laporan kelompok ii (selai)

75
Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Hortikultura Jam dan Jelly (Disusun untuk memenuhi salah satu tugas praktikum mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Hortikultura) Dosen : Mustika NH, S.TP., M.Pd Kelompok II Asri Najmi Fathillah 1000664 Bangun Ambar Ekowati 1000000 Hetty Restika Sari 1000497 Tania Fauzia Iqbal 1000551 Tedy Tarudin 1000684 Tri Winarni 1000566 Yatin Dwi Rahayu 1006578 PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI

Upload: teta-dear

Post on 14-Aug-2015

1.459 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

teknologi pengolahan pangan

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kelompok II (Selai)

Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Hortikultura

Jam dan Jelly(Disusun untuk memenuhi salah satu tugas praktikum mata kuliah Teknologi

Pengolahan Hasil Hortikultura)

Dosen : Mustika NH, S.TP., M.Pd

Kelompok II

Asri Najmi Fathillah 1000664

Bangun Ambar Ekowati 1000000

Hetty Restika Sari 1000497

Tania Fauzia Iqbal 1000551

Tedy Tarudin 1000684

Tri Winarni 1000566

Yatin Dwi Rahayu 1006578

PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI

FAKULTAS PEENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2012

Page 2: Laporan Kelompok II (Selai)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Buah-buahan merupakan bahan pangan sumber vitamin. Selain buahnya yang

dimakan dalam bentuk segar, daunnya juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai

keperluan. Warna buah cepat sekali berubah oleh pengaruh fisika misalnya sinar

matahari dan pemotongan, serta pengaruh biologis (jamur) sehingga mudah menjadi

busuk. Oleh karena itu pengolahan buah untuk memperpanjang masa simpannya sangat

penting. Buah dapat diolah menjadi berbagai bentuk minuman seperti anggur, sari buah

dan sirup juga makanan lain seperti manisan, dodol, keripik, dan sale.

Salah satu alternatif yang dipilih dalam penelitian ini mengolahnya menjadi selai. Selai

merupakan produk awetan yang dibuat dengan memasak hancuran buah yang dicampur

gula dengan atau tanpa penambahan air. Selai beraneka rasa bisa kita dapatkan dengan

mudah di pasaran. Selai adalah produk makanan yang kental atau setengah padat dibuat dari

campuran 45 bagian berat buah (cacah buah) dan 55 bagian berat gula. Selai yang baik

harus berwarna cerah, jernih, kenyal seperti agar – agar tetapi tidak terlalu keras, serta

mempunyai rasa buah asli.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini mengetahui pengolahan buah-buahan menjadi selai.

Mengetahui perubahan yang terjadi setelah menjadi selai.

Page 3: Laporan Kelompok II (Selai)

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Jam dan Jelly adalah makanan setengah padat yang terbuat dari buah-buahan

dan gula dengan kandungan total padatan minimal 65 persen. Komposisi bahan

mentahnya ialah 45 bagian buah dan 55 bagian gula. Jam dibuat dari hancuran buah-

buahan sedangkan Jelly dari sari buahnya. Syarat jam dan Jelly yang baik ialah

transparan, mudah dioleskan dan mempunyai aroma dan rasa buah asli.

Pada prinsipnya hampir semua jenis buah-buahan dapat dibuat jam dan Jelly,

terutama buah yang mengandung pektin. Pektin adalah senyawa polisakarida yang

berguna untuk membentuk gel dengan gula pada suasana asam. Buah-buahan yang

umum dibuat jam dan Jelly antara lain nenas, jambu biji, pepaya, sirsak, apel, srawberry

dan lain-lain.

Untuk mendapatkan sumber pektin digunakan buah yang tua tetapi belum

masak, sedangkan untuk mendapatkan cita rasa (aroma dan rasa) buah dipakai buah

yang sudah masak. Karena dikehendaki dua-duanya (pektin dan cita rasa), maka untuk

membuat jam dan Jelly yang baik digunakan campuran buah tua (tapi belum masak) dan

buah masak dengan perrbandingan 1 : 1, yang perlu diperhatikan adalah perbandingan

campuran hancuran buah dan gula yaitu 45 : 55.

Tiga bahan pokok pada proses pembuatan jam atau Jelly adalah pektin, asam,

dan gula dengan perbandingan tertentu untuk menghasilkan produk yang baik. Jam atau

Jelly buah yang baik harus berwarna cerah, jernih, kenyal seperti agar-agar tetapi tidak

terlalu keras, serta mempunyai rasa buah asli.

Buah yang dapat digunakan untuk membuat jam atau Jelly adalah buah yang

masak tetapi tidak terlalu matang dan tidak ada tanda-tanda busuk. Jam yang diperoleh

dari buah hasilnya lebih banyak daripada diolah menjadi Jelly, sehingga pengolahan

Jelly lebih banyak menggunakan buah yang murah harganya. Buah yang masih muda

tidak dapat digunakan untuk pembuatan jam atau Jelly karena masih banyak

Page 4: Laporan Kelompok II (Selai)

3

mengandung zat pati (karbohidrat) dan kandungan pektinnya rendah. Kulit buahpun

dapat digunakan untuk menghasilkan jam atau Jelly tersebut.

Buah yang sering digunakan untuk pembuatan jam atau Jelly antara lain :

anggur, apel, murbei, arbei, gowok, jambu biji, pala, dan lain-lain. Sedangkan kulit buah

yang biasa digunakan untuk membuat jam atau Jelly antara lain : kulit durian, kulit

nenas, kulit jeruk, dan lain-lain.

A. Jam dan Jelly

Jelly dibuat melalui proses pemasakan buah dengan atau tanpa penambahan air,

penyaringan juice, penambahan gula dan pemekatannya, sehingga diperoleh konsistensi

gel yang tepat pada waktu dingin. Kualitas Jelly sangat ditentukan oleh mutu gula,

kadar pektin, asam, dan cara pemekatannya dengan ditambahkan konjakku.

Jelly adalah produk yang tidak sama dengan jam, bedanya Jelly dibuat dari

campuran 45 bagian sari buah dan 55 bagian berat gula. Tiga bahan pokok pada proses

pembuatan Jelly adalah pektin, asam, dan gula dengan perbandingan tertentu untuk

menghasilkan produk yang baik. Jelly buah yang baik harus berwarna cerah, jernih,

kenyal seperti agar-agar tetapi tidak terlalu keras, serta mempunyai rasa buah asli. Buah

yang dapat digunakan untuk membuat Jelly adalah buah yang masak tetapi tidak terlalu

matang dan tidak ada tanda-tanda busuk. Jam yang diperoleh dari buah hasilnya lebih

banyak daripada diolah menjadi Jelly, sehingga pengolahan Jelly lebih banyak

menggunakan buah yang murah harganya. Buah yang masih muda masih banyak

mengandung zat pati dan kandungan pektinnya rendah.

Tiga bahan pokok pada proses pembuatan jam atau Jelly adalah pektin, asam,

dan gula dengan perbandingan tertentu untuk menghasilkan produk yang baik. Jam atau

Jelly buah yang baik harus berwarna cerah, jernih, kenyal seperti agar-agar tetapi tidak

terlalu keras, serta mempunyai rasa buah asli.

Buah yang dapat digunakan untuk membuat jam atau Jelly adalah buah yang

masak tetapi tidak terlalu matang dan tidak ada tanda-tanda busuk. Jam yang diperoleh

dari buah hasilnya lebih banyak daripada diolah menjadi Jelly, sehingga pengolahan

Jelly lebih banyak menggunakan buah yang murah harganya. Buah yang masih muda

Page 5: Laporan Kelompok II (Selai)

4

tidak dapat digunakan untuk pembuatan jam atau Jelly karena masih banyak

mengandung zat pati (karbohidrat) dan kandungan pektinnya rendah. Kulit buahpun

dapat digunakan untuk menghasilkan jam atau Jelly tersebut.

B. Bahan Tambahan Dalam Pembuatan Jam dan Jelly

Gula

Untuk industri-industri makanan biasanya digunakan sukrosa dalam bentuk

kristal halus atau kasar dan dalam jumlah yang banyak dipergunakan dalam bentuk

cairan sukrosa (sirup). Pada pembuatan sirup gula pasir (sukrosa) dilarutkan dalam air

dan dipanaskan, sebagian sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan sukrosa disebut gula

invert (Winarno, 1995).

Apabila gula ditambahkan ke dalam bahan makanan dalam konsentrasi yang

tinggi padatan terlarut sebagian dari air yang ada menjadi tidak tersedia untuk

pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (Aw) dari bahan pangan berkurang

sedangkan pada sekitar konsentrasi mencapai 65% gula akan menyebabkan sel-sel

mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan akan mengalami dehidrasi atau

plasmolisis.

Mekanisme gula sebagai bahan pengawet yaitu menghasilkan tekanan osmosis

yang tinggi sehingga cairan sel mikroorgansime terserap keluar, akibatnya menghambat

sitoplasma menurun sehingga terjadi plasmolisis yang menyebabkan kematian sel

(Winarno, 1984).

Asam Sitrat

Asam sitrat adalah asam hidroksi trikarboksilat (C6H8O7), yang diperoleh dari

ekstraksi buah-buahan, terutama jeruk. Asam sitrat biasanya ditambahkan pada sirup

minuman, jam dan Jelly untuk menambah cita rasa dan sebagai bahan pengawet (Frazier

and Westhoff, 1979).

Asam sitrat digunakan sebagai bahan pemberi derajat keasaman cukup baik

karena kelarutannya dalam air tinggi. Asam sitrat dapat digunakan sebagai “Flavoring

Agent”, menurunkan pH dan sebagai “Chelating Agent”. Pada proses pengalengan dapat

Page 6: Laporan Kelompok II (Selai)

5

menggunakan asam sitrat untuk menurunkan pH sampai 4, atau lebih rendah (Furia,

1972).

Asam sitrat bersifat “Chelating Agent” yaitu dapat mengikat atau mencengkram

logam-logam bivalen seperti Mn, Mg, dan Fe yang sangat dibutuhkan sebagai

katalisator dalam reaksi-reaksi biologis, karena itu reaksi-reaksi biologis dapat dihambat

dengan penambahan asam sitrat (Winarno dan Laksmi, 1974).

Pektin

Pektin diperlukan untuk membentuk gel (kekentalan) pada produk jam dan

kekenyalan pada produk Jelly. Kadar gula tidak lebih dari 65% dan konsentrasi pektin

1% sudah dapat dihasilkan gel dengan kekerasan yang cukup baik. Semakin besar

konsentrasi pektin maka semakin keras gel yang terbentuk. Buah-buahan yang akan

matang mengandung pektin yang cukup banyak. Semakin matang buah, kandungan

pektin akan menurun karena adanya enzim yang memecah pektin menjadi asam pektat

dan alkohol. Oleh karena itu untuk memperoleh pektin yang cukup sebaiknya buah yang

digunakan dikombinasikan antara yang setengah matang dan yang matang. Pembuatan

jam dan Jelly yang menggunakan buah dengan kandungan pektin yang cukup tidak

memerlukan tambahan pektin dari luar.

Pektin perlu ditambahkan untuk membuat jam dan Jelly yang menggunakan

buah dengan kadar pektin rendah. Pada pembuatan Jelly, pembentukan Jelly juga

dapat diperoleh dari penggunaan Jelly powder. Dimana Jelly powder adalah campuran

sari buah dengan tepung agar-agar sehingga paduannya akan menjadi kenyal (Ria

2008). Senyawa pektin berfungsi sebagai bahan perekat antara dinding sel yang satu

dengan lain. Pektin dapat membentuk gel dengan gula apabila lebih dari 5% gugus

karboksil telah termetilasi (derajat metilasi 50%). Semakin besar konsentrasi pektin

maka gel yang terbentuk semakin keras dimana pada konsentrasi 1% telah

menghasilkan kekerasan yang cukup baik (Sri 2008).

Page 7: Laporan Kelompok II (Selai)

6

BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 29 November 2012, bertempat di Lab.

Pendidikan Teknologi Agoindusti Lt. 2 Gedung FPTK, Universitas Pendidikan

Indonesia.

B. Alat dan Bahan

Alat

a. Pisau.

Pisau berfungsi untuk mengupas atau mengupas kulit buah dan memotong buah

yang akan dijadikan selai

b. Talenan

Talenan berfungsi sebagai alas yang digunakan untuk mempotong buah

c. Baskom.

