sambiloto (G), dan tanpa aplikasi pestisida (H) masih terdapat keberadaan
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 58
wereng hijau (Tabel 14.). Perlakuan aplikasi pestisida di persemaian secara tidak
langsung menunjukkan dampak terhadap penularan tungro. Aplikasi petisida baik
sintetis maupun nabati di persemaian cenderung menekan persentase kejadian
tungro. Petak tanpa aplikasi (H) pada 2 MST menunjukkan rumpun yang gejala
tungro lebih tinggi (0,008%) dibandingkan dengan petak dengan aplikasi
pestisida (A, B, C, D, E, F, G). Munculnya gejala tungro pada 2 MST akan
mendorong perkembangan insidensi tungro pada minggu-minggu berikutnya.
Tabel 14. Rata-rata kepadatan populasi wereng hijau dan insidensi tungro pada
beberapa perlakuan teknik aplikasi pestisida pada 2 MST.
Parameter Perlakuan teknik aplikasi pestisida
A B C D E F G H
Wereng hijau
(ekor) 0 0,67 0 0,33 0 0 0,67 0,33
% tungro 0,005 0 0 0,005 0,005 0,000 0,006 0,008
8. Metode Penentuan Pemupukan P Pada Jagung Berdasarkan
Ketersediaan Hara Tanah dan Potensi Hasil Tanaman.
Menentukan rekomendasi pemupukan N,P, dan K secara cepat dengan
menggunakan analisis tanah PUTK, meskipun rekomedasi pemupukannya masih
sangat umum dan tidak didasari atas target hasil. Untuk menentukan
rekomendasi pemupukan N pada tanaman jagung hibrida seperti pada Tabel 15.
Setiap kenaikan target hasil sebesar 1 t/ha dari target hasil minimal 6 t/ha
diperlukan tambahan pupuk N 25 kg/ha. Standar pemupukan untuk hasil minimal
6 t/ha adalah 60 kg N/ha pada kandungan C-organik tanah yang tergolong
rendah, 33 kg N/ha pada kandungan C-organik tanah tergolong sedang, dan 5
kg N/ha pada kandungan C-organik tanah tergolong tinggi.
Untuk menentukan rekomendasi pemupukan P seperti pada Tabel 16,
dengan target hasil 6 t/ha dengan ketersediaan hara P rendah adalah 40 kg
P2O5/ha, kadar hara P sedang diperlukan 31 kg P2O5/ha, sedangkan pada kadar P
tinggi tidak diperlukan P sampai pada target hasil 8 t/ha, takaran P dibutuhkan
pada kadar P tinggi jika target hasil 9 t/ha dengan takaran 5 kg P2O5/ha. Setiap
kenaikan hasil 1 t/ha diperlukan tambahan rata-rata 10 kg P2O5/ha untuk P
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 59
rendah, dan 5 kg P2O5/ha untuk P sedang dan tinggi (Tabel 16). Rekomedasi
pemupukan K akan dilakukan penelitian pada tahun 2017.
Tabel 15. Rekomendasi pupuk N pada tanaman jagung berdasarkan target hasil
dan kandungan bahan organik tanah
Target hasil
(t/ha)
Kandungan C- organik (%)
Rendah (< 1,5) Sedang (1,5 – 3) Tinggi (> 3)
Takaran pupuk N (kg/ha)
6 85 58 30
7 110 83 55
8 135 108 80
9 160 133 105
10 185 158 130
11 210 183 155
12 235 208 180
13 260 233 205
Tabel 16. Rekomendasi pupuk P pada tanaman jagung berdasarkan target hasil
dan kandungan P tanah
Target hasil
(t/ha)
Kandungan P
Rendah Sedang Tinggi
Takaran pupuk P2O5 (kg/ha)
6 40 31 0
7 50 36 0
8 60 41 0
9 70 46 5
10 80 51 10
11 90 56 15
12 100 61 20
13 100 66 25
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 60
9. Pemupukan Jagung Spesifik Lokasi Pada Lahan Kering Di Kabupaten
Bantaeng
Untuk memperoleh hasil jagung yang tinggi di Kabupaten Bantaeng
diperlukan pemupukan N, P, dan K. Takaran pupuk yang digunakan berbeda
untuk masing-masing kondisi tanah karena memiliki karakteristik dan susunan
kimia tanah yang berbeda. Berdasarkan analisis tanah menggunakan PUTK, sifat
fisik dan kimia tanah beragam antar-lokasi. Peluang hasil jagung di Kabupaten
Bantaeng 9 - 11 t/ha, di lahan kering 9 t/ha dan di lahan sawah 10 - 11 t/ha.
Tingginya peluang hasil lahan sawah di Kecamatan Bissapu dan Gantarangkeke
(11 t/ha) karena ketersediaan air yang cukup dan pengelolaan tanaman baik.
Berdasarkan hasil sifat fisik dan kimia tanah dan dengan hasil jagung yang dapat
diperoleh 9 - 11 t/ha, maka rekomendasi pemupukan pada tanaman jagung
adalah 170 – 190 kg N/ha, 66 – 73 kg P2O5/ha, dan 33 – 55 kg K2O/ha.
Umumnya pupuk yang tesedia pada tingkat petani di Kabupaten Bantaeng
urea, ZA, dan pupuk majemuk (Phonska dan NPK-pelangi). Petani umumnya
memupuk S menggunakan ZA, sementara sifat kimia tanah kekurangan P dan K,
maka jenis pupuk yang tepat direkomendasikan digunakan di Kabupaten
Bantaeng urea dan Phonska. Pupuk Phonska mengandung 15 N,15 P2O5,15 K2O,
dan 10 S. Adanya kandungan S pada Phonska, maka tidak diperlukan pupuk ZA.
Rekomendasi pupuk P dan K setiap lokasi menggunakan Phonska diperhitungkan
berdasarkan takaran K2O yang dibutuhkan setiap lokasi (Tabel 17). Hal ini berarti
sebagian N diperoleh dari pupuk majemuk, sisa N ditambahkan melalui pupuk
Urea, sedangkan kekurangan P tidak diperhitungkan mengingat SP36 tidak
tersedia di kios tani atau pedagang pupuk terdekat di lokasi. Jika berdasarkan
kandungan P2O5 pada Phonska, maka akan kelebihan pemupukan K. Berdasarkan
perhitungan ini, maka takaran pupuk yang digunakan di Bantaeng adalah 293 -
337 kg urea dan 220 + 367 kg pupuk majemuk Phonska per hektar. Aplikasi
pupuk dilakukan 2 kali, yaitu untuk N masing-masing separuh takaran pada
pemupukan umur 10-15 HST dan sisanya ada umur 40-45HST, sedangkan P2O
dan K2O(Phonska) semuanya diberikan pada umur 40-45 HST.
Analisis usahatani berdasarkan rekomendasi pemupukan hasil program NE
mempunyai rata-rata pengeluaran biaya saprodi Rp. 2.432.000, biaya tenaga
kerja Rp. 4.721.000, dan rata-rata pendapatan kotor Rp. 25.714.000 dengan
tingkat keuntungan Rp. 18.561.000 dan R/C rasio 3,59). Meskipun rekomendasi
pemupukan biaya usahatani lebih tinggi dibanding pemupukan eksisting, tetapi
peluang hasil tinggi (9–10 t/ha) juga mempunyai pendapatan kotor, keuntungan,
dan R/C ratio lebih tinggi dibanding pemupukan yang eksisting di tingkat petani.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 61
Berdasarkan marginal rate return (MRR) >100% (CIMMYT 1988). Nilai
MRR rekomendasi pemupukan di semua lokasi >100, ini menunjukkan bahwa
semua takaran pemupukan layak pada setiap lokasi. Nilai MRR 614%. Karena itu
untuk memperoleh hasil dan keuntungan yang lebih tinggi, petani jagung dapat
menerapkan teknologi yang direkomendasikan.
Tabel 17. Rekomendasi jenis, dosis, dan waktu pemberian pupuk pada tanaman
jagung di Kabupaten Bantaeng
Kecamatan
Rekomendasi dosis dan waktu pemberian pupuk
≤ 10 HST (kg /ha) 40 – 45HST (kg/ha)
Urea Pupuk majemuk* Urea
Bissapu 87 367 207
Uluere 96 340 207
Sinoa 96 340 207
Bantaeng 113 220 185
Eremerasa 109 367 228
Pa‘jukukang 96 340 207
Gantarangkeke 109 367 228
Rata-rata 101 334 210
keterangan : *= Pupuk majemuk yang banyak beredar ditingkat petani adalah
Phonska dengan kandungan 15:15:15:10 (N,P2O5, K2O, dan S)
10. Pemanfaatan Dekomposer Yang Efektif Untuk Pembuatan Pupuk
Organik
Pemanfaatan lahan secara intensif dengan penanaman secara
berkelanjutan dapat memperburuk kesuburan dan tekstur tanah. Penambahan
bahan organik, selain berfungsi sebagai sumber hara bagi tanaman dalam jangka
panjang, juga berfungsi memperbaiki tekstur tanah. Pemanfaatan limbah
tanaman jagung sebagai mulsa, selain bermanfaat langsung, dalam jangka
panjang berfungsi sebagai sumber hara bagi tanaman insitu, meski masih
memerlukan proses perombakan limbah tersebut cukup lama. Oleh karena itu,
diperlukan mikroorganisme dekomposer yang dapat merombak limbah batang
tanaman jagung secara cepat, sehingga limbah tanaman dapat diproses insitu
dan tidak perlu lagi mengangkut limbah keluar lahan. Dengan demikian
usahatani jagung dapat berkelanjutan dan efisien.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 62
Untuk mempercepat pengomposan jagung, ditemukan bakteri dan
cendawan untuk dijadikan dekomposer. Kombinasi bakteri isolate Bacillus cereus
strain ATCC 14579 dikombinasikan dengan cendawan Aspergillus fumigatud dan
bakteri Bravundimonas diminuta strain NBRC 12967 dapat membuat kompos
yang lebih cepat dibanding menggunakan EM4 yang banyak beredar di tingkat
petani. Untuk memperbanyak dekomposer tersebut dilakuan dengan
menggunakan molases
11. Formulasi Kombinasi Biopestisida Dan Pestisida Nabati Dalam
Pengendalian Hawar Upih (Rhizoctania Solani)
Penyakit hawar daun (B. maydis) dan hawar upih daun (R. solani)
ditemukan menginfeksi luas pada pertanaman jagung di Indonesia dan pada
beberapa wilayah terdapat tingkat virulensi yang tinggi, dan kehilangan hasil
yang disebabkan oleh penyakit tersebut dapat mencapai 50%. Pengendalian
selama ini masih mengandalkan pada penggunaan pestisida kimiawi. Untuk
penggunaan varietas tahan, dalam menekan keberadaan hawar daun dan hawar
upih daun sangat terbatas. Karena itu, diperlukan kombinasi biopestisida dan
nabati dalam menekan hawar daun dan hawar upih (B. maydis dan R. solani) di
samping ramah lingkungan juga dapat menekan biaya produksi dalam
pengelolaan tanaman jagung. Teknologi pengendalian serangan hawar daun B.
maydis adalah kombinasi formula B. subtilis 1 kg/ha yang dikombinasikan dengan
daun cengkeh 4 l/ha diaplikasikan pada 2 dan 4 minggu setelah tanam dapat
menekan 13% serangan hawar daun.
12. Peta Sebaran Spesies Penyebab Penyakit Bulai
Penyakit bulai adalah salah satu penyakit utama tanaman jagung. Dalam
pengendalian terpadu penyakit bulai, memerlukan data base yang komprehensif,
seperti pemetaan wilayah-wilayah endemik dan spesies penyebabnya. Perbedaan
tingkat serangan dan spesiesnya menyebabkan strategi pengendaliannya juga
berbeda. Sebanyak tiga spesies patogen penyakit bulai ditemukan di Indonesia,
yaitu Peranosclerospora. maydis, P. philippinensis, dan P. sorghi. P.maydis
ditemukan di Kalimantan Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur,
Sulawesi Tengah, dan sebagian Sulawesi Selatan. P. philippinensis ditemukan di
Sulawesi Utara, Gorontalo, dan sebagian besar Sulawesi Selatan. Sedangkan P.
sorghi ditemukan di Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur,
D.I. Yogyakarta dan Sulawesi Tenggara. spesies P. maydis dan P.phlipinensis
umumnya ditemukan pada lahan-lahan dataran rendah, sedangkan P. sorghi
umumnya ditemukan pada lahan-lahan dataran tinggi.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 63
Gambar 31. Peta penyebaran Peronosclerospora spp. di Indonesia
13. Budi Daya Gandum Yang Beradaptasi Pada Dataran Menengah
Pengaturan populasi tanaman akan mempengaruhi lingkungan fisik secara
langsung maupun tidak langsung melalui kompetisi tanaman dalam
memanfaatkan air, cahaya, dan unsur hara dalam tanah. Populasi optimum
perlu diperhatikan untuk memanfaatkan sumber daya alam daerah tropik
dengan sinar surya melimpah. Untuk dapat memanfaatkannya secara optimal
dalam proses fotosintesis adalah dengan memodifikasi populasi tanaman
sehingga memberikan peluang tanaman gandum membentuk peranakan yang
optimal. Begitupula pemberian boron dapat membantu tanaman gandum
beradaptasi pada dataran menengah – rendah dengan menghasilkan produksi
yang maksimal.
Pemberian boron dapat membantu tanaman gandum beradaptasi pada
dataran menengah – rendah dengan menghasilkan produksi yang maksimal.
Pemberian boron 75 g H3BO3/ha dengan jarak larikan 20 cm dan jumlah benih 60
kg/ha memberikan hasil biji tertinggi pada tanaman gandum varietas Guri-2 di
KP. Bontobili.
Hasil tertinggi yang diperoleh sebesar 0,36 t/ha, telah memberikan indikasi
bahwa gandum dapat tumbuh pada kondisi yang relatif panas pada ketinggian +
100 m dpl.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 64
14. Penentuan Populasi Optimum Untuk Budi Daya Sorgum Manis
Tanaman sorgum merupakan tanaman alternatif yang populer sebagai
bahan baku industri bioethanol. Penggunaan teknik budi daya yang tepat pada
pertanaman sorgum dapat meningkatkan hasil batang dan biji sorgum.
Pengaturan jarak tanam yang tepat akan meningkatkan efisiensi penggunaan
lahan dengan hasil panen yang optimal.
Budi daya sorgum manis di lahan suboptimal dengan populasi 166.668
tanaman per hektar dengan jarak tanam 60 cm x 10 cm meningkatkan bobot
panen batang. Populasi tinggi juga tidak menurunkan hasil panen biji.
15. Budi daya Kedelai di Lahan Pasang Surut di Bawah Kelapa Sawit
Kendala yang dihadapi tanaman kedelai agar mampu tumbuh optimal di
lahan tersebut adalah kejenuhan Al tanah tergolong tinggi (26-41%),
ketersediaan hara K, Ca, Na, dan KTK efektifnya rendah. Agar tanaman kedelai
mampu tumbuh dan memberikan hasil memadai, di lahan tersebut kejenuhan Al
nya perlu diturunkan dengan pemberian dolomit hingga mencapai 20%, dipupuk
urea 50 kg + 75 kg SP36 + 50 kg KCl + pupuk kandang 1,25 t/ha + Pupuk hayati
Rhizobium Agrisoy 0,3 kg/ha + Mikorhiza Biovam 5 kg/ha. Paket teknologi ini
mampu memberikan hasil 1,58-1,88 t/ha di Sidomulyo dan 1,35-1,78 t/ha di
Kolamakmur, lebih tinggi daripada penerapan paket teknologi budi daya anjuran
dolomit 1.000 kg/ha + Phonska 150 kg/ha + Urea 50 kg/ha + 100 kg SP36/ha+
pupuk kandang 1500 kg/ha, dan paket teknologi yang diterapkan petani.
Tingkat kejenuhan Al tersebut dapat diturunkan hingga 30%, bila ditanam
varietas toleran masam seperti Tanggamus. Hasil varietas Tanggamus,
Anjasmoro, dan Burangrang pada tingkat kejenuhan Al 30% dengan input urea
50 kg + 75 kg SP36 + 50 kg KCl + pupuk kandang 1,25 t/ha + Pupuk hayati
Agrisoy 0,3 kg/ha + Mikorhiza Biovam 5 kg/ha dapat meningkat (Tabel 18).
Tabel 18. Jumlah polong dan hasil kedelai pada tiga macam teknik budi daya di
Barito Kuala, Kalimantan Selatan 2016.
Kejenuhan Al (%) Hasil (t/ha)
Anjasmoro Panderman Tanggamus
Kontrol (41) 0,13 e 0,11 e 0,19 e
20 1,48 c 0,95 d 1,74 a
30 1,68 abc 1,51 bc 1,69 ab
Nilai yang didampingi oleh huruf sama tidak berbeda menurut DMRT 5%
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 65
16. Integrasi Serbuk Biji Mimba Dan Nuclear Polyhedrosis Virus Untuk
Pengendalian Hama Pada Tanaman Kedelai Di Lahan Pasang Surut.
Spodoptera litura Nuclear Polyhedrosis Virus (SlNPV) dan Serbuk biji
mimba (SBM) adalah dua insektisida nabati yang diketahui efektif untuk
mengendalikan beberapa hama penting pada tanaman kedelai. Serbuk biji
mimba (SBM) adalah ramuan alami dengan bahan dasar biji tumbuhan mimba
(Azadirachta indica). SBM dengan senyawa utama Azadiractin efektif menekan
hama lalat kacang, Thrips, kutu cabuk (Aphis), dan kutu kebul B. tabaci, serta
berbagai jenis hama polong kedelai. SBM mengandung senyawa metabolit
sekunder di antaranya azadirachtin, salanin, meliantriol, nimbin dan nimbidin
yang memiliki pengaruh menghambat proses ganti kulit serangga, penurun nafsu
makan (anti-feedant) yang mengakibatkan daya rusak serangga sangat
menurun, penghalau (repellent) yang mengakibatkan serangga enggan
mendekati dan berfungsi sebagi anti-virus, bakterisida, dan fungisida sehingga
selain hama juga sangat bermanfaat untuk mengendalikan penyakit tanaman
(Gambar 32).
Gambar 32. Hasil panen kedelai Argomulyo pada perlakuan tanpa
pengendalian, biopestisida pemantauan, biopestisida
mingguan, dan kimia pemantauan pada areal kelapa sawit
muda di Desa Sidomulyo, Kec. Wanaraya, Kab. Barito Kuala,
Kalimantan Selatan. MK 2016.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 66
17. Teknologi Pemupukan Dan Aplikasi Fitohormon Pada Ubikayu Di
Lahan Pasang Surut Kalimantan Selatan
Lahan pasang surut sangat potensial untuk pengembangan ubikayu namun
ada beberapa kendala yaitu fisiko-kimia lahan berupa genangan air, kondisi fisik
lahan, tingginya kemasaman tanah, adanya Al, Fe dan H2S, intrusi air garam dan
rendahnya kesuburan tanah. Di Kalimantan Selatan, lahan pasang surut tipe C
dan D banyak diusahakan usahatani ubikayu. Varietas unggul ubikayu Kristal
yang memiliki tekstur lunak, keset, agak halus, sedikit punel (lekat) dan warna
umbi putih, disukai konsumen di lahan pasang surut Kalimantan Selatan.
Pupuk organik yang diperlukan antara 2,5 – 10 t/ha (pupuk kandang
kotoran ternak, kompos atau campuran di antara keduanya). Takaran pupuk
yang diperlukan untuk memperoleh hasil optimal adalah: 135 kg N + 108 kg
P2O5 + 150 kg K2O + 300 kg Dolomit. Tanah dengan kemasaman agak tinggi
perlu ditambahkan dolomit untuk meningkatkan ketersediaan hara Ca dan Mg
dan meningkatkan pH tanah. Hormon Auksin untuk merangsang pertumbuhan
akar, hormon sitokinin untuk merangsang pertumbuhan batang dan daun, dan
hormon giberelin untuk merangsang perkembangan umbi.Hasil tertinggi dengan
pemupukan tanpa fitohormon di Desa Sidomulyo mampu mencapai 30,66 ton/ha
setara dengan perlakuan pemupukan ditambah fitohormon auxin dan cytokinin
yaitu 30,22 ton/ha (Tabel 19).
Tabel 19. Produksi ubikayu di lahan pasang surut Kecamatan Wanaraya
menggunakan pemupukan dan fitohormon.
Perlakuan
Produksi (ton/ha)
Desa Kolam
Makmur
Desa
Sidomulyo
Pupuk Kg (N, P, K)
a. 90 + 54 + 90 25,98 25,40
b. 112,5 + 72 + 120 + 300 dolomit 27,83 27,49
c. 135 + 108 + 150 + 300 dolomit 22,68 30,66
Hormon
1. Tanpa hormon 23,08 27,94
2. Giberilin 23,24 27,34
3. Auxin + cytokinin 30,26 29,16
4. Auxin + cytokinin + giberilin 25,40 26,92
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 67
18. Teknologi Budi Daya Kacang Tanah di Lahan Salin
Tanah salin umumnya mempunyai pH <8,5 dan kejenuhan Na tinggi
(ESP)<15%. Tanah sodik adalah tanah salin dengan pH>8,5 dan ESP>15%.
Tanah salin-sodik adalah tanah salin dengan pH<8,5 dan ESP>15%. Tanah salin
umumnya bertekstur liat dan struktur masiv.
Petani umumnya hanya menanam padi pada musim hujan karena salinitas
tanah lebih rendah (4-6 dS/m) dan cukup air non-salin. Pada musim kemarau
salinitas cukup tinggi (mencapai 14-19 dS/m) dan tidak tersedia air irigasi non-
salin. Kacang tanah varietas Hypoma 2 dan Domba sangat toleran salin dan
toleran kekeringan. Dengan alternatif budi daya tersebut maka petani dapat
meningkatkan intensitas penggunaan lahan dari IP100 (padi-bero) menjadi IP200
(padi-kacang tanah), dan juga petani akan mendapatkan tambahan penghasilan
dari kacang tanah. Produksi yang diperoleh rata-rata 1,43 t/ha.
Teknologi budi daya ini disusun berdasarkan hasil penelitian di lahan salin
di Brondong (Lamongan) dengan DHL 8-14 dS/m dan di Palang (Tuban) dengan
DHL 13-19 dS/m. Paket teknologi budi daya menggunakan mulsa jerami; (1)
Tanah diolah dengan rotari; (2) Varietas toleran salin seperti Hypoma 2 dan
Domba; (3) Jarak tanam 40 cm x 15 cm, 1-2 tanaman/rumpun; (4) Pupuk Urea
75 kg + 100 kg SP36 + 50 KCl/ha; (5) Mulsa jerami 3,5 t/ha; (6) Ameliorasi 750
kg S/ha disebar bersamaan/setelah pengolahan tanah.
Hasil penelitian tidak menggunakan mulsa jerami; (1) Tanah diolah dengan
rotari; (2) Varietas toleran salin seperti Hypoma 2 dan Domba; (3) Jarak tanam
40 cm x 15 cm, 1-2 tanaman/rumpun; (4) Pupuk Urea 75 kg + 100 kg SP36 + 50
KCl/ha; (5) Mulsa jerami 3,5 t/ha; (5) Ameliorasi 5 ton pupuk kandang atau 1,5
t/ha gipsum disebar bersamaan/setelah pengolahan tanah.
19. Teknologi Pemupukan Kacang Hijau Di Lahan Kering
Umumnya kacang hijau dibudi dayakan pada lahan sawah setelah panen
padi pada musim kemarau, atau pada lahan kering pada awal atau akhir musim
hujan. Pada lahan kering petani menanam kacang hijau secara tumpangsari
dengan jagung atau kedelai, tanpa jarak tanam, tanpa pupuk, tanpa penyiangan
dan pengendalian hama/penyakit. Tanaman kacang hijau memanfaatkan pupuk
yang diberikan pada tanaman utamanya, jagung atau kedelai.
Paket teknologi budi daya pemupukan pada kacang hijau di lahan kering
mampu meningkatkan hasil dan memperbaiki status hara tanah setelah panen
kacang hijau terutama di lahan-lahan kering. Paket teknologi yang dikembangkan
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 68
sebagai berikut; varietas unggul (Sriti, Kutilang, Perkutu, Murai) dapat dianjurkan
terutama yang toleran penyakit embun tepung (Erysiphe polygoni). Pada tanah
kurang subur kacang hijau perlu dipupuk 50 kg Urea atau ZA + 50-100 kg SP-36
+ 50-100 kg KCl/ha. Apabila pupuk tunggal sulit diperoleh atau tidak tersedia,
maka kacang hijau dapat dipupuk 150 kg Phonska/ha. Pupuk organik berupa
pupuk kandang sapi atau ayam dengan takaran 2,5–5,0 t/ha dapat dianjurkan
pada paket teknologi ini. Pemupukan dilakukan pada saat tanam dengan cara
dilarik atau ditugal di samping baris tanaman.