Baskom berfungsi sebagai tempat penyimpanan buah yang utuh maupun yang

telah dijadikan pure serta yang telah dijadikan selai sebelum akhirnya dikemas

d. Kompor

Kompor berfungsi untuk memasak buah yang akan dijadikan selai

e. Spatula

Spatula berfungsi untuk mengaduk selai yang sedang dimasak

f. Tissue.

Tissue berfungsi untuk membersihkan tangan ataupun meja yang basah atau

kotor

g. Plastik

Plastik befungsi sebagai kemasan untuk selai

h. Timbangan

Timbangan berfungsi untuk menimbang bahan

Bahan

Page 8: Laporan Kelompok II (Selai)

7

a) Buah apel

b) Bauh strawberry

c) Buah nanas

d) Buah jeruk

e) Buah mangga

f) wortel

C. Prosedur Kerja

Pembuatan Selai

1. Buah-buahan di sortir dan dicuci bersih

2. Pisahkan bagian buah yang tidak akan digunakan, seperti daun atau tangkainya.

3. Buah-buahn tertentu seperti mangga, jeruk, dan nanas dikupas kulitnya

4. Buah-buahan dipotong kecil-kecil dan di blender untuk dijadikan pure

5. Pure ditimbang, lalu dicatat hasilnya

6. Pure buah dimasak dan dicampurkan gula pasir dengan perbandingan 50:50

(untuk selai apel) selama 30 menit diaduk terus-menerus hingga menghasilkan

kekentalan yang diinginkan

7. Selai yang sudah matang, ditimbang

8. Selai dikemas dalam plastik

Page 9: Laporan Kelompok II (Selai)

8

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

HASIL PENGAMATAN KELOMPOK 2 (SELAI APEL)

Berat pH Warna Rasa Aroma Kenampakan

Pure+air Selai

350.5 gr 172.1 3 Coklat

Keemasan

Manis

(+++)

Aroma

Kha

Apel

Bening

Page 10: Laporan Kelompok II (Selai)

9

Nama : Asri Najmi Fathillah

NIM : 1000664

Pembahasan Praktikum Selai

A. Warna

Pada pembuatan selai digunakan buah apel. Perubahan terjadi ketika proses penghancuran buah apel dengan menggunakan blander. Pecokelatan terjadi akibat reaksi pencoklatan enzimatis biasa terjadi pada buah-buahan dan sayur-sayuran yang memiliki senyawa fenolik. Senyawa ini berfungsi sebagai substrat bagi enzim polifenoloksidase (PPO/1,2-benzenediol/oxygen oxidoreductase; EC 1.10.3.1). Terdapat berbagai macam senyawa fenolik, yaitu katekin dan turunannya (tirosin), asam kafeat, asam klorogenat, serta leukoantosianin.

Proses browning adalah proses kecoklatan pada buah yang terjadi akibat proses enzimatik oleh polifenol oksidasi. Proses pencoklatan enzimatik akan terjadi apabila adanya reaksi antara enzim fenol oksidase dan oksigen dengan substrat tersebut. Pada pencoklatan enzimatis seperti pada buah apel dan buah lain setelah dikupas disebabkan oleh pengaruh aktivitas enzim Polypenol Oxidase (PPO), yang dengan bantuan oksigen akan mengubah gugus monophenol menjadi O-hidroksi phenol, yang selanjutnya diubah lagi menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang membentuk warna coklat.

B. Tekstur

Pengahancuran buah apel menjadi puree dengan menggunakan blander dibutuhkan air agar buah mudah dihancurkan dan membentuk tekstur puree yang baik. Pada penghancuran buah apel digunakan air sekitar 250 sehingga berat puree apel 350,5 gr. Berat awal apel setelah dipotong 172 gr. Penambahan gula sangat penting untuk memperoleh tekstur, penampakan, dan flavor yang baik. Kekurangan gula akan menghasilkan gel yang kurang kuat pada semua tingkat keasaman dan membutuhkan lebih banyak penambahan asam untuk menguatkan strukturnya. Konsentrasi gula yang cukup tinggi (70%) sudah dapat menghambat pertumbuhan mikroba.

Pemanasan diperlukan untuk menghomogenkan puree buah, gula dan pektin. Menguapkan sebagian air sehingga diperoleh struktur gel (Cruess, 1958). Penentuan titik akhir pemanasan dapat dilakukan dengan spoon test (Muchtadi, et al. 1979). Pada praktikum pembuatan selai apel didapatkan hasil tekstur selai apel yang cukup baik setelah diuji dengan spoon test dan dioleskan pada roti. Selai

memiliki tekstur yang lunak dan plastis (Suryani, 2004).

Page 11: Laporan Kelompok II (Selai)

10

Penambahan gula tidak boleh terlalu banyak atau sedikit karena bisa merubah kekentalan selai. Pemanasan harus diperhatikan, jangan sampai terlalu kental atau kurang kental. Terlalu kental mengakibatkan sari buah banyak yang menguap sedangkan kurang kental mengakibatkan pembentukan selai atau jeli kurang sempurna.

C. pH

Penambahan asam bertujuan untuk menurunkan pH selai dan menghindari pengkristalan gula. Jumlah asam yang ditambahkan tergantung dari keasaman buah dan pH akhir selai yang diinginkan. Umunya selai mempunyai pH berkisar antara 3,2-3,4 (Bennion dan Bamford, 1973). Dari hasil pengamatan, pada puree buah apel tidak berubah dengan selai buah apel. pH selai apel adalah 3 sehingga pada selai apel ini tidak ditambahkan asam.

D. Selai yang baik

Selai yang baik memiliki tanda atau sifat -sifat tertentu, di antaranya adalah konsistensi, warna cemerlang, distribusi buah merata, tekstur lembut, flavor buah alami, tidak mengalami sineresis (keluarnya air dari gel), dan kristalisasi selama penyimpanan (Suryani, 2004).

Selai yang baik adalah selai yang mudah dioleskan pada roti. Tidak terlalu cair dan tidak keras. Pada pembuatan selai, hal yang harus diperhatikan adalah keseimbangan proporsi pekrin, asam, dan gula agar terbentuk selai dengan konsistensi seperti jelly. Buah-buahan yang kandungan asam dan pektinnya cukup tinggi, seperti sirsak tidak diperlukan penambahan asam dari luar untuk membentuk tekstur selai yang baik (Braverman, 1949).

E. Perbandingan selai dengan kelompok lain

Perbandingan dengan kelompok lain adalah dari perbedaan tektur selai dan rasa. Tekstur pada selai nanas dan selai strauwberry lebih lengket dan cepat mengeras seperti permen pada umumnya. Hal ini terjadi karena kesalahan dalam penambahasan gula pada pemasakan selai. Selain itu pada selai wortel rasa yang ditimbulkan sangat asam, dan tidak memberikan rasa manis atau rasa khas wortel itu sendiri. Perbedaan rasa ini bisa terjadi karena penambahan asam sitrat pada puree ketika pemasakan berlebihan, sehingga rasa yang ditimbulkan pada selai wortel asam.

Kerusakan yang terjadi pada produk selai kelompok lain adalah terbentuknya kristal-kristal karena bahan terlarut terlalu banyak, gula tidak cukup melarut sehingga dapat membentuk kristal, gel besar dan kaku yang disebabkan oleh kadar gula yang rendah atau pektin yang tidak cukup, gel yang padat dan dapat menyerupai sirup karena

Page 12: Laporan Kelompok II (Selai)

11

kadar gula yang terlalu tinggi dan tidak seimbang dengan kandungan pektin, serta pengeluaran air dari gel (sinersis) karena terlalu banyak asam (Muchtadi, 1989).

Kesimpulan

Selai yang baik memiliki tanda atau sifat -sifat tertentu, di antaranya adalah konsistensi, warna cemerlang, distribusi buah merata, tekstur lembut, flavor buah alami, tidak mengalami sineresis (keluarnya air dari gel), dan kristalisasi selama penyimpanan (Suryani, 2004).

Warna cokelat pada selai apel terjadi akibat reaksi pencoklatan enzimatis. Pencoklatan enzimatis adalah pencoklatan yang biasa terjadi pada buah-buahan dan sayur-sayuran yang memiliki senyawa fenolik. Pada praktikum pembuatan selai apel didapatkan hasil tekstur selai apel yang cukup baik setelah diuji dengan spoon test dan dioleskan pada roti. Selai memiliki tekstur yang lunak dan plastis (Suryani, 2004).

Umunya selai mempunyai pH berkisar antara 3,2-3,4 (Bennion dan Bamford, 1973). Dari hasil pengamatan, pada puree buah apel tidak berubah dengan selai buah apel. pH selai apel adalah 3 sehingga pada selai apel ini tidak ditambahkan asam.

Kerusakan yang terjadi pada produk selai kelompok lain adalah terbentuknya kristal-kristal karena bahan terlarut terlalu banyak, gula tidak cukup melarut sehingga dapat membentuk kristal, gel besar dan kaku yang disebabkan oleh kadar gula yang rendah atau pektin yang tidak cukup, gel yang padat dan dapat menyerupai sirup karena kadar gula yang terlalu tinggi dan tidak seimbang dengan kandungan pektin, serta pengeluaran air dari gel (sinersis) karena terlalu banyak asam (Muchtadi, 1989).

DAFTAR PUSTAKA

Fitrianto, Agus.2006.KRAKTERISTIK SELAI CAMPURAN RUMPUT LAUT (Gracilaria sp.) dan JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) [online] tersedia:http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/48631/C06afi.pdf?sequence=1 diakses pada tanggal 05 Desember 2012

Endang Lestari, Risna. 2006. KARAKTERISTIK FISIK DAN pH SELAI PISANG RAJA. [online] tersedia: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/46320/G06rel.pdf?sequence=1 diakses pada tanggal 05 Desember 2012

Page 13: Laporan Kelompok II (Selai)

12

TTG Pengolahan Pangan. SELAI DAN JELI BUAH. [online] tersedia: http://warintek.ristek.go.id/pangan/buah%20dan%20sayur-sayuran/selai_jeli_buah.pdf diakses pada tanggal 05 Desember 2012

Hasan, Ummu. 2010. Reaksi Pencoklatan Enzimatis dan Non-enzimatis. [online] tersedia: http://foodstory2.blogspot.com/2010/06/reaksi-pencoklatan-enzimatis-dan-non.html diakses pada tanggal 05 Desember 2012

Anonim. PROSES BROWNING PADA BAHAN PANGAN DAN PENCEGAHANNYA. [online] tersedia: http://lordbroken.wordpress.com/2011/09/24/proses-browning-pada-bahan-pangan-dan-pencegahannya/ diakses pada tanggal 05 Desember 2012.

Page 14: Laporan Kelompok II (Selai)

13

Nama : Bangun Ambar Ekowati

Nim : 1006572

Pembahasan

Hasil yang didapat dari praktikum pembuatan selai apel ini yaitu berat apel

setelah dikupas sebesar 172,1 gram. Lalu ditambahkan air 250 ml. Berat pure yang

bercampur dengan air dihasilkan 350,5 dengan pH 3.

Apel (Malus sylvestris Mill) merupakan salah satu jenis tanaman buah yang

mengandung air, karbohidrat (terutama fruktosa), kalsium, fosfor, besi, kalium, vitamin

A, B1, B2, B6 dan C, protein, lemak dan kalori (Ashari, 1995). Jenis tanaman ini dapat

dikonsumsi secara langsung (segar) dan dapat diolah menjadi selai, jeli dan sari buah.

Dalam praktikum, kami mengolah apel menjadi selai apel. Dalam praktikum,

kami melakukan uji pektin dengan memasukkan sari buah ke dalam wajan yang panas,

bila terjadi penggumpalan artinya pektin yang dimiliki oleh buah tersebut tinggi. Hal ini

sesuai dengan pernyataan bahwa yang mengandung banyak pectin dan acid (titik

kepekatannya tinggi) yaitu apel (jenis asam—di NZ disebut Granny Smith, kalau di

Indonesia bisa pakai apel Malang), crabapples, boysenberries, loganberries, dan

raspberries, red & black currants, gooseberries, anggur, grapefruit, lemon, jeruk (jenis

yang asam), plum, passionfruit. Dan disebukan oleh Norman (1988), bahwa buah-buhan

yang ideal untuk pembuatan selai harus mengandung pektin dan asam yang cukup untuk

menghasilkan selai yang baik.

Proses pembuatan selai melibatkan pendidihan buah untuk mengekstraksi pektin

(mengubah protopektin), untuk memperoleh hasil sari buah yang maksimum dan

mengekstraksi substansi cita rasa yang kaya dengan karakteristik dari buah-buahan.

Sesuai dengan hasil selai yang kita dapatkan menurut sebagian besar panelis

menyatakan bahwa cita rasa yang didapatkan manis khas apel dan aromanya pun khas

apel. Namun, warna yang dihasilkan dalam selai apel ini berwarna coklat keemasan. Hal

tersebut dikarenakan terjadi proses pencoklatan enzimatis pada buah yang

mengakibatkan warna buah berubah menjadi coklat.

Page 15: Laporan Kelompok II (Selai)

14

Air dapat ditambahkan, jumlahnya tergantung pada kandungan air buah. Kami

menambahkan air saat proses membuburkan buah supaya mudah untuk mendapatkan

hasil bubur buah. Air yang berlebihan harus diupkan selama proses pengentalan. Bila air

yang ditambahkannya banyak maka proses pengentalan pun akan semakin lama. Selain

itu air yang ditambahkan harus seimbang untuk mencegah kegosongan dan ekstraksi

pektin. Enzim penghidrolisis pektin rusak selama pendidihan ini. (Norman, 1988)

Gula ditambahkan sebesar 45 persen dari berat buah. Sari buah diaduk dan

dipanaskan selama tahap penambahan gula. Penambahan gula akan mempengaruhi

keseimbangan pektin-air yang ada dan meniadakan kemantapan pektin.

Asiditas, harga pH, kandungan pektin dan bahan padat terlarut sari buah perlu

dianalisis. Harga pH yang dihasilkan dari sari buah hingga penjedalan menghasilkan pH

3. Hal ini dijelaskan bahwa pembentukan gel atau penjedalan terjadi hanya dalam satu

rentang pH yang sempit. Kondisi pH yang optimum untuk pembentukan gel berada

dekat dengan pH 3,2. Di bawah harga ini didapatkan kekuatan gel menurun dengan

pelan-pelan. Diatas harga pH 3,5 tidak ada kesempatan pembentukan gel pada rentang

kadar bahan padat terlarut yeng normal. Bila kurang asam bisa ditambahkan asam

supaya terjadi keseragamaan distribusi dalam pengendalian penggumpalan.

Pendidihan merupakan tahap yang penting dalam pembuatan selai. Sari buah

harus dikentalkan dengan cepat sampai pada titik kritis bagi pembentukan gel dari

sistem pektin-gula-asam. Pendidihan yang terlalu lama tidak hanya menyebabkan

hidrolisis pektin dan penguapan dari asam, tetapi juga menyebabkan kehilangan cita

rasa dan warna. Pengentalan hampa dapat memperbaiki produk selai dibandingkan

dengan produk yang dikentalkan pada tekanan atmosfer. (Norman, 1988)

Saat penguapan dihentikan ditentukan oelh itnggi kadar bahan padat terlarut

dalam substrat. Cara identifikasi yang digunakan yaitu uji penjedalan atau pembuatan

gel pada selai apel ini dengan memasukkan sedikit selai ke dalam air. Bila selai masih

menggumpal maka pembuatan selai telah berhasil. Hal ini kami uji coba dan selai apel

kami menampakkan penggumpalan ketika dimasukkan ke dalam air. Ketegaran yang

dihasilkan dipengaruhi oleh kadar gula dan asiditas. Makin tinggi kadar gula, makin

berkurang air yang ditahan oleh struktur. Kepadatan dari serabut-serabut dalam struktur

dikendalikan oleh asiditas substrat. Kondisi yang sangat asam menghasilkan suatu

Page 16: Laporan Kelompok II (Selai)

15

struktur gel yang padat atau bahkan merusak struktur karena hidrolisis pektin. Asiditas

yang rendah menghasikan serabut-serabut yang lemah, tidak mampu menahan cairan

dan gel mudah hancur dengan tiba-tiba.

Di samping itu, kami melakukan pengujian pada pengolesan roti. Selai apel

dioleskan ke roti, yang dihasilkan yaitu mudah dioleskan dan tidak terjadi kelengketan

pada roti. Norman(1988) menyebutkan bahwa bila kadar bahan padat terlalu tinggi akan

menghasilkan gel dengan sifat yang lekat.

Kesimpulan

Selai apel yang kami buat berhasil, hal tersebut ditunjukkan dengan melakukan

uji pektin, uji penjedalan atau pembuatan gel, dan uji pengolesan. Hasil yang didapat

dari uji-uji tersebut sesuai dengan teori. Karakteristik seperti rasa selai apel yang manis

dan aroma khas buah apel berhasil disajikan. Namun, warn yang dihasilkan yaitu coklat

keemasan. Hal tersebut terjadi karena proses pencoklatan enzimatis pada buah yang

mengakibatkan warna buah berubah menjadi coklat.

Daftar Pustaka

Desrosier, Norman W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: UI-Press.

Arfi. 2007. Tips membuat selai. [Online]. Tersedia: http://foodngarden.multiply.com/journal/item/139?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem [5 Des 2012]

Samudin, Sakka. 2009. Pengaruh Komposisi Media Terhadap Inisiasi Tanaman Apem (Masul sylvestris Mill). ) Jurnal Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako.

Page 17: Laporan Kelompok II (Selai)

16

Nama : Yatin Dwi Rahayu

NIM : 1006578

PEMBAHASAN

Dalam praktikum pengolahan hortikultura kali ini merupakan pembuatan selai.

Bahan baku yang digunakan adalah buah apel dan gula. Proses pertama bahan baku

ditrimming, pembersihan, pemotongan, penghancuran, pemasakan bubur, penjedalan,

dan pengolesan.

1. Selai

Javanmard dan Ednan (2010) menyatakan bahwa selai merupakan makanan

yang dapat dibuat secara sederhana yaitu dari buah-buahn yang berasa asam. pembuatan

selai dipengaruhi oleh berbagai parameter seperti jenis buah, suhu dan teknologi proses.

Menurut Yulian (2011), selai berbentuk semipadat dan terbuat dari campuran 45 bagian

berat buah-buahan dan 55 berat gula. Syahrumsyah et al. (2010) menyatakan bahwa

selai dibuat dengan menggunakan buah-buahan atau sari buah yang sudah dihancurkan,

ditambha gula, dan dimaska samapai mengental. penambahan gula sangat penting untuk

memperoleh tekstur, penmapkan dan rasa yang baik.

Menurut Yenrina et al. (2009) selai yang bermutu baik memiliki sifat tertentu,

diantaranya adalah konsisten, warna cemerlang, tekstur lembut, flavor buah alami, tidak

mengalami sineresis yaitu keluarnya air dari gel sehingga kekentalan selai berkurang,

dan kritalisasi selama penyimpanan. Ciri – ciri selai yang berkualitas baik adalah

sebagai berikut :

a. Warna : bening (kekuning-kuningan, merah, coklat tua, coklat

muda, dan lain-lain tergantung dari warna buah aslinya).

b. Kenampakan : bening dan jernih

c. Aroma : wangi buah

d. Rasa : manis

Yuliani (2011) menyatakan bahwa struktur dari produk selai buah-buahan

disebabkan karena terbentuknya kompleks gel pektin. Pektin merupakan golongan

Page 18: Laporan Kelompok II (Selai)

17

substansi yang terdapat dalam sari buah membentuk koloidal dalam air dan berasal dari

protopektin selama proses pematangan buah.

Buah yang sudah matang mengandung soluble pektin yang banyak dimanfaatkan

dalam pembuatan selai. Buah yang terlalu matang ataupun akibat pemasakan yang

terlalu lama akan menyebabkan perubahan pektin menjadi asam pektat (winarno 2008).

Pembuatan selai menggunakan suhu tinggi, Javanmard dan Endan (2010) menyatakan

bahwa suhu memiliki pengaruh terhadap produk selai. semakin tinggi suhu maka

viskositas selai akan menurun.

Berat pH Warna Rasa Aroma Kenampakan

Pure+air Selai

350.5 gr 172.1 3 Coklat

Keemasan

Manis

(+++)

Aroma

Kha

Apel

Bening

Tabel. Hasil Pengamatan Selai Apel

2. Selai Apel

Apel yang sudah dicuci kemudian dipotong dan dibuang bijinya. Apel kemudian

dihancurkan menggunakan blender dengan penambahan 250 ml air gunanya untuk

mempermudah penghancuran buah apel. Setelah menajdi bubur kemudian bubur apel

ditimbang dan diukur pH karena pH yang bagus untuk selai 3,2-3,3.

Proses selanjutnya melakukan uji kadar pektin dengan cara uji pemasakan.

Sedikit sari buah (bubur buah) dimasak dengan gula putih. Sari buah yang banyak

mengandung pektin akan membentuk gel. Pada tahap uji pektin, ternyata sari buah apel

membentuk gel, maka kandungan pektin pada apel tinggi. (Tjahjadi 2008) apel memiliki

kandungan pektin yang tinggi. Pemasakan sari buah menggunakan api sedang dan

ditambah sedikit demi sedikit gula sambil diaduk sampai mendidih dan terjadi

penjedalan.

(Lagua et al 1977) Uji penjedalan dengan cara piring diisi air kemudian

diteteskan larutan saribuah yang sedang mendidih kedalam piring. Uji penjedalan kedua

menggunakan spatula dimana spatula dimasukan kedalam larutan mendidih apabila

selai meluncur berarti selai belum jadi. Uji penjedalan dengan menggunakan spatula

Page 19: Laporan Kelompok II (Selai)

18

ternyata selai apel tidak meluncur berarti selai apel sudah jadi. Begitupun uji pada

penjedalan menurut Lagua selai apel yang dibuat masih bisa berbentuk gel.

Setelah selai berhasil kemudian dihitung kadar pH dengan menggunakan pH

meter, selai apel yang jadi mempunyai pH 3. Selai berfungsi sebagai pelengkap

hidangan roti, campuran pada pembuatan kue, es krim, dan lain-lain. Setelah selai jadi,

selai apel dioleskan pada roti dan tidak terdapat gumpalan selai pada roti.

Dari hasil pengamatan warna dari selai apel coklat keemasan dengan aroma khas

apel yang menyengat. Warna coklat keemasan bisa disebabkan karena ada penambahan

gula sehingga ketika gula dipanaskan terjadi pencoklatan non-enzimatis dan warna apel

yang ketika terkena panas juga akan berubah menjadi coklat buah apel sanagt mudah

terkena browning enzimatis. Tekstur selai apel kenyal seperti agar-agar tetapi tidak

terlalu keras. Rasa selai manis dengan pH 3 tanpa pemberian asam sistrat, karena apel

yang digunakan mempunyai rasa asam yang cukup tinggi. Berat selai lebih rendah

daripada berat sari buah ini disebabkan karena sari buah diserap oleh larutan gula

sehingga kandungan air berkurang sangat signifikan.

Hasil organoleptik 15 orang panelis menyukai selai apel, dengan rasa manis

yang tidak berlebih, tekstur kenyal, dengan aroma khas buah apel yang khas. Akan

tetapi ada 2 panelis yang tidak menyukai warna dari selai apel karena menyerupai selai

nanas.

3. Selai Strawberry dan Selai Nenas

Ketika praktikum hasil selai dari tiap kelompok berbeda yang menarik dan

sangat berbeda hasil selaianya dengan kelompok selai apel adalah selai nanas dan selai

strawberry. Kedua selai tersebut memiliki warna yang mencolok, dengan aroma khas

buah, rasa yang sangat manis, dengan tekstur seperti karamel dan bila didiamkan selai

mengeras seperti permen.

Hal tersebut bisa disebabkan karena takaran gula sangat banyak sehingga

menyebabkan rasa menjadi sangat manis dan tekstur menjadi keras. (Tjahjadi, 2008)

Nenas merupakan buah yang memiliki tingkat keasaman tinggi dengan kadar pektin

yang rendah. Kekurangan asam bisa ditambahkan dengan menambahkan sari lemon

atau asam sitrat. Sedangkan kekurangan pektin bisa ditambahkan dengan saribuah yang

Page 20: Laporan Kelompok II (Selai)

19

mengandung kadar pektin yang tinggi. Tekstur yang keras bisa disebabkan karena suhu

yang digunakan terlalu tinggi.

KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan dan pemabahasan kriteria selai yang baik itu memiliki

warna bening tergantung bahan baku yang digunakan, rasa manis, aroma khas buah.