Paket teknologi pemupukan pada kacang hijau di lahan kering mampu
meningkatkan hasil dari 1,64 t/ha menjadi 1,74 t/ha atau meningkat sebesar
6,7%. Paket teknologi pemupukan terhadap kacang hijau dan status hara tanah
setelah panen kacang hijau pada lahan kering di Probolinggo disajikan pada
Tabel 20.
Tabel 20. Paket teknologi pemupukan pada kacang hijau di lahan kering
20. Be-Bas: Formulasi Biopestisida dari Konidia Cendawan
Entomopatogen Beauveria Bassiana untuk Mengendalikan Berbagai
Jenis Hama Tanaman
Be-Bas merupakan formulasi biopestisida yang mengandung bahan aktif
dari konidia cendawan entomopatogen Beauveria bassiana. Be-Bas sangat efektif
untuk mengendalikan hama dari berbagai jenis ordo terutama Coleoptera. Efikasi
dapat diketahui dari keampuhan dalam membunuh seluruh stadia serangga, baik
nimfa/larva maupun imago.
Takaran Pupuk (kg/ha)
Hasil biji
(t/ha)
Biomas (t/ha)
C-organik
(%)
P2O5 -total
(mg/100 g)
K2O-total
(mg/100 g)
Tanpa pupuk 1,63 2,68 0,55 162 595
50 ZA + 50 SP36
+ 100 KCl
1,74 3,01 0,56 187 548
150 Phonska 1,79 3,06 0,81 184 571
5.000 pupuk
kandang
1,62 2,87 0,94 178 554
75 Phonska +
2.500 Pupuk
kandang
1,74 3,19 0,38 183 612
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 69
Kelebihan formulasi Be-Bas adalah bersifat ovisidal yaitu mampu
menggagalkan penetasan telur hama dari ordo Coleoptera, Lepidoptera,
Homoptera, Isoptera, Hemiptera, dan Diptera. Oleh karena itu, biopestisida Be-
Bas dapat menekan peledakan hama lebih awal.
Biopestisida Be-Bas diformulasikan dalam bentuk tepung (powder) yang
dikemas ke dalam botol (Gambar 10). Volume semprot untuk hama daun dan
polong sebanyak 500-600 l/ha. Cara aplikasi biopestisida Be-Bas disesuaikan
dengan bioekologi hama, jika hama pemakan daun atau hama pemakan polong
maka harus diaplikasikan pada daun atau polong. Namun untuk hama yang
menyerang di dalam tanah seperti hama penggerek ubijalar (Cylas formicarius)
maka biopestisida ini harus diaplikasikan melalui tanah pada waktu pengolahan
tanah atau lewat pengairan. Untuk pengendalian hama daun dan polong harus
diapikasikan berulang kali minimal tiga kali aplikasi setiap dua hari terutama
untuk pengendalian ulat pemakan daun (Spodoptera litura), pengisap polong R.
linearis maupun kutu kebul B. tabaci. Aplikasi disarankan dengan menambahkan
bahan perekat dan diaplikasikan pada sore hari untuk menghindari sinar ultra
violet, angin dan air hujan.
Efikasi biopestisida Be-Bas dalam mengendalikan hama penggerek ubilajar
mampu menekan kerusakan hasil hingga mencapai 100% jika disbanding
keampuhan insektisida kimia. Kondisi ini terjadi karena larva dan stadia telur mati
terbunuh oleh biopestisida tersebut, sementara itu senyawa insektisida kimia
tidak mampu membunuh stadia larva C. formicarius karena stadia serangga
tersebut berada di dalam umbi.
Gambar 33. Produk biopestisida Be-Bas dalam kemasan botol yang prospektif
untuk mengendalikan berbagai jenis hama.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 70
Outcome teknologi yang dihasilkan Puslitbang Tanaman Pangan telah
diplikaikan di beberapa daerah, sebagai berikut :
Pertanian di Desa Tanjungsari, Kecamatan Banyudono, Kabupaten
Boyolali menerapkan teknologi jarwo super.
Penggunaan sistem tanam jajar legowo (Jarwo) Super dan varietas
unggul baru (VUB) padi terus dikampanyekan oleh Badan Litbang Pertanian,
karena dengan teknologi tersebut, dapat meningkatkan produktivitas padi,
hingga 30%. Lahan padi seluas 100 hektar yang dipersiapkan untuk salah satu
rangkaian peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) itu sebagai contoh nyata
kepada petani penggunaan sistem teknologi tanam terbarukan. Dengan sistem
Jarwo Super tersebut sangat menguntungkan para petani.
Penerapan Teknologi Jarwo Super ini tergolong mudah yaitu hanya
dengan penggunaan pupuk hayati yang diuraikan, lalu pola tanam dengan 3:1
serta menggunakan varietas unggul baru (VUB) yakni Inpari 30, 32 dan 33.
Selain itu, melalui teknologi pertanian ini, padi juga lebih tahan terhadap hama
penyakit yang biasa menyerang padi.
Keberhasilan Jarwo Super Jadi Inspirasi Petani Di Kabupaten Tuban
Wilayah Kecamatan Plumpang merupakan salah satu lumbung padi di
Kabupaten Tuban. Saat ini merupakan masa tanam dan hampir seluruh wilayah
sudah tanam padi. Berbeda di Desa Plandirejo, Kecamatan Plumpang, sawah 4
hektar sudah panen. Demplot Padi sistem Jajar Legowo Super (Jarwo Super)
yang ditanam bulan Agustus lalu dipanen oleh Muspika Plumpang dengan hasil
maksimal. Kondisi ini menambah optimisme petani untuk terus meningkatkan
hasil panenya. ―Denplot Jarwo Super harus kita dukung sebagai percontohan
agar masyarakat nantinya bisa mengikuti tehnologi ini. Dikarenakan sistem ini
sangat menguntungkan‖,tegas Danramil Plumpang, Kapten Inf Istoha.
Jarwo Super merupakan teknologi dibidang pertanian yang dapat
meningkatkan hasil produksifitas padi dan mengurangi biaya produksi. Sehingga
petani sangat diuntungkan, karena modal lebih sedikit namun memperoleh
banyak keuntungan yang berdampak pada kesejahreaan petani meningkat.
Teknologi Jarwo Super merupakan teknologi budi daya padi terpadu dari
Balitbangtan yang berbasis cara tanam jajar legowo. Komponen teknologi di
dalamnya meliputi Varietas Unggul Baru (VUB) potensi hasil tinggi, dekomposer
jerami, pupuk hayati, pemupukan berimbang berdasarkan Perangkat Uji Tanah
Sawah (PUTS), dan pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 71
dengan pestisida nabati dan kimia berdasarkan ambang kendali, serta alsintan
(transplanter dan combine harvester).
Melalui teknologi Jarwo Super, produktivitas padi dapat ditingkatkan
hingga 30%. Implementasi pengembangan model ini dilakukan dalam bentuk
demarea dengan tujuan selain untuk memverifikasi keunggulan inovasi yang
diterapkan, juga sebagai wahana diseminasi kepada pengguna khususnya petani.
Diharapkan keberhasilan demplot sistem Jarwo Super ini mampu
memberikan dorongan kepada petani agar mengikuti sistem tanam ini. Sesuai
hasil tehnologi Jarwo Super yang dilaksanakan ini menghasilkan 8,3 ton/ha.
Sedangkan sebelumnya memakai pola tanam tradisional hanya menghasilkan 7
ton/ha. Selain peningkatan produksi hasil panen hingga 10%, juga biaya
produksi lebih efisien.
Be-Bas: Biopestisida efektif mengendalikan hama penggerek pada
ubijalar
Be-Bas, merupakan biopestisida yang dikemas dalam bentuk tepung.
Produk ini mengandung bahan aktif cendawan entomopatogen Beauveria
bassiana yang berfungsi sebagai pembasmi hama tanaman. Biopestisida ini dapat
membunuh stadia telur serangga yang tidak dimiliki oleh insektisida kimia,
karena membunuh stadia nimfa/larva dan imago, sementara stadia telur masih
tetap bertahan.
Be-Bas mengandung toksin atau metabolit yang menyebabkan kematian
pada berbagai jenis serangga hama. Jenis toksin yang dihasilkan dari produk Be-
Bas yaitu Beauvericin, Bassionalide, Bassiacridin, Beauverolide, Bassianin,
Oosporein, dan Tenellin. Masing-masing jenis toksin mempunyai kemampuan
dalam membunuh tiap jenis serangga inang.
Pengujian aplikasi produk Be-Bas dengan berbagai metode aplikasi untuk
mengendalikan hama penggerek umbi di lapangan dapat menekan kerusakan
umbi hingga 90%. Uji coba dilakukan melalui lubang tanam, ditambah
perendaman stek ubijalar selama 30 menit sebelum ditanam dan dilanjutkan
aplikasi semprot mulai umur tanaman 2 minggu sampai 12 minggu dengan
interval penyemprotan dua minggu dapat menekan kerusakan umbi hingga 90%.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 72
Sasaran Strategis 3 : Tersedianya Benih Sumber Varietas Unggul
Baru Tanaman Pangan Berdasarkan SMM ISO 9001-2008
Indikator kinerja jumlah benih sumber padi, jagung, dan kedelai dengan
SMM ISO 9001-2008, dicapai melalui kegiatan perbenihan tanaman pangan.
Adapun target yang telah ditetapkan sesuai dengan PK 2016, yaitu dihasilkannya
benih sumber sebanyak 218 ton kelas BS, FS dan SS. Capaian produksi benih
sumber tanaman pangan TA 2016 sebanyak 232,47 ton (106,64%) (Tabel 21).
Tabel 21. Indikator tingkat capaian kinerja produksi benih sumber tahun 2016.
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Benih padi (ton) 140 143,73 102,66
Benih aneka kacang dan ubi (ton) 53 53,72 101,36
Benih jagung dan serealia (ton) 35 35,02 100,06
Secara umum, target produksi benih sumber tanaman pangan tercapai
setiap tahunnya, keragaman jumlah produksi benih sangat bergantung pada
permintaan dari BPTP, serta penugasan dari Kementerian Pertanian dalam
mendukung 4 target sukses Kementerian Pertanian.
Tabel 22. Perbandingan capaian kinerja produksi benih sumber tahun 2015-2016
Indikator Kinerja Target/ Realisasi 2015 2016
Benih padi (ton) Target 143,50 140,00
Realisasi 156,49 (109,05%)
143,73 (102,66%)
Benih aneka kacang dan ubi (ton)
Target 53,30 53,00
Realisasi 62,73 (117,69%)
53,72 (101,36%)
Benih jagung dan serealia lainnya (ton)
Target 35,00 35,00
Realisasi 35,63 (101,80%)
35,02 (100,06%)
Perkembangan kinerja produksi benih sumber VUB padi, serealia serta
kacang dan ubi selama tahun 2010-2016 lebih tinggi dari target yang telah
ditetapkan. Sedangkan alokasi anggaran relatif meningkat, meskipun lebih
rendah daripada tahun 2012. Hal ini disesuaikan dengan target yang ditugaskan.
Realisasi anggaran relatif mendekati pagu anggaran (Gambar 34).
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 73
Gambar 34. Perkembangan realisasi kinerja dan anggaran produksi benih
sumber tanaman pangan 2010-2016.
Adapun produksi benih sumber tanaman pangan yang telah dihasilkan
secara rinci sebagai berikut:
Benih sumber padi
Benih sumber padi diproduksi oleh Unit Produksi Benih Sumber (UPBS) di
BBPadi dan Lolit Tungro. Sampai saat ini benih sumber yang telah dihasilkan
sebanyak 143,73 ton terdiri dari beberapa varietas dan kelas benih (NS, BS, BD,
dan BP) serta sebagian benih masih dalam prosesing. Benih sumber beberapa
varietas unggul padi yang dihasilkan telah tersebar di beberapa daerah melalui
BPTP, untuk menunjang kegiatan diseminasi, program bantuan kepada kelompok
tani, serta sebagian dibeli oleh swasta/individu. Benih varietas Inpari 7 Lanrang,
Inpari 36 Lanrang, dan Inpari 37 Lanrang telah tersebar di Propinsi Sulawesi
Selatan (Kab. Sidrap, Wajo, Pinrang, Soppeng, Bone, Maros, Gowa, Luwu Timur),
Sulawesi Barat (Kab. Polman), BPTP Papua, Kab. Kediri (Jawa Timur), BPTP
Sulteng, dan BPTP NTT.
Benih Sumber Jagung dan Serealia
Telah dihasilkan benih sumber serealia dari UPBS Balitsereal, Maros
sebanyak 35,02 ton terdiri dari berbagai varietas dan kelas benih. Adapun rincian
produksi benih sumber antara lain jagung kelas BS sebanyak 9,55 ton terdiri dari
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 74
varietas Srikandi Kuning, Pulut URI, Lamuru, Sukmarga, dan Bisma. Jagung kelas
BD sebanyak 19,28 ton terdiri dari varietas Srikandi Kuning, Pulut URI, Lamuru,
Sukmarga, Provit A1, dan Bisma. Tetua Betina jagung hibrida Bima 19 URI
sebanyak 0,25 ton. Jagung hibrida sebanyak 5,23 ton terdiri dari varietas Bima
19 URI dan Bima 20 URI. Sorgum kelas BS sebanyak 0,67 ton terdiri dari varietas
Super 1 dan Numbu. Gandum kelas BS sebanyak 0,04 ton terdiri dari varietas
GURI 1 sampai GURI 6.
Benih Sumber Kedelai, Kacang-kacangan, dan Umbi-umbian
Telah diproduksi benih sumber tanaman kedelai, kacang-kacangan dan
umbi-umbian oleh UPBS Balitkabi, Malang sebanyak 53,72 ton terdiri dari
berbagai varietas dan kelas benih. Benih sumber kedelai kelas NS sebanyak 2,72
ton, BS 15,08 ton, dan FS 28,25 ton. Kacang tanah kelas NS sebanyak 0,76 ton,
BS 1,63 ton, FS 3,0 ton. Kacang hijau kelas NS sebanyak 0,53 ton, BS 0,50 ton,
FS 1,25 ton. Diproduksi pula benih sumber ubikayu kelas BS sebanyak 150.000
stek dan ubijalar 32.000 stek.
Outcome kegiatan UPBS yang memproduksi benih sumber dan telah
tersebar ke berbagai daerah, di mana beberapa varietas unggul telah diadopsi
dan ditanam petani.
Inpari 32 Tetap Berkibar di Cipeucang, Pandeglang, Banten
Cipeucang adalah nama satu kecamatan di Kabupaten Pandeglang, di
daerah ini telah dilakukan display padi sawah seluas 1 hektar dengan
menampilkan 6 varietas yaitu Inpari 4, Inpari 20, Inpari 23, Inpari 31, Inpari 32,
dan Inpari 33. Fasilitas lainnya berupa demplot padi sawah seluas 4 hektar
dengan menampilkan 2 varietas padi yaitu Inpari 10 dan Inpari 32.
Berdasarkan respon masyarakat tani di daerah tersebut menilai tanaman
display menetapkan Inpari 20 sebagai varietas pilihan atas dasar penampilan dan
kesehatan tanaman. Sedangkan penilaian tanaman demplot menetapkan varietas
Inpari 32 sebagai varietas pilihan. Setelah melihat penampilan VUB tersebut,
petani dengan sukarela melanjutkan pengembangan padi Inpari 32
menggunakan benih hasil panen. Tercatat pengeluaran benih Inpari 32 sebanyak
185 kg yang cukup untuk 7 hektar pertanaman dengan cakupan di dalam
maupun luar Kecamatan Cipeucang, belum lagi bila ditambah pengeluaran benih
Inpari 32 yang tidak tercatat. Tidak kalah seru, benih Inpari 10 hasil panen
tercatat 230 kg sudah diambil petani dan 2 ton lainnya dijual di kios benih.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 75
Bupati Konawe Utara Persiapkan Swasembada Beras
Bupati Konawe Utara, Ruksamin mengatakan akan mempersiapkan tenaga
ahli khusus tanaman padi sebagai tenaga pendamping penyuluh, sehingga ke
depan produksi padi di Konawe Utara meningkat yang akhirnya Swasembada
beras. Hal ini disampaikan saat melakukan panen raya hasil Demonstrasi
Farming BPTP Sulawesi Tenggara padi sawah varietas Inpari 30 Ciherang Sub 1,
Inpari 6 Jete, dan Inpari 15 Parahyangan yang ditanam di areal seluas 5 ha.
Dengan perlakuan pemupukan berdasarkan analisis tanah, sistem tanam legowo
2 dan pengendalian hama terpadu, di Kecamatan Lasolo, Kamis 21/07/2016.
Hasil panen yang diperoleh sangat memuaskan yaitu Inpari 30 Ciherang
Sub 1 sebesar 7,3 ton/ha GKG, Inpari 15 Parahyangan 6,3 ton/ha GKG, dan
Inpari 6 Jete belum panen. Bupati minta agar Lasolo menjadi salah satu Varietas
VUB Badan Litbang Pertanian, seperti varietas Konawe, Mekongga, dan Inpari 10
Laeya yang sudah banyak dikenal masyarakat di luar Sulawesi Tenggara.
Gerakan Tanam Jagung Bima 19 URI di Kabupaten Sigi
Lokasi Pengembangan Kawasan Nasional Tanaman Pangan dilaksanakan
oleh Kelompok Tani Mpera Indah Desa Bobo Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi.
Pelaksanaan penanaman jagung dimulai 4 Juni 2016. Penanaman dilaksanakan
bersamaan dengan gerakan tanam jagung yang di inisiasi oleh Dinas Pertanian
(Distan) Tingkat I Sulawesi Tengah di lokasi demfarm. Gerakan tanam jagung
tersebut dihadiri Distan Propinsi Sulawesi Tengah, Distan Kabupaten Sigi, TNI,
BPTP Sulawesi Tengah, BP3K Bahagia, Kelompok Tani sekecamatan Palolo,
Penyuluh Swadaya, serta petani sekitar desa Bobo. Jagung hibrida BIMA 19 URI
seluas 1 ha dengan jarak tanam 75 x 40 cm dengan dua biji perlubang atau 75 x
20 cm dengan satu biji per lubang tanam, mampu berproduksi di atas 12,5 ton,
baik dengan tanpa olah tanah maupun olah tanah sempurna.
Saat ini petani sudah sangat mudah mendapatkan benih jagung hibrida
dengan harga terjangkau. Benih BIMA 19 URI dapat diperoleh pada penangkar
desa mandiri benih dalam kawasan nasional tanaman jagung, seperti di desa
Bunga, desa Sungku dan desa Pulu. Penangkar tersebut dibina oleh BPTP untuk
menghasilkan benih hibrida Bima 19 URI dan Bima 20 URI dengan harga
jauhlebih murah. Benih yang ditanam didemfarm ini adalah Bima 19 URI yang
dihasilkan Desa Mandiri Benih yang didampingi oleh BPTP. Dengan adanya
gerakan tanam tersebut diharapkan para peserta utamanya ketua Gapoktan dan
penyuluh kembali memotivasi petani yang ada diwilayahnya untuk menanam
jagung hibrida yang berdaya hasil tinggi.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 76
Sasaran Strategis 4 : Tersedianya Rekomendasi Kebijakan
Pengembangan Tanaman Pangan
Untuk mencapai sasaran tersebut, diukur melalui capaian indikator kinerja
utama dengan target yang ditetapkan dalam PK 2016 yaitu tersedianya 9
rekomendasi kebijakan tanaman pangan. Sasaran tersebut dicapai melalui
kegiatan ―analisis kebijakan pengembangan tanaman pangan.‖ Indikator kinerja
sasaran yang ditargetkan dalam tahun 2016 telah tercapai seluruhnya 100%,
yaitu dirakitnya 9 rekomendasi kebijakan tanaman pangan.
Sebagai perbandingan atas kemajuan yang telah diperoleh dari tahun
sebelumnya 2015-16 disajikan pada Tabel 23. Sedangkan perkembangan kinerja
dan dukungan anggaran 2010 – 2016 disajikan pada Gambar 37.
Tabel 23. Capaian kinerja Rekomendasi kebijakan tanaman pangan 2016 dan
perbandingan dengan tahun 2015.
Indikator Kinerja Target/Realisasi 2015 2016
Rekomendasi kebijakan tanaman pangan
Target 9 9
Realisasi 9
(100%)
9
(100%)
Gambar 37. Perkembangan rekomendasi kebijakan dan anggaran 2010-2016
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 77
Rekomendasi kebijakan tanaman pangan yang telah dihasilkan secara rinci
diuraikan di bawah ini:
1. Upaya Peningkatan Produktivitas Padi Nasional
Pendahuluan
Beras sampai saat ini masih menjadi komoditas strategis dan utama di
Indonesia sehingga pemerintah telah menetapkan program untuk mencapai
swasembada beras berkelanjutan bahkan harus surplus beras untuk diekspor.
Menurut BPS (2016), produksi padi nasional tahun 2015 yaitu 75,40 juta ton,
selama sepuluh tahun (2006-2015) terjadi peningkatan produksi padi nasional
20,95 juta ton (38,48%) atau per tahun meningkat 2,09 juta ton (3,84%/tahun).
Sasaran produksi padi meningkat dari 79,51 juta ton GKG tahun 2016 menjadi
83,59 juta ton GKG pada tahun 2019, luas tanam padi meningkat 15,46 juta ha
pada tahun 2016 menjadi 16,21 ha pada tahun 2019. Produktivitas meningkat
dari 5,29 ton/ha pada tahun 2016 menjadi 5,39 ton/ha pada tahun 2019. Untuk
terus meningkatkan produksi padi nasional, Kementerian Pertanian sejak tahun
2015 telah merancang program swasembada beras berkelanjutan melalui
program terobosan dalam percepatan peningkatan produksi padi yang dikenal
dengan Upaya Khusus (UPSUS) Percepatan Peningkatan Produksi Padi Nasional.
Perluasan areal tanam terutama melalui peningkatan indeks panen (IP) dan
peningkatan produktivitas padi melalui program perbaikan intensifikasi.
Luas baku lahan sawah untuk padi di Indonesia tahun 2016 yaitu sawah
irigasi seluas 4.760.730 ha, sawah non irigasi (sawah tadah hujan dan rawa)
seluas 3.355.911 ha. Luas lahan sawah baku seluruh wilayah Indonesia saat ini
adalah 8,1 juta ha, yang beririgasi teknis (42,4%), semi teknis (33,4%) dan
tadah hujan (24,2%). Selain ancaman alih fungsi lahan sawah yang tidak
terkendali, tidak semua lahan beririgasi teknis dan semi teknis beroperasi optimal
karena disebabkan kerusakan waduk, kerusakan jaringan irigasi, ketidak-cukupan
sumber air akibat penggundulan hutan dan diskontinuitas saluran karena
pembangunan jalan, perumahan dan industri.
Peningkatan produksi padi nasional dapat dicapai melalui program
intensifikasi (peningkatan produktivitas) dan ekstensifikasi (penambahan luas
areal panen). Peningkatan produktivitas dipengaruhi oleh faktor genetik
(Varietas) dan lingkungan (iklim, jenis tanah, dan input). Kombinasi pengaruh
iklim dan jenis tanah menyebabkan terjadinya senjang hasil gabah antar sentra-
sentra produksi padi antar Provinsi. Menurut BPS (2016), rata-rata produktivitas
padi nasional pada tahun 2006 yaitu 4,98 ton/ha dengan kisaran 2,43 ton/ha di
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 78
Kalimantan Tengah hingga 5,59 ton/ha di Bali. Pada tahun 2015, rata-rata
produktivitas padi nasional menjadi 5,34 ton/ha dengan kisaran 2,29 ton/ha di
Bangka Belitung hingga 6,21 ton/ha di Bali. Ini berarti bahwa selama sepuluh
tahun (2006-2015) terjadi peningkatan rata-rata produktivitas padi nasional
sebesar 0,72 ton/ha (15,6%) atau per tahun meningkat sebesar 0,072 ton/ha
atau 72 kg/ha/tahun (1,56% per tahun).
Salah satu penyebab rendahnya peningkatan produktivitas padi nasional
adalah pemakaian varietas lama yang masih mendominasi antara lain varietas
Ciherang yang dilepas tahun 2000. Data sebaran varietas padi sawah
menunjukkan hingga tahun 2014, adopsi varietas padi masih didominasi varietas
Ciherang (dilepas tahun 2000) dan varietas IR 64 (dilepas tahun 1989) masing-
masing dengan tingkat adopsi 39,8% dan 11,8%. Sisanya yaitu varietas Ciliwung,
Cigeulis, Mekongga, dan Cibogo yang dilepas sebelum tahun 2005, dengan
tingkat adopsi sekitar 2%. Untuk meningkatkan produktivitas padi nasional perlu
adanya penggantian varietas-varietas lama dengan varietas-varietas baru yang
lebih unggul diikuti dengan perbaikan teknologi budi daya pendukungnya.