Selai apel yang dibuat dapat dikatakan selai karena memiliki seluruh kriteria selai yaitu

warna coklat keemasan, rasa manis dengan aroma khas apel yang menyengat. Ketika

uji penjedalan terjadi penjedalan. Ketika uji pengolesan pada roti, selai apel tidak

mengalami penggumpalan selai. Untuk bahan baku strawberry dan nenas dinyatakan

gagal ini sangat terlihat jelas dari viskositas selai yang setelah proses penjedalan

ternyata mengalami pengerasan sehingga menyerupai permen karamel.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2004. Buletin Teknopro Holtikultura. Jakarta: Direktorat Pengolahan dan

Pemasaran Hasil Hortikultura

Herudiyanto, M S. 2008. Pengantar teknologi pengolahan pangan prinsip-prinsip

teknologi pengolahan pangan sejak panen hingga pengemasan. Bandung:

Widya Padjadjaran.

Javanmard M, Endan J. 2010. A survey of rheological properties of fruit jams.

International Journal of Chemical Engineering and Applications 1(1):31-37.

Manalu, Ruth D E. 2011. Kadar Beberapa Vitamin Pada Buah Pedada (Sonneratia

Caseolaris) Dan Hasil Olahannya [Skripsi]. Bogor: IPB

Tjahjadi,C.2008. Teknologi Pengolahan Sayur dan Buah Vol. II. Bandung: Widya

Padjadjaran.

Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-Brioo Press.

Yuliani HR. 2011. Karakterisasi selai tempurung kelapa muda. Prodiding Seminar

Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”. Yogyakarta, 22 Februari 2011.

Sukardi, Kusumawati, dkk. 2006. Olahan Apel. Surabaya: Trubus

Khairani, Dalapati. _______ .Petunjuk Teknis Pengolahan Buah-Buahan. Sulawesi

Tengah: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Page 21: Laporan Kelompok II (Selai)

20

NAMA : TEDY TARUDIN

NIM : 1000684

PEMBAHASAN

Pada praktikum tanggal 29 November 2012, mahasiswa diminta untuk membuat

produk olahan buah yaitu jam dan Jelly. Jam dan Jelly adalah makanan setengah padat

yang terbuat dari buah-buahan dan gula dengan kandungan total padatan minimal 65

persen. Perbedaan antara jam dan jeli adalah pada penampakannya dan juga proses

pembuatannya.

Menurut Aditya (2010), jam merupakan makanan kental semi padat yang terbuat

dari hancuran buah dan gula yang kemudian dipekatkan dengan cara pemasakan.

Sedangkan Jelly adalah bentuk makanan semi padat yang penampakannya lebih jernih,

kenyal, serta transparan. Jelly biasanya dibuat dari sari buah dengan terlebih dahulu

menyaring ampas buah yang telah dihancurkan dan kemudian dipekatkan dengan cara

yang sama seperti pembuatan jam yaitu pemasakan.

Pada prinsipnya hampir semua jenis buah-buahan dapat dibuat jam dan Jelly,

terutama buah yang mengandung pektin. Pektin adalah senyawa polisakarida yang

berguna untuk membentuk gel dengan gula pada suasana asam. Buah yang dapat

digunakan untuk membuat jam atau Jelly adalah buah yang masak tetapi tidak terlalu

matang dan tidak ada tanda-tanda busuk. Jam yang diperoleh dari buah hasilnya lebih

banyak daripada diolah menjadi Jelly, sehingga pengolahan Jelly lebih banyak

menggunakan buah yang murah harganya. Buah yang masih muda tidak dapat

digunakan untuk pembuatan jam atau Jelly karena masih banyak mengandung zat pati

(karbohidrat) dan kandungan pektinnya rendah.

Bahan Dasar Pembuatan Jam dan Jelly

Buah yang digunakan dalam pembuatan jam dan Jelly adalah buah apel yang

matang. Tiga bahan pokok pada proses pembuatan jam atau jeli adalah pektin, asam,

dan gula dengan perbandingan tertentu.

Page 22: Laporan Kelompok II (Selai)

21

a. Buah Apel Matang

Keadaan buah yang digunakan sangat menentukan dalam pembuatan jam dan

Jelly. Buah yang akan digunakan dipilih yang bermutu baik, belum membusuk, dan

sudah cukup tua. Buah yang masih muda akan terasa masam atau sepet. Sedangkan

buah yang terlalu matang, maka warna, aroma, pektin, dan rasa asam pada buah

berkurang. Agar diperoleh jam dan Jelly yang aromanya harum dan tekstur yang tepat

sebaiknya digunakan campuran buah setengah matang dan buah yang matang. Buah

setengah matang akan memberi pektin dan asam yang cukup, sedangkan buah yang

matang penuh akan memberikan aroma yang baik. Akan tetapi pada praktikum ini

kelompok 2 menggunakan buah apel yang matang saja.

b. Gula

Tujuan penambahan gula dalam pembuatan jam dan Jelly adalah untuk

memperoleh tekstur, penampakan, dan flavor yang ideal. Jamn itu, gula dapat pula

berfungsi sebagai pengawet. Mekanisme gula sebagai bahan pengawet yaitu

menghasilkan tekanan osmosis yang tinggi sehingga cairan sel mikroorganisme terserap

keluar, akibatnya menghambat sitoplasma menurun sehingga terjadi plasmolisis yang

menyebabkan kematian sel (Winarno 1984).

Jumlah penambahan gula yang tepat pada pembuatan jam dan Jelly tergantung

pada banyak faktor, antara lain tingkat keasaman buah yang digunakan, kandungan gula

dalam buah, dan tingkat kematangan buah yang digunakan. Perbandingan gula dengan

buah yang digunakan adalah 1:3/4. Jamn berfungsi sebagai rasa manis dan pengawet,

gula juga mempunyai peranan khusus yang sifatnya tergantung dengan pektin dan asam.

Banyaknya gula yang ditambahkan tergantung pada kandungan pektin dan asam.

Penambahan gula akan mempengaruhi keseimbangan air dan pektin yang ada.

c. Asam Sitrat

Asam sitrat adalah asam hidroksi trikarboksilat (C6H8O7), yang diperoleh dari

ekstraksi buah-buahan, terutama jeruk. Asam sitrat biasanya ditambahkan pada sirup

Page 23: Laporan Kelompok II (Selai)

22

minuman, jam dan Jelly untuk menambah cita rasa dan sebagai bahan pengawet

(Frazeir dan Westhoff 1979).

Penambahan asam bertujuan mengatur pH dan menghindari pengkristalan gula.

pH optimum yang dikehendaki dalam pembuatan jam berkisar 3.20–3.46. Penggunaan

asam tidak mutlak, tetapi hanya apabila diperlukan saja. Apabila terlalu asam akan

terjadi sineresis yaitu keluarnya air dari gel sehingga kekentalan jam akan berkurang

bahkan dapat sama sekali tidak terbentuk gel.

Asam sitrat digunakan sebagai bahan pemberi derajat keasaman cukup baik

karena kelarutannya dalam air tinggi. Asam sitrat dapat digunakan sebagai “Flavoring

Agent”, menurunkan pH dan sebagai “Chelating Agent”. Pada proses pengalengan

dapat menggunakan asam sitrat untuk menurunkan pH sampai 4, atau lebih rendah

(Furia 1972).

Asam sitrat bersifat “Chelating Agent” yaitu dapat mengikat atau mencengkram

logam-logam bivalen seperti Mn, Mg dan Fe yang sangat dibutuhkan sebagai katalisator

dalam reaksi-reaksi biologis, karena itu reaksi-reaksi biologis dapat dihambat dengan

penambahan asam sitrat (Winarno dan Laksmi 1974).

d. Pektin

Pektin diperlukan untuk membentuk gel (kekentalan) pada produk jam dan

kekenyalan pada produk Jelly. Kadar gula tidak lebih dari 65% dan konsentrasi pektin

1% sudah dapat dihasilkan gel dengan kekerasan yang cukup baik. Semakin besar

konsentrasi pektin maka semakin keras gel yang terbentuk. Buah-buahan yang akan

matang mengandung pektin yang cukup banyak. Semakin matang buah, kandungan

pektin akan menurun karena adanya enzim yang memecah pektin menjadi asam pektat

dan alkohol.

Oleh karena itu untuk memperoleh pektin yang cukup sebaiknya buah yang

digunakan dikombinasikan antara yang setengah matang dan yang matang. Pembuatan

jam dan Jelly yang menggunakan buah dengan kandungan pektin yang cukup tidak

memerlukan tambahan pektin dari luar.

Page 24: Laporan Kelompok II (Selai)

23

Pektin perlu ditambahkan untuk membuat jam dan Jelly yang menggunakan

buah dengan kadar pektin rendah. Pada pembuatan Jelly, pembentukan Jelly juga

dapat diperoleh dari penggunaan Jelly powder. Dimana Jelly powder adalah campuran

sari buah dengan tepung agar-agar sehingga paduannya akan menjadi kenyal (Ria

2008). Senyawa pektin berfungsi sebagai bahan perekat antara dinding sel yang satu

dengan lain. Pektin dapat membentuk gel dengan gula apabila lebih dari 5% gugus

karboksil telah termetilasi (derajat metilasi 50%). Semakin besar konsentrasi pektin

maka gel yang terbentuk semakin keras dimana pada konsentrasi 1% telah

menghasilkan kekerasan yang cukup baik (Sri 2008).

Jam Apel

Jam buah merupakan salah satu produk pangan semi basah yang cukup dikenal

dan disukai oleh masyarakat. Food & Drug Administration (FDA) mendifinisikan jam

sebagai produk olahan buah-buahan, baik berupa buah segar, buah beku, buah kaleng

maupun campuran ketiganya. Pemanfaatan buah menjadi produk jam dapat

mendatangkan keuntungan yang cukup besar. Jam yang dihasilkan juga dapat disimpan

dalam waktu relatif lama (Fachruddin, 1997).

Adapun syarat mutu jam buah, yaitu :

Tabel 1 syarat mutu jam buah

Warna

Penilaian warna dalam produk pangan memiliki peranan yang sangat penting.

Pada umumnya panelis sebelum mempertimbangkan parameter lain terlebih dahulu

Page 25: Laporan Kelompok II (Selai)

24

tertarik dengan warna bahan. Kesan pertama dalam penilaian bahan pangan adalah

warna yang akan menentukan penerimaan atau penolakan panelis terhadap produk.

Pada praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap warna jam apel

dengan penelis sebanyak 20 orang. Panelis disediakan sampel jam apel. Panelis diminta

untuk melihat warna jam apel tersebut lalu memberikan penilaian berupa “suka” atau

“tidak suka” terhadap warna jam apel tersebut.

Berdasarkan hasil uji terhadap jam apel di dapat bahwa dari 20 panelis rata-rata

para panelis menyukai jam apel tersebut dimana dengan warna pada jam apel tersebut

adalah cokelat keemasan.

Warna pada jam dipengaruhi oleh pemanasan pada saat pengolahan pembuatan

jam. Apabila pemanasan dilakukan terlalu lama dan dalam suhu yang tinggi maka akan

terjadi kerusakan warna pada jam yang dihasilkan. Hal ini menujukan bahwa

pemanasan sangat berpengaruh terhadap kondisi warna jam. Sumantri (2006)

menyatakan bahwa perebusan yang berlebihan dapat menyebabkan penguapan asam,

pemecahan pektin, serta kerusakan cita rasa dan warna.

Dalam pembentukan warna jam, asam sitrat berfungsi sebagai penghambat

pencokelatan enzimatis. Pencokelatan enzimatis akan memberikan penurunan warna

pada jam dan membuat jam memiliki warna yang kurang menarik. Penghambatan

pencokelatan enzimatis dapat mempertahankan warna apel yang berasal dari apel

matang.

Rasa

Pada praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap rasa jam apel

dengan penelis sebanyak 20 orang. Panelis disediakan sampel jam apel. Panelis diminta

untuk mencicipi rasa jam apel tersebut lalu memberikan penilaian berupa “suka” atau

“tidak suka” terhadap rasa jam apel tersebut.

Berdasarkan hasil uji terhadap jam apel di dapat bahwa dari 20 panelis rata-rata

para panelis menyukai jam apel tersebut dimana dengan rasa pada jam apel tersebut

adalah manis.

Page 26: Laporan Kelompok II (Selai)

25

Umumnya bahan pangan tidak hanya terdiri dari salah satu rasa, tetapi gabungan

dari berbagai rasa secara terpadu sehingga menimbulkan cita rasa yang utuh. Gula

memiliki peranan besar pada penampakan dan cita rasa jam yang dihasilkan. Menurut

istilah umum gula adalah jenis karbohidrat yang sering digunakan sebagai pemanis

(Lutony,1993).