Hingga tahun 2015, Pemerintah Indonesia telah melepas 364 varietas padi
(dimulai Varietas Bengawan tahun 1943). Badan Litbang Pertanian, Kementerian
Pertanian dalam kurun waktu 37 tahun (1978-2015) telah melepas 122 varietas
padi yang terdiri dari 83 varietas padi inbrida untuk lahan sawah, 11 varietas
padi inbrida untuk lahan kering (gogo), 9 varietas padi inbrida untuk lahan
rawa, dan 19 varietas hibrida padi untuk lahan sawah. Untuk sawah irigasi
terdiri dari padi inbrida (sejak tahun 2008 diberi nama varietas Inpari) dan padi
hibrida (sejak tahun 2004 diberi nama varietas Hipa). Untuk padi inbrida varietas
Inpari, Badan Litbang Pertanian telah melepas 41 varietas yaitu Inpari 1 (dilepas
tahun 2008) hingga Inpari 41 Tadah Hujan Agritan (dilepas tahun 2015),
sedangkan untuk padi hibrida, telah dilepas 19 Varietas yaitu varietas Maro
(dilepas tahun 2002) hingga varietas Hipa 19 (dilepas tahun 2013).
Permasalahan/Pokok Pemikiran
Program pemerintah agar Indonesia sebagai lumbung pangan dunia
pada tahun 2045 diperlukan peningkatan produksi padi sebesar 20 juta ton
gabah kering giling (GKG) yaitu dari 79,51 juta ton GKG pada tahun 2016
menjadi 100,03 juta ton GKG pada tahun 2045. Untuk mencapai sasaran ini
didukung dengan luas panen 16,96 juta ha dan produktivitas 5,89 ton/ha.
Surplus beras yang dihasilkan akan diekspor dengan target ekspor 10,38 juta
ton beras pada tahun 2045. Ini berarti, program swasembada beras yang
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 79
dicanangkan oleh Pemerintah diharapkan selalu mampu menaikkan luas panen
dan produktivitas. Sasaran luas panen meningkat sekitar 2 juta Ha selama 30
tahun yaitu dari 15,04 juta ha pada tahun 2016 menjadi 16,96 juta ha pada
tahun 2045 atau meningkat 70.000 ha/tahun). Sasaran produktivitas meningkat
sekitar 0,60 ton/ha selama 30 tahun yaitu dari dari 5,29 ton/ha pada tahun 2016
menjadi 5,90 ton/ha pada tahun 2045 atau meningkat 20 kg/ha/tahun).
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih terdapat perbedaan
antara produktivitas padi di tingkat petani dengan potensi hasil varietas yang
ada. Hal ini antara lain disebabkan oleh penerapan teknologi oleh petani belum
optimal, seperti masih tingginya penggunaan varietas-varietas lama antara lain
Ciherang dan IR64 yang dilepas masing-masing tahun 2000 dan 1986.
Temuan Pokok
Berbagai komponen teknologi spesifik lokasi untuk peningkatan
produktivitas padi nasional telah dihasilkan dan dikaji adaptasinya terutama
varietas unggul Inpari. Hingga tahun 2015, beberapa varietas Inpari telah
ditanam/diadopsi petani dalam skala luasan terbatas. Rekomendasi kesesuaian
VUB padi sawah pada tingkat Kabupaten di berbagai sentra produksi ditentukan
berdasarkan peta sebaran dan delta produktivitas yang mengacu pada hasil
pengkajian display varietas yang dilakukan BPTP di 31 Provinsi sentra padi tahun
2013-2015; hasil pengkajian BPTP yang berkaitan dengan varietas, dan SLPTT
padi; hasil uji multi lokasi berbagai calon varietas unggul baru oleh BB-Padi; hasil
identifikasi wilayah kekeringan, banjir dan OPT utama dari BBSDLP; dan expert
judgement dari beberapa peneliti senior di Puslitbang Tanaman Pangan, BB-Padi
dan BB-SDLP. Besaran delta produktivitas (ton/ha) dihitung dengan asumsi
Varietas pembanding umumnya adalah IR-64, Ciherang, Mekongga, atau di
beberapa Kabupaten menggunakan varietas lokal setempat. Teknologi budi daya
untuk varietas pembanding dan varietas unggul baru yang digunakan merupakan
teknologi budi daya standar (bukan cara petani). Varietas yang
direkomendasikan yaitu Inpari 1 sampai Inpari 33 (hasil Badan Litbang
Pertanian) yang benih sumbernya tersedia di BPTP atau di BB Padi.
Hasil uji adaptasi atau demfarm yang dilakukan oleh BPTP sejak 2013
hingga 2015 menunjukkan bahwa beberapa varietas Inpari lebih tinggi
produktivitasnya dibandingkan dengan varietas yang telah biasa ditanam oleh
petani (Ciherang, dll) di areal uji adaptasi atau demfarm tersebut. Tabel 1
menunjukkan hasil pengujian varietas Inpari oleh BPTP di tiap Provinsi terjadi
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 80
peningkatan produktivitas rata-rata 0,99 ton/ha (16,99%) dengan kisaran 0,45
ton/ha di Aceh hingga 2,38 ton/ha di Bali. Oleh karena itu rekomendasi
penggunaan beberapa varietas Inpari yang lebih tinggi produktivitasnya
dibandingkan dengan varietas yang telah biasa ditanam oleh petani (Ciherang,
dll) sangat diperlukan. Bila peningkatan produktivitas rata-rata 0,99 ton/ha ini
dikalikan dengan luas tanam padi di lahan sawah irigasi 4,76 juta Ha (luas pada
tahun 2016) maka akan diperoleh peningkatan produksi GKG sebesar 4,5 juta ton
(sekitar 5% dari target produksi padi 2017 sebesar 80,8 juta ton GKG). Oleh
karena itu penggunaan beberapa varietas Inpari yang lebih tinggi
produktivitasnya dibandingkan dengan varietas yang telah biasa ditanam oleh
petani (Ciherang, dll) sangat diperlukan.
Saran Kebijakan
Saran kebijakan yang diajukan untuk peningkatan produktivitas padi
nasional melalui penggantian varietas lama sebagai berikut:
a. Menggunakan rekomendasi atau peta kesesuaian Varietas Unggul Baru
(VUB) padi inbrida lahan sawah khususnya varietas Inpari spesifik lokasi
yang sudah diuji adaptasi oleh BPTP di tiap Provinsi dan terbukti lebih
unggul (lebih tinggi produktivitasnya dibandingkan varietas lama yang
biasa ditanam petani, antara lain: Ciherang, IR64, Mekongga,
Situbagendit, dll).
b. Ditjen Tanaman Pangan agar menugaskan Diperta Provinsi/Kabupaten
untuk bekerjasama dengan BPTP di tiap Provinsi menentukan lokasi
pengembangan varietas Inpari berdasarkan kondisi lahan dengan
kesesuaian karakter dari varietas Inpari yang mendekati kondisi lahan
yang pernah dulu dilakukan uji adaptasi oleh BPTP.
c. Lokasi pengembangan varietas Inpari sebaiknya dipilih wilayah yang
produktivitasnya masih rendah yaitu di bawah rata-rata produktivitas
nasional sehingga penggunaan varietas Inpari dapat meningkatkan
produktivitas di wilayah tersebut.
d. Penyiapan/produksi benih bersertifikat varietas Inpari melalui program
benih bersubsidi sebaiknya dilakukan pada t-1 yaitu satu musim sebelum
varietas Inpari akan ditanam oleh petani. Benih sumber (FS/SS) varietas
Inpari dapat diperoleh di BPTP melalui Unit Pengelola Benih Sumber
(UPBS) agar kemurnian da nasal benih terjamin.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 81
e. Penanaman varietas Inpari perlu didukung oleh prinsip Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT) antara lain tanam secara serentak pada
hamparan minimal 500 hektar untuk mencegah serangan hama/penyakit
tanaman, yang didukung ketersediaan air, pupuk, mekanisasi, terutama
pengolahan lahan dan panen.
2. Upaya Percepatan Adopsi Varietas Unggul Padi Inpari
Pendahuluan
Jumlah dan pertambahan penduduk Indonesia yang tergolong tinggi
merupakan prioritas utama dalam meningkatkan produksi tanaman pangan
khususnya padi. Untuk tahun 2017, sasaran produksi padi sebesar 80,76 juta
ton GKG dengan luas panen 15,19 juta ha dan produktivitas 5,32 ton/ha.
Program pemerintah agar Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada tahun
2045 diperlukan peningkatan produksi padi sebesar 20 juta ton gabah kering
giling (GKG) yaitu dari 79,51 juta ton GKG pada tahun 2016 menjadi 100,03
juta ton GKG pada tahun 2045. Untuk mencapai sasaran ini didukung dengan
luas panen 16,96 juta ha dan produktivitas 5,89 ton/ha. Surplus beras yang
dihasilkan akan diekspor dengan target ekspor 10,38 juta ton beras pada tahun
2045. Ini berarti, program swasembada beras yang dicanangkan oleh Pemerintah
diharapkan selalu mampu menaikkan luas panen dan produktivitas. Sasaran luas
panen meningkat sekitar 2 juta Ha selama 30 tahun yaitu dari 15,04 juta ha pada
tahun 2016 menjadi 16,96 juta ha pada tahun 2045 atau meningkat 70.000
ha/tahun). Sasaran produktivitas meningkat sekitar 0,60 ton/ha selama 30 tahun
yaitu dari dari 5,29 ton/ha pada tahun 2016 menjadi 5,90 ton/ha pada tahun
2045 atau meningkat 20 kg/ha/tahun).
Hingga tahun 2015, Pemerintah Indonesia telah melepas 364 varietas padi
(dimulai Varietas Bengawan tahun 1943). Badan Litbang Pertanian dalam kurun
waktu 1978-2015 telah melepas 122 varietas padi yang terdiri dari 83 varietas
padi inbrida untuk lahan sawah, 11 varietas padi inbrida untuk lahan kering
(gogo), 9 varietas padi inbrida untuk lahan rawa, dan 19 varietas padi hibrida
untuk lahan sawah. Untuk sawah, sejak tahun 2008 padi inbrida diberi nama
varietas Inpari dan sejak tahun 2004 padi hibrida diberi nama varietas Hipa.
Untuk padi inbrida varietas Inpari, Badan Litbang Pertanian telah melepas 41
varietas yaitu Inpari 1 (dilepas tahun 2008) hingga Inpari 41 Tadah Hujan
Agritan (2015), sedangkan untuk padi hibrida, telah dilepas 19 Varietas yaitu
varietas Maro (2002) hingga varietas Hipa 19 (2013). Hingga tahun 2015,
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 82
beberapa varietas Inpari telah ditanam/diadopsi petani tetapi dalam skala luasan
terbatas atau adopsinya oleh petani tergolong lambat.
Badan Litbang Pertanian melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) yang ada di setiap Provinsi dan melalui UPT lingkup Puslitbang Tanaman
Pangan terus berupaya melakukan diseminasi VUB dan teknologi pendukung
yang dihasilkan ke wilayah operasional dilapang melalui kerjasama dengan
berbagai pihak antara lain DIPERTA dan Penyuluh Pertanian di Provinsi dan di
Kabupaten/Kota. VUB dan teknologi pendukung yang dihasilkan telah diuji dalam
pengembangan skala yang luas di lahan petani melalui uji adaptasi berupa
display atau demfarm. Bila VUB tersebut lebih baik dan lebih menguntungkan
daripada varietas yang telah biasa ditanam oleh petani, maka petani diharapkan
akan menanam (mengadopsi) VUB tersebut. Tetapi kenyataan di lapangan
menunjukkan tingkat adopsi VUB padi Inpari tersebut masih sangat rendah
(gabungan beberapa Inpari luas tanam baru sekitar 2% pada tahun 2015 yaitu
masuk dalam peringkat ke-10 dari varietas yang diadopsi petani, padahal hasil
uji adaptasi atau demfarm yang dilakukan oleh BPTP menunjukkan bahwa
beberapa varietas Inpari lebih tinggi produktivitasnya dibandingkan dengan
varietas yang telah biasa ditanam oleh petani di areal uji adaptasi atau demfarm
tersebut (antara lain varietas Ciherang, IR64, Mekongga, dll).
Data sebaran varietas padi tahun 2011-2015, bahwa hingga tahun 2015,
peringkat lima besar adopsi varietas padi berupa sebaran luas tanam masih
didominasi oleh varietas Ciherang (dilepas tahun 2000) 30,31%, IR64 (1986)
11,94%, Mekongga (2004) 10,69%, Situbagendit (2004) 6,58%, dan Cigeulis
(2003) 4,36%. Sisanya gabungan varietas unggul lain (termasuk Inpari) 26,56%
dan varietas lokal 9,56%. Dibandingkan dengan sebaran varietas padi tahun
2011, terjadi penurunan persentase sebaran varietas Ciherang dari 41,05%
tahun 2011 menjadi 30,31% tahun 2015, demikian juga varietas lokal dari
14,98% tahun 2011 menjadi 9,56% tahun 2015. Akan tetapi, terjadi peningkatan
persentase sebaran varietas IR 64 dari 7,81% tahun 2011 menjadi 11,94% tahun
2015, demikian juga varietas Mekongga dari 5,55% tahun 2011 menjadi 10,69%
tahun 2015. Varietas Cigeulis yang menempati peringkat ke-4 tetap stabil sekitar
4,30%. Sedangkan varietas Ciliwung yang tahun 2011 menempati peringkat ke-
5, pada tahun 2015 digantikan oleh varietas Situbagendit (yang dilepas sebagai
padi gogo). Persentase penanaman terbesar varietas Situbagendit terjadi di
Jawa (11,15%), hal ini disebabkan karena adanya serangan penyakit blast di
lahan sawah, sedangkan Situbagendit tahan terhadap blas.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 83
Dari data ini dapat disimpulkan bahwa luas sebaran tiap varietas Inpari
masih rendah (di bawah 4%). Oleh karena itu, telah dilakukan survey untuk
mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat adopsi varietas
Inpari tersebut sehingga dapat disusun perbaikan strategi dalam melakukan
diseminasi dan dalam kegiatan pemuliaan untuk merakit VUB yang lebih baik
dibandingkan varietas yang telah diadopsi petani.
Permasalahan/Pokok Pemikiran
Hasil uji adaptasi (display atau demfarm) yang dilakukan oleh BPTP sejak
2011 hingga 2015 menunjukkan bahwa beberapa varietas Inpari lebih tinggi
produktivitasnya dibandingkan dengan varietas yang telah biasa ditanam oleh
petani (Ciherang, dll) di areal uji adaptasi atau demfarm di lahan petani.
Pengujian dengan varietas Inpari diperoleh peningkatan produktivitas rata-rata
0,99 ton/ha (16,99%) dengan kisaran 0,45 ton/ha di Aceh hingga 2,38 ton/ha di
Bali. Bila peningkatan produktivitas rata-rata 0,99 ton/ha ini dikalikan dengan
luas tanam padi di lahan sawah irigasi 4,76 juta Ha (luas pada tahun 2016) maka
akan diperoleh peningkatan produksi GKG sebesar 4,5 juta ton (sekitar 5% dari
target produksi padi 2017 sebesar 80,8 juta ton GKG). Akan tetapi tingkat
adopsi/penggunaan beberapa varietas Inpari masih rendah yaitu belum masuk
peringkat 10 besar adopsi varietas padi nasional. Oleh karena itu percepatan
adopsi/penggunaan beberapa varietas Inpari yang lebih tinggi produktivitasnya
dibandingkan dengan varietas yang telah biasa ditanam oleh petani (Ciherang,
dll) sangat diperlukan.
Temuan Pokok
Hasil survey menunjukkan rendahnya tingkat adopsi varietas Inpari di
lokasi yang pernah dilakukan diseminasi (pengenalan uji lapang) varietas Inpari
oleh BPTP dan BB Padi tahun 2011-2015 (Lampiran 1). Dari 77 lokasi yang
disurvey (di 73 Kecamatan, 37 Kabupaten, dan di tiga Provinsi), hanya 28 lokasi
(36%) yang mengadopsi varietas Inpari. Beberapa faktor yang menyebabkan
rendahnya tingkat adopsi varietas Inpari antara lain:
a. Tidak tersedianya benih sebar varietas Inpari pasca diseminasi
(display/demfarm) di sebagian besar lokasi/Desa yang pernah dilakukan
diseminasi varietas Inpari. BPTP tidak melakukan pendampingan kepada
poktan di semua lokasi diseminasi untuk memproduksi benih sebar
varietas Inpari pasca diseminasi (display/demfarm) di lokasi/Desa yang
pernah dilakukan diseminasi.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 84
b. Pengurus Kelompok Tani (Poktan) kesulitan menghubungi petugas dari
BPTP yang dulu pernah melakukan diseminasi di lokasi tersebut,
sedangkan di Desa/Kecamatan terdekat belum ada yang menjual benih
varietas Inpari tersebut sehingga Poktan kembali menanam varietas-
varietas lama yang mereka tanam sebelum ada diseminasi antara lain
varietas Ciherang, Mekongga, Situbagendit, IR64, dan IR42.
c. Karena tidak tersedianya benih sebar bersertifikat varietas Inpari pasca-
diseminasi di lokasi/Desa/Kecamatan tersebut, petani menggunakan
kembali benih hasil panenan varietas Inpari mereka selama 2-3 musim.
d. Ada pertanaman Inpari yang terserang OPT (terutama wereng coklat dan
hawar daun bakteri/kresek, sehingga terjadi penurunan produktivitas
varietas Inpari tersebut pasca-diseminasi di lokasi/Desa yang pernah
dilakukan diseminasi. Hai ini menyebabkan Poktan kembali menanam
varietas lama yang ditanam sebelum ada diseminasi seperti Ciherang,
Mekongga, Situbagendit, IR64, dan IR42, karena benihnya tersedia di
kios-kios di Kecamatan atau adanya bantuan benih dari pemerintah
lewat Diperta Kabupaten.
e. Beberapa varietas Inpari mudah rebah terutama pada MH karena
tanamannya tinggi, batangnya kecil, dan malainya lebat. Inpari 13
gabahnya susah dirontok dengan gebot yang terbuat dari bambu,
rendemennya rendah (lebih rendah dari Ciherang), serta rasa nasi
kurang enak dibandingkan varietas-varietas lama yang sudah populer
(Ciherang, Mekongga, Situbagendit, IR64, dan IR42). Tanaman mudah
rebah pada MH disebabkan dosis pemupukan N (Urea) lebih tinggi pada
musim penghujan karena petani khawatir urea banyak hanyut air hujan.
f. Di beberapa lokasi diseminasi, penebas membeli gabah Inpari dengan
harga lebih rendah dibandingkan varietas lama yang sudah berkembang
di lokasi diseminasi (Ciherang, Mekongga, Situbagendit, IR64, dan IR42),
dengan alasan varietas Inpari belum ada pasarnya/konsumennya,
sehingga petani merasa rugi terutama bila kenaikan hasil GKG/ha Inpari
tidak signifikan (petani berharap minimal kenaikan hasil Inpari 1 ton
GKG/ha dibandingkan varietas lama Ciherang).
g. Para penyuluh di Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan
(BP3K) di tiap Kecamatan kurang dilibatkan oleh BPTP atau BB Padi
dalam pelaksanaan diseminasi (demfarm) VUB di lokasi (Desa/
Kecamatan) tetangga yang bukan menjadi binaannya. Sesuai dengan
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 85
motto mereka, penyuluh lebih yakin untuk menyampaikan ke petani
apabila dapat mencoba dan mengamati sendiri keragaan VUB tersebut
yang akan dibandingkan dengan varietas yang sudah biasa ditanam
petani. Penyuluh merasa tidak ada kewajiban untuk menyampaikan
teknologi dari Balitbangtan karena tidak ada sanksi yang mengikat,
padahal penyuluh adalah ujung tombak untuk menyampaikan informasi
teknologi pertanian ke pada petani di lapangan.
h. Penangkar benih tidak tertarik memproduksi benih sebar VUB Inpari
karena tidak mendapat keuntungan dari peningkatan hasil per hektar
VUB tersebut (hanya petani yang menikmati keuntungan kenaikan hasil
gabah VUB tersebut), sehingga Penangkar tidak mau mengganti varietas
yang diproduksi benihnya dengan VUB Inpari yang belum ada pasarnya.
Hal ini diperkuat dengan adanya program bantuan benih bersubsidi dari
Pemerintah (melalui BUMN PT SHS dan PT Pertani) yang didominasi oleh
varietas-varietas populer (Ciherang, dll).
i. Nama Inpari yang menggunakan nomor seri susah diingat oleh petani
dan petani menganggap semua Inpari sama mutunya terutama apabila
suatu Inpari tertentu kurang bagus di suatu lokasi/wilayah, dan berita
tersebut cepat menyebar ke petani di sekitarnya. Petani yang tingkat
pendidikannya tergolong rendah menyatakan mereka bingung dengan
penamaan Inpari yang menggunakan nomor seri (Inpari 1 hingga Inpari
terbaru yang sudah mereka dengar yaitu Inpari 33). Nama Inpari yang
menggunakan nomor seri susah mereka ingat dibandingkan dengan
menghafal satu nama yang berbeda, contoh hanya ada satu nama
varietas Ciherang atau Mekongga. Di beberapa wilayah, petani
memberi/mengganti nama Inpari dengan nama yang lebih populer saat
itu (contoh Inpari 10 diberi nama varietas Inul/Manohara, varietas
Inpari 30 diberi nama varietas Ciherang Super, dll).
Saran Kebijakan
Saran kebijakan yang diajukan untuk percepatan adopsi varietas unggul
baru padi Inpari guna peningkatan produktivitas padi nasional sebagai berikut:
a. Menugaskan kepada BPTP dan BB Padi untuk memberikan
pendampingan Kelompok Tani (Poktan) untuk memproduksi benih sebar
varietas Inpari pasca diseminasi (display/demfarm) di lokasi/Desa yang
dilakukan diseminasi apabila ada varietas Inpari yang disukai oleh
Poktan/Gapoktan. Pengembangan konsep ―Satu Penangkar Satu
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 86
Kecamatan‖ mendukung program 1000 Desa Mandiri Benih (DMB) padi
untuk menyediakan benih bermutu di setiap Desa, karena hingga saat ini
sekitar 8 juta Ha (60%) benih bersertifikat yang digunakan dari 14 juta
Ha luas tanam padi. Dari 8 juta Ha benih bersertifikat yang digunakan,
50% berasal dari program pemerintah berupa bantuan benih bersubsidi.
Konsep Satu Penangkar Satu Kecamatan perlu dikembangkan sebagai
program Pemerintah dengan skema pembiayaan sebagai insentif bagi
petani untuk meningkatkan penggunaan benih bersertifikat demi
peningkatan produktivitas dan produksi padi nasional. Konsep satu
penangkar satu kecamatan dalam pengembangan budi daya padi spesifik
lokasi secara berkelanjutan akan menjamin benih dari VUB yang
direkomendasikan tersedia di lapang, dengan memperbanyak jumlah
DMB untuk lokasi yang terpencil, terutama diluar Jawa.
b. BPTP bekerjasama dengan BP3K setempat agar mengadakan
pendampingan untuk memonitor perkembangan adopsi VUB Inpari pasca
diseminasi (demfarm) di lokasi/Desa tersebut, dan juga untuk memonitor
kemungkinan adanya OPT yang tidak muncul saat diseminasi.
Meningkatkan pemahaman kepada Poktan tentang pentingnya tanam
padi secara serentak pada satu hamparan seluas minimal 500 Ha dan
rekayasa ekologi (menanam aneka kembang untuk pakan predator hama
dan pemasangan alat perangkap hama dengan rancangan sederhana),
serta pergiliran varietas (diuji juga saat diseminasi VUB yang memiliki
keunggulan sesuai dengan permasalahan OPT di lokasi tersebut). Hal ini
untuk mencegah serangan hama/penyakit padi (terutama wereng batang
coklat dan hawar daun bakteri) yang tidak muncul saat diseminasi.
Dengan diterapkannya PHT serangan OPT dapat ditekan sehingga tidak
terjadi penurunan produktivitas varietas Inpari pasca diseminasi. BPTP
agar melakukan uji adaptasi pada musim hujan dan kemarau pada lokasi
yang sama agar diperoleh data kesesuaian varietas Inpari pada musim
yang berbeda terutama ketahanan terhadap OPT dan toleran terhadap
kekeringan yang berkorelasi langsung terhadap hasil gabah.
c. Perakitan VUB padi BB Padi agar difokuskan untuk perbaikan karakter
varietas lama yang sudah populer (Ciherang, Mekongga, Situbagendit,
IR64), seperti karakter hasil tinggi, tahan terhadap OPT utama, toleran
genangan, dan umur genjah yang merupakan karakter utama yang
diharapkan petani. Oleh karena itu, peran data karakterisasi aksesi
plasma nutfah yang ada sangat penting sebagai donor karakter yang
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 87
diinginkan. Pemuliaan partisipatif (melibatkan kelompok tani) di beberapa
sentra padi yang mengutamakan perbaikan karakter varietas yang
menjadi permasalahan di lapangan (biotik dan abiotik) sangat penting
dilakukan. Perakitan varietas dengan postur tanaman ideal yang mampu
menyediakan energi untuk tumbuh dan beranak lebih banyak yang
dicirikan tanaman pendek dan batang kokoh (agar tahan rebah), posisi
daun tegak (sehingga mampu menangkap cahaya matahari yang lebih
besar untuk meningkatkan laju fotosintesis), ukuran malai sedang,
responsif terhadap pemupukan, dan rasa nasi enak/harum).
d. BPTP/BB Padi dan BP3K agar melibatkan para penebas di lokasi
diseminasi sebelum panen dan menginformasikan bahwa karakter gabah
(rendemen) dan rasa nasi Inpari sama/lebih baik dibandingkan varietas-
varietas lama yang sudah berkembang di lokasi tersebut (varietas
Ciherang, Mekongga, Situbagendit, IR64, dan IR42), sehingga para
penebas mau membeli gabah Inpari dengan harga yang sama dengan
varietas yang sudah populer. Disamping itu kenaikan hasil GKG/ha
Inpari harus signifikan yaitu minimal kenaikan hasil Inpari 1 ton GKG/ha
dibandingkan varietas lama Ciherang, agar petani untung dan
bersemangat untuk menanam Inpari lagi pada musim berikutnya.
e. BPTP agar lebih intensif melibatkan para penyuluh di BP3K di tiap
Kecamatan melalui pelaksanaan diseminasi yang terprogram melalui
pelatihan/sosialisasi teknologi baru, kegiatan lapang (display/demfarm)
VUB di lokasi (Desa/Kecamatan) dengan mengundang para penyuluh
dari BP3K tetangga/terdekat di lingkup Kabupaten dengan permasalahan
lapang yang sama. BPTP dapat memberikan benih contoh untuk VUB
yang baru dilepas kepada Penyuluh (sekitar 5-10 kg per VUB) untuk
mereka diperkenalkan di wilayah kerja mereka dengan menanam
varietas tersebut di beberapa Gapoktan/di beberapa Desa di Kecamatan
mereka agar mereka merasa lebih yakin untuk menyampaikan ke petani
karena mereka sudah mencoba/menguji dan mengamati sendiri
keragaan dari VUB tersebut dbandingkan dengan varietas yang sudah
biasa ditanam oleh petani di masing-masing gapoktan.
f. BPTP/BB Padi dan BP3K agar melibatkan para Penangkar benih yang
ada di sekitar lokasi diseminasi agar mereka tertarik memproduksi benih
sebar VUB Inpari yang hasilnya lebih tinggi dibandingkan varietas lama
(Ciherang, Mekongga, Situbagendit, IR64, dan IR42). Penangkar
merupakan bagian dari proses diseminasi untuk mempercepat adopsi
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 88
VUB karena bila benih tersedia maka petani di sekitar lokasi diseminasi
akan tertarik untuk menanam Inpari pada musim berikutnya.
Ketersediaan benih sebar di lokasi tempat diseminasi sangat penting
untuk meningkatkan adopsi varietas unggul baru Inpari tersebut guna
meningkatkan produktivitas di wilayah sekitar lokasi pengembangan.
Apabila petani di lokasi diseminasi telah menerima varietas Inpari
tersebut, maka diharapkan informasi ini akan menyebar ke petani di
sekitarnya dan berkembang ke luar wilayah lokasi diseminasi.
g. BB Padi agar mengurangi secara bertahap produksi benih kelas Benih
Penjenis (BS) varietas-varietas lama (Ciherang, Mekongga, Situbagendit,
IR64, dan IR42) untuk mempercepat berkembangnya varietas-varietas
unggul Inpari spesifik lokasi.
h. Badanlitbang Pertanian (melalui BB Padi) agar mengusulkan penggantian
nama Inpari dengan nama lain yang lebih mudah diingat sesuai dengan
keunggulan dari VUB tersebut, karena nomor seri Inpari yang ada saat
ini sudah terlalu banyak (Inpari 1 hingga Inpari terbaru yaitu Inpari 41).
Contoh pemberian nama VUB yang memiliki sifat toleran ―kekeringan‖
bisa diberi nama varietas ―Paring-1‖, yang toleran ―masam‖ bisa diberi
nama varietas ―Pasam-1‖, dsb. Untuk sifat yang sama, cukup dilepas
setiap dua tahun sekali, sehingga setelah dua tahun baru dilepas
―Paring-2) dengan perbaikan tingkat toleran kekeringannya. BPTP/BP3K
dapat memperkenalkan VUB dengan karakter yang sama (nomor seri
berbeda) kepada petani di wilayah (Kabupaten) yang baru mengadopsi
VUB dengan karakter yang sama (nomor seri berbeda), minimal dua
tahun, agar petani tidak bingung.
3. Upaya Percepatan Adopsi Varietas Jagung Hibrida Balitbangtan
Pendahuluan
Kebutuhan jagung dalam negeri meningkat setiap tahunnya seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri pangan
dan pakan sehingga dari sisi ketahanan pangan nasional fungsinya menjadi amat
penting dan strategis. Kebutuhan jagung domestik meningkat 3,77 % setiap
tahun dan diperkirakan tahun 2045 kebutuhan jagung mencapai 45,628 juta ton.
Saat ini Indonesia sudah bisa mengurangi impor jagung dari biasanya diatas 3
juta ton menjadi 0,88 juta ton. Dari tahun 2005 hingga 2015, setiap tahun rata-
rata luas panen jagung meningkat 0,49%, produksi meningkat 5,02% dan
produktivitas meningkat 4,38%. Tahun 2015, produksi jagung 19,61 juta ton
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 89
dengan luas panen 3,79 juta ha dan produktivitas 5,18 ton/ha. Tahun 2045
Indonesia mentargetkan untuk dapat mengisi 25% pangsa pasar jagung ASEAN,
sehingga target produktivitas yang harus dicapai minimal 7,01 ton/ha dengan
sasaran produksi 63,16 juta ton.
Indonesia mempunyai potensi sangat besar dalam meningkatkan produksi
maupun produktivitas jagung. Saat ini pemanfaatan lahan kering baru 19% dari
17.033.906 ha (total lahan kering), pemanfaatan lahan sawah abaru 30% dari
4.760.580 ha (total lahan sawah), pemanfaatan lahan sawah non irigasi 31%
dari 3.354.244 ha (Total lahan non sawah) (BPS, ATAP 2015). Produktivitas
jagung nasional masih 5,18 ton/ha sementara produktivitas jagung negara
eksportir besar seperti Amerika Serikat 9,5 ton/ha, Agentina 7,5 ton/ha dan
negara Uni Eropa 6,2 ton/ha. Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas
adalah dengan menggunakan jagung hibrida.
Hingga tahun 2015, Pemerintah Indonesia telah melepas 203 varietas
jagung baik jagung non-hibrida (bersari bebas/komposit) maupun jagung
hibrida yang dihasilkan oleh Kementerian Pertanian (melalui Badan Litbang
Pertanian), Perguruan Tinggi, dan perusahaan sawasta. Jagung komposit
pertama dilepas varietas Manado Kuning tahun 1945. Badan Litbang Pertanian
hingga tahun 2015 telah melepas sekitar 20 varietas jagung komposit dan 30
varietas jagung hibrida (hibrida Semar 1 dilepas tahun 1992 hingga hibrida JH 45
dilepas tahun 2015). Hingga tahun 2015, Bisma dan Lamuru, jagung komposit
yang masih ditanam petani dalam skala luas. Jagung hibrida Bima 2 Bantimurung
(dengan nama dagang jagung hibrida Pak Tani 2) telah dilisensi dan
dikembangkan oleh PT Benih Saprotan Utama tahun 2009. Jagung Pak Tani 2
diminati petani khususnya di sentra pengembangan jagung di Indonesia, seperti
Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Varietas jagung hibrida Balitbangtan juga
dilisensi/diproduksi benihnya oleh beberapa perusahaan benih nasional yaitu PT
Parisonna Alam Sejahtera dan PT Golden Indonesian Seeds untuk varietas Bima
3 Bantimurung (dengan nama dagang RK789), PT Bintang Timur Pasifik untuk
varietas Bima 4 (dengan nama dagang Gemilang 1), PT SAS untuk varietas
Bima 5, PT Makmur Sejahtera Nusantara untuk varietas Bima 6, PT Biogene
Plantation untuk Bima 7 dan Bima 8, serta PT Tossa Agro untuk Bima 9, Bima 10
dan Bima 11. Dari sejumlah varietas jagung hibrida yang telah dirilis, dua
varietas tergolong berumur genjah (≤ 90 hst) yaitu Bima 7 dan Bima 8.
Data sebaran varietas jagung tahun 2012-2015, bahwa hingga tahun
2015 pada luasan panen total 3,71 juta Ha, peringkat lima besar adopsi varietas
jagung berupa sebaran luas tanam pada urutan ke-1 hingga ke-3 didominasi
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 90
oleh jagung hibrida: varietas Bisi 2 (dilepas 1995) kontribusi luasan 16,72% ,
Pioneer 21 (dilepas 2001) 5,57%, Bisi 816 (dilepas 2004) 4,20%, sedangkan
urutan ke-4 dan ke-5 ditempati jagung komposit: varietas Bisma (dilepas 1995)
4,20% dan Lamuru (dilepas 2000) 3,32%. Sisanya gabungan varietas unggul lain
(sekitar 110 varietas termasuk hibrida dan komposit) sebesar 45,21% dan
varietas lokal sebesar 20,78%. Pulau Jawa menyumbang 50,67% luas panen
(1,88 juta Ha). Jagung hibrida Balitbangtan belum masuk dalam peringkat lima
besar (di bawah 3%) dan masih di bawah varitas hibrida perusahaan benih
multinasional dan jagung komposit varietas Bisma dan Lamuru.
Dibandingkan dengan sebaran varietas jagung tahun 2011, hibrida Bisi 2
tidak mengalami perubahan yaitu 16,61% tahun 2011 dan 16,72% tahun 2015,
ini menunjukkan bahwa petani menyukai varietas yang memiliki dua tongkol
(prolifik). Hibrida Pioneer 1 peringkatnya digantikan oleh Pioneer 21 tahun 2015.
Jagung komposit varietas Bisma mengalami penurunan dari 6,33% tahun 2011
menjadi 4,20% tahun 2015 dan digantikan oleh jagung komposit varietas Lamuru
sebesar 3,32% terutama untuk wilayah Nusa Tenggara menyukai varietas
Lamuru yang toleran kekeringan. Luas sebaran jagung hibrida produksi
Balitbangtan yaitu Bima 10 pada tahun 2013 pernah mencapai luas 40.663 Ha
(1,84%). Dari data ini dapat disimpulkan bahwa luas sebaran tiap varietas
jagung hibrida produksi Balitbangtan masih rendah (di bawah 3%). Oleh karena
itu makalah ini berisi saran upaya untuk mempercepat dan meningkatkan
adopsi varietas jagung hibrida Balitbangtan.
Permasalahan/Pokok Pemikiran
Data sebaran varietas jagung tahun 2012-2015, bahwa tahun 2015 pada
kontribusi luas jagung lokal yaitu 0,77 juta ha (20,78% dari total luas panen
nasional 3,71 juta ha) meningkat dibandingkan tahun 2012 yang luasnya 0,26
juta ha (6,33%). Peningkatan luas panen jagung lokal ini tentu memprihatinkan
ditengah upaya pemerintah untuk meningkatkan produktivitas nasional dengan
menanam varietas hibrida melalui bantuan subsidi benih. Kemungkinan penyebab
meningkatnya luas panen jagung lokal ini karena petani tidak mampu membeli
benih varietas unggul atau benih varietas unggul tidak tersedia di lokasi tersebut,
atau karena tahun 2015 mengalami kekeringan di sebagian wilayah Indonesia
sehingga petani khawatir akan gagal panen bila menanam varietas unggul yang
kurang toleran kekeringan.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 91
Temuan Pokok
Berikut hasil survey yang dilakukan terhadap lisensor yang telah
memproduksi benih jagung varietas hibrida Balitbangtan:
a. Sebagian besar Lisensor (produsen benih yang melisensi jagung hibrida
Balitbangtan) tergolong perusahaan yang relatif baru berdiri atau baru
mulai melisensi untuk memproduksi benih jagung hibrida (melisensi
mulai tahun 2010 hingga tahun 2015 yaitu oleh PT GIS , PT Srijaya, PT
Duta Niaga, CV Putra Pertiwi, dll) sehingga mereka masih mencari pasar
terutama di luar Jawa karena di Jawa sebagian besar pasar sudah
dikuasai oleh produsen benih jagung hibrida swasta multinasional (PT
BISI, PT Pioneer, dll).
b. Kurangnya diseminasi (display/demfarm) jagung hibrida Balitbangtan
yang dilakukan oleh BPTP dan Lisensor melalui pendampingan kepada
poktan yang diikuti kegiatan monitoring pasca diseminasi.
c. Produktivitas dan keseragaman keragaan varietas jagung hibrida
Balitbangtan sudah menyamai jagung hibrida swasta multinasional,
sehingga petani yang masih menanam jagung komposit akan mengganti
dengan menanam varietas jagung hibrida Balitbangtan dengan harga
yang lebih murah.
d. Lisensor tidak memiliki program untuk mendampingi budi daya jagung
hibrida Balitbangtan termasuk untuk membeli jagung pipilan hasil
panennya. Hal ini berbeda dengan yang dilakukan oleh swasta
multinasional yaitu dengan membeli jagung pipilan hasil panen dari
varietasnya dan menjual ke pabrik pakan ternak.
e. Para penyuluh di Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan
(BP3K) di tiap Kecamatan kurang dilibatkan oleh Lisensor dalam
pelaksanaan diseminasi (display/demfarm) VUB di lokasi (Desa/
Kecamatan) yang menjadi binaannya. Sesuai dengan motto mereka,
penyuluh merasa lebih yakin untuk menyampaikan ke petani apabila
mereka dapat mencoba/menguji dan mengamati sendiri keragaan dari
VUB tersebut yang akan dibandingkan dengan varietas yang sudah biasa
ditanam oleh petani di masing-masing gapoktan dengan perlakuan yang
sama.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 92
Saran Kebijakan
Saran kebijakan yang diajukan untuk percepatan adopsi varietas unggul
baru jagung hibrida Balitbangtan guna peningkatan produktivitas jagung nasional
sebagai berikut:
a. Pemerintah agar meningkatkan porsi kontribusi bantuan benih bersubsidi
varietas jagung hibrida Balitbangtan pada tahun 2018 dan ke depan
(tahun 2017 Pemerintah memberikan porsi kontribusi bantuan benih
bersubsidi jagung hibrida Balitbangtan seluas 0,6 juta ha dan jagung
komposit 0,4 juta ha) terutama untuk pengembangan di luar Jawa yang
sebagian besar jagung ditanam pada lahan suboptimal. Harga jual benih
jagung hibrida Balitbangtan mestinya bisa lebih murah dibandingkan
hibrida swasta multinasional karena perakitan varietas Balitbangtan
dibiayai dari dana APBN sehingga lisensor tidak butuh dana besar untuk
investasi perakitan VUB.
b. Menugaskan BPTP agar meningkatkan demfarm jagung hibrida
Balitbangtan yang dilakukan bersama Lisensor melalui pendampingan
kepada poktan yang diikuti kegiatan monitoring pasca diseminasi.
c. Balitbangtan (melalui Balitsereal) agar mengurangi produksi benih kelas
Benih Penjenis (BS) jagung komposit untuk mengurangi penggunaan
jagung komposit di lahan suboptimal dan digantikan jagung hibrida
Silang Tiga Jalur (STJ) dengan harga benih lebih murah (50% dari harga
benih hibrida Silang Tunggal).
d. Balitbangtan (melalui Balitsereal) agar meningkatkan produktivitas dan
keseragaman keragaan varietas jagung hibrida sehingga lebih bagus
dibandingkan produktivitas jagung hibrida swasta multinasional. Produksi
benih tetua galur jantan dan betina agar dijaga kemurniannya dengan
isolasi waktu, isolasi jarak agar terhindar dari tepung sari varietas lain
yang tidak diinginkan. Kebersihan alat prosesing benih perlu dijaga agar
tidak ada bekas benih galur lain yang tertinggal di dalam alat prosesing.
e. Perakitan VUB dengan peningkatan produktivitas ke lahan suboptimal,
seperti lahan sawah tadah hujan, lahan kering, lahan rawa pasang surut,
dan lahan bekas tambang. Penyediaan varietas unggul berdaya hasil
tinggi dan toleran kekeringan dengan karakteristik: umur super genjah
(< 85 hari) atau lebih genjah 30 hari dibandingkan varietas yang ada di
pasaran sebagai upaya meminimalkan kegagalan panen akibat periode
hujan yang pendek. Varietas unggul jagung berumur genjah diperlukan
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 93
petani terutama untuk menyesuaikan pola tanam dan ketersediaan air.
Varietas jagung berumur genjah umumnya cukup tenggang terhadap
kekeringan. Jagung umur genjah merupakan salah satu program strategis
Badan Litbang Pertanian untuk menghadapi perubahan iklim global dan
menjadi tugas Balitsereal untuk mewujudkannya. Hal ini penting karena
pertanaman jagung di Indonesia sekitar 79% terdapat di lahan tegal dan
10% di lahan sawah tadah hujan yang memerlukan varietas umur genjah
(<90 hari) dan toleran kekeringan. Jagung hibrida harus memiliki
penampilan tanaman yang kokoh, perakaran yang kuat sehingga tahan
rebah. Penampilan tongkol seragam dan besar (dengan janggel yang
kecil), kelobot menutup rapat, tahan terhadap penyakit utama (bulai,
karat, bercak daun), stay green ( warna batang dan daun masih hijau saat
jagung sudah siap untuk panen) untuk dintegrasikan dengan ternak sapi,
dan tipe bijinya semi mutiara berwarna oranye (untuk pakan ternak
ayam).
4. Upaya Peningkatan Produktivitas Kedelai Nasional
Pendahuluan
Konsumsi kedelai di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, dengan
rata-rata kebutuhan 2,3 juta ton biji kering per tahun, sedangkan produksi rata
rata 5 tahun terakhir hanya mampu mencapai 0,98 juta ton biji kering atau 43%
dari kebutuhan sehingga sisanya sebesar 57% harus impor. Luas panen kedelai
tertinggi 1,6 juta hektar pernah dicapai pada tahun 1992 dan pada tahun 2015
luasnya hanya 614 ribu hektar. Selama 20 tahun terakhir terjadi penurunan luas
panen sebesar 61,62% atau rata-rata 4,05% per tahun. Penurunan luas panen
terbesar terjadi di Pulau Sumatera sebesar 85% (dari 480.714 ha menjadi 68.619
ha), Pulau Jawa 59% (dari 879.650 ha menjadi 358.070 ha), Pulau Sulawesi 48%
(dari 124.551 ha menjadi 64.616 ha), Pulau Kalimantan 40,42% (dari 23.148 ha
menjadi 13.791 ha), Bali dan Nustra (NTB, NTT) 31,98% (dari 152.388 ha
menjadi 103.657 ha), sedangkan Maluku, Papua relative stabil (dari 5.255 ha
menjadi 5.342 ha). Luas panen kedelai terbesar tahun 2015 berada di Pulau
Jawa seluas 358.070 ha atau 58,31% dari total luas panen, diikuti pulau Nusa
Tenggara 16,88%, Sumatera 11,17%, Sulawesi 10,52%, Kalimantan 2,25%,
Maluku dan Papua 0,87%. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan kedelai
luar pulau jawa masih lamban dan tidak sebanding dengan potensi lahan yang
ada di bandingkan lahan di Jawa yang semakin berkurang.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 94
Untuk merealisasikan target swasembada kedelai tahun 2025, maka
pemerintah telah menyusun rencana pencapaian sasaran yang dituangkan dalam
grand strategi percepatan peningkatan produksi kedelai tahun 2015 - 2045.
Sasaran jangka pendek (2015 - 2019) yaitu tercapainya peningkatan produksi
kedelai sebesar 2.453.851 ton dan berkurangnya impor (hanya 200.000 ton);
sasaran jangka menengah (2020 – 2025) yaitu tercapainya swasembada kedelai
tahun 2020, dengan jumlah produksi sebesar 2.960.993 ton; dan sasaran jangka
panjang (2021 – 2045) tercapainya surplus kedelai dan tercapainya produksi
tahun 2045 sebesar 7.695.000 ton, dengan surplus sebesar 2.908.360 ton.
Pertumbuhan produksi kedelai nasional tahun 2014 sebesar 12,18% dan
tahun 2015 sebesar 0,89 %. Produksi kedelai tertinggi terjadi di Jawa Timur
sebesar 35,81 % dari produksi Nasional, diikuti Jawa Tengah dan NTB. Rata-
rata produktivitas kedelai per hektar secara nasional pada tahun 2015 sebesar
1,57 ton/ha sedangkan tahun 1992 sebesar 1,12 ton/ha (meningkat rata-rata
2,16% per tahun). Pada tahun 2015 di beberapa daerah sudah mencapai
produktivitas diatas 2 ton/ha yaitu di Jawa Tengah dan sebagian di Provinsi
Sulawesi Tengah, dan perlu ditingkatkan lagi agar tercapai potensi hasil 3 ton/ha.
Rendahnya produktivitas kedelai di tingkat petani karena penerapan teknologi
spesifik lokasi belum optimal dibandingkan potensi produktivitas varietas unggul
kedelai yang mencapai 3,50 ton/ha dengan pengelolaan tanaman terpadu (PTT)
termasuk penggunaan varietas unggul sebagai salah satu komponen PTT.
Hingga tahun 2015, Pemerintah Indonesia telah melepas 87 varietas
kedelai yang sebagian besar dihasilkan oleh Kementerian Pertanian (melalui
Badan Litbang Pertanian). Varietas kedelai pertama yang dilepas yaitu Varietas
Otau tahun 1918 hingga varietas Devon 1 yang dilepas tahun 2015 yang masing-
masing memiliki keunggulan spesifik lokasi. Data sebaran varietas kedelai tahun
2014-2015, bahwa hingga tahun 2015 pada luasan panen total kedelai 532.818
Ha, peringkat lima besar adopsi varietas kedelai berupa sebaran luas tanam
pada urutan ke-1 hingga ke-5 adalah varietas Anjasmoro (dilepas 2001)
kontribusi luasan 40,20%, varietas Wilis (dilepas 1983) kontribusi luasan
23,54%, Grobogan (dilepas 2008) kontribusi luasan 8,36%, varietas Baluran
(dilepas 2002) kontribusi luasan 5,06% dan varietas Burangrang (dilepas 1999)
kontribusi luasan 4,57%. Sisanya gabungan varietas unggul lain 9,61% dan
varietas lokal sebesar 8,65%. Varietas unggul baru kedelai Balitbangtan yang
dilepas setelah tahun 2000 sebanyak 30 varietas tetapi hanya varietas Anjasmoro
yang masuk dalam peringkat lima besar tahun 2015, sedangkan lainnya di bawah
4,57%). Dari data ini dapat disimpulkan bahwa luas sebaran tiap varietas unggul
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 95
baru kedelai produksi Balitbangtan (yang dilepas 16 tahun yang lalu atau setelah
tahun 2000) masih rendah yaitu di bawah 4,57% (kecuali Anjasmoro). Oleh
karena itu makalah ini berisi saran upaya untuk meningkatkan produktivitas
kedelai nasional antara lain dengan penggunaan varietas unggul baru.
Permasalahan/Pokok Pemikiran
Produksi kedelai di Indonesia sampai saat ini mayoritas masih di Pulau
Jawa yang pengelolaannya hanya sebagai tanaman sela/sampingan sehingga
kurang serius dalam penanganan budi dayanya selain itu masih banyak dibudi
dayakan secara tumpangsari dan untuk merotasi/pergiliran tanaman berikutnya.
Masih rendahnya produktivitas tanaman kedelai nasional menyebabkan semakin
menurunnya minat petani mengembangkan kedelai. Budi daya kedelai sangat
rentan serangan OPT dan cekaman abiotik. Produktivitas kedelai sangat
dipengaruhi oleh iklim, jika kondisi iklimnya terlalu basah atau terlalu kering bisa
dipastikan capaiannya dibawah atau akan menurun bila dibandingkan dengan
panenan musim sebelumnya yang iklimnya lebih mendukung. Untuk
mempercepat peningkatan produktivitas diperlukan benih varietas unggul yang
berpotensi tinggi lebih dari 3 ton/ha.
Temuan Pokok
Berikut faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat produktivitas
kedelai:
a. Pengembangan kedelai di areal baru menghadapi kendala antara lain
tenaga kerja, ketersediaan benih, dan pengetahuan budi daya kedelai
spesifik lokasi. Kelangkaan tenaga kerja belum diimbangi pengembangan
dan penerapan alat mekanisasi di daerah pengembangan baru.