Gula terdapat dalam berbagai bentuk, yakni sukrosa, glukosa, fruktosa dan

dekstrosa. Gula dalam bentuk sukrosa akan memberikan rasa manis dan juga berfungsi

sebagai pengawet karena dalam konsentrasi tinggi dapat menghambat pertumbuhan

mikroba. Jamn itu, Gula berperan sebagai pengikat komponen flavor, menyempurnakan

rasa asam, dan cita rasa lainnya. Jamn berperan sebagai pengatur keasaman, asam sitrat

digunakan dalam pembentukan dan menimbulkan rasa serta flavor yang menarik

(Tjokoroadikoesmo, 1986).

Menurut Winarno et al (1984), asam sitrat yang termasuk asidulan dapat

bertindak sebagai penegas rasa, warna atau dapat menyelubungi “after taste” yang tidak

disukai.

Aroma

Pada praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap aroma jam apel

dengan penelis sebanyak 20 orang. Panelis disediakan sampel jam apel. Panelis diminta

untuk merasakan aroma jam apel tersebut lalu memberikan penilaian berupa “suka” atau

“tidak suka” terhadap aroma jam apel tersebut.

Berdasarkan hasil uji terhadap jam apel di dapat bahwa dari 20 panelis rata-rata

para panelis menyukai jam apel tersebut dimana dengan aroma yang khas apel.

Terjadinya aroma yang signifikan tersebut dipengaruhi oleh buah dan tambahan

gula karena apabila perbandingan antara gula dan buah maka akan mengakibatkan

aroma yang menyimpang. Namun tidak hanya perbandingan antara gula dan buah yang

menjadi faktor dalam menentukan aroma tersebut, faktor lainnya adalah lamanya

pemasakan karena apabila terlalu lama maka akan menimbulkan aroma yang

menyimpang.

Page 27: Laporan Kelompok II (Selai)

26

Tekstur

Tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat di amati dengan mulut (pada

waktu digigit, dikunyah dan ditelan) ataupun perabaan dengan jari manis. Penilaian

biasanya dilakukan dengan menggosokkan jari dari bahan yang dinilai diantara kedua

jari (Winarno, 1997).

Pada praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap tekstur jam apel

dengan penelis sebanyak 20 orang. Panelis disediakan sampel jam apel. Panelis diminta

untuk merasakan tekstur jam apel tersebut lalu memberikan penilaian berupa “suka”

atau “tidak suka” terhadap tekstur jam apel tersebut.

Berdasarkan hasil uji terhadap jam apel di dapat bahwa dari 20 panelis rata-rata

para panelis menyukai jam apel tersebut dimana dengan tekstur pada jam apel tersebut

adalah sesuai dengan standar jam yang telah ditetapkan.

Menurut Buckle et al (1987) struktur khusus dari produk jam buah-buahan

disebabkan karena terbentuknya kompleks gel pektin-gula-asam. Mekanisme

pembentukan gel dari pektin-gula-asam air adalah bahwa dalam satu substrat buah-

buahan asam, pektin, adalah koloid yang bermuatan negatif. Gula yang ditambahkan

pada proses ini akan berpengaruh terhadap keseimbangan pektin-air yang ada, juga

menghilangkan kemantapan pektin. Pektin akan mengalami penggumpalan dan

membentuk serabut halus, struktur ini mampu menahan cairan. Kadar pektin dalam

jumlah yang banyak dapat menentukan tingkat kontinuitas dan kepadatan serabut-

serabut yang terbentuk.

Apel memiliki kandungan pektin 0,06-0,16 g/100 g bahan. Buah apel

memperoleh karakteristik produk pembentuk jam karena mengandung senyawa pektin.

Pektin terdapat hampir dalam semua jenis buah dalam jumlah bervariasi, dalam bentuk

protopektin, pektin, dan asam pektat. Buah yang belum matang banyak mengandung

pektin dalam bentuk protopektin sedangkan buah matang banyak mengandung soluble

pektin yang banyak dimanfaatkan dalam pembuatan jam.

Pektin dapat memperbaiki tekstur dan meminimalkan sineresis. Senyawa pektin

berfungsi sebagai bahan perekat antara dinding sel yang satu dengan lain. Pektin dapat

Page 28: Laporan Kelompok II (Selai)

27

membentuk gel dengan gula apabila lebih dari 5% gugus karboksil telah termetilasi

(derajat metilasi 50%). Semakin besar konsentrasi pektin maka gel yang terbentuk

semakin keras. Konsentrasi 1% telah menghasilkan kekerasan yang cukup baik

(Winarno,1997).

Penambahan gula sangat penting untuk memperoleh tekstur. Gula berperan

dalam proses dehidrasi yang membuat ikatan hidrogen pada pektin menjadi lebih kuat

dan membentuk jaringan polisakarida, yaitu kompleks dimana air terperangkap dalam

jaringan tersebut. Kekurangan gula akan membentuk gel yang kurang kuat pada semua

tingkat keasaman sehingga membutuhkan lebih banyak asam untuk menguatkan

strukturnya.

Pembentukan gel hanya mungkin terjadi pada pH kurang <3,5. pH optimum

yang dikehendaki dalam pembuatan jam berkisar 3,10 – 3,46. Penambahan asam sitrat

bertujuan menurunkan pH dan menghindari terjadinya pengkristalan gula. Jumlah asam

yang ditambahkan tergantung dari keasaman buah dan pH akhir jam yang diinginkan.

Semakin rendah nilai pH ketegaran gel yang terbentuk semakin meningkat

sehingga teksturnya akan semakin kuat. Namun, Nilai pH yang terlalu rendah

menyebabkan terjadi sineresis yakni keluarnya air dari gel sehingga kekentalan jam

akan berkurang bahkan sama sekali tidak terbentuk gel (Fachruddin,1997). Sedangkan

pH yang terlalu tinggi akan menyebabkan gel pecah (lunak).

Waktu pemasakan juga mempengaruhi mutu produk akhir jam. Pemanasan yang

berlebihan akan menyebabkan perubahan yang merusak kemampuan membentuk gel

terutama pada buah yang sangat asam. Waktu pemanasan yang terlalu lama

menyebabkan jam keras dan kental. Sebaliknya, waktu pemanasan yang kurang akan

menghasilkan jam yang encer. Pada saat pemanasan jam, pengadukan yang terlalu

cepat akan menimbulkan gelembung udara yang akan merusak tekstur dan penampakan

produk akhir.

Sifat Olesan

Kenampakan adalah sifat olesan pada jam cakar ayam dan kulit pisang yang di

amati dengan indra peraba. Sifat olesan dapat dilihat dari halus atau tidaknya olesan

Page 29: Laporan Kelompok II (Selai)

28

tersebut. Jika halus maka jam dapat oleskan dengan mudah. Penilaian terhadap

kenampakan suatu bahan digunakan dengan ujung jari tangan dan bisanya dilakukan

dengan menggosokkan keduanya, sifat olesan dapat dilihat dari teksturnya bila lebih

kental maka olesannya lebih mudah dibandingkan yang tidak kental.

Pada praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap sifat olesan jam

apel dengan penelis sebanyak 20 orang. Panelis disediakan sampel jam apel. Panelis

diminta untuk merasakan sifat olesan jam apel tersebut lalu memberikan penilaian

berupa “suka” atau “tidak suka” terhadapsifat olesan jam apel tersebut.

Berdasarkan hasil uji terhadap jam apel di dapat bahwa dari 20 panelis rata-rata

para panelis menyukai jam apel tersebut.

Page 30: Laporan Kelompok II (Selai)

29

KESIMPULAN

Jam buah merupakan salah satu produk pangan semi basah yang cukup dikenal

dan disukai oleh masyarakat. Food & Drug Administration (FDA) mendifinisikan jam

sebagai produk olahan buah-buahan, baik berupa buah segar, buah beku, buah kaleng

maupun campuran ketiganya. Pemanfaatan buah menjadi produk jam dapat

mendatangkan keuntungan yang cukup besar. Jam yang dihasilkan juga dapat disimpan

dalam waktu relatif lama (Fachruddin, 1997).

Berdasarkan hasil praktikum jam dan Jelly apel, dapat disimpulkan bahwa

kombinasi umur buah nanas, kadar gula pasir, kadar pektin, kadar air, dan kadar asam

sitrat yang digunakan akan memberikan pengaruh terhadap pembentukan sifat

organoleptik yang akan dihasilkan pada jam dan Jelly apel. Pada hasil uji hedonik jam

apel dari semua parameter yang diujikan kepada panelis rata-rata para penelis menyukai

jam apel tersebut.

Adapun faktor-faktor yang dapat menentukan mutu akhir produk jam dan Jelly

seperti jenis buah, proses, warna, aroma, cita rasa, dan kadar gula. Pembuatan jam

dilakukan dengan pemasakan yang menggunakan suhu tinggi. Javanmard dan Endan

(2010) menyatakan bahwa suhu memiliki pengaruh terhadap produk akhir jam.

Semakin tinggi suhu maka viskositas jam akan menurun.

Page 31: Laporan Kelompok II (Selai)

30

DAFTAR PUSTAKA

Elsa Manalu, Ruth Dwi. 2011. Kadar Beberapa Vitamin Pada Buah Pedada

(Sonneratia caseolaris) dan Produk Olahannya. Skripsi Pada

Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Gunawan, Ardantyo dkk. 2012. Pengolahan dan Uji Hedonik Jam dan Jelly Nanas.

Laporan Praktikum M.K TPPN. Program Keahlian Supervisor

Jaminan Mutu Pangan Direktorat Program Diploma Institut

Pertanian Bogor.

Reza Setiaji, Bachtiar dan Diana Ayuningtyas, Shinta. 2010. Acara 1 Jam dan Jelly.

Kementrian Pendidikan Nasional Universitas Jenderal

Soedirman Fakultas Pertanian Ilmu Teknologi Pangan.

Page 32: Laporan Kelompok II (Selai)

31

NAMA : HETTY RESTIKA SARI

NIM : 1000497

A. PEMBAHASAN

Selai buah adalah makanan setengah padat yang dibuat dari buah-buahan dan

gula pasir dengan kandungan total padatan 65%. Pada prinsipnya hampir semua buah

dapat digunakan untuk selai, terutama buah yang mengandung pektin. Pektin adalah

senyawa karbohidrat yang berguna untuk pembemtukan gel pada selai (bentuk seperti

bubur sangat kental) jika bereaksi dengan asam dan gula. Untuk mendapatkan sumber

pektin digunakan buah yang tua tetapi belum masak, dan untuk memperoleh aroma, dan

rasa maka buah yang dipilih adalah buah yang sudah masak.

Pembentukan gel pada tingkat keasaman (Ph 2,6-3) menunjukkan ekstraksi

pektin sangat optimum. Penambahan gula dengan kadar tertentu mempengaruhi

keseimbangan pektin dan air. Semakin tinggi kadar pektin maka semakin cepat

terjadinya gel pada selai dan sedikit pektin akan mengakibatkan selai lembek dan encer.

Pektin sebagai bahan baku dasar pembentukan gel dan dipengaruhi oleh konsentrasi

pektin. Makin tinggi konsentrasi pektin semakin keras gel yang terbentuk. Pengaruh Ph

pada pembuatan selai adalah semakin keras gel yang terbentuk, tetapi pH yang terlalu

rendah akan menyebabkan sinersis yaitu air yang terperangkap dalam jaringan akan

keluar pada suhu kamar. Sedangkan PH yang tinggi akan menyebabkan pecahnya gel.

Peranan gula adalah menarik molekul-molekul air sehingga pendekatan antara dua

rantai dari asam dapat berlangsung sehingga terbentuk jaringan. Selama proses ekstraksi

akan terjadi hidrolisis sukrosa menjadi gula invert (glukosa dan fruktosa). Kecepatan

inversi tersebut dipengaruhi oleh suhu, waktu dan PH larutan. Gula invert ini sangat

berpengaruh pada pembentukan gel karena kristalisasi sukrosa dalam substrat yang

sangat kental dapat dihambat.