Ketersediaan benih perlu menumbuh kembangkan dan membangun
kawasan mandiri benih di daerah sasaran. Keterampilan budi daya
kedelai di perlukan pelatihan dan pendampingan.
b. Kekurangan benih kedelai yang bermutu dan siap di lapang. Penanaman
kedelai sawah di MK II sangat luas dan membutuhkan banyak benih,
karena tidak ada benih petani memberokan lahannya. Hal ini diantispasi
dengan menumbuhkan wilayah mandiri benih sistem jabalsim dengan
pengaturan pola tanam antara lahan kering dan sawah. Sulitnya
memperoleh benih unggul menyebabkan petani menggunakan benih
asalan yang dibeli dari pasar atau sortiran dari hasil panen sendiri musim
sebelumnya. Minimnya benih di lapangan disebabkan rendahnya daya
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 96
simpan (sekitar 3 bulan) sehingga produsen atau penangkar benih
kurang berminat karena jika tidak segera laku dari pasar tidak pasti,
maka akan rugi karena sudah menjadi kedelai konsumsi
c. Varietas yang tergolong lama yaitu Wilis (dilepas 1983) masih ditanam
petani di Jawa (sebesar 32,28%) dan di Bali dan Nusra Jawa (sebesar
20,66%), padahal Wilis produktivitasnya hanya 1,6 ton/ha dan umur
panennya di atas 80 hari. Sedangkan beberapa VUB produktivitasnya ada
yang di atas 2 ton/ha dengan potensi hasil di atas 3,00 ton/ha dan umur
panen sangat genjah (contoh: varietas Gema produktivitasnya 2,47
ton/ha dengan potensi hasil 3,06 ton/ha dan umurnya 73 hari).
d. Keterbatasan modal untuk berusahatani kedelai. Seringkali petani ‗kecil‘
yang berusahatani kedelai lebih memilih memberokan tanahnya karena
tidak mempunyai uang untuk membeli saprotan. Karena dengan adanya
bantuan sarana produksi yang diberikan oleh pemerintah, maka petani
mengusahakan kedelai.
e. Daya saing kedelai rendah. Pengembangan kedelai terhambat oleh
rendahnya daya saing kedelai. Seringkali harga kedelai fluktuatif,
sehingga bila dibandingkan dengan usaha tanaman kompetitornya
(jagung, kacang tanah, tembakau, bawang) pada saat musim yang sama
keuntungannya di bawah tanaman kompetitor tersebut.
f. Kekurangan air selama proses produksi. Pada musim kemarau, air
menjadi faktor penghambat dalam proses produksi. Kedelai tidak banyak
membutuhkan air dibanding tanaman kompetitornya, hanya pada satu
bulan pertumbuhan (saat vegetatif) butuh air dan ini bisa diantisipasi
dengan teknologi atau varietas umur pendek atau tahan kekeringan.
g. Tingkat harga yang kurang kondusif dan fluktuatif. Penanaman kedelai
yang hanya musim-musim tertentu seperti puncak tanam pada MK II
berpengaruh kepada kontinuitas suplai (produk). Seringkali terjadi
kelebihan produksi di satu sisi dan kelangkaan produksi di sisi lain
ditambah adanya kedelai impor di pasaran. Produksi kedelai di Indonesia
dihasilkan berdasarkan musim tanam sehingga ketersediaan di pasaran
tidak bisa kontinyu/rutin setiap bulan. Hal ini yang dijadikan alasan
untuk melakukan impor walaupun sebenarnya ini bisa di antisipasi
selama permintaaan dan harga pasar yang terjamin. Dengan adanya
pembebasan impor ini menimbulkan dampak yang sangat serius
terhadap minat petani untuk mengembangkan kedelai, dan para
produsen tahu tempe lebih tertarik kedelai impor karena alasan mutu
dan harga yang relatif lebih murah, serta kedelainya tersedia di pasaran.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 97
h. Adanya impor kedelai yang masih cukup besar dengan harga yang lebih
murah yang bersamaan dengan panen raya di dalam negeri,
menyebabkan harga kedelai di dalam negeri menjadi terpuruk.
Saran Kebijakan
Saran kebijakan yang diajukan untuk peningkatan produktivitas kedelai
nasional sebagai berikut:
a. Pengembangan teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dengan
penerapan varietas unggul baru (hasilnya tinggi) melalui bantuan benih
bersubsidi terutama pada wilayah yang masih menggunakan varietas
lokal dan varietas lama. VUB yang sudah terbukti lebih tinggi hasilnya
melalui uji coba di suatu wilayah perlu dibantu subsidi benihnya untuk
pengembangan pada skala luas. Pada tahun 2007 dan 2008 telah
dilakukan pengujian teknologi budi daya kedelai di lahan pasang surut
di Desa Bandar Jaya, Kecamatan Rantau Rasau, Kab. Tanjung Jabung
Timur, Jambi. Hasil pengujian menunjukkan bahwa teknik budi daya
kedelai melalui pendekatan PTT produktivitas mencapai 2,11 t/ha atau
meningkat 26,3% dibandingkan rata-rata hasil dengan cara petani.
b. Mempercepat alih teknologi dan peningkatan produktivitas benih
sumber, serta distribusi benih kedelai kepada pengguna melaui
pengembangan program Desa Mandiri Benih Kedelai melalui system
Jabalsim pada sentra kedelai dan areal bukaan baru. Fasilitasi pelatihan
bagi penangkar benih kedelai, peningkatan peran UPBS di Balitkabi
dan BPTP, BBI, dan BBU, serta bantuan alat mesin untuk
pengembangan produksi benih kedelai
c. Perbaikan teknologi budi daya menekan kesenjangan hasil antara
tingkat penelitian dengan tingkat petani. Pengembangan teknologi budi
daya kedelai jenuh air, melalui penerapan varietas unggul, pemupukan
berimbang pesifik lokasi, dan perbaikan tata air
d. Perbaikan pengelolaan panen dan pascapanen, dalam rangka
peningkatan mutu dan pengurangan kehilangan hasil. Mutu produksi
kedelai di pasaran saat ini masih dianggap rendah, hal ini disebabkan
kurangnya penanganan pasca panen yang benar sehingga kedelai
banyak mengalami kerusakan atau penurunan kualitas mutu pada fase
setelah panen sampai penyimpanan digudang. Faktor utama penyebab
turunnya mutu hasil panen kedelai adalah masih tingginya kadar air,
banyakanya kotoran dan campuran produk yang rusak sehingga
kelihatan sekali dari fisiknya tidak seragam.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 98
e. Peningkatan stabilitas hasil dalam upaya peringatan dini terhadap
serangan OPT dan anomali Iklim. Hal ini dilakukan dengan
memanfaatkan potensi genetik tanaman melalui penguatan inovasi
teknik budi daya dan perakitan varietas unggul dengan potensi hasil
10-20% lebih tinggi daripada varietas terbaik yang ada sekarang, umur
sangat genjah, mampu beradaptasi pada lahan-lahan terkena dampak
perubahan iklim seperti kekeringan, genangan, dan salinitas tinggi
dengan memanfaatkan biosains dan bio-enjinering.
5. Solusi Peningkatan Indeks Pertanaman Padi di Lahan Rawa
Pendahuluan
Padi telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia sehingga
komoditas ini telah turut mempengaruhi tatanan politik dan stabilitas nasional.
Selain sebagai makanan pokok lebih dari 95% penduduk, padi juga menjadi
sumber mata pencaharian sebagian besar petani di perdesaan. Produksi padi
perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk yang terus
bertambah. Dari sisi pasokan, tantangan bagi Indonesia adalah fragmentasi
lahan, alih fungsi lahan yang belum dapat dikendalikan, dan penurunan jumlah
petani sebagai pelaku utama kegiatan pertanian dalam sepuluh tahun terakhir.
Sumber pertumbuhan tanaman padi dapat dicapai melalui program
intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi. Program intensifikasi telah dilakukan
melalui GP-PTT sejak tahun 2008. Program ini meningkatkan produktivitas padi
dari 4,894 t/ha tahun 2008 menjadi 5,135 t/ha tahun 2014. Tingkat produktivitas
padi di Jawa telah mencapai 5,729 t/ha, sedangkan di luar Jawa 4,621 t/ha.
Dibanding target produksi padi 2014 sebesar 70 juta ton, produksi padi tahun
2015 meningkat 4 juta ton melalui perluasan areal tanam (ekstensifikasi). Target
produksi padi tahun 2019 telah ditetapkan 84,1 juta ton, berarti diperlukan
peningkatan produksi padi 2015-2019 sebesar 3%/tahun. Peningkatan perluasan
areal tanam melalui pencetakan sawah baru menghadapi banyak kendala
terutama aspek pembebasan lahan dan pencetakan sawah yang relatif mahal.
Upaya yang paling memungkinkan peningkatan indeks pertanaman terutama di
wilayah yang indeks pertanamannya masih rendah terutama di luar Jawa.
Di Indonesia disepakati istilah rawa dalam 2 (dua) pengertian, yakni rawa
pasang surut dan rawa lebak. Rawa pasang surut diartikan sebagai daerah rawa
yang mendapatkan pengaruh langsung atau tidak langsung ayunan pasang surut
air laut, atau sungai di sekitarnya, sedangkan rawa lebak adalah daerah rawa
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 99
yang mengalami genangan selama lebih dari 3 (tiga) bulan, dengan tingkat
genangan terendah berkisar antara 25-50 cm.
Menurut BBSDLP (2014) berdasarkan hasil perhitungan secara spasial
menggunakan peta tanah tinjau, lahan rawa di Indonesia tercatat 34,93 juta ha
atau 18,28% dari luas daratan Indonesia, tersebar di Sumatera ±12,93 juta ha,
Jawa ±0,90 juta ha, Kalimantan ±10,02 juta ha, Sulawesi ±1,05 juta ha, Maluku
dan Maluku Utara ±0,16 juta ha. Dari total lahan rawa tersebut, yang tergolong
lahan masam (pH < 5,5) mencakup areal 33,42 juta ha, lahan pasang surut
sebesar 7,37 juta ha, lahan rawa lebak 11,19 juta ha, lahan rawa gambut 14,87
ha, dan lahan tidak masam (pH > 5,5) hanya sekitar 1,51 juta ha (4,32%).
Dari total 8,16 juta ha lahan sawah, sekitar 3,25 juta ha (40%) lahan sub
optimal berupa lahan tadah hujan 2,10 juta ha, rawa pasang surut 0,60 juta ha
dan lebak sekitar 0,55 juta ha. Indeks pertanaman padi di lahan rawa pasang
surut dan lebak antara 0,8 - 1,2 sehingga berpeluang untuk ditingkatkan.
Permasalahan
Indeks pertanaman padi dapat dihitung dengan cara membagi angka luas
panen dengan jumlah luas lahan sawah irigasi dan non irigasi. Luas lahan sawah
irigasi terdiri dari lahan sawah irigasi teknis, lahan sawah irigasi semi teknis,
lahan sawah irigasi sederhana, dan lahan sawah irigasi desa. Sedangkan lahan
sawah non irigasi terdiri dari lahan sawah tadah hujan, lahan sawah pasang
surut, dan lahan sawah lebak. Indeks pertanaman padi sawah di Kalimantan
berkisar antara 0,64 di Kalimantan Utara sampai 1,24 di Kalimantan Timur.
Rendahnya nilai indeks pertanaman padi karena sebagian besar lahan
usahataninya didominasi oleh lahan rawa pasang surut dan rawa lebak.
Peningkatan produksi pangan nasional selama ini bertumpu pada lahan
irigasi yang lebih banyak dikembangkan di Pulau Jawa, sementara di luar Pulau
Jawa seperti lahan rawa pasang surut dan rawa lebak, belum sepenuhnya
tergarap dengan baik. Pengembangan potensi kawasan lahan rawa dapat
dilakukan dengan memperhatikan kondisi agroekosistem lahan, pemanfaatan
inovasi teknologi dan sumber daya manusia serta tidak merusak lingkungan.
Permasalahan peningkatan indeks pertanaman padi di lahan rawa pasang
surut dan rawa lebak adalah : (a) kekurangan tenaga kerja dan alsintan, (b) luas
lahan garapan per Kepala Keluarga terlalu luas sehingga banyak lahan tidur, (c)
pengelolaan infrastruktur seperti saluaran drainase dan pintu air belum memadai,
(d) frekuensi banjir dan kekekeringan serta OPT sukar diprediksi, (e) teknologi
usahatani padi eksisting tidak menguntungkan petani, (f) teknologi baru
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 100
terutama penggunaan varietas unggul spesifik lokasi masih belum berkembang,
dan (g) kebijakan pembakaran lahan oleh Pemda perlu diantisipasi dengan
ketersediaan teknologi.
Saran Kebijakan
a. Meningkatkan kembali program transmigrasi. Indeks pertanaman
padi di lahan rawa pasang surut dan lebak dapat ditingkatkan dengan
kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, melalui program
transmigrasi. Pencetakan sawah baru yang tidak diikuti dengan
penyediaan sumber daya manusia, hanya akan meningkatkan luasan lahan
sawah terlantar.
b. Dukungan infra struktur dan inovasi teknologi. Penyediaan tenaga
kerja, dukungan alsintan terutama traktor roda 2 dan mesin pemanen,
perbaikan jalan usahatani dan pintu air saluran irigasi/drainase,
penyediaan benih varietas unggul spesifik lokasi yang dikombinasikan
dengan penggunaan mikro organisme perombak (biodecomposer) untuk
mempercepat proses pelapukan gulma dan tunggul jerami (tidak perlu
dibakar), sehingga pengolahan lahan dapat dipercepat akan berdampak
terhadap percepatan tanam, peningkatan indeks pertanaman dan
peningkatan produsi padi sawah.
c. Percepatan pemutihan varietas padi lokal. Untuk mendukung
program UPSUS, varietas padi lokal yang terbukti lebih toleran keracunan
besi dengan harga gabah kering panen lebih tinggi dibandingkan varietas
unggul setempat akan sangat bermanfaat bagi petani bila dapat
diputihkan; kelompok tani bisa terdaftar di Dinas Pertanian setempat dan
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dapat membantu program bersubsidi
untuk varietas padi unggul lokal yang sudah diputihkan.
d. Perakitan varietas padi unggul baru umur panjang. Pada lahan
sawah yang indeks pertanamannya tetap di bawah satu karena luasnya
lahan garapan dan keterbatasan tenaga kerja, perlu dirakit teknologi
varietas unggul padi umur panjang (5 bulan) dengan tingkat produktivitas
di atas 10 ton/ha, toleran keracunan besi serta tahan hama/penyakit
utama sehingga dapat meningkatkan efisiensi input dan pendapatan
petani. Kegiatan perakitan varietas ini dapat dilakukan melalui kerjasama
nasional maupun internasional.
e. Peningkatan aktivitas penyuluhan. Pergeseran dari "berproduksi
untuk konsumsi sendiri" menjadi "berproduksi untuk pasar", harus
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 101
mengubah struktur sosial ekonomi dan budaya petani di sektor pertanian
secara dramatis di Kalimantan. Merangsang berkembangnya kelompok
kolektif merupakan unsur penting menuju sektor pertanian yang lebih
inovatif. Kelompok kolektif tidak hanya berkontribusi terhadap inovasi,
mereka juga dapat menggunakan daya tawarnya terhadap peningkatan
nilai tambah dan harga jual produknya. Kelompok kolektif dapat berupa
kelompok tani, gabungan kelompok tani, maupun sistem inti-plasma.
6. Pengembangan Bioindustri Tanaman Pangan di Lahan Suboptimal
Pendahuluan
Wacana pengembangan kawasan pertanian bioindustri telah tertuang di
dalam Strategi Induk Pembangunan Pertanian (SIPP), yang secara verbal
merumuskannya sebagai visi pembangunan pertanian 2013–2045, yakni:
―Terwujudnya sistem pertanian Bioindustri berkelanjutan yang menghasilkan
beragam pangan sehat dan produk bernilai tambah tinggi dari sumber daya
hayati pertanian dan kelautan tropika‖. Semua Unit Kerja (UK) dan Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
(Balitbangtan) dituntut untuk senantiasa memahami dan mendalami dengan baik
konsep dan pemikiran yang terkait dengan pengembangan pertanian bioindustri.
Permasalahan
Kegiatan pengembangan model pertanian bioindustri berbasis sumber
daya lokal didesain untuk menghasilkan rancang bangun model pertanian
bioindustri berbasis tanaman pangan di lahan suboptimal (LSO), memfasilitasi
penumbuhan dan pembinaan percontohan sistem usahatani ramah lingkungan
dan usaha agibisnis berbasis teknologi inovatif yang bersifat bioindustri,
memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk
pengembangan kegiatan bioindustri berbasis tanaman pangan, dan memperoleh
umpan balik mengenai karakteristik teknologi tepat-guna spesifik pengguna dan
lokasi yang berkelanjutan. Pada kenyataannya hasil kegiatan masih terfokus
kepada hasil pengujian pada demonstration plot dan belum memberikan
penekanan pada aspek pengembangan sistem budi daya yang mengintegrasikan
keseluruhan komponen inovasi litbang yang diperkenalkan kepada petani.
Petani sebagai aktor utama dalam pertanian menuju pertanian bioindustri
hingga saat ini masih menghadapi berbagai kendala menyangkut saranaproduksi,
budi daya, pengolahan hasil, pemasaran dan perdagangan, prasarana, SDM
penyuluh, inovasi, dan pengembangan kelembagaan petani.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 102
Temuan-Temuan Pokok
Pertanian bioindustri adalah sistem pertanian yang pada prinsipnya
mengelola dan/atau memanfaatkan secara optimal seluruh sumber daya hayati
termasuk biomasa dan/atau limbah pertanian, bagi kesejahteraan masyarakat
dalam suatu ekosistem secara harmonis. Kata kunci sistem pertanian bioindustri
ini terletak pada pemanfaatan seluruh sumber daya hayati, biomasa, dan limbah
pertanian, ilmu pengetahuan dan teknologi dan bioproses, pemanfaatan dan
rekayasa genetik. Di dalam pengembangannya, pertanian bioindustri tidak
terlepas dari konsep pertanian berkelanjutan, meminimalisasi ketergantungan
petani terhadap input eksternal dan penguasaan pasar.
Mulai tahun 2015 Balitbangtan telah melaksanakan kegiatan-kegiatan
pengembangan model pertanian bioindustri berbasis sumber daya lokal di
sejumlah sentra produksi tanaman pangan. Secara khusus, BPTP Sumatera
Selatan telah melaksanakan kegiatan ini di lahan kering (LK) di Kabupaten Ogan
Komering Ilir dan lahan pasang surut (LPS) di Kabupaten Banyuasin.
Komponen utama dalam membangun model pertanian bioindustri terdiri
dari: (1) komoditas yang akan dikembangkan, (2) teknologi inovatif yang siap
digunakan, (3) dukungan lembaga penelitian pemerintah dan swasta, (4) lokasi
pengembangan pada kondisi agroekologi tertentu, (3) sarana dan prasarana
pendukung, (5) dukungan SDM sebagai pelaku pengembangan pertanian
bioindustri, dan (6) ketersediaan pasar produk pertanian yang dihasilkan.
Untuk lokasi sawah pasang surut, komoditas utamanya sama dengan yang
di lahan sawah yaitu padi, namun komoditas integrasinya menggunakan sapi
potong dan kerbau. Model yang dirancang awalnya adalah: (1) Komoditas utama
padi, (2) Komoditas integrasi kerbau, sapi potong, itik, (3) Produk utama beras,
tepung, daging, telur, (4) Produk bioindustri pangan, minyak dedak, pakan,
kompos, asap cair, biogas, minyak dedak, jamur, (5) Teknologi PTT, Katam,
Biokompos, diversifikasi pangan, formulasi pakan, bioproses, mekanisasi, dan (6)
Luas kawasan minimal 500 ha, 500-1000 ekor sapi, 5000-10000 ekor itik.
Pada agroekosistem lahan kering dataran rendah iklim kering kondisi
airnya tidak mencukupi untuk usahatani padi, komoditas utama dipilih Sorgum
yang tahan kekeringan. Rancangan modelnya dibangun yaitu: (1) Komoditas
utama sorgum manis, (2) Komoditas integrasi sapi potong, domba, (3) Produk
utama biji dan batang, daging, (4) Produk bioindustri bioetanol, gula sorgum,
pakan, (5) Teknologi PTT, biokompos, formulasi pakan, bioproses, mekanisasi,
(6) Luas kawasan Minimal 500 ha, 500-1000 ekor sapi, 3500 ekor domba.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 103
Kedua rancangan di atas pada prakteknya mengalami modifikasi di lokasi
kegiatan dan hasilnya masih dalam skala kecil. Di LPS sebagai berikut: (1)
Komoditas utama padi, (2) Komoditas integrasi, sapi potong, (3) Produk utama
beras, daging, (4) Produk bioindustri pakan, kompos, pupuk cair urine sapi, (5)
Teknologi PTT, Katam, Biokompos, formulasi pakan, bioproses, mekanisasi, (6)
Luas kawasan ± 200 ha, ± 70 ekor sapi. Di LK sebagai berikut: (1) Komoditas
utama: jagung (panen muda, untuk pangan), (2) Komoditas integrasi, terdiri
dari: sapi potong, domba, (3) Produk utama: tongkol segar, daging, (4) Produk
bioindustri: pakan, kompos, biogas, (5) Teknologi: PTT, biokompos, formulasi
pakan, bioproses, mekanisasi, (6) Luas kawasan ± 75 ha, ± 150 ekor sapi.
Masalah yang ditemukan yang berkaitan dengan penyediaan sarana
produksi pertanian, khususnya penyediaan benih/bibit, pupuk, pestisida, alsintan
dan pakan ternak. Masalah yang ditemui antara lain kuantitas yang kurang,
kualitas yang masih rendah, distribusi yang belum proporsional antar-wilayah,
harga yang belum terjangkau petani, dan beredarnya pupuk/pestisida palsu.
Dalam kegiatan budi daya pertanian, masih terdapat berbagai masalah
antara lain: penguasaan lahan yang sempit, masih luasnya lahan tidur, terjadinya
degradasi sumber daya lahan dan air, dan rendahnya akses petani terhadap
teknologi pertanian. Pada kegiatan pengolahan hasil pertanian yang ditujukan
untuk meningkatkan nilai tambah, persoalan mendasar adalah belum
berkembangnya industri pengolahan di sentra-sentra produksi, terbatasnya alat
penyimpanan dan pengeringan serta pasokan (kuantitas dan kualitas) bahan
baku yang belum memadai.
Dari segi pemasaran dan perdagangan, sejumlah masalah perlu segera
dipecahkan, yaitu rendahnya akses petani terhadap pasar dan informasi pasar,
masih rendahnya posisi tawar petani, belum lancarnya distribusi produk
pertanian, mutu produk yang belum mampu bersaing, kurangnya promosi dan
usaha penetrasi pasar.
Beberapa masalah yang berkaitan dengan konektivitas di pedesaan dan
prasarana agribisnis antara lain, terbatasnya jumlah dan rusaknya sebagian
jaringan irigasi, minimnya jumlah farm road dan jalan desa, terbatas dan belum
optimalnya pemanfaatan sarana penyimpanan/gudang, terbatasnya fasilitas
pengeringan, terbatasnya jumlah kendang komunal, terbatasnya fasilitas
angkutan pertanian dan terbatasnya fasilitas komunikasi di perdesaan.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 104
Dari aspek sumber daya manusia, beberapa permasalahan pokok, antara
lain rendahnya tingkat pendidikan petani dan rendahnya kapasitas dalam aspek
kewirausahaan. Sedangkan permasalahan pokok berkaitan dengan penyuluhan
pertanian adalah terbatasnya jumlah tenaga penyuluh (baik penyuluh PNS
maupun swadaya), minimnya sarana penyuluhan, masih rendahnya keterkaitan
penyuluhan dengan aspek penelitian sebagai sumber teknologi dan inovasi.
Pada saat ini terdapat beberapa permasalahan dalam bidang inovasi
penelitian pertanian, antara lain belum optimalnya diseminasi hasil-hasil
penelitian, masih lemahnya sinergi penelitian antar berbagai instansi litbang dan
universitas, dan belum berkembangnya penelitian oleh pihak swasta.
Dari segi kelembagaan petani terdapat beberapa permasalahan, yaitu:
masih lemahnya kapasitas dan belum efektifnya kinerja kelembagaan kelompok
tani, belum berkembangnya kelembagaan yang berorientasi kepada aspek
ekonomi petani, dan masih rendahnya minat untuk membangun dan
mengembangkan kelembagaan petani.