Praktikum yang dilakukan oleh kelompok dua adalah pembuatan selai dari

bahan baku buah apel. Proses yang dilakukan dalam pengolahanya adalah sebagai

berikut:

Page 33: Laporan Kelompok II (Selai)

32

Buah apel ditimbang dengan berat 172,1 gr (timbangan digital), kemudian

dicuci. Setelah bersih buah apel dipotong untuk mengecilkan ukuran dan bijinya

dibuang. Kemudian pemblenderan buah apel dengan penambahan air sebanyak 250 ml,

setelah diperoleh pure buah apel maka diukur pH. Tahapan selanjutnya adalah uji pektin

yaitu dengan cara mengambil pure buah apel sedikit saja kurang lebih satu sendok teh,

dimasak dengan menambahkan gula, jika terjadi penggundalan maka diketahui bahwa

konsentrasi buah yang digunakan dalam pembuatan selai mengandung pektin. Karena

pemasakan sampel uji pektin pada pure buah apel setelah pemasakan cepat terjadi

penggundalan maka kandungan pektin pada buah apel sangat tinggi. Setelah uji pektin

berhasil dilakukan, tahapan selanjutnya adalah pemasakan (pembuatan selai) selama 20-

40 menit tergantung pematangan selai buah.

Cara yang dilakukan untuk memperoleh hasil selai buah apel yang baik maka

dalam pemasakan harus sesuai dengan petunjuk yang benar yaitu pengadukan yang

dilakukan terus-menerus agar pemasakanya merata, penambahan gula yang sesuai

dengan takaran. Pada pembuatan selai buah apel konsentrasi gula yang dicampurkan

adalah seberat pure buah apel yang dimasak (1:1). Besarnya api juga berpengaruh dalam

berhasilnya pembuatan selai oleh sebab itu api yang digunakan termasuk kategori

sedang. Dalam pemasakan jika sudah mengental maka dilakukan uji Ph kembali dengan

maksud apabila pH yang diperoleh lebih dari 3 maka selai ditambah dengan asam sitrat

dengan konsentrasi persen dari berat pure. Karena pH yang diperoleh 3 jadi tidak

ditambahkan asam sitrat. Terus diaduk sampai terjadi penggundalan. Tahap selanjutnya

adalah uji sendok, cara yang dilakukan adalah ambil selai yang sedang dimasak dengan

Page 34: Laporan Kelompok II (Selai)

33

sendok kemudian sendok dibalikkan jika tidak terjatuh maka selai sudah jadi atau

matang. Setelah selai matang kemudian diuji keberhasilanya dengan cara ambil sedikit

selai yang sudah matang dimasukkan dalam air dingin jika masih tetap menggundal dan

tidak hancur maka selai dikategorikan berhasil. Dalam uji keberhasilan ini selai apel

yang dibuat adalah baik atau bagus karena saat selai dimasukkan dalam air dingin tidak

melebur. Setelah itu ditiriskan dan dikemas serta dilkukan pengujian dengan cara

mencari orang 10-15 orang untuk menilai produk yang kita buat.

Hasil Akhir Selai Buah Apel

Setelah selai buah apel jadi, diamati baik dari rasa, aroma, tekstur dan warna.

Data yang diperoleh sebagai berikut: tekstut lembut dan lengket, rasa manis khas selai

apel, aroma khas selai buah apel, dan warna coklat keemasan. Berat bersih selai yang

diperoleh adalah 150 gr (timbangan digital) dan pada uji pektin diperoleh kadar pektin

pada buah apel tinggi.

Setelah uji penampaka dilakukan kemudian dikumpulkan panelis untuk menilai

selai apel yang dibuat, dan panelis yang didapat adalah 15 orang. Pendapat dari 15

orang tersebut rata-rata menafsirkan yang sama yaitu selai apel yang dibuat memiliki

rasa yang enak atau pas manisnya layaknya selai apel pada umumnya hanya beberapa

orang kurang menyukai warna pada selai apel karena warnaya tidak cerah yaitu coklat

keemasan. Dari segi tekstur dan aroma hasilnya dapat dikatakan memuaskan karena

tekstur yang lembut dan aroma khas selai buah apel membuat rasa pada selai buah apel

semakin enak (perpaduan antara rasa,aroma, dan tektur yang pas), Hanya beberpa orang

kurang menyukai warnanya. Namun, beberapa orang lagi tidak mempermasalahkan

warna karena hasil selai yang dibuat sangat baik sehingga panelis yang diuji untuk

merasakan kebanyakan menyukai selai apel tersebut.

Terjadinya warna yang kurang baik pada selai apel adalah karena adanya reaksi

pencoklatan baik non enzimatis atau pencoklatan enzimatis. Buah apel sangat mudah

sekali mengalami pencoklatan (non enzimatis), sehingga setelah dipotong atau dikupas

buah sangat mudah berubah warna menjadi kecoklatan. Pada pembuatan selai, pure

buah dilakukan pemasakan (pemanasan) dan dilakukan penambahan BTM (Bahan

Tambahan Makanan). Yang ditambahkan pada pembuatan selai apel adalah gula. Oleh

Page 35: Laporan Kelompok II (Selai)

34

sebab itu warna yang dihasilkan coklat keemasan karena faktor dari kandungan dalam

buah yang mudah sekali terjadi pencoklatan ditambah dengan tahapan pemasakan atau

pemanasan yang dilakukan dan dengan penambahan gula seberat pure yang dibuat. Jadi

diperoleh hasil warna pada selai buah apel yang kurang disukai. Namun, tetap pada

kualitas produk yang dihasilkan dari panelis yang diuji mengatakan selai apel yang

dibuat memiliki rasa yang enak dan produk yang dibuat sangat baik.

Perbandingan Selai Apel dengan Selai Buah Lainya

Karena hasil selai apel yang dibuat adalah baik karena tekstur yang terbentuk

adalah lembut dan lengket (sesuai dengan selai pada umumnya), rasa yang manis khas

selai apel, dan aroma yang diperoleh khas selai apel, dan warna coklat keemasan, ini

sudah sesuai standar karena proses yang dilakukan untuk pengolahanya dengan cara

yang sesuai dengan prosedur, baik dengan kebersihan bahan baku dan alat yang

digunakan, ukuran atau berat bahan-bahan yang digunaka, pH yang sesuai dan cara

pemasakan yang benar baik dari segi besarnya api yang digunakan atau dari pengadukan

yang tepat. Keberhasilan itu didukung dengan uji-uji yang dilakukan untuk memperoleh

kualitas selai yang baik. Kematangan pada selai apel juga pas sehingga tekstur yang

tebentuk lembut.

Jika dibandingkan dengan pembuatan selai nanas dan strawberi selai apel lebih

baik dari segi tekstur, karena pada selai nanas dan selai stawberi terjadi kelengketan dan

keras apabila dicicip teksturnya tidak lembut seperti selai pada umumnya. Hal ini

disebabkan oleh dua faktor yaitu karena terlalu banyak penambahan gula yang

ditambahkan dan dengan lamanya pemasakan serta besarnya api yang digunakan,

karena faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi kualitas selai yang tebentuk. Yang

membuat perbedaan lainya adalah kandungan pektin yang dimiliki oleh buah apel lebih

tinggi dibandingan dengan buah lainya, pada buah strawberi dan nanas kandungan

airnya lebih tinggi dari buah apel dan buah apel lebih banyak mengandung karbohidrat

oleh sebab itu selai buah apel lebih cepat terjadi penggundalan dan mudah dilihat segi

kematanganya. Pada pembuatan selai nanas atau selai strawberi pada saat pengaduka

karena kandungan air sangat tinggi sehingga air yang dihasilkan lebih banyak dan

mengakibatkan pematangan atau terjadinya pengentalan sanagt lama. Pada saat

Page 36: Laporan Kelompok II (Selai)

35

pengolahan karena sulit diketahui bahwa selai sudah matang sehingga terus dimasak

dan akibatnya hasil selai menjadi keras dan bila dirasakan engket di gigi, tekstur ini

mendekati seperti permen. Meskipun demikian warna selai buah nanas dan strawberi

lebih baik dari selai apel, lebih cerah dan tidak jauh berbeda dengan buahnya yaitu

untuk strawberi merah dan nanas kuning. Karena terlalu lama pemasakan sehingga pada

selai nanas diperoleh warna kuning keemasan dan selai strawberi merah tua.

Jika dibandingkan dengan selai buah mangga, wortel, dan jeruk tidak terlalu

signifikan perbedaanya karena tekstur yang diperoleh kuranng lebih sama karena proses

pemasakan dan penambahan BTM yang pas. Namun pada selai buah mangga lebih

lembek karena buah yang digunakan sangat matang, sehingga hasil selai buah mangga

lebih lembut dari selai buah apel dan lebih encer.

Selai Pektin dan Pembuatanya

Aplikasi karbohidrat dalam proses pengolahan pangan salah satunya adalah

penggunaan pektin yang merupakan polisakarida dalam bahan makanan berfungsi

sebagai penguat tekstur. Bahan pangan yang dibahas dalam penggunaan pektinnya pada

tulisan ini adalah selai.

Di Amerika Serikat selai didefinisikan sebagai suatu bahan pangan setengah

padat yang dibuat tidak kurang dari 45 bagian berat zat penyusun sari buah dengan 55

bagian berat gula. Campuran ini dikentalkan sampai mencapai kadar zat padat terlarut

tidak kurang dari 65 persen. Zat warna dan cita rasa dapat ditambahkan. Pektin dan

asam dapat ditambahkan untuk melengkapi kekurangan yang ada di dalam buah itu

sendiri. Ada empat substansi yang penting untuk memproduksi suatu gel buah.

Komponen-komponen ini ialah pektin, asam, gula, dan air. Buah-buahan dan sari buah

memperoleh karaktertistik pembentuk selai dari suatu zat yang disebut pektin. Pektin

pertama kali ditemukan di Perancis oleh Braconnot pada sekitar tahun1825. Selai

terbentuk bila tercapai kadar yang sesuai antara pektin, gula dan asam dalam air. Oleh

karena pektin penting untuk pembentukan gel buah-buahan, maka kandungan pektin

dalam buah perlu mendapat perhatian. Jaringan tanaman mengandung pektin yang larut

dalam air, asam pektinat yang tidak larut, protopektin, dan senyawa yang mengandung

substansi pektin dan selulosa.

Page 37: Laporan Kelompok II (Selai)

36

Protopektin

Lamela tengah sel-sel tanaman terdiri dari protopektin berikatan dengan

konstituen-konstituen lain, yang bila didihkan dalam larutan asam (buah-buahan) seperti

halnya dalam pembuatan selai, akan dihidrolisis menjadi pektin yang larut. Protopektin

merupakan precursor pektin yang tidak larut. Perubahannya dapat dilakukan baik

dengan hidrolisis enzimatis maupun dengan asam. Protopektin terdapat melimpah dalam

buah-buahan, daun-daunan, umbi-umbi yang berdaging.

Selama pemasakan buah, protopektin diubah menjadi pektin secara enzimatis.

Selama proses lewat masak, pektin dapat terurai membentuk metil alkohol dan asam

pektat yang tidak larut. Oleh karena protopektin merupakan agensia pengikat antara sel-

sel yang tumbuh, maka perubahan menjadi pektin menghasilkan suatu pelunakan dari

buah yang hijau ketika masak, yang berhubungan erat dengan perubahan dari

protopektin menjadi pektin. Dengan gula dan asam, protopektin tidak mampu

membentuk gel.

Pektin

Pektin adalah golongan substansi yang terdapat dalam sari buah, yang

membentuk larutan koloidal dalam air dan berasal dari perubahan protopektin selama

proses pemasakan buah. Dalam kondisi yang cocok, pektin dapat membentuk suatu gel.

Pektin dapat larut dalam air, diendapkan, dipisahkan dan dikeringkan, dan

dilarutkan kembali tanpa kehilangan kapasitas pembentukan gelnya. Pektin diendapkan

oleh alcohol, dan ini digunakan tidak hanya dalam identifikasi tetapi juga dalam

pembuatan pektin komersial. Sekarang telah ditemukan pektin dengan kandungan

metoksil yang rendah yang memiliki kemampuan untuk membentuk gel dengan kadar

gula yang rendah atau bahkan dalam kondisi yang khusus tanpa gula.

Asam pektat

Hidrolisis pektin akan menghasilkan asam pektat. Dalam transformasi tersebut

ada beberapa hasil, antara lain asam pektinat Unit-unit pektin dilaporkan sebagai asam

pektat dengan gugus karbonil yang diesterifikasi oleh metil alcohol.

Page 38: Laporan Kelompok II (Selai)

37

Pembentukan gel

Penjelasan dari mekanisme pembentukan gel dari pektin-gula-asam-air secara

garis besar adalah sebagai berikut. Dalam suatu substrat buah-buahan asam, pektin

adalah koloid yang bermuatan negatif. Penambahan gula akan mempengaruhi

keseimbangan pektin-air yang ada dan meniadakan kemantapan pektin. Pektin akan

menggumpal dan membentuk suatu serabut halus. Struktur ini mampu menahan cairan.

Kontinuitas dan kepadatan serabut-serabut yang terbentuk ditentukan oleh banyaknya

kadar pektin.

Pembentukan gel terjadi hanya dalam satu rentang pH yang sempit.

Gula Invert

Selama pendidihan larutan sakarosa dengan adanya asam akan terjadi proses

hidrolisis menghasilkan gula reduksi (dekstrosa dan levulosa). Sakarosa diubah menjadi

gula reduksi dan hasilnya dikenal sebagai gula invert. Kecepatan inverse dipengaruhi

oleh suhu, waktu pemanasan, dan harga pH dari larutan.

Gula invert sangat berguna dalam pembuatan selai, karena kristalisasi sakarosa dalam

substrat yang sangat kental dapat dihambat atau dicegah. Diperlukan suatu

keseimbangan antara kadar sakarosa dan gula invert dalam selai. Inversi sakarosa yang

rendah dapat menghasilkan kristalisasi; inversi yang tinggi akan menghasilkan granulasi

dekstrosa dalam gel. Jumlah gula invert yang ada harus lebih rendah dari jumlah

sakarosa. Tampaknya, rasio 40-60 adalah yang diinginkan. Oleh karena itu asiditas

buah-buahan bervariasi dan kondisi pendidihan juga bervariasi maka pengaturan rasio

gula invert-sakarosa yang dikehendaki cukup sulit. Pengendalian asiditas, pH dan

persyaratan pendidihan harus dilakukan. Kesulitan pengendalian rasio gula invert-

sakarosa ditemui pada buah-buahan yang memiliki kadar asam atau pektin rendah

dimana diperlukan pendidihan yang lebih lama.

Dengan pengentalan hampa terjadi sedikit inversi sakarosa. Dalam hal ini

sebagian sakarosa akan diubah menjadi gula prainvert. Pada umumnya gula invert yang

tersedia di pasaran dibuat dari hidrolisis asam, walaupun hidrolisis dapat dilakukan

dengan enzim invertase.

Page 39: Laporan Kelompok II (Selai)

38

Pembuatan Selai

Buah-buahan yang ideal untuk pembuatan selai harus mengandung pektin dan

asam yang cukup untuk menghasilkan selai yang baik. Buah-buahan tersebut meliputi

apel, berry masam, jeruk, anggur, cerri masam dan lainya.. Strwaberri dan apricot

mengandung asam yang cukup tetapi kandungan pektin rendah. pektin

Proses pembuatan selai melibatkan pendidihan buah untuh mengekstraksi pektin

(mengubah protopektin), untuk memperoleh hasil sari buah yang maksimum dan

mengekstraksi substansi cita rasa yang karakteristik dari buah-buahan. Air dapat

ditambahkan pada buah selama ekstraksi. Jumlah air yang ditambahkan tergantung pada

kandungan air buah. Air yang berlebihan harus diuapkan selama pengentalan, oleh

karena itu, air yang ditambahkan harus sedikit dan diimbangi dengan sari buah yang

baik untuk mencegah kegosongan dan ekstraksi pektin. Enzim penghidrolisis pektin

rusak selama pendidihan ini.

Bubur buah yang telah dididihkan selanjutnya diperas dengan cara penyaringan

atau penekanan untuk memperoleh sari buahnya. Ampas perasan yang tinggal dapat

diekstraksi kembali dengan air, dan dididihkan kembali untuk memperoleh hasil pektin

yang optimal. Sari buah yang diperas mengandung bahan padat yang tersuspensi, dan

biasanya bahan ini dihilangkan dengan penyaringan.

Asiditas, harga pH, kandungan pektin dan bahan padat terlarut sari buah perlu

dianalisis. Kekurangan pektin dapat ditambah dengan bubur pektin. Umumnya bubur

pektin dicampur sepuluh kali volume gula kering, dicampur dengan baik dan

ditambahkan ke dalam sari buah, Hal ini dimaksudkan untuk menjamin keseragaman

distribusi dan pengendalian penggumpalan.

Gula ditambahkan ke dalam sari buah baik dalam bentuk padat atau dalam

bentuk padat atau dalam bentuk sirup. Sari buah diaduk dan dipanaskan selama tahap

penambahan gula. Pendidihan merupakan tahap yang penting dalam pembuatan selai.

Sari buah harus dikentalkan dengan cepat sampai pada titik kritis bagi pembentukan gel

dari sistem pektin-gula-asam. Pendidihan yang terlalu lama tidak hanya menyebabkan

hidrolisis pektin dan penguapan asam, tetapi juga menyebabkan kehilangan cita rasa dan

Page 40: Laporan Kelompok II (Selai)

39

warna. Pengentalan hampa dapat memperbaiki produk selai dibandingkan dengan

produk yang dikentalkan pada tekanan atmosfer.

Saat penguapan dihentikan ditentukan oleh tinggi kadar bahan pada terlarut

dalam substrat. Cara identifikasi yang biasa digunakan adalah dengan alat refraktometer.

Kadar bahan padat terlarut dapat ditentukan dengan menggunakan tabel hubungan

antara indeks refraksi dengan kandungan zat padat terlarut dalam larutan gula. Pada

tekanan standar, suhu akhir pendidihan berkisat antara 220ᵒ sampai 221ᵒ F di dalam pan

pemasak yang terbuka. Dengan unit pengentalan hampa, kandungan bahan padat terlarut

harus ditentukan dengan indeks refraksi atau hydrometer.

Proses pemasakan selai secara kontinu sudah dikembangkan. Apabila asam

harus ditambahkan untuk melengkapi kekurangan dalam komposisi buah, maka

penambahan asam yang terbaik dilakukan pada akhir siklus penguapan. Penambahan

asam pada akhir pengentalan memungkinkan pengisian selai ke dalan kemasan berhasil

baik, sebab pembentukan gel belum terjadi. Penjedalan selai dapat sebagian

dikendalikan dengan penambahan garam penyangga, seperti misalnya natrium sitrat dan

fosfat tertentu. Adanya garam-garam ini cenderung untuk menunda terjadinya

pembentukan gel. Dalam pembuatan jam dan awetan, untuk menjamim potongan buah-

buahan terperangkap dalam struktur gel diperlukan penambahan pektin dalam suspensi

untuk mempercepat pembentukan gel.

KESIMPULAN

Selai buah adalah makanan setengah padat yang dibuat dari buah-buahan dan

gula pasir dengan kandungan total padatan 65%. Pada prinsipnya hampir semua buah

dapat digunakan untuk selai, terutama buah yang mengandung pektin. Pektin adalah

senyawa karbohidrat yang berguna untuk pembemtukan gel pada selai (bentuk seperti

bubur sangat kental) jika bereaksi dengan asam dan gula. Untuk mendapatkan sumber

pektin digunakan buah yang tua tetapi belum masak, dan untuk memperoleh aroma, dan

rasa maka buah yang dipilih adalah buah yang sudah masak. Ada empat substansi yang

penting untuk memproduksi suatu gel buah. Komponen-komponen ini ialah pektin,

asam, gula, dan air. Buah-buahan dan sari buah memperoleh karaktertistik pembentuk

selai dari suatu zat yang disebut pektin.

Page 41: Laporan Kelompok II (Selai)

40

B. DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and W. Wooton (2007). Ilmu Pangan.

W.Desrosier. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI-Press: Jakarta.

Winarno, FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Page 42: Laporan Kelompok II (Selai)

41

NAMA : Tania Fauzia Iqbal

NIM : 1000551

PEMBAHASAN

Kelompok 2 melakukan praktikum pembuatan selai dengan apel sebagai bahan baku. Pembuatan selai apel ini meliputi proses sortasi, pencucian, pembuangan bagian yang tidak diperlukan, pengecilan ukuran, penghancuran atau pembuatan pure, pemasakan dengan gula, dan pengemasan.

Pertama, apel dipilih yang memiliki kriteria sama yaitu segar, tidak cacat, dan belum terlalu matang. Pemilihan buah yang tidak terlalu matang berpengaruh pada kandungan pektin buah. Pektin diperlukan untuk membentuk gel (kekentalan) pada produk selai. Jumlah pektin yang ideal untuk pembentukan gel berkisar 0,75%-1,5%. Makin matang buah, kandungan pektin akan menurun karena adanya enzim yang memecah pektin menjadi asam pektat dan alkohol (Fachrudin, 1997). Kemudian apel ini dicuci dan dipotong-potong. Apel yang telah dipotong tidak direndam dengan larutan apapun sehingga pencokelatan terjadi dengan cepat. Berat apel setelah dikupas adalah 172,1 gram. Selanjutnya, apel dihancurkan dengan blender. Air sebanyak 250 ml ditambahkan agar proses penghancuran dapat dilakukan dengan mudah. Hasil penghancuran ini memiliki berat sebesar 350,5 gr dengan pH 3 (diukur dengan kertas pH sehingga tingkat ketelitian pH tidak sampai di belakang koma) sehingga tidak ditambahkan asam, karena menurut Fachruddin, (1997) pH optimum yang dikehendaki dalam pembuatan selai berkisar 3,10 – 3,46. Apabila terlalu asam akan terjadi sineresis yakni keluarnya air dari gel sehingga kekentalan selai akan berkurang bahkan sama sekali tidak terbentuk gel. Kemudian pure ditambahkan gula sebanyak 350 gram dan dimasak hingga terbentuk gel dan menjadi selai.

Praktikum yang dilakukan kelompok 2 menghasilkan selai apel yang berwarna cokelat keemasan dengan rasa manis khas apel. Sedangkan aroma yang tercium adalah aroma khas selai apel. Selain itu, selain apel ini juga memiliki daya spread yang baik sehingga mudah dioleskan pada roti sehingga dapat dikatakan selai apel berhasil dibuat. Hal ini dihasilkan karena perbandingan gula yang tepat yaitu dengan perbandingan 1:1, pH yang tepat yaitu 3, dan waktu pemasakan dan pengadukan yang benar sehingga tidak terjadi kegosongan.

Penambahan gula dengan perbandingan 1:1 ini berdasarkan pada literatur yang menyatakan bahwa buah yang asam (memiliki kisaran pH 3) sebaiknya ditambahkan dengan jumlah gula yang sama dengan berat pure. Dalam pembuatan selai, gula yang digunakan adalah sukrosa atau yang lebih dikenal dengan sebutan gula pasir. Tujuan penambahan gula dalam pembuatan selai adalah untuk memperoleh tekstur, penampakan, dan flavor yang ideal. Selain itu, gula dapat juga berfungsi sebagai

Page 43: Laporan Kelompok II (Selai)

42

pengawet. Jumlah penambahan gula yang tepat pada pembuatan selai tergantung pada banyak faktor, antara lain tingkat keasaman buah yang digunakan, kandungan gula dalam buah, dan tingkat kematangan buah yang digunakan. perbandingan gula dengan buah yang digunakan untuk buah yang asam adalah 1:1 (Fachrudin, 1997). Penambahan gula akan mempengaruhi keseimbangan air dan pektin yang ada. buah yang kandungan pektinnya rendah seperti nanas, penambahan gulanya lebih sedikit dari bagian buahnya. Sebaliknya, buah yang kandungan pektinnya tinggi seperti apel, maka penambahan gula sebaiknya lebih banyak. Kandungan gula yang ideal pada produk selai berkisar 60%-65%.

Pada pembuatan selai, penambahan asam bertujuan untuk mengatur pH dan menghindari pengkristalan gula. Apabila terlalu asam akan terjadi sineresis yakni keluarnya air dari gel sehingga kekentalan selai akan berkurang bahkan dapat sama sekali tidak terbentuk gel. Pada praktikum pembuatan selai ini, kelompok yang membuat selai dari buah nanas menghasilkan selai yang sangat keras dan lengket bahkan seperti permen. Hal ini dapat disebabkan oleh pH yang tidak tepat sehingga terjadi kristalisasi yang menyebabkan selai yang dibuat menjadi keras seperti permen. Selain dipengaruhi oleh pH, rendahnya kandungan pektin pada buah nanas dapat menjadi salah satu penyebab kerasnya selai yang dihasilkan karena pektin berperan penting dalam pembentukan gel. Kecepatan pembentukan gel oleh pektin tergantung pada jenis pektin, suhu pemasakan, dan konsentrasinya.