Saran Kebijakan
Dari aspek penyediaan sarana produksi pertanian perlu lebih mendorong
penggunaan benih/bibit unggul berpotensi hasil tinggi, adaptif terhadap
perubahan iklim, ramah lingkungan dan berbasis sumber daya lokal; melakukan
seleksi, pengujian, promosi dan pengawasan pupuk alternatif, termasuk pupuk
yang dihasilkan dari pengolahan limbah ternak harus melalui pengujian
laboratorium agar memenuhi standar jaminan mutu produk; mengembangkan
pupuk dan pestisida hayati; menyusun rencana kebutuhan pupuk wilayah serta
dirinci per musim tanam; memberikan insentif kepada industri sarana produksi
pertanian yang berkandungan komponen lokal tinggi; dan melakukan
standardisasi dan sertifikasi terhadap semua jenis sarana produksi pertanian.
Dari sisi budi daya pertanian perlu meningkatkan akses lahan bagi petani
kecil dan buruh tani (reforma agraria), pengaturan sistem pemilikan/penguasaan
lahan dan subsidi biaya sertifikasi lahan petani secara masal; mengembangkan
pembiayaan mikro di perdesaan;memperketat aturan penggunaan lahan yang
beresiko menjadi lahan kritis; mengutamakan peningkatan produksi pertanian
melalui akselerasi peningkatan produktivitas, sehingga mengurangi tekanan
terhadap penggunaan sumber daya lahan dan air yang semakin terbatas;
meningkatkan keterkaitan antara penelitian dan penyuluhan sehingga teknologi
pertanian mudah diakses; dan mengembangkan sistem usahatani terpadu.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 105
Kebijakan terkait pengolahan hasil pertanian perlu lebih mendorong
pengembangan bioindustri di sentra produksi; mengembangkan bioindustri
sebagai bagian dari klaster industri perdesaan yang menunjukkan keterkaitan
dan saling ketergantungan semua unit usaha dari hulu sampai hilir; mendorong
penumbuhan bioindustri skala kecil yang dikelola kelompok tani atau koperasi;
menumbuhkan bioindustri yang memanfaatkan hasil samping secara optimal
(biorefinery); menumbuhkan bioindustri untuk menghasilkan bioenergi berbasis
bahan baku produk nonpangan; dan memacu tumbuhnya jasa penyimpanan dan
pengeringan produk pertanian yang dihasilkan kelompok tani atau koperasi.
Dalam hubungannya dengan pemasaran dan perdagangan hasil pertanian,
perlu ditumbuhkan dan diperkuat berbagai organisasi pemasaran sarana produksi
dan produk pertanian; melakukan kerjasama pemasaran di antara petani dan
antara petani dengan pelaku lainnya; menyediakan jaringan informasi pasar, baik
domestik maupun global; mendorong akses petani ke pasar modern
(supermarket) disertai peningkatan daya saing produk yang dihasilkan; dan
mengintensifkan promosi pasar produk pertanian.
Sarana pertanian perlu terus dibenahi dengan mengembangkan sistem
logistik khusus untuk produk pertanian, misalnya alat transportasi, pergudangan,
pengeringan, dan pendingin (cold storage); perbaikan jaringan irigasi;
memperluas pembangunan jalan usahatani di desa; membangun dan
mengoptimalkan pemanfaatan fasilitas penyimpanan/gudang; memfasilitasi
pembangunan rumah potong hewan dan kendang komunal; membangun fasilitas
pasar perdesaan; dan mendorong pengembangan prasarana dan pelayanan
komunikasi di perdesaan.
SDM pertanian juga harus ditingkatkan melalui peningkatan jumlah tenaga
penyuluh secara bertahap, sehingga satu desa dilayani oleh satu orang penyuluh;
meningkatkan kompetensi dan sertifikasi penyuluh pertanian bekerjasama
dengan perguruan tinggi dan organisasi profesi penyuluh, sehingga memiliki
kualifikasi lulusan pendidikan tinggi; meningkatkan fasilitas yang dibutuhkan para
penyuluh; meningkatkan insentif penyuluh berbasis kinerja; dan mendorong
peningkatan jumlah penyuluh swadaya.
Dari sisi inovasi pertanian perlu diperkuat sinergi antara Badan Litbang
Pertanian, Lembaga Penelitian Non-Kementerian (LPNK), dan universitas menuju
sistem inovasi pertanian yang lebih kuat dan terpadu; meningkatkan keterkaitan
penelitian dan penyuluhan untuk mengakselerasi diseminasi dan penerapan hasil-
hasil penelitian; mendorong partisipasi swasta dalam penelitian melalui
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 106
penguatan kerja sama dengan lembaga penelitian pemerintah; memprioritaskan
penelitian pada bidang bioindustri; membangun infrastruktur penelitian yang
memadai untuk menunjang program penelitian prioritas, terutama bidang
bioindustri; membangun kelembagaan litbang yang independen namun tetap
terkait erat dengan Pertanian-Bioindustri.
Terakhir, aspek kelembagaan petani harus juga ditingkatkan kapasitasnya
melalui pendampingan, pelatihan, magang, studi banding, dll; meningkatkan
efektivitas kegiatan kelompok tani dengan memprioritaskan partisipasi petani;
meningkatkan kemitraan kelompok tani dengan para pelaku ekonomi lainnya
untuk mewujudkan koordinasi vertikal dalam kegiatan agribisnis; mengarahkan
organisasi ekonomi petani untuk turut serta melakukan kegiatan off-farm;
mendorong penumbuhan kelompok tani, koperasi atau kelembagaan petani
lainnya pada wilayah-wilayah pengembangan baru; dan meningkatkan posisi
tawar kelompok tani agar lebih mandiri.
7. Budi Daya Kedelai Antisipasi Kekeringan di Lahan Sawah Tadah
Hujan
Kedelai termasuk komoditas pangan yang perlu dipercepat peningkatan
produksinya dan ditargetkan mencapai swasembada tahun 2018. Pada tahun
2015 produktivitas nasional kedelai rata-rata 1,4 t/ha dengan kisaran 0,8-2 t/ha
di tingkat petani, sedangkan di tingkat penelitian sudah mencapai 1,7-3,2 t/ha,
bergantung pada kondisi lahan dan teknologi yang diterapkan. Data tersebut
menunjukkan bahwa produksi kedelai di tingkat petani masih dapat ditingkatkan
melalui penerapan inovasi teknologi.
Di lahan sawah tadah hujan, kedelai umumnya ditanam pada MK-2 setelah
tanaman padi MK-1. Permasalahan yang dihadapi pada pertanaman kedelai MK-2
adalah ketersediaan air sangat terbatas, sehingga tanaman sering mengalami
kekeringan. Oleh karena itu, diperlukan teknologi budi daya yang tepat dan
varietas yang sesuai agar tanaman terhindar dari kekeringan dan produktivitas
kedelai di lahan sawah tadah hujan dapat di tingkatkan.
Faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas kedelai di lahan sawah
tadah hujan, antara lain 1) Varietas yang ditanam petani kurang sesuai untuk
agroekosistem lahan sawah tadah hujan (MK-2), yakni umur varietas lebih dalam
(> 80 hari) sehingga pada fase generatif tanaman sering mengalami kekeringan,
2) Mutu benih yang digunakan petani kurang baik (benih asalan) benih yang
dihasilkan dari pertanaman sebelumnya, 3) Sering terjadi cekaman abiotik
(kekeringan). Pada MK-2 pertanaman kedelai kekurangan air selama proses
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 107
produksi dapat diantisipasi dengan teknologi budi daya, menggunakan varietas
berumur sangat genjah (< 75 hari), dan varietas toleran kekeringan, 4) Tanaman
kedelai rentan terhadap OPT seperti kutu kebul, hama daun dan polong yang
sering muncul pada pertanaman MK-2, 5) Pengelolaan tanaman kurang tepat,
yakni dosis dan jenis pupuk tidak berdasarkan pengelolaan hara spesifik lokasi
dan penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati masih sangat kurang seperti
yang dianjurkan dalam PTT kedelai, dan 6) Penanganan pascapanen kurang
tepat. Prosesing hasil umumnya masih konvensional, setelah tanaman dipanen
berangkasan ditumpuk di sawah dan tidak segera dijemur sehingga mutu biji
kedelai kurang baik. Di samping itu, perontokan biji pada umumnya masih
digebot tidak menggunakan Thresher, sehingga kehilangan hasil tinggi (15%).
Untuk dapat mencapai swasembada tersebut strategi yang di lakukan
pemerintah adalah dengan meningkatkan produktivitas dan perluasan areal
tanam (PAT-PIP). Melalui kedua program tersebut diharapkan pada tahun 2018
produksi kedelai dapat mencapai 1,5 juta ton.
Saran kebijakan untuk meningkatkan produktivitas dan antisipasi
kekeringan pada tanaman kedelai di lahan sawah tadah hujan (MK-2) antara lain
1) Menggunakan varietas berumur genjah (< 75 hari), hasil pengujian varietas
Grobogan paling sesuai untuk lahan sawah tadah hujan MK-2, 2) Pada saat
pengolahan tanah untuk tanaman padi MK-1, lahan diberi pupuk kandang/
kompos sebanyak 2 t/ha, agar tanah tidak cepat kering pada saat ditanam
kedelai MK-2, 3) Tanah sawah tidak diolah (TOT), tunggul jerami dibabat rata
dengan permukaan tanah, 4) Sebelum tanam lahan disemprot dengan hersibida
Ally Plus untuk mengendalikan gulma, 5) Untuk mempercepat pembusukan
tunggul jerami, sisa tanaman padi disemprot dengan dekomposer LBF, 6) Dibuat
beberapa penampungan air sekitar petak penelitian. Dengan menggunakan
pompa, air dari sungai disedot kemudian ditampung di bak penampungan, 7)
Dibuat parit antar bedengan dengan kedalaman 30 cm dan lebar 25 cm, ukuran
bedengan 10 m x panjang petakan, 8) Sebelum tanam benih kedelai diberi Seed
treatment dengan pupuk hayati Agrisoy dengan dosis 10 g/1 kg biji, 9) Dengan
menggunakan pupuk hayati, pupuk kimia diberikan. sebanyak separuh dosis
pupuk anjuran ditambah 50 kg SP36/ha, dan 10) Tanaman disemprot dengan
pupuk organik cair (POC), diberikan pada umur 15, 25, 35, 45, dan 55 hst,
dengan dosis 40 cc/l air.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 108
8. Potensi Pengembangan Beras Khusus untuk Substitusi impor
Indonesia dalam beberapa tahun masih mengimpor beberapa jenis beras
yang disukai konsumen dan pasar yang tidak tersedia dari dalam negeri, seperti
beras ketan, beras kukus, dan beras aromatik (Basmati). Meskipun dalam jumlah
yang tidak terlalu besar, impor beras khusus ini meningkat dalam dari tahun
2011-2013 sekitar 200 ribu ton. Kementerian Pertanian mulai 2016 tidak
mengeluarkan rekomendasi impor untuk beras khusus seperti beras Ketan,
Japonica, Thai Hom Mali, Basmati, dan Kukus. Hal ini suatu peluang bagi petani
di Indonesia untuk mampu memproduksi beras khusus tersebut.
Rekomendasi kebijakan yang dapat ditempuh untuk memenuhi kebutuhan
konsumen dalam negeri, antara lain:
Beras ketan dapat diproduksi oleh petani di seluruh Indonesia dengan
hasil 7-8 t/ha. Benih padi ketan tersedia di dalam negeri, namun perlu
dilepas varietas baru yang lebih tahan OPT dan amilosa rendah.
Kebutuhan beras ketan beramilosa rendah (<5%) sekitar 120 ribu
ton/tahun.
Beras Japonica sudah dapat diproduksi oleh petani dengan hasil 6-7
t/ha dengan menggunakan benih yang belum dilepas oleh
Pemerintah. Total produksi 130 ton beras, sedangkan kebutuhan
berkisar 1.000-2.000 ton/tahun).
Beras Basmati sudah dapat diproduksi oleh petani dengan hasil 3-4
t/ha dengan menggunakan benih Basmati 370 yang kualitasnya
rendah karena sudah ditanam beberapa musim. Benih padi sejenis
hasil pemuliaan dari BB Padi belum dilepas oleh Kementan.
Kebutuhan beras Basmati berkisar 1.000-1.500 ton/tahun.
Beras Thai Hom Mali dapat diproduksi oleh petani dengan hasil 5-6
t/ha. Benih padi sejenis THM tersedia di dalam negeri, namun perlu
dilepas varietas baru yang lebih tahan OPT. Kebutuhan beras THM
sekitar 25 ribu ton/tahun.
Beras Kukus (amylosa 27%) dapat diproduksi oleh petani dengan
hasil 8-9 t/ha dengan menggunakan benih yang tersedia di dalam
negeri. Namun kebutuhan beras kukus terus menurun berkisar antara
400-500 ton/tahun).
Dua GH B13727 diusulkan untuk uji adaptasi untuk dapat dilepas
sebagai substitusi impor beras Basmati.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 109
9. Pengembangan Pupuk Hayati Agrimeth Mendukung Pengembangan
Jarwo Super
Penggunaan pupuk kimia yang tidak bijaksana serta telah diabaikannya
pupuk organik selama beberapa dekade telah berdampak sistemik terhadap
pertanian yang mengakibatkan kandungan C-organik menurun drastis dan
kesuburan tanah menurun. Pupuk organik dan pupuk hayati menjadi solusi
alternatif untuk meningkatkan kesuburan tanah, melalui inokulasi tanah dengan
mikroba pupuk hayati, meningkatkan volume bahan organik tanah, mengurangi
pupuk kimia, dan menghindari pembakaran sisa panen.
Produktivitas padi nasional saat ini 5,1 t/ha cenderung melandai
kenaikannya, diperlukan kombinasi penggunaan pupuk kimia dengan pupuk
organik dan pupuk hayati. Seperti diketahui, bahwa udara mengandung 78%
N2 tetapi tidak dapat digunakan oleh tanaman sepenuhnya. Mikroba mampu
menambat nitrogen yang berlimpah di udara. Hanya 20-30% P dan K di tanah
yang dapat dimanfaatkan tanaman, sisanya dalam keadaan tidak tersedia.
Mikroba mampu melarutkan fosfat (P) dan kalium (K) yang tidak tersedia di
tanah. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dapat meninggalkan residu
yang berbahaya bagi lingkungan dan tanaman. Penggunaan pupuk hayati
mampu mereduksi senyawa aktif pestisida dan dampak negatif bagi lingkungan.
Limbah panen yang berlimpah memerlukan waktu lama menjadi kompos, dengan
Mikroba mampu merombak bahan organik secara cepat dan ramah lingkungan.
Balitbangtan telah menghasilkan berbagai teknologi guna mewujudkan
ketahanan pangan, di antaranya pupuk Agrimeth. Pupuk hayati ini memiliki
keunggulan karena terkandung beberapa jenis mikroba, yaitu a) Azotobacter
vinelandii sebagai penambat N2 non-simbiotik dan pelarut P tanah, b)
Azospirillium sp: penambat N2 non-simbiotik dan penghasil fitohormon, c)
Bacillus cereus: pelarut P tanah dan penghasil senyawa anti patogen, d)
Bradyrhizobium sp: penambat N simbiotik, dan e) Methylobacterium sp:
penghasil fitohormon.
Aplikasi Agrimeth dapat menekan penggunakan pupuk anorganik N, P, K
sebesar 50%. Hasil padi pada petak percobaan yang diaplikasi Agrimeth dengan
takaran pupuk anorganik sesuai rekomendasi setempat (100%) lebih tinggi
daripada petak percobaan yang diaplikasi Agrimeth dengan takaran pupuk
anorganik 75% maupun 50%.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 110
Hasil padi pada petak percobaan yang diaplikasi pupuk hayati Agrimeth
dan pupuk anorganik dengan takaran 50% rekomendasi sama dengan hasil padi
dari petak percobaan yang diaplikasi pupuk anorganik dengan takaran 75% dan
100% rekomendasi di tingkat petani.
Rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan produksi padi dengan
menggunakan pupuk hayati, anatara lain:
Pupuk hayati Agrimeth memiliki aktivitas enzimatik dan fitohormon yang
berpengaruh positif terhadap pengambilan hara makro dan mikro tanah,
memacu pertumbuhan, pembungaan, pemasakan biji, pematahan dormansi,
meningkatkan vigor dan viabilitas benih, efisiensi penggunaan pupuk NPK
anorganik dan produktivitas tanaman.
Pada 2012, Komisi Inovasi Nasional (KIN) merekomendasikan pupuk hayati
Agrimeth bersama pupuk hayati Biovam, Probio, dan Biopeat untuk
dikembangkan lebih lanjut oleh pihak swasta pada tanaman padi.
Pupuk hayati agrimeth yang diaplikasikan sebagai seed treatment pada Jajar
Legowo Super yang menggunakan VUB mampu menghasilkan produksi padi
tinggi (13,6 t/ha) karena didukung oleh penggunaan biodekomposer,
pemupukan berimbang, pengendalian OPT yang menggunakan pestisida
nabati, dan penggunaan alsintan pra dan pascapanen.
Berdasarkan hasil panen dari demarea seluas 50 ha diperoleh hasil rata-rata
13,6 t/ha dengan pendapatan Rp 45,7 Juta/ha. Artinya, usahatani Jajar
Legowo Super dengan Agrimeth layak dikembangkan (nilai B/C rasio 2,7).
Outcome rekomendasi kebijakan tanaman pangan diuraikan secara rinci
sebagai berikut:
Kinerja Sektor Pertanian Torehkan Prestasi
Presiden RI Joko Widodo saat membuka Rakernas Pembangunan
Pertanian di Jakarta, Kamis (05/01/2017) menyampaikan, ―Kinerja sektor
pertanian mampu menorehkan prestasi dalam meningkatkan produksi dan
menekan bahkan menghentikan impor.‖ Dalam Rakernas yang mengangkat tema
‗Bangun Lahan Tidur untuk Meningkatkan Ekspor dengan Pembangunan
Infrastruktur Pertanian‘ ini, Presiden mengingatkan kembali bahwa sektor
pertanian harus terus digerakkan demi kesejahteraan rakyat. ―Sektor pertanian
harus dikembangkan menjadi alat rakyat untuk mencapai kesejahteraan
bersama,‖ ujar Presiden. Prestasi kinerja Kementerian Pertanian itu dapat dilihat
dari pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat. ―Prestasi ini dapat dilihat dari
PDB Pertanian triwulan II 2016 naik 12,04% dibandingkan dengan triwulan I
2016,‖ ujar Presiden dalam arahannya.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 111
Tiga Kabupaten di Kaltim Andalkan Sektor Agroindustri
Kabupaten Nunukan, Bulungan, dan Kabupaten Penajam Paser Utara di
Kalimantan Timur bersama-sama memprioritaskan sektor agroindustri sebagai
penggerak perekonomian pembangunan wilayah. Adanya kesamaan kegiatan
unggulan perekonomian di ketiga kabupaten tersebut semakin menunjukkan
bahwa antarwilayah harus memiliki keterpaduan dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW)-nya. Demikian disampaikan Direktur Pembinaan Penataan
Ruang Daerah Wilayah II Direktorat Jenderal Penataan ruang Kementerian
Pekerjaan Umum dalam Rapat Pembahasan RTRW dengan Badan Koordinasi
Penataan Ruang Nasional (BKPRN) di Jakarta, baru-baru ini.
Di dalam perencanaannya, Kabupaten Nunukan menyebutkan alokasi luas
wilayah untuk pertanian lahan basah mencapai 126.000 ha, lahan kering 264.000
ha, dan perkebunan 698.000 ha. Untuk mendukung kegiatan agroindustri,
Kabupaten Nunukan akan mengembangkan Kawasan Strategis Kabupaten
berupa pendirian jalan lingkar Pulau Nunukan.
Sementara itu, Kabupaten Bulungan mengalokasikan lahan untuk kegiatan
pertanian mencapai kurang lebih 256.222 ha dengan jenis kegiatan meliputi
tanaman pangan lahan basah mencapai 22.550 ha, lahan kering 3.586 ha, buah-
buahan dan hortikultura kurang lebih 12.187 ha, serta perkebunan yang
didominasi oleh tanaman kelapa sawit dengan luas kurang lebih 218.775 ha.
Untuk itu Pemda Kabupaten Bulungan menyediakan 50.000 ha sebagai lahan
untuk pengembangan program food estate yang meliputi wilayah Kecamatan
Tanjung Palas Utara, Tanjung Palas Tengah, Tanjung Selor, dan Tanjung Selor.
Kabupaten Penajam Paser Utara mewujudkan kegiatan pertanian tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Tanaman pangan terbagi di
lahan sawah irigasi dan sawah tadah hujan kurang lebih 16.200 ha meliputi
Kecamatan Babulu, Waru, Penajam, dan Sepaku. Perkebunan dialokasikan seluas
kurang lebih 17.095 ha. Sementara itu peternakan difokuskan pada
pengembangan unggas di Kecamatan Penajam dan Babulu, sapi brahma dan
sapi bali di Kecamatan Sepaku, dan rusa api-api di Kecamatan Waru.
Penjabaran kebijakan dan strategi yang diwujudkan dalam struktur ruang,
pola ruang, kawasan strategis, arahan pemanfaatan, dan pengendalian
pemanfaatan ruang yang diwujudkan berdasarkan potensi wilayah kabupaten
diharapkan akan membawa keberhasilan pengembangan dan pembangunan
wilayah.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 112
Sasaran Strategis 5 : Terselenggaranya Sekolah Lapang
Produksi dan Distribusi Benih Terintegrasi dengan
Seribu Desa Mandiri Benih.
Untuk mencapai sasaran tersebut, diukur melalui capaian indikator kinerja
utama dengan target yang ditetapkan dalam PK 2016 yaitu terselenggaranya
sekolah lapang di 15 propinsi. Sasaran tersebut dicapai melalui kegiatan ―Sekolah
lapang produksi dan distribusi benih terintegrasi dengan seribu desa mandiri
benih.‖ Indikator kinerja sasaran yang ditargetkan dalam tahun 2016 telah
tercapai seluruhnya 100%, yaitu diselenggarakannya kegiatan SL Mandiri benih
benih di 15 propinsi (Sumut, Jambi, Lampung, Jabar, Jateng, DI Yogyakarta,
Jatim, Bali, NTB, NTT, Kalsel, Sulsel, Sultra, Sulteng, dan Papua. Capaian kinerja
disajikan pada Tabel 24.
Tabel 24. Capaian kinerja Sekolah Lapang Mandiri Benih 2016.
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Sekolah lapang produksi dan distribusi
benih terintegrasi dengan seribu desa
mandiri benih
15 15 100
Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran produksi padi, jagung, dan
kedelai diperlukan penyediaan benih bermutu varietas unggul spesifik lokasi agar
sampai di tingkat petani. Untuk itu telah dibangun Model penyediaan benih
secara mandiri untuk hamparan unit desa dengan melibatkan Unit Pengelola
Benih Sumber (UPBS) Balai Penelitian Komoditas dengan UPBS Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) dengan menyediakan benih sumber bagi calon
produsen benih. Dengan Model Desa Mandiri Benih diharapkan apabila petani
telah menyenangi varietas baru, benihnya dapat disediakan secara mandiri.
Pada tahun 2016 peningkatan kemampuan produksi benih bermutu,
pengenalan lembaga perbenihan pendukung dan pemasaran dilakukan melalui
kegiatan SL-Desa Mandiri Benih. Integrasi model dan pengembangan dengan
desa mandiri benih padi dilakukan melalui penyediaan benih sumber dari jaringan
UPBS Balitbangtan, pelatihan produksi benih dengan Jarwo Super, dan sertifikasi
benih dengan praktek langsung di lapangan dalam suatu sekolah lapang di lokasi
pengembangan desa mandiri benih serta pendampingan dalam pemasaran/
penyaluran benih.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 113
Pelaksanaan kegiatan SL mandiri benih padi di 11 propinsi (Sumut,
Lampung, Jabar, Jateng, DI Yogyakarta, Jatim, Bali, NTB, Kalsel, Sulsel, dan
Papua), SL jagung di 5 propinsi (NTB, NTT, Sulsel, Sultra, dan Sulteng), dan SL
kedelai di 8 propinsi (Jambi, Lampung, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, Sulsel, dan
Sultra). Dari hasil evaluasi, berhasil diidentifikasi desa yang telah dapat
memenuhi kebutuhan jumlah benih untuk satu desa (mandiri), dan telah berhasil
memasarkan/menyalurkan benih sendiri/mitra/koptan sebagai indikator
keberlanjutan kegiatan Desa Mandiri Benih, yaitu (1) padi di propinsi Sumut,
Lampung, Jateng, NTB, dari 11 propinsi; (2) Jagung di propinsi Sulteng dan
Sultra dari 5 propinsi, dan (3) kedelai di Jambi dari 8 propinsi. Unit DMB di
propinsi lainnya yang belum mandiri dan masih memerlukan pendampingan
pemasaran, pelaksanaan kegiatan dilanjutkan pada tahun 2017. Pada akhir 2019
dari kegiatan Model Desa Mandiri Benih ditargetkan untuk menjadi unit DMB
yang mandiri dan berkelanjutan, sebagai referensi pengembangan Desa Mandiri
Benih padi maupun komoditas jagung dan kedelai.