KESIMPULAN

Selai apel yang dihasilkan kelompok 2 dapat dikatakan berhasil karena memiliki warna, rasa, dan aroma yang baik. Selain itu juga, selai apel ini dapat dioleskan dengan mudah pada roti. Hal ini dihasilkan karena perbandingan gula yang tepat yaitu dengan perbandingan 1:1, pH yang tepat yaitu 3, dan waktu pemasakan dan pengadukan yang benar sehingga tidak terjadi kegosongan.

Faktor yang mempengaruhi pembuatan selai adalah kandungan pektin pada buah, pH pure, dan perbandingan gula. Selai yang menjadi keras seperti permen dapat disebabkan oleh pH yang tidak tepat dan kandungan pektin yang rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Fachrudin, Lisdiana. 1997. Teknologi Tepat Guna Membuat Aneka Selai. Penerbit Kanisius.

Page 44: Laporan Kelompok II (Selai)

43

Nama : Tri Winarni

NIM : 1000566

PEMBAHASAN

Buah merupakan produk hortikultura yang memiliki banyak manfaat karena

kandungan nutrisi didalamnya. Maka dari itu, buah banyak diminati masyarakat

sehingga saat ini banyak sekali produk olahan buah untuk memperbaiki nilai

tambahnya, salah satu contohnya adalah selai. Selai merupakan salah satu jenis

makanan awetan berupa sari buah atau buah-buahan yang sudah yang sudah

dihancurkan, ditambah gula dan dimasak hingga kental atau berbentuk setengah padat.

Proses pembuatan selai memperngaruhi produk akhir selai itu sendiri. Tiga

bahan pokok pada proses pembuatan selai adalah pektin, asam, dan gula dengan

perbandingan tertentu untuk menghasilkan produk yang baik. Pektin ialah senyawa

karbohidrat yang berguna untuk membentuk gel (bentuk seperti bubur sangat kental)

jika bereaksi dengan gula dan asam. Untuk mendapatkan sumber pektin digunaakn buah

yang tua tapi belum masak, sedangkan untuk mendapatkan cita rasa (aroma dan rasa

buah) dipakai buah yang sudah masak. Karena dikehendaki dua-duanya (pektin dan cita

rasa), maka untuk membuat selai yang baik digunakan campuran buah yang sudah tua

tapi belum masak dan buah yang sudah masak dengan perbandingan yang sama. Buah

yang masih muda tidak dapat digunakan untuk pembuatan selai karena masih banyak

mengandung zat pati (karbohidrat) dan kandungan pektinnya rendah. Kulit buahpun

dapat digunakan untuk menghasilkan selai tersebut.

Untuk membuat selai, perlu menyediakan buah tua dan buah masak serta gula

pasir secukupnya. Formula yang digunakan sebaiknya mempunyai perbandingan buah :

gula = 45 : 55. Campuran tersebut dipekatkan melalui proses penguapan dan

pengentalan sampai hasil akhirnya mempunyai kadar gula ( solublu solids) yang

ditentukan dengan Hand Refraktometer,. Namun, pada praktikum pembuatan selai apel,

diguanakan perbandingan buah : gula = 50 : 50. Dengan berat adalah 172 gram, lalu

diblender untuk dijadikan pure dengan ditambhakan air sebanyak 250 ml, sehingga

Page 45: Laporan Kelompok II (Selai)

44

dihasilkan pure dengan berat 350 gram dan ph 3. Pembuatan selai apel disertai kulitnya,

karena kulit apel memiliki pektin yang cukup tinggi.

Sifat-sifat yang penting dari produk selai termasuk kestabilannya terhadap

mikroorganisme dan struktur fisiknya. Stabilitas mikroorganisme dari selai dan produk-

produk serupa dikendalikan oleh sejumlah faktor, diantaranya:

1. Kadar gula yang tinggi biasanya dalam kisaran padatan terlarut antara 65-73%

2. pH rendah, biasanya dalam kisaran antara 3,1-3,5 tergantung pada tipe pektin

dan konsentrasi

3. aw biasanya dalam kisaran antara 0,75-0,83

4. Suhu tinggi selama pendidihan atau pemasakan (105-106C), kecuali jika

diuapkan secara vakum dan dikemas pada suhu rendah.

5. Tegangan oksigen rendah selama penyimpanan (misalnya jika diisikan ke dalam

wadah-wadah hermatik dalam keadaan panas)

Struktur khusus dari produk-produk jeli buah-buahan disebabkan karena

terbentuknya kompleks gel pektin-gula-asam. Pektin (asam poligalakturonat, dengan

derajat metoksilasi yang beragam sampai sekitar 12% sususan MeO) terdapat secara

alamiah dalam jaringan buah-buahan sebagai hasil dari degradasi protopektin selama

pematangan, dan mungkin ditambahkan dalam bentuk padat atau cair untuk melengkapi

buah-buahan yang kekurangan pektin seperti arbei.

Kondisi optimum untuk pembentukan gel adalah:

1. Pektin, 0,75-1,5% (tergantung pada tipenya)

2. Gula, 65-70%

3. Asam pH 3,2-3,4

Walaupun demikian, beberapa aspek lainnya seperti tipe pektin, tipe asam, mutu

buah-buahan, prosedur pemasakan dan pengisiandaopat juga memberi pengaruh yang

nyata pada mutu akhir dan stabilitas fisik dan stabilitas terhadap mikroorganisme dari

produk

Pada praktikum pembuatan selai apel, digunakan buah apel yang tidak terlalu

masak. Pembuatan selai ini didasarkan dengan mengambil daging buah apel sebanyak

50 bagian berat buah-buahan yang kemudian dicampur dengan 50 bagian berat gula dan

dipanaskan terus-menerus sampai mendapatkan kepekatan tertentu. Langkah pertama

Page 46: Laporan Kelompok II (Selai)

45

yang dilakukan adalah mencuci dengan bersih apel yang telah disediakan, lalu bagian-

bagian yang tidak diinginkan, seperti biji dan tangkai dibuang. Buah apel diblender

dengan ditambahkan air sebanyak 250 ml untuk mempermudah proses pelumatan dalam

menghasilkan pure apel.

Pure yang telah jadi, dimasukan kedalam wajan dan ditambahkan gula dengan

perbandingan apel : gula yaitu 50 : 50. Pure diamsak ± 30 menit dan diaduk terus

hingga homogen agar rasa manis dapat merata dan dapat menambah kepekatan. Dalam

pembuatan selai ini tidak ditambahkan air, karena jika ditambahkan air kemungkinan

yang terjadi adalah tidak diperoleh kepekatan melainkan menjadi encer. Penambahan

gula dalam pembuatan selai adalah sebagai bahan pengawet dan penguat cita rasa pada

selai itu sendiri. Gula juga berpengaruh terhadap kekentalan selai yang dihasilkan, maka

dari itu penambahan gula harus pas.

Penambahan gula akan menaikan tekanan osmosa larutan, sehingga

menyebabkan terjadinya plasmolisa pada sel-sel mikroba. Dngan terjadinya plasmolisa

air keluar dari sel-sel mikroba maka dengan berkurangnya air untuk pertumbuhan, sel-

sel mikroba akan mengering dan akhirnya akan mati. Disamping gula akan menurunkan

water activity (Aw) bahan makanan sampai suatau keadaan pertumbuhan mikroba tidak

memungkinkan lagi, sehingga gula juga berfungsi sebagai pengawet. Meskipun gula

yang ditambahkan sudah berfungsi sebagai pengawet, kadang-kadang kedalam jam juga

masih ditambahkan pengawet anti kapang, misalnya Natrium benzoat.

Pemasakan selai dilakuakan pada wajan berlapis email supaya buah apel yang

dimasak tidak bereaksi dengan logam. Dalam pemanasan ini, dilakukan dengan api

kecil dan diaduk terus sampai diperoleh kepekatan/ kekentalan tertentu. Pemasakan

selai harus terus diaduk adalah untuk menghindari gosong dan karamelisasi. Pada selai

apel ini warna yang dihasilkan coklat, karena buah apel mengandung senyawa fenol

yang cukup tinggi. Pemanasan atau pemasakan harus diperhatikan, jangan sampai

terlalu kental atau kurang kental. Terlalu kental mengakibatkan sari buah banyak yang

menguap sedangkan kurang kental mengakibatkan pembentukan selai atau jeli kurang

sempurna.

Page 47: Laporan Kelompok II (Selai)

46

Pemasakan selai dilakukan baik pada tekanan atmosfer (pada suhu sampai 106C,

atau sama dengan kira-kira 68% padatan) atau dalam keadaan vakum, biasanya suhu

tidak melebihi 65C kecuali untuk pengisian.

Setelah tercapai kekentalan tertentu, biasanya, dalam pembuatan selai

ditambahkan bahan tambahan pangan, seperti asam sitrat , asam benzoat, atau natrium

benzoate dimana natrium benzoate merupakan bahan pengawet organic yang dapat

menhambat aktivitas mikroorganisme. Penambahan natrium benzoate biasa dilakukan

ketika agak kental supaya natrium benzoate tidak langsung habis bereaksi pada saat

pemanasan. Namun, pada praktikum pembuatan selai apel tidak ditambahkan bahan

tambahan pangan apapun, termasuk asam sitrat. Ini sudah sesuai dengan Standar

Nasional Indonesia (SNI) selai buah mengenai definisi selai buah yaitu produk makanan

semi basah, dibuat dari pengolahan bubur buah-buahan, gula dengan atau tanpa zat

tambahan makanan yang diizinkan. Selain itu, karena ph selai apel yang telah dimasak

adalah 3, sehingga tidak perlu ditambahkan asam sitrat.

Untuk mengetahui apakah selai sudah diperoleh kepekatan/kekentalan dapat

dilakukan penjedalan dengan cara mengambil satu sendok selai dan dimiringkan.

Apabila selai berjalan lancar berarti pemanasan belum cukup, sedangkan jika selai

berjalan mengalir lambat maka pemanasan atau pemasakan dihentikan. Selain itu, cara

yang dilakuakn untuk mengetahui keberhasilan pembuatan selai dengan tekstur yang

baik adalah dengan cara mengambil 1 sendok selai yang telah dimasak lalu dimasukan

kedalam air dingin dalam sebuah mangkuk, apabila selai tidak hancur dalam air

tersebut, itu artinya tekstur selai sudah baik.

Setelah diperoleh selai dengan kekentalan yang baik, selai didinginkan dan

dikemas. Kemasan selai yang baik yaitu menggunakan botol kaca karena akan lebih

steril dibandingkan dengan botol plastik. Proses pengemasan yang benar yaitu bila selai

sudah matang, langsung dimasukan kedalam botol agar tidak terkontaminasi oleh

mikroorganisme yang ada diudara. Namun, karena kemasan yang baik tidak tersedia,

maka selai apel dikemas dalam plastik. Selai apel yang dihasilkan sudah cukup baik

dengan menghasilkan organoleptik aroma khas selai apel, rasanya manis khas apel, dan

warnanya coklat keemasan.

Page 48: Laporan Kelompok II (Selai)

47

KESIMPULAN

Selai adalah produk makanan yang kental atau setengah padat dibuat dari

campuran 45 bagain berat buah (cacah buah) dan 55 bagian berat gula. Tiga bahan

pokok pada proses pembuatan selai adalah pektin, asam, dan gula dengan perbandingan

tertentu untuk menghasilkan produk selai yang baik. Prinsipnya adalah mengawetkan

bahan pangan dengan cara menurunkan kadar air dan pH bahan dengan penambahan

gula konsentrasi tinggi dan asam sitrat sehingga dapat menghambat pertumbuhan

mikroorganisme

Hasil praktikum pembuatan selai apel menunjukan bahwa dalam proses

pembuatannya, sudah cukup baik karena selai yang dihasilkan memiliki organoleptik

yang sudah sesuai dengan kriteria selai pada umumnya, yaitu tekstur dengan kekentalan

yang cukup, aroma khas buah apel, dan rasanya manis khas buah apel.

Page 49: Laporan Kelompok II (Selai)

48

DAFTAR PUSTAKA

http://industri10yusup.blog.mercubuana.ac.id/2010/10/07/sodium-benzoat-oleh-

faisal/ diakses tanggal 5 desember 2012

http://ms.wikipedia.org/wiki/Gula  diakses tanggal 5 desember 2012

http://id.shvoong.com/books/novel-novella/1923693-anggur/  diakses tanggal 5

desember 2012

Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi Pangan,

Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan

Swiss Development Cooperation, 1993.

Arsyad, M.N. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah.

Jakarta:Gramedia.