Outcome kegiatan Sekolah Lapang Mandiri Benih padi, jagung, dan
kedelai, dapat dilaporkan sebagai berikut:
Menteri Pertanian Melakukan Pencanangan 1.000 Desa Mandiri Benih
Saya melakukan Pencanangan Nasional 1.000 Desa Mandiri Benih. Pada
tahun 2015 dibuatnya program Seribu Desa Mandiri Benih (SDMB) ini agar petani
dapat memenuhi kebutuhan benihnya sendiri, tersebar di 32 propinsi. Dan Itu
adalah untuk kali pertama dalam sejarah Indonesia, khususnya dilakukan oleh
Kementerian Pertanian. Kementerian Pertanian mengupayakan agar kebutuhan
benih petani dapat dipenuhi dari produksi petani sendiri sehingga petani mandiri
dalam kebutuhan benih yang dibutuhkannya. Kebijakan ini sebagai tindaklanjut
dari program Presiden RI Joko Widodo yakni mewujudkan kemandirian pangan.
Pencanangan ini untuk menyelesaikan salah satu permasalahan utama pertanian,
yakni kurangnya ketersediaan dan rendahnya kualitas benih padi yang
menyebabkan produksi padi petani stagnan bahkan menurun. Insya Allah,
dengan membangun 1.000 Desa Mandiri ini merupakan langkah konkrit dari
pemerintah dalam rangka menjaga kestabilan pasokan benih dalam negeri. Benih
itu penting untuk menaikkan produksi padi. Sebagai contoh benih baru Inpari 13
produksinya 7,1 ton per hektar dari benih sebelumnya hanya mampu produksi 4
ton per hektar.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 114
Selain langkah penyediaan benih mandiri ini, pemerintah juga tengah
membangun kelembagaan penangkar benih yang mandiri, dan berkapasitas
produksi yang lebih baik. Jika dikaji berdasarkan penghasilan dari hasil yang
diperoleh dari pengembangan Seribu Desa Mandiri Benih dibanding dengan
kegiatan usahatani biasa, hasil dari Seribu Desa Mandiri Benih lebih
menguntungkan dari usahatani biasa. Keuntungan lainnya, bisa dilihat dari
pemenuhan kebutuhan benih padi untuk desa setempat dan sekitarnya yang
lebih bisa mengakomodir kebutuhan spesifik desa tersebut. Varietas yang
ditanam di Seribu Desa Mandiri Benih tiap unitnya dapat disesuaikan dengan
kebutuhan varietas yang diinginkan desa setempat dan sekitarnya.
Ilustrasinya, dari kegiatan Seribu Desa Mandiri Benih tersebut di atas bila
dirata-ratakan menghasilkan 3 ton/ha, dengan jumlah kegiatan Seribu Desa
Mandiri Benih sebanyak seribu unit, di mana tiap unitnya dengan luasan 10 ha
maka jumlah benih padi yang dihasilkan satu musim tanam sebanyak = 1.000 x
10 ha x 3 ton = 30.000 ton benih padi. Kebutuhan benih dalam satu musim
tanam lebih kurang 160.000 ton, sehingga bila kita bandingkan dengan benih
yang dihasilkan Seribu Desa Mandiri Benih maka dapat memenuhi kebutuhan
benih nasional sebesar 18%. Padahal selama ini kebutuhan benih yang
bersertifikat yang digunakan petani baru mencapai lebih kurang 50%. Sehingga
dengan hasil Seribu Desa Mandiri Benih diharapkan penggunaan benih padi
bersertifikat mencapai 60-70%. Dengan bertambahnya penggunaan benih padi
bersertifikat maka diharapkan produksi padi yang diperoleh petani terus
meningkat.
Seribu Desa Mandiri Benih membutuhkan peran aktif semua pihak dan
para stakeholders untuk meningkatkan pemahaman petani. Saya harap semua
pihak dapat bergerak bersama-sama membantu program Seribu Desa Mandiri
Benih sehingga berjalan sukses. Alhamdulillah, dari hasil monitoring kelompok
tani menyambut baik program 1.000 desa mandiri benih ini. Tetapi, pemahaman
petani untuk memproduksi, menyimpan benih perlu ditingkatkan. Karena petani
masih perlu diakomodir untuk memenuhi kebutuhan spesifik di desanya.
Pekerjaan kita masih panjang, mind set petani kita juga perlu terus kita
perhatikan. Terus bekerja, insya Allah, petani kita bisa sejahtera.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 115
Jabar Kebut Target Luas Tanam Padi Satu Juta Hektar Melalui Desa
Mandiri Benih
Majalengka, InfoPublik (4/8/16)- Upaya khusus swasembada pangan,
khususnya komoditas padi, jagung dan kedelai kini memasuki tahap tahun ke-2
sejak dicanangkan tahun lalu. Propinsi Jawa Barat yang merupakan salah satu
daerah sasaran, kini terus tingkatkan berbagai upaya untuk mencapai target.
Kepala Badan Karantina Pertanian Banun Harpini yang juga selaku Ketua
Penanggungjawab UPSUS Propinsi Jawa Barat mengatakan, Jawa Barat
menargetkan perluasan lahan tanam seluas satu juta hektar dan sampai dengan
bulan Agustus 2016 luas tanam yang telah dicapai seluas 763.943 hektar atau
setara dengan 94 persen dari target yang telah ditetapkan. "Strategi yang
diterapkan di Jawa Barat adalah peningkatan produktivitas melalui Desa Mandiri
Benih yang spesifik lokasi masing-masing," ujar Banun Harpini pada Temu
Lapang di Majalengka, Kamis (4/8) yang turut dihadiri oleh Wakil Ketua Komisi IV
DPR RI, Herman Khoiron dan Bupati Majalengka, Sutrisno.
Komisi IV DPR RI memberikan apresiasi positif pada keberhasilan UPSUS
Jabar. "Saya berikan apresiasi kepada Kementerian Pertanian, terkhusus PJ
UPSUS Jabar dan petani Jawa Barat yang telah berhasil meningkatkan provitas
dari 5,9 menjadi 6.3 ton per hektar saat ini," ujar Herman Khoiron. Menurut
Herman, petani dan penangkar benih adalah pahlawan pangan yang telah
berjasa mewujudkan ketahanan pangan demi tercapainya Ketahanan Nasional
Bangsa.
Unsur benih merupakan salah satu hal penting, varietas unggul benih
(VUB) yang memiliki potensi produktivitas tinggi dengan memperhatikan sifat
khas atau spesifik lokasi. Untuk itu desa mandiri benih menjadi perhatian khusus
bagi Badan Litbang Pertanian yang menangani inovasi teknologi bagi petani.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 116
Sasaran Strategis 6 : Pembangunan Taman Sains Pertanian
Pembangunan Taman Sains Pertanian baru dilaksanakan di tahun 2015
sebagai bagian mendukung program Balitbangtan dalam rangka percepatan
diseminasi inovasi teknologi yang dihasilkan Balitbangtan. Bappenas telah
merancang pembangunan Taman Sains Pertanian (TSP) di 34 propinsi dan
Taman Teknologi Pertanian (TTP) di beberapa kabupaten guna meningkatkan
produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional. Kegiatan ini
dilaksanakan oleh Balitbangtan, LIPI, dan Kemenristek Dikti.
Indikator kinerja utama dengan target yang ditetapkan dalam PK 2016
yaitu terbangunnya Taman Sains Pertanian (TSP) di Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi (BB Padi) Sukamandi, Jawa Barat.
Realisasi kegiatan telah terbangunnya Taman Sains Pertanian (TSP) di
BBPadi yang berlokasi di KP Sukamandi, Jawa Barat (Tabel 25).
Tabel 25. Indikator tingkat capaian Pembangunan TSP tahun 2016.
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Taman Sains Pertanian di BBPadi, Jawa
Barat
1 1 100
Tabel 26. Perbandingan capaian pembangunan TSP 2015 - 2016.
Indikator Kinerja Target/Realisasi 2015 2016
Taman Sains Pertanian di
Balitsereal, Maros, Sulsel
Target 1 1
Realisasi 1
(100%)
1
(100%)
Taman Sains Pertanian di BBPadi,
Jawa Barat
Target 1 1
Realisasi 1
(100%)
1
(100%)
Telah terbangun Taman Sains Pertanian (TSP) yang berlokasi di BBPadi
Sukamandi sebagai TSP Bioindustri Padi dan TSP berbasis Tanaman Serealia di
Balitsereal Maros. TSP BBPadi berlokasi di Kebun Percobaan Sukamandi, BBPadi
dimulai tahun 2016 yang sudah disusun Site plan di kawasan seluas 20 ha serta
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 117
pembangunan sarana dan prasarana, antara lain Gedung/bangsal dryer sebagai
tempat unit proses pengering gabah dan tempat stock sementara, serta tempat
pelaksanaan bimbingan teknis atau tamu peninjau, Gedung Alsintan sebagai
tempat unit proses persemaian dengan mesin Dapog, dan selasar/jalan menuju
kawasan TSP.
TSP Berbasis Tanaman Serealia Balitsereal Maros yang dimulai tahun 2015,
telah disusun action plan dan bussiness plan serta beberapa aktivitas lainnya.
Action Plan telah ditetapkan tiga komoditas utama yaitu jagung, sorgum, dan
padi, sedangkan ternak dan ikan sebagai komoditas pelengkap dalam rangka
memaksimalkan potensi yang tersedia. Bidang usaha ditetapkan ada empat
yaitu unit produksi tanaman, unit pengolahan hasil, unit integrasi tanaman
dengan ternak, dan unit diseminasi inovasi. Sedangkan Business Plan terdapat
dua kegiatan produktif yang dirancang bisnisnya yaitu produksi benih jagung
hibrida, produksi benih padi, dan produksi integrasi tanaman dengan ternak.
Outcome pembangunan Taman Sains Pertanian dapat dilaporkan sebagai
berikut:
Balitbangtan Bangun 100 Taman Teknologi Pertanian Untuk Petani
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan)
mendekatkan hasil-hasil inovasi teknologinya ke masyarakat sekitar dengan
membangun Taman-Taman Teknologi Pertanian (TTP) yang tersebar hampir di
100 kabupaten dan akan rampung pada tahun 2019 mendatang. "Idealnya di
setiap kabupaten ada TTP. Dengan adanya otonomi daerah maka masing-masing
daerah berkewajiban mendorong potensi pertaniannya," tegas Kepala Balitbang
Pertanian Muhammad Syakir dalam Workshop Pengelolaan TSP/TTP 2015 dan
2016 di Gedung Agrosinema, Balai Besar Sumber Daya Pertanian, Kota Bogor.
Syakir menambahkan meskipun setiap kabupaten tidak harus bernama TTP. Tapi
secara konsep, kawasan tersebut menerapkan inovasi teknologi sumber daya
pertanian seperti halnya TTP.
Selain membentuk TTP, Balitbangtan juga membentuk Taman Sains
Pertanian (TSP). "TTP adalah kawasan pertanian yang dibangun dengan inovasi
aplikatif dari hulu ke hilir dengan mempertimbangkan komoditas lokal.
Sedangkan TSP adalah kawasan pertanian sebagai wahana penelitian,
pengkajian, pengembangan dan penerapan inovasi pertanian sekaligus sebagai
etalase dan tempat peningkatan kapasitas pelaku pertanian," urai Muhammad
Syakir.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 118
Dalam bahasa sederhana, dibentuknya TTP adalah untuk menghilirkan
inovasi. Artinya mendekatkan inovasi hasil penelitian dan pengkajian untuk dekat
dengan pengguna. Hasil penelitian dan pengkajian tidak berhenti hanya menjadi
laporan atau jurnal yang tersimpan di perpustakaan. Indikator keberhasilannya
harus ditunjukkan oleh terjadinya peningkatan pendapatan petani. Artinya
teknologi itu diadopsi petani. Persoalannya, apakah inovasi teknologi yang
dihilirkan itu sesuai dengan kebutuhan pengguna?.
Pada tahun 2015, telah dibangun sebanyak lima Taman Sains Pertanian
(TSP) di Kebun Percobaan Balitbangtan di lima Propinsi, dan 16 Taman Teknologi
Pertanian (TTP) di Kabupaten/Kota, serta satu Taman Sains dan Teknologi
Pertanian Nasional (TSTPN) di Bogor (Jawa Barat). Pada tahun 2016 ini, sedang
berjalan pembangunan empat TSP dan 10 TTP.
Kepala Balitbangtan, Muhammad Syakir menegaskan kembali TSP dan TTP
bukan merupakan sarana percobaan melainkan wahana untuk mempercepat alih
teknologi dan memperderas aliran teknologi, sehingga inovasi teknologi yang
diterapkan harus merupakan teknologi yang memiliki dampak sosial dan
ekonomi.
Menteri Pertanian Resmikan TSP
Untuk meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar
internasional pemerintah Indonesia melalui Badan Perencanaan dan
Pembangunan Nasional membangun Taman Sains Pertanian (TSP) di 34 propinsi.
Selin itu pemerintah juga membangun Taman Teknologi Pertanian (TTP) di 100
kabupaten dalam waktu lima tanun, sejak 2014—2019. Menteri Pertanian, Dr Ir
H Andi Amran Sulaiman, MP, meresmikan 5 TSP di Cimanggu, Kota Bogor, Jawa
Barat, pada 1 Desember 2015. Kelima TSP itu terdapat di Kabupaten Lampung
Selatan, Propinsi Lampung, Kabupaten Pati (Jawa Tengah), Kabupaten Sigi
(Sulawesi Tengah), Banjarbaru (Kalimantan Selatan), dan Maros (Sulawesi
Selatan). TSP dibangun untuk penelitian, pengkajian, pengembangan, dan
penerapan inovasi pertanian. Taman dilengkapi sarana berlatih bagi masyarakat
atau pelaku agribisnis yang ingin menerapkan inovasi teknologi. Menurut Andi
Amran pengembangan pertanian harus diikuti oleh teknologi. Untuk menarik
generasi muda di bidang pertanian harus diarahkan ke pertanian modern dengan
teknologi-teknologi yang mendukung.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 119
Sasaran Strategis 7: Pengelolaan Sumber Daya Genetik
Tanaman Pangan
Sumber daya genetik (SDG) tanaman pangan perlu dilestarikan
keberadaannya sebagai bahan perakitan varietas unggul baru memanfaatkan
karakteristik sifat tanaman. Kegiatan SDG tidak dimasukkan dalam indikator
kinerja utama, karena pelestarian SDG tanaman pangan terus-menerus dilakukan
di BBPadi, Balitkabi, Balitsereal, dan Lolit Tungro sesuai dengan mandat
komoditasnya. Adapun hasil-hasil kegiatan yang dicapai disajikan pada Tabel 27.
Tabel 27. Hasil kegiatan pengelolaan SDG tanaman pangan tahun 2016.
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Sumber daya genetik padi 300 478 159,33
Sumber daya genetik tanaman aneka
kacang dan ubi
2.965 2.999 101,15
Sumber daya genetik tanaman serealia 860 1.298 150,93
Tabel 28. Kontinuitas pengelolaan SDG tanaman pangan 2010-2016.
Indikator Kinerja Target/Realisasi 2015 2016
Sumber daya genetik padi Target 300 300
Realisasi 388
(129,33%)
478
(159,33%)
Sumber daya genetik tanaman
aneka kacang dan ubi
Target 3.010 2.965
Realisasi 3.822
(126,98%)
2.999
(101,15%)
Sumber daya genetik tanaman
serealia
Target 937 860
Realisasi 4.734
(505,23%)
1.298
(150,93)
Sumber Daya Genetik Padi
Pengelolaan sumber daya genetik padi dilakukan dengan pengkoleksian
varietas lokal, varietas unggul baru atau galur dari dalam negeri dan luar negeri,
identifikasi, serta rejuvenasi. Hasil eksplorasi varietas lokal dan seleksi plasma
nutfah yang memiliki sifat kegenjahan, toleran kekeringan, toleran terhadap
cekaman salinitas, sulfat masam, dan toleran rendaman, tahan penggerek
batang padi, HDB, WBC, Blas dan tungro.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 120
Sumber daya genetik padi telah dimanfaatkan informasi karakteristik sumber
daya genetik untuk bahan tetua perakitan calon varietas unggul baru padi, yang
memiliki sifat ketahanan terhadap hama dan penyakit utama serta keunggulan
spesifik lokasi dan keinginan konsumen. Sebanyak 6 VUB yang dilepas tahun 2016
telah memanfaatkan sumber daya genetik yang terkoleksi, termasuk merakit VUB di
masa mendatang. Pengelolaan sumber daya genetik tanaman pangan melibatkan
pula lembaga riset internasional seperti IRRI Filipina maupun CIMMYT Mexico, serta
beberapa lembaga riset lainnya, termasuk disimpan di Bank Plasma Nutfah BB
Biogen. Kegiatan rejuvinasi: dilakukan terhadap materi koleksi plasma nutfah yang
ketersediaan benihnya <500 gram dan memiiki daya kecambah <80% hasil dari
pengujian tahun sebelumnya. Rejuvinasi dilakukan pada MT1 2016 di KP Sukamandi.
Materi sebanyak 300 aksesi, yang terdiri dari 244 aksesi (81,3 %) varietas lokal, 51
aksesi (17,0%) introduksi dan 5 aksesi (1,7%) varietas unggul baru dan lama.
Pemanfaatan aksesi untuk program pemuliaan: pemanfaatan
langsung aksesi plasma nutfah elit untuk dilepas sebagai varietas unggul,
pemurnian dan pemantapan aksesi plasma nutfah sebagai calon varietas,
pemanfaatan plasma nutfah sebagai donor gen untuk rekombinasi gen-gen
unggul adaptif dan donor gen spesifik, perluasan latar belakang genetik varietas,
perbaikan genetik populasi seleksi, dan pembentukan populasi dasar dengan
keragaman genetik luas melalui Persilangan banyak tetua.
Karakterisasi fenotipik: mendapatkan informasi karakter morfologi dan
agronomi dari 209 aksesi koleksi baru plasma nutfah BB Padi. Hasil karakterisasi
fenotipik aksesi plasma nutfah padi diperoleh 20-44 karakter morfologis dan
agronomis koleksi baru plasma nutfah BB Padi. Diperoleh 2 aksesimempunyai
panjang malai >35 cm, 3 aksesi jumlah gabah isi per malai >200 butir, 8 aksesi
mempunyai bobot 1000 butir >30 gram, 29 aksesi mempunyai warna beras
pecah kulit merah dan 3 aksesi mempunyai warna beras pecah kulit ungu.
Karakterisasi genotipik VUB: kegiatan marka molekuler aksesi plasma
nutfah dan varietas unggul padi berupa sidik jari DNA VUB dan plasma nutfah
unggul koleksi BB Padi. Informasi sidik jari DNA varietas unggul baru yang
memiliki sifat spesifik bermanfaat melengkapi informasi dalam aspek konstitusi
genetik tanaman, informasi deskripsi, dan data perlindungan varietas tanaman.
Karakterisasi fisik dan kimia: Mendapatkan informasi karakter fisik dan
kimia/fisikokimia dari 80 aksesi plasma nutfah koleksi BB Padi, dan gizi beras
sebagai data dasar karakter sumber daya genetik (SDG) pada perakitan dan
deskripsi varietas unggul baru (VUB).
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 121
Skrining untuk cekaman biotik: terdiri dari 100 aksesi plasma nutfah
padi yang diuji terhadap penggerek batang padi kuning, wereng coklat biotipe 1,
2 dan 3, HDB, Tungro, Blas, dan BLS.
Skrining untuk cekaman abiotik: mengevaluasi 150 aksesi plasma nutfah
beserta varietas cek, terdiri dari lima kegiatan yaitu a). Skrining aksesi plasma nutfah
padi terhadap cekaman salinitas pada fase bibit, b). Skrining aksesi plasma nutfah
padi terhadap cekaman Fe, c). Skrining aksesi plasma nutfah padi terhadap cekaman
rendaman, d). Skrining aksesi plasma nutfah padi terhadap cekaman kekeringan, e)
Skrining aksesi plasma nutfah padi terhadap cekaman aluminium dan f). Skrining
aksesi plasma nutfah padi terhadap cekaman naungan.
Sumber Daya Genetik Aneka Kacang dan Ubi
Pengelolaan sumber daya genetik kacang dan ubi tahun 2016 telah
dilaksanakan dengan hasil secara ringkas diuraikan sebagai berikut :
1. Terejuvinasi sebanyak 225 aksesi kedelai, 200 aksesi kacang tanah, 300
aksesi kacang hijau, dan 263 aksesi kacang potensial.
2. Konservasi sebanyak 325 aksesi ubikayu, 331 aksesi ubijalar, 77 aksesi
talas/bentul, 30 aksesi kimpul, 51 aksesi uwi kelapa, 17 aksesi gadung, 45
aksesi gembolo/gembili, 6 aksesi uwi buah, 27 aksesi suweg, 12 aksesi
ganyong, dan 12 aksesi garut, terkonservasi.
3. Evaluasi 25 aksesi kedelai toleran salin, 100 aksesi kedelai terevaluasi
karakter polong dan biji, 96 aksesi kacang tanah terevaluasi karakter
morfologi, 100 aksesi kacang hijau terevaluasi penyakit tular tanah, 75 aksesi
ubikayu terevaluasi keragaan rasa umbi, 50 aksesi ubijalar terevaluasi
ketahanan terhadap hama tungau puru, 10 aksesi kacang tunggak terevaluasi
sifat fisiko kimia dan komponen bioaktif, 73 aksesi kacang gude
terkarakterisasi terhadap morfologi dan agronomi.
4. Konservasi sebanyak 530 aksesi kacang tanah dan kedelai termonitor daya
tumbuhnya, terupdate statusnya.
Sumber Daya Genetik Serealia
Kegiatan koleksi, rejuvinasi, karakterisasi, dan evaluasi sumber daya
genetik tanaman serealia diperoleh 1.298 aksesi, yang terdiri dari koleksi,
rejuvinasi, karakterisasi, dan evaluasi diperoleh 781 aksesi dan karakterisasi
tanaman serealia berbasis molekuler 517 aksesi. Rincian kegiatan pengelolaan
sumber daya genetik serealia antara lain:
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 122
Kegiatan koleksi/eksplorasi tanaman jagung 91 aksesi, sorgum 9 aksesi,
jewawut 34 aksesi, dan Jali 7 aksesi.
Karakterisasi Jali 7 aksesi, jagung 40 aksesi.
Rejuvenasi sorgum 95 aksesi, jagung 143 aksesi, dan jewawut 14 aksesi.
Evaluasi cekaman biotik dan abiotik terhadap kumbang bubuk 30 aksesi
dan bulai 70 aksesi, hawardaun 70 aksesi, karat daun 69 aksesi,kekeringan
30 aksesi, kemasaman 30 aksesi, dan genangan 30 aksesi.
Evaluasi komponen nutrisi pada jagung 8 aksesi dan sorgum 7 aksesi.
Jagung normal toleran kekeringan 44 aksesi.
Jagung tahan cekaman penyakit bulai untuk pemetaan QTL 281 aksesi
Karakterisasi sorgum 50 aksesi
Sorgum manis yang mengandung gen yang berperanan dalam
meningkatkan kadar gula pada batang sorgum manis 50 aksesi
Karakterisasi gandum 44 aksesi
Gandum yang mengandung gen toleran terhadap suhu tinggi 48 aksesi
Outcome dari pengelolaan sumber daya genetik tanaman pangan adalah
pemanfaatan SDG untuk merakit varietas unggul baru, di antaranya adalah:
VUB Kedelai varietas Dega 1 merupakan hasil persilangan antara varietas
Grobogan dan Malabar.
VUB Jagung hibrida varietas JH 36 berasal dari hasil seleksi silang tunggal
antara galur murni Nei9008P sebagai tetua betina dan galur murni GC 14
sebagai tetua jantan Nei 9008P yang merupakan koleksi plasma nutfah
asal Balitserealia.
VUB Ubikayu varietas UK 1 Agritan merupakan persilangan tetua betina
Malang 1 dan MLG 10075
VUB Ubi jalar Beta3 hasil persilangan antara induk betina klon MIS 139-5
dengan tetua jantan klon MIS 547-2 yang merupakan koleksi plasma
nutfah Balitkabi
VUB Kacang tanah Tala 1 merupakan hasil persilangan antara ICGV 93370
dan Lokal Pati serta VUB kacang tanah Tala 2 merupakan hasil persilangan
antara Lokal Pati dan Turangga.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 123
Sasaran Strategis 8: Terselenggaranya Diseminasi Teknologi
Tanaman Pangan
Kegiatan diseminasi merupakan kegiatan rutin yang dilakukan di satker
lingkup Puslitbang Tanaman Pangan, guna menyebarluaskan hasil-hasil penelitian
kepada pengguna dengan system diseminasi multi chanel. Oleh karena itu,
kegiatan diseminasi tidak dimasukkan dalam indikator kinerja utama, karena
kegiatan ini terus menerus dilakukan setiap tahun. Kegiatan diseminasi inovasi
teknologi tanaman pangan dilaksanakan melalui berbagai media, antara lain a)
Publikasi hasil-hasil penelitian, b) Seminar dan pertemuan ilmiah lainnya, c)
Ekspose skala nasional dan regional, d) Gelar teknologi di lapang, dan e)
Penyebarluasan melalui website. Hal ini nampak dari hasil kegiatan baik sebagai
target Renstra 2010-2014, maupun Renstra 2015-2019.
Adapun hasil-hasil kegiatan yang dicapai disajikan pada Tabel 29 dan
perbandingan kinerja tahun 2015-2016 disajikan pada Tabel 30.
Tabel 29. Kegiatan diseminasi inovasi teknologi tanaman pangan tahun 2016.
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Diseminasi inovasi teknologi tanaman
pangan (paket)
2 2 100
Tabel 30. Kegiatan diseminasi inovasi teknologi tanaman pangan 2015-2016
Indikator Kinerja Target/Realisasi 2015 2016
Diseminasi inovasi teknologi
tanaman pangan (paket)
Target 1 2
Realisasi 1
(100%)
2
(100%)
Adapun teknologi yang telah didiseminasikan ada 2 (dua), yaitu:
1. Jagung Tongkol Ganda NASA 29: Jagung Hidrida Karya Anak
Bangsa yang Bangkitkan Produktivitas Jagung Nasional
Jagung merupakan salah satu komoditas pangan utama, yang mempunyai
peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian nasional.
Jagung mempunyai multiguna untuk konsumsi langsung sebagai pangan utama
dan untuk bahan baku industri pakan dan pangan.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 124
Produksi jagung saat ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Merujuk
data impor jagung, terjadi penurunan impor hingga 47,5% pada periode Januari-
Mei 2016, dibandingkan periode yang sama tahun 2015. Dengan adanya
penurunan impor jagung sebesar 47,5% berarti sudah menghemat devisa sekitar
Rp 2,7 triliun. Target produksi jagung nasional tahun 2016 adalah 21,35 juta ton.
Produksi jagung tahun 2015 sebanyak 20,67 juta ton pipilan kering atau naik
1,66 juta ton (8,72%) dibandingkan 2014. Peningkatan produksi didukung
kenaikan luas panen 160,48 ribu ha (4,18%) dan kenaikan produktivitas 2,16
kuintal/hektar (4,36%).
Guna memenuhi kebutuhan jagung nasional, Kementerian Pertanian
menargetkan pertambahan luas tanam jagung 3 juta ha pada tahun 2016. Untuk
mencapai target tersebut dibutuhkan perencanaan dan kesesuaian lahan guna
mengoptimalkan produksi dan produktivitasnya. Salah satu upaya dalam
mewujudkan target swasembada jagung adalah melalui pengembangan sistem
pertanian modern, antara lain: 1) implementasi inovasi teknologi pertanian untuk
meningkatkan produksi; 2) percepatan waktu produksi; 3) pencegahan dan
penekanan potensi kehilangan hasil; dan 4) minimalisasi biaya produksi.
2. Hilirisasi secara Massive Teknologi Jajar Legowo Super untuk
Mendongkrak Produksi dan Produktivitas Padi Nasional
Seiring dengan upaya pemerintah dalam peningkatan produksi dan
provitas padi Balitbangtan telah melakasanakan pengembangan teknologi budi
daya padi sawah irigasi potensi hasil tinggi melalui Teknologi Jajar Legowo Super
(Jarwo Super) yang secara simultan menjadi wahana diseminasi dalam rangka
hilirisasi dan percepatan adopsi teknologi.
Berawal dari keberhasilan demarea Jarwo Super di Kabupaten Indramayu
seluas 50 ha pada MT 2015-2016 dengan provitas >10 ton/ha GKP, Balitbangtan
melakukan pengembangan Teknologi Jarwo Super secara serentak di 13 propinsi
di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung,
Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua, dengan luasan masing-
masing 10-20 ha. Bahkan telah dikembangakan seluas 100 ha di Kabupaten
Boyolali yang bertepatan dengan perayaan Hari Pangan Sedunia ke 36 pada MT
2016 (periode April-September). Demarea di setiap propinsi dilaksanakan
bersama-sama dengan Pemerintah Daerah dan disupervisi oleh Balitbangtan
melalui Tim Pendamping Teknis.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 125
Panen raya telah dilakukan di 12 propinsi dengan produktivitas 10 - 11,3
ton/ha GKP dengan menanam varietas Inpari 30 Ciherang Sub-1, Inpari 32 HDB,
dan Inpari 33. Panen raya perdana di Boyolali yang disaksikan langsung oleh
Presiden RI Ir. Joko Widodo. Presiden memberikan apresiasi sangat tinggi
sekaligus memberikan tantangan untuk mengembangkan kembali seluas 200 ha
di lahan yang sama pada musim tanam berikutnya. Respon masyarakat terhadap
teknologi Jarwo Super sangat tinggi, bahkan diharapkan bahwa pada musim
tanam berikutnya sudah tersedia sarana produksi untuk pengembangan
selanjutnya. Oleh karena itu, sesuai dengan arahan Menteri Pertanian, bahwa
penerapan Teknologi Jarwo Super perlu dikembangakan secara massive pada MT
2017 dengan luasan minimal 1.000 ha per propinsi di 10 propinsi sentra produksi
padi nasional untuk percepatan peningkatan produksi padi nasional.
Teknologi Jarwo Super merupakan teknologi budi daya terpadu padi sawah
irigasi berbasis tanam jajar legowo 2:1. Teknologi ini dihasilkan oleh Balitbangtan
untuk menjawab 5 permasalahan utama dalam peningkatan produksi padi yaitu:
1) Kebutuhan beras nasional 72 juta ton dan produktivitas rata-rata nasional
53,39 ku/ha (BPS, 2016); 2) Terjadi degradasi lahan sawah (sebagian besar di
lahan sawah intensif) dan kadar C-organik rendah (<2%); 3) Pemupukan sesuai
kebutuhan tanaman; 4) Pengendalian OPT ramah lingkungan; dan 5) Kelangkaan
tenaga kerja dan kehilangan hasil (gebot/manual 18%; combine harvester 2%).
Selain menggunakan sistem tanam jajar legowo 2:1 sebagai basis
penerapan di lapangan, bagian penting dari teknologi Jajar Legowo Super
adalah: 1) Varietas Unggul Baru potensi hasil tinggi; 2) Biodekomposer yang
diberikan bersamaan pada saat pengolahan tanah (pembajakan ke dua); 3)
Pupuk hayati diaplikasikan melalui seed treatment dan pemupukan berimbang
berdasarkan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS); 4) Pengendalian Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) menggunakan pestisida nabati dan pestisida
anorganik berdasarkan ambang kendali; serta 5) Alat dan mesin pertanian,
khususnya untuk tanam (jarwo transplanter) dan panen (combine harvester).
Beberapa keunggulan yang melengkapi cara tanam jajar legowo super
adalah: 1) pemberian biodekomposer pada saat pengolahan tanah ke dua
mampu mempercepat pengomposan jerami; 2) pemberian pupuk hayati sebagai
seed treatment dapat menghasilkan fitohormon (pemacu tumbuh tanaman),
penambat nitrogen dan pelarut fosfat serta peningkatan kesuburan dan
kesehatan tanah; 3) pestisida nabati efektif dalam pengendalian hama tanaman
padi seperti wereng batang cokelat; dan 4) penggunaan alsin pertanian untuk
penghematan biaya tenaga kerja serta pengurangan kehilangan hasil panen.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 126
Hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa pendapatan bersih usahatani
padi dengan penerapan Teknologi Jarwo Super mencapai Rp 42.487.222 per ha.
Dari sisi kelayakan usahatani, Teknologi Jajar Legowo Super memberikan nilai
B/C ratio yang layak sebesar 2,66 lebih tinggi dibanding cara petani dengan B/C
ratio 1,48. Berdasarkan hasil analisis dan kelayakan usahatani, Teknologi Jarwo
Super layak secara finansial dan dapat disarankan untuk dikembangkan secara
luas oleh petani untuk mendongkrak produksi padi nasional menuju swasembada
dan swasembada berkelanjutan.
3.4. CAPAIAN KINERJA LAINNYA
Kerja Sama Penelitian
Kerja sama penelitian telah terjalin dengan lembaga penelitian
internasional (IRRI, CYMMIT, dll) dan dalam negeri (perguruan tinggi, BATAN,
LIPI), serta swasta. IRRI dan CYMMIT turut memberikan kontribusi dalam rangka
pemanfaatan sumber daya genetik untuk merakit varietas unggul baru. Demikian
pula kerja sama perguruan tinggi dengan IPB dan Universitas Jenderal Soedirman
yang berkontribusi dalam konsorsium padi, telah melepas varietas unggul baru
Inpago IPB dan Unsoed Parimas.
Lisensi Produk
Beberapa produk Puslitbang Tanaman Pangan telah diminati swasta dan
telah dilisensikan untuk tahun 2016, antara lain jagung hibrida varietas Bima 16
oleh PT Tunas Widji Inti Nayottama, jagung hibrida varietas JH 27 oleh PT
Pertani, jagung hibrida varietas JH 234 oleh PT Green Grow Indonesia, serta
Biopestisida Metarian 10 WP oleh PT Biosindo Mitra Jaya.
Penghargaan Peneliti dan Lembaga
Prof. Dr.Zulkifli Zaini salah seorang peneliti utama bidang padi dari
Puslitbangtan memperoleh penghargaan dari Menteri Pertanian bersama
beberapa peneliti Balitbangtan yang berprestasi lainnya.
Balitsereal, Maros Desember 2016 lalu ditetapkan menjadi lembaga litbang
yang dibina menjadi Pusat Unggulan Iptek Tahun 2017-2019 yang dideklarasikan
dengan penandatanganan Sertifikat Masterplan Pengembangan PUI oleh Dirjen
Kelembagaan Iptek dan Dikti dan Kepala Balitsereal disaksikan oleh Menteri
Ristekdikti.
Ini merupakan suatu bentuk scientific dan impact recognition terhadap
kinerja Puslitbang Tanaman Pangan.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 127
3.5. AKUNTABILITAS KEUANGAN
3.5.1. Alokasi Anggaran Lingkup Puslitbang Tanaman Pangan
Total anggaran lingkup Puslitbang Tanaman Pangan TA 2016 sebesar
Rp.163.825.271.000, yang tersebar di Puslitbangtan Rp.17.606.770.000, BBPadi
Rp.59.805.975.000, Balitkabi Rp.44.200.450.000, Balitsereal Rp.37.229.092.000,
dan Lolit Tungro Rp.4.982.984.000. Namun, adanya kebijakan pemerintah alokasi
anggaran mengalami pemblokiran di setiap satker sebesar Rp.3.500.000.000.
Adapun rincian anggaran per jenis belanja TA 2016, terdiri dari Belanja
Pegawai Rp.57.275.422.000, Belanja Barang Operasional Rp.17.306.743.000,
Belanja Barang Non-Operasional Rp.48.858.640.000, dan Belanja Modal Rp.
40.384.466.000 (Tabel 30).
3.5.2. Realisasi Anggaran
Realisasi anggaran sampai dengan 31 Desember 2016 sebesar
158.450.684.647,- (96,72%), terdiri dari Belanja Pegawai Rp. 56.549.605.749
(98,73%), Belanja Barang Operasional Rp.17.009.244.763 (98,28%), Belanja
Barang Non-Operasional Rp.46.059.702.685 (94,27%), dan Belanja Modal Rp.
38.832.131.147 (96,16%).
Kinerja realisasi anggaran berdasarkan pagu tanpa diblokir sebesar
96,72%, sedangkan realisasi anggaran berdasarkan pagu dikurangi pemblokiran
menjadi 98,83% (Tabel 31).
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 128
Tabel 31. Realisasi keuangan satker lingkup Puslitbang Tanaman Pangan per 31 Desember 2016.
Satker Pagu
Anggaran
(Rp.juta)
Pagu per jenis belanja (Rp.juta) Realisasi anngaran per jenis belanja (Rp.juta)
Pegawai Barang
Opera-
sional
Barang
Non-
Operasional
Modal Pegawai Barang
Opera-
sional
Barang
Non-
Operasional
Modal Total %
Puslitbangtan 17.606 6.724 2.555 7.857 469 6.455 2.504 7.567 468 16.995 96,53
BBPadi 59.805 16.591 7.130 19.977 16.106 16.531 7.080 19.207 15.023 57.842 96,72
Balitkabi 44.200 16.567 3.571 10.041 14.019 16.247 3.555 9.333 13.627 42.764 96,75
Balitsereal 37.229 15.410 3.024 9.189 9.604 15.334 2.896 8.241 9.527 35.999 96,70
Lolit Tungro 4.982 1.980 1.025 1.792 184 1.980 973 1.709 184 4.847 97,29
Jumlah 163.825 57.275 17.306 48.858 40.384 56.549 17.009 46.059 38.832 158.450 96,72
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 129
Tabel 32. Akuntabilitas keuangan Puslitbang Tanaman Pangan berdasarkan indikator sasaran kegiatan TA. 2016.
Indikator Sasaran Kegiatan Anggaran Realisasi %
Terciptanya varietas unggul baru tanaman pangan
a. Perakitan varietas unggul baru padi b. Perakitan varietas unggul baru tanaman aneka kacang dan ubi c. Perakitan varietas unggul baru jagung dan serealia lainnya
4.719.550.000 1.810.000.000 2.002.059.853
4.717.525.400 1.800.650.491 2.002.059.853
99,96 99,48 99,60
Tersedianya teknologi budi daya, panen, dan pascapanen primer tanaman pangan
a. Teknologi budi daya tanaman padi b. Teknologi budi daya tanaman aneka kacang dan ubi c. Teknologi budi daya tanaman serealia
2.502.150.000 730.000.000
1.185.000.000
2.500.160.576 670.000.000
1.159.945.822
99,92 91,78 97,89
Tersedianya benih sumber varietas unggul baru padi, jagung, kedelai berdasarkan SMM ISO 9001-2008
a. Penyediaan benih sumber varietas unggul padi b. Penyediaan benih benih sumber aneka kacang dan ubi c. Produksi benih sumber jagung
2.127.000.000 1.871.000.000
870.000.000
2.112.590.038 1.810.048.657
869.893.500
99,32 96,74 99,99
Tersedianya sekolah lapang mandiri benih
a. Puslitbang Tanaman Pangan b. Balai Besar Penelitian Padi c. Balai Penelitian Aneka Kacang dan Ubi d. Balai Penelitian Serealia
479.450.000 1.748.100.000
880.000.000 705.000.000
462.720.634 1.413.274.200
578.108.853 609.302.130
96,51 80,85 65,69 86,43
Tersedianya kebijakan pengembangan tanaman pangan
Analisis kebijakan pengembangan tanaman pangan 2.768.148.000 2.618.456.989 94,59
Pembangunan Agro Science Park di Jawa Barat
Jumlah Agro Science Park (ASP) 8.640.496.000 7.348.325.500 85,05
Tersedianya informasi sumber daya genetik tanaman pangan
a. Pengelolaan sumber daya genetik padi melalui koleksi, karakterisasi, dan rejuvinasi untuk perbaikan sifat varietas padi
b. Pengelolaan dan pemberdayaan sumber daya genetik tanaman aneka kacang dan ubi.
c. Koleksi, rejuvinasi, karakterisasi, dan evaluasi sumber daya genetik jagung, sorgum manis, gandum tropis, dan jawawut
440.800.000
300.000.000
314.079.000
440.266.100
297.022.000
313.049.000
99,88
99,01
99,67
Terselenggaranya diseminasi teknologi tanaman pangan
e. Puslitbang Tanaman Pangan a. Balai Besar Penelitian Padi b. Balai Penelitian Aneka Kacang dan Ubi c. Balai Penelitian Serealia d. Loka Penelitian Penyakit Tungro
1.299.500.000 4.038.740.000 1.570.012.000 2.635.011.000
490.000.000
1.215.018.324 3.979.313.305 1.261.857.844 1.383.924.154
481.000.000
93,50 98,53 80,37 90,47 98,16
TOTAL 44.126.095.853 40.044.513.370 90,75
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 130
3.5.3. Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Puslitbang Tanaman Pangan berdasarkan peraturan yang berlaku
mengumpulkan dan menyetorkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Secara umum target yang ditetapkan dapat terlampaui (tercapai 128,31% dari
target tahun 2016).
Adapun Realisasi Penerimaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP)
sampai dengan 31 Desember 2016 antara lain Penerimaan Umum sebesar Rp.
491.764.690,- (356,58%) dan Penerimaan Fungsional Rp. 4.612.990.250,-
(120,11%). Total penerimaan PNBP lingkup Puslitbang Tanaman Pangan sebesar
Rp. 5.104.754.940,- (128,31%) dari target Rp.3.978.481.000 (Tabel 33).
Tabel 33. Target dan realisasi PNBP lingkup Puslitbang Tanaman Pangan, 2016
Satker
Target (Rp) Realisasi (Rp)
Penerimaan
Umum
Penerimaan
Fungsional
Penerimaan
Umum
Penerimaan
Fungsional
Puslibangtan 20.050.000 0 44.316.411 0
BB Padi 105.000.000 2.667.600.000 193.191.472 2.875.710.000
Balitkabi 4.750.000 740.369.000 29.822.774 972.806.950
Balitsereal 6.612.000 334.500.000 209.174.233 494.370.300
Lolit Tungro 1.500.000 98.100.000 15.259.800 270.103.000
Total 137.912.000 3.840.569.000 491.764.690 4.612.990.250
3.6. ANALISIS AKUNTABILITAS KEUANGAN
Secara umum anggaran yang dialokasikan untuk seluruh satker lingkup
Puslitbang Tanaman Pangan dari tahun 2010 - 2016 meningkat. Demikian pula
realisasi anggaran rata-rata >95% mendekati pagu yang diterimakan seperti
disajikan pada Gambar 38.
Namun, terdapat beberapa kegiatan yang realisasi anggarannya kurang
dari 90%, hal ini karena adanya kebijakan perubahan anggaran (revisi) yang
berulang kali dan terakhir pemblokiran anggaran. Total lingkup Puslitbangtan,
pemblokiran mencapai Rp.3.500.000.000,-.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 131
Gambar 38. Rekapitulasi kinerja dan anggaran lingkup Puslitbang Tanaman
Pangan 2010 – 2016.
Dengan demikian, seperti yang dilaporkan sebelumnya bahwa realisasi
anggaran berdasarkan pagu tanpa diblokir sebesar 96,72%, sedangkan realisasi
anggaran berdasarkan pagu dikurangi pemblokiran menjadi 98,83%.
Kinerja Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan pada tahun
2016 dapat dilihat pada rekapitulasi capaian kinerja dengan rata-rata 105,03%.
Pencapaian kinerja tersebut dapat digolongkan dalam kategori sangat berhasil
seperti telah disajikan pada Tabel 5.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 132
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 133
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 134
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 135
IV. PENUTUP
Secara umum sasaran strategis penelitian dan pengembangan tanaman
pangan yang dituangkan dalam Renstra 2015-2019 telah berhasil dicapai dalam
mendukung program Balitbangtan untuk menghasilkan teknologi dan inovasi
pertanian bioindustri berkelanjutan. Dampak nyata dalam menunjang pencapaian
4 sukses Kementerian Pertanian secara tidak langsung tercapainya peningkatan
produksi padi, jagung, dan kedelai. Keberhasilan ini tidak dapat dipisahkan peran
hasil-hasil penelitian yang dilakukan Puslitbang Tanaman Pangan.
Peningkatan produksi tanaman pangan dicapai melalui penerapan GP-PTT,
UPSUS, serta pelaksanaan kegiatan mendukung 1000 desa mandiri benih.
Berbagai varietas padi, jagung, dan kedelai yang diminati petani telah ditanam
petani melalui pembinaan calon penangkar benih di sentra produksi padi, jagung
dan kedelai di Indonesia. Hal ini dapat terlaksana karena ketersediaan benih
sumber yang diproduksi oleh UPBS lingkup Puslitbang Tanaman Pangan untuk
memenuhi kebutuhan benih bermutu di tingkat petani.
Adopsi teknologi dipercepat dengan diseminasi multichannel melalui kerja
sama dengan berbagai pihak, terutama penyuluh lapang dan dukungan
pemerintah daerah. Penyebarluasan inovasi teknologi baik melalui media cetak,
ekspose lapang, dan media elektronik sangat bermanfaat dengan meningkatnya
adopsi teknologi yang telah dihasilkan. Memperbanyak jumlah Demplot di
berbagai daerah ditengarai mampu meningkatkan adopsi varietas unggul baru
dan teknologi produksi lainnya.
Keberhasilan kinerja Kementerian Pertanian ini tidak luput dari perhatian
dan mendapat apresiasi Presiden RI. Bahkan Presiden RI berkesempatan untuk
memberi nama calon varietas unggul baru Jagung bertongkol 2 dengan nama
Nasa 29. Ini merupakan suatu tantangan untuk meningkatkan kinerja Puslitbang
Tanaman Pangan di masa mendatang didukung anggaran yang mencukupi.
Capaian kinerja tahun 2016 telah menjadi acuan dalam penyusunan
rencana kegiatan pada tahun mendatang dan menjadi bahan reviu Renstra
Puslitbang Tanaman Pangan 2015-2019.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 136
Lampiran 1: Rencana Strategis Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Pangan 2015 – 2019
TUJUAN SASARAN STRATEGI KETERANGAN
URAIAN INDIKATOR TARGET URAIAN INDIKATOR KEBIJAKAN PROGRAM
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Menghasilkan varietas unggul baru, benih dasar bermutu, tekno-logi budi daya, produksi, pasca-panen primer, model pengem-bangan pertanian memanfaatkan biosains dan bioenjinering.
Dihasilkan varietas unggul baru, benih dasar bermutu, teknologi budi daya, produksi, pascapanen primer, model pengembangan pertanian dengan memanfaatkan biosains dan bioenjinering
84 VUB, 84 paket tekno-logi, 1 model, 1.169,8 ton benih sumber
1. Terciptanya varietas unggul baru tanaman pangan
Jumlah varietas unggul baru tanaman pangan
1. Mengembangkan kegiatan penelitian yang menunjang peningkatan produksi pertanian melalui peningkatan produktivitas, perluasan area pertanian, terutama di lahan subopt imal, serta mendukung penyediaan sumber bahan pangan yang beragam.
2. Mendorong pengembangan dan penerapan advance technology untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya pertanian.
3. Mendorong terciptanya suasana keilmuan dan kehidupan ilmiah yang kondusif untuk mengop-timalkan sumber daya manusia dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta diseminasi hasil penelitian.
4. Meningkatkan kerja sama dan sinergi yang saling menguat-kan antara UK/UPT di lingkup Balitbangtan dan antara Balitbangtan dengan berbagai lembaga terkait di dalam dan luar negeri.
Menghasilkan teknologi dan inovasi pertanian bioindustri berkelanjutan
Meningkatkan kerja sama penelitian dengan swasta, lembaga penelitian nasional (LIPI, perguruan tinggi, swasta) dan internasional (IRRI, CYMMIT, UNESCAP CAPSA, dll), serta antar-Kementerian/ Lembaga.
2. Tersedianya teknologi budi daya panen dan pascapanen primer tanaman pangan
Jumlah teknologi budi daya panen dan pascapanen primer tanaman pangan
3. Tersedianya model pembangunan pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan di lahan suboptimal
Jumlah model pembangunan pertanian bioindustri berbasis tanaman pangan di lahan suboptimal
4. Tersedianya benih sumber varietas unggul baru padi, jagung, kedelai, serealia lain, aneka kacang dan ubi untuk penyebaran varietas berdasarkan SMM ISO 9001-2008
Jumlah benih sumber varietas unggul baru padi, jagung, kedelai, serealia lain, aneka kacang dan ubi untuk penyebaran varietas berdasarkan SMM ISO 9001-2008
2. Menghasilkan rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian yang aplikatif, baik bersifat antisipatif maupun responsif yang berdampak meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani
Dihasilkan rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian yang aplikatif, baik bersifat antisipatif maupun responsif yang berdampak meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani
42 Rekomen-dasi, 3 TSP, model benih sumber untuk 26 propinsi mandiri benih
5. Tersedianya rekomendasi kebijakan pengembangan tanaman pangan
Jumlah rekomendasi kebijakan pengembangan tanaman pangan
6. Pembangunan Taman Sains Pertanian (TSP)
Jumlah Taman Sains Pertanian (TSP)
7. Terselenggaranya sekolah lapang (SL) kedaulatan pangan yang terintegrasi dengan 1.000 desa mandiri benih mendukung swasembada pangan.
Jumlah benih sumber yang tersedia untuk mendukung pengem-bangan model 1.000 desa mandiri benih mendukung swasembada pangan.
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 137
Lampiran 2. Perjanjian Kinerja 2016
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 138
Laporan Kinerja Puslitbang Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 